BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Menurut Daft dan Marcic (2013) manajemen adalah upaya pencapaian tujuan
organisasi
dengan
efektif
dan
efisien
melalui
perencanaan,
pengaturan,
kepemimpinan, dan pengawasan sumber organisasional. Manajemen juga diartikan sebagai mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan kerja orang lain agar pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan efektif dan efisien
(Robbins dan Coulter,
2014:33). Mengkoordinasi dan mengawasi pekerjaan orang lain merupakan hal yang membedakan posisi manajerial dari posisi non managerial. Dimana yang mengkoordinasi serta mengawasi adalah supervisor, dan yang dikoordinasi serta diawasi adalah karyawan. Namun, ini tidak berarti bahwa manajer (supervisor) dapat melakukan apa yang mereka inginkan kapan saja, di mana saja, atau dengan cara apapun. Sebaliknya, manajemen memastikan bahwa aktivitas pekerjaan selesai dengan efisien dan efektif oleh orang yang bertanggung jawab, dapat melakukannya dengan baik. Supervisor setidaknya hanya menginsipirasi mereka tentang apa yang akan mereka lakukan. Efficiency (Means) Resource Usage
Effectiveness (Ends) Goal Attainment
Low Waste
High Attainment
Management Strives for: Low Resource Waste (high efficiency) High Goal Attainment (high effectiveness) Gambar 2.1 Efisien and Efektif di Manajemen Sumber : Robbins dan Coulter
Manajamen yang baik adalah manajemen yang bisa efektif dan efisien. Efisiensi mengacu pada output lebih banyak dibanding input (Robbins dan Coulter, 2014:34). Jadi, dengan input yang sedikit bisa menghasilkan output yang banyak. Efisien mengelola sumber daya seperti orang, uang dan peralatan secara bijaksana 7
8
dan hemat sehingga produk atau jasa yang dihasilkan berkualitas tinggi namun dengan biaya yang relatif.
Gambar 2.2 Proses Inputs to Outputs Sumber : Robbins dan Coulter
Tidak cukup hanya untuk bisa efisien, manajemen juga fokus untuk bagaimana bisa efektif dalam menyelesaikan kegiatan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Efektif berarti membuat keputusan yang tepat dan melakukan hal yang benar dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kerja yang akan membantu mencapai tujuan organisasi (Robbins dan Coulter, 2014:34). Dalam organisasi yang sukses, effieciency tinggi dan effectiveness yang tinggi biasanya berjalan seiringan (Robbins dan Coulter, 2014:35). Manajemen yang buruk mengarah ke kinerja yang buruk, biasanya melibatkan menjadi tidak efisien dan tidak efektif atau menjadi efektif tetapi tidak efisien. Menurut pendekatan fungsi, manajer melakukan kegiatan atau fungsi tertentu karena mereka secara efisien dan efektif mengkoordinasikan pekerjaan orang lain. Terdapat empat fungsi manajemen yang harus dilakukan (Robbins dan Coulter, 2014:35), fungsi-fungsi tersebut meliputi: •
Planning (perencanaan) adalah fungsi manajemen yang mencakup proses mendefinisikan tujuan, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan agar bisa mencapai sasaran itu.
