BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori 2.1.1
Teori Umum Dalam melaksanakan analisis dan perancangan sistem informasi akuntansi pada CV. Sido Maju Jaya, maka dibutuhkan pemahaman yang baik tentang sistem informasi dan akuntansi.
2.1.1.1
Sistem Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 6) menyatakan bahwa “System is a collection of interrelated components that function together to achieve some outcome.” Menurut Dull, Gelinas, dan Wheller (2012: 11), sistem adalah sekumpulan elemen yang memiliki ketergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hall (2012: 5) menyatakan bahwa “ A system is a group of two or more interrelated components or subsystems that serve a common purpose” Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya antara satu dengan yang lainnya, yang berfungsi untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Secara sederhana, suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, terkait, dan terpadu.
2.1.1.2
Informasi Menurut Dull, Gelinas, dan Wheller (2012: 18), menyatakan bahwa informasi merupakan data yang dipresentasikan dalam sebuah form yang dapat membantu perusahaan khususnya pada saat pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil dapat tepat dan akurat.
13
14 Menurut Laudon (2010: 46), informasi merupakan data yang disusun dalam sebuah bentuk yang memiliki arti dan berguna untuk manusia. Berdasarkan definisi di atas, informasi merupakan data yang telah diproses dan diolah yang memiliki arti dan fungsi dalam suatu organisasi. Tanpa adanya suatu informasi pada sebuah organisasi, para manajer tidak dapat bekerja dan mengambil kesimpulan / keputusan secara efektif dan efisien. Menurut Dull, Gelinas, dan Wheller (2012: 11), karakteristik dari informasi yang berkualitas antara lain: a) Effectiveness, yakni informasi yang relevan dan terkait dengan proses bisnis disampaikan dengan tepat waktu, konsisten, benar, dan dapat digunakan. b) Efficiency, yakni terkait dengan penyediaan informasi berdasarkan produktifitas dan nilai ekonomis penggunaan yang optimal dari sumber daya. c) Confidentially, yakni terkait perlindungan atas sensitivitas informasi terhadap pengungkapan atau penggunaan yang tidak valid. d) Integrity, yakni informasi yang akurat dan lengkap serta validitas dari informasi yang sesuai dengan harapan dan nilai bisnis yang ada. e) Availability, yakni informasi tersedia pada saat dibutuhkan oleh proses bisnis baik masa kini maupun mendatang. f) Compliance, yakni terkait dengan patuh pada undang – undang, peraturan, maupun perjanjian kontrak di mana proses bisnis adalah subjeknya. g) Reliability, yakni informasi tersedia secara tepat bagi manajemen untuk mengoperasikan entitas dan melaksanakan tanggung jawab.
2.1.1.3
Sistem Informasi
2.1.1.3.1 Pengertian Sistem Informasi Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2005: 7) menyatakan bahwa “An information system is a collection of interrelated component that collect, process, store, and provide as output the information needed to complete a business task.”
15 Menurut Dull, Gelinas, dan Wheller (2012: 14), sistem informasi merupakan sistem yang dibangun oleh manusia yang secara umum terdiri atas integrasi antara komponen berbasis komputer dan komponen manual yang dibangun untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola data, dan menyajikan output informasi yang dibutuhkan. Menurut Reynolds dan Stair (2011: 10), sistem informasi merupakan komponen yang saling terintegrasi yang mengumpulkan, memanipulasi, memproses, menyimpan, mendistribusikan data dan informasi, dan menghasilkan mekanisme timbal balik untuk memenuhi tujuan yang dicapai. Mala, L’ubica, dan Dagmar (2013) dalam artikel jurnal yang berjudul “Information Quality, its Dimension and the Basic Criteria for Assersing Information Quality” menjelaskan bahwa terdapat lima kriteria dalam mendukung proses pengumpulan informasi yakni accuracy, authority, coverage, currency, dan objectivity
yang
dibutuhkan untuk pengguna. Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, sistem informasi dapat didefinisikan sebagai sistem dalam organisasi yang merupakan kombinasi dari komponen berbasis komputer maupun manual yang saling terkait dan terintegrasi guna mengumpulkan, mengelola, mengimpan, dan membagikan data dan informasi terhadap pengguna dalam pemenuhan tujuan.
2.1.1.3.2 Tipe - Tipe Sistem Informasi Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 9), sistem informasi terdiri dari beberapa tipe yaitu: 1. Sistem Pemrosesan Transaksi (Transaction Processing System) yaitu sistem yang menangkap dan mengelola data transaksi bisnis yang ada. 2. Sistem Informasi Manajemen (Management Information System) yaitu sistem informasi yang menyajikan pelaporan yang berorientasi
16 pada
manajemen
berdasarkan
operasional
organisasi
dan
pengelolaan transaksi. 3. Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) yaitu sistem informasi yang mengindentifikasi alternatif pilihan keputusan atau menyediakan informasi yang berguna membantu pembuatan pengambilan keputusan. 4. Sistem Informasi Eksekutif (Executive Information System) yaitu sistem informasi yang khususnya digunakan oleh manajer eksekutif di mana sistem ini mendukung perencanaan bisnis dan penilaian kinerja atas rencana yang telah dibuat. 5. Sistem Pendukung Komunikasi (Communication Support System) yaitu sistem yang mendukung karyawan untuk berkomunikasi satu sama lain antar karyawan, dengan pelanggan maupun supplier. 6. Sistem Pendukung Perkantoran (Office Support System) merupakan sistem
yang
mendukung
karyawan
untuk
membuat
dan
mendistribusikan dokumen, termasuk laporan, catatan, maupun proposal. 2.1.1.4
Akuntansi Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2011: 4) menyatakan bahwa “Accounting is an information system that identifies, records, and communicates the economic events of an organization to interested users”. Menurut Bodnar dan Hopwood (2010: 1) akuntansi mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat dimana menyatakan bahwa
akuntansi
merupakan
sebuah
sistem
informasi
yang
mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mengkomunikasikan informasi ekonomi mengenai entitas terhadap individu yang beragam. Menurut Reeve, Warren, dan Duchac (2012: 3) menjabarkan pengertian akuntansi yaitu “Accounting is an information system that provides reports to users about the economic activities and condition of a business”. Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan akuntansi merupakan proses identifikasi, pengumpulan, pencatatan, penguraian,
17 pengklasifikasian, penguraian dan penyajian informasi aktivitas dan kondisi ekonomi terhadap pengguna yang berkepentingan.
2.1.1.5
Sistem Informasi Akuntansi Menurut Dull, Gelinas, dan Wheller (2012: 667), menyatakan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan subsistem dari sistem informasi yang mengumpulkan, mengelola, dan melaporkan informasi yang terkait dengan aspek keuangan atas peristiwa bisnis yang ada. Menurut Hall (2012: 11) menyatakan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sebuah subsistem khusus dari sistem informasi yang mengelola transaksi keuangan dan non keuangan yang memiliki pengaruh langsung terhadap pengolahan transaksi keuangan. Menurut Krismaji (2010: 4), mendefinisikan sistem informasi akuntansi merupakan sebuah sistem yang mengolah data dan transaksi untuk menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis yang ada. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sebuah sistem yang mengolah data dan transaksi keuangan dan non keuangan yang memiliki pengaruh langsung terhadap pemrosesan transaksi keuangan guna menghasilkan informasi terkait aspek keuangan atas peristiwa bisnis.
2.1.1.5.1 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Menurut Hall (2012: 11), tsistem informasi akuntansi memiliki beberapa tujuan yaitu: a. Mendukung proses pengambilan keputusan manajemen Sistem informasi akuntansi menyajikan informasi yang diperlukan untuk manager dalam melaksanakan tanggung jawab pengambilan keputusan terkait perusahaan. b. Mendukung operasional harian perusahaan Sistem informasi akuntansi menyajikan informasi bagi pihak operasional untuk membantu dalam melakukan tugas harian dengan efisien dan efektif.
18 c. Mendukung fungsi kepengurusan manajemen Sistem
informasi
akuntansi
juga
bertujuan
mendukung
kepengurusan terkait dengan tanggung jawab manajemen dalam mengatur sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan yang menyajikan informasi mengenai kegunaan sumber daya kepada pengguna eksternal melalui laporan keuangan tradisional dan laporan lainnya.
