BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasional 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasional Menurut Heizer dan Render (2009: 4) “Serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output ”. Menurut Herjanto (2007: 2) “Suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa dan kombinasinya melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan”. Menurut Daft (2006: 216) ”Bidang manajemen yang mengkhususkan pada produksi barang, serta menggunakan alat-alat dan tekhnik-tekhnik khusus untuk memecahkan masalah-masalah produksi”. Sedangkan menurut Evan dan Coller (2007: 5) “Ilmu dan seni untuk memastikan bahwa barang dan jasa diciptakan dan berhasil dikirim ke pelanggan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional adalah ilmu yang mempelajari serangkaian proses aktivitas / kegiatan membuat barang atau jasa yang menggunakan alat dan tekhnik khusus, agar barang dan jasa tersebut berhasil diciptakan dan dapat dikirim ke pelanggan.
2.2 Pengendalian Pengendalian merupakan suatu proses dalam mengarahkan sekumpulan variabel untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar dari semua proses pengendalian adalah pemikiran untuk mengarahkan suatu variabel atau sekumpulan variabel guna mencapai tujuan tertentu. Variabel yang dimaksud berupa manusia, mesin, dan organisasi. Menurut Evans dan Lindsay (2007: 236) Pengendalian diperlukan karena adanya 2 alasan, yaitu : 1. Pengendalian merupakan dasar bagi manajemen kerja harian yang efektif bagi semua tingkatan. 2. Perbaikan jangka panjang tidak dapat diterapkan pada suatu proses kecuali proses tersebut terkendali dengan baik.
13
14
Suatu sistem pengendalian mempunyai 3 komponen Evans dan Lindsay (2007: 236) yaitu : 1. Standar atau tujuan. 2. Cara untuk mengukur keberhasilan. 3. Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan standar, serta umpan balik guna membentuk dasar untuk tindakan korektif.
Dalam melakukan pengendalian ada 4 langkah yang digunakan Evans dan Lindsay (2007: 236) yaitu: 1. Menentukan standard (setting standard) Menentukan standard mutu biaya (cost quality), standard mutu kerja (performance quality), standard mutu keamanan (safety quality), standard mutu keandalan (reliability quality) yang diperlukan untuk suatu produk. 2. Menilai kesesuaian (appraising conformance) Membandingkan kesesuaian dari produk yang dibuat dengan standard yang telah ditetapkan. 3. Bertindak bila perlu (acting when necessary) Mengoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup marketing, desain, engineering , produksi, dan pemeliharaan factor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. 4. Merencanakan perbaikan (planning for improvement) Merencanakan suatu upaya yang berlanjut untuk memperbaiki standard biaya, kinerja, keamanan, dan keandalan.
2.2.1 Pengertian Pengendalian Menurut Koontz dan O’donell dalam Fattah (2007: 175) “controlling is the measuring and correcting of activities of subordinates to assure that events conform to plants”atau pengendalian adalah pengukuran dan koreksi kinerja dalam rangka untuk memastikan tujuan-tujuan perusahaan dan rencana yang dirancang tercapai. Sedangkan menurut Siagian dalam Fattah (2007: 176) “pengendalian adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”.
15
Jadi dari pendapat diatas, dapat disimpulkan pengendalian adalah pengamatan, pengukuran, dan koreksi kinerja agar semua pekerjaan berjalan dengan baik dan tujuan perusahaan tercapai.
2.2.2 Jenis Pengendalian Jenis – jenis pengendalian menurut Supriyono (2000 : 20) adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian Kemudi (umpan maju) Pengendalian ini dirancang untuk mendeteksi adanya penyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan dan memperbolehkan mengambil tindakan koreksi sebelum kegiatan selesai dikerjakan. 2. Pengendalian Skrening (ya atau tidak) Merupakan proses yang terlebih dulu menyetujui aspek tertentu dari suatu prosedur atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan dapat dilanjutkan 3. Pengendalian Purna Karya (umpan balik) Pengendalian ini mengukur hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Penyebab dari penyimpangan rencana atau standar ditentukan dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan serupa di waktu mendatang. Pengendalian ini bersifat historis dan pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
2.2.3 Langkah – langkah Pengendalian Menurut Fuad, at all (2000: 101), langkah-langkah dalam proses pengendalian adalah : 1.
Menetapkan standar dan metode Langkah ini untuk mengukur prestasi, misalnya berapa target produksi dan penjualan yang ingin dicapai.
2.
Mengukur prestasi kerja Pelaksanaan langkah kedua ini merupakan proses yang berkesinambungan serta berulang-ulang dan frekuensinya tergantung pada jenis aktivitasnya. Pengukur prestasi kerja ini sedapat mungkin dilakukan dengan segera agar tindak lanjut bisa segera pula dilakukan.
16
3.
Menentukan apakah prestasi prestasi kerja memenuhi standar Langkah ini merupakan tindak lanjut dari kedua langkah sebelumnya, yaitu membandingkan antara langkah pertama dan kedua.
4.
Mengambil tindakan koreksi Tindakan koreksi diperlukan apabila terjadi penyimpangan
dalam
pelaksanaan, misalnya mengadakan beberapa perubahan terhadap aktivitas organisasi atau standar kerja yang ada.
2.2.4 Karakteristik Pengendalian Karakteristik pengendalian menurut Supriyono (2000 : 13) sebagai berikut : 1. Akurat, yaitu setiap data dari sistem pengendalian harus akurat sebab tidak maka akan mengakibatkan organisasi tidak tepat dalam
jika
mengambil
keputusan untuk mengkoreksi suatu penyimpangan. 2. Tepat waktu, yaitu informasi segera dikumpulkan, diarahkan dan segera pula dievaluasi jika hendak diambil tindakan yang tepat pada waktunya
untuk
perbaikan. 3. Objektif dan komprehensif yaitu sistem pengendalian harus dapat dipahami dan dianggap objektif oleh individu yang menggunakannya. 4. Dipusatkan pada titik pengendalian strategis, yaitu sistem pengendalian sebaiknya dipusatkan pada daerah yang paling banyak kemungkinan
akan
terjadinya penyimpangan. 5. Ekonomis, yaitu biaya untuk implementasikan sistem pengendalian sebaiknya lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari sistem tersebut. 6. Fleksibel, dimaksudkan untuk lebih mudah bertindak dalam mengatasi perubahan yang kurang menguntungkan atau memanfaatkan
kesempatan-
kesempatan baru. 7. Dapat diterima oleh berbagai pihak. Sistem pengendalian dapat menghasilkan prestasi kerja yang tinggi diantara para anggota organisasi dengan membangkitkan perasaan bahwa mereka memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk mencapai tujuan.
