13
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengendalian Persediaan
Persediaan (inventory), dalam konteks produksi dapat diartikan sebagai sumber daya menganggu (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut, dapat berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga. Persediaan juga merupakan aset dan merupakan n unsur aktiva lancar dalam neraca. Berikut beberapa pengertian persediaan menurut para ahli. 1. Radiks Purba (1995), persediaan dilihat dari segi neraca, persediaan adalah barang atau bahan yang masih tersediia pada tanggal neraca, yang dapat segera dijual atau digunakan (dikonsumsi) atau diolah dahulu (manufaktur) kemudian dijual. 2. Martin K. Starr dan David W. Miller (1997), menjelaskan bahwa sistem persediaan adalah suatu sistem untuk pengadaan barang-barang dalam memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang. Persediaan merupakan suatu sumber yang menganggur tetapi mempunyai nilai yang ekonomis. 3. Dr. Manahan P. Tampubolon (2004), manajemen persediaan merupakan fungsi dari manajer operasional, dan harus membentuk suatu sistem yang
14
permanen melalui penujian-pengujian, antara lain bagaimana persediaan diklasifikasikan dan bagaimana mencatat persediaan dan dipelihara secara akurat. Dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan sejumlah material yang berupa bahan-bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi, yang disediakan dan disimpan disuatu tempat atau gudang untuk diproses dan memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu. Pengendalian persediaan bahan baku di suatu perusahaan menunjukkan bahwa penambahan persediaan bahan dilakukan secara kontinu (berulang) dan permintaan bahan baku bersifat tidak bebas, tergantung pada kebutuhan proses produksi. Persediaan juga membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Tanpa adanya persediaan, suatu perusahaan akan dihadapkan pada resiko tidak dapat memenuhi kebutuhan para pelanggannya, yang juga berarti bahwa perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan. Selama ini sistem pengendalian persediaan bahan baku di perusahaan hanya berdasarkan perkiraan yang belum menggunakan perhitungan secara analitis tentang jumlah dan waktu pemesanan bahan yang optimal, sehingga menyebabkan persediaan bahan tidak terkontrol. Timbulnya persediaan bahan baku dalam suatu sistem adalah merupakan akibat dari beberapa faktor, yaitu : a. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (Transaction Motive), dimana permintaan terhadap suatu barang akan dengan mudah dipenuhi apabila telah tersedia. Karena pengadaan terhadap barang tersebut akan membutuhkan waktu yang lama baik dari segi pembuatan maupun pengiriman. b. Untuk meredam ketidakpastian (Precautionary Motive), dalam beberapa kasus ketidakpastian akan terjadi seperti permintaan yang bervariasi, waktu pembuatan yang tidak konstan, maupun waktu ancang-ancang (lead time).
15
c. Untuk melakukan spekulasi (Speculation Motive), ditujukan untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga barang pada masa mendatang. Apabila persediaan bahan terlalu besar atau dalam penentuan tingkat persediaan salah yang berakibat buruk terhadap perusahaan antara lain disebabkan oleh : •
Penimbunan persediaan mengakibatkan modal tertanam terlalu besar,
•
Keputusan memesan atau membeli barang berulang-ulang dalam jumlah kecil, mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar,
•
Kekurangan persediaan yang mengakibatkan terhambatnya kegiatan produksi,
•
Ongkos persediaan,
•
Resiko kerusakan bahan.
Persediaan bahan yang terlalu kecil juga akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, antara lain disebabkan oleh :
2.2
•
Kemacetan dalam produksi,
•
Ongkos pemesanan,
•
Ongkos kekurangan persediaan.
Fungsi Persediaan
Fungsi dasar persediaan (inventory) baik berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi, itu meliputi beberapa kegiatan secara berurutan seperti pembelian, pengolahan dan penyaluran, dimana kegiatan-kegiatan bias independent atau bebas satu sama lain. (Johannes Supranto; 1988) Lebih spesifik, persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut :
16
a. Pipeline Inventories (Persediaan Penghubung) Fungsi Pipeline Inventories adalah fungsi penghubung antara produsen barang dengan pemasok ataupun konsumen yang dipisahkan oleh geografis yang berjarak jauh dan memerlukan waktu lama untuk masa penyerahan bahan.
b. Decoupling Inventories (Persediaan dalam Proses) Decoupling Inventories sering disebut In-Process Inventory dimana persediaan dibuat agar setiap tahapan produksi bias lebih bebas, tidak saling tergantung dengan proses yang lain, yang diaplikasoikan untuk setiap produksi yang lintasan prosesnya sulit untuk dibuat seimbang. Fungsi ini merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan untuk mengadakan persediaan decouple, dengan mengadakan pengelompokan operasional secara terpisah-pisah, dan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.
