BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Kualitas
2.1.1
Pengertian Kualitas Secara Umum Selama ini kita sering mendengar kata “kualitas”. Lalu apa sebenarnya yang
dimaksud dengan kualitas? Menurut www.askoxford.com, kualitas dapat didefinisikan sebagai derajat keunggulan dari sesuatu benda yang diukur dengan sesuatu yang mirip dengan benda tersebut sebagai suatu tolok ukur. Sebagai contoh, kita bisa mengetahui apakah suatu tas memiliki kualitas yang baik jika dibandingkan dengan tas lainnya, apakah jahitannya sudah sama kuat, apakah bahannya sama baiknya, dan lain-lain. Kamus webster, kualitas dikatakan sebagai sesuatu hal yang membuat sesuatu hal sebagai hal tersebut; elemen karakteristik; suatu dasar; derajat keunggulan sesuatu hal; atau keunggulan. ANSI/ASQ (American Society of Quality) mencatat definisi kualitas sebagai suatu totalitas dari fitur dan karakteristik dari suatu produk atau servis yang bergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang ada. David Garvin, seorang ahli di bidang kualitas membedakan kualitas menjadi lima definisi sebagai berikut: a. Definisi transcendent (kualitas relatif) Kualitas adalah sesuatu yang secara umum telah diakui. Berhubungan dengan perbandingan fitur dan karakteristik produk.
9 b. Definisi berbasiskan produk Kualitas adalah ketepatan dan keterukuran variabel. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan kuantitas beberapa atribut produk. c. Definisi berbasiskan pengguna Kesesuaian terhadap kegunaan yang diinginkan oleh pengguna. d. Definisi berbasiskan produsen Kesesuaian terhadap spesifikasi yang diinginkan oleh produsen. Misalnya kandungan bahan baku yang digunakan, lama penggunaan mesin, dan lainlain. e. Definisi berbasiskan nilai Definisi kualitas dikaitkan dengan biaya dan harga. Suatu produk dikatakan berkualitas jika produk tersebut menyediakan kinerja tertentu pada tingkat harga yang dapat diterima atau sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Dari berbagai definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa secara umum kualitas adalah suatu kondisi yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Barang yang berkualitas adalah barang yang dianggap memenuhi atau bahkan melebihi standar yang diharapkan, tetapi kualitas ini pun bisa bersifat subjektif atau bergantung pada sudut pandang seseorang. Barang yang berkualitas menurut produsen belum tentu berkualitas menurut konsumen.
10 2.1.2 Pengertian Kualitas dalam Konteks Statistik Pengendali Proses Menurut Vincent Gaspersz (1997,p1-2), definisi kualitas dalam konteks pembahasan tentang statistik pengendali proses dikatakan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Dengan demikian kualitas dalam konteks statistik pengendali proses adalah bagaimana baiknya suatu output (barang atau jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari suatu perusahaan. Spesifikasi dan toleransi yang diterapkan oleh bagian desain produk yang disebut sebagai kualitas desain (quality of design) harus berorientasi kepada kebutuhan atau keinginan konsumen atau orientasi pasar. Hal ini dimaksudkan agar sesuai dengan konsep roda Deming dalam proses industri modern, yaitu: a) Riset pasar; b) Desain produk dan proses; c) Proses produksi; d) Proses pemasaran.
2.1.3
Konsep Deming Tentang Sistem Industri Modern Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus-menerus
(continuous improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi kepada konsumen. Seterusnya berdasarkan informasi sebagai umpan-balik yang dikumpulkan dari pengguna produk (konsumen) kita dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini.
11 Dr. William Edwards Deming, seorang guru manajemen kualitas dari Amerika Serikat, memperkenalkan suatu konsep yang dikenal sebagai konsep Roda Deming (Deming’s Wheel) seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut ini.
Tahap Kedua: Desain produk sesuai keinginan pasar (konsumen)
Tahap Ketiga: Proses produksi secara efektif dan efisien sesuai desain produk
Tahap Pertama: Riset pasar untuk mengetahui keinginan pasar (konsumen)
Tahap Keempat: Pemasaran produk dengan pelayanan purna jual yang baik
Gambar 2.1 Roda Deming dalam Sistem Industri Modern
Dari gambar diatas tampak bahwa Roda Deming terdiri dari empat komponen utama, yaitu riset pasar, desain produk, proses produksi dan pemasaran. Deming menekankan pentingnya interaksi tetap antara riset pasar, desain produk, proses produksi dan pemasaran agar perusahaan indusri mampu menghasilkan produk dengan harga kompetitif dan kualitas yang lebih baik sehingga memuaskan konsumen. Deming menjelaskan bahwa roda itu harus dijalankan atas dasar pengertian dan tanggung jawab
12 bersama untuk mengutamakan efisiensi industri dan peningkatkan kualitas. Ia menjelaskan bahwa dengan cara menjalankan Roda Deming secara terus menerus, perusahaan industri modern dapat memenangkan persaingan yang sangat kompetitif dan memperoleh keuntungan yang dapat dipergunakan untuk pengembangan usaha dan kesejahteraan tenaga kerja. Dari Roda Deming dalam gambar 2.1 tampak bahwa berdasarkan informasi tentang keinginan konsumen (pasar) yang diperoleh dari riset pasar yang komprehensif, selanjutnya didesain produk sesuai keinginan pasar itu. Desain produk telah menetapkan model dan spesifikasi yang harus diikuti oleh bagian produksi. Bagian produksi harus meningkatkan efisiensi dari proses dan kualitas produk agar diperoleh produk-produk berkualitas sesuai desain yang telah ditetapkan berdasarkan keinginan pasar dengan biaya serendah mungkin. Hal ini dapat dihilangkan dengan menghilangkan pemborosan (waste) yang terjadi dalam proses produksi, melalui pengendalian proses statistika terhadap produk yang dihasilkan. Selanjutnya hasil dari proses produksi yang efisien dan berkualitas (yaitu produk yang memenuhi spesifikasi desain yang telah ditetapkan berdasarkan keinginan pasar) itu didistribusikan ke konsumen (distributor atau pengguna akhir dari suatu produk) melalui bagian pemasaran dengan harga yang kompetitif. Bagian pemasaran dari industri modern selanjutnya bertanggung jawab langsung terhadap konsumen, karena merekalah yang berhubungan dengan konsumen itu. Setiap bagian dalam organisasi industri modern harus mendukung bagian desain, produksi, dan pemasaran dalam meningkatkan kualitas bagi konsumen. Proses dalam gambar 2.1 itu berulang kembali secara kontinu sepanjang waktu dalam praktek-praktek yang terus diperbaiki.
