BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan 1. Pengertian Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa. Kotler, 1994 dalam Tjiptono (2000) mengungkapkan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan komponen pokok kepuasan konsumen/ pelanggan. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya apabila membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan merupakan persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli.
23
Dalam menggunakan suatu jasa (pelayanan), konsumen seringkali mempunyai sekenario tentang apa yang akan diterimanya, berupa : a.) Jasa Ideal; b.) Harapan; c.) Jasa apa yang seharusnya diterima; d.) Jasa minimum yang dapat ditoleransi. Apabila jasa minimal yang diharapkan adalah “jasa yang dapat ditoleransi”, lalu yang terjadi melampaui harapan tersebut, maka konsumen akan sangat puas. Bila jasa yang diharapkan ”jasa yang seharusnya diterima”, dan yang terjadi sesuai harapan maka konsumen akan mengalami kepuasan. Sedangkan apabila jasa yang diharapkan “jasa ideal”, tetapi yang terjadi kurang dari harapan tersebut, maka konsumen akan merasakan ketidakpuasan (Tjiptono, 2000). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, kepuasan individu/ seseorang karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai pelayanan/ jasa yang diberikan terpenuhi, sehingga kepuasan pasien dapat terwujud dan harapan konsumen memiliki peran besar sebagai standar perbandingan evaluasi kualitas maupun kepuasan. Kepuasan/ ketidakpuasan klien tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa sumberdaya, pendidikan, pengetahuan, sikap, dan demografi. Faktor eksternal berupa budaya, keadan sosial ekonomi, serta situasi saat itu (Engel, 1995 dalam Susilo, 2001). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan Salah satu indikator bahwa pelayanan sudah baik adalah terbentuknya kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna
24
jasa pelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan (kepuasan) pelanggan menurut Garpes, 1999 (dalam Nasution, 2005) adalah: a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan pelanggan ketika melakukan transaksi. b. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk. c. Pengalaman dari teman-teman. d. Komunikasi iklan. Menurut Azwar (1996), dimensi kepuasan pelanggan dapat dibedakan menjadi dua macam : a. Kepuasan pasien yang hanya mengacu pada penerapan kode etik serta standar pelayanan oleh provider yang mencangkup : hubungan
dokter
dengan
pasien,
kenyamanan
pelayanan,
kebebasan melakukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi tehnis, efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan. b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan kesehatan, yang meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, kewajaran
pelayanan
kesehatan,
kesehatan,
penerimaan
pelayanan
kesehatan,
kesinambungan
pelayanan keterjangkauan
kesehatan, pelayanan
pelayanan ketercapaian kesehatan,
efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan. Menurut jacobalis (1989), kepuasan total yang diperoleh seseorang dari pelayanan kesehatan dikaitkan dengan tiga unsur, yaitu : a.) Mutu
25
pelayanan; b.) Mutu dalam perawatan; c.) Cara pasien diperlakukan sebagai individu. Jika pihak pemberi pelayanan melaksanakan dengan baik dan sesuai dengan persepsi dan harapan, maka pasien akan merasakan kepuasan.
Sedangkan
ketidakpuasan
pasien
yang
paling
sering
dikemukakan adalah ketidakpuasan terhadap : a. Sikap dan perilaku petugas rumah sakit dan karyawan. b. Keterlambatan oleh dokter atau perawat. c. Dokter/ perawat yang merawat sulit ditemukan. d. Petugas kurang komunikatif dan informatif. e. Lamanya proses masuk rawat inap. f. Aspek pelayanan “hotel” di rumah sakit, dan g. Kebersihan dan ketertiban lingkungan. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh rumah sakit saja, tetapi dipengaruhi pula terhadap pemberi pelayanan seperti: sikap, pelayanan, pengetahuan, ketrampilan, treatmen, serta fasilitas dan prosedur pelayanan yang diberikan oleh pihak pemberi pelayanan terhadap pasien.
