BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teori-teori Dasar/Umum
2.1.1
Sistem informasi 2.1.1.1 Pengertian sistem Menurut Mulyadi (1997, p.2) sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan yang lainnya, yang berfungsi bersamasama untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hall (2001, p.5) sebuah sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (inter-related) atau subsistemsubsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama (common purpose). Menurut McLeod (2001, pp.9-10) sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Jika suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar, sistem yang lebih besar itu adalah supersistem. Subsistem sebenarnya hanyalah sistem di dalam suatu sistem. Ini berarti bahwa sistem berada pada lebih dari satu tingkat. 2.1.1.2 Pengertian informasi Menurut Wilkinson (1995, p.6) informasi adalah data yang telah diproses sehingga bentuknya berubah dan nilainya semakin tinggi. Menurut Bodnar (2000, p.1) informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat
7
8 2.1.1.3 Pengertian sistem informasi Menurut Hall (2001, p.7) sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal di mana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada para pemakai. Menurut Wilkinson (1995, p.9) sistem informasi adalah suatu kerangka yang menjadi “alat – antara” bagi sumber-sumber daya yang terkoordinasi guna mengumpulkan, memproses, mengendalikan, dan memanajemeni data dalam tahapan yang berurutan dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang disampaikan melalui jaringan komunikasi ke berbagai pemakai untuk satu tujuan atau lebih. 2.1.2
Analisis sistem dan perancangan sistem 2.1.2.1 Pengertian analisis sistem Menurut Mulyadi (1997, p.41) dalam tahap analisis sistem, analis sistem membantu pemakai informasi dalam mengidentifikasi informasi yang diperlukan oleh pemakai untuk melaksanakan pekerjaannya. Menurut Bodnar (2000, p. 21) analisis sistem meliputi formulasi dan evaluasi solusi-solusi masalah sistem. Penekanan dalam analisis sistem adalah pada tujuan keseluruhan sistem. Dasar dari semua ini adalah analisis untung – rugi diantara tujuan-tujuan sistem. Menurut McLeod (2001, p. 128) analisis sistem adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem baru atau diperbarui.
9 2.1.2.2 Pengertian perancangan sistem Menurut Mulyadi (1997, p.51) desain atau perancangan adalah proses penterjemahan kebutuhan pemakai informasi ke dalam alternatif rancangan sistem
informasi
yang
diajukan
kepada
pemakai
informasi
untuk
dipertimbangkan. Menurut Bodnar (2000, p. 21) perancangan sistem adalah proses menspesifikasikan rincian solusi yang dipilih oleh proses analisis sistem. Perancangan sistem termasuk evaluasi efektivitas dan efisiensi relatif dalam perancangan sistem dalam lingkup kebutuhan keseluruhan sistem. Menurut McLeod (2001, p. 130) perancangan sistem adalah penentuan proses dan data yang diperlukan oleh sistem baru. 2.1.3
Siklus hidup sistem Menurut McLeod (2001, p.123) siklus hidup sistem (system life cycle – SLC) adalah proses evolusioner yang diikuti dalam menerapkan sistem atau subsistem informasi berbasis komputer. Siklus hidup sistem terdiri dari serangkaian tugas yang erat yang mengikuti langkah-langkah pendekatan sistem. Karena tugas-tugas tersebut mengikuti suatu pola yang teratur dan dilakukan secara top-down, siklus hidup sistem sering disebut sebagai pendekatan air terjun (waterfall approach) bagi pengembangan dan penggunaan sistem. Menurut McLeod (2001, p.19) siklus hidup sistem terdiri dari tahap-tahap berikut: 1. Tahap perencanaan. 2. Tahap analisis. 3. Tahap rancangan.
10 4. Tahap penerapan. 5. Tahap penggunaan. Menurut
McLeod
(2001,
p.123)
empat
tahap
pertama
adalah
perencanaan, analisis, rancangan, dan penerapan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama
dinamakan
siklus
hidup
pengembangan
sistem
(system
development life cycle – SDLC). Tahapan kelima adalah tahap penggunaannya, yang berlangsung sampai tiba waktunya untuk merancang sistem itu kembali. Proses merancang kembali mengakibatkan siklus tersebut akan berulang.
