BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kualitas Makanan
2.1.1 Kualitas
Kualitas harus dimiliki untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan melebihi harapan dari konsumen tersebut.Menurut Goetsch Davis dalam Zulian Yamit (2010), kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Tjiptono & Chandra (2011), kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Crosby dalamYamit (2010)mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan,
dan
kesesuaian
terhadap
persyaratan.Deming
dalamYamit
(2010)mendefinisikan kualitas sebagai apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dari beberapa definisi ahli, dapat dikatakan bahwa kualitas adalah tolak ukur suatu produk atau jasa yang memenuhi atau melebihi ekspektasi konsumen. Berkaitan dengan konsep kualitas, Tjiptono (2009)melakukan evaluasi terhadap banyaknya definisi konsep kualitas, kemudian menarik kesimpulan tentang tujuh definisi yang paling sering dikemukakan tentang konsep kualitas: 1. Kesesuaian dengan persyaratan dan tuntutan 2. Kecocokan untuk pemakaian 3. Perbaikan atau penyempurnaan yang berkelanjutan 4. Bebas dari kerusakan atau cacat 5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat 6. Melakukan sesuatu secara benar semenjak awal 7. Sesuatu yang membahagiakan pelanggan
17
18
2.1.2
Perspektif Kualitas
Perspektif kualitas menurut Garvin dalam Zulian Yamit (2010) dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok yaitu: a. Transcendental Approach Kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang bisa dirasakan atau diketahui, namun sukar didefinisikan, dirumuskan atau dioperasionalisasikan. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar
memahami
kualitas
melalui
pengalaman
yang
didapatkan
darieksposur berulang kali (repeated exposure). Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni. b. Product Based Approach Kualitas merupakan karakteristik atau atribut obyektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsure atau atribut yang dimiliki produk. c. User Based Approach Kualitas tergantung pada orang yang menilainya.Sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. Produk yang dinilai berkualitas baik oleh individu tertentu belum tentu dinilai sama oleh orang lain. d. Manufacturing Based Approach Perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan. e. Value Based Approach Kualitas dipandang dari aspek nilai dan harga.Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.Akan tetapi, yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli.
19
2.1.3
Kualitas Makanan
Menurut Kotler dan Amstrong (2012), kualitas produk adalah karakteristik dari produk atau jasa yang pada kemampuannya menanggung janji atau sisipan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.Sedangkan kualitas bukan hanya terdapat pada produk atau jasa, melainkan termasuk dalam kualitas makanan.Kualitas makanan memiliki pengaruh terhadap minat beli konsumen, sehingga akan lebih baik bila dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas makanan. Menurut West, Wood, dan Harger dalam Setiawan dan Japarianto (2012), kualitas makanan merupakan peranan penting dalam pemutusan pembelian konsumen.Sehingga dapat diketahui bila kualitas makanan meningkat, maka keputusan pembelianakan meningkat juga. Kualitas makanan yang meningkat tentu akan mempengaruhi minat beli konsumen. Menurut Philip Kotler (2009), nilai utama yang diharapkan oleh pembeli dan penjual adalah kualitas makanan dan jasa yang tinggi.
2.1.4
Dimensi Kualitas Makanan
Dalam suatu kualitas makanan terdapat dimensi-dimensi yang menjadi tolak ukur suatu makanan. Menurut West et al. dalam Setiawan dan Japarianto (2012), secara garis besarfaktor-faktor yang mempengaruhi food quality adalah sebagai berikut: a. Warna Warna dari bahan-bahan makanan harusdikombinasikan sedemikian rupa supaya tidak terlihatpucat atau warnanya tidak serasi.Kombinasi warna sangatmembantu dalam selera makan konsumen. b. Penampilan Ungkapanlooks good enough to eatbukanlah suatuungkapan yang berlebihan. Makanan harus baik dilihatsaat berada di piring, di mana hal tersebut adalah faktor yang penting. Kesegaran dan kebersihan darimakanan yang disajikan adalah contoh penting yang akanmempengaruhi penampilan makanan baik atau tidak untukdinikmati.
