perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Banyak penelitian telah dilakukan oleh para peneliti yang berhubungan dengan karakteristik bitumen dari hasil ekstraksi aspal emulsi asbuton butir dan panduan pedoman yang telah dikeluarkan oleh departemen pekerjaan umum direktorat jendral bina marga sehingga dapat dijadikan sebagai acuan/literatur untuk penyusunan skripsi/penelitian ini, diantaranya adalah :
”Pemanfaatan Asbuton Butir di Kolaka Sulawesi Tenggara” diketahui bahwa dari hasil pengujian terhadap asbuton di Kolaka Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa asbuton mempunyai kemampuan untuk dapat mengganti aspal minyak serta dapat memperbaiki kinerja campuran beraspal. ( Suaryana, 2008 )
” Perpindahan Massa Pada Ekstraksi Asbuton dengan Pelarut Kerosin” diketahui bahwa dari hasil pengkajian di laboratorium tentang perpindahan massa pada ekstraksi asbuton dengan pelarut kerosin, menunjukkan bahwa konsentrasi bitumen dalam kerosin dan yield mengalami kenaikan untuk ukuran partikel dari 8+18 mesh ke -18+20 mesh, akan tetapi turun untuk ukuran partikel dari -18+20 mesh ke -20+30 mesh. Koefisien perpindahan massa mengalami penurunan dengan turunnya ukuran partikel diameter dan dengan naiknya kecepatan putar pengadukan. Koefisien perpindahan massa sebanding dengan Dp1,907 N0,816. ( Dwinurwulan dkk, 2009 )
“ Studi Penggunaan Asbuton butir Terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat ( AC-WC-ASB-H)” meneliti dengan cara memberikan variasi kadar asbuton butir T15/25 sebesar 11,5%,12,5%, 13,5% dan 14,5% dari total campuran. Jenis Campuran adalah ACto user WC Asb-H. Permaja hangat yang commit digunakan adalah AC 60/70 dengan solar sesuai
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan spesifikasi PH-1000 dengan kadar 3,5%. Pengujian karakteristik campuran dengan menggunakan alat Marshall. Hasil yang didapat adalah nilai karakteristik Marshall memenuhi seluruh persyaratan pada penambahan kadar asbuton butir 11,5% sampai dengan 14,5% dan nilai kadar asbuton butir optimum terpilih berdasarkan metode bar chart adalah 12,1% dengan nilai Marshall sisa sebesar 91% (syarat minimum 75%). ( Setiawan, 2011 )
Penelitian
tentang
Ekstraksi
Asbuton
dengan
Metode
Asbuton
Emulsi
Menggunakan Emulgator Cocamide DEA Ditinjau dari Konsentrasi HCl dan Waktu Ekstraksi bertujuan untuk mengetahui hubungan waktu ekstraksi terhadap kadar larutan bitumen, berat jenis rata-rata, dan kadar air asbuton emulsi berdasarkan kadar HCl. Pada kadar asam klorida (HCl) sebesar 1,25% diketahui bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka kadar bitumen asbuton emulsi dan kadar H2O asbuton emulsi semakin meningkat dan semakin lama waktu ekstraksi maka berat jenis rata-rata asbuton emulsi semakin menurun (Ardhyanto, 2012).
