31
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Pendahuluan Setiap usaha yang dilakukan, baik oleh perseorangan maupun oleh suatu perusahaan, mempunyai suatu “tujuan” tertentu. Sejak didirikan, suatu organisasi sudah menggaris bawahi apa yang ingin dicapainya. Setiap orang selalu dihadapkan pada situasi dimana suatu keputusan yang tepat harus diambil. Meskipun unsur-unsur subyektifitas senantiasa selalu ada dalam kehidupan manusia, namun perhitungan-perhitungan dengan menggunakan analisa kuantitatif tidak boleh diabaikan. Masalah-masalah ini dan kebutuhan untuk menemukan cara yang lebih baik dalam memecahkannya telah menimbulkan kebutuhan akan teknik-teknik riset operasi (operation research). Arti riset operasi (operation research) telah banyak didefinisikan oleh beberapa ahli. Morse dan kimball mendefinisikan riset operasi sebagai metode ilmiah (scientific method) yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif. Sedangkan Churchman, Arkoff dan Arnoff mendefinisikan riset operasi sebagai aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan-peralatan ilmiah dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam operasi perusahaan
32
dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang optimum dari masalah-masalah tersebut. Dua penulis lain, Miller dan M.K.Starr, mendefinisikan riset operasi sebagai
peralatan
manajemen
yang
menyatukan
ilmu
pengetahuan,
matematika dan logika dalam kerangka pemecahan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari, sehingga akhirnya permasalahan tersebut dapat dipecahkan secara optimal. Persoalan-persoalan yang dihadapi perusahaan pada umumnya adalah bagaimana mengalokasikan secara tepat sumber-sumber (resources) yang dimiliki agar dapat memaksimumkan keuntungan ataupun meminimumkan biaya-biaya. Persoalan lain adalah bagaimana memanfaatkan kapasitas faktorfaktor produksi seperti manusia, mesin, bahan baku, modal dan lainnya secara optimal. Keseluruhan dari faktor-faktor produksi tentunya memiliki batasan kapasitasnya masing-masing, karena itulah segala kegiatan perusahaan selalu dibatasi oleh beberapa pembatas. Lalu bagaimana memanfaatkan kapasitas faktor-faktor produksi yang tersedia agar dapat dicapai suatu tujuan yang optimal? Masalah maksimalisasi dan minimalisasi ini dikenal sebagai masalah optimasi. Masalah optimasi tentu saja dapat diselesaikan dengan perkiraan langsung (direct estimate), tetapi hal ini terlalu riskan untuk dilakukan terutama jika perusahaan diharuskan untuk mengambil suatu keputusan yang tepat. Resiko yang dihadapi terutama berupa kesalahan dalam pengambilan
33
keputusan, terutama bila tidak ditunjang oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya. Adapun salah satu cara kuantitatif yang dapat dilakukan dalam penyelesaian masalah optimasi ini adalah metode linear programming, yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan berikut ini.
2.2
Pengukuran Waktu Dalam menyusun formula fungsi pembatas pada permasalahan linear programming, maka dibutuhkanlah data-data yang nantinya akan digunakan sebagai koefisien untuk masing-masing variabel pada fungsi pembatas tersebut. Data-data yang dibutuhkan, seperti waktu proses produksi dapat diperoleh dengan melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara, diantaranya yaitu melalui wawancara ataupun pengamatan langsung (observasi lapangan). Pada pokok permasalahan kali ini, metode yang digunakan
untuk
mengumpulkan
data-data
tersebut
adalah
melalui
pengamatan langsung (pengukuran waktu) terhadap obyek-obyek yang diamati. Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan pengukuran waktu juga harus ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar penentuan upah, maka tingkat ketelitian dan keyakinan mengenai hasil
34
pengukuran tersebut harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran itu dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan secara kasar mengenai suatu ukuran, maka tingkat ketelitian dan keyakinan yang digunakan tidak perlu sebesar kasus sebelumnya. Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alatalat yang telah disiapkan, misalnya stopwatch. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Untuk
mendapatkan
hasil
yang
baik,
yaitu
yang
dapat
dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan stopwatch. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.
2.2.1
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan Dalam melakukan suatu pengukuran, maka idealnya adalah dengan melakukan pengukuran yang sangat banyak, mungkin sampai dengan pengukuran tak terhingga. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin dilakukan karena
35
adanya keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya, jika hanya dilakukan beberapa kali pengukuran saja, maka hasil yang diperoleh juga diragukan ketepatannya. Dengan tidak dilakukannya pengukuran dalam jumlah yang banyak, maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan rata-rata waktu proses yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur dikarenakan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi, yang juga dinyatakan dalam persen.
