BAB 1 PENDAHULUAN
` 1.1 LATAR BELAKANG Banyak penelitian yang mengatakan bahwa saat ini adalah masa dimana hidup kita yang nyata sudah diambil alih oleh dunia maya. Dimana semua interaksi konvensional seakan-akan sudah cukup terwaikili dengan adanya interaksi dalam dunia maya. Masyarakat sekarang merasa sudah cukup aktif dalam perubahan atau pergerakan sosial dengan ikut andil dalam website change.org , atau masyarakat sudah cukup merasa kritis dengan memasang status yang berupa sindiran kepada presiden saat satu tahun kerja presiden beberapa saat lalu. Ketika interaksi tatap muka mengkondisikan pengirim dan penerima pesan dalam suatu system ruang dan waktu yang sama; interaksi melalui media baru dalam dunia maya ini memungkinkan manusia untuk membembus batas ruang dan waktu untuk melakukan hubungan sosial (Thompson, 1994:82). Hal ini berarti bahwa seseorang dapat berinteraksi dengan yang lain walaupun berada di lokasi maupun zona waktu yang berbeda. Meyworitz pun berpendapat bahwa meunurunnya jumlah tatap muka disebabkan karena interaksi yang termediasi dianggap lebih efektif bagi masyarakat yang hidup di era sekarang, dimana mereka harus berpacu dengan waktu dan banyaknya informasi yang tersedia (Meyrowitz, 1985: 122).
1
Bahkan dalam menyalurkan hobi dan minatnya masyarakat pada jaman sekarang tidak perlu lagi repot-repot harus mencari teman dalam dunia nyata. Cukup browsing tentang komunitas
yang memiliki dan minat hobi yang sama, dan
bertemulah orang-orang tersebut dalam sebuah komunitas yang sering disebut sebagai komunitas online. Komunitas online adalah kumpulan orang (masyarakat) yang melakukan kegiatan dalam bentuk pertukaran informasi dan pengetahuan dengan bantuan Information and Communications Technology (ICT). Komunitas online dapat dibentuk dengan hanya beberapa orang atau anggota yang terbatas. Beberapa contoh komunitas online misalnya komunitas alumni atau hobi. Komunitas ini menjadi contoh bahwa konektivitas tidak terbatas oleh pertemuan secara fisik, bisa juga melalui dunia maya. Ini adalah fenomena menarik untuk dikaji karena jenisnya beragam, walaupun pada kenyataannya, kegiatan ini masih memerlukan pertemuan fisik secara real time (offline) dan ruang, namun tetap saja kegiatan yang dilakukan lebih banyak terjadi dalam dunia maya, atau istilah lain komunikasi secara online. Keberadaan komunitas online ada yang bertahan lama atau hanya sementara. Minat yang mendorong pembentukan komunitas online adalah representasi dari aktualisasi diri manusia yang tidak cukup dengan memenuhi kebutuhan primer dan sekunder di dunia nyata (Maslow dalam Williams, 1995). Pandangan baru mengenai efektifitas komunitas online sebagai sebuah komunitas sosial telah banyak dikaji dalam dunia akademis. Beberapa studi terbaru menemukan bahwa komunitas online telah mendorong individu untuk menemukan ikatan yang nyata melalui tujuan komunitas online masing-masing. 2
Gambar 1.1. Contoh beberapa komunitas online di Indonesia (Sumber: google.com , 12 September 2015)
Bisa dikatakan setiap situs berbasis internet atau layanan yang membawa orang bersama-sama disebut jaringan sosial online, tetapi untuk tujuan jaringan sosial dapat dikatakan situs atau layanan yang memungkinkan orang untuk berhubungan dengan satu sama lain, untuk menginformasikan orang lain tentang peristiwa dan kegiatan, dan untuk berbagi berita, foto, video, dan item yang menarik. (Poore 2013:80). Pesatnya kemajuan komunitas online di Indonesia pun dikarenakan perilaku berkomunikasi lewat media sosial merupakan perilaku keseharian masyarakat Indonesia yang sangat menghamba kepada kepentingan komunitas yang sering disebut dengan paguyuban dan kekerabatan. Lewat model paguyuban dan kekerabatan inilah jejaring sosial dibangun, tujuannya untuk menjaga agar norma-norma kelompok, kekerabatan, komunitas dan paguyuban tetap terjaga (Santosa,2011:41). Namun
3
adanya interaksi dalam media sosial ini pun ternyata tidak sepenuhnya dapat memenuhi hasrat paguyuban masyarakat. Contohnya ketika mereka interaksi menggunakan media sosial mereka bisa berbicara dengan bebas tanpa rasa malu, namun ketika bertemu di dunia nyata, jangankan untuk berbincang bahkan hanya untuk menyapa saja terkadang ada rasa malu. Sehingga sebenarnya tanpa sadar masyarakat merasa bahwa adanya interaksi di dunia maya dan media sosial belum bisa mewakili interaksi secara konvensional. Karena sebenarnya dunia maya belum bisa mendekatkan jarak, masih ada jarak yang terjadi antara sesama masyrakat maya ketika mereka bertemu dalam dunia nyata. Hal itulah yang akhirnya mendorong salah satu komunitas online regional Jogjakarta yaitu Jogjavidgram yang masih melakukan interaksi secara bertatap muka atau offline dengan para anggotanya. Jogjavidgram atau Jogja Video Instagram merupakan komunitas yang muncul karena adanya sosial media instagram. Instagram merupakan sebuah aplikasi sosial media berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri. Pada awal kemunculannya instagram digunakan oleh fotografer professional sebagai sosial media untuk membagikan hasil karyanya agar dapat dinikmati secara mudah dalam dunia maya. Namun dengan seiring berjalannya waktu penggunaan instagram pun mulai berubah dan tidak hanya fotografer professional yang menggunakan, namun berbagai lapisan masyarakat. Dengan penggunaan yang begeser ini pula banyak orang-orang yang
