BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Anggaran tidak disusun serta merta tanpa adanya suatu sistem. Definisi sistem menurut O’Brien et al (2013, p26) “A set of interrelated components, with a clearly defined boundary, working together to achieve a common set of objectives by accepting inputs and producing outputs in an organized transformation process.”. Sistem diperlukan untuk mengintegrasikan bagian yang satu dengan yang lain agar tercipta rekapitulasi kerja yang komprehensif. 2.1.2 Informasi Versus Data Mengacu kepada pendapat O’Brien et al (2004, p34) mengenai perbedaan informasi dengan data. “People often use the terms data and information interchangeably. However, it is better to view data as raw material resources that are processed into finished information products. Then we can define information as data that have been converted into a meaningful and useful context for specific end users”. Seperti yang dijelaskan oleh O’Brien di atas, informasi adalah data yang ditempatkan dalam konteks yang berguna dan berarti untuk pemakai akhir karena sudah mengalami pengolahan dan bertransformasi. 2.1.3 Definisi Sistem Informasi O’Brien et al (2013, p565) menjelaskan definisi sistem informasi yaitu, “A set of people, procedures, and resources that collects, transforms, and disseminates information in an organization. A system that accepts data resources as input and processes them into information products as output.”.
2.2 System Development Life Cycle Sistem informasi dibuat dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dalam proses bisnis. Di dalam pemecahan masalah haruslah produktif, dan hal ini butuh diorganisir dan sesuai dengan tujuan. Sebagian proyek pengembangan sistem informasi sangatlah besar, membutuhkan ribuan jam untuk dikerjakan oleh banyak pekerja dan mencakup beberapa tahun dalam pengerjaannya. Agar proyek pengembangan sistem menjadi sukses, orang-orang yang mengerjakan sistem harus mempunyai detail perencanaan untuk dijadikan pedoman.
7
8 Salah satu pedoman, konsep dasar dalam pengembangan sistem informasi adalah System Development Life Cycle. Satzinger et al (2010, p38) menjelaskan secara rinci mengenai System Development Life Cycle (SDLC) yaitu, “The entire process of building, deploying, using, and updating an information system.”. Seluruh proses dalam pengembangan sebuah sistem sistem informasi dimulai dari pembangunan, penyebaran, penggunaan, dan pembaharuan. Satzinger et al (2010, p45) membagi proses SDLC menjadi 5 fase yaitu project planning, analysis, design, implementation dan support. 2.2.1 Project Planning Satzinger et al (2010, p45) memaparkan bahwa tujuan utama dari project planning adalah untuk mengidentifikasi cakupan dari sistem baru dan meyakinkan bahwa proyek ini layak, membuat jadwal, merencanakan sumber data, dan penganggaran sebagai pengingat akan proyek. Project planning diidentifikasikan menjadi 5 aktivitas a. Mendefinisikan permasalahan b. Membuat jadwal proyek c. Konfirmasi kelayakan proyek d. Menentukan staf yang akan berkontribusi dalam proyek e. Meluncurkan proyek Aktivitas yang paling penting dalam project planning adalah ketika mendefinisikan permasalahan yang terjadi dalam sebuah proses bisnis dan cakupan dari solusi yang dibutuhkan. Setelah itu baru bisa dimulai langkah-langkah berikutnya dengan membuat jadwal proyek secara rinci dan bisa sekaligus menentukan staf yang akan berkontribusi dalam proyek. Lalu kelayakan sebuah proyek juga perlu dikonfirmasi karena sebagian besar proyek merupakan bagian dari sebuah enterprise-wide strategic plan. Analisa kelayakan menginvestigasi sisi ekonomis, oganisasional, tehnikal, sumber daya, dan kelayakan jadwal. Lalu setelah semua perencaaan proyek diulas oleh manajemen atas dan proyek telah diinisiasi maka secara resmi proyek dapat di umumkan dan dikomunikasikan. 