17
8. Dapat dikoordinasikan dengan arus pekerjaan organisasi. Hal ini disebabkan oleh : a. Setiap langkah dalam proses pekerjaan dapat mempengaruhi keberhasilan kegagalan seluruh operasi. b. Informasi pengendalian harus sampai kepada semua orang yang
perlu
menerimanya.
2.3 Pengertian Kualitas Menurut Muhtosin Arif (2006: 117), pengertian kualitas dalam The American Society for Quality Control diartikan sebagai totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan maupun implisit. Menurut Render dan Heizer (2006: 253), kualitas (quality) adalah “keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau tersamar.” Menurut Prawirosentono (2007: 5), pengertian kualitas suatu produk adalah “Keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk yang bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan.” Jadi, pengertian kualitas dapat disimpulkan sebagai keseluruhan fitur dan kharakteristik dari barang ataupun jasa yang diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada orang yang menggunakannya.
Ada dua macam kualitas (Sritomo, 2003: 253), yaitu : 1. Kualitas desain / rancangan Kualitas desain / rancangan dinyatakan sebagai derajat dimana kelas atau kategori dari suatu produk akan mampu memberikan kepuasan pada konsumen secara umum. Kualitas desain / rancangan dipengaruhi oleh 3 faktir yaitu aplikasi penggunaan, pertimbangan
biaya, dan kebutuhan /
permintaan pasar. 2. Kualitas kesesuaian / kesamaan Kualitas kesesuaian berkaitan dengan 3 macam bentuk pengendalian, yaitu :
18
a. Pencegahan cacat Pencegahan cacat yaitu mencegah kerusakan / cacat sebelum benarbenar terjadi. Contohnya seperti pembuatan standar-standar kualitas, inspeksi terhadap material yang datang, membuat peta kontrol untuk mencegah penyimpangan dalam proses kerja yang berlangsung. b. Mencari kerusakan, kesalahan atau cacat Suatu proses untuk mencari penyimpangan-penyimpangan terhadap tolak ukur standar yang telah ditetapkan. c. Analisa dan tindakan koreksi Menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi – koreksi terhadap penyimpangan tersebut. Performasi kuallitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi (Gaspersz, 1988: 5) yaitu : 1. Fisik : Panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dll 2. Sensory (berkaitan dengan panca indera) Rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dll. 3. Orientasi Waktu Keandalan (reability), kemampuan pelayanan (serviceability), kemudahan pemeliharaan (maintainability), ketepatan waktu penyerahan produk, dll. 4. Orientasi Biaya Berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen. Suatu pengukuran performasi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat (Gaspersz, 1998: 6) yaitu : 1. Pengukuran pada tingkat proses Untuk mengukur setiap langkah atau aktifitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat proses adalah lama waktu menjawab panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konfirmasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentase material
19
cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk, banyaknya inventori barang setengah jadi, dll. 2. Pengukuran pada tingkat output Untuk mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik yang diingikan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk yang cacat), tingkat efektifitas dan efisiensi produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dll. 3. Pengukuran pada tingkat outcome Untuk mengukur bagaimana suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan atau mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Beberapa contih ukuran pada tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk tepat waktu sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dll.
Atribut-atribut dan variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam pengukuran performasi kualitas (Gaspersz, 1998: 8), adalah : 1. Kualitas produk, mencakup : a. Performasi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu. b. Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. c. Keandalan (reliability), berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu. d. Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan. e. Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan. f. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu. g. Estetika (aesthetics), berkaitan dengan desain dan pembungkusan atau kemasan dari produk itu. h. Kualitas
yang
dirasakan
(perceived quality), berkaitan
dengan
20
perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu. 2. Dukungan purnal-jual, berkaitan dengan waktu penyerahan dan bantuan yang diberikan, mencakup : a. Kecepatan penyerahan, berkaitan dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan memesan produk dan waktu penyerahan produk itu. b. Konsistensi, berkaitan dengan kemampuan memenuhi jadwal yang dijanjikan. c. Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan dengan kelengkapan dari pesanan- pesanan yang dikirim. d. Informasi, berkaitan dengan status pesanan. e. Tanggapan dalam keadaan darurat, berkaitan dengan kemampuan menangani permintaan-permintaan nonstandard yang bersifat tiba-tiba. f. Kebijaksanaan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani barang-barang rusak yang dikembalikan pelanggan. 3. Interaksi antara karyawan dan pelanggan, mencakup : a. Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan. b. Penampilan kaeyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian. c. Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan-keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan.
Ada 5 elemen utama dalam sistem kualitas yaitu : 1. Supplier (Penyalur Barang) Suppliers merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. 2. Inputs (Masukan) Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok kepada proses. 3. Process (Proses) Process merupakan sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal, menambah nilai kepada inputs.
21
4. Outputs (Keluaran) Outputs merupakan produk dari suatu proses. Dalam industri manufaktur outputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi. 5. Customers (Pelanggan) Customers merupakan orang atau kelompok orang, atau sub-proses yang menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa subproses, maka sub-proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal. Proses berikut merupakan pelanggan anda. 2.4 Pengendalian Kualitas Menurut Sritomo (2003: 252) “Pengendalian kualitas adalah suatu sistem verifikasi dan penjagaan perawatan dari suatu tingkatan atau derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan cara perancanaan yang seksama, pemakainan peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif bilamana diperlukan”. Aktivitas pengendalian kualitas umumnya akan meliputi kegiatan-kegiatan (Sritomo, 2003: 252), yaitu : •
Pengamatan terhadap performans produk atau proses
•
Membandingkan performans yang ditampilkan tadi dengan standarstandar yang berlaku.
•
Mengambil tindakan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan (accept or reject) dan apabila perlu dibuat tindakan untuk mengoreksinya.
Adapun tujuan dari pengendalian kualitas (Assauri 1999: 210), yaitu : 1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. 2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin. 3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualias produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
22
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin.