3. Pengukuran tingkat kepuasan Kepuasan akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan persepsi pelanggan. Faktor ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi pelanggan dan si pemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam
26
kualitas jasa yang dikemukakan Parasuraman, 1998 (dalam Tjiptono, 2000) yaitu: a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. b. Kesenjangan
antara
persepsi
manajemen
tentang
harapan
konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa.dan jasa yang disajikan. d. Kesenjangan antara penyampain jasa aktual dan komunikasi eksternal kepada konsumen. e. Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa yang diterima konsumen. Parasuraman, 1998 (dalam Tjiptono, 2000) menggambarkan kualitas pelayanan sebagai perbedaan persepsi dan harapan klien atas pelayanan berdasarkan dimensi, yaitu : a. Wujud nyata (tangible) Adalah fasilitas fisik, perlengkapan, dan penilaian karyawan. b. Daya tangkap (responsiveness) Keinginan karyawan untuk memberikan bantuan dan support service kepada pelanggan. c. Kehandalan (reliability) Fasilitas kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
27
d. Jaminan (assurance) Adalah pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan karyawan serta sifat dapat dipercaya dan bebas dari keragu-raguan. e. Kepedulian (emphaty) Adalah kemudahan dalam menjalin hubungan, komunikasi, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. Penilaian ini menggunakan tingkat kepuasan klien sebagai indikator kualitas pelayanan. Menurut Kotler, (2005) ada berbagai metode dalam mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : a. Sistem keluhan dan saran Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan cara menerima saran, keluhan masukan mengenai produk atau jasa layanan. Jika penanganan keluhan, masukan dan saran ini baik dan cepat, maka pelanggan akan merasa puas, begitu juga sebaliknya jika tidak pelanggan akan kecewa. Contoh dengan menggunakan formulir, kotak saran, kartu komentar. b. Riset kepuasan pelanggan Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Jika dilakukan dengan baik, survei akan mencerminkan kondisi lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap produk atau jasa yang digunakan.
28
c. Ghost Shopping Model yang mirip dengan marketing intelligence yaitu pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura sebagai pembeli/ pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing dalam menangani keluhan. d. Analisa pelanggan yang hilang Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.
4. Kepuasan terhadap pelayanan keperawatan Menurut Azwar (1996), secara umum kepuasan terhadap mutu pelayanan keperawatan dapat dibedakan menjadi dua tingkat, yaitu: a. Kepuasan yang mengacu pada kode etik serta standar pelayanan: 1.) Hubungan dokter atau perawat dengan pasien, 2.) Kenyamanan dan pelayanan yang menyangkut pada sarana dan prasarana dari rumah sakit, 3.) Kebebasan dalam melakukan pilihan, 4.) Pengetahuan dan kompetensi tehnis yang merupakan prinsip pokok standar pelayanan, 5.) Efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan.
29
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan, yang meliputi : 1) ketersediaan pelayanan kesehatan, 2) kewajaran pelayanan kesehatan, 3) kesinambungan pelayanan kesehatan, 4) penerimaan pelayanan kesehatan, 5) ketercapaian pelayanan kesehatan, 6) keterjangkauan pelayanan kesehatan, 7) efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan. Apabila dibandingkan antara kedua kelompok dimensi kepuasan, dapat dilihat bahwa dimensi kepuasan yang kedua bersifat ideal, karena untuk
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
yang
memenuhi
persyaratan tidaklah semudah yang diperkirakan. Untuk mengatasi hal tersebut diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi selektif, dalam arti penerapan dimensi kepuasan kelompok pertama dilakukan secara optimal, sedangkan penerapan dimensi kepuasan kelompok kedua dilakukan secara selektif yaitu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
B. Pelayanan Keperawatan 1. Pengertian Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatsn pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga individu
30
tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri (Handerson dalam Zaidin Ali, 2001). Menurut Azwar (1996) pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani (merawat), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan sosial. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
