BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak ditanam oleh para petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan C), mineral, karbohidrat, protein dan lemak yang amat berguna bagi kesehatan. Menurut Herminanto (2010), seperti beberapa jenis sayuran lainnya, kubis memiliki sifat mudah rusak, berpola produksi musiman dan tidak tahan disimpan lama. Sifat mudah rusak ini dapat disebabkan oleh daun yang lunak dan kandungan air cukup tinggi, sehingga mudah ditembus oleh alatalat pertanian dan hama/penyakit tanaman. Petani pada
umumnya
mengatasi gangguan
ulat
kubis
dengan
menggunakan pestisida kimia sintetik. Ditinjau dari segi penekanan populasi hama, pengendalian secara kimiawi dengan pestisida memang cepat dirasakan hasilnya, terutama pada areal yang luas. Hasil survei pada petani sayuran menyebutkan
bahwa
petani
mengeluarkan
50%
biaya
produksi untuk
pengendalian hama secara kimiawi dengan mencampurkan berbagai macam pestisida, karena belum diketahui bagaimana penggunaan pestisida yang tepat. Tanaman kubis pada umumnya banyak ditanam di daerah pedesaan di dataran tinggi, meskipun di beberapa tempat juga ditanam di dataran rendah. Selama pertumbuhannya, kubis mengalami berbagai gangguan hama tanaman terutama kerusakan tanaman oleh ulat tanah yang terdapat pada kubis.
1
2
Selain menyerang tanaman kubis, hama ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn) juga ditemukan menyerang berbagai jenis tanaman yang masih termasuk famili Brassicaceae (Cruciferae) seperti: kale, radish, turnip, brusselssprouts (kubis tunas), caisin, brokoli, caulitflower, kohl rabi (kubis umbi), mustard dan kanola. Tanaman brasika liar seperti misalnya B. elongata, B. fruticulosa, Roripa sp. dan lainnya juga menjadi inang ulat kubis (Herminanto, 2005). Pengendalian ulat tanah pada kubis dapat dilakukan dengan cara menggunakan pestisida kimia dan pestisida nabati, pola bercocok tanam (tumpangsari, irigasi, penanaman yang bersih), pengendalian hayati menggunakan predator, serta aplikasi program PHT. Sampai saat ini pengendalian hama tanaman kubis yang umum dilakukan oleh petani adalah secara kimiawi menggunakan pestisida sintetik. Soewadi (2002) mengemukakan bahwa aplikasi pestisida kimia sintetik yang kurang bijaksana dan tidak sesuai dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat memberikan berbagai dampak negatif seperti terjadinya resistensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya organisme bukan sasaran, adanya residu insektisida pada bahan makanan, pencemaran lingkungan, dan bahaya pada pemakai. Sebagai alternatif, sekarang mulai dikembangkan penggunaan bahan tumbuhan untuk dijadikan sebagai pestisida nabati. Pestisida alami adalah semua zat atau campuran zat kimia alami (kandugan kimia tumbuhan) yang dapat digunakan untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, gulma, virus, bakteri, atau jsad renik yang terdapat pada manusia danbinatang lainnya, atau semua zat campuran
3
yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengeringan tanaman. Pestisida alami mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah mudah terabsorbsi oleh tanaman, bekerja secara sistemik, residu yang dihsilkan mudah dicerna oleh lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi keseimbangan lingkungan (Kardinan, 1999). Dengan digunakannnya pestisida alami ini diharapkan para petani mampu menggunkannya untuk menghindari residu pada tanaman dan resurjensi hama dimana dalam pestisida alami ini mudah disapat dari lingkungan sekitar. Menurut Syaifuddin (2000), insektisida nabati kembali mendapat perhatian menggantikan insektisida kimia sintetik karena relatif aman, murah, mudah aplikasinya di tingkat petani, selektif, tidak mencemari lingkungan, dan residunya relatif pendek. Tumbuhan merupakan salah satu sumber senyawa kimia baru yang penting, baik sebagai senyawa obat, pestisida maupun sebagai senyawa model untuk mendapatkan senyawa aktif. Dari berbagai organ tumbuhan dapat digunakan sebagai pestisida alami, salah satunya adalah akar dari tanaman tuba. Tanaman tuba merupakan flora Indonesia yang cukup berpotensi dan diketahui berkhasiat untuk pengendalian hama pada berbagai tananan (Balitro 1987). Senyawa alami yang terdapat pada akar tanaman ini yaitu rotenon, merupakan racun kuat bagi serangga. Secara umum akar tuba mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, dan rotenon. Akar tuba mengandung rotenon, kandungan tertinggi terdapat pada akarnya, yaitu antara 0,3% - 12%. Selain