c. Economic Order Quantities (Jumlah Pemesanan Ekonomis) EOQ adalah fungsi untuk menetapkan berapa jumlah pesanan produk yang harus dibuat setiap kali pesanan akan dilakukan. Kuantitas produk yang dipesan diharapkan mampu member keseimbangan dalam hal biaya penyimpanan barang dalam jumlah besar maupun kecil dengan frekuensi pemesanan yang jarang.
d. Safety StockInventories (Persediaan Pengaman) Merupakan
fungsi
antisipasi
terhadap
kondisi
acak,
fluktuasi,
ketidakpastian, dan diluar kendali sistem industry yang berkaitan dengan tingkat permintaan, laju produksi, waktu yang dibutuhkan untuk penggantian, dan lain-lain.Ekstra stok barang harus selalu disiapkan untuk mengantisipasi segala macam kondisi tak terduga.
17
e. Seasonal Inventory (Persediaan Musiman) Merupakan fungsi persediaan yang dibuat untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan barang pada musim yang berbeda. Dalam hal ini dilakukan pemanfaatan kapasitas produksi seoptimal mungkin pada musim tertentu dan
dijadikan
sebagai
bentuk
persediaan
untuk
mengantisipasi
melonjaknya permintaan pada musim yang lain. Perusahaab juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode tertentu. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan persediaan ekstra.
2.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan
Masalah persediaan merupakan masalah pembelanjaan aktif, dimana perusahaan menemukan dana yang dimiliki dalam persediaaan dengan cara yang seefektif mungkin. Persediaan membutuhkan biaya investasi dan dalam hal ini menjadi tugas bagi
manajemen
untuk
menentukan
investasi
yang
optimal
dalam
persediaan.Meskipun persediaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namunperusahaaan tetap berhati-hati dalam menentukan kebijakan persediaan. Besar kecilnyapersediaan yang dimiliki oleh perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: •
Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu jalannya produksi.
•
Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat tergantung kepada volume penjualan yang direncanakan.
•
Besar pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian yang minimal.
•
Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan di waktu-waktu yang akan datang.
18
•
Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material.
•
Harga pembelian bahan mentah.
•
Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang.
•
Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.
Sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku adalah : •
Perkiraaan pemakaian bahan baku Penentuan besarnya persediaan bahan yang diperlukan harus sesuai dengankebutuhan pemakaian bahan tersebut dalam satu periode produksi tertentu.
•
Harga bahan baku Harga
bahan
yang
diperlukan
merupakan
faktor
lainnya
yang
dapatmempengaruhi besarnya persediaan yang harus diadakan. •
Biaya persediaan Terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahanbaku, adapun jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan (order) danbiaya penyimpanan bahan gudang.
•
Waktu menunggu pesanan (lead time) Tenggang
waktu
sejak
peaanan dilakukan
sampai dengan
saat
pesanantersebut masuk ke gudang.
2.4
Komponen Biaya Persediaan
Suatu keputusan yang optimum dalam persediaan ialah keputusan meminimumkan jumlah biaya yang berhubungan dengan persediaan (inventory). Oleh karena itu, dalam menentukan besarnya persediaan, perlu diketahui biaya-biaya yang timbul akibat persediaan, yaitu ; 1.
Biaya Penyimpanan (Holding Cost/ Carying Cost) Merupakan biaya yang timbul akibat adanya penyimpanan barang. Biayabiaya yang termasuk di dalam biaya penyimpanan antara lain :
19
2.
a.
Biaya fasilitas penyimpanan,
b.
Biaya modal (Opportunity Cost of Capital),
c.
Biaya kerusakan dan keausan (Amortisation),
d.
Biaya asuransi persediaan,
e.
Biaya perhitungan fisik dan konsolidasi laporan,
f.
Biaya kehilangan barang,
g.
Biaya penanganan persediaan (Handling Cost).
Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Merupakan biaya yang timbul selama proses pemesanan suatu barang. Biaya yang mencakup biaya pemesana adalah :
3.
a.
Biaya ekspedisi,
b.
Biaya upah,
c.
Biaya telepon,
d.
Biaya surat-menyurat,
e.
Biaya pengepakan dan penimbangan,
f.
Biaya pengiriman ke gudang,
g.
Biaya pemeriksaan penerimaan (Raw Materials Inspection)
Biaya Penyiapan (Set-Up Cost) Merupakan biaya-biaya yang timbul dalam menyiapkan mesin dan peralatan untuk dipergunakan dalam proses konversi atau untuk menyimpan barang. Biaya-biaya yang dimaksud adalah :
4.
a.
