BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1 Kepuasan Pasien 1.1 Pengertian Kepuasan dan Teori Kepuasan Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa (Purwanto Setiyo, 2007). Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998 dalam Awinda, 2004). Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Purnomo, 2002). Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa kepusan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang sesuai dengan yang diharapakan,ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa pasien cenderung
Universitas Sumatera Utara
memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya (Purnomo, 2002). Teori Kotler (1997) dalam Service Quality, kepuasan pelanggan merupakan kondisi terpenuhinya harapan pelanggan atas service/pelayanan yang diberikan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan/ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan ternyata di bawah ekspektasi, mereka cenderung tidak puas. Oleh karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting untuk dipahami. Sedangkan teori wexley dan Yukl (1988) bahwa seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi yang dibutuhkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dalam banyak hal penting yang dibutuhkan, maka semakin besar rasa ketidakpuasan (Utama, 2005). Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine (1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien (dikutip dari Wolf, Miller, & Devine, 2003). Soejadi (1996) mengatakan, pasien adalah merupakan individu terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Didalam suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya
sampai proses penerimaan
pelayanan.
pasien akan
Universitas Sumatera Utara
mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas (Sumarwan, 2003). Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan
pasiennya.
Namun
upaya
untuk
perbaikan
atau
kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.
Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka
Universitas Sumatera Utara
konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo, 1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka yang di obati dirumah sakit. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.
1.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan
Menurut Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang dijual (Lusa, 2007).
2. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relatif sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 1989). Prioritas peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis (Marajabessy, 2008).
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan kesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapat pelayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
Thraser (2008), menyatakan Pasien yang memiliki pendapatan tinggi membayar jasa rumah sakit dengan harga yang mahal. Mereka
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang diterima dan merasa diperhatikan.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut, Lusa (2007) , biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran
biaya,
kejelasan
komponen
biaya,
biaya
pelayanan,
perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin,dan sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya perawatan.
Tjiptono (1997) yang dikutip dari Purwanto Setiyo (2007) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu :
1. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Kinerja tenaga perawat, adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran:
Universitas Sumatera Utara
layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi, dan tingkat kunjungan (Utama, 2003). Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.
Selain hal di atas kompetensi juga merupakan salah satu indikator penilaian kinerja petugas kesehatan khususnya perawat. Berdasarkan kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dan sebagainya. 2. Ciri-ciri
atau
keistimewaan
tambahan
(features),
merupakan
karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya. Aspek-aspek di atas terbukti memberi dampak dalam mempengaruhi kepuasan klien terahadap suatu pelayanan kesehatan, dimana klien mengaku senang dan nyaman dengan adanya fasilitas
tambahan yang mendukung
kondisi kesehatan mereka (Suryawati dkk, 2006).
Universitas Sumatera Utara
3. Keandalan (reliability), sejauh mana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit. Pada penelitian Marajabessy (2008) tentang tingkat kepuasan pada salah satu rumah sakit daerah, Ia menemukan bahwa dimensi pelayanan yang paling besar pengaruhnya adalah keandalan (reliability). 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan. Aspek ini tidak hanya menentukan kepuasan pasien, tetapi juga sebagai indikator akreditasi menurut Depkes RI (Suryawati, 2006). 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya. 6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu. Hal ini sangat penting
Universitas Sumatera Utara
bagi klien. Oleh karena itu, keberadaan perawat setiap waktu di sisi klien sangat berpengaruh dalam memenuhi service ability yang memuaskan (Runny, 2008).
Bailey (2007), menemukan adanya
ketidakpuasan pada pasien yang memperoleh pelayanan dari perawat malam dikarenakan ketidakmampuan perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien secepatnya dan memberi pelayanan yang cepat dan kebutuhan psikologis mereka. 7. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya. Saat ini , petugas kesehatan harus memahami pentingnya sikap dalam melayani pasien/ keluarganya sehingga pasien kurang puas akan mutu pelayanan yang diberikan (Henriadi, 2007). 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat. Kualitas yang dipersepsikan akan mempengaruhi harapan klien terhadap rumah sakit maupun pelayanannya. Bila pelayanan itu sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan harapannya, maka dia akan merasa puas (Tharser dan Stephenson, 2008).
Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :
1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. 2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Herianto dan kawan-kawan (2005) menemukan, ekspektasi masyarakat terhadap harga yang murah ditemukan cukup tinggi. Ini dikarenakan masyarakat miskin di Indonesia memang cukup tinggi. 3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang
Universitas Sumatera Utara
diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dsb (Lusa, 2007). Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan. 4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya (Heriandi, 2007). Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. 5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.
Berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan utama dari
Universitas Sumatera Utara
kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun terhadap
sarana
dan
prasarana
kesehatan
yang
terkait
dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien(Utama, 2003).
6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. pasien akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapanharapan yang diinginkan pasien. 7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen. Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-lain (Lusa, 2005). 8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
Menurut Lusa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan kepuasan. aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-lain. Perawat harus memperhatikan aspek ini.
9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol
Universitas Sumatera Utara
panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual.
Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Suryawati dkk, 2006).
1.3 Tingkat Kepuasan dalam pelayanan keperawatan.
Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan, teori Fitzmmons dalam Purnomo (2004), mengatakan bahwa tingkat kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan dapat dilihat dalam lima dimensi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Reliability
Kemampuan untuk memberikan jenis pelayanan yang tepat dan benar sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan atau memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan konsisten missal penerimaan pasien yang cepat, tepat dan tidak berbelit, pelayanan pemeriksaan, pengobatan, perawatan serta perawat menjelaskan apa yang harus dipatuhi pasien atau tidak bisa dilanggar oleh pasien (Munin, 2004).
2. Responsiveness
Kesadaran atau keinginan karyawan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen misalnya penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat (kotler 2000).
3. Assurance
Pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan, percaya diri dari pemberi pelayanan, serta respek terhadap konsumen. Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan terhadap pasien misal kepecayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan perawat dalam memberikan tindakan pelayanan yang sopan dan ramah (Munin, 2004).
Universitas Sumatera Utara
4. Tangibels
Penampilan para pegawai dan pasilitas fisik lainnya, seperti peralatan, berbagai materi komunikasi (Alma, 1992). Dalam Munin (2004) menyebutkan yang termasuk aspek tangible adalah gedung, tarif rumah sakit, kebersihan serta penataan ruangan serta perlengkapan yang menunjang pelayanan.
5. Empathy
Kemauan pemberi pelayanan untuk melakukan pendekatan, memberi perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan pasien missal kebutuhan BAK, BAB, personal higiene dan lain-lain. Kesediaan karyawan untuk peduli memberikan perhatian kepada pasien missal karyawan mencoba mendekatkan diri pada pasien, jika pasien mengeluh maka harus dicari solusi untuk mengatasi keluhan tersebut dengan menunjukkan rasa peduli yang tulus dan penuh kesabaran (Kottler, 2000).
1.4 Mengukur Tingkat Kepuasan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranto (2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentu pelanggan, kemudian dimonitor dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat
Universitas Sumatera Utara
serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan (kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan yang pernah dirasakan sebelumnya.
Menurut Kotler (2003), ada beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan :
a.
Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)
memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan.
b.
Ghost shopping Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka.
c.
Lost customer analysis Rumah sakit seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.
Universitas Sumatera Utara
d.
Survei kepuasan pelanggan Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara
langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan seberapa
baik
perusahaan
dalam
masing-masing
elemen
(importanse/performance ratings). Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh perhatian terhadap para pengguna jasa pelayanannya.
Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan, seperti proses yang mudah dan murah, menghasilkan data yang telah terstandarisasikan, dan terhindar dari bias pewawancara (Pohan, 2006).
1.5 Manfaat Pengukuran Kepuasan Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan. b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat. c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan. d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan. e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi. Menurut
Azwar
(2003),
didalam
situasi
rumah
sakit
yang
mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut : a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit. b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung. c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit). d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif. e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktek tidak terjadi.
1.6 Klasifikasi kepuasan Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut : a) Sangat memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat),
Universitas Sumatera Utara
atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi. b) Memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang. c) Tidak memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah. d) Sangat tidak memuaskan. Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah. Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal dengan istilah skala likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi, sangat puas,
Universitas Sumatera Utara
agak puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya ; sangat puas bobotnya 3, agak puas bobotnya 2, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama, 2003).
