BAB 2 LANDASAN TEORI
2. 1
Teori Umum Sub bab ini berisi teori-teori yang bersifat umum terkait dengan judul laporan
tugas akhir ini, adapun teori-teori tersebut antara lain: definisi data, definisi sistem, definisi informasi, definisi sistem informasi, analisis sistem, perancangan sistem, dan teori mengenai perancangan, serta Unified Modeling Languange (UML), dan sebagainya. 2. 1. 1 Definisi Data Menurut Rob dan Coronel (2009: 5) Data adalah kumpulan fakta mentah yang
menunjukkan
bahwa
fakta-fakta
tersebut
belum
di
proses
untuk
mengungkapkan makna mereka. Menurut Turban (2010: 41) data adalah deskripsi dasar dari benda, peristiwa, aktivitas dan transaksi yang direkam, dikelompokkan, dan disimpan tetapi belum terorganisir untuk menyampaikan arti tertentu. Dari kedua definisi diatas maka bisa disimpulkan bahwa data ialah fakta yang belum diolah sehingga bersifat mentah dan belum diketahui makna yang ada di dalamnya. 2. 1. 2 Definisi Sistem Menurut Valacich, George, dan Hoffer (2012: 6) sistem merupakan suatu set yang saling terkait dengan prosedur bisnis atau komponen yang digunakan dalam satu unit usaha dan bekerja sama untuk tujuan tertentu. Sedangkan menurut Indrajani (2011: 48) sistem didefinisikan sebagai sekelompok komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Komponen-komponen tersebut bekerja sama dengan cara menerima input serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur. Mulyanto (2009: 1) juga mengemukakan bahwa sistem ialah kumpulan dari beberapa elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu sebagai suatu kesatuan. Dari beberapa definisi diatas maka bisa disimpulkan bahwa sistem ialah seperangkat komponen yang memiliki keterkaitan satu sama lain yang berfungsi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. 7
8 2. 1. 3 Definisi Informasi Menurut Rainer, Turban, dan Potter (2007: 5) informasi disebutkan sebagai “Information refers to data that have been organized so that they have meaning and value to the recipient.” Definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai informasi yang mengacu kepada data yang telah terorganisir sehingga data tersebut mempunyai nilai dan arti kepada penerima. Sedangkan O’Brien dan Marakas (2008: 24) mengatakan bahwa informasi adalah data yang ditempatkan dalam konteks yang berarti dan berguna untuk pengguna terakhir. Dari kedua definisi diatas maka bisa disimpulkan bahwa informasi ialah data yang memiliki arti dan manfaat bagi penggunanya. 2. 1. 4 Definisi Sistem Informasi Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 4) mendefinisikan sistem informasi sebagai seperangkat komponen komputer yang saling berhubungan yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan output berupa informasi yang di butuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas bisnis. 2. 1. 5 Definisi Analisis Sistem Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 5) mendefinisikan Analisis sistem sebagai berikut: “those activites that enable a person to understand and specify what the new system should accomplish” definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai aktivitas yang memungkinkan seseorang untuk memahami dan menspesifikasikan apa yang harus dicapai oleh sistem baru. 2. 1. 6 Definisi Perancangan Sistem Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 5) Perancangan Sistem adalah“those activites that enable a person to define and describe in detail the system that solves the need” atau dapat diterjemahkan sebagai aktivitas yang memungkinkan seseorang untuk mendefinisikan dan menjelaskan secara rinci sistem yang memecahkan kebutuhan 2. 1. 7 Definisi UML Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 46) UML atau Unified Modeling Language ialah “standard set of model constructs and notation defined by the object management group” atau bisa diterjemahkan sebagai seperangkat standar model konstruksi dan notasi yang didefinisikan oleh kelompok manajemen objek
9 Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan sebelumnya, Silberschatz, Korth, dan Sudarshan (2011: 308) juga mendeskripsikan UML sebagai sebuah standar yang dikembangkan di bawah naungan Object Management Group (OMG) untuk membuat spesifikasi dari berbagai komponen sistem software. Dari kedua penjabaran diatas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa UML adalah suatu bahasa permodelan yang berbasiskan objek yang dijadikan sebagai standar dalam spesifikasi suatu sistem. 2. 1. 8 System Development Life Cycle (SDLC) Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2012: 227) terdapat dua pendekatan yang ada pada SDLC, yaitu: Predictive Approach to the SDLC dan Adaptive Approach to the SDLC. -
Predictive Approach to the SDLC Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 227) mendeskripsikan pendekatan predictive sebagai pendekatan yang berasumsi bahwa proyek dapat direncanakan terlebih dahulu dan bahwa sistem informasi baru dapat dikembangkan sesuai dengan rencana
-
Adaptive Approach to the SDLC Sedangkan pendekatan adaptive diungkapkan oleh Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 228) sebagai pendekatan yang mengasumsikan bahwa proyek harus lebih fleksibel dan adaptiv untuk mengubah kebutuhan sebagaimana progress dari suatu proyek.
Gambar 2.1 Pendekatan predictive vs Pendekatan adaptive Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 228)
10 Traditional Predictive Approaches to the SDLC Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 228) Pada pendekatan Predictive terdapat enam buah kelompok aktivitas. Aktivitas – aktivitas tersebut antara lain: -
inisiasi proyek: aktivitas yang mengidentifikasi masalah dan persetujuan untuk pembangunan suatu sistem, yang disebut dengan.
-
Kedua disebut dengan project planning, dimana di dalamnya termasuk perencanaan, organizing, dan penjadwalan proyek, kegiatan tersebut memetakan struktur proyek secara keseluruhan.
-
Kelompok ketiga adalah Analisis, yang berfokus pada menemukan dan memahami detail dari masalaataupun kebutuhan. Tujuannya ialah untuk mencari tahu secara jelas apa yang harus dilakukan oleh sistem untuk mendukung proses bisnis.
-
Kelompok keempat adalah Design, perancangan disini berfokus pada konfigurasi dan penataan komponen sistem baru. Kegiatan ini menggunakan persyaratan yang sebelumnya ditetapkan untuk mengembangkan struktur program dan algoritma untuk sistem baru.
-
Kelompok kelima adalah implementasi, yang termasuk pemograman dan pengujian sistem.
-
Kelompok keenam adalah Deployment atau penyebaran, yang melibatkan instalasi dan penempatan sistem ke dalam operasi.
Enam kelompok dari aktivitas tersebut disebut juga dengan Fase.
Gambar 2.2 Traditional Information System Development Phase Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 229)
Pendekatan SDLC yang sangat prediktif adalah waterfall model, dengan tahapan proyek yang mengalir satu demi satu seperti yang tertera pada gambar berikut:
11
Gambar 2.3 Waterfall model of the SDLC Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 229)
Model ini mengasumsikan bahwa fase dapat dilakukan dan diselesaikan secara berurutan. Dalam pelaksanaannya, model ini mengasumsikan perencanaan yang kaku dan pembuatan keputusan pada setiap langkah dari pembangunan proyek.
Newer Adaptive Approaches to the SDLC Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 230) mengungkapkan Seperti halnya pada
pendekatan predictive, kegiatan proyek termasuk perencanaan dan permodelan yang disesuaikan dengan keberlangsungan proyek. Salah satu bagian yang lebih kecil adalah analisa, perancangan, pembangunan, dan pengujian selama iterasi tunggal, kemudian berdasarkan hasilnya, iterasi selanjutnya dilakukan untuk menganalisa, merancang, membangun dan menguji bagian berikutnya yang lebih kecil. Dengan menggunakan iterasi, proyek dapat beradaptasi pada perubahan apapun yang dilakukan. Selain itu bagian dari sistem juga tersedia lebih awal untuk evaluasi dan umpan balik pengguna, yang membantu memastikan bahwa aplikasi akan memenuhi kebutuhan pengguna. Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 230) menyebutkan bahwa spiral model adalah pendekatan adaptive SDLC yang siklusnya berulang-ulang melalui kegiatan pengembangan hingga selesai.
