BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi
Loading dan Scheduling merupakan salah satu poin dalan fungsi dan kegiatan pengawasan produksi. Pemuatan (Loading) mempunyai arti penentuan dan pengaturan muatan pekerjaan (work Load) pada masing-masing pusat pekerjaan (Work Centre) sehingga dapat ditentukan berapa lama waktu yang diperlukan pada setiap operasi tanpa adanya penundaan atau keterlambatan waktu (Delay Time) (Sofyan Assauri, 1993 hal. 193). Penjadwalan (Scheduling) merupakan langkah akhir dalam proses perencanaan yang di mulai dengan perencanaan strategi dan yang diteruskan sampai memerinci kegiatan-kegiatan perencanaan (Mark A. Vanderemse dan Gregory P.White, 1988 hal. 480), dan dalam artian umum Sofyan Assauri mendefinisikannya
sebagai
kutipan berikut ini: Penjadwalan merupakan pengkoordinasian tentang waktu dalam kegiatan berproduksi, sehingga dapat diadakan pengalokasian bahan-bahan baku dan bahan-bahan pembantu, serta perlengkapan kepada fasilitas-fasilitas atau bagian-bagian pengolahan dalam pabrik pada waktu yang telah ditentukan (Sofyan Assauri, 1993 hal. 193). Jadi penjadwalan meliputi persoalan berapa banyak produk yang akan dihasilkan dan bilamana bagian-bagian dari produk tersebut akan diolah (bagian mana yang
15
16
harus didahulukan dalam proses produksi dan bagian mana yang dapat dibelakangkan). Banyaknya produk yang akan diproduksi ditentukan atas dasar ramalan penjualan atau pesanan (order) yang masuk. Keputusan penjadwalan mengalokasikan sumber daya (peralatan, tenaga kerja, dan ruang) atau kapasitas tersedia ke pekerjaan, aktivitas, tugas, atau pelanggan melalui waktu (Roger. G Schroeder, 1993, hal 491). Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan dalam mengalokasikan tenaga operator, mesin
dan peralatan produksi, urutan proses, jenis produk,
pembelian material, dan sebagainya. Dalam suatu lembaga pendidikan, penjadwalan diperlukan untuk mengalokasikan ruang kelas, peralatan mengajar, tenaga pengajar, staf administrasi, pendaftaran mahasiswa baru, dan sebagainya. 2.1.2
Tujuan Penjadwalan
Pada buku Manajemen Operasi (H.A Harding, 1984, hal.222 ) Tujuan penjadwalan adalah untuk menyusun pekerjaan unit produksi sedemikian rupa sehingga: a. Semua pesanan diserahkan tepat pada waktunya. b. Pesanan diselesaikan dengan biaya total yang minimum. Tujuan ini hampir sepenuhnya dalam bidang produksi lini, di mana jangka waktu semua operasi adalah sama, dan setiap potong pekerjaan setelah diselesaikan dapat segera bergerak pindah dengan lancarnya ke mesin selanjutnya. Dengan cara demikian semua mesin akan selalu sibuk. Atas dasar itu kita dapat mengenali prinsip penjadwalan yang berlaku untuk semua kasus:
17
a. Jangka waktu operasi harus pendek. b. Operasi yang berbeda harus mempunyai jangka waktu yang kurang lebih sama. c. Semua kelompok mesin, atau departemen, harus memperoleh beban yang sama rata. d. Sejauh mungkin, pusat kerja agar dipekerjakan menurut aturan yang sama.
2.1.3
Klasifikasi Penjadwalan Produksi Pada penjadwalan produksi terdapat beberapa klasifikasi, salah satunya adalah
berdasarkan pola aliran proses (Ronald G. Askin dan Jeffrey B. Goldberg, 2003, hal. 411): a. Penjadwalan Flow Shop Proses produksi dengan aliran Flow Shop berarti proses produksi dengan aliran identik dari satu mesin ke mesin lain. Dan dalam prosesnya produk hanya melewati satu kali proses dalam satu mesin untuk kemudian diproses kembali dengan mesin lainnya.