2.2.2 Analysis Satzinger et al (2010, p45) menjelaskan bahwa tujuan dari fase analysis adalah untuk memahami dan mendokumentasi kebutuhan bisnis dan memproses kebutuhan dari sistem yang baru. Kata kunci yang dipakai selama kegiatan analisis adalah penemuan dan pemahaman. Berikut ini adalah enam aktivitas yang menjadi bagian dalam aktivitas analisis, a. Mengumpulkan informasi
9 b. Mendefinisikan kebutuhan system c. Membuat purwa-rupa untuk penemuan kebutuhan d. Menentukan prioritas kebutuhan e. Menghasilkan dan mengevaliasi alternatif-alternatif f. Mengulas rekomendasi dengan pihak manajemen Mengumpulkan informasi merupakan bagian yang paling mendasar dalam aktivitas analysis. Untuk mengumpulkan informasi dapat dilakukan beberapa cara dimulai dari observasi kepada user yang melakukan pekerjaannya, dengan melakukan wawancara, membaca dokumen-dokumen yang sudah ada mengenai prosedur, aturan-aturan bisnis serta mengidentifikasi job description, serta dengan meninjau automated systems yang sedang berjalan. Dalam rangka menambah informasi tidak jarang juga dilakukan pengumpulan informasi dari pemakai sistem, mungkin termasuk manajemen menengah, senior excutives, atau pihak external. Pengumpulan informasi merupakan kegiatan inti dalam penemuan dan pemahaman. Setelah informasi terkumpul, informasi tersebut harus ditinjau, dianalisa kembali dan dibuat struktur informasinya. Melalui hal tersebut, akan bisa dikembangkan sebuah pemahaman umum mengenai kebutuhan sistem yang baru. Lalu akan bisa dibuat purwa-rupa sistem yang baru agar bisa diulas oleh para calon pemakai sistem. Melalui ulasan dari calon pemakai maka akan datang banyak masukan-masukan yang akan dibutuhkan oleh sistem baru agar nantinya dapat diimplementasikan secara efektif. Lalu kita bisa menentukan prioritas kebutuhan dan kemudian bisa dihasilkan banyak alternative yang senantiasa dievaluasi. Pada akhirnya alternative yang telah dievaluasi dipilih dan direkomendasikan kepada manajemen atas. Rekomendasi tersebut merupakan rekapitulasi hasil dari fase analysis dan secara bersama-sama tim akan membuat keputusan mengenai alternatif tersebut. 2.2.3 Design Satzinger et al (2010, p46) mengungkapkan tujuan dari aktivitas design adalah untuk mendisain sistem yang menjadi solusi dari kebutuhan yang sudah didefinisikan dan keputusan yang dibuat melalui fase analysis. Berikut ini tujuh aktivitas mayor yang harus diselesaikan selama fase design, a. Mendesain dan mengintegrasikan jaringan b. Mendesain arsitektur aplikasi c. Mendesain user interface d. Mendesain system interface e. Mendesain dan mengintegrasikan database
10 f. Membuat purwa-rupa untuk detail desain g. Mendesain dan mengintegrasikan kontrol sistem 2.2.4 Implementation Dalam pembahasan oleh Satzinger et al (2010, p47), aktivitas implementasi menghasilkan sistem final yang sedang dibuat, dites, dan diinstal. Tujuan dari aktivitas ini tidak hanya menghasilkan sistem informasi yang reliable dan berfungsi penuh, tetapi juga untuk meyakinkan bahwa semua pemakai sudah dilatih dan organisasi tersebut sudah siap untuk menggunakan sistem tersebut dan mendapatkan manfaatnya. Berikut ada lima aktivitas inti dalam melakukan fase implementasi. a. Menyusun komponen software b. Verifikasi dan melakukan tes c. Melakukan konversi data d. Melakukan