Penelitian tentang Ekstraksi Asbuton Dengan Metode Asbuton Emulsi Ditinjau dari Konsentrasi Pengemulsi dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Emulgator Cocamide DEA bertujuan untuk mengetahui hubungan waktu pelarutan terhadap kadar larutan bitumen, berat jenis rata-rata, dan kadar air RO asbuton emulsi berdasarkan kadar pengemulsi Cocamide DEA. Hasilnya diketahui bahwa semakin lama waktu pelarutan maka kadar larutan bitumen asbuton emulsi semakin meningkat, Semakin lama waktu pelarutan maka berat jenis rata-rata asbuton emulsi semakin menurun dan semakin lama waktu pelarutan maka kadar air RO asbuton emulsi semakin meningkat (Magesa, 2012). Hardjono dalam penelitiannya yaitu mempelajari sifat – sifat bitumen ekstrak Asbuton Kabungka A dan Kabungka B yang diperoleh dengan jalan ekstraksi dengan menggunakan pelarut CCL4. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan ekstraktor sokhlet, sedangkan bitumen ekstrak dipisahkan dari larutannya dengan jalan distilasi hampa. Setelah dibandingkan dengan spesifikasi aspal keras yang berlaku di Indonesia, ternyata kedua bitumen ekstrak tersebut hanya memenuhi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
sebagian saja dari spesifikasi aspal keras pen 60 dan 80 yang berlaku. ( Hardjono, 1996 )
Hary melakukan studi perpindahan massa pada ekstraksi Aspal Buton dengan pelarut kerosin dengan cara Agitated Leaching dan menentukkan koefisien perpindahan massa. Hasilnya harga KL adalah sebanding dengan parameter partikel (DP) dan kecepatan putar pengadukan (N). ( Hary, 2010 )
“Penggunaan Emulgator dan Lateks Untuk Menanggulangi Kadar Air Tinggi dan Meningkatkan Stabilitas pada Asbuton Campuran Dingin “ telah dilakukan oleh Greece Maria L dan Madi Hermadi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh lateks dan emulgator terhadap karakteristik asbuton campuran dingin maka disajikan penggunaan asbuton konvensional dengan peremaja AC 60/70, Fluks Oil dan Kerosin dengan pemeraman sampai 10 hari dan dengan penambahan 3% lateks alam. Perbandingan penggunaan peremaja dengan penambahan 2% emulgator dan non emulgator pada asbuton dengan variasi kadar air sampai dengan 12%, akan berdampak pada penurunan stabilitas akibat penurunan viskositas bitumen pengikat campuran. ( Maria, L.G. dan Hermadi, 2010 )
“ Research on High Temperature Rheological Characteristics of Asphalt Mastic with Indonesian Buton Rock Asphalt (BRA) “ yang dilakukan oleh Yin Ying Mei dan Zhang Xiao Ning tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan hasil menunjukkan bahwa parameter komponen elastisitas dan alur dari aspal mastic mengandung mineral filler yang meningkat setiap penambahan BRA dan BRA dapat meningkatkan karakteristik rheologi aspal mastic pada suhu tinggi. (Mei and Ning, 2010)
Penelitian tentang “ Kajian dan Perancangan Laboratorium Penggunaan Asbuton Butir dalam Campuran Beton Aspal (AC-BC) “ telah dilakukan oleh Rundubeli.H dkk tahun 2011. Pengkajian dilakukan dengan mengganti agregat halus (substitusi) dengan BRA tipe 5/20 melalui penyetaraan volume, variasi yang digunakan dengan perbandingan agregat biasa : BRA, yaitu (0%:100%), commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(25%:75%),
(50%:50%),
(75%:25%),
dan
(100%:0%).
Hasil
Penelitian
menunjukkan kadar aspal optimum benda uji variasi BRA 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% adalah 6,1%; 4,9%; 4,7%; 4,3% dan 3,8%. Pada perendaman standar dicapai nilai stabilitas campuran adalah 1457 kg, 2067 kg, 1991 kg, 1795 kg dan 1609 kg sedangkan nilai indeks kekuatan sisa adalah 94,23%; 86,02%; 93,24%; 91,87% dan 95,48%. Hasil pengkajian menunjukkan penggunaan BRA dapat menurunkan kadar aspal optimum, meningkatkan stabilitas dan memperbaiki kinerja durabilitas campuran beraspal (Rundubeli, 2011).
2.2 Dasar Teori 2.2.1 Aspal Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan. Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatic yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten. Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar. 2.2.2 Aspal Emulsi Aspal emulsi adalah aspal panas/aspal curah (hasil penyulingan minyak bumi) yang dicampur dengan bahan emulsifier, dan air yang hasil akhirnya berupa aspal dingin. Aspal digiling menggunakan mixer dengan kecepatan yang tinggi commit to user sehingga campuran antara aspal, emulsifier, dan air mudah tercampur sehingga
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
menjadi partikel yang sangat halus di dalam alat tersebut yang hasilnya adalah partikel aspal melayang di dalam air atau umumnya disebut dipersi.