13
2.2
Statistik Pengendali Proses (SPP) Statistik Pengendali Proses (SPP) adalah suatu terminologi yang mulai digunakan
sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistika (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Pada tahun 1950-an hingga tahun 1960-an digunakan terminologi statistik pengendali kualitas (SPK) yang memiliki pengertian yang sama dengan SPP.
2.2.1
Gambaran Umum Statistik Pengendali Proses Dedikasi pada peningkatan kualitas dan produktivitas secara konstan sangat
dibutuhkan agar dapat bertahan dalam iklim ekonomi sekarang ini yang semakin memanas. Pekerja setiap perusahaan sekarang ini harus memiliki komitmen dalam penggunaan metode yang efektif untuk meraih efisiensi, produktivitas dan kualitas yang optimum untuk menghasilkan barang-barang yang kompetitif. Gambaran umum dari SPP adalah suatu kumpulan metode produksi dan konsep dan praktek manajemen yang dapat digunakan di seluruh organisasi. Statistik pengendali proses melibatkan penggunakan statistik untuk meningkatkan cara kerja dan untuk memelihara pengendalian atau kontrol produksi pada tingkatan kualitas yang lebih tinggi lagi.
14 2.2.2
Model Deteksi (Detection Model) dan Model Pencegahan (Prevention Model) Salah satu masalah utama dalam proses manufaktur sekarang ini adalah bahwa
beberapa perusahaan menggunakan jenis pengendali kualitas yang secara sederhana menemukan produk yang cacat setelah proses produksi selesai. Hal ini disebut juga sebagai detection model atau model deteksi kualitas. Sayangnya, sistem ini tidak benarbenar memperoleh kualitas yang diinginkan, walaupun sistem ini berhasil menemukan produk yang memiliki kualitas yang benar-benar rendah. Model deteksi bergantung pada sekumpulan pemeriksa untuk menguji produk pada proses yang bervariasi dari keseluruhan proses produksi dan menangkap kesalahan atau error. Metode pengendali kualitas seperti ini menghabiskan banyak biaya dan sangat tidak memadai. Hal ini tidak dapat disangkal, mengingat banyaknya jumlah uang, waktu, dan material produksi yang harus dihabiskan untuk produk yang tidak selalu dapat dijual ke pasaran atau yang memenuhi standar kualitas. Selain fakta tersebut, inspeksi yang dilakukan dalam model deteksi ini juga sangat tidak ekonomis dan dan tidak dapat dipercaya. Inspeksi bersifat tidak ekonomis, hal ini dapat dijelaskan dengan adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh pihak perusahaan untuk memperkerjakan para inspektor atau pemeriksa dan para pekerja yang akan memperbaiki produk yang cacat, disamping para pekerja yang bertugas untuk memproduksi produk. Dimana produk akan diperiksa oleh para pemeriksa dan jika didapati bahwa produk tersebut cacat, maka harus diperbaiki oleh pekerja yang memperbaiki produk. Hal ini berarti setidaknya perusahaan harus memperkerjakan tiga kelompok pekerja hanya untuk memastikan kualitas produk yang dipasarkan tidak berada di bawah standar.