2.5. Pengertian Produk Pengertian produk menurut Kotler dan Armstrong (2010:253) adalah “segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendaptkan perhatian , dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk meliputi objek secara fisik, jasa, orang , tempat , organisasi, dan ide”. Terdapat 3 aspek dari produk yang perlu diperhatikan: 1. Produk inti Produk inti merupakan manfaat inti yang ditampilan oleh suatu produk
kepada
konsuomen
dalam
memenuhi
kebutuhan
serta
keinginannya. 2. Produk yang diperluas (Augmented Product) Produk yang diperluas merupakan manfaat tambahan diluar produk inti disebut produk yang diperluas. Tambahan manfaat itu berupa pemasangan
instalasi,
pemeliharaan,
pemberian
garansi
serta
pengirimannya. 3. Produk formal Produk formal adalah produk yang merupakan “penampilan atau perwujudan” dari produk inti maupun perluasan produk. Produk formal inilah yang dikenal pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer dimata konsumen. Terdapat 5 komponen yang terdapat pada produk formal yaitu : - Desain/bentuk/coraknya - Daya tahan/mutunya - Daya tarik/keistimewaan - Pengemasan/bungkus - Nama merek/brand name
23
Kebanyakan produk di produksi untuk melayani konsumen yang dapat diklasifikasikan sebagai: 1. Produk Konsumen Produk konsumen adalah produk yang tersedia secara luas bagi konsumen, sering dibeli oleh konsumen, dan sangat mudah didapat. 2. Produk Belanja Produk belanja berbeda dengan produk konsumen karena produk belanja tidak sering dibeli. Ketika konsumen bersiap untuk membeli produk belanja, pertama mereka
akan
berkeliling
melihat
perbandingan kualitas dan harga dari produk pesaing. 3. Produk Spesial Produk spesial adalah produk yang dimaksudkan untuk konsumen tertentu yang spesial dan oleh karenanya memerlukan upaya khusus untuk membelinya.
2.6 Pencegahan vs Deteksi Salah satu masalah terbesar dalam perindustrian sekarang ini adalah beberapa versi pengendalian kualitas beberapa perusahan adalah mencari barang-barang yang rusak setelah barang selesai diproduksi. Hal ini mengarah kepada kualitas sistem penemuan barang yang cacat. Bagaimana pun, sistem ini tidak benar-benar memenuhi standar kualitas, bahkan sistem ini dapat meloloskan barang-barang yang cacat produksi. SPC disisi lain, mengarah kepada sistem pencegahan, yang mana nantinya akan menggantikan sistem sebelumnya (detection sistem). Sinyal statistik digunakan untuk meningkatkan proses sitematik jadi akan mengurangi terjadinya cacat produksi. Model penemuan seperti pada gambar 2.1 biasanya bergantung kepada sekumpulan inspektor (tim pemeriksa) untuk memeriksa barang jadi dalam berbagai hal dan mencari cacat produksi. Pengendalian kualitas dengan metode ini sangat tidak berguna dan tidak menguntungkan. Uang, waktu, dan materi diinvestasikan kedalam produk atau jasa yang tidak selalu berguna atau memuaskan. Setelah fakta bahwa metode ini sangat tidak ekonomis dan tidak dapat diandalkan. Pemeriksaan tanpa analisa dan tidak lanjut dari masalah sebelumnya, tidak dapat meningkatkan atau mempertahankan kualitas dari produk tersebut. Rencana pemeriksaan tidak
24
dapat menemukan semua barang yang cacat dan menimbulkan pemborosan yang sangat buruk. Perusahaan membayar karyawan untuk membuat barang cacat dan kemudian membayar inspektor (tim pemeriksa) untuk mencari barang cacat tersebut. Jika sang inspektor (tim pemeriksa) menemukannya, perusahaan akan membayar karyawan lain untuk memperbaikinya. Dan juga, barang cacat yang lolos pengendalian kualitas menjurus kepada biaya garansi, citra buruk perusahaan dan pembatalan pemesanan. Kecuali perusahaan mengambil tindakan pada kesalahan proses tersebut, persentase dari barang jadi yang cacat akan tetap stabil. Perbaikan / Mengolah Kembali Proses
Inspeksi
Pengiriman
Membatalkan / Membuang Gambar 2.1 Model Deteksi Sumber : Smith, 1995: 2 Satu dari pelajaran statistik yang akan diajarkan dari penulisan ini adalah tanpa adanya perkembangan atau perbaikan dalam proses produksi, persentase dari barang cacat yang diproduksi sekarang, minggu depan, dan tahun depan akan selalu sama. Itu lah pentingnya untuk menghindari cacat produksi dibagian awal produksi. Ini adalah dasar dari model pencegahan. Model pencegahan menggunakan sinyal statistik pada tingkatan yang wajar dalam proses untuk meningkatkan produksi dan untuk menjaga kontrol dalam tingkat perkembangan. Sinyal statistik menyediakan metode yang efisien untuk menganalisa sebuah proses untuk mengindikasikan dimana perkembangan harus dilakukan untuk mencegah adanya barang cacat dan untuk meningkatkan kualitas dari barang produksi
tersebut.
25
Proses
Output
Memperbaiki
Analisis
Pengiriman
Memeriksa dengan SPC
Gambar 2.2 Model Pencegahan Sumber : Smith, 1995: 3
Pencegahan menghindari hal buruk. Jika produk tersebut tidak sempurna dari awal produksi, perbaikilah prosesnya agar pada produksi selanjutnya produk akan lebih sempurna. Awasi prosesnya sehingga penyesuaian dapat dilakukan sebelum produk menjadi cacat. Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC) menjadi inti dari keduanya, baik pengembangan kualitas dan mempertahankan kualitas. Keputusan penting untuk mengoptimalkan waktu penyesuaian dibuat pada tingkatan shop-floor (pabrikasi) yang nantinya akan diteruskan ke menajemen tingkat atas untuk membuat perubahan menggunakan Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC). Metode dan teknik statistik seperti kontrol chart analisis dari proses atau hasil jadinya, sekarang digunakan untuk membuat keputusan ekonomi. Proses analisis mengarah kepada tindakan yang wajar untuk mencapai dan mempertahankan sebuah tingkatan dari pengendalian statistik dan untuk mengurangi variabelitas. Sebuah halangan besar untuk mencapai produk berkualitas tinggi adalah variabelitas produk. Rancangan kualitas dapat berbeda-beda diantara produk-produk, contohnya Lincoln Towncar mempunyai rancangan kualitas yang lebih hebat dari pada Ford Escord. Tetapi tuntutan kualitas tetap ada pada setiap rancangan kualitas. Semua mobil pasti mempunyai ciri khas kualitas tertentu dibandingkan merek konpetitor, dan kualitas tersebut hanya bisa dicapai dengan mengurangi variabelitas dari bagian-bagian komponen.