2 Immobilisasi 2.1 Pengertian Immobilisasi Konsep immobilitas merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktivitas dari normalnya. Pada keadaan immobile, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada sertiap aspek kehidupan. Jadi immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bargerak bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi secara teraupetik (Potter & Perry, 2006). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktifitas). Immobilisasi pada pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, fraktur pada ekstremitas, atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008). Menurut Aziz (2006), secara umum kondisi yang dihadapi pasien, ada beberapa macam keadan immobilitas, antara lain : a. Immobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
Universitas Sumatera Utara
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan. b. Immobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit. c. Immobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai. d. Immobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi immobilisasi Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), faktor – faktor yang mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagi berikut : a. Gangguan muskuloskletal Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa keadaan tertentu
yang
menggangu
pergerakan
tubuh
seseorang
misalnya
;
osteoporosis, atrofi, kontraktur, kekakuan sendi dan sakit sendi.
Universitas Sumatera Utara
b. Gangguan kardiovaskuler Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi, peningkatan valsalva maneuver. c. Gangguan sistem pernapasan Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan, bertambahnya sekresi paru, atelektasis, hipostatis pneumonia.
2.3 Efek dari immobilisasi Menurut Asmadi (2008), ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat immobilisasi fisik ini antara lain : a. Sistem Integumen Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada imobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengn yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi ischemia pada jeringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. b. Sistem kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan trombus.
Universitas Sumatera Utara
c. Sistem respirasi Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat immobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru. d. Sistem perkemihan Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih. e. Sistem muskuloskletal Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat menyebabkan perubahan metabolik pada sistem muskuloskletal sehingga terjadi hiperkalsemia dan
Universitas Sumatera Utara
hiperkalsiuria yang kemudain menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atrofi otot, immobilisasi juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot. f. Sistem neurosensoris Dampak
terhadap
sistem
neurosensoris tampak
nyata pada
pasien
immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat. g. Perubahan prilaku Perubahan prilaku sebagai akibat immobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, menurunnya koping mekanisme dan menurunnya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri. Selain ini Potter dan Perry (2005), juga menyatakan ada beberapa akibat yang ditimbulkan oleh keadaan imobilisasi fisik antara lain: 1. Pengaruh fisiologis Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh immobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda.
Universitas Sumatera Utara
2. Perubahan metabolik Immobilisasi menggangu fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberadaan proses infeksius pada pasien immobilisasi mengalami peningkatan BMR diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka. 3. Perubahan sistem respiratori Pasien immobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya penurunan sebanding kemampuan pasien untuk batuk produktif. Sehingga penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, terutama pada pasien dalam posisi telentang, telungkup, atau lateral. Mukus menumpuk diregio yang dependen disaluran pernapasan, karena mucus merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkopneumonia hipostatik. 4. Perubahan sistem kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi immobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus. 5. Perubahan sistem muskuloskeletal Pengaruh immobilisasi pada sistem muskoskletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot pasien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. 6. Perubahan sistem intagumen Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap pasien khusus lansia dan yang imobilisasi. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membelok, dan konstriksik kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit, sehingga respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati. 7.
Perubahan eliminasi urin Eliminasi urin pasien berubah oleh adanya immobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk kedalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika pasien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar. Ginjal yang membentuk urine harus masuk kadalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontriksi pristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk kedalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
8.
Pengaruh psikososial Immobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap.
Universitas Sumatera Utara
3 Personal Higiene 3.1 Pengertian Personal Higiene Personal higiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya (Potter dan Perry, 2005). Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan.
Jika
seseorang
sakit,
biasanya
masalah
kebersihan
kurang
diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum (Tarwoto dan Wartonah, 2004). Pemeliharaan personal higiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik memerlukan bantuan perawat untuk melakukan praktik kesehatan yang rutin. Selain itu, beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik higiene pasien. Perawat menentukan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri dan memberikan perawatan higiene menurut kebutuhan dan pilihan pasien (Potter & Perry, 2005).
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Higiene Menurut Potter & Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal higiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain : 1. Citra tubuh (body image)
Universitas Sumatera Utara
Penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya higiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan higiene. Citra tubuh pasien dapat berubah akibat pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan higiene. 2. Praktik sosial Kelompok-kelompok sosial wadah seorang pelayan berhubungan dapat mempengaruhi praktik higiene pribadi. 3. Status sosioekonomi Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodoran, sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktikan oleh kelompok sosial pasien. 4. Pengetahuan Pengetahuan tentang pentingnya higiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik higiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Pasien juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri.