5. Tahap penggunaan
1. Tahap perencanaan
4. Tahap penerapan
2. Tahap analisis
3. Tahap rancangan
Gambar 2.1: Pola Perputaran dari Siklus Hidup Sistem 2.1.4
Rancangan terstruktur Menurut McLeod (2001, p.130) rancangan terstruktur (structured design) adalah rancangan yang bergerak dari tingkatan sistem ke tingkat subsistem. Pendekatan top-down merupakan ciri dari rancangan terstruktur.
11 2.1.5
Alat-alat perancangan 2.1.5.1 Pengertian diagram arus dokumen Menurut Mulyadi (1997, p.67) bagan arus dokumen atau diagram arus dokumen adalah bagan yang menggambarkan aliran dokumen dalam suatu sistem informasi. Menurut Hall (2001, p.71) sebuah diagram arus dokumen digunakan untuk menggambarkan elemen-elemen dari sebuah sistem manual, termasuk record-record akuntansi (dokumen, jurnal, buku besar, dan file), departemen organisasional yang terlibat dalam proses, dan kegiatan-kegiatan (baik klerikal maupun fisikal) yang dilakukan dalam departemen tersebut. Menurut Wilkinson (1995, pp.116-117) bagan arus dokumen atau diagram arus dokumen menekankan arus dokumen dalam suatu prosedur. Bagan arus semacam itu mengajak kita untuk menjejaki distribusi berbagai dokumen mulai dari tahap penyusunan dokumen melalui berbagai departemen pemroses sampai pada tujuan akhir. Menurut Bodnar (2000, p.45) bagan aliran dokumen atau diagram arus dokumen adalah bagan yang memuat rincian mengenai fungsi-fungsi pemrosesan dari setiap entitas. Tujuannya adalah untuk melihat setiap dokumen yang digunakan dalam sistem aplikasi dan mengidentifikasikan titik mulai, distribusi, dan disposisi. Menurut Jogiyanto (2001, p.800) bagan alir dokumen (document flowchart) atau disebut juga bagan alir formulir (form flowchart) atau paper work flowchart merupakan bagan alir yang menunjukan arus dari laporan dan formulir termasuk tembusan-tembusannya.
12 2.1.5.2 Pengertian diagram arus data Menurut Mulyadi (1997, p.57) bagan alir data atau diagram arus data adalah suatu model yang menggambarkan aliran data dan proses untuk mengolah data dalam suatu sistem. Menurut Hall (2001, p.69) diagram arus data – DAD (data flow diagram) menggunakan simbol-simbol untuk mencerminkan proses sumber-sumber data, arus data, dan entitas dalam sebuah sistem. Menurut Bodnar (2000, p.41) diagram-diagram aliran data logis atau diagram-diagram
aliran
data
digunakan
oleh
analis
sistem
untuk
mendokumentasikan perancangan logis sistem untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Menurut McLeod (2001, p.401) diagram arus data adalah suatu gambaran grafis dari suatu sistem yang menggunakan sejumlah bentuk-bentuk simbol untuk menggambarkan bagaimana data mengalir melalui suatu proses yang saling berkaitan. Walaupun nama diagram ini menekankan pada data, situasinya justru sebaliknya, penekanannya ada pada proses. 2.1.5.3 Pengertian kamus data Menurut Bodnar (2000, p.366) kamus data mendokumentasikan muatan khusus basis data. Setiap field didaftarkan dan diuraikan. Menurut McLeod (2001, p.131) kamus data (data dictionary) adalah penjelasan formal isi database. Kamus data memberikan suatu bahasa bersama untuk digunakan oleh semua pembuat sistem dalam menjelaskan sumber daya data perusahaan.
13 Menurut Jogiyanto (2001, p.725) kamus data (KD) atau data dictionary (DD) atau disebut juga dengan istilah system data dictionary adalah katalog fakta tentang data dan kebutuhan-kebutuhan informasi dari suatu sistem informasi. Dengan menggunakan kamus data, analis sistem dapat mendefinisikan data yang mengalir di sistem dengan lengkap. 2.1.5.4 Pengertian normalisasi data Menurut Jogiyanto (2001, p.403) normalisasi adalah suatu proses untuk mengorganisasikan file untuk menghilangkan grup elemen yang berulang-ulang. 2.1.5.5 Pengertian diagram relasi entitas Menurut Hall (2001, p.69) suatu diagram relasi entitas – diagram RE (entity relationship diagram) adalah suatu teknik dokumentasi yang digunakan untuk menyajikan relasi antara entitas (sumber daya, peristiwa, dan agen) dalam sebuah sistem. Menurut McLeod (2001, p.392) diagram hubungan entitas (entitiy relationship diagram – ERD) atau diagram relasi entitas mendokumentasikan data perusahaan dengan mengidentifikasi jenis entitas dan hubungannya. 2.1.5.6 Pengertian bagan terstruktur Menurut Jogiyanto (2001, p.743) bagan terstruktur (structured chart) adalah bagan yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengilustrasikan organisasi dari sistem informasi secara berjenjang dalam bentuk modul dan submodul. Dengan demikian bagan terstruktur dapat memberikan penjelasan yang lengkap dari sistem dipandang dari elemen data, elemen kontrol, modul, dan hubungan antar modulnya.