pelatihan kepada users dan mendokumentasi sistem e. Melakukan instalasi sistem 2.2.5 Support Satzinger et al (2010, p48) memaparkan tujuan aktivitas support sebagai bentuk penjagaan terhadap sebuah sistem yang sedang berjalan agar tetap produktif selama beberapa tahun semenjak tahap instalasi telah dilakukan. Aktivitas support berjalan hanya ketika sistem yang baru telah selesai diinstal dan diletakkan ke dalam proses produksi, dan beroperasi sesuai sistem alur produksi. Tiga aktivitas inti yang seringkali muncul selama fase support adalah, a. Pemeliharaan sistem b. Peningkatan sistem c. Memberikan dukungan terhadap sistem
2.3 Object Oriented Analysis and Design 2.3.1 Pengertian Object Oriented Analysis and Design (OOAD) Ramnath and Dathan et al (2013, p3) menyatakan pengertian dari object oriented yaitu “Object oriented implies that objects play a central role, and we elaborate this further as a perspective that views the elements of a given situation by decomposing them into objects and object relationships.”. Melalui pengertian di atas dapat ditarik pengertian dari object orientation merupakan implikasi yang menjadikan objek-objek sebagai sentral dan kemudian bisa dielaborasi sebagai sebuah perspektif yang memandang unsur-unsur situasi tertentu dengan menguraikan mereka menjadi objek dan hubungan objek.
11 Satzinger et al (2010, p205) membahas juga mengenai tujuan dari object orientation sebagai berikut, “System is a collection of interacting objects. Objects interact with people and each other. Objects send and respond to messages”. Satzinger memandang object orientation sebagai sebuah sistem yang merupakan kumpulan dari objek-objek yang saling berinteraksi, dan juga objek tersebut berinteraksi dengan orang dengan mengirim dan merespon pesan. Berdasarkan dua definisi mengenai object orientation dapat ditarik kesimpulan bahwa object oriented analysis and design merupakan aktivitas untuk menentukan problem domain dan kemudian mencari pemecahan masalah yang logical dalam suatu wadah, yaitu objek itu sendiri. 2.3.2 Perencanaan Strategis Sistem Informasi Setiap perusahaan mempunyai tujuan-tujuan yang ingin diraih. Untuk meraih tujuantujuan yang telah ditetapkan, perusahaan perlu melakukan perencanaan strategis. Sebuah perencanaan strategis yang baik dapat menentukan dan menggambarkan kondisi dan posisi perusahaan saat ini, kemana arah bisnis perusahaan di masa mendatang serta apa yang harus dilakukan untuk meraihnya. Perencanaan strategis sistem informasi merupakan salah satu komponen dalam perencanaan strategis. Satzinger (2010, p17) memberikan pemahaman bahwa perencanaan strategis sistem informasi adalah rencana yang mendefinisikan teknologi dan aplikasi bahwa fungsi sistem informasi harus mendukung rencana strategis organisasi. 2.3.3 Pengertian Unified Modelling Language (UML) Ramnath and Dathan et al (2013, p12) memberikan penjelasan mengenai UML sebagai sebuah notasi untuk mendeskripsikan desain dari object oriented system. 2.3.4 Aktivitas Utama dalam Object Oriented Analysis and Design 2.3.4.1 Object, Attributes, and Methods Satzinger et al (2010, p60) memberikan definisi dari Object yaitu A thing in the computer system that can respond to messages.”. Sebuah objek dalam sistem informasi adalah seperti sebuah objek di dunia nyata yaitu sesuatu yang memiliki attributes dan behaviours. Sebuah sistem informasi dapat memiliki berbagai jenis objek, seperti User Interface (UI) objek yang membentuk antarmuka pengguna dan sistem dan masalah objek domain yang menjadi fokus dari tugas lingkungan pengguna.