15 Bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa inspeksi bersifat tidak dapat dipercaya? Inspeksi tanpa analisis dan tindakan lanjut pada proses tidak akan meningkatkan atau menjaga kualitas produk. Inspeksi tidak akan dapat menemukan semua produk cacat dan dengan demikian akan semakin meningkatkan jumlah material yang terbuang karena telah digunakan untuk membuat produk yang bahkan tidak bisa dijual ke pasaran karena memiliki kualitas di bawah standar. Lalu bagaimana dengan produk cacat yang tidak dapat dideteksi oleh para pemeriksa? Produk cacat tersebut akan dijual ke pasaran dengan resiko rusaknya reputasi produk dan perusahaan yang memproduksinya dan juga resiko dibatalkannya pesanan produk oleh konsumen yang kecewa. SPP lebih mengarah ke prevention model atau model pencegahan, yang akan menggantikan sistem deteksi. Statistik digunakan untuk meningkatkan suatu proses secara sistematis, sehingga produksi dari material yang dibawah standar kualitas akan dicegah. Kondisi dimana persentase produk cacat yang diproduksi sekarang ini, minggu depan, dan tahun depan akan tetap berjumlah besar jika proses pembuatan produk tidak ditingkatkan atau diimprovisasi. Untuk mengatasi hal itu, maka model pencegahan dikembangkan dengan dasar untuk menghindari diproduksinya produk cacat sejak dari awal proses produksi. Model pencegahan menggunakan perhitungan statistik pada titik yang tepat dalam proses produksi untuk meningkatkan proses produksi dan untuk memelihara kontrol pada tingkatan yang diimprovisasi. Perhitungan statistik menyediakan suatu metode efisien untuk menganalisa suatu proses untuk mengindikasikan dimana improvisasi harus dibuat
16 untuk mencegah pembuatan produk cacat dan untuk meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan. Pada dasarnya, model pencegahan akan mengurangi atau bahkan meniadakan pemborosan yang harus ditanggung oleh model deteksi. Jika cacat pada produk sudah ditemukan pada awal proses produksi, perbaiki proses sehingga cacat produk dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Model ini memantau proses sehingga penyesuaian yang dibutuhkan dapat dilakukan sebelum kualitas produk menurun. Statistik pengendali proses (SPP) telah menjadi inti dari peningkatan kualitas dan juga pemeliharaan kualitas. Proses analisis mengarah kepada tindakan yang sesuai untuk meraih dan memelihara suatu kondisi kontrol statistik dan untuk mengurangi variansi pada proses. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa penghalang terbesar dalam meraih kualitas tinggi adalah variabilitas produk. Desain kualitas dapat berbeda-beda antara produk satu dengan yang lain, walaupun jenis produk masih sama, tetapi kualitas tetap dibutuhkan dalam setiap kategori desain kualitas. SPP dapat menjaga kualitas dengan cara mendeteksi keragaman kualitas produk yang merupakan langkah awal dari menurunnya kualitas produk pada akhirnya. Selain itu, SPP juga melakukan efisiensi produksi dengan mengurangi sisa produksi dan kerja ulang yang harus dilakukan jika produk cacat baru didapati setelah mengalami seluruh proses produksi. SPP dapat digunakan untuk memantau suatu proses untuk menentukan kapan suatu produk yang kualitasnya dibawah kualitas standar akan diproduksi sehingga penyesuaian dapat dibuat untuk menghindari produksi produk cacat. Konsep utama SPP adalah mencegah dengan cara mendeteksi adanya masalah sejak awal. Untuk setiap aplikasi statistik, seperti peta kontrol (control chart) atau
17 histogram, ada suatu bentuk atau pola yang diharapkan, dan saat bentuk atau pola sebenarnya ternyata berbeda dengan yang diharapkan, maka dapat disimpulkan bahwa ada suatu masalah dalam proses tersebut. Masalah yang paling potensial harus diselidiki dan diselesaikan. Jadi, SPP itu sendiri tidak akan meningkatkan kualitas, hanya tindakan yang paling tepat yang dapat menanggapi hasil analisis statistik SPP yang dapat meningkatkan dan/atau memelihara kualitas. 2.2.3 Tujuan dari SPP Berikut ini adalah tujuan utama dari SPP: 1. Meminimalisasi biaya produksi. Hal ini bisa terwujud dengan prinsip “buat produk memiliki kualitas yang baik sejak dari awal proses produksi”. Prinsip ini dapat menghapus biaya-biaya yang berhubungan dengan proses pembuatan, penemuan, dan proses memperbaiki atau pembuangan produk dengan kualitas dibawah kualitas standar. 2. Memperoleh suatu konsistensi produk dan layanan yang akan memenuhi spesifikasi produksi dan harapan pembeli. Mengurangi variabilitas produk ke suatu tingkatan yang sesuai dengan spesifikasi sehingga output proses akan memenuhi desain kualitas yang diharapkan. Konsistensi mengarah kepada proses yang dapat diprediksi, yang dapat menguntungkan perusahaan dengan membantu manajemen untuk memenuhi target kuantitas. 3. Menciptakan kesempatan untuk semua anggota organisasi atau perusahaan untuk memberi kontribusi pada peningkatan kualitas.