14 2.1.6
Konversi sistem Menurut McLeod (2001, pp.137-139) ada empat pendekatan dasar cutover sistem, yaitu: 1. Percontohan (pilot) Percontohan adalah suatu sistem percobaan yang diterapkan dalam satu subset dari keseluruhan operasi, seperti pada satu kantor atau daerah tertentu. Jika percontohan ini sukses, sistem itu akan diterapkan pada operasi selebihnya, dengan menggunakan salah satu dari pendekatan lainnya. 2. Serentak (immediate) Pendekatan yang paling sederhana adalah beralih dari sistem lama ke sistem baru pada saat yang ditentukan. Namun, pendekatan ini hanya layak bagi perusahaan kecil atau sistem kecil, karena permasalahan waktu menjadi makin besar jika skala operasi meningkat. 3. Bertahap (phased) Dalam cutover bertahap, sistem baru digunakan berdasarkan bagian per bagian pada suatu waktu. Cutover bertahap lebih populer untuk sistem berskala besar. 4. Paralel (parallel) Cutover paralel mengharuskan sistem lama dipertahankan sampai sistem baru telah diperiksa secara menyeluruh. Pendekatan ini memberikan pengamanan yang paling baik terhadap kegagalan tetapi adalah yang paling mahal, karena kedua sumber daya harus dipertahankan.
15 Percontohan
Sistem lama
Sistem percontohan
Serentak
Sistem lama
Cutover serentak Cutover bertahap Cutover paralel
Sistem baru
Sistem baru
Bertahap
Sistem lama
Paralel
Sistem lama
Sistem baru Waktu
Gambar 2.2: Pendekatan Cutover 2.1.7
Sistem pengendalian internal 2.1.7.1 Pengertian sistem pengendalian internal Menurut Mulyadi (1997, p.165) sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Menurut Bodnar (2000, p.174) sistem pengendalian internal perusahaan terdiri dari kebijakan dan prosedur-prosedur untuk menyediakan jaminan yang memadai bahwa tujuan-tujuan perusahaan dapat dicapai.
16 2.1.7.2 Tujuan sistem pengendalian internal Menurut Mulyadi (1997, p.165) tujuan sistem pengendalian internal adalah: 1. Menjaga kekayaan organisasi. 2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. 3. Mendorong efisiensi. 4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Menurut Hall (2001, p.150) sistem kontrol internal atau sistem pengendalian internal merangkum kebijakan, praktik, dan prosedur yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai empat tujuan utama, yaitu: 1. Untuk menjaga aktiva perusahaan. 2. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan informasi akuntansi. 3. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan. 4. Untuk mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen. Menurut
Wilkinson
(1995,
p.101)
kerangka
pengendalian
dan
pengamanan, yang dikenal sebagai sistem pengendalian internal, mempunyai empat tujuan besar, yaitu: 1. Untuk melindungi aktiva perusahaan. 2. Untuk menjamin keakuratan dan keandalan data dan informasi akuntansi. 3. Untuk meningkatkan efisiensi dalam seluruh operasi perusahaan.
17 4. Untuk mendorong kepatuhan pada kebijakan dan prosedur yang telah digariskan manajemen. Menurut Gondodiyoto (2003, p.75) sistem pengawasan internal atau sistem pengendalian internal dijalankan dengan tujuan untuk: 1. Mengamankan asset organisasi. 2. Memperoleh informasi yang akurat dan dapat dipercaya. 3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan. 4. Mendorong
kepatuhan
pelaksanaan
terhadap
kebijaksanaan
organisasi/pimpinan. 2.1.7.3 Unsur sistem pengendalian internal Menurut Mulyadi (1997, p.166) unsur pokok sistem pengendalian internal adalah: 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. 2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, hutang, pendapatan, dan biaya. 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dan fungsi setiap unit organisasi. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Menurut Gondodiyoto (2003, p.75) sistem pengawasan internal atau sistem pengendalian internal merupakan suatu sistem pengawasan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu: 1. Unsur rencana organisasi.