•
Organizing (pengorganisasian) adalah fungsi manajemen yang
melibatkan
kegiatan menyusun dan menstrukturisasi pekerjaan agar tujuan dapat tercapai. Pengorganisasian mencakup proses menentukan tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, menentukan hal yang perlu dilakukan, bagaimana cara mengelompokkan tugas-tugas itu, siapa harus melapor ke siapa, dan di mana keputusan harus dibuat. •
Leading
(kepemimpinan)
adalah
fungsi
manajemen
yang
melibatkan
memotivasi, memimpin, dan mempengaruhi orang lain dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Seperti memotivasi bawahan, mempengaruhi
9
individu atau tim supaya mereka bekerja dengan baik, merancang komunikasi yang efektif, membantu menyelesaikan konflik kelompok kerja, memperbaiki masalah perilaku karyawan. •
Controlling (pengendalian), setelah tujuan dan rencana yang ditetapkan (planning), pengaturan tugas (organizing), dan menentukan pekerja, pelatihan untuk pekerja, dan memotivasi pekerja (leading), harus ada beberapa evaluasi untuk memastikan bahwa tujuan terpenuhi dan pekerjaan yang dilakukan sesuai sebagaimana mestinya. Supervisor (pemimpin)
harus memantau dan
mengevaluasi kinerja. Hasil kinerja harus dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan. Jika tujuan tersebut tidak tercapai, proses kerja harus diulang dan dibuat berjalan sebagaimana mestinya. Proses ini pemantauan, membandingkan, dan mengoreksi adalah fungsi pengawasan. Planning Organizing Leading Controlling Lead to Achieving the organization’s stated purposes Gambar 2.3 Management Functions Sumber : Robbins dan Coulter
2.2
Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tindakan, bukan jabatan (McGannon, DH dalam
Hughes, Ginnett, Curphy, 2009:261). Kepemimpinan merupakan hal yang penting (Raelin, 2006 dalam Achua, 2010:4). Karena kepemimpinan memungkinkan organisasi untuk bisa menjadi lebih produktif dan bisa memperoleh laba lebih, keberhasilan itu tergantung pada gaya pemimpin dan lingkungan yang diciptakan untuk membuat karyawan berfungsi dengan baik (Puni, Ofei, Okoe, 2014:177). Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitasaktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (share goal) (Hemphill & Coons, 1957:7 dalam Soekanto, 2012). Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan (Robbins, 2001). Dimana kepemimpinan itu harus melibatkan orang lain, yaitu leader (supervisor) atau followers (karyawan), karyawan bersedia menerima
10
pengarahan dari supervisor. Menurut Peter Northouse (2010) dalam PabuÇcu (2015:7)
Kepemimpinan
mempengaruhi
para
fokus
pengikut
pada
bagaimana
(karyawan).
pemimpin
Kepemimpinan
(supervisor)
adalah
proses
mempengaruhi para pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi melalui perubahan. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara pemimpin dan anggota kelompok. Supervisor mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa aktivitas anggota kelompok (karyawan). Leader (supervisor) bisa mempengaruhi followers (karyawan) dan bisa mengarahkannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Jacobs dan Jacques, 1990 dalam Pramudito dan Yunianto, 2009). Kepemimpinan juga merupakan proses supervisor dalam mempengaruhi orang lain (karyawan) agar upaya pekerjaan mereka mengarah pada pencapaian tujuan organisasi (Dyck and Neubert, 2009:480). Sebagai suatu proses, penggunaan pengaruh tanpa paksaan saat mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan sebagai properti, kepemimpinan adalah seperangkat karakteristik dikaitkan dengan orang-orang yang dianggap menggunakan pengaruh dalam mencapai keberhasilan (Arthur 1982 dalam Griffin, 2010:308). Keberhasilan karir individu dan kesuksesan organisasi juga ditentukan oleh seberapa efektif perilaku pemimpin (Achua, 2010:4). Kepemimpinan dianggap hal penting untuk bisa mencapai sukses, dan beberapa peneliti berpendapat bahwa perilaku kepemimpinan adalah hal yang paling penting. Dengan kata lain, kinerja karyawan didasarkan pada perilaku, bagaimana perilaku karyawan bisa mencapai tujuan organisasi dengan efisien dan efektif, untuk itu perilaku kepemimpinan perlu agar dapat memotivasi karyawan. Efisiensi itu tentang bagaimana meminimumkan jumlah sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini didasarkan pada jumlah bahan baku, uang (biaya produksi) dan karyawan yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Sedangkan, efektivitas adalah istilah yang lebih luas, yang berarti sejauh mana organisasi mencapai tujuannya (Daft, 2010:22). Kepemimpinan yang baik dapat dilihat dari hasilnya, beberapa supervisor memiliki catatan bahwa dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik di berbagai situasi sementara supervisor yang lain tampaknya memiliki kesulitan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang sama. Kunci dari cara kita membedakan antara
