20
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kualitas Tinggi dan rendahnya kualitas suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang berhubungan langsung dengan kepuasan dan kepercayaan konsumen. Kualitas merupakan hal utama yang mempengaruhi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Singkatnya kualitas merupakan faktor kunci dalam menentukan pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup suatu perusahaan, khususnya pada era sekarang ini. Definisi kualitas sangatlah bervariasi, menurut para pakar dibidang kualitas, kualitas didefinisikan sebagai berikut1 : ♦ Menurut Vincent Gasperz Kualitas adalah sebagai konsistensi peningkatan dan penurunan variasi karakteristik produk, agar dapat memenuhi spesifikasi dan kebutuhan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun external. ♦ Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya ♦ Menurut Deming 1
Pengendalian Kualitas Statistik, (Dorothea Wahyu A, 3)
21
Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang ♦ Menurut Feigenbaum Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintanance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
2.1.2 Variasi, Cacat dan Penyebab Variasi Variasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk atau proses itu sendiri. Variasi sendiri merupakan indikator dari pada inkonsistensi proses, yang menyebabkan banyak produk (output) yang tidak sama. Variasi dapat diukur dengan metode statistik dan di seringkali disebut standar deviasi-σ-merupakan tingkat penyimpangan pada proses yang diketahui dalam satu populasi. Variasi jelas merupakan musuh utama dalam usaha-usaha untuk dapat meningkatkan kinerja proses dan kualitas produk. Menurut Gaspersz2, variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas dalam output pada output (barang/jasa) yang dihasilkan.
2
Statistical Process Control : Managemen Bisnis Total, (Gaspersz, 28-29)
22
Untuk lebih jelasnya kedua jenis variasi tersebut dijabarkan sebagai berikut : ♦
Penyebab Khusus Variasi (special causes variation) Variasi penyebab khusus merupakan kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini mengambil pola non acak (non random patterns) sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan. Sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistical menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dati batas-batas pengendalian yang didefinisikan.
♦
Penyebab Umum Variasi (common causes variation) Merupakan faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasilhasilnya. Penyebab umum sering disebub juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem amaka untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak managemen yang
dapat
memperbaikinya,
karena
pihak
managemenlah
yang
23
mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistical dengan menggunakan peta kendali. Jenis variasi ini sering ditandai dengan titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefiniskan. Setiap variasi yang terjadi pasti akan menimbulkan cacat (defect) pada produk. Adapun pengertian dari cacat ialah semua kejadian atau peristiwa yang mengindikasikan di mana produk atau jasa gagal memenuhi kebutuhan pelanggan atau definisi yang lain cacat adalah suatu kondisi dari suatu produk atau jasa yang tidak dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh standar yang berlaku atau tidak dapat digunakan dengan baik oleh pelanggan (fitness for use) karena tidak memenuhi satu atau beberapa persyaratan kualitas pelanggan (critical to quality).
2.1.3 Program Peningkatan & Perbaikan Kualitas Six Sigma 2.1.3.1 Sejarah Six Sigma3 Six Sigma yang merupakan metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik pertama kali diperkenalkan oleh Motorola. Pada tahun 1988 Bob Galvin, selaku CEO Motorola menerima penghargaan Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) untuk penerapan metode Six Sigma pada perusahaan
3
The Six Sigma Way (Pande, 5-9) The Six Sigma Handbook (Pyzdek, 1-5)
24
tersebut. Sejarahnya adalah pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, Motorola merupakan salah satu dari banyak korporat AS dan Eropa dimana produk yang mereka luncurkan dimakan oleh para pesaing Jepang. Konsep mutu berbasis TQC/QCC yang diperkenalkan di Jepang telah membuat banyak perusahaan barat kehilangan daya saingnya, seperti juga kebanyakan perusahaan di AS saat itu Motorola tidak memiliki program “kualitas”. Tetapi pada tahun 1987, keluar sebuah pendekatan baru dari sector komunikasi Motorola-pada saat itu dikepalai oleh George Fisher, yang kemudian menjadi top executive di Kodak. Konsep perbaikan inovatif itu disebut “Six Sigma”. Six Sigma
memberikan kepada Motorola sebuah cara
sederhana dan konsisten untuk melacak dan membandingkan kinerja dalam persyaratan pelanggan dan sebuah target bisnis ambisius dari kualitas yang sempurna secara praktis. Sebagaimana Six Sigma
menyebar keseluruh perusahaan
dengan dukungan kuat dari chairman Motorola, Bob Galvin, Six Sigma memberikan ”otot” ekstra kepada Motorola untuk mencapai tujuan-tujuan yang pada saat itu sepertinya tidak mungkin, dimana target awal pada tahun 1980-an sebesar 10 kali peningkatan pada lima tahun, diperkecil menjadi 10 kali peningkatan setiap 2 tahun atau 100 kali dalam 4 tahun.
25
Hanya kurang dari dua tahun setelah meluncurkan Six Sigma, Motorola mendapat penghargaan MBNQA, seperti telah dijelaskan diatas. Karyawan total perusahaan naik dari 71.000 pada tahun 1980, menjadi lebih dari 130.000 saat ini. Namun demikian, dalam dekade antara permulaan Six Sigma pada tahun 1987 dan 1997, prestasiprestasi yang dicapai Motorola adalah : ♦ Pertumbuhan lima kali lipat dalam penjualan, dengan laba meningkat hampir 20% per tahun. ♦ Penghematan kumulatif berdasarkan usaha-usaha Six Sigma ditetapkan pada $14 milliar, termasuk penurunan COPQ lebih dari pada 84%. ♦ Pendapatan harga saham (share price) Motorola ditutup pada rate tahunan sebesar 21,3%. ♦ Peningkatan produktivitas rata-rata 12,3% per tahun. ♦ Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7%. Dewasa ini, Motorola terkenal di seluruh dunia sebagai pemimpin pemenuhan
kualitas.