dengan
menggunakan
pelayanan
keperawatan
untuk
memecahkan masalah yang dihadapi pasien. Pelayanan keperawatan di Rumah sakit mempunyai tujuan utama yaitu membantu klien dalam upaya mengatasi masalah keperawatan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan memprioritaskan masalah yang ada. Fungsi perawat profesional didalam memberikan pelayanan keperawatan mempunyai tiga dimensi dari fungsinya, yaitu fungsi dependen dimana perawat melaksanakan tindakan atas pasien atau instruksi yang lain, fungsi independen dimana perawat melakukan tindakan secara mandiri, dan fungsi interdependen berupa koordinasi dalam perencanaan tindakan keperawatan dengan dengan anggota tim kesehatan lain termasuk dokter (Purwanto, 1998). Dalam praktek ada beberapa kemungkinan untuk membagi dan membedakan pelayanan keperawatan. Adapun jenis-jenis pelayanan dapat dilihat dari sifatnya (Tengker, 1991), meliputi :
31
a. Pelayanan Dasar Pelayanan ini mencakup lapangan pelayanan kesehatan preventif dan kuratif, yang diselenggarakan khusus untuk diri sendiri (pelayanan pribadi) dan untuk lingkungan sekitarnya demi peningkatan kesehatan dan ancaman gangguan kesehatan. b. Pelayanan ambulator atau ekstramural Pelayanan ini mencakup penyelenggaraan pelayanan spesialistis dan nonspesialistis dimana pasien memperoleh pelayanan kesehatan disebuah lembaga atau di rumahnya tanpa adanya opname. c. Pelayanan intramural Pelayanan ini mencakup penyelenggaraan pelayanan medis umum dan spesialistis di dalam lembaga-lembaga dimana pasien memperoleh rawat inap (opname). Pelayanan ini diberikan di berbagai rumah sakit umum. Tujuan pelayanan keperawatan antara lain meningkatkan dan mempertahankan
kualitas
pelayanan
rumah
sakit,
meningkatkan
penerimaan masyarakat terhadap profesi keperawatan, meningkatkan pelaksanaan kegiatan umum untuk kenyamanan pasien, meningkatkan komunikasi antar staf, meningkatkan produktfitas dan kualitas kerja staf (Depkes, 1999). Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar
32
praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat dapat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Sikap profesional yang diharapkan dari seorang perawat adalah memberikan dasar pelayanan keperawatan yang baik. Sikap baik memiliki elemen-elemen, diantaranya keterlibatan dengan pasien, rasa respek terhadap segi pribadi pasien, pengertian dan ikut merasakan apa yang dialami pasien, dan kesanggupan dalam sikap dan perilaku perawat (BEM PSIK FK UNSRI, 2009). Mutu pelayanan keperawatan merupakan aplikasi pengetahuan ilmu
keperawatan
yang
tepat
bagi
perawatan
pasien
sambil
menyeimbangkan resiko-resiko yang melekat pada setiap intervensi keperawatan dan keuntungan yang diharapkan darinya (Gillies, 1998). Quality assurance adalah proses pembentukan tingkat sasaran keunggulan bagi intervensi keperawatan dan pengambilan tindakan untuk menjamin bahwa setiap pasien menerima tingkat keperawatan yang ditetapkan. Berdasarkan kebijakan Depkes RI 1999, peningkatan mutu pelayanan keperawatan terdiri dari akreditasi rumah sakit, standarisasi rumah sakit dan pelayanan prima. Pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kepada pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif, dan menghasilkan customer responsiveness.
33
Untuk kegiatan peningkatan mutu diperlukan standar, pelaksanaan standar, program evaluasi atau penilaian antara lain akreditasi rumah sakit yang berbasis pada outcome yang dapat menjawab EQS (Equity Efficiently Quality and Subtainability) dan program tindak lanjut perbaikan (Depkes, 1999). Suatu standar merupakan gambaran tingkat pelaksanaan kerja terhadap kualitas bentuk, proses, atau hasil standar keperawatan merupakan gambaran kualitas yang diinginkan terhadap penilaian keperawatan yang diberikan kepada pasien. Strategi peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain pendidikan berlanjut, sumberdaya dimanfaatkan secara efisien dan efektif, aman bagi pasien, memuaskan bagi pasien, serta menghormati aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat. Prasyarat peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain pimpinan yang peduli dan mendukung, sadar mutu bagi seluruh staf, program diklat untuk peningkatan
sumberdaya
manusia,
sarana
dan
lingkungan
yang
mendukung.
