Bab 2 TEORI DASAR Penempatan pole (Pole Placement) dan Linear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem. Kelemahan dari strategi - strategi ini adalah tidak dapat mengatasi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar. Untuk mengatasi kelemahan - kelemahan ini muncullah teori kontrol modern seperti prinsip maksimum pontryagin, teori kontrol H2 , teori kontrol H∞ . Kelebihan ketiga teori tersebut adalah mampu mengurangi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar. Karena alasan inilah, ketiga metode pengontrol tersebut digunakan untuk mencari strategi yang optimal dalam meningkatkan perolehan minyak. Akan tetapi sebelum menerapkan ketiga metode kontrol tersebut, kita perlu mengetahui bagaimana strategi pengoptimalan prinsip maksimum pontryagin, mencari pengontrol H2 dan mencari pengontrol suboptimal H∞ . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut. Konsep penting yang akan dibahas adalah kalkulus variasi yang merupakan teori fundamental untuk prinsip maksimum pontryagin kontinu maupun diskrit yang akan dibahas pada subbab 2.1. Kemudian setelah itu pada subbab 2.2 akan dibahas teori mengenai prinsip maksimum diskrit dan pada subbab 2.3 akan dibahas teori mengenai prinsip maksimum kontinu. Pada subbab 2.4 akan dibahas teori kontrol H2 dan teori kontrol H∞ . 7
BAB 2. TEORI DASAR
2.1
8
Kalkulus Variasi
Contoh fungsi yang sederhana adalah
tf
x(t)dt,
J(x) =
(2.1)
t0
dengan x (t) fungsi kontinu dari t yang terdefinisi di interval [t0, tf ]. Jika x (t) dan δx adalah 2 fungsi dimana fungsi J terdefinisi maka ΔJ didefinisikan ΔJ(x, δx) = J(x + δx) − J(x),
(2.2)
dimana δx disebut variasi dari fungsi x. Dengan demikian kenaikan fungsi dapat ditulis sebagai ΔJ(x, δx). Variasi pertama dari fungsi ditulis δx. Kenaikan dari fungsi dapat ditulis sebagai berikut: ΔJ(x, δx) = δJ(x + δx) + g(x, δx) δx ,
(2.3)
dimana δJ linier di δx. Jika Lim g(x, δx) = 0 maka fungsi J terdiferensialkan dix δx→0
dan δJ adalah variasi pertama dari J dievaluasikan dari fungsi x(t). Misalkan fungsi objektifnya adalah
tf
.
F (x(t), x(t), t)dt,
J(x) =
(2.4)
t0
kita akan mencari variasi pertama dari fungsi J. Fungsi x(t) kontinu dan terdife.
rensialkan pada interval [t0, tf ]. Fungsi F kontinu di x(t), x(t) , t dan punya turunan .
parsial yang kontinu terhadap x(t) , x(t). Variasi pertama untuk persamaan (2.4) adalah tf . . F (x + δx, x + δx, t)dt − ΔJ(x) = t0
atau
tf
.
F (x, x, t)dt
(2.5)
t0
tf
.
.
.
[F (x + δx, x + δx, t) − F (x, x, t)]dt.
ΔJ(x) = t0
(2.6)
BAB 2. TEORI DASAR
2.1.1
9
Konsep Deret Taylor
Fungsi y = f (x) terdiferensialkan di x ∈ Df , dimana Df adalah suatu domain selang buka dan dimana dy = f (x)dx sehingga f (x) =
dy . dx
(2.7)
Diferensial sebagai hampiran pertama f (x0 + Δx) = f (x0 ) + f (x0 )Δx + EΔx,
(2.8)
dimana Δx = dx dengan Lim E = 0. Selisih nilai f (x0 + Δx)dengan f (x0 ) + Δx→0
f (x0 )Δx cukup kecil untuk Δx yang kecil. Persamaan (2.9) diatas menjadi f (x0 + Δx) ≈ f (x0 ) + f (x0 )Δx.
(2.9)
.
.
Kita akan mengekspansi F (x + δx, x + δx, t)dalam deret taylor, sehingga menjadi .
.
.
F (x + δx, x + δx, t) = F (x, x, t) +
. dF dF . δx + . δx +O 2 (δx, δx) dx dx
(2.10)
Persamaan (2.10) kita substitusikan ke persamaan (2.6) sehingga persamaannya menjadi
tf
. dF . dF . δx + . δx +O 2(δx, δx) − F (x, x, t)]dt dx t0 dx tf tf . dF . dF [ δx + . δx]dt + [O 2(δx, δx)]dt (2.11) ΔJ(x) = dx t0 t0 dx
ΔJ(x) =
.
[F (x, x, t) +
. . δx, δx → 0, dikarenakan fungsi x(t) dan F yang mulus, sehingga O 2 (δx, δx) → 0 . bila δx, δx → 0. Didapatkan persamaan variasi pertama dari fungsi J, yaitu
tf
δJ =
[ t0
2.1.2
dF . dF δx + . δx]dt. dx dx
(2.12)
Fungsi Ekstrim dan Variasi Pertama
Sebuah fungsi J dengan daerah asal X mempunyai sebuah ekstrim relative x∗ jika ∃ε > 0 sedemikian sehingga ∀x ∈ X yang memenuhi x − x∗ < ε maka kenaikan ΔJ bertanda sama.
BAB 2. TEORI DASAR
10
1. Jika ΔJ(x) = J(x) − J(x∗) ≥ 0 maka J(x∗) adalah minimum relatif. Jika persamaan ini dipenuhi untuk sebarang nilai ε yang besar, maka J(x∗) adalah minimum absolut. 2. Jika ΔJ(x) = J(x) − J(x∗) ≤ 0 maka J(x∗) adalah maksimum relatif. Jika persamaan ini dipenuhi untuk sebarang nilai ε yang besar, maka J(x∗) adalah maksimum absolut. Fungsi x∗ disebut ekstrim dari suatu fungsi dan J(x∗) adalah nilai ekstrimnya. Misalkan x∗ adalah ekstrim, syarat perlu agar nilai J maksimum adalah variasi pertama dari J harus nol terhadap x(t), yaitu δJ(x∗, δx) = 0 untuk semua δx yang diperkenankan. Arti dari δx yang diperkenankan adalah x + δx juga harus anggota dari X. Dengan demikian, jika X himpunan fungsi kontinu, x(t) dan δx keduanya harus kontinu.
2.2
Prinsip Maksimum Pontryagin Diskrit
Pada tahun 1962, Pontryagin mengembangkan prinsip maksimum, yaitu memaksimumkan suatu fungsi objektif yang menyertakan variable kontrol dengan kendala. Akan dibahas solusi umum dari masalah optimasi untuk sistem waktu diskrit. Misalkan sistem dijelaskan oleh persamaan dinamis waktu diskrit non-linier sebagai berikut: xn+1 = f (xn , un ),
(2.13)
dengan syarat awal x0 . Kontrol un dibatasi, yaitu hanya boleh bila un merupakan anggota dari suatu himpunan U yang diperkenankan, sebut un ∈ Uad . Misalkan keadaan xn suatu vector di Rn dan input control un suatu vektor di Rm . xn+1 adalah variable keadaan pada lokasi spasial diskrit yang dievaluasi pada waktu baru, n + 1, dan xn adalah variable keadaan yang dievaluasi pada waktu lama, n. Persamaan (2.13) yang menentukan keadaan pada waktu n + 1 dengan kontrol dan keadaan
BAB 2. TEORI DASAR
11
pada waktu n yang diberikan, merupakan fungsi kendala yang diberikan. Misalkan terdapat fungsi objektif skalar yang diasosiasikan dengan sistem persamaan (2.13) yaitu: J=
N −1
L(xn , un ),
(2.14)
n=i
dengan [i, N] interval waktu yang diamati.
L(xn , un ) suatu fungsi umum dari
keadaan dan input kontrol pada masing – masing waktu tenggang n di [i, N]. Masalah kontrol optimum adalah menentukan kontrol un ∗ pada interval [i, N] yang dapat menggerakkan sistem persamaan (2.13) sepanjang lintasan x∗n sedemikian sehingga fungsi objektif (2.14) dapat dimaksimumkan. Penentuan barisan kontrol optimum ui ∗, ui+1∗, ui+2 ∗ ......, uN −1 ∗ yang memaksimumkan J, menggunakan metode pengali Lagrange. Masing – masing kendala mempunyai satu pengali Lagrange. Terdapat fungsi kendala f (xn , un ) pada masing – masing waktu n di interval [i, N], sehingga diperlukan pengali Lagrange pada masing – masing waktu. Misalkan pn ∈ Rn , kita bentuk fungsi performansi augmented JA , yang menyertakan kesamaan kendala (2.13), JA =
N −1
[L(xn , un ) − pTn+1 [xn+1 − f (xn , un )]],
(2.15)
n=i
pn+1 adalah variable keadaan bantu atau pengali Lagrange. Suatu fungsi kendala f dikalikan dengan pengali Lagrange pn+1 , bukan pn , dengan tujuan keuntungan hindsight yang akan membuat solusi lebih baik. Persamaan (2.15) mempunyai ekstrim yang sama dengan persamaan (2.14) apabila hubungan kesamaan kendala (2.13) dipenuhi. Kita definisikan fungsi Hamiltonian sebagai berikut: Hn = L(xn , un ) + pTn+1 f (xn , un ),
(2.16)
sehingga JA dapat ditulis kembali sebagai berikut: JA =
N −1
[Hn − pTn+1 xn+1 ].
n=i
(2.17)
BAB 2. TEORI DASAR
12
Membangun syarat perlu untuk ekstrim dari fungsi (2.17), dari teori kalkulus variasi sebelumnya dapat kita tulis variasi pertama dari JA sebagai: δJA =
∂JA ∂xn
T δxn +
∂JA δun
T δun +
∂JA δpn
T δpn ,
(2.18)
δxn , δun ,δpn adalah variasi peubah keadaan, kontrol dan keadaan bantu. Dengan demikian variasi pertamanya adalah δJA =
N −1 n=i
+
N −1 n=i
T
∂Hn ∂xn
∂Hn ∂pn+1
δxn +
N −1 n=i
T δpn+1 −
N −1
T
∂Hn ∂un
δun
pTn+1 δxn+1
−
N −1
n=i
δpTn+1 xn+1 .