4
mengabadikan hobinya dan menguploadnya di instagram, hal ini lah yang memicu munculnya komunitas-komunitas online di instagram dan salah satunya adalah komunitas Jogjavidgram. Komunitas ini merupakan komunitas yang mewadahi anak-anak muda mempunyai minat dan hobi dalam bidang kreatif dengan cara menampilkan videovideo pendek berdurasi 15 detik. Hal ini pun merupakan fasilitas instagram sehingga pengguna dapat mengunggah video meskipun hanya berdurasikan 15 detik. Namun karena keterbatasan durasi tersebut, maka JVG (Jogja-Vid-Gram) harus pintar-pintar membuat video yang mengesankan meskipun hanya berdurasi pendek. Video-video yang ditampilkan kebanyakan bertemakan fenomena sosial, dengan masalah-masalah yang sering dihadapi oleh anak-anak muda, atau konten yang berisikan ide-ide kreatif dari bidang music, seni rupa, dan sebagainya. Komunitas yang baru berdiri pada Juni 2014 ini merupakan “anak” komunitas dari “INDOVIDGRAM”. Indovidgram sendiri merupakan komunitas video instagram yang berbasis di Jakarta. Setelah kesuksesan Indovidgram dalam instagram, di beberapa daerah seperti dijogja mulai muncul komunitas serupa, dan lahirlah Jogja Vidgram. Hingga sekarang followers atau pengikut dari JVG sendiri sudah mencapai 52,9K atau 52.900 lebih followers yang memfollow komunitas ini dalam instagram dan terus bertambah setiap harinya. Selain sebagai wadah untuk mengekspresikan diri dalam mengunggah video, komunitas JVG ini juga dijadikan sebagai ajang berinteraksi sesama anggotanya. Syarat- syarat interaksi sosial dalam masyarakat nyata memiliki social contact dan 5
adanya communicationsocial, maka persyaratan ini juga menjadi substansi utama dalam kehidupan sosial masyarakat maya (Bungin, 2006:166), atau dalam hal ini adalah komunitas JVG. Dua interaksi yang terjadi dalam komunitas ini, yaitu interaksi secara langsung/bertatap muka dan interaksi secara “online”.
Gambar 1.2Akun Instagram Jogjavidgram (Sumber: Akun Instagram Jogjavidgram, 15 Oktober 2015)
Interaksi online mereka lakukan dengan menggunakan instagram itu sendiri sebagai “wadah” berkegiatan mereka, lalu chat messenger sebagai tempat untuk mereka berdiskusi tentang konten atau kegiatan apa yang akan mereka lakukan nantinya. Sedangkan untuk interaksi offline, biasanya mereka lakukan dengan bertemu secara rutin dua minggu sampai tiga minggu sekali, meskipun tidak semua anggota dapat berkumpul ketika terjadi pertemuan secara offline ini, dikarenakan adanya kesibukan masing-masing dari setiap anggota. Pertemuan secara offline ini juga
6
dimanfaatkan oleh komunitas ini untuk membuat video yang mana pada akhirnya akan di upload dalam account instagram Jogjavidgram. Melihat hal ini maka pernyataan beberapa literatur tentang cukupnya suatu interaksi online dalam masyarakat pada jaman sekarang dibantah begitu saja dengan hadirnya komunitas jogjavidgram ini. Pertemuan mereka di dunia maya justru malah membentuk pula komunitas mereka di dunia nyata, meskipun nantinya kembali lagi pada dunia maya. Ada siklus baru yang muncul karena adanya dua interaksi yang digunakan oleh komunitas Jogjavidgram dan akhirnya memunculkan interaksi baru yaitu mutual interaksi. Mutual interaksi sendiri adalah, interaksi yang digunakan lebih dari satu tipe interaksi dan saling berhubungan satu sama lain. Seperti yang dilakukan oleh komunitas Jogjavidgram, dimana interaksi online dan offline yang mereka lakukan keduanya saling bergantung satu sama lain, sehingga interaksi tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki timbal balik, maka dari itu interaksi yang mereka lakukan dikatakan sebagai mutual interaksi. Melihat hal tersebut penelitian ini tertarik untuk melihat lebih jauh mengenaiinteraksi online dan offline sebagai mutual interaksi ini saling berhubungan dan membentuk sebuah pola interaksi dan dampaknya terhadap berbagai macam dalam kohesivitas komunitas ini. Ketika banyak penelitian yang mengatakan bahwa interaksi secara online sudah cukup mewakili interaksi offline namun Komunitas Jogjavidgram ini seolah-olah merasa tidak cukup jika hanya berinteraksi secara online.
