LAPORAN KOMISI VIII DPR RI ATAS HASIL PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DISAMPAIKAN PADA RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KAMIS, 17 MARET 2016 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Dibacakan oleh: Dr. H. Saleh Partaonan Daulay, M.Ag, M.Hum, MA/ Ketua Komisi VIII DPR RI Assalamu’alaikum Wr. Wb Selamat Malam dan Salam sejahtera bagi kita semua
Yang terhormat Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Yth. Menteri Sosial RI beserta Jajarannya,
Yth. Menteri Dalam Negeri atau yang mewakili beserta jajarannya,
Yth. Menteri Perhubungan atau yang mewakili beserta jajarannya,
Yth. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau yang mewakili beserta jajarannya,
Yth. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau yang mewakili beserta jajarannya,
Yth. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau yang mewakili beserta jajarannya,
Yth. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atau yang mewakili beserta jajarannya,
Yth. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau yang mewakili beserta jajarannya, 1
Yth. Menteri Hukum dan HAM berserta seluruh jajarannya.
Hadirin yang kami hormati,
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pada hari ini kita dapat hadir dalam Rapat Paripurna DPR-RI dalam rangka menjalankan tugas Konstitusional kita untuk memenuhi Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib Pasal 152 ayat (1), yaitu agenda Pembicaraan Tingkat II atas hasil pembahasan RUU tentang Penyandang Disabilitas.
Hadirin yang kami muliakan,
Sebelum kami melaporkan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Penyandang Disabilitas, perlu kami sampaikan bahwa hari ini merupakan
momentum yang sangat penting bagi kita semua, dimana sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bangsa Indonesia senantiasa menempatkan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri setiap manusia tidak terkecuali para penyandang disabilitas. Hak tersebut bersifat universal, yang tidak dapat dikurangi, dibatasi, dihalangi, apalagi dicabut atau dihilangkan oleh siapa pun, termasuk Negara. Hak Asasi Manusia dalam segala keadaan, wajib dihormati, dilindungi, dan dipenuhi tidak hanya oleh negara tetapi oleh semua elemen bangsa. Dengan pemahaman seperti itu, maka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia terhadap warga negara harus ditegakkan tanpa terkecuali, termasuk tentu saja bagi penyandang disabilitas. Penegasan mengenai lingkup itu sangat penting dilakukan, mengingat penyandang disabilitas mengalami
hambatan
fisik, mental,
intelektual, atau sensorik dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itulah, peningkatan peran serta penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak dan kewajiban para penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional merupakan hal yang sangat penting dan strategis. Penyandang disabilitas 2
mempunyai potensi besar untuk menjadi agen perubahan sosial bagi pembangunan di segala bidang serta berkesempatan untuk tampil mengukir prestasi gemilang pada tingkat lokal, regional, nasional, bahkan pada tingkat global. Faktanya saudara-saudara kita penyandang disabilitas telah mampu mengharumkan nama bangsa Indonesia dalam beberapa event di pentas internasional. Pada titik inilah pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas perlu diprioritaskan dalam struktur pengambilan kebijakan oleh aparatur negara. Ini sejalan dengan fakta yang menunjukkan bahwa secara demografis jumlah penyandang disabilitas terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Akan tetapi kondisi tersebut, tidak diimbangi dengan pelembagaan sistem pelayanan yang memihak pada aspek kebutuhan dasar dan hakiki para penyandang disabilitas. Pemikiran-pemikiran itulah yang menjadi dasar pertimbangan Komisi VIII DPR RI untuk menyusun inisiatif Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas. Setidaknya ada dua dasar utama yang menjadi pertimbangan Komisi VIII DPR RI untuk mengajukan usul insisiatif RUU tentang Penyandang Disabilitas yaitu: Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dinilai sudah tidak sesuai dengan paradigma kebutuhan Penyandang Disabilitas kekinian, karena undang-undang tersebut masih memiliki paradigma pelayanan dan belas kasihan (charity based), sementara Rancangan Undang-undang yang sedang kita bahas hari ini sedapat mungkin sudah diarahkan pada paradigma pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas (right based), baik hak ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Paradigma pemenuhan hak seperti ini selaras dengan ketentuan yang tedapat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, utamanya Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2) yang menekankan pemenuhan hak setiap warga negara, yang tentu saja di dalamnya termasuk penyandang disabilitas. Kedua, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat dinilai tidak sinkron dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas). Konvensi ini merupakan kerangka normatif internasional yang minimal tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas. Karena Pemerintah Indonesia 3
telah meratifikasi konvensi ini, maka perlu dibuat undang-undang untuk membumikan serta melaksanakan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Hadirin yang kami muliakan,
Perlu kami laporkan bahwa Komisi VIII DPR RI sejak bulan April tahun 2015 telah bekerja untuk mencari masukan dan menyiapkan bahan-bahan dalam penyusunan draf RUU ini. Agar penyusunan dan pembahasan draft Rancangan Undang-Undang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang semestinya, Komisi VIII DPR RI membentuk Panitia Kerja yang bertugas menyusun dan membahas draf Rancangan Undang-undang ini. Setelah melalui serangkaian kegiatan yang cukup panjang, antara lain melakukan rapat-rapat dengan berbagai pihak terkait, melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah, dan mengundang para narasumber ahli, pada bulan September 2015 Komisi VIII DPR RI menyampaikan draft RUU tersebut kepada Badan Legislasi DPR RI untuk harmonisasi dan sinkronisasi. Hasil harmonisasi dan sinkronisasi tersebut selanjutnya disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR-RI untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR RI. Hasil paripurna tersebut kemudian disampaikan kepada Presiden RI untuk dibahas bersama Pemerintah.