11
supervisor yang efektif dan tidak efektif adalah dengan melihat apa yang mereka lakukan sehari-hari. Beberapa supervisor melakukan pekerjaan dengan baik, seperti membuat keputusan, memberikan arahan, membuat rencana, memberikan umpan balik, dan mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan kemudian bisa membangun tim yang kompak sehingga tujuan dapat tercapai. Namun, supervisor lain mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, menetapkan tujuan dengan samar-samar atau tidak jelas, dan mengabaikan permintaan karyawan untuk peralatan kerja dan kemudian tidak bisa membangun tim yang kompak. Nilai-nilai yang dimiliki seorang supervisor seperti kepribadian, dan kecerdasan memang penting, variabel seperti ini memang memiliki hubungan langsung dengan efektivitas kepemimpinan. Namun, perilaku pemimpin (supervisor) dapat membuat supervisor berhubungan langsung dengan karyawannya, kemudian bisa membangun tim dan supervisor dapat mencapai tujuan melalui karyawan (Hughes, Ginnett, Curphy, 2009:261). Sebagai supervisor kita bisa memilih untuk mengubah perilaku kita, jika kita ingin karena perilaku merupakan hal yang dilakukan dalam keadaan sadar dan itu dapat dikendalikan. Penting untuk diketahui, perilaku kita menunjukkan value, personality dan intelligence. Supervisor dengan sifat-sifat, nilai-nilai, atau sikap tertentu mungkin akan lebih mudah untuk secara efektif melakukan beberapa perilaku kepemimpinan dari pada yang lain. Misalnya, para supervisor dengan skor agreeableness lebih tinggi mungkin merasa relatif mudah untuk menunjukkan kepedulian dan dukungan terhadap karyawan tetapi juga mungkin merasa sulit untuk mendisiplinkan karyawan. Sedangkan,
supervisor
dengan
nilai
affiliation
rendah,
sifat
kepribadian
sosialisasinya rendah yang membuatnya akan lebih suka bekerja sendiri dibandingkan bekerja sama dengan orang lain. 2.3
Perilaku Kepemimpinan Perilaku kepemimpinan faktor untuk mencapai misi organisasi (Karantiano,
2013:1637). Perilaku kepemimpinan (leadership behavior), merupakan perilakuperilaku tertentu yang membedakan antara pemimpin dan non-pemimpin (Robbins dan Judge, 2005:359). Dan, menurut Achua and Lussier (2010:16) perilaku kepemimpinan merupakan teori yang menjelaskan gaya khas yang digunakan oleh para pemimpin yang efektif, atau untuk menentukan sifat pekerjaan mereka. Sebuah sasaran utama dari penelitian kepemimpinan ini adalah untuk mengidentifikasi
12
perilaku kepemimpinan yang efektif. Jika anda bertanya bagaimana untuk mempelajari dan mengidentifikasi perilaku yang terbaik, yang membedakan pemimpin yang efektif dan tidak efektif? Anda dapat melakukannya dengan melakukan wawancara, observasi perilaku, dan teknik kertas dan pensil (kuesioner). Dengan itu, anda bisa mengetahui apa yang mereka lakukan, mengetahui bagaimana perilaku pemimpin (supervisor), perilaku seperti apa yang mereka (supervisor) sering lakukan. The Ohio State University mengembangkan serangkaian kuesioner untuk mengukur perilaku pemimpin yang berbeda dalam lingkungan kerja. Penelitian itu dahulu dimulai dengan mengumpulkan sebuah daftar mengenai perilaku kepemimpinan kurang lebih dari 1.800 contoh, kemudian mengurangi daftar tersebut sampai 150 hal yang kelihatannya merupakan contoh yang baik mengenai fungsifungsi kepemimpinan yang penting, dan daftar pernyataan ini kemudian dikenal dengan istilah Leadership Behavior Description Questionnaire. Leadership Behavior Description Questionnaire digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perilaku pemimpin tertentu, dengan cara followers diminta untuk menilai sejauh mana leader melakukan perilaku-perilaku seperti berikut, ia membiarkan karyawan tahu ketika mereka (karyawan) telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik, ia menetapkan expectations yang jelas tentang kinerja, ia menunjukkan perhatian ke bawahan sebagai individu, ia membuat bawahan merasa nyaman. Dari hasil menganalisis jawaban kuesioner memberi indikasi bahwa para bawahan (karyawan) memandang perilaku atasannya pertama-tama dalam kaitannya dengan dua dimensi atau kategori arti dari perilaku, yang kita kemudian sebut sebagai consideration dan initiating structure. Menurut Hughes, Ginnett, Curphy (2009:265-266) perilaku kepemimpinan juga dapat digambarkan dalam dua dimensi yang bersifat independen, yaitu consideration dan initiating structure. 2.3.1 Initiating Structure & Consideration Consideration behavior (pertimbangan), supervisor berperilaku cenderung lebih mengutamakan kepentingan karyawan, di mana hal ini ditunjukkan dengan supervisor menjalin hubungan yang akrab dengan karyawan. Menurut Robbins dan Judge (2005:359) Consideration behavior mengenai sejauh mana perilaku pemimpin yang memiliki hubungan kerja dengan adanya rasa saling percaya, menghormati ide karyawan, dan memperhatikan keadaan karyawan. Consideration behavior mengacu