18 2. Unsur sistem otorisasi, dan prosedur pencatatan yang mampu menyelenggarakan pengawasan/administrasi harta benda (asset), kewajiban, hasil, dan biaya. 3. Unsur praktek yang sehat untuk dilaksanakan dalam penunaian tugas pada tiap bagian organisasi. 4. Unsur mutu personalia yang memadai sesuai dengan tanggung jawab. 2.1.8
Sistem pengendalian internal berbasis komputer 2.1.8.1 Pengertian sistem pengendalian internal berbasis komputer Menurut Gondodiyoto (2003, p.123) suatu sistem kontrol atau sistem pengendalian internal, pada hakekatnya adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga (preventif), menditeksi (detektif), dan memberikan mekanisme pembetulan (korektif) terhadap potensi/kemungkinan terjadinya kesalahan (kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan, fraud). Mekanisme tersebut melekat pada (build-in) sistem, dan tercermin di dalam prosedur, formulir, organisasi (pembagian tugas). 2.1.8.2 Tujuan sistem pengendalian internal berbasis komputer Menurut Gondodiyoto (2003, p.123) dapat disebutkan bahwa tujuan disusunnya sistem kontrol atau sistem pengendalian internal komputerisasi adalah untuk: 1. Meningkatkan
pengamanan
(improve
saveguard)
aset
data/catatan akuntansi (accounting records). 2. Meningkatkan integritas data (improve data integrity). 3. Meningkatkan efektivitas sistem (improve system effectiveness). 4. Meningkatkan efisiensi sistem (system efficiency).
dan
19 2.1.8.3 Pembagian sistem pengendalian internal berbasis komputer Adapun sistem pengendalian internal yang perlu dilakukan pada sistem berbasis komputer pada garis besarnya adalah: 1. Menurut Gondodiyoto (2003, p.126) pengendalian umum (general controls) ialah sistem pengendalian internal komputer yang berlaku umum meliputi seluruh kegiatan komputerisasi sebuah organisasi secara menyeluruh. 2. Menurut Gondodiyoto (2003, p.139) pengendalian khusus atau pengendalian
aplikasi
(application
controls)
adalah
sistem
pengendalian internal komputer yang berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan tertentu yang telah ditentukan (setiap aplikasi berbeda karakteristik dan kebutuhan pengendaliannya). 2.1.9
Jaringan komputer lokal Menurut Tanenbaum (2000, pp.8-9) local area network, seringkali disebut LAN, merupakan jaringan milik pribadi di dalam sebuah gedung atau kampus yang berukuran sampai beberapa kilo meter. LAN sering digunakan untuk menghubungkan komputer-komputer pribadi dan workstation dalam kantor perusahaan atau pabrik-pabrik untuk pemakaian resource bersama (misalnya, printer) dan saling bertukar informasi. Terdapat beberapa macam topologi yang dapat digunakan pada LAN broadcast. Pada jaringan bus (yaitu kabel linier), pada suatu saat sebuah mesin bertindak sebagai master dan diizinkan untuk mengirim paket. Mesin-mesin lainnya perlu menahan diri untuk tidak mengirim apapun. Maka untuk mencegah terjadinya konflik, ketika dua mesin atau lebih ingin mengirim secara bersamaan,
20 maka diperlukan suatu mekanisme pengatur. Mekanisme pengatur dapat tersentralisasi atau terdistribusi. Jenis kedua dari sistem broadcast adalah ring. Pada topologi ini, setiap bit dikirim ke daerah sekitarnya, tanpa menunggu paket lengkap diterima. Biasanya setiap bit mengelilingi ring sesuai waktu yang dibutuhkan untuk mengirim beberapa bit, sebelum paket lengkap dikirim seluruhnya. Seperti sistem broadcast lainnya, beberapa aturan harus dipenuhi untuk mengendalikan akses simultan ke ring. 2.2
Teori-teori Khusus yang Berhubungan dengan Topik yang Dibahas
2.2.1
Penjualan Menurut Mulyadi (1997, p.204) kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, baik secara tunai maupun secara kredit. Dalam transaksi penjualan tunai, barang atau jasa baru diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli jika perusahaan telah menerima kas dari pembeli. Kegiatan penjualan secara tunai ini ditangani oleh perusahaan melalui sistem penjualan tunai. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya. Kegiatan penjualan secara kredit ini ditangani oleh perusahaan melalui sistem penjualan kredit.