2.1.1.5.2 Manfaat Penggunaan Sistem Informasi Akuntansi Menurut Considine, Parkers, Olesen, Blount dan Speer (2013: 16), manfaat
dari
menghasilkan
penggunaan informasi
sistem
yang
informasi
beragam
dan
akuntansi
adalah
membantu
dalam
penyebaran informasi kepada pelaku bisnis baik internal maupun eksternal. Menurut Salehi (2010: 189) dalam artikel jurnal internasional berjudul “Usefulness of Accounting Information System in Emergin Economy”, sistem informasi akuntansi memiliki beberapa manfaat yaitu: a) Memenuhi kebutuhan dari pengguna Sistem informasi akuntansi yang baru dapat memudahkan pengguna dengan database yang dapat menyimpan seluruh sumber daya dan kegiatan ekonomi dan tampilan antar muka yang interaktif melalui event-driven buttons sehingga informasi dapat diinginkan pengguna. b) Menciptakan kerja sama yang baik Sistem informasi akuntansi dapat menghubungkan perusahaan dengan
pihak
eksternal
yang
membantu
mengolah
dan
merefleksikan aktivitas bisnis perusahaan. c) Berperan sebagai kontrol kegiatan perusahaan Sistem informasi akuntansi mendukung fungsi akuntansi dalam pengawasan
dan
mengendalikan
aktivitas
ekonomi
dalam
perusahaan secara lebih baik daripada proses tradisional yang hanya dapat melakukan inspeksi setelah terjadinya kesalahan sehingga kesalahan tidak dapat dihindari. Sistem informasi akuntansi mendukung pengendalian menjadi terintegrasi baik pada sebelum
19 proses dilakukan, saat proses dilakukan, maupun sesudah proses dilaksanakan yakni berdasarkan penilaian yang ada. 2.1.1.5.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi Menurut Hall (2012: 13), sistem informasi akuntansi memiliki beberapa komponen yaitu: a) Sumber Data Sumber data merupakan transaksi keuangan yang memasuki sistem informasi baik dari internal maupun eksternal. Sumber data yang umum adalah transaksi keuangan di mana terdapat pertukaran ekonomis dengan entitas bisnis dan individu dari luar perusahaan, seperti
penjualan
barang
dan
jasa,
pembelian,
persediaan,
penerimaan kas, dan pengeluaran kas. Sedangkan transaksi keuangan internal melibatkan pertukaran sumber dayaa organisasi. b) Pemakai Akhir Pemakai akhir dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pemakai internal dan eksternal. Pemakai internal meliputi pihak manajemen dalam setiap tingkat organisasi dan operasional. Organisasi memiliki kebebasan yang cukup dalam memenuhi kebutuhan pemakai internal. Sedangkan pemakai eksternal meliputi pemegang saham, kreditur, investor potensial, otoritas pajak, pemasok, dan pelanggan. c) Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap pertama dalam operasional sistem informasi yang memastikan bahwa validitas, kelengkapan, dan kebebasan kesalahan material dari data atas peristiwa yang menjadi input dalam sistem. d) Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan secara bervariasi dari sederhana hingga kompleks, seperti prosedur untuk mencatat dan merangkum yang digunakan dalam aplikasi akuntansi. e) Manajemen database Database organisasi merupakan tempat penyimpanan secara fisik baik data keuangan maupun non keuangan. Manajemen database mempunyai tiga tugas mendasar yaitu penyimpanan, perbaikan, dan
20 penghapusan. Penyimpanan berarti menetapkan kunci untuk data baru dan menyimpan dengan benar dalam database. Perbaikan berarti menempatkan dan mencari suatu record yang ada dalam database untuk diolah kembali. Apabila pengolahan data sudah usai, maka penyimpanan akan menyimpan kembali data yang telah diperbaharui tersebut untuk ditempatkan secara benar dalam database. Sedangkan penghapusan berarti memindahkan secara permanen record yang sudah tidak terpakai maupun berlebihan dalam database.
2.1.1.6
Database Menurut Connolly dan Begg (2010: 65), database merupakan sekumpulan data beserta deskripsinya yang saling terkait secara logis dan didesain untuk memenuhi kebutuhan informasi suatu perusahaan. Tujuan dari database yaitu mempermudah user untuk melindungi data dari kerusakan yang bersifat fisik, sedangkan manfaat dari database adalah menyediakan informasi yang memiliki kualitas yang baik dan mengurangi redundancy data. Menurut Indrajani (2011: 48), database adalah kumpulan data yang saling berhubungan secara logis yang didesain untuk menemukan data yang dibutuhkan untuk sebuah organisasi. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa database merupakan tempat penyimpanan data yang besar dan terkait secara logis yang digunakan secara bersamaan oleh beberapa pengguna dan dibuat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh pengguna.
2.1.1.7
Teknologi Informasi Menurut Rainer dan Cegielski (2011) menyatakan bahwa teknologi informasi adalah peralatan berbasis komputer yang digunakan oleh manusia untuk bekerja dan mengolah informasi maupun untuk mendukung dan pengelolaan informasi pada organisasi perusahaan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi merupakan perangkat alat komputer yang mendukung
21 manusia dalam melakukan aktivitasnya dan menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan.
2.1.2
Teori Khusus terkait Topik yang Dibahas
2.1.2.1
Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle) Menurut Hall (2012), tujuan dari siklus pengeluaran adalah melakukan konversi uang perusahaan menjadi material fisik dan sumber daya manusia yang diperlukan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan perusahaan. Menurut Sarosa (2009: 80-82), siklus pengeluaran terdiri dari: a. Membuat dan menyimpan daftar pemasok. b. Membuat dan menyimpan catatan mengenai persediaan. c. Mencetak pemesanan pembelian. d. Melaporkan informasi pemesanan pembelian. e. Mencatat dan mencetak penerimaan kiriman barang. f. Mencatat catatan pengeluaran kas kepada pemasok. g. Meringkas informasi terkait pembelian dan utang. Fokus yang mendasari siklus pengeluaran setiap perusahaan tidak sama, contohnya : a. Perusahaan manufaktur memiliki fokus siklus pengeluaran terhadap memesan, menerima, dan membayar untuk bahan baku dan bahan pelengkap. b. Pada perusahaan dagang memiliki fokus siklus pengeluaran terhadap pembelian barang dagangan yang digunakan untuk di jual kembali. Untuk perusahaan jasa, siklus pengeluaran bernilai kecil karena mereka tidak membutuhkan barang berupa bahan baku ataupun barang yang diperdagangkan karena yang diperjualkan berupa jasa.
2.1.2.2
Pembelian
2.1.2.2.1 Pengertian Pembelian Menurut Hall (2012: 17) menyatakan bahwa pembelian merupakan suatu bentuk kewajiban dalam melakukan pemesanan kepada pemasok /
22 vendor pada saat tingkatan atau level persediaan sudah mencapai titik reorder point. Menurut Dull, Gelinas, dan Wheller (2012), proses pembelian merupakan struktur interaksi antara individu, peralatan, metode, dan pengendalian yang dirancang dalam mencapai fungsi – fungsi utama berikut: 1. Menangani rutinitas pekerjaan yang berulang dari bagian pembelian dan penerimaan barang. 2. Mendukung pelaksanaan pengambilan keputusan dari individu yang terkait dengan pengaturan bagian pembelian dan penerimaan. 3. Membantu dalam penyajian laporan baik untuk internal maupun eksternal eksternal perusahaan,
2.1.2.2.2 Proses Pembelian Menurut Considine, Parkers, Olesen, Blount dan Speer (2013: 451), siklus atau proses pembelian dibagi menjadi empat proses atau tahap utama, yaitu : 1. Permintaan barang Pada proses permintaan barang terdapat urutan aktivitas berikut: a) Mengumpulkan permintaan (collect requisition) Proses sistem informasi pembelian mulai terjadi ketika adanya permintaan yang telah diterima untuk membeli barang atau meminta suatu jasa. Permintaan tersebut dapat dilakukan oleh beberapa departemen termasuk bagian gudang yang dapat meminta barang yang dibutuhkan untuk persediaan. Biasanya permintaan pembelian didasarkan pada titik reorder point atau ROP. b) Membuat permintaan pembelian barang Setelah permintaan telah diterim, maka surat permintaan pembelian atau purchase requisition dapat dibuat. Permintaan pembelian merupakan dokumen internal dari salah satu bagian dari departemen satu ke yang lain untuk melakukan permintaan agar barang dapat dipesan. Pengecekan terhadap stok persediaan barang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembuatan
23 surat permintaan pembelian, guna memastikan barang yang diminta termasuk dalam persediaan dan menentukan jumlah barang yang masih ada dalam stok persediaan. 2. Pemesanan barang Aktivitas yang dilakukan dalam proses pemesanan barang antara lain: a) Pemilihan pemasok Proses pemilihan pemasok merupakan proses di mana bagian pembelian menentukan pemasok yang terpilih untuk melakukan pemesanan barang yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hal ini biasanya dilakukan apabila perusahaan memiliki beberapa pemasok yang tidak bersifat tetap di mana data pemasok tersimpan dalam daftar pemasok yang telah terotoritasi untuk terpilih atas berbagai produk. b) Membuat surat pemesanan barang atau purchase order Bagian pembelian akan membuat purchase order setelah pemasok terpilih di mana surat pemesanan barang merupakan komitmen yang terdokumentasi untuk membeli dan membayar barang dan dibuat berdasarkan data dari purchase requisition. 3. Penerimaan barang Proses penerimaan barang dalam siklus pembelian dibagi menjadi berikut: a) Menerima barang Penentuan persetujuan barang yang telah diterima oleh bagian penerimaan barang didasarkan pada purchase order. Bagian penerimaan barang harus mengecek kesesuain jumlah yang dipesan dan memastikan bahwa fisik barang yang diterima dalam
keadaan
baik.
Bagian
penerimaan
barang
juga
menandatangani surat pengiriman maupun dokumen terkait dari pengirim untuk mengindikasikan bahwa barang secara resmi telah sampai dan diterima. b) Mencatat barang yang diterima
24 Selanjutnya, bagian penerimaan barang akan membuat surat penerimaan barang di mana mencatat informasi detail mengenai barang yang diterima baik nama dan jumlah barang. 4. Pembayaran barang Proses pembayaran barang yang dibeli dapat dibagi menjadi beberapa aktivitas berikut: a) Menyetujui pembayaran Bagian pembayaran akan mengecek tagihan dari supplier untuk melihat ketepatan dan membandingkan dengan purchase order dan surat penerimaan barang guna memastikan bahwa barang yang dipesan telah diterima dan telah sesuai dengan tagihan. b) Melakukan pembayaran Setelah memastikan kesesuaian data dengan dokumen terkait, bagian pembayaran akan melakukan pembayaran kepada pemasok melalui kas ataupun kredit. Bagian pembelian akan menerima kuitansi pembayaran dari pemasok dan bila perlu mencatat pembayaran yang telah dilakukan sebagai catatan bukti pembayaran.
2.1.2.2.3 Dokumentasi yang Digunakan dalam Siklus Pembelian Menurut Mulyadi (2010: 303-308), terdapat beberapa dokumen yang digunakan dalam sistem informasi akuntansi siklus pembelian sebagai berikut: 1. Surat permintaan pembelian Dokumen ini adalah dokumen yang diisi oleh bagian gudang atau departemen terkait lainnya yang diberikan kepada bagian pembelian untuk meminta dilakukannya pembelian barang termasuk jenis dan jumlah barang yang diminta. 2. Surat permintaan penawaran harga Dokumen ini merupakan dokumen untuk permintaan penawaran harga untuk barang dijual ataupun disediakan yang tidak bersifat berulangkali terjadi dan menyangkut jumlah pembelian dalam bandrol besar. 3. Surat order pembelian
25 Dokumen ini merupakan dokumen yang digunakan untuk memesan barang kepada pemasok yang telah terpilih. Dokumen ini terdiri dari memiliki berbagai tembusan yaitu: a. Surat order pembelian. b. Tembusan pengakuan pemasok. c. Tembusan untuk bagian permintaan barang. d. Arsip tanggal penerimaan. e. Arsip pemasok. f. Tembusan untuk bagian penerimaan barang. g. Tembusan untuk bagian akuntansi. 4.