Gambar 2.1 Lintasan Proses Flow Shop Dalam Gambar 2.1 diatas, terlihat kotak paling kiri yang digambarkan sebagai proses aliran permesinan pertama diwakili dengan notasi “M” yang
18
merupakan singkatan dari “Mesin” dan angka “1” yang merupakan tahap dari proses permesinan. Perjalanan tahap demi tahap proses permesinan dari tahap M1 sampai dengan M2 dilakukan dengan hanya melewati satu kali permesinan saja dan tanpa perulangan. b. Penjadwalan Job Shop Proses produksi dengan aliran Job Shop berarti proses produksi dengan pola aliran atau rute proses pada tiap mesin yang spesifik untuk setiap pekerjaan dan mungkin berbeda untuk tiap Job. Akibat aliran proses yang tidak searah ini, maka setiap Job yang akan diproses pada suatu mesin dapat merupakan Job yang baru atau Job dalam proses dan Job yang keluar dari suatu mesin dapat merupakan Job jadi atau Job dalam proses.
Gambar 2.2 Lintasan Proses Job Shop Seperti yang digambarkan pada gambar 2.2 di atas, tanda anak panah yang mempunyai garis terputus-putus menunjukkan, bahwa pada aliran prosesnya dimungkinkan bahwa Job dapat melakukan proses permesinan ulang kembali, ataupun lompat ke tahapan selanjutnya tanpa melewati mesin yang di depannya, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.2, pada lintasan Job dari
19
mesin M1 dimungkinkan untuk lompat ke proses permesinan M3 dan kembali mundur ke mesin M2. c. Flexible Flow Shop Dimana tiap Job mengambil rute yang sama melewati aliran proses seperti flow shop, akan tetapi dalam prosesnya akan terdapat jumlah mesin yang lebih dari satu tipe dan hanya digunakan dalam satu Job saja. Keuntungan dalam menggunakan aliran proses ini adalah semakin singkatnya pekerjaan, karena menggunakan nesin lebih dari satu.
Gambar 2.3 Lintasan Flexible Flow Shop Dalam gambar 2.3 di atas bahwa dalam proses permesinan M2 dan M5 masing-masing mempunyai dua mesin dengan inisial angka “1” dan “2” yang memungkinkan untuk Job-Job melakukan permesinan di mesin tambahan tersebut dengan tujuan untuk mempersingkat proses permesinan pada tahapan tersebut. d. Re-entrant Flow Shop Adalah dimana tiap job dapat mengunjungi mesin sebelumnya kembali dan dapat dilakukan berkali-kali.
20
M1
M2
M3
M4
M5
Gambar 2.4 Lintasan Re-Entrant Flow Shop Seperti Gambar 2.4 diatas pada permesinan M3 akan dilakukan permesinan ulang pada mesin M2 untuk kemudian dilakukan permesinan pada M3 dan dilanjutkan pada M4 dan seterusnya hingga M6.
2.1.5
Masalah dalam Penjadwalan
Problem dalam penjadwalan seringkali sulit dikendalikan terutama di dalam bengkel kerja dengan menggunakan metode satuan, di mana banyak tujuan pembebanan sukar sekali dicapai, menurut (H.A Harding, 1984, hal. 223) problem itu disebabkan: a. Banyaknya mesin, misalnya M1, M2, M3 Perhitungan penjadwalan sangat memperhitungkan dari kuantitas mesin sebagai alat produksi, banyaknya jumlah mesin yang digunakan akan berakibat makin rumitnya perhitungan dan memerlukan ketelitian ekstra, belum lagi apabila terdapat mesin yang rusak ketika akan dilakukan produksi hal ini akan menyebabkan dilakukanya tindakan penjadwalan ulang. b. Banyaknya pekerjaan. Sama dengan jumlah mesin, jumlah pekerjaan yang ada dalam satuan waktu akan makin menambah kerumitan, terlebih lagi apabila terjadi
M6
21
penambahan pekerjaan, hal seperti ini akan menyebakan kekacauan produksi, maka langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan perhitungan ulang dengan memperhitungkan pekerjaan baru tersebut, sehingga produksi akan tetap optimal. c. Setiap pekerjaan mempunyai urutan operasi Dalam perusahaan yang mengandalkan pesanan dalam produksinya dimana setiap operasi tersebut setiap produk dimungkinkan mempunyai urutan operasi yang berbeda-beda, penggunaan metode yang tepat akan bisa mengoptimalkan produksi dalam perusahaan. d. Setiap operasi mempunyai waktu tertentu. Kesalahan dalam menganalisa waktu operasi tiap produk yang ada akan menyebabkan penjadwalan produksi akan kacau-balau, ketelitian akan analisis waktu operasi merupakan hal paling penting, karena pada dasarnya penjadwalan merupakan upaya untuk mengefisiensikan waktu. 2.1.6
Penjadwalan Flow Shop
Flow Shop adalah suatu sistem dimana kesemua job mempunyai rute lintasan yang sama seperti yang diterangkan pada (Gambar 2.1) sebelumnya, dan tiap Job hanya melewati mesin sebanyak satu kali saja, sebagai contoh untuk dibayangkan adalah sistem permesinan pada lini perakitan misalnya, tiap job dikerjakan secara teratur, bergerak dari satu mesin ke mesin yang lain.