18 4. Membantu karyawan manajemen dan karyawan produksi untuk membuat keputusan bernada ekonomi yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi proses produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas produk. SPP dapat digunakan baik oleh pekerja di bagian manajemen maupun bagian produksi. Hal ini dimungkinkan karena SPP memuat metode statistik yang memperlengkapi keahlian seluruh pekerja perusahaan untuk menyelesaikan masalah. Pekerja di bidang manajemen dapat menggunakan SPP sebagai suatu alat yang efektif untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan kualitas dengan menggunakan metode SPP intuk mengorganisir dan mengimplementasikan usaha untuk meningkatkan kualitas. Seluruh proses menjadi dapat diprediksikan sehingga manajer bisa mendapatkan perencanaan yang lebih baik untuk menentukan target kuantitas. SPP juga dapat membantu pekerja di bidang produksi. Para pekerja bidang produksi dapat menggunakan SPP untuk mengembangkan tools yang efektif agar mereka dapat bekerja dengan lebih efisien tanpa harus bekerja lebih keras. Saat pekerja mempelajari dan mengimplementasikan SPP, maka kita dapat mengatakan bahwa mereka bekerja dengan lebih cerdas. Para pekerja ini dapat memperoleh informasi dari peta kontrol kapan mereka bekerja dengan baik. SPP memberi mereka kesempatan untuk mempengaruhi operasi kerja dan bertanggungjawab atas pekerjaan mereka. Hal ini dapat memberi kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi para pekerja dengan memberi mereka kesempatan untuk memberi masukkan dalam proses produksi. Para pekerja di bidang produksi seringkali menjadi pekerja yang paling cocok atau memenuhi syarat untuk menentukan apa yang salah atau apa yang benar
19 dengan langkah-langkah khusus dalam proses produksi. Sebagai anggota kontributor dari tim kontrol proses, mereka dapat membantu dalam upaya meningkatkan kualitas produk.
2.2.4 Cara Kerja SPP Mengingat konsep utama SPP adalah untuk mendeteksi masalah sejak awal sebagai bentuk pencegahan, maka cara kerja dari SPP adalah untuk memperbandingkan “apa yang dimaksud dengan proses normal” yang berdasarkan pada kumpulan data dari periode operasi normal, dengan “apa yang terjadi sekarang ini” yang berdasarkan pada contoh data dari operasi yang sedang berlangsung. Data yang dikumpulkan dari operasi pada kondisi normal digunakan untuk menyusun peta kontrol (control chart) dan batasan kontrol (control limit). Control chart dan control limit itu sendiri disusun berdasarkan teori statistik yang relevan atau berkaitan dengan data yang dimasukkan. Control limit dirancang sedemikian sehingga jika operasi yang sedang berlangsung tidak terlalu berbeda dengan operasi normal, maka statistik yang dihitung dari data yang sedang berlangsung berada didalam control limit. Sebaliknya, jika operasi yang sedang berlangsung menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan operasi normal, maka statistik yang dihitung dari data yang sedang berlangsung akan berada diluar control limit. Kondisi seperti ini dikatakan sebagai kondisi diluar kendali (out of control condition). Dalam teori statistik pengendali kualitas, kondisi ini biasanya disebabkan oleh sebab-sebab yang telah diketahui dengan pasti, atau bisa juga dikarenakan oleh sebab khusus, seperti misalnya perubahan bahan baku yang dilakukan secara mendadak, degradasi atau penyalahgunaan mesin, penggantian operator mesin, dan lain-lain. Jika
20 kondisi diluar kendali ini terjadi, maka biasanya proses produksi akan dihentikan untuk mencegah adanya produk yang tidak sesuai dengan kualitas yang seharusnya, lalu pihak terkait akan melakukan penyelidikan untuk mencari tahu apa penyebab kondisi ini bisa terjadi lalu dan menghilangkan penyebab itu. Sehingga dengan demikian maka kualitas produk yang dihasilkan akan terjaga.
2.2.5
Multivariate Statistical Process Control (Statistik Pengendali Proses Multivariat) Statistik Pengendali Proses (SPP) berdasarkan jumlah variabelnya dibedakan
menjadi dua macam, yaitu univariate statistical process control (statistik pengendali proses univariat), dimana hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap proses; dan multivariate statistical process control (statistik pengendali proses multivariat) yang melibatkan lebih dari satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap proses. Perbedaan jumlah variabel tentu memiliki pengaruh terhadap perhitungan statistik yang harus dijalankan, dimana SPP univariat lebih mudah dilakukan karena hanya melibatkan satu variabel, tetapi pada kenyataannya, di dunia industri jumlah variabel yang berpengaruh terhadap suatu proses produksi terdapat lebih dari satu variabel. Karena itulah, SPP multivariat lebih banyak dipelajari.
21 2.3
Peta Kontrol
2.3.1
Penggunaan Peta Kontrol Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari
Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaannya dipahami secara benar. Pada dasarnya peta kontrol dipergunakan untuk: a.
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistika? Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistika, dimana semua nilai rata-rata dan range atau kisaran dari sub-sub kelompok (subgroup) contoh berada dalam limit-limit pengendalian (control limit), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
b. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistika dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
22 c. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian statistika, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan. Komponen dari suatu peta kontrol dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: •
Garis tengah (Central Line), yang biasa dinotasikan sebagai CL.
•
Sepasang limit kontrol (control limits), dimana satu limit kontrol ditempatkan diatas garis tengah yang dikenal sebagai limit kontrol atas (upper control limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai limit kontrol bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebagai LCL.
•
Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada dalam control limit tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara statistika, atau dikatakan berada dalam pengendalian statistik. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada diluar control limit atau memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan diluar kontrol (tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengendalian statistika, sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.