Aspal biasa umumnya diencerkan dengan jalan memanaskannya atau dengan mencampurnya dengan bahan bakar minyak, seperti minyak tanah atau bensin. Campuran ini dikenal dengan istilah cut-back asphalt. Pembuatan aspal emulsi dimaksudkan untuk mendapatkan keenceran tertentu dari aspal, yang akan dipakai untuk pekerjaan konstruksi jalan misalnya sebagai bahan campuran agregat dan sebagai bahan pengikat (prime coat). Tujuan utama dari aspal emulsi adalah sebagai pengganti aspal minyak yang digunakan untuk penghamparan pada waktu tertentu semisalnya pada waktu musim penghujan karena aspal emulsi merupakan campuran heterogen antara aspal dan H2O. Pada saat penghamparan akan terjadi pemisahan aspal dan air dimana aspal akan menyelimuti bitumen sedangkan H2O akan memisah dan menguap. Aspal emulsi yang sering digunakan adalah jenis anionik dan kationik. Aspal emulsi jenis kationik memiliki muatan listrik positif pada partikel-partikel aspalnya dan jenis ini dapat digunakan sesuai dengan jenis batu-batuan yang ada di dunia yang sebagian besar terdiri dari batuan silika (bersifat asam) yang bermuatan listrik negatif. Aspal emulsi jenis anionik yang partikel-partikel aspalnya bermuatan listrik negatif, dimana hanya dapat digunakan sesuai dengan daerah yang mempunyai jenis batuan alkali, seperti batu kapur dan karang.
Aspal emulsi juga dapat diklasifikasikan menurut kecepatan perubahannya commit to user kembali susunan partikel ke keadaan semula yang dikenal:
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Rapid Setting (RS)
: CRS-1 / CRS-2
b.
Medium Setting (MS)
: CMS-2 / CMS-2h
c.
Slow Setting (SS)
: CSS-1 / CSS-1h
Spesifikasi aspal emulsi kationik terdapat dalam peraturan SNI 03-4798-1998 yang dapat dijelaskan dengan Tabel 2.1 dibawah ini : Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik No.
Sifat-sifat
Pengikatan Cepat (CRS-1) (CRS-2) Min Max Min Max
1. Kekentalan pada suhu 25°C (detik) Kekentalan pada suhu 50°C 20 100 100 400 (detik) 2. Pengendapan 1 hari (%) 1 1 Pengendapan 5 hari (%) 5 5 3. Pemisahan 35 ml 0,8 % 40 40 sodium dioctylsulfosuccinate (%) 4. Daya tahan terhadap air : a. Lapisan batu kering b. Lapisan batu kering setelah semprotan air c. Lapisan batuan basah d. Lapisan setelah semprotan air positif positif 5. Muatan Listrik 6. Hasil uji campuran semen (%) 7. Analisis saringan (%) 0,1 0,1 8. Penyulingan : a. Sisa destilasi (%) 60 65 b. Kadar minyak (%) 3 3 9. Sisa Penyulingan : a. Penetrasi 25°C 100g, 5 detik 100 250 100 250 b. Daktilitas 25°C, 5 cm/menit 40 40 c. Kelarutan terhadap 97,5 97,5 97,5 trichloroethylene (%) berat 10 Klasifikasi 100% 100% Sumber : SNI 03-4798-1998 Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik
Pengikatan Sedang (CMS-2) (CMS-2h) Min Max Min Max
Pengikatan Lambat (CSS-1) (CSS-1h) Min Max Min Max
-
-
-
-
20
100
20
50
450
50
450
-
-
-
-
-
1 5
-
1 5
-
1 5
-
1 5
-
-
-
-
-
-
-
-
80%
100%
80%
100%
-
-
-
-
60%
80%
60%
80%
-
-
-
-
60% 80% 60% 80% positif 0,1
-
-
-
-
60% 80% 60% 80% positif 0,1
-
positif 20 0,1
-
100
positif 20 0,1
65 -
12
65 -
12
57 -
-
57 -
-
100 40
250 -
40 40
90 -
100 40
250 -
40 40
90 -
-
97,5
-
97,5
-
97,5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumber : SNI 03-4798-1998 Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik
Aspal
emulsi
mempunyai
beberapa
kelebihan
dan
kekurangan
dalam
pelaksanaannya. Kelebihan aspal emulsi antara lain : a.
Tidak membutuhkan proses pemanasan karena aspal emulsi adalah campuran dingin.
b.
Tingkat keamanan tinggi, terutama untuk daerah rawan kebakaran karena tidak ada pemanasan saat pencampuran.
c.
Hemat dalam penggunaan bahan bakar, karena tidak adanya proses pembakaran.
d.
Ramah lingkungan karena tanpa polusi asap akibat adanya proses pembakaran seperti pada aspal panas.
e.
Campuran dapat disimpan lama.
f.
Murah dan mudah proses pengerjaanya sehingga cocok untuk perkerasan skala kecil, misalnya untuk jalan di perumahan. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g.