Biaya mesin yang menganggur (Idle Capacity),
b.
Biaya penyiapan tenaga kerja,
c.
Biaya penjadwalan (Schedulling),
d.
Biaya ekspedisi.
Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan (Shortage Cost) Merupakan biaya yang timbul akibat kehabisan atau kekurangan persediaan bahan karena adanya permintaan barang. Yang mencakup biaya ini adalah : a. Biaya kehilangan penjualan, b. Biaya kehilangan langganan,
20
c. Biaya pemesanan khusus, d. Biaya harga, e. Biaya yang timbul akibat terganggunya operasi, f. Biaya tambahan atau pengeluaran manajerial.
2.5
Model-Model Persediaan
Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah barang tersebut bersifat permintaan bebas (independent) atau sebagai permintaan terikat (dependent). Permintaan independen atas produk atau barang merupakan permintaan yang bebas, dengan pengertian tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi. Sebagai contoh orang yang akan membeli mobil adalah bebas untuk membeli atau tidak, sama dengan orang akan membeli sepeda motor. Sedangkan permintaan dependen adalah permintaan terikat, disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka proses konversi suatu perusahaan tidak akan dapat berjalan. Sebagai contoh, manufaktur mobil membeli plat besi dan komponen untuk merakit mobil, apabila plat besi atau komponen tidak ada, maka proses konversi tidak dapat dilaksanakan sehingga dikatakan plat besi dan komponen merupakan permintaan dependen dari manufaktur mobil. Model persediaan dibagi menjadi dua macam, yaitu model persediaan deterministik dan model persediaan probabilistik. (Hamdy A. Taha; 1996) 1. Model Persediaan Deterministik Modelpengendalian persediaan deterministic merupakan model persediaan yang semua parameternya diketahui dengan pasti. Model deterministik dalam masalah inventory berkaitan dengan persediaan, dimana permintaan yang sebenarnya diasumsikan diketahui. Masalah persediaan yang paling umum yang dihadapi produsen, pengecer dan pedagang besar adalah yang berkaitan dengan kasus dimana tingkat persediaan/stok habis dengan waktu dan kemudian kembali diisi oleh kedatangan item baru. Model sederhana
21
yang mewakili situasi dapat diselesaikan oleh model deterministik (Hillier and Lieberman, 2006). Model deterministik dapat bersifat statis, yaitu model persediaan yang dimana
kuantitas
pemesanan
hanya
dilakukan
dalam
satu
kali,
persediaannya selalu tetap/ terbatas dalam suatu periode tertentu.Atau bersifat dinamis, dimana permintaan diketahui dengan pasti (kontinu) atau berulang-ulang tetapi bervariasi dari satu periode ke periode berikutnya.
2. Model Persediaan Probabilistik Model pengendalian persediaan probabilistik merupakan model persediaan yang fenomenanya tidak diketahui dengan pasti, tetapi nilai ekspektasi, variansi dan pola distribusi kemungkinannya dapat diprediksi. Model persediaan probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periodekedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehinggaperlu didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini terdiri atas dua, yaitu probalistik stationary dan probabilistic nonstationary.
2.6
Sistem Pengendalian Persediaan
Sistem dan model pengendalian persediaan adalah metode penelitian yang bertujuan menjaga keseimbangan antara jumlah persediaan dengan biaya persediaan yang merupakan faktor penunjang dalam produktivitas. Tujuannya adalah agar tercapai sasaran yang diinginkan yaitu stabilitas produksi dan kemampuan mengendalikan hasil
produksi.
Salah
satu
tujuan
pengendalian
persediaan
adalah
untuk
mengoptimalkan persediaan serta mengoptimalkan biaya pengadaan persediaan. Pada dasarnya analisis persediaan berkenaan dengan perancangan teknik memperoleh tingkat persediaan optimal dengan menjaga keseimbangan antara biaya karena persediaan yang terlalu sedikit. Oleh karena itu manajemen persediaan pada hakikatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan sangat erat sekali yaitu perencanaan persediaan dan pengawasan persediaan.