(2.19)
n=i
Persamaan (2.19) dapat disederhanakan menjadi δJA =
N −1 n=i
+
N −1
∂Hn ∂xn
T δxn +
n=i
∂Hn − xn+1 ∂pn+1
n=i
N −1
∂Hn ∂un
T δpn+1 −
N −1
T δun
pTn+1 δxn+1 .
(2.20)
n=i
Kita akan menyederhanakan hasil persamaan (2.20), kita akan mencari hubungan antara δxn+1 dan δxn ,
N −1
N
pTn+1 δxn+1 =
n=i
pTn δxn
(2.21)
n=i+1
atau dengan persamaan N −1
T
pn+1 δxn+1 =
pTN δxN
−
pTi δxi
+
n=i
N −1
pTn δxn ,
(2.22)
n=i
sehingga persamaan variasi pertama dari persamaan (2.17) adalah sebagai berikut: δJA =
−pTN δxN
+
pTi δxi
+
N −1 n=i
+
N −1 n=i
∂Hn − pn δxn ∂xn
N −1 ∂Hn ∂Hn − xn+1 δpn+1 . δun + ∂un ∂p n+1 n=i
(2.23)
BAB 2. TEORI DASAR
13
Dari kalkulus variasi, syarat perlu ekstrim dari suatu fungsi saat kontrol berada di Uad adalah variasi pertamanya sama dengan nol atau ditulis sebagai berikut: δJA = 0.
(2.24)
Jika kontrol berada pada batas Uad , syarat perlu untuk maksimum adalah: δJA ≤ 0.
(2.25)
Persamaan (2.24) dan persamaan (2.25) di atas akan memberikan syarat perlu untuk prinsip maksimum diskrit. Syarat Perlu Karena variasi δxn dan δpn+1 bebas dan tidak dibatasi, maka perlu: ∂Hn = pn , n = i, ........, N − 1 ∂xn
(2.26)
∂Hn = xn+1 , n = i, ........, N − 1 ∂pn+1
(2.27)
Persamaan (2.26) dan (2.27) diatas dapat dituliskan kembali dalam bentuk : ∂Hn = pn = ∂xn xn+1 =
∂f ∂xn
T pn+1 +
∂L n = i, ........, N − 1 ∂xn
∂Hn = f (xn , un ), n = i, ........, N − 1 ∂pn+1
(2.28) (2.29)
Persamaan (2.29) disebut persamaan kendala atau persamaan sistem, dan merupakan rekursi untuk keadaan xn yang maju terhadap waktu. Selanjutnya persamaan (2.28) yang disebut persamaan sistem adjoin, merupakan rekursi untuk pn yang mundur terhadap waktu. Pengali Lagrange disebut keadaan bantu atau costate. Kedua persamaan terakhir mendefinisikan suatu masalah nilai batas dua – titik, karena syarat batas yang diperlukan untuk mendapatkan solusi adalah keadaan awal x0 dan keadaan bantu akhir pN . Selanjutnya, saat kontrol berada di Uad , variasi δun adalah bebas, sehingga syarat perlu ∂Hn = 0, n = i, ........, N − 1. ∂un
(2.30)
BAB 2. TEORI DASAR
14
Apabila kontrol berada pada batas Uad , variasi δun tidak bebas, sehingga syarat perlu untuk maksimum adalah: N −1 n=i
∂Hn δun ≤ 0, ∂un
(2.31)
atau dengan kata lain H(xn , un , pn+1 , n) = sup H(xn , un , pn+1 , n). un ∈U
(2.32)
Syarat perlu yang lainnya adalah −pTN δxN = 0,
(2.33)
pTi δxi = 0.
(2.34)
Persamaan (2.33) hanya berlaku untuk waktu akhir N, sedangkan persamaan (2.34) hanya berlaku pada waktu awal i, dengan demikian menjelaskan syarat batas yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah rekursi (2.28), (2.29), (2.30). Ada dua kemungkinan yang ada untuk persamaan (2.33) dan (2.34). Bila keadaaan awal xi ditentukan, xi tidak bebas bervariasi sehingga δxi = 0. Dengan demikian persamaan (2.34) dipenuhi. Bila keadaan awal tidak ditentukan, maka variasi δxi bebas, sehingga (2.34) mensyaratkan pTi = 0,
(2.35)
untuk kasus keadaan akhir yang ditentukan, xN tidak bebas bervariasi untuk menentukan solusi optimum sehingga δxN = 0. Dengan demikian, persamaan (2.33) berlaku. Apabila xN tidak ditentukan, variasi δxN bebas. Untuk kasus keadaan akhir bebas, persamaan (2.33) mensyaratkan pN = 0.
(2.36)
BAB 2. TEORI DASAR
15
Untuk masalah injeksi surfactant – polymer, sistem dimulai dengan keadaan awal diketahui dan keadaan akhir tidak ditentukan. Secara ringkas, prinsip maksimum diskrit dijelaskan sebagai berikut: Model Sistem: xn+1 = f (xn , un ), n = i, ........, N − 1, Fungsi Objektif: J=
N −1
L(xn , un ),
n=i
Hamiltonian: Hn = L(xn , un ) + pTn+1 f (xn , un ), Pengontrol Optimum: Persamaan Keadaan: xn+1 =
∂Hn = f (xn , un ), ∂pn+1
Persamaan Costate: ∂Hn = pn = ∂xn
∂f ∂xn
T pn+1 +
Syarat Stasioner: • •
∂Hn ∂un
=
∂f ∂un
T
N −1 ∂Hn T n=i
∂un
Syarat Batas: • xi diketahui • pN = 0
pn+1 +
∂L ∂un
= 0, untuk u ∈ Uad
δun ≤ 0, untuk u di batas Uad
∂L , ∂xn
BAB 2. TEORI DASAR
2.3
16
Prinsip Maksimum Pontryagin Kontinu
Misalkan fungsi objektif yang akan dimaksimumkan adalah tf L(x, u, t)dt, J=
(2.37)
t0
terhadap suatu kendala .
x = f (x, u, t)
(2.38)
u(t) ∈ Uad .
(2.39)
dan kontrol
Misalkan Uad merupakan subset dari Rm , keadaan x(t) ∈ Rn dan input kontrol u(t) ∈ Rm . Asumsikan f (x, u, t) dan L(x, u, t) fungsi – fungsi terhadap waktu sehingga u(t) juga fungsi terhadap waktu. Kontrol optimum u∗ menyebabkan fungsi J akan mempunyai maksimum relatif atau minimum relatif. Fungsi J yang mempunyai maksimum relatif: ΔJ(x) = J(x) − J(x∗) ≤ 0,
(2.40)
kenaikan fungsi J dapat dijelaskan sebagai ΔJ(x) = δJ(u, δu) + g(u, δu) δu .
(2.41)
Karena norm δu menuju nol, fungsi g yang merupakan variasi dari J dengan orde yang lebih tinggi juga menuju nol. Sekarang tulis fungsi objektif augmented sebagai tf . [L(x, u, t) + pT (t)(f (x, u, t) − x)]dt, JA =
(2.42)
t0
dengan p merupakan pengali Lagrange. Fungsi Hamiltonian didefinisikan sebagai berikut: H(x, u, t) = L(x, u, t) + pT (t)f (x, u, t),
(2.43)
BAB 2. TEORI DASAR
17
sehingga persamaan (2.42) dapat ditulis sebagai berikut: tf . [H(x, u, t) − pT (t) x]dt. JA =
(2.44)
t0 .
Menurut teori Lagrange, maksimum dari J dengan kendala adalah x = f (x, u, t), dicapai pada maksimum dari JA yang tanpa kendala. Hal ini dapat dipenuhi saat δJA = 0. Dengan membuat koefisien – koefisien δx, δu, δp menjadi nol, didapatkan syarat perlu untuk maksimum. Syarat maksimum relatif sudah dijelaskan di atas pada sub-bab ekstrim fungsi adalah δJA (u, δu) ≤ 0.