13
pada seberapa ramah dan sifat mendukungnya pimpinan terhadap bawahan. Pemimpin yang memiliki consideration yang tinggi akan mengupah dengan cara yang berbeda, memberikan dukungan dan perhatian, seperti berbicara untuk kepentingan bawahan, peduli tentang masalah pribadi mereka, dan memberikan penghargaan untuk pekerjaan mereka (Hughes, Ginnett, Curphy, 2009:266). Initiating structure (struktur prakarsa) supervisor berperilaku menjalin hubungan dengan karyawan dan membentuk komunikasi yang baik agar dapat mengkoordinasi karyawan dengan mudah dan dapat menginformasikan cara-cara penyelesaian pekerjaan. Pertimbangan menyangkut perilaku yang menunjukkan hubungan timbal balik antara pemimpin dan pengikut. Menurut Robbins dan Judge (2005:359) initiating
structure
menjelaskan
sejauh
mana
perilaku
pemimpin
untuk
mendefinisikan peran dan posisi karyawan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Perilaku kepemimpinan initiating structure cenderung lebih mementingkan tujuan organisasi daripada mementingkan karyawan. Supervisor berperilaku mengatur, menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam pencapaian tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya. Perilaku supervisor yang high initiating structure, berperilaku seperti menetapkan tenggat waktu, menetapkan standar kinerja, dan memantau tingkat kinerja (Hughes, Ginnett, Curphy, 2009:266). Dari dua dimensi perilaku tersebut, kemudian diidentifikasikan lagi menjadi empat gaya kepemimpinan utama yaitu low structure and high consideration, high structure and high consideration, low structure and low consideration, dan high structure and low consideration. Perilaku kepemimpinan dengan high structure and low consideration, pemimpin berkomunikasi satu arah, dimana keputusan ditentukan sendiri oleh pemimpin. Sedangkan, perilaku kepemimpinan dengan high consideration dan low structure komunikasi yang terjalin dua arah, adanya feedback dari atasan ke bawahan dan bawahan ke atasan. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dalam penelitian ini mendefinisikan consideration behavior adalah gaya kepemimpinan yang pada dasarnya sama dengan gaya kepemimpinan employee centered, berfokus pada pemenuhan kebutuhan orang (karyawan) dan mempererat hubungan (Achua dan Lussier, 2010:68). Dan, untuk pengertian initiating structure dalam penelitian ini penulis mendefinisikan intiating structure merupakan gaya kepemimpinan yang pada
14
dasarnya sama dengan gaya kepemimpinan job centered, berfokus untuk dapat menyelesaikan pekerjaan (Achua dan Lussier, 2010:68). 2.3.2 Leadership Grid The Ohio State merupakan langkah pertama yang menggambarkan perilaku kepemimpinan yang sebenarnya dilakukan oleh supervisor saat bekerja. Leadership Grid
melakukan
adaptasi
dan
pengembangan
data
penelitian
kelompok
perkembangan teori The Ohio State dan University of Michigan. Leadership Grid mengkategorikan perilaku kepemimpinan pada dua dimensi yaitu concern for people dan concern for production. Teori kepemimpinan yang dikenal dengan kisi-kisi manajerial atau Leadership Grid yang merupakan tulisan Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton pada tahun 1964 membagi dua dimensi model kepemimpinan dalam sebuah matriks, di mana garis vertikal atau ordinat melihat pada pertimbangan manusia dan garis horizontal melihat pada produksi. Untuk menentukan garis atau ordinat itu, sebelumnya harus mengetahui hasil responden terlebih dahulu. Setelah mengetahui hasilnya, hasilnya tersebut harus dikelompokkan antara hasil yang menunjukkan concern for people dan concern for production. Kemudian menunjukkan hasil tersebut kedalam range skor mulai dari 1 sampai 9 di kedua pertimbangan terhadap manusia (employee) atau pertimbangan pada produksi, tanggapan karyawan terhadap kuesioner kepemimpinan. Kedua nilai tersebut kemudian diplot pada Leadership Grid. Leadership Grid menggambarkan dua dimensi model dalam 5 gaya kepemimpinan utama, yaitu (1) The improvished leader (1,1), supervisor sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya. Dalam menjalankan tugas supervisor menganggap dirinya sebagai perantara yang hanya mengkomunikasikan informasi dari atasan kepada bawahan, (2) The authoritycompliance leader (9,1) supervisor menjalankan tugas secara otokratis. Supervisor hanya memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja, tidak mempunyai rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, (3) The middle-of-the-road leader (5,5), supervisor memiliki pemikiran yang belum maksimal, baik pada produksi maupun pada orang-orang yang bekerja padanya. Supervisor berusaha mencoba menciptakan dan membina moral orang-orang yang bekerja dalam organisasi yang dipimpinnya, dan produksi dalam