12 2.3.4.2 Classes Classes dibahas oleh satzinger et al (2010, p190) dalam bukunya Systems, Anlysis and Design In A Changing World. Berikut ini pengertian yang disebutkan dalam buku tersebut. “A classification or class represents a collection of similar objects.”. 2.3.4.3 Inheritance and Polymorphism Inheritance dibahas oleh satzinger et al (2010, p190) dalam bukunya Systems, Anlysis and Design In A Changing World. “A concept that allows subclasses to share characteristics of their superclasses.”. Inheritance disebutkan sebagai suatu konsep yang paling sering digunakan ketika membahas objek kelas. Suatu objek kelas mengambil karasteristik kelas lain. Sebagai contoh, sebuah objek memiliki kelas pelanggan mungkin juga sesuatu yang lebih umum, seperti orang. Oleh karena itu, jika kelas orang sudah didefinisikan, kelas pelanggan dapat didefinisikan dengan memperluas kelas pelanggan untuk mengambil atribut yang lebih spesifik dan metode lainnya yang diperlukan pelanggan.
Gambar 2.1 Contoh inheritance menurut Satzinger (2010, p190) 2.3.5 System Requirement Analysis Dalam perancangan sistem informasi yang baru, sangat dibutuhkan analisa kebutuhan sistem. System Requirement dibahas oleh Satzinger (2010, p56) “System requirements define what the system must do in great detail, but without committing to one specific technology. By deferring decisions about technology, the developers can sharply focus their efforts on what is needed, not on how to do it. If these requirements are not fully and clearly worked out in advance, the designers cannot possibly know what to design”.
13 Kebutuhan sistem adalah semua kemampuan yang mengharuskan sistem baru harus memiliki dan sistem baru harus memenuhi kendalanya.Umumnya, analisis membagi kebutuhan sistem menjadi dua kategori yakni :kebutuhan fungsional dan non fungsional. Kebutuhan fungsional adalah kegiatanyang sistem harus melakukannya yaitu penggunaan sistem yang diterapkan. Biasanya yang berkaitan langsung dengan menggunakan kasus. 2.3.6 Activity Diagram Satzinger et al (2010, p205) membahas pengertian activity diagram sebagai berikut, “A type of workflow diagram that describes the user activities and their sequential flow”. Activity diagram merupakan gambaran berbagai pengguna (atau sistem) kegiatan, orang yang melakukan aktivitas masing-masing, dan aliran sekuensial dari kegiatan tersebut.
Gambar 2.2 Activity diagram menurut Satzinger (2010, p142) 2.3.7 Event Table Satzinger et al (2010, p168) memberikan penjelasan mengenai event table sebagai berikut, “A catalog of use cases that lists events in rows and key pieces of information about each event in columns”. Event table menjadi sebuah pedoman use case daftar peristiwa dalam baris dan potongan kunci informasi di setiap peristiwa dalam kolom. Pembuatan event table memiliki tahapan yang harus dilakukan di dalam kolom yakni seperti kolom berikut ini:
14
Gambar 2.3 Event table menurut Satzinger (2010, p169) 2.3.8 Use Case Satzinger et al (2010, 171) menjelaskan bahwa use case memiliki definisi sebagai berikut, “A use case is an activity the system performs, usually in response to a request by a user.”. Use case merupakan aktivitas yang dijalankan oleh sistem. Untuk memperoleh rancangan use case ini, seorang analis sistem memerlukan pembicaraan kepada semua user untuk mendapatkan pengertian akan tujuan dari pemakaian sistem.
Gambar 2.4 Contoh use case sederhana menurut Satzinger (2010, p243) 2.3.9 Use Case Description Satzinger et al (2010, 171) memaparkan bahwa use case description memiliki pengertian sebagai berikut, “A use case description lists and describes the processing details for a use case. Implied in all use cases is a person who uses the system.”. Use case description merupakan sekumpulan daftar dan deskripsi tentang detail proses dari use case yang telah dirancang.
