ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga)
BUDI BASKORO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pewilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2007
BUDI BASKORO NRP A253050114
ABSTRAK BUDI BASKORO. Analisis Pewilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga). Dibimbing oleh: ERNAN RUSTIADI dan DWI PUTRO TEJO BASKORO Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan dengan pembangunan fasilitas pelayanan standar perkotaan di wilayah perdesaan serta memandang wilayah perdesaan sebagai potensi kegiatan ekonomi. Kawasan agropolitan mempunyai karakteristik antara lain : 1) memiliki potensi fisik dan daya dukung sebagai kawasan pertanian, 2) memiliki sektor dan komoditas unggulan, 3) luas kawasan dan pend uduk mencapai economic of scale dan economic of scope, 4) memiliki pusat pelayanan skala kota kecil yang terintegrasi fungsional dengan kawasan produksi di sekitarnya, 5) sistem penataan ruang kawasan yang terencana dan terkendali. Kawasan agropolitan Bungakondang Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu program pengembangan kawasan yang dimulai tahun 2005. Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan arahan pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang, sedangkan tujuan khususnya adalah 1) menentukan pewilayahan kawasan pertanian, 2) menentukan pusat pertumbuhan dan pelayanan, 3) menentukan sektor dan komoditas unggulan, dan 4) mengetahui persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap program pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang serta faktor yang mempengaruhinya. Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 1) analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografi, 2) analisis skalogram, 3) analisis shift share, 4) analisis Location Quotient/LQ, Localization Index/LI, Specialization Indeks/SI, R/C ratio serta analisis deskriptif pasar agribisnis, 5) analisis statistik non parametrik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk arahan penataan ruang, kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona. Zona I merupakan hirarki 1 yaitu kawasan pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan desa pusat pertumbuhan adalah desa Bukateja, berada di kawasan pengembangan Bukateja yang berupa kawasan pertanian intensif persawahan. Zona II merupakan hirarki 2 yaitu kawasan transisi, berada di kawasan pengembangan Cipawon dan Bandingan yang berupa kawasan pertanian tegalan. Zona III merupakan hirarki 3 yaitu kawasan hinterland, berada di kawasan pengembangan Kejobong yang berupa kawasan pertanian perkebunan. Sektor unggula n kawasan agropolitan Bungakondang adalah sektor pertanian, sedangkan komoditas unggulannya adalah melati gambir, lada dan jeruk. Tingkat persepsi masyarakat terhadap program agropolitan relatif buruk. Terdapat hubungan nyata antara lokasi dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi. Responden yang berada di desa pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program agropolitan juga relatif rendah. Faktor intrinsik yang mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi adalah pendapatan dan luas lahan, sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah sosialisasi, pendampingan, keterbukaan pemerintah, kesesuaian program dan manfaat yang diperoleh.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga)
BUDI BASKORO
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
Nama NRP
: Analisis Pewilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) : Budi Baskoro : A 253050114
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Tanggal Ujian: 29 Januari 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purbalingga Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 14 Desember 1971 dari Ayah yang bernama (Alm.) Mahmud dan Ibu yang bernama (Alm.) Kasmini. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri Purbalingga dan melanjutkan ke Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Lulus program sarjana pada tahun 1996. Tahun 1998 penulis diterima sebagai PNS pada lingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga dan ditempatkan sebagai staf pada Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Purbalingga sampai dengan tahun 2005, saat menempuh pendidikan pascasarjana ini. Penulis menikah dengan Isti Handayani dan telah dikaruniai dua orang anak. Penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2005. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga.
“Pada semua lingkup kehidupan, kita menemukan sistem-sistem kehidupan yang berkaitan dengan sistem kehidupan lain serta jaringan-jaringan yang bergantung pada jaringan lain. Batas sistem-sistem kehidupan bukan merupakan batas pemisah, melainkan hanyalah batas identitas saja. Semua sistem-sistem kehidupan berinteraksi satu sama lain dan saling berbagi sumber daya melewati batas-batas tersebut.” - Fritjof Capra -
Yang kucinta: Isti Handayani Aisha Divasofianti Hanifa Haikal Atmajati Firdaus
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro sebagai dosen pembimbing. 2. Staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 3. Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan. 4. Pemerintah Kabupaten Purbalingga yang telah memberikan izin belajar. 5. Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Purbalingga yang telah memberikan dukungan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar. 6. Teman-teman mahasiswa PS-PWL IPB angkatan 2005. 7. Semua pihak yang berperan dan proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga kepada isteri dan anak-anak tercinta atas doadoanya serta sabar berjauhan di Purbalingga. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada. Semoga karya tulis ini bermanfaat bermanfaat bagi kahzanah ilmu, terutama dalam perencanaan wilayah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bogor, Februari 2007
Budi Baskoro
DAFTAR ISI halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………………...
1
Perumusan Masalah …………………………………………………
6
Ruang Lingkup Wilayah Penelitian …………………………………
10
Tujuan dan Manfaat Studi …………………………………………...
11
TINJAUAN PUSTAKA Wilayah ……………………………………………………………...
12
Pengembangan Wilayah ……………………………………………..
15
Kesenjangan Wilayah dan Interregional Linkage …………………...
16
Pengembangan Kawasan Agropolitan ………………………………
19
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat ......................................................
22
METODOLOGI PENELITAN Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….
25
Rancangan Penelitian
25
Metode Pengumpulan Data …………………………………………
26
Jenis dan Sumber Data ………………………………………………
27
Metode analisis
30
...…………………………………………………..
Analisis Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
...........................
Analisis Pusat pertumbuhan dan Pusat Pelayanan Analisis Sektor Unggulan
30
...................
31
.........................................................
33
Analisis Komoditas Unggulan
..................................................
35
Analisis Persepsi dan Tingkat Partisipasi Masyarakat serta Faktor yang mempengaruhinya .................................................
38
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Purbalingga .......................................................................
42
Kawasan Agropolitan Bungakondang ..................................................
45
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
....................................................
50
Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan ............................
57
Identifikasi Sektor Unggulan ................................................................
68
Identifikasi Komoditas Unggulan .........................................................
74
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan serta Faktor yang Mempengaruhinya .............................
84
Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Bungakondang
...........
96
Kesimpulan ..........................................................................................
107
Saran ....................................................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
110
LAMPIRAN .................................................................................................
115
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
1
Tujuan, metode analisis, data, sumber data dan output
2
Skalogram kawasan agropolitan
3
Definisi operasional variabel tingkat partisipasi
halaman ........................... 28
.............................................................. ......................................
4 Definisi operasional variabel yang mempengaruhi tingkat partisipasi
41
........................................
43
Penggunaan lahan di Kabupaten Purbalingga
6
Jenis tanah di Kabupaten Purbalingga .....................................................
7 Perkembangan PDRB Kabupaten Purbalingga Tahun 1999-2004 ...........
9
40
....
5
8
32
44 44
PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Purbalingga tahun 1999 dan 2004 ..........................................................................................................
45
PDRB kecamatan-kecamatan dalam kawasan Agropolitan tahun 2002 ....
46
10 Pembagian lahan di kawasan pengembangan utama Bukateja
................
47
11 Pembagian lahan di kawasan pengembangan Cipawon ...........................
48
12 Pembagian lahan di kawasan pengembangan Bandingan
......................
48
13 Pembagian lahan di kawasan pengembangan Kejobong
........................
49
14 Tabulasi kelas kesesuaian lahan terhadap beragam komoditas pada kawasan agropolitan Bungakondang .......................................................
53
15 Pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang .........
56
16 Hasil analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terstandarisasi ..........................................................................................
60
17 Rerata indeks perkembangan kawasan pengembangan
.........................
62
18 Ranking hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan berdasarkan hasil penelitian dan master plan .......................................................................
64
19 Wilayah kawasan pengembangan agropolitan berdasarkan masterplan ....
65
20 Wilayah kawasan pengembangan berdasarkan analisis skalogram
........
65
21 Hasil analisis shift share atas dasar PDRB kawasan agropolitan Bungakondang tahun 2000 dan 2002 ......................................................
69
22 Kontribusi sektor terhadap PDRB kawasan agropolitan Bungakondang tahun 2000 dan 2002 ...............................................................................
70
23. Sektor perekonomian yang termasuk sektor unggulan kawasan agropolitan Bungakondang ......................................................................
71
24 Penggunaan lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang
72
.................
25 Tenaga kerja sektor pertanian tahun 2000 dan 2002
..............................
72
........................................
76
27 Hasil analisis LI terhadap komoditas pertanian ......................................
77
28 Hasil analisis SI kawasan agropolitan Bungakondang ............................
78
29 Komposisi responden penelitian
……………………………………….
86
30 Hasil tabulasi tingkat persepsi responden …….......................................
87
31 Persepsi responden berdasarkan lokasi tempat tinggal dan komoditas yang dibudidayakan ……………………………………………………
88
32 Hasil analisis chi square hubungan antara lokasi dan komoditas dengan persepsi ………………………………………………………………..
88
33 Hasil tabulasi tingkat partisipasi responden …………………………….
90
34 Tingkat partisipasi responden terhadap faktor yang mempengaruhinya ...
91
35 Hasil analisis chi square hubungan antara tingkat partisipasi dengan faktor yang mempengaruhinya .................................................................
92
36 Zonasi wilayah pada kawasan agropolitan Bungakondang
98
26 Hasil analisis LQ untuk komoditas pertanian
.....................
DAFTAR GAMBAR halaman 1
Kerangka klasifikasi konsep wilayah
..................................................
13
2
Peta lokasi penelitian
..........................................................................
25
3 Diagram alir penelitian .......................................................................
29
4 Peta administrasi Kabupaten Purbalingga ............................................
42
5 Peta kawasan agropolitan Bungakondang ............................................
46
6
Peta topografi kawasan agropolitan Bungakondang
52
7
Peta penggunaan lahan kawasan agropolitan Bungakondang
........................... .............
52
8 Peta pewilayahan pertanian kawasan agropolitan Bungakondang ........
56
9
63
Peta orde hirarki kawasan agropolitan Bungakondang
........................
10 Peta zonasi penataan ruang kawasan agropolitan Bungakondang
........
99
..............................
100
.......................................
101
13 Peta kelas kesesuaian lahan komoditas melati gambir ............................
102
14 Peta kelas kesesuaian lahan komoditas lada
103
11 Peta kelas kesesuaian lahan komoditas padi sawah 12 Peta kelas kesesuaian lahan komoditas jeruk
....................................
DAFTAR LAMPIRAN
halaman 1
Peta kelas kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pada kawasan agropolitan Bungakondang ..............................................................
115
2
Hasil analisis skalogram .....................................................................
122
3
PDRB kecamatan dalam kawasan agropolitan bungakondang tahun 2000 dan 2002 ...................................................................................
129
4
Analisis komoditas unggulan sub sektor pertanian tanaman pangan ..
131
5
Analisis komoditas unggulan sub sektor perkebunan
........................
132
6
Analisis komoditas unggulan sub sektor peternakan .........................
133
7
Analisis komoditas unggulan sub sektor perikanan
...........................
135
8
Analisis usaha tani komoditas unggulan
............................................
136
9
Kuisioner persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat .......................
138
10 Daftar responden kelompok tani sampel ............................................
147
11 Analisis persepsi responden terhadap program agropolitan ..............
148
12 Analisis tingkat partisipasi responden dan faktor yang mempengaruhinya ................................................................................
149
PENDAHULUAN
Latar Belakang Strategi pembangunan dengan pusat pertumbuhan didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan dimulai pada beberapa sektor
yang dinamis dan pada
wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiplier effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas (Stohr 1981 dalam Mercado 2002). Menurut Adell (1999) pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat dapat dipacu dengan investasi yang besar dan intensif pada sektor industri dan dengan pembangunan sarana
prasarana yang
terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Oleh karena itu pembangunan banyak diartikan sebagai proses industrialisasi dan urbanisasi. Strategi pusat pertumbuhan ini juga berhubungan dengan pertimbangan prioritas anggaran pembangunan pada efisiensi ekonomi dan multiplier yang harus tinggi (Harun 2006). Diharapkan strategi ini mampu memberikan dampak penetesan ke bawah (tricle down effect) dari hasil pembangunan tersebut ke sektor lain dan kawasan lainnya, terutama ke kawasan perdesaan. Proses trickle down effect dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui mekanisme hirarki perkotaan (Stohr 1981 dalam Mercado 2002). Strategi pusat pertumbuhan banyak menemui ketidakberhasilan yang diakibatkan karena tricle down effect tidak terwujud, sehingga terjadi back wash efect yang pada akhirnya mengakibatkan disparitas wilayah dan sektoral yaitu kesenjangan antara perkotaan dengan perdesaan dan antara sektor industri dengan sektor pertanian. Sektor industri di perkotaan tidak berbasis pada sektor primer, yaitu pertanian, sementara sektor pertanian di perdesaan bersifat enclave. Kawasan
perkotaan
dicirikan
oleh
aktivitas
ekonomi
berupa
industri,
perdagangan, jasa dan dihuni oleh sumberdaya manusia yang berkualitas serta didukung oleh pelayanan infrastruktur yang lengkap, sementara kawasan perdesaan dicirikan oleh aktivitas pertanian secara luas, dihuni oleh sumberdaya
manusia dengan tingkat pend idikan yang rendah, kemiskinan dan infrastruktur yang terbatas. Pembangunan sektor industri di perkotaan maupun di dalam rural enclave tidak memberikan dampak multiplier tenaga kerja dan pendapatan kepada sektor urban informal dan mayoritas penduduk di wilayah perdesaan. Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia bekerja pada sektor pertanian, dari total penduduk miskin yang berjumlah 37-38 juta jiwa, sebanyak 68 % merupakan kelompok penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani. Oleh karena sektor pertanian berada di wilayah perdesaan maka sebagian besar penduduk miskin tersebut juga bertempat tinggal di perdesaan, sebagaimana situasi shared poverty dan involusi pertanian di perdesaan yang digambarkan oleh Cliford Geertz dalam Andry (2006). Kegagalan proses pembangunan dengan pusat pertumbuhan, mendorong Pemerintah berusaha untuk mengubah paradigma pembangunan ekonomi dengan melakukan desentralisasi ekonomi, pemberian otonomi daerah, ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta penguatan sektor pertanian. Paradigma pembangunan ini memberikan justifikasi tentang pentingnya pemerataan dan keberimbangan, yaitu bahwa pembangunan diarahkan pada tercapainya pemerataan dan keberimbangan yang akan mendorong pertumbuhan dan keberlanjutan. Keberimbangan dan keterkaitan antar wilayah (interregional linkage) dalam proses pembangunan merupakan hubungan yang positif (positive sum) antara perkotaan dan perdesaan yang bersifat saling menguatkan. Menurut Rustiadi et al. (2006) proses interaksi antara wilayah perdesaan dengan wilayah perkotaan harus dalam konteks pembangunan interregional berimbang, dimana terjadi proses pembagian nilai tambah yang seimbang dan proporsional antara keduanya. Linkage dapat diartikan segala bentuk keterkaitan baik berupa aliran maupun interaksi antara perdesaan dan perkotaan. Salah satu bentuk linkage adalah terjadinya aliran bahan mentah yang diambil di perdesaan sebagai sumberdaya menuju perkotaan dimana terdapat industri transformasi dan manufaktur. Pembangunan perdesaan mempunyai keterkaitan dengan perkotaan dan mempunyai akses terhadap pasar di perkotaan dengan membeli
hasil
pertanian di perdesaan. Dengan demikian akan meningkatkan produktifitas
pertanian sekaligus meningkatkan penghasilan masyarakat perdesaan yang kemudian dapat dipergunakan untuk membeli barang manufaktur hasil industri di perkotaan (UNDP 2000). Kenyataan telah membuktikan bahwa peran strategis sektor pertanian sebagai fundamental ekonomi. Sektor pertanian juga merupakan penyumbang terbanyak pada angkatan kerja, sehingga pembangunan sektor pertanian memberikan pemerataan kesejahteraan pada masyarakat banyak. Pekerja sektor pertanian pada tahun 2005 mencapai 41.814.197 orang atau 44% dari jumlah angkatan kerja, namun demikian selama ini pembangunan pertanian kurang diperhatikan dan lebih banyak mengarah pada pertanian subsisten. Pembangunan pada sektor pertanian yang harus harus mengarah pada agroindustri dan agrobisnis yang mempunyai nilai tambah tinggi, tidak hanya pada pertanian budidaya atau on farm saja. Selain itu juga adalah membangun sikap mental dan budaya masyarakat pertanian menjadi berorientasi pasar dan industri, sehingga sektor pertanian tidaklah bersifat enclave dan dapat menjadi penggerak utama (prime mover) bagi perekonomian wilayah. Konsep yang dikembangkan adalah dengan mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri. Menurut Sadjad (2006) desa dan pertanian harus dirubah menjadi industri, yaitu dengan desa industri berbasis pertanian. Sedangkan menurut Andry (2006) proses transformasi wilayah perdesaan menjadi suatu kawasan agroindustri
menjadi
suatu tuntutan nyata dalam proses perkembangan modernisasi masyarakat pertanian karena kegiatan pertanian berada di perdesaan. Pandangan inferior terhadap desa harus dirubah dengan memandang desa sebagai basis potensial kegiatan ekonomi melalui investasi sarana dan prasarana yang menunjang keperluan pertanian serta mengarahkannya secara terpadu. Desa tidak lagi dipandang hanya sebagai wilaya h pendukung perkotaan tetapi seharusnya pembangunan wilayah perdesaan dan perkotaan secara menyatu. Pengembangan kawasan potensial dengan basis perdesaan sebagai pusat pertumbuhan akan mentransformasikan perdesaan menjadi kota pertanian atau agropolitan. Salah satu konsep pembangunan pengembangan perdesaan dalam kerangka
keberimbangan
antar
wilayah adalah
agropolitan.