(2.45) .
Kenaikan dari JA sebagai suatu fungsi dari kenaikan terhadap x, x, p, u dan t adalah T T T tf tf tf ∂H ∂H ∂H δxdt + δudt + δpdt δJA = ∂x ∂u ∂p t0 t0 t0
tf
+ t0
∂H ∂t
T
δtdt −
tf
T .
δP x dt −
t0
tf
.
P T δx dt.
(2.46)
t0
Persamaan terakhir diatas dapat disederhanakan menjadi . . δJA = (H − P T x)δttf − (H − P T x)δtt0
tf
+ t0
∂H ∂x
T
∂H δx + ∂u
T
T ∂H . − x δP dt. δu − P δx + ∂p T
.
(2.47)
.
Untuk mengeliminasi variasi terhadap x, dilakukan integrasi parsial sebagai berikut: tf tf . . T T T − P δx dt = −P δxt + P δxt0 + P T δxdt, (2.48) f
t0
t0
karena waktu awal dan keadaan awal diketahui, variasi dari x dan t pada saat t = t0 adalah nol. Untuk t = t0 , variasi δx dan δp bebas dan tak dibatasi, sehingga syarat – syarat perlu pada kontrol optimum diskrit masih merupakan syarat perlu kasus kontinu. Bila syarat – syarat perlu tersebut dipenuhi, variasi pertama dari JA disederhanakan menjadi
tf
δJA (u, δu) = t0
∂H ∂u
T δudt.
(2.49)
BAB 2. TEORI DASAR
18
Bila kontrol dalam himpunan kontrol yang diperkenankan Uad , variasi δu bebas, sehingga syarat perlu untuk maksimum adalah ∂H = 0. ∂u
(2.50)
Tapi bila kontrol berada pada batas Uad , variasi δu tidak bebas. Kita tulis T ∂H δu = H(u + δu) − H(u), ∂u
(2.51)
sehingga syarat perlu adalah
tf
δJA (u, δu) =
[H(u + δu) − H(u)] dt ≤ 0,
(2.52)
t0
atau dapat dituliskan H(x, p, u) ≥ H(x, p, u + δu).
(2.53)
Prinsip maksimum pontryagin kontinu menyatakan bahwa kontrol optimum yang memaksimumkan fungsi objektif J juga harus memaksimumkan fungsi Hamiltonian H. Secara ringkas, prinsip maksimum pontryagin kontinu dijelaskan sebagai berikut: Model Sistem .
x = f (x, u, t), Fungsi Objektif
tf
J=
L(x, u, t)dt, t0
Hamiltonian H(x, u, t) = L(x, u, t) + pT (t)f (x, u, t), Pengontrol optimum: Persamaan Keadaan : .
x=
∂H = f (x, u, t), ∂p
Persamaan Costate: ∂H =− P =− ∂x .
Syarat stasioner:
∂f ∂x
T p−
∂L , ∂x
BAB 2. TEORI DASAR ∂f T • ∂H = p + ∂L = 0 untuk u di Uad ∂u ∂u ∂u
19
• H(x, p, u) ≥ H(x, p, u + δu) untuk u di batas Uad . Syarat batas • p(tf ) = 0 • H(tf ) = 0
2.4
Teori Kontrol H2 dan Teori Kontrol H∞
Tujuan dari teori kontrol H2 adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks performansinya adalah norma H2 dari fungsi transfer loop tertutup. Teori kontrol H∞ adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks performansinya adalah norm H∞ . Berkaitan dengan hal tersebut, pertama-tama akan dijelaskan tentang kelinearan sistem, pengertian ruang Hilbert yang mendasari keberadaan ruang Hardy H2 dan ruang H∞ . Pembahasan selanjutnya adalah tentang norma H2 dan H∞ serta contoh perhitungannya. Lalu dilanjutkan dengan mencari plant diperumumnya, yang kemudian dilanjutkan dengan mencari fungsi transfer loop tertutupnya dan akan ditentukan bentuk kontrol H2 dan H∞ yang optimal dan tunggal.
2.4.1
Sistem Linier
Misalkan suatu sistem dinamik digambarkan oleh persamaan differensial sebagai berikut: x(t) ˙ = Ax(t) + Bu(t),
x(t0 ) = x0
y(t) = Cx(t) + Du(t),
(2.54) (2.55)
dimana x(t) ∈ n disebut peubah keadaan, x(t0 ) disebut kondisi awal sistem, y(t) ∈
t adalah keluaran sistem dan u(t) ∈ Rm adalah masukan sistem, memiliki diagram blok dibawah ini, dengan A, B, C, dan D adalah matriks real konstan.
BAB 2. TEORI DASAR
20
+
D U
B
. X
+
x
C
+
Y
A Gambar 2.1: Diagram blok sistem dinamika linier Matriks transfer dari u(t) ke y(t) didefinisikan sebagai Y (s) = G(s)U(s), dengan U(s) dan Y (s) adalah hasil transformasi Laplace dari u(t) dan y(t) dengan syarat awal x(t0 ) = x0 . Matriks transfer G(s) dari u(t) dan y(t) dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Laplace pada persamaan (2.54) dan (2.55), diperoleh G(s) = C (sI − A)−1 B + D.
Sistem persamaan (2.54) dan (2.55) dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:
⎡ ⎣
⎤ x(t) ˙ y(t)
⎡
⎦=⎣
⎤⎡ A B C D
⎦⎣
⎤ x(t)
⎦,
u(t)
atau bisa juga kita gunakan notasi ⎡ ⎤ A B ⎦ = C(sI − A)−1 B + D G(s) = ⎣ C D
Definisi 2.1 Persamaan sistem dinamik (2.54) atau pasangan (A, B) dikatakan terkontrol jika untuk kondisi awal x(t0 ) = x0 , t1 > 0 dan kondisi akhir x1 , terdapat input u(t) sedemikian sehingga solusi (2.54) memenuhi x(t1 ) = x1 . Jika tidak, maka
BAB 2. TEORI DASAR
21
sistem atau pasangan (A, B) dikatakan tak terkontrol. Definisi 2.2 Suatu sistem dinamik x(t) ˙ = Ax(t) + Bu(t) dikatakan stabil jika semua nilai eigen matriks A berada di bidang sebelah kiri sumbu imajiner, yaitu Reλ(A) < 0. Matriks A yang memenuhi sifat ini dikatakan stabil. Definisi 2.3 Persamaan sistem dinamik (2.54) atau pasangan (A, B) dapat distabilkan jika terdapat state feedback
u = F x sedemikian sehingga sistem stabil
(A + BF stabil). Definisi 2.4 Sistem dinamik yang diberikan oleh persamaan (2.54) dan persamaan (2.55) atau pasangan (C, A) dikatakan teramati jika ∀t1 > 0, kondisi awal x(t0 ) = x0 dapat ditentukan dari input u(t) dan output y(t) dalam interval [0, t1 ]. Jika tidak, maka sistem atau (C, A) dikatakan tak teramati. Definisi 2.5 Suatu sistem, sepasang matriks (C, A)disebut terdeteksi jika A + LC stabil untuk suatu L.
2.4.2
Ruang Hibert
Hasil kali dalam (inner product) vektor pada ruang Euclid Cn didefinisikan sebagai ⎤
⎡
berikut:
x1
⎡
⎤ y1
⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎢ . ⎥ ⎢ . ⎥ ∗ ⎢ ⎥ ⎥ ∈ Cn . ⎢ xi yi , ∀x = ⎢ x, y = x y = ⎥,y = ⎢ ⎥ ⎢ . ⎥ ⎢ . ⎥ i=1 ⎣ ⎦ ⎦ ⎣ xn yn Panjang vektor x ∈ Cn didefinisikan x = x, x. n
Definisi 2.6 Misalkan V adalah ruang vektor atas C. Hasil kali dalam pada V adalah fungsi kompleks yang didefinisikan sebagai berikut: , : V xV → C
BAB 2. TEORI DASAR
22
sedemikian sehingga untuk x, y, z ∈ V dan α, β ∈ C, berlaku (i) x, αy + βz = α x, y + β x, z, (ii) x, y = y, x, (iii) x, y > 0 jika x = 0. Ruang vektor V dengan hasil kali dalam dinamakan ruang hasil kali dalam. Hasil kali dalam di atas menginduksi norma x = x, x.