15
Gambar 2.5 Contoh use case description menurut Satzinger (2010, p250) 2.3.10 Class Diagram Satzinger et al (2010, 171) memaparkan bahwa class diagram mempunyai pengertian sebagai berikut, “The class diagram is used to show classes of objects for a system.”. Class diagram memiliki manfaat untuk menampilkan semua class dari objek-objek yang digunakan sebuah sistem. Class diagram akan memberikan gambaran struktur dan deskripsi kelas, package, objek dan hubungan satu sama lain seperti pewarisan dan asosiasi.
16
Gambar 2.6 Cotoh class diagram menurut Satzinger (2010, p142) 2.3.11 System Sequence Diagram System sequence diagram menurut Satzinger et al (2010, p242) mempunyai pengertian sebagai berikut, “A diagram showing the sequence of messages between an external actor and the systemduring a use case or scenario.”. System sequence diagram dibuat untuk menunjukkan urutan pesan antara faktor eksternal dan sistem selama dalam use case atau sekenario.
Gambar 2.7 System sequence diagram menurut Satzinger (2010, p253)
17 2.3.12 User Interface Satzinger et al (2010, p473) memberikan penjelasan mengenai user interface yaitu, “The parts of an information system requiring user interaction to create inputs and outputs.”. User interface merupakan bagian dari sistem informasi yang membutuhkan interaksi dari user untuk membuat input dan output. Hal ini menjelaskan bahwa sebuah sistem informasi yang baru akan mempengeruhi banyak sistem informasi yang lainnya, dan analisis harus memastikan bahwa mereka semua bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem juga harus berinteraksi dengan pengguna baik didalam maupun diluar organisasi. User interface yang lebih dari sekedar layar, itu adalah merupakan pengguna yang datang ke dalam kontrak dengan saat menggunakan sistem, konseptual, dan fisik.
Gambar 2.9 Contoh user interface menurut Satzinger (2010, p559) 2.4 Pengertian Anggaran Anggaran berhubungan erat dengan kinerja perusahaan yang akan dicapai di masa mendatang, maka pemahaman yang tepat tentang anggaran sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk menyusun anggaran. Anggaran memiliki pengertian yang bervariasi, namun kalau dicermati masing-masing definisi tersebut memiliki kesamaan yang cukup erat. Anggaran menurut Sasongko dan Parulian (2010, h2) adalah rencana kegiatan yang akan dijalankan oleh manajemen dalam satu periode yang tertuang secara kuantitatif. Informasi yang dapat diperoleh dari anggaran di antaranya jumlah produk dan harga jualnya untuk tahun depan. Anggaran membantu manajemen dalam melakukan koordinasi dan penerapannya dalam upaya memperoleh tujuan yang tertuang di dalam anggaran. Anggaran memberikan gambaran kepada manajemen tentang sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan dalam anggaran. Kemudian,
18 anggaran juga menjelaskan koordinasi antarbagian dalam perusahaan sehingga tujuan bersama perusahaan dapat tercapai. Dickey (2003, h2) menguraikan pengertian Anggaran adalah rencana yang merupakan proyeksi dari aktivitas di masa mendatang dalam bentuk angka rupiah, dolar, atau mata uang lainnya. Meskipun memerlukan upaya, perusahaan menganggap perencanaan sebagai investasi yang menguntungkan, karena: 1. Pengawasan Perencanaan adalah dasar dari pengawasan bisnis. Tanpa perencanaan, pasti timbul kekacauan. 2. Alokasi Sumber Daya Para pelaku bisnis akan sukses bila bisa mengelola asetnya sebaik mungkin. Perencanaan yang baik mempengaruhi cara pelaku bisnis menggunakan asetnya, dengan hasil meningkatkan profit. 3. Tanggung Jawab Keluar Investor, bank, pemegang saham, dan dewan direksi menginginkan perencanaan yang baik. Tidak seorang pun ingin berinvestasi di perusahaan yang tidak memiliki arah yang “jelas”. 4. Efisiensi Perencanaan menghemat waktu, usaha, dan uang. Perencanaan memperkenankan manajer membuat kesalahan di atas kertas. Perencanaan juga menciptakan persediaan keputusan yang diambil, pembahasan masalah, dan kontroversi yang diselesaikan. Organisasi yang membuat perencanaan akan bersikap proaktif, terfokus, dan selalu berorientasi ke tujuan. Organisasi tersebut juga lebih jarang memadamkan “kebakaran”
dan hanya
menghabiskan sedikit waktu untuk mengatasi kejutan yang tidak menyenangkan.