2.2.2
Retur penjualan Menurut Niswonger (1999, p.242) retur penjualan (sales return) adalah dikembalikannya barang dagangan kepada penjual yang disebabkan karena adanya kerusakan barang yang terjadi atau sebab lainnya.
21 Menurut Hall (2001, p.194) retur penjualan adalah kemungkinan pengembalian barang yang dibeli oleh pelanggan sewaktu-waktu, yang terjadi karena disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penjual mengirimkan barang dagangan dengan tidak sesuai. 2. Barang dagangan rusak/cacat. 3. Barang dagangan rusak pada saat pengangkutan. 4. Penjual mengirimkan barang dagangan terlalu lama atau terjadi penundaan pengangkutan, dan pembeli menolak pengiriman. Saat retur terjadi, pembeli akan meminta penjual untuk membuat pengkreditan sebesar sejumlah barang yang dikembalikan pada piutangnya. 2.2.3
Sistem retur penjualan 2.2.3.1 Deskripsi kegiatan Menurut Mulyadi (1997, p.233) transaksi retur penjualan terjadi jika perusahaan menerima pengembalian barang dari pelanggan. Pengembalian barang oleh pelanggan harus diotorisasi oleh fungsi penjualan dan diterima oleh fungsi penerimaan. 2.2.3.2 Fungsi yang terkait Menurut Mulyadi (1997, p.233) fungsi yang terkait dalam melaksanakan transaksi retur penjualan adalah: 1. Fungsi penjualan Dalam transaksi retur penjualan, fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan pemberitahuan mengenai pengembalian barang yang telah dibeli oleh pembeli. Otorisasi penerimaan kembali barang yang
22 telah dijual tersebut dilakukan dengan cara membuat memo kredit yang dikirimkan kepada fungsi penerimaan. 2. Fungsi penerimaan Dalam transaksi retur penjualan, fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan barang berdasarkan otorisasi yang terdapat dalam memo kredit yang diterima oleh fungsi penjualan. 3. Fungsi gudang Fungsi ini bertanggung jawab atas penyimpanan kembali barang yang diterima dari retur penjualan setelah barang tersebut diperiksa oleh fungsi penerimaan. Barang yang diterima dari transaksi retur penjualan ini dicatat oleh fungsi gudang dalam kartu gudang. 4. Fungsi akuntansi Dalam transaksi retur penjualan, fungsi ini bertanggung jawab atas pencatatan transaksi retur penjualan ke dalam jurnal umum (atau jurnal retur penjualan) dan pencatatan berkurangnya piutang dan bertambahnya persediaan akibat retur penjualan dalam kartu piutang dan kartu persediaan. Disamping itu fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mengirimkan memo kredit kepada pembeli yang bersangkutan. 2.2.3.3 Informasi yang diperlukan oleh manajemen Menurut Mulyadi (1997, pp.233-234) informasi yang diperlukan oleh manajemen dari transaksi retur penjualan adalah: 1. Jumlah rupiah retur penjualan menurut jenis produk atau kelompok produk selama jangka waktu tertentu.
23 2.
Jumlah berkurangnya piutang karena retur penjualan.
3. Jumlah harga pokok produk yang dikembalikan oleh pembeli. 4. Nama dan alamat pembeli. 5. Kuantitas produk yang dikembalikan oleh pembeli. 6. Nama
wiraniaga
yang
melakukan
penjualan
produk
yang
dikembalikan oleh pembeli. 7. Otorisasi pejabat yang berwenang. 2.2.3.4 Dokumen yang digunakan Menurut Mulyadi (1997, p.234) dua dokumen penting yang digunakan dalam transaksi retur penjualan adalah: 1. Memo kredit Menurut Niswonger (1999, p.242) memorandum kredit (credit memorandum) atau memo kredit adalah memorandum yang memperlihatkan jumlah dan alasan dilakukannya pengkreditan oleh penjual ke piutang usaha. Menurut Mulyadi (1997, p.234) dalam pencatatan transaksi retur penjualan, memo kredit merupakan dokumen sumber (source document) sebagai dasar pencatatan transaksi tersebut dalam kartu piutang dan jurnal umum atau jurnal retur penjualan. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi penjualan yang memberi perintah kepada fungsi penerimaan untuk menerima barang yang dikembalikan oleh pembeli.