12
Gambar 2.4 Spiral Life Cycle model Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 230)
2. 1. 9 Activity Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 57) mendefinisikan Activity Diagram sebagai “describe user (or system) activities, the person who does each activities, and the sequential flow of these activities” atau diterjemahkan sebagai sebuah diagram yang menggambarkan kegiatan user (atau sistem), setiap orang yang mengerjakan aktivitas tersebut dan aliran sekuensial dari aktivitas tersebut.
13
Gambar 2.5 Contoh Activity Diagram for online checkout. Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 59).
2. 3. 10 Event Table Satzinger, Jackson, dan Burd (2010: 168) mendefinisikan Event table sebagai berikut: “a catalog of use cases that lists events in rows and key pieces of information about each event in columns” definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai sebuah katalog dari use case yang memuat kejadian-kejadian ke dalam baris dan bagian penting dari informasi tentang masing-masing kejadian ke dalam kolom. Event Table terdiri dari event, trigger, source, use case, response, destination.
14 •
Event: sebuah kejadian pada suatu waktu dan tempat spesifik yang dapat digambarkan dan penting untuk diingat
•
Trigger: sinyal yang memberitahukan sistem bahwa suatu kejadian terjadi baik berupa adanya data yang masuk maupun waktu untuk melakukan pemrosesan.
•
Source: agen eksternal yang menyediakan data ke sistem.
•
Use Case: aktivitas yang dilakukan oleh sistem ketika suatu event terjadi.
•
Response: sebuah output yang dihasilkan oleh sistem untuk mencapai sebuah tujuan.
•
Destination : agen eksternal yang menerima data atau output dari sistem Event Table digambarkan dengan bentuk table yang berisi kolom dan baris
yang merepresentasikan kejadian beserta masing-masing detailnya. 2. 1. 11 Use Case Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 78), mendefinisikan Use Case Diagram sebagai “the UML model use to graphically show use case and their relationship to actors” atau bisa diterjemahkan sebagai model UML yang digunakan untuk menunjukkan use case secara grafis dan hubungannya dengan aktor.
Gambar 2.6 Contoh Use Case Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 82)
15 Selanjutnya Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 82) juga menjelaskan mengenai hubungan yang ada pada use case diagram 1.
<
> relationship adalah hubungan antara use case dengan satu use case yang secara stereotip termasuk kedalam use case lain.
Gambar 2.7 Contoh <> relationship
2. 1. 12 Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 121) Use Case Description sebagai a textual model that lists and describe the processing details for a use case. Terdapat tiga tingkat kedetailan dari sebuah use case description, yaitu: 1.
Brief Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2012: 78) brief use case description biasanya berupa satu kalimat deskrpsi yang menyediakan overview dari sebuah use case. Contoh Brief Use Case Description:
Tabel 2.1 Contoh Brief Use Case Description. Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 78)
16 2.
Fully Developed Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2012: 122) Fully developed description
merupakan metode yang paling formal untuk mendokumentasikan sebuah use case. Dengan menggunakan deskripsi jenis ini kita dapat mengetahui secara detail dan meningkatkan pemahaman kita mengenai proses bisnis dan bagaimana sistem harus mendukung proses bisnis tersebut. Contoh:
Tabel 2.2 Contoh Fully Developed Use Case Description untuk membuat Customer Account. Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 123)
17 2. 1. 13 Entitiy Relationship Diagram Entitiy Relationship Diagram atau yang lebih dikenal dengan ERD menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 98) adalah sebuah diagram yang mengandung entitas-entitas data (contohnya seperangkat benda) dan hubungannya. Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 98) mendeskripsikan Entitas Data sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan seperangkat benda atau halhal individual.
Gambar 2.8 Contoh Entitiy Relationship Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 99).
Dalam database management terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hubungan suatu objek (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2012: 97). Hal-hal tersebut antara lain: -
Cardinality Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 97) adalah ukuran dari jumlah link antara satu objek dengan objek lain dalam sebuah hubungan (relationship).
Gambar 2.9 Simbol Cardinality yang ada pada ERD Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 99)
18 -
Multiplicity Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 97) mengungkapkan bahwa multiplicity ialah sebuah ukuran dari jumlah link antara satu objek dan objek lain di dalam suatu asosiasi yang ada pada UML.
-
Multiplicity Constraint Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 97) mendeskripsikan Multiplicity constraint sebagai jumlah hitungan sebenarnya dari suatu constraint yang ada pada objek yang diperbolehkan dalam suatu asosiasi.
2. 1. 14 Domain Model Class Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 101) menyebutkan bahwa Class adalah sebuah kategori atau klasifikasi dari seperangkat obyek atau benda. Selain itu Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 101) mendefinisikan Domain Classes sebagai class-class yang menggambarkan obyek dari problem domain. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 101) Class Diagram ialah diagram yang mengandung class-class atau seperangkat obyek dan asosiasi antara class-class tersebut. Untuk itu Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 101) mendeskripsikan Domain Model Class diagram sebagai “a class diagram that only include classes from the problem domain” atau bisa diterjemahkan sebagai sebuah class diagram yang hanya memasukkan class-class dari problem domain.
19
Gambar 2.10 Contoh Domain Model Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, da Burd (2012: 109)
Menurut Connolly dan Begg (2010: 379) Atribut ialah sebuah properti dari entitas atau tipe relasi. Atribut dapat diklasifikasi menjadi: • Simple and Composite Attributes Menurut Connolly dan Begg (2010: 379) Simple and Composite Attributes adalah sebuah atribut yang terdiri dari komponen tungal dengan keberadaan independen. Sedangkan Composite Attributes adalah sebuah atribut yang terdiri dari beberapa komponen, masing-masing dengan keberadaan independen.
20 • Single- Valued And Multi – Valued Attributes Menurut Connolly dan Begg (2010: 380) Single Valued-Attributes ialah sebuah atribut yang memegang nilai tunggal untuk setiap kemunculan suatu entitas. Sedangkan Multi – Valued Attributes adalah sebuah atribut yang memegang beberapa nilai untuk setiap kemunculan suatu entitas. • Derrived Attributes Menurut Connolly dan Begg (2010: 380) Derrivied Attributes ialah sebuah atribut mewakili nilai yang diturunkan dari nilai atribut terkait atau sekumpulan atribut, belum tentu dalam tipe entitas yang sama. Tipe Hubungan dalam Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 104) terdapat tiga tipe hubungan antara class dari obyek-obyek. Hubungan tersebut antara lain: - Association Relationship Sebuah asosiasi yang juga diperlakukan sebagai class, sering diperlukan dalam rangka untuk menangkap atribut dan asosisinya. - Generalization/ Specialization Relationship Adalah jenis hubungan dimana kelas sub-ordinat adalah bagian himpunan dari superior class, atau bisa disebut juga hirarki pewarisan.
Gambar 2.11 Contoh Hubungan Generalisasi/ Spesialisasi Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 105)
21 - Whole-Part Relationship Sebuah hubungan antara class-class dimana satu class adalah bagian atau sebagian komponen kelas lain. Terdapat dua tipe hubungan ini, yaitu: Aggregation dan Composition. • Aggregation: sebuah tipe dari whole-part relationship dimana bagianbagian komponen juga ada seperti obyek tersendiri yang terpisah dari agregat. • Composition: sebuah tipe dari whole-part relationsip dimana bagianbagian komponen tidak ada sebagai obyek tersendiri terpisah dari komposisi total.
Gambar 2.12 Contoh hubungan Whole-Part (Aggregation) antara komputer dan bagiannya. Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 107).
2. 1. 15 System Sequence Diagrams (SSD) Menurut John W. Satzinger, Robert B. Jackson, Stephen D.Burd (2012: 126) “diagram showing the sequence of messages between an external actor and the system during a use case or scenario” atau dapat diterjemahkan bahwa System Sequence diagram (SSD) ialah diagram yang menampilkan urutan pesan antara aktor external dan sistem selama sebuah use case atau skenario.