Dapat di hampar pada waktu hujan karena aspal emulsi dapat merupakan campuran yang berasal antara aspal dan air.
Kekurangan aspal emulsi antara lain : a.
Waktu pembukaan untuk lalu lintas lebih lama dibandingkan dengan perkerasaan hotmix, ± 2 jam.
Pelaksaan dalam aplikasi aspal emulsi harus dihindari pemakaian bahan agregat yang mengandung lumpur atau bahan organik karena akan menyebabkan aspal emulsi breaking dengan cepat sebelum terjadi pengikatan yang baik dengan agregat (Asphalt Emulsion Technology, 2006). 2.2.2.1 Asbuton Emulsi Asbuton emulsi adalah campuran asbuton dengan bahan emulsifier, HCL, kerosin, dan H2O dalam suatu alat mixer yang hasil akhirnya berupa campuran dingin asbuton emulsi. Metode pembuatan asbuton emulsi umumnya sama dengan metode pembuatan aspal emulsi, hanya penggunaan asbuton sebagai bahan baku asbuton emulsi dicampur dengan kerosin sebagai bahan peremaja yang membedakan dengan aspal emulsi yang menggunakan aspal minyak sebagai bahan bakunya. Manfaat asbuton emulsi terhadap lingkungan sangat positif ketika digunakan ditempat atau disite area yang menghindari penggunaan energi dan emisi yang terkait dengan pemanasan, pengeringan, dan pengangkutan agregat. Pembangunan jalan dengan metode dingin diperkirakan mengkonsumsi sekitar setengah energi dari bearing capacity yang dibuat dengan Hot Mix Asphalt (HMA). Teknik analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang disebut "eko-efisiensi" telah diterapkan untuk teknik pemeliharaan aspal emulsi (micro-surfacing dan chip segel) dan disimpulkan bahwa penggunaan asbuton emulsi memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan lapisan hot mix asphalt. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
2.2.2.2 Proses Emulsi pada Asbuton Emulsi Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Proses waktu setting asbuton emulsi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.1 Waktu Setting Asbuton Emulsi (Delmar, R., 2006)
Keterangan : 1.
Pengemulsi mengabsorbsi ke permukaan mineral (agregat) yang menetralkan perubahan sementara dipermukaan mineral, pada saat yang sama membuat permukaan mineral agak lipofilik atau hidrofobik. Terlalu tinggi konsentrasi pengemulsi dalam kaitannya dengan luas permukaan agregat sebenarnya dapat membalikkan muatan pada mineral sehingga menghambat setting time dari asbuton emulsi.
2.
Mineral menetralkan asam asbuton emulsi, menyebabkan hilangnya muatan pada droplet asbuton emulsi, flokulasi dapat terjadi pada kontak pertama dan kemudian koalesensi atau penggabungan lebih lambat dari droplet asbuton emulsi.
3.
Air diserap oleh mineral, serta menguap dari ikatan asbuton emulsi. commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Droplet asbuton emulsi akan melakukan kontak dengan disebarkan pada permukaan mineral, terutama bila permukaan mineral dibuat lipofilik oleh adsorpsi pengemulsi. Dan akhirnya air akan terdesak keluar dari permukaan mineral.
2.2.3 Kerosin Pada proses pembuatan Aspal Emulsi, kerosin digunakan sebagai peremaja aspal keras antara lain untuk menurunkan berat jenis dan meningkatkan nilai penetrasi. Persyaratan kerosin dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 2.2 Persyaratan Kerosin No
Jenis Pengujian
1 2 3
Titik Nyala Berat Isi pada 15°C Penyulingan a. Titik Didih b. 50% tersuling c. Akhir penyulingan
Metode Pengujian AASHTO T 73
SNI 06-24881991
Persyaratn Min Maks 32 0,77 0,83 140 160 -
200 290
Satuan °C Kg/l °C °C °C °C
Sumber : Pedoman Teknik No. 024/T/BM/1999
2.2.4 Bahan Pengemulsi/Emulgator (Texapon) Bahan Pengemulsi berfungsi mendispersikan partikel-partikel aspal dalam H2O yang tidak dapat saling melarutkan sehingga campurannya bersifat heterogen. Setiap molekul emulgator terdiri atas dua bagian, yaitu yang bersifat polar dan nonpolar. Bagian nonpolar dapat larut dalam partikel aspal yang juga bersifat non polar. Bagian polar tidak larut dalam aspal sehingga akan berada dipermukaan partikel aspal dan membentuk lapisan polar. Apabila jumlah Bahan Pengemulsi cukup, setiap partikel aspal yang nonpolar akan diselimuti lapisan polar sehingga partikel aspal tersebut dapat terdispersi dalam air. Senyawa organik banyak yang dapat berfungsi sebagai Bahan Pengemulsi. Aspal Emulsi Kationik umumnya menggunakan senyawa hidrokarbon-nitrogen rantai panjang.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh bahan pengemulsi adalah Texapon Emal 270N atau sodium lauryl ether sulfate (SLES). Texapon adalah deterjen dan surfaktan yang biasa di temui di produk perawatan tubuh seperti sabun, shampo, pasta gigi, dll. Texapon mudah ditemukan di toko kimia dan relatif murah. Texapon efektif sebagai unsur pembuat
busa.
