BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia saat ini merupakan salah satu negara berkembang yang membutuhkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya untuk melaksanakan berbagai macam pembangunan. Semakin besar pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan pembangunan negara, maka semakin besar pula penerimaan negara yang dibutuhkan. Sumber penerimaan negara berdasarkan APBN dibagi menjadi 2 (dua) sumber utama yaitu penerimaan dalam negeri dan pinjaman luar negeri.Semakin besar pinjaman luar negeri, maka semakin tidak mandiri pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan suatu negara. Untuk itu pada masa sekarang ini pemerintah sebaiknya mulai mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri dan berupaya untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri. Sumber penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu penerimaan negara bukan pajak (PNBP), penerimaan pajak, dan hibah. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan yang diterima oleh negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam (SDA), bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya, dan pendapatan badan layanan umum (BLU). Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peran yang cukup penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN walaupun sangat rentan terhadap perkembangan berbagai faktor eksternal. Penerimaaan dari minyak bumi dan gas alam sangat tergantung
kepada pasar minyak dunia dan kebijakan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Penerimaan dari ekspor non migas juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan negara tujuan ekspor dan negara pesaing seperti kuota impor, dumping, dan lain-lain. Penerimaan pajak adalah pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan cukai, maupun pendapatan pajak lainnya. Penerimaan pajak merupakan penerimaan yang paling aman dan handal, karena ia bersifat fleksibel, dan menjadi salah satu instrumen bagi pemerintah untuk mengatur perekonomian, yang lebih mudah untuk dipengaruhi dibandingkan dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pengaruh dan campur tangan yang dilakukan pemerintah didalam penerimaan pajak antara lain dengan mengeluarkan paket-paket kebijakan baru mengenai pajak. Kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah tujuan utamanya adalah untuk membantu meningkatkan konstribusi penerimaan pajak. Kontribusi penerimaan pajak di Indonesia mulai terlihat meningkat sejak beberapa tahun belakangan ini. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kebijakan-kebijakan baru mengenai perpajakan dan menurunnya peranan penerimaan dari minyak bumi dan gas alam.Berikut ini adalah data penerimaan negara Indonesia dalam APBN selama periode 5 (lima) tahun terakhir:
Tabel 1.1 Perkembangan Pendapatan Negara Tahun 2010-2014 (dalam Triliun Rupiah)
Penerimaan Pajak Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah
Realisasi APBN 723,3 873,9 980,5 1.148,4 1.246,1 4.972,2
% 72,7 72,2 73,3 76,4 76,2 74,4
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Realisasi % APBN 268,9 27,0 331,5 27,4 351,8 26,3 349,2 23,3 386,9 23,7 1.688,3 25,3
Hibah Realisasi APBN 3,0 5,3 5,8 4,5 2,3 20,9
% 0,3 0,4 0,4 0,3 0,1 0,3
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN (Data diolah kembali),2015
Tabel 1.1 menyatakan bahwa sumber penerimaan negara selama 5 tahun terakhir berasal dari pajak dengan kontribusi rata-rata sebesar 74,4 persen, dan penerimaan negara bukan pajak memiliki kontribusi rata-rata sebesar 25,3 persen. Besarnya kontribusi penerimaan pajak tersebut terhadap pendapatan negara, sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan dan perekonomian bangsa. Dana dari penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN tersebut dialokasikan untuk mendanai berbagai sendi kehidupan bangsa untuk kemakmuran rakyat, mulai dari sektor pertanian, industri, perbankan, kesehatan maupun pendidikan. Begitu besarnya peran pajak dalam APBN, maka usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Pajak. Berbagai upaya dilakukan Direktorat Jenderal Pajak agar penerimaan pajak maksimal, antara lain adalah dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi ditempuh dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang aktif.Sedangkan intensifikasi dapat
ditempuh melalui meningkatkan kepatuhan wajib pajak, peningkatan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap wajib pajak, dan pembinaan kepada para wajib pajak, pengawasaan administratif, pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pasif dan aktif serta penegakan hukum. Usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya mengandalkan peran dari Direktorat Jendral Pajak maupun petugas pajak, tetapi dibutuhkan juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri. Perubahan sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self Assessment, memberikan kepercayaan wajib pajak untukmenghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang (Ilyas & Burton, 2011:31). Hal ini menjadikan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak menjadi faktor yang sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Self Assessment System menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Harahap (2004)dalam Supadmi (2010) menyatakan bahwa, dianutnya Self Assessment Systemmembawa misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary compliance). Kepatuhan memenuhi kewajiban pajak secara sukarela merupakan tulang punggung dari Self Assessment System (Supadmi, 2010).Wajib pajakbertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudiansecara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut. Dengan kata lain, penerapan Self Assessment System diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan perpajakan.