2. Manajemen Pelayanan Keperawatan Manajemen Pelayanan Keperawatan adalah proses bekerja melalui anggota
karyawan
untuk
menyediakan
asuhan,
pengobatan
dan
kenyamanan pada pasien ( Gillies, 1998 ). Pada hakekatnya manajemen pelayanan keperawatan adalah melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal guna mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya dan dana
34
yang tersedia secara efektif dan efisien. Oleh karena itu tugas pengelola keperawatan
adalah
merencanakan,
mengorganisasikan,
mengkoordinasikan, mengarahkan, dan mengendalikan sumberdaya keuangan, material dan manusia sedemikian rupa sehingga menyediakan asuhan yang sangat efektif untuk kelompok, pasien dan keluarga (Wardhono, 1998). Adapun lingkup tanggung jawab pengelolaan pelayanan keperawatan menurut Wardhono (1998) meliputi : a. Pengelolaan asuhan keperawatan b. Pengelolaan operasional bangsal c. Pengelolaan sumberdaya manusia yang ada Pengelolaan
asuhan
keperawatan
sangat
diperlukan
dalam
memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Karena ruang lingkup pengelolaan asuhan keperawatan telah luas hingga sampai pada pelayanan rawat di rumah sakit menjadi pelayanan rawat inap, jangka panjang, dan keperawatan di rumah juga dalam hal pelayanan diagnostik dan terapeutik yang berkaitan (Brunner & Suddarth, 1996). Sedangkan yang perlu diperhatikan sebagai pengelola ruang, adalah (Wardhono, 1998) : a. Prioritas
utama
kegiatan
adalah
kebutuhan
pasien
yang
penyelenggaraannya dapat didelegasikan kepada tenaga perawat lain. b. Sentralisasi informasi terletak pada pengelola ruang sebagai penerima dan pemberi. c. Prosedur yang telah ditetapkan supaya dilakukan dengan tepat
35
d. Melakukan koordinasi dan menetapkan efisiensi serta menangani halhal khusus yang terjadi e. Membuat perencanaan dengan jelas dan tegas sehinggan dapat dimengerti oleh tenaga yang akan menjalankannya. f.
Penggunaan peralatan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pengelolaan sumberdaya manusia yang ada sangat diperlukan sebagai
peningkatan profesionalisme terhadap kemampuan seseorang. Kesuksesan sebuah proses manajemen tergantung pada jenis dan kualitas tanggapan yang berkembang pada para pekerja dimana upaya-upaya manajemen diterapkan (Gillies, 1998).
3. Standar Praktek keperawatan Tujuan standar keperawatan menurut Gillies (1989), adalah : a.) Meningkatkan
asuhan
keperawatan;
b.)
Mengurangi
biaya
asuhan
keperawatan; c.) Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak teraupetik. Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes RI (1999), meliputi : a. Standar 1 : falsafah keperawatan b. Standar 2 : tujuan asuhan keperawatan c. Standar 3 : pengkajian keperawatan d. Standar 4 : diagnosa keperawatan e. Standar 5 : perencanaan keperawatan f. Standar 6 : intervensi keperawatan
36
g. Standar 7 : evaluasi keperawatan h. Standar 8 : catatan asuhan keperawatan
4. Indikator Mutu Pelayanan ( Depkes RI, 2001) a. Indikator mutu pelayanan rumah sakit. 1) Angka pasien yang dekubitus 2) Angka kejadian infeksi karena jarum infus 3) Angka kejadian infeksi karena transfusi darah 4) Angka ketidak lengkapan catatan medik 5) Angka keterlambatan pertama gawat darurat b. Indikator untuk mutu standar asuhan keperawatan 1) Standar dokumentasi Instrumen yang digunakan untuk mengetahui catatan keperawatan yang dibuat oleh perawat dilakukan dalam rekam medis sesuai dengan aturan dokumentasi atau tidak. 2) Observasi Dilakukan
selama
pemberian
asuhan
keperawatan
berlangsung yang dilakukan oleh observer. 3) Angket Indikator masukan untuk memahami persepsi pasien terhadap proses asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat selama proses asuhan keperawatan berlangsung.