Laporan penerimaan barang Dokumen ini dibuat oleh bagian penerimaan barang guna menjabarkan kondisi barang yang diterima dari pemasok baik dari spesifikasi, mutu, kuantitas, dan kesesuaian dengan surat order pembelian.
5.
Surat perubahan order pembelian Surat perubahan order pembelian diperlukan ketika adanya perubahan terhadap isi surat order pembelian yang sebelumnya telah diterbitkan.
6.
Bukti kas keluar Dokumen bukti kas keluar dibuat oleh bagian akuntansi sebagai dasar pencatatan transaksi pembelian. Dokumen ini berfungsi sebagai catatan pengeluaran kas untuk pembayaran hutang kepada pemasok dan sebagai surat pemberitahuan kepada kreditur mengenai maksud atas pembayaran yang dilakukan.
2.1.2.2.4 Catatan Akuntansi yang Digunakan dalam Siklus Pembelian Menurut Mulyadi (2010: 308-310), catatan akuntansi yang digunakan dalam mencatat siklus pembelian antara lain: 1. Jurnal pembelian 2. Register bukti kas keluar (voucher register) 3. Kartu persediaan 4. Kartu hutang
26 2.1.2.3
Persediaan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2012), persediaan merupakan asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau dalam bentuk badan maupun perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Persediaan mencakup barang yang dibeli dan dimiliki dengan tujuan dijual kembali, atau bahan maupun perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Menurut Sarosa (2009: 53), yang termasuk data persediaan adalah terkait informasi persediaan barang yang siap dijual kepada pelanggan. Informasi yang terkait persediaan tersebut disimpan pada daftar persediaan agar informasi tersebut tersedia setiap saat secara konsisten. Menurut Abdulraheem, Yahaya, Isiaka, dan Aliu (2011) dalam artikel jurnal berjudul “Inventory Management in Small Business Finance”, persediaan adalah kelompok barang yang memiliki nilai bagi perusahaan di mana terdapat barang yang dapat dijual dalam aktivitas harian perusahaan (barang jadi), barang dalam proses produksi untuk dijual (barang setengah jadi), dan barang yang akan digunakan perusahaan untuk diproduksi menjadi barang atau jasa yang siap dijual (barang bahan baku / mentah). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan sejumlah barang yang disimpan oleh perusahaan baik berupa barang bahan baku, barang setengah jadi, maupun barang jadi, yang digunakan untuk mendukung kegiatan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dari pelanggan.
2.1.2.3.1 Klasifikasi Persediaan Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2011: 250), klasifikasi atas persediaan berbeda tergantung dengan jenis perusahaan yakni perusahaan manufaktur atau perusahaan dagang. Pada perusahaan manufaktur, tidak semua dapat langsung dijual. Persediaan pada perusahaan manufaktur dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
27 1.
Bahan baku (raw material) yaitu bahan sebagai dasar yang digunakan dalam produksi namun belum melalui proses produksi.
2.
Barang dalam proses (work in process) yakni barang yang sedang melalui proses produksi namun belum selesai dilaksanakan.
3.
Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah lengkap dan selesai diproduksi sehingga siap untuk dijual ke pelanggan. Pada perusahaan dagang, terdapat dua karakteristik persediaan
yaitu: 1. Persediaan secara sah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. 2. Persediaan telah dalam bentuk siap untuk dijual kepada pelanggan pada kegiatan usaha wajar dan dalam satu bentuk klasifikasi, yaitu persediaan (merchandise inventory) guna mengidentifikasi total dari persediaan. Menurut Mulyadi (2010: 553) menyatakan bahwa pada perusahaan dagang hanya terdapat satu macam persediaan yakni persediaan barang yang dibeli untuk dijual kembali dan menghasilkan pendapatan.
2.1.2.3.2 Prosedur Persediaan Menurut Mulyadi (2010: 558), prosedur yang bersangkutan dengan sistem informasi akuntansi persediaan antara lain: a) Prosedur pencatatan barang jadi Prosedur ini merupakan salah satu prosedur dalam sistem informasi akuntansi produksi di mana prosedur ini mencatat harga pokok barang jadi yang didebitkan ke dalam rekening persediaan barang jadi dan dikreditkan ke dalam rekening barang setengah jadi. b) Prosedur permintaan dan pengeluaran barang dari gudang Prosedur ini merupakan salah satu prosedur dalam sistem informasi akuntansi penjualan, selain prosedur pembuatan sales order, prosedur credit approval, prosedur pengiriman produk, prosedur penagihan, prosedur pencatatan piutang yang dilakukan. c) Prosedur pencatatan harga pokok barang jadi yang diterima kembali dari pembeli
28 Prosedur ini merupakan salah satu prosedur dalam sistem informasi akuntansi penjualan yakni melakukan retur. Apabila barang yang telah dijual dikembalikan oleh pembeli, maka transaksi retur penjualan ini memiliki pengaruh terhadap persediaan produk jadi yaitu adanya penambahan kuantitas produk jadi. d) Prosedur pencatatan tambahan dan penyesuaian kembali harga pokok persediaan barang setengah jadi Pencatatan persediaan barang setengah jadi secara umum dilakukan oleh perusahaan pada akhir periode yakni pada saat dibuat laporan keuangan bulanan dan laporan keuangan tahunan. e) Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli Prosedur ini merupakan salah satu prosedur yang dilakukan dalam sistem informasi akuntansi pembelian di mana prosedur ini mencatat harga pokok persediaan yang dibeli. f) Prosedur pencatatan atas harga pokok persediaan yang dikembalikan kepada pemasok Prosedur ini merupakan salah satu prosedur dari sistem inforamasi akuntansi pembelian yakni melakukan retur pembelian. Apabila persediaan yang telah dibeli dikembalikan kepada pemasok, maka transaksi retur pembelian ini akan memberikan pengaruh terhadap persediaan yang terkait yaitu mengurangi kuantitas persediaan g) Prosedur permintaan dan pengeluaran barang gudang Prosedur ini merupakan salah satu prosedur yang membentuk sistem informasi akuntansi produksi. h) Prosedur pengembalian barang gudang Pada prosedur ini, transaksi pengembalian barang ke gudang akan mengurangi biaya dan menambah persediaan barang di gudang. i) Prosedur perhitungan fisik persediaan Prosedur perhitungan fisik persediaan dilakukan perusahaan untuk menghitung secara fisik persediaan yang disimpan di gudang. 2.1.2.3.3 Metode Pencatatan Persediaan Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2011: 201) terdapat dua sistem untuk digunakan untuk mencatat persediaan, di mana perusahaan dapat menggunakan salah satu dari dua sistem yang ada, yaitu:
29 1. Perpetual System Dalam sistem perpetual, perusahaan melakukan pencatatan biaya detail dari setiap persediaan yang dibeli dan dijual. Pencatatan ini secara kontinyu menunjukkan persediaan yang ada di tangan untuk setiap barang. Dalam metode perpetual, perusahaan menentukan harga pokok barang (cost of goods sold) setiap penjualan terjadi. 2. Periodic System Dalam sistem periodik, perusahaan tidak terus melakukan pencatatan biaya detail dari setiap periode. Penentuan harga pokok hanya pada saat akhir dari periode akuntansi. Menurut Stice dan Stice (2011: 9-7), terdapat 2 sistem umum yang digunakan untuk mencatat jumlah persediaan, yaitu: 1. Periodic System Salah satu cara dalam mencatat persediaan yang telah dijual dan tersisa yaitu dengan melakukan perhitungan fisik setiap periode akuntansi. 2. Perpetual System Cara lain untuk melakukan pencatatan persediaan yakni pencatatan dilakukan langsung pada bersamaan ketika barang tersebut terjual dan persediaan berkurang.
2.1.2.4
Jurnal Menurut pendapat Hall (2012: 44), menyatakan bahwa “Journal is a record of a chronological entry. At some point in transaction process, when all relevant facts about the transaction are known, the event is recorded in a journal in chronological order.” Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2011: 56) menyatakan bahwa jurnal adalah original entry, di mana digunakan untuk mencatat tiap transaksi yang menunjukkan adanya pengaruh debit dan kredit pada akun yang ada. Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2011: 76) menyatakan bahwa jurnal merupakan catatan akuntansi di mana transaksi secara inisial dicatat dalam urutan yang kronologis.
30 Sehingga dapat dijelaskan bahwa jurnal merupakan catatan secara kronologis yang dibuat ketika semua fakta relevan telah diketahui dan dicatat dalam sebuah jurnal secara berurutan.
2.1.2.4.1 Jurnal Umum (General Journal) Menurut Stice, Stice, dan Skousen (2010: 56), jurnal umum merupakan jurnal yang digunakan dalam mencatat semua transaksi terkait yang tidak diakomodir oleh jurnal khusus. Jurnal umum menunjukkan tanggal transaksi dan akun yang terkena pengaruh dan memungkinkan adanya deskripsi singkat atas setiap transaksi yang ada. Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2011: 76), jurnal umum merupakan bentuk dasar dari jurnal yang digunakan oleh setiap perusahaan di mana terdiri atas tanggal, judul akun dan penjelasan, referensi, dan dua kolom jumlah yakni debit dan kredit.