2.2.2
Keseragaman Data Pada kenyataannya dilapangan, pengukuran terhadap suatu sistem biasanya menghasilkan waktu yang tidak selalu sama (berbeda-beda). Memang perubahan adalah suatu yang wajar karena bagaimanapun juga sistem kerja tidak dapat dipertahankan tetap terus-menerus pada keadaan yang tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi, yaitu harus dalam batas kewajaran, dengan kata lain harus seragam.
36
Karena ketidakseragaman data dapat terjadi tanpa disadari, maka diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi seragam atau tidaknya suatu kumpulan data. Data yang dikatakan seragam menggambarkan bahwa data tersebut berasal dari populasi atau sistem sebab yang sama, yaitu jika berada diantara kedua batas kontrol (BKA/BKB). Dan data dikatakan tidak seragam jika data berasal dari populasi atau sistem sebab yang berbeda, yaitu jika berada diluar batas kontrol (BKA/BKB).
2.2.3
Kecukupan Data Pengambilan sampel atau penarikan sampel bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai suatu populasi dengan mengamati hanya sebagaian saja dari populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan karena pengamatan terhadap seluruh populasi sering tidak mungkin untuk dilakukan karena adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta tidak praktis. Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah sampel yang diamati sudah mencukupi untuk dapat mewakilkan keterangan populasi atau belum. Untuk melakukan pengujian ini biasanya dilakukan pengambilan sampel minimal yang dianggap cukup untuk mewakili populasi, yaitu 30 sampel, yang kemudian dari ke 30 sampel (N) yang diamati tersebut dihitunglah rata-rata dan simpangan bakunya dan kemudian dihitung lagi jumlah sampel yang seharusnya diamati ( N ' ).
37
2.2.4
Kenormalan Data
Uji kenormalan data adalah suatu uji yang dilakukan pada sampel yang diamati untuk mengetahui apakah data-data sampel tersebut menyebar mengikuti pola sebaran normal. Suatu kumpulan sampel data yang berdistribusi normal, memiliki arti bahwa data-data atau sampel yang diamati memiliki sebaran yang mendekati nilai rata-rata dan memiliki nilai simpangan baku yang cukup kecil. Sebaran normal dari data sampel yang diamati mengindikasikan bahwa parameter atau ukuran karakteristik dari data sampel tersebut valid untuk digunakan pada perhitungan yang nantinya diharapkan dapat mewakili populasi. Kurva normal digambarkan menyerupai bentuk lonceng atau genta yang merupakan sebuah kurva yang simetris terhadap garis vertikal, yang digambarkan seperti berikut:
Gambar 2.1 Kurva Normal
38
2.2.5
Waktu Normal
Setelah melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan ataupun kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat waktu penyelesaiaan menjadi terlalu singkat ataupun terlalu lama. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Jika pengukur mendapatkan hasil yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya lagi dengan melakukan penyesuaian. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal, yaitu jika seorang operator yang berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Disamping konsep diatas, terdapat juga konsep-konsep yang lebih terperinci yang dikemukakan oleh Lawry Maynard dan Stegemarten melalui cara penyesuaian Westinghouse. Mereka berpendapat bahwa ada empat faktor yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi.
39
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Secara psikologis, keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat
menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan dan sebagainya.
Usaha atau effort adalah kesungguhan yang ditunjukkan operator ketika melakukan pekerjaannya. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan yang baik namun bekerja dengan usaha yang kurang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki keterampilan yang rendah namun diimbangi dengan usaha yang sunguh-sunguh sehingga tampak berlebihan namun tidak banyak menghasilkan. Kondisi kerja pada cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu, faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang berhak dan mampu merubah atau memperbaikinya. Faktor konsistensi perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu, angka-angka yang dicatat tidak akan sama. Waktu
40
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya. Selama masih dalam batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.
2.2.6
Waktu Baku
Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian, satu hal yang juga penting dilakukan adalah menambahkan faktor kelonggaran atas waktu normal yang telah diperoleh. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini
merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, namun selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya seusai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum, ke kamar kecil, bercakap-cakap ataupun sekedar untuk menghilangkan kejemuan dalam bekerja. Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi, baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa fatique datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performa normalnya, maka usaha yang dikeluarkan akan lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique tersebut. Bila hal ini berlanjut terus, maka akan terjadi fatique total. Hal ini
41
jarang terjadi karena biasanya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditujukan untuk menghasilkan rasa fatique tersebut. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai ”hambatan”. Ada hambatan yang bisa dihindarkan seperti mengobrol ataupun menganggur dengan sengaja, namun ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan, seperti melakukan penyesuaian mesin, menerima petunjuk dan lainnya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan lain selain menghilangkannya, sedangkan hambatan yang terakhir walau diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. n
Waktu siklus Æ Ws =
∑X i =1
n
i
, X i = data pengamatan
Waktu normal Æ Wn = Ws × (1 + penyesuaian ) Waktu baku Æ Wb =
2.3
Wn × 100 100 − kelonggaran
Peramalan
Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Dapat dikatakan bahwa peramalan adalah suatu
42
taksiran yang ilmiah meskipun akan terdapat sedikit kesalahan yang disebabkan adanya keterbatasan kemampuan manusia. Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian, peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu historis. Dalam industri manufaktur dikenal adanya dua jenis permintaan yang sering disebut dengan independent demand dan dependent demand, yang merupakan salah satu konsep terpenting dalam master planning. Pada dasarnya, dependent demand didefinisikan sebagai permintaan terhadap material, parts, atau produk yang terkait langsung dengan atau diturunkan dari struktur bill of material (BOM) untuk produk akhir atau untuk item tertentu. Sebaliknya, independent demand didefinisikan sebagai permintaan terhadap material, parts atau produk, yang bebas atau tidak terkait langsung dengan struktur bill of material untuk produk akhir atau item tertentu. Produk-produk yang tergolong dalam dependent demand tidak boleh diramalkan, tetapi harus direncanakan atau dihitung, sedangkan peramalan hanya boleh dilakukan pada produk-produk yang tergolong dalam independent demand.
