BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Teori 2.1.1
Kepemimpinan Menurut Veithzal Rivai (2006:2) mendefinisikan kepemimpinan
adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Menurut Bass (2011:25) mendefinisikan kepemimpinan adalah interaksi dua atau orang lebih dalam suatu kelompok terstruktur atau struktur ulang terhadap situasi persepsi dan harapan anggota. Dua orang itu merupakan pemimpin dengan bawahannya. Keduanya atau lebih menyamakan persepsi dan harapan agar memiliki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang sama dalam memenuhi harapan bersama. 2.1.2 Pengertian Kepemimpinan Transformasional Menurut Danim (2005: 54) kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan, secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Menurut Benjamin (2006 : 75), kepemimpinan transformasional adalah mampu menginspirasi orang lain untuk melihat masa depan dengan optimis, memperoyeksikan visi yang ideal, dan mampu mengomunikasikan bawahan bahwa visi dan misi tersebut dapat dicapai.
11
12 Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses dimana seorang individu terlibat dengan orang lain dan menciptakan sebuah hubungan yang meningkatkan tingkat motivasi dan moralitas baik untuk pemimpin maupun pengikut itu sendiri. Pemimpin sangat perhatian terhadap kebutuhan dan motif para pengikut dan mencoba untuk membantu Kepemimpinan
tersebut
mentransformasikan
pengikutnya
dengan
menciptakan perubahan dalam tujuan, nilai-nilai, kebutuhan, keyakinan, dan aspirasi mereka (Kreitner dan Kinicki, 2005). Beberapa
perilaku
pemimpin
yang
menjadi
ciri
di
dalam
kepemimpinan transformasional antara lain: pemimpin menetapkan visi, pemimpin menetapkan harapan kinerja yang tinggi dan memperlihatkan keyakinan dirinya sendiri dan kemampuan kolektif untuk mewujudkan visi, pemimpin menjadi contoh nilai yang diharapkan, sifat, keyakinan, dan perilaku yang dibutuhkan untuk mewujudkan visi (Kreitner dan Kinicki, 2005). Melalui kepemimpinan transformasional, bawahan dapat memiliki kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan kepada pimpinan, dan bawahan termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik dari waktu sebelumnya (Yukl, 2005). Pemimpin transformasional menginspirasi karyawan sebagai sumber pengaruh ideal, berfungsi sebagai model peran, dan membangun kepercayaan diri dan kebanggaan karyawan dalam organisasi. Ketiga, pemimpin transformasional membantu karyawan mencapai misi tersebut dengan merangsang intelektual mereka untuk menantang asumsi lama tentang masalah organisasi dan praktek. Kepemimpinan transformasional inilah yang sesungguhnya diartikan sebagai kepemimpinan sejati, karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya (Locke dalam Yanto 2004).
13 2.1.3 Motivasi Karyawan Motivasi adalah proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang. Rivai (2004) berpendapat bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu (Robins dan Mary, 2005). Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Menurut Hasibuan (2006:141) motivasi penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan
pengertian
diatas
disimpulkan
bahwa
motivasi
merupakan kegiatan yang mendorong perilaku individu . Seorang pemimpin perlu
memahami
orang-orang
berperilaku
tertentu
agar
dapat
mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi. Motif cenderung menurun kekuatannya apabila sudah terpenuhi atau terhambat pemenuhannya. Pemuasan terhadap suatu kebutuhan terhambat dan orang itu kemudian putus asa (frustrasi). Tetapi ada pula yang ulet untuk mengatasi hambatan itu dan akhirnya berhasil. Untuk menyatukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan tersebut dan terciptanya kerja sama yang saling memebriak kepuasan bagi kedua belah pihak dibutuhkan suatu cara salah satunya dengan motivasi. 2.1.3.1
Teori Motivasi Karyawan Untuk mencapai keefektivan motivasi, maka diperlukan
teori-teori motivasi dari para ahli sebagai pendukungnya. Teori-teori motivasi dalam Hasibuan (2005) adalah sebagai berikut :
14 a) Teori Motivasi Mc Cleland Menurut David Mc Cleland terdapat tiga macam kebutuhan yang perlu diperhatikan pegawai yaitu : Kebutuhan akan prestasi (needs for achievement = nAch), kebutuhan akan kelompok pertemanan (needs for affliliation = nAff) dan kebutuhan akan kekuasaan (needs for power = nPower), dimana
apabila
kebutuhan
seseorang
terasa
sangat
mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi orang tersebut untuk berusaha keras memenuhinya. Berdasarkan teori ini kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibangun dan dikembangkan melalui pengalaman dan pelatihan. Orang yang tinggi dalam nAch akan lebih menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab individu, umpan balik dari kinerja, dan tujuan yang menantang. b) Teori Herzberg Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi motivasional dari lingkungan kerja dan ada dua faktor di dalam teori ini yaitu faktorfaktor higienis (sumber ketidakpuasan) dan faktor-faktor pemuas (sumber kepuasan) dalam teorinya Herzberg menyakini bahwa kepuasan kerja memotivasi pada kinerja yang lebih baik. organisasi,
Faktor higienis seperti kebijakan
supervisi
ketidakpuasan.