22
Gambar 2.13 Contoh System Sequece Diagram (SSD) Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 131)
2. 1. 16 Multilayer Design System Sequence Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 320) mendefinisikan Multilayer System Sequence sebagai “The View Layer involves human-computer interaction and requires designing the user interface for each use case. These two design activities must be coordinated so that the view layer classes defined in the sequence diagrams are consistent with the forms developed by the user-interface design team.” Definisi tersebut dapat di terjemahkan bahwa View layer melibatkan interaksi manusiakomputer dan membutuhkan rancangan user interface untuk setiap use case. Kedua aktivitas design ini harus terkoordinasi sehingga view layer class di definisikan dalam sequence diagrams secara konsisten dengan bentuk yang dikembangkan oleh tim desain user-interface.
23
Gambar 2.14 Multi Layer Sequence Diagrams Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 325)
2. 1. 17 Communication Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 332) communication diagram ialah jenis dari diagram interaksi yang menekankan pada objek yang mengirim dan menerima pesan untuk use case tertentu. Proses mendesain antara communication diagram dan sequence diagram adalah sama model mana yang akan di gunakan untuk mendesain tergantung oleh preferensi pribadi pendesain. Communication diagrams berguna untuk menunjukan pandangan yang berbeda dari use case diagrams. Untuk aktor, objek, dan pesan, communication diagrams menggunakan simbol yang sama dengan yang ada di dalam sequence diagrams. Simbol Lifeline dan activation lifeline tidak di gunakan. Namun, menggunakan simbol yang berbeda, simbol link di gunakan.
24
Gambar 2.15 Contoh Communication Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 350)
2. 1. 18 Updated Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 337) Update Class Diagrams ialah sebagai berikut: “Design class diagrams can now be developed for each layer. In the view layer and the data access layer, several new classes must be specified. The domain layer also has some new classes added for the use case controllers. We developed the first-cut design class diagram for the domain layer. At that point in the development. No method signatures had been developed. Now that several sequence diagrams have been created, method information can be added to the classes. We also mentioned that the navigation arrows might also need updating as a result of the decisions that were made during sequence diagrams development.” Definisi tersebut dapat di terjemahkan bahwa Design class diagrams dapat di kembangkan untuk setiap layer. Pada View Layer dan Data Access layer, beberapa class baru harus spesifik. Domain Layer juga memiliki class baru yang di tambahkan untuk use case controllers. Desain First Cut class Diagrams di kembangkan untuk domain layer. Pada titik dalam pengembangan, tidak ada tanda metode yang di kembangkan. Sekarang setelah beberapa sequence diagrams telah di buat, metode informasi dapat di tambakan ke dalam class. Di sebutkan juga panah navigasi mungkin juga perlu di perbaharui sebagai hasil dari keputusan yang di buat pada saat sequence diagrams development.
25
Gambar 2.16 Update Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 340)
2. 1. 19 Package diagram Menurut satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 353) package diagram di dalam UML ialah sebuah diagram tingkat tinggi yang memungkinkan perancang untuk mengasosiasikan kelas dari kelompok terkait. Bagiannya
mengilustrasikan
perancangan three-layer, yang meliputi view layer, domain layer, dan data access layer.
26
Gambar 2.17 Contoh Package Diagram Sumber: Satzinger, Jackson dan Burd (2012: 353)
2. 1. 20 User Interface Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012: 189) User Interface ialah“system interface that directly involve a system user” Definisi tersebut dapat di terjemahkan bahwa User Interface merupakan Sistem antarmuka yang secara langsung melibatkan pengguna sistem. 2. 1. 21 Deployment Environment Deployment environment menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010: 291) ialah konfigurasi dari perangkat keras komputer, sistem software, dan jaringan di dalam aplikasi baru yang akan beroperasi. Secara lebih lanjut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010: 340) membagi deployment environment menjadi dua jenis, yaitu: 1.
Single-computer architecture
27 Arsitektur yang menggunakan single-computer sistem untuk mengeksekusi semua perangkat lunak aplikasi terkait. 2.
Multitier architecture Arsitektur yang mendistribusikan perangkat lunak aplikasi terkait atau
pengolahan beban di beberapa sistem computer. Adapun Multicomputer architecture dibagi menjadi 2 (Dua) yaitu: a.
Clustered architecture Sekelompok computer yang memiliki tipe yang sama yang saling berbagi beban pengolahan dan bertindak sebagai single large computer sistem.
b.
Multicomputer architecture Sekelompok computer yang berbeda yang saling berbagi beban pengolahan spesialisasi fungsi.
Gambar 2.18 Single-Computer, Clustered, dan Multicomputer Architecture Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2010: 341)
2. 1. 22 Internet Architecture Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 381) mengilustrasikan internet arsitektur secara sederhana dengan dua nodes yang menampilkan dua komputer yang terpisah. Pada komputer client, komponen browser melakukan eksekusi, pada komputer server komponen internet server internet melakukan eksekusi juga. Internet Architecture terdiri dari dua jenis:
28 1.
Two Layer Architecture Untuk mendukung penerapan bisnis, sistem harus mampu merespon permintaan lain dari user. Dalam hal ini domain layer dan data access layer dikombinasikan. Logika bisnis yang ada pada domain layer berkaitan secara rutin untuk melakukan formatting data dan untuk memutuskan database dari table mana yang akan di update.
2.
Three Layer Architecture Three layer architecture lebih cocok untuk sistem yang membutuhkan dukungan user interface ganda, internet based dan network based. Three layer mendefinisikan class domain layer dan data access layer secara terpisah
2. 2
Teori Khusus Sub bab ini berisi mengenai teori-teori khusus yang terkait dengan e-learning
yang menjadi topik laporan tugas akhir ini, adapun beberapa teori yang terkait dengan e-learning antara lain: definisi e-learning, komponen e-learning, jenis elearning, keuntungan e-learning, kekurangan e-learning, dan strategi e-learning serta beberapa teori tambahan terkait dengan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan. 2. 2. 1
E-Learning
2. 2. 1. 1 Definisi E-Learning Menurut Horton (2012: 1) “e-learning is the use of electronic technologies to create learning experience” atau dapat diterjemahkan menjadi e-learning adalah penggunaan teknologi elektronik untuk menghasilkan suatu pengalaman belajar. Cambridge University Press (2014) mendeskripsikan e-learning sebagai “The process of providing courses on the internet or an intranet: e-learning is becoming an increasingly popular training option as technology developments have rendered it less costly.” Atau dapat diterjemahkan menjadi proses penyediaan course pada internet atau intranet: e-learning menjadi pilihan pelatihan yang semakin popular sebagai perkembangan teknologi yang berbiaya rendah. Mahanta dan Ahmed (2012: 47) dalam jurnalnya yang berjudul “E-Learning Objectives, Methodologies, Tools, and its Limitation” mengungkapkan bahwa elearning merupakan pergeseran yang inovatif pada bidang pembelajaran, ketersediaan akses yang cepat kepada pengetahuan dan informasi. Serta menawarkan instruksi online yang dapat disampaikan kapan dan dimana saja melalui berbagai
29 solusi pembelajaran elektronik, seperti web-based courseware, online discussion group, live virtual classes, web chat, dan virtual mentoring. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka bisa disimpulkan bahwa elearning adalah suatu kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan dengan memanfaatkan tekologi elektronik melalui suatu virtual class. 2. 2. 1. 2 Tipe Aktivitas E-Learning Menurut Horton (2012) terdapat tiga aktivitas dari e-learning. Ketiga aktivitas tersebut antara lain: Absorb, Do, dan Connect. 2. 2. 1. 2. 1 Absorb Horton (2011: 67) menyebutkan bahwa Absorb ialah aktivitas yang dapat memberikan informasi dan menginspirasi, aktivitas absorb juga memudahkan pembelajar
untuk
mendapatkan
informasi
penting
dan
up-to-date
untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka atau melanjutkan pembelaharan. Di dalam aktivitas absorb pembelajar membaca, mendengar, dan menonton. Aktivitas-aktivitas tersebut terdengar pasif tetapi dapat menjadi komponen yang aktif dalam belajar. Adapun beberapa kegiatan absorb adalah sebagai berikut: Presentation Menurut Horton (2011: 69) Presentasi menyediakan informasi yang dibutuhkan secara jelas, terorganisasi, bertahap. Presentasi hampir sama dengan pelajaran dalam kelas atau penjelasan oleh para ahli. Para pelajar belajar dengan cara menonton atau mendengarkan presentasi. Presentasi dapat di alami secara langsung pada online meeting atau mungkin dapat di dengar secara berulang-ulang melalui rekaman. Secara lebih mendetail, beliau juga membagi presentasi menjadi berbagai tipe Horton (2011: 70). Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut: -
Slide shows. Biasanya berdasarkan bisnis yang efektid atau slide show dalam kelas. Kebanyakan kegiatan slide show biasanya tidak efektif, tetapi dapat dibuat menjadi efektif. Slide show yang bagus biasanya mengandung setiap poin pada satu slide. Slide tersebut dapat mengandung informasi-informasi berupa gambar dan beberapa tulisan yang cukup untuk memperjelas maksud dari gambar tersebut.