37
C. Biaya Kesehatan 1. Asuransi Kesehatan (Askes) Asuransi kesehatan adalah suatu sistem dalam pembiayaan kesehatan dimana dilakukan pengelolaan dana yang berasal dari iuran teratur peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan peserta (Azwar, A 1994). Menurut (wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2009) Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (outpatient treatment). Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan asuransi sosial, perusahaan asuransi jiwa, maupun juga perusahaan asuransi umum. Beberapa perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa telah memasarkan pula program-program asuransi kesehatan dengan berbagai macam varian yang berbeda. Pada umumnya perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi kesehatan bekerja sama dengan provider rumah sakit baik secara langsung maupun melalui institusi perantara sebagai asisten manajemen jaringan rumah sakit. Di Indonesia, PT. Askes Indonesia merupakan salah satu perusahaan asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan
38
kepada para anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri baik sipil maupun non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai dengan usia 21 tahun. Para pensiunan beserta istri ataupun suami juga dijamin seumur hidup. Bentuk pelayanannya adalah dengan tujuan meringankan beban biaya kesehatan tanpa mengurangi mutu pelayanan kesehatan itu sendiri. Jenis pelayanan yang dijamin PT. Askes meliputi : 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, berupa rawat jalan tingkat pertama dan rawat inap tingkat pertama. 2. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, berupa rawat jalan tingkat lanjutan dan gawat darurat. 3. Rawat inap. 4. Persalinan. 5. Pelayanan obat sesuai daftar dan plafon harga obat (DPHO) PT. Askes. 6. Alat kesehatan, meliputi : kacamata, gigi tiruan, alat bantu dengar, kaki/ tangan tiruan, serta implant. 7. Operasi, termasuk operasi jantung, paru. 8. Haemodialisis (cuci darah). 9. Cangkok ginjal. 10.Penunjang diagnostik termasuk USG, Ct Scan, MRI (PT. Askes, 2002). Pelayanan diperoleh dengan menggunakan rujukan dari puskesmas yang kemudian diteruskan ke rumah sakit yang ditunjuk, kecuali pada keadaan gawat darurat dapat langsung ke rumah sakit.
39
peserta
puskesmas
rujukan
rumah sakit
Ambil obat Gawat darurat apotik
Gambar 2.1 Prosedur pelayanan kesehatan PT. Askes (PT. (persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, 2002)
Pada rawat inap tingkat lanjut, fasilitas yang disediakan meliputi : 1. Fasilitas Rawat inap sesuai dengan kelas perawatan yang dipilih 2. Pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan oleh dokter spesialis atau subspesialis 3. Pemeriksaan penunjang diagnostik 4. Tindakan medis operatif dan non-operatif 5. Perawatan intensif (ICU/ ICCU) apabila diperlukan 6. Pelayanan transfuse darah 7. Pelayanan rehabilitasi medis 8. Pemberian obat-obatan (PT.Askes Cab. Pati, 2008) Biaya pelayanan kesehatan dengan fasilitas Askes menggunakan system cost sharing,
dimana peserta mendapat sebagian pembebanan
biaya yang dibayarkan kepada rumah sakit. Dan apabila perawatan yang dipilih lebih tinggi dari haknya, maka selisih biaya pelayanan yang timbul
40
menjadi beban peserta. Sesuai standar biaya rumah sakit yang ditunjuk (PT. (persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, 2002).
2. Non- Askes Pasien non-Askes adalah pasien yang bukan merupakan peserta wajib Askes/ keluarganya, yang membedakan antara pasien Askes dan non-Askes adalah penanggung biaya perawatannya, antara lain : dari pemerintah ( Kartu sehat, JPKM, dll ) dan biaya sendiri (Azwar A, 1994). Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lainnya. Secara umum sumber biaya kesehatan ini dapat dibedakan atas dua macam, yakni : a. Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah Tergantung dari bentuk pemerintahan yang dianut, ditemukan negara yang sumber biaya kesehatannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pada negara yang seperti ini, tidak ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Seluruh pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan secara cuma-cuma. Semakin bekembangnya privatisasi pelayanan kesehatan di Indonesia juga akan memberikan peluang investasi untuk sektor swasta menanamkan modalnya di bidang pelayanan kesehatan. Ada 2 jenis pengembangan pelayanan kesehatan yang dapat dimasuki oleh sektor swasta yaitu pembangunan infrastruktur kesehatan ( pembangunan RS
41
dengan
jaringan
kerjanya
)
dan
asuransi
kesehatan.