2.5 Tujuan Penyusunan Anggaran Sasongko dan Parulian (2010, h2) tujuan utama dalam penyusunan anggaran adalah menyediakan informasi kepada pihak manajemen perusahaan untuk digunakan oleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Berikut ini adalah tujuan-tujuan lainnya yang terkait dengan penyusunan anggaran. 1. Perencanaan Anggaran memberikan arahan bagi penyusunan tujuan dan kebijakan perusahaan. Sebagai contoh, anggaran penjualan memperlihatkan pada manajemen adanya kenaikan target penjualan pada Cabang A dan penurunan pada Cabang B. Berdasarkan informasi tersebut,
manajemen
segera
mengambil
langkah-langkah
perencanaan
dengan
19 mengalihkan tenaga penjual ke Cabang A atau meningkatkan kegiatan promosi pada Cabang B untuk meningkatkan penjualan Cabang B. 2. Koordinasi Anggaran dapat mempermudah koordinasi antarbagian di dalam perusahaan. Sebagai contoh, setelah anggaran selesai dibuat, Departemen Pemasaran dapat segera berkoordinasi dengan Departemen SDM untuk menentukan kecukupan jumlah staf di Departemen Pemasaran agar dapat mampu memenuhi target penjualan. Selanjutnya Departemen Pemasaran juga berkoordinasi dengan Departemen Keuangan tentang anggaran pemasaran. Dan seterusnya, sampai semua departemen dalam perusahaan berkoordinasi dan saling terintegrasi satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi. 3. Motivasi Anggaran membuat manajemen dapat menetapkan target-target tertentu yang harus dicapai oleh perusahaan. Sebagai contoh, jika anggaran penjualan memperlihatkan angka penjualan tertentu yang harus dicapai, maka tenaga penjual yang ada di perusahaan dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang banyaknya barang jadi yang harus dijual. 4. Pengendalian Keberadaan anggaran di perusahaan memungkinkan manajemen untuk melakukan fungsi pengendalian atas aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan. Misalnya, perusahaan menetapkan anggaran biaya pemakaian telepon untuk setiap departemen sebesar Rp 2.500.000,- per bulan. Setiap awal bulan berikutnya, diadakan perbandingan antara biaya telepon yang aktual dikeluarkan oleh setiap departemen dengan target biaya yang telah ditentukan sebelumnya. Jika biaya aktual berbeda dengan yang telah dianggarkan, maka harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut dan dilakukan tindakan perbaikan agar biaya telpon di bulan-bulan berikutnya sesuai dengan yang dianggarkan.
2.6 Anggaran Investasi Definisi anggaran Investasi menurut Baker & English et al (2011, p1), “Capital Budgeting refers to the process that managers use to make decisions about wheter long-term investments or capital expenditures are worth pursuing by their organization. In other words, capital budgeting is the process of planning, analyzing, selecting, and managing capital investments.”. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa anggaran investasi merujuk kepada kemampuan manajer untuk mengambil keputusan dalam menentukan investasi jangka panjang dengan melalui proses analisa, pemilihan, dan mengatur anggaran investasi.