23
Gambar 2.2 Contoh Control Chart
2.3.2 Peta Kontrol sebagai bagian dari SPP Pada prakteknya SPP bisa dilakukan dengan 7 metode, yaitu dengan menggunakan histogram, cause and effects diagram, check sheets, pareto diagram, defect concentration diagram, scatter diagram, dan control charts. Pada skripsi ini yang akan kita bahas adalah control charts. Control chart adalah suatu grafik yang digunakan untuk mengamati kualitas secara rutin. Berdasarkan jumlah variabel yang diteliti dan dikontrol, control chart terbagi menjadi dua macam, yaitu univariate control chart dimana variabel yang diteliti dan dikontrol hanya satu saja; dan multivariate control chart, dimana variabel yang diteliti dan dikontrol ada lebih dari satu. Tetapi karena pada prakteknya ada banyak variabel yang mempengaruhi kualitas proses maka multivariate control chart lebih banyak digunakan. Pada awalnya multivariate control chart sulit diaplikasikan karena melibatkan perhitungan-perhitungan
24 yang rumit dan juga menggunakan matriks yang biasanya sulit dimengerti. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi komputasi, maka multivariate control chart dapat dilakukan dengan mudah dan dapat membantu pihak perusahaan untuk mengendalikan proses untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang terjaga.
2.3.3
Multivariate Control Chart Hotelling memperkenalkan statistik yang dapat memberi gambaran observasi
multivariate, terutama untuk penelitian yang parameternya tidak diketahui sebelumnya. Statistik ini disebut sebagai T2 Hotelling. Karena parameter proses tidak diketahui, maka kita harus mengestimasi parameter tersebut dari data. Adapun prosedur yang harus dilakukan antara lain adalah mengumpulkan sampel dengan tujuan untuk mengestimasi atau menduga parameter dan untuk membangun control chart. Untuk data multivariat, kita harus mengestimasikan elemen dari vektor mean μ dan elemen dari varians dan kovarians matriks ∑ . Untuk multivariate control chart, distribusi F adalah distribusi yang paling tepat digunakan untuk membangun control chart saat μ dan ∑ tidak diketahui dan harus diestimasikan terlebih dulu. Distribusi F ini bergantung pada nilai karakteristik kualitas (p) dan jumlah sample (n).
2.4
T2 Hotelling Kita tidak bisa memungkiri bahwa kebanyakan data yang kita temui biasanya
merupakan data multivariat. Hotelling pada tahun 1947 memperkenalkan suatu statistik
25 yang secara unik menggambarkan observasi multivariat. Statistik ini kemudian dinamakan sebagai T2 Hotelling. T2 Hotelling merupakan suatu skalar yang mengkombinasikan informasi dari dispersi dan mean dari beberapa variabel, dapat pula dikatakan sebagai counterpart dari statistik t-Student. Karena komputasi T2 Hotelling cukup sulit dan memerlukan pengetahuan di bidang aljabar matriks, maka penerimaan peta kontrol multivariat oleh dunia industri pada waktu itu masih lambat. Tetapi di masa sekarang ini, dengan adanya komputer modern, maka perhitungan yang sulit dapat dipermudah dan peta kontrol multivariat sudah mulai diperhatikan oleh dunia industri. Secara umum, untuk menghitung nilai T2, kita menggunakan rumus sebagai berikut: )′ ) Tk2 = [xk − μ ] S −1 [xk − μ ]
Dimana: xk
= Nilai observasi
μˆ
= Estimasi nilai mean atau rata-rata dari observasi
S −1 = Nilai invers dari matriks varians-kovarians Dengan mengasumsikan normalitas multivariat, maka kita bisa mendapatkan sebaran probabilitas dari T2 Hotelling sebagai berikut: ′ T 2 = ( x k − μˆ ) S −1 ( x k − μˆ ) ~ {p(n + 1)(n − 1) / n(n − p )}F( p ,n − p )
F( p ,n − p ) mewakili distribusi F dengan derajat kebebasan p untuk numerator yang didapat dari jumlah perlakuan dan n-p untuk denominator, dimana n adalah banyak sampel yang digunakan.
26 2.4.1
T2 Hotelling Untuk Pengamatan Tunggal Dalam penggunaan proses kontrol multivariat, jika ternyata data terus diamati dan
dicatat secara berkesinambungan, maka terdapat satu pengamatan pada suatu satuan waktu sehingga bisa dikatakan bahwa ukuran sample dari subgroup adalah satu. Karena itulah kasus ini mirip dengan prosedur control chart tunggal atau X chart dalam proses kontrol univariate. Para ahli di bidang statistik yaitu Tracy, Young, dan Mason (TYM) telah mengembangkan suatu proses kontrol multivariat dengan dua fase yang berdasarkan pada statistik T2. Dalam prosedur TYM, fase I terdiri bertujuan untuk membangun suatu referensi sample dengan sebaran normal. Pada tahap ini, sample dari data multivariat diambil dari produksi yang berjalan dalam kondisi normal. Lalu data tersebut diproses dengan menggunakan control chart T2. Data yang terletak diluar control limit akan dihapuskan. Kumpulan data yang telah dikurangi oleh data yang terletak diluar control limit itulah yang menjadi referensi sample “bersih” yang berarti tidak mengandung data diluar kendali. Sample “bersih” hasil dari fase I lalu digunakan untuk membangun control chart fase II. Fase II itu sendiri adalah fase proses kontrol untuk produksi yang sedang berjalan. Berikut ini adalah detil proses pembuatan peta kontrol dengan menggunakan dua fase untuk data multivariat tunggal.