26
Pengendalian proses statistikal atau statistical process control (SPC) dapat meningkatkan kualitas dengan mengurangi variabelitas produk dan efesiensi produksi dengan mengurangi kesalahan proses produksi. Hal ini dapat digunakan untuk mengawasi sebuah proses untuk menentukan kapan material produk yang akan diproduksi sehingga penyesuaian dapat dilakukan untuk mencegah adanya barang cacat. Sebuah konsep besar untuk mengerti tentang SPC, bagaimanapun, SPC digunakan sebagai indikator masalah. Lalu untuk setiap aplikasi statistik seperti kontrol chart atau histogram ada sebuah bentuk atau pola yang diharapkan, dan pada saat bentuk atau pola yang diharapkan berubah, biasanya ada sebuah sinyal yang menunjukan bahwa ada sebuah masalah. Potensi dari masalah harus dicari dan selesaikan. Jadi SPC itu sendiri tidak akan meningkatkan kualitas, hanya tindakan yang wajar terhadap sinyal masalah yang dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas.
2.7 Pengumpulan Data Data adalah catatan tentang sesutu, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, dapat dipelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian diambil tindakan yang tepat berdasarkan fakta tersebut. Dalam konteks pengendalian proses statistikal, dikenal dua jenis data (Gaspersz,1998: 43), yaitu : •
Data Attribut (Attributes Data)
•
Data Variabel (Variables Data)
2.7.1 Data Attribut Data attribut yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data attribut karakteristik kualitas : ketiadaan label pada kemasan produk, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data attribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi attribut yang ditetapkan.
27
2.7.2 Data Variabel Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel.
2.8 Statistical Process Control (SPC) 2.8.1 Pengertian Statistical Process Control (SPC) Pengendalian proses statistikal atau statistical process control adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an digunakan terminologi pengendalian kualitas statistikal (statistical quality control = SQC) yang memiliki pengertian sama dengan pengendalian proses statistikal (statistical process control = SPC), (Gaspersz,1998: 1) Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik dari output (barang dan/jasa), kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performasi aktual dan standar (Gaspersz,1998: 1). Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian proses statistikal (SPC) adalah suatu terminologi pengumpulan analisis data kualitas, serta penentuan dan interprestasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
28
2.8.2 Tujuan SPC Berikut adalah tujuan utama SPC (Smith, 1995: 4) yaitu : a. Meminimalisir atau menekan biaya produksi. Hal ini dapat tercapai dengan program memperbaiki proses produksi dari awal. Dengan program ini dapat mengurangi biaya berhubungan dengan pembuatan penemuan dan memperbaiki proses produksi. b. Mendapatkan kestabilan dari produk dan jasa yang sesuai dengan spesifikasi produk dan harapan konsumen. Mengurangi variabelitas produk kepada level cukup sesuai dengan spesifikasi sehingga barang jadi sesuai seperti yang diharapakan. Kestabilan ini mengarah kepada proses prediktabilitas, yang mana merupakan keuntungan bagi perusahaan dengan membantu manajemen mencapai target kuantitas. c. Menciptakan
kesempatan
untuk
semua
anggota
organisasi
untuk
berkontribusi terhadap peningkatan kualitas. d. Membantu manajemen dan karyawan produksi membuat keputusan ekonomi tentang hal-hal yang berpengaruh terhadap proses produksi.
SPC dapat digunakan manajemen maupun pekerja produksi karena SPC mengandung metode statistik yang memudahkan para ahli dari perusahaan terkait dalam hal pemecahan masalah. Manajemen dapat menggunakan SPC sebagai alat yang efektif untuk mengurangi biaya oprasional dan meningkatkna kualitas dengan menggunakan metodenya untuk mengorganisir dan menerapkan upaya kualitas. Seluruh proses menjadi jelas sehingga manajer dapat mencapai strategi yang lebih baik untuk target kuantitas. SPC menciptakan filosifi baru mengenai manajemen, komunikasi lebih terbuka diantara para karyawan demi kebaikan perusahaan dan produk baru. SPC juga berguna untuk produktifitas karyawan. Karyawan dapat menggunakan SPC untuk mengembangkan alat yang efektif demi bekerja lebih efisien. Saat para karyawan mempelajari SPC, mereka bekerja lebih pintar. Dari kontrol chart, mereka dapat mengetahui pekerjaan mereka bagus atau tidak. SPC memberikan kesempatan mereka untuk mempengaruhi proses produksi dan bertanggung jawab atas pekerjaan mereka.
SPC
dapat
meningkatkan
kebanggan
karyawan
dengan
cara
memperbolehkan mereka untuk masuk dalam proses produksi. Pekerja produksi
29
biasanya adalah karyawan yang memenuhi kualifikasi untuk menentukan baik atau buruk pada setiap proses produksinya.
2.8.3 Teknik SPC Teknik-teknik penting dalam SPC termasuk dalam penggunaan (Gerald Smith, 1995: 6) yaitu : 1. Proses
kontrol
chart
/
diagram
kontrol
untuk
mendapatkan
dan
mempertahankan statistik pengendalian pada setiap proses. 2. Proses pembelajaran kapalititas yang menggunakan kontrol chart / diagram kontrol untuk mendukung proses kapabilitas dalam hubungan dengan spesifikasi produk dan permintaan pelanggan. 3. Sampel statistikal sebagai bagian dari rencana self-certification untuk vendor. 4. Studi untuk mengukur kemampuan 5. 7 alat yang digunakan dalam SPC, dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Saat SPC membantu menciptakan sebuah produk yang variabelitasnya sangat rendah tetapi masih dalam batasan spesifikasi, hasil akhir menjadi lebih seragam dan lebih berkualitas. Yang artinya lebih sedikit barang cacat yang diperbaiki dan lebih sedikit barang cacat yang diaur ulang, jadi hasil akhir dan keuntungan keduanya meningkat. Penggunaan SPC oleh karyawan produksi dapat menunjukan kearah proses produksi yang lebih berkualitas dan memperkecil kesalahan. Pengalaman bekerja dan berpengalaman dengan menggunakan mesin dapat mengarah kepada pembuatan produk berkualitas, daripada memperbaiki barang cacat, jadi biaya dapat ditekan. Hal ini dapat mengarah kepada pengurangan biaya rata-rata, dan hal ini dapat meningkatkan minat pada suatu posisi, dan banyak lapangan pekerjaan terbuka karena permintaan pelanggan naik. SPC harus diadopsi sebagai bagian penting dari kebijakan jangka panjang untuk pengembangan berkelanjutan dalam kualitas sebuah produk dan produktifitas. Jika SPC terbatas hanya dalam pengguan control chart saja, hasil yang positif akan menjadi tebatas. Tidak ada cara cepat atau jalan pintas dalam masalah kualitas. Diagram dan teknik SPC akan menunjukan dimana masalah berada
dan
menyediakan bantuan dalam hal menemukan penyebab masalah. Manajemen harus membentuk rangkaian tindakan yang responsif. SPC dapat diaplikasikan pada area
30