7
1.2 RANGKUMAN MASALAH 1. Bagaimana pola interkasi yang terbentuk dari dua mutual interaksi secara online dan offline yang terdapat dalam komunitas online Jogjavidgram ? 2. Bagaimana dampak kohesivitas sosial dari adanya mutual interaksi ini ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Mengidentifikasi interaksi komunitas 2. Mengidentifikasi pola interaksi yang terbentuk dari mutual interaksi yang dilakukan oleh komunitas Jogjavidgram 3. Mengetahui dampak kohesivitas dari mutual interaksi yang terjadi dalam komunitas
1.4 BATASAN PENELITIAN Batasan penelitian ini adalah melihat pola mutual interaksi yang terbentuk dari interaksi secara onlinedan offlineyang terjadi dalam komunitas Jogjavidgram ini serta dampaknya terhadap kohesivitas komunitas. Pola interaksi online yang dilihat dalam penelitian ini adalah pola interaksi yang terbentuk ketika anggota Jogjavidgram saling berinteraksi menggunakan chat messenger dan sosial media Instagram. Hal lain yaitu pola interaksi offline yang dilihat adalah ketika anggota Jogjavidgram melakukan kegiatan gathering, meet up, dan sebagainya. Dari mutual interaksi tersebut peneliti menemukan pola interaksi baru yang terbentuk. Peneliti juga melihat pola-pola interaksi yang terbentuk antara anggota, anggota dan komunitas, serta antar 8
komunitas. Selain itu jika kita membicarakan interaksi komunitas, maka kita harus membicarakan tentang kohesivitas sosial yang terjadi dalam komunitas tersebut. Dengan adanya dua interaksi yang terjalin dalam komunitas ini, maka peneliti pun ingin melihat bagaimana dampak kohesivitas yang terjadi dalam komunitas ini menggunakan interaksi online dan offline. Adapun alasan pemilihan komunitas Jogjavidgram adalah dikarenakan komunitas tersebut berada di dalam Jogjakarta dimana peneliti dapat dengan mudah menemui informan yang notabene adalah anggota komunitas Jogjavidgram, serta komunitas ini mempunyai keunikan meskipun komunitas online tetapi masih mempertahankan beberapa cara konvensional dalam berinteraksi sehingga cocok dengan penelitian ini.
1.5 LANDASAN TEORI 1.5.1 TEORI INTERAKSI Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelonpok manusia maupun antara perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto,2002:62). Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication). Salah satu ahli bidang komunikasi dan sosiologi yang melakukan riset mendalam terhadap hbungan antara media dan interaksi manusia adalah John Thompson (1994), membagi interaksi menjadi 3 kelompok. Interaksi tatap muka (face-to-face), interaksi yang termediasi, dan interaksi termediasi semu.
9
a. Interaksi tatap muka (face to face) Interaksi ini adalah jenis inetraksi yang paling dasar dimana pihakpihak yang berkomunikasi harus berada ditempat yang sama (bertatap muka) sebagai syarat agar interaksi ini dapat terjadi (Thompson, 1994:82). Jenis interaksi yang satu ini memungkinkan pihak yang berkomunikasi untuk memahami makna dengan menggunakan ‘deictic expression’ atau simbol-simbol komunikasi lainnya seperti pandangan mata, ekspresi muka, gerakan tangan, dan lain sebagainya (Thompson, 1994:83). Interaksi tatap muka memiliki beberapa keuntungan, seperti kemudahan yang diberikan kepana lawan bicara untuk melihat pesan non-verbal dari yang berbicara. Oleh karena itu, pihak yang berkomunikasi dapat bertanya untuk mengkorfimasi pemahaman mereka, menjelaskan isi pesan untuk menghindari kesalahpahaman.