20
c. Porsi Dalam setiap penyajian makanan sudah ditentukanporsi standarnya yang disebut standard portion size.Standard portion size didefinisikan sebagai kuantitas
itemyang
harus
disajikansetiap
kali
item
tersebut
dipesan.Manajemen dianjurkan untuk membuat standard portionsize secara jelas, misalnya berapa gram daging yang harusdisajikan dalam sebuah porsi makanan. d. Bentuk Bentuk makanan memainkan peranan penting dalamdaya tarik mata. Bentuk makanan yang menarik bisadiperoleh lewat cara pemotongan bahan makanan yangbervariasi, misalnya wortel yang dipotong dengan bentukdice atau biasa disebut dengan potongan dadudigabungkan dengan selada yang dipotong chiffonadeyang merupakan potongan yang tidakberaturan padasayuran. e. Temperatur Konsumen menyukai variasi temperatur yangdidapatkan dari makanan satu dengan lainnya.Temperaturjuga bisa mempengaruhi rasa, misalnya rasa manis padasebuah makanan akanlebih terasa saat makanan tersebutmasih hangat, sementara rasa asin pada sup akan kurangterasa pada saat sup masih panas. f. Tekstur Ada banyak tekstur makanan antara lain halus atautidak, cair atau padat, keras atau lembut,kering ataulembab. Tingkat tipis dan halus serta bentuk makanandapat dirasakan lewattekanan dan gerakan dari reseptor dimulut. g. Aroma Aroma adalah reaksi dari makanan yang akanmempengaruhi konsumen sebelum konsumenmenikmatimakanan, konsumen dapat mencium makanan tersebut. h. Tingkat kematangan Tingkat kematangan makanan akan mempengaruhitekstur dari makanan. Misalnya wortel yang direbus cukupakan menjadi lunak daripada wortel yang direbus lebihcepat. Untukmakanan tertentu seperti steak setiap orangmemiliki selera sendiri-sendiri tentang tingkatkematangan steak.
21 i. Rasa Titik perasa dari lidah adalah kemampuan mendeteksidasar yaitu manis, asam, asin, pahit.Dalam makanantertentu empat rasa ini digabungkan sehingga menjadi saturasa yang unik dan menarik untuk dinikmati.
2.2
Minat Beli Ulang Konsumen
2.2.1
Perilaku Konsumen
Menurut Peter dan Olson dalam Consumer Behavior and Marketing Strategy (2010), mengutip dari The American Marketing Assosiation: “Consumer Behavior as the dynamic interaction of affect and cognition, behavior, and the environment by which human beings conduct the exchange aspects of their lives. in other words, consumer behavior involves the thoughts and feelings experience and the actions they perform in consumption processes”.Dapat diartikan dengan perilaku konsumen sebagai pengaruh dari interaksi dinamis dan kognisi, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. dengan kata lain, perilaku konsumen melibatkan pikiran dan pengalaman perasaan dan tindakan yang mereka lakukan dalam proses konsumsi. Empat tipe perilaku konsumen menurut Kotler (2010): 1. Perilaku konsumen yang kompleks Konsumen menjalankan perilaku membeli yang kompleks atau rumit. Ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen akan sangat terlihat ketika produknya mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekpresi dirinya. Biasanya, konsumen akan melalui proses belajar mengenal kategori produk tersebut. Pertama, mengembangkan keyakinan mengenal kategori produknya, lalu sikap dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan dengan matang. 2. Perilaku yang mengurangi ketidakcocokan Perilaku yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian. Produk yang membutuhkan keterlibatan yang tinggi dari konsumen biasanya merupakan produk yang mahal, jarang atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang
22 ada.Setelah
melakukan
pembelian,
konsumen
mungkin
mengalami
ketidakcocokan pasca pembelian. Perasaan yang tidak nyaman setelah melakukan proses pembelian timbul ketika mereka menemukan kelemahan yang terdapat pada merek produk yang mereka beli dan mendengar keunggulan produk dari merek yang lain konsumen akan mengalami kekecewaan. 3. Perilaku yang membeli karena kebiasaan Perilaku membeli karena kebiasaan, terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan anatara merek. Konsumen sedikit sekali terlibat dalam suatu kategori produk, mereka hanya pergi ke toko dan mengambil merek apa saja. Jika mereka ternyata tetap meraih merek yang sama, kejadian ini lebih merupakan kebiasaan daripada loyalitas yang kuat terhadap suatu merek. Konsumen memilih produk secara berulang karena mereka memiliki keterlibatan yang rendah terhadap produk tersebut. Bagi konsumen perbedaan merek dan harga tidaklah penting karena perbedaannya terlalu sedikit. Keterlibtan konsumen terhadap suatu merek bukan hanya berupa kebiasaan saja tetapi telah diwariskan secara turuntemurun. 4. Perilaku yang membeli secara variasi Pelanggan melakukan pembelian yang mencari variasi produk yang lain. Ketika mereka merasa bosan terhadap merek tertentu atau hanya sekedar mencoba sesuatu yang berbeda. Perilaku pembelian yang mencari variasi produk yang lain tersebut dilakukan oleh konsumen ketika berhadapan dengan produk yang keterlibatannya rendah namun perbedaan merek dianggap cukup berarti.