Agropolitan
merupakan
strategi
pembangunan
pusat
pertumbuhan
dengan
konsep
keberimbangan dan sinergi antar pusat dengan hinterland, terutama dengan memperhatikan pada kesalahan konfigurasi spasial, aktivitas ekonomi dan optimalisasi dampak pembangunan (Parr 1999). Integrasi fungsional-spasial ini dengan mengembangkan pusat pertumbuhan dengan beragam ukuran dan karekteristik fungsional serta pengembangan kawasan perdesaan dan sektor pertanian (Rondinelli 1985 dalam Rustiadi & Hadi 2006). Pertama kali konsep agropolitan dikemukakan oleh Friedman dan Douglas,
yang menyarankan suatu bentuk agropolitan sebagai aktivitas
pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang (Rustiadi & Hadi 2006). Agropolitan merupakan kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya. Pembangunan kota-kota tani sebagai kota kecil menengah di kawasan perdesaan dilakukan dengan membangun fungsi pelayanan perkotaan sehingga diharapkan mampu mengurangi kebocoran nilai tambah sektor pertanian dan dapat dinikmati oleh masyarakat perdesaan. Selain itu dengan tumbuhnya kota-kota kecil menengah, fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan dan pasar untuk produk-produk perdesaan juga bisa dikembangkan. Tumbuhnya kota-kota kecil menengah akan mendorong perkembangan dari wilayah hinterland-nya,
terutama
untuk
mentransformasikan pola pertanian perdesaan yang subsisten menjadi pola pertanian komersial dan mengintegrasikan ekonomi perkotaan dan perdesaan. Disamping itu kota pertanian diharapkan mampu mengimbangi interaksi antar wilayah secara sehat yang dapat menimbulkan aspek positif mengurangi arus urbanisasi penduduk, mencegah terjadinya pengangguran di perdesaan dan mendorong penduduk untuk tetap bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan perdesaan, yang juga merupakan suatu pusat pertumbuhan ekonomi. Menurut Mercado (2002) gambaran kawasan agropolitan adalah : 1)
skala geografinya
relatif kecil, 2) proses perencanaan dan pengambilan keputusan berdasarkan partisipasi dan aksi kooperatif pada tingkat lokal, 3) pemanfaatan teknologi dan budaya setempat, 4) berfungsi sebagai urban-rural industrial.
Agropolitan menjadi program nasional oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 2002 yang merupakan kerja sama Departemen Pertanian dan Departemen Pekerjaan Umum dengan melibatkan perguruan tinggi. Program agropolitan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan pekerjaan alternatif diluar pertanian bagi masyarakat perdesaan. Program ini termasuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan infrastruktur pelengkap perdagangan lainnya seperti pasar. Dalam struktur tata ruang agropolitan terdapat tingkatan atau hirarki wilayah desa yang diseleksi berdasarkan suatu penelitian yang pada akhirnya terdapat pusat agropolitan dimana pelaksanaan pembangunan infrastruktur dipusatkan. Pusat agropolitan ini menjadi pusat pertumbuhan yang kemudian dapat memberikan efek ganda bagi wilayah desa hinterlandnya (Elestianto 2005). Program agropolitan dimulai pada tahun 2002 dengan rintisan pada 8 kabupaten, dalam perkembangannya sampai tahun 2005 setidaknya lebih dari 98 kabupaten di 33 propinsi yang menyelenggarakan program agropolitan ini. Dalam laporan akhir kinerja dan perspektif pengembangan agropolitan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian pada tahun 2004, terdapat
tiga
indikator
utama
sebagai
representasi
dari
sasaran
yang
mengindikasikan keberhasilan pengembangan agropolitan, yaitu pengembangan infrastruktur, sistem dan usaha agribisnis dan pengembangan SDM. Dari hasil analisa kinerja pencapaian sasaran tersebut diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Pengembangan sarana dan prasarana fisik dinilai berhasil, sedangkan kelembagaan agribisnis dan rencana tata ruang wilaya h (RTRW) masih perlu pemantapan. 2. Pengembangan agribisnis yang mencakup sistem usaha, kelembagaan ekonomi dan kemitraan belum berjalan optimal. 3. Fasilitas Pemerintah dalam pengembangan SDM (juga sarana dan prasarana fisik) telah berjalan dengan baik, namun belum memberikan manfaat dan dampak yang optimal yang diindikasikan oleh partisipasi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta peserta program dengan kinerja yang variatif.
Perumusan Masalah Konsep pembangunan yang telah dijalankan selama ini ternyata masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, terutama petani. Bahkan terdapat kecenderungan menyebabkan terjadinya kesenjangan yang semakin lebar antara wilayah perdesaan dengan perkotaan. Ketimpangan pembangunan antara perdesaan dan perkotaan tersebut menimbulkan berbagai implikasi, antara lain : 1. Ketertinggalan
perkembangan
kehidupan
sosial-ekonomi
perdesaan
dibandingkan wilayah perkotaan, seperti rendahnya kesejahteraan, tingkat pendidikan, produktifitas, terbatasnya lapangan pekerjaan, kurangnya akses transportasi dan permodalan serta lainnya. 2. Kesenjangan pertumbuhan antara wilayah perdesaan dan perkotaan yang disebabkan karena lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi antara perdesaan dan perkotaan. Strategi agropolitan merupakan konsep pembangunan perdesaan yang merupakan kritik terhadap strategi pusat pertumbuhan dan disesuaikan dengan kondisi negara- negara berkembang di Asia. Agropolitan merupakan suatu model pembangunan
wilayah
yang
mengandalkan
desentralisasi,
pembangunan
infrastruktur setara kota di perdesaan dengan kegiatan agribisnis yang terkonsentrasi di perdesaan yang akan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat. Program agropolitan yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antar wilayah dan sektoral, terutama antara kawasan perdesaan dengan perkotaan. Pembangunan yang tidak berimbang secara spasial menimbulkan hubungan yang saling melemahkan antara kota dengan desa, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik sosial antar kawasan. Namun demikian apakah konsep agropolitan dalam pelaksanaannya mampu memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah serta mengurangi dampak kesenjangan antar wilayah tersebut. Proses pengembangan kawasan agropolitan ini tidaklah mudah karena membutuhkan pemahaman-pemahaman yang lebih mendalam antara lain terhadap karakteristik wilayah perdesaan baik secara spasial maupun secara ekonomi serta kebutuhan pembangunan infrastruktur. Selain itu juga harus mengintegrasikan
pembangunan sektor pertanian dengan pengembangan perdesaan. Pelaksanaan program agropolitan yang telah dilakukan selama ini masih memiliki kelemahan. Beberapa masalah yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan agropolitan antara lain penyusunan master plan yang tidak melibatkan peran aktif semua stakeholder, tidak menggambarkan kemampuan kawasan agropolitan, kurangnya koordinasi antar stakeholder dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan agropolitan, kelembagaan yang kurang mendukung pengembangan kawasan agropolitan, dan kurangnya penguasaan informasi pasar dan modal. Selama ini program agropolitan masih mengandalkan peran pemerintah, sehingga tanpa keterlibatan
semua
stakeholder
akan
mustahil
menjadi
program
yang
berkelanjutan setelah proyek berakhir. Selain itu juga terjadi bias hanya pada pembangunan fisik wilayah, seperti pembangunan jalan, pasar, dan terminal, belum menyentuh pada peningkatan sumberdaya sosial, sumberdaya manusia dan teknologi yang menjadi titik lemah wilayah perdesaan. Menurut Rustiadi et al. 2005b terdapat beberapa kriteria yang dapat dipergunakan untuk menentukan karakteristik wilayah pengembangan kawasan agropolitan, yaitu : 1. Memiliki daya dukung dan potensi fisik wilayah yang memadai sebagai kawasan pertanian (kesesuaian lahan dan agroklimat); 2. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. 3. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang cukup memadai untuk tercapainya economic of scale dan economic of scope (kawasan mempunyai radius 3-10 km, mencakup beberapa desa hingga gabungan sebagian 1-3 kecamatan). 4. Tersedianya prasarana dan sarana pemukiman yang cukup memadai untuk standar perkotaan. 5. Tersedianya prasarana dan sarana produksi yang memadai serta berpihak pada kepentingan masyarakat lokal. 6. Adanya satu atau beberapa pusat pelayanan skala kota kecil yang terintegrasi secara fungsional dengan kawasan produksi di sekitarnya. 7. Adanya sistem manajemen kawasan dengan otonomi yang cukup. 8. Adanya sistem penataan ruang kawasan yang terencana dan terkendali.
9. Berkembangnya aktivitas sektor-sektor sekunder (pengolahan) dan tersier (jasa dan finansial). 10. Kelembagaan ekonomi komunitas lokal yang kuat. 11. Akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi (terutama lahan) yang mencukupi. Pembangunan
sektor
pertanian
sebagai
prioritas
utama
dalam
pengembangan kawasan agropolitan berorientasi pada agribisnis, berproduktifitas tinggi, efisien dan berkelanjutan. Pengembangan kawasan agropolitan sebagai kawasan pertanian tidak terlepas dari kemampuan wilayah tersebut dalam memproduksi komoditas sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahannya. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan
tata guna lahan dengan
pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan. Pewilayahan komoditas pertanian bertujuan untuk mengetahui komoditas telah diusahakan secara optimal juga untuk mengetahui potensi komoditas pertanian yang dapat dikembangkan, menetapkan area penanaman dan komoditas potensial, berskala ekonomi dan tertata dengan baik agar diperoleh sistem usaha tani yang berkelanjutan. Pewilayahan komoditas pertanian ini juga berkaitan dengan tata guna lahan dan tata ruang agropolitan. Dalam pertumbuhan
kawasan bagi
agropolitan
wilayah
terbentuk
hinterlandnya.
desa-desa
sebagai
Berkembangnya
desa
pusat pusat
pertumbuhan tersebut diharapkan memberikan dampak positif bagi perkembangan wilayah di sekitarnya.
Kawasan agropolitan yang terdiri dari desa-desa
mempunyai karakteristik yang berbeda, terutama jumlah dan jenis infrastruktur terbangun, yang pada akhirnya akan terjadi hirarki desa-desa. Hirarki desa tersebut menunjukkan tingkat perkembangan wilayah dimana desa yang berhirarki tinggi cenderung menjadi pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan. Secara spasial pusat aktivitas ini juga merupakan pusat aktivitas ekonomi dan aliran produk serta barang. Sebagai kawasan pengembangan, kawasan agropolitan diharapkan dapat menjadi suatu daerah pertumbuhan baru yang dapat memberikan andil dalam pengembangan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik manfaat terhadap kawasan itu sendiri maupun terhadap wilayah sekitar agropolitan yang
lebih luas. Berdasarkan kualitas dan kuantitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki maka dapat diketahui sejauhmana kawasan agropolitan mampu memberikan sumbangannya terhadap meningkatkan perekonomian daerah. Dalam mendorong pengembangan sektor pertanian sebagai basis ekonomi kawasan agropolitan dilakukan dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal melalui penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki oleh setiap komoditas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat).
Pengembangan
agropolitan
dilakukan
dengan
pemberdayaan
masyarakat agar mampu mengembangkan usaha komoditi unggulan berdasarkan kesesuaian kemampuan lahan dan kondisi sosial budaya daerah. Pemberdayaan masyarakat tidak saja diarahkan pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditi pertanian tetapi juga pada pengembangan usaha dengan sistem agribisnis lainnya yang mendukung usaha agribisnis komoditi unggulan kawasan agropolitan yaitu agribisnis hulu, agribisnis hilir (pemasaran, pengolahan hasil, sortasi dan grading) serta industri jasa dan pelayanan. Keberhasilan pelaksanaan program agropolitan ditentukan keterlibatan semua stakeholder secara bersama-sama. Salah satunya adalah keterlibatan dan partisipasi masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses pemberdayaan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Dengan
demikian
masyarakat
merupakan aktor utama dalam proses pembangunan, bukan sekedar obyek semata. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan ini dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi program serta dalam rangka
mewujudkan
program
pengembangan
kawasan
agropolitan
yang
berkelanjutan. Dari berbagai uraian tersebut diatas maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pewilayahan komoditas pertanian dapat dipetakan dalam kawasan agropolitan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan? Apakah tata
ruang kawasan agropolitan telah mengacu pada pewilayahan komoditas yang sesuai dan potensial? Bagimana kaitannya dengan tata guna lahan dan tata ruang kawasan agropolitan? 2. Apakah secara spasial keberadaan desa-desa dan fasilitas- fasilitas pelayanan yang tersedia dalam kawasan agropolitan sudah bisa diidentifikasi? Bagaimana struktur hirarki dalam kawasan agropolitan dengan pusat pertumbuhan dan kawasan hinterlandnya yang mampu memberikan dampak pembangunan secara optimal? 3. Apakah sektor dan komoditas unggulan dalam kawasan agropolitan dapat diidentifikasi?
Sektor
dan
komoditas
unggulan
mana
yang
dapat
dikembangkan dan menjadi prime mover bagi kawasan agropolitan? 4. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program agropolitan dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan? Faktorfaktor apa saja yang berpengaruh dalam terhadap tingkat partisipasi masyarakat tersebut?
Ruang Lingkup Wilayah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan agropolitan “Bungakondang” di Kabupaten Purbalingga Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Purbalingga berada di bagian barat daya Propinsi Jawa Tengah, terdiri atas 18 (delapan belas) kecamatan dan 239 (dua ratus tiga puluh sembilan) desa/kelurahan. Secara geografis Kabupaten Purbalingga terletak pada posisi 101o 11’ – 110o 18’ Bujur Timur dan 7o 10’ – 7o 29’ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Purbalingga seluas 77.764,122 ha yang merupakan bagian 3,08% dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah yang sebesar 3.254.000 ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 871.840 jiwa. Pemerintah Kabupaten Purbalingga sejak tahun 2005 melaksanakan program pengembangan kawasan agropolitan. Kawasan agropolitan tersebut terdiri dari 4 (empat) kecamatan yaitu Bukateja, Pengadegan, Kejobong dan Kaligondang dengan 34 (tiga puluh empat) desa.
Kawasan agropolitan
tersebut diberi nama “Bungakondang” yang merupakan akronim dari 4 kecamatan yang dijadikan kawasan tersebut. Wilayah kawasan agropolitan seluas 110,90 km2 , jumlah penduduk eksisting pada tahun 2004 adalah 137.853 jiwa dengan
kepadatan penduduk 1.243 jiwa/km2 . Sektor pertanian merupakan sektor utama perekonomian wilayah kawasan agropolitan, dengan sub sektor utama pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Pola penggunaan lahannya berupa persawahan, tegalan dan perkebunan campuran.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memberikan arahan terhadap pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang, Kabupaten Purbalingga. Sedangkan tujuan khususnya adalah : 1. Menentukan pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan serta tata guna lahan dan tata ruang kawasan agropolitan. 2. Menentukan struktur hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dalam kawasan agropolitan. 3. Menentukan sektor dan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan dalam kawasan agropolitan. 4. Menentukan persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat serta faktor- faktor yang mempengaruhinya dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kawasan agropolitan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa aspek, yaitu : 1. Memberikan
sumbangan
pemikiran
kepada
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga dalam mengembangkan kawasan, terutama pada kawasan agropolitan. 2. Sebagai proses pembelajaran dan bahan referensi dalam mengembangkan ilmu perencanaan wilayah terutama dalam bidang agropolitan.