2.4.3
Ruang H2 dan H∞
Definisi 2.7 Ruang Hilbert adalah ruang hasil kali dalam dengan norma yang diinduksi oleh hasil kali dalamnya. Salah satu contoh ruang Hilbert adalah L2 [a, b] dengan hasil kali dalam yang didefinisikan sebagai
b
f (t) ∗ g(t)dt,
f, g =
f, g ∈ L2 [a, b] .
a
Hasil kali dalam dari fungsi matriks didefinisikan sebagai b trace [f (t) ∗ g(t)dt] . f, g = a
L2 = L2 (−∞, ∞) adalah ruang hilbert dari fungsi – fungsi pada R dengan hasil kali dalam didefinisikan sebagai
b
trace [f (t) ∗ g(t)dt] .
f, g = a
L2+ = L2 [0, ∞) adalah ruang bagian dari L2 dengan fungsi bernilai nol untuk t < 0. L2− = L2 ( −∞, 0] adalah ruang bagian dari L2 dengan fungsi bernilai nol untuk t > 0. Transformasi Laplace menghasilkan hubungan isomorfik antara ruang L2 di domain waktu dan ruang L2 di domain frekuensi. Hubungan ini dikenal dengan hubungan parseval (parseval’s relation), sehingga ketiga macam ruang L2 di domain waktu di
BAB 2. TEORI DASAR
23
atas dapat dikaitkan dengan tiga macam ruang L2 di domain waktu sebagai berikut: L2 = L2 (−∞, ∞) adalah ruang L2 di domain waktu yang isomorfik dengan L2 (jR) di domain frekuensi. L2+ = L2 [ 0, ∞) adalah ruang L2 di domain waktu yang isomorfik dengan H2 di domain frekuensi. L2− = L2 ( −∞, 0] adalah ruang L2 di domain waktu yang isomorfik dengan H2⊥ di domain frekuensi. Teorema 2.1 Jika f (s) terdefinisikan dan kontinu pada himpunan S yang tertutup dan terbatas, serta analitik pada interior (titik dalam) S, maka |f (s)| tidak dapat mencapai maksimum pada interior S, kecuali jika f (s) bernilai konstan. Teorema 2.1 di atas memberikan arti bahwa |f (s)| hanya dapat mencapai nilai maksimumnya pada batas S, yaitu: maks |f (s)| = maks |f (s)| , s∈S
s∈∂S
dimana ∂S adalah batas S. L∞ merupakan ruang banach dari fungsi – fungsi skalar atau matriks yang terbatas pada jR, dengan norm F ∞ = ess sup σ [F (jω)] . ω∈R
RL∞ merupakan ruang bagian rasional dari L∞ yang terdiri dari matriks transfer yang real rasional dan proper dengan tidak ada pole di sumbu imajiner.
2.4.4
Norma H2 dan H∞
Definisi 2.8: Ruang Hardy H2 adalah ruang bagian (tertutup) dari L2 (jR) dengan fungsi matrik G (s) analitik pada bidang Re (s) > 0, artinya setiap elemen matrik dari fungsi matrik G (s) analitik pada bidang Re (s) > 0. Ruang bagian real rasional dari H2 , yang dinotasikan RH2 yang terdiri dari seluruh matrik transfer yang stabil yang real rasional dan strictly proper. Norma yang berkaitan dengan ruang H2 ini didefinisikan sebagai: G22
:= sup σ>0
1 2π
∞
∗
trace[G (σ + jω)G(σ + jω)]dω , −∞
BAB 2. TEORI DASAR
24
∞ 1 := trace[G∗ (jω)G(jω)]dω , 2π −∞ ∞ 1 2 ∼ trace[G (s)G(s)]ds . G2 := 2πj −∞
G22
Contoh : Misalkan G (s) =
1 , τ s+1
τ > 0. Titik pole pada bidang Re (s) < 0 dari
G∼ (s)G(s) adalah di titik s = τ1 . Residu di titik pole ini sama dengan 1 1 1 1 = , lim1 s + τ −τ s + 1 τ s + 1 2τ x→− τ maka G2 =
√1 . 2τ
Ruang Hardy H2⊥ adalah komplemen ortogonal dari H2 di L2 , yaitu ruang bagian (tertutup) dari fungsi di L2 yang analitik di Re (s) < 0. Ruang bagian real rasional dari H2⊥ , RH2⊥ , terdiri dari semua matriks transfer rasional proper dengan semua pole (pembuat nol dari penyebut) berada di Re (s) > 0. Ruang H∞ merupakan ruang bagian L∞ dengan fungsi – fungsi yang analitik dan terbatas di bidang Re (s) > 0. Norm H∞ didefinisiskan sebagai : F ∞ = sup σ [F (s)] = sup σ [F (jω)] . Re(s)>0
ω∈R
RH∞ merupakan ruang bagian H∞ yang terdiri atas matriks transfer yang real, rasional, stabil dan proper. − merupakan ruang bagian di L∞ dengan fungsi – fungsi yang analitik dan Ruang H∞ − terbatas di bidang Re (s) < 0. Norm H∞ didefinisikan oleh
F ∞ = sup σ [F (s)] = sup σ [F (jω)] . Re(s)<0
ω∈R
− merupakan ruang bagian real rasional dari H∞ yang terdiri dari matriks RH∞
transfer yang proper real rasional dan anti stabil (semua pole berada di bidang Re (s) > 0).
BAB 2. TEORI DASAR
25
Misalkan G(s) ∈ RL∞ dengan norm didefinisikan sebagai G∞ = sup σ [G (jω)] , ω∈R
dalam rekayasa kendali, norm dari fungsi transfer G adalah jarak dari titik (0, 0) ke titik terjauh pada nyquist plot di bidang kompleks, dan juga berupa nilai maksimum (peak value) pada bode magnitude plot dari |G (jω)|, sehingga norm ∞ dari fungsi transfer ini dapat pula ditentukan secara grafik. Untuk mendapatkan taksirannya, ambil titik – titik frekuensi {ω1 , ω2 , ω3, ..., ωN }, kemudian taksiran untuk G∞ adalah G∞ = maks σ [G (jωk )]. Nilainya biasanya bisa kita baca langsung 1≤k≤N
pada bode singular value plot. ⎡ Lemma 2.1 Misalkan γ > 0 dan G(s) = ⎣
⎤ A B C D
⎦ ∈ RL∞ , maka G < γ jika ∞
dan hanya jika σ (D) < γ dan matriks Hamiltonian H tidak memiliki nilai eigen di sumbu imajiner, dimana ⎡ H=⎣
−1
∗
A + BR D C ∗
−1
−1
BR B
∗
⎤
∗
−1
∗
∗
−C (I + DR D ) C − (A + BR D C )
⎦,
dan R = γ 2 I − D ∗ D. Contoh : Jika kita memiliki matriks transfer sebagai berikut: ⎤ ⎡ G (s) = ⎣
10(s+1) s2 +0.2s+100 s+2 s2 +0.1s+10
1 s+1 5(s+1) (s+2)(s+3)
⎦,
dengan perintah Matlab 7.0 >> G11 = nd2sys ([10, 10] , [1, 0.2, 100]) ; >> G12 = nd2sys (1, [1, 1]) ; >> G21 = nd2sys ([1, 2] , [1, 0.1, 10]) ; >> G22 = nd2sys ([5, 5] , [1, 5, 6]) ; >> G = sbs (abv (G11, G21) , abv (G12, G22)) ; Frekuensi respon dari G dan nilai singular dari G (jω) akan dihitung dengan perintah:
BAB 2. TEORI DASAR
26
>> w = log space (0.2, 200) ;% terdapat 200 titik frekuensi antara 1 dan 100. >> Gf = f rsp (G, w) ; % menghitung frekuensi respon >> [u, s, v] = vsvd (Gf ) ; % singular value decomposition pada tiap frekuensi respon. >> vplot ( liv, lim , s) , grid % plot nilai singular dan frekuensi >> pkV norm (s) % menentukan norm dari frekuensi respon nilai singular. >> h inf norm (G, 0.0001) % menghitung norm H∞ dengan error ≤ 0.0001. Kita dapatkan normnya antara 50.2496 dan 50.2546.
2.4.5
Persamaan Aljabar Riccati
Misalkan A, Q, R, matriks real berukuran nxndengan Q dan R simetri, yaitu Q = Q∗ dan R = R∗ . Definisikan matriks Hamiltonian 2n x 2n: ⎤ ⎡ A R ⎦. H =⎣ ∗ −Q −A Asumsikan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner, maka H haruslah mempunyai n nilai eigen di Re (s) < 0 dan n nilai eigen di Re (s) > 0. Misalkan χ− (H) adalah subruang spectral berdimensi n yaitu pembentuk subruang tersebut merupakan subruang invariant yang berkaitan dengan nilai – nilai eigen di Re (s) < 0. Dengan mencari basis dari χ− (H), kemudian menyusunnya menjadi sebuah matriks, dan mempartisi matriks tersebut, maka akan diperoleh ⎡ ⎤ X1 ⎦, χ− (H) = Im ⎣ X2 dengan X1 , X2 ∈ Cnxn . Jika X1 nonsingular, atau ekivalen dengan jika dua buah subruang
⎡ χ− (H) , Im ⎣
⎤ 0
⎦,
I
saling komplementer, maka kita dapat memisalkan X = X2 X1−1 dan X ditentukan oleh H secara tunggal yaitu H → X adalah sebuah fungsi y, disimbolkan dengan
BAB 2. TEORI DASAR
27
Ric. Jadi, X = Ric (H). Kita akan mengambil domain dari Ric, disimbolkan dengan dom (Ric), terdiri dari matriks – matriks Hamiltonian H dengan dua buah sifat yaitu H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner dan dua buah subruang saling komplementer. Lemma 2.2 Misalkan H ∈ dom (Ric) dan X = Ric (H), maka 1. X simetri. 2. X memenuhi persamaan aljabar Riccati, yaitu A∗ X + XA + XRX − Q = 0 3. A + RX stabil. Lemma 2.3 Misalkan H tidak mempunyai nilai – nilai eigen imajiner, R semidefinit positif atau semidefinit negatif, dan (A, R) terstabilkan maka H ∈ dom (Ric). Lemma 2.4 Misalkan H mempunyai bentuk ⎤ ⎡ ∗ A −BB ⎦, H=⎣ −CC ∗ −A∗ dengan (A, B) terstabilkan dan (C, A) terdeteksi, maka H ∈ dom (Ric), X = Ric (H) = 0, dan ker (X) ⊂ χ.