2.1.2.4.2 Jurnal Khusus (Special Journal) Menurut Pujianto (2014), jurnal khusus merupakan jurnal yang hanya dipakai untuk mencatat bukti transaksi keuangan yang sejenis. Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2011), jurnal khusus digunakan untuk melakukan pencatatan transaksi – transaksi yang bersifat sama dan dikelompokkan berdasarkan jenis transaksi masing – masing. Jurnal khusus dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu: a) Sales Journal, merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi penjualan barang dagangan secara kredit. b) Cash Receipts, merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi penerimaan kas baik kas maupun kredit. c) Purchase Journal, merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat semua pembelian secara kredit maupun tunai. d) Cash Payment Journal, merupakan jurnal yang digunakan dalam mencatat segala jenis pembayaran secara tunai maupun kredit.
2.1.2.4.3 Jurnal Pembelian Menurut Pujianto (2014), jurnal pembelian merupakan salah satu jenis dari jurnal khusus di mana hanya digunakan untuk mencatat bukti
31 transaksi yang muncul akibat adanya pembelian barang dagang maupun pembelian lainnya secara kredit. Menurut Weygandt, Kieso, Kimmel (2011: E11), jurnal pembelian digunakan perusahaan untuk mencatat seluruh pembelian atas persediaan secara kredit maupun tunai. Setiap entri pada jurnal ini menghasilkan debit untuk merchandise inventory dan kredit untuk cash / account payable. Tabel 2.1. Jurnal Pembelian (Weygandt, Kieso,&Kimmel, 2011: E11) Journal :
Debit
Merchandise Inventory
xxx
Cash / Account Payable
2.1.2.5
Credit
Xxx
Konsinyasi Menurut Drebin (2006: 158), konsinyasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penyerahan fisik barang oleh pihak pemilik kepada pihak yang bertindak sebagai agen penjual di mana secara hokum dapat dinyatakan bahwa hak terhadap barang tersebut tetap berada dalam pihak pemilik hingga barang ini terjual oleh pihak agen penjual. Pihak yang memiliki barang disebut konsinyor (consignor), sedangkan pihak yang mengusahakan penjualan barang disebut (consignee), faktor (factor), atau pedagang komisi (commission merchant). Menurut Ma’ruf (2008), konsinyasi adalah penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur dalam perjanjian.
Perjanjian
konsinyasi berisi mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pihak-pihak yang terlibat dalam konsinyasi adalah: 1. pengamanat (consignor) adalah pihak yang menitipkan barang atau pemilik barang. Pengamanat akan tetap mencatat barang yang dititipkannya sebagai persediaan selama barang yang dititipkan belum terjual atau menunggu laporan dari komosioner. 2. komisioner (consignee) adalah pihak yang menerima titipan barang
32 2.1.2.5.1 Sifat Konsinyasi Menurut Drebin (2006: 158), melihat dari sudut pandang hokum, penyerahan barang ini disebut sebagai penitipan, di mana pihak konsinyi memegang barang untuk dijual sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak antara konsinyi dan konsinyor. Konsinyor menetapkan konsinyi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas barang yang diserahkan terhadap konsinyi hingga barang tersebut terjual ke pihak ketiga. Sebaliknya, untuk pihak konsinyi tidak dapat menganggap bahwa barang tersebut sebagai miliknya, pihak ini tidak memiliki kewajiban kepada pihak konsinyor selain pertanggung jawabannya terhadap barang yang diserahkan padanya.
2.1.2.5.2 Keuntungan Konsinyasi Menurut Drebin (2006: 158-159), terdapat beberapa keuntungan yang didapat baik oleh pihak konsinyor maupun pihak konsinyi Keuntungan yang diperoleh pihak konsinyor: a. Konsinyasi merupakan satu – satunya cara yang memungkinkan produsen ataupun distributor mendapatkan daerah pemasaran yang lebih luas. b. Konsinyasi dapat memperoleh spesialis penjualan c. Harga jual eceran barang konsinyasi dapat dikendalikan oleh pihak konsinyor yang masih menjadi pemilik barang ini. Keuntungan yang diperoleh pihak konsinyi: d. Pihak konsinyi terlepas dari resiko kegagalan dalam penjualan barang atau resiko penjualan dengan rugi. Faktor ini sangat penting terutama untuk produk yang tergolong baru atau produk yang pertama kali dijual di suatu daerah tertentu. e. Resiko dari kerusakan fisik atas barang dan fluktuasi harga dapat dihindari. f. Kebutuhan atas modal kerja berkurang, karena penetapan harga pokok persediaan barang konsinyasi dilakukan oleh pihak konsinyor.
2.1.2.5.3 Akuntansi untuk Konsinyasi
33 Menurut Drebin (2006: 158), faktor yang membedakan konsinyasi dengan penjualan biasa harus ditetapkan dalam mencatat penyerahan barang konsinyasi dan transaksi yang timbul kemudian. Prosedur akuntansi yang biasanya diikuti oleh pihak konsinyi dan konsinyor bergantung
pada
apakah
transaksi
konsinyasi
tersebut
harus
diikhtisarkan secara terpisah dan laba dari konsinyasi tersebut harus dihitung terpisah dengan laba atas penjualan biasa atau transaksi konsinyasi disatukan dengan transaksi lain pihak konsinyi tanpa pemisahan laba atas penjualan konsinyasi dan laba atas penjualan biasa.
2.1.2.5.3.1 Laba Konsinyasi Ditetapkan Terpisah Menurut Drebin (2006: 158), berikut merupakan transaksi dan ayat jurnal terkait pencatatan transaksi dalam buku konsinyi dan dalam buku konsinyor dengan laba konsinyasi yang ditetapkan terpisah. a. Consignee (Konsinyi) 1. Penyerahan barang kepada pihak konsinyi Mencatat penerimaan barang atas konsinyasi dengan suatu memorandum dalam buku tersendiri yang dilaksanakan untuk tujuan ini, terkadang dicatat dalam ayat jurnal memorandum menggunakan harga jual (tidak harus dilakukan). Tabel 2.2. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyi (Penyerahan barang pada pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 162) Journal ( Memorandum ) Barang Konsinyasi
Debit
Credit
xxx
Penerimaan Barang Konsinyasi
xxx
Apabila barang telah terjual, maka ayat jurnal memorandum dapat diimbangi. 2. Beban pihak konsinyor ditetapkan pada konsinyasi Pihak konsinyi tidak dipengaruhi oleh transaksi pihak konsinyor 3. Beban pihak konsinyi ditetapkan pada konsinyasi
34 Pihak konsinyi mencatat beban yang ditutup oleh pihak konsinyor dengan mendebit perkiraan Konsinyasi Masuk dan mengkredit perkiraan aktiva yang bersangkutan / perkiraan konsinyasi dibebankan semua dengan beban yang harus ditutup oleh pihak konsinyor, seluruhnya atau sebagian, maka perkiraan Konsinyasi Masuk dibebankan (debit) dan perkiraan beban dikredit sesuai jumlah yang harus dibebankan konsinyor,
Tabel 2.3. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyi (Beban pihak konsinyi ditetapkan pada konsinyasi) (Drebin, 2006: 164) Journal
Debit
Konsinyasi Masuk
Credit
xxx
Kas / Bank
Xxx
4. Penjualan oleh pihak konsinyi Pihak konsinyi mencatat penjualan konsinyasi dengan mendebit perkiraan aktiva yang bersangkutan dan mengkredit perkiraan Konsinyasi Masuk.
Tabel 2.4. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyi (Penjualan oleh pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 164) Journal
Debit
Kas / Bank Konsinyasi Masuk
Credit
xxx xxx
5. Komisi atau laba yang masih harus diterima bagi konsinyi Pihak konsinyi mencatat komisi atau laba atas penjualan konsinyasi dengan mendebet perkiraan Konsinyasi Masuk dan mengkredit perkiraan pendapatan yang terkait.
35 Tabel 2.5. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyi (Komisi atau laba yang masih harus diterima bagi konsinyi) (Drebin, 2006: 164) Journal
Debit
Konsinyasi Masuk
Credit
xxx
Komisi atas Penjualan Konsinyasi
xxx
6. Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi Pihak konsinyi mencatat pengiriman uang kas kepada pihak konsinyor dengan mendebet perkiraan Konsinyasi Masuk adan mengkredit perkiraan kas. Jika pembayaran menyangkut seluruh jumlah tertuang, maka ayat jurnal untuk mencatat pembayaran ini menutup seluruh perkiraan Konsinyasi Masuk. Tabel 2.6. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyi (Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 164) Journal Konsinyasi Masuk
Debit
Credit
xxx
Kas / Bank
xxx
b. Consignor (Konsinyor) 1. Penyerahan barang kepada pihak konsinyi Pihak konsinyor melalui penyerahan barang kepada pihak konsinyi dan mencatat dengan mendebit perkiraan Konsinyasi Keluar dan mengkredit perkiraan persediaan. Tabel 2.7. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyor (Penyerahan barang pada pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 165) Journal Konsinyasi Keluar Pengiriman Barang atas Konsinyasi
Debit
Credit
xxx Xxx
36 2. Beban pihak konsinyor ditetapkan pada konsinyasi Pihak konsinyor mencatat beban yang berkaitan dengan penjualan
konsinyasi
dengan
mencatat
debit
perkiraan
Konsinyasi Keluar dan mencatat kredit pada perkiraan Kas atau perkiraan kewajiban. Jika perkiraaan beban semula dibebankan dengan beban yang berkaitan dengan konsinyasi, maka dicatat sebagai debit pada perkiraan Konsinyasi Keluar dan kredit pada perkiraan beban senilai jumlah yang ditetapkan konsinyasi. *) Keterangan jurnal: diasumsikan bahwa semua perkiraan beban angkut keluar sejak semula dibebankan pada biaya pengangkutan konsinyasi dan penjualan lainnya. Tabel 2.8. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyor (Beban pihak konsinyor ditetapkan pada konsinyasi) (Drebin, 2006: 165) Journal Konsinyasi Keluar
Debit
Credit
xxx
Beban Angkut Keluar*)
xxx
3. Beban pihak konsinyi ditetapkan pada konsinyasi Pihak konsinyor tidak perlu mencatat ayat jurnal untuk transaksi pihak konsinyi hingga menerima informasi dari pihak konsinyi. 4. Penjualan oleh pihak konsinyi Pihak konsinyor tidak perlu mencatat ayat jurnal untuk transaksi pihak konsinyi hingga menerima informasi dari pihak konsinyi. 5. Komisi atau laba yang masih harus diterima bagi konsinyi Pihak konsinyor tidak perlu mencatat ayat jurnal untuk transaksi pihak konsinyi hingga menerima informasi dari pihak konsinyi. 6. Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi Saat pihak konsinyor menerima laporan perkiraan penjualan konsinyasi, maka pihak konsinyor mencatat jurnal dengan mencatat debit pada perkiraan Kas sebesar uang kas yang dikirimkan dan pada perkiraan Konsinyasi Keluar sebesar total
37 beban yang dibebankan pada perkiraan pihak konsinyor oleh pihak konsinyi, dan perkiraan Konsinyasi Keluar dikredit sejumlah penjualan kotor yang dilaporkan oleh pihak konsinyi.