Kepatuhan wajib pajak itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu sikap atau perilaku seorang wajib pajakyang melaksanakan semua kewajiban perpajakannya dan menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Restu, 2014).Kepatuhan tersebut dapat diidentifikasi dari kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan(SPT), kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran tunggakan (Nasucha, 2004).Isu mengenai kepatuhan perpajakan menjadi penting karena ketidakpatuhan perpajakan secara bersamaan akan menimbulkan upaya penghindaran pajak, seperti taxevasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas negara. Penelitian yang dilakukan Solich Jamin (2001) dalam Nugroho (2006), menghasilkan bahwa, tingkat kepatuhan wajib pajak badan (WP Badan) dan wajib pajak orang pribadi (WP OP) ternyata lebih tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak badan. Tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak badan dipengaruhi oleh WP badan lebih cenderung untuk menggunakan jasa konsultan pajak bahkan memiliki karyawan khusus untuk mengurusi masalah perpajakannya, berbeda dengan WP OP yang cenderung untuk tidak menggunakan jasa konsultan pajak akibat biaya yang cukup mahal
dan juga biasanya
menghitung sendiri kewajiban
perpajakaannya. Sadhani dalam Santi (2012:4) menjelaskan bahwa, tingkat kepatuhan perpajakan masih tergolong rendah yang ditunjukkan dengan masih sedikitnya jumlah individu yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
melaporkan SPT.Kota Denpasar khususnya pada wilayah Denpasar Timur, hingga tahun 2014 terdapat sebanyak 100.703 wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang terdaftar dan hanya sebanyak 92.040WP OP yang efektif. Besarnya jumlah WP OP yang menyampaikan SPT tahun 2014 adalah 30.445 dengan tingkat kepatuhanhanya 30,23 persen.Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan WP OP di Denpasar Timur ternyata mengalami fluktuasi. Berikut ini adalah data mengenai tingkat kepatuhan WP OP di Kantor Pelayanan PajakPratama Denpasar Timur periode 2010-2014: Tabel 1.2 Tingkat Kepatuhan WP OP diKantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur Periode 2010-2014
No
Tahun
WPOP Terdaftar
WPOP Efektif
1 2010 78.669 70.021 2 2011 85.601 76.943 3 2012 91.240 82.580 4 2013 95.737 87.076 5 2014 100.703 92.040 Sumber: KPP Pratama Denpasar Timur,2015
WPOP yang menyampaikan SPT
% Kepatuhan
26.965 32.838 35.372 35.135 30.445
34,27% 41,74% 38,76% 36,69% 30,23%
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa, dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tingkat kepatuhan WP OP di wilayah Denpasar Timur senantiasa mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 hingga 2011 tingkat kepatuhan WP OP di KPP Pratama Denpasar Timur mengalami peningkatan dimana tahun 2010 tingkat kepatuhannya sebesar 34,27 persen menjadi 41,74 persen pada tahun 2011. Namun, penurunan terjadi dari tahun 2012 hingga 2014. Besarnya persentase
kepatuhan WP OP di Denpasar Timur pada tahun 2014 paling rendah, yaitu sebesar 30,23 persen. Penurunan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ini membutuhkan suatu kajian agar hal tersebut tidak terjadi berlarut-larut.Kajian dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Gardina dan Haryanto (2006) dalam Arabella dan Yenni (2013) menyatakan bahwa, salah satu faktor penyebab rendahnya kepatuhan pajak adalah kurangnya kualitas pelayanan petugas pajak.Kualitas dan strategi pelayanan yang baik bertujuan untuk membentuk persepsi masyarakat yang positif tentang pajak dalam penerapan self assessmen tsystemyang berorientasi kepada kepatuhan Wajib Pajak.Menurut Devano dan Rahayu (2006:112),kualitas pelayanan adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh kantorpelayanan pajak sebagai upaya pemenuhan kebutuhan wajib pajak dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundangan, yang mana bertujuan untuk menjaga kepuasan wajib pajak yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sehingga apabila pelayanan yang diberikan oleh fiskus baik, maka tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya juga meningkat. Kepatuhan wajib pajak yang meningkat akan mendorong wajib pajaknya untuk membayar pajak sesuai peraturan sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak negara. Kualitas Pelayanan agar dapat memberikan kepuasan bagi pengguna jasanya memiliki lima dimensi, yaitu Responsiveness (Ketanggapan), Reliability (Keandalan), Empathy (Empati), Assurance (Jaminan), dan Tangible (Bukti