43
2.4
Bill Of Materials (BOM)
Bill of materials (BOM) adalah daftar bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit menjadi produk akhir. BOM juga merupakan jaringan yang menggunakan hubungan end item dengan komponennya, yang diperoleh dari Struktur Produk. Kebanyakan produk memiliki struktur standar (pyramid structure), dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak komponen dibandingkan dengan subassemblies. Terdapat juga produk-produk seperti mobil dan komputer yang memiliki struktur modular (hourglass structure), dimana lebih sedikit subassemblies atau modules daripada produk akhir, dan lebih sedikit subassemblies dibandingkan dengan komponen atau bahan baku. Terakhir ada produk seperti: minyak dan kertas yang memiliki struktur inverted, dimana lebih sedikit subassemblies dibandingkan produk akhir, dan lebih sedikit komponen atau bahan baku dibandingkan dengan subassemblies. Inverted bill of materials didasarkan pada asumsi bahwa persentase atau komposisi penggunaan bahan baku relatif konstan dan dapat diperkirakan. Perencanaan menggunakan inverted bills umum diterapkan dalam industri proses. Jenis BOM yang digunakan untuk keperluan perencanaan ini sering disebut sebagai planning bill of materials (planning BOM) atau sering disingkat dengan planning bill, yang dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
44
Planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau subassemblies untuk pembuatan produk akhir (end items), dimana item yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil daripada produk akhir. Termasuk dalam kategori ini adalah modular bill of materials dan inverted bill of materials.
Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk akhir sebagai komponennya (super bills), dimana item yang dijadwalkan secara fisik lebih besar daripada produk akhir (end item). Termasuk dalam kategori ini adalah super bill of materials, super family bill of materials dan super modular bill of materials.
2.5
Permasalahan Linear
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam teknik linear programming ini senantiasa digunakan suatu asumsi linearitas (linearity asumption), yaitu bahwa fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi pembatas (constraints) harus berbentuk ketidaksamaan linear. Fungsi adalah suatu bentuk persamaan atau pertidaksamaan matematis yang merupakan aturan-aturan yang menghubungkan beberapa variabel. Adapun variabel yang terkait didalam suatu fungsi adalah variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas artinya variabel yang besarnya (nilainya) tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel ini dapat bernilai berapa saja tanpa pengaruh dari
45
variabel lain. Sedangkan variabel terikat artinya variabel yang besarnya (nilainya) dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel ini tidak dapat menentukan sendiri nilainya, karena selalu ditentukan oleh nilai atau besarnya variabel lain.
2.5.1
Pengertian Linear
Linear programming mulai dipergunakan untuk merencanakan dan memecahkan masalah logistik pada Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF). Teknik ini kemudian berkembang pesat, dan saat ini linear programming sudah banyak digunakan untuk memecahkan masalah-masalah produksi, alokasi sumber daya, transportasi, machine loading, dan sebagainya. Linear
Programming
adalah
suatu
teknik
matematis
dalam
menentukan alokasi sumber-sumber (resources) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi linear programming berhubungan dengan masalah-masalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear yang disajikan dalam bentuk ketidaksamaan linear. Pada dasarnya persamaan linear merupakan hubungan antara beberapa variabel bebas dengan sebuah variabel terikat, dimana apabila dilakukan penambahan di satu pihak, maka akan menimbulkan efek yang konstan bagi pihak lainnya. Adapun pendapat praktis yang mengatakan bahwa persamaan linear adalah suatu bentuk persamaan yang bila digambarkan pada grafik akan berbentuk garis lurus.
46
Namun pada kondisi nyatanya banyak sekali permasalahan yang sifatnya tidak linear (non-linear). Oleh karena itu, bila akan menggunakan teknik linear programming, hubungan-hubungan yang non-linear akan disubstitusikan potongan-potongannya (diasumsikan) sehingga menghasilkan suatu hubungan yang linear.