-
Pyshical demonstrations. Berupa pertunjukan yang di lakukan oleh orang seperti memperbaiki wastafel yang bocor atau bermain tennis. Kegiatan ini juga dapat di lakukan secara langsung atau di rekam sebagai video.
30 -
Software demonstration. Melihat secara langsung seorang ahli menjelaskan atau mendemonstrasikan suatu program komputer. kita mendengar apa yang dikatakan oleh ahlinya dan menonton selagi sang ahli meng-klik mouse dan mengetik.
-
Informational films. Seperti film dokumentar, telah digunakan untuk mendidik, memberikan informasi dan memotivasi orang sejak pengembangan film mulai banyak dilakukan.
-
Drama. Menunjukan orang yang berada pada adegan fiksi
-
Discussion. Seperti wawancara, debat, dan presentasi panel. Berguna untuk menunjukan informasi yang penting dan pendapat
Readings Aktivitas reading atau membaca menurut Horton (2011: 93) adalah kegiatan yang mengarahkan pembelajar kepada dokumen elektronik atau fisik yang telah diteliti dengan baik, terorganisasi dan tertulis. Dengan membaca dokumen-dokumen tersebut, pembelajar dapat mendapatkan informasi yang penting dan juga dapat mendapatkan inspirasi. Prosedur untuk melakukan aktivitas sangatlah sederhana. Pertama pembelajar mecari dan mendapatkan dokumen dan dokumen tersebut dibaca oleh pembelajar. Mendapatkan dokumen harusnya sangat mudah, cepat, dan dapat diandalkan, kecuali tahapan mencari dokumen ini merupakan bagian dari aktivitas penelitian. Stories by Teacher Menurut Horton (2011: 105) membagi aktivitas bercerita menjadi dua tipe, Satu melibatkan cerita yang disampaikan oleh pengajar dan yang satunya lagi melibatkan cerita yang disampaikan oleh pembelajar. Kedua tipe dari cerita dapat di ceritakan secara langsung atau melalui rekaman. Kita kadang menggabungkan cerita yang disampaikan oleh pembelajar dengan mengundang pembelajar untuk menceritakan pengalaman serupa. Aktivitas gabungan ini dapat dikatakan sebagai story-telling. Untuk cerita yang disampaikan oleh pengajar, sang pengajar yang bercerita dapat berupa ahli, orang yang berwenang, cendekiawan yang mempunyai cerita berharga untuk dibagikan. Sang pembaca cerita tidak harus berupa pengajar, professor, atau instruktur. Pembaca cerita mungkin bisa jadi seorang pembelajar. Yang penting ialah bukan siapa yang membacakan ceritanya tetapi pembelajar dapat mendengarkan ceritanya dan cerita yang disampaikan dapat mengajar sang pembelajar.
31 Field Trips Horton (2011: 113) mengemukakan bahwa field trips membawa kita pada contoh-contoh yang mendidik dan pajangan-pajangan menarik. Aspek penting dari field trips bukanlah berjalan dari contoh ke contoh, tetapi memeriksa contoh-contoh tersebut dan melihat hubungan antara mereka. Field trips mengajak kita berkunjung ke museum, taman-taman, medan-medan perang, lingkungan bersejarah, kebun binatang, rumah hijau, galian arkeolog, dan puing puing kuno. Ada 2 tipe dari field trips. Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut: 1. Guided tours. Mengajak pembelajar berkunjung pada tempat virtual maupun lingkungan yang asli. 2. Virtual museums. Hampir sama seperti guided tours tetapi sang pembelajar menentukan sendiri dalam mengarahkan musiumnya. Virtual museums juga dapat di sebut sebagai web-based museums, e-museums, virtual galleries, online museums, dan online galleries. 2. 2. 1. 2. 2 Do Horton (2011: 129) mendeskripsikan aktivitas do sebagai kegiatan mengubah informasi dari kegiatan absorb menjadi suatu pengetahuan. Dalam aktivitas do, pembelajar menemukan, mengurai, membaca sandi, menganalisa, memeriksa, menggabungkan, mengorganisir, berdiskusi, berdebat, mengevaluasi, dan yang paling penting menerapkan ilmu pengetahuan. Ada berbagai macam aktivitas do yang dapat dilakukan. Macam-macam kegiatan do adalah sebagai berikut: Practice activities Menurut Horton (2011: 130) kegiatan practice membantu learners memperkuat dan memperhalus pengetahuan, dan sikap dengan cara menerapkannya dan menerima feedback. Tujuan dari practice bukan mengajarkan informasi baru. Melainkan memberikan pembelajar peluang untuk melatih kemampuan yang baru didapatkan. Aktivitas practice mirip seperti sesi pembelajaran dalam kelas dimana pembelajar didorong untuk menerapkan apa yang baru mereka terima dari pengajar atau apa yang baru mereka dapatkan dari bahan bacaan yang mereka baca. Ada berbagai macam tipe-tipe dari aktivitas practice, berikut adalah tipe-tipe kegiatan practice:
32 1. Drill and practice. Adalah penerapan tugas-tugas yang sederhana. Dapat membantu pembelajar mengotomatisasi keahlian dan meningkatkan kelancaran dalam penerapan knowledge. 2. Hands on. Memperbolehkan pembelajar melakukan tugas dengan alat yang sesungguhnya tetapi dengan bimbingan. Mereka mengajar tugas yang asli dan membantu pembelajar mengaplikasikan teori. 3. Guided analysis. Memimpin pembelajar melalui tugas analisis dengan instruksi langkah demi langkah. Aktivitas ini memperkuat kemampuan pembelajar untuk melakukan tugas yang agak sulit. Discovery Horton (2011: 147) mendeskripsikan discovery sebagai kegiatan yang tidak memberikan ide, tetapi memimpin pembelajar untuk menemukan ide mereka sendiri. Berikut adalah kapan sebaiknya aktivitas discovery dilakukan: 1. For exploratory learning. Beberapa orang belajar dengan cara diberi tahu atau ditunjukan, tetapi banyak pelajar harus menemukan keahlian dan pengetahuan untuk dirinya sendiri, terutama mereka yang skeptic, pemikir konkret, dan kreatif. 2. To reveal principles. Eksperimen membimbing pelajar untuk menemukan prinsip, tren, dan hubungan untuk diri mereka sendiri. Banyak pelajar memberikan lebih kredebilitas. 3. To stimulate curiousity. Discoveries dapat terfokus pada suatu subjek dan memotivasi pelajar untuk mencari penjelasan dari apa yang mereka temukan. Game and Simulation Menurut Horton (2011: 323) “games dan simulation memperbolehkan pelajar berlatih melakukan tugas, menerapkan pengetahuan dan mengambil keputusan, segalanya dilakukan dengan bersenang-senang. Dengan permainan yang mendidik, orang-orang dapat belajar dari pengajar pribadi dimana pengajar tersebut mendemonstrasikan suatu subjek, membimbing mereka menggunakan usaha mereka sendiri, memonitor perkembangan keahlian mereka dan memberikan sertifikasi atas penguasaan mereka. Games dan simulations dapat menyediakan sistem dunia nyata yang lengkap atau serangkaian pertanyaan untuk di jawab. Games dan simulations dapat menjadi aktivitas do secara individu maupun menjadi tes dari keseluruhan pelajaran.