Fisik/Langsung) (Rangkuti, 2003).Penelitian yang dilakukan oleh Andriana (2011) di KPP Pratama Kota Bandung sebelumnya menguji dua variabel bebas yaitu penerapan self assessment dan kualitas pelayanan pajak terhadap peningkatan kepatuhan formal wajib pajak.Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, pengaruhkualitas pelayanan petugas pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) mengenai pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi di KPP Pratama Blitar adalah variabel kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi, akan tetapi indikator empati (empathy) menunjukkan pengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Variabel kualitas pelayanan diteliti pada penelitian ini dikarenakan, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terdapat kesenjangan hasil penelitian dimana penelitian Andriana (2011) menghasilkan pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan Putra (2012) menghasilkan pengaruh yang negatif pada indikator empathy terhadap kepatuhan wajib pajak. Tinggi rendahnya kepatuhan pajak juga dipengaruhi oleh sanksi perpajakan.Sanksi perpajakan dikenakan kepada para Wajib Pajak yang melanggar ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administrasi seperti denda, bunga, atau pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi dan sanksi pidana yaitu berupa kurungan penjara. Rahman (2011) melakukan penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Klaten yang diukur melalui tiga variabel bebas yaitu pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak, dan pelayanan fiskus. Hasil penelitian
tersebut menunjukkanbahwa, variabel persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan Wajib Pajak badan di KPP Pratama Klaten.Wajib
Pajak
akan
memenuhi
kewajiban
perpajakannya
apabila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho,2006). Karsimiati (2009) meneliti tentang pengaruh pelayanan fiskus, sanksi denda dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membajar Pajak Bumi dan Bangunan.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi denda berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.Melihat masih terdapatnya kesesenjangan hasil penelitian sebelumnya, maka variabel sanksi perpajakan ini masih layak untuk diteliti kembali pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak. Wajib Pajak dalammemenuhi kewajiban dan hak perpajakannya, mengeluarkan sejumlah biaya yang biasa disebut dengan biaya kepatuhan pajak (compliance cost). Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak tersebut diharapkan tidak memberatkan wajib pajak dan tidak menjadi faktor penghambat wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakanya. Besarnya biaya kepatuhan pajak yang dikeluarkan harus ditekan serendah mungkin oleh pemerintah karena dapat menyebabkan Wajib Pajak tidak patuh.Sandford (1994) dalam Yuniar (2010) menjelaskan bahwa,tax compliance cost bukan hanya dalam artian uang (direct money cost), tetapi juga waktu (time cost), dan pikiran (psychological cost). Semakin tinggi biaya kepatuhan pajak akan membuat wajib pajak enggan untuk membayar kewajiban pajaknya. Penelitian Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa, biaya kepatuhan pajak mempunyai pengaruh negatif
terhadap kepatuhan wajib pajak. Artinya, jika biaya kepatuhan pajak yang dikeluarkan oleh wajib pajak semakin tinggi, maka tingkat kepatuhan pajak akan semakin rendah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Arabella dan Yenni(2013) juga mendapatkan hasil penelitian yaitu biaya kepatuhan pajak memiliki pengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.Variabel biaya kepatuhan pajak diteliti pada penelitian ini dikarenakan di Indonesia jarang dilakukan penelitian terhadap variabel ini, peneliti hanya menemukan tiga penelitian terkait biaya kepatuhan pajak yaitu penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2008) , Mustika (2012), dan Arabella dan Yenni (2013). Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-88/PJ/2004 secara resmi diluncurkan produk e-Filing atau Electronic Filling System.EFilingyaitu sistem penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara elektronik yang dilakukan melalui sistem online dan real time melalui perusahaan penyedia jasa aplikasi yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.Diterapkannyae-Filing sebagai suatu langkah awal dalam modernisasi sistem perpajakan di Indonesia diharapkan mampu untuk memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik terhadap wajib pajak sehingga dapat meningkatkan tingkat kepuasan wajib pajak.Wajib pajak yang puas terhadap kualitas pelayanan ini diharapkan mampu untuk merubah perilakunya dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak dapat mengalami peningkatan.Hastuty dan Jenie (2006) menyatakan bahwa, sisteme-Filing belum cukup efisien bagi wajib pajak sampai diberlakukannya hukum telematika (cyber law).Penelitian yang dilakukan oleh Tresno, Indra, dan Selvy (2012) di KPP Pratama Pulogadung Jakarta Timur