27 2.4.2
Fase I T2 Hotelling : Persiapan referensi sample Pada fase I, diasumsikan bahwa terdapat m pengamatan multivariate yang terjadi
dalam operasi normal. Secara spesifik kita memiliki vektor hasil pengamatan, yaitu vektor pengukuran individual. Vektor hasil pengamatan dapat digambarkan sebagai berikut,
⎡ x1k ⎤ ⎢x ⎥ xk = ⎢ 2 k ⎥ ⎢ M ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ x mk ⎦
untuk k = 1, 2, …, p.
xjk melambangkan pengamatan individual pada karakteristik kualitas ke-j untuk sample ke-k. Vektor mean diestimasikan dengan menghitung rata-rata pengamatan individual untuk karakteristik kualitas masing-masing untuk m sample. Vektor mean dapat digambarkan sebagai berikut, ⎡ x1 ⎤ ⎢ ⎥ ) ⎢ x2 ⎥ μ=⎢ ⎥ M ⎢ ⎥ ⎢⎣ x p ⎥⎦
dimana m
xj =
∑x k =1
jk
j = 1, 2, …, p
m
Varians dirumuskan sebagai berikut,
∑ (x m
s = 2 j
k =1
jk
−xj
m −1
) j = 1, 2, …, p
28 Sementara nilai kovarians karakteristik kualitas j dan h diestimasikan melalui,
∑ (x m
s jh =
k =1
jk
)(
− x j x hk − x h
)
m −1
j = 1, 2, …, p j ≠h
Setelah kita mengetahui nilai estimasi dari varians dan kovarians, maka langkah selanjutnya adalah memetakan varians dan kovarians tersebut kedalam sebuah matriks seperti berikut ini,
⎡ s12 ⎢ S=⎢ ⎢ ⎢ ⎢⎣
s12 K s1 p ⎤ ⎥ s22 K s2 p ⎥ O M ⎥ ⎥ s 2p ⎥⎦
) Setelah kita mengetahui nilai dari vektor sample (xk), estimasi vektor mean ( μ ) dan matriks varians-kovarians dari sample (S) maka kita dapat memformulasikan T2 Hotelling menjadi, )′ ) Tk2 = [xk − μ ] S −1 [xk − μ ]
Untuk menentukan limitasi dari pengamatan individual, Tracy, Young dan Mason menggunakan suatu distribusi yang dikenal dengan distribusi beta sebagai dasar. Hal ini dikarenakan modifikasi antara kedua limit dalam pengamatan individual tidak setipis modifikasi pengamatan data dalam subgroup. Berdasarkan perhitungan Tracy, Young dan Mason, maka limit-limit untuk T2 pengamatan individual adalah, LCL =
dan,
(m − 1)2 × [ p / (m − p − 1)]F1−α / 2, p,m− p −1 m 1 + [ p / (m − p − 1)]F1−α / 2, p ,m − p −1
29
UCL =
(m − 1)2 × [ p / (m − p − 1)]Fα / 2, p ,m− p −1 m 1 + [ p / (m − p − 1)]Fα / 2, p ,m − p −1
Jika ternyata didapati adanya sampel hasil perhitungan T2 yang berada diatas UCL atau dibawah LCL, maka sampel tersebut dikatakan berada diluar kontrol (out of control
condition) dan untuk menciptakan suatu data acuan yang terkontrol (in control), maka sampel diluar kontrol tersebut harus dihapus dan dilakukan penghitungan ulang dengan nilai m diperoleh dari nilai m awal yang dikurangi oleh jumlah sampel yang diluar kontrol, atau m = m−x
Dimana
m = banyaknya sampel x
2.4.3
= banyaknya sampel yang berada diluar kontrol
Fase II T2 Hotelling: Proses kontrol untuk data pengamatan baru Fase kedua dari prosedur proses kontrol untuk pengamatan data individual
berhubungan dengan bagaimana menyusun control limit untuk data pengamatan baru, Pada fase ini setiap pengamatan baru ditunjukkan dengan
X (new )
⎡ x1 ⎤ ⎢x ⎥ 2 =⎢ ⎥ ⎢M ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎣ x p ⎥⎦
Statistik T2 yang digunakan dalam proses kontrol untuk fase ini adalah,
30
[
] [
)′ ) Tk2 = x (new ) − μ S −1 x (new ) − μ
]
) Dimana μ dan S berasal dari referensi sample yang telah dihitung pada fase I. Perhitungan limit yang digunakan pada fase II berbeda dengan perhitungan limit pada ) fase I, hal ini dikarenakan pengamatan baru dianggap tidak bergantung pada nilai dari μ dan S. Tracy, Young dan Mason mengembangkan control limit untuk fase II menjadi,
LCL =
UCL =
p(m + 1)(m − 1) F1−α / 2; p ,m − p m(m − p ) p (m + 1)(m − 1) m(m − p )
Fα / 2; p ,m − p
Jika ternyata nilai dari statistik T2 data pengamatan baru berada diluar UCL atau LCL, maka disinyalir adanya variabel yang telah mengalami penurunan atau degradasi diantara variabel-variabel yang diamati dalam perhitungan yang kemudian mengakibatkan adanya produk dengan kualitas diluar kualitas rata-rata atau dengan kata lain, terjadinya keragaman dalam kualitas produk. Untuk mengatasi hal ini, harus diadakan uji lanjutan terhadap variabel yang diamati dalam penghitungan, tetapi mengingat ruang lingkup skripsi ini hanya dibatasi hingga tahap pendeteksian, maka uji lanjutan tersebut tidak akan dibahas dalam skripsi ini.