Tabel 2.9. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyor (Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi 1) (Drebin, 2006: 165) Journal
Debit
Kas / Bank
xxx
Konsinyasi Keluar
xxx
Konsinyasi Keluar Konsinyasi Keluar
Credit
xxx xxx
Laba Konsinyasi
xxx
Cara lain adalah dengan melakukan debit pada perkiraan kas dan mencatat kredit pada perkiraan Konsinyasi keluar sebesar hasil penjualan konsinyasi bersih.
Tabel 2.10. Laba Konsinyasi Terpisah – Konsinyor (Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi 2) (Drebin, 2006: 166) Journal Kas / Bank
Debit
Credit
xxx
Konsinyasi Keluar
xxx
2.1.2.5.3.2 Laba Konsinyasi Tidak Ditetapkan Terpisah ( Digabung) Menurut Drebin (2006: 158), berikut merupakan transaksi dan ayat jurnal terkait pencatatan transaksi dalam buku konsinyi dan dalam buku konsinyor dengan laba konsinyasi yang ditetapkan terpisah. a. Consignee (Konsinyi) 1. Penyerahan barang kepada pihak konsinyi
38 Pihak konsinyi mencatat penerimaan barang atas konsinyasi dengan ayat jurnal memorandum.
Tabel 2.11. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyi (Penyerahan barang pada pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 166) Journal ( Memorandum ) Barang Konsinyasi
Debit
Credit
xxx
Penerimaan Barang Konsinyasi
xxx
Apabila barang telah terjual, maka ayat jurnal memorandum dapat diimbangi. 2. Beban pihak konsinyor ditetapkan pada konsinyasi Pihak konsinyi tidak dipengaruhi oleh transaksi pihak konsinyor 3. Beban pihak konsinyi ditetapkan pada konsinyasi Pihak konsinyi mendebet perkiraan pihak konsinyor untuk beban yang harus dibebankan pada pihak konsinyor dan mengkredit perkiraan aktiva atau perkiraan kewajiban yang terkait atau perkiraan beban jika beban dicatat semula dalam perkiraan beban. Tabel 2.12. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyi (Beban pihak konsinyi ditetapkan pada konsinyasi) (Drebin, 2006: 164) Journal Nama perusahaan konsinyor Kas / Bank
Debit
Credit
xxx xxx
4. Penjualan oleh pihak konsinyi Pihak konsinyi mencatat penjualan konsinyasi seperti pada penjualan biasa. Masing – masing ayat jurnal penjualan disertai sebuah ayat jurnal untuk mencatat beban yang dikeluarkan pihak konsinyor atas barang yang dijual yakni perkiraan Pembelian atau perkiraan Harga Pokok Penjualan didebit dan perkiraan pihak konsinyor dikredit.
39 Tabel 2.13. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyi (Penjualan oleh pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 164) Journal
Debit
Kas / Bank
xxx
Penjualan Pembelian
Credit
xxx xxx
Nama Perusahaan Konsinyor
xxx
5. Komisi atau laba yang masih harus diterima bagi konsinyi Pihak konsinyi tidak membuat jurnal atas komisi atau laba penjualan konsinyasi. Pendapatan atas penjualan konsinyasi ini tergambar dalam laba kotor pihak konsinyi sebagai akibat dari jurnal yang telah dibuat sebelumnya. 6. Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi Pihak konsinyi mencatat pembayaran kepada pihak konisnyor dengan mendebit perkiraan pihak konsinyor dan mengkredit perkiraan Kas.
Tabel 2.14. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyi (Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi) (Drebin, 2006: 164) Journal Nama Perusahaan Konsinyor Kas / Bank
Debit
Credit
xxx xxx
b. Consignor (Konsinyor) 1. Penyerahan barang kepada pihak konsinyi Jika pihak konsinyor tidak melakukan pencatatan persediaan perpetual, maka penyerahan barang pada pihak konsinyi dicatat dalam memorandum, terkadang dalam bentuk ayat jurnal.
40 Tabel 2.15. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyor (Penyerahan barang pada pihak konsinyi 1) (Drebin, 2006: 166) Journal
Debit
Barang Konsinyasi
Credit
xxx
Penyerahan Barang Konsinyasi
xxx
Pada saat barang konsinyasi dijual, maka ayat jurnal memorandum tersebut diimbangi. Dalam hal dilaksanakan catatan persediaan perpetual, maka penyerahan barang konsinyasi membutuhkan ayat jurnal dengan mendebit barang konsinyasi dan mengkredit persediaan barang. Tabel 2.16. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyor (Penyerahan barang pada pihak konsinyi 2) (Drebin, 2006: 167) Journal Barang Konsinyasi
Debit
Credit
xxx
Persediaan barang / Barang jadi
xxx
2. Beban pihak konsinyor ditetapkan pada konsinyasi Biasanya perkiraan dibebankan pada beban konsinyasi, tanpa pemisahan antara beban konsinyasi dengan beban yang berkaitan dengan penjualan lain. 3. Beban pihak konsinyi ditetapkan pada konsinyasi Pihak konsinyor tidak perlu mencatat ayat jurnal untuk transaksi pihak konsinyi hingga menerima informasi dari pihak konsinyi. 4. Penjualan oleh pihak konsinyi Pihak konsinyor tidak perlu mencatat ayat jurnal untuk transaksi pihak konsinyi hingga menerima informasi dari pihak konsinyi. 5. Komisi atau laba yang masih harus diterima bagi konsinyi Pihak konsinyor tidak perlu mencatat ayat jurnal untuk transaksi pihak konsinyi hingga menerima informasi dari pihak konsinyi. 6. Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi
41 Saat pihak konsinyor menerima laporan perkiraan penjualan konsinyasi, maka pihak konsinyor mencatat debit pada perkiraan Kas sebesar uang kas yang disertakan pada laporan dan perkiraan beban sebesar beban yang dibebankan pada perkiraan pihak konsinyor oleh pihak konsiny, serta mencatat kredit pada perkiraan penjualan sebesar penjualan kotor yang dilaporkan pihak konsinyi.
Tabel 2.17. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyor (Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi 1) (Drebin, 2006: 165) Journal
Debit
Kas / Bank
xxx
Pengangkutan
xxx
Komisi
xxx
Penjualan
Credit
xxx
Apabila tidak diselenggarakan catatan persediaan perpetual, maka sebuah jurnal perlu dibuat untuk persediaan akhir dan untuk menetapkan harga pokok penjualan periode tersebut. Sebaliknya,
apabila
diselenggarakan
catatan
persediaan
perpetual, maka saldo harga pokok penjualan dalam buku yang berkaitan dengan penjualan biasa harus dinaikkan dengan harga pokok penjualan yang terkait dengan penjualan konsinyasi.
Tabel 2.18. Laba Konsinyasi Digabung – Konsinyor (Pengiriman uang kas dan perkiraan penjualan konsinyasi oleh pihak konsinyi 2) (Drebin, 2006: 167) Journal Harga Pokok Penjualan Barang Konsinyasi
Debit
Credit
xxx xxx
42 2.1.2.6
Design the System and Security Control Control merupakan mekanisme dan prosedur yang dibangun dalam sistem untuk menjaga sistem dan informasi di dalamnya. Control dapat dibedakan menjadi dua yaitu integrity control dan security control.
2.1.2.6.1 Integrity Control Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2005: 507), integrity control merupakan mekanisme dan prosedur yang mengamankan sistem dan informasi yang terkandung di dalamnya khususnya dengan melakukan penolakan terhadap masukan data yang tidak sah, menghindari output data yang tidak terotorisasi, dan melindungi data dan program dari gangguan yang berbahaya atau peristiwa tidak terduga. Fungsi dari integrity control antara lain: 1. Input Integrity Control Input integrity control merupakan kontrol yang digunakan untuk mencegah adanya data yang error maupun tidak sah yang masuk ke dalam sistem. Beberapa teknik dari input integrity control antara lain: a) Field combination control, merupakan integrity control yang melakukan verifikasi data dalam sebuah field dengan cara mengecek dan mencocokan data tersebut dengan data dalam field lain. b) Value
limit
control,
merupakan
integrity
control
yang
mengidentifikasi ketika nilai dari sebuah field terlalu besar / kecil dari yang seharusnya. c) Completeness control, merupakan integrity control untuk memastikan bahwa seluruh field yang dibutuhkan dalam sebuah input form telah terisi dengan baik. d) Data validation control, merupakan integrity control yang melakukan validasi masukkan data yang benar dan sesuai. 2. Database Integrity Control Terdapat lima area utama atas sekuritas dan kontrol yang dapat diimplementasikan dalam level database yaitu:
43 a) Access control, merupakan integrity control yang menjabarkan dan mengatur siapa saja yang memiliki akses terhadap sistem dan data di dalamnya. b) Data encryption, merupakan integrity control yang digunakan untuk data dalam database dan transmisi data, khususnya untuk public carriers. c) Transaction logging merupakan teknik dimana seluruh update atas database dicatat termasuk dengan informasi mengenai siapa yang melakukan update, kapan, dan bagaimana secara lengkap. d) Update control, merupakan kontrol yang mencegah terjadinya error ketika beberapa program melakukan proses pembaharuan atas data yang sama dalam waktu yang sama atau ketika mencatat
sebuah
transaksi
tunggal
yang
membutuhkan
pembaharuan atas beberapa database yang terkait. e) Backup and recovery protection, merupakan prosedur yang didesain untuk melindungi database dari seluruh bencana yang mungkin dapat terjadi. 3. Output Integrity Control Output integrity control merupakan kontrol yang memastikan output tiba ke destinasi yang benar, akurat, tepat, dan lengkap. 4. Integrity Control to Prevent Fraud Integrity control dilakukan untuk mencegah terjadinya fraud sebagai akibat internal control yang lemah.