Untuk
kepuasan
pencapaian
pelanggan
kualitas
sepenuhnya,
dan
tujuan
Motorola
berkonsentrasi pada beberapa inisiatif operasional kunci dan pada daftar paling atas adalah”Kualitas Six Sigma”, suatu pengukuran statistik variasi dari suatu hasil yang diharapkan.
26
Bahkan lebih dari sekadar sekumpulan peraturan untuk hasilhasil yang ditargetkan, Motorola telah menerpakan Six Sigma sebagai sebuah cara untuk mentransformasi bisnis, sebuah cara yang didorong komunikasi, pelatihan, kepemimpinan, teamwork, pengukuran dan fokus pada pelanggan. Sementara
Motorola
menggunakan
Six
Sigma
untuk
mempertahankan posisinya dalam pasar global untuk tetap dapat bersaing, maka General Electric adalah jawaban untuk Pertanyaan berikut: Bagaimana kami lebih memperkuat kemajuan perusahaan yang sudah dicapai? Jack Welch, CEO GE meminta setiap karyawannya untuk menjadi “gila kualitas”. Welch meluncurkan usaha perbaikan tersebut di akhir tahun 1995 dengan 200 proyek dan program pelatihan intensif, bergerak ke 3000 proyek dan pelatihan yang lebih banyak di tahun 1996. Contoh keberhasilan penerapan Six Sigma di GE dapat dilihat di bawah ini: 1. Tim Six Sigma di unit GE’s lighting telah memperbaiki masalahmasalah dalam pembayarannya kepada salah satu pelanggan topnya yakni Wal Mart, menghapus defect faktur dan perselisihan sebesar 98%. 2. Bisnis jasa GE Capital mempersingkat proses tinjauan kontrak dan mencapai penghematan tahunan sebesar $1 milliar.
27
3. Menggunakan alat dan metodologi Six Sigma, sebuah tim dari Sistem Kedokteran GE dan Pusat Penelitian dan Pengembangan GE mengembangkan pipa Performix 630 baru dengan atributatrinut yang diinginkan pelanggan. Angka-angka luar biasa dibalik inisiatif Six Sigma dari GE hanyalah memberikan sebagian dari kisah sukses GE. Dari tahun awal atau tahun-tahun dari usaha untuk mencapai titik impas, hasil diakselerasi sebesar $750 juta menjelang akhir tahun 1998, perkiraan $1,5 milliar pada akhir tahun 1999. Para pemimpin di GE menyebut hasil-hasil tersebut sebagai bukti yang paling dapat dilihat dari kontribusi finansial yang telah dibuat oleh Six Sigma. “Six Sigma telah menyebar bagai api ke seluruh perusahaan dan ini mengubah segala sesuatu yang kita perbuat”, ujar Welch. (Byrne, 1998)
2.1.3.2 Definisi Six Sigma Six Sigma sebagai sebuah istilah baru dalam dunia bisnis dan juga dalam bidang ilmu statistika, seringkali memiliki definisi yang berbeda. Persepsi para insinyur dan ahli statistik seringkali berbeda dari apa yang diungkapkan oleh media bisnis secara umum. Tetapi adalah tidak arif untuk membuat frasa “Six Sigma” menjadi membingungkan bagi orang-orang yang ingin mengetahuinya baik
28
mereka yang memiliki latar belakang ekonomi, statistik, manajemen atau teknik. Kata Sigma sendiri merupakan salah satu huruf dari sistem alfabet yunani yang dilambangkan dengan “σ”, yang berarti mengindikasikan banyaknya tingkat variasi output terhadap target yang telah ditetapkan. Secara statistik, Six Sigma adalah suatu ketentuan yang mensyaratkan suatu proses beroperasi pada batas toleransi perekayasaan terdekat adalah paling sedikit ±6σ dari ratarata proses. Dalam persepsi teknis untuk pengendalian proses maka Six Sigma dapat berarti kepada target kinerja operasi yang diukur secara statistik dengan hanya 3,4 cacat (defect) untuk setiap satu juta kejadian atau “peluang”. Seringkali dinamakan 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunities) atau 3,4 PPM (Parts Per Million). Cara lain untuk menentukan Six Sigma adalah sebagai usaha “perubahan budaya” agar posisi perusahaan di pasar ada pada kepuasan pelanggan, profitabilitas dan daya saing yang lebih besar. Definisi yang terakhir ini lebih disukai oleh mereka yang memiliki latar belakang manajemen dan ekonomi. Dari sekian banyak definisi ukuran, tujuan ataupun perubahan budaya - yang ada mana yang paling sesuai untuk mendeskripsikan kata “Six Sigma” dengan tepat? Sebenarnya tidak ada satupun dari definisi diatas yang kurang tepat, atau yang paling tepat sekalipun. Seperti yang telah
29
dijelaskan pada bagian sebelumnya dari bab ini bahwa Six Sigma bukanlah suatu program teknis keseluruhan dan juga tidak selalu menekankan pada statistik. Six Sigma lebih kepada suatu pendekatan manajemen untuk mencapai tujuannya berupa kepuasan pelanggan, peningkatan produktivitas, penurunan tingkat produk yang cacat dan secara umum peningkatan kinerja perusahaan yang dapat dibuktikan dengan laba, penghematan tahunan, nilai harga saham, market share, employee turnover dan lain-lain. Akan tetapi metode ini juga memiliki basis yang cukup kuat pada statistik, terutama jika kita berbicara kepada ukuran (atau tujuan) yang menjadi indikator awal bagi tercapainya target kualitas seperti yang diharapkan atau seperti yang dijanjikan oleh metode tersebut yaitu penurunan tingkat cacat hingga mencapai 3,4 DPMO dengan batas toleransi persyaratan (UCL dan LCL) mencapai ±6σ terhadap rata-rata proses. Dengan pemahaman menyeluruh tentang konsep Six Sigma sebagai suatu pendekatan manajemen berbasis statistik yang menekankan pada tujuannya berupa peningkatan kinerja bisnis serta fokus pada hasil-hasil yang ditargetkan maka dalam bukunya, The Six Sigma Way, Peter S Pande4, mendefinisikan Six Sigma secara luas:
4
The Six Sigma Way (Pande,xi)
30
Six Sigma adalah sebuah sistem berupa pendekatan manajemen yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis, juga Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data dan analisis statistik dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan kembali proses bisnis demi tercapainya tingkat kualitas 6σ.