menguji variabel persepsi penerapan e-Filing sebagai variabel bebas, variabel perilaku wajib pajak sebagai intervening dan biaya kepatuhan sebagai variabel moderasi terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, persepsi penerapan sistem e-Filing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.Ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya mengenai variabel e-Filing, membuat variabel ini masih layak untuk diteliti kembali mengenai pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak khususnya wajib pajak orang pribadi yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Kontradiksi dan inkonsistensi pada penelitian-penelitian terdahulu membuat penelitian ini masih menarik untuk dilakukan.Ketidaksamaan hasil yang diperoleh antar penelitian juga menjadi faktor mengapa peneliti mengangkat topik ini.Berdasarkan uraian dan paparan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini adalah “Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan, Biaya Kepatuhan Pajak, dan Penerapan e-Filing pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh positifpada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur? 2) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur? 3) Apakah biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatifpada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur? 4) Apakah penerapan e-Filing berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1) Untuk menganalis pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. 2) Untuk menganalisis pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan pelaporan
wajib
pajak
orang
PajakPratama Denpasar Timur.
pribadi
di
Kantor
Pelayanan
3) Untuk menganalisis pengaruh biaya kepatuhan pajak padakepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. 4) Untuk menganalisis pengaruh penerapane-Filingpada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai pengaruh kualitas pelayanan, sanksi perpajakan, biaya kepatuhan pajak dan penerapan e-Filingpada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denapasar Timur.Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kajian empiris dan dijadikan perbandingan, pengembangan, dan penyempurnaan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan mengenai pengaruh kualitas pelayanan, sanksi perpajakan, biaya kepatuhan pajak dan penerapan e-Filingpada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi agar dapat menjadi bahan
evaluasi di masa yang akan datang oleh pihak pembuat kebijakan perpajakan.
1.5 Sistematika Penulisan Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah dari penelitian yang dilakukan, yang kemudian dari latar belakang masalah yang diungkapkan dapat dirumuskan ke dalam pokok permasalahan, serta disampaikan tujuan penelitian dan kegunaan penelitian dan pada akhir bab ini disampaikan sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menyajikan teori-teori yang relevan untuk mendukung pokok permasalahan terutama kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang nantinya menjadi dasar masalah dalam penelitian ini serta diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya, dan disajikan juga mengenai dugaan sementara dari pokok permasalahan.
Bab III
Metode Penelitian Bab ini menyajikan metode penelitian yang mencakup berbagai hal seperti lokasi dan objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam membahas permasalahan yang akan diteliti.
Bab IV
Hasil dan Pembahasan Bab ini menyajikan data serta pembahasan berupa gambaran umum wilayah penelitian dan pembahasan hasil dari model yang digunakan, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.
Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini menyajikan simpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan, permasalahan serta saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian.