7
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Gary Dessler (2011), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian. Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia merupakan rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2009), manajemen sumber daya manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Jadi, berdasarkan pendapat para ahli diatas manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu dan seni dalam bagaimana cara mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh tiap individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge (2012), ada 4 praktek sumber daya manusia di dalam perusahaan yaitu: 1. Seleksi 2. Pelatihan dan pengembangan 3. Evaluasi kinerja 4. Memanage konflik pekerjaan dan kehidupan individu di dalam organisasi 2.1.2. Pemeliharaan Sumber Daya Manusia 2.1.2.1. Komunikasi Komunikasi menurut Bonnie D. Phillips dalam Bangun (2012, p 360) mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah tindakan atau transmisi instan. Menurut Baty dalam Bangun (2012, p 360) komunikasi adalah proses yang tidak lengkap sampai pesan mencapai tujuan tanpa ada perubahan. 7
8 Menurut Koontz, et. al. dalam Bangun (2012, p 360) mendefinisikan bahwa komunikasi sebagai penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima informasi dan dapat dipahami secara jelas oleh penerima informasi tersebut. Menurut Stoner et. al. dalam Bangun (2012, p 361) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses yang dipergunakan oleh manusia untuk mencari kesamaan arti melalui transmisi pesan simbolik Menurut Bangun, (2012) komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima pesan dengan menggunakan berbagai media yang efektif sehingga pesan tersebut dapat dengan jelas dan mudah dipahami oleh penerima pesan tersebut. Ada empat fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain sebagai pengawasan, memotivasi, pengungkapan emosi, dan informasi (Bangun, 2012) 1. Fungsi pengawasan Berdasarkan garis komando di dalam struktur perusahaan, jika karyawan mengkomunikasikan keluhannya kepada atasannya berkaitan dengan pekerjaannya, sesuai dengan deskripsi pekerjaan dan kebijakan perusahaan, maka komunikasi tersebut sudah menjalankan fungsi pengawasan. 2. Sebagai motivasi Memberi penjelasan kepada karyawan tentang apa yang harus mereka lakukan, bagaimana prestasi kerja karyawan dan bagaimana cara bekerja agar dapat meningkatkan prestasi kerja. 3. Pengungkapan emosi Individu dan kelompok dalam organisasi merupakan sumber daya pertama yang berinteraksi secara sosial. Komunikasi yang terjadi dalam organisasi tersebut merupakan mekanisme yang mendasar pada masing - masing individu atau kelompok dalam organisasi tersebut yang menunjukkan rasa kecewa dan kepuasannya. Dengan demikian, komunikasi merupakan sarana dalam melepaskan rasa emosi sebagai rasa pemenuhan kebutuhan sosial. 4. Informasi Ini berkaitan dengan pengambilan keputusan. Melalui kegiatan komunikasi dapat memberikan informasi kepada individu atau kelompok dalam pengambilan keputusan.
9 Berdasarkan uraian diatas, fungsi manajemen sumber daya manusia yang diambil untuk pemecahan masalah penelitian adalah pemeliharaan sumber daya manusia. 2.2. Iklim Psikologis Iklim psikologis menurut James dan Jones (dalam Carudin ,2011) merupakan interpretasi kognitif pada suatu organisasi tempat kerja yang memberikan kekuatan dalam meningkatkan pengalaman di organisasi dan memberikan suatu gambaran yang berarti berkaitan dengan ciri-ciri, situasi dan proses yang terjadi dalam organisasi. Menurut James dan James dalam (Carudin, 2011) iklim psikologis adalah bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh karyawan. Selanjutnya persepsi pada lingkungan organisasi berdasarkan penilaian secara pribadi, motivasi atau emosi yang sesuai bagi karyawan melalui proses “penilaian” secara kognitif berdasarkan gambaran ciri-ciri lingkungan yang diinterpretasikan berdasarkan nilai-nilai individu dan berkaitan dengan kesejahteraan individu. Jadi iklim psikologis adalah atribut individu dari pada dari atribut organisasi, mengukur persepsi berkaitan dengan makna secara psikologis bagi individu daripada berkaitan dengan ciri-ciri organisasi secara konkrit. Persepsi dan penilain karyawan pada lingkungan akan mempengaruhi sikap dan respon perilaku. Menurut Biswas (2011) iklim psikologis adalah pengalaman fenomena logis yang di proses individu terhadap situasi abstrak dan berhubungan dengan lingkungan kerja mereka. Iklim psikologis berdasarkan penelitian etnografi oleh Kahn dalam (Carudin 2011) menggambarkan iklim yang ada di perusahaan yang menyebabkan karyawan dengan sepenuh hati menyukai pekerjaan mereka atau justru pekerjaan menjadi hambatan secara psikologis bagi mereka. Selanjutnya Brown dan Leigh dalam (Carudin 2011) mengatakan bahwa iklim psikologis mempengaruhi keterlibatan karyawan, usaha karyawan dan performansi. Iklim psikologis yang terbentuk di organisasi akan mempengaruhi bagaimana karyawan menerima lingkungan kerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan dan nyaman secara psikologis. Iklim psikologis akan dipersepsikan positif pada karyawan, ketika karyawan merasa yakin bahwa kontribusi yang mereka berikan pada organisasi bermanfaat untuk pencapaian sasaran organisasi, akan membuat karyawan lebih terlibat dalam pekerjaannya.
