ARTIKEL
HUBUNGAN AKTIFITAS BERMAIN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI SD KANISIUS KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG
OLEH: YUDI SUPRIYANTO NIM : 010214A088
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2016
Hubungan Aktifitas Bermain Dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Yudi Supriyanto*, Umi Aniroh**, Abdul Wakhid*** Email:
[email protected] *Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo **Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo ***Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Aktivitas fisik pada anak-anak baik di sekolah maupun di rumah berperan penting dalam penentuan status gizi anak. Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak usia sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Metode penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif korelasional dengan studi potong lintang. Populasi penelitian ini adalah siswa SD Kanisius sejumlah 223 siswa. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan proporsional simple random sampling didapatkan sejumlah 70 siswa. Instrumen penelitian menggunakan pedoman penilaian status gizi anak dan kuesioner aktifitas bermain. Analisis data dilakukan dengan uji Kendall Tau. Hasil penelitian didapatkan aktifitas bermain rendah dan tinggi masing-masing sebanyak 50% responden. Responden yang memiliki status gizi normal hanyak sebanyak 29 responden (41,4%). Ada hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. (nilai p: 0,0001 < α: 0,05). Saran bagi institusi pendidikan perlunya disusun kurikulum pembelajaran tentang aktifitas bermain pada anak sehingga dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang baik bagi anak usia sekolah. Kata kunci : aktifitas bermain, status gizi, anak usia sekolah Kepustakaan : 24 (2002-2011)
ABSTRACT Physical activity in children both at school and at home plays an important role in determining the nutritional status of children. Play is an important activity for the growth and development of physical, social, emotional, intellectual, and spiritual primary school children. The purpose of this study was to determine the relationship play activities with the nutritional status of school-age children in SD Kanisius Bergas District of Semarang District. This research method was used correlation descriptive design with cross sectional study. The study population was 223 students. Sampling techniques was done by proportional random sampling found 70 students. The research instrument was used guidelines on the assessment of nutritional status of children and questioner play activities. Data analysis was performed with Kendall Tau test. The result showed the low and high activity play each as much as 50% of respondents. Respondents have a normal nutritional status are only 29 respondents (41.4%). There is a play activity relation to the nutritional status of children in SD Kanisius Bergas District of Semarang District. (P value: 0,0001 <α: 0.05). Suggestions for educational institutions need structured learning curriculum of play activities for children so that they can be used as a medium of learning is good for children of school age. Keywords: play activities, nutritional status, school-age children Refferences: 24 (2002-2011) PENDAHULUAN Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaiaan diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong 2008). Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat invidual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi dan di pupuk pada masa-masa selanjutnya (Gunarsa, 2006). Anak sekolah menjadi pengalaman inti anak pada usia 6-12 tahun yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas prilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebayanya, dan orang lain. Masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan diperlukan stimulasi supaya pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan dengan baik. Pertumbuhan berkaitan dengan kuantitas fisik individu anak, sedangkan perkembangan dihasilkan melalui proses pematangan dan proses belajar dari lingkungannya (Ngastiyah, 2005).
