BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teknik Industri Teknik Industri merupakan suatu bidang ilmu yang berhubungan dengan analisa,
disain dan perbaikan dari suatu sistem yang berhubungan dengan pelayanan dan produksi dari suatu barang atau jasa. Dalam melakukan analisa, disain dari suatu sistem yang terintegrasi, teknik industri menggunakan suatu pengetahuan dan keahlian khusus di bidang teknik, manajemen, matematika, dan ilmu sosial lainnya. Definisi menurut institute of industrial and system (IIE) : Teknik industri adalah suatu rekayasa yang berkaitan dengan desain, pembaruan, dan instalasi dari sistem terintegrasi yang meliputi manusia, material, peralatan (mesin), energi dan informasi. Teknik industri juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang matematika, fisik, dan ilmu sosial yang digabungkan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode analisa teknik untuk memprediksi dan mengevaluasi hasil dalam merancang suatu sistem (Turner,2000,p21).
2.2
Manajemen Operasi Manajemen operasi (MO) adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang
dan jasa melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran. Kegiatan membuat barang dan jasa terjadi di semua sektor organisasi. Tanpa mempedulikan hasil akhirnya, barang
21 atau jasa, aktivitas yang terjadi pada suatu perusahaan disebut operasi atau manajemen operasi. (Barry Render & Jay Heizer,2001,p2). Manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang dan jasa melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran. Kegiatan membuat barang dan jasa terjadi di semua sektor organisasi terutama sangat jelas terlihat diperusahaan manufaktur. Selama beberapa dekade, ketika bidang operasi lebih banyak berhubungan dengan manufaktur, Manajemen Operasi disebut Manajemen Produksi. Istilah itu kemudian diperluas menjadi Manajemen Produksi dan Operasi. Ketika terjadi pergeseran minat, dari bidang manufaktur menjadi bidang jasa, seperti yang terjadi di Amerika, maka bidang operasi tersebut diistilahkan sebagai Manajemen Operasi. Manajemen Operasi berusaha mempelajari manajemen kuantitatif yang terlibat, baik dalam pengelolaan industri jasa maupun manufaktur. Dari penjelasan sebelumnya kita dapat mendefinisikan manajemen operasi sebagai kajian pengambilan keputusan dari suatu fungsi operasi. Adapun tanggung jawab dari manajer operasi adalah menghasilkan barang dan jasa sesuai fungsinya, mengambil keputusan mengenai suatu fungsi operasi, dan sistem transformasi yang digunakan. Dari definisi tersebut, ada 3 hal yang mendapat perhatian, yaitu: 1. Fungsi Di dalam suatu organisasi, manajer operasi bertanggung jawab untuk mengelola departemen yang menghasilkan barang dan jasa yang menyangkut koordinasi dan pelaksanaan fungsi operasi. Selain itu, tanggung jawab manajer operasi juga menyangkut tanggung jawab khusus berupa perencanaan strategis, penentuan
22 kebijaksanaan, penganggaran, koordinasi dengan manajer-manajer yang lain (manajer material, pembelian, persediaan, PPC, mutu, fasilitas, dan lini produksi). 2. Sistem Definisi di atas mengacu pada sistem transformasi yang menghasilkan jenis-jenis sistem produksi, yaitu barang dan jasa. Gambaran sistem tidak hanya menjadi dasar dalam pendefinisian jasa dan manufaktur sebagai sistem transformasi, tetapi juga menjadi dasar yang kuat untuk rancangan dan analisis operasi. 3. Keputusan Pada akhirnya definisi di atas mengacu pada pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari manajemen operasi. Karena semua manajer mengambil keputusan, maka sudah selayaknya mereka memusatkan perhatian pada pengambilan keputusan sebagai tema pokok operasi. Fokus keputusan ini memberikan dasar untuk membagi operasi berdasarkan bentuk keputusan utama manajemen operasi, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan mutu. (Arman Hakim Nasution ,2006, p5-7)
2.3
Manajemen Persediaan Dalam buku yang berjudul “Perencanaan dan Pengendalian Produksi“ tahun
2002 oleh Teguh Baroto menyebutkan bahwa : Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen, material atau produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan atau dijual (Groebner, Introduction to Management Science,1992).
23 Persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Riggs, 1976).
2.3.1
Penyebab Persediaan Persediaan merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan. Penyebab timbulnya
persediaan adalah sebagai berikut. 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit terhindarkan. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat : permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. 3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
2.3.2
Fungsi Persediaan Efisiensi produksi dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan.
Efisiensi ini dapat dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan adalah sebagai berikut menurut Teguh Baroto adalah :
24 1. Fungsi independensi. Persediaan bahan diadakan agar departemen-departemen dan proses individual terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. Seringkali keduanya meleset dari perkiraan. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa tergantung pada kedua hal ini (independen), maka persediaan harus mencukupi. 2. Fungsi ekonomis. Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai permintaan. Pada kasus tersebut (dan biaya setup besar sekali), maka biaya setup ini mesti dibebankan pada setiap unit yang diproduksi, sehingga jumlah produksi yang berbeda membuat biaya produksi per unit juga akan berbeda, maka perlu ditentukan jumlah produksi yang optimal. Jumlah produksi yang optimal dalam kasus ini ditentukan oleh struktur biaya setup dan biaya penyimpanan, bukan oleh jumlah permintaan, sehingga timbullah persediaan. Pada beberapa kasus, membeli dengan jumlah tertentu juga akan lebih ekonomis ketimbang membeli sesuai kebutuhan. Jadi, memiliki persediaan – dalam beberapa kasus – bisa merupakan tindakan yang ekonomis. 3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan. Seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan setelah dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal ini, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah rasional.
25 4. Fungsi fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahap proses produksi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak akan dihasilkan untuk sementara waktu. Sediaan barang setengah jadi (work in process) pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi. Hal lain adalah dengan adanya sediaan barang jadi, maka waktu untuk pemeliharaan fasilitas produksi dapat disediakan dengan cukup.
Sedangkan Empat fungsi persediaan menurut Jay Heizer dan Barry Render adalah : 1. Untuk men-“decouple“ atau memisahkan beragam bagian proses produksi. 2. Untuk men-“decouple“ perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan. 3. Untuk mengambil keuntungan diskon kuantitas, sebab pembelian dalam jumlah lebih besar dapat mengurangi biaya produksi atau pengiriman barang. 4. Untuk menjaga pengaruh inflasi dan naiknya harga.
2.3.3
Jenis Persediaan Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu
sebagai berikut (Teguh Baroto, 2002, p52) : 1. Bahan mentah (raw materials), yaitu barang-barang berwujud seperti baja, kayu, tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari seumber-sumber alam, atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri.
26 2. Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri atau untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi. 3. Barang setengah jadi (work in process) yaitu barang-barang keluaran dari tiap opeasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi. 4. Barang jadi (finished good) adalah barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk didistribusikan ke konsumen. 5. Bahan pembantu (supplies material) adalah barang-barang yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.
2.3.4
Analisis ABC Menurut Jay Heizer & Barry Render, analisis ABC (ABC analysis) membagi
persediaan yang dimiliki ke dalam tiga golongan berdasarkan pada volume dolar tahunan. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip pareto. Prinsip pareto menyatakan bahwa terdapat “sedikit hal yang penting dan banyak hal yang sepele.“ Tujuannya adalah membuat kebijakan persediaan yang memusatkan sumber daya pada komponen persediaan penting yang sedikit dan bukan pada yang banyak tetapi tidak sepele. Untuk menentukan volume dolar tahunan analisis ABC, permintaan tahunan dari setiap barang persediaan dihitung dan dikalikan dengan harga per unit. Barang kelas A
27 adalah barang-barang dengan volume dolar tahunan tinggi. Walaupun barang seperti ini mungkin hanya mewakili sekitar 15% dari total persediaan barang, mereka mempresentasikan 70% hingga 80% dari total pemakaian dolar. Kelas B adalah untuk barang-barang persediaan yang memiliki volume dolar tahunan menengah. Barang ini mempresentasikan sekitar 30% barang persediaan dan 15% hingga 25% dari total nilai. Barang-barang yang memiliki volume dolar tahunan rendah adalah kelas C, yang mungkin hanya mempresentasikan 5% dari volume dolar tahunan tetapi sekitar 55% dari total barang persediaan. Kriteria lain selain dari volume dolar tahunan juga dapat menentukan penggolongan barang. Sebagai contoh, perubahan rekayasa yang diantisipasi, permasalahan pengiriman, permasalahan kualitas atau biaya per unit yang tinggi dapat menaikkan barang ke penggolongan yang lebih tinggi. Keuntungan dari pembagian barang persediaan ke dalam tiga kelas ini memungkinkan diterapkannya kebijakan dan kontrol dan untuk setiap kelas. Kebijakan yang mungkin didasarkan pada analisis ABC meliputi hal berikut : 1. Pembelian sumber daya yang dibelanjakan pada pengembangan pemasok harus jauh lebih tinggi untuk barang A dibandingkan barang C. 2. Barang A, tidak seperti barang B dan C, perlu memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat; mungkin mereka dapat diletakkan pada tempat yang lebih aman, dan mungkin akurasi pencatatan persediaan untuk barang A harus lebih sering diverifikasi. 3. Prediksi barang A perlu lebih dijamin keabsahannya dibandingkan dengan prediksi barang B dan C.