2.1.3.3 Konsep Six Sigma Secara Statistik Sigma
adalah
sebuah
unit
pengukuran
statistik
yang
mencerminkan kapabilitas proses. Sigma adalah sebuah cara untuk menentukan atau bahkan memprediksikan kesalahan atau cacat dalam proses, baik dalam proses manufaktur atau pengiriman sebuah pelayanan. Jika perusahaan kita sudah mencapai level 6 sigma berarti dalam proses kita tersebut mempunyai peluang untuk defect atau
melakukan kesalahan sebanyak 3,4 kali dari 1000000
kemungkinan (ooportunity). Dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan memperbandingkan nilai sigma, didapatkan perbandingan sebagai berikut5 :
5
The Six Sigma Way (Pande, 13)
31
Tabel 2.1 Perbandingan Hasil 3.8 Sigma dengan 6 Sigma Pencapaian Tujuan-Apa yang telah anda dapatkan Sampel Untuk setiap 300.000 surat yang diantar Melakukan 500.000 kali melakukan restar komputer Untuk 500 tahun dari tutup buku akhir tahun Untuk setiap minggu penyiaran TV (per channel)
3,8 Sigma
6 Sigma
3000 salah kirim
1 salah kirim
4.100 berbenturan
< 2 berbenturan
60 bulan tidak seimbang
0,018 bulan tidak seimbang
1,68 jam gagal mengudara
1,8 detik gagal mengudara
Proses Six Sigma Motorola berdasarkan pada distribusi normal yang mengizinkan pergesaran 1.5 sigma dari nilai target. Konsep Six Sigma menurut Motorola ini berbeda dengan konsep distribusi normal yang tidak memberikan kelonggaran akan pergeseran. Nilai pergeseran 1.5 sigma ini diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri, dimana menurut hasil penelitian bahwa sebagus-bagusnya
suatu proses industri (khususnya mass
production) tidak akan 100 persen berada pada suatu titik nilai target tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1.5 sigma dari nilai tersebut :
32
Gambar 2.1 Pergeseran Tingkat Sigma dalam konsep Six Sigma Motorola
Seperti yang terlihat dalam gambar bahwa rata-rata proses dapat menyimpang sebesar ±1,5σ dalam asumsi normalitas. Apabila rata-rata proses menyimpang sejauh 1,5σ ke arah kanan (USL), maka level sigma dari proses akan sebesar 4,5σ dan arah yang berlawanan akan menghasilkan 7,5σ. Secara umum apabila proyek Six Sigma dijalankan dengan baik dan konsisten dalam jangka panjang maka pergeseran 1,5σ adalah satu ketentuan yang dapat dimaklumi. Jadi dalam implementasi jangka panjang yang dimaksud dengan “Six Sigma” itu adalah 6σ dengan asumsi pergeseran 1,5σ pada rata-rata proses dari target yang telah ditetapkan. Adapun DPMO yang dihasilkan untuk tingkat pengelolaan Six Sigma ini adalah sebesar 3,4 PPM dan 99,99966 % dari data akan berada dalam batas toleransi 6σ atau Yield sebesar 99,99966 %. Perbandingan antara proses dengan konsep pure Six Sigma, dimana ratarata proses adalah tetap, dengan konsep Six Sigma Motorola, dimana rata-rata proses diasumsikan menyimpang 1,5σ dalam jangka panjang adalah seperti dibawah ini:
33
Tabel 2.2 Level Sigma dan Tingkat DPMO6 Sigma Quality
Mean, fixed
Mean, with 1,5 shift
Level
Defect Rate (ppm)
Defect Rate (ppm)
3
2.700
66.811
4
63,40
6.210
5
0,57
233
6
0,002
3,4
Untuk lebih jelasnya tentang tabel konversi level sigma dan juga DPMO-nya dapat dilihat dibagian lampiran. Menurut penelitian di Amerika Serikat, apabila perusahaan serius dalam penerapan program Six Sigma maka hasil-hasil berikut dapat diperoleh: 1. Terjadi peningkatan 1-sigma dari 3-sigma menjadi 4-sigma pada tahun pertama. 2. Pada tahun kedua, peningkatan akan terjadi dari 4-sigma menjadi 4,7 sigma. 3. Pada tahun ketiga, peningkatan akan terjadi dari 4,7 menjadi 5sigma. 4. Pada tahun keempat, peningkatan terjadi dari 5-sigma menjadi 5,1-sigma.