22
Didalam mencari jawaban atas permasalahan umum dalampengendalian persediaan, metode pengendalian persediaan yang dapatdiidentifikasikan sebagai berikut : •
Metode Pengendalian Secara Statistik (Statistical Inventory Control)
•
Metode
Perencanaan
Kebutuhan
Material
(Material
Requirement
Planning/ MRP) •
Metode PersedianJust In Time (JIT)
2.6.1 Metode Pengendalian Secara Statistik (Statistical Inventory Control)
Umumnya metode ini menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. Pada dasarnya, Metode Pengendalian Secara Statistik (Statistical Inventory Control) berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan : •
Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ)
•
Titik pemesanan kembali (Reorder Point)
•
Jumlah cadangan pengaman (Safety Stock)
Metode pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) dan dikelola saling tidak bergantung. Yang dimaksud permintaan bebas adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti (spare part). Dalam perkembangannya metode Statistical Inventory Control memunculkan 2 metode dasar pengendalian persediaan yang bersifat probabilistik, yaitu metode P dan metode Q. Metode P dan metode Q merupakan metode persediaan yang menentukan jumlah persediaan yang harus disediakan dan waktu pemesanan yang optimal sehingga diperoleh total biaya persediaan minimal. Mekanisme pengendalian
23
persediaan dengan metode P dilakukan dengan memesan menurut interval waktu tertentu dan jumlah yang dipesan merupakan selisih antara persediaan maksimum yang diinginkan dengan persediaan yang ada pada saat pemesanan dilakukan. Sedangkan mekanisme dengan metode Q adalah jumlah pemesanan yang konstan dan pemesanan dilakukan jika barang telah mencapai reorder point. a) Diagram Pengendalian Persediaan Metode P
Jumlah Persediaan
2
4
6
8
10
Interval Pemesanan Gambar 2.1 Diagram Metode P
12
Waktu
24
b) Diagram Pengendalian Persediaan Metode Q Jumlah Persediaan Reorder Point Reorder Point
Safety Stock
3
5
7
Interval Pemesanan
9
11
Waktu
Interval Pemesanan
Gambar 2.2 Diagram Metode Q
2.6.2 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning/ MRP)
Perencanaan kebutuhan material (material Requirements Planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk Purcased Planned Orders dan Manufactured Planned Orders. Planned Manufacturing orders kemudian diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan
dengan
ketersediaan
kapasitas
dan
keseimbangan
menggunakan
perencanaan kebutuhan kapasitas (Capasity Requirements Planning = CRP). Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventory untuk item-item dependent demand, dimana permintaan cenderung
25
Discontinuous and Lumpy. Item-item yang termasuk dalam dependent demand adalah : bahan baku (Raw Materials), part, subasembles, dan asembles, yang kesemuanya disebut Manufacturing Inventories. Teknik-teknik MRP dan CRP paling cocok diterapkan dalam lingkungan job shop manufacturing, meskipun MRP dapat pula diadobsi dalam lingkungan repetitif manufacturing. Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk menempatkan yang tepat, pada waktu yang tepat. MRP adalah suatu teknik yang dipakai untuk merencanakan pembuatan atau pembelian komponen atau bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan MPS. Tujuan utama pembuatan MRP adalah merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat, baik berupa pembatalan pesanan, pemesanan ulang, atau penjadwalan ulang pesanan, sehingga diperoleh pegangan untuk melakukan pembelian atau produksi.
2.6.3 Metode Persedian Just In Time (JIT)
Model persediaan Just In Time adalah suatu model yang digunakan untuk menurunkan atau meniadakan persediaan. Model ini didasarkan pada model persediaan deterministik (EOQ) atau model probabilistik P atau Q yang digunakan sebagai masukan awal dalam perhitungannya. Masalah sistem JIT adalah untuk menentukan jumlah optimal ndeliveries bagi operasi JIT berdasarkan kuantitas pemesanan pada model deterministik atau probabilistik. Dari model ini akan dihasilkan kuantitas pemesanan yang optimal, orderquantity, totalannualcost, deliveryquantity, dan saving by switching.
26
2.7
Klasifikasi Model Persediaan
Model pengendalian persediaan dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu model pengendalian persediaan dinamis mengandung resiko dan model persediaan dinamis mengandung ketidakpastian.
2.7.1 Model Persediaan Dinamis Mengandung Resiko
Model persediaan dinamis mengandung resiko adalah persoalan persediaan statis yang hanya dilengkapi denganinformasi maupun distribusi kemungkinan demandnya saja. Pada umumnya model ini digunakan jika data yang tersedia bervariasi untuk setiap periode, sehingga timbul kemungkinan terjadinya keterlambatan persediaan. Hal ini terjadi apabila kebutuhan menyimpang dari data yang diperkirakan. Untuk meredam fluktuasi kebutuhan selama lead time maka diadakan persediaan sebesar W satuan. Agar lebih mudah dipahami, berikut akan digunakan beberapa asumsi dengan menyesuaikan terhadap kebiasaan yang ditempuh oleh suatu perusahaan yaitu dengan menetukan jumlah produksi tiap bulan. Dalam metode Q banyak digunakan rumusan dalam perhitungan persediaan. Sehingga untuk menurunkan rumus-rumus dalam metode ini diasumsikan bahwa kebutuhan dianggap diketahui dan distribusi kemungkinan kebutuhan adalah normal. Maka sesuai dengan sistem yang berlaku bahwa; 1 tahun = 12 bulan, 1 bulan = 30 hari. Selanjutnya produksi rata-rata per bulan = 𝑋𝑋� 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑆𝑆 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 dan 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑇𝑇 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏. Maka dapat dihitung besarnya produksi rata-rata
selama 1 tahun yaitu 𝐷𝐷 = 12𝑋𝑋�. Standart deviasi = 𝑆𝑆𝑆𝑆 dan produksi rata-rata selama lead time = 𝑇𝑇𝑋𝑋�.