2.5.2
Karakteristik Linear Programming
Sebelum menyusun permasalahan model linear programming, terlebih dahulu
dibicarakan
beberapa
karakteristik
umum
daripada
linear
programming, yaitu: 1. Keseluruhan sistem permasalahan dapat dibagi menjadi satuan-satuan aktivitas (activities), contoh: a 1 X1 + a 2 X 2 ≥ b1 ;
dimana X1 dan X2 adalah activities. 2. Masing-masing activity harus dapat ditentukan dengan tepat, baik jenis maupun letaknya dalam model linear programming. 3. Setiap activity harus dapat didefinisikan dengan jelas kuantitasnya, sehingga dapat dibandingkan masing-masing nilainya.
47
2.5.3
Asumsi Dasar Linear Programming
Sebelum membangun suatu model linear programming, perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan anggapan atau asumsi dasar dalam penggunaan linear programming ini, yaitu: 1. Propotionality Sebelum membuat suatu model linear programming perlu diketahui bahwa dalam suatu sistem linear programming dikenal: inputs, activities dan outputs. Sebelum activity dimulai, diperlukan beberapa input. Input yang digunakan bertambah secara proposionil (sebanding) dengan pertambahan activity. Misal: Z = C1 X 1 + C 2 X 2 + ... + C n X n ,
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan Z dengan C1, demikian pula setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan Z dengan C2, dan seterusnya. a 11 X 1 + a 12 X 2 + ... + a n X n ≤ b 1
Setiap
penambahan
1
unit
X1
akan
menaikkan
penggunaan
sumber/fasilitas 1 dengan a1. Demikian pula, setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a2, dan seterusnya.
48
2. Additivity Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam linear programming dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain. Misal: Z = 3X 1 + 5X 2 dimana X 1 = 10; X 2 = 2; sehingga Z = 30 + 10 = 40
Andaikata X1 bertambah 1 unit, maka sesuai dengan asumsi pertama, nilai Z menjadi 40 + 3 = 43. Jadi, nilai 3 karena kenaikan X1 dapat langsung ditambahkan pada nilai Z awal tanpa mengurangi bagian Z yang diperoleh dari kegiatan X2. Dengan kata lain, tidak ada korelasi antara X1 dan X2. 3. Divisibility Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan. 4. Deterministic Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model linear programming (aij, bi, Cj)dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.
49
5. Accountability Sumber-sumber (resources) yang tersedia harus dapat dihitung sehingga dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang tak terpakai. 6. Linearity Fungsi tujuan (objective function) dan faktor-faktor pembatasnya (constraints) harus dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi linear. Penyusunan model linear programming dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menentukan activities. 2. Menentukan resources. 3. Menghitung kuantitas input dan output untuk setiap unit activity. 4. Menentukan batasan-batasan kapasitas. 5. Menyusun model.
2.5.4
Metode Simplex
Metode simplex merupakan suatu metode yang lazim digunakan untuk menentukan kombinasi yang optimal lebih dari dua variabel. Objective function dinyatakan sama seperti halnya pada metode grafik, yaitu: Z = a1 X 1 + a 2 X 2 + ... + a n X n . Namun tidak demikian halnya dengan constraints yang berlaku. Dalam metode grafik, garis batas daripada solution
50
space langsung dapat digambar dengan merubah bentuk ketidaksamaan menjadi bentuk persamaan begitu saja. Dalam metode simplex, untuk merubah ketidaksamaan menjadi persamaan perlu dimasukkan unsur slack variable atau surplus variable. Disebelah kiri tanda harus ditambah dengan slack variable apabila tanda ketidaksamaan berupa ≤ , sebaliknya bila tanda ketidaksamaan berupa ≥ , maka disebelah kiri tanda harus dikurangi dengan surplus variable. Baik slack variable maupun surplus variable sama-sama diberi tanda S. Sehingga secara umum constraints ditulis sebagai berikut: a1.1 X 1 + a1.2 X 2 + ... + a1.n X n + S1 = b1 a 2.1 X 1 + a 2.2 X 2 + ... + a 2.n X n + S 2 = b2 .................................................................. a m.1 X 1 + a m.2 X 2 + ... + a m.n X n + S m = bm Dalam mencari kombinasi variabel sehingga optimal, akan disusun tabel-tabel matrix setiap langkah. Bentuk umum tabel matrix metode simplex adalah, sebagai berikut: Tabel 2.1 Matrix Metode Simplex CB
Cj VB
0 0
S1 S2
0
S3 Zj Cj-Zj
X1
X2
X3
0
0
0
S1
S2
S3
RHS RATIO
51
Keterangan: 1. Baris Cj (Objective Row): Adalah baris yang merupakan transformasi daripada objective function. 2. Baris Variabel (Variable Row): Adalah baris yang berisikan variabel-variabel yang dikombinasikan, termasuk slack variable. 3. Baris Zj: Adalah baris yang berisikan jumlah hasil kali antara objective dengan seluruh baris diatasnya. 4. Baris Cj - Zj (Net Evaluation Row): Merupakan baris yang berupa hasil pengurangan (selisih) antara baris Cj dengan baris Zj. 5. Kolom Program: Kolom yang berisi variabel-variabel yang akan dikombinasikan. Umpama: variabel-variabel itu adalah X1, X2 dan X3 dengan slack variable S1, S2, S3. Pada langkah pertama kolom ini diisi dengan S1, S2 dan S3, karena variabel ini merupakan variabel semu sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu. 6. Kolom Objective: Merupakan kolom yang berisi objective function. Pada langkah pertama, karena program berisi S1, S2 dan S3 maka kolom objective berisi angka 0.