20
2.7 Proses Anggaran Investasi Anggaran Investasi tidak begitu saja muncul dan diputuskan oleh manajemen. Anggaran investasi dihasilkan melalui sebuah proses dan hal ini dikemukakan oleh Baker & English et al (2011, p2), “The Capital Budgeting process is a system of interrelated steps for generating long-term investment proposals; reviewing, analyzing, and selecting them; and implementing and following up on those selected. This process is dynamic because changing factors in an organization’s environtment may influence the attractiveness of current or proposed projects. Baker and Powell (2005, p196) view capital budgeting as six-stage process: 1. Identify project proposals, 2. Estimate project cash flows, 3. Evaluate projects, 4. Select projects, 5. Implement projects, 6. Perform a postcompletion audit.”. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa proses untuk menghasilkan anggaran investasi secara umum harus melalui enam tahap. Setiap tahap dalam proses anggaran investasi sangat penting untuk dicermati. Kegagalan untuk mensukseskan salah satu tahap dapat membuat anggaran investasi ini tidak mencapai hasil yang diinginkan. PPA Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memaparkan empat tahap proses anggaran investasi sebagai berikut, 1. Tahap usulan awal Tahap yang paling utama dalam capital bugeting process adalah tahap ketika usulan capital projects dihasilkan. Usulan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber di perusahaan 2. Tahap analisis proposal Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis profitabilitas berdasarkan proyeksi atau estimasi arus kas masuk dari capital project yang diusulkan 3. Tahap analisis anggaran modal perusahaan Tahap berikutnya adalah menyusun skala prioritas atas beberapa usulan capital projects yang menguntungkan bagi perusahaan berdasarkan periode (timing) arus kas keluar maupun arus kas masuk, ketersediaan sumber daya perusahaan, serta rencana strategis perusahaan secara keseluruhan. 4. Tahap monitoring dan evaluasi
21 Tahap yang terakhir adalah monitoring dan evaluasi atas capital projects yang dipilih guna membandingkan antara proyeksi/estimasi dengan hasil aktual. Jika terdapat perbedaan antara estimasi dengan hasil aktual, perlu dilakukan analisis lebih lanjut guna melakukan perbaikan di masa yang akan datang.
2.8 Kategori Proyek Investasi PPA Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia melakukan pengkategorian capital projects menjadi enam yaitu, 1. Proyek Penggantian untuk Mempertahankan Usaha Proyek ini tidak memerlukan analisis yang terperinci. Isu utamanya adalah kegiatan usaha yang dimiliki perlu dipertahankan, dan jika iya, apakah prosedur atau proses yang saat ini berjalan perlu dipertahankan 2. Proyek Penggantian untuk Menurunkan Biaya Proyek ini biasanya terkait dengan keputusan untuk mengganti atau mempertahankan peralatan yang telah using, tetapi masih dapat digunakan. Proyek seperti ini memerlukan analisis yang lebih terperinci. 3. Proyek Ekspansi Proyek ini terkait dengan keputusan untuk memperluas usaha dan cenderung lebih kompleks karena memerlukan proyeksi prmintaan di masa depan. Proye12k seperti ini memerlukan analisis yang sangat terperinci. 4. Proyek Pengembangan Produk atau Pasar Baru Proyek seperti ini juga memerlukan analisis yang terperinci karena adanya factor ketidak pastian yang cukup tinggi. 5. Proyek yang Diwajibkan oleh Badan Tertentu Misalnya, proyek yang terkait K3LH (Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup). Proyek seperti ini biasanya tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, namun seringkali merupakan pendamping proyek baru yang sedang dilaksanakan oleh perusahaan. 6. Lain-lain Ada beberapa jenis proyek yang tidak bisa dianalisis menggunakan metode penganggaran modal. Misalnya, perumusan kompensasi karyawan atau proyek riset dan pengembangan.
2.9 Metode Analisis untuk Capital Budgeting PPA Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia melakukan pembahasan beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan analisis terhadap Capital Budgeting.
22 2.9.1 Net Present Value Metode net present value atas sebuah investasi adalah nilai sekarang dari seluruh arus kas bersih setelah pajak tahunan dikurang dengan nilai invetasi awal.