28 Prediksi yang lebih baik, kontrol fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan persediaan pengaman (safety stock), semuanya merupakan hasil dari kebijakan manajemen persediaan yang sesuai. Analisis ABC mengarahkan pengembangan semua kebijakan tersebut (Jay Heizer & Barry Render,2004,p62).
2.3.5
Biaya Dalam Sistem Persediaan Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai
akibat persediaan. Biaya tersebut adalah harga pembelian, biaya pemesanan, biaya penyiapan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan (Teguh Baroto, 2002, p 55). 1. Harga Pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, besarnya sama dengan harga perolehan sediaan itu sendiri atau harga belinya. 2. Biaya pemesanan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemesanan ke pemasok, yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah pemesanan. Biaya ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya ekspedisi, upah, biaya telepon/fax, biaya dokumentasi/transaksi, biaya pengepakan, biaya pemeriksaan, dan biaya lainnya yang tidak tergantung jumlah pesanan. 3. Biaya penyiapan (set up cost) adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi. Biaya ini terjadi bila item sediaan diproduksi sendiri dan tidak membeli dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya persiapan peralatan produksi, biaya set-up mesin, biaya perencanaan dan penjadwalan produksi, dan biaya-biaya lain yang besarnya tidak tergantung pada jumlah item yang diproduksi.
29 4. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan/ penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, ataupun produk jadi. Biaya simpan biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per periode. Biaya penyimpanan meliputi biaya kesempatan, biaya simpan, biaya keusangan, biayabiaya lain yang besarnya besifat variabel tergantung pada jumlah item. Dalam praktek, biaya penyimpanan sukar dihitung secara teliti,sehingga dilakukan pendekatan dengan suatu persentase tertentu. Pada beberapa perusahaan persentase ini ditetapkan antara 15% sampai 30% pertahun dari harga pembelian. 5. Biaya kekurangan persediaan. Bila perusahaan kehabisan barang saat ada permintaan maka akan terjadi stock out. Stock out menimbulkan kerugian berupa biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan pelanggan yang kecewa (yang pindah ke produk saingan). Biaya ini sulit diukur karena berhubungan dengan good will perusahaan.
2.3.6
Model Pengendalian Persediaan Model pengendalian persediaan menganggap bahwa permintaan untuk sebuah
barang mungkin bebas (independent) atau terikat (dependent) dengan permintaan barang lain (Jay Heizer & Barry Render,2004,p67). Secara
kronologis,
metode
pengendalian
persediaan
yang
diidentifikasikan sebagai berikut (Arman Hakim Nasution,2003,p108). 1. Metode pengendalian persediaan tradisional 2. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP) 3. Metode kanban
ada
dapat
30 2.4
Perencanaan dan Pengendalian Produksi
2.4.1
Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi Produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi produk jadi.
Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja, bahan baku, energi, informasi modal, dan tindakan manajemen. Dalam praktik, aktivitas dalam sistem produksi ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu “Proses Produksi“ dan “Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Production Planning and Control/PPC)“. Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis dan lain-lain. Proses produksi merupakan tindakan nyata dan dapat dilihat. Proses produksi ini terdiri atas beberapa subproses produksi, misalkan proses pengolahan bahan baku menjadi komponen, proses perakitan komponen menjadi sub-assembly, dan proses sub-assembly menjadi produk jadi. Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut (Teguh Baroto, 2002, p13).
2.5
Peramalan
2.5.1
Definisi Peramalan “Forecasting is the prediction, projection or estimation of the occurness of
uncertain future events or level of activity. Forecasting offers an organization some foresight in the premediation of appropriate courses of action. Its purpose is to make use of the best available present information to guide future activities toward organizational goals“ (Richard J.Tersine, 2000, p35).
31 Peramalan digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengendalian dari dari sistem persediaan (inventory), membuat perencanaan produksi, pembebanan mesin, menentukan kebutuhan mesin, peralatan, bahan, serta untuk menentukan tingkat tenaga kerja selama periode produksi (Teguh Baroto, 2002, p22). Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke masa depan dengan bentuk beberapa bentuk model matematis. Bisa jadi berupa prediksi subjektif atau intuitif tentang masa depan. Atau peramalan bisa mencakup kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan penilaian yang baik oleh manajer (Barry Render & Jay Heizer,2001,p46).
2.5.2
Meramalkan Horison Waktu Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan yang
mendasarinya. Tiga kategori yang bermanfaat bagi manajer operasi menurut Barry Render & Jay Heizer adalah : 1. Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan dan tingkat produksi. 2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas dan menganalisis berbagai rencana operasi.
32 3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal lokasi fasilitas atau ekspansi dan penelitian serta pengembangan.
2.5.3
Tujuan Peramalan Tujuan dari peramalan sendiri adalah untuk melihat atau memperkirakan prospek
ekonomi atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut, sehingga dapat diperoleh informasi mengenai : 1.
Kebutuhan suatu kegiatan usaha di masa yang akan datang.
2.
Waktu untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan skala produksi, pemasaran, serta target usaha.
3.
Perencanaan skala produksi, pemasaran, anggaran, biaya produksi dan arus kas (cash flow).
2.5.4
Jenis – Jenis Pola Data Data yang diplot adalah data masa lalu yang dipergunakan untuk meramalkan
data di masa yang akan datang. Dari data yang telah diplot akan terlihat pola data untuk menentukan metode ramalan yang akan digunakan. Menurut Makridakis (1999, p21), pola–pola data deret waktu yang umum terjadi yaitu : 1. Pola Horisontal ( H ) Terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata–rata yang konstan. (Deret seperti itu “ stasioner “ terhadap nilai rata–ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula, suatu keadaan pengendalian mutu yang menyangkut pengambilan contoh dari
33 suatu proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini. 2. Pola Musiman / Seasonal (S) Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari–hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang, semuanya menunjukkan jenis pola ini. 3. Pola Siklis / Cyclical (C) Terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini. 4. Pola Trend (T) Terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
34
Gambar 2.1 Jenis-jenis Pola Data
2.5.5
Metode – Metode Peramalan Menurut Render dan Heizer (2001, p48), terdapat dua pendekatan umum yang
digunakan dalam peramalan yaitu : peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif. 1. Metode Kualitatif Metode ini biasanya digunakan untuk meramalkan lingkungan dan teknologi, karena kondisi tersebut berbeda dengan kondisi perekonomian dan pemasaran. Oleh karena itu metode kualitatif disebut dengan technological forecasting. Teknik-teknik kualitatif adalah subjektif atau “ judgmental ” atau berdasarkan pada estimasiestimasi dan pendapat-pendapat.
35 Berbagai sumber pendapat bagi peramalan kondisi bisnis adalah :
Para eksekutif
Orang-orang penjualan
Para langganan Sedangkan berbagai teknik peramalan kualitatif yang dapat digunakan, secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : a. Metode Delphi Metode ini merupakan teknik yang mempergunakan suatu prosedur yang sistematik untuk mendapatkan suatu konsensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok ahli. Proses Delphi ini dilakukan dengan meminta kepada para anggota kelompok untuk memberikan serangkaian ramalan-ramalan melalui tanggapan mereka terhadap daftar pertanyaan. Kemudian, seorang moderator mengumpulkan dan memformulasikan daftar pertanyaan baru dan dibagikan lagi kepada kelompok. Jadi ada suatu proses pembelajaran bagi kelompok karena mereka menerima informasi baru dan tidak ada pengaruh pada tekanan kelompok atau dominasi individual. b. Riset pasar Adalah peralatan peramalan yang berguna, terutama bila ada kekurangan data historik atau data tidak reliabel. Teknik ini secara khusus digunakan untuk meramal permintaan jangka panjang dan penjualan produk baru. Kelemahan riset pasar mencakup kurangnya kekuatan prediktif, serta memakan waktu dan biaya. c. Analogi historik Peramalan dilakukan dengan menggunakan pengalaman-pengalaman historik dari suatu produk yang sejenis. Peramalan produk baru dapat dikaitkan dengan tahaptahap dalam siklus kehidupan produk yang sejenis.
36 d. Konsensus panel Gagasan yang didiskusikan oleh kelompok akan menghasilkan ramalan-ramalan yang lebih baik daripada dilakukan oleh seseorang. Diskusi dilakukan dalam pertemuan pertukaran gagasan secara terbuka. 2. Metode Kuantitatif Metode kuantitatif hanya dapat diterapkan jika tersedia informasi mengenai data masa lalu, informasi dapat dikuantifisir (diwujudkan dalam bentuk angka), dan asumsi beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut. Jenis peramalan kuantitatif dibagi dua, yaitu: a. Time Series Jenis peramalan ini merupakan estimasi masa depan yang dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan / atau kesalahan masa lalu. b. Metode Causal Peramalan ini memberikan suatu asumsi bahwa faktor yang diramalkan mewujudkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih independent variabel. Tujuannya adalah untuk menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari dependent variable.
2.5.6
Tahapan Untuk Sistem Peramalan Delapan Tahap yang umumnya diikuti tanpa melihat metode yang digunakan
untuk meramal menurut Barry Render & Jay Heizer : 1. Menentukan penggunaan peramalan itu – apakah tujuan yang akan dicapai? 2. Memilih hal-hal yang akan diramalkan. 3. Menentukan horizon waktunya – jangka pendek, menengah atau panjang?