33 2. 2. 1. 2. 3 Connect Pengertian connect menurut Horton (2011: 163) ialah aktivitas connect membantu pelajar menutup kesenjangan antara pembelajaran dan kehidupan pelajar tersebut. Aktivitas connect mempersiapkan pelajar untuk menerapkan apa yang mereka pelajari pada situasi yang mereka temui di dunia kerja, dan di kehidupan pribadi mereka. Aktivitas connect mengintegrasikan apa yang kita pelajari dengan apa yang kita ketahui. Macam-macam kegiatan connect adalah sebagai berikut: Ponder activities Horton (2011: 166) mendeskripsikan ponder sebagai pengalaman belajar yang sederhana yang mendorong pelajar untuk menilai ide-ide dari perspektif yang baru. Aktivitas ponder mirip seperti kegiatan dalam kelas terjadi dimana pengajar menampilkan aktivitas yang berbeda dari biasanya agar supaya tidak bosan dan dapat membantu pelajar melihat subjek yang dipelajari lagi. Terdapat tipe-tipe aktivitas ponder menurut Horton. Tipe-tipe tersebut antara lain adalah: 1. Rhetorical question. Memprovokasi pikiran. Membutuhkan response yang visible dari pelajar, tetapi mereka membutuhkan pelajar untuk berpikir matang-matang agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan. 2. Meditations. Menyelenggarakan kegiatan yang santai. 3. Cite example. Menantang pelajar untuk mengidentifikasikan konsep atau kategori yang telah di deskripsikan dan terilustrasi. 4. Evalation. Membutuhkan pelajar untuk menilai kepentingan apa yang dipelajari. 5. Summary. Meminta pelajar untuk menyimpulkan apa saja yang telah mereka pelajari. Questioning Horton (2011: 176) mendeskripsikan bawa bertanya dan menjawab pertanyaan ialah dasar dari pembelajaran dan pelatihan dan untuk bekerja keras yang melibatkan lebih dari satu orang. Aktivitas bertanya dapat digolongkan dari sederhana, aksi mendadak oleh pelajar. Stories by learner Menurut Horton (2011: 184) dalam kegiatan bercerita, pelajar yang bercerita tentang sesuatu yang bersangkutan dengan subjek yang mereka pelajari. Aktivitas ini merupakan kebalikan dari mendengarkan cerita. Karena proses dalam bercerita adalah sama, tanpa memperhatikan siapa yang bercerita.
34 Job Aids Menurut Horton (2011: 187) job aids membantu pelajar untuk menerapkan pengetahuan dan keahlian pada tugas yang mereka temui di dunia kerja atau dimanapun yang dapat terjadi dalam hidup. Research activities Pengertian aktivitas research menurut Horton (2011: 196) menghubungkan pelajar dunia pengetahuan dengan cara mengajarkan mereka untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Pada dunia kita yang kompleks, penelitian merupakan keahlian yang mendasar. Mengingat mengenai fakta-fakta bukanlah research. Ada 2 macam kegiatan penelitian, yaitu: 1. Scavenger hunts. Menantang pelajar untuk mengidentifikasikan sumber yang dapat diandalkan untuk menjawab pertanyaan dan memungkinkan dalam mengerjakan tugas 2. Guided research. Membutuhkan pelajar untuk berkonsul dengan berbagai sumber dari informasi dan pendapat mengenai topik-topik tertentu dan akhirnya menyimpulkan informasi yang mereka dapat. Original work activities Menurut Horton (2011: 207) original work activities merupakan tugas akhir dimana pelajar dibutuhkan untuk menerapkan hasil pembelajaran terhadap tugas akhir yang mereka buat. Pelajar diharuskan menyelesaikan masalah yang nyata dan mengumpulkan solusi menurut mereka agar dapat di kritik oleh pengajar atau sesama pelajar. Ada tipe-tipe original work activities yaitu: 1. Decision activities. Membutuhkan pelajar untuk mengumpulkan keputusan yang di ambil pada suatu titik waktu dalam proyek nyata 2. Work-document activities. Membutuhkan pelajar untuk membuat dokumen yang dapat berada dalam baguan kerjaan yang nyata. 3. Journal
activities.
Menyediakan
suatu
cara
untuk
pelajar
untuk
mengumpulkan keputusan kedalam dokumen yang sedang dibuat yang dapat mereka periksa ulang dan dapat mereka ambil pada akhir masa e-learning. 2. 2. 1. 3 Definisi Kurikulum Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tahun nomor 20 tahun 2003 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pedidikan tertentu.
35 2. 2. 1. 4 Definisi Materi Effendi dan Zhuang (2005: 92) medeskripsikan materi berupa pelajaran elearning yang akan diikuti oleh anggota organisasi. 2. 2. 1. 5 Topik Menurut Horton (2011: 285) topik merupakan objek pembelajaran yang berada pada tingkat yang paling rendah pada suatu pembelajaran atau pengetahuan. Topik merupakan bagian yang membangun instruksi yang dapat menghasilkan tujuan pembelajaran. Biasanya, suatu topik membutuhkan kombinasi aktivitas Absorb, Do, dan Connect dan didalamnya terdapat ujian untuk mengukur sampai mana pembelajaran tersebut dapat di terima oleh pembelajar. Seperti yang sudah dikatakan, topik merupakan objek pembelajaran. Di dalam sebuah e-learning, suatu objek pembelajaran merupakan sebagian dari konten elektronik yang dapat diakses secara individu dan dapat diraih. Objek pembelajaran mengandung segala sesuatu yang penting untuk memastikan seorang pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Tidak semua objek pembelajaran merupakan topik. Sebagian dari objek pembelajaran dapat juga merupakan pelajaran secara utuh. Horton (2012: 286) menyebutkan tiga contoh topik. Adapun ketiga contoh tersebut antara lain: -
Simple Topic Topik yang sederhana umumnya hanya menyelesaikan sebatas pada tujuan yang sederhana dan umumnya hanya satu halaman, tapi meskipun begitu topik jenis ini juga memiliki komponen utama dan tujuan pembelajaran.
-
Typical Topic Topik jenis ini juga disebut dengan micro scenario karena menampilkan situasi berdasarkan kejadian nyata yang memungkinkan pembelajar untuk membuat keputusan saat mereka berada di dunia nyata.
-
Complex Topic Topik jenis ini umumnya membutuhkan analisa terlebih dulu agar pembelajar dapat memahami tujuan pembelajaran yang ada.
2. 2. 1. 6 Learning Management System (LMS) Effendi dan Zhuang (2005: 85) mendeskripsikan LMS sebagai sistem yang membantu administrasi dan berfungsi sebagai platform e-learning content. Rosen (2009: 13) mendeskripsikan LMS sebagai sebuah aplikasi database yang membuat lingkungan belajar self-serve, meletakkan program apa yang perlu
36 diambil dan program mana yang telah diambil, melayani program, dan memasukkan informasi mengenai pelatihan karyawan termasuk pengetesan dan status hasil. Dari kedua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa LMS adalah sistem yang berfungsi sebagai platform e-learning mengenai pelatihan, pengetesan, serta hasil pengetsean. Dalam jurnalnya Analisis dan Perancangan E-Learning Sebagai Fasilitas Pendukung Proses Pembelajaran (Studi Kasus: SMAK Kalam Kudus II) Putranto, Gautama, dan Citra (2010: 610) mengungkapkan beberapa fungsi dasar dari LMS antara lain: -
Katalog Learning Management System yang baik harus menunjukkan materi pelatihan yang dimiliki, memiliki informasi yang lengkap mengenai suatu pelajaran, meliputi judul, outline, durasi, target pelajar, tanggal tersedia dan materi.