52
7. Kolom Quantity: Kolom yang berisi batasan-batasan kapasitas yang ada pada constraints. 8. Main Body: Bidang yang berisi koefisien-koefisien variabel dalam constraints. 9. Identity: Bidang yang berisi koefisien-koefisien slack atau surplus variable. Dalam
penggunaan
metode
simplex,
pada
dasarnya
dapat
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tentukan objective function yang akan dicapai. 2. Identifikasi batasan-batasan (constraints) dalam bentuk ketidaksamaan. 3. Rubah bentuk ketidaksamaan menjadi bentuk persamaan dengan memasukkan unsur slack maupun surplus variable. 4. Formulasikan objective function dan constraints ke dalam matrix. 5. Tentukan kolom kunci (key column). Kolom kunci ditentukan dengan memilih nilai baris (Cj - Zj) yang positif terbesar. 6. Tentukan baris kunci (key row). Baris kunci ditentukan dengan memilih nilai terendah daripada kolom nilai ganti (replacement column). Kolom nilai ganti ini mulai ada pada langkah kedua. 7. Tentukan nomor kunci (key number). Nomor kunci ditentukan dengan melihat perpotongan antara baris kunci dengan kolom kunci. 8. Mengadakan transformasi baris kunci, dengan membagi semua angkaangka pada baris kunci dengan nomor kunci.
53
9. Mengadakan transformasi baris-baris lain, dengan cara mengurangi angkaangka pada baris-baris lama dengan hasil kali antara angka-angka pada baris kunci dengan fixed ratio. Fixed Ratio =
angka pada kolom kunci Nomor kunci
10. Apabila angka-angka pada baris (Cj - Zj) sudah tidak ada yang positif lagi, maka kombinasi yang dicari sudah optimum. Dalam penyelesaian linear programming dengan metode simplex dibutuhkan adanya beberapa ketentuan tambahan. Masalah yang sering dihadapi kadang-kadang dapat menghasilkan dua kolom kunci ataupun dua baris kunci. Adapun ketentuan tambahan tersebut adalah: 1. Terdapat lebih dari satu kolom bernilai negatif dengan angka terbesar Kalau pada baris fungsi tujuan terdapat lebih dari satu kolom yang mempunyai nilai negatif yang angkanya terbesar, maka ada dua kolom yang bisa terpilih menjadi kolom kunci. Untuk mengatasi hal ini bisa kita pilih salah satu diantaranya secara sembarang, dan akan tetap menghasilkan keputusan yang sama. 2. Dua baris atau lebih mempunyai indeks positif terkecil Kalau ada dua baris atau lebih yang mempunyai nilai positif terkecil, maka ada beberapa baris yang dapat terpilih sebagai baris kunci. Untuk mengatasi masalah ini dapat dipilih baris kunci secara sembarang, dan hasil keputusannya juga akan sama.
54
3. Kenaikan nilai Z tidak terbatas Nilai Z (tujuan) suatu permasalahan dapat ditambah terus bila paling tidak ada satu kegiatan yang tidak ada batasannya. Sehingga kalau didalam linear programming ditemukan hal ini, maka perhitungan tidak perlu dilanjutkan, cukup disebutkan bahwa kenaikan nilai Z tidak terbatas.
2.5.5
Integer Linear Programming
Pemrograman linier integer (Integer Linear Programming/ILP) pada intinya berkaitan dengan program-program linier dimana beberapa atau semua variabel memiliki nilai integer (bulat) atau diskrit. Sebuah ILP dikatakan bersifat campuran atau murni bergantung pada apakah beberapa atau semua variabel tersebut dibatasi pada nilai-nilai integer. Permasalahan dari ILP adalah bagaimana memecahkan model tersebut sebagai sebuah linear programming yang kontinu dan lalu membulatkan pemecahan optimum ke nilai integer terdekat yang layak. Adapun metode-metode yang digunakan untuk menghasilkan batasanbatasan khusus yang akan memaksa pemecahan optimum dari masalah linear programming yang dilonggarkan untuk bergerak kearah pemecahan integer adalah metode branch and bound, dan bidang pemotong. Dalam kedua metode ini, batasan yang ditambahkan secara efektif menyingkirkan beberapa bagian dari ruang pemecahan yang dilonggarkan, tetapi tidak pernah menyingkirkan satu pun titik integer yang layak.