b. Interaksi Termediasi Jenis interaksi ini melibatkan penggunaan media seperti telpon dan mesin faks untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berada ditempat yang berbeda (Thomposon,1994: 83). Walaupun jenis interaksi ini memungkinkan pesan untuk dikirmkan ke tempat yang 10
berbeda dari lokasi dimana pengirim pesan berada, interaksi ini memiliki kelemahan dibandingkan jenis interaksi yang pertama. Kelamahan yang utama adalah interaksi ini tidak memungkinkan komunikan
untuk
melihat
fisik
si
pengirim
pesan
yang
menggunakan simbol-simbol non verbal dalam penyampaian pesan (Thomposon, 1994:83). Namun dengan perkembangan teknologi sekarang ini, ketika internet mulai masuk kedalam kehidupan manusia modern, makan interaksi termediasi ini pun mengalami perkembangan yang cukup pesat. Seperti hal nya interaksi menggunakan social media, chatting, bahkan video chatting, yang memungkinkan penerima dan pemberi pesan melakukan pertukaran simbol seperti layaknya face-to-face.
c. Interaksi termediasi Semu (Quasi Mediated) Jenis interaksi adalah tipe interaksi yang dimungkinkan oleh media masa seperti televise, radio, dan lain sebagainya (Thompson, 1994:84). Dalam interaksi ini, pihak yang berkomunikasi tidak berinteraksi secara langsung, seperti yang terjadi pada dua interaksi sebelumnya; namun hubungan yang terjadi adalah hubungan satu arah dimana pengirim pesan tidak mengirimkan pesannya khusus kepada satu orang penerima, bahkan pengirim pesan mungkin tidak mengetahui siapakah penerima pesannya itu (Thompson, 1994: 85). 11
Walaupun tidak terjadi kontak secara langsung antara pengirim dan penerima pesan, interaksi ini tetap memiliki potensi untuk terbangunnya hubungan antara penerima dan pengirim pesan, dimana pihak yang satu aktif memproduksi pesan-pesan simbolis dan yang lain membangun hubungan ketergantungan dengan si pengirim pesan (Thompson, 1994 :85)
1.5.2 POLA INTERAKSI Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah “gambar, corak, model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur”. Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan. Apabila kata tersebut dikaitkan dengan interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna mencapai tujuan. Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh / model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model, dan bentuk-bentuk hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan
12
antara orang perorangan, antara kelompok-kelonpok manusia maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. a. Ciri-ciri Pola Interaksi Bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan. Pola interaksi memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya. Contohnya, seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencerminkan perilaku seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya. 2. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya,
dari
adanya
interaksi,
seseorang
melakukan
penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama, adanya persaingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya. 3. Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran. Contohnya, 13
penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat dapat menciptakan keteraturan sosial. 4. Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan amoral. b. Klasifikasi Pola Interaksi Berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu sebagai berikut: •
Pola Interaksi Individu dengan Individu
Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi. Jarak sosial sangat dipengaruhi oleh status dan peranan sosial. Artinya, semakin besar perbedaan status sosial, semakin besar pula jarak sosialnya, dan sebaliknya. Anda mungkin pernah menyaksikan “si kaya” (bersifat superior) yang suka menjaga jarak dengan “si miskin” (bersifat inferior) dalam pergaulan sehari-hari karena adanya perbedaan status sosial di antara mereka.
14
Apabila jarak sosial relatif besar, pola interaksi yang terjadi cenderung bersifat vertikal, sebaliknya apabila jarak sosialnya kecil (tidak tampak), hubungan sosialnya akan berlangsung secara horizontal. Simpati seseorang didasari oleh adanya kesamaan perasaan dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap ini dapat pula diartikan sebagai perasaan kagum atau senang terhadap orang lain ketika salah satu pihak melakukan sebuah tindakan ataupun terjadi interaksi di antara keduanya. Adapun antipati muncul karena adanya perbedaan penafsiran terhadap sesuatu sehingga menimbulkan perasaan yang berbeda dengan pihak lain. Dua orang saudara bisa saja tidak saling mengenal akibat intensitas dan frekuensi interaksi di antara keduanya tidak ada atau jarang sekali terjadi. Akan tetapi, dua orang yang baru berkenalan bisa saja menjadi sahabat bahkan saudara karena intensitas dan frekuensi interaksinya yang sering. Pola interaksi individu dengan individu ditekankan pada aspek-aspek individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan tujuan pribadi, dipengaruhi oleh sosio-psikis pribadi, dan akibat dari hubungan menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang tawar menawar barang dengan pedagang di kaki lima; dua insan sedang berkasih-kasihan; orang-orang bertemu di jalan dan saling menyapa. Untuk mengukur keakraban seseorang, umumnya digunakan sosiometri seperti pada bagan berikut ini.
15
Gambar 1.3. Sosiometri.
Dari sosiometri tersebut dapat diketahui beberapa hal berikut. 1. Makin sering seseorang bergaul dengan orang lain, hubungannya akan semakin baik. Sebaliknya, makin sedikit atau jarang bergaul ia akan terasing atau terisolasi. 2. Keintiman seseorang sangat bergantung pada frekuensi dan intensitas nya melakukan pergaulan. 3. Dalam pergaulan, seseorang akan memilih atau menolak siapa yang akan dijadikan temannya.