37 4. Memilih model peramalannya. 5. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk membuat ramalan. 6. Menentukan model peramalan yang tepat, 7. Membuat ramalan. 8. Menerapkan hasilnya. Sedangkan prosedur peramalan permintaan dengan metode time series menurut Baroto Teguh adalah sebagai berikut : 1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman atau eratik/random. 2. Mencoba beberapa metode time series – yang sesuai dengan pola permintaan tersebut – untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode sebaiknya dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda. 3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan MAD, MSE, MAPE atau lainnya. Sebaiknya nilai tingkat kesalahan ini ditentukan dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan. 4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba. Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil dibanding metode lainnya dan tingkat kesalahan tersebut di bawah batas tingkat kesalahan yang telah ditetapkan. 5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah dipilih.
38 2.5.7
Jenis-Jenis Peramalan Organisasi menggunakan tiga jenis peramalan ketika merencanakan masa depan
operasinya. Dua yang pertama, peramalan ekonomi dan teknologi, adalah teknik-teknik khusus yang mungkin berada di luar peran manajer operasi. 1. Ramalan ekonomi, membahas siklus bisnis dengan memprediksi tingkat inflasi, suplai uang permulaan perumahan dan indikator-indikator perencanaan lain. 2. Ramalan teknologi, berkaitan dengan tingkat kemajuan teknologi yang akan melahirkan produk-produk baru yang mengesankan, membutuhkan pabrik dan peralatan baru. 3. Ramalan permintaan, adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa perusahaan. Ramalan ini disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan produksi, kapasitas dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak sebagai masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, keuangan dan personelia (Barry Render & Jay Heizer,2001,p47).
2.5.8
Metode Pemulusan Eksponensial Pemulusan eksponensial (exponential smoothing) adalah metode peramalan yang
mudah digunakan dan efisien bila dilakukan dengan komputer. Meskipun merupakan teknik rata-rata bergerak, pengahalusan eksponensial mencakup pemeliharaan data masa lalu yang sangat sedikit. 1. Penghalusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing) Rumus : Ft = Ft −1 + α ( At −1 − Ft −1 )
39 Persamaan ini merupakan bentuk umum yang digunakan dalam menghitung ramalan dengan metode pemulusan eksponensial. 2. Penghalusan Eksponensial Ganda (Double Exponential Smoothing) Rumus : S’ T = α.X T + (1 − α )S( t −1) S” T = α .S 'T + (1 − α )S "(t −1) a t = 2S't −S"t bt =
α (S'T −S"T ) 1−α
F T +m = at + btm Dimana α adalah timbangannya, atau konstanta penghalusan, yang nilainya antara 0 sampai 1. Konsep ini tidak rumit. Estimasi permintaan terakhir adalah sama dengan estimasi sebelumnya yang disesuaikan dengan sedikit dari perbedaan antara permintaan aktual periode lalu dan estimasi sebelumnya. Konstanta penghalusan bisa diubah untuk memberikan timbangan yang lebih rendah pada data baru (bila α tinggi) atau pada data masa lalu (bila α rendah). Yang pasti, periode masa lalu menurun dengan cepat ketika α meningkat. Semua nilai yang lebih lama dihilangkan, dan ramalannya menjadi identik ke model naif yang telah dibahas sebelumnya. Yaitu ramalan untuk periode berikutnya sama saja dengan periode ini. Pendekatan dengan penghalusan eksponensial mudah digunakan, dan telah dengan sukses diterapkan di banyak organisasi. Akan tetapi, nilai konstanta penghalusan (α), yang tepat bisa menciptakan perbedaan antara ramalan yang akurat dan ramalan yang tidak akurat. Dalam mengambil sebuah nilai untuk konstanta penghalusan,
40 tujuannya adalah untuk mencapai ramalan yang paling akurat. Keakuratan yang menyeluruh dari model peramalan bisa ditentukan dengan membandingkan nilai-nilai yang diramalkan dengan nilai-nilai aktual.
2.5.9
Metode Regresi Linier Salah satu bentuk peramalan yang paling sederhana adalah regresi linier. Dalam
aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier (walaupun pada kenyataannya tidak linier 100%). Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Model tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : Y(t) = a + bt
b=
N
N
N
t =1
t =1
t =1
N ∑ tY (t ) − ∑ Y (t )∑ t N ⎛ N ⎞ N ∑t 2 − ⎜∑t ⎟ t =1 ⎝ t =1 ⎠
2
dan
a=
1 N
N
∑ Y (t ) − t =1
1 N b∑ t N t =1
(Makridakis, 1999, pp117-119)
2.5.10 Memantau dan Mengendalikan Ramalan Menurut Vincent Gasperz (2001), berkaitan dengan validasi model peramalan, kita dapat menggunakan tracking signal (isyarat arah). Tracking signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan memperkirakan nilai-nilai aktual. Suatu ramalan diperbaharui setiap minggu, bulan atau triwulan, sehingga data permintaan yang
41 baru dibandingkan terhadap nilai-nilai ramalan. Tracking signal dihitung sebagai running sum of the rofecast error (RSFE) dibagi dengan mean absolute deviation (MAD), sebagai berikut : Tracking signal =
RSFE MAD
=
∑(actual demand in period i - forecast demand in period i) MAD
Dimana, MAD =
∑(absolut dari forecast error) n
n = banyaknya periode data
3.2.1
Statistik Ketepatan Peramalan Menurut Makridakis (1999) ukuran statistik standard adalah sebagai berikut : 1. Error
et = X t − Ft 2. Nilai tengah kesalahan absolut (mean error) n
ME = ∑ ei / n i =1
3. Nilai tengah galat kuadrat ( mean squared error ) n
MSE =
∑e i =1
2 i
n
4. Nilai tengah deviasi absolut (mean absolute deviation) MAD =
1 ∑ Xi − X n
42 Ukuran-ukuran relatif adalah sebagai berikut : 1. Galat persentase (percentage error) PE t =
X t − Ft × 100 Xt
2. Nilai tengah galat persentase (mean absolute percentage error) Pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata persentase kesalahan absolut (MAPE) menunjukkan rata-rata kesalahan absolut prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktual. n
MAPE =
2.6
∑ PE i =1
i
n
Perencanaan Agregat Perencanaan agregat menyangkut penentuan jumlah dan kapan produksi akan
dilangsungkan dalam waktu dekat, sering kali 3 sampai 18 bulan ke depan. Manajer operasi berupaya untuk menentukan cara terbaik untuk memenuhi ramalan permintaan dengan menyesuaikan tingkat produksi, tingkat kebutuhan tenaga kerja, tingkat persediaan, waktu lembur, tingkat nilai sub kontrak, dan semua variabel lain yang dapat dikendalikan. Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-sumber atau alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum. Perencanaan agregat ini merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang digunakan sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya, yaitu penyusunan MPS. Bagi perusahaanperusahaan manufaktur, jadwal agregatnya mengkaitkan sasaran-sasaran strategis
43 perusahaan ke rencana-rencana produksi untuk produk-produk tertentu. Bagi perusahaan-perusahaan jasa, jadwal agregatnya mengkaitkan sasaran-sasaran strategis dengan jadwal terinci untuk para tenaga kerja.