55
2.5.6
Algoritma Branch And Bound
Algoritma branch and bound menuntut ”modifikasi” terhadap ruang pemecahan linear programming ini dengan cara yang pada akhirnya memungkinkan kita untuk mengidentifikasi pemecahan ILP optimum. Pertama kita memilih salah satu variabel optimum yang dihasilkan dari pemecahan linear programming (LP0) yang melanggar persyaratan integer. Kemudian membuat dua batasan baru (bound) bagi variabel tersebut dengan menyingkirkan bidang yang tidak menjanjikan pemecahan ini. Fakta bahwa batasan tersebut berada disekitar pemecahan LP0 yang kontinu akan meningkatkan peluang untuk menghasilkan pemecahan integer yang baik. Batasan baru yang diberlakukan tidak dapat dipenuhi secara bersamaan, sehingga harus ditangani sebagai dua program linier yang berbeda. Konsep ini dinamakan percabangan (branch) dalam algoritma branch and bound). Percabangan ini menunjukkan pemisahan ruang pemecahan saat ini kedalam bagian yang terpisah. Variabel batasan baru ini disebut sebagai variabel percabangan. Setelah memperoleh batasan baru dari nilai optimum LP0, maka selanjutnya batasan tersebut dijadikan batasan baru dalam permasalahan linier pada fungsi tujuan yang sama dengan metode simplex, begitu selanjutnya sampai solusi integer dengan fungsi tujuan yang optimal diperoleh. Ringkasan langkah-langkah algoritma branch and bound dengan asumsi masalah maksimasi adalah sebagai berikut:
56
Langkah 1: ukur/batasi (bound). Pilih LPi sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti. Pecahkan LPi dan coba ukur bagian masalah itu dengan menggunakan kondisi yang sesuai. a. Jika LPi terukur, perbarui batas bawah z jika ditemukan pemecahan ILP yang lebih baik. Jika tidak, pilih bagian masalah baru i dan ulangi langkah 1. Jika semua bagian masalah telah diteliti, hentikan; ILP optimum berkaitan dengan batas bawah z terakhir jika ada. Jika tidak, b. Jika LP1 tidak terukur, lanjutkan ke langkah 2 untuk melakukan percabangan LPi. Langkah 2: percabangan (branch). Pilih satu variabel xj yang nilai optimumnya dalam pemecahan LPi tidak memenuhi batasan integer. Kemudian lanjutkan ke langkah 1.
2.6
Analisa Sensitivitas
Setelah ditemukan penyelesaian yang optimal dari suatu masalah Integer linear programming, maka diperlukan suatu metode untuk menelaah lebih jauh kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sebagai akibat (sendainya) terjadi perubahan pada koefisien-koefisien didalam model, pada saat tabel optimal telah diselesaikan, yaitu metode analisa sensitivitas (sensitivity analysis). Analisa sensitivitas pada dasarnya memanfaatkan kaidah-kaidah primal-dual metode simpleks semaksimal mungkin. Karena analisa ini dilakukan setelah dicapainya penyelesaian optimal, maka analisa ini sering
57
disebut dengan post optimality analysis. Jadi, tujuan analsia sensitivitas ini adalah mengurangi perhitungan-perhitungan dan menghindari perhitungan ulang bila terjadi perubahan satu atau beberapa koefisien model linear programming pada saat penyelesaian optimal telah dicapai. Pada dasarnya perubahan-perubahan yang mungkin terjadi setelah dicapainya penyelesaian optimal terdiri dari: 1. Keterbatasan kapasitas sumber (nilai kanan fungsi pembatas). Perubahan nilai kanan suatu fungsi batasan menunjukkan adanya pengetatan ataupun pelonggaran batasan tersebut. Makin besar nilai kanan suatu fungsi batasan berarti makin longgar, sebaliknya makin ketat batasan tersebut bila nilai kanan fungsi batasan diperkecil. 2. Koefisien-koefisien fungsi tujuan. Perubahan koefisien-koefisien fungsi tujuan menunjukkan adanya perubahan
kontribusi
masing-masing
Perubahan
koefisien-koefisien
tersebut
produk
terhadap
mempengarui
tujuannya. ”optimality”
permasalahan tersebut. 3. Koefisien-koefisien teknis fungsi-fungsi pembatas. Perubahan-perubahan yang dilakukan pada koefisien-koefisien teknis fungsi tujuan akan mempengaruhi sisi kiri daripada dual-constraints (fungsi batasan pada dual problem), sehingga akan mempengaruhi penyelesaian optimal masalah yang bersangkutan.