•
Pola Interaksi Individu dengan Kelompok
Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dan individu sebagai anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dalam hal ini, setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tata cara yang ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung jawab bersama. Contohnya, hubungan antara 16
ketua dengan anggotanya pada karang taruna tidak dikatakan sebagai hubungan antar individu, tetapi hubungan antar individu dengan kelompok sebab menggambarkan mekanisme kelompoknya. Pola interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa bentuk ideal yang merupakan deskripsi atau gambaran dari pola interaksi yang ada di masyarakat. Harold Leavitt, menggambarkan terdapat empat pola interaksi ideal, yaitu pola lingkaran, pola huruf X, pola huruf Y, dan pola garis lurus.
Gambar 1.4. Pola-pola interaksi
Pola lingkaran merupakan pola interaksi yang menunjukkan adanya kebebasan dari setiap anggota untuk berhubungan dengan pihak manapun dalam kelompoknya (bersifat demokratis), baik secara vertikal maupun horizontal. Akan tetapi, pola ini sulit dalam menentukan keputusan karena harus ditetapkan bersama. Pola huruf X dan Y ditandai dengan terbatasnya hubungan antar anggota kelompok sebab hubungan harus dilakukan melalui birokrasi yang kaku, tetapi mekanisme kelompok mudah terkendali karena adanya pemimpin yang dapat menguasai dan mengatur anggotanya walaupun dipaksakan.
17
Pola garis lurus hampir sama dengan pola huruf X dan Y, yang di dalamnya hubungan antaranggota tidak dilakukan secara langsung atau melalui titik sentral. Akan tetapi, pihak yang akan menjadi mediator dalam hubungan tersebut, bergantung pada individu-individu yang akan berhubungan seperti pada pola lingkaran. Terbatasnya hubungan antar anggota pada pola ini bukan karena otoritas pemimpin, melainkan keterbatasan wawasan setiap anggota dalam berhubungan karena adat istiadat dalam masya rakat. Oleh karena itu, pola garis lurus biasanya menyangkut aspek-aspek kehidupan yang khusus. •
Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok
Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya. Misalnya, kehidupan dalam masyarakat yang saling berbaur walaupun mereka berbeda agama, etnis atau ras; rapat antar fraksi di DPR yang membahas tentang RUU.
1.5.3 KOMUNITAS ONLINE/VIRTUAL Menurut Rheingold (1993) Virtual Community adalah suatuagregasi sosial yang terbentuk di dalam The Net ( jaringan komputer yang terhubung dalam teknologi CMC yang menghubungkan manusia diseluruh dunia untuk berdiskusi) ketika sejumlah orang melakukan diskusi dalam waktu yang cukup lama, dengan tidak mengesampingkan humanfeeling, dalam membentuk suatu
18
jaringan hubungan personal di dalamcyberspace. Menurut Rheingold Virtual
Community terbentuk ketika telahterjadi sebuah diskusi dalam waktu yang cukup lama, tidak semuakelompok yang terbentuk dalam cyberspace melakukan interaksi yanglama dalam cyberspace.Sebuah kelompok yang melakukan e-conferencemelalui jaringan internet untuk melakukan diskusi dalam menyelesaikansebuah tugas dari kampus atau sekolahnya karena tidak dapat bertemusecara langsung bukanlah sebuah Virtual Community karena ketika tugas telah selesai dilakukan kelompok tersebut akan hilang.Perdebatan mengenai konsep Virtual Community tidak terlepas darikonsep tradisional mengenai Community yang seperti diungkapkan oleh Benschop (1997) mengacu pada berbagai hubungan sosial yang beroperasi dalam etis, agama, bahasa tertentu, memiliki batasan atau wilayahgeografis. Masyarakat ini ditandai dengan rasa kebersamaan organik,ikatan persaudaraan, keluarga dan tradisi, dan terikat berdasarkanpemahaman, konsensus dan bahasa sedangkan ruang dalam cyberspace yang tidak memiliki batasan maupun wilayah geografis yang jelas,sehingga perlu memperjelas lagi konsepcommunity dalam
cyberspace atauvirtual community. Selain tidak memiliki batasan wilayah geografis, ciricirilain yang dimiliki oleh sebuah community dimiliki juga oleh
virtualcommunity.Dalam menjelaskan Virtual Community Ridings dan Gefen (2004) mengutip berbagai definisi yang berkembang sehubungan dengan konsepVirtual Community, yaitu sebuah komunitas yang terbentuk oleh orangorangyang
memiliki
kesamaan 19
kepentingan
ataupun
tujuan
yangmelakukan diskusi mengenai suatu topik dalam waktu yang cukup lamamelalui CMC.Virtual Community yang hanya dapat dilakukan melalui CMC memungkinkan terjadinya interaksi yang dilakukan jarak jauh. Hal initentu saja akan sangat menghemat biaya dan waktu yang diperlukan untukmelakukan sebuah diskusi atau sekedar perbincangan santai. Namun selainkemudahan yang diberikan Virtual Community ternyata terdapat beberapa permasalahan yang hingga saat ini belum teratasi secara menyeluruh,diantaranya yaitu permasalahan identitas dan control sosial. Dalam Virtual Community umumnya para pengguna yangterhubung ialah
anonim
meskipun
tidak
sedikit
pengguna
yang
dengansadar
menggunakan identitas aslinya baik itu sejak awal maupun setelahmelakukan interaksi dalam kurun waktu tertentu. Dalam VirtualCommunityumumnya seseorang
menggunakan
nickname,
avatar,
dancharacter
(hanya
memungkinkan dalam virtual reality) untukmengekspresikan identitasnya. Meskipun beberapa jenis VirtualCommunity meminta identitas ketika melakukan pendaftaran, namun pada umumnya tidak terdapat proses validasi data tersebut, sehingga setiaporang bebas memilih nama dan identitas lainnya. Meskipun saat ini telahhadir teknologi yang memungkinkan terjadinya komunikasi audio maupunvideo, namun tidak semua CMC menggunakan fasilitas tersebut.