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al. (2005a) wilayah
didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentu-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget et al. 1977 dalam Rustiadi et al. 2005a) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1, yaitu: 1. Wilayah homogen (uniform/ homogenous region); 2. Wilayah nodal (nodal region); 3. Wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, berdasarkan fase kemajuan perekonomian, Glasson (1977) mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1. Fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/ homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2. Fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan.
3. Fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Nodal (pusat-hinterland )
Homogen Sistem Sederhana
Desa - Kota
Budidaya - Lindung Wilayah
Sistem/
Sistem ekonomi: Agropolitan, kawasan produksi, kawasan industri
Fungsional
Sistem ekologi: DAS, hutan, pesisir
Sistem Komplek
Sistem Sosial - Politik: cagar budaya, wilayah etnik
Umumnya disusun/ dikembangkan berdasarkan: Perencanaan/ Pengelolaan
• •
Konsep homogen/fungsional: KSP, KATING, dan sebagainya Administrasi-politik: propinsi, Kabupaten, Kota
Gambar 1 Kerangka klasifikasi konsep wilayah (Sumber : Rustiadi et al. 2005a) Menurut Rustiadi et al. (2005a) wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktor- faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Pada dasarnya terdapat beberapa faktor penyebab homogenitas wilayah. Secara umum terdiri atas penyebab alamiah dan penyebab artifisial. Faktor alamiah yang dapat menyebabkan homogenitas wilayah adalah kelas kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor lainnya. Sedangkan homogenitas yang
bersifat
artificial
adalah
homogenitas
yang
didasarkan
pada
pengklasifikasian berdasarkan aspek tertentu yang dibuat oleh manusia. Contoh
wilayah homogen artificial adalah wilayah homogen atas dasar kemiskinan (peta kemiskinan). Sedangkan wilayah fungsional menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya, yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatua n. Berdasarkan struktur komponen-komponen yang membentuknya, wilayah fungsional dapat dibagi menjadi : 1. Wilayah sistem sederhana (dikotomis) yang bertumpu pada konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen wilayah. 2. Wilayah sistem kompleks (non dikotomis) yang mendeskripsikan wilayah sebagai suatu sistem yang bagian-bagian di dalamnya bersifat kompleks. Konsep wilayah nodal, kawasan perkotaan- perdesaan dan kawasan budidaya - non budidaya adalah contoh wilayah sederhana. Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu “sel hidup” yang mempunyai plasma dan inti. Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan/permukinan, sedangkan plasma adalah daerah belakang (peripheri/ hinterland), yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi sebagai : 1) tempat terkonsentrasinya penduduk, 2) pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri, 3) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, 4) lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Sedangkan wilayah hinterland berfungsi sebagai : 1) pemasok/ produsen bahan-bahan mentah dan atau bahan baku, 2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi, 3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur, 4) penjaga fungsi- fungsi keseimbangan ekologis. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pengembangan Wilayah Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah
bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989) dalam Adell (1999) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota. Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (kesetimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan
hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar. Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).
Kesenjangan Wilayah dan Interregional Linkage Kawasan perdesaan dan perkotaan dibedakan berdasarkan kepadatan penduduk dan aktivitas ekonominya. Kawasan perdesaan mempunyai kepadatan penduduk yang rendah dengan aktivitas ekonomi yang dominan adalah pertanian. Sedangkan kawasan perkotaan mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi dengan aktivitas ekonomi pada sektor jasa. Selain itu fungsi administratif dan pembangunan infrastruktur juga menjadi pembeda antara kawasan perdesaan dan perkotaan (UNDP, 2000). Dalam konteks spasial, proses pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang. Pendekatan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi dengan membangun pusatpusat pertumbuhan telah mengakibatkan investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayahwilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan /massive backwash effect (Anwar 2001 dalam Pribadi 2005). Isard dan Schooler (1959) dalam Mercado (2002) mendemonstrasikan analisis industrial yang komplek mengenai hubungan antara pusat
pertumbuhan dengan lokasi industri,
menunjukkan bahwa investasi di pusat pertumbuhan memberikan optimum skala ekonomi dan minimal biaya transportasi input serta outputnya, sehingga menimbulkan aglomerasi lokasi industri di pusat pertumbuhan. Sejalan dengan hal tersebut Friedman (1976) menyebutkan bahwa antara pusat dengan hinterlandnya mempunyai hubungan yang yang minimal sehingga apabila
pembangunan berjalan maka
biasanya hanya terjadi pada satu sisi dimana
hinterland selalu terbelakang, terekspolitasi dan tidak dapat berkembang karena hinterland hanya penunjang perkembangan pusat. Selain itu salah satu implikasi dari penerapan pembangunan dengan pusat pertumbuhan
akan
me nimbulkan dikotomi pembangunan perkotaan dan
perdesaan. Menurut Douglas (1998) dalam Adel (1999), menyatakan bahwa salah satu konsekensi dari konsep dikotomi pembangunan kawasan perdesaanperkotaan adalah terdapatnya pembagian dalam perencanaan, di satu sisi terdapat kebijakan yang urban bias
dimana perencana di perkotaan berpegang pada
pertimbangan bahwa pembangunan di perkotaan merupakan kunci untuk tercapainya intergrasi wilayah. Sedangkan pada sisi lain terdapat kebijakan rural bias dimana perencana pembangunan perdesaan cenderung memandang perkotaan sebagai parasit terhadap kepentingan perdesaan. Hal tersebut menimbulkan kesenjangan wilayah, dalam konteks Indonesia, dapat dilihat antara lain kesenjangan antara Jawa dengan luar Jawa dan antara Kawasan Indonesia bagian Barat dengan Kawasan Indonesia bagian Timur dan antara kawasan perkotaan dengan perdesaan.. Disparitas wilayah dan sektoral karena
terjadinya pengurasan sumberdaya wilayah perdesaan ke wilayah
perkotaan serta sektor industri di perkotaan yang tidak berbasis pada sektor primer, yaitu pertanian, sementara sektor pertanian di perdesaan bersifat enclave terhadap sektor industri.
Disparitas ini dapat dilihat terutama terjadinya
perbedaan tingkat kesejahteraan yang cukup besar antara kota denga n desa. Proses migrasi penduduk dari desa ke kota, ternyata lebih banyak diakibatkan oleh daya dorong (push force) perdesaan dibandingkan dengan daya tarik (pull force) perkotaan. Hal ini terjadi karena menyempitnya kepemilikan lahan pertanian, terkonversi maupun yang berpindah hak kepemilikannya karena maraknya aktivitas investasi dan spekulasi atas lahan di perdesaan. Menurut Anwar (2001) dalam Pribadi (2005) selama ini pertumbuhan angkatan kerja perdesaan yang terus meningkat ternyata tidak diikuti oleh meningkatnya ketersediaan lahan. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2003, terdapat peningkatan petani gurem di Pulau Jawa dari 52,7% pada tahun 1993 menjadi 56,5% pada tahun 2003. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah tenaga kerja yang tidak berlahan
(landless laborer) sehingga pada akhirnya terjadi migrasi besar-besaran dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan. Namun demikian angkatan kerja sektor pertanian tidak diimbangi oleh kualitas sumber daya sehingga tenaga kerja migran perdesaan ini hanya sedikit saja yang dapat memperoleh kesempatan kerja di sektor industri modern. Pembangunan sektor modern di perkotaan maupun di dalam rural enclave tidak memberikan dampak multiplier tenaga kerja dan pendapatan kepada sektor urban informal dan mayoritas penduduk di wilayah perdesaan. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006) bahwa akibat kemiskinan dan ketertinggalan maka penduduk perdesaan secara rasional mulai melakukan migrasi ke wilayah perkotaan meskipun tidak ada jaminan akan mendapatkan pekerjaan. Kondisi ini pada akhirnya memperlemah kondisi wilayah perkotaan yang sudah terlalu padat sehingga menimbulkan kongesti, pencemaran hebat, pemukiman kumuh, sanitasi buruk, menurunnya kesehatan dan pada gilirannya akan menurunkan produktifitas masyarakat kawasan perkotaan. Menyadari terjadinya kesenjangan wilayah tersebut maka diperlukan reorientasi strategi pembangunan, menjadi strategi keberimbangan. Rustiadi dan Hadi (2006) menyatakan bahwa wilayah bukan merupakan wilayah tunggal dan tertutup, tetapi merupakan suatu kesatuan wilayah yang berinteraksi antara satu wilayah dengan wilayah lain. Pembangunan wilayah yang ideal adalah terjadinya interaksi antar wilayah yang sinergis dan saling memperkuat, sehingga nilai tambah yang diperoleh dengan adanya interaksi tersebut dapat terbagi secara adil dan proporsional sesuai dengan peran dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing- masing wilayah. Sedangkan menurut Murty (2000) dalam Pribadi (2006) pembangunan regional yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapasitas dan kebutuhannya. Sehingga yang terpenting adalah pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai kapasitasnya. Menurut Tacoli (1998) bahwa konsep pembangunan dalam beberapa dekade terakhir ditujukan pada peubahan hubungan antara sektor pertanian dengan industri. Kebijakan pertumbuhan ekonomi mengikuti satu atau dua pendekatan, yaitu pertama investasi di sektor pertanian berpengaruh pada penyediaan kebutuhan sektor industri dan perkotaan, sedangkan pendekatan kedua
berpendapat bahwa pertumbuhan industri dan perkotaan memerlukan sektor pertanian yang lebih modern. Konsep integrasi fungsional-spasial menurut Rondinelli (1985) dalam Rustiadi dan Hadi (2006) adalah adalah pendekatan dengan mengembangkan sistem pusat-pusat pertumbuhan dengan berbagai ukuran dan karakteristik fungsional secara terpadu. Stimulan dari pengembangan regional dimulai dari pendekatan pertanian dibandingkan dengan pengembangan industri. Kawasan perdesaan harus didorong menjadi kawasan yang tidak hanya menghasilkan bahan primer melainkan juga mampu menghasilkan bahan olahan atau industri hasil pertanian. Proses interaksi antara kawasan perdesaan dan perkotaan harus dalam konteks pembangunan interregional berimbang, dimana terjadi proses pembagian nilai tambah yang seimbang dan proporsional. Pembangunan yang berimbang secara spasial menjadi penting karena dalam skala makro hal ini menjadi prasyarat bagi tumbuhnya perekonomian nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.
Pengembangan Kawasan Agropolitan Menurut Rustiadi dan Hadi (2006)
beberapa strategi pembangunan
perdesaan yang perlu dikembangkan adalah : 1) mendorong kearah terjadinya desentralisasi pembangun-an dan kewenangan, 2) menanggulangi hubungan saling memperlemah antara perdesaan dan perkotaan, 3) menekankan pada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan. Salah satu strateginya adalah pembangunan kawasan agropolitan.
Friedman dan Douglass (1975) dalam
Rustiadi dan Hadi (2006) menyarankan suatu bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang. Agropolitan adalah pendekatan pembangunan kawasan perdesaan yang menekankan pembangunan perkotaan pada tingkat lokal di perdesaan. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006) pembangunan agropolitan adalah suatu model pembangunan yang yang mengandalkan desentralisasi, pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan sehingga mendorong urbanisasi (pengkotaan dalam arti positif) serta bisa menaggulangi dampak negatif
pembangunan (migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumberdaya, pemiskinan desa dan lain- lain). Pengembangan agropolitan adalah suatu pendekatan kawasan pembangunan kawasan perdesaan melalui upaya- upaya penataan ruang perdesaan dan menumbuhkan pusat-pusat pelayanan fasilitas perkotaan (urban function centre) yang dapat berupa atau mengarah pada terbentuknya kota-kota kecil berbasis pertanian (agropolis) sebagai bagian dari sistem perkotaan dengan maksud meningkatkan pendapatan kawasan perdesaan (regional income), menghindari kebocoran pendapatan kawasan perdesaan (regional leakages), menciptakan pembangunan yang berimbang (regional balanced) dan keterkaitan desa-kota (rural urban linkages) yang sinergis dan pembangunan daerah. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Menurut
Elestianto
(2005)
konsep
agropolitan
ditujukan
untuk
memperbaiki kesalahan paradigma pembangunan dengan pusat pertumbuhan dalam meningkatkan pembangunan perdesaan, dimana kritik diarahkan bahwa kesalaha n dalam pembangunan perkotaan mengakibatkan terjadinya dampak pengurasan sumberdaya di wilayah perdesaan, termasuk sumberdaya manusia dan sumberdaya alam, yang diekspolitasi dan diabsorbsi ke kawasan perkotaan tanpa memberi nilai tambah yang cukup bagi kawasan perdesaan. Agropolitan merupakan pelaksanaan dari pembangunan pusat pertumbuhan, tetapi dalam pespektif yang berbeda. Apabila dalam paradigma pusat pertumbuhan, pembangunan infrastruktur dikonsentrasikan di kawasan perkotaan untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi yang selanjutnya akan terjadi dampak
penetesan ke kawasan perdesaan sebagai akibat dari pembangunan di pusat pertumbuhan, maka dalam konsep agropolitan diarahkan pada pembangunan infrastuktur di kawasan perdesaan dengan tujuan pembangunan fasilitas sekunder industri di kawasan perdesaan. Dengan demikian pusat kawasan agropolitan
diharapkan mampu lebih memberikan dampak positif dan dampak ganda terhadap hinterlandnya. Dalam konsep agropolitan diperkenal kawasan agropolitan, yaitu suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5-10 km dengan jumlah penduduk 50150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2 . Jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Peran pusat agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian disekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberi kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan dan lainnya), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi) serta sarana pemasaran (pasar, terminal, sarana transportasi dan lainnya). Dengan demikian biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatnya faktor- faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor- faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan di pusat agropolitan (Harun 2006). Dalam perkembangannya, Friedmann (1996) melakukan modifikasi konsep agropolitan, terutama untuk kawasan perdesaan berkepadatannya tinggi untuk menghasilkan lanskap pengembangan agropolitan yang bermacam- macam, yaitu : 1. Kawasan perdesaan atau pinggiran kota dengan populasi penduduk 10.00015.000 jiwa yang tersebar dalam area 10-15 km2 ; 2. Masing- masing kawasan mempunyai pusat pelayanan yang mudah dijangkau dengan jalan kaki atau bersepeda dari bagian kawasan dalam jangka waktu kurang dari 20 menit; 3. Masing- masing pusat kawasan mempunyai fasilitas dan pelayanan publik, termasuk pasar, sekolah, keseha tan, olahraga, pelayanan pemerintahan, kantor pos dan telekomunikasi, pos polisi, terminal transportasi dll; 4. Masing- masing pusat kawasan terhubung dengan pusat kawasan lain dalam jaringan jalan baik untuk pejalan kaki, sepeda, sepeda motor, bis dan truk; 5. Industri manufaktur kecil yang didistribusikan pada kawasan dan sepanjang jaringan jalan;
6. Tujuan pengembangan agropolitan diciptakan dengan menyesuaikan pada paradigma regional, keseimbangan ekonomi kawasan yang diperoleh sepertiga dari pendapatan pertanian dan aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, seperempat dari industri, setengah dari perdagangan dan jasa serta sepertujuh dari pemerintah. Menurut Harun (2004) mengintegrasikan kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan ke dalam distrik agropolitan bertujuan untuk menghindari tumbuhnya kota-kota diluar kendali sistem pengembangan wilayah agropolitan. Upaya ini selain menghindari adanya kesenjangan antara pemukiman yang ada dengan pengembangan kota-kota
tani,
mengintegrasikan
penduduk
lokal
dalam
pengembangan wilayah agropolitan sekaligus meningkatkan upaya meningkatkan fungsi desa dan kota yang ada menjadi kota-kota tani. Menurut Ro ndinelli (1985) dalam Rustiadi dan Hadi (2006), pengembangan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil- hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil- menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi- lokasi permukiman di perdesaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang menghubungkan lokasi- lokasi pertanian dengan pasar merupakan suatu hal penting yang diperlukan untuk menghubungkan antara wilayah perdesaan dengan pusat kota. Perhatian perlu diberikan terhadap penyediaan air, perumahan, kesehatan dan jasa-jasa sosial di kota-kota kecil menengah untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Perhatian juga perlu diberikan untuk memberikan kesempatan kerja di luar sektor produksi pertanian (off-farm) dan berbagai kenyamanan fasilitas perkotaan di kota-kota kecil- menengah di wilayah perdesaan yang bertujuan untuk mencegah orang melakukan migrasi keluar wilayah.