15
tingkat yang memadai, tidak terlampau mencolok. Supervisor tidak menciptakan target terlampau tinggi sehingga sulit dicapai dan berbaik hati mendorong orangorang untuk bekerja lebih baik, (4) The country-club leader (1,9) gaya kepemimpinan dari supervisor ini mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah. Supervisor ini berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bisa bekerja santai, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam suasana seperti ini tidak ada satu orangpun yang mau memikirkan tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi, (5) The team leader (9,9) supervisor mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan dengan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja dengannya. Supervisor mencoba merencanakan semua usaha-usahanya dengan senantiasa memikirkan dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Supervisor mampu memadukan kebutuhan-kebutuhan produksi dengan kebutuhan-kebutuhan orang-orang secara individu. 2.4
Kerangka Pemikiran
Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan (power) yang diperlukan untuk menciptakan daya, gerakan, aktifitas, kegiatan, dan tindakan. Sumber daya tersebut antara lain terdiri atas sumber daya alam, sumber daya finansial, sumber daya manusia, sumber daya ilmu pengetahuan, dan sumber daya ilmu teknologi. Di antara sumber daya tersebut, sumber daya terpenting adalah sumber daya manusia (SDM-human resources). SDM merupakan sumber daya yang yang digunakan untuk menggerakkan dan menyinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa SDM, sumber daya lainnya mengganggur (idle) dan kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu dikatakan, modal manusia merupakan modal yang menentukan keunggulan kompetitif dan keberhasilan untuk mencapai tujuan organisasi. Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kinerja karyawan. Kinerja karyawan dapat dilihat sebagai fungsi dari kemampuan untuk melakukan, kesempatan untuk melakukan, dan kemauan untuk melakukan (Bohlander, Snell, & Sherman, 2001; Eysenck, 1998). Pada penelitian ini kinerja karyawan dilihat dari kuantitas dari hasil kinerja karyawan. Seperti yang
16
diungkapkan oleh Mathis dan Jackson (2006) bahwa kinerja juga dapat dilihat dari kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran atau absensi, dan kemampuan bekerja sama. CV. Citra Mandiri Sejati saat memperhatikan kinerja karyawan, ditemukan masalah di divisi produksi CV. Citra Mandiri Sejati bahwa selama satu tahun terakhir, kuantitas produk yang dihasilkan oleh karyawan belum dapat memenuhi target. Hal ini terjadi diduga penyebabnya karena supervisor belum bisa mengkoordinasikan sumber daya manusia (employee). Perilaku kepemimpinan supervisor belum efektif sehingga tujuan (target) tidak dapat terpenuhi. Padahal, keberhasilan individu dan nasib organisasi ditentukan oleh efektifitas perilaku pemimpin (Kaiser dan Kaplan, 2006 dalam Achua, 2010). Permasalah ini tidak boleh diabaikan begitu saja, masalah ini harus segera diselesaikan, agar perusahaan tidak terus mengalami kerugian karena harus membayar penalty. Untuk itu penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perilaku kepemimpinan. Dalam penelitian ini, peneliti mempelajari perilaku kepemimpinan (supervisor) berdasarkan teori The Ohio State, yang mengidentifikasi perilaku supervisor dengan 2 perilaku kepemimpinan, yaitu perilaku kepemimpinan consideration dan perilaku kepemimpinan initiating structure. Setelah itu mengidentifikasi perilaku kepemimpinan apa yang efektif dan tidak efektif diantara perilaku kepemimpinan consideration dan perilaku kepemimpinan initiating structure, peneliti akan mengklasifikasi kembali perilaku kepemimpinan tersebut dalam leadership grid. Kemudian peneliti memberikan informasi tentang bagaimana perilaku kepemimpinan supervisor dan memberikan informasi tentang bagaimana perilaku kepemimpinan yang efektif supaya penelitian ini dapat memberikan saran dan manfaat yang berguna bagi CV. Citra Mandiri Sejati untuk kemajuan perusahaan di masa yang akan datang.
17