∞
Dan kemungkinan keterlambatan persediaan adalah ∫𝑅𝑅+𝑤𝑤 𝑓𝑓(𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑 , 𝑓𝑓 (𝑦𝑦) =
1
1 𝑦𝑦 − 𝜇𝜇 2 � � exp �1 − � 2 𝜎𝜎 𝜎𝜎√2𝜋𝜋
27
Untuk : 𝜇𝜇 = 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝜎𝜎 = 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ∞
Luas yang diarsir = ∫𝑅𝑅+𝑤𝑤 𝑓𝑓(𝑥𝑥 )𝑑𝑑𝑑𝑑
𝜇𝜇 = 𝑋𝑋�𝑅𝑅 + 𝑤𝑤
Gambar 2.3 Distribusi Kemungkinan Produksi Keterangan : 𝑤𝑤 = stok penyangga selama lead time
𝑅𝑅 = rata-rata permintaan selama lead time
Jadi, total ongkos persediaan sesuai dengan rencana produksi bahan selama 1 tahun, dihitung jumlah kebutuhan pertahun, yaitu : Bila : Kebutuhan rata-rata pertahun = 𝑋𝑋� satuan per unit = 𝑡𝑡 bulan
Periode pemesanan
Banyak ongkos pemesanan Maka : Dalam 1 tahun dilakukan
12 𝑡𝑡
= 𝐶𝐶𝑟𝑟 (setiap kali pesan)
kali pemesanan,
Jumlah pemesanan rata-rata =
𝑡𝑡𝑋𝑋�
12
Ongkos pemesanan per tahun =
satuan
12𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑡𝑡
Dari sifat biaya pemesanan, diketahui apabila jumlah pemesanan semakin besar, maka jumlah biaya penyimpanan juga akan semakin besar. Akan tetapi, dengan adanya pemakaian dari jumlah persediaan selama waktu persediaan rata-rata dengan permintaan rata-rata menjadi :
28
1 𝑡𝑡𝑡𝑡
� � 𝐶𝐶. 𝐶𝐶𝑐𝑐
2 12
Jika selama lead time terjad kekurangan persediaan sebesar 𝑊𝑊 satuan, maka akan timbul ongkos kekurangan persediaan sebesar 𝐾𝐾. Sehingga besarnya ongkos persediaan keamanan sebesar : 𝑤𝑤. 𝐶𝐶. 𝐶𝐶𝑐𝑐
1 𝑡𝑡𝑡𝑡
Maka total biaya penyimpanan = � � 𝐶𝐶. 𝐶𝐶𝑐𝑐 + 𝑤𝑤. 𝐶𝐶. 𝐶𝐶𝑐𝑐 2 12
∞
Bila diketahui kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan adalah ∫𝑅𝑅+𝑤𝑤 𝑓𝑓(𝑦𝑦) 𝑑𝑑𝑑𝑑
dan distribusi kemungkinan kebutuhan 𝑓𝑓(𝑦𝑦) mengikuti pola distribusi normal maka ∞
harga ∫𝑅𝑅+𝑤𝑤 𝑓𝑓(𝑦𝑦) 𝑑𝑑𝑑𝑑 dapat diperoleh dari tabel dibawah kurva normal. Jika dalam 1 12
tahun dilakukan
menjadi sebesar :
𝑡𝑡
pemesanan dan terjadi
12 𝑡𝑡
lead time, sehingga ongkos persediaan
∞
12𝐾𝐾 � 𝑓𝑓(𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑡𝑡 𝑅𝑅+𝑤𝑤
Sehingga biaya per tahun menjadi : •
•
• •
Biaya pemesanan (Ordering Cost) =
12𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑡𝑡
Biaya penyimpanan (Carrying Cost)
=
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝐶𝐶𝑐𝑐 24
,
untuk 𝐷𝐷 = 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢
Biaya penyimpanan stok penyangga = 𝑤𝑤𝑤𝑤𝐶𝐶𝑐𝑐
Biaya akibat kekurangan persediaan ∞
12𝐾𝐾 � 𝑓𝑓(𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑, = 𝑡𝑡 𝑅𝑅+𝑤𝑤
29
untuk 𝐾𝐾 = 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝.