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Menurut Thoha (1986) dalam Endaryanto (1999) persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh seseorang di dalam memahami informasi mengenai lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Persepsi merupakan proses internal dimana seseorang menyeleksi, mengevaluasi dan mengorganisasikan stimuli dari lingkungan. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar tentang situasi. Menurut
Littlejohn (1987) dalam Endaryanto (1999) persepsi
seseorang terhadap suatu obyek bisa tepat dan bisa keliru. Faktor yang terpenting untuk mengatasi kekeliruan persepsi adalah kemampuan untuk mendapatkan pengertian yang tepat mengenai obyek persepsi tersebut. Pembentukan persepsi pada diri seseorang berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu selektifitas, pemaknaan dan interpretasi. Pada mulanya seseorang akan menanggapi secara selektif terhadap setiap rangsangan yang ada. Setelah rangsangan itu diseleksi dan disusun sedemikian rupa, kemudian proses pemberian makna berlangsung dan akhirnya terbentuklah interpretasi secara menyeluruh terhadap rangsangan tersebut (Asngari 1984 dalam Endaryanto 1999). Menurut Gibson dan Ivancevich (1997) dalam Yulida (2002) persepsi sebagai suatu bagian dari sikap, terdapat tiga komponen yang mempengaruhi pandangan seseorang terhadap suatu obyek yaitu, komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif berisis ide, anggapan, pengetahuan dan pengetahuan seseorang terhadap obyek berdasarkan pengalaman langsung yang dihubungkan dengan sumber informasi. Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki seseorang akan menghasilkan keyakinan (belief) evaluatif
terhadap obyek tertentu.
Komponen afektif menekankan pada perasaan atau emosi, dengan demikian merupakan evaluasi emosional dalam menilai obyek tertentu. Sedangkan komponen konatif
menekankan pada kecenderungan (tendency) dan perilaku
aktual seseorang untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang dipersepsikan. Partisipasi menurut Davis (1987) dalam Harahap (2001) adalah keterlibatan mental, pikiran dan perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan atas bantuan terhadap
kelompok tersebut dalam mencapai tujuan bersama dan turut bertanggungjawab terhadap usaha tersebut. Sedangkan menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Harahap (2001) partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan
program
dan
pengambilan
keputusan
untuk
berkontribusi
sumberdaya atau berkerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan. Tingkat partisipasi masyarakat menurut Darmawan (2003) dalam Pribadi (2005), didasarkan pada beberapa indikator, yaitu sebagai berikut: 1. Derajat kedalaman keterlibatan individu dalam pengelolaan suatu program pembangunan. Hal ini diindikasikan oleh seberapa besar sumbangan fisik, sumbangan psikologis- mental, ataukah sumbangan energi-keuangan yang diberikan
oleh
individu- individu
dalam
pengelolaan
suatu
program
pembangunan. 2. Derajat keberagaman pihak yang terlibat dalam pengelolaan program. Hal ini diindikasikan oleh keberagaman gender, kelas sosial, ras/etnis, agama, ideolo gi di kalangan individu- individu yang terlibat dalam proses pengelolaan program pembangunan. 3. Proses dialog atau proses komunikasi dalam pengelolaan program. Hal ini ditandai oleh proses pertukaran dan akomodasi gagasan. 4. Kerjasama institusional, yaitu kolaborasi antar pihak di ruang-ruang kekuasaan yang berbeda dalam pengelolaan suatu program. Menurut Koentjaraningrat (1980) dalam Pujo (2003), terdapat dua hal yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut mempunyai kekuatan sendiri yang saling mengisi. Faktor internal merupakan partisipasi yang muncul dari dalam diri manusia sendiri, yang dapat berupa antara lain kepribadian, sikap, umur, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, tingkat pendapatan, kesesuaian program dengan kebutuhannya. Sedangkan faktor eksternal merupakan partisipasi karena dorongan, pengaruh, rangsangan bahkan tekanan dari luar, yang dapat berupa antara lain hubungan, pelayanan dan komunikasi dengan pengelola program, kegiatan sosialisasi dan penyuluhan, kondisi lingkungan dan sosial budaya.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Kabupaten
dilaksanakan
Purbalingga,
di
Propinsi
Kawasan Jawa
Agropolitan
Tengah.
Bungakondang,
Kawasan
Agropolitan
Bungakondang meliputi 34 desa yang terdapat dalam 4 kecamatan, yaitu kecamatan Bukateja, Pengadegan, Kejobong dan Kaligondang.
Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan September 2006.
30 50 00
3100 00
31 50 00
320 000
32 50 00
330 000
33 50 00
PETA LOKASI PENELITIAN
34 00 00
92 05 00 0
920 50 00
92 00 00 0
920 00 00
1
0
Kabupaten Purbalingga
25 Kilomet ers
1
N 919 50 00
91 95 00 0
W
91 90 00 0
919 00 00
91 85 00 0
918 50 00
91 80 00 0
918 00 00
91 75 00 0
917 50 00
30 50 00
3100 00
31 50 00
320 000
32 50 00
330 000
33 50 00
E S
Kawasan agropolitan Bungakondang
Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Skala 1 : 50.000
34 00 00
Gambar 2 Peta lokasi penelitian Rancangan Penelitian Untuk mencapai tujuan maka dalam penelitian ini dilakukan analisaanalisa sebagaimana tersebut dalam Gambar 3. Pengembangan kawasan agropolitan mensyaratkan suatu kawasan yang memiliki daya dukung dan potensi fisik wilayah yang memadai sebagai kawasan pertanian, antara lain kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pertanian. Analisis fisik wilayah yang dilakukan adalah analisis spasial dengan delineasi terhadap peta agro ecological zone
Kabupaten Purbalingga skala 1:50.000. Hasil yang diperoleh berupa peta-peta kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pertanian. Berdasarkan hasil kesesuaian lahan ini dapat dilakukan pewilayahan kawasan pertanian. Analisis selanjutnya adalah analisis hirarki wilayah untuk menentukan desa pusat pelayanan dan pertumbuhan dengan menggunakan analisis skalogram. Desa yang menjadi pusat pelayanan dan pertumbuhan adalah desa yang mempunyai indeks perkembangan wilayah tertinggi. Persyaratan kawasan agropolitan yang lain adalah memiliki sektor dan komoditas unggulan yang mampu menjadi prime mover kawasan tersebut. Untuk penentuan sektor unggulan dilakukan dengan analisis shift share dengan data PDRB kawasan agropolitan dan kabupaten dalam dua titik tahun. Penentuan komoditas unggulan dilakukan dengan analisis supply side yaitu Location Quotient (LQ), Localization Index (LI), Specialization Index (SI) serta analisis R/C ratio dan deskriptif pasar. Sedangkan dari sisi sosial dilakukan analisis persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap program pengembangan kawasan agropolitan. Hasil persepsi masyarakat yang telah diukur kemudian dilakukan analisis statistik non parametrik dengan chi-square untuk mengetahui hubungan antara lokasi dan jenis komoditas dengan tingkat persepsi. Sedangkan analisis chi square untuk partisipasi masyarakat dipergunakan untuk mengetahui hubungan faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi dengan tingkat keterkaitan
dari
partisipasinya. Sintesa penelitian ini berupa rangkuman serta analisis-analisis
yang
telah
dilakukan
berupa
arahan
pengembangan kawasan agropolitan.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi untuk penelitian ini adalah : a. Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai lembaga atau dinas terkait, yaitu Biro Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga, Bappeda
Kabupaten
Purbalingga,
Bagian
Bina
Perekonomian
Setda
Kabupaten Purbalingga, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga, dan instansi- instansi terkait lainnya.
b
Data Primer berupa Wawancara dan Kuisioner Data primer diperoleh dengan wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan informan- informan kunci, yaitu dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga, yaitu Bappeda Kabupaten Purbalingga dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga. Sedangkan pengumpulan data dalam bentuk kuesioner dituj ukan kepada masyarakat (petani). Pemilihan responden petani dilakukan secara acak namun tetap representatif sesuai dengan pengelompokan karakterisik yang ditemui di lapangan. Karena itu, dalam penelitian ini metode sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Stratifikasi dilakukan berdasarkan lokasi desa yaitu di pusat agropolitan dan di desa hinterland-nya.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan informan kunci di kawasan Agropolitan Bungakondang. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi- instansi yang terkait yang telah tersedia dalam bentuk dokumen, studi literatur maupun peta. Data dan informasi yang diperlukan antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tujuan, metode analisis, data, sumber data dan output No
Tujuan
Analisis
Data
Sumber data
Output
1.
Mengetahui pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan.
Analisis spasial dengan delineasi peta AEZ
Keragaan fisik, biofisik wilayah dan persyaratan tumbuh tanaman
Peta Agro Ecological Zone 1:50.000
Peta kemampuan, kesesuaian lahan dan pewilayahan komoditas pertanian pada kawasan agropolitan
2.
Mengetahui hirarki desa-desa pusat pelayanan dalam wilayah agropolitan
Analisis Skalogram
Infrastruktur & fasilitas desa, berupa sarana pemerintahan, perekonomian dan kemasyarakatan
Data Potensi Desa tahun 2003
Hirarki desa-desa pusat pelayanan dalam kawasan agropolitan
3.
Mengetahui sektor dan komoditas unggulan kawasan agropolitan
Shift share Analisis
PDRB Kecamatan dan Kabupaten
Indikasi sektor basis dan sektor unggulan
Analisis LQ, spesialisasi dan lokalisasi indeks
Produksi, komo ditas pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan
Analisis ChiSquare
Persepsi : aspek kognitif, konatif dan afektif. Partisipasi : tingkat, bentuk, kedalaman, komunikasi kera gaman, kerjasama, dengan faktor peubah umur, tingkat pendidikan, luas garapan, tingkat pendapatan, pendampingan, komunikasi & sosialisasi, keterbukaan, kelembagaan masyarakat, manfaat yang dapat diperoleh
PDRB Kecamatan & Ka paten th 2000 2002 Kabupaten & Kecamatan dalam angka tahun 2005 Pertanian dalam angka tahun 2005 Wawancara & Kuisioner dengan metoda stratified random sampling
4.
Mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Indikasi komoditas dan
Tingkat persepsi masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat serta faktor yang mempengaruhinya dalam pengembangan kawasan agropolitan
Kawasan Agropolitan
Peta Agro Ekological Zone Kab. Purbalingga Skala 1:50.000
Data Podes Kawasan Agropolitan tahun 2006
PDRB sektoral Kaw. Agropolitan & Kab. Purbalingga tahun 2002 & 2004
Data produksi pertanian tan. pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan& perikanan
Kelompok Tani
Stratified random sampling terhadap lokasi tempat tinggal Analisis spasial dengan SIG
Data sarana & parasarana pemerintahan, kemasyarakatan dan perekonomian
Analisis shift share (laju pertumbuhan wilayah, pergeseran proporsional & differential/competitivenes)
Analisis location quetien (LQ), localization indeks (LI), specialization indeks (SI)
Analisis Skalogram Peta Kemampuan & Kesesuaian lahan komoditas pertanian
kontribusi sektor (%)
Hirarki desa berdasarkan Indeks perkembangan desa
Analisis R/C ratio dan deskriptif pasar komoditas
Sektor unggulan Komoditas unggulan
responden
Kuisioner persepsi & partisipasi serta faktor yang mempengaruhinya
Analisis persepsi dengan metode chi square terhadap lokasi dan komoditas
Analisis partisipasi dengan metode chi square terhadap faktor intrinsik&ekstrinsik
Arahan Pewilayahan Kawasan Pertanian Persepsi dan hubungan faktor lokasi dan komoditas
Desa Pusat Pertumbuhan, Kawasan pusat & hinterland
Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Tingkat partisipasi dan hubungan faktor yang mempengaruhinya
Metode Analisis Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Analisis yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah 1) analisis kemampuan dan kesessuaian lahan, 2) analisis pusat pertumbuhan dan pelayanan, 3) analisis sektor unggulan, 4) analisis komoditas unggulan, 5) analisis persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat serta faktor yang mempengaruhinya.
Analisis Kemampuan dan Kesesuaian Lahan Metode ini dipergunakan untuk menentukan pewilayahan komoditas pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahannya. Data yang dipergunakan adalah Peta Agro Ecological Zone (AEZ) Kabupaten Purbalingga skala 1:50.000 dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah pada tahun 2002. Dengan menggunakan peta AEZ tersebut dilakukan analisis desk study dengan analisis menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) terutama delineasi peta terhadap kemampuan dan kesesuaian lahan untuk berbagai macam komoditas pertanian pada kawasan agropolitan. Hasil yang diperoleh berupa peta-peta fisik kawasan dan kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pada kawasan agropolitan, yaitu : 1. Peta topografi. 2. Peta landuse. 3. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan dan sayuran, yaitu padi, jagung, ubi kayu, kedelai, kacang tanah, kacang panjang, cabai dan kubis. 4. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas perkebunan, ya itu cengkeh, kopi, lada, melati gambir dan kelapa. 5. Peta kelas kesesuian lahan untuk komoditas buah-buahan, yaitu durian, pisang, salak, jeruk siam, nanas dan rambutan. 6. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas empon-empon, yaitu jahe, kunyit, kapulaga dan kencur.
Selanjutnya ditentukan pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan tersebut berupa kawasan budidaya yaitu : 1. Kawasan pertanian intensif. 2. Kawasan pertanian semi intensif. 3. Kawasan pertanian non intensif. Analisis Pusat Pertumbuhan dan Pus at Pelayanan Analisis pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan kawasan agropolitan dengan cara menentukan hirarki desa-desa menggunakan metoda skalogram. Dalam metode skalogram, dilakukan identifikasi jenis dan jumlah fasilitas yang diperlukan sebagai SOC yang mendukung perkembangan perekonomian di kawasan agropolitan. Seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel.
Fasilitas ini mencakup tiga
kelompok utama, yaitu : 1. Prasarana pemerintahan, meliputi fasilitas pemerintahan umum, kesehatan, pendidikan dan lainnya. 2. Prasarana perekonomian, meliputi fasilitas pasar, perbankan, telekomunikasi dan lainnya. 3. Prasarana kemasyarakatan, meliputi fasilitas ibadah, kelembagaan masyarakat dan lainnya. Data yang dipergunakan bersumber pada data Potensi Desa Kabupaten Purbalingga tahun 2003 yang dikeluarkan oleh BPS. Data-data potensi desa yang dipergunakan adalah : 1. Data kependudukan, yaitu jumlah penduduk, jumlah keluarga, jumlah keluarga yang menggunakan listrik PLN, jumlah keluarga yang menggunakan air bersih PDAM, jumlah keluarga yang memiliki telepon dan jumlah rumah permanen. 2. Data sarana dan prasarana dasar, yaitu kantor kecamatan, kantor desa, TK, SD, SLTP, SLTA, lembaga pendidikan & ketrampilan, pondok pesantren, program kejar paket A, program kejar paket B, perpustakaan, masjid, surau, gereja, pasar, pasar hewan, rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik/ balai pengobatan, puskesmas, puskesmas pembantu, apotik/toko obat, tempat
praktek dokter, praktek bidan, polindes, kantor pos, kantor pos pembantu, koperasi/ KUD, toko/ kios, rumah makan, wartel, penyewaan video, lapangan olahraga, terminal, lapangan udara, penggilingan padi/RMU, kantor bank umum dan kantor BPR. Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut: 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah prasarana di dalam unit-unit desa. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh desa diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai prasarana
yang terdapat paling
jarang penyebarannya di dalam seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan. 2. Menyusun desa-desa sedemikian rupa dimana unit desa yang mempunyai ketersediaan fasilitas
paling lengkap terletak di susunan paling atas,
sedangkan unit desa dengan ketersediaan fasilitas
paling tidak lengkap
terletak di susunan paling bawah. 3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa. 4. Menjumlahkan masing- masing unit fasilitas
secara vertikal sehingga
diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit desa. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan desa yang mempunyai fasilitas terlengkap. Sedangkan posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap. 6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang persis, maka pertimbangan ke tiga adalah jumlah penduduk.
Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi
diletakkan pada posisi di atas. Tabel 2 Skalogram kawasan agropolitan Desa
Penduduk
Fasilitas
Jumlah Jenis
Jumlah Unit
Indeks Hirarki
Jumlah
Disamping cara metode skalogram tersebut juga terdapat metode lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram yang disebut dengan penentuan
indeks perkembangan desa. Pada metode ini dilakukan perhitungan nilai standar deviasi dari jumlah fasilitas yang ada. Nilai ini akan digunakan untuk menghitung indeks perkembangan desa dan mengelompokkan unit desa tersebut dalam kelas hirarki. Pengelompokkan hirarki tersebut berdasarkan asumsi terdapat tiga kelompok kelas hirarki, yaitu : 1. Kelompok desa dengan tingkat perkembangan tinggi, jika nilai indeks perkembangan desa adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai rata-rata). 2. Kelompok desa dengan tingkat perkembangan sedang, jika nilai indeks perkembangan desa antara nilai rata-rata sampai (2 x standar deviasi + nilai rata-rata). 3. Kelompok desa dengan tingkat perkembangan rendah. jika nilai indeks perkembangan desa kurang dari nilai rata-rata. Dari hasil skalogram dengan indeks hirarki ini dapat ditentukan hirarki desa-desa, dimana desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan tinggi mempunyai potensi sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan dalam kawasan agropolitan sedangkan desa-desa yang tingkat perkembangan sedang dan rendah cenderung sebagai wilayah hinterlandnya.
Analisis Sektor Unggulan Untuk mengetahui tingkat perkembangan perekonomian dan menentukan sektor unggulan dalam kawasan agropolitan dipergunakan metoda shift share. Shift-share analysis merupakan salah satu
metode untuk menganalisis
pertumbuhan wilayah. Dengan analisis ini, penyebab-penyebab pertumbuhan dan potensi peningkatan pertumbuhan di masa mendatang dapat diidentifikasi (Nugroho & Dahuri, 2004). Shift-share analysis adalah teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu.
Analisis
shift-share
menjelaskan
kemampuan
berkompetisi
(competitiveness) sektor tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan sektor dalam cakupan wilayah lebih luas, kinerja (performance) suatu sektor di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah
total, serta memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu sektor di suatu wilayah. Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah aktivitas sektor-sektor perekonomian dalam kawasan agropolitan terhadap seluruh aktivitas perekonomian kawasan agropolitan dan terhadap aktivitas perekonomian kabupaten. Data yang dipergunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektoral kecamatan-kecamatan dalam kawasan agropolitan dan PDRB sektoral Kabupaten pada dua titik tahun, yaitu tahun 2000 dan 2002. Sebab-sebab terjadinya pergeseran aktivitas dalam sektor perekonomian tersebut menjadi menjadi tiga bagian yaitu 1) sebab yang berasal dari dinamika dalam kawasan agropolitan, 2) sebab dari dinamika aktivitas sektor dalam kabupaten, 3)
sebab dari dinamika kabupaten.
Hasil analisis shift share
memberikan gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari tiga komponen hasil analisis, yaitu : 1. Komponen laju pertumbuhan total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan kawasan agropolitan pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total aktivitas dalam kawasan agropolitan. 2. Komponen
pergeseran
proporsional
(komponen
proportional
shift).
Komponen ini menyatakan pertumbuhan total sektor tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam kawasan agropolitan yang menunjukkan dinamika sektor dalam kawasan agropolitan. 3. Komponen pergeseran diferensial (komponen differential shift). Komponen ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut dalam kawasan agropolitan. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketidakunggulan) suatu sektor tertentu di kawasan agropolitan terhadap sektor tersebut dalam kabupaten. Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut :
SSA
=
X .. X ..
( t1 )
(t 0)
a
− 1 +
X X
i ( t 1) i (t 0 )
−
+ (t 0)
X .. X .. b
( t 1)
X X
ij ( t 1)
−
ij ( t 0 )
c
X X
i (t 0 ) i ( t 1)
keterangan :
a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = Nilai total sektor dalam kabupaten X.i = Nilai total sektor tertentu dalam Kabupaten Xij = Nilai sektor tertentu dalam kawasan agropolitan t1 = tahun 2002 t0 = tahun 2000 Melalui analisis shift share ini dapat diketahui perbandingan relatif tingkat
perekonomian kawasan serta kecenderungannya dan menjelaskan kinerja suatu sektor tertentu dalam suatu kawasan dan membandingkan dengan kinerja di dalam wilayah yang lebih luas. Sehingga dapat diketahui sektor yang dominan dan unggulan yang dapat sebagai sektor prime mover pada kawasan agropolitan tersebut. Sektor unggulan didefinisikan sebagai sektor yang mempunyai nilai shift share lebih besar dari pada nilai komponen share serta mempunyai nilai differensial shif yang positif. Selain itu juga pangsa sektor tersebut relatif besar dan dominan terhadap perekonomian kawasan.
Analisis Komoditas Unggulan Analisis untuk menentukan komoditas unggulan dipergunakan analisis Location Quotient (LQ), Localization Index (LI), Specialization Indeks (SI) serta analisis deskriptif pasar agribisnis. Data yang dipergunakan adalah data produksi komoditas pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan dalam kawasan agropolitan dan kabupaten pada tahun 2005. Data tersebut adalah : a. Produksi komoditas pertanian tanaman pangan, yaitu padi sawah, padi gogo, jagung, ubi kayu, ketela rambat, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. b. Produksi komoditas perkebunan, yaitu kelapa dalam, kelapa deres, kopi, cengkeh, mela ti gambir, lada, nilam, mlinjo, tebu dan empon-empon. c. Produksi komoditas peternakan, yaitu sapi, kambing dan unggas. d. Produksi komoditas perikanan darat. Menurut Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Departemen Pertanian dalam Bachrein (2005), analisis komoditas unggulan dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut, yaitu:
1. Melakukan identifikasi komoditas pertanian yang dikelompokkan menjadi tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan yang dihasilkan dalam kawasan tersebut. 2. Analisis kuantitatif dengan parameter supply side dan analisis lokasi dengan menggunakan Location Quotient (LQ), Localization Index (LI), dan Specialization Index (SI). Koefisien LQ memberikan indikasi kemampuan suatu wilayah dalam memproduksi suatu komoditas dibandingkan dengan produksi komoditas tersebut pada wilayah yang lebih luas. Hasil analisis LQ perlu didukung oleh analisis koefisien lokalisasi (a), dan koefisien Spesialisasi (ß) yang memperlihatkan keunggulan komparatif masing- masing komoditas pada setiap wilayah. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Dalam penelitian ini, LQ merupakan rasio persentase dari total produksi suatu komoditas pada kawasan agropolitan terhadap persentase produksi total komoditas terhadap wilayah kabupaten. Persamaan dari LQ ini adalah :
L Q
IJ
=
X X
IJ
/
.J
/
X X
I . ..
keterangan : Xij Xi. X.j X..
:
derajat aktivitas produksi komoditas tertentu dalam kawasan agropolitan : total aktivitas produksi komoditas dalam kawasan agropolitan : total aktivitas produksi suatu komoditas pada wilayah kabupaten : derajat aktivitas produksi total wilayah kabupaten
Interprestasikan hasil analisis LQ adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQ ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi aktivitas produksi suatu komoditas di kawasan agropolitan secara relatif dibandingkan dengan wilayah kabupaten atau terjadi pemusatan produksi komoditas di kawasan agropolitan. - Jika nilai LQ ij = 1, maka dalam kawasan agropolitan tersebut mempunyai pangsa aktivitas produksi setara dengan pangsa total dalam kabupaten atau konsentrasai aktivitas produksi di kawasan agropolitan sama dengan ratarata total wilayah kabupaten.
- Jika nilai LQ ij < 1, maka dalam kawasan agropolitan tersebut me mpunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas produksi yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah. Localization Index merupakan salah satu index yang menggambarkan pemusatan
relatif
suatu
aktivitas
produksi
dibandingkan
dengan
kecenderungan total di dalam wilayah. Indeks ini dipergunakan untuk mengetahui persen distribusi suatu aktivitas tertentu di dalam wilayah dan untuk menentukan wilayah mana yang potensial untuk mengembangkan aktivitas tertentu. Persamaan Localization Index ini adalah sebagai berikut :
LI
J
= 12
n
∑
I =1
X X
IJ .J
−
X X
I. ..
Interpretasi hasil analisis Localization Index tersebut adalah : - Jika nilainya mendekati 0 berarti perkembangan suatu komoditas pada kawasan agropolitan cenderung memiliki tingkat yang sama dengan perkembangan wilayah kabupaten. Tingkat perkembangan aktivitas akan relatif indifferent di seluruh lokasi atau aktivitas tersebut mempunyai peluang tingkat perkembangan relatif sama di seluruh lokasi. - Jika nilainya mendekati 1 berarti aktivitas yang diamati akan cenderung berkembang memusat di kawasan agropolitan. Specialization Index merupakan salah index yang menggambarkan pembagian wilayah berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada. tertentu
menjadi
pusat
bagi
Lokasi
aktivitas yang dilakukan. Persamaan
Localization Index ini adalah sebagai berikut :
SI
I
= 12
P
∑
J =1
X X
IJ I .
−
X X
.J ..
Interpretasi hasil analisis Specialization Index tersebut adalah : -
Jika nilainya mendekati 0 berarti tidak ada kekhasan. Artinya dalam kawas-an agropolitan tidak memiliki aktivitas khas yang relatif menonjol perkembangannya dibandingkan dengan kawasan lain.
-
Jika nilainya mendekati 1 berarti terdapat kekhasan. Artinya dalam kawasan agropolitan memiliki aktivitas khas yang perkembangannya relatif menonjol dibandingkan dengan kawasan lain.
3. Analisis keunggulan kompetitif untuk semua komoditas yang diunggulkan dengan perhitungan rasio penerimaan/ biaya (R/C ratio). 4. Seleksi kualitatif yaitu daya tarik serta daya saing agribisnis setiap komoditas dan seleksi kualitatif dengan memperhatikan orientasi pasar, daya saing serta tingkat komersialisasi komoditas tersebut. 5. Sehingga pada akhirnya dapat dikelompokkan menjadi komoditas unggulan, komoditas potensial dan komoditas spesifik lokasi masing- masing wilayah. Dengan demikian dapat ditentukan komoditas unggulan dalam kawasan agropolitan tersebut. Komoditas unggulan didefinikan sebagai berikut : a. Komoditas mempunyai jumlah produksi yang banyak, mampu mencukupi kebutuhan kawasan agropolitan dan mampu mensuplay kawasan lain (nilai LQ lebih besar dari 1); b. Produksi komoditas cenderung memusat pada kawasan agropolitan (nilai LI mendekati 1); c. Budidayanya komoditas mempunyai nilai ekonomis (nilai R/C rasio diatas 1). d. Komoditas mempunyai daya saing pasar agribisnis yang baik terhadap komoditas lain.
Analisis Persepsi dan Partisipasi Masyarakat serta Faktor yang Mempengaruhinya Pengukuran terhadap persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan kawasan agropolitan dilakukan dengan menggunakan kuisioner terstruktur terhadap responden petani yang berada di desa pusat pertumbuhan dan desa hinterland pada kawasan agropolitan Bungakondang. Metode pengambilan sampel responden dengan cara stratified random sampling. Selain itu juga dilakukan wawancara mendalam terhadap pengelola program atau Pemerintah Daerah, yaitu Bappeda dan Dinas Pertanian & Kehutanan Kabupaten Purbalingga. Dalam penelitian ini persepsi masyarakat terhadap program agropolitan diukur dengan indikator yang meliputi tiga aspek, yaitu : 1) aspek kognitif menekankan pada pengetahuan dan pandangan masyarakat, 2) aspek afektif menekankan pada perasaan, emosi dan ketertarikan, 3) aspek konatif menekankan pada keinginan untuk bertindak atau melakukan sesuatu atas suatu respon yang
dapat menunjang program agropolitan. Persepsi masyarakat terhadap program agropolitan adalah sejauhmana masyarakat mengetahui keberadaan kawasan agropolitan, kemanfaatan, harapan, ketertarikan, respon dan keinginan untuk terlibat dalam program agropolitan. Persepsi masyarakat yang telah diukur kemudian dianalisis dengan metode statistik non parametrik chi-square untuk mengetahui hubungan antara lokasi dan jenis komoditas dengan tingkat persepsi masyarakat. Lokasi tempat tinggal responden terbagi menjadi 2, yaitu : a. Bertempat tinggal di desa pusat pertumb uhan; b. Bertempat tinggal di desa hinterland. Komoditas yang dibudidayakan responden terbagi dalam 4 kelompok, yaitu : a. Persawahan dengan komoditas utama padi sawah; b. Tegalan 1 dengan komoditas utama melati gambir dan jeruk; c. Tegalan 2 dengan komoditas utama ubi kayu dan jagung d. Perkebunan dengan komoditas utama lada dan buah-buahan Partisipasi masyarakat terhadap proses pembangunan terbagi dalam empat tahap, yaitu partisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pengawasan dan evaluasi, serta partisipasi dalam berbagi manfaat. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan, kelembagaan, sosialisasi dan penyuluhan, pendampingan, keterbukaan pemerintah, kesesuaian program, manfaat program serta jarak ke kantor kecamatan. Definisi operasional variabel yang dipergunakan untuk mengetahui tingkat partisipasi dan faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Definisi operasional variabel tingkat partisipasi No.
Variabel
Definisi
1.
Kedalaman partisipasi
Sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam partisipasi
2.
Keberagaman pihak yang dilibatkan
Sejauhmana keterlibatan semua pihak dalam pengelolaan program agropolitan
3.
Proses dialog dan komunikasi
Sejauhmana Pemerintah melakukan dialog dan komu nikasi dengan masyarakat
4.
Kerjasama
Indikator
Parameter
a. Dorongan partisipasi
a. Inisiatif sendiri b. Masyarakat/kelompok c. Pemerintah b. Perencanaan dan a. Tidak dilibatkan pengambilan b. Mengikuti rapat keputusan c. Memberikan saran dan ikut dalam pengambilan keputusan c. Pelaksanaan a. Tidak dilibatkan b. Mengikuti kegiatan c. Memberikan sumbangan dana atau tenaga d. Pengawasan a. Tidak dilibatkan dan Evaluasi b. Melakukan pengawasan c. Memberikan kritik dan saran e. Hak menikmati a. Tidak ada manfaat b. Ada f. Kemandirian a. Tidak ada masyarakat b. Ada a. Keberagaman a. Tidak kelompok b. Hanya sebagian masyarakat c. Semua kelompok a. Hak partisipasi
a. Tidak ada b. Hanya ditampung saja c. Diterima dan diakomodir b. Proses komu a. Searah nikasi b. Dua arah Sejauhmana kerjasama penge- a. Kemitraan atau a. Tidak ada lolaan program antara Pemekerjasama penge- b. Ada rintah dengan masyarakat lolaan program b. Upaya pember- a. Tidak ada dayaan masyara- b. Ada kat oleh Pemerintah
Tabel 4 Definisi operasional variabel yang mempengaruhi tingkat partisipasi No.
Variabel
1.
Umur
2.
Pendidikan
3.
Luas lahan
4.
Pendapatan
5.
Kelembagaan
6.
Sosialisasi dan penyuluhan Pendampingan
7.
8.
Keterbukaan
9.
Kesesuaian program
10.
Manfaat program
11.
Jarak
Definisi
Indikator
Parameter
Masa hidup seseorang dari Tahun lahir sampai dengan pada saat penelitian Tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh
a. = 40 b. 41- 50 c. >50 a. SD b. SLTP c. SLTA atau lebih tinggi Luas lahan pertanian yang Hektar a. = 0,5 digarap baik milik sendiri, b. 0,51 – 1,0 sewa, kontrak atau bagi hasil c. > 1,0 Jumlah penghasilan rata-rata Rupiah a. = 500.000 yang diterima dalam satu b. 500.001-1 juta bulan c. > 1 juta Kegiatan kelembagaan petani Keaktifan a. Tidak aktif dalam mensosialisasikan dan kelembagaan petani b. Cukup aktif pelaksanaan agropolitan c. Sangat aktif Kegiatan sosialisasi dan Ada atau tidak sosi- a. Tidak ada penyuluhan yang dilakukan alisasi dan b. Kurang oleh Pemerintah Daerah penyuluhan c. Cukup Kegiatan pendampingan yang Ada atau tidak pen- a. Tidak ada dilakukan oleh Pemerintah dampingan b. Kurang Daerah selama pelaksanaan c. Cukup program agropolitan Sikap keterbukaan dan ako Ada atau tidak a. Kurang terbuka modasi Pemerintah terhadap keterbukaan b. Cukup terbuka aspirasi masyarakat c. Sangat terbuka Kesesuaian program kegiatan Ada atau tidak a. Kurang sesuai dengan aspirasi masyarakat kesesuaian b. Cukup sesuai c. Sangat sesuai Manfaat yang diharapkan Ada atau tidak a. Kurang bermanfaat dapat diperoleh dari program manfaat b. Cukup bermanfaat agropolitan c. Tidak bermanfaat Jarak responden ke kantor a. 0-3 km kecamatan b. > 3 km
Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dilakukan analisis statistik deskriptif dengan metoda chi-square untuk mengetahui hubungan tingkat partisipasi dengan faktor yang mempengaruhi partisipasi baik faktor intrinsik dan ekstrinsik tersebut.