22
Terkadang dengan menggunakan struktur yang sangat sederhana sekalipun, menemukan penjadwalan yang optimal sangatlah sulit. Penjadwalan dengan urutan job dan mesin yang sama biasa disebut dengan “Permutation Schedules”. Usaha terbanyak yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu bentuk penjadwalan Flow Shop dilakukan pada tahap desain sistem produksinya. Pada Flow Shop ini, terjadilah suatu pergerakan unit-unit yang benar-benar terus menerus melalui rangkaian stasiun-stasiun kerja yang disusun berdasarkan produk. Susunan suatu bentuk proses poduksi jenis Flow Shop dapat diterapkan dengan tepat untuk produk-produk dengan desain yang stabil dan diproduksi secara banyak volume, sehingga investasi dengan Special Purpose (tujuan khusus) yang digunakan dapat secepatnya kembali. 2.1.7
Metode Penjadwalan Produksi
Dalam
penjadwalan
produksi
terdapat
banyak
sekali
metode
dalam
pengunaannya, dan masing-masing mempunyai kelemahan dan keungulannya tersendiri, namun dari kesemua metode tersebut ada beberapa yang sering digunakan, ke-empat metode tersebut adalah metode Branch And Bound, Heuristic palmer, CDS dan SPT yang masing-masing metode tersebut akan dijelaskan secara singkat dalam sub-bab berikut ini. 2.1.7.1 Metode Branch and Bound Metode Branch and Bound pada makespan (Daniel Sipper & Robert Bulfin L Jr, 1997, hal. 431). Menemukan solusi optimal dalam menentukan penjadwalan berdasarkan makespan yang mempunyai setidaknya tiga mesin dalam pemrosesannya
23
adalah sulit. Harapan terbaik yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pengurutan permutasi, dan hal ini dapat digunakan dengan menggunakan metode Branch and Bound . Berikut ini adalah notasi – notasi yang digunakan dalam metode Branch and Bound pada makespan: tj = waktu proses q1 = waktu penyelesaian terakhir pada mesin 1 di antara job-job q2 = waktu penyelesaian terakhir pada mesin 2 di antara job-job qn = waktu penyelesaian terakhir pada mesin n di antara job-job Rumus untuk waktu pemrosesan yang dibutuhkan pada mesin 1 adalah :
∑t
j1
(2.1)
Dengan rumus satu batas bawah makespan mesin (dinotasikan dengan “b1”):
b1 = q1 + ∑ t j1 + min{t j 2 + t j 3 } j∈τ '
j∈τ '
(2.2)
pada mesin 2, dihasilkan batas bawah kedua (dinotasikan dengan “b2” ) yaitu :
b2 = q 2 + ∑ t j 2 + min{t j 3 } j∈τ '
j∈τ '
(2.3)
pemrosesan pada mesin 3 (dinotasikan dengan “b3”) yaitu :
b3 = q1 + ∑ t j 3 j∈τ '
(2.4)
24
yang pada berikutnya akan ditentukan batas bawah dengan nilai paling maksimum (di notasikan dengan huruf “B”). B = max {b1,b2,b3}
(2.5)
2.1.7.2 Metode Heuristic Palmer Pada perhitungan dengan menggunakan metode-metode yang lain memiliki kelemahan yaitu memerlukan perhitungan terkomputasi untuk permasalahan yang besar dan walaupun untuk permasalahan yang kecil, tidak ada jaminan bahwa penyelesaian dapat tersedia dengan cepat karena perhitungan harus dilakukan satupersatu dan bergantung pada data-data dalam masalah yang diselesaikan. Namun bukan berarti dalam metode ini tidak terdapat kelemahan, kelemahan dari metode ini adalah bahwa penyelesaian yang dihasilkan belum tentu optimal dan untuk beberapa kasus sulit untuk menentukan keefektifannya. Langkah pengerjaan pada metode ini adalah dengan memberikan prioritas untuk semua job yang memiliki kecenderungan kuat dari waktu proses yang paling cepat hingga waktu proses yang terlama dalam urutan operasi (Ronald G. Askin dan Jeffrey B. Goldberg, 2003, hal. 442). Palmer telah menetapkan urutan pekerjaan dalam Metode ini berdasarkan kepada “slope index” dari tiap pekerjaan, “slope index” untuk job j , “S” , didefinisikan sebagai: S = (M − 1)tmj + (M − 3)t( M −1) j + (M − 5)t(M −3) j + ... − (M − 5)tt 3 j − (M − 3)t2 j − (M − 1)t1 j