10 Pendapat ini sejalan dengan pendapat Kahn (dalam Carudin, 2011) yang mengatakan bahwa keterlibatan karyawan pada pekerjaan berkorelasi positif dengan usaha karyawan dan performansi kerja. Pengertian usaha karyawan adalah kesediaan karyawan untuk memberikan waktu dan tenaga yang lebih dalam menjalankan aktivitas organisasi, dan usaha karyawan dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik. 2.2.1. Indikator Iklim Psikologis Menurut Kahn (dalam Carudin, 2011) yang menjabarkan secara luas penyebab karyawan merasa terlibat atau tidak terlibat dengan organisasi, dikategorikan dalam enam indikator iklim psikologis yaitu: 1. Apakah manajemen dianggap bersifat fleksibel Manajemen yang fleksibel bisa dilihat dari struktur organisasi bersifat mekanik atau organik. 2. Dukungan organisasi Organisasi mampu memfasilitasi ide - ide baru karyawan tanpa melihat jabatan. 3. Adanya kejelasan peran Setiap karyawan memiliki job description masing - masing. Perusahaan harus memberikan tugas yang sesuai dengan job description masing - masing individu. 4. Kebebasan mengekspresikan diri Perusahaan memberikan kesempatan karyawan mempresentasikan ide - ide baru untuk perkembangan perusahaan. 5. Penerimaan organisasi terhadap kontribusi yang diberikan karyawan sejalan dengan sasaran perusahaan Setiap organisasi pasti memiliki visi dan misi serta strategi untuk mencapai tujuan perusahaan. Ide - ide baru dari karyawan harus bisa membantu dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan perusahaan. 6. Pekerjaan yang menantang
11 Tingkat persaingan yang tinggi di lingkungan organisasi baik secara internal maupun eksternal. 2.3. Komitmen Organisasi 2.3.1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Stephen Robbins (2012), komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2012), komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Sedangkan Robert L. Mathis (2006) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuantujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Hal yang sama dinyatakan Newstrom dan Davis (dalam Purba 2009) bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui karaktenistik: (a) adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi, (b) kesediaan untuk mengusahakan yang
terbaik bagi organisasi, dan c) adanya
keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi. Komimen organisasi merupakan keterikatan psikologis seorang pegawai pada organisasinya, termasuk keterlibatan yang sangat dalam pada pekerjaannya, loyalitas dan kepercayaan pada nilai-nilai yang ada pada organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah ikatan psikologis sejauh mana seorang karyawan berpihak kepada organisasi dengan menerima seluruh nilai dan tujuan organisasi serta seberapa besar keinginannya untuk mempertahankan agar tetap berada dalam organisasi tersebut. Allen & Meyer dalam Cut Zurnali (2010) mengemukakan bahwa komitmen organisasional sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu:
12 1. Komitmen afektif (affective commitment), yaitu: keterlibatan emosional seseorang pada organisasinya berupa perasan cinta pada organisasi. 2. Komitmen kontinyu (continuance commitment), yaitu: persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinyu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut. 3. Komitmen normatif (normative commitment), yaitu: sebuah dimensi moral yang didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada organisasi yang mempekerjakannya. 2.3.2. Komitmen Afektif Menurut Allen & Meyer (dalam Tjun Han et. al. 2012) Affective Commitmen (AC) ikatan secara emosional yang melekat pada seorang karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya dengan organisasi. Komitmen afektif ini juga dapat dikatakan sebagai penentu yang penting atas dedikasi dan loyalitas seorang karyawan. Menurut Luthans (2006), komitmen afektif merupakan keterikatan emosional anggota, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Menurut Rhoades et. al. (dalam Tjun Han et. al. 2012) Kecenderungan seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi, dapat menunjukkan rasa memiliki atas perusahaan, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas organisasi, keinginan untukmencapai tujuan organisasi dan keinginan untuk dapat tetap bertahan dalam organisasi. Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen afektif adalah keterikatan emosional seorang karyawan terhadap suatu organisasi karena karyawan merasa aman dan nyaman berada didalam organisasi dan akan terus mempertahankan keanggotaannya didalam organiasasi tersebut. Keterikatan itu yang menyebabkan karyawan menyakini tujuan organisasi sebagai tanggung jawabnya. 2.3.3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Afektif Menurut Meyer et. al. (dalam Tjun Han 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen afektif seseorang antara lain yaitu:
13 1. Karakteristik Individu Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Robbins (2012) menyatakan bahwa: Faktorfaktor yang mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam organisasi. Siagian (2008) menyatakan bahwa, Karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter individu seseorang: a) Umur Hubungan antara umur dan kemampuan kerja menjadi persoalanpersoalan yang kian penting selama dasawarsa terakhir. Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, berkembang luas kepercayan bahwa kemampuan kerja akan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia. Kedua, bahwa realitas kekuatan kerja sesuai dengan usia. Dan yang ketiga di dalam perundang-undangan Amerika untuk semua maksud dan tujuan, diluar perundang-undangan perintah pengunduran diri.umur 70 tahun. b) Gender Sebagian orang mengatakan adanya perbedaan penting antara laki-laki dengan perempuan yang dapat mempenagruhi performasi kerja yaitu dalam
hal:
menganalisis,
kemampuan motivasi,
memecahkan keramahan
maslah,
(suka
keterampilan
bergaul),
dorongan
kompetisi, dan kemampuan belajar. Namun kenyataannya perbedaan tersebut tidak konsisten. Dari hasil studi para psikolog telah ditemukan bahwa kebanyakan wanita lebih mau menyesuaikan diri pada kewenangan, dan laki-laki lebih agresif dan lebih ambisius dalam mencapai kesuksesan: akan tetapi skali lagi perbedaan ini sangat kecil.
14 c) Masa Kerja Hubungan masa kerja dengan dengan produktivitas seseorang yang mempunyai masa kerja lebih lama tidak selamanya lebih produktif bila dibandingkan pekerja baru. Hubungan masa kerja dengan absensi berbanding lurus, maksudnya adalah seseorang yang lebih senior cenderung lebih banyak absensi dibandingkan yunior. Hubungan masa kerja dengan perpindahan adalah negative atau berbanding lurus, maksudnya bahwa yang lebih senior cenderung lebih banyak pindah disbanding dengan yunior, karena fakta menunjukan masa kerja sebelumnya merupakan kekuatan untukpindah pada pekerjaan yang baru. d) Marital Status (Status Perkawinan) Hubungan status perkawinan dengan dengan produktivitas, absensi, dan kepuasan kerja, tidak cukup studi untuk menggambarkan dampak status perkawinan terhadap produktivitas, tetapi fakta menunjukan bahwa pegawai yang sudah kawin memiliki angka absensi lebih kecil, menjalani perpindahan lebih sedikit, dan kepuasan kerja lebih besar dibandingkan pegawai yang belum menikah. 2. Karakteristik Organisasi Karakteristik organisasi merupakan kondisi kerja internal dalam suatu organisasi yang akan mempengaruhi motivasi kerja dari individu yang bekerja di dalam lingkungan kerjanya. Factor-faktor yang dapat menimbulkan karakterisstik organisasi antara lain: (a) peraturan personalia (b) pengaturan imbalan dan budaya organisasi (c) kebijakan upah (d) kebijakan tunjangan karyawan. 3. Karakteristik Pekerjaan Karakeristik pekerjaan merupakan upaya mengidentifikasikan karakteristik tugas dari pekerjaan, bagaimana karakteristik itu digabung untuk membentuk pekerjaan yang berbeda dan hubungannya dengan motivasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan. Jadi karakteristik pekerjaan adalah uraian pekerjaan yang menjadi pedoman dalam bekerja dan dalam pelaksanaannya bisa mencapai kepuasan. Menurut Hackman dan Oldham dalam Luthans (2006), Ada lima dimensi karakteristik pekerjaan yaitu:
15 a. Identitas Tugas Adalah seberapa jauh seorang pekerja terlibat dalam penyelesaian seluruh
pekerjaan
dan
bagian-bagian
pekerjaan
yang
bisa
diidentifikasi. Dalam hal ini melakukan suatu pekerjaan dari permulaan sampai selesai dengan hasil yang nyata. b. Signifikansi Tugas Adalah seberapa jauh suatu pekerjaan mempunyai arti penting dan dampak substansial atas kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik dalam lingkup organisasi yang internal ataupun eksternal. c. Variasi Keterampilan Adalah seberapa jauh jenis pkerjaan yang dilakukan seseorang memerlukan
keahlian
yang
berbeda
didalam
menyelesaikan
pekerjaan, yang melibatkan penggunaan sejumlah keterampilan individu dan bakat. d. Otonomi Merupakan tingkatan sampai sejauh mana seseorang diberikan kebebasan, kemandirian, dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan
dan
menentukan
prosedur
yang
digunakan
untuk
menyelesaikannya. e. Umpan Balik Merupakan tingkatan pelaksanaan kegiatan memperoleh masukan yang jelas dan cepat dari suatu pekerjaan oleh individu sehingga diperoleh informasi yang jelas tentang efektifitas kinerjanya. 4. Pengalaman Kerja Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas 2005), “pengalaman dapat diartikan sebagai yang pernah dialami (dijalani, dirasa, ditanggung, dsb)”. Sedangkan Elaine B Johnson (2007) menyatakan bahwa “pengalaman memunculkan potensi seseorang. Potensi penuh akan muncul bertahap seiring berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap bermacammacam pengalaman” Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas
– tugas suatu pekerjaan dan telah
16 melaksanakannya dengan baik. Adapun indikator pengalaman kerja diantaranya adalah sebagai berikut: a) Lama waktu/masa bekerja Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. b) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan ketrampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan c) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik peralatan dan tehnik pekerjaan 2.3.4. Indikator Komitmen Afektif Adapun indikator dari komitmen afektif menurut Tjun Han et. al. (2012) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki makna yang mendalam secara pribadi 2. Rasa saling memiliki yang kuat dengan organisasi 3. Bangga memberitahukan hal organisasi kepada orang lain 4. Terikat secara emosional dengan organisasi 5. Senang apabila dapat bekerja sampai pensiun di organisasi 6. Senang berdiskusi mengenai organisasi dengan orang lain diluar organisasi Menurut Allen & Meyer (1997) mendeskripsikan indikator afektif komitmen yaitu individu dengan afektif komitmen yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki
17 motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan afektif komitmen yang lebih rendah. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal
role-job performance, atau hasil pekerjaan yang
dilakukan, individu dengan afektif komitmen akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan Mauborgne (Allen & Meyer, 1997) menyatakan individu dengan afektif komitmen tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. 2.4. Organizational Citizenship Behaviour (OCB) 2.4.1. Pengertian Organizational Citizenship Behaviour Sikap perilaku karyawan yang dilakukan dengan sukarela, tulus, senang hati tanpa harus diperintah dan dikendalikan oleh perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan baik yang menurut Organ et. al. (2006) dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior (OCB). Organisasi membutuhkan karyawan yang bergabung dalam perilaku- perilaku
“kewarganegaraan
yang
baik”
seperti
membuat
pernyataan-pernyataan yang konstruktif tentang kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang lain dalam tim mereka, sukarela melakukan kegiatankegiatan tambahan, menghindari menunjukkan
perhatian
konflik-konfik
yang
tidak
perlu,
pada properti organisasi, menghargai semangat dan
juga kaidah dan aturan tersurat, dan bersedia mentolerir gangguan dan kerugiankerugian yang berkaitan dengan pekerjaan yang tidak tetap (Robbins, 2012, p30).