2.6.1
Strategi Dalam Perencanaan Agregat Pada umumnya, perusahaan menghadapi permintaan yang berubah-ubah / tidak
tetap. Pola permintaan yang tidak tetap ini mengakibatkan beban kerja yang tidak tetap pula. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan perencanaan dengan mengatur tingkat persediaan, produksi, penggunaan tenaga kerja, kapasitas produksi yang dipakai, atau variabel lain. Terdapat tujuh strategi yang digunakan dalam perencanaan agregat, yaitu melakukan variasi tingkat persediaan, melakukan variasi jam kerja, melakukan variasi jumlah tenaga kerja, subkontrak menggunakan pekerja paruh waktu, mempengaruhi permintaan, dan pemesanan tertunda selama periode permintaan tinggi. a. Melakukan Variasi Tingkat Persediaan Pada strategi ini jumlah karyawan dan waktu kerja dipertahankan tetap sehingga rata-rata tingkat produksi akan tetap. Kelebihan produksi yang terjadi pada periode permintaan rendah disimpan sebagai persediaan yang nantinya digunakan untuk menutupi kekurangan produksi pada waktu terjadi permintaan yang lenih tinggi dari tingkat produksi. Kelemahan strategi ini adalah timbulnya biaya penyimpanan persediaan berupa biaya
sewa
gedung,
administrasi,
asuransi,
kerusakan
material,
dan
bertambahnya modal yang tertanam. Namun, dipihak lain, pada waktu terjadi permintaan tinggi perusahaan dapat menghindari terjadinya kehilangan penjualan
44 karena memiliki kelebihan persediaan yang diperoleh pada waktu permintaan rendah. Strategi ini tidak dapat digunakan untuk kegiatan jasa (misalnya transportasi, kesehatan, atau pendidikan) karena jasa tidak dapat disimpan sebagai persediaan. Selain itu juga tidak tepat untuk perusahaan yang produknya cepat rusak/ tidak tahan lama, berhubungan dengan mode/fashion, bernilai tinggi, atau memerlukan ruang simpan yang sangat besar. b. Melakukan Variasi Jam Kerja Dalam strategi ini jumlah karyawan dijaga tetap untuk suatu tingkat produksi tertentu, perubahan hanya dilakukan terhadap jumlah jam kerja. Jika permintaan naik, diadakan penambahan jam kerja (lembur, overtime) untuk menambah produksi, sedangkan jika permintaan turun dilakukan pengurangan jam kerja (undertime). c. Melakukan Variasi Jumlah Tenaga Kerja Apabila terjadi permintaan tinggi maka dilakukan penambahan tenaga kerja. Sebaliknya, pada waktu permintaan rendah dilakukan pengurangan tenaga kerja (lay off). Biaya yang timbul mencangkup biaya pengadaan tenaga kerja atau pesangon bagi tenaga kerja yang dikurangi. Strategi ini cocok diterapkan apabila tenaga kerja yang disewa atau dikurangi mempunyai keterampilan yang rendah dan jika pasar tenaga kerja memiliki suplai yang besar. Bagi perusahaan yang memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi, strategi ini tidak mudah diterapkan karena tenaga kerja yang demikian lebih menyukai pekerjaan yang tetap dan terjamin. Selain itu, pengurangan tenaga kerja yang terlalu sering dapat mempunyai pengaruh negatif,
45 yaitu menurunkan moral kerja karyawan yang mengakibatkan penurunan produktivitas. d. Subkontrak Subkontrak dilakukan apabila terjadi permintaan yang bertambah sementara kapasitas produksi tidak cukup untuk memenuhinya, sedangkan perusahaan tidak menghendaki hilangnya permintaan atau pelanggan penting. Subkontraktor yang dipilih tentunya yang dapat memenuhi standar mutu yang disyaratkan dan dapat memenuhi jadwal pengiriman. Kerugian strategi subkontrak adalah harga pokok produksi menjadi lebih tinggi, bisa memberikan kesempatan kepada pesaing untuk maju, dan adanya resiko karena tidak dapat secara langsung mengontrol mutu produk dan penjadwalan. e. Menggunakan Pekerja Paruh Waktu Dalam sektor jasa, pekerja paruh waktu dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja berketrampilan rendah, seperti di restoran, toko eceran, dan supermarket. Metodi ini membawa konsekuensi biaya yang rendah dan lebih fleksibel daripada menggunakan tenaga kerja tetap. Kelemahan metode ini, mengakibatkan perputaran (turnover) tenaga kerja dan biaya pelatihan yang tinggi, serta mempengaruhi konsistensi mutu produk. Apabila strategi ini diterapkan untuk pekerjaan yang memerlukan keterampilan tinggi, masalah yang perlu diantisipasi adalah tersedianya tenaga kerja pada saat diperlukan karena mereka mencari kerja ditempat lain. f. Mempengaruhi Permintaan Jika permintaan turun atau rendah, perusahaan berusaha menaikkan permintaan melalui iklan, promosi, pemotongan harga, atau menggalakkan bentuk kegiatan
46 pemasaran lain. Biaya tambahan yang timbul tentunya berupa biaya iklan, potongan harga dan biaya program promosi lain. Strategi ini termasuk menggeser permintaan dari periode permintaan tinggi ke periode permintaan rendah, seperti dilakukan perusahaan telekomunikasi. Pada saat siang hari banyak permintaan telepon yang tidak terlayani karena salurannya penuh. Untuk itu dilakukan strategi menggeser permintaan siang hari ke malam hari, melalui perbedaan tarif yang sangat signifikan. Hal itu menyebabkan konsumen yang tadinya akan menggunakan jasa telepon siang hari beralih ke lama hari karena ingin mendapatkan biaya yang rendah. Permintaan siang hari yang potensi hilang menjadi tetap ada karena pindah ke malam hari. g. Pemesanan Tertunda Selama Periode Permintaan Tinggi Pemesanan tertunda (back-order) adalah pemesanan barang atau jasa yang diterima perusahaan tetapi baru dapat dipenuhi kemudian setelah perusahaan mempunyai persediaan. Pemesanan tertunda berlaku umum bagi perusahaan mail- order atau perusahaan yang memproduksi barang – barang yang kompleks atau bernilai tinggi, seperti pesawat terbang, kapal laut dan lain – lain. Strategi ini sering tidak dapat dilaksanakan untuk perusahaan yang menjual barang – barang konsumsi, seperti makanan, obat – obatan atau pakaian. Keuntungan strategi ini dapat menghindari lembur dan tetap menjaga kapasitas produksi yang konstan. Sementara kelemahannya adalah tertundanya penerimaan/penjualan dan hanya dapat dilakukan apabila permintaan lebih tinggi daripada penawaran.
47
2.6.2
Metode Perencanaan Agregat Beberapa metode yang dikenal dalam perencanaan agregat, antara lain
pendekatan intuitif, pendekatan matematika, serta metode tabel dan grafik. Dalam pendekatan intuitif, manajemen menggunakan rencana yang sama dari tahun ke tahun. Penyesuaian dilakukan dengan intuisi hanya sekadar untuk memenuhi permintaan baru. Apabila rencana yang lama tidak optimal, pendekatan ini mengakibatkan pemborosan yang berkepanjangan. Pendekatan
matematika
dilakukan
dengan
menggunakan
teori,
seperti
pemrograman linier, kaidah keputusan linier, model koefisien manajemen, metode transportasi, dan simulasi. Pemrograman linier merupakan teknik pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah mngalokasikan sumber daya yang terbatas diantara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Pemrograman linier merupakan salah satu metode dalam riset operasi yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan menggunakan dasar analisis kuantitatif. Dengan menggunakan teori ini, hasil yang optimal dapat diperkirakan, seperti berapa unit produk yang harus dibuat, berapa shift yang dioperasikan, atau berapa unit persediaan barang yang disimpan. Pendekatan matematika dalam perencanaan agregat dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain metode transportasi, metode pemrograman linier, metode kaidah keputusan linier, dan simulasi. Dibandingkan pendekatan trial and eror, model matematika dapat langsung menghasilkan perencanaan yang optimal dan lebih fleksibel karena dapat menggunakan biaya tenaga kerja dan subkontrak yang berbeda antar periode, kemampuan subkontrak, ataupun jumlah shift kerja.
48 Salah satu metode perencanaan agregat yang umum digunakan adalah metode perencanaan agregat pendekatan heuristic dengan metode trial and error. Metode ini sering digunakan karena metode ini sederhana dan mudah digunakan. Metode ini menggunakan cara coba-coba dalam mencari total biaya yang minimum. Metode ini tidak menjamin hasil yang optimal, tetapi hanya hasil yang baik. Cara coba-coba yang dilakukan adalah :
-
Tenaga kerja berubah-ubah dengan hiring, lay off (menimbulkan masalah perburuhan)
-
Tenaga kerja tetap, fluktuasi demand dilakukan dengan lembur (overtime) / subkontrak / perubahan rate.
-
2.7
Production rate tetap, fluktuasi demand diatasi dengan persediaan.
Jadwal Induk Produksi (JIP) atau Master Production Scheduled (MPS) Pada dasarnya JIP atau MPS merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir
dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Vincent Gaspersz, 2001, p 141).
2.7.1
Hubungan Perencanaan Agregat dan Jadwal Induk Produksi Perencanaan Agregat adalah suatu langkah pendahuluan perencanaan kapasitas
secara terperinci. Perencanaan agregat merupakan dasar untuk membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP menyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk akhir. Proses penyusunan JIP untuk perusahaan yang ’Make To Stock’ akan berbeda dengan perusahaan yang ’Make To Order’. Hal ini dikarenakan sumber informasi permintaan
49 (kebutuhan) yang berbeda. Bagi perusahaan yang ’Make To Stock’, informasi permintaan diperoleh dari hasil peramalan. Bagi perusahaan yang ’Make To Order’, informasi permintaan diperoleh dari order-order (pesanan) yang diterima dari pelanggan. JIP ini merupakan rencana induk (master) yang akan dijadikan pedoman utama dalam rencana produksi, kebijakan persediaan, kebijakan finansial, pembebanan tenaga kerja, penjadwalan mesin, kebijakan alternatif produksi: reguler, lembur, subkontrak, dan lain-lain. Karena JIP merupakan sumber rencana dan kebijakan bagi departemen lain dan departemen shop flor (lantai pabrik), maka dalam membuat JIP ini harus ada koordinasi dengan departemen terkait dan dengan keterbatasan sumber daya perusahaan. Beberapa akibat apabila JIP tidak disusun secara tepat:
•
Produksi tidak sesuai permintaan Jumlah produksi terlalu banyak akan beresiko modal tertanam pada persediaan. Semestinya modal dapat diinvestasikan pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan. Resiko lainnya adalah penumpukan persediaan, sehingga meningkatkan biaya untuk penanganan, listrik, dan resiko menjadi rusak. Jumlah produksi kurang dari permintaan akan mengakibatkan konsumen menjadi kecewa, bahkan mungkin pelanggan akan berpaling ke perusahaan pesaing.