(2.6)
25
maka penjadwalan disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:
S(1) ≥ S(2 ) ≥ ... ≥ S(n )
(2.7)
Pada Slope index (S) positif diutamakan untuk menempati urutan penjadwalan paling awal terhadap negatif, dengan angka positif terbesar mempunyai urutan awal di penjadwalan dan angka negatif terbesar mempunyai urutan terakhir dalam urutan penjadwalan, yang berarti Jobs yang mempunyai waktu proses terpendek diutamakan untuk menempati urutan pertama untuk produksi. 2.1.7.3 Metode CDS (Campbell Dudeck Smith) Heuristic CDS (Ronald G. Askin dan Jeffrey B. Goldberg, 2003, hal. 443) menghasilkan pengurutan M – 1 dan memilih makespan terkecil, definisikan l sebagai index urutan, l = 1 ... M – 1. Ide dasar nya adalah untuk mengubah masalah M-mesin menjadi masalah dua-mesin, untuk kemudian gunakan metode Johnson’s untuk menemukan urutannya. Dengan cara yang sama dapat digunakan untuk permasalahan tiga-mesin atau lebih tanpa adanya permasalahan Bottleneck, di umpamakan dengan permasalahan dua-mesin dengan memasukkan waktu proses untuk lth problem dengan rumus (2.8) seperti di bawah ini:
l
t1l j = ∑ tij i =1 M
t2l j = ∑ t( M − i +1), j i =1
(2.8)
26
Dimana :
tl1j adalah waktu proses mesin pertama tl2j adalah waktu proses mesin kedua M adalah Mesin l adalah urutan (langkah)
Kemudian gunakan tl1j dan tl2j, pecahkan permasalahan dua-mesin untuk mendapatkan urutan lth . pada permasalahan pertama gunakan waktu proses mesin pertama untuk tl1j dan waktu proses pada mesin Mth untuk tl2j. Permasalahan lth menggunakan waktu operasi pada mesin l petama untuk tl1j dan waktu proses pada mesin l terakhir adalah untuk tl2j. Metode ini berhenti pada l = M – 1 karena ketika l = M, tl1j dan tl2j adalah sama. 2.1.7.4 Metode SPT (Short Processing Time) Rule Merupakan metode yang paling umum digunakan untuk meminimasi Flow Time pada sistem dimana pekerjaan yang paling cepat selesai mendapatkan prioritas pertama untuk dikerjakan lebih dahulu, cara ini sering diterapkan pada perusahaan perakitan atau jasa. Maka penjadwalan disusun berdasarkan urutan sebagai berikut (Ronald G. Askin dan Jeffrey B. Goldberg, 2003, hal. 424): t(1) ≤ t(2) ≤ t(3) ≤ ... ≤ t(N) Dimana :
t adalah waktu proses permesinan
(2.9)
27
2.2
Kerangka Pemikiran Kunci dalam penerapan sistem penjadwalan adalah penjadwalan tersebut haruslah
membantu
manajemen
perusahaan
dalam
pengambilan
keputusan
tentang
penjadwalan jangka pendek dari operasi, mesin dan tenaga kerja. Sistem tersebut haruslah dapat digunakan dalam penerapan nyata sehari-hari dan dapat dihubungkan dengan real-time database yang secara akurat menggambarkan bagian dari sistem produksi. Sistem tersebut haruslah mudah untuk digunakan, mampu memperlihatkan penjadwalan yang nyata dan optimal. Seperti yang tergambar pada (gambar 2.5) sistem penjadwalan berikut: Kerangka Pemikiran Sistem Penjadwalan Produksi Data operasi dan pekerjaan • Job routing • Waktu proses • Release date • Pelanggan • Kebutuhan akan mesin • Kebutuhan akan pekakas • Bahan baku