-
Registrasi dan persetujuan Fungsi ini memungkinkan seseorang calon peserta pelatihan mendaftarkan diri secara online. Learning Management System yang baik dapat pula menyimpan data pendaftaran dan persetujuan untuk membantu departemen pelatihan dalam memonitor kegiatan e-learning.
-
Menjalankan dan memonitor e-learning Learning Management System harus dapat menjalankan materi e-learning dengan baik dan Learning Management System harus mempunyai kemampuan untuk merekam kegiatan agar dapat membuat laporannya.
-
Evaluasi Learning Management System yang baik pun harus dapat melakukan kegiatan evaluasi yang dapat mengukur keahlian peserta pelatihan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan.
-
Komunikasi Learning Management System berguna pula sebagai sarana komunikasi bagi departemen pelatihan dan anggota organisasi. Pengajar dapat pula memasukkan atau mengupload sebuah artikel yang ditujukan pada beberapa pelajar tertentu dan Learning Management System dapat menginformasikannya kepada mereka agar dapat mengakses dan mendownload artikel melalui Learning Management System.
37 2. 2. 1. 7 Learning Content Management System (LCMS) Menurut Effendi dan Zhuang (2005: 91) LCMS ialah sistem yang fungsi utamanya menyusun dan mengatur materi atau content e-learning. Berikut adalah Perbandingan perbedaan antara LMS dan LCMS menurut Putranto, Gautama dan Citra (2010: 611)
Gambar 2.19 Tabel Perbedaan antara LMS dengan LCMS Sumber: Putranto, Gautama, dan Citra (2010: 611)
2. 2. 1. 8 Jenis E-Learning Secara lebih mendetail Horton menyebutkan bahwa e-learning bisa terjadi dalam berbagai bentuk, untuk itu beliau menyebutkan beberapa jenis dari e-learning (Horton, 2012: 2). Jenis-jenis e-learning menurut Horton, antara lain: -
Standalone course Ialah course yang diambil oleh pembelajar sendiri, dimana mereka dihadapkan tanpa adanya interaksi dengan pengajar atau teman sekelas.
-
Learning games and simulation Ialah belajar dengan menampilkan aktivitas simulasi yang mengarah kepada eksplorasi dan penemuan.
-
Mobile learning Ialah pembelajaran dengan menggunakan pemanfaatan mobile device, misalnya smart phone dan tablet.
-
Social learning Ialah pembelajaran melalui interaksi dengan suatu komunitas ahli atau sejenisnya melalui suatu diskusi online.
-
Virtual-classroom courses Ialah kelas online yang terstruktur seperti di dalam kelas biasa. Misalnya dengan tugas, presentasi, diskusi mela;ui forum dan social media lain.
38 Selain itu, Rosen juga menyebutkan tipe e-learning berdasarkan pada metode penyampaiannya. Berikut adalah tipe e-learning berdasarkan tipe penyampaiannya menurut Rosen (2009: 60): -
Synchronous Training e-learning tipe ini serupa dengan pelajaran kelas tradisional yang pada umumnya dilakukan. Dimana murid dan pengajar bertemu dalam suatu waktu untuk melakukan suatu sesi pengajaran.
-
Asynchronous Training Pada e-learning tipe ini murid menggunakan material yang tersedia di web yang dapat digunakan kapan saja, dan memperbolehkan murid untuk mengaksesnya sesuai kebutuhan.
2. 2. 1. 9 Virtual Classroom Menurut Horton (2012: 540) virtual classroom programs atau program kelas virtual (event, kegiatan, dan seluruh course) membutuhkan pengajar yang mampu menuntun pembelajar untuk mengarah ke subject dan pembelajar yang bisa menghadiri pertemuan online. Jika kelas virtual yang dibuat bisa memenuhi persyaratan yang dibutuhkan maka kelas virtual mampu memberikan beberapa keuntungan baik itu untuk standalone e-learning ataupun learner-led social learning. Beberapa keuntungan tersebut antara lain: Pengajar mampu mengadaptasi pembelajaran kepada pembelajar. Pengajar dapat secara langsung memantau segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas serta menjawab pertanyaan yang ditujukan secara cepat. Kelas virtual menyediakan komunitas dan beberapa disiplin yang dibutuhkan oleh pembelajar Menjadi bagian dari suatu grup membuat pembelajar maupun pengajar umunya terikat dengan rasa kebersamaan dan tribalism. Kelas Belajar tidak asing dan terjamin. Pembelajar tidak asing dengan prosedur, ritme dan metode presentasi yang digunakan di dalam kelas. Dimana classroom course telah memiliki standar dalam pendidikan lebih dari 500 tahun. Pembelajarannya fleksibel dan aktif. Kelas ini bisa menggabungkan pengajar, pertanyaan dan jawaban. Kegiatan kelompok maupun individual, membaca dan melakukan tes. Pembelajar bisa
39 berinteraksi secara langsung antar sesama learner and menumbuhkan pembicaraan yang berarti dengan mereka. 2. 2. 1. 10 Komponen E-Learning Winarno dan Setiawan (2013: 46) dalam jurnalnya yang berjudul “Penerapan Sistem E-Learning pada Komunitas Pendidikan Sekolah Rumah” menyebutkan elearning dapat terlaksana dengan baik dengan adanya dukungan dari komponenkomponen sebagai berikut: -
Infrastruktur e-learning Infrastruktur disini dapat berupa PC, jaringan komputer, internet, dan perlengkapan multimedia, serta peralatan lainnya yang dirasa diperlukan
-
Sistem dan aplikasi e-learning Sistem dan aplikasi disini dapat berupa sistem software yang mampu menjalankan proses virtualisasi belajar mengajar konvensional seperti di kelas, pembuatan materi, sistem penilaian, maupun sistem ujian.
-
Konten e-learning Konten disini ialah bahan ajar yang berbentuk multimedia interaktif atau berbentuk teks
2. 2. 1. 11 Keuntungan E-Learning Monika (2013: 74) turut serta menyebutkan bahwa salah satu keunggulan dari e-learning ialah mampu menawarkan pelajar kesempatan untuk melakukan control dan membuat keputusan sendiri, kapan saja dan dimana saja, serta dapat menyediakan jadwal pelatihan yang lebih fleksibel. Secara lebih mendetail Putranto, Gautama, dan Citra (2010: 608) mengemukakan beberapa hal terkait dengan keuntungan yang mampu disediakan oleh e-learning. Keuntungan tersebut antara lain: -
Biaya e-learning dapat menghemat biaya pelatihan, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa pelatih di dan ruang kelas, serta transportasi pelatihan atau pelatih.
-
Fleksibilitas Waktu e-learning dapat membuat pembelajar dapat menyesuaikan waktu belajar. Saat waktu belajar tidak memungkinkan atau ada hal lain yang mendesak, mereka dapat meninggalkan pelajaran e-learning saat itu juga.
-
Fleksibilitas tempat
40 Selama komputer terhubung dengan komputer yang menjadi server e-learning, mereka dapat mengaksesnya dengan mudah. Terlebih lagi bila server e-learning terhubung dengan internet, maka pembelajar dapat mengakses pelajaran di rumah. -
Fleksibilitas kecepatan belajar E-learning dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing pembelajar. Dimana pembelajar dapat mengatur sendiri kecepatan pelajaran yang diikuti.
-
Standarisasi pengajaran Perbedaan kemampuan dan metode pengajaran yang diterapkan pengajar, menyebabkan kualitas pengajaran sulit di jaga. E-learning dapat menghapus perbedaan tersebut. Pelajaran e-learning selalu memiliki kualitas yang sama setiap kali diakses dan tidak tergantung dengan suasana hati pengajar.
-
Efektivitas pengajaran e-learning yang dirancang dengan instructional design membuat pembelajar lebih mengerti isi pelajaran, dengan begitu kinerja karyawan lebih meningkat dan tujuan organisasi dapat tercapai.
-
Kecepatan distribusi E-learning dapat dengan cepat menjangkau karyawan yang berada diluar wilayah pusat.