2.2.2
Minat Beli
Menurut Sukmawati dan Suyono dalam Pramono (2012), minat beli merupakan bagian dari komponen perilakudalam sikap mengkonsumsi.Minat beli konsumen adalah tahap dimanakonsumen membentuk pilihan mereka diantara beberapa merek yang tergabungdalam perangkat pilihan.Kemudian pada akhirnya melakukan suatu pembelianpada suatu altenatif yang paling disukainya atau proses
23 yang dilalui konsumenuntuk membeli suatu barang atau jasa yang didasari oleh bermacam pertimbangan. Minat beli adalah perilaku konsumen yang menunjukan sejauh mana komitmennya dalam melakukan pembelian.Sedangkan menurut Menurut Kotler, Bowen dan Makens (2010), minat beli timbul setelah adanya proses evaluasi alternative. Dalam proses evaluasi, seseorang akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang hendak dibeli atas dasar merek maupun minat.Faktor yang membentuk minat beli konsumen (Kotler,2009) yaitu : 1) Sikap orang lain Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu, intensitas sifat negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumenuntuk menuruti keinginan orang lain. 2) Faktor situasi yang tidak terantisipasi Faktor ini nantinya akan dapat mengubah pendirian konsumen dalam melakukan pembelian. Hal tersebuttergantung dari pemikiran konsumen sendiri, apakah dia percaya diri dalammemutuskan akan membeli suatu barang atau tidak. Menurut Lucas & Britt (2012), terdapat empat faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen, antara lain: a.
Perhatian (Attention) Adanya perhatian yang besar dari konsumen terhadap suatu produk (barang atau jasa).
b.
Ketertarikan (Interest) Menunjukkan adanya pemusatan perhatian dan perasaan senang.
c.
Keinginan (Desire) Adanya dorongan untuk ingin memiliki.
d.
Keyakinan (Conviction) Adanya perasaan percaya diri individu terhadap kualitas, daya guna, dan keuntungan dari produk yang akan dibeli.
24 2.2.3
Minat Beli Ulang Konsumen
Menurut Thamrin dan Francis (2012), minat beli ulang merupakan minat pembelian yang didasarkan atas pengalaman pembelian yang telah dilakukan dimasa lalu.Minat beli ulang yang tinggi mencerminkan tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen ketika memutuskan untuk mengadopsi suatu produk.Keputusan untuk mengadopsi atau menolak suatu produk timbul setelah konsumen mencoba suatu produk tersebut dan kemudian timbul rasa suka atau tidak suka terhadap produk tersebut.Rasa suka terhadap produk timbul bila konsumen mempunyai persepsi bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas baik dan dapat memenuhi atau bahkan melebihi keinginan dan harapan konsumen. Dengan kata lain produk tersebut mempunyai nilai yang tinggi di mata konsumen. Tingginya minat beli ulang ini akan membawa dampak yang positif terhadap keberhasilan produk di pasar. Menurut Tsai dalam Hanggadhika (2010), pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengulangi perilaku pembelian pada suatu produk.Salah satunya ditunjukkan dengan penggunaan merek dari suatu produk berkelanjutan.Sedangkan menurut Cronin (2009), perilaku pelanggan dimana pelanggan merespon positif terhadap kualitas produk / jasa dari suatu perusahaan dan berniat mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut.