Hadirin yang kami muliakan, Sejak tanggal 20 Januari 2016, Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah telah melakukan pembahasan RUU Penyandang Disabilitas secara intensif dan dinamis. Dari 753 Daftar Inventarisasi Masalah yang ada, ada dua isu krusial yang memerlukan pembahasan dan pemikiran yang lebih mendalam dari masing-masing pihak. Pertama pemberian insentif kepada pemberi kerja dan badan usaha yang membuka dan menerima pekerja Penyandang Disabilitas. Meskipun pada awalnya Insentif yang diusulkan DPR RI berupa keringanan pajak, namun akhirnya disepakati bahwa insentif
4
yang diberikan dapat berupa kemudahan perizinan usaha, pemberian penghargaan, dan bantuan modal usaha. Kedua, pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang menjadi tuntutan dari para penyandang disabilitas selama ini. Meskipun pemerintah menilai Komisi ini tidak efektif dan cenderung membebani anggaran negara, namun karena Dewan Perwakilan Rakyat memperjuangkan semaksimal mungkin aspirasi para penyandang disabilitas, akhirnya pembentukan Komisi Nasional Disabilitas tersebut dapat disepakati secara bulat. Setelah isu-isu krusial berhasil dituntaskan dan disepakati, pada tanggal 16 Maret 2016, Panja RUU tentang Penyandang Disabilitas melaporkan hasil kerjanya pada Rapat Kerja Komisi VIII DPR-RI dengan Pemerintah. Dalam Rapat Kerja tersebut, semua Fraksi-fraksi DPR-RI dalam Pendapat akhir mini Fraksi, menyetujui agar RUU tentang Penyandang Disabilitas diajukan dalam Pembicaraan Tingkat II pada Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Hadirin yang kami hormati,
Sebagaimana kami sampaikan di awal bahwa arah pengaturan Rancangan Undang-undang Penyandang Disabilitas
adalah untuk mewujudkan
kesamaan
kesempatan bagi Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas dapat lebih berkualitas, sejahtera, mandiri serta bermartabat. Selanjutnya besar harapan kami agar setelah Rancangan Undang-undang ini disahkan menjadi Undang-undang, Pemerintah segera melakukan sosialisasi serta menyusun beberapa peraturan pelaksanaannya, agar Undang-undang ini dapat segera berlaku efektif. Sebelum mengakhiri laporan ini, izinkanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh komponen masyarakat, khususnya kepada saudara-saudara kita para penyandang disabilitas yang proaktif berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasinya. Tidak lupa kepada seluruh Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI, 5
kepada Pemerintah, tenaga ahli, legal drafter, para peneliti, dan narasumber yang telah bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan pembahasan RUU ini. Kami juga mengucapkan terima kasih dan menyampaikan apresiasi kepada seluruh media cetak maupun eletronik yang telah menyebarluaskan informasi selama proses pembahasan RUU tentang Penyandang Disabilitas. Tentu tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas kerjasamanya dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang ini sehingga dapat diselesaikan sesuai yang direncanakan. Demikian laporan hasil Pembahasan Tingkat I Rancangan Undang-undang tentang Penyandang Disabilitas yang dapat kami sampaikan, atas perhatian hadirin yang terhormat, kami mengucapkan terima kasih. Semoga seluruh aktivitas yang kita lakukan dalam proses pembahasan Rancangan Undang-undang ini dapat bermakna dalam menjalankan kewajiban konstitusional kita dan melengkapi pengabdian kita sebagai hamba Tuhan dalam membangun peradaban yang lebih bermartabat. Amin.
PIMPINAN KOMISI VIII DPR RI KETUA,
Dr. H. SALEH PARTAONAN DAULAY, M.Ag, M.Hum, MA
6