Annlisis Singkal Prubahan Status Hukum Perguruan Tinggi Negeri
183
ANALISIS SINGKAT PERUBAHAN STATUS HUKUM PERGURUAN TINGGI NEGERI MENJADI BADAN HUKUM MILIK NEGARA (BHMN) Freddy Harris
I
The newly trends in Indonesian higher education reforms is concerning the change of legal (entity) status to Badan Hukum Milik Negara (state owned legal entity) under Government Regulation number 61 year i999. Further implication of the regulation is affected to four leading university, VI, ITB, IPB and VGM that priory as staee universicy then entitled as state owned legal entity. This article is explored in ehe legal view by applied through private law to describe towards the assertion and new legal status. More over analyze toward BHMN from ehe theories of legal entity which familiar in indonesian lawyer also described here. Scrutinize here explains toward implications through the new structure as BHMN organization of university management with the new paradigm which also needs new behaviors of stakeholders.
I. Pendahuluan Dalam rangka antisipasi terhadap proses globalisasi dalam bidang pendidikan serta daya saing pendidikan nasional, pemerintah Indonesia mencoba mempersiapkan pendidikan tinggi dalam negeri khususnya perguruan tinggi negeri menjadi perguruan tinggi yang mampu bersaing di tingkat internasional. Persiapan pertama pemerintah adalah membuat pilot project terhadap 4 perguruan tinggi negeri (UI, ITB, IPB, UGM) berstatus Badan Hukum . Dasar pembentukan badan hukum 4 perguruan tinggi tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 2
I
SH (FHUi); LL.M (Rijk Universiteit, Groningen). Pengajar (Lektor Kepala) FHUI di
Bidang Studi Hukum Ekonomi; Ketua Pusat Studi Hukum Pasar Modal. PP Nomor 60 Tahun 1999 adalah Peraturan Pemerintah [emang tentang pendidikan tinggi.
2
Nomor 3 Tahun XXXIV
184
Hukum dan Pembangunan
Dasar dikeluarkannya PP Nomor 61 Tahun 19993 adalah Pasal 123 ayat 1 PP Nomor 60 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa terhadap perguruan tinggi negeri yang sudah layak dan mampu untuk mengelola kegiatannya secara mandiri akan ditetapkan statusnya menjadi badan hukum 4 Badan hukum yang dimaksud adalah badan hukum milik negara' yang sering disingkat BHMN. Dalam PP 61 tersebut sebenarnya sudah jelas bahwa BHMN merupakan sifat bukan merupakan bentuk, namun beberapa pandangan menganggap bahwa BHMN merupakan sebuah bentuk badan hukum seperti PT. Garuda Indonesia (Persero). Salah persepsi inilah yang akan menjadi bahasan selanjutnya dalam tulisan ini. Apakah bentuk badan hukum yang sebenarnya atau seharusnya paling tepat diberikan kepada perguruan tinggi negeri yang berstatus BHMN.
II. PenjeIasan dari Aspek Hukwn Perdata 1. Badan Hukum Subyek hukum dalam ilmu hukum ialah badan hukum dan individu ' (persoon). Dalam teori badan hukum, badan-badan (kumpulan manusia) yang disebut Badan Hukum diberi status ''persoon'' yang mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia, di samping manusia pribadi sebagai pembawa hak 6 Subyek hukum menurut Purnadi Purbacarakan adalah subyek yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban, seperti hak yang dimiliki oleh pribadi hukum (individu) yaitu memiliki harta kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus alau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian. 7 ) PP Nomor 61 Tallun 1999 adalah Peraturan Pemerintah temang penetapan perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum. 4
Ibid , Pasal 123.
5
Pasal 2 PP 61 Tahun 1999.
6
I.G. Rai Wijaya, Hukum Perusahaan (Jakarta: Megapoint, 20(0), hal. 127.
7
Prof. R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa, 1979) , hal 67
Juli - September 2004
Analisis Singkat Prubahan Status Hukum Perguruan Tinggi Negeri
185
Badan hukum adalah subyek hukum tersendiri yang mempunyai hak dan kewajiban. Menurut Utrech bahwa badan hukum adalah adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak,8 sedangkan R. Subekti menjelaskan bahwa badan hukum pada dasarnya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hakhak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.9 R. Rochmat Soemitro berpendapat bahwa badan hukum (rechtspersoon) adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta , hak serta kewajiban seperti orang pribadi (individu). 10 Teori propriete collective Planiol menjelaskan bahwa hak dan kewajiban badan hukum pada hakikamya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama, hak milik serta kekayaan tersebut merupakan harta kekayaan bersama di samping hak milik pribadi. Setiap anggota secara pribadi tidak bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Setiap anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan. Setiap individu yang membentuk kelompok tersebut merupakan suatu kesatuan pribadi yang disebut badan hukum. Planiol dalam kesimpulan akhirnya berpendapat bahwa badan hukum adalah suat.u konstruksi yuridis. " Menurut Otto Von Gierke dalam penjelasan teori organnya menyatakan bahwa badan hukum adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Badan hukum mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang di bentuk melalui alat-alat perlengkapannya, walaupun badan hukum bukan merupakan suatu pribadi yang sesungguhnya. Apa yang diputuskan oleh para anggotanya dapat diartikan sebagai kehendak atau kemauan dari badan hukum tersebut. 12 8 Chidir Ali, Badall Hukum (Bandung: Al umni, 1999), hal. 23 9
Subekti, Op.cit, hal. 45
10
Prof. R . Soemitro, Penuntutan PT dengan UU Pajak Perseroan (Jakarta: Eresco,
1979), hal. 35 " Chidi .. Ali, Op.cit, hal. 18,20 12 Ali Ridho. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan (Bandung: Alumni 1986) hal. 23
Namar 3 Tahun XXXIV
186
Hukum dan Pembangunan
Syarat Badan Hukum dapat diketahui entitasnya dengan mengunakan unsur-unsur atau kriteria sebagai syarat untuk menentukan adanya kedudukan sebagai suatu badan hukum, seperti adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu , mempunyai kepentingan sendiri serta adanya organisasi yang teratur.
2. Bentuk bentuk Badan Hukum Burger/ijk Wetbaek vaar Indanesie (BW) membagi badan hukum menjadi empat jenis, yaitu : 13 Badan hukum yang didirikan oleh kekuasaan (negara/pemerintah); Badan hukum yang didirikan oleh kekuasan umum; Badan hukum yang diperbolehkan atau diijinkan; Badan Hukum yang didirikan untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Menurut penggolongan hukum, badan hukum angka 1 dan 2 di atas dikategorikan sebagai badan hukum publik, sedangkan jenis badan hukum angka 3 dan 4 adalah badan hukum dengan konstruksi keperdataan. Perkumpulan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu perkumpulan yang tidak berbadan hukum dan perkumpulan 'yang berbadan hukum. Persamaan yang ada dalam kedua kelompok perkumpulan tersebut adalah sarna sarna menjalankan suatu usaha , sedangkan perbedaan status hukumnya adalah dari proses mendirikan perkumpulan tersebut. Perkumpulan yang berbadan hukum dalam pendiriannya harus disahkan oleh pemerintah. 14 Comanditaire Verardening atau sering disingkat CV, Firma (sering disingkat Fa., dan Persekutuan Perdata adalah perkumpulan yang tidak berbadan hukum. Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan, Perum, Perusahaanlawatan (Perjan), Partai politik adalah perkumpulan yang berbadan hukum. Berdasarkan sifatnya, badan hukum dikategorikan menjadi 2 tujuan , yaitu sifat badan hukum yang bertujuan mencari keuntungan (laba) dan hadan hukum yang tidak mencari keuntungan (nirlaba).15 13 Ibid , hal. 26.
14 HMN PurwosutjiplO, Pengertian Pokok Hukum Dagang (Jakarta: Jambatan, 1985) hal. 24-27
15 Prof. R. SUbekti ,
Pokok Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermas. , 1979), hal. 37
Juli - September 2004
Analisis Singkat Prubahan Status Hukum Perguruan Tinggi Negeri
187
3. Badan Hukum yang dimiliki oleh Negara Dalam menjalankan roda pemerintahan. setiap negara mendirikan dan memiliki badan hukum yang bersifat memberikan layanan terhadap publik yang tidak berorientasi mencari laba atau keunrungan dan badan hukum yang diberi tugas mencari keuntungan untuk kebutuhan anggaran pendapatan. Badan hukum yang dibebani rugas mencari keuntungan sering disebut Badan Usaha Milik Negera (BUMN). BUMN menu rut Undang Undang tentang BUMN dikategorikan menjadi 3 bentuk, yaitu: Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Perseroan Terbuka (Persero Tbk), dan Perusahaan Umum (PERUM). Persamaan 3 bentuk BUMN tersebut adalah mencari untung dan perbedaan yang dibuat oleh undang·undang adalah tujuan utamanya. Perseroan dan Perseroan terbuka mempunyai tujuan utama mengejar keuntungan, sedangkan PERUM tujuan utamanya adalah pelayanan masyarakat, walaupun mencari keuntungan tetap diperbolehkan. Sejak ditetapkannya Undang Undang nomor tahun 2003 tentang BHMN pmerintah merubah seluruh bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) menjadi Perusahaan Umum (PERUM). Sejak tahun 1999 Pemerintah mencoba memperkenalkan istilah BHMN dengan menetapkan PP Nomor 61 Tahun 1999, BHMN menjadi begitu populer karena 4 Perguruan tinggi negeri terkemuka dijadikan pilot project dalam bidang pendidikan. Penetapan 4 perguruan tinggi negeri tersebut berdasarkan PP.
III. Analisis Singkat mengenai BHMN 1. BHMN adalah Sifat bukan Bentuk Pemerintah dalam melakukan perubahan status perguruan tinggi negeri menjadi sebuah badan hukum tersendiri tidak mempunyai banyak pilihan bentuk badan hukum. Perguruan tinggi negeri tidak mungkin dijadikan suatu perseroan atau perusahaan umum karena perguruan tinggi didirikan bukan untuk mencari keuntungan, begitu pula ketika pilihan bentuk lain yaitu badan hukum yayasan. Badan Hukum Yayasan dirasakan tidak tepat dengan alasan bahwa yayasan adalah lembaga sosial semata dengan tujuan tertentu, di lain pihak Perguruan tinggi negeri adalah
Nomor 3 Tahun XXXIV
188
Hukum dan Pemballgunan
lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah serta dibebankan tugas yang lebih dari sekedar lembaga sosial lainnya, karena diamanatkan oleh konstitusi. Dalam sejarahnya banyak yayasan di Indonesia yang dikelola tidak sebagaimana mestinya untuk tujuan sosial, namun hanya menjadi 'pembungkus' bagi pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan tidak ingin dikenai pajak seperti badan hukum lainnya. Dengan demikian pemerintah mencoba memperkenalkan lembaga badan hukum baru yang bertujuan nirlaba namun bukan badan hukum seperti yayasan. Badan Hukum Milik Negara untuk pertama kalinya disebutkan dalam PP Nomor 61 tahun 1999. Dalam perjalanan perubahan status perguruan tingi negeri dari Sub Ordinate Dirjen Dikti menjadi BHMN banyak terjadi salah tafsir dan salah pengertian. Penyebutan BHMN sebagai sebuah badan hukum baru dianggap sebagai sebuah bentuk bad an hukum baru, BHMN hanyalah salah satu sifat Badan Hukum yang dimiliki oleh negara seperti layaknya BUMN. BUMN bukan merupakan bentuk badan hukum tetapi sifat badan hukum, sedangkan bentuk badan hukumnya adalah Perseroan, Perseroan Terbuka atau Perum. Dengan analogi tersebut seharusnya pemerintah, para ahli atau akademisi dapat memberikan jawabannya. Hal yang menarik untuk dianalisis adalah sampai ditetapkannnya UU Sidiknas yang baru belum memberikan jawaban terhadap bentuk badan hukum pendidikan. Kesempatan yang masih terbuka untuk menetapkan bentuk badan hukum pendidikan adalah dalam pembahsan RUU Badan Hukum Pendidikan CRUU BHP}. Dalam RUU Badan Hukum Pendidikan diharapkan tidak sekedar menetapkan perguruan tinggi saja , namun perlu dilakukan pembahasan badan hukum pendidikan dari tingkat dasar sampai lembaga kursus atau lembaga pendidikan non-formal , sehingga persoalan bentuk badan hukum pendidikan dapat terakomodasikan secara tepat dan menyeluruh. Dalam pandangan masyarakat lembaga pendidikan tingkat dasar sampai lembaga pendidikan non-formal yang dikenal dengan sebutan 'Sekolah Dasar', 'Sekolah Menengah', 'Madrasah', 'Kursus' , dU. , dapat dijadikan sebutan yuridis sebuah bentuk badan hukum. Dalam tingkat pendidikan tinggi sebutan 'Universitas', 'Institut', 'Akademi', 'Sekolah Tinggi', dU. , juga dapat ditetapkan secara yuridis dalam perundang-undangan sebagai bemuk badan hukum. Perbedaan badan hukum yang satu dengan yang lainnya dapat ditetapkan dalam sebuah peraturan dengan memberikan perbedaan
luI; - September 2004
Analisis Singkat Prubahan Status Hukum Perguruan Tinggi Negeri
syarat, kategori atau terjadi 'over lapping'.
Clri
189
cirinya, sehingga dalam pelaksanaannya tidak
2. Struktur BHMN BHMN sebagai sifat dari bad an hukum seperti yang disebutkan harus memiliki struktur organisasi agar dapat dimintakan pertanggungjawaban. Bahwa badan hukum adalah bertanggungjawab, artinya dapat digugat untuk perbuatan-perbuatannya yang melawan hukum yang dilakukan oleh organnya. Berdasarkan PP 61 Tahun 1999 Struktur BHMN terdiri dari Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik, Pimpinan, Dosen, tenaga administrasi, pustakawan, teknisi, unsur pelaksana akademik, unsur pelaksana administrasi, dan unsur penunjang. Struktur perguruan tinggi sebelumnya lebih sederhana bila dibandingkan setelah terjadi perubahan status menjadi BHMN. Majelis Wali Amanat dan Dewan Audit merupakan struktur yang baru dalam perguruan tinggi BHMN. Yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya unsur Majelis Wali Amanat , karena organ tersebut adalah organ yang baru dan sangat penting dalam memberikan arah kebijakan PT BHMN.
3. Majelis Wali Amanat Majelis Wali Amanat merupakan struktur pengganti dari stakeholder yang dulunya merupakan domain pemerintah yang diwakili oleh Menteri Pendidikan, walaupun dalam Majelis Wali Amanat masih terdapat unsur pemerintah yang diwakili oleh Menteri Pendidikan, namun posisi pemerintah tidak sebesar perguruan tinggi negeri BHMN karena terdapat unsur lainnya seperti unsur Senat Akademik Universitas, unsur masyarakat dan unsur lainnya. Unsur Majelis Wali Amanat berbeda-beda antara perguruan tinggi negeri BHMN yang satu dengan yang lainnya. U[ dalam PP 152 Tahun 2000 menetapkan unsur-unsur Anggota Majelis sebagai berikut: Menteri, Rektor, Senat Akademik Universitas , Masyarakat, Karyawan Universitas; dan Mahasiswa. UGM dalam PP 153 Tahun 2000 menetapkan bahwa Majelis Wali Amanat terdiri dari unsur unsur Menteri, Masyarakat Umum, Senat Akademik, Rektor dan Masyarakat Universitas. [PB dalam PP 154 Tahun 2000 ditetapkan bahwa unsur Majelis Wali Amanat terdiri
Nomor 3 Tahun XXXIV
190
Hukum dan Pembangunan
dari orang mewakili Menteri; Rektor mewakili Institut; orang yang mewakili Senat Akademik, mahasiswa yang memegang jabatan organisasi kemahasiswaan, serta orang mewakili anggota masyarakat yang terdiri atas wakil pemerintah daerah, peneliti luar Institut, pelaku bisnis, dan praktisi dalam bidang pertanian. Sedangkan ITB dalam PP 155 Tahun 2000 menetapkan unsur Majelis Amanat sebagai berikut: keanggotaan biasa ; dan keanggotaan kehormatan. Keanggotaan biasa terdiri atas wakil Menteri, wakil daerah propinsi, Rektor, wakil Senat Akademik, wakil mahasiswa, waki l dari alumni, wakil pegawai non-akademik serta anggota masyarakat. Keragaman unsur Majeli s Wali Amanat dalam PP yang dikeluarkan dalam rangka perguruan tinggi BHMN menggambarkan keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada perguruan tinggi BHMN untuk mencapai tujuannya. Campur tangan pemerintah masih ada namun tidak sebesar sebelum perubahan status menjadi BHMN. Pemerintah dalam periode awal pelaksanaan BHMN belum melepas seluruh kewenangan , hak dan kewajibannya. Pemerintah masih memiliki andil dalam menentukan kebijakan perguruan tinggi BHMN melalui wakil menteri di Majelis Wali Amana!. Tugas Majelis Wali Amanat dalam perguruan tinggi BHMN adalah menetapkan kebijakan umum Perguruan Tinggi dalam bidang non akademik, mengangkat dan memberhentikan Pimpinan, mengesahkan Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran tahunan, melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan Perguruan Tinggi, melakukan penilaian atas kinerja Pimpinan , bersama Pimpinan menyusun dan menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri , dan memberikan masukan dan pendapat kepada Menteri tentang pengelolaan Perguruan Tinggi. 16 Dalam pelaksanaannya Majelis Wali Amanat mendapatkan beberapa kendala di lapangan, salah satunya adalah kendala psikologis karena harus melakukan perubahan paradigma lama bahwa rektor bukan lagi pimpinan tertinggi universitas. Hal lainnya adalah kendala dari anggota Majelis Wali Amanat itu sendiri yang masih mencari pola kerja yang tepat dalam melaksanakan tugasnya, hal ini terjadi karena belum terdapat contoh 'real' di bidang pendidikan tinggi. Wakil menteri dalam
tb
Pasal 9 PP 61.
iuli - September 2004
Analisis Singkat Prubahan Status Hukum Perguruan Tinggi Negeri
191
tugas-tugas sehari hari jarang mengikuti rapat di universitas/institut, wakil menteri hanya datang dalam rapat pemilihan rektor. Keadaan tersebut memberikan kesan bahwa pemerintah sebenarnya tidak serius mengurus perguruan tinggi BHMN. Setelah empat tahun PP masing masing universitas ditetapkan belum terlihat adanya penyampaian laporan tahunan kepada menteri dan evaluasi pemerintah baik dari segi manajemen univeristas dan keuangan yang pada akhirnya menjadi informasi publik.17 Paradigma baru bahwa masyarakat sebagai salah satu stakeholder belum mendapatkan informasi yang transparan.