2.4.6
Penentuan Kontrol H2 dan H∞ yang diperkenankan
Bentuk dasar dari sistem kontrol yang dibahas pada tulisan ini adalah seperti pada gambar 2.1 di bawah ini: dimana G adalah plant yang diperumum (Generalized Plant) yang terdiri dari dua buah input yaitu input dari luar (Exogeneous Input) w misalnya berupa gangguan (disturbance) dan input kontrol u. G juga memiliki dua buah output yang diukur y dan output yang dibangun (regulated output) z. K adalah pengontrol yang akan didesain. Realisasi matriks transfer G dalam bentuk ruang keadaan dapat juga dituliskan
BAB 2. TEORI DASAR
28 w
z G(s) y
u K(s)
Gambar 2.2: Fungsi Loop Tertutup dalam bentuk:
⎡ A B1 B2 ⎢ ⎢ G(s) = ⎢ C1 0 D12 ⎣ C2 D21 0
⎤
⎡ ⎤ ⎥ ⎥ ⎣ G11 (s) G12 (s) ⎦ , ⎥= ⎦ G21 (s) G22 (s)
Gij = [A, Bj , Ci, Dij ], i, j = 1, 2, dengan asumsi sebagai berikut: • (A, B2 ) terstabilkan ekivalen dengan pernyataan berikut ini: 1. Matriks [A − λI, B2 ] memiliki rank baris penuh untuk semua Re (λ) ≥ 0. 2. Untuk semua λ dan x sedemikian sehingga x∗ A = x∗ λ dan Re (λ) ≥ 0, maka x∗ B2 = 0. 3. Terdapat matriks F sedemikian sehingga A + B2 F stabil. • (C2 , A) terdeteksi ekivalen dengan pernyataan berikut ini: ⎤ ⎡ A − λI ⎦ memiliki rank kolom penuh untuk semua Re (λ) ≥ 0. 1. matriks ⎣ C2 2. Untuk semua λ dan x sedemikian sehingga Ax = λx dan Re (λ) ≥ 0, maka Cx = 0. 3. Terdapat martriks L sedemikian sehigga A + LC2 . 4. (A∗ , C2∗ ) terstabilkan.
BAB 2. TEORI DASAR
∗ • D12 C1 D12 = 0 I . ⎡ ⎡ ⎤ ⎤ B1 0 ∗ ⎦ D21 • ⎣ = ⎣ ⎦. I D21
29
Lemma 2.5 Terdapat pengontrol K (Proper) yang mencapai stabilitas secara internal jika dan hanya jika (A, B2 ) dapat distabilkan dan (C2 , A) dapat dideteksi. Lebih lanjut, misalkan terdapat F dan L sedemikian sehingga A+B2 F dan A+LC2 stabil. Maka pengontrol dinyatakan oleh: ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ Ac Bc A + B2 F + LC2 −L ⎦ ⎦=⎣ K(s) = ⎣ F 0 C c Dc
Bukti : (<=) Dengan asumsi dapat distabilkan dan dapat dideteksi, terdapat F dan L sedemikian sehingga A + B2 F dan A + LC2 stabil. Misalkan K (s) adalah pengontrol yang diberikan pada lemma, maka matriks transfer dari w ke z , Tzw ,diturunkan sebagai berikut: Dinamika plant diperumum G (s) dapat dituliskan dalam bentuk: x(t) ˙ = Ax(t) + B1 w(t) + B2 u(t),
(2.56)
z(t) = c1 x(t) + D12 u(t),
(2.57)
y(t) = c2 x(t) + D21 w(t).
(2.58)
Sedangkan dinamika pengontrol K (s) dapat dituliskan dalam bentuk: ˆk y(t), xˆ˙ (t) = Aˆk xˆ(t) + B
(2.59)
ˆ k y(t). u(t) = cˆk xˆ(t) + D
(2.60)
Kita substitusikan persamaan (2.60) dan (2.58) ke persamaan (2.56) diperoleh ˆ 2 )x(t) + B2 Ck xˆ(t) + (B1 + B2 Dk D21 )w(t). x(t) ˙ = (A + B2 DC
(2.61)
Kita substitusikan persamaan (2.59) ke persamaan (2.60) diperoleh xˆ˙ (t) = Bk C2 x(t) + Ak xˆ(t) + Bk D21 w(t).
(2.62)
BAB 2. TEORI DASAR
30
Kita substitusikan persamaan (2.60) dan persamaan (2.58) ke persamaan (2.57) diperoleh z(t) = (C1 + D12 Dk C2 )x(t) + D12 Ck xˆ(t) + D12 Dk D21 w(t). Menyusun kembali ketiga persamaaan terakhir diperoleh ⎤ ⎡ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ˆ 2 B2 Ck B + B2 Dk D21 x(t) ˙ A + B2 DC ⎥ x(t) ⎢ 1 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ˙ ⎥ ⎢ ⎦+⎢ ⎢ ⎢ xˆ(t) ⎥ = ⎢ Bk C2 Ak ⎥ ⎣ Bk D21 ⎦ xˆ(t) ⎣ ⎣ ⎦ ⎣ C1 + D12 Dk C2 D12 Ck D12 Dk D21 z(t)
(2.63)
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ w(t). ⎦ (2.64)
Realisasi ruang keadaan matriks transfer dari w ke z, Tzw ⎡ ˆ 2 A + B2 DC B2 Ck B1 + B2 Dk D21 ⎢ ⎢ Tzw = ⎢ Bk C2 Ak Bk D21 ⎣ C1 + D12 Dk C2 D12 Ck D12 Dk D21
⎤ ⎥ ⎥ ⎥. ⎦
(2.65)
Kita substitusikan kembali Ac , Bc , Cc , Dc diperoleh ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ A + LC2 A B2 F ∼ 0 ⎦=⎣ ⎦. A=⎣ −LC2 A + B2 F + LC2 −LC2 A + B2 F ∼
∼
Karena seluruh elemen matriks A stabil, maka A stabil. (=>) Jika (A, B2 ) tidak dapat distabilkan dan (C2 , A) tidak dapat dideteksi maka terdapat beberapa ni∼
lai eigen dari A yang berada di bidang Re (s) > 0 sehingga tidak ada L dan F sedemikian sehingga A + LC2 dan A + B2 F stabil.
2.4.7
Masalah Kontrol H2
Kontrol Optimal H2 : Mencari semua pengontrol K (s) yang proper, real rasional yang menstabilkan G (s) secara internal dan meminimumkan norm H2 dari suatu matriks transfer Tzw dari w ke z. Penentuan pengontrol ini memerlukan beberapa asumsi berikut: 1. (A, B2 ) dapat di stabilkan dan (C2 , A) dapat dideteksi,
BAB 2. TEORI DASAR
31
∗ ∗ D12 >0 dan R1 = D21 D21 >0, 2. R1 = D12 ⎡ ⎤ A − jωI B2 ⎦ mempunyai rank kolom penuh untuk semua ω, 3. ⎣ C1 D12
⎡ 4. ⎣
⎤
A − jωI
B1
C2
D21
⎦ mempunyai rank baris penuh untuk semua ω.
Akibat dari keempat asumsi diatas maka diperoleh dua buah matriks Hamiltonian berikut:
⎡ H2 := ⎣ ⎡ J2 := ⎣
A− −C1∗ (I
∗ B2 R1−1 D12 C1
−
∗ D12 R1−1 D12 )C1
∗ (A − B1 D21 R2−1 C2 )∗
−B1 (I −
∗ D21 R2−1 D21 )B1∗
⎤
−B2 R1−1 B2∗ −(A −
∗ B2 R1−1 D12 C 1 )∗
−C2∗ R2−1 C2 −(A −
∗ B1 D21 R2−1 C2 )
⎦
⎤ ⎦
dimana H2 dan J2 ∈ dom (Ric) dan lebih jauh, X2 = Ric (H2 ) ≥ 0dan Y2 = Ric (J2 ) ≥ 0. Definisikan ∗ ∗ C1 ) , L2 := −(Y2 C2∗ + B1 D21 )R2−1 F2 := −R1−1 (B2∗ X2 + D12
dan AF2 := A + B2 + F2 , AL2 := A + L2 C2 , B1L2 := B1 + L2 D21 , C1F2 := C1 + D12 F2 , Aˆ2 := A + B2 F2 + L2 C2 , ⎡ ⎡ ⎤ ⎤ AF2 I AL2 B1L2 ⎦ , Gf (s) = ⎣ ⎦. Gc (s) = ⎣ I 0 C1F2 0 Sebelum masuk ke dalam teorema yang utama maka diperlukan lemma berikut ini: Lemma 2.6 Misalkan U, V ∈ RH∞ didefinisikan sebagai: ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ −1/2 AL2 B1L2 AF2 B2 R1 ⎦, V = ⎣ ⎦ U =⎣ −1/2 −1/2 −1/2 C1F2 D12 R1 R2 C2 R2 D21 Maka U adalah inner dan V adalah co-inner, U ∼ Gc ∈ RH2⊥ dan Gf V ∼ ∈ RH2⊥ .