Universitas Sumatera Utara
5. Kebudayaan Kepercayaan kebudayaan pasien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan higienis. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda, mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda. 6. Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang Setiap pasien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan higiene pribadi. Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung, neurologist, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan pasien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan perawatan higienis total. 3.3 Macam-Macam Tindakan Personal Higiene dan Manfaatnya Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal higiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan gigi, kebersihan dan kerapihan pakaiannya, kebersihan mata, hidung, dan telinga, serta kebersihan alat kelaminnya (Badri, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Manfaat yang dapat diperoleh dari tindakan pemeliharaan personal higiene yang dilakukan oleh perawat selama memberikan asuhan keperawatan dirumah sakit antara lain, Potter & Perry (2005).
3.3.1 Memandikan di tempat tidur Memandikan pasien adalah bagian perawatan higienis total. Mandi dapat dikategorisasikan sebagai pembersihan atau teraupetik. Keluasan mandi pasien dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik pasien dan kebutuhan tingkat higiene yang diperlukan. Mandi di tempat tidur yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan memerlukan perawatan higienis total. Secara garis besar tujuan memandikan pasien diatas tempat tidur meliputi : 1. membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan yang tidak sehat. 2. memberikan rasa nyaman dan relaksasi 3. merangsang sirkulasi darah pada kulit. 4. mencegah infeksi pada kulit. 5. mendidik pasien dalam kebersihan perorangan.
3.3.2 Perawatan Rambut Penampilan dan kesejahteraan seseorang sering kali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan mencegah pasien untuk memelihara perawatan rambut sehari- hari. Rambut pasien immobilisasi akan terlihat menjadi kusut. Balutan bisa meninggalkan darah
Universitas Sumatera Utara
yang lengket atau larutan antiseptik pada rambut. Menyikat, menyisir, dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis untuk semua pasien. Pasien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan. Pertumbuhan, distribusi, dan pola rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum. Perubahan hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan, infeksi, dan penyakit tertentu atau obat- obatan dapat mempengaruhi karateristik rambut. Helai rambut adalah struktur yang tidak berdaya. Perubahan warna atau kondisi terjadi akibat aktivitas hormonal dan peredaran nutrisi ke folikel. Tujuan mencuci rambut pada pasien adalah : 1. memberikan perasaan senang dan segar pada pasien. 2. rambut tetap bersih, rapi dan terpellihara selama sakit. 3. merangsang sirkulasi darah dan kulit kepala. 4. membersihkan kutu dan ketombe.
3.3.3 Memelihara dan memotong kuku Kuku sering kali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau waktu yang terpisah. Seringkali, orang tidak sadar akan masalah kuku sampai terasa nyeri atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang salah atau kurang pada kaki dan tangan seperti menggigit kuku atau pemotongan yang tidak tepat, dan pemaparan zat- zat kimia yang tajam. Ketidaknyamanan dapat mengarah pada stres fisik dan emosional. Tujuan merawat dan memotong kuku :
Universitas Sumatera Utara
1. menjaga kebersihan tangan dan kaki. 2. mencegah timbulnya infeksi. 3. mencegah kaki berbau tidak sedap. 4. mengkaji/memonitor masalah- masalah pada kuku kaki dan tangan.
3.3.4 Membantu pasien memelihara kebersihan gigi dan mulut Higiene mulut membantu mempertahakan status kesehatan mulut, gigi, gusi dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan, plak, dan bakteri; memasase gusi; dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam mengangkat plak dan tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan infeksi. Higiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulus nafsu makan. Tanggung jawab perawat pada higiene mulut adalah pemeliharaan dan pencegahan. Hal ini penting khusus jika pasien hendak menerima radiasi atau kemoterapi sebagai bagian dari pengobatan medis. Perawat membantu pasien untuk mempertahankan higiene mulut yang baik dengan mengajarkan teknik yang benar atau dengan menampilkan higiene secara aktual pada pasien lemah atau cacat. Tujuan dari pemeliharaan gigi dan mulut meliput i : 1.
Supaya mulut dan gigi tetap bersih dan tidak bau.
2. Mencegah infeksi pada mulut, kerusakan gigi, bibir dan lidah pecah-pecah dan stomatitis.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan perasaan senang dan segar pada pasien. 4. Membantu merangsang nafsu makan. 5. Mendidik pasien dalam kebersihan perorangan.
3.3.5 Membantu menggantikan pakaian dan kain tenun Adalah suatu tindakan membantu pasien menggantikan pakaian karena pasien tidak mampu melakukan sendiri. Tujuan membantu menggantikan pakaian meliputi : 1. Memberikan perasaan senang dan nyaman bagi pasien. 2. Memberikan rasa percaya diri. 3.
Mencegah terjadinya dekubitus.
4. Memelihara kebersihan dan kerapian
Universitas Sumatera Utara