6
Pengendalian Kualitas Statistik, (Dorothea Wahyu A, 192)
34
5. Pada tahun-tahun selanjutnya, peningkatan rata-rata adalah 0,1sigma sampai maksimum 0,15-sigma setiap tahun. Sebelumnya dikatakan bahwa dibutuhkan waktu rata-rata 8 tahun untuk beralih dari tingkat operasional 4-sigma ke 6-sigma, yang berarti harus terjadi peningkatan sebesar 6210/3,4 = 1826,471 kali peningkatan selama 8 tahun atau secara rata-rata sekitar 228,3 kali “peningkatan” setiap tahunnya. Suatu peningkatan yang dramatik untuk mencapai level perusahaan kelas dunia. Peningkatan dari 3-sigma sampai 4,7-sigma memberikan hasil yang mengikuti kurva eksponensial (mengikuti deret ukur), sedangkan peningkatan dari 4,7-sigma sampai 6-sigma mengikuti gerak kurva linear (mengikuti deret hitung).
2.1.3.4 Tema Kunci dan Keuntungan Six Sigma Untuk dapat menerapkan metode Six Sigma secara optimal hal yang perlu diperhatikan adalah mengetahui enam tema kunci dari (Pande)7 metode Six Sigma itu sendiri. Enam tema ini sering juga ditafsirkan sebagai “persyaratan utama” dalam mengembangkan metode Six Sigma, enam tema kunci tersebut ialah:
7
The Six Sigma Way (Pande, 17-19)
35
1. Fokus sungguh-sungguh kepada pelanggan (Customer Focus). 2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta (Management by Fact). 3. Fokus pada Proses, Manajemen dan Perbaikan (Continous Improvement). 4. Manajemen Proaktif (Proactive Management). 5. Kolaborasi tanpa Batas (dari Jack Welch). 6. Dorongan untuk Sempurna, tetapi Toleransi terhadap Kegagalan. Adapun
keuntungan-keuntungan8
yang
dapat
diraih
perusahaan dari penerapan metode Six Sigma ini adalah: 1. Pengurangan biaya produksi akibat inefisiensi produksi. 2. Peningkatan Produktivitas. 3. Pertumbuhan pangsa pasar (Market Share). 4. Retensi/Loyalitas
Pelanggan
(Customer
Loyalty),
akibat
kepuasan pelanggan. 5. Pengurangan Waktu Siklus (Reduce Cycle Time). 6. Pengurangan tingkat produk yang cacat (Reduce Defect Rate). 7. Pengembangan
Produk
dan
Jasa
(Product
and
Service
Development). 8. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran karyawan akan budaya kualitas. 8
The Six Sigma Way (Pande, xi)
36
2.1.4 Model Perbaikan DMAIC Ada beberapa model struktur dalam peningkatan kualitas Six Sigma9. Salah satu yang paling banyak dipakai adalah metode DMAIC. DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta.
2.1.4.1 DEFINE Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah-langkah yang terdapat dalam fase Define antara lain, menentukan atau mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma ,membuat gambaran secara keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC Diagram dan Peta Proses Operasi.
9
The Six Sigma Way (Pande, 150)
37
2.1.4.1.1 Project Statement10 Ada beberapa komponen dalam suatu pernyataan proyek yang terdiri dari: 1. Bussines Case (Latar Belakang Umum), merupakan latar belakang permasalahan yang terjadi saat ini dalam lingkup yang lebih global. 2. Problem Statement (Pernyataan Masalah), merupakan pernyataan masalah saat ini secara spesifik dan terukur (specific and measurable). 3. Project Scope (Ruang Lingkup Proyek), merupakan batasan-batasan dimana proyek perbaikan atau pemecahan masalah akan di fokuskan. 4. Goal
Statement
(Pernyataan
Tujuan),
merupakan
pernyataan tujuan yang akan dicapai setelah proyek di selesaikan. Pernyataan tujuan ini haruslah spesifik, terukur, realistik dan dapat dimengerti (specific, measurable, realistic and understandable). 5. Milestone (Batas Waktu Proyek), atau batas waktu yang ditetapkan pada tim proyek untuk dapat menyelesaikan
10
The Six Sigma Way : Team Fieldbook (Pande, Neuman & Cavanagh, 101-103)
38
proyeknya, beserta rincian kegiatan waktu demi waktu bila diperlukan. 2.1.4.1.2 SIPOC Diagram11 SIPOC adalah singkatan dari Supplier, Inputs, Process, Output dan Customer. SIPOC adalah sebuah peta proses yang di dalamnya teridentifikasi siapa pemasoknya, apa inputnya, bagaimana prosesnya, apa hasilnya dan siapa saja pemakainya. Langkah-langkah pada pembuatan SIPOC: ♦ Menamakan proses. ♦ Membuat batasan titik awal dan akhir proses ♦ Membuat daftar output dan pelanggan. ♦ Membuat daftar input dan pemasok. ♦ Identifikasi, beri nama dan urutkan langkah-langkah yang ada dalam proses.
2.1.4.1.3 Peta Proses Operasi12 Peta proses operasi adalah peta kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut elemen-elemen operasi secara detail. Disini tahapan proses operasi kerja harus diuraikan secara logis dan 11 12
The Six Sigma Way : Team Fieldbook (Pande, Neuman & Cavanagh, 96) Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu (Sritomo, 131-133)
39
sistematik. Dengan demikian keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal samapi produk akhir, sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual maupun urutan secara keseluruhan akan dapat dilakukan. Peta proses operasi ini akan memberikan daftar elemen-elemen operasi suatu pekerjaan secara berurutan. Untuk pembuatan peta operasi ini maka ASME (American Society of Mechanical Engineers) yang dipakai adalah symbol operasi, inspeksi, gabungan operasi dan inspeksi, dan penyimpanan. Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui peta operasi ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh, yaitu : ♦ Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan. ♦ Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi
pada
setiap
elemen
operasi
kerja
atau
pemeriksaan. ♦ Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan material. ♦ Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang sering dipakai.