2. 2. 1. 12 Keterbatasan E-Learning Selain menawarkan beberapa keuntungan e-learning juga memiliki keterbatasan yang perlu diwaspadai oleh pengelola. Effendi dan Zhuang (2005: 15) menjabarkan beberapa keterbatasan e-learning, adapun keterbatasan tersebut antara lain: -
Budaya E-learning menuntut budaya self learning, dimana seseorang memotivasi diri sendiri agar mau belajar. Sedangkan sebagian besar budaya pelatihan di Indonesia, motivasi belajar lebih banyak tergantung pada pengajar. Terlebih lagi jika budaya pelatihan sudah terbiasa dengan interaksi yang ketat antar sesama pelajar, maka praktik e-learning akan sulit diterima.
-
Investasi Suatu organisasi harus mengeluarkan investasi awal yang cukup besar untuk mulai mengimplementasikan e-learning. Investasi tersebut bisa berupa biaya
41 desain dan pembuatan program, paket pelajaran dan biaya lain seperti promosi, ataupun biaya infrastruktur. -
Teknologi Beragamnya teknologi yang digunakan memungkinkan teknologi tersebut tidak sejalan dengan yang sudah ada, sehingga terjadi konflik dan e-learning tidak dapat berjalan dengan baik. Contohnya: ada beberapa paket pelajaran e-learning yang hanya dapat dijalankan di browser explorer
-
Infrastruktur Internet belum menjangkau semua kota maupun wilayah di Indonesia. Layanan broadband mayoritas hanya ada di kota-kota besar. Sehingga belum semua orang atau wilayah dapat merasakan e-learning dengan internet.
2. 2. 1. 13 Strategi E-Learning Horton (2012: 585) mengungkapkan beberapa rahasia dalam merancang elearning yang dapat dijadikan sebagai suatu strategi. Berikut adalah rahasia yang diungkapkan oleh beliau: 1. Dengan mengajarkan apa yang dibutuhkan oleh pembelajar dengan cara senatural mungkin bagaimana belajar dilakukan. Dengan begitu kita dapat menguji pembelajar secara nyata di dalam situasi yang nyata pula. 2. Menentukan secara jelas tujuan pembelajaran. 3. Fokus pada tujuan yang benar, dimana terlalu banyak proyek hanya mengajarkan orang untuk membaca fakta-fakta, dan menggambarkan atau mengikuti alur prosedur. Dimana saat ini orang-orang dapat melihat informasi da prosedur yang sederhana. Yang banyak dibutuhkan saat ini adalah mengajarkan orang-orang dalam membuat berbagai hal dan membuat keputusan yang sulit. 4. Kekuatan pada testing atau pengujian. Saat ini hanya sebagian kecil presentase e-learning yang melakukan pengujian yang valid. Dimana testing yang valid menggambarkan kemampuan sebenarnya dari tujuan pembelajaran. 2. 2. 1. 14 Karakteristik E-Learning yang Baik Untuk memberikan gambaran seperti apa e-learning yang baik, di dalam bukunya, Rosen (2009: 46) mengemukakan beberapa karakteristik dari e-learning yang baik. Karakteristik tersebut antara lain: 1. Simple and Clean User Interface User interface harus sederhana dan jelas namun tetap informatif, mulai dari halaman utama, hingga halaman akhir.
42 2. Mendukung navigasi lokal maupun global Navigasi lokal maupun global sangat penting untuk para e-learners. Karena beragamnya learner yang mengikuti e-learning dengan navigasi yang berbeda, 3. Sticky atau ‘Ping-Pong Website’ Course e-learning yang baik haruslah sticky dan ping-pong. -
Sticky disini ialah pembelajar mampu untuk bertahan pada kurun waktu tertentu saat media mengambil suatu course yang dibutuhkan. Sehingga tidak terlempar ke halaman lain.
-
Ping pong: saat pembelajar telah menyelesaikan course, situs tersebut haruslah mampu kembali ke sebelumnya.
4. Mampu bekerja pada berbagai layar dan browser Karena tidak semua pembelajar adalah karyawan dalam suatu perusahaan yang umumnya sudah di fasilitasi oleh perusahaan kebutuhan pendukung elearningnya, maka berbeda-beda juga layar dan browser yang digunakan oleh learners. Untuk itu e-learning diharapkan mampu berjalan di segala jenis browser agar memudahkan pembelajar dalam mengakses materi. 2. 2. 1. 15 Model Stategis Penerapan e-learning Madar dan Willis (2014: 236) dalam jurnalnya yang berjudul Strategic Model of Implementing E-Learning menjabarkan beberapa model implementasi e-learning yang ada dan cukup terkenal, diantaranya adalah: -
Theory based-design framework model Model ini dikembangkan oleh Dabbagh, Menurut model ini Perancangan elearning adalah interaksi kolaborasi antara tiga komponen utama. Komponen tersebut diantaranya: Pertama adalah strategi instruksional, hal tersebut menyangkut aspek pedagogis dalam menyampikan suatu kurikulum atau konten yang tidak berfokus pada pengembangan materi dalam e-learning. Aspek kedua adalah teknologi pembelajaran, hal tersebut mengenai peralatan yang mendukung penyampaian konten e-learning yang kebanyakan menggunakan peralatan komunikasi synchronous dan asynchronous. Ketiga adalah model konsep yang berbeda dalam menyampaikan kurikulum.
43
Gambar 2.20 Theory Based-Design Framework Model
-
Technology Acceptance Model atau TAM Model ini dikembangkan oleh Davies dan berfokus pada penggunaan teknologi e-learning untuk manajemen konten. Namun tidak mempertimbangkan baik aspek konsep e-learning atau implementasi perencanaan dari sistem e-learning. Model ini mengandung tiga variabel yaitu: kegunaan yang dirasakan, kemudahan untuk menggunakan, dan niat untuk menggunakan.
Gambar 2.21 Technology Acceptance Model
-
Pedagogical Model Dabbagh (dalam Madar dan Willis 2005) model ini berhubungan dengan penyampaian dan manajemen konten. Model tersebut secara utama berfokus pada dua aktor; pengajar dan pembelajar. Sistem e-learning yang Outsourced hampir secara alami sesuai dengan kebutuhan lembaga-lembaga yang mengadopsinya sejak universitas memiliki standard dan prosedurnya sendiri. Hal
44 tersebut membuat pedagogical model ini memadai untuk digunakan oleh semua universitas. Kesuksesan penyampaian e-learning dapat dicapai dengan menggabungkan ketiga komponen yang saling berkaitan pada model akhir. Model implementasi funnel-shaped e-learning menampilkan interaksi antara ketiga komponen tersebut. Dimana model tersebut dirancang untuk menyelesaikan ketidak cocokan antara rancang kurikulum e-learning dengan penyampaiannya. Varietas model yang tersedia untuk mengimplementasikan e-learning secara konsisten mengabaikan unsur-unsur dasar dari standar pengimplementasian sistem e-learning.