4
rotenon, unsur-unsur utama yang terkandung pada akar tuba adalah deguelin, eliptone, dan toxicarol, dengan perbandingan 12 : 8 : 5 : 4. Rotenon merupakan racun kontak dan racun perut, tetapi tidak bersifat sistemik (Kardinan, 1999). Berdasarkan hasil penelitian Mufit (2007) tentang pemberian ekstrak akar tuba terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.) dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% menunjukkan bahwa pada konsentrasi 20% ekstrak akar tuba merupakan konsentrasi tertinggi sehingga mempunyai daya bunuh yang tinggi pula. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai filtrat pestisida nabati filtrat dari akar tuba dalam rangka pengendalian terhadap serangan ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn) dengan konsentrasi yang berbeda. Berdasarkan latar belakang diatas, akar tanaman tuba (Derris elliptica) dapat digunakan sebagai pestisida alami , maka perlu diadakan penelitian tentang “ Pengaruh Pemberian Filtrat Akar Tuba (Derris elliptica) Terhadap Mortalitas Ulat Tanah (Agotis ipsilon Hufn) Pada Tanaman Kubis Secara In Vitro ”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh pemberian konsentrasi filtrat akar tuba (Derris elliptica) terhadap mortalitas ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn) pada tanaman kubis secara in-vitro ?
5
2. Pada konsentrasi berapakah persentase pemberian filtrat akar tuba yang paling efektif terhadap mortalitas ulat tanah pada tanaman kubis secara invitro?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian filtrat akar tuba terhadap mortalitas Agrotis ipsilon Hufn pada tanaman kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) secara in – vitro. 2. Untuk mengetahui konsentrasi dari filtrat akar tuba yang paling efektif terhadap mortalitas ulat tanah pada tanaman kubis secara in-vitro.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada pembaca mengenai adanya pengaruh pemberian pemberian filtrat akar tuba terhadap mortalitas Agrotis ipsilon Hufn pada tanaman kubis (Brassica oleracea var. capitata L). 2. Secara Praktis Memberikan informasi pada masyarakat dan petani tentang adanya pengaruh pemberian filtrat akar tuba terhadap mortalitas ulat tanah pada tanaman kubis.
6
1.5 Batasan Masalah. a. Jenis ulat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ulat tanah instar 3 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman dan Serat Tembakau, Karang Ploso, Malang. b. Konsentrasi filtrat akar tuba yang digunakan adalah 0% (kontrol), 10%, 20%, 30%, 40% . c. Penelitian ini menggunakan satu faktor perlakuan yaitu tingkat konsentrasi pada akar tanaman tuba. d. Pengamatan mortalitas Agrotis ipsilon dilakukan dengan pemberian filtrat akar tanaman tuba terhadap daya tahan Agrotis ipsilon yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati. e. Parameter yang diamati meliputi : 1. Jumlah mortalitas ulat yang mati setelah diberi larutan filtrat akar tuba. 2. Perubahan yang terjadi pada ulat tanah setelah diberikan filtrat akar tuba. f. Mortalitas ulat tanah diamati dari waktu ke waktu adalah 24 jam, 48 jam, dan 72 jam setelah pemberian larutan filtrat akar tuba.
1.6
Batasan Istilah Adapun bebrapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Pengaruh adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan efek suatu hal terhadap hal yang lain (Poerwadaminta, 1992).
7
2. Konsentrasi adalah angka banding volume zat terlarut terhadap volume zat pelarut atau larutan yang dinyatakan khusus (Keenam, et al. 1984). 3. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Pestisida tersebut murah, praktis dan relatif aman terhadap kelestarian lingkungan. Masyarakat petani akan sangat terbantu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya. 4. Filtrat merupakan substansi yang telah melewati penyaringan, biasanya berwujud cair yang terpisah dari campuran padatnya ayau cairan jernih hasil penyaringan (Kashiko, 2004). 5. Mortalitas adalah proporsi kematian akibat penyakit tertentu (Salim edisi pertama). Dalam penelitian ini mortalitas yang dimaksud adalah kematian yang disebabkan oleh pemberian perlakuan berbagai konsentrasi filtrat akar tuba pada sampel. 6. Ulat tanah (Agrotis isilon Hufn) merupakan salah satu ulat penyerang pada tanaman kubis.