•
Tidak optimalnya utilisasi kapasitas Utilisasi (tingkat penggunaan) kapasitas yang baik adalah jika 80% kapasitas digunakan secara seragam (tidak naik turun) di setiap periode produksi. Utilisasi rendah membuat investasi yang sudah ditanamkan sia-sia, bisa jadi sumber daya lain menjadi ’stand by’, biaya operasi dan opportunity cost terjadi terus. Utilisasi melebihi beban normal beresiko sumber daya cepat rusak.
50
•
Keterlambatan waktu penyerahan Konsumen atau pelanggan yang kecewa karena keterlambatan penyerahan produk bisa berpaling ke produk pesaing.
Selain itu, ada kemungkinan
konsumen yang kecewa dan tidak puas akan bercerita kepada pelanggan atau konsumen lainnya sehingga imej perusahaan menjadi buruk.
•
Beban Produksi tidak merata Beban kerja yang tidak merata pada setiap periode akan menimbulkan banyak permasalahan, salah satunya berhubungan dengan tenaga kerja. Beban kerja yang naik turun setiap periode mengakibatkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan naik turun. Selain biaya yang mahal, ancaman demo atau protes adalah hal yang fatal. JIP yang dibuat perusahaan supaya terhindar dari masalah harus dikoordinasikan
dengan semua sumber daya perusahaan. Dalam sistem produksi, JIP yang dibuat harus dikoordinasikan dengan kapasitas produksi yang ada. Perencanaan agregat adalah salah satu cara untuk mengkoordinasikan pembuatan JIP tersebut dengan kapasitas dan alternatif produksi yang sudah eksis.
2.7.2
Perhitungan JIP atau MPS JIP adalah rencana tertulis yang menunjukkan apa dan berapa banyak setiap
produk (barang jadi) yang akan dibuat dalam setiap periode untuk beberapa periode yang akan datang. Bentuk JIP atau MPS dapat dilihat pada tabel berikut.
51 Tabel 2.1 Tabel MPS Item No. Lead Time On hand
: : :
Period Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled Kapasitas Produksi Terpasang (KPT)
PastDue
1
Description Safety Stock Demand Time Fences Planning Time Fences 2 3 4 5
: : : : 6
7
8
9
Berikut ini akan dikemukakan penjelasan singkat berkaitan dengan informasi yang ada dalam MPS seperti tampak dalam tabel 3.2. 1.
Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2.
Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu end item.
3.
Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
4.
Description menyatakan deskripsi material secara umum.
5.
On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya.
6.
Demand Time Fences (DTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan permintaan. DTF adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Panjangnya = assy lead time. Projected Available Balance dihitung dari aktual demand.
52 7.
Planning Time Fences (PTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan di mana demand masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani sepanjang material dan kapasitas tersedia. Panjangnya = kumulatif lead time antara procurement lead time (waktu untuk mendapatkan material), fabrication lead time dan assembly lead time.
8.
Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari perencanaan agregat.
9.
Actual Order (AO) merupakan jumlah order yang sudah diterima sebelumnya.
10. Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. PAB dihitung dengan menggunakan rumus :
PAB t ≤ DTF = PABt-1 + MSt – AOt PAB DTF ≤ t
≤ PTF =
PABt-1 + MSt - AOt atau Ft (pilih yang paling besar)
11. Available To Promise (ATP) memberikan informasi berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat janji ayng tepat kepada pelanggan atau dengan kata lain ATP merupakan jumlah material on hand pada inventory yang sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
ATP = ATPt-1 + MSt - Actual Order sampai pada periode yang sudah dijadwalkan pada Master Schedule.
ATP tidak boleh minus. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi lost sales karena permintaan berarti tidak dapat dipenuhi.
53 12. Master Schedule (MS) merupakan hasil konversi dari perencanaan agregat yang akan diproduksi. 13. Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) merupakan hasil konversi dari perencanaan agregat yang akan diproduksi.
•
Forecast dikonversikan per minggu dari hasil Forecast yang telah dihitung sebelumnya. Konversi forecast per minggu dapat dirumuskan sebagai berikut :
Konversi Forecast = Forecast/bulan x Jumlah hari ker ja/ min ggu (round up) Jumlah hari ker ja/bulan
•
Master Schedule dikonversikan per minggu dari Perencanaan Agregat. Konversi Master Schedule per minggu dapat dirumuskan sebagai berikut :
Konversi Master Schedule : Perencanaan Agregat/bulan x Jumlah hari kerja/minggu (rounddown) Jumlah hari kerja/bulan
•
Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) per hari diketahui dari Perencanaan Agregat. Kapasitas Produksi Terpasang per hari dapat dirumuskan sebagai berikut: KPT Reguler =
Jam Kerja Efektif ⋅ Jumlah hari kerja ⋅ 60' ⋅ Lini Produksi Waktu Siklus
KPT Lembur =
Jam Lembur Efektif ⋅ Jumlah hari ker ja ⋅ 60' ⋅ Lini Pr oduksi Waktu Siklus
KPT Total = KPT Re guler + KPT Lembur
54
•
Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) kemudian dikonversikan per minggu diketahui dari Perencanaan Agregat. Kapasitas Produksi Terpasang per minggu dapat dirumuskan sebagai berikut: KPT =
2.8
Kapasitas Output / bulan x Jumlah hari ker ja / min ggu (rounddown ) Jumlah hari ker ja / bulan
Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Perencanaan kebutuhan material (Material Requirements planning, MRP) adalah
suatu konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi, sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan. Salah satu alasan mengapa MRP digunakan secara cepat dan meluas sebagai teknik manajemen produksi, adalah dikarenakan MRP menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan dan mengolah data yang berguna dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Metode MPR merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item dependent demand, yang kebutuhannya dipengaruhi oleh komponen lain. Item-item yang termasuk dalam dependent demand antara lain bahan baku, parts, dan subassembly. Sistem MRP mengendalikan agar komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi dapat tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan. MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik, karena ada keterpaduan dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk. Ini berarti pengadaan dapat dilakukan terhadap barang/komponen yang diperlukan saja, jumlah persediaan
55 yang berlebihan dapat dihindari, serta pengadaan dan pengiriman barang dapat dilakukan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Dengan kata lain, dapat dicapai tepat barang, tepat jumlah, dan tepat waktu.
2.8.1
Perbandingan Model Tradisional dengan Sistem MRP Salah satu kesulitan dari model-model persediaan tradisional adalah menentukan
tingkat persediaan optimal untuk komponen-komponen yang mempunyai sifat saling bergantung. Misalnya pada industri mobil dimana jumlah dan macamnya banyak sekali serta kebutuhan antara satu dengan lainnya saling tergantung. Jika teknik tradisional dipakai untuk menghitung persediaan tiap item, maka akan dijumpai usaha perhitungan yang sangat banyak. Hal ini tentunya memakan banyak waktu dan hasilnya kemungkinan besar tidak optimal dikarenakan permintaan komponen yang secara nyata berkondisi saling tergantung dan berpola lumpy (suatu item permintaannya dikatakan berpola lumpy bila terkadang ada dan terkadang tidak). Pada sebagian industri, kesulitan-kesulitan sehubungan dengan pelaksanaan model persediaan tradisional telah dapat diatasi dengan adanya sistem dengan bantuan komputer yang disebut sistem MRP. Sistem MRP mampu memperbaiki metode perencanaan dan pengendalian persediaan dengan memperhatikan untuk saling tergantung dan pola lumpy dari item-item persediaan sehingga asumsi-asumsi yang tidak realistis dalam model persediaan tradisional dapat dihilangkan. Sistem MRP ini bila diterapkan secara benar akan mengurangi jumlah persediaan barang dan memperbaiki pelayanan pengiriman. Persediaan yang terlalu banyak akan menyebabkan modal tertanam pada persediaan padahal seharusnya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain yang akan memberikan keuntungan. Pelayanan
56 pengiriman dapat ditingkatkan karena sistem MRP akan memberikan ketepatan dalam jumlah dan waktu penyerahan.
2.8.2
Tujuan MRP Secara umum, sistem MRP dimaksudkan untuk mecapai tujuan sebagai berikut.
a. Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (MPS). Dengan menggunakan metode ini, pengadaan atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. b. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan/
pembelian
komponen,
sehingga
memperkecil
resiko
tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana produksi. c. Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen. d. Meningkatkan efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.
57 2.8.3
Komponen MRP Komponen dasar MRP terdiri dari jadwal induk produksi (MPS), struktur produk
dan daftar material (BOM), serta catatan persediaan. Berdasarkan informasi dari MPS dapat diketahui permintaan dari suatu produk akhir. Selanjutnya, dengan mengetahui komponen yang membentuk produk akhir itu, status persediaan, dan waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan bahan atau merakit komponen yang bersangkutan, dapat disusun suatu perencanaan kebutuhan dari komponen yang diperlukan.
Gambar 2.2 Sistem MRP 1. Master production scheduling (MPS) atau jadwal produksi induk Jadwal induk produksi (MPS) merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana suplai/ penawaran, persediaan akhir, dan kuantitas yang dijanjikan tersedia (available to promise, ATP). 2. Bill of material (BOM) dan struktur produk. Struktur produk adalah merupakan sebuah daftar terstruktur yang memuat semua bahan atau suku cadang yang diperlukan untuk menghasilkan barang jadi,
58 rakitan, sub rakitan, suku cadang yang dibuat atau suku cadang yang dibeli. Jika ada kesalahan pada bagan bahan, maka bahan yang tepat tidak dapat dipesan sehingga produk tidak bisa dirakit dan dikirimkan kepada pemesan. Akibatnya suku cadang lain yang tersedia akan tertimbun dalam inventori sampai suku cadang yang kurang terlengkapi. 3. Catatan Persediaan Meliputi: Status persediaan, termasuk persediaan yang ada dan jadwal penerimaan komponen dari pesanan yang sudah diluncurkan, waktu tunggu (lead time), persediaan pengaman (safety stock), jumlah yang akan dialokasikan, serta informasi komponen yang sedang dipesan dan waktu, dan lain-lain.