BAB 2. TEORI DASAR
32
Bukti: Pembuktian menggunakan sifat-sifat dasar aljabar dari perkalian matriks blok. Dari U diperoleh:
⎡ U ∼ (s) = ⎣
Maka,
⎡ ⎢ ⎢ U ∼ U(s) = ⎢ ⎣
∗ −C1F 2
−1/2 R1 B2∗
−1/2 ∗ R1 D12
−A∗F
⎤ ⎦.
∗ −C1F C1F
∗ −C1F
0
AF
−1/2 B2 R1
−1/2 R1 B2∗
−1/2 ∗ R1 D12 C1F
I
⎡
dan
−A∗F2
−A∗F
⎢ ⎢ U ∼ Gc (s) = ⎢ ⎣
∗ −C1F C1F
0
AF
−1/2 R1 B2∗
−1/2 ∗ R1 D12 C1F
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
⎤ 0
⎥ ⎥ I ⎥. ⎦ 0
Dengan menggunakan transformasi similaritas ⎤ ⎡ I −X2 ⎦ ⎣ 0 I pada U˜U maupun pada U˜Gc dan akibat persamaan ∗ A∗F2 X2 + X2 AF2 + C1F C1F2 = 0 2
diperoleh
⎡
⎢ ⎢ U ∼ U(s) = ⎢ ⎣ ⎡ ⎢ ⎢ U ∼ Gc (s) = ⎢ ⎣
⎤
−A∗F
0
−1/2
AF B2 R1
0 −1/2
R1
0
B2∗
0
I
−A∗F
0
−X2
0
AF
I
0
0
−1/2
R1
B2∗
⎥ ⎥ ⎥=I ⎦
⎤
⎡ ⎤ ∗ ⎥ −X2 ⎥ ⎣ −AF ⎦ ∈ RH2⊥ ⎥= −1/2 ∗ ⎦ R1 B2 0
dengan sifat dualitas, maka Gf V ∼ ∈ RH2⊥ dan V adalah co-inner Teorema 2.2: Terdapat kontrol optimal yang tunggal ⎡ ⎤ Aˆ2 −L2 ⎦ Kopt (s) := ⎣ F2 0
BAB 2. TEORI DASAR
33
lebih lanjut, 2 1/2 min Tzw 22 = Gc B1 22 + R1 F2 Gf = trace(B1∗ X2 B1 ) + trace(R1 F2 Y2 F2∗ ). 2
Bukti: Misalkan parameterisasi pengontrol K(s) = Fl (M2 , Q) , Q ∈ RH2 dengan ⎡ ⎤ ˆ A −L B2 ⎢ 2 ⎥ ⎢ ⎥ M2 (s) = ⎢ F 0 I ⎥ ⎣ ⎦ C2 I 0 dan misalkan diagram sistem sebagai berikut: Maka Tzw = F1 (N, Q) dengan
z
w
G y
u
M2 y1
u1
Q ⎡
A −B2 F B1 B2 ⎢ F ⎢ ⎢ 0 AL B1L 0 N =⎢ ⎢ ⎢ C1F −D12 F 0 D12 ⎣ 0 C2 D21 0
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥. ⎥ ⎥ ⎦
Berdasarkan teorema di atas, diperoleh bahwa F1 (G, K) = Tzw = N11 + N12 QN21 , dengan N11 = G11 + G12 M2 Y˜2 G21 ,
BAB 2. TEORI DASAR
34 N12 = G12 M2 ,
˜ 2 G21 , N21 = M ⎤ ⎡ ⎤ AF B2 A L ˜ 2 (s) = ⎣ L ⎦,M ⎦, M2 (s) = ⎣ F I C I ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ AL −B1L AF −L ˜ (s) = ⎣ ⎦,X ⎦, X (s) = ⎣ F I C1F I ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ AF −L A −L ⎦ , Y˜ (s) = ⎣ L ⎦. Y (s) = ⎣ F 0 F 0 ⎡
Sehingga Tzw = N11 + N12 QN21 ⎤⎡ ⎤⎫ ⎤⎡ ⎤⎡ A B2 B2 A −L A B1 ⎬ ⎦⎣ F ⎦ ⎦⎣ L ⎦⎣ D12 F I C2 D21 ⎭ F 0 ⎤⎡ ⎤ ⎤ ⎡ AF B2 A B1 AL L ⎦⎣ ⎦. ⎦Q⎣ F I C2 D21 C2 D21 ⎤⎫ ⎤⎡ ⎪ A B2 F B2 A −LC2 −LD21 ⎪ ⎥⎪ ⎬ ⎥⎢ L ⎥ ⎥⎢ 0 AF B2 ⎥ ⎢ 0 A B1 ⎥ ⎦⎪ ⎦⎣ ⎪ ⎪ ⎭ C1 D12 F D12 F 0 0 ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ A B2 F B2 AL LC2 LD21 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ +⎢ 0 Q ⎥ ⎢ AF B2 0 A B1 ⎥ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ C1 D12 F D12 C2 C2 D21 ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ AF B2 AF B2 AL B1L A B1L B1 ⎦+⎣ ⎦+⎣ ⎦⎣ ⎦Q⎣ L 0 C1F D12 F 0 C1F D12 C2 D21 ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ A B1L A B1L A A B1 B2 B2 ⎦F ⎣ L ⎦Q⎣ L ⎦+⎣ F ⎦+⎣ F 0 C1F D12 F 0 C1F D12 C2 D21
⎧⎡ ⎤ ⎡ ⎨ A B A 1 ⎦+⎣ = ⎣ ⎩ C 0 C1 1 ⎤⎡ ⎡ A B2 ⎦⎣ +⎣ C1 D12 ⎧ ⎡ ⎪ ⎡ ⎤ ⎪ ⎪ ⎨ A B ⎢ 1 ⎦+⎢ = ⎣ ⎢ ⎪ ⎣ ⎪ C 0 1 ⎪ ⎩
⎡ =⎣ ⎡ =⎣
AF C1F AF
C1F
1/2
1/2
1/2
Tzw = Gc B1 − UR1 F Gf + UR1 QR2 V
⎤ ⎦ ⎤ ⎦.
BAB 2. TEORI DASAR
35
Dari lemma 2.4 diperoleh bahwa Gc B1 dan U saling orthogonal. Sehingga 2 1/2 1/2 1/2 Tzw 22 = Gc B1 22 + UR1 F Gf − UR1 QR2 V , 2
2 1/2 1/2 1/2 Tzw 22 = Gc B1 22 + R1 F Gf − UR1 QR2 V . 2
Dan karena Gf dan V juga orthogonal menurut lemma 2.4 di atas, maka: 2 1/2 1/2 1/2 Tzw 22 = Gc B1 22 + R1 F Gf − R1 QR2 V 2
2 2 1/2 1/2 1/2 Tzw 22 = Gc B1 22 + R1 F Gf + R1 QR2 V 2
2
Persamaan di atas jelas menunjukkan bahwa Q = 0 memberikan kontrol H2 yang optimal dan tunggal. Maka K = F1 (M2 , 0)adalah pengontrol yang optimal dan tunggal.
2.4.8
Masalah Kontrol H∞
Kontrol Optimal H∞ : Mencari semua pengontrol K (s) yang diperkenankan sehingga Tzw ∞ minimum. Pada pengontrol H∞ kasus MIMO (Multi Input MultiOutput) tidaklah tunggal. Pencarian pengontrol optimal H∞ sangatlah rumit baik secara numerik maupun secara analitik. Oleh karena itu, cukup dicari pengontrol dengan norm yang sangat dekat dengan norm pengontrol optimal, yang disebut pengontrol suboptimal. Masalah kontrol suboptimal H∞ dapat dinyatakan sebagai berikut: Kontrol Suboptimal H∞ : Diberikan γ > 0, menentukan semua pengontrol yang diperkenankan K (s), jika ada, sehingga Tzw ∞ < γ. Solusi dari H∞ terkait dengan dua matriks Hamiltonian sebagai berikut: ⎡ ⎡ ⎤ ⎤ A γ −2 B1 B1∗ − B2 B2∗ A∗ γ −2 C1∗ C1 − C2∗ C2 ⎦ , J∞ := ⎣ ⎦. H∞ := ⎣ ∗ ∗ ∗ −C1 C1 −A −B1 B1 −A Teorema 2.3 Terdapat pengontrol yang diperkenankan sehingga Tzw ∞ < γ jika dan hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi:
BAB 2. TEORI DASAR
36
1. Matriks Hamiltonian H∞ ∈ dom (Ric) dan Ric (H∞ ) > 0. 2. Matriks Hamiltonian J∞ ∈ dom (Ric) dan Ric (J∞ ) > 0. 3. ρ (X∞ Y∞ ) < γ 2 . Jika ketiga kondisi ini terpenuhi, salah satu pengontrol K mempunyai realisasi sebagai berikut:
⎡ Ksub (s) := ⎣
Aˆ∞ −Z∞ L∞ F∞
⎤ ⎦,
0
dengan Aˆ∞ = A + γ −2 B1 B1∗ X + B2 F∞ + Z∞ L∞ C2 , F∞ =B1∗ X∞ , Z∞ = (I − γ −2 X∞ Y∞ )
−1
,
L∞ = − Y∞ C2∗ .