24 2. Laporan penerimaan barang Dalam transaksi retur penjualan, laporan penerimaan barang merupakan dokumen pendukung yang melampiri memo kredit. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi penerimaan sebagai laporan telah diterima dan diperiksanya barang yang diterima dari pembeli. 2.2.3.5 Catatan akuntansi yang digunakan Menurut Mulyadi (1997, pp.234-237) catatan akuntansi yang digunakan dalam transaksi retur penjualan adalah: 1. Jurnal umum dan/atau jurnal retur penjualan Berkurangnya pendapatan penjualan dan piutang dagang akibat dari transaksi retur penjualan dicatat dalam jurnal umum, atau jika perusahaan menggunakan jurnal khusus, dicatat dalam jurnal retur penjualan. Berkurangnya harga pokok penjualan dan bertambahnya harga pokok persediaan produk jadi akibat transaksi retur penjualan dicatat dalam jurnal umum. 2. Kartu piutang Catatan akuntansi ini merupakan buku pembantu piutang yang dalam transaksi retur penjualan digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang kepada debitur tertentu akibat dari transaksi tersebut. 3. Kartu persediaan Catatan akuntansi ini merupakan buku pembantu persediaan yang dalam
transaksi
retur
penjualan
digunakan
untuk
mencatat
bertambahnya jenis persediaan produk jadi tertentu akibat dari transaksi tersebut.
25 4. Kartu gudang Catatan ini diselenggarakan oleh fungsi gudang untuk mencatat bertambahnya jenis persediaan produk jadi tertentu akibat dari transaksi retur penjualan. 2.2.3.6 Jaringan prosedur dalam sistem retur penjualan Menurut Mulyadi (1997, p.238) jaringan prosedur dalam sistem retur penjualan adalah sebagai berikut: 1. Prosedur pembuatan memo kredit Berdasarkan pemberitahuan retur penjualan dari pembeli, dalam prosedur ini fungsi penjualan membuat memo kredit yang memberikan perintah kepada fungsi penerimaan untuk menerima barang dari pembeli tersebut dan kepada fungsi akuntansi untuk mencatat pengurangan piutang kepada pembeli yang bersangkutan. 2. Prosedur penerimaan barang Dalam prosedur ini fungsi penerimaan menerima dari pembeli berdasarkan perintah dalam memo kredit yang diterima dari fungsi penjualan. Atas penerimaan barang tersebut fungsi penerimaan membuat laporan penerimaan barang untuk melampiri memo kredit yang dikirim ke fungsi akuntansi. 3. Prosedur pencatatan retur penjualan Dalam prosedur ini transaksi berkurangnya piutang dagang dan pendapatan penjualan akibat dari transaksi retur penjualan dicatat oleh fungsi akuntansi ke dalam jurnal umum atau jurnal retur penjualan dan ke dalam buku pembantu piutang. Dalam prosedur ini
26 pula berkurangnya harga pokok penjualan dan bertambahnya harga pokok persediaan dicatat oleh fungsi akuntansi ke dalam jurnal umum dan dalam buku pembantu persediaan. 2.2.3.7 Unsur pengendalian internal Menurut Mulyadi (1997, pp.238-239) unsur-unsur pengendalian internal yang seharusnya ada dalam sistem penjualan dirancang untuk mencapai tujuan pokok sistem pengendalian akuntansi berikut ini: menjaga kekayaan perusahaan (piutang dagang dan persediaan produk jadi) dan menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi (piutang dagang dan pendapatan penjualan). Untuk merancang unsur-unsur pengendalian akuntansi yang diterapkan dalam sistem retur penjualan, unsur pokok sistem pengendalian internal yang terdiri dari organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, dan praktik yang sehat dirinci lebih lanjut pada Tabel 2.1.
27
Organisasi 1.
Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi penerimaan.
2.
Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan.
3.
Transaksi retur penjualan harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi penerimaan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi retur penjualan yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut.
Sistem Otorisasi Dan Prosedur Pencatatan 4.
Retur penjualan diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan membubuhkan tanda tangan otorisasi dalam memo kredit.
5.
Pencatatan berkurangnya piutang karena retur penjualan didasarkan pada memo kredit yang didukung dengan laporan penerimaan barang.
Praktik yang Sehat 6.
Memo kredit bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
7.
Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut. oleh fungsi tersebut.
8.
Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.
Tabel 2.1: Unsur Pengendalian Internal dalam Sistem Retur Penjualan