Rumus
kimia
dari
Texapon
adalah
CH3(CH2)10CH2(OCH2CH2)nO[[sulfur|S]O3Na. Kadang angka yang dilambangkan dengan n dituliskan pada nama kimianya, contohnya laureth-2 sulfate. Produk komersil mempunyai jumlah grup ethoxyl yang heterogen dan n merupakan nilai rata-ratanya. Biasanya untuk produk komersil, n=3. SLES dibuat dengan proses etosilasi(ethoxylation) dari dodecanol. hasil dari etosilasi berupa setengah ester asam sulfat, yang dinetralkan sehingga terkonversi menjadi garam sodium. Salah satu jenis surfaktan lain, sodium lauryl sulfate (sering juga disebut sodium deodecyl sulfate atau SLS) diproduksi dengan metode yang sama tetapi tanpa etosilasi.
2.2.5 Asam Klorida Penggunaan asam Klorida dalam Aspal Emulsi Kationik tergantung pada jenis Bahan Pengemulsi yang digunakan. Asam Klorida ditambahkan pada larutan Bahan Pengemulsi yang aktif pada pH di bawah 7. Asam Klorida yang digunakan tidak boleh tercemar senyawa-senyawa yang dapat merusak Aspal Emulsi Kationik diantaranya garam – garam alkali, sabun, deterjen, dan minyak. Jumlah bahan pengemulsi dan asam klorida dalam Aspal Emulsi umumnya berkisar antara 0,25% sampai 1,5%.
2.2.6 H2O H2O merupakan bagian terbanyak dalam phasa cair Aspal Emulsi. H2O yang digunakan untuk pembuatan Aspal Emulsi adalah H2O yang tidak tercemari oleh senyawa-senyawa yang dapat merusak Aspal Ernulsi. Jumlah H2O dalam Aspal Emulsi adalah 100% dikurangi kadar phasa padat, bahan pengemulsi, asam klorida dan kalsium klorida. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.7 Asbuton Asbuton adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara yang selanjutnya dikenal dengan istilah Asbuton. Proses terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul ke permukaan menyusup di antara batuan yang porous. Asbuton atau Aspal batu Buton ini pada umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat proses geologi. Asbuton yang tersedia di Pulau Buton mempunyai cadangan yang sangat besar, merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat pada perkerasan jalan menggantikan aspal minyak. Harga minyak yang relative tinggi dan sangat tergantung pada fluktuasi harga minyak bumi ( crude oil ) dunia.
Gambar 2.2 Peta lokasi sebaran asbuton Daerah penghasil asbuton tersebar dari teluk Sampolawa sampai dengan teluk Lawele sepanjang 75 km dengan lebar 12 km (Gompul, 1991) ditambah wilayah Enreke yang termasuk wilayah kabupaten Muna. Cadangan aspal alam total di Pulau Buton adalah sekitar 677,247 juta ton yang tersebar di willayah Waesiu 0,100 juta ton, Kabungka 60 juta ton, Winto 3,2 juta ton, Winil 0,600 juta ton, Lawele 210,283 juta ton, Siantopina 181,25 juta ton, Ulala 47,089 juta ton, Enreko 174,725 juta ton. Data tersebut menunjukkan perkiraan cadangan Asbuton terbesar ternyata terdapat di wilayah Lawele yang sebagian besar mempunyai kadar aspal di atas 25% aspal alam. Sampai saat ini lokasi penambangan commit to user Kabungka saja yang telah ditambang dan dimanfaatkan. Oleh karena itu sejauh ini
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rekayasa perkerasan jalan di Indonesia hanya mengenal aspal alam dengan karakteristik Asbuton dari Kabungka. Secara umum dapat dibedakan dua jenis Asbuton dengan karakteristik berbeda yaitu bersifat keras seperti dari Kabungka dan bersifat relatif lunak dari Lawele. Perkiraan cadangan asbuton di daerah Lawele dan sekitarnya dapat dijelaskan dengan Tabel 2.3 dibawah ini : Tabel 2.3 Perkiraan Deposit Asbuton di daerah Lawele dan sekitarnya No.
Lokasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Batuawu Mempenga Langunturu Kabukubuku Wangkaburu Siantopina Ulala
Luas (m2) 550.000 280.000 420.000 570.000 460.000 5.000.000 1.500.000
Tebal (m) 76,1 72 61 50 62,8 25 21,65
Kadar aspal (%) 20 – 40 20 – 30 20 - 25 20 - 35 21 - 35 Belum diketahui Belum diketahui
Deposit (juta ton) 60,69 29,232 37,149 41,325 41,888 181,25 47,089
Sumber : Kurniadji,(1993)
Dari hasil eksplorasi, di daerah Lawele mempunyai jenis Asbuton lunak yang tertutup dengan lapisan tanah (overburden) rata-rata antara 0 sampai 4,9 meter. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa cadangan Asbuton terbesar di pulau Buton terdapat di daerah Lawele dengan mutu aspal yang tinggi, yang perlu dilakukan adalah teknologi yang tepat sehingga aspal alam dari Lawele dapat dimanfaatkan dalam pekerjaan perkerasan jalan beraspal dengan hasil maksimal. Seperti telah diketahui, di dalam Asbuton terdapat dua unsur utama, yaitu aspal (bitumen) yang memiliki kadar yang bervariasi dan rendah 18 – 35 % dan mengandung mineral yang tinggi 65 – 82 %.
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Asbuton dari Kabungka dan Lawele mempunyai perbedaan sifat-sifat fisik yang dapat dijelaskan oleh Tabel 2.4 dibawah ini : Tabel 2.4 Sifat fisik aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele Jenis pengujian Kadar aspal,% Penetrasi, 25°C,100 gr, 5 detik,0,1 mm Titik lembek, °C Daktilitas, 25°C, 5cm/menit, cm Kelarutan dalam C2HCL3, % Titik Nyala,°C Berat Jenis
Hasil Pengujian Asbuton Padat Asbuton Padat dari Kabungka dari Lawele 20 30,08 4 36 101 59 < 140 >140 99,6 198 1,046 1,037
Sumber : Pedoman No: 001 – 01 / BM / 2006 Pemanfaatan Asbuton
Dilihat dari karakteristik Asbuton dari Kabungka memiliki nilai penetrasi yang relatif rendah dibandingkan dengan Asbuton dari Lawele. Mineral Asbuton didominasi oleh “Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro yang mempunyai sifat sangat halus, relatif keras berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai filler pada campuran beraspal. Dilihat dari komposisi kimianya, aspal Asbuton dari kedua daerah deposit memiliki senyawa Nitrogen base yang tinggi dan parameter malten yang baik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Asbuton memiliki pelekatan yang baik dengan agregat dan keawetan yang cukup.
2.2.8 Asbuton Butir Asbuton butir adalah hasil pengolahan dari Asbuton berbentuk padat atau masih berbentuk bongkahan batu yang di pecah dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah lainnya yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Adapun bahan baku untuk membuat Asbuton butir ini berasal dari asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah (<10 dmm). Jenis Asbuton butir yang diproduksi atau yang ada dipasaran adalah 4 (empat) tipe yaitu 5/20 ; 15/20 ; 15/25 ; 20/25, perbedaan antara masing-masing tipe asbuton butir tersebut adalah didasarkan atas kelas penetrasi dan kandungan bitumennya. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengolahan asbuton butir ini diharapkan dapat mengeliminasi kelemahankelemahan dari asbuton, yaitu ketidak seragaman kandungan bitumen dan kadar air serta dengan membuat ukuran maksimum butir yang lebih halus sehingga diharapkan dapat lebih mempermudah termobilisasinya bitumen asbuton dari dalam butiran mineralnya.