58
4. Penambahan variabel-variabel baru. Sebetulnya kasus ini seolah-olah merupakan gabungan antara kasus kedua dengan kasus ketiga. Dalam hal ini dapat digunakan anggapan bahwa variabel tambahan tersebut sudah ada dengan koefisien nol. Akibatnya, penambahan variabel baru tersebut baru akan mempengaruhi penyelesaian optimal apabila memperbaharui baris tujuan tabel optimal. 5. Penambahan batasan baru. Penambahan batasan baru akan mempengaruhi penyelesaian optimal apabila batasan tersebut aktif, artinya belum dicakup oleh batasan-batasan yang telah ada. Apabila batasan baru tersebut tidak aktif (redundant) maka tidak akan mempengaruhi penyelesaian optimal. Karena itu langkah pertama yang harus dilakukan dalam hal ini adalah memeriksa apakah batasan baru tersebut dipenuhi oleh jawaban optimal. Bila ternyata jawaban optimal memenuhi batasan baru, maka tidak perlu diperhatikan. Bila tidak, maka batasan baru harus dimasukkan kedalam masalah. Secara
umum,
perubahan-perubahan
tersebut
diatas
akan
mengakibatkan salah satu diantara: 1. Penyelesaian optimal tidak berubah, artinya baik variabel-variabel dasar maupun nilai-nilainya tidak mengalami perubahan. 2. Variabel-variabel dasar mengalami perubahan, tetapi nilai-nilainya tidak berubah. 3. Penyelesaian optimal sama sekali berubah.
59
2.7
Safety Stock
Safety stock didefinisikan sebagai stok tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventori yang dijadikan sebagai stok pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesananpesanan dalam waktu yang singkat, untuk pengisian kembali inventori setelah penyerahan item dilakukan, dan lain-lain. Safety stock merupakan kebijakan manjemen berkaitan dengan stabilisasi dari sistem manufakturing, dimana apabila sistem manufaturing semakin stabil, kebijaksanaan stok pengaman ini dapat diminimumkan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ketidakpastian permintaan adalah mengkombinasikan data yang menunjukkan rata-rata permintaan selama suatu rata-rata lead time dan disesuiakan dengan probabilitas normal untuk menentukan stok pengaman guna mencapai tingkat pelayanan yang diinginkan, yaitu: SS = z α × s , dimana: SS Æ Safety stock untuk menghadapi ketidakpastian permintaan, z α Æ Nilai sebaran normal dari tingkat pelayanan yang diinginkan, s Æ Simpangan baku permintaan selama lead time.
60
2.8
Lot Sizing (Lotting)
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode untuk menentukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Teknik-teknik lotting dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu teknik sederhana (simple), teknik heuristic dan teknik optimasi. Lot size adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pemasok. Sering disebut juga sebagai kuantitas pesanan (order quantity) atau ukuran batch (batch size). Teknik lotting dikembangkan untuk tipe demand yang independent dengan berdasarkan beberapa asumsi, yaitu: 1. Tingkat permintaan (demand) diketahui secara pasti namun bervariasi dari satu periode ke periode berikutnya. 2. Horizon (periode) perencanaan diketahui dengan pasti dan terdiri dari beberapa periode waktu yang sama. 3. Seluruh kebutuhan pada awal periode perencanaan dapat tersedia. Tidak diijinkan adanya kondisi stockout. 4. Biaya penyimpanan diaplikasikan hanya pada inventory akhir periode ataupun inventory yang tertahan dari satu periode ke periode selanjutnya.
61
5. Seluruh item (bahan/barang) bersifat bebas (independent) antara satu dengan lainnya. 6. Tidak diperhitungkan adanya potongan harga dari supplier (quantity discount). 7. Segala biaya inventori (holding cost dan ordering cost) serta lead time masing-masing bahan diketahui dengan pasti dan konstan untuk setiap periode perencanaan.
Gambar 2.3 Klasifikasi Model Lot Sizing Algoritma Wagner Whitin menghasilkan solusi yang optimal bagi permasalahan pemesanan bagi demand yang deterministic pada periode perencanaan yang diketahui. Algoritma Wagner Whitin adalah suatu pendekatan dynamic programming yang digunakan untuk mendapatkan kebijakan biaya minimum.