Untuk membuktikan Teorema 2.3, kita memerlukan beberapa lemma dan teorema pendukung. Lemma 2.7 Misalkan X ∈ Rnxn , Y ∈ Rnxn , dengan X = X ∗ > 0 dan Y = Y ∗ > 0. Misalkan r adalah bilangan bulat positif, maka terdapat matriks X12 ∈ Rnxr , X2 ∈ ⎡ ⎤ ⎤ ⎡ ⎤−1 ⎡ X X12 Y ∗ X X12 ⎦, ⎦ > 0 dan ⎣ ⎦ =⎣ Rrxr sehingga X2 = X2∗ > 0, ⎣ ∗ ∗ X12 X2 X12 X2 ∗ ∗ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ X In X In ⎦ ≥ 0 dan rank ⎣ ⎦ ≤ n + r. jika dan jika ⎣ In Y In Y Bukti: (<=) Berdasarkan asumsi, terdapat matriks X12 ∈ Rnxr sehingga X −Y −1 = ∗ X12 X12 . Definisikan X2 = Ir , maka bukti telah lengkap. (=>) Gunakan Schur
Complement, −1 ∗ −1 ∗ X −1 X12 X12 X , Y = X −1 + X −1 X12 X2 − X12 invers-kan persamaan di atas diperoleh ∗ . Y −1 = X − X12 X2−1 X12
∗ ∗ ≤ r. ≥ 0 dan rank (X − Y −1 ) = rank X12 X2−1 X12 Jadi, X − Y −1 = X12 X2−1 X12
BAB 2. TEORI DASAR
37
Lemma 2.8 (Bounded Real Lemma) Misalkan ⎡ ⎤ A B ⎦ γ > 0, G(s) = ⎣ C D ⎡
dan
H=⎣
−1
∗
A − BR D C1 ∗
−1
−1
−BR B
∗
−1
⎤
∗ ∗
−C (I − DR D )C −(A + BR D C)
∗
⎦,
dengan R = γ 2 I − D ∗ D, maka pernyataan – pernyataan berikut ekivalen: 1. G∞ < γ . 2. σ ¯ (D) < γ dan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner. 3. σ ¯ (D) < γ dan H ∈ dom (Ric). 4. σ ¯ (D) < γ dan H ∈ dom (Ric) dan Ric (H) = 0 (Ric (H) > 0 jika (C, A) terobservasi). 5. σ ¯ (D) < γ dan terdapat X ≥ 0 sehingga X(A + BR−1 D ∗ C) + (A + BR−1 D ∗ C)∗ X + XBR −1 B ∗ X + C ∗ (I + DR−1 D ∗ )C = 0 dan A + BR−1 D ∗ C + BR−1 B ∗ Xtidak mempunyai nilai eigen di sumbu imajiner. 6. σ ¯ (D) < γ dan terdapat X > 0 sehingga X(A + BR−1 D ∗ C) + (A + BR−1 D ∗ C)∗ X + XBR −1 B ∗ X + C ∗ (I + DR−1 D ∗ )C < 0. 7. Terdapat X > 0 sehingga ⎡ XA + A∗ X XB C ∗ ⎢ ⎢ ⎢ B∗X −γI D∗ ⎣ C D −γI
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ < 0. ⎦
Lemma 2.9Terdapat pengontrol yang diperkenankan berorde r sehingga Tzw ∞ <γ hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi :
BAB 2. TEORI DASAR
38
1. Terdapat Y1 > 0 sehingga ! ∗ AY1 + Y1 A∗ + Y1 C1 C1 Y1 γ 2 + B1 B1∗ −γ 2 B2 B2∗ < 0. 2. Terdapat X1 > 0 sehingga ! ∗ X1 A + A∗ X1 + Y1 B1 B1 X1 γ 2 + B1 B1∗ −γ 2 C2 C2∗ < 0. ⎡ 3. ⎣
⎤ X1/γ
In
In
Y1/γ
⎡
⎦ ≥ 0, rank ⎣
⎤ X1/γ
In
In
Y1/γ
⎦ ≤ n + r.
Bukti: Misalkan terdapat pengontrol K (s) berorde r sehingga Tzw ∞ < γ. Misalkan K (s) mempunyai realisasi ruang keadaan sebagai berikut: ⎤ ⎡ ˆ ˆ A B ⎦. K(s) := ⎣ ˆ ˆ C D Fungsi transfer tertutup dari w ke z pada persamaan (2.64) dapat dituliskan sebagai berikut:
⎡ Tzw
⎢ ⎢ =⎢ ⎣
⎤
ˆ 2 A + B2 DC
B2 Ck
B1 + B2 Dk D21
Bk C2
Ak
Bk D21
C1 + D12 Dk C2 D12 Ck
D12 Dk D21
⎡ ⎤ ⎥ A B c ⎥ ⎣ c ⎦. ⎥= ⎦ C c Dc
Misalkan ˜ = γ 2 I − D ∗ Dc . R = γ 2 I − Dc∗ Dc , R c ⎤ ⎡ X1 X12 ˜ =⎣ ⎦ > 0 sehingga Berdasarkan bounded real lemma, terdapat X ∗ X12 X2 ˜ + XB ˜ C R−1 B ∗ X ˜ + C∗ R ˜ −1 CC < 0. ˜ C + BC R−1 D ∗ CC ) + (AC + BC R−1 D ∗ CC )∗ X X(A C C C C (2.66) ˜ + C ∗R ˜ −1 Cc < 0. ˜ + XB ˜ c R−1 B ∗ X X c c
(2.67)
Setelah melalui beberapa manipulasi aljabar, diperoleh ∗ X1 A + A∗ X1 + X1 B1 B1 X1/γ 2 + C1∗ C1 − γ 2 C2∗ C2
−1
∗ 2 ∗ ˜ + X12 B ˜ + γ 2C ∗ γ 2I − D ˜ ˜ ˜ ˜ ∗D D + X B + γ X + X1 B1 D B C < 0, 1 1 12 2 2
BAB 2. TEORI DASAR
39
yang mengakibatkan bahwa ! ∗ X1 A + A∗ X1 + X1 B1 B1 X1 γ 2 + C1∗ C1 − γ 2 C2∗ C2 < 0. Dilain pihak, misalkan ˜ −1 , Y˜ = γ 2 X dan partisi Y˜ sebagai
⎡ Y˜ = ⎣
⎤ Y1
Y12
Y12∗
Y2
⎦ > 0,
maka ∗ ˜ −1 Cc Y˜ + Bc R−1 B ∗ < 0. Ac + Bc R−1 Dc∗ Cc Y˜ + Y˜ Ac + Bc R−1 Dc∗ Cc + Y˜ Cc∗ R c Ini memberikan ∗ AY1 + Y1 A∗ + B1 B1∗ X1 − γ 2 B2 B2∗ + Y1 C1 C1 Y1/γ 2
−1
∗ ˜ ∗ + Y12 C˜ ∗ + γ 2 B2 γ 2 I − D ˜ ∗ + Y12 C˜ ∗ + γ 2 B2 < 0, ˜D ˜∗ + Y1 C1∗ D Y1 C1∗ D
yang mengakibatkan bahwa ! ∗ AY1 + Y1 A∗ + B1 B1∗ X1 − γ 2 B2 B2∗ + Y1 C1 C1 Y1 γ 2 < 0. Berdasarkan lemma 2.7, diberikan X1 > 0 dan Y1 > 0 terdapat X12 dan X2 sehingga " " −1 ˜ ˜ −1 atau Y˜ = X Y˜ = γ 2 X : γ γ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ X1/γ X 1/γ In In ⎦ ≥ 0, rank ⎣ ⎦ ≤ n + r. ⎣ Y Y 1 1 In /γ In /γ Untuk menunjukkan pertidaksamaan pada lemma terakhir termasuk eksistensi dari solusi stabil persamaan Riccati X∞ dan Y∞ , kita memerlukan teorema berikut. Teorema 2.4 Misalkan R ≥ 0 dan andaikan (A, R) terkontrol dan terdapat X = X ∗ sehingga ϑ (X) = XA + A∗ X + XRX + Q < 0, maka terdapat solusi X+ > X untuk persamaan Riccati X+ A + A∗ X+ + X+ RX+ + Q < 0,
BAB 2. TEORI DASAR
40
sehingga A + RX+ antistabil. Bukti: Misalkan R = BB ∗ untuk suatu B. Perhatikan bahwa (A, R) terkontrol jika dan hanya jika (A, B) terkontrol. Misalkan X sedemikian sehingga ϑ (X) < 0. Karena (A, B) terkontrol maka terdapat F0 sehingga A0 = A − BF0 antistabil. Misalkan X0 = X0∗ adalah solusi tunggal untuk persamaan Lyapunov X0 A0 + A∗0 X0 − F0∗ F0 + Q = 0. Definisikan bahwa Fˆ0 = F0 + B ∗ X, maka kita mempunyai persamaan berikut: (X0 − X) A0 + A∗0 (X0 − X) = Fˆ0∗ − ϑ (X) > 0. Karena A0 antistabil, ini mengakibatkan X0 > X. Kita mulai dengan X0 definisikan barisan tak turun matriks Hermitian {Xi }. Berkaitan dengan {Xi }, kita definisikan juga barisan matriks antistabil {Ai }dan barisan matriks {Fi }. Asumsikan secara induktif bahwa kita telah mendefinisikan matriks {Xi }, {Ai }, dan {Fi } untuk i sampai n − 1 sehingga Xi Hermitian dan X0 ≥ X1 ≥ ... ≥ Xn−1 ≥ X, Ai = A − BFi antistabil, i = 0, 1, ..., n − 1; Fi = −B ∗ Xi−1 , i = 0, 1, ..., n − 1; Xi Ai + A∗i Xi = Fi∗ Fi − Q, i = 0, 1, ..., n − 1. Selanjutnya, kita perkenalkan Fn = −B ∗ Xn−1 , An = A − BFn .