Asbuton butir ini dapat digunakan untuk campuran beraspal panas, campuran beraspal hangat, campuran beraspal dingin dengan peremaja Emulsi, campuran beraspal dingin dengan peremaja Aspal Cair (Cutback) dan sebagai bahan pengikat lapis penetrasi Macadam. Asbuton butir yang akan digunakan harus dalam kemasan kantong atau kemasan lain yang kedap air serta mudah penanganannya saat dicampur di ruang pencampur (pugmill). Asbuton butir tersebut harus ditempatkan pada tempat yang kering dan beratap sehingga Asbuton terlindung dari hujan atau sinar matahari langsung. Persyaratan asbuton butir sesuai SNI dapat dijelaskan oleh tabel 2.5 di bawah ini : Tabel 2.5 Jenis pengujian dan persyaratan Asbuton Butir Metoda Pengujian
Tipe 5/20
Tipe 15/20
Tipe 15/25
Tipe 20/25
SNI 03-3640-1994
18-22
18-22
23-27
23-27
- Lolos Ayakan No 4 (4,75 mm); %
SNI 03-1968-1990
100
100
100
100
- Lolos Ayakan No 8 (2,36 mm); %
SNI 03-1968-1990
100
100
100
Min 95
- Lolos Ayakan No 16 (1,18 mm); %
SNI 03-1968-1990
Min 95
Min 95
Min 95
Min 75
Kadar air, %
SNI 06-2490-1991
Maks 2
Maks 2
Maks 2
Maks 2
SNI 06-2490-1991
≤10
10 - 18
10 - 18
19-22
Sifat-sifat Asbuton Kadar bitumen asbuton; % Ukuran butir
Penetrasi aspal asbuton pada 25 °C, 100 g, 5 detik; 0,1 mm
Sumber : Pedoman No: 001 – 01 / BM / 2006 Pemanfaatan Asbuton Keterangan: 1. Asbuton butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %. 2. Asbuton butir Tipe 15/20 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %. 3. Asbuton butir Tipe 15/25 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %. 4. Asbuton butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
2.2.9 Analisis Data Hasil Penelitian
2.2.9.1 Analisis Regresi Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola relasi atau hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya dengan tingkat kesalahan yang kecil. Hubungan yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel - variabel. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu : 1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel lain. 2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas. Dengan analisis regresi kita dapat memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan data variabel bebas. Hubungan linear adalah hubungan jika satu variabel mengalami kenaikan atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan membuat kenaikan juga pada variabel terikat. Selanjutnya jika variabel bebas mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika sifat hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas, maka variabel terikat akan mengalami penurunan (Sudjana, 1996).
Persamaan garis regresi mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear. Dalam persamaan itu dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil. Beberapa jenis persamaan regresi seperti berikut : 1. Persamaan linear y = a + b x ……………………………… (2.1) 2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua) y = a + bx + cx2 ………………………... (2.2) 3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga) y = a + bx + cx2 + dx3 ………………….(2.3) commit to user Keterangan :
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
y = Nilai variabel terikat x = Nilai variabel bebas a, b, c, d = koefisien 2.2.9.2 Analisis Korelasi Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih secara kuantitatif, untuk menggambarkan derajat keeratan linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur seberapa tepat garis regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi) dan coefficient of correlation (koefisien korelasi). Batasan nilai koefisien determinasi (r2) digunakan untuk menggambarkan ukuran kesesuaian yaitu melihat seberapa besar proporsi atau prosentase dari keragaman x yang diterangkan oleh model regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan prosentase variasi nilai variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi berganda (r2) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian. Lima variabel dikatakan berkorelasi, jika perubahan pada satu variabel akan mengikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Koefisien korelasi digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas.
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut : a. 0 ≤ r ≤ 0,2 ............................
korelasi lemah sekali
b. 0,2 ≤ r ≤ 0,4 …………………
korelasi lemah
c. 0,4 ≤ r ≤ 0,7 ………………….
korelasi cukup kuat
d. 0,7 ≤ r ≤ 0,9………………….
korelasi kuat
e. 0,9 ≤ r ≤ 1……………………
korelasi sangat kuat
Pada penelitian ini analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola relasi atau hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya. Variabel terikat adalah nilai presentase bitumen. Nilai berat jenis asbuton emulsi rata-rata dan nilai kadar air RO asbuton emulsi, sedangkan variabel bebas adalah konsentrasi kerosin dan waktu mixing fase padat.
commit to user