Sehingga total cost diperoleh dari hasil penjumlahan biaya-biaya diatas. ∞
12𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝐶𝐶𝑐𝑐 12𝐾𝐾 � 𝑓𝑓 (𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑇𝑇 = + + 𝑤𝑤𝑤𝑤𝐶𝐶𝑐𝑐 + 𝑡𝑡 24 𝑡𝑡 𝑅𝑅+𝑤𝑤
Total cost tersebut merupakan fungsi dua variabel, yaitu variabel 𝑡𝑡 dan 𝑤𝑤, dimana fungsi akan minimum bila : 𝜕𝜕(𝑇𝑇𝑇𝑇) 𝜕𝜕 (𝑡𝑡)
𝜕𝜕(𝑇𝑇𝑇𝑇)
= 0dan
𝜕𝜕(𝑤𝑤)
=0
𝜕𝜕(𝑇𝑇𝑇𝑇) −12𝐶𝐶𝑟𝑟 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐶𝐶𝑐𝑐 12𝐾𝐾{1 − 𝐹𝐹 (𝑅𝑅 + 𝑤𝑤)} = + − =0 𝑡𝑡 2 24 𝜕𝜕(𝑡𝑡) 𝑡𝑡 2 𝑡𝑡 2 =
(24)(12)𝐶𝐶𝑟𝑟 + 12𝐾𝐾{1 − 𝐹𝐹 (𝑅𝑅 + 𝑤𝑤)} 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐶𝐶𝑐𝑐
𝜕𝜕(𝑇𝑇𝑇𝑇) 12𝐾𝐾 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 − 𝑓𝑓(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) = 0 𝜕𝜕(𝑡𝑡) 𝑡𝑡 (12)2 𝐾𝐾 2 {𝑓𝑓(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤)}2 𝑡𝑡 = (𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 )2 2
Dari persamaan diatas diperoleh :
2𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 {𝐶𝐶𝑟𝑟 + 𝐾𝐾(1 − 𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤))} 𝐾𝐾 2 𝐷𝐷 untuk 𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) = distribusi normal dari kebutuhan selama lead time. Harga
{𝑓𝑓(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤)}2 =
𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) diperoleh dengan asumsi bahwa 𝐹𝐹 (𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) = 1, dimana asumsi ini berlaku jika nilai 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 𝐶𝐶𝑟𝑟 berlawanan yaitu bila 𝐾𝐾 >>>, maka nilai 1 − 𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) <<<<.
Ordinat ini dapat dicari dengan menggunakan tabel statistik kemudian
dimisalkan ordinat tersebut 𝑔𝑔(𝑤𝑤), maka : 𝐹𝐹 (𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) =
1
𝑆𝑆√𝑇𝑇
𝑔𝑔(𝑤𝑤)
30
atau (𝑤𝑤) = 𝑆𝑆�𝑇𝑇𝑇𝑇(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) , untuk 𝑇𝑇 =lead time
𝑆𝑆 = standart deviasi per tahun
𝑆𝑆√𝑇𝑇 = standart deviasi selama lead time
Maka harus dipenuhi persamaan : 2
{𝑔𝑔(𝑤𝑤)}2 = �𝑆𝑆 √𝑇𝑇� {𝑓𝑓(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤)}2
Dengan asumsi 𝐹𝐹 (𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) = 1, maka : {𝑔𝑔(𝑤𝑤)
}2
2
�𝑆𝑆 √𝑇𝑇� 𝐶𝐶𝑐𝑐 𝐶𝐶𝑟𝑟 = 𝑋𝑋�𝐾𝐾 2
Dengan demikian 𝑔𝑔(𝑤𝑤) dapat diperoleh melalui daftar tabel Curve Normal Standart.
Dan juga 𝑤𝑤 dapat ditentukan harganya apabila diketahui banyaknya stok penyangga yaitu : 𝑊𝑊 = 𝑆𝑆 √𝑇𝑇𝑤𝑤.
Selanjutnya 𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) diperoleh dengan menggunakan persamaan : {𝑓𝑓(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤)}2 =
2𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 {𝐶𝐶𝑟𝑟 +𝐾𝐾(1−𝐹𝐹(𝑅𝑅+𝑤𝑤 ))}
atau𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) =
𝐾𝐾 2 𝐷𝐷
1
𝑆𝑆 √𝑇𝑇
𝑔𝑔(𝑤𝑤).