40
banyaknya
peluang
dari
suatu
produk
untuk
dapat/tidak dapat memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi standar.
2.1.4.2 MEASURE Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap
ini
dilakukan
pengukuran
dan
mengenali
dan
menginventarisasi karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ). Tahap pengukuran ini sangat penting peranannya dalam meningkatkan kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan dari data yang ada sehingga menjadi patokan atau dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. dalam Six Sigma ada dua basis pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep pengukuran kinerja proses.
2.1.4.2.1 Critical to Quality (CTQ)13 Critical to Quality adalah persyaratan –persyaratan yang dikehendaki oleh pelanggan. CTQ yang merupakan kualitas yang ditetapkan harus berhubungan langsung
13
The Six Sigma Way (Pande, 28)
41
dengan kebutuhan sepesifik pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output. Kebutuhan
spesifikasi
pelanggan
harus
dapat
diterjemahkan secara tepat kedalam karakteristik kualitas yang
ditetapkan
oleh
manajemen
organisasi.
Karakteristik kualitas kunci adalah kelompok dari ukuran-ukuran persyaratan kualitas utama yang sangat vital perananya bagi pelanggan. Karena sangat vital maka informasi CTQ ini seringkali dikumpulkan dengan menggunakan metode VOC atau Voice of Customer, yang merupakan cara pengumpulan data suara pelanggan secara langsung. Sistem pengumpulan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan metode survey atau wawancara langsung. Bentuk dari CTQ ini biasanya dinyatakan dalam format CTQ Tree yang merupakan penjabaran dari beberapa karakteristik kualitas kunci bagi pelanggan yang akan dibahas dan dipecahkan kasusnya. CTQ ini seringkali diterjemahkan dalam
42
2.1.4.2.2 Pengukuran Kinerja Proses 1. Membuat Control Chart14, atau peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Shewhart pada tahun 1924. Dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum. Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk : a. Menentukan
apakah
suatu
proses
berada
dalam
pengendalian statistical? Dengan demikian peta-peta control digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical. b. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses
tetap
stabil
secara
statistical
dan
hanya
mengandung variasi penyebab umum. c. Menentukan kemampuan proses. Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.
14
Statistical Process Control (Gaspersz, 108)
43
Tabel 2.3 Jenis Data dan Peta Kendalinya Jenis Data
Jenis Peta kendali ♦ Peta p
Data Atribut Merupakan data kualitatif
yang dapat ♦ Peta np
dihitung untuk pencatatan dan analisis. ♦ Peta u Data atribut biasanya diperoleh dalam ♦ Peta c bentuk unit-unit nonconforms atau ketidaksesuaian
dengan
spesifikasi
atribut yang ditetapkan. ♦ Peta X-bar dan R
Data Variabel
Merupakan data kuantitatif yang diukur ♦ Peta X-bar dan MR untuk keperluan analisis. Ukuran-ukuran ♦ Peta X-bar dan S berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume,
biasanya
merupakan
data
variabel
♦ Peta kendali p15 Peta kendali p adalah alat statistik untuk mengevaluasi proporsi kerusakan atau proporsi ketidaksesuaian, yang dihasilkan oleh sebuah proses. Dengan demikian peta kendali digunakan untuk mengendalikan proporsi ketidaksesuaian dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Berikut adalah langkah-langkah pembuatan peta kendali p :
15
Statistical Process Control (Gaspersz, 147)
44
1. Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit cacat 2. Hitung rata-rata dari p 3. Hitung batas kendali untuk peta kendali p, dengan rumus dibawah ini
Σcacat ΣJumlah Pr oduksi CL = p p=
p (1 - p ) ni
UCL = p + 3 LCL = p - 3
p (1 - p ) ni
Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam pengendalian statistical atau tidak. Penggunaan Software Minitab 13 1. Masukkan data proses dalam tabel
Gambar 2. 2 Tampilan Pengisian Data 2. Clic Stat > Control Chart > P 3. Masukkan produksi dalam variable
45
4. Masukkan besar ukuran sampel dalam subgroup in
Gambar 2. 3 Tampilan Pengolahan Data
5. Klik OK
Gambar 2. 4 Tampilan Hasil Peta kendali p
46
♦ Peta kendali X-bar dan R16 Digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu. Peta kontrol X-bar menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi adalam ukuran titik pusat atau rata-rata dari suatu proses. Sedangkan peta kontrol R, yaitu peta yang menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Berikut adalah rumus untuk batas kendali X-bar dan R. Batas kendali X-bar UCL = X + (A2* R ) CL = X LCL = X - (A2* R ) Batas kendali R UCL = D4* R CL = R LCL = D3* R Keterangan : A2 = konstanta dari tabel D4 = konstanta dari tabel D3 = konstanta dari tabel
16
Statistical Process Control (Gaspersz, 112)
47
Penggunaan Software Minitab 13 1. Masukkan data sampel produksi dan berat dalam tabel 2. Klik Stat > Control Chart > X-bar dan R 3. Pada bagian subgroup masukkan n1-n5