20
Namun ada beberapa yang harus diperhatikan dengan metafora kehadiran komunitas ini, antara lain: •
Sejumlah bukti menunjukkan, pesan tatap muka lebih unggul dalam membentuk komunitas, sebaliknya pesan melalui online tidak dapat membentuk komunitas yang langgeng.
•
Terjadi ketidaksetaraan dalam kecepatan mengakses internet sehingga muncul beragam jenis komunitas.
•
Komersialisasi mengancam komunitas dengan metafora informaasi yang dominan.
Terdapat mengklasifikasikan
beberapa
macam
Virtual
Community
komunitas Lazar
dan
virtual. Preece
Dalam (1998)
mengungkapkan terdapat empat schema dasar, yaitu : •
Berdasarkan attribut (Whittaker, Isaacs, dan O'Day, 1997) dikutip oleh Lazar dan preece
mengemukakan bahwa sebuah komunitas dapat dibatasi berdasarkan atribut yang melatarbelakangi komunitas tersebut. Atribut tersebut ialah, tujuan atau kepentingan yang sama yang memberikan alasan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tersebut, interaksi yang terjadi terus menerus dan hubungan emosional yang kuat, kegiatan bersama yang dilakukan anggota komunitas, akses ke sumber daya milik bersama, dukungan antar anggota masyarakat, adat sosial, bahasa maupun aturan. 21
•
Berdasarkan aplikasi yang digunakan
Virtual Community dapat diklasifikasikan menurut software yang digunakan. Pada umumnya Virtual Community menggunakan sebuah
listserver, BBS (bulletin board system), newsgroup, IRC (internet relay chat), atau MUD/MOO (multi user dungeon/multiuser object oriented). berbagai jenis software tersebut dapat menggunakan model synchronistic dan
asynchronisticcommunication. Dan tidak menutup kemungkinan suatu komunitas memanfaatkan beberapa dari jenis software tersebut untuk mengembangkan komunitasnya. •
Hubungan dengan komunitas nyata (traditional community) Banyak
Virtual
Community
terbentuk
berdasarkan
traditionalcommunity atau physical community Foster dikutip oleh Lazar dan Preece (1998) Virtual Community menawarkan sarana bagi individu yang mencari bentuk baru dari komunitas dari pada menghindari komunitas yang saat ini dirasa bermanfaat baginya. Lebih lanjut menurut Aoki (2009) kategori ini dapat diperluas menjadi tiga bagian, yaitu : •
Komunitas yang berdasarkan physical community
Jenis komunitas seperti ini biasanya merupakan virtualisasi dari sebuah komunitas di dunia nyata. Contoh komunitas seperti ini adalah Blacksburg Electronic Village. Anggota komunitas semacam ini biasanya sering bertemu dalam dunia nyata karena berasal dari wilayah geografis yang sama. 22
•
Komunitas yang sedikit berdasarkan physical community
Jenis komunitas ini memiliki anggota yang beberapa kali bertemu dalam dunia nyata, namun lebih sering melakukaninteraksi dalam
Virtual Community. Contoh komunitassemacam ini adalah komunitas scholarly communities. •
Komunitas yang bukan berdasarkan physical community Komunitas semacam ini pada umumnya tidak pernahmelakukan
pertemuan dalam kehidupan di dunia nyata (atautanpa disadari pernah bertemu karena keanggotaan yanganonim). Jenis komunitas semacam ini dapat berubah menjadijenis komunitas yang kedua jika sifat anonim tidak lagidigunakan dan memilih untuk bertemu di dunia nyata.