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kabupaten Purbalingga Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Purbalingga terdiri dari 18 (delapan belas) kecamatan dan 239 (dua ratus tiga puluh sembilan) desa/kelurahan. Secara geografis Kabupaten Purbalingga terletak pada posisi 101o 11’ – 110o 18’ Bujur Timur dan 7o 10’ – 7o 29’ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Purbalingga seluas 77.764,122 ha yang merupakan bagian 2,39% dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 871.840 jiwa. Batas-batas administratif Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut : - Sebelah utara
: Kabupaten Pemalang
- Sebelah timur
: Kabupaten Banjarnegara
- Sebelah selatan
: Kabupaten Banjarnegara dan Banyumas
- Sebelah barat
: Kabupaten Banyumas
305000
310000
315 000
320000
325000
330000
335000
340000
Peta Kabupaten Purbalingga
Kab. Pemalang 920500 0
920 5000
920000 0
920 0000
1
0
1
25 Kilo meters N
W 919500 0
919 5000
919000 0
919 0000
918500 0
918 5000
918000 0
Kab. Banyumas
918 0000
917500 0
Kab. Banjarnegara
917 5000
917 0000
917000 0 305000
310000
315 000
320000
325000
330000
335000
340000
E S
Jalan Sungai Kecamatn KEC. BOBOTSARI KEC. BOJON GSARI KEC. BUKATEJA KEC. KALIGONDANG KEC. KALIMAN AH KEC. KARANGANYAR KEC. KARANGJAMBU KEC. KARANGMONCOL KEC. KARANGR EJA KEC. KEJOBONG KEC. KEMANGKON KEC. KERTANEGARA KEC. KUTASARI KEC. MREBET KEC. PADAMAR A KEC. PENGADEGAN KEC. PURBALINGGA KEC. REMBANG
Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Skala 1:50.000
Gambar 4 Peta administratif Kabupaten Purbalingga
Visi Kabupaten Purbalingga tahun 2005-2010 yang menjadi pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kabupaten Purbalingga adalah “Purbalingga yang Mandiri dan Berdaya Saing menuju Masyarakat Sejahtera yang Berakhlak Mulia”. Secara topografi wilayah Kabupaten Purbalingga meliputi dataran tinggi di bagian utara dan dataran rendah di bagian selatan. Wilayah bagian utara terletak di kaki Gunung Slamet dengan ketinggian antara 400-1.122 m dpl. Temperatur berkisar 22 o C – 28 o C dengan curah hujan mencapai 3.500 mm – 3.575 mm. Kondisi wilayahnya pada umumnya berbukit dengan kelerengan relatif tinggi. Wilayah bagian utara ini meliputi Kecamatan Karangreja,
Bobotsari,
Kutasari,
Mrebet,
Karanganyar,
Karangmoncol,
Karangjambu, Kertanegara, Rembang dan Bojongsari. Sedangkan wilayah bagian selatan terletak pada ketinggian 42 – 116 m dpl, temperatur berkisar 28 – 32 oC dengan curah hujan mencapai 2.500 – 3.500 mm. Kondisi wilayahnya relatif datar dengan kelerengan rendah. Wilayah bagian selatan ini meliputi Kecamatan Kejobong, Pengadegan, Kaligondang, Kemangkon, Bukateja, Purbalingga, Kalimanah dan Padamara. Penggunaan lahan Kabupaten Purbalingga pada tahun 1998 dan tahun 2004 adalah sebagai berikut : Tabel 5 Penggunaan lahan di Kabupaten Purbalingga Penggunaan Lahan
Tahun 1998 Luas (Ha) % Sawah 18.313,29 23,55 Perkampungan 19.162,61 24,64 Kebun Campur 4.532,35 5,83 Tegalan 20.317,35 26,13 Perkebunan 16,42 0,02 Perikanan 95,36 0,12 Hutan 11.328,02 15,57 Lain-lain 3.98,73 5,14 Jumlah 77.764,12 100,00 Sumber : BPS (1998, 2004e)
Tahun 2004 Luas (Ha) % 21.892,23 28,15 19.074,82 24,53 4.532,35 5,83 17.344,04 22,30 16,36 0,02 95,36 0,12 11.328,02 14,57 3.480,94 4,48 77.764,12 100,00
Perubahan % 4,60 -0,11 0,00 -3,83 0,00 0,00 -0,10 -0,66
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pola pemanfaatan lahan sekitar 50% dipergunakan sebagai lahan pertanian yaitu untuk sawah dan tegalan. Secara umum tanah di Kabupaten Purbalingga kondisinya relatif subur, sehingga dapat
dibudidayakan untuk beragam jenis tanaman. Jenis tanah dan faktor kemampuan tanah di wilayah Kabupaten Purbalingga dapat disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 6 Jenis tanah di Kabupaten Purbalingga Jenis Tanah Latosol Coklat & Regosol Coklat Aluvial Coklat Tua Latosol Coklat dari bahan induk vulkanik Latosol Merah Kuning Latosol Coklat Tua Andosol Coklat Litosol Padmolik Merah Kuning Grumosol Kelabu Jumlah Sumber : Bappeda (2004)
Luas Wilayah Ha % 14.943,75 19,22 13.837,50 17,79 8.490.62 10,92 4.498,37 5,78 6.237,50 8,02 5.662,50 7,28 568,75 0,74 10.050,00 12,92 13.475,12 17,33 77.764,12 100,00
Perekonomian Kabupaten Purbalingga selama tahun 1999 sampai 2004 mengalami pertumbuhan, walaupun relatif rendah. Hal itu tercermin dari perkembangan PDRB Kabupaten Purbalingga dari tahun 1999-2004 sebagai berikut : Tabel 7 Perkembangan PDRB Kabupaten Purbalingga tahun 1999-2004 Tahun
Produk Domestik Regional Bruto Harga Berlaku (juta Rp) Harga Konstan 1993 (juta Rp) 1999 1.322.318,83 595.126,84 2000 1.465.060,09 611.664,77 2001 1.712.131,99 629.866,08 2002 1.904.743,38 649.626,30 2003 2.124.063,33 675.489,59 2004 2.343.712,11 705.346,98 Sumber : Bappeda (2004)
Pertumbuhan Ekonomi (%) 1,10 2,79 2,98 3,14 3,98 4,42
Sedangkan dari sisi sektor ekonominya, pertanian masih merupakan sektor terbesar dan dominan bagi kegiatan perekonomian di Kabupaten Purbalingga. Walaupun dalam perkembangannya peranan sektor pertanian menunjukkan tren yang menurun. Sektor yang menunjukkan peningkatan adalah antara lain sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan dan jasa perusahaan. Perkembangan PDRB sektoral Kabupaten Purbalingga sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 8 PDRB Kabupaten Purbalingga tahun 1999 dan 2004 menurut lapangan usaha Lapangan Usaha
Tahun 1999 Juta Rp. % 190.357,05 31,99
Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total PDRB Jumlah penduduk tengah tahun PDRB per kapita (Rp) Sumber : Bappeda 2004
Tahun 2004 Perubahan Juta Rp % % 215.225,83 30,51 -1,48
1.989,97
0,33
2.467,21
0,35
0,02
66.352,61 4.375,85
11,15 0,74
81.233,14 6.987,09
11,52 0,99
0,37 0,25
27.678,73 102.911,23
4,65 17,29
34.928,43 125.802,59
4,95 17,84
0,30 0,55
38.106,38
6,40
43.006,67
6,10
-0,30
24.794,32
4,17
33.242,37
4,71
0,54
138.560,70 595.126,84 824.477
23,28 100,00
162.453,65 705.346,98 863.818
23,03 100,00
-0,25
721.823,46
816.545,82
4,77 13,12
Kawasan Agropolitan Bungakondang Untuk meningkatkan pembangunan wilayah perdesaan dan sektor pertanian, Kabupaten Purbalingga sejak tahun 2005 mengembangkan kawasan agropolitan pada 4 (empat) kecamatan, yaitu kecamatan Bukateja, Pengadegan, Kejobong dan Kaligondang yang meliputi 34 desa. Kawasan agropolitan tersebut diberi nama “Bungakondang” yang merupakan akronim dari 4 kecamatan tersebut. Pada tahun 2006 ini pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang baru pada tahap awal pelaksanaan. Kawasan agropolitan Bungakondang mempunyai luas lahan 11.090.000 Ha, yang terdiri dari lahan kering seluas 4.153.000 ha (37,45 %) dan lahan sawah seluas 2.502.000 ha (22,56 %). Dengan demikian kawasan agropolitan Bungakondang lebih banyak merupakan lahan kering. Dilihat dari PDRB Kecamatan dalam Kawasan Agropolitan pada tahun 2002, perekonomian kawasan agropolitan didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 39,71 % dari total kegiatan dalam kawasan tersebut. Secara lengkap PDRB Sektoral Kawasan Agropolitan Bungakondang Tahun 2002 adalah sebagai berikut :
Tabel 9 PDRB Kecamatan-Kecamatan dalam Kawasan Agropolitan tahun 2002 Lapangan Usaha
PDRB ( juta Rp) Jumlah Prosentase Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang PDRB (%) Pertanian 15.779,60 15.430,10 11.909,87 12.197,42 55.316,99 39,71 Pertambangan 365,14 35,56 54,03 135,17 589,90 0,42 Industri pengolahan 3.920,00 1.681,48 2.921,66 2.688,27 11.211,41 8,05 Listrik, gas dan air bersih 353,28 126,04 181,44 316,84 977,60 0,70 Bangunan 932,61 476,86 644,94 1.848,28 3.902,69 2,80 Perdagangan, hotel & restoran 8.437,41 6.546,03 5.752,08 6.526,40 27.261,92 19,57 Pengangkutan & 2.620,24 1.339,88 2.093,19 2.707,23 8.760,54 6,29 komunikasi Keuangan, persewaan & jasa perusahaan 2.095,38 1.170,57 1.282,22 1.791,99 6.340,16 4,55 Jasa-jasa 8.869,75 4.103,56 5.380,92 6.582,02 24.936,25 17,90 Jumlah 43.373,41 30.910,08 30.220,35 34.793,62 139.297,46 100,00 Sumber : BPS (2002a, 2002b, 2002c, 2002d)
Dalam Master Plan Kawasan Agropolitan Bungakondang Kabupaten Purbalingga dan Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) Kawasan Agropolitan Bungakondang tahun 2006-2010, kawasan agropolitan Bungakondang terbagi menjadi 1 (satu) kawasan pengembangan utama yaitu Bukateja dan 3 (tiga) kawasan pengembangan, yaitu Cipawon, Bandingan dan Kejobong. 324000
326000
328000
330000
332 000
334000
336 000
338000
88000
918 800 0
86000
918 600 0
PETA KAWASAN AGROPOLITAN BUNGAKONDANG 1
84000
0
1 Kilometers
918 400 0
KP Kejobong
N
KP Bandingan
W
918 200 0
82000
E S
918 000 0
80000
Kawasan Penge mbangan KP Cipawon 78000
917 800 0
KP Bukateja
Kawasan Pengembangan Bukateja Kawas an Pengembangan Cipawon
917 600 0
76000
Kawasan Pengembangan Bandingan Kawas an Pengembangan Kejobong
917 400 0
74000
324000
326000
328000
330000
332 000
334000
336 000
338000
Gambar 5 Peta kawasan agropolitan Bungakondang
Dilihat dari kondisi fisik wilayahnya, secara umum Kawasan Agropolitan Bungakondang
terdiri
dari
daerah
basah
yang
meliputi
dari
kawasan
pengembangan Bukateja dan Cipawon, sedangkan daerah kering meliputi Kawasan
Pengembangan
Bandingan
dan
Kejobong.
Keadaaan
tersebut
berpengaruh terhadap jenis komoditas pertanian yang dibudidayakan masyarakat, dimana pada kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon masih terdapat areal persawahan sedangkan pada Kawasan Pengembangan Bandingan dan Kejobong relatif tidak terdapat areal persawahan. Secara garis besar kondisi masing- masing kawasan pengembangan adalah sebagai berikut : 1. Kawasan Pengembangan Utama Bukateja Kawasan Pengembangan Utama Bukateja terdiri dari Desa Bukateja sebagai Desa Pusat Pertumbuhan dan 6 desa sebagai hinterlandnya, yaitu Desa Kedungjati, Majasari, Kembangan, Wirasaba, Bajong dan Tidu dengan luas wilayah 2.257,79 ha. Topografi kawasan mempunyai kelerengan lahan 0-2% dengan ketinggian dibawah 100 m dpl. Desa Bukateja sebagai kawasan pengembangan utama secara administratif merupakan ibukota Kecamatan Bukateja. Pembagian lahan pada kawasan pengembangan Bukateja adalah sebagai berikut : Tabel 10 Pembagian lahan di kawasan pengembangan utama Bukateja Desa Lahan Sawah (Ha) Bukateja 269,62 Tidu 82,25 Wirasaba 123,00 Kembangan 211,50 Kedungjati 134,50 Majasari 123,50 Bajong 251,76 Jumlah 1.196,13 Sumber : BPS (2002a)
Lahan Kering (Ha) 192,39 68,68 195.15 219,20 215,50 82,50 88,24 1.061,66
Jumlah (Ha) 462,01 150,93 318,15 430,70 350,00 206,00 340,00 2.257,79
2. Kawasan Pengembangan Cipawon Kawasan Pengembangan Cipawon terdiri dari Desa Cipawon sebagai Desa Pusat Pertumbuhan dan 6 desa sebagai hinterlandnya, yaitu Desa Penaruban, Karangcengis, Kebutuh, Kutawis, Karanggedang dan Karangnangka dengan luas wilayah 1.982,39 ha. Secara topografi mempunyai kelerengan lahan 0-2% dengan
ketinggian dibawah 100 m dpl. Sedangkan pembagianan lahan pada Kawasan Pengembangan Cipawon adalah sebagai berikut : Tabel 11 Pembagian lahan di kawasan pengembangan Cipawon Desa Lahan Sawah (Ha) Cipawon 50,00 Karangcengis 50,53 Karanggedang 79,44 Karangnangka 6,02 Kutawis 41,60 Kebutuh 21,76 Penaruban 28,90 Jumlah 278,25 Sumber : BPS (2002a)
Lahan Kering (Ha) 233,81 316,20 209.42 151.85 395,50 303,27 94,10 1.704.15
Jumlah (Ha) 285,81 366,73 288,26 157,87 437,10 325,02 123,00 1.982,39
3. Kawasan Pengembangan Bandingan Kawasan Pengembangan Bandingan meliputi beberapa desa dalam 3 kecamatan, yaitu
Kecamatan
Kejobong,
Kaligondang
dan
Pengadegan.
Kawasan
Pengembangan Bandingan terdiri dari Desa Bandingan sebagai Desa Pusat Pertumbuhan dan 8 desa sebagai hinterlandnya, yaitu Desa Lamuk, Sokanegara, Gumiwang, Krenceng, Penolih, Sinduraja, Pasunggingan dan Pengadegan dengan luas wilayah 3.066,757 ha. Secara topografi mempunyai kelerengan lahan 2-15 % dengan ketinggian dibawah 100 m dpl. Sedangkan pembagian lahan pada Kawasan Pengembangan Bandingan adalah sebagai berikut : Tabel 12 Pembagianan lahan di kawasan pengembangan Bandingan Desa Lahan Sawah (Ha) Bandingan 42,00 Lamuk 115,07 Sokanegara 31,00 Gumiwang 0 Krenceng 7,00 Penolih 100,49 Sinduraja 3,72 Pasunggingan 0 Pengadegan 0 Jumlah 299,28 Sumber : BPS (2002b, 2002c, 2002d)
Lahan Kering (Ha) 250,37 194,65 221,60 216,23 214,17 212,35 265,96 523,16 669,00 2.767.48
Jumlah (Ha) 292,37 309,72 252,60 216,23 221,17 312,84 269,67 523,16 669,00 3.066,76
4. Kawasan Pengembangan Kejobong Kawasan Pengembangan Kejobong meliputi beberapa desa dalam 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Kejobong dan Pengadegan. Kawasan Pengembangan Kejobong
terdiri dari Desa Kejobong sebagai Desa Pusat Pertumbuhan dan 10 desa sebagai hinterlandnya, yaitu Desa Kejobong, Nangkasawit, Pandansari, Langgar, Timbang,
Nangkod,
Kedarpan,
Pengempon,
Karangjoho,
Larangan
dan
Panunggalan dengan luas wilayah 3.632,425 ha. Secara topografi mempunyai kelerengan lahan 8-25 % dengan ketinggian dibawah 100 m dpl. Pembagian lahan pada Kawasan Pengembangan Kejobong adalah sebagai berikut : Tabel 13 Pembagian lahan di kawasan pengembangan Kejobong Desa Lahan Sawah (Ha) Kejobong 0 Nangkasawit 27,00 Pandansari 0 Langgar 5,35 Timbang 2,00 Nangkod 0 Kedarpan 0 Pangempon 0 Karangjoho 0 Larangan 1,00 Panunggalan 8,20 Jumlah 43,55 Sumber : BPS (2002c, 2002d)
Lahan Kering (Ha) 150,58 297,33 424,80 510,97 310,99 292,97 224,93 359,57 242,73 467,12 357,30 3.639,30
Jumlah (Ha) 150,58 324,33 424,80 516.32 312.99 392,97 224,93 359,57 242,73 468,12 365,50 3.682,85
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan dan Kesesuian Lahan Perbedaan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh setiap wilayah mengakibatkan
kemampuan yang berbeda dalam pengembangan wilayahnya.
Salah satu potensi sumberdaya wilayah tersebut adalah berupa sumberdaya alam. Sumberdaya alam (natural resources) adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia atau dengan perkataan lain sumberdaya alam merupakan semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dapat dipakai untuk memenuhi segala kepentingan hidupnya (Syafruddin et al. 2004). Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah dapat berupa sumberdaya lahan, sumberdaya air, kehutanan, kebun campuran, pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan dan pariwisata. Perkembangan suatu wilayah berkaitan erat dengan potensi yang tersedia dan optimalisasi
pemanfaatan
perkembangan
potensi
sumberdaya
alam
tersebut.
Perbedaan
antar wilayah disebabkan oleh bervariasinya kondisi sosial,
ekonomi dan fisik yang dimiliki wilayah. Interaksi antar tiga komponen tersebut mendorong perkembangan suatu wilayah. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan wilayah dengan melihat pola perencanaan pengembangan wilayah yang berdasarkan pada karakteristik wilayahnya. Identifikasi karakteristik suatu wilayah akan memberikan informasi yang berguna dalam merumuskan suatu kebijakan pembangunan yang tepat bagi wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan, terutama pembangunan di bidang pertanian juga berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan. Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah dengan berorientasi pada sistem agribisnis, produktifitas tinggi, efisien, berkerakyatan dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan penatagunaan lahan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan
sehingga lahan yang ada tetap produktif,
optimal dan tidak mengalami kerusakan akibat penggunaan yang kurang tepat atau berlebihan. Agro Ecological Zone (AEZ) merupakan salah satu cara dalam menata penggunaan lahan melalui pengelompokkan wilayah berdasarkan
kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokkan ini bertujuan untuk menetapkan area pertanaman sesuai dengan kemampuan serta kesesuaian lahan untuk komoditas potensial sehingga diperoleh sistem usaha tani yang optimal dan berkelanjutan. Komponen utama AEZ adalah kondisi biofisik lahan (jenis tanah, kelerengan, kedalaman tanah dan elevasi), iklim (curah hujan, kelembaban udara dan suhu) serta persyaratan tumbuh tanaman agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Lahan pertanian sebagai modal dasar dan faktor penentu utama dalam sistem produksi pertanian perlu dijaga agar tidak mengalami kerusakan. Oleh karena itu, penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan pada setiap wilayah kabupaten perlu dilakukan agar produksi yang dihasilkan tetap tinggi. Berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) terhadap peta Agro Ecological Zone (AEZ) Kabupaten Purbalingga tahun 2002 dengan skala 1:50.000, dapat diperoleh kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pertanian pada kawasan Agropolitan Bungakondang. Kawasan agropolitan mempunyai topografi datar sampai berbukit dengan kelerengan 0 sampai 25% dengan ketinggian tem-pat 25 m sampai 250 m. Kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon berada pada daerah paling rendah mempunyai topografi datar dengan kelerengan 1-3 %, kawasan pengembangan Bandingan mempunyai topograsi bergelombang dengan kelerengan 3-15 % dan kawasan pengembangan Kejobong berada pada daerah paling tinggi pada kawasan agropolitan Bungakondang sebagian besar lahannya berbukit dengan kelerengan 3-25 %. Peta topografi kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana dalam Gambar 5. Topografi dan ketinggian tempat ini berpengaruh pada kemampuan dan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian yang berkaitan dengan pola penggunaan lahannya. Secara umum kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 2 tipe lahan kawasan, yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah berada pada kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon sedangkan lahan kering pada kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong. Berdasarkan peta penggunaan lahan sebagaimana
dalam Gambar 6, areal persawahan berada di kawasan
pengembangan Bukateja dan sebagian kawasan pengembangan Bandingan, lahan kering berupa campuran tegalan dan persawahan berada di kawasan
pengembangan Cipawon dan kebun campuran berada di kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong. 3240 00
3260 00
328000
330000
332000
334000
336000
338000
PETA TOPOGR AFI KAW ASA N AGR OPOLITAN 9186000
9186000
9184000
9184000
1
0
1
2 K ilometers
N W
9182000
9182000
E S
Top o gra fi
9180000
9180000
Agropolita nkimia. shp A. Datar (1 -3%) B erbukit (15 -3 0%, 50 -300 m) B erge lomba ng (8 -15%) B erombak (3 -8%) 9178000 D atar (<1 %)
9178000
9176000
9176000
Sumber : Peta AEZ Kab. Pur bal ingg a Tahun 2002 Skala 1 : 50.000 9174000
9174000 3240 00
3260 00
328000
330000
332000
334000
336000
338000
Gambar 6 Peta topografi kawasan agropolitan Bungakondang
324000
326000
328000
330000
332000
334000
336000
338000
PETA LANDUSE KAWASAN AGROPOLITAN 9186000
9186000
9184000
9184000
9182000
9182000
1
0
1
2 Kilometers
N W
E S
9180000
9180000
9178000
9178000
9176000
9176000
L and us e Agropol itanki mia.shp Pemuk im an Kebun campur an Lahan kering (1) Saw ah (2) Sawah Tegalan (1) Sawah (2)
Sumber : Peta AE Z Kab. Purbal ingga Tahun 2 002 Skala 1 : 50.000 9174000
9174000 324000
326000
328000
330000
332000
334000
336000
338000
Gambar 7 Peta penggunaan lahan kawasan agropolitan Bungakondang
Sedangkan kelas kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang berdasarkan hasil analisis terhadap peta Agro Ecological Zone pada kawasan-kawasan pengembangan di Kawasan Agropolitan Bungakondang adalah sebagaimana tabel berikut ini. Tabel 14 Tabulasi kelas kesesuaian lahan terhadap beragam komoditas pada kawasan agropolitan Komoditas
Kawasan Pengembangan Bukateja Cipawon Bandingan Kejobong Tanaman Pangan Padi S1 S1 S3 N Ubi Kayu S2,S3 S2 S1 S2,S1 Jagung S2,S3 S2 S2 S2 Kedelai S2,S3,S1 S1 S1,S3 S2,S1 Kacang Tanah S2,S3,S1 S1 S1,S3 S2 Buah-Buahan Duku S2,N S1 S1,N S1 Durian S3,N,S1 S1 S1, N S1 Rambutan S2,N S1 S1,N S1 Jeruk S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Salak S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Pisang S1,S3 S1 S1,S3 S1 Nanas S2,S3 S2 S2,S3 S2 Kebun campuran Lada S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Nilam S1,S3 S2 S1,S3 S1 Kelapa S2,S3,S1 S1 S1,S3 S2 Cengkeh S3,N S3 S3,N S3 Kopi S3,N S2 S2,N S2 Melati S2 S2 S2 S3,S2 Sayuran Kacang Panjang S2,S3 S2 S2,S3 S2 Cabai S2,S3 S2 S2,S3 S2 Kentang N N N N Kubis N N N N Empon-Empon Kencur S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Kunyit S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Jahe S2,S3 S2 S2,S3 S2 Kapulaga S2,S3,S1 S1 S1,S3 S1 Kayu Albasia S2,N S2 S2,N S2 Mahoni S3,N S3 S3,N S2 Murbei S2,S3 S2 S2,S3 S2 Pinus N N N N Gelagah S2,S3 S2 S2,S3 S2 Sumber : Peta kesesuaian lahan (hasil olahan)
Berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan terhadap beragam komoditas pertanian tersebut dapat dilakukan arahan pengembangan komoditas pertanian pada masing- masing kawasan pengembangan pada kawasan agropolitan Bungakondang. Pengembangan dan pembudidayaan komoditas pada lahan yang mempunyai kesesuaian tinggi bertujuan agar mempunyai tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi karena akan menghasilkan produksi yang besar dengan biaya produksi yang rendah. Lahan yang kesesuaian tinggi mempunyai faktor penghambat budidayanya yang relatif sedikit. Sebagaimana telah disebutkan, bahwa kawasan agropolitan Bungakondang terbagi menjadi 4 kawasan pengembangan, yaitu kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon yang merupakan lahan relatif basah, serta kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong yang merupakan lahan relatif kering. Kawasan pengembangan Bukateja sangat sesuai untuk budi daya tanaman padi. Selain
itu
komoditas
lain
yang
sesuai
dibudidayakan
pada
kawasan
pengembangan Bukateja adalah pisang dan nilam, sedangkan untuk komoditas lain tidak mempunyai kesesuaian yang tinggi. Dengan demikian kawasan pengembangan Bukateja diarahkan untuk pengembangan komoditas padi. Kawasan pengembangan Cipawon ini mempunyai banyak komoditas pertanian yang sangat sesuai untuk dibudidayakan. Komoditas pertanian yang sangat sesuai dibudidayakan pada kawasan pengembangan Cipawon adalah komoditas tanaman pangan (padi, kedelai, kacang tanah), komoditas buah-buahan (duku, durian, rambutan, jeruk, salak, pisang), komoditas kebun campuran (lada, kelapa) dan empon-empon (kencur, kunyit, kapulaga). Kawasan pengembangan Bandingan juga mempunyai komoditas pertanian yang kelas kesesuaian tinggi utnuk dibudidayakan, walaupun tidak semua bagian dari kawasan sangat sesuai. Komoditas pertanian yang sangat sesuai dibudidayakan dalam kawasan pengembangan Bandingan adalah komoditan pertanian tanaman pangan (ubi kayu, kedelai, kacang tanah), komoditas buah-buahan (duku, durian, rambutan, jeruk, salak, pisang), komoditas kebun campuran (lada, nilam, kelapa) dan empon-empon (kencur, kunyit, kapulaga). Sedangkan kawasan pengembangan Kejobong sangat sesuai untuk budidaya buah-buahan (duku, durian, rambutan, jeruk, salak, pisang), komoditas kebun campuran (lada, nilam) dan empon-empon
(kencur, kunyit, kapulaga). Namun demikian kawasan agropolitan Bungakondang mempunyai kelas kesesuaian yang rendah bahkan tidak cocok untuk komoditas sayuran, cengkeh, kopi dan kayu-kayuan. Dengan demikian komoditas-komoditas tersebut tidak direkomendasikan untuk dibudidayakan secara intensif di kawasan agropolitan Bungakondang ini. Dari hasil analisis kemampuan dan kesesuaian lahan dengan menggunakan peta AEZ tersebut, kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 4 (empat) wilayah komoditas pertanian beserta alternatif komoditas yang dapat dikembangkan. Pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang adalah sebagai berikut : a. Wilayah Pertanian I, berupa pertanian intensif dengan komoditas utama padi sawah dapat dikembangkan di kawasan pengembangan Bukateja yang topografinya datar. b. Wilayah pertanian II, berupa pertanian semi intensif berada pada kawasan pengembangan Cipawon, merupakan campuran antara persawahan dan tegalan dengan komoditas pertanian berupa komoditas padi, kedelai, kacang tanah, buah-buahan. c. Wilayah pertanian III, berada pada kawasan pengembangan Bandingan berupa wilayah pertanian tegalan lahan kering dan kebun campuran dengan komoditas yang dikembangkan adalah ubi kayu, kedelai, kacang tanah lada, nilam,
buah-buahan
kebun
campuran
dan
empon-empon.
Kawasan
pengembangan Bandingan secara topografi wilayahnya bergelombang dengan kelerengan 3-15 %. d. Wilayah pertanian IV, berada pada kawasan pengembangan Kejobong yang mempunyai kelerengan berbukit dengan kelerengan 3-25 % merupakan wilayah kebun campuran dengan komoditas lada, nilam, buah-buahan kebun dan empon-empon.
Tabel 15 Pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan Bungakondang Pewilayahan
Jenis Pertanian
Wilayah Pertanian I
Persawahan
Wilayah Pertanian II
Persawahan & Tegalan
Wilayah Pertanian III
Tegalan & Kebun Campuran Kebun Campuran
Wilayah Pertanian IV
Berdasarkan
pewilayahan
pertanian
Lokasi Kawasan Pengembangan Bukateja Kawasan Pengembangan Cipawon Kawasan Pengembangan Bandingan Kawasan Pengembangan Kejobong
pada
kawasan
agropolitan
menunjukan terdapatnya pola penggunaan lahan dari pertanian persawahan, pertanian tegalan sampai ke kebun campuran, yang dipengaruhi oleh kondisi fisik lahannya. Hal itu juga mempengaruhi jenis komoditas yang sesuai dibudidayakan pada masing- masing kawasan pengembangan. Dengan pewilayahan pertanian tersebut juga dapat memudahkan pengambilan kebijakan pembangunan dalam mengembangkan budidaya pertanian yang sesuai dengan kondisi wilayah serta dalam menentukan komoditas unggulan masing- masing kawasan pengembangan dalam kawasan agropolitan. 324000
326000
328 000
330 000
332000
334000
336 000
338 000
918 8000
918800 0
918 6000
918600 0
918 4000
918400 0
PETA PEWILAYAHAN KOMODIT AS KAWASAN AGROPOLITAN
1
0
1 Kilometers
N Wilayah Pertanian IV
Wilayah Pertanian III
918 2000
918200 0
W
E S
918000 0
918 0000
Pewi layahan Komodi tas Wilayah Pertanian II
917 8000
Wilayah Pertanian I
917 6000
917800 0
Wilayah Pertanian I/ KP Buk ateja Wilayah Pertanian II/ KP Cipawon
917600 0
Wilayah Pertanian III/ KP Bandingan Wilayah Pertanian IV/ KP Kejobong
917400 0
917 4000
324000
326000
328 000
330 000
332000
334000
336 000
338 000
Sumber : Peta AEZ Kabupaten Purbalingga Tahun 2002 Skala 1:50.000
Gambar 8 Peta pewilayahan pertanian kawasan agropolitan Bungakondang
Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan Teori pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan mempunyai dua peranan dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai suatu kerangka untuk memahami struktur ruang wilayah dan sebagai suatu model untuk perencanaan di masa mendatang (Glasson 1990). Menurut Djojodipuro (1992) teori lokasi pertama dirintis oleh Johann Heinrich von Thunen pada abad 19, yang mengasumsikan daerah lokasi berbagi jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi suatu pusat tertentu. Jenis pertanian yang diusahakan merupakan fungsi dari harga penjualan, biaya produksi dan biaya angkutan antara lokasi budidaya dengan daerah perkotaan Selanjutnya dikembangkan teori lokasi yang berorientasi pada keseimbangan spasial oleh Walter Christaller dengan Teori Tempat Pusat (Central Place Theory). Menurut Christaller setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah konsumennya mencukupi. Karena itu secara lokasional aktivitas dari suatu produsen ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu. Sehingga terdapat suatu hirarki dalam suatu wilayah untuk melakukan pelayanan agar menjadi optimal. Terdapat hirarki dari pusat pelayanan yang rendah yang berada di tingkat desa sampai ke pelayanan tingkat tinggi yang berada di kota besar. Menurut Prakoso (2005) perkembangan hirarki wilayah dan sistem kota tergantung pada tahapan pembangunan di suatu wilayah atau negara. Terdapat tiga tahap perkembangan sistem kota, yaitu : a. Sistem kota pada tahap pra- industrialisasi, yang terdiri hanya satu kota individual (urban nuckleus); b. Sistem kota pada tahap industrialisasi, yang ditandai oleh terjadinya proses perkembangan pesat kota tunggal secara fisikal sebagai akibat urbanisasi; c. Sistem kota pada tahap post-industrialisasi, yang ditandai oleh terbentuknya kota-kota regional. Pada tahap post-industrialisasi ini juga ditandai dengan munculnya fenomena konurbasi, yaitu suatu kondisi aglomerisasi fisikal kota. Hubungan-hubungan fungsional di dalam wilayah konurbasi memiliki kondisi yang khas berupa
menurunnya fungsi kota utama dan mulai menyebarnya fungsi- fungsi kota secara relatif ke kota-kota yang lebih kecil di wilayah pengaruhnya. Pada tahap akhir sistem perkotaan tersebut adalah beberapa kota kecil mengalami perkembangan ekonomi yang signifikan dan berkecenderungan menjadi kota menengah/ secondary city, yang selanjutnya juga menyebabkan terbentuknya kota-kota kecil di wilayah perdesaan. Pembentukan kota-kota kecil di perdesaan juga berkaitan dengan dengan hubungan fungsional yang erat diantara sistem perkotaan tersebut. Penataan sistem perkotaan yang memiliki hirarki dan keterkaitan merupakan elemen yang utama dalam penciptaan sistem tata ruang yang integratif, yaitu jenjang kota-kota yang meliputi pusat regional, pusat distrik, pusat sub distrik dan pusat lokal. Namun demikian hal yang perlu diperhatikan bahwa ketiadaan keterkaitan antara kota-kota sebagai pusat pertumbuhan akan menghambat proses penyebaran kemajuan ke wilayah lain yang berakibat intensitas dan konsentrasi kegiatan dan hasil- hasil pembangunan hanya terjadi di kota-kota pusat pertumbuhan. Kunci bagi pertumbuhan sekaligus pemerataan di suatu wilayah adalah melalui penciptaan hubungan (keterkaitan) yang saling menguntungkan antar pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya atau hinterland. Kekurangan sistem spasial mengakibatkan tidak terbentuknya sistem pertukaran (exchange) yang mantap. Pembentukan suatu integrasi spasial di suatu wilayah dapat dilakukan dengan mengembangkan pemukiman atau sistem kota-kota yang memiliki hirarki dan menciptakan suatu keterkaitan antar kota atau dengan kata lain mengintegrasikan pembangunan perkotaan dengan perdesaan. Hal ini dilakukan dengan membentuk jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari desa dan kota kecil. Pendekatan ini didasarkan pemikiran bahwa dengan adanya integrasi dan artikulasi sistem pusat pertumbuhan-pusat pertumbuhan yang berjenjang dan berbeda karakteristik fungsionalnya, maka pusat-pusat tersebut akan memacu penyebaran perkembangan wilayah. Sehingga peran sistem tersebut sangat besar dalam memacu perkembangan wilayah. Dengan adanya hirarki dan spesialisasi fungsi kota-desa diharapkan terjadi keterkaitan (fisik, ekonomi, mobilitas penduduk, teknologi, sosial, pelayanan jasa,
interaksi sosial, dan administrasi politik) yang dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang dapat memacu perkembangan wilayah. Analisis skalogram merupakan salah satu analisis terhadap pemusatan dalam suatu wilayah. Dengan melakukan identifikasi terhadap fasilitas- fasilitas kunci yang mempengaruhi perekonomian wilayah yang dimiliki serta pendekatan kuantitatif maka dapat ditentukan rangking atau hirarki pusat-pusat pertumbuhan. Wilayah diasumsikan dalam tipologi wilayah nodal, dimana pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang ada. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki lebih tinggi.