2.5
Rekayasa Piranti Lunak Menurut Pressman(p19, 1997), piranti lunak telah menjadi elemen kunci dari
evolusi computer-based-system dan computer product. Selama lebih dari empat dekade terakhir, piranti lunak telah berkembang dari sebuah pemecahan berorientasi permasalahan dan alat analisis informasi menjadi sebuah industri sendiri. Namun
31 kebiasaan pemrogram awal dan sejarah telah dengan sendirinya menciptakan sekumpulan masalah yang hingga kini masih ada. Piranti lunak telah menjadi faktor pembatas dalam evolusi computer-based system. Berangkat dari itulah dikembangkan metode yang menyediakan framework untuk membangun piranti lunak dengan kualitas yang lebih tinggi. Rekayasa piranti lunak (Software Engineering) berdasarkan Pressman (1997, p23) adalah studi pendekatan untuk pengaplikasian secara sistematis, pendekatan terstrukur untuk pengembangan, operasi, dan pemeliharaan dari sebuah piranti lunak. Menurut Fritz Bauer (Pressman, 2001, p19), rekayasa piranti lunak adalah penetapan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dengan tujuan mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, terpercaya, dan bekerja efisien pada mesin yang sebenarnya (komputer). Model yang digunakan oleh penulis dalam rekayasa piranti lunak adalah Model Sekuensial Linier yang sering juga disebut sebagai ”siklus kehidupan klasik” atau ”model air terjun”. Sekuensial linier mengusulkan sebuah pendekatan kepada perkembangan piranti lunak yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Menurut Pressman (2001, p28), siklus model sekuensial linier melingkupi aktivitas-aktivitas sebagai berikut: a. Rekayasa dan permodelan sistem informasi (System Engineering) Karena piranti lunak selalu merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja dimulai dengan membangun sebuah syaraf dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke piranti lunak
32 tersebut. Pandangan sistem ini penting ketika piranti lunak harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti piranti lunak lain, manusia, dan database. b. Analisis kebutuhan piranti lunak (Analysis) Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khususnya pada piranti lunak. Untuk memahami sifat program yang dibangun, perekayasa piranti lunak harus memahami domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja dan antarmuka yang diperlukan. Kebutuhan baik untuk sistem maupun piranti lunak didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan atau orang yang membutuhkan sistem. c. Desain (Design) Desain piranti lunak sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur piranti lunak, representasi tampilan, dan detail prosedur. Proses desain menerjemahkan syarat atau kebutuhan ke dalam sebuah representasi piranti lunak yang dapat diperkirakan untuk kualitas sebelum pengkodean atau proses coding dimulai. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi piranti lunak. d. Pengkodean (Code) Desain harus diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa yang bisa dibaca oleh mesin. Langkah pembuatan kode melakukan langkah ini. Jika desain dilakukan secara lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis. e. Pengujian (Testing)
33 Setelah kode dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal piranti lunak, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan. f. Pemeliharaan (Maintenance) Piranti lunak akan mengalami perubahan setelah diberikan kepada pelanggan. Perubahan akan terjadi karena kesalahan-kesalahan tertentu, karena piranti lunak harus disesuaikan untuk mengakomodasikan perubahan-perubahan di dalam lingkungan eksternalnya. Pemeliharaan piranti lunak mengaplikasikan setiap fase program sebelumnya dan tidak membuat yang baru lagi.
Gambar 2.3 Waterfall Model
34
2.6
Unified Modelling Language (UML)
Unified Modelling Language (UML) adalah notasi yang lengkap untuk membuat visualisasi model suatu sistem. Sistem berisi informasi dan fungsi tetapi secara normal digunakan untuk memodelkan sistem komputer. Sebagaimana halnya bahasa permodelan, UML mengijinkan deskripsi dari sistem dibuat dengan mendetail pada setiap level abstraksi. Notasi tersebut akan mendefinisikan sistem dengan arsitektur berorientasi objek. UML adalah sintaks umum untuk membuat model logika dari suatu sistem, dan digunakan untuk menggambarkan sistem agar dapat dipahami selama fase analisis dan desain. Sintaks yang didesain bersifat independen dari bahasa target, proses piranti lunak atau tool, tapi cukup umum dan fleksibel karena dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, dengan menggunakan definisi perluasan, mengakomodasi hampir semua bahasa. Sintaks yang didefinisikan mudah dipahami, dan diaplikasikan ke dalam proyek, dan mudah didefinisikan. Ini memerlukan definisi himpunan sistematik yang sesuai untuk proses arsitektur atau piranti lunak.
Keuntungan UML Beberapa keuntungan dalam menggunakan UML antara lain: 1. Sebagai bahasa permodelan yang general-purpose, difokuskan pada pokok himpunan konsep yang dapat dipakai bersama, dan menggunakan pengetahuan bersama dengan mekanisme perluasan.