•
Keterikatan Menurut Wellman seperti dikutip oleh Lazar dan Preece (1998)
keterikatan merupakan suatu konsep sosiologis yang berkaitan dengan seberapa banyak hubungan sosial yang tetap ada dalam pupolasi tertentu dalam suatu kelompok atau komunitas. Dalam sebuah komunitas yang ketat (komunitas tertutup untuk kalangan tertentu), hubungan sosial terjadi dalam komunitas tersebut, sebaliknya dalam suatu komunitas yang sedikit longgar (komunitas terbuka untuk siapa saja), anggota komunitas memiliki ikatan sosial yang lebih kuat dengan orang diluar komunitas tersebut. 23
1.5.4 Konsep Kohesivitas Kohesivitas adalah suatu norma sosial yang mengikatkan individu dengan kelompoknya. Forsyth (2010, h.118) berpendapat kohesivitas adalah daya tarik antar anggota komunitas dalam sebuah komunitas, dan komunitas terdiri dari jumlah anggota dan kekuatan sikap positif antar anggota komunitas. . Suatu kelompok mempunyai daya tarik karena: §
Tujuan kelompok dan tujuan anggota ditentukan secara jelas.
§
Kelompok memiliki pemimpin yang berkarisma
§
Reputasi kelompok
§
Kelompok memiliki anggota yang sedikit jadi memungkinkan adanya interaksi
§
Anggota kelompok saling mendukung, membantu, dan dapat mengurangi hambatan atau kesulitan.
Forsyth (2010, h.119) menjelaskan bahwa dalam pembentukan sebuah komunitas dibutuhkan beberapa komponen kohesivitas bukan hanya kohesivitas sosial. Diantaranya adalah social cohesion, task cohesion, perceive cohesion, dan emotional cohesion. a. Social Cohesion Social cohesion adalah daya tarik antar anggota komunitas sebagai wujud membentuk sebuah komunitas sebagai suatu keseluruhan. Kohesivitas merupakan sebuah multi level proses dimana anggota komunitas satu sama lian dapat saling mengikat. Pada level individu, anggota komunitas menemukan jati 24
dirinya dalam komunitas, anggota komunitas memiliki hubungan personal antar anggota komunitas. Pada level komunitas, anggota komunitas memiliki ketertarikan yang lebih pada sebuah komunitas. Anggota komunitas akan cenderung tetap tinggal dalam komunitas tersebut. b. Task cohesion Adalah kesatuan anggota komunitas yang memfokuskan dalam mengerjakan tugas tugas akan bergantung pada kerjasama yang ditunjukkan oleh setiap anggota komunitas untuk mengkoordinir setiap usaha mereka dan collective eficacy komunitas tersebut. Collective eficacy merupakan suatu keyakinan, sehingga anggota komunitas mengembangkan dan melaksanakan tugas tugas untuk tujuan bersama dengan sukses
c. Perceive cohesion Merupakan suatu pengurai hubungan didalam sebuah komunitas, perasaan kesatuan dan kebersamaan dalam komunitas. Dalam perceive cohesion, setiap anggota komunitas memandang sebuah anggota komunitas sebagai suatu keseluruhan. Setiap anggota komunitas merasa diakui dalam komunitas tersebut sebagai suatu identitas.
d. Emotional cohesion Merupakan wujud kebersamaan positif dalam sebuah komunitas. Kebersamaan positif tersebut pada akhirnya memberikan efek yang positif. Diantaranya 25
memperbaiki kinerja personal, dan meningkatkan kelangsungan dalam berkomunitas.
1.6 KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalahpenelitian yang telah dilakukan oleh Prita Widyastuti (2012) tentang
“Pemanfaatan Forum Off-line oleh Komunitas On-line (Studi Kualitatif Komunitas Pengusaha Mudah Jogja Kaskus Regional Yogyakarta) ”. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan berdasarkan observasi partisipatif, Focus Group Discussion (FGD) dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak sekali manfaat dari forum off-line oleh komunitas PMJ. Pemanfaatan tersebut terbagi menjadi 3(tiga) lingkup, yaitu kopi darat, sharing, dan komersil. Pertama, kopi darat dimanfaatkan anggota PMJ sebagai wadah atau tempat untuk berkumpul bersama sesama pengusaha. Mereka dapat sharing pengalaman usaha antar anggota PMJ, mendapat rekan bisnis, dan menambah link atau jaringan. Sehingga terjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Anggota dapat meningkatkan konsumen dan keuntungan, dan menganggap kopi darat lebih nyaman untuk dilakukan. Selain itu kopi darat juga dapat menambah kesibukan dan sebagai sarana hiburan. Kedua, manfaat sharing adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh para anggotanya dan memberi motivasi kepada para anggota untuk menjadi pengusaha yang sukses. Ketiga, komersil mempunyai manfaat yaitu pada jual beli forum off-line dianggap lebih aman dan mantab. Dapat meningkatkan keuntungan
26
dan meningkatkan kepercayaan konsumen maupun dengan sesama anggota dalam hal kerjasama. Selain itu juga dapat menambah konsumen dan menaikkan penjualan usaha mereka Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah memiliki persamaan membahas tentang komunitas online yang tetap melakukan interaksi offline. Perbedaannya adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Prita Widyastuti ia lebih focus pada pemanfaatan dari interaksi offline itu sendiri sedangkan di penelitian yang akan diteliti tetap melibatkan interaksi online yang memiliki mutual dengan interaksi offline, dan lebih melihat kepada pola interaksinya daripada pemanfaatannya. Selain itu dari komunitas online yang diteliti pun berbeda. Jika Prita Widyastuti memilih komunitas Kaskus Regiona Jogja, penelitian yang akan peneliti lakukan adalah komunitas Jogjavidgram meskipun sama-sama di regional Yogyakarta.