dan
gaji dapat menghilangkan
Faktor ini berhubungan erat dengan
pekerjaan. Perbaikan hubungan pekerjaan tidak mengarah pada kepuasan yang lebih besar, tetapi diharapkan akan mengurangi ketidakpuasan. Dilain pihak, motivator atau pemuas
seperti
pencapaian,
tanggung
jawab
dan
penghargaan mendukung pada kepuasan kerja. Motivator berhubungan erat dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya, seperti peluang promosi,
15 peluang pertumbuhan personal, pengakuan tanggung jawab dan prestasi. Perbaikan dalam isi pekerjaan mendorong pada peningkatan kepuasan dan motivasi untuk bekerja lebih baik.
2.1.3.2 Motivasi Karyawan yang Dilakukan oleh Pemimpin Transformasional Pimpinan yang memiliki gaya transformasional mampu menginspirasi orang lain untuk melihat masa depan dengan optimis, memproyeksikan visi yang ideal, dan mampu mengkomunikasikan bahwa visi tersebut sehingga dapat dicapai (Benjamin & Flyinn, 2006, dalam Saragih, 2007). Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin
yang
menginsprirasi
para
pengikutnya
untuk
mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa. Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: 1) Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha; 2) Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan 3) Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
2.1.3.3
Tujuan Motivasi Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam Hasibuan
(2005) mengungkapkan bahwa : 1) Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai 2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai 3) Meningkatkan produktivitas kerja pegawai 4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan
16 5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi Pegawai 6) Mengefektifkan pengadaan pegawai 7) Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik 8) Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai 9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai 10) Mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugastugasnya 11) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
2.1.4 Kepuasan Karyawan Menurut Luthans (2006, p243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009, p856), mengemukkan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja seseorang dalam suatu perusahaan berbeda-beda dikarenakan adanya kebutuhan individu yang berbeda pula atau situasi dan kondisi dalam perusahaan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi puas dalam bekerja. Terlepas dari permasalahan dan kebutuhan-kebutuhan karyawan apakah perusahaan tersebut sudah memberikan seperti, tunjangan fasilitas, jaminan kesehatan dan kebutuhan lainnya, ini merupakan suatu keadaan atau kondisi dimanan segala kebutuhan karyawan harus dipenuhi agar karyawan bisa terus bekerja dan mungkin memberikan kontribusi yang lebih kepada perusahaan dan mungkin bisa tercapai suatu kepuasan dalam bekerja. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluhan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi.
17
2.1.4.1
Teori Kepuasan Karyawan Menurut Yukl & Wexley dalam Sunyoto (2013) ada tiga
macam teori kepuasan kerja a. Disrepancy theory, teori yang dipelopori oleh Porter (1961). Ia mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Lalu Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada disrepancy antara should be (expectation needs or value) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaan. b. Equity theory, prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas dan tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas atas situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor dan pemerintah dipengaruhi oleh motivasi c. Two factor theory, prinsip teori ini adalah kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan tidak merupakan
variabel
yang
kontinyu.
Situasi
yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaan di bagi dua yaitu: -
Satisfiers
atau
motivator
adalah
situasi
yang
membuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari achievement, recognition, work itself, responsibilitiy and advencement -
Dissatisfiers (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company
policy
technical,
salary,
and
administration,
interpersonal,
condition, job security and status.