(2.68)
BAB 2. TEORI DASAR
41
Pertama kita tunjukkan bahwa An antistabil. Gunakan persamaan (2.68) dengan i = n − 1, kita peroleh Xn−1 An + A∗n Xn−1 + Q − Fn∗ Fn − (Fn − Fn−1 )∗ (Fn − Fn−1 ) = 0.
(2.69)
Misalkan Fˆn∗ = Fn + B ∗ X, maka (Xn−1 − X) An + A∗n (Xn−1 − X) = −ϑ (X) + Fˆn∗ Fˆn + (Fn − Fn−1 )∗ (Fn − Fn−1 ) > 0, (2.70) ini mengakibatkan bahwa An antistabil menurut teorema Lyapunov karena Xn−1 − X > 0. Sekarang kita perkenalkan Xn sebagai solusi tunggal dari persamaan Lyapunov: Xn An + A∗n Xn = Fn∗ Fn − Q,
(2.71)
maka Xn Hermitian. Selanjutnya, kita mempunyai (Xn−1 − X) An + A∗n (Xn−1 − X) = −ϑ (X) + Fˆn∗ Fˆn > 0, dan dengan menggunakan persamaan (2.69), (Xn−1 − X) An + A∗n (Xn−1 − X) = (Fn − Fn−1 )∗ (Fn − Fn−1 ) > 0. Karena An antistabil maka Xn−1 ≥ Xn > X. Kita mempunyai barisan tak turun {Xi }, dan barisan terbatas dibawah oleh Xi > X. Oleh karena itu, limit X+ = lim Xn n→∞
ada dan Hermitian dan kita mempunyai X+ > X. Kita ambil limit n → ∞ pada persamaan (2.69), kita peroleh ϑ (X+ ) = 0. Jadi, X+ adalah solusi dari persamaan (2.65). Perlu dicatat bahwa X+ − X ≥ 0 dan (X+ − X) A+ + A∗+ (X+ − X) = −ϑ (X) + (X+ − X) R (X+ − X) > 0.
(2.72)
BAB 2. TEORI DASAR
42
Jadi, X+ − X > 0 dan A+ = A + RX+ stabil. Bukti (Teorema 2.1): (⇒) 1. Karena Tzw ∞ < γ maka berdasarkan Bounded Real Lemma H∞ ∈ dom(Ric). Selanjutnya dengan menggunakan lemma 2.6 bagian (1), kita peroleh bahwa terdapat Y1 > 0 sehingga AY1 + Y1 A∗ + Y1 C1 C1∗ Y1 /γ 2 + B1∗ B1 − γ 2 B2∗ B2 < 0. Dengan menggunakan Teorema (2.2) dapat disimpulkan bahwa terdapat Y > Y1 > 0 sehingga AY + Y A∗ + Y C1 C1∗ Y /γ 2 + B1∗ B1 − γ 2 B2∗ B2 = 0
(2.73)
dan A∗ + C1∗ C1 Y /γ 2 antistabil. Misalkan X∞ = γ 2 Y −1 , karena Y > 0 maka X∞ > 0. Kalikan persamaan (2.72) dengan Y −1 dari kanan dan dengan X∞ dari kiri, maka diperoleh
∗! X∞ A + A∗ X∞ + X∞ B1 B1 γ 2 − B2 B2∗ X∞ + C1∗ C1 = 0.
(2.74)
Persamaan (2.74) dapat dituliskan sebagai
∗! −1 X∞ . X∞ A + X∞ B1 B1 γ 2 − B2 B2∗ X∞ = −A∗ X∞ − C1∗ C1 X∞
(2.75)
Kalikan persamaan (2.75) dengan X −1 , diperoleh
∗! ∗ −1 ∗ −1 ∗ −1 B B 1 2 1 A+ γ − B2 B2 X∞ = −X∞ A X∞ − X∞ C1 C1 X∞ X∞ .
(2.76)
∗ −1 > 0 sedangkan A∗ + C1 C1 Y /γ 2 antistabil, maka Karena X∞ > 0 maka X∞
∗ ∗ −1 ∗ ∗ B C Y B C 1 1 2 2 1 1 /γ X∞ < 0. Jadi, A + /γ − B2 B2 X∞ stabil. −X∞ A +
2. Dengan cara yang sama pada bagian (1) diperoleh bahwa H∞ ∈ dom (Ric) dan berdasarkan lemma 2.6 bagian (2) dan teorema 2.4 dapat disimpulkan bahwa terdapat X > X1 > 0 sehingga ! ∗ XA + A∗ X + C1 C1∗ − γ 2 C2 C2∗ + XC1 C1 X γ 2 = 0
BAB 2. TEORI DASAR
43
∗
dan A∗ + B1 B1 X/γ 2 antistabil. Misalkan Y∞ = γ 2 X −1 , kita peroleh ∗ !
∗ C C 1 AY∞ + Y∞ A + Y∞ 1 γ 2 − C2 C2 Y∞ + B1 B1∗ = 0
∗ dan A + C1 C1/γ 2 − C2 C2∗ Y∞ stabil. Jadi, Y∞ = Ric (H∞ ) > 0. ∗
(2.77)
3. Berdasarkan Lemma (2.6) bagian (3) diperoleh ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ −1 X/γ In X/γ In In γY∞ ⎦=⎣ ⎦>⎣ ⎦≥0 ⎣ −1 In γX∞ In Y /γ In Y1 /γ ⎡ Karena ⎣
⎤
γY∞−1
In
In
−1 γX∞
⎦ > 0 dan γY∞−1 > 0 maka berdasarkan Schur Complement
kita peroleh γY∞−1 − In γ −1 X∞ In > 0 atau ρ(X∞ Y∞ ) < γ 2 . (⇐) Untuk melengkapi bukti, kita hanya perlu menunjukkan bahwa pengontrol Ksub (s) yang diberikan pada Teorema 2.1 mengakibatkan Tzw ∞ < γ. Perhatikan fungsi transfer lup tertutup dari w ke z (dengan Ksub diberikan), ⎡ ⎤ ⎡ B1 A B2 F∞ ⎢ ⎥ AC ⎢ ⎥ Tzw = ⎢ −Z∞ L∞ C2 −Z∞ L∞ D21 ⎥ =: ⎣ Aˆ∞ ⎣ ⎦ CC C1 D12 F∞ 0 Definisikan
⎡
γ 2 Y∞−1
P =⎣ γ
2
−1 −γ 2 Y∞−1 Z∞
∗ (Z∞ ) Y∞−1
γ
2
−1 Y∞−1 Z∞
⎤ BC
⎦.
DC
⎤ ⎦,
maka P>0 dan P AC + A∗C P + P BC BC∗ P/γ 2 = 0. Selain itu, ⎡ AC + BC BC∗ P/γ 2 = ⎣
A + B1 B1∗ Y∞−1 0
−1 B2 F∞ − B1 B1∗ Y∞−1 Z∞
A+
B1 B1∗ X∞ /γ 2
+ B2 F∞
⎤ ⎦
BAB 2. TEORI DASAR
44 ∗
tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner karena A + B1 B1 X∞/γ 2 + B2 F∞ stabil dan A+B1 B1∗ Y∞−1 antistabil. Berdasarkan Bounded Real Lemma Tzw ∞ < γ. Teorema (2.3) di atas menunjukkan bahwa pengontrol suboptimal H∞ optimal dan tunggal.