Dimana:
ACFt = Arus kas tahunan setelah pajak dalam periode t k
= Tingkat diskonto atau tingkat pengembalian yang diinginkan atau biaya modal
IO
= Investasi awal
n
= Masa manfaat yang diharapkan dari proyek
Kriteria menerima-menolak sebuah proyek atau investasi dapat dinyatakan sebagai berikut: NPV ≥ 0.0 = Proyek diterima NPV < 0 = Proyek ditolak Metode NPV sangat disukai karena beberapa hal yaitu, 1. NPV menggunakan arus kas bukan laba akuntansi 2. NPV menggunakan nilai waktu sehingga terjadi perbandingan antara biaya dengan manfaat secara logis 3. Jika sebuah proyek diterima (NPV ≥ 0.0) maka proyek tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan. Kelemahan utama dari NPV adalah dibutuhkannnya perkiraan yang cermat dan mendetail atas arus kas tahunan selama masa manfaat dari proyek.
2.9.2 Internal Rate of Return Internal rate of return mencoba untuk menjawab pertanyaan berikut ini: Berapakah tingkat pengembalian dari sebuah proyek? Internal rate of return adalah tingkat diskonto yang membuat nilai sekarang dari arus kas proyek di masa mendatang sama dengan initial outlay. Keutamaan menggunakan metode IRR dibandingkan NPV adalah IRR menunjukkan persentase tingkat pengembalian atas setiap rupiah yang diinvestasikan. Kelemahan utama metode IRR dibandingkan PV adalah: 1. Dalam kasus analisis atas 2 proyek atau lebih yang bersifat mutually exclusive, IRR dapat memberikan peringkat yang berbeda dengan hasil analisis menggunakan metode NPV. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan periode arus kas atau skala proyek.
23 2. Adanya kemungkinan 1 proyek memiliki lebih dari satu IRR atau tidak memiliki IRR sama sekali. Proyek dengan pola arus kas non konvensional dapat memiliki leih dari satu IRR. Sedangkan proyek yang memiliki NPV = 0 tidak akan memiliki IRR.
Dimana:
ACFt = Arus kas tahunan setelah pajak dalam periode t IRR
= Tingkat diskonto
IO
= Investasi awal
n
= Masa manfaat yang diharapkan dari proyek
Kriteria menerima-menolak dengan metode IRR adalah: IRR ≥ Required rate of return = Proyek diterima IRR < Required rate of return = Proyek ditolak
2.9.3 Payback Period Payback period adalah metode penganggaran biaya yang memperhitungkan periode waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Payback period menggunakan arus kas dalam perhitungannya, bukan laba akuntansi. Kriteria menerima-menolak sebuah proyek tergantung dari payback period proyek tersebut, apakah lebih lama atau lebih cepat dari payback period yang diinginkan oleh perusahaan. Kelemahan dari Payback period adalah tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang yang diterima oleh perusahaan.
2.9.4 Discounted Payback Period Discounted payback period tidaklah jauh berbeda dengan metode payback period hanya discounted payback period menggunakan arus kas bersih yang telah didiskontokan. Jadi dalam hal ini, discounted payback period telah memperhitungkan nilai waktu dari arus kas yang diterima oleh perusahaan.
2.9.5 Profitability Index (Benefit/Cost Ratio) Profitability index atau Benefit/Cost Ratio adalah rasio dari nilai sekarang arus kas bersih di masa depan dibandingkan dengan investasi awal.
24
Dimana: ACFt = Arus kas tahunan setelah pajak dalam periode t k
= Tingkat diskonto
IO
= Investasi awal
n
= Masa manfaat yang diharapkan dari proyek
Kriteria menerima-menolak sebuah proyek atau invesatsi dapat dinyatakan sebagai berikut, PI ≥ 0.0 = Proyek diterima PI < 0
= Proyek ditolak