Menurut Kotler (2009) faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan pembelian ulang, yaitu: -
Faktor Psikologis Meliputi pengalaman belajar individu tentang kejadian di masa lalu, serta pengaruh
sikap
didefinisikan
dan
sebagai
keyakinan suatu
individu.Pengalaman
perubahan
perilaku
belajar
akibat
dapat
pengalaman
sebelumnya. Timbulnya minat konsumen untuk melakukan pembelian ulang sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar individu dan pengalaman belajar konsumen yang akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli. -
Faktor Pribadi Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli. Oleh karena itu, peranan pramuniaga toko penting dalam memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen.Faktor pribadi ini termaswuk di dalamnya konsep diri. Konsep diri dapat didefinisikan sebagai
25 cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang upah yang kita pikirkan. Dalam hubungan dengan minat beli ulang, produsen perlu menciptakan situasi yang diharapkan konsumen.Begitu pula menyediakan dan melayani konsumen dengan produk dan merek yang sesuai dengan yang diharapkan konsumen. -
Faktor Sosial Mencakup faktor kelompok anutan (small reference group). Kelompok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen. Kelompok anutan ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok atau orang tertentu. Dalam menganalisis minat beli ulang, faktor keluarga berperan sebagai pengambil keputusan, pengambil inisiatif, pemberi pengaruh dalam keputusan pembelian, penentu apa yang dibeli, siapa yang melakukan pembelian dan siapa yang menjadi pengguna. Menurut Kotler (2009) mengatakan, “anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh”. Pengaruh kelompok acuan terhadap minat beli ulang anatara lain dalam menentukan produk dan merek yang mereka gunakan yang sesuai dengan aspirasi kelompoknya. Keefektifan pengaruh niat beli ulang dari kelompok anutan sangat tergantung pada kualitas produksi dan informasi yang tersedia pada konsumen.
2.2.4
Dimensi Minat Beli Ulang Konsumen
Menurut Ferdinand dalam Saidani & Arifin (2012), terdapat empat dimensi yang mempengaruhi minat beli ulang konsumen, antara lain: 1. Minat Transaksional
Kecenderungan seseorang untuk selalu membeli ulang produk yang telah dikonsumsinya. 2. Minat Referensial
Kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk yang sudah dibelinya, agar juga dibeli oleh orang lain, dengan referensi pengalaman konsumsinya.
26 3. Minat Preferensial
Minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang selalu memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsi.Preferensi ini hanya dapat diganti bila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 4. Minat Eksploratif
Minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilanggananinya.
2.3
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Kualitas Makanan(X)
Minat Beli Ulang Konsumen(Y)
Dimensi:
Dimensi:
Warna Penampilan Porsi
Minat Transaksional
Bentuk
Minat Referensial
Temperatur
Minat Preferensial
Tekstur
Minat Eksploratif
Aroma Tingkat Kematangan Rasa
Sumber: Penulis (2014)
27 2.4
Hubungan Teori Kualitas Makanan dengan Minat Beli Ulang Konsumen
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,Augusty Tae Ferdinand(2012) menyatakan bahwa adanya pengaruh positif antara kualitas produk terhadap minat beli ulang konsumen. Hal tersebut sesuai juga dengan beberapa hasil penelitian lainnya.Jaeger dan MacFie (2010) menyatakan “Quality is not an aim in itself, but is desired because it helps satisfy purchase motives and values”. Dapat diartikan bahwa kualitas bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi yang diinginkan karena membantu memenuhi motif pembelian dan nilai-nilainya. Aryanto dan Adriansyah (2011)menyimpulkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara kualitas produk terhadap minat beli J&C Cookies. Sehingga perusahaan JC Cookies dapat terus menerapkan berbagai hal untuk meingkatnya kualitas produknya untuk menambah minat beli pelanggannya. West, Wood, dan Harger dalam Setiawan dan Japarianto (2012), kualitas makanan
merupakan
peranan
penting
dalam
pemutusan
pembelian
konsumen.Sehingga dapat diketahui bila kualitas makanan meningkat, maka keputusan pembelianakan meningkat juga. Meilani dan Simanjuntak (2012) dalam jurnalnya,dikatakan bahwa produk adalah strategi yang penting untuk dapat tetap kompetitif dalam menghadapi segala hal dari peningkatan maupun penurunan permintaan yang sering terjadi di dalam bisnis. Memberikan kualitas yang terbaik adalah suatu keharusan bagi setiap pelaku usaha, semakin baik kualitas produk yang diberikan maka semakin berminat melakukan pembelian.