62
2.9
Material Requirement Planning (MRPI)
Perencanaan kebutuhan material (material requirements planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchase planned orders dan manufactured planned orders. Planned manufacturing orders kemudian diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity requirements planning/CRP) Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item dependent demand. Item-item yang termasuk dalam dependent demand adalah bahan baku (raw amterials), parts, sub assemblies, dan assemblies, yang kesemuanya disebut manufacturing inventories. Teknik-teknik MRP dan CRP paling cocok diterapkan dalam lingkungan job shop manufacturing. Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan yang tepat, pada waktu yang tepat. Berdasarkan kuantitas produk akhir yang dibutuhkan (gross requirement) yang diturunkan dari rencana produksi, suatu sistem MRP mengindentifikasi item apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan, dan bilamana waktu memesan item itu. Tujuan sistem MRP adalah untuk menghasilkan informasi yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat
63
keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Empat tujuan utama sistem Material Requirement Planning (MRP) adalah sebagai berikut: 1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus diselesaikan atau material yang harus tersedia untuk memenuhi demand atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi. 2. Menentukan kebutuhan minimal tiap item Menentukan secara tepat sistem penjadwalan untuk memenuhi semua kebutuhan minimal tiap item. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada pabrik sendiri. 4. Menentukan penjadwalan ulang Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat memberikan indikasi melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan realistik. Adapun output dari sistem Material Requirement Planning (MRP) adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi yang dibuat atas lead
64
time. Lead time dari suatu item yang dibeli adalah rentang waktu sejak pesanan dilakukan sampai barang diterima. Rencana pemesanan dan rencana produksi dari output sistem MRP selanjutnya akan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 1. Memberikan catatan tentang pesanan dan rencana yang harus dilakukan baik dari pabrik sendiri atau pemasok. 2. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang. 3. Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan. 4. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan. Beberapa keuntungan dari penerapan sistem MRP adalah: 1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen. 2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja. 3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik. 4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar. 5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.
65
2.9.1
Field Pada Material Requirement Planning (MRP)
Berikut ini adalah penjelasan yang berkaitan dengan format tampilan tabel MRP yang digunakan dalam perhitungan selanjutnya. 1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan diproses. 2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan diproses. 3. Description menyatakan diskripsi material secara umum. 4. Lead Time menyatakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan. 5. On Hand menyatakan inventori atau kuantitas dari item yang secara fisik berada dalam stockroom. 6. Lot Size menyatakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan. 7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan atau teknik lot sizing apa yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang harus dipesan. 8. Safety Stock menyatakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand). MRP merencanakan untuk mempertahankan tingkat stok pada level ini pada semua periode waktu. 9. Planning Horizon menyatakan banyaknya waktu kedepan yang tercakup dalam perencanaan. Dalam praktek, horizon perencanaan harus ditetapkan
66
paling sedikit sepanjang waktu tunggu kumulatif dari sekumpulan item yang terlibat dalam proses manufakturing. 10. Gross Requirement menyatakan total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi untuk setiap periode waktu. Gross requirement juga dinyatakan sebagai jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk komponen atau material bahan baku, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya. 11. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 12. Project Available Balance 1 (PAB1) menyatakan kuantitas material yang ada ditangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand pada periode sebelumnya dengan scheduled receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama.
PAB 1 = PAB 2 t −1 − GrossRequi rement t + ScheduledR eceipts t 13. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (net) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya. Net requirement juga dinyatakan sebagai kekurangan material
yang
diproyeksikan untuk periode tersebut, sehingga perlu diambil tindakan
67
kedalam perhitungan planned order receipts agar dapat menutupi kekurangan material pada periode tersebut. Jika PAB 1 < Safety Stock → Net Req . = − PAB 1t + Safety Stock , dan Jika PAB 1 ≥ Safety Stock → Net Req . = 0 14. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pesanan pengisian kembali yang telah direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirement). Jika planned order dimodifikasi melalui kebijaksanaan lot sizing, maka planned orders dapat melebihi net requirements. 15. Planned Order Releases menyatakan kuantitas planned orders yang ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat itu tidak lain adalah kuantitas planned order receipts yang ditetapkan menggunakan lead time offset. 16. Project Available Balance 2 (PAB2) menyatakan kuantitas material yang ada ditangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project Available Balance 2 dapat dihitung dengan cara menambahkan Project Available Balance 1 dengan Planned Order Receipts.
PAB 2 t = PAB 1t + Planned Order Receipts t
68
2.9.2
Faktor Scrap Pada MRP
Sebagaimana diketahui bahwa sering terjadi kehilangan material atau parts karena proses produksi, sehingga harus diperhitungkan dalam proses MRP. Apabila ada scrap yang mungkin dihasilkan dari proses produksi, atau jika hasil dari suatu proses lebih kecil dari 100%, para praktisi biasanya secara tradisional akan meningkatkan kuantitas material yang melalui proses tersebut agar mampu menghasilkan end item yang sesuai dengan kebutuhan. MRP akan secara otomatis meningkatkan planned order relases dengan jumlah yang cukup apabila kita memasukkan faktor scrap kedalam proses perhitungan MRP. Perhitungan MRP dengan memasukkan faktor scrap diterapkan pada planned order relases dan bukan pada gross requirements, sebab scrap memperkirakan kehilangan material selama proses manufakturing (planned order), dan bukan kehilangan material dalam stockroom. Namun ada juga praktisi yang menerapkan pada perhitungan gross requirement dengan cara memasukkan faktor penyesuaian scrap kedalam data BOM ketika melakukan explosion process.