Harga 𝑡𝑡 diperoleh dengan mendistribusikan harga 𝐹𝐹(𝑅𝑅 + 𝑤𝑤) ke dalam persamaan
𝑡𝑡 2 =
(24)(12)𝐶𝐶𝑟𝑟 +12𝐾𝐾{1−𝐹𝐹(𝑅𝑅+𝑤𝑤)} 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐶𝐶𝑐𝑐
, sehingga total biaya persediaan dapat dihitung ∞
dengan menggunakan persamaan total cost untuk harga ∫𝑅𝑅+𝑤𝑤 𝑓𝑓 (𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑 diperoleh harga
𝑤𝑤.
Untuk lebih jelasnya sebagai dasar perhitungan total ongkos persediaan (𝑇𝑇𝑇𝑇)
digunakan standart untuk menghitung jumlah pesanan optimum dimana persediaan dan titik pemesanan kembali dapat diasumsikan sebagai berikut : Bila pemakaian rata-rata per tahun 𝑋𝑋� satuan, maka : Jumlah pesanan optimal =
𝑡𝑡𝑋𝑋� 12
31
Pesediaan keamanan= �𝑆𝑆 √𝑇𝑇�(𝑤𝑤)
Titik pemesanan kembali = 𝑇𝑇𝑋𝑋� + 𝑆𝑆 √𝑇𝑇𝑤𝑤
1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan. 2. Lead time juga diketahui dan bersifat konstan. 3. Persediaan diterima dengan segera, dengan kata lain persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk persediaan sepanjang waktu. 4. Tidak dikenakan diskon. 5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemesanan atau pemasangan dan biaya penyimpanan persediaan sepanjang waktu. 6. Jika kehabisan stok (kekurangan stok) dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
2.7.2 Model Persediaan Dinamis Mengandung Ketidakpastian
Model ini umumnya digunakan apabila data pemakaian bahan baku bervariasi untuk setiap periode dan pola distribusi kemungkinan kebutuhan tidak diketahui. Jika : Kebutuhan rata-rata per tahun Periode pemesanan Besarnya ongkos pemesanan Standart deviasi Waktu ancang-ancang Maka : Dalam satu tahun dilakukan Jumlah pemesanan rata-rata
= 𝑋𝑋� per tahun = 𝑡𝑡 bulan
= 𝐶𝐶𝑟𝑟 (setiap kali pemesanan)
= 𝑆𝑆
= 𝑇𝑇 =
=
12 kali pesan 𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑋𝑋� 12
Standart deviasi kebutuhan selama waktu ancang-ancang = 𝑆𝑆√𝑇𝑇
32
Karakteristik model persediaan ini merupakan informasi tentang distribusi kemungkinan per satuan waktu tidak diketahui. Maka untuk menetukan besarnya kemungkinan keterlambatan persediaan selama waktu ancang-ancang digunakan suatu ketidaksamaan yaitu Ketidaksamaan Tchebycheff. 𝑃𝑃 �|𝑌𝑌 − 𝑋𝑋�|⃒ ≥: 𝑘𝑘𝑆𝑆 ′ � ≤
1
𝑘𝑘 2
, untuk 𝑘𝑘 < 0
dimana : 𝑃𝑃 �|𝑌𝑌 − 𝑋𝑋� |⃒ ≥: 𝑘𝑘𝑆𝑆 ′ � = besarnya kemungkinan terjadinya keterlambatan persediaan
𝑘𝑘 = harga yang berubah-ubah
𝑘𝑘𝑆𝑆 ′ = persediaan keamanan
Maka persamaan untuk total ongkos pada model persediaan dinamis mengandung ketidakpastian ini adalah : 𝑇𝑇𝑇𝑇 ≤
12𝐶𝐶𝑟𝑟 1 𝑡𝑡𝑋𝑋�𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 12𝐾𝐾 + + 𝐾𝐾𝑆𝑆 ′ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 + 2 𝑡𝑡 2 12 𝑡𝑡𝑘𝑘
Persamaan diatas dideferensialkan secara parsial terhadap 𝑡𝑡 dan 𝑘𝑘 pada kondisi
minimum dengan syarat turunan pertama = 0, sehingga harga 𝑡𝑡 dan 𝑘𝑘 dapat dihitung sebagai berikut :