Hasil
dari
strategi
apapun
adalah
tergantung
pada
pengimplementasiannya. Model tersebut mengintegrasikan tiga elemen (pedagogy, technology, dan governance) dari strategi implementasi dan memastikan bahwa setiap komponen harus flexible, adaptable, and applicable untuk semua institusi dan semua konsep. Karena itu adalah kebutuhan utama. Model tersebut terdiri dari tiga komponen yang terkoordinasi yang dipandang perlu untuk menetapkan permintaan terhadap permintaan yang berdasarkan pada sistem e-learning. 2. 2. 1. 16 Trend Web dan E-Learning 2.0 Dalam bukunya Rosen (2009: 126) mengungkapkan bahwa tren terhadap web 2.0 dan teknologi sudah diterapkan pada e-learning, dimana user adalah learner, dan supplier adalah pembuat course, trainer, atau organisasi training. Untuk itu perusahaan biasanya menyediakan LMS mereka, authoring tools, dan juga simulation toolsnya menjadi teknologi yang memungkinkan untuk digunakan oleh trainer untuk menyediakan layanan 2.0 bagi end user. 2. 2. 2 Definisi Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2011: 5) Sumber daya manusia adalah nilai kolektif dari kemampuan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman hidup, dan motivasi tenaga kerja pada suatu organisasi 2. 2. 3 Definisi Pendidikan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
45 2. 2. 4 Definisi Pembelajaran Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 2. 2. 5 Definisi Pelatihan Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright (2011: 189) pelatihan adalah suatu bentuk upaya yang direncanakan organisasi untuk membantu karyawan memperoleh
pengetahuan
yang berkaitan
dengan
pekerjaan,
keterampilan,
kemampuan, dan perilaku dengan tujuan untuk menerapkan ini pada pekerjaan. Sedangkan Pelatihan menurut Dessler (2011: 280) adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan oleh karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya. Mathis dan Jackson (2011: 250) juga mengungkapakan pelatihan sebagai sebuah proses di mana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu untuk melakukan pekerjaan. Menurut Rivai dan Sagala (2009: 212) pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Dari beberapa definisi diatas maka bisa disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu bentuk upaya mengajarkan keterampilan pada karyawan yanga ada pada suatu organisasi agar mampu menerapkan keterampilan tersebut pada pekerjaannya. 2. 2. 6 Indikator Pelatihan Menurut Rivai dan Sagala (2009: 226) dalam melakukan suatu penelitian ada beberapa faktor yang turut serta berperan dalam pelatihan. yaitu infrastruktur, peserta, materi (bahan), metode yang digunakan, tujuan pelatihan, dan lingkungan yang menunjang. Metode pelatihan terbaik tergantung dari berbagai faktor. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelatihan yaitu: Materi program yang dibutuhkan Pihak penyelenggara pelatihan harus mengetahui secara jelas program apa yang dibutuhkan oleh para peserta sehingga, materi yang tepat bisa dipersiapkan secara matang. Prinsip-prinsip pembelajaran Prinsip pembelajaran umumnya menjadi tolak ukur dari pelatihan yang dilakukan. Ketetapan dan kesesuaian fasilitas
46 Fasilitas yang memadai dan dapat menunjang terlaksananya pelatihan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan Kemampuan yang dimiliki oleh peserta pelatihan dapat membantu peserta dalam menyerap materi yang diajarkan. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan Kemampuan peserta pelatihan dalam menyerap materi pelatihan yang disampaikan oleh instruktur pelatihan sangat bergantung pada kemampuan dan cara instruktur dalam menyampaikan materi. 2. 2. 7 E-Learning Dalam Pembelajaran Kusmana (2011: 38) dalam jurnalnya e-learning dalam pembelajaran, mendeskripsikan dalam perkembangannya, sekarang komputer digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, karena itu dikenal dengan istilah CAL atau Computer Assisted Learning. Serta seiring dengan teknologi pembelajaran yang terus mengalami perkembangan, dapat dikelompokkan menjadi: -
Technology-Based Learning Teknologi ini pada prisipnya memiliki dua tipe, yaitu: audio dan video information technology. Audio information Technology (dapat berupa audio tape, radio, voice mail, telepon). Sedangkan Video Information Technology (misalnya video text, Video tape, dan video messaging).
-
Technology-Based Web-Learning Pada dasarnya adalah data information technology (misalnya bulletin board, internet, email, tele-collaboration). Sedangkan dalam proses pembelajaran sehari-hari yang sering dijumpai
adalah kombinasi dari teknologi yang telah dituliskan diatas. Dimana teknologi tersebut juga sering dipakai pada pendidikan jarak jauh, yang dimaksudkan agar komunikasi antara murid dengan guru dapat terjadi dengan keunggulan teknologi elearning ini. Sedangkan untuk interaksinya sendiri dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut
Kusmana
(2011:
48)
secara
filosofis
pelaksanaan e-learning
mengandung dua konsekuensi, yaitu: 1. Menuntut diterapkannnya belajar mandiri (independent learning) Artinya setiap peserta didik memiliki otonomi untuk menentukan tiga pilihan, ketiga pilihan tersebut antara lain: (1). apa yang akan mereka pelajari, (2). Kapan,
47 dimana, dan bagaimana mereka mempelajarinya, (3). Kapan dan bagaimana mereka membuktikan keberhasilannya. 2. Dioptimalkannya media komunikasi Khusunya teknologi komunikasi secara tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan. Media komunikasi atau teknologi telekomunikasi tersebut diantaranya adalah media cetka, media audio visual, media komputer, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam konteks saat ini, penyelenggaraan belajar jarak jauh data dikatakan sudah memasuki generasi kelima. Generasi pertama yaitu memanfaatkan korespondensi (surat-menyurat). Generasi kedua seiring dengan adanya potensi media cetak yang dinamakan modul cetak (bahan belajar yang khusus dirancang untuk belajar mandiri). Generasi ketiga, sudah mengkombinasikan pemanfaatan radio. Generasi keempat kombinasi pemanfaatan televisi seiring dengan pesatnya perkemabangan televisi saat itu. Generasi kelima dengan dimanfaatkannya komputer dan internet (online learning) untuk e-learning. Proses belajar mandiri melalui kegiatan e-learning ini mengubah peran guru atau instruktur untuk menjadi fasilitator untuk membantu para peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dalam kegiatan belajar mandiri 2. 2. 8 Dilema dan Tantangan Pembelajaran E-Learning Dalam jurnalnya yang berjudul Dilema dan tantangan pembelajaran elearning, Hendrastomo (2008: 13) mengemukakan terdapat tiga faktor penting dalam mendukung pembelajaran e-learning agar dapat berjalan secara optimal. Ketiga faktor tersebut antara lain: -
Sumber Daya Manusia Hendrastomo (2008: 5) mengungkapkan dalam pembelajaran berbasis elearning faktor yang paling penting adalah dari sisi manusianya. Sumber Daya Manusia memegang peranan penting karena sumber daya manusia adalah subyek, sekaligus obyek dari pembelajaran berbasis e-learning. Siapa yanag akan menjalankan model pembelajarannya, dan akan dibawa kemana model pembelajaran tersebut memerlukan peran aktif dari Sumber daya manusia. Penerapan e-learning ditinjau dari sisi sumber daya manusia selalu berkutat pada dua aktor yaitu pengajar atau pendidik yang menjadi aktor utama penggerak pembelajaran e-learning, serta yang kedua adalah siswa yang diharuskan untuk mengikuti perkembangan pembelajaran yang diterapkan oleh pengajar.
48 Bagi pengajar sendiri mutlak diperlukan pengetahuan tentang komputer dan internet, namun tidak hanya sekedar mengetahui, namun dimungkinkan untuk dapat memahami secara jelas pengoperasiannya. Sehingga materi pembelajaran pun dapat tersampaikan baik melalui e-mail maupun situs e-learning khusus yang umumnya dimiliki oleh suatu institusi. -
Sarana dan prasarana pendukung Pembelajaran e-learning mutlak menggantukan proses pembelajarannya pada ketersediaan infrastruktur yang handal dan memiliki reabilitas yang baik. Sarana dan prasarana pendukung ini pembelajaran e-learning ini merupakan komponen pendukung terselenggaranya e-learning. komponen-komponen tersebut meliputi: jaringan internet, komputer, sistem, dan software e-learning.
-
Implementasi pembelajaran dimasa mendatang Yang dimaksud disini adalah model e-learning seperti apa yang akan diterapkan. Apakah hanya sebatas pada kegiatan berbagi bahan ajar di internet, Tanya jawab di internet, diskusi di internet, atau secara keseluruhan pengganti tatap muka di kelas atau digunakan sebagai pelengkap tatap muka di kelas. Sedangkan untuk dilema sekaligus tantangan pada proses pembelajaran e-
learning ini ada pada tiga faktor tersebut tidak bisa ketiga-tiganya saling mendukung. Misalnya: ketika infrastrukturnya sudah siap, umunya SDM nya belum siap untuk menjalankan, kemudian ketika SDM dan infrastrukturnya sudah siap untuk mendukung berlangsungnya kegiatan e-learning, implementasinya terkadang belum mampu berjalan secara maksimal.