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan saja (Supriasa, 2012). Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda- tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004). Penilaian aktivitas fisik dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu, aktivitas tanpa melakukan banyak gerakan otot (sedentary behaviour), transportasi yang digunakan untuk berangkat ke sekolah, bermain maupun kegiatan olahraga, kegiatan sekolah, aktivitas perawatan diri serta aktivitas dalam pekerjaan rumah. Aktivitas di sekolah dapat dilakukan didalam maupun diluar ruangan. Aktivitas didalam ruangan misalnya, mencari barang tertentu yang disembunyikan di tempat tertentu, menari diiringi dengan nyanyian serta gerakan melompat, berjalan dan berlari dalam permainan hiden-seek. Sedangkan aktivitas diluar ruangan yang dapat dilakukan
misalnya, menendang bola, menangkap dan melempar bola serta berlari mengejar bola (Hurlock, 2009). Aktivitas fisik pada anak-anak baik di sekolah maupun di rumah berperan penting dalam penentuan status gizi anak, termasuk risiko terjadinya obesitas. Meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi kebiasaan aktivitas yang memiliki gerakan tubuh sedikit (sedentary behavior) seperti menonton TV, bermain playstation, dapat mengurangi risiko obesitas pada anak-anak. Dengan melakukan aktivitas fisik, anak dapat melatih otot-otot, jantung dan hampir seluruh bagian tubuhnya untuk aktif bergerak dan dapat menghindari terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam tubuh. Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Dengan bermain anak dapat mengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi dengan baik. Pada dasarnya anak-anak gemar bermain, bergerak, bernyanyi dan menari, baik dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bermain adalah kegiatan untuk bersenangsenang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa untuk bermain, tetapi mereka akan memperoleh kesenangan, kanikmatan, informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi bersosialisasi. Proses untuk menjadi seorang anak bertubuh pendek – yang disebut kegagalan pertumbuhan (growth faltering) - dimulai dalam dalam rahim, hingga usia dua tahun. Pada saat anak melewati usia dua tahun, sudah terlambat untuk memperbaiki kerusakan pada tahuntahun awal. Oleh karena itu, status kesehatan dan gizi ibu merupakan penentu penting tubuh pendek pada anak-anak (UNICEF Indonesia, 2012). Asupan gizi diperlukan untuk memenuhi keduanya yaitu fisik dan mental anak, karena tentunya fisk dan mental merupakan sesuatu yang berbeda namun saling berkaitan (Roosita, 2008). Semakin tinggi tingkat aktifitas tubuh maka nutrisi dan energi juga akan semakin banyak diperlukan, anak usia SD atau Usia sekolah merupakan
usia yang senang bermain. Senang menghabiskan waktunya untuk belajar mengetahui lingkungan sekitar. Untuk itu perlunya nutrisi dan asupan energi yang banyak untuk menunjang aktifitas fisiknya (Roosita, 2008). Hasil penelitian Purnamawati (2014), didapatkan bahwa rata-rata frekuensi bermain responden sebanyak 2-3x dalam sehari dengan durasi sekali bermain selama 1 jam. Pola makan responden paling banyak tergolong sering dan keadaan status gizi paling banyak yaitu dalam kategori normal. Dan hasil korelasi menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermain video game dengan pola makan maupun status gizi pada anak usia sekolah. Hasil penelitian Azizin (2014) menemukan bahwa antara status gizi dan aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran jasmani siswa kelas IV dan V MI Al Hikmah Gempolmanis, sehingga dapat disimpulkan bahwa status gizi dan aktivitas fisik secara bersama-sama mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat kebugaran jasmani siswa Sekolah Dasar kelas IV dan V MI Al Hikmah Gempolmanis. Muson (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada perbedaan status gizi antara siswa putra dengan putri di SD Negeri Pagersari Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Penelitian tersebut membuktikan bahwa sebagian besar perempuan mengalami peningkatan makan sekitar 100-200 kalori beberapa hari sebelum menstruasi. Pada temuan hasil penelitiannya, peningkatan makan sekitar 100-200 kalori pada beberapa hari sebelum menstruasi disebabkan karena adanya perubahan kadar hormon estrogen dan juga progesteron (Muson, 2012). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SD Kanisius pada tanggal 26 November 2015, diperoleh jumlah siswa sebanyak 223 siswa. Hasil wawancara terhadap 10 siswa kelas 4 diperoleh saat ada waktu istirahat di sekolah, 6 siswa (60%) mengatakan bermain kejar-kejaran dan bermain dengan permainan yang mengunakan aktivitas badannya, sedangkan 4 (40%) siswa lainnya hanya bermain ayunan sambil menunggu bel masuk kelas kembali.