Turunan terhadap 𝑡𝑡 :
𝜕𝜕(𝑇𝑇𝑇𝑇) −12𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑋𝑋�𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 12𝐾𝐾 = + − 2 2=0 𝜕𝜕(𝑡𝑡) 𝑡𝑡 2 24 𝑡𝑡 𝐾𝐾
𝑋𝑋� 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 =
288𝐶𝐶𝑟𝑟 288𝐾𝐾 + 2 2 𝑡𝑡 𝐾𝐾 𝑡𝑡 2
𝑡𝑡 2 =
288(𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑘𝑘2 + 𝐾𝐾) 𝑘𝑘 2 𝑋𝑋�𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐
Turunan terhadap :
𝜕𝜕(𝑇𝑇𝑇𝑇) 24𝐾𝐾 = 𝑆𝑆 ′ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 − 3 = 0 𝜕𝜕(𝑡𝑡) 𝑡𝑡𝑘𝑘
33
𝑆𝑆 ′ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 = 𝑡𝑡 = 𝑡𝑡 2 =
24𝐾𝐾 𝑡𝑡𝑘𝑘 3
24𝐾𝐾
𝑘𝑘 3 𝑆𝑆 ′ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐
576𝐾𝐾
𝑘𝑘 6 (𝑆𝑆 ′ 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 )2
Dari persamaan diatas dapat diperoleh : 288(𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑘𝑘2 + 𝐾𝐾) 576𝐾𝐾 = 6 ′ 2 � 𝑘𝑘 (𝑆𝑆 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 )2 𝑘𝑘 𝑋𝑋𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 2𝐾𝐾 2 𝐶𝐶𝑟𝑟 𝑘𝑘 2 + 𝐾𝐾 = 𝑘𝑘 4 (𝑆𝑆 ′ )2 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐 𝑋𝑋 2𝐾𝐾 2 𝑋𝑋� = 𝑘𝑘 6 𝐶𝐶𝑟𝑟 + 𝑘𝑘 4 𝐾𝐾 (𝑆𝑆 ′ )2 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑐𝑐
Jadi, total ongkos persediaan dapat diperoleh dari persamaan diatas harga 𝑘𝑘 selanjutnya, dan diperoleh periode pemesanan 𝑡𝑡, maka : Ukuran pemesanan optimal (𝐷𝐷)
Jumlah persediaan keamanan (𝑊𝑊) 2.8
= 𝑡𝑡𝑋𝑋�
= �𝑆𝑆 √𝑇𝑇�𝑘𝑘
Uji Normalitas Lilliefors
Uji distribusi normalitas atau biasa dikenal dengan istilah uji normalitas dapat digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak, dan dapat dilakukan dengan analisis statistik. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesa, yaitu : 1. 𝐻𝐻0 ∶
2. 𝐻𝐻𝑖𝑖 ∶
data berdistribusi normal data berdistribusi tidak normal
34
Jika data berdistribusi normal, maka pengendalian persediaan digolongkan ke dalam model pengendalian persediaan dinamis mengandung resiko. Jika data tidak berdistribusi normal, maka pengendalian persediaan digolongkan ke dalam model pengendalian persediaan dinamis yang mengandung ketidakpastian. Dalam menguji data produksi minyak kelapa sawit PT Bumi Sejahtera, maka digunakan uji normalitas Lilliefors. Berikut langkah-langkahnya : 1. Menghitung angka 𝑍𝑍𝑖𝑖 pada setiap 𝑋𝑋𝑖𝑖 , dengan rumus 𝑍𝑍𝑖𝑖 =
𝑋𝑋 𝑖𝑖 −𝑋𝑋� 𝑆𝑆
2. Menghitung peluang komulatif𝐹𝐹(𝑍𝑍𝑖𝑖 )normal dengan menggunakan tabel distribusi normal.
3. Menghitung proporsi 𝑍𝑍1 , 𝑍𝑍2 , 𝑍𝑍3 , … yang lebih kecil atau sama dengan 𝑍𝑍𝑖𝑖 . Kemudian dibagi jumlah sampel.
4. Menghitung selisih antara 𝐹𝐹(𝑍𝑍𝑖𝑖 ) − 𝑆𝑆(𝑍𝑍𝑖𝑖 ) dengan harga mutlak.
5. Menentukan nilai paling besar 𝐿𝐿 = max 𝐹𝐹 (𝑍𝑍𝑖𝑖 ) − 𝑆𝑆(𝑍𝑍𝑖𝑖 ) untuk 𝑖𝑖 = 1,2,3, … , 𝑛𝑛.
6. Kriteria pengambilan keputusan :
Jika : 𝐿𝐿 ≤ 𝐿𝐿𝛼𝛼(𝑛𝑛 ), maka 𝐻𝐻0 diterima, Jika : 𝐿𝐿 > 𝐿𝐿𝛼𝛼(𝑛𝑛 ), maka 𝐻𝐻0 ditolak.
]