2.4.2. Dimensi OCB Dimensi OCB menurut Organ et. al. (2006) adalah sebagai berikut: a. Altruism Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
18 b. Conscientiousness Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas c. Sportmanship Perilaku
yang
memberikan
toleransi
terhadap
keadaan
yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam
spotmanship
akan
meningkatkan iklim yang positif
diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. d. Courtessy Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah – masalah memiliki
dimensi
ini
interpersonal. adalah
Seseorang
yang
orang yang menghargai dan
memperhatikan orang lain. e. Civic Virtue Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan prosedur
–
prosedur
bagaimana
organisasi dapat
operasi
atau
diperbaiki,
dan
melindungi sumber – sumber yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.
2.4.3. Motif Yang Mendasari OCB Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya. Menurut
McClelland,
manusia
memiliki tiga tingkatan motif (Hardaningtyas,2005,:14): 1.
Motif
berprestasi,
mendorong
orang
untuk
menunjukkan
suatu standard keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari
19 tugas, kesempatan atau kompetisi. 2.
Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.
3.
Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi di mana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.
2.4.4. Manfaat OCB dalam Perusahaan Dari hasil-hasil penelitian mengenai OCB, dapat disimpulkan bahwa (Hardaningtyas, 2005): 1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja •
Karyawan
yang
menolong
rekan
kerja
lain
akan
mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut •
Seiring
berjalannya
waktu,
perilaku
membantu
yang
ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok 2. OCB meningkatkan produktivitas manajer •
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja
•
Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen
3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan •
Jika
karyawan
menyelesaikan
saling
tolong-menolong
dalam
masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak
perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan bagi organisasi •
Karyawan
yang
menampilkan
conscentioussness
yang
tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer
20 sehingga manajer dapat mendelegasikan
tanggung
jawab
yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting •
Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan
dan melakukan orientasi kerja akan membantu
organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut •
Karyawan
yang
menampilkan
perilaku
sportmanship
tidak
menghabiskan
akan
sangat menolong
manajer
waktu
terlalu
untuk berurusan dengan keluhan-
banyak
keluhan kecil karyawan 4. OCB
membantu
menghemat
energi
sumber
daya
yang
langka
untuk memelihara fungsi kelompok : •
Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral, dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau manajer tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok
•
Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi
konflik
dalam
kelompok,
sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang 5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatankegiatan kelompok kerja •
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue, seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya, akan membantu koordinasi di antara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kelompok
•
Karyawan
yang menampilkan
perilaku courtesy, seperti
saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan
21 6. OCB
meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
menarik
dan
meningkatkan
moral
dan
mempertahankan karyawan terbaik •
Perilaku
menolong
kerekatan
dapat
serta perasaan saling memiliki di antara anggota
kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik •
Memberi
contoh
menampilkan mengeluh
pada
karyawan
perilaku sportmanship,
lain
dengan
misalnya
tidak
karena permasalahan- permasalahan kecil, akan
menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi 7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi •
Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja
atau
yang mempunyai beban kerja berat akan
meningkatkan stabilitas, dengan cara mengurangi variabilitas dari kinerja unit kerja •
Karyawan yang conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang
tinggi
secara
konsisten,
sehingga
mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja 8. OCB
meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
beradaptasi
dengan perubahan lingkungan •
Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat
•
Karyawan
yang
aktif
pertemuan-pertemuan
di
hadir
dan
organisasi
berpartisipasi akan
pada
membantu
menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi •
Karyawan yang menampilkan
perilaku conscientiousness,
misalnya kesediaan memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru, akan meningkatkan kemampuan
22 organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya 2.5. Kerangka Pemikiran Berikut adalah kerangka pemikiran dari 3 variabel penelitian:
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis
2.6. Hipotesis
Menurut Sekaran (2006), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Adapun
hipotesis
yang
peneliti
rancang
adalah
hipotesis
yang
bersifat asosiatif, atau verifikatif yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi antar variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini:
23 •
Untuk T - 1
Ho : Variabel iklim psikologis tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan. Ha : Variabel iklim psikologis memiliki pengaruh secara signifikan terhadap komitmen afektif karyawan. •
Untuk T-2
Ho : Variabel komitmen afektif tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour karyawan. Ha : Variabel komitmen afektif memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour karyawan. •
Untuk T-3
Ho : Variabel iklim psikologi tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour karyawan. Ha : Variabel iklim psikologis memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour karyawan. •
Untuk T-4
Ho : Variabel iklim psikologi tidak memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behaviour karyawan dengan komitmen afektif sebagai mediator. Ha : Variabel iklim psikologis memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behaviour karyawan dengan komitmen afektif sebagai mediator.
24
25