Gambar 2. 5 Tampilan Pengisian Data
Gambar 2. 6 Tampilan Pengolahan Data
48
Gambar 2. 7 Tampilan Hasil Peta kendali X-bar dan R
2. Pengukuran kapabilitas proses saat ini untuk mengetahui seberapa baik proses dapat memproduksi produk yang bebas dari cacat. ♦ Kapabilitas Proses Berdasarkan Data Variabel17 Kapabilitas adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik,proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi ( di antara batas bawah dan batas atas spesifikasi). Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang jelek, proses itu akan menghasikan banyak produk yang berada di luar batas-batas spesifikasi, sehingga 17
Statistical Process Control (Gaspersz, 79-81)
49
menimbulkan kerugian karena banyak produk akan ditolak. Apabila ditemukan banyak produk yang ditolak atau terdapat banyak scrap, hal itu akan mengindikasikan bahwa proses produksi memiliki kapabilitas yang rendah atau jelek. Rumus untuk kapabilitas proses adalah : Cp = (USL – LSL)/6 ( R / d2) Dimana : Cp = indeks kapabilitas proses USL = batas spesifikasi atas LSL = batas spesifikasi bawah R
= rata-rata range
d2
= konstanta (tabel)
Jika indeks kapabilitas proses lebih besar atau sama dengan satu (Cp ≥ 1), hal ini menunjukkan bahwa proses memiliki kapabilitas yang baik, yang berarti bahwa proses mampu menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi. Sebaliknya, jika nilai indeks kapabilitas proses lebih kecil daripada satu (Cp < 1), hal ini menunjukkan bahwa proses memiliki kapabilitas yang jelek, yang berati bahwa proses tidak mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan batas-batas spesifikasi. ♦
Cp > 1.33 , maka proses dianggap sangat mampu (capable)
50
♦
1 ≤ Cp ≤ 1.33, maka kapabilitas proses baik, namun perlu pengendalian ketat apabila Cp mendekati 1
♦
Cp < 1, maka kapabilitas proses rendah, sehingga perlu ditingkatkan performasinya melalui perbaikan proses itu.
Biasanya indeks kapabilitas proses (Cp) digunakan bersamaan dengan indeks performasi. Indeks Performasi Kane (Cpk), merefleksikan kedekatan nilai rata-rata dari proses sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi atas (USL) atau batas spesifikasi bawah (LSL). Cpk diduga berdasarkan formula sebagai berikut : Cpk = min {Cpl ; Cpu} Dimana : Cpl =
(X - LSL) 3 (R/d 2 )
Cpu =
(USL - X) 3 (R/d 2 )
♦ Kapabilitas Proses Berdasarkan Data atribut18 Untuk mengdapatkan nilai kapabilitas proses untuk data atribut adalah dengan rumus sebagai berikut :
18
Statistical Process Control (Gaspersz, 156)
51
Cp = 1- p Dimana : Cp = indeks kapabilitas proses p
= rata-rata proporsi cacat
Sebagai contoh kapabilitas proses dari perusahaan adalah 10.202 = 0.798 atau sekitar 80 %, hal ini serupa dengan kemampuan proses menghasilkan prosuk cacat sekitar 20 %. Dengan demikian apabila pihak managemen ingin meningkatkan kapabilitas proses menghasilkan prosuk yang sesuai (tidak cacat) berdasarkan kondisi proses yang stabil sekarang, maka variasi penyebab umum yang melekat pada proses itu harus dikurangi.
2.1.4.2.3 Pengukuran Kinerja Produk 2.1.4.2.3.1
Konsep Pengukuran Berbasis Kecacatan19
Pada konsep ini ada dua ukuran yang digunakan, yaitu: 1. Ukuran Defective dan Yield, variabel pengukurannya ialah: Proportion Defect, merupakan persentase jumlah unit/item yang memiliki satu atau lebih cacat dibanding dengan total unit yang diproduksi. Rumusnya ialah
DPU =
19
The Six Sigma Way ( Pande, 235-239)
Jumlah Defective X 100 % Jumlah unit yang diproduksi
52
Final Yield, atau ditulis Yfinal dihitung sebagai 1
dikurangi Proportion Defective. Informasi ini memberitahu apakah pecahan dari unit total yang diproduksi atau dikirim adalah bebas cacat (defect free). Hasil ini biasanya dikalikan dengan 100 %. Ukuran Yield mengindikasikan ke-efektifan dari sebuah proses untuk menghasilkan probabilitas produk yang bebas cacat (defect free). Ukuran ini seringkali dinyatakan dalam format Rolled Throughput Yield atau RTY, mengindikasikan yield
atau “hasil baik” pada tiap-tiap proses yang ada. Rumus RTY adalah: RTY = 1- (Jumlah cacat / Input awal) * 100 %. 2. Ukuran-ukuran Defect Sering disebut Defect per Unit atau DPU. Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap total unit yang dihasilkan. Jika DPU sebesar 1 misalnya, ini mengindikasikan bahwa setiap unit akan memiliki satu defect, sekalipun beberapa item mungkin memiliki lebih dari satu defect dan yang lainnya tidak ada defect. DPU 0,25 menunjukan suatu probabilitas bahwa
53
satu dari empat unit akan memiliki satu defect. Rumusnya adalah:
DPU =
Jumlah Defect yang terjadi Jumlah total unit
Tiga ukuran pertama diatas akan membantu mengetahui seberapa baik atau buruk proses dikerjakan dan bagaimana defect didistribusikan dalam proses berjalan. Ukuran-ukuran tersebut juga dapat menjadi indicator dari performansi produk yang dihasilkan.