2.8.4
Prosedur Sistem MRP Sistem MRP memiliki empat langkah utama, yang selanjutnya keempat langkah
ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu program (softeare) diperlukan bila jumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
•
Netting : Perhitungan kebutuhan bersih.
•
Lotting : Penentuan ukuran lot.
•
Offseting :Penetapan besarnya lead time.
•
Explosion : Perhitungan selanjutnya untuk item level dibawahnya.
a) Netting, proses ini adalah perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan (yang
59 telah tersedia dan yang akan diterima). Data yang diperlukan dalam netting ini adalah jumlah kebutuhan kotor (produk akhir) yang akan diproduksi pada suatu jangka waktu atau periode tertentu, rencana penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut dan tingkat ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.
b) Lotting, adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan optimal untuk setiap item secara individual dedasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode atau teknik untuk menentukan ukuran lot, yang pada umumnya diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik-teknik yang dipakai dalam penentuan ukuran lot ini antara lain : 1. Fixed Order Quantity (FOQ). Dalam metode FOQ, ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau instuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapa pun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya sangat mahal. 2. Lot For Lot (LFL) adalah ukuran pemesanan yang dilakukan adalah sebesar kebutuhan bersih pada periode tersebut. Metode ini pada umumnya
60 mengurangi biaya simpan karena ukuran pemesanan dipakai habis untuk periode tersebut. 3. Economic Order Quantity (EOQ) adalah ukuran pemesanan dihitung dengan suatu rumus dimana biaya yang minimal dapat dicapai apabila kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk setiap periode. Bagi kebutuhan persediaan yang diketahui besarnya dan seragam dari satu periode ke periode lain, ukuran lot yang optimal dapat dicari dengan menggunakan metode EOQ, namun bagi permintaan yang tidak seragam, metode EOQ tidak sesuai karena umumnya tidak memberikan hasil yang optimal. Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Metode EOQ ini biasanya digunakan untuk horizon perencanaan selama satu tahun sebesar 12 bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan biaya pesan dan simpan sangat besar. 4. Fixed Period Requirement (FPR) adalah jangka waktu pemesanan ditentukan secara bebas, tetapi berulang secara tetap. Ukuran pemesanan sesuai jumlah kebutuhan pada jangka waktu yang ditentukan tersebut. 5. Period Order Quantity (POQ). Sistem period order quantity ini merupakan perbaikan dari sistem economic order quantity (EOQ), teknik POQ berprinsip pada penentuan frekuensi pemesanan pertahun yang diperoleh dengan cara membagi jumlah periode dengan frekuensi pemesanan.
c) Offsetting, proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus dilakukan
61 lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode pemesanan yang dilakukan.
d) Explosion, proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item / komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan kotor ini didasarkan pada rencana pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas. Untuk perhitungan kebutuhan kotor ini, diperlukan struktur produk dan informasi mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk item yang akan dihitung. Dalam proses explosion ini data mengenai struktur produk harus tersedia secara akurat. Ketidakakuratan data struktur produk akan mengakibatkan kesalahan pada perhitungan.
2.8.5
Terminologi Perhitungan MRP Tabel 2.2 Tabel MRP
Part No. BOM UOM Lead Time Safety Stock
: : : :
Period Gross Requirement Scheduled Receipts PAB 1 Net Requirement Planned Order Receipts Planned Order Release PAB 2
: : : :
Description On-hand Order Policy Lot Size Past Due
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan untuk tabel MRP pada table 3.3 diatas adalah sebagai berikut : 1.
Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2.
BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit.
9
62 3.
Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu komponen.
4.
Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
5.
Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6.
On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya.
7.
Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.
8.
Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.
9.
Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS). Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya.
10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut :
PAB1 = (PAB2)t-1 - (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t 12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi
63 Master Production Scheduled. Net Requirement = 0 jika PAB1 >i 0 dan Net Requirement = (-) PAB1 jika PAB1 ≤ 0.
Net Requirement = (-)(PAB 1)t + Safety Stock 13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung kepada order policy-nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan Safety Stock juga. 14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus di-release atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan. 15. Projected Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project Available Balance 2 dapat dihitung dengan
cara mengurangkan Planned Order
Receipt
pada Net
Requirements. PAB 2 = (PAB2)t-1 + (Scheduled Receipt)t – (Gross Requirement)t + (Planned Order Receipt)t Atau dapat disingkat : PAB2 = (PAB1)t + (Planned Order Receipt)t
64
2.8.6
Output MRP Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan / pembelian atau
rencana produksi yang dibuat atas dasar lead time. Lead time dari suatu item yang dibeli adalah rentang waktu sejak pesanan dilakukan sampai barang diterima. Lead time item yang dibuat adalah rentang waktu sejak perintah pembuatan sampai dengan item selesai diproses. Rencana pemesanan dan rencana produksi dari output sistem MRP selanjutnya memiliki dua tujuan yang hendak dicapai, sebagai berikut:
•
Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih bawah
•
Memproyeksikan kebutuhan kapasitas.
2.9
Laporan Keuangan
2.9.1
Pengertian Laporan Keuangan Munawir (2004) mendefinisikan, “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil
dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan/aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan“ (p2). Larson, Wild dan Chiappetta (2002) menyatakan,“Financial statement reports on the financial performance and condition of analisi organization“ (p36). Dari definisi tentang laporan keuangan tersebut di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa suatu laporan keuangan merupakan hasil ringkasan data keuangan yang dapat memberikan informasi keuangan tentang keadaan perusahaan, yang dapat dijadikan sebagai salah satu dasar di dalam pengambilan keputusan.
65
2.9.2
Tujuan Laporan Keuangan Skousen, Stice & Stice (2001) menyatakan bahwa “Tujuan pelaporan keuangan
adalah untuk membantu pihak-pihak yang tertarik dalam mengevaluasi kinerja masa lampau sebuah perusahaan dan meramalkan kinerja masa yang akan datang“ (p.36).
2.9.3
Pihak-Pihak yang Menggunakan Laporan Keuangan Skousen, Stice & Stice (2001) menyatakan, “Secara umum semua pihak yang
tertarik untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan disebut stakeholder“. Pemakai laporan keuangan biasanya dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu: 1. Pemakai Internal, yaitu pihak dalam perusahaan yang membuat keputusankeputusan yang secara langsung mempengaruhi operasi inti perusahaan. Yang termasuk pemakai internal adalah Dewan Komisaris, Manajemen dan karyawan perusahaan. 2. Pemakai Eksternal, yaitu pihak diluar perusahaan yang memerlukan laporan keuangan perusahaan. Yang termasuk pemakai eksternal adalah investor, kreditor, pemasok, pemerintah, pelanggan dan masyarakat“ (p.24)
2.9.3.1 Pemakai Internal Pemakai internal membutuhkan informasi untuk membantu dalam merencanakan dan mengendalikan operasi usaha dan mengelola sumber usaha. Maka informasi akuntansi yang disajikan harus tepat waktu dan relevan. Skousen, Stice & Stice (2001) menyatakan “Relevansi adalah salah satu dari dua kualitas primer yang melekat dalam informasi akuntansi yang bermanfaat, informasi khususnya relevan jika mempengaruhi keputusan“ (p.24).
66 Informasi yang relevan akan memberikan keyakinan kepada pemakainya, apakah akan menerima atau menolak suatu keputusan yang sedang dipertimbangkan. Kita harus memperhitungkan manfaat dan konsekuensi yang akan diterima dikemudian hari, berdasarkan informasi mengenai kejadian serta transaksi masa lampau. Tentu saja informasi yang diperlukan itu harus tersedia tepat waktu. Informasi yang tersedia setelah keputusan diambil tidak akan berguna.
2.9.3.2 Pemakai Eksternal Pemakai eksternal sangat beragam dan jenis keputusan yang harus dibuat oleh pemakai eksternal juga sangat beragam, dengan demikian kebutuhan informasi juga berbeda antara pemakai yang satu dengan lainnya. Oleh karena itu laporan keuangan yang disajikan harus memenuhi kepentingan umum berbagai pemakai eksternal dan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu. Mengacu pada pendapat Skousen, Stice & Stice (2001) “Dua kelompok utama pemakai eksternal adalah kreditor dan investor, karena dengan dengan memenuhi kebutuhan mereka hampir semua kebutuhan umum dari pemakai eksternal lainnya akan terpenuhi“ (p.25). Kreditor memerlukan informasi mengenai profitabilitas dan stabilitas usaha, karena kreditor berharap dapat menutup pengeluaran kas dengan menerima pembayaran kembali pinjaman yang diberikan dan memperoleh penerimaan bunga. Sedangkan investor membutuhkan informasi berkenan dengan keamanan dan profitabilitas investasinya. Investor berharap akan menerima hasil dari investasinya dalam bentuk deviden tunai, atau investor berharap dapat menjual investasi yang dimilikinya dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga perolehannya.
