Article Review Judul Artikel
: Perubahan Sosial dan Kaitannya Dengan Pembagian Harta Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam Penulis Artikel : Zulham Wahyudani Reviewer : Anna Rizki Penerbit : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry Website : http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/328/323 Jumlah Halaman : 24 A. Isi Artikel Perubahan sosial didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi terhadap masyarakat dari satu tingkat kehidupan ke satu tingkat kehidupan yang lain. Secara umumnya perubahan sosial bisa didefinisikan sebagai pergerakan masyarakat dari satu peringkat kehidupan ke satu peringkat yang lain baik peringkat yang baru itu membawa
kebaikan
atau
sebaliknya,
hasilnya
perubahan
tersebut
akan
melambangkan pergerakan yang dihadapi dan dilalui oleh masyarakat tertentu. Akhirnya masyarakat tersebut terpaksa menyesuaikan dirinya dengan kehidupan yang baru atau sebaliknya berusaha untuk mengembalikan keadaannya semula, semuanya bergantung pada pilihan masyarakat itu sendiri.1 Hubungan antara perubahan hukum dan perubahan sosial merupakan salah satu dari permasalahan mendasar yang seringkali mengalami perbedaan antara hukum dan realitas yang terjadi. Dalam literatur hukum Islam kontemporer, kata “perubahan” digantikan dengan perkataan reformasi, modernisasi, reaktualisasi, dekontruksi, rekontruksi, islah dan tajdid. Istilah yang paling banyak digunakan adalah islah, reformasi, dan tajdid. Islah dapat diartikan dengan perbaikan atau memperbaiki, reformasi berarti membentuk atau menyusun kembali dan tajdid berarti 1
Zulham Wahyudani, “PERUBAHAN SOSIAL DAN KAITANNYA DENGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 14, no. 2 (2015): 166–89, http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/328/323; Anton Widyanto, “PENGEMBANGAN FIQH DI ZAMAN MODERN,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (2011): 82–100, doi:10.22373/JIIF.V10I2.46.
1
membangun
kembali,
menghidupkan
kembali,
menyusun
kembali
atau
memperbaikinya agar dapat digunakan sebagaimana yang diharapkan. Perubahan sedemikian rupa seperti yang terjadi dalam teori qawl qadim dan qawl jadid yang dikemukakan oleh al-Imam Syafi‟i, bahwa hukum juga dapat berubah, karena perubahannya dalil hukum yang ditetapkan pada peristiwa tertentu untuk melaksanakan maqasid al-shari’ah. Perubahan hukum perlu dilaksanakan secara terus menerus karena hasil ijtihad selalu bersifat relatif. Oleh itu, jawaban terhadap masalah yang muncul sentiasa harus bersifat baru asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Quran dan al-Sunnah. Perlu ditegaskan di sini bahwa hukum yang dapat diubah adalah hukumhukum yang dihasilkan berdasarkan al-maslahah al-mursalah. Namun, ia terbatas dalam masalah muamalah, hukum administratif, hukum-hukum yang menegakkan kebenaran, merealisasikan kemaslahatan, dan menghindari kerusakan. Perubahan hukum adalah didasarkan pada kondisi atau keadaan masyarakat, baik kondisi sosial atau cara kemasyarakatan. Sesuatu hukum yang telah diputuskan pada masa lalu belum tentu dapat diterapkan pada masa sekarang. Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa pembinaan pembagian harta warisan bukan hanya saja berdasarkan sumber al-Quran dan al-Sunnah. Setelah Rasulullah S.A.W wafat, kegiatan penafsiran al-Quran dan al-Sunnah berkembang pesat, khususnya dalam memahami hukum Islam. Proses ini dinamakan ijtihad sahabat atau tabi‟in. Secara umumnya, perubahan sistem pembagian harta di masa sahabat berbeda-beda berdasarkan tempat, kemajuan ekonomi, peradaban luar, adatistiadat dan struktur masyarakat. Faktor-faktor ini turut mempengaruhi masyarakat di sekitar Mekah dan Madinah. Kedudukan warisan perempuan di kalangan masyarakat Mekah adalah diiktiraf, yaitu perempuan mendapat separuh dari bagian laki-laki. Keadaan
2
sebaliknya sebagian besar masyarakat Madinah tidak memberi warisan kepada kaum perempuan, khususnya yang melibatkan kabilah tertentu yang kuat berpegang pada adat. Realitas sosial memberi pengaruh langsung terhadap perubahan pembagian harta warisan. Bahkan penetapan hukum harta warisan yang bersifat terperinci dan pasti dari al-Quran serta telah dikuatkan oleh Rasulullah saw tidak dapat mengelak dari sentuhan perkembangan yang sangat penting. Tegasnya, perubahan sosioekonomi, budaya, dan nilai-nilai masyarakat merupakan di antara faktor terutama berlakunya perubahan hukum pembagian harta warisan. Kesesuaian antara hukum pembagian harta warisan dan fakta-fakta sosio-kultural diharapkan agar mencapai kemaslahatan. Setelah masa Sahabat atau Tabi‟in, pembagian harta warisan