2.1.2.6.2 Security Control Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2005: 507), security control merupakan mekanisme yang biasanya disajikan oleh operating system atau lingkungan untuk melindungi data dan mengolah sistem dari serangan malware. Dalam membangun fitur keamanan dalam sebuah sistem, terdapat beberapa tipe dari pengguna yang diseleksi dengan metode user authorization.
User
authorization
merupakan
proses
dalam
mendeterminasi apakah seorang pengguna diizinkan untuk memiliki
44 akses terhadap sistem dan data. Dengan kata lain, user authorization merupakan sebuah proses dalam memutuskan dan menentukan apakah pengguna tersebut dalam menjadi seorang registered user (pengguna yang terdaftar dan mengetahui sistem dan telah terotorisasi untuk mengakses beberapa bagian dari sistem). Authentication merupakan proses dalam mengidentifikasi pengguna (yang merupakan registered user atau authorized user) untuk melakukan verifikasi bahwa pengguna tersebut dapat mengakses sistem. Authentication merupakan dasar dari seluruh fitur keamanan karena security control akan sia – sia atau tidak dapat digunakan kecuali pengguna
telah
teridentifikasi
dengan
benar.
Pada
umumnya,
authentication mengharuskan pengguna untuk memasukkan ID pengguna dan password. Pengguna tersebut terotentikasi apabila password yang dimasukkan sudah cocok dengan data yang tersimpan di database. Terdapat dua cara yang digunakan dalam mendefinisikan password yakni komputer dapat melakukan generate password secara acak atau pengguna dapat mendefinisikan sendiri password yang digunakan. Kedua cara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing. Cara yang pertama biasanya akan menghasilkan password yang lebih panjang dan lebih acak sehingga lebih sulit untuk diingat. Sedangkan password yang dibuat sendiri oleh pengguna akan lebih memudahkan pengguna dalam mengingat password tersebut. Namun, biasanya hal ini mengakibatkan password yang dibuat kurang kompleks yang mengakibatkan sekuritas yang kurang aman.
2.1.3
Teori Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi
2.1.3.1
Analisis Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2005: 4), sistem analisis merupakan memahami dan mengklasifikasi secara detail mengenai apa yang harus dilakukan oleh sistem informasi.
2.1.3.2
Perancangan Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 4), perancangan sistem adalah mengelompokkan secara detail bagaimana seharusnya komponen dari sistem informasi diimplementasikan secara fisik.
45 2.1.3.3
Object Oriented Analysis and Design Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 4), Object Oriented Analysis and Design dapat didefinisikan sebagai seluruh jenis objek yang digunakan oleh pengguna untuk bekerja dan menunjukkan hal yang diperlukan dalam hubungan timbal balik pengguna yang terkait untuk menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu, Object Oriented Analysis and Design dapat didefinisikan sebagai seluruh jenis tipe objek tambahan yang digunakan untuk berkomunikasi dengan individu maupun perangkat dalam sistem, menunjukkan bagaimana objek berinteraksi untuk menyelesaikan tugasnya, dan menyempurnakan definisi dari tiap tipe objek sehingga tipe objek tersebut dapat diimplementasikan dengan kondisi maupun bahasa tertentu. Mengacu pada pendapat Dwiyana (2010), Object Oriented Analysis and Design merupakan sebuah metode pemecahan masalah dengan menggunakan model menurut konsep dalam kehidupan nyata. Dasar dari pembuatan model adalah objek yang merupakan kombinasi antara struktur data dan perilaku pada suatu entitas. Pengertian “object oriented” yaitu cara kita mengatur organisasi perangkat lunak sebagai kumpulan dari objek tertentu yang memiliki struktur data dan sikap perilakunya. Konsep Object Oriented Analysis and Design mencakup analisis dan desain pada sebuah sistem yang berdasarkan object, yaitu Object Oriented Analysis (OOA) dan Object Oriented Design (OOD). Object Oriented Analysis adalah metode analisis yang meneliti syarat yang harus dipenuhi sebuah sistem, baik dari sudut class maupun object yang ditemui dalam suatu perusahaan. Sedangkan Object Oriented Design adalah metode untuk mengarahkan perancangan software yang berdasarkan pada manipulasi object dari sistem dan subsistem.
2.1.3.4
Unified Process Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 50), Unified Process (UP) merupakan “ an object oriented system development methodology originally offered by Rational Software, which is now part of IBM.
46 Developed by Grady Booch, James Rumbaugh, and Ivar Jacobson, the UP is their attempt to define a complete methodology that, in addition to providing several unique features, uses UML for system models and the UP system development life cycle describe earlier.” Mengacu pada pendapat Ependi (2012), Unified Process (UP) atau Unified Software Development Process (USDP) adalah proses pengembangan yang memiliki sifat use-case-driven, di mana berpusat pada perancangan software, interaktif, dan berkembang. Unified Process dapat diimplementasikan pada bermacam – macam skala proyek, mulai dari skala kecil hingga besar besar. Unified Process Life Cyle secara umum akan tampak seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 UP Life Cycle Model (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 50) Empat tahapan dalam Unified Process dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Inception Inception adalah langkah paling awal di mana merupakan aktivitas penilaian pada sebuah proyek software yang dilakukan. Aktivitas ini merupakan
aktivitas
yang
bertujuan
untuk
mendapatkan
47 kesepakatan dari pemegang saham berkaitan dengan tujuan dan dana proyek. 2. Elaboration Elaboration merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum keperluan, persyaratan dan fungsi-fungsi utama dari software. Hal ini penting guna mengetahui risiko proyek, baik meliputi
risiko
arsitektur
software,
perencanaan,
maupun
implementasi. Pada tahapan ini, perancangan software telah dimulai secara iterative melalui kegiatan seperti business modeling, requirements, analysis dan design meskipun dalam tahap awal. 3. Construction Contruction merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membangun software hingga software tersebut telah siap digunakan. Aktivitas yang penting dalam construction adalah saat penentuan tingkat kebutuhan, melengkapi spesifikasi, analisis lebih dalam, rancangan pemecahan masalah yang memenuhi kebutuhan, persyaratan, dan pengujian software. 4. Transition Transition fokus terhadap bagaimana menyampaikan software yang sudah jadi pada pengguna. Software secara resmi diuji oleh penguji yang kompeten maupun oleh pengguna software tersebut.
2.1.3.5
Unified Modelling Language Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 48), Unified Modeling Language merupakan sebuah set standar konstruksi model dan notasi yang dibangun untuk pengembangan object–oriented. Para analis dan pengguna akhir dapat menggambarkan dan memahami berbagai diagram khusus yang digunakan dalam proyek pengembangan sistem dengan menggunakan Unified Modeling Language.
2.1.3.5.1 Use Case Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 216), seorang / sebuah aktor adalah suatu entitas manusia maupun mesin yang berinteraksi
48 dengan sistem untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Use case diagram dapat membantu ketika kita sedang menyusun requirement sebuah sistem, mengkomunikasikan rancangan dengan klien, dan merancang test case untuk semua feature yang ada pada sistem.
Gambar 2.2 Use Case Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 216)
2.1.3.5.2 Class Diagram
Gambar 2.3 Class Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 185)
49 Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 185), Class Diagram merupakan suatu diagram yang menggambarkan atau menampilkan struktur atas sebuah sistem di mana sistem tersebut menghasilkan system kelas, atribut dan hubungan antar kelas pada saat diagram telah selesai dibuat. Berikut merupakan beberapa jenis class diagram dan penjelasannya: 1. Domain Model Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 184), Domain model class diagram adalah UML class diagram yang menjabarkan hal yang penting untuk pekerjaan atau tugas user seperti problem domain classes, associations dan attributes. 2. First Cut Design Class Diagram
Gambar 2.4 First Cut Class Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 311) Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 309), dalam memulai sebuah proses perancangan, first-cut design class diagram
50 dikembangkan hanya berdasarkan pada domain model class diagram. First-cut design class diagram dikembangkan dengan memperluas domain model class diagram yang telah dibuat sebelumnya, yang membutuhkan 2 tahapan yaitu: 1. Menjelaskan atribut melalui tipe dan informasi atas nilai awal. 2. Menambahkan navigasi visibilitas panah pada penghubung.
3. Updated Class Diagram
Gambar 2.5 Updated Class Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 337)
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 337), design class diagram dapat dijabarkan kembali pada setiap layernya, yang disebut Updated Class Diagram. Pada view layer dan data access layer, terdapat beberapa kelas yang harus dijelaskan secara detail. Domain layer juga memiliki beberapa class baru yang ditambahkan sebagai use case controllers. Pada saat awal, tidak ada metode yang dikembangkan pada First-cut class diagram. Namun setelah beberapa sequence diagram telah dibuat, maka informasi method dapat ditambahkan pada kelas yang ada.
51 2.1.3.5.3 Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 144), salah satu cara yang terbukti efektif untuk mencatat seluruh informasi mengenai proses bisnis adalah dengan penggunaan diagram. Manfaat dari menggunakan diagram dan pemodelan adalah terjadi mekanisme komunikasi yang kuat antara tim proyek dan pengguna. Activity diagram merupakan diagram alur kerja sederhana yang menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh user atau sistem yang berbeda, pihak yang melakukan setiap aktivitas, dan aliran proses yang berurutan secara kronologis atas aktivitas bisnis perusahaan.
Gambar 2.6 Activity Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 145) Activity diagram merupakan sebuah pemodelan logical dari proses bisnis dan workflow aktivitas di dalam bisnis. Activity diagram digunakan dalam menjabarkan proses yang sedang berjalan maupun dan proses yang dirancang untuk berlangsung pada sistem yang baru. Selain itu, activity diagram berfungsi untuk menjelaskan pemodelan aktivitas yang berlangsung dalam sebuah sistem informasi yang berjalan
52 pada sebuah bisnis perusahan. Activity diagram menggambarkan berbagai alir aktivitas dalam sistem yang sedang dirancang, bagaimana masing-masing proses berawal dan mengalir, keputusan yang mungkin terjadi, dan bagaimana proses tersebut berakhir.
Gambar 2.7 Activity Diagram
2.1.3.5.4 System Sequence Diagram
Gambar 2.8 System Sequence Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 315)
53 Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 315) menyatakan bahwa System Sequence diagram merupakan diagram yang digunakan dalam mendokumentasikan input dan outputs dari sistem bagi pengguna untuk use case tunggal atau scenario. Sebuah system sequence diagram menggambarkan interaksi antar sistem dengan dunia luar yang direpresentasikan oleh actor. Sistem itu sendiri diperlakukan sebagai object tunggal yang dinamakan dengan :System.
2.1.3.5.5 Multilayer Design System Sequence Diagram Multilayer Design System Sequence diagram merupakan diagram yang digunakan untuk menjelaskan interaksi antara actor dengan sistem, dimana sistem dijelaskan secara lebih terperinci dan berurutan secara kronologis.
Gambar 2.9 Multilayer Sequence Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 316)
54 a. View Layer Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 320), view layer adalah lapisan yang menggambarkan interaksi manusia dengan komputer dan membutuhkan rancangan user interface untuk setiap use case. b. Data Access Layer Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 334), data access layer adalah lapisan data yang digunakan oleh developer untuk mengembangkan system database yang baru bagi perusahaan terkait. Menurut Bennett (2010: 253) sequence diagram menggambarkan interaksi antara objek yang diatur dan diurutkan berdasarkan rangkaian / urutan waktu peristiwa. Sequence diagram dapat dijabarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk memenuhi tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem. Simon Bennett menyatakan bahwa setiap sequence diagram harus diberikan frame dengan menggunakan notasi sd yang merupakan kependekan dari sequence diagram. Selain itu juga terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame yang a. alt Merupakan singkatan dari ‘alternatives’ yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa jalur eksekusi yang dapat dilakukan. b. opt Merupakan singkatan dari ‘optional’ di mana frame yang mempunyai heading ini mendapatkan tawaran pilihan yang akan dijalankan apabila syarat tertentu yang dijabarkan terpenuhi. c. loop Menyatakan bahwa operation yang terdapat dalam frame yang terkait dijalankan secara berulang dalam kondisi tertentu. d. break Menyatakan bahwa seluruh operation yang terletak setelah frame yang bersangkutan tidak dijalankan.
55 e. par Merupakan singkatan dari ‘parallel’ yang menunjukkan bahwa operation dalam frame terkait dapat dijalankan dalam waktu yang bersamaan. f. seq Merupakan singkatan dari ‘weak sequencing’ yang menunjukkan bahwa operation yang berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan kapanpun. g. strict Merupakan singkatan dari ‘strict sequencing’ yang menunjukkan bahwa operation yang terkait harus dilaksanakan secara berurutan. h. neg Merupakan singkatan dari ‘negative’ yang menunjukkan adanya operation yang tidak sah. i. critical Menyatakan bahwa operation yang terdapat di dalamnya tidak memiliki celah yang kosong. j. ignore Menunjukkan bahwa tipe pesan atau parameter yagn dikirimkan dapat diabaikan dalam interaksi. k. consider Menunjukkan pesan yang harus dipertimbangkan dalam interaksi. l. assert Merupakan singkatan dari ‘assertion yang menunjukkan urutan pesan yang sah. m. ref Merupakan singkatan dari ‘refer’ yang menunjukkan bahwa frame mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sequence diagram tertentu.
2.1.3.5.6 Statechart Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 214), statechart diagram merupakan sebuah diagram yang menunjukkan daur hidup
56 sebuah objek yang menunjukkan suatu kondisi transisi atau perubahan yang terjadi. Statechart diagram menggambarkan status atas setiap obyek, mengidentifikasi kondisi status, dan menentukan proses yang dilakukan. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 237), sebuah statechart diagram dapat dibangun untuk segala masalah pada domain classes yang mempunyai behavior yang kompleks atau kondisi status yang membutuhkan untuk diawasi. Namun, tidak semua class membutuhkan statechart. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 241), tahapan dalam membuat statechart diagram yaitu: 1. Melakukan review atas class diagram dan memilih class yang membutuhkan statechart. 2. Membuat daftar seluruh kondisi status yang dapat diidentifikasi ntuk setiap class yang terpilih dalam kelompok. 3. Memulai
untuk
mengidentifikasi
membangun transisi
yang
fragmen
statechart
menyebabkan
sebuah
dengan objek
meninggalkan status yang telah diidentifikasi. 4. Mengurutkan kombinasi transisi status dalam urutan yang benar. 5. Melakukan review atas jalur dan mencari jalur yang independent & concurrent. 6. Mencari adanya transisi tambahan. 7. Memperluas setiap transisi dengan appropriate message event, guard-condition, dan action-expression. 8. Mereview dan melakukan pengujian atas setiap statechart.
57
Gambar 2.10 Statechart Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 237)
2.1.3.5.7 Package Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd(2005: 339), Package Diagram adalah sebuah diagram yang menggambarkan pengelompokan elemen – elemen dalam tingkatan unit yang lebih tinggi. Kegunaan dari package
diagram
yakni
mengelompokkan
kelas.
Pada
bagian
sebelumnya, telah digambarkan terdapat tiga layer desain, yaitu view layer, domain layer, dan data access layer. Pada interaksi yang tergambar di diagram, objek dari setiap layer ditampilkan bersama dalam
diagram
yang
sama.
Namun,
ketika
designer
ingin
mendokumentasikan persamaan dan perbedaan dalam hubungan objek pada
perbedaan
layers,
maka
designer
memisahkan
atau
mengelompokkan berdasarkan lingkungan proses terdistribusi dengan package diagram. Hal ini dilakukan dengan cara class yang terdapat pada updated class diagram ditempatkan ke dalam package sesuai layer di tempat class tersebut berada sebelumnya.
58
Gambar 2.11 Package Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 339)
2.1.3.6
Additional Model Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 136), additional model merupakan model yang juga dapat digunakan untuk menggambarkan analisis sistem yang ada. Namun, UML tidak mengharuskan penggunaan additional model dalam analisis, karena tujuan dari additional model yakni lebih cenderung untuk melengkapi dan memperjelas analisis yang telah digambarkan pada UML Diagram.
2.1.3.6.1 Event Table Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 174), menyatakan bahwa event table adalah sebuah katolog use case yang menjabarkan dalam daftar tentang peristiwa dalam baris dan kunci atas potongan informasi mengenai setiap event dalam kolom – kolom. Daftar peristiwa yang terdiri dari trigger,source, usecase, response(s), dan destination(s)
59 atas setiap peristiwa ditempatkan dalam sebuah event table sehingga para analis dapat mengawasi berjalannya peristiwa – peristiwa yang ada untuk penggunaan selanjutnya. Berikut merupakan jabaran dari masing – masing kolom: 1. Event Event merupakan informasi mengenai setiap peristiwa dan kasus penggunaan yang dihasilkan dalam event table. 2. Trigger Trigger adalah sebuah sinyal yang memberitahukan ke sistem bahwa
suatu
peristiwa
telah
terjadi,
baik
kedatangannya
membutuhkan pengolahan data atau titik waktu. 3. Source Source merupakan agen dari luar yang memasok data ke sistem. 4. Response Response merupakan output yang dihasilkan oleh sistem, yang masuk ke tujuan. 5. Destination Destination merupakan agen eksternal yang menerima data dari sistem.
Gambar 2.12 Event Table (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 174)
60 2.1.3.6.2 Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 220), menyatakan bahwa Use Case Description merupakan penjelasan yang terperinci secara detail mengenai proses atas setiap use case. Use Case Description dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Brief Description Brief Description merupakan use case description yang dapat digunakan untuk Use Case yang sangat sederhana dan jika sistem yang sedang dibangun berskala kecil.
Gambar 2.13 Use Case Brief Description (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 221)
2. Intermediate Description
Gambar 2.14 Use Case Intermediate Description (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 222)
61 Intermediate Description adalah use case description yang merupakan pengembangan dari Use Case Brief Description yang berfungsi untuk menyertakan aliran internal dari aktivitas agar s Use Case Exception dapat digunakan.
3. Fully Developed Description Fully Developed Description merupakan metode yang paling formal yang dapat digunakan dalam mendokumentasikan sebuah Use Case.
Gambar 2.15 Use Case Fully Developed Description (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 223)
2.1.3.6.3 User Interface Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 444), user interface merupakan sebuah tampilan antar muka yang merupakan bagian dari
62 sistem informasi yang membutuhkan adanya interaksi user untuk membuat input dan output.
a. Guidelines for Designing User Interface Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 453), Interface Design Standards merupakan peaturan umum yang dimanfaatkan guna membuat interface atau tampilan atas sistem yang sedang dikembangkan oleh perusahaan yang terkait.
b. Eight Golden Rules Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 454), menyatakan bahwa eight golden rules merupakan delapan aturan yang mendasari perancangan layar antarmuka yang interaktif. Eight Golden Rules terdiri dari : 1. Strive For Consistency 2. Enable Frequent Users to Use Shortcuts 3. Offer Informative Feedback 4. Design DIalgos to Yield Closure 5. Offer Simple Error Handling 6. Permit Easy reversal of actions 7. Support Internal Locus of contro 8. Reduce short-term memory Load
2.1.3.6.4 Persistence Object Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 66), Persistent Object merupakan object yang disimpan dan tersedia oleh sistem untuk penggunaan secara berkala dari waktu ke waktu.