67
2.9.4
Jenis-Jenis dan Bentuk Laporan Keuangan Menurut beberapa buku, laporan keuangan mempunyai definisi yang agak
berbeda meskipun pada intinya mempunyai konsep yang sama. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2002) menyatakan, “Laporan keuangan merupakanbagian dari prosespelaporan keuangan laporan keuanganyang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi-laba, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan“ (p.2). Adapun bagian-bagian dari laporan keuangan adalah sebagai berikut :
2.9.4.1 Neraca (Balance Sheet) Larson, Wild dan Chippetta (2002) menulis, “The balance sheet report the financialposition of a company at a point in time, usually at the end of a listing the type dan dollar amounts of important assets, liabilities and equity“ (p.38). Skousen, Stice & Stice (2001) menulis bahwa,“Neraca merupakan suatu laporan yang melaporkan pada titik waktu aktiva, kewajiban dan modal suatu bisnis“ (p.130). Sundjaja dan Barlian (2002) berpendapat, “Neraca adalah laporan mengenai aktiva, hutang dan modal dari perusahaan pada suatu saat tertentu“ (p.69). IAI (2002) menyatakan, “Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas“ (p.8-9). Neraca pada umumnya disajikan dalam bentuk komparatif, sehingga tersedia informasi mengenai perubahan keuangan yang terjadi selama periode di antara tanggal neraca.
68
2.9.4.2 Aktiva (Assets) IAI (2002) mendefinisikan, “Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan memperoleh perusahaan“ (p.9). Munawir (2004) menyatakan, “Dalam pengertian aktiva tidak terbatas pada kekayaan saja, tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang belum dialokasikan (deffered charges) atau biaya yang masih harus dialokasikan pada penghasilan yang akan datang, serta aktiva yang tidak berwujud lainnya (intangible assets)“(p.14). Aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu : 1. Aktiva lancar (current assets) IAI (2002) menyatakan, “Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut: a.
Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasional normal perusahaan; atau
b.
Dimiliki atau diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisir dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca; atau
c.
Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi“ (p.17).
Munawir (2004) menyatakan, “Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumenkan dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal)“ (p.14).
69 Aktiva lancar umumnya tersusun sebagai berikut: a.
Kas (cash)
b.
Surat Berharga (marketable securuties)
c.
Piutang (account receivable)
d.
Wesel tagih (note receivable)
e.
Persediaan (inventory)
f.
Piutang penghasilan atau Penghasilan yang masih harus diterima
g.
Beban dibayar dimuka (prepaid expens)
2. Aktiva tidak lancar Munawir (2004) menyatakan, “Aktiva lancar yang mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan)“ (p.16). Yang termasuk dalam aktiva lancar adalah : a. Investasi (investment). b. Aktiva tetap (fixed assets) Munawir (2004) menyatakan, “Aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang fisiknya nampak (konkrit)“ (p.17). c. Aktiva tetap tak berwujud (instangible fixed assets) Munawir (2004) menyatakan, “Aktiva tetap tak berwujud adalah kekayaan perusahaan yang secara fisik tidak nampak, tetapi merupakan suatu hak yang mempunyai nilai dan dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Yang termasuk dalam aktiva tetap tak berwujud (intangible fixed assets) antara lain meliputi :
70
d.
•
Hak cipta
•
Merek dagang (trade mark)
•
Biaya pendirian (organization cost)
•
Lisensi
•
Goodwill“ (p.17).
Beban yang ditangguhkan (deffered charges) Munawir (2004) menyatakan, “Beban yang ditangguhkan adalah menunjukkan adanya pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun), atau suatu pengeluaran yang akan dibebankan juga pada periode-periode berikutnya“ (p.18).
e.
Aktiva tetap lainnya (other fixed assets) Munawir (2004) mendefinisikan, “Aktiva lain-lain adalah menunjukkan kekayaan atau aktiva perusahaan yang tidak dapat atau belum dapat dimasukkan dalam klasifikasi-klasifikasi sebelumnya, misalnya:
•
Gedung dalam proses
•
Tanah dalam penyelesaian
•
Piutang jangka panjang“ (p.18)
2.9.4.3 Kewajiban (Liabilities) IAI (2002) mendefinisikan, “Kewajiban adalah hutang perusahaan masa kinerja timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi“ (p.9).
71 Munawir (2004) mendefinisikan, “Kewajiban adalah hutang keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditur“ (p.18). IAI (2002) menyatakan, “Kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya“ (p.1.7). Dalam PSAK (2004) menggolongkan kewajiban ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : 1. Kewajiban lancar (current liabilities) IAI (2002) menyatakan, “Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika: a.
Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasional perusahaan; atau
b.
Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca“ (p.17). Munawir (2002) mendefinisikan, “Kewajiban lancar adlah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukandalam jangka pendek (satu tahunsejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan.
Adapun yang termasuk ke dalam kewajiban lancar ini antara lain :
•
Hutang wesel
•
Hutang dagang
•
Hutang pajak (notes payable)
•
Pendapatan diterima dimuka
72
•
Biaya-biaya yang masih harus dibayar
•
Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo“ (p.18).
2. Kewajiban tak lancar (non current liabilities) Munawir (2002) mendefinisikan, “Kewajiban tak lancar adalah kewajiban keuanganyang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca), yang meliputi :
•
Pinjaman jangka panjang yang lain
•
Hutang obligasi (bond payable)
•
Hutang hipotik (morigage payable)“ (p.19).
2.9.4.4 Ekuitas Pemilik Untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan dinamakan hak pemegang saham (shareholder equity). Ekuitas pemegang saham (stockholder/shareholder equity) : 1. Modal saham (capital stock) Tunggal (1995) mendefinisikan, “Modal saham ialah modal yang merupakan kontribusi dari persero (pemegang saham)“ (p.14). 2. Tambahan modal disetor/ agio saham/ premi (premium) Smith dan Skousen (1997) menyatakan, “Tambahan modal setoran (additional paid in capital) merupakan investasi pemegang saham yang melebihi jumlah modal saham dan juga modal investasi dari sumber-sumber lainnya“ (p.174) 3. Laba yang ditahan (retained earnings) Tunggal (1995) mendefinisikan, “Laba yang ditahan yaitu laba-laba perusahaan yang belum dibagikan kepada persero“ (p.17).
73
2.9.4.5 Laporan Laba Rugi (Income Statement) IAI (2002) menyatakan, “Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban. Unsur penghasilan dan beban didefinisikan sebagai berikut ; 1. Penghasilan (income) Adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan
atau
penambahan
aktiva
atau
penurunan
kewajiban
yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. 2. Beban (expenses) Adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal“ (p.12). Laporan laba rugi pada umumnya dapat disusun dalam 2 (dua) bentuk, yaitu; i.
Bentuk langsung (single-step income statement) Kieso, Weygand, dan Warfield (2001) menyatakan, “In reporting revernues, gains, and losses, a format known as the single-step income statement“ (p.134).
ii.
Bentuk bertahap (multiple-step income statement) Kieso, Weygand, dan Warfield (2001) menyatakan, “A multiple-step income statement is used Turnover recognize these additional relationship“ (p.134).
74
2.9.4.6 Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement) Munawir (2004) menyatakan, “Laporan perubahan kas (cash flow statement) atau laporan sumber dan penggunaan kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode dan memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan darimana sumber-sumber kas dan penggunaannya“ (p.157). IAI (2002) menyatakan, “Perusahaan harus melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari metode berikut ini : 1. Metode Langsung (Direct Methods) Dengan metode ini kelompok utama dari penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto diungkapkan; atau 2. Metode Tidak Langsung (Indirect Methods) Dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan mengoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan“ (p.24).
2.9.4.7 Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Changes Owner’s Equity) Munawir (2004) menyatakan, “Laporan perubahan modal menunjukkan sumber dana penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan“ (p.5).
2.10
Metode Analisa Laporan Keuangan Ada bermacam-macam teknik dan analisis laporan keuangan yang dikemukakan
oleh para ahli, namun semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menyederhanakan data keuangan sehingga bisa lebih dimengerti, menentukan dan
75 mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga dapat diketahui dengan laporan keuangan dari beberapa periode. Mengacu pada pendapat Munawir (2004), “Ada dua metode analisis yang digunakan oleh setiap penganalisa laporan keuangan, yaitu; 1. Analisis horizontal atau analisis dinamis atau time series analysis Analisis horizontal adalah analisis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannya. Metode ini disebut juga metode analisis dinamis karena yang dipelajari adalah perkembangan dari tahun ke tahun, jadi bukan situasi pada suatu saat saja, sehingga dapat dipelajari perubahan tertentu. 2. Analisis vertikal atau analisis statis Analisis vertikal yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisa hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasional pada saat itu saja“ (p.36).
2.11
Teknik Analisis Laporan Keuangan Ada bermacam-macam teknik analisis laporan keuangan yang dikemukakan oleh
para ahli. Namun sebenarnya semua teknik analisis tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu atau menyederhanakan data keuangan sehingga bisa lebih dimengerti, untuk menentukan hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga dapat diketahui perubahan dari masing-masing pos tersebut dibandingkan dengan laporan keuangan dari beberapa periode.