35 2. Sebagai bahasa permodelan yang mudah diaplikasikan, dapat diaplikasikan untuk berbagai tipe sistem (software dan non-software), domain (bisnis melawan
software), dan metode atau proses. 3. Sebagai bahasa permodelan standar industri, bukan merupakan bahasa yang tertutup atau satu-satunya, tapi bersifat terbuka dan sepenuhnya dapat diperluas.
Komponen UML UML memiliki dua tipe diagram, yaitu struktural dan behavioural. Diagram struktural menggambarkan bagian statik dari sistem, sementara diagram behavioural menggambarkan bagian dinamik dari sistem. Diagram behavioural diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam diagram interaksi dan state diagram. Diagram struktural dibedakan menjadi beberapa diagram seperti yang disebutkan dibawah ini: 1. Class Diagram, menggambarkan hubungan antar objek. 2. Object Diagram, adalah objek dan hubungan sebagai pencerminan dari prototipe. 3. Component Diagram, adalah komponen dan hubungan yang mengilustrasikan implementasi sistem. 4. Deployment Diagram, konfigurasi waktu kerja dari node dan objek yang memiliki
node. Diagram behavioural terdiri dari beberapa diagram, yaitu: 1. Use case Diagram. Diagram ini digunakan untuk mengorganisasikan use case dan behaviour (sifat).
36 2. Sequence Diagram. Diagram ini menggambarkan waktu urutan message dan object lifeline. 3. Collaboration Diagram, menggambarkan waktu urutan message dan organisasi objek dalam interaksi. 4. Activity Diagram, menggambarkan arus kerja dari aktivitas, difokuskan pada operasi yang dilewatkan antar objek. 5. Statechart Diagram. Merupakan diagram yang menggambarkan life cycle dari objek sebagai perubahan dari satu state ke state lain, dibangkitkan oleh message.
Untuk perancangan ini, tipe UML yang penulis gunakan antara lain:
a. Use case Model Model use case merupakan dialog antara actor dan sistem. Use case merepresentasikan
fungsionalitas
yang
disediakan
oleh
sistem,
berupa
kemampuan apa yang akan disediakan oleh sistem untuk actor.
b. Sequence Diagram Sequence diagram menunjukkan interaksi objek yang diatur dalam satuan waktu. Sequence diagram menangkap objek dan class yang terlibat dalam skenario dan urut-urutan pesan yang ditukar diantara objek yang diperlukan untuk melakukan fungsionalitas skenario. Sequence diagram berasosiasi dengan use case selama proses pengembangan. Dalam UML, objek dalam sequence diagram digambar dengan segi empat yang berisi nama objek yang diberi garis bawah. Objek dapat diberi nama dengan tiga cara: nama objek, nama objek dan class, atau hanya nama
class (anonymous object).
37
c. Activity Diagram Activity diagram menggambarkan urutan aliran aktivitas suatu proses bisnis atau komputasi. Diagram ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan tindakantindakan yang akan dikerjakan ketika suatu operasi dijalankan dan hasil dari suatu tindakan. Notasi atau simbol yang digunakan dalam activity diagram antara lain:
•
Titik hitam yang merupakan awal proses
•
Segi empat bersudut tumpul yang menggambarkan tugas yang harus dilakukan
•
Panah merupakan trigger atau pemicu aktivitas
•
Garis datar berwarna hitam yang disebut sebagai sychronization bar, melukiskan aktivitas-aktivitas yang dapat berjalan paralel
2.7
•
Wajik atau diamond yang merupakan aktivitas pengambilan keputusan
•
Bola hitam dalam lingkaran putih melambangkan akhir proses.
Database Menurut Connolly (2002), database merupakan sekumpulan data yang
berhubungan secara logical dan deskripsi dari data ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi dari suatu organisasi. Metode yang digunakan untuk mengakses database dalam aplikasi ini adalah DBMS (Database Management System) dengan model RDBMS (Relational Database
Management System).
38 Lalu apa pengertian dari DBMS dan RDBMS? Menurut Connoly (2002), DBMS adalah sistem piranti lunak yang memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan, membuat, memelihara, dan mengontrol akses ke dalam suatu database, dimana dengan kata lain, seluruh akses ke database harus melalui DBMS. Sementara RDBMS merupakan pengembangan dari DBMS yang menitik-beratkan kepada hubungan atau relasi di dalam database. DBMS memiliki fitur Data Definition Language (DDL) dan Data Manipulation
Language (DML). DDL memberikan kemungkinan bagi pengguna untuk mendefiniskan database, sementara DML memberikan kemungkinan bagi pengguna untuk melakukan operasi insert, update, delete, dan retrieve data dari database. DBMS menyediakan akses terkontrol kepada database, dengan keamanan, integritas, concurrency dan recovery control. DBMS juga menyediakan suatu mekanisme tampilan untuk memudahkan data yang akan digunakan oleh pengguna. Beberapa keuntungan dalam menggunakan pendekatan database antara lain pengendalian terhadap redundansi data (duplikasi data), konsistensi data, pembagian data, dan keamanan dan integritas yang lebih baik. Tetapi beberapa kerugian dari pendekatan ini antara lain adanya kompleksitas, biaya yang mahal, dan performansi yang berkurang.