2.1.3.6.5 Entity Relationship Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2011), Entity Relationship Diagram merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara entitas dalam proses bisnis yang terdiri dari nama entitas, primary key, foreign key serta atribut. ERD merupakan suatu pemodelan yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antar data dalam basis data
63 berdasarkan objek - objek dasar atau sumber data yang memiliki keterkaitan antar relasi. Dalam melakukan pemodelan struktur data dan hubungan antar data, Entity Relationship Diagram digambarkan dengan menggunakan beberapa notasi dan simbol. Pada dasarnya ada tiga simbol yang digunakan, yaitu : a. Entitas Entitas merupakan objek yang mewakili sesuatu yang bersifat nyata dan dapat dibedakan dengan objek yang lain. Simbol atas entitas digambarkan dengan persegi panjang. b. Atribut Setiap entitas pasti memiliki unsur - unsur yang dinamakan atribut. Atribut berfungsi untuk mendeskripsikan karakteristik dari entitas yang terkait. Isi atas atribut memiliki sesuatu yang dapat mengidentifikasikan isi dari unsur satu dengan yang lain. c. Relasi / Hubungan Relasi atau ubungan antara sejumlah entitas yang berasal dari himpunan entitas yang berbeda. Relasi dapat dibagi menjadi tiga yakni one to one relationship, one to many relationship, dan many to many relationship.
Gambar 2.16 Entity Relatioship Diagram (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2011) 2.1.3.6.6 Deployment Environment Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 270), deployment environment terdiri atas hardware, system software, dan network environment dimana sistem tersebut akan berjalan.
64 1. Single – Computer and Multitier Architecture Single – computer bekerja pada suatu single computer system dan dipasang pada device secara langsung di mana bisa berdiri sendiri dalam sebuah PC application. Keuntungan terbesar dari single – computer architecture yaitu simple
dan sistem informasi yang
digunakan secara relatif mudah didesain, dibangun, dioperasikan, dan dipertahankan. Multitier Architecture bekerja pada suatu multiple computer system dalam sebuah usaha yang korporatif dan sesuai kebutuhan atas proses informasi. Multitier Architecture dapat dibagi dua arsitektur yaitu Clustered architecture dan Multicomputer architecture. Clustured architecture adalah suatu kumpulan komputer yang memiliki tipe yang sama di mana dapat saling bertukar informasi dan bertindak sebagai suatu sistem komputer dalam skala yang besar. Sedangkan multicomputer architecture merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam komputer yang berbeda di mana dapat saling bertukar informasi melalui fungsi yang spesifik.
2. Centralized and Distributed Architecture Centralized architecture adalah arsitektur yang menempatkan seluruh computing resources ke dalam sebuah lokasi yang terpusat atau single location. Centralized architecture digunakan pada proses aplikasi yang memiliki skala besar dan aplikasi real time. Distributed
architecture
merupakan
suatu
arsitektur
yang
mengembangkan computing resources pada beberapa lokasi di mana
lokasi – lokasi tersebut terhubung oleh sebuah computer
network.
3. Computer Network Computer network adalah suatu set transmission lines, specialized hardware, dan communication protocols yang memungkinkan terciptanya komunikasi antara berbagai pengguna dan sistem komputer yang berbeda.
65 Computer network dapat dibagi berdasarkan jarak yang merentang, yakni Local Area Network (LAN) dan Wide Area Network (WAN). Local Area Network (LAN) memiliki jarak rentang kurang dari satu kilometer dan menghubungkan komputer dalam satu bangunan atau lantai. Sedangkan Wide Area Network (WAN) dapat digunakan untuk menghubungkan komputer dengan jarak lebih dari satu kilometer, atau jarak yang memiliki skala / lingkup besar. 4. Internet, Intranet, and Extranet Internet
merupakan
suatu
kumpulan
jaringan
global
yang
menggunakan protokol TCP/IP dari jaringan yang sama. World Wide Web (WWW), atau dapat disebut dengan Web adalah suatu kumpulan sumber seperti berbagai dokumen dan program yang dapat diakses melalui internet menggunakan protokol standar. Intranet merupakan jaringan pribadi yang menggunakan protokol Internet, namun hanya dapat diakses melalui kumpulan pengguna internal yang terbatas. Intranet juga menggambarkan kumpulan sumber yang dapat diakses secara pribadi yang dikelola dan dikirimkan melalui satu protokol Web atau lebih dengan jaringan yang mendukung TCP/IP. Sedangkan extranet merupakan intranet yang telah diperluas lingkupnya
hingga
luar
organisasi
guna
secara
langsung
dihubungkan dengan organisasi dan mendukung fasilitas arus informasi.
2.1.3.6.7 Software Architecture Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 277), deployment environment yang sederhana seperti single centralized computer dapat dicocokkan
dengan
simple
software
architecture.
Sedangkan
distributed, multitier hardware, dan network architectures memerlukan software architecture yang lebih kompleks. 1. Client / Server Architecture Client / server architecture dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu client dan server. Client merupakan sebuah proses, modul, object,
66 atau komputer yang meminta layanan dari satu server atau lebih, yang berkomunikasi dengan server guna meminta sumber atau layanan, kemudian server menanggapi permintaan tersebut. Sedangkan server adalah sebuah proses, modul, object, atau komputer yang menyajikan layanan melalui network. Server mengelola satu atau lebih sumber sistem informasi atau menyajikan well-defined services.
2. Three – Layer Client / Server Architecture Three – Layer Client / Server Architecture merupakan client / server architecture yang membagi aplikasinya ke dalam view layer, business logic layer, dan data layer. View layer terdiri dari user interface yang menerima input dan format dari user, serta menampilkan hasil output dari proses tersebut. Business logic layer berisi program yang mengimplementasikan peraturan dan prosedur bisnis dari suatu aplikasi. Sedangkan data layer adalah bagian dari three-layer architecture yang melakukan interaksi dengan database untuk mengelola data yang disimpan.
2.1.3.6.8 Length of Effort • Gantt Chart Gantt chart merupakan suatu alat yang memiliki nilai khususnya bagi proyek dengan jumlah anggota tim yang sedikit, proyek mendekati penyelesaian dan beberapa kendala proyek. Karakteristik Gantt Chart dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Gantt chart dikenal sebagai alat fundamental yang mudah diterapkan oleh para manajer proyek untuk memungkinkan individu dapat melihat dengan mudah waktu dimulai dan selesainya pekerjaan dan sub pekerjaan dari proyek. 2. Semakin banyak pekerjaan dalam proyek dan semakin penting urutan antara pekerjaan, maka semakin besar kecenderungan dan keinginan untuk memodifikasi gantt chart.
67 3. Gantt chart membantu dalam menganalisis “what if” pada saat melihat adanya kesempatan untuk melakukan perubahan terlebih dahulu terhadap kebutuhan. Keuntungan menggunakan Gantt chart : 1. Mudah dibuat dan dipahami serta sederhana sehingga sangat berguna sebagai media komunikasi dalam pelaksanaan proyek. 2. Menggambarkan jadwal dari suatu kegiatan dan kenyataan kemajuan yang sesungguhnya pada saat pelaporan. 3. Penggabungan dengan metode lain juga dapat diterapkan pada saat pelaporan
Kelemahan Gantt Chart : 1. Tidak dapat menyajikan secara spesifik mengenai hubungan ketergantungan antar kegiatan, sehingga sulit untuk mengetahui dampak yang diakibatkan dari keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan kegiatan proyek yang terkait, 2. Sulit untuk mengadakan penyesuaian atau
perbaikan
/
pembaharuan apabila diperlukan. Hal ini dapat terjadi karena pada umumnya hal ini berarti membuat bagan baru.
2.2 Kerangka Pikir Kerangka berpikir yang digunakan dalam proses perancangan sistem atau aplikasi ini yaitu menggunakan fase proses perancangan sistem yang dimana terdapat empat yakni fase planning, fase inception, fase elaboration, dan fase contruction plan. Analisis dan perancangan sistem pembelian dan persediaan pada CV. Sido Maju Jaya ini dimulai dengan melalui fase planning yaitu melakukan seleksi perusahaan terlebih dahulu, hingga dilanjutkan melakukan studi pustaka
baik
melalui
buku
pedoman,
jurnal,
dan
internet,
dan
mengumpulkan data umum perusahaan maupun proses bisnis yang terkait melalui observasi, wawancara, dan observasi terhadap CV. Sido Maju Jaya sebagai perusahaan terpilih.
68 Selanjutnya, fase dilanjutkan menuju fase inception dengan melakukan identifikasi terhadap bagian-bagian yang terkait pada proses bisnis pembelian dan persediaan, identifikasi atas dokumen-dokumen yang digunakan, menggambarkan proses bisnis yang berjalan di perusahaan menggunakan activity diagram, dan mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam proses bisnis berjalan, serta memberikan usulan atas permasalahan dihadapi oleh perusahaan. Setelah fase inception dilakukan, fase dilanjutkan dengan fase elaboration yaitu dengan menggunakan metode Unified Process dengan pendekatan Object Oriented Analysis and Design. Fase elaboration dibagi menjadi dua sub fase yaitu Modeling and Requirement Discipline dan The Design Discipline. Modeling and Requirement Discipline dalam fase elaboration dimulai dengan menggambarkan proses bisnis berjalan yang diusulkan menggunakan activity diagram,yang kemudian dilanjutkan dengan event table, use case diagram, use case description, dan domain class diagram secara berurutan. Selanjutnya, fase elaboration memasuki sub fase yang kedua yaitu The Design Discipline dimana fase ini menggambarkan proses bisnis yang diusulkan dengan
melakukan tahapan design the support services
architecture and deployment environment, design the software architecture, design the use case realization, design the database, design the system and user interface, dan design the system security and controls. Setelah seluruh fase elaboration telah selesai dilaksanakan, maka fase yang terakhir adalah fase perencanaan sebagai awalan fase Contruction yaitu Contruction plan yang terdiri dari membangun aplikasi dan spesifikasi hardware dan software yang digunakan.
69
Gambar 2.17 Kerangka Pikir