76 Mengacu pada pendapat Munawir (2004), “Teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisis laporan keuangan yaitu sebagai berikut: 1. Analisis perbandingan laporan Keuangan (Comparative Financial Statement) Adalah teknik analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk 2 periode atau lebih. Teknik analisis tersebut sering juga disebut dengan analisis naik turun karena dengan analisis tersebut diketahui kenaikan/penurunan dari masing-masing pos. 2. Trend/Tendensi Posisi dan Kemajuan Keuangan Perusahaan (Trend Ratio) Dinyatakan dalam presentase (Trend Precentage Analysis), adalah suatu teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. Dalam memperhitungkan persentase umumnya dipergunakan tahun pertama sebagai dasar pengukuran. Data dalam tahun tersebut dinyatakan dengan angka 100%. 3. Laporan dengan Presentase per Komponen (common size Statement) Adalah suatu teknik analisis untuk mengetahui presentase investasi pada masingmasing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya. 4. Analisis sumber dan Penggunaan Modal Kerja Adalah suatu teknik analisis untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja dalam periode tertentu. 5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis)
77 Adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sunber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. 6. Analisis rasio (Ratio Analysis) Adalah suatu teknik analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan yang menyatakan kondisi dan trend yang sering tidak diperhatikan dalam pemeriksaan komponen tersendiri dari rasio tersebut. 7. Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis) Adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut. Analisis ini memberikan sudut pandang khusus terhadap performa operasional suatu perusahaan. 8. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Analisis ini mengungkapkan hubungan antara pendapat dengan pola tindak tanduk biaya untuk pengeluaranpelngeluaran tetap dan variabel“ (p.36).
78
2.12
Analisis Rasio (Ratio Analysis) Mengadakan analisa hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan
adalah merupakan dasar untuk dapat menginterpretasikan kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Munawir (2004) menyatakan,“rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut diperbandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard“ (p.64). Sundjaja dan Badian (2002) menyatakan, “Analisis rasio adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan“ (p.104) Brigham da Houston (2001) menyatakan, “Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Beban bunga dan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya dapat dievaluasi dengan (1) membandingkan setiap hutang perusahaan terhadap aktiva dan (2) membandingkan bunga yang harus dibayar terhadap laba yang tersedia untuk membayar bunga. Perbandingan seperti ini dilakukan dengan menggunakan analisis rasio“ (p.79). Analisis rasio keuangan merupakan alat yang biasa digunakan untuk menganalisa serta menginterpretasikan kinerja keuangan dan kondisi suatu perusahaan. Karena rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lainnya yang terdapat dalam laporan keuangan baik itu neraca maupun labarugi.
79 Mengacu pada pendapat Brigham dan Houston (2001), analisis rasio dibagi empat yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan rasio profitabilitas, sebagai berikut :
2.12.1 Analisis Rasio Likuiditas Brigham mendefinisikan, “Pengertian rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan hubungan kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Posisi likuiditas perusahaan berhubungan dengan pertanyaan berikut : apakah perusahaan mampu melunasi kewajibannya yang jatuh tempo dalam jangka pendek? Apakah perusahaan mempunyai masalah dalam memenuhi kewajiban ini? Dua rasio likuiditas yaitu rasio lancar dan rasio cepat“ (p.79). Yang termasuk Rasio Likuditas adalah : 1. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar biasanya dipergunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas sesuatu perusahaan dan juga dipergunakan sebagai alat petunjuk untuk mengukur kemampuan sesuatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang sudah jatuh tempo. Rumus :
Current Ratio =
Current Assets Current Liabilitie s
2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio) Rasio cepat merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk direalisir menjadi uang kas.
80 Rumus :
Quick Ratio
=
Current Assets - Inventory Current Liabilitie s
2.12.2 Analisis Rasio Leverage (Rasio Pengelolaan Utang) Brigham mendefinisikan, “Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan, memiliki tiga implikasi penting: (1) Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas. (2) Kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka rasio perusahaan sebagian besar ada pada kreditur, (3) Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar, atau leverage“ (p.84). Rasio Leverage terdiri dari : 1. Rasio Hutang (Debt Ratio) Rasio hutang menunjukkan besarnya modal asing yang dipergunakan di dalam perusahaan atas keseluruhan modal yang tertanam di dalam perusahaan. Rasio ini semata-mata menunjukkan bagian dari “uang orang lain“ dibandingkan dengan hak keseluruhan terhadap aktiva perusahaan. Rumus : Debt Ratio
=
Total Liabilitie s Total Assets
81 2. Rasio Kemampuan Membayar Bunga (Time Interest Earned Ratio /TIER) Rasio kemampuan membayar bunga menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pembayaran bunga dan menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia bagi investor. Rumus : Time Interest Earning Ratio
=
EBIT Interest Expenses
2.12.3 Analisis Rasio Aktivitas atau Rasio Pengelolaan Aktiva (Assets Management Ratio) Brigham menyatakan, “Pengertian rasio manajemen aktiva adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya. Rasio ini dirancang untuk menjawab pertanyaan berikut: apakah total jumlah setiap jenis aktiva yang dilaporkan dalam neraca sudah wajar, terlalu tinggi, atau terlalu rendah jika dibandingkan dengan tingkat penjualan yang diproyeksikan? Jika perusahaan memiliki terlalu banyak aktiva, biaya modalnya akan menjadi terlalu tinggi, dan akibatnya laba akan menurun. Di sisi lain, jika aktiva terlalu rendah, maka penjualan yang menguntungkan akan hilang“ (p.81). Rasio aktivitas terdiri dari : 1. Perputaran Piutang Usaha (Account Receivable Turnover) Perputaran piutang usaha menunjukkan berapa kali piutang rata-rata dalam periode tersebut. Rumus : Account Receivable Turnover
=
Net Sales Average Account Receivable
82 2. Jangka Waktu Penagihan (Day’s Sales Outstanding) Rasio ini menunjukkan berapa lama waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menerima pembayaran piutang dagang. Rumus : Day’s Sales Outstanding =
Account Receivables Net Credit Sales : Day' s per period
3. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Rasio ini menunjukkan berapa kali jumlah dana yang ditanam dalam persediaan barang dagangan ini berputar dalam satu tahun atau periode. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan perusahaan, maka semakin cepat dana yang tertanam dalam persediaan berputar kembali menjadi uang kas. Rumus : Inventory Turnover
=
Cost of Good Sold Average Inventory
4. Rata-rata Lamanya Persediaan (Average Day’s Inventory) Rasio ini mengukur waktu rata-rata yang diperlukan untuk menjual atau memutar persediaan. Rumus : Average days Inventory =
Average Inventory x Days per period Cost of Good Sold
5. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover) Rasio ini menggambarkan sampai seberapa efektif perusahaan menggunakan data yang tertanam di dalam aktiva perusahaan (pabrik dan peralatannya). Rumus : Fixed Assets Turnover =
Net Credit Sales Average Net Fixed Assets
6. Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover) Rasio perputaran total aktiva merupakan ukuran untuk memperoleh gambarang tentang tingkat efektifitas dan efisiensi menyeluruh dari pendayagunaan seluruh dana
83 yang tertanam di dalam harta perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan jumlah rupiah yang ditanamkan dalam aktiva. Rumus : Total Assets Turnover
=
Net Sales Average Total Assets
3.9.4. Analisis Rasio Profitabilitas Brigham menulis, “Profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Rasio yang sudah kita bahas, sebelumnya berguna untuk menilai keefektifan operasi perusahaan, tetapi rasio profitabilitas (profitability ratio) menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva dan utang terhadap hasil operasi“ (p.89). Rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya. Dengan adanya macam-macam cara dalam penilaian rentabilitas suatu perusahaan maka tidak mengherankan kalau ada beberapa perusahaan yang berbeda-beda dalam cara menghitung rentabilitasnya. Yang penting ialah rentabilitas mana yang akan digunakan sebagai alat pengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan. Rasio Profitabilitas terdiri dari : 1. Margin Laba atas Penjualan (Profit Margin on Sales) Rasio ini menggambarkan tingkat keuntungan bersih yang diperoleh dari penjualan (rate of return) dan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengendalikan biaya dan pengeluaran sehubungan dengan kegiatan perusahaan.
84 Net Income Net Sales
Rumus : Profit Margin on Sales =
2. Rasio Kemampuan Dasar Menghasilkan Laba (Basic Earning Power Ratio) Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba, sebelum dipengaruhi oleh pajak dan leverage, sehingga sangat berguna untuk membandingkan perusahaan yang satu dengan yang lain meskipun kondisi perpajakan dan tingkat leverage keuangannya berbeda. Rumus : Basic Earning Power =
Ebit Total Assets
3. Pengembalian atas Total Aktiva (Return on Total Assets/ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana perusahaan (modal asing dan modal sendiri) yang diinvestasikan dalam aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Rumus : Return on Assets (ROA) =
Net Income Total Assets
4. Pengembalian atas Ekuitas Saham Biasa (Return on Equity/ROE) Hasil pengembalian atas ekuitas menunjukkan produktivitas dari dana-dana pemilik perusahaan di dalam perusahaannya sendiri. Rasio ini juga menunjukkan profitabilitas dan efisiensi modal sendiri. Rumus : Return on Equity (ROE) =
Net Income Equity