Data pekerja • Ketersediaan • Skill • Upah
Mesin dan peralatan • Ketersediaan • Jadwal maintenance • Kehandalan • biaya
Input
Pengambilan keputusan Penjadwalan Produksi
• • •
Urutan penjadwalan Jadwal permesinan Jadwal untuk tenaga kerja
Proses
Output
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Sistem Penjadwalan Produksi
28
Dari kerangka pemikiran di atas (Gambar 2.5) dapat dilihat bahwa dalam melakukan Pengambilan Keputusan Penjadwalan Produksi (pengolahan dengan menggunakan metode penjadwalan produksi) terdapat beberapa masukan (input) berupa: data operasi dan pekerjaan, data
pekerja, peralatan dan mesin, yang
digunakan untuk diolah dan menjadikannya keluaran (output) hasil keputusan yang berupa jadwal terperinci seperti: •
Urutan Penjadwalan Merupakan urutan job dalam melakukan produksi. Pengurutan (sequencing) ini merupakan penugasan tentang order mana yang diprioritaskan untuk diproses dahulu bila suatu fasilitas harus memproses banyak job.
•
Jadwal untuk mesin Penjadwalan untuk mesin-mesin mana yang akan digunakn untuk produksi, sehingga jika akan dilakukan produksi, sehingga mesi langsung siap untuk melakukan produksi .
•
Jadwal untuk tenaga kerja Dimana penjadwalan ini akan me-manage pekerja untuk bekerja sesuai dengan apa yang diperintahkan , dengan adanya jadwal ini para pekerja tentunya akan bekerja lebih terorganisir. Data-data masukan (input) merupakan data yang digunakan sebagai landasan
perhitungan untuk menghasilkan keluaran (output), masukan-masukan tersebut adalah:
29
•
Data operasi dan pekerjaan o
Job Routing Merupakan data proses-proses permesinan apa saja yang akan dilakukan oleh job itu.
o
Waktu proses Merupakan standar waktu proses permesinan yang akan dilakukan oleh job itu.
o
Release Date Merupakan data tanggal pemesanan yang dilakukan oleh pelanggan kepada perusahaan.
o
Pelanggan Merupakan data-data pelanggan dan jenis pesanannya.
o
Kebutuhan akan mesin Kebutuhan untuk menentukan mesin apa yang cocok untuk produksi.
o
Kebutuhan akan peralatan Kebutuhan akan peralatan penunjang produksi.
o
Bahan Baku Bagian terpenting dalam produksi, ketersediaan dari bahan baku untuk di produksi.
30
•
Data Pekerja o
Ketersediaan Ketersediaan dari jumlah pekerja di perusahaan, tentu dengan semakin banyaknnya pekerja, maka waktu untuk menyelesaikan pekerjaan akan semakin cepat pula.
o
Skill Kemampuan akan keterampilan pekerja akan menjadi sustu indikator untuk perhitungan dalam melakukan penjadwalan produksi, janga sampai seorang pekerja untuk bekerja tidak sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan pekerja itu.
o
Upah Merupakan salah satu hal yang diperhitungkan untuk mencapai efisiensi dan optimalisasi biaya.
•
Data Mesin dan Peralatan o
Ketersedian Ketersediaan dari mesin yang dibutuhkan untuk melakukan produksi.
o
Jadwal Maintenance Memperhitungkan jadwal perawatan mesin, perawatan mesin merupakan salah satu keharusan untuk menjaga produksi konstan dan terjamin kehandalannya.
31
o
Kehandalan Kemampuan dari mesin itu apakah masih baik atau sudah buruk bahkan rusak.
o
Biaya Biaya yang dimaksud adalah biaya operasional mesin, yang meliputi energi dan suku cadang mesin tersebut.