2.1.4.2.3.2 Konsep Pengukuran Berbasis Peluang20
Pada konsep ini ada tiga variabel yang dapat digunakan untuk
menghitung
dan
mengekspresikan
ukuran-ukuran
berbasis peluang defect, yaitu: 1. Defect per Opportunity, atau DPO Variabel ini menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok yang diperiksa. Sebagai contoh jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki defect dalam sebuah kategori (CTQ) adalah 5%. Rumusnya adalah: 20
The Six Sigma Way (Pande, 243-246)
54
DPO =
Jumlah unit Defective Total unit x Peluang
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO Kebanyakan diterjemahkan
ukuran-ukuran ke
dalam
peluang
format
defect
DPMO,
yang
mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang. Dalam lingkungan pemanufakturan secara khusus, DPMO sering disebut “PPM”, singkatan dari “parts per million”. Rumus umum untuk menghitung DPMO ialah: DPMO = DPO x 1.000.000. Ukuran ini seringkali dipakai untuk menentukan peluang terjadinya cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta peluang. 3. Sigma Level Ukuran Sigma atau level sigma adalah variabel paling penting dalam metode Six Sigma, karena variabel ini mengindikasikan variabilitas proses dan sampai pada level berapa
sigma
proses
dikelola.
Ukuran
ini
juga
55
mengindikasikan apakah proses saat ini sudah “efisien” dan “berkualitas” atau belum. Untuk mendapatkan skor sigma hal yang dilakukan adalah kita harus mengetahui DPMO terlebih dahulu dari hasil tersebut dapat kita konversikan menjadi skor sigma melalui tabel konversi sigma yang ada pada lampiran. 4. Menghitung COPQ, konsekuensi dari suatu produk jadi yang mempunyai kualitas rendah adalah perusahaan harus rela kehilangan keuntungan. Untuk mereduksi kehilangan keuntungan ini, maka perusahaan dapat menjalankan proyek Six Sigma. Semakin tingginya tingkat sigma yang dicapai, maka tingkat defect dan tingkat COPQnya dapat menjadi rendah.
2.1.4.3 ANALYZE
Tahap Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal berikut ini : (1) Mengidentifikasi jenis-jenis cacat yang terjadi dan membuat prioritas cacat mana yang memiliki kontribusi dominan terhadap menurunnya kualitas produk secara keseluruhan. Pada tahap ini alat yang kita gunakan adalah diagram pareto. (2)
56
Menginventarisasi dan menganalisa berbagai akar penyebab masalah dari cacat-cacat yang dominan tersebut, ditinjau dari segi man, machine, environment, method dan material menggunakan fishbone.(3) Mencari penyebab yang paling dominan diantara seluruh daftar akar penyebab masalah diatas.
2.1.4.3.1
Diagram Pareto21
ditemukan oleh ahli ekonomi asal Italia bernama Vilfredo Pareto. Hukum dari diagram pareto adalah 80/20 atau 80% dari problem (cacat produk) diakibatkan oleh 20% penyebab. Pareto diagram membantu manajemen secara cepat mengidentifikasikan area paling kritis yang membutuhkan perhatian khusus dan cepat. Cara pembuatannya ialah: ♦ Tentukan klasifikasi untuk grafik dan interval waktu
analisis. ♦ Tentukan kejadian total untuk tiap kategori dan total
keseluruhan. ♦ Hitung persentase dari tiap-tiap kategori dan uturtkan
peringkat dari yang terbesar sampai yang terkecil. ♦ Hitung frekuensi kumulatif dan persentase kumulatif.
21
Creating Quality (Kolarik., J, William, 187-190)
57
♦ Buat diagram Pareto dan tarik garis diantara batang yang
telah dibuat.
Penggunaan Sofware Minitab 13
1. Masukkan data ke dalam tabel
Gambar 2. 8 Tampilan Pengisian Data
2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart 3. Masukkan data yang telah dimasukkan ke dalam dialog box, untuk jenis cacat kedalam kolom labels in dan angka cacat kedalam frequencies in.
58
Gambar 2. 9 Tampilan Pengolahan Data 4. Klik OK
Gambar 2. 10 Tampilan Pengolahan Data
59
2.1.4.3.2 Diagram Sebab Akibat22
Diagram sebab akibat adalah alat yang dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa tahun 1943 dan disebut juga Diagram Ishikawa. Pada intinya diagram ini berfungsi untuk mendaftarkan serta mengidentifikasi penyebab-penyebab yang berbeda yang dapat memberi kontribusi pada masalah. Kegunaan lain ialah: ♦ Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah. ♦ Membantu untuk mendapatkan ide-ide (gathering ideas) untuk
solusi. ♦ Membantu untuk pencarian fakta lebih lanjut tentang masalah.
Pada diagram ini ada yang disebut sebagai tulang utama yaitu yang mewakili akibat atau suatu masalah sedangkan tulang-tulang yang lain disebut sebab-sebab, lalu ada sub-sub tulang yang mewakili sebab-sebab yang lebih rinci lagi dan seterusnya.
2.1.4.4 IMPROVE
Fase atau tahap yang keempat dalam Metodologi Six Sigma adalah tahap Improve. Pada tahap ini usaha-usaha peningkatan kinerja kualitas produk dan juga proses dimulai dengan cara membuat FMEA (Failure Mode
22
Creating Quality (Kolarik.,J, William, 173-175)
60
and Effect Analysis) dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi cacat dalam proses.
2.1.4.4.1 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)23
FMEA atau Analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan
keandalan
dari
produk
sehingga
meningkatkan
kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkahlangkah dalam membuat FMEA: 1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa. 2. Mendafatarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalah-masalah sepele. 3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian (occurrence) dan detektabilitas (detection).