4. Akuntabilitas Akauntabilitas dimaknai dengan sebuah pertanggungjawaban. Makna Akuntable bertujuan bahwa setiap kegiatan setiap keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk pertanggungjawaban yang dimaksud biasanya dibuat dalam bentuk laporan tertulis. PT BHMN dalam ketentuan Peraturannya memuat bab khusus tentang Akuntabilitas." Akuntabilitas PT BHMN terdiri dari Laporan Akademik dan Laporan Keuangan. Kedua hal tersebut harus disampaikan kepada Menteri paling lambat 5 bulan setelah tahun tutup buku. Laporan dari PT BHMN berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintahnya harus diperiksa oleh pengawas fungsionaJ. J9 Laporan yang telah disahkan oleh menteri akan menjadi informasi Publik.20 PT BHMN telah berjalan selama 4 tahun sejak ditetapkannya PP 61 Tahun 1999 yang dilanjutkan dengan penetapan PP khusus untuk menetapkan UI, ITB, IPB, dan UGM sebagai PT BHMN . Dalam kurun waktu tersebut banyak terjadi rumors, atau mungkin fakta yang ditutupi karena dianggap fakta negatif mengenai kinerja PT BHMN. Laporan yang telah diamanahkan oleh Peraturan Pemerintah tidak pernah terujud menjadi informasi publik, bahkan publik tidak pernah tahu harus kemana
17 Ibid, Pasa! 20 ayal (3). l8 Bab XII PP Nomor 61 Tahun 1999, mengatur tentang Akuntahilitas . PP 152 Tahun 2000 tentang penetapan UI BHMN, Ketentuan Akuntahilitas diatur dalam BAB XIII
Bagian ketiga. J9
Pasa! 20 ayal (2) PP Nomor 61 Tahun 1999.
20
Ibid, Pasa! 20 ayal (3).
Namar 3 Tahun XXXIV
192
Hukum dan Pembangunan
mencari informasi tersebut. Makna Akuntabilitas dapat diperkirakan belum terbentuk, terlebih makna transparansi. Dapat dibaca di media atau dilihat di media TV terjadi banyak demonstrasi di tingkat internal yang dilakukan oleh mahasiswa. Salah satu isu yang diangkat adalah ketidaktransparanan pengelolaan dan laporan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Diknas tidak pernah mempublikasikan laporan tersebut, baik laporan akademik dan laporan keuangan PT BHMN. Pemerintah juga tidak pernah menginformasikan kepada masyarakat atau publik apakah laporan PT BHMN terse but dikategorikan 'baik' atau 'buruk' , merah , kuning hijau atau biru. Dari fakta tersebut terkesan kembali bahwa pemerintah hanya ingin melahirkan ' bayi' tapi tidak ingin mengurus dengan baik 'bayi' tersebut hingga 'dewasa' .
IV. KesimpuJan PT BHMN mungkin sesuatu yang ideal dalam konsep yang salah satu tujuan mulianya adalah otonomi institusi. Dasar hukum pembentukan PT BHMN sudah cukup baik walaupun perlu penambahan ketentuan ketentuan yang harus lebih terperinci dan lebih tegas. Bentuk badan hukum BHMN harus dipertegas sehingga entitas hukumnya jelas. Dalam pengelolaan PT BHMN, pemerintah harus tetap bertangungjawab terhadap proses pembentukan sampai telah siapnya PT BHMN menjadi institusi yang otonom. Pemerintah jangan sekedar menjadikan PTN berubah sifat menjadi BHMN tapi juga harus dapat mempertanggungjawabkan apa yang direncakan dan apa yang telah dilaksanakan. PT BHMN belum dapat melaksanakan otonomi secara benar, dengan demikian peran pemerintah baik dari segi pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan masih dibutuhkan sehingga tercapainya subtansi akuntabilitas dan transparansi yang baik. Hal tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah khususnya Dirjen Dikti dan Mendiknas, sehingga tidak ada lagi ungkapan "Quo Vadis PT BHMN?".
fuli - September 2004
Analisis Singkat Prubahan Status Hukum Perguruan Tinggi Negeri
193
Daftar Pus taka
Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan (Bandung: Alumni 1986). Chidir Ali, Badan Hukum ( Bandung: Alumni , 1999). HMN
Purwosutjipto, Pengertian Jambatan, 1985).
Pokok
Hukum
Dagang
(Jakarta:
I.G. Rai Wijaya , Hukum Perusahaan (Jakarta: Megapoint, 2000) . Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum . PP Nomor 61 Tahun 1999. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi. PP Nomor 60 Tahun 1999 . R. Soemitro, Penuntutan PT dengan UU Pajak Perseroan (Jakarta: Eresco, 1979). R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa , 1979). R. Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, (979) .
Nomor 3 Tahun XXXIV