dimana pekerjaan sudah selesai., biasanya digunakan untuk memecahkan masalah dalam teknik mesin, produksi, inspeksi, manajemen, service, dan pembukuan. Agar efektif, SPC harus menjadi bagian penting dari perusahaan seperti bagian dari program pengendalian kualitas. Ini adalah bagian yang penting dalam filosifi baru menjalankan sebuah bisnis. Manajemen harus merubah pendekatan atasan dan bawahan dan menciptakan melalui pelatihan yang baik. Sebuah struktur yang dapat bekerjasama pada setiap tingkatannya.sebuah tingkatan komunikasi baru harus dibentuk, setiap bagian bertanggung jawab atas bagiannya pada saat produk, dan semangat untuk bekerjasama demi kebaikan perusahaan tidak boleh dilupakan. 2.8.4 Alat yang digunakan dalam SPC Didalam SPC (Statistical Process Control) terdapat 7 alat yang digunakan, yaitu : 1. Diagram Alir (Flow Chart) 2. Diagram Pareto (Pareto Chart) 3. Lembar Periksa (Check Sheet) 4. Diagram Sebab-Akibat (Cause-and-Effect Diagram) 5. Diagram Batang (Histogram) 6. Peta Kontrol (Control Chart) 7. Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Gambar 2.3 Alat Bantu Pengendalian Kualitas Sumber : Heizer and Render, 2005
31
2.8.4.1 Flow Chart / Diagram Alir Diagram alir (flowchart) digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdaskan urutan-urutan (langkah-langkah) dari proses itu, sehingga bermanfaat bagi anisis dan perbaikan proses terus-menerus. Menurut Jogiyanto, (2005: 795) diagram alir (flowchart) adalah “bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di dalam program atau prosedur sistem secara logika”. Diagram alir diagram gunakan apabila berkaitan dengan hal berikut (Gasperz, 1998: 189) : • Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukan melalui tingkat performasi proses yang rendah. • Memberikan pelantihan kepada karyawan baru. • Mengembangan sistem pengukuran. • Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dan lain-lain, yang berkaitan dengan proses. • Landasar untuk pernaikan peroses terus-menerus. Pembuatan diagram alir proses (process flowchart) dapat mengikuti langkahlangkah berikut (Gasperz, 1998: 53) : •
Langah 1 : Harus membuat suatu diagram alir awal dengan menggunakan dokumen definisi proses untuk mendefisikan input, pemasok, output, dan pelanggan.
•
Langkah 2 : Memperbaiki diagram alir proses dengan cara pemeriksaan kembali apakah diagram alir itu telah sesuai dengan proses sekarang. Hal ini dilakukan melalui wawancara dengan merka yang terlibat dalam proses, validasi langkah-langkah proses, sekuens proses, dan titik-titik pembuatan keputusan, serta mengumpulkan data berkaitan dengan waktu kerja dari setiap aktivitas utama dalam proses itu.
•
Langkah 3 Validasi diagram alir berkaitan dengan apakah diagram alir proses terlalu spesifik ataukah terlalu global, akurasi rusang lingkup proses, keterlibatan antar-fungsi management, dll.
32
•
Langkah 4 Interprestasi diagram alir proses melalui menghitung total waktu tunggu, total waktu kerja, identifikasi kesempatan untuk menciptakan biaya rendah atau tanpa biaya dalam proses itu, serta identifikasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value adding activities) serta aktifitas-aktifitas yang tidak saling berkaitan.
2.8.4.2 Pareto Chart / Diagram Pareto Menurut Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian (Gasperz, 1998: 53). Sedangkan menurut Heizer dan Render (1997: 104), “Diagram pareto merupakan metode untuk mencari sumber kesalahan, masalah –masalah, atau kerusakan produk, untuk membantu memfokuskan diri pada usaha-usaha pemecahannya.
Diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interprestasi untuk (Gasperz, 1998: 53) : •
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
•
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan rangking terhadap masalah-masalah atau penyebabpenyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
Langkah-langah membuat diagram pareto (Gasperz, 1998: 53) : •
Langah 1 : Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategori-kategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data.
•
Langah 2 : Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telat diteliti dengan menggunakan formulir mengumpulan data atau lembar periksa.
33
•
Langah 3 : Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif, persentase dari total kejadian dan persentase dari total kejadian secara kumulatif.
•
Langah 4 : Menggambar dua buah garis vertical dan sebuah garis horizontal. a. Garis vertical − Garis vertikal sebelah kiri : buatkan pada garis ini, skala dari nol ampai total keseluruhan dari kerusakan. − Garis vertikal kanan : buatkan pada garis ini, skala 0% sampai 100%. b. Garis horizontal − Bagilah garis ini ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklarifikasikan.
•
Langkah 5 : Buatlah histogram pada diagram pareto.
•
Langkah 6 : Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif di sebelah kanan atas dari interval setiap item masalah.
•
Langkah 7 : Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah yang sedang terjadi.
Diagram pareto terdiri dari dua jenis (Gasperz, 1998: 58) yaitu : 1.
Diagram pareto mengenal fenomena, berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengatahui apa masalah utama yang ada. Berapa contohnya antara lain : a. Kualitas : Kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan, perbaikan (reparasi), dll. b. Biaya : Jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
34
c. Penyerahan (delivery) : Penundaan penyerahan, keterlambatan pembayaran, kekurangan stok, dll. d. Keamanan : Kecelakaan kesalahan, gangguan, dll. 2. Diagram pareto mengenai penyebab, berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada. Beberapa contohnya antara lain : a. Operator : Umur, pengalaman, keterampilan, sifat individual, pergantian kerja (shift), dll. b. Mesin : Peralatan, mesin, instrument, dll. c. Bahan baku : Pembuat bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan baku, dll. d. Metode operasi : Kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll.
2.8.4.3 Check Sheet / Lembar Periksa Lembar periksa adalah suatu formulir, dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas jenis (Gasperz, 1998: 47). Ada beberapa jenis lembar periksa yang digunakan untuk keperluan pengumpulan data (Sritomo, 2003: 264), yaitu : 1. Production Process Distribution Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. 2. Defective Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja, maka terlebih dulu kita harus mampu mengidentifikasikan kesalahan-kesalahannya.
35
3. Defect Location Check Sheet Lembar periksa ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar sketsa dari benda kerja akan disertakan sehingga lokasi cacat yang terjadi bisa segera diidentifikasikan. 4. Defective Cause Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya kesalahan dari suatu output kerja. 5. Check Up Conformation Check Sheet Lembar periksa ini lebih menitikberatkan pada karakteristik kualitas atau cacat-cacat yang terjadi. Lembar periksa ini digunakan untuk melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output sudah selesai dikerjakan dengan baik. 6. Work Sampling Check Sheet Lembar periksa ini adalah suatu metode untuk menganalisa waktu waktu kerja.
Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk (Gasperz, 1998: 47).: 1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaan lembar periksa adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian dari suatu masalah tertentu atau penyebab tertentu. 2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sering terjadi. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalahmasalah, dll. 3. Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan dengan mudah. 4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita mengetahui sesuatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dan dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.
36
Langkah-langah membuat lembar periksa (Gasperz, 1998: 47): •
Langah 1 : Menjelaskan tujuan pengumpulan data. Adalah baik untuk memulai mengumpulkan data (apakah menggunakan lembar periksa atau bukan) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hal berikut : − Apa yang menjadi masalah utama ? − Mengapa data harus dikumpulkan ? − Siapa
yang
akan
menggunakan
informasi
yang
sedang
dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan. Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen, hari, bulan, shift, mesin, dll ? − Siapa yang akan mengumpulkan data ? •
Langah 2 : Identifikasi apa variabel atau atribut karakteristik kualitas yang sedang diukur. Berkaitan dengan hal tersebut, langkah-langkah spesifik sebagai berikut : − Memulai memberikan judul dari lembar periksa itu. Pemberian judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang apa yang sedang dikaji. − Menulis hal-hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa itu.
•
Langah 3 : Menentukan waktu atau tempat pengukuran.
•
Langah 4 : Mulai mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam kaitannya kejadian harus dicatat secara langsung pada lembar periksa.
•
Langkah 5 : Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan.
•
Langkah 6 : Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab masalah yang sedang terjadi. Setiap tindakan perbaikan diambil berdasarkan
fakta,
bukan
hanya
berdasarkan
opini.
Apabila
37
ditemukannya hal-hal yang berkaitan dengan fakta masih diragukan, harus dilakukan verifikasi atas data tersebut yang telah dikumpulkan.
2.8.4.4 Cause-And-Effect Diagram / Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukan hubungan antara sebab dan akibat. (Gasperz, 1998: 47). Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebabakibat dipergunakan untuk menunjukan faktor-faktor penyebab dan karakteristik kualitas yang disebabkan oleh faktor-faktir penyebab itu. Diagram sebab akibat juga sering disebut sebagai diagram tulang ikan atau fishbond diagram karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953. Gambar 2.4 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) SEBAB
SEBAB SEBAB SEBAB
SEBAB
SEBAB SEBAB
AKIBAT
SEBAB
Sumber : Gasperz, 1998: 62
Cara untuk memulai suatu diagram sebab-akibat adalah dengan menggunakan 4 kategori (Heizer dan Render, 1997: 107), yaitu : • Material (bahan-bahan untuk produksi) • Mesin atau peralatan • Tenaga kerja • Metode kerja Manfaat Diagram Fishbone dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan baik pada level individu, tim, maupun organisasi. Terdapat banyak kegunaan atau manfaat dari pemakaian Diagram Fishbone ini dalam analisis masalah. Manfaat penggunaan diagram fishbone tersebut antara lain:
38
1. Memfokuskan individu, tim, atau organisasi pada permasalahan utama. Penggunaan
Diagram
Fishbone
dalam
tim/organisasi
untuk
menganalisis permasalahan akan membantu anggota tim dalam menfokuskan permasalahan pada masalah prioritas. 2. Memudahkan dalam mengilustrasikan gambaran singkat permasalahan tim/organisasi. Diagram Fishbone dapat mengilustrasikan permasalahan utama secara ringkas sehingga tim akan mudah menangkap permasalahan utama. 3. Menentukan kesepakatan mengenai penyebab suatu masalah. Dengan menggunakan teknik brainstorming para anggota tim akan memberikan sumbang saran mengenai penyebab munculnya masalah. Berbagai sumbang saran ini akan didiskusikan untuk menentukan mana dari penyebab tersebut yang berhubungan dengan masalah utama termasuk menentukan penyebab yang dominan. 4. Membangun dukungan anggota tim untuk menghasilkan solusi. Setelah ditentukan penyebab dari masalah, langkah untuk menghasilkan solusi akan lebih mudah mendapat dukungan dari anggota tim. 5. Memfokuskan tim pada penyebab masalah. Diagram Fishbone akan memudahkan anggota tim pada penyebab masalah. Juga dapat dikembangkan lebih lanjut dari setiap penyebab yang telah ditentukan. 6. Memudahkan visualisasi hubungan antara penyebab dengan masalah. Hubungan ini akan terlihat dengan mudah pada Diagram Fishbone yang telah dibuat. 7. Memudahkan tim beserta anggota tim untuk melakukan diskusi dan menjadikan diskusi lebih terarah pada masalah dan penyebabnya.
39
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat (Gasperz, 1998: 47), yaitu : •
Langah 1 : Mulai dengan penyataan masalah-masalah utama yang penting dan pendesak untuk diselesaikan.
•
Langah 2 : Tuliskan pernyataan maslaah itu pada “kepala ikan”, yang merupakan akibat.
•
Langah 3 : Tuliskan
faktor-faktor
penyebab
utama
(sebab-akibat)
yang
mempengaruhi masalah kualitas sebagai “tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak. •
Langah 4 : Tulisakan
penyebab-penyebab
sekunder
yang
mempengaruhi
penyebab-penyebab (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyabab sekunder itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran sedang”. •
Langkah 5 : Tuliskan penyabab-penyebab tesier yang mempengaruhi penyebabpenyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyababpenyebab tersier itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”.
•
Langkah 6 : Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.
•
Langkah 7 : Catatlah informasi yang perlu didalam diagram sebab-akibat itu, seperti judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
40
2.8.4.5 Histogram / Diagram Batang Histogram merupakan salah satu alat yang membantu kita untuk menemukan variasi. Histogram merupakan suatu potret dari proses yang menunjukan distribusi dari pengukuran dan frekuensi dari setiap pengukuran itu (Gasperz, 1998: 69). Histogram dapat digunakan untuk : •
Mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses.
•
Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus pada usaha perbaikan terus-menerus.
Langkah-langkah pembuatan diagram batang (Gasperz, 1998: 22), yaitu : •
Langah 1 : Mengumpulkan data pengukuran.