1.7 METODOLOGI PENELITIAN 1.7.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian berjumlah 3 orang. satu orang sebagai koordinator komunitas dan admin, satu orang sebagai Humas, dan satu orang sebagai anggota. •
Karakteristik Subjek
a. Anggota aktif dalam Jogjavidgram, dalam arti masih aktif mengikuti kegiatan jogjavidgram hingga penelitian ini berlangsung.
27
b. Aktif dalam kegiatan berdiskusi di komunitas dengan menggunakan interaksi online maupun offline. •
Penentuan Jumlah Subjek
Penentuan jumlah subjek didasarkan pada struktur organisasi dari komunitas jogjavidgram dalam berbagai perspektif. Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah Koordinator yang merangkap sebagai admin, Humas , dan 1 anggota biasa.
1.7.2 Tempat dan waktu Penelitian Tempat Penelitian - Daerah Yogyakarta Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di bulan Oktober - November, wawancara telah dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2015, 28 Oktober 2015, 31 Oktober 2015 , dan 9 November 2015 1.7.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pada intinya penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi objek yang alami. Disini peneliti menggunakan instrument kunci (I Made, 2006 : 134). Penelitian kualitatif deskriptif dimaksudkan untuk dapat menggali lebih dalam mengenai fenomena yang ada. Metode penelitian kualitatif adalah 28
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Pada penelitian ini, peneliti menyajikan hasil penelitian secara kualitatif deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Data tersebut mungkin berasal dari nakah wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi (Moleong, 2010 : 11) Peneliti berusaha untuk mendeskripsikan mengenai pola interaksi dan dampak interaksi secara online pada komunitas online Jogjavidgram dengan menggunakan pendekatan kualitatif ,diharapkan peneliti dapat menggali lebih dalam mengenai tema penelitian ini.
1.7.4 Metode Pengumpulan Data Dalam prosedur pengumpulan data, peneliti menggunakan wawancara mendalam sebagai data utama dan menggunakan observasi partisipan. Dalam pencatatan data, peneliti menggunakan media pencatatan dan rekaman audio. Peneliti sebelumnya telah meminta ijin kepada subjek untuk melakukan proses rekaman audio, dan peneliti tetap menggunakan media pencatatan untuk mencatat ringkasan jawaban subjek dan data observasi selama proses wawancara berlangsung, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan keabsahan atau ke validan data. Karena penelitian ini melibatkan interaksi online maka penelitian juga melakukan pengumpulan data dengan menggunakan interaksi online, yaitu dengan melakukan observasi interaksi online yang mereka lakukan di sosial media instagram maupun di group chat messenger dan
29
melakukan wawancara dengan anggota sebagai data pendukung menggunakan chat messenger.
•
Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa catatan-catatan lapangan : Observasi, dokumentasi, wawncara, dan kaji literatur yang relevan.
•
Sumber Data Sumber Data Primer o Wawancara langsung (28 dan 31 Oktober 2015) dan wawancara menggunakan chat messenger (diantara bulan oktober – desember) o Observasi langsung (15 November 2015) dan Observasi menggunakan interaksi online (25 – 30 0ktober 2015) Sumber data sekunder o Akun Instagram Jogjavidgram o Wawancara dengan informan pendukung (15 November 2015) o Artikel online
30
1.7.5 Pengumpulan Data Dalam hal ini teknik pengumpulan data karena penelitian ini meliabtkan dua interkasi online dan offline maka peneliti pun melakukan dua observasi yaitu observasi lapangan dan observasi dunia maya. Dalam observasi dunia maya peneliti mencoba untuk masuk kedalam group diskusi mereka, setelah itu peneliti melakukan beberawa wawancara awal kepada anggota. Setealh melakukan observasi dalam dunia maya lalu peneliti melakukan observasi lapangan, dan melakukan wawancara mendalam ke beberapa sumber data yang sudah peneliti pilih.
1.7.6 Analisis Data Dalam menganalisa data, peneliti menganalisa transkip data catatan lapangan yang diperoleh selama proses wawancara subjek, dan rekaman audio yang di peroleh peneliti untuk menghindari memori yang terlewatkan, dan juga menganalisa aspek nonverbal subjek selama wawancara sebagai bahan tambahan data. Peneliti juga menggunakan data observasi yang diperoleh mengenai subjek dan lingkungan subjek terhadap media sosial.
31