Sementara jika di rumah, 7 siswa mengatakan bermain sepak bola, bermain sepeda, dan bermain video game dengan beberapa teman sebanya, sedangkan 3 siswa mengatakan lebih banyak bermian masak-masakan, membuat mainan dari kertas, tanah, benang yang lebih membutuhkan ketrampilan dan koordinasi antara tangan dan fikiran. Hasil pengukuran status gizi terhadap 10 anak dengan cara menimbang berat badan dan mengukur tinggi badannya didapatkan 8 siswa dalam status gizi normal, dan 2 siswa dalam status gizi lebih. Wawancara kepada kepala sekolah dan guru, didapatkan bahwa muridnya saat istirahat banyak yang tidak makan dan lebih suka bermain dengan temannya. Dari studi pendahuluan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui adakah hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak usia sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak usia sekolah 6-12 tahun di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan desain studi potong lintang (cross-sectional). Desain penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak usia sekolah 6-12 tahun di SD Kanisius Bergas. Penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini adalah siswa SD Kanisius Bergas Kabupaten Semarang sejumlah 223 siswa. Teknik pengambilan sampel secara proporsional simple random sampling, didapatkan 70 responden yang diambil dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Alat pengumpulan data pada masing-masing variabel adalah lembar observasi. Lembar observasi tentang status gizi dengan pedoman z score dan tentang aktifitas bermain anak. Lembar observasi tentang aktifitas bermain dirancang sejumah 10 butir indikator. Analisis univariat
dilakukan pada variabel aktifitas bermain dan status gizi anak usia sekolah di SD Kanisius. Teknik analisis yang digunakan adalah Kendall Tau. HASIL PENELITIAN A. Analisis univariat 1. Gambaran aktifitas bermain anak usia sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Aktivitas bermain
35
35
Rendah
Tinggi
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa aktifitas bermain rendah dan tinggi maisng-masing sebanyak 50% responden. 2. Gambaran status gizi anak usia sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Status Gizi 6
2 29
33
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki status gizi normal hanyak sebanyak 29 responden (41,4%). B. Analisis Bivariat Hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Tabel 4.3 Hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.
Aktifitas bermain Rendah Tinggi Jumlah Nilai r: -0,411
Kurus F %
Status gizi Normal Gemuk F % F %
0 2 2
9 20 29
0,0 5,7 2,9
25,7 57,1 41,4
Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square didapatkan terdapat 4 sel (50%) memiliki nilai harapan kurang dari 5, sehingga tidak memenuhi persyaratan uji chi suqare, selanjutnya dilakukan uji alternatif dengan uji Kendall Tau. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil penelitian dengan uji Kendall Tau didapatkan nilai r sebesar -0,411 dan nilai p sebesar 0,0001. Nilai r sebesar -0,411 menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel adalah negatif dan pada kekuatan hubungan rendah sedang (0,251-0,5). Hasil analisis menunjukkan ada hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. (nilai p: 0,0001 < α: 0,05). PEMBAHASAN A. Analisis univariat 1. Gambaran aktifitas bermain anak usia sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa aktifitas bermain rendah dan tinggi masing-masing sebanyak 50% responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktifitas bermain pada anak usia seklah di SD Kanisius Karangjati masih perlu untuk ditingkatkan. Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya (Christianti, 2007). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Purnamawati (2014) bahwa anak lakilaki mempunyai kepercayaan diri
20 13 33
57,1 37,1 47,1
Total Obesitas F % 6 0 6
F
P value
%
17,1 35 100,0 0,0 35 100,0 8,6 70 100,0
0,0001
secara fisik. Secara fisik anak laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan. Hingga permainannya banyak yang memerlukan motorik kasar seperti: main bola, berlari, dll. Anak laki-laki lebih banyak bergerak, membutuhkan banyak ruang untuk bermain, kadang malah berteriak atau tertawa keras saat di dalam rumah. Sedangkan anak perempuan lebih banyak diam (meski tidak semuanya seperti ini) dan lebih banyak berada didalam ruangan dengan melakukan beberapa permainan yang tidak menggunakan aktifitas fisik berlebihan. Hasil penelitian Anggraini (2014) menemukan bahwa distribusi tingkat aktivitas fisik pada anak usia prasekolah yaitu pada anak laki-laki dengan indeks massa tubuh normal, rerata tingkat aktivitas fisik pada anak laki-laki adalah 1,5 dan anak perempuan 1,4. Pada anak-anak dengan indeks massa tubuh lebih dari normal, rerata tingkat aktivitas fisik pada anak laki-laki adalah 1,1 dan anak perempuan yaitu 1,04. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa aktivitas fisik yang rendah berisiko meningkatkan angka kejadian obesitas sebanyak 29%, pola makan yang tidak seimbang juga dapat meningkatkan indeks massa tubuh, sedangkan status sosial ekonomi tidak berhubungan dengan angka kejadian obesitas. Pada penelitian sebelumnya mengenai kebiasaan aktivitas fisik pada anak usia 2-5 tahun dilakukan pengamatan pada jenis-jenis aktivitas fisik yang dilakukan pada hari kerja maupun hari libur. Hasil pengamatan menunjukan bahwa anak usia prasekolah lebih sering melakukan aktivitas yang bersifat sedentary yaitu
> 8 jam, baik pada hari kerja maupun hari libur. Aktivitas sedentary dapat meningkatkan massa lemak tubuh. Selain itu, pada anak yang jarang beraktivitas aktif memiliki indeks massa tubuh yang tinggi dan berisiko mengalami obesitas (Anne, 2013). 2. Gambaran status gizi anak usia sekolah di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki status gizi normal hanyak sebanyak 29 responden (41,4%). Anak membutuhkan nutrisi dan energi berbeda, disesuaikan dengan aktivitasnya. Hasil penelitian dari Muhammad Hayat (2009), menunjukkan bahwa status gizi anak sekolah dengan indikator BB/TB, status gizi normal dari keluarga sadar gizi dengan persentasenya lebih besar dari pada anak prasekolah dari keluarga non sadar gizi. Dalam Harian Kompas dalam Amin Wahyuni (2011: 2), diberitakan bahwa asupan gizi anak-anak SD di beberapa wilayah Indonesia sangat memprihatinkan, diantaranya dari hasil penelitian terhadap 440 siswa SD berusia 7-9 tahun di Jakarta dan Solo, yaitu 94,5% mengkonsumsi kalori di bawah angka kecukupan gizi yang di anjurkan. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan Muson (2012) yang menemukan bahwa siswa putra yang mempunyai frekuensi terbanyak adalah pada kategori normal yaitu sebanyak 45 siswa atau 75%, sedangkan untuk siswa putri juga kategori normal yaitu sebanyak 40 siswa atau 74,1%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa status gizi siswa SD Negeri Pagersari Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang dalam kategori normal. Anak putri dan anak putra membutuhkan nutrisi dan energi berbeda terutama anak perempuan
yang rata-rata mulai mengalami pubertas pada usia 9- 13 tahun. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian Anggraini (2014) yang menemukan bahwa sebanyak 43 responden memiliki status gizi normal dan 5 responden yang memiliki status gizi lebih dari normal. B. Analisis Bivariat Hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil penelitian dengan uji Kendall Tau didapatkan nilai r sebesar -0,411 dan nilai p sebesar 0,0001. Nilai r sebesar -0,411 menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel adalah negatif dan pada kekuatan hubungan rendah sedang(0,251-0,5). Hasil analisis menunjukkan ada hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. (nilai p: 0,0001 < α: 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muson (2012), bahwa pentingnya gizi bagi anak sekolah atau siswa, baik untuk pertumbuhan maupun untuk kesegaran jasmani. Guru pendidikan jasmani hendaknya selalu memperhatikan keadaan gizi siswanya, sehingga tujuan dari pembelajaran pendidikan jasmani dapat dicapai, selain itu dari hasil memperhatikan gizi siswa dapat digunakan untuk memberi pengertian kepada orang tua siswa agar selalu memperhatikan kebutuhan gizi dengan memberikan pola makanan seimbang agar menjadi anak yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Penelitian Anggraini (2014) menemukan bahwa diatas menunjukan bahwa subyek yang memiliki indeks massa tubuh normal, rata-rata tidur selama 11,2 jam, melakukan aktivitas sedentary selama 10,7 jam dan aktivitas aktif selama 2,1 jam dalam sehari. Sedangkan pada subyek dengan indeks massa tubuh diatas
normal, rata-rata tidur selama 13,7 jam, melakukan aktivitas sedentary selama 8,6 jam dan melakukan aktivitas yang bersifat aktif selama 1,1 jam dalam sehari. Hasil penelitiannya menemukan adanya hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status gizi pada anak usia prasekolah. Selain itu ternyata anak yang tidak rutin berolah raga justru cenderung memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang rutin berolah raga. Makanan dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi timbulnya obesitas baik secara bersama maupun masing-masing (Mustelin, 2009). KESIMPULAN 1. Aktifitas bermain rendah dan tinggi masing-masing sebanyak 50% responden. 2. Responden yang memiliki status gizi normal hanyak sebanyak 29 responden (41,4%). 3. Ada hubungan aktifitas bermain dengan status gizi anak di SD Kanisius Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. (nilai p: 0,0001 < α: 0,05). SARAN 1. Bagi Sekolah Dasar Kanisius Perlunya peningkatan aktifitas bermain bagi siswa sekolah, karena masa anak usia sekolah masih memiliki tugas perkembangan bermain dalam usianya. 2. Bagi Institusi Pendidikan Perlunya disusun kurikulum pembelajaran tentang aktifitas bermain pada anak sehingga dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang baik bagi anak usia sekolah. 3. Bagi Peneliti Perlunya penelitian lanjut terhadap beberapa faktor selain faktor status gizi yang dimungkinkan berpengaruh terhadap aktivitas bermain pada anak. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anne, I. Wijtzes, MSc, Marjolein N. Kooijman, MSc, et al. 2013. Correlates of Physical Activity in 2-Year-Old Toddlers. J Pediatric; 163 ; 791 Azizin, Irhas. (2014). Hubungan Status Gizi dan aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar (Studi pada Siswa Kelas IV dan V MI Al Hikmah Gempolmanis). Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Gunarsa, S.D. . (2009). Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hadi. (2005). Beban Ganda Masalah Gizi dan Impikasinya terhadap kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Yogyakarta: Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Harlimsyah. (2007). Aspek-Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan. EGC: Jakarta. Hurlock, E. (2009). Perkembangan Anak (Edisi 6. Jilid I ed.). Jakarta: PT Erlangga. Irianto, K., & Waluyo, K. . (2004). Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya. Istiany, Ari, & Ruslianti. (2013). Penilaian Status Gizi dalam Gizi terapan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Khomsan, A. (2002). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Institusi Pertanian Bogor. Moehji, S. (2003). Ilmu Gizi 2. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Muliawan, Jasa Ungguh. (2009). Tips jitu memilih mainan positif dan reatif untuk anak anda. Yogyakarta: Diva Press. Muson. (2012). Perbedaan Status Gizi Antara Siswa Putra Dengan Putri di SD Negeri Pagersari Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. (Skripsi), Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Mustafa. (2006). Kajian Status Gizi Dan Faktor yang mempengaruhi Serta Cara Penanggulangan Pada Anak Balita di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Gempa Bumi Dan Gelombang Tsunami Tahun 2005. (Tesis), Universitas Sumatera Utara, Medan. Mustelin L, Silventoinen K, Pietilainen K, Rissanen A, Kaprio J. 2009 Physical Activity Reduces the Influence of Genetic Effects on BMI and Waist Circumference: a Study in Young Adult Twins. Int. J. Obes; 33: 29- 36. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit (Edisi 2 ed.). Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian. Jakarta: Salemba Medika. Polit, DF, & Beck, CT. (2012). Nursing research: generating and assessing evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott-Wolter Kluwer Potter, PA, & Perry, AG. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (Edisi 4 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pudjiadi, S. (2012). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: FK UI. Purnamawati, Ita. (2014). Hubungan Permainan Video Game Dengan Pola Makan Dan Status Gizi Anak Usia
Sekolah Di Sd Muhammadiyah Codong Catur, Sleman. (Skripsi), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Santoso, Soegeng. (2009). Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Sediaoetama, A.D. (2008). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suherman. (2010). Buku Saku Perkembangan Anak. EGC: Jakarta. Sulistiyoningsih, S. (2011). Faktor-faktor Resiko Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Gianyar. Universitas Udayana, Denpasar. Sunarti, E., Julia, M., & Adiyanti, M.G. (2006). Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Vol 22, hal 55-60. Supariasa, I.D.N, Bakri, B, & Fajar, I. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Supartini, Yupi. (2014). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Tedjasaputra, Mayke S. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Tilong, A.D. . (2014). Penyakit-penyakit yang disebabkan makanan dan minuman pada Anak. Yogyakarta: Laksana. Waryana. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Wong, Donna L. (2009). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (M. Ester, Trans. Edisi 4 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.