•
Langah 2 : Tentukan besarnya range (R). R = Xmax - Xmin = nilai terbesar – nilai terkecil
•
Langah 3 : Tentukan banyaknya kelas interval. K = 1 + 3.322 log n
•
Langah 4 : Tentukan interval kelas, batas kelas, dan nilai tengah kelas. a. Lebar dari setiap kelas (L) ditentukan berdasarkan pembagian antara range data (R) dan banyaknya kelas interval (K) yang diinginkan. Untuk menentukan lebar dari setiap kelas interval digunakan rumus sebagai berikut :
L=
=
41
b. Tentukan batas untuk setiap kelas interval, dimana setiap data pengukuran harus jatuh atau berada diantara dua batas kelas (batas bawah dan batas atas). Untuk menetapkan batas bawah dan batas atas digunakan rumus : Batas Bawah (BB)
= (Nilai terkecil – 1/2 X Unit pengukuran )
Batas Atas (BA)
= BB + L
c. Tentukan nilai tengah kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Nilai tengah kelas pertama =
Nilai tengah kelas kedua
=
Dan seterusnya. •
Langkah 5 : Tentukan frekuensi dari setiap kelas interval
•
Langkah 6 : Buatlah histogramnya.
2.8.4.6 Control Chart / Peta Kontrol Peta kontrol adalah suatu grafik lurus yang mencantukan garis-garis kontrol sebagai dasar pengendalian proses yang dapat menunjukan proses dalam keadaan terkontrol atau tidak. Peta kontrol digunakan untuk : •
Mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical.
•
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistical dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
•
Menentukan kemampuan proses (process capability).
Variasi adalah
ketidak
seragaman
dalam sistem
industri sehingga
menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada produk yang dihasilkan (Gasperz, 1998: 28).
42
Ada 2 sumber atau penyebab timbulnya variasi (Gasperz, 1998: 28), yaitu : 1. Variasi penyebab khusus (special-causes variation) Variasi penyebab khusus adalah kejadian-kejadian diluar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain- lain. Jenis variasi ini dalam pengendalian
proses
statistikal
menggunakan
peta kontrol, yang
ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan. 2.
Variasi penyebab umum (common-causes variation) Variasi penyebab umum adalah faktor-faktor di dalam sistem industri atau yang melekat pada proses industri yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem industri serta hasil-hasilnya. Jenis variasi ini dalam pengendalian proses statistikal menggunakan peta kontrol, yang ditandai dengan
titik-titik
pengamatan
yang
berada
dalam
batas-batas
pengendalian yang didefinisikan.
Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki (Gasperz, 1998: 107) : 1. Garis tengah (central line) yang biasa dinotasikan sebagai CL 2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana suatu batas kontrol ditempatkan diatas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (upper control limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebagai LCL 3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang dtebarkan (diplot) pada peta itu berada didalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrolatau terkendali secara statistikal, atau dikatakan berada dalam pengendalian statistikal.
43
UCL CL LCL
Gambar 2.5 Peta Kontrol Terkendali Sumber : Gasperz, 1998: 109
Pada gambar 2.5 menunjukan peta kontrol untuk proses dalam keadaan terkontrol atau terkendali. Oleh karena itu dinyatakan bahwa proses berasa dalam pengendalian statistikal. Peta kontrol terkendali dicirikan oleh semua nilai-nilai karakteristik kualias yang ditebarkan dalam batas-batas kontrol (di antara batas kontrol atas, UCL, dan batas kontrol bawah, LCL) serta tidak menunjukan pola yang aneh atau memiliki kecenderungan tertentu. Pola peta kontrol yang aneh memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Sebaliknya pada gambar 2.6 dibawah ini menunjukan peta kontrol untuk proses dalam keadaan tidak terkendali karena ada nilai-nilai karakteristik kualitas yang berada diluar batas kontrol kontrol berada diatas batas kontrol atas, UCL, dan dibawah batas kontrol bawah, LCL).
UCL CL LCL
Gambar 2.6 Peta Kontrol Tidak Terkendal Sumber : Gasperz, 1998: 109
44
Keterangan : CL
= Garis Tengah (Central Line).
UCL = Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit). LCL
= Batas Kontrol Bawah (Lower Control Limit).
Di dalam setiap peta kontrol, batas kontrol dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Gasperz, 1998: 107), yaitu : UCL = (Nilai rata-rata) + 3 (Simpangan baku) LCL
= (Nilai rata-rata) – 3 (Simpangan baku)
Keterangan : Simpangan Baku
= Variasi yang disebabkan oleh penyebab umum.
Peta kontrol untuk data atribut adalah peta kontrol p, peta kontrol np, peta kontrol c, dan peta kontrol u.
2.8.4.6.1 Peta Kontrol p Peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses (Gasperz, 1998: 149). Langkah-langkah dalam membuat peta kontrol p (Gasperz, 1998:152), yaitu : •
Langah 1 : Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30)
•
Langah 2 : Kumpulkan 20 – 25 set contoh
•
Langah 3 : Hitunglah nilai proporsi cacat yaitu dengan rumus : p – bar =
45
•
Langah 4 : Hitunglah nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Sp
=
Jika p-bar dinyatakan dalam persentase, maka Sp dihitung sebagai berikut : Sp •
=
Langkah 5 : Hitunglah batas-batas kontrol 3-sigma dari :
•
CL
= p – bar
UCL
= p – bar + 3 Sp
LCL
= p – bar – 3 S
Langkah 6 : Tebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
•
Langkah 7 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian
statistical,
tentukan
kapabilitas
proses
untuk
menghasilkan produk yang sesuai (tidak cacat) sebesar : (1 – p-bar) atau (100% - p-bar,%), hal ini serupa dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar p-bar. •
Langkah 8 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistical, gunakan peta control p untuk memantau proses terus- menerus. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistical, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta control p untuk pengendalian proses terusmenerus.
46
2.8.4.6.2 Peta Kontrol np Peta control np dan p cocok untuk situasi dasar yang sama, sehingga peta kontro np digunakan apabila (Gasperz, 1998: 161) : •
Data banyaknya item yang titak sesuai adalah lebih bermanfaat dan mudah untuk diinterpretasikan dalam pembuatan laporan dibandingkan data proporsi.
•
Ukuran contoh (n) bersifat konstan dari waktu ke waktu.
Langkah-langkah dalam membuat peta control np (Gasperz,1998:161), yaitu : • Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh yang cukup besar ( n > 30 ) dan konstan dari waktu ke waktu. •
Langkah 2 : Kumpulkan 20-25 set contoh selama beberapa periode pengamatan.
•
Langkah 3 : Hitung nilai rata-rata banyaknya cacat yaitu dengan rumus : np – bar = (np1 + np2 +
...+
npk ) / k
= total cacat / banyaknya periode atau kelompok pengamatan. Disini np1 , np2 , . . . , npk adalah banyaknya item yang tidak sesuai dalam k periode atau k kelompok pengamatan. •
Langkah 4 : Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Snp
•
=
Langkah 5 : Hitung batas-batas control 3-sigma dari : CL = np-bar UCL = np-bar + 3 Snp LCL = np-bar – 3 Snp
•
Langkah 6 : Tebarkan data banyaknya item cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
47
•
Langkah 7 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian
statistical,
maka
tentukan
kapabilitas
proses.
Kapabilitas proses untuk peta kontrol np yaitu : (1 – p-bar), hal ini serupa dengan proses menghasilkan produk cacat adalah sebesar p-bar. •
Langkah 8 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol np untuk memantau
proses
terus- menerus. Apabila data pengamatan
menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta control np untuk pengendalian proses terusmenerus. 2.8.4.6.3 Peta Kontrol c Peta control c didasarkan pada titik spesifik yang tidak memenuhi syarat dalam produk itu, sehingga suatu produk dapat dianggap memenuhi syarat meskipun mengandung satu atau beberapa titik spesifik yang cacat. Peta control c membutuhkan ukuran contoh konstan atau banyaknya item yang diperiksa bersifat konstan untuk setiap periode pengamatan. (Gasperz, 1998: 166) Langkah-langkah dalam membuat peta control c yaitu : •
Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh yang bersifat konstan selama periode pengamatan.
•
Langkah 2 : Lakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu atau beberapa kelompok contoh.
•
Langkah 3 : Hitung nilai rata-rata banyaknya ketidaksesuaian yang ditemukan yaitu dengan rumus : c – bar =
48
Keterangan : k •
=
peride atau kelompok pengamatan.
Langkah 4 : Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Sc =
•
c - bar
Langkah 5 : Hitung batas-batas control 3-sigma dari :
•
CL
= c-bar
UCL
= c-bar + 3 Sc
LCL
= c-bar – 3 Sc
Langkah 6 : Tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
•
Langkah 7 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk menghasilkan banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai sebesar : cbar.
•
Langkah 8 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol c untuk memantau proses itu terus- menerus. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistical, maka proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta control c untuk pengendalian proses terusmenerus.
49
2.8.4.6.4 Peta Kontrol u Peta kontrol u dapat mengukur banyaknya ketidaksesuaian (titik spesifik) per unit laporan inspeksi dalam kelompok (periode) pengamatan, yang mungkin memiliki ukuran contoh (banyaknya item yang diperiksa). Peta control u dapat digunakan apabila ukuran contoh lebih dari satu unit dan mungkin bervariasi dari waktu ke waktu. (Gasperz, 1998, p171) Langkah-langkah dalam membuat peta kontrol u yaitu : •
Langkah 1 : Tentukan ukuran contoh selama periode pengamatan.
•
Langkah 2 : Lakukan pengamatan untuk beberapa periode waktu atau beberapa kelompok contoh.
•
Langkah 3 : Hitung nilai rata-rata banyaknya ketidaksesuaian (titik spesifik) yang ditemukan per unit item, yaitu dengan rumus : u – bar =
•
Langkah 4 : Hitung nilai simpangan baku yaitu dengan rumus : Su =
• Langkah 5 : Hitung batas-batas control 3-sigma dari : C
= u-bar
UCL = u-bar + 3 Su LCL = u-bar – 3 Su •
Langkah 6 : Tebarkan data banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit item yang diperiksa dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
• Langkah 7 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk menghasilkan banyaknya titik spesifik yang tidak sesuai per unit item sebesar : u-bar.
50
• Langkah 8 : Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta control u untuk memantau proses itu terus- menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian statistikal, maka proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta control u untuk pengendalian proses terusmenerus.
2.8.4.7 Scatter Diagram / Diagram Tebar Diagram tebar merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk (Gasperz, 1998, 85) : • Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel. • Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan.
Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar dapat berupa (Gasperz, 1998, 85) : • Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya. • Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan. • Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik kualitas.
Pada dasarnya terdapat tiga pola diagram tebar, sesuai dengan bentuk hubungan diantara dua variabel x dan y (Gasperz, 1998, 85) yaitu : • Pola diagram tebar berkorelasi positif Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan korelasi positif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x berhubungan dengan nilai- nilai yang besar dari variabel y, serta nilainilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang kecil dari variabel y. • Pola diagram tebar berkorelasi negatif Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan korelasi negatif, dimana dalam hal ini nilai-nilai yang besar dari variabel x
51
berhubungan dengan nilai- nilai yang kecil dari variabel y, serta nilai-nilai yang kecil dari variabel x berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari variabel y. • Pola diagram tebar tidak berkorelasi Diagram tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan (tidak berkorelasi), dimana tidak ada kecenderungan bagi nilai-nilai tertentu dari variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai tertentu dari variabel y.
Langkah-langkah dalam membuat diagram tebar (Gasperz, 1998, 85) yaitu : •
Langkah 1 : Kumpulkan pasangan data ( x,y ) yang akan dipelajari hubungannya serta susunlah data itu dalam tabel.
•
Langkah 2 : Tentukan nilai maksimum dan minimum untuk kedua variabel x dan y.
•
Langkah 3 : Tebarkan ( plot ) data pada selembar kertas.
•
Langkah 4 : Berikan informasi secukupnya agar orang lain dapat memahami diagram tebar itu. Informasi yang biasa diberikan adalah : - interval waktu - banyaknya pasangan data - judul dan unit pengukuran dari setiap variabel pada garis horizontal dan vertikal - judul dari grafik itu - apabila dipandang perlu dapat mencantumkan nama dari orang yang membuat diagram tebar itu.
52
2.9 Jenis Kecacatan Kecacatan pada
suatu
produk
diklasifikasikan
kedalam
3
kategori
(Evans dan Lindsay, 2007: 114) yaitu : 1. Cacat kritis Cacat kritis adalah suatu bentuk cacat dimana penilaian dan pengalaman mengindikasikan bahwa cacat produk tersebut akan menghasilkan kondisi yang berbahaya atau tidak aman bagi orang yang menggunakan, menyimpan, atau tergantung pada produk tersebut, serta membuat produk tersebut tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik. 2. Cacat penting Cacat penting adalah suatu bentuk cacat yang tidak kritis namun dapat mengakibatkan kegagalan atau secara material akan mengurangi tingkat penggunaan unit produk tersebut. Cacat penting dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius ataupun tuntutan hukum, maka jenis cacat ini harus diawasi dan dikendalikan dengan hati-hati. 3. Cacat kecil Cacat kecil adalah cacat yang tidak terlalu mengurangi penggunaan suatu produk, atau mengakibatkan dampak penting pada efektivitas penggunaan atau pengoperasian produk tersebut. Cacat jenis ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan.
53
2.10 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil Analisa, Desember 2014
54