supervision,
relation,
working
18 2.1.4.2
Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Luthans (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
yang menentukan kepuasan kerja karyawan dalam organsiasi, yaitu sebagai berikut: 1. Pekerjaan itu sendiri Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masingmasing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Gaji atau Imbalan yang dirasakan adil Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapanharapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping untuk memneuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), uang juga dapat diartikan sebagai symbol pencapaian(achievement), keberhasilan dan pengakuan atau penghargaan. 3. Kesempatan Promosi Menyangkut kemungkinan seseorang dalam suatu karyawan untuk memperoleh kenaikan jabatan. Tingkat kepuasan kerja dipengaruhi oleh perasaan karyawan mengenai terbuka atau tidak terbukanya kesempatan untuk naik jabatan. 4. Pengawasan Cara-cara atasan atau pimpinan dalam suatu organisasi dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan
19 atau tidak menyenangkan bagi bawahannya, dimana hal ini memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu
bawahannya
untuk
memuaskan
nilai-nilai
pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. 5. Rekan Kerja Sikap alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada setiap individu karyawan. Kelompok atau rekan kerja befungsi sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan antar sesame anggota individu. Kelompok kerja yang baik dan kooperatif akan mendorong kepuasan kerja karyawan. 6. Kondisi kerja Kondisi fisik lingkungan kerja seperti luas ruangan kerja, pencahayaan, dan kebersihan mempengaruhi semangat kerja seorang karyawan. Kondisi lingkungan fisik kerja yang buruk atau tidak sesuai dengan harapan karyawan akan mendorong mereka untuk mencari alasan untuk sering keluar ruangan kerjanya. Kondisi fisik yang baik perlu untuk dipenuhi oleh Perusahaan demi tercapainya kepuasan karyawan.
2.1.5
Kinerja Perusahaan Menurut Soedjono (2005), kinerja organisasi atau kinerja perusahaan
merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer / pengusaha. Menurut Umar (2005:155), kinerja perusahaan adalah dari sisi bagaimana manajemen
perusahaan merespons kondisi eksternal dan
internalnya, yang dengan tolak ukur tertentu dapat diketahui berapa tingkat turbelensinya dan berapa tingkat perusahaan mampu mengantisipasinya.
20 Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empiric suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja. Pada era globalisasi sekarang ini, dapat dilihat bahwa terdapat persaingan yang semakin ketat maka perusahaan harus mempunyai kinerja yang baik. Sistem pengukuran kinerja diperlukan agar dapat membantu dalam menginformasikan tingkat pencapaian mencapai visi dan misi, serta perkembangan perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja lebih meniti beratkan pada keuangan. Hal ini disebabkan karena keuangan dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan kinerja - kinerja non keuangan diabaikan karena dianggap sebagai sesuatu yang sulit pengukurannya.
2.1.5.1
Tujuan Penilaian Kinerja Dalam melaksanakan kerja, karyawan mengkonsumsi input
perusahaan yang direalisasikan dalam bentuk biaya. Menurut Darsono dan Siswandoko (2011, p.49), Penilaian kinerja hakikatnya adalah untuk : 1. Mengetahui kemampuan SDM mencapai sasaran kerja (efektivitas) 2. Mengetahui kemampuan SDM menggunakan input untuk mencapai sasaran kerja (efisiensi) 3. Untuk menentukan besarnya imbalan materiil dan nonmateriil. Dalam penilaian kinerja, penyelia atau supervisor memegang peranan yang penting dimana mereka harus obyektif dalam melakukan penilaian. Suatu penilaian akan salah dan merugikan karyawan dan perusahaan karena beberapa sebab yaitu : 1. Penilai bertindak subyektif 2. Standar kinerja (ukuran) yang ditetapkan terlalu tinggi atau rendah.
21 3. Gaya manajemen : Otoriter, penilaian kinerja sangat subyektif karena ukurannya dan kemampuan pemimpin. Demokratis, penilaian kinerja obyektif karena ukurannya adalah potensi SDM.
2.2
Kerangka Berpikir Selanjutnya, model penelitian untuk melihat variabel-variabel dalam
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kepemimpinan transformasional
Kepuasan
Kinerja Perusahaan
Karyawan
Motivasi karyawan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis
2.3
Hipotesis Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, hipotesis yang diuji
dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk T-1 Ho
=
Tidak
ada
pengaruh
yang
signifikan
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap kepuasan karyawan. Ha = Ada pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan karyawan.
22 2.
Untuk T-2 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan motivasi karyawan terhadap kepuasan karyawan. Ha = Ada pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan karyawan.
3.
Untuk T-3 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan kepuasan karyawan terhadap kinerja perusahaan. Ha = Ada pengaruh yang signifikan kepuasan karyawan dengan kinerja perusahaan.
4.
Untuk T-4 Ho
=
Tidak
ada
pengaruh
yang
signifikan
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja perusahaan. Ha = Ada pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja perusahaan. 5.
Untuk T-5 Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan motivasi karyawan terhadap kinerja perusahaan. Ha = Ada pengaruh yang signifikan motivasi karyawan terhadap kinerja perusahaan.