23
Pedoman Implementasi Program Six Sigma (Gaspersz, 246-252)
61
4. Menghitung “Risk Priority Number”, atau RPN yang rumusnya adalah dengan mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan. Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurance, severity and detectability dapat dilihat pada tabel dibawah ini20 :
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk rating Occurance Occurance (O) Keterangan
Rating
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini 1 yang mengakibatkan mode kegagalan Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan Kemungkinan terjadinya kegagalan Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
2,3 4,5,6 7,8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan 9,10 akan terjadi
62
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk rating Detectability Detectability (D) Keterangan
Rating
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan 1 bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah
2,3
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan atau 4,5,6 deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang
7,8
kembali Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode 9,10 pencegahan deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali
63
Tabel 2.6 Definisi FMEA untuk rating Severity Severity (S) Keterangan
Rating
Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak
1
akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini. Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat
2,3
dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintanace) Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan
4,5,6
yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk 7,8 yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Potensial Safety Problem (masalah keselamatan / keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu.
9,10
64
2.1.4.5 CONTROL
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian di dokumentasikan dan di sebarluaskan atau di sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan. Hal yang akan dilakukan dalam fase ini mencakup: 1. Dokumentasi dan Sosialisasi usaha-usaha peningkatan yang telah dibuat
kepada
seluruh
karyawan
dalam
berbagai
lapisan
manajemen yang ada di perusahaan. 2. Penutupan proyek Six Sigma sebagai suatu metode untuk memecahkan masalah yang di hadapi perusahaan.
2.1.5 Keuntungan Potensial DMAIC24
Disisi lain, terdapat alasan organisasional dan alasan yang masuk akal mengapa perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi sebuah model perbaikan baru sebagai bagian dari usaha Six Sigma, jika perusahaan tidak memiliki proses pemecahan masalah. Maka DMAIC menawarkan keuntungan ketimbang lainnya. Keuntungan dari DMAIC yaitu : 24
The Six Sigma Way (Pande, 161)
65
1. Membuat awal yang baik. DMAIC dapat membantu perusahaan untuk meletakkan Six Sigma sebagai suatu pendekatan yang sungguh-sungguh berbeda dan lebih baik. 2. Memberikan sebuah konteks yang baru terhadap alat-alat yang familiar. Memperkenalkan sebuah model yang baru merupakan dasar pemikiran yang positif untuk memberikan peluang yang segar bagi banyak orang untuk mempelajari dan mempraktikan alat-alat tersebut. 3. Menciptakan sebuah pendekatan yang konsisten. 4. Memprioritaskan pelanggan dan pengukuran. 5. Menawarkan jalur ”Perbaikan Proses” dan juga ”Perancangan Ulang Proses” untuk perbaikan. DMAIC dapat membantu perusahaan dalam memperbaiki dan merancang ulang sebuah permasalahan.
66
2.2 Kerangka Pemikiran25
Ada beberapa model perbaikan yang diterapkan pada proses selama bertahuntahun, sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar dari model tersebut di dasarkan pada langkah-langkah yang diperkenalkan oleh W.Edwards DemingPlan-Do-Check-Act, atau PDCA. Untuk kerangka pemikiran dalam penelitian ini peneliti menggunakan metodologi perbaikan dalam Six Sigma yaitu DMAICDefine-Measure-Analyze-Improve-Control. Fase-fase tersebut ialah: 1. Fase Define Define merupakan langkah operasional pertama dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah-langkah yang terdapat dalam fase Define antara lain, menentukan atau mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma ,membuat gambaran secara keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC
Diagram dan Peta Proses Operasi.
2. Fase Measure Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka
peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini dilakukan pengukuran dan mengenali dan menginventarisasi karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ).
25
Pedoman Implementasi Program Six Sigma
67
Tahap pengukuran ini sangat penting peranannya dalam meningkatkan kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan dari data yang ada sehingga menjadi patokan atau dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. dalam Six Sigma ada dua basis pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep pengukuran kinerja proses.
3. Fase Analyze
Tahap Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal berikut ini : (1) Mengidentifikasi jenis-jenis cacat yang terjadi dan membuat prioritas cacat mana yang memiliki kontribusi dominan terhadap menurunnya kualitas produk secara keseluruhan. Pada tahap ini alat yang kita gunakan adalah diagram pareto. (2)
Menginventarisasi dan menganalisa
berbagai akar penyebab masalah dari cacat-cacat yang dominan tersebut, ditinjau dari segi man, machine, environment, method dan material menggunakan fishbone.(3) Mencari penyebab yang paling dominan diantara seluruh daftar akar penyebab masalah diatas.
4. Fase Improve
Fase atau tahap yang keempat dalam Metodologi Six Sigma adalah tahap Improve. Pada tahap ini usaha-usaha peningkatan kinerja kualitas produk dan juga proses dimulai dengan cara membuat FMEA (Failure Mode
68
and Effect Analysis) dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi cacat dalam proses.
5. Fase Control
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian di dokumentasikan dan di sebarluaskan atau di sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan. Hal yang akan dilakukan dalam fase ini mencakup: ♦ Dokumentasi dan Sosialisasi usaha-usaha peningkatan yang telah
dibuat
kepada
seluruh
karyawan
dalam
berbagai
lapisan
manajemen yang ada di perusahaan. ♦ Penutupan proyek Six Sigma sebagai suatu metode untuk
memecahkan masalah yang di hadapi perusahaan.