ini telah dilahirkan melalui ijtihad ulama-ulama yang mengikuti “tradisi Nabi dan Ṣahabat. Namun, perubahan sosial yang terjadi di berbagai tempat dan negara, maka sistem perundangan di beberapa negara muslim tidak lagi mengikuti aturan tersebut dengan kuat. Terdapat beberapa perubahan yang dilakukan terutama berkaitan hak cucu yang kematian ayahnya terhijab atau cucu yatim (yakni dihalang) oleh saudara ayahnya (ahli waris pengganti, serta kemungkinan menjadikan anak perempuan menghijab kerabat garis sisi). Perubahan undang-undang pembagian harta warisan dalam ketentuan yang khusus merupakan satu contoh yang jelas aspek pembaharuan undang-undang dalam pengaktualisasian hukum Syariat. Hal ini karena hukum warisan yang bersumber pada al-Quran dan hadis serta fatwa ulama dari khazanah fiqh telah dikumpulkan dalam satu undang-undang tertulis yang seragam. Penggubalan hukum Syariat ini mengambil kira kedinamikan fiqh dan maslahat al-‘ammah. Selain dari mekanisme fiqh, perubahan hukum juga disebabkan oleh keadaan sesuatu masyarakat. Perubahan hukum ini boleh terjadi disebabkan perubahan pada adat kebiasaan, berubahnya
3
kemaslahatan manusia, wujudnya faktor darurat, atau disebabkan oleh perkembangan zaman dan munculnya sistem-sistem baru.
B. Pembahasan/analisis Pembahasan ini sangat menarik untuk dibaca, dalam artikel ini penulis membahas dan menjelaskan perubahan social dan kaitannya dengan pembagian harta warisan dengan bahasa yang sederhana. pembahasan ini dimulai dari sejarah pembagian warisan dari pada masa Rasul hingga sampai saat sepetinggal rasul, serta juga menjelaskan pembagian warisan dibeberapa Negara islam seperti Pakistan, mesir, Iraq, Tunisia dan Syria.
Bagi masyarakat yang mayoritas penduduknya
beragama islam pembagian harta warisan mengalami perubahan mengikuti dengan perubahan sosial. Pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat merupakan budaya turun-temurun. Pada masa sekarang, masyarakat atau umat islam tidak banyak yang melaksanakan pembagian harta warisan sesuai dengan ketentuan al-Quran, mereka lebih memilih pembagian dengan cara lain tanpa memperhatikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hubungan antara perubahan hukum dan perubahan sosial merupakan salah satu permasalahan yang sering sekali mengalami perbedaan hukum dengan realita yang terjadi di masyarakat. Ketika awal islam, hukum islam dimulai dengan hukum yang sudah ada dalam masyarakat. Perkembangan sejarah menunjukkan pembagian harta warisan bukan hanya berdasarkan al-Quran dan hadis, dua sumber ini dipakai karena keduanya adalah sumber utama dalam islam. Pada masa sahabat pembagian harta warisan dilakukan dengan cara ijtihad dengan tujuan untuk menyelesaikan kekaucauan yang terjadi dalam masyarakat.
4
Secara umum perbedaan pembagian harta warisan pada masa sahabat berbeda berdasarkan tempat, kemajuan ekonomi, peradaban luar, adat-istiadat dan struktur masyarakat. Faktor-faktor ini turut mempengaruhi masyarakat di sekitar Mekah dan Madinah. Masyarakat makkah pembagian harta warisan untuk perempuan mendapat separuh dari bagian laki-laki sedangkan di madinah tidak memberikan warisan kepada perempuan khususnya pada kabilah yang kuat berpengang pada adat. Hal ini terjadi karena bedanya letak geografis dan pendapatan masyarakat setempat. Setelah masa sahabat dan tabi‟in, pembagian harta warisan telah banyak melakukan melalui ijtihad. Perubahan sosial yang terjadi di berbagai Negara, maka peraturan yang ada juga berubah terutama berkaitan denga hak cucu yang kematian ayahnya terhijab oleh saudara ayahnya. Hukum harta warisan di mesir yaitu wasiyyat al-wajibah secara langsung pewaris telah berwasiat untuk cucu yang kematian ayahnya terhijab, baginya sepertiga harta. Perubahan pembagian harta warisan yang berlaku di Mesir ialah hak warisan kepada cucu yang disebabkan kematian ayah, yang terhalang oleh hak anak pewaris melalui wasiat. Dalam perundang-undangan Pakistan adanya pewaris pengganti tetapi dalam kelompok turunan saja baik itu laki-laki ataupun perempuan. Sedangkan perundangundangan Syria wasiyyat al-wajibah hanya untuk laki-laki dan perempuan saja, namun di diperuntukkan kepada keturunan perempuan yang meninggal. Para jumhur mengangap bahwa kewajiban wasiat tetap ada khususnya dalam menyelesaikan segala kewajiban yang belum ditunaikan seperti hutang, zakat, atau kafarat yang belum dibayar. Kewajiban wasiat ini bersifat ta’abudi dan bukan qad’i, maksudnya orang tersebut akan berdosa kalau tidak mengerjakannya, namun keluarga yang masih hidup tidak mempunyai hak untuk memaksa pelaksanaannya sekiranya tidak diucapkan.
5
Berbeda dengan pendapat Ibn Hazm. Menurutnya, sekiranya seseorang meninggal sebelum berwasiat, maka ahli waris wajib mengeluarkan sebagian dari harta warisannya yaitu mengikut kadar yang dianggap sebagai layak. Selanjutnya Ibn Hazm menyatakan bahwa seseorang wajib berwasiat untuk anggota kerabat yang tidak mewarisi, baik karena perbedaan agama, perbudakan maupun karena terhalang. Tentang batas maksimal suatu wasiat ditentukan dalam hadis Nabi dari Sa‟ad bin Waqqash menurut riwayat al-Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga, dengan pertimbangan bahwa meninggalkan anak dalam keadaan berkecukupan lebih baik dari pada meninggalkannya dalam keadaan sengsara.2 Tetapi wasiat yang melebihi dari sepertiga jumlah harta yang ditinggalkan, maka bagian yang lebih dari sepertiga itu tidak dapat ditunaikan sebelum mendapatkan persetujuan dari ahli waris.3 Berubahnya peraturan pembagian harta warisan dalam ketentuan yang khusus merupakan salah satu contoh yang jelas dalam aspek pembaharuan hukum-hukum dalam pengaktualisasian hokum islam. Hal ini karena hukum warisan yang bersumber pada al-Quran dan hadis serta fatwa ulama telah dikumpulkan dalam satu undang-undang tertulis yang seragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu hukum kadang kala bisa berubah megikuti perubahan zaman, suatu hukum yang telah ada pada masa dulu belum tentu dapat diterapkan dimasa sekarang. perubahan ini bisa terjadi karena perubahan adat kebiasaan, dan juga perubahan hukum disebabkan oleh faktor-faktor darurat dan munculnya permasalahan-permasalah baru yang tidak terjadi pada saat al-Quran diturunkan, oleh sebab itu hukum bisa berubah untuk kemaslahatan. C. Simpulan
2 3
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta, Kencana, 2004, hal. 248. Hamid Sarong, dkk, Fiqh, Banda Aceh, PSW IAIN Ar-Raniry, 2009, hal. 228.
6
Perubahan pembagian harta warisan yang terdapat dalam al-quran dan hadis dengan mengikuti fakta-fakta sosio-kultural supaya tercapainya kemaslahatan dalam masyarakat. Perubahan pembagian harta warisan pada zaman dulu kepada pembagian harta warisan secara syariat seperti sekarang ini karena adanya kebutuhan sosial yang baru. Dimana pada masa jahiliyah perempuan tidak mendapat harta warisan, dengan hadirnya islam maka perempuan mempunyai bagian dalam warisan. Perubahan pembagian harta warisan dalam hal wasiyyat al-wajibah disebabkan oleh faktor perubahan sosial ekonomi masyarakat, sehingga aturan tentang penghalang tidak sesuai lagi. Dan juga perubahan ini terjadi karena faktor kemiskinan, sering anak yang ayahnya meninggal hidup dalam kemiskinan karena terhapusnya hak warisan sedangkan saudara ayahnya hidup dalam keadaan berkecukupan. Perlu ditegaskan bahwa hukum yang berubah adalah hukum-hukum yang diperoleh berdasarkan maslahah mursalah. Namun hukum-hukum qad‟i dalam pembahasan faraid tidak akan berubah oleh perubahan zaman, karena bagian-bagian faraid merupakan ketetapan dari Allah yang telah dijelaskan dalam al-Quran. Bagianbagian ahli waris dalam al-Quran adalah ½, 2/3, 1/3, ¼, 1/6, 1/8. Daftar Pustaka Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004. Hamid Sarong, dkk, Fiqh, Banda Aceh: PSW IAIN Ar-Raniry, 2009. Syaikh „Ali Ahmad Al Jurjawi, Hikmah Dibalik Hukum Islam (Bidang Muamalah), Jakarta: Mustaqiim, 2003. Wahyudani, Zulham. “PERUBAHAN SOSIAL DAN KAITANNYA DENGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 14, no. 2 (2015): 166–89. http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/download/328/323.
7
Widyanto, Anton. “PENGEMBANGAN FIQH DI ZAMAN MODERN.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (2011): 82–100. doi:10.22373/JIIF.V10I2.46.
8