Untuk
pengembangan asuransi sudah tersedia tiga perangkat undang-undang yaitu UU no 3/92 untuk pengembangan Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja ); UU no 2/ 92 untuk asuransi kesehatan baik yang bersifat sosial maupun komersial; UU no 23/92 untuk program JPKM ( Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Mesyarakat ). Sejak krisis melanda Indonesia, pemerintah telah mengalokasikan sejumlah dana untuk membantu penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar khusus bagi penduduk yang jatuh miskin. Krisis ekonomi telah menambah jumlah penduduk miskin dari 22,4 juta jiwa tahun 1996 menjadi 37,5 juta jiwa tahun 2002 (Muninjaya A.A Gde, 2004). Sejak pertengahan tahun 1997, pemerintah juga menggelar program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan ( JPS-BK ) untuk membantu meringankan beban penduduk miskin. Mereka mendapat pelayanan kesehatan dasar secara cuma-cuma di sarana pelayanan kesehatan pemerintah terdekat. Untuk itu semua penduduk miskin telah memiliki kartu sehat. Salah satu strategi yang dicanangkan pemerintah sejak awal Oktober 1998 adalah mengembangkan Jaring Perlindungan Sosial ( JPS ). Sasaran JPS diarahkan untuk membantu keluarga-keluarga miskin di pedesaan agar mereka dapat memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas bahkan sampai ke Rumah Sakit. Beberapa departemen terkait ( Depkes, BKKBN, Depdagri ) ikut merancang
42
program JPS ini. Untuk mengelolanya di lapangan, pemerintah membentuk Badan Pengelola khusus yang ditempatkan di tingkat Kabupaten. Efisiensi dan efektifitas manajemen Badan Pengelola JPS dan pemasaran sosialnya akan sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen keuangan dan pengawasan mutu pelayanan kesehatan di tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Karya besar dalam bentuk JPS ini akan lebih terjamin keberhasilannya kalau lembaga konsumen dan LSM lainnya di masing-masing daerah diikutsertakan dalam sistem perencanaannya. b. Sebagian ditanggung oleh masyarakat Pada beberapa negara lain, sumber biaya kesehatannya juga berasal dari masyasrakat. Pada negara yang seperti ini masyarakat diajak berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya kesehatan ataupun pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka ditemukanlah pelayanan kesehatan swasta serta pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya. Sekalipun pada saat ini makin banyak saja negara yang mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, namun tidak ditemukan satu negarapun yang pemerintah sepenuhnya tidak ikut serta.
43
Pada negara yang peranan swastanya sangat dominanpun peranan pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, seperti pelayanan kesehatan masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut kepentingan masyarakat yang kurang mampu.
D. Kerangka Teori
1. 2. 3. 4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi: Kebutuhan personal Pengalaman masa lalu Pengalaman dari teman Komunikasi iklan
Kepuasan
Tingkat Kepuasan: 1. Harapan terlampaui (sangat puas) 2. Harapan terpenuhi ( puas ) 3. Harapan tidak terpenuhi ( tidak puas )
Pasien Askes dan non-Askes
Faktor yang mempengaruhi: 1. Akreditasi RS 2. Standarisasi RS 3. Pelayanan prima
Mutu Pelayanan : 1. wujud nyata 2. kehandalan 3. ketanggapan 4. jaminan 5. empati
Lingkup pengelolaan pelayanan keperawatan: 1. Pengelolaan Askep 2. Pengelolaan Operasional Bangsal 3. Pengelolaan SDM yang ada
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian Sumber : Garpes (dalam Nasution), Tjiptono, DEPKES RI, Parasuraman (dalam Tjiptono)
44
E. Kerangka Konsep
Pasien Askes
Tingkat kepuasan
Pasien non-Askes
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
F. Variabel Penelitian Pada penelitian ini hanya terdapat satu variable/ variable tunggal yaitu tingkat kepuasan pasien, karena tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.
G. Hipotesis Ada perbedaan tingkat kepuasan antara pasien pengguna Askes dan nonAskes terhadap pelayanan keperawatan di bangsal rawat inap BRSD Dr. R. Soetijono Kota Blora
45