Sebaliknya, jika suatu
wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Kawasan agropolitan Bungakondang terdiri dari 34 (tiga puluh empat) desa yang mempunyai karakteristik, fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang beragam. Sistem desa-desa menunjukkan sebaran desa-desa dalam kawasan tertentu yang disusun menurut urutan berdasarkan indeks perkembangan desa, sehingga dapat memperlihatkan suatu peringkat atau hirarki desa-desa. Semakin besar indeks perkembangan desa maka semakin kuat peranan (dominasi) dan tingkat keutamaan suatu desa terhadap desa lain atau wilayah pada jenjang di bawahnya. Desa yang berhirarki tinggi berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan bagi wilayah tersebut. Berdasarkan analisis skalogram terhadap desa-desa dalam kawasan agropolitan Bungakondang diperoleh hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan, sebagamana tersebut dalam Tabel 16.
Tabel 16
Hasil analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terstandarisasi
Desa Bukateja Kejobong Pengadegan Kembangan Kutawis Wirasaba Bandingan Cipawon Kedungjati Sinduraja Timbang Pangempon Majasari Karangcengis Lamuk Bajong Karanggedang Larangan Langgar Nangkod Sokanegara Krenceng Gumiwang Pandansari Penolih Pasunggingan Karangnangka Tidu Kebutuh Penaruban Panunggalan Nangkasawit Kedarpan Karangjoho
Kecamatan Bukateja Kejobong Pengadegan Bukateja Bukateja Bukateja Kejobong Bukateja Bukateja Kaligondang Kejobong Kejobong Bukateja Bukateja Kejobong Bukateja Bukateja Pengadegan Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kaligondang Pengadegan Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Pengadegan Kejobong Kejobong Pengadegan
Indeks Perkembangan 128,91 64,68 61,82 56,57 38,31 37,09 36,26 32,78 31,74 31,73 31,31 29,09 28,54 28,41 28,33 27,15 26,12 26,08 24,44 24,09 23,03 22,22 21,54 21,21 20,59 20,47 18,92 17,99 17,83 17,23 15,78 14,83 13,40 11,47
Hirarki 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) desa yang berada pada hirarki 1, sedangkan 19 (sembilan belas) desa berada di hirarki 2 dan 11 (sebelas) desa berada di hirarki 3. Desa-desa yang berada pada hirarki 1 mempunyai potensi yang lebih besar untuk dikembangkan sebagai desa pusat pertumbuhan atau desa pusat pelayanan pada kawasan agropolitan Bungakondang karena mempunyai jenis dan jumlah fasilitas pendukung perkembangan wilayah
yang lebih lengkap. Adapun desa-desa tersebut adalah desa Bukateja, Kejobong, Pengadegan dan Kembangan. Sedangkan 30 desa lainnya berada pada hirarki 2 dan 3, yang cenderung merupakan desa hinterland atau desa penyokong. Secara konseptual wilayah inti atau desa pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland merupakan suatu sistem wilayah yang saling terkait secara sinergis. Desa pusat pertumbuhan berfungsi untuk mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland dengan menyediakan berbagai fasilitas pelayanan yang dibutuhkan.
Sedangkan wilayah hinterland lebih berfungsi sebagai kawasan
produksi yang bisa menjadi wilayah suplai bagi wilayah inti. Dalam masterplan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga, kawasan agropolitan Bungakondang terbagi menjadi 4 (empat) kawasan pengembangan.
Pembagian
kawasan
agropolitan
Bungakondang
menjadi
beberapa kawasan pengembangan tersebut lebih banyak berdasarkan kedekatan geografis desa-desa. Kawasan pengembangan tersebut adalah Kejobong, Bandingan, Cipawon dan Bukateja. Sebagai kawasan pengembangan utama adalah Bukateja. Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan perkotaan secara berjenjang, sehingga terbentuk hirarki wilayah. Keterkaitan berjenjang dari desa - kota kecil - kota menengah kota besar akan lebih mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Rustiadi et al. 2005). Dalam konteks tata ruang, secara umum struktur hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan adalah sebagai berikut : a. Orde Pertama atau Desa Pusat Pertumbuhan Utama, berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan, serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services). b. Orde Kedua atau Kawasan Pusat Agropolitan, berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolaha n bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services).
c. Orde Ketiga atau wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Berdasarkan indeks perkembangan desa yang menentukan hirarki desadesa, dapat diperoleh rerata indeks perkembangan wilayah untuk masing- masing kawasan pengembangan. Rerata perkembangan wilayah merupakan penjumlahan indeks perkembangan wilayah untuk masing- masing desa pada setiap wilayah Kawasan pengembangan yang kemudian dibagi jumlah desa. Dengan asumsi bahwa rerata indeks perkembangan kawasan pengembangan menunjukkan tingkat perkembangan wilayah kawasan pengembangan. Semakin besar rerata nilai indeksnya maka semakin maju dan semakin berkembang wilayah tersebut. Rerata indeks perkembangan wilayah masing- masing kawasan pengembangan dalam kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana tabel berikut. Tabel 17 Rerata indeks perkembangan wilayah pada kawasan pengembangan Kawasan Pengembangan Bukateja Bandingan Cipawon Kejobong
Kawasan
Rerata Indeks Perkembangan Wilayah 46,86 29,55 25,63 25,13
pengembangan
Bukateja
mempunyai
rerata
indeks
perkembangan wilayah yang tertinggi, sehingga mempunyai potensi yang besar sebagai pusat kawasan agropolitan. Di dalam kawasan pengembangan utama Bukateja, Desa Bukateja memiliki indeks perkembangan wilayah yang tertinggi diantara desa-desa lainnya. Sedangkan kawasan pengembangan la in mempunyai indeks perkembangan wilayah yang lebih kecil, dengan demikian lebig berpotensi sebagai kawasan hinterland. Berkaitan dengan penentuan struktur hirarki wilayah atau orde wilayah maka desa Bukateja merupakan Orde 1, sedangkan kawasan pengembanga n Bukateja sebagai Orde 2. Sebagai Orde 1, desa Bukateja menjadi pusat pelayanan dan pusat aktivitas kawasan agropolitan Bungakondang. Desa-desa dalam kawasan pengembangan Bukateja sebagai Orde 2 merupakan hinterland/
pendukung
desa
Bukateja
sebagai
pusat aktivitas.
Sementara
kawasan
pengembangan lainnya, yaitu kawasan pengembangan Bandingan, Cipawon dan Kejobong yang mempunyai rerata indeks perkembangan wilayah lebih rendah berada pada orde 3 yang merupakan kawasan hinterland. Kawasan hinterland ini mempunyai fungsi sebagai kawasan produksi pertanian dan mensuplai beragam kebutuhan untuk kawasan pengembangan utama. Peta orde atau hirarki kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana Gambar 9. 324000
326000
328000
330000
332 000
334000
336 000
338000
9188000
918 800 0
9186000
918 600 0
9184000
918 400 0
PETA ORD E HIR AR KI KAWASAN AGR OPOL ITA N
1
0
1 Kilometers
N W
Orde 3
9182000
E
918 200 0
S
Orde Hirar ki 918 000 0
9180000
Orde 1 Des a Pusat Pertumbuhan/ Des a Bukateja
Orde 1 917 800 0
9178000
Orde 2 9176000
917 600 0
9174000
917 400 0
Orde 2 Kawas an Pusat Pertumbuhan/ KP Bukateja Orde 3 Kawas an Hinterland/ KP Cipawon, Bandingan dan Kejobong Sumber : Peta AEZ Kabupaten Purbalingga Tahun 2002 Sk ala 1:50.000
324000
326000
328000
330000
332 000
334000
336 000
338000
Gambar 9 Peta orde kawasan agropolitan Bungakondang Identifikasi desa pusat pertumbuhan pada kawasan pengembangan dapat ditentukan dengan menggunakan indeks hirarki untuk masing- masing desa. Ranking hirarki desa-desa dalam kawasan-kawasan pengembangan agropolitan adalah sebagaimana tabel berikut :
Tabel 18 Ranking hirarki desa-desa dalam kawasan agropolitan berdasarkan hasil penelitian dan master plan Hirarki Desa Bukateja
Bukateja Kembangan Wirasaba Kedungjati Majasari Bajong Tidu Kutawis Kutawis Cipawon Karangcengis Karanggedang Karangnangka Kebutuh Penaruban Pengadegan Pengadegan Bandingan Sinduraja Lamuk Sokanegara Krenceng Gumiwang Penolih Pasunggingan Kejobong Kejobong Timbang Pangempon Larangan Langgar Nangkod Pandansari Panunggalan Nangkasawit Kedarpan Karangjoho Sumber : Analisis Skalogram
Struktur
hirarki
Ranking Hirarki 1 4 7 9 13 16 28 5 8 14 17 27 29 30 3 6 10 15 21 22 23 25 26 2 11 12 18 19 20 24 31 32 33 34
desa-desa
Hirarki Desa Bukateja
Bukateja Bajong Tidu Kembangan Wirasaba Kedungjati Majasari Cipawon Cipawon Penaruban Kebutuh Kutawis Karangcengis Karangnagka Karanggedang Bandingan Bandingan Sinduraja Penolih Pengadegan Lamuk Pasunggingan Gumiwang Sokanegara Krenceng Kejobong Kejobong Langgar Timbang Larangan Karangjoho Panunggalan Kedarpan Nangkod Pandansari Nangkasawit Pangempon Sumber : Bappeda (2005)
dalam
dalam
kawasan
Ranking Hirarki 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
agropolitan
Bungakondang yang terbagi menjadi 4 (empat) kawasan pengembangan
berdasarkan Masterplan Kawasan Agropolitan Bungakondang yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga adala h sebagai berikut. Tabel 19 Wilayah kawasan pengembangan berdasarkan masterplan Kawasan Desa Pusat Desa Hinterland Pengembangan Pertumbuhan Bukateja Bukateja Bajong, Tidu, Kembangan, Wirasaba, Kedungjati, Majasari Cipawon Cipawon Penaruban, Kebutuh, Kutawis, Karangcengis, Karangnangka, Karanggedang Bandingan Bandingan Sinduraja, Penolih, Pengadegan, Lamuk, Pasunggingan, Gumiwang, Sokanegara Kejobong Kejobong Langgar, Larangan, Karangjoho, Panunggalan, Nangkod,Pandansari, Nangkawasit, Pangempon, Timbang, Kedarpan
Namun berdasarkan analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terdapat perbedaan, terutama dalam penentuan desa pusat pertumbuhan kawasan pengembangan agropolitan. Hasil analisis skalogram dalam penentuan desa pusat pertumbuhan kawasan pertumbuhan pada kawasan agropolitan sebagaimana terlihat pada Tabel 19. Tabel 20 Wilayah kawasan pengembangan berdasarkan analisis skalogram Kawasan Pengembangan Bukateja
Desa Pusat Pertumbuhan Bukateja
Kutawis
Kutawis
Pengadegan
Pengadegan
Kejobong
Kejobong
Desa Hinterland Kembangan, Kedungjati, Wirasaba, Majasari, Bajong, Tidu Cipawon, Karanggedang, Karangcengis, Karangnangka, Kebutuh, Penaruban Bandingan, Sinduraja, Lamuk, Krenceng, Penolih, Sokanegara, Gumiwang, Pasunggingan Timbang, Pangempon, Langgar, Nangkod, Pandansari, Panunggalan, Nangkasawit, Kedarpan, Karangjoho
Perbedaan itu pada penentuan desa pusat pertumbuhan pada masingmasing
kawasan
pengembangan.
Berdasarkan
Masterplan,
desa
pusat
pertumbuhannya adalah Bukateja, Cipawon, Bandingan dan Kejobong, sedangkan berdasarkan hasil analisis perkembangan desa dengan metoda skalogram diperoleh desa pusat pertumbuhannya adalah Bukateja, Kutawis, Pengadegan dan
Kejobong. Desa Bukateja sebagai Desa Pusat Pertumbuhan Utama karena merupakan desa yang paling maju di kawasan tersebut. Berdasarkan analisis skalogram juga Desa Bukateja berada di posisi pertama dengan nilai indeks perkembangan desa yang terpaut jauh dari desa lainnya. Desa Bukateja merupakan bekas ibukota Kawedanan Bukateja yang wilayahnya meliputi beberapa kecamatan lain sejak zaman kolonial Belanda sampai tahun 1990-an. Desa Bukateja memiliki sarana dan prasarana wilayah yang paling lengkap diantara desa-desa lain dalam kawasan agropolitan, antara lain terminal, pasar, kantor perbankan, sarana telekomunikasi dan lainnya. Dengan adanya fasilitasfasilitas umum tersebut, Desa Bukateja menjadi tujuan perjalanan/ komuting penduduk untuk beragam aktivitas perekonomian. Selain menjadi tempat untuk melakukan pemasaran produk pertanian, juga menjadi tempat untuk memperoleh berbagai sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Sehingga secara fisik dan ekonomi, Desa Bukateja telah menjadi pusat pelayanan bagi desa-desa disekitarnya. Pembangunan pada pusat pertumbuhan kawasan pengembangan utama Bukateja harus mampu mendorong perkembangan wilayah perdesaan lainnya dan terkait dengan kebijakan pengembangan wilayah perdesaan umumnya. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Purbalingga penentuan desa Cipawon sebagai desa pusat pertumbuhan kawasan pengembangan pada masterplan kawasan agropolitan, dengan pertimbangan bahwa desa Cipawon merupakan sentra komoditas unggulan pada kawasan agropolitan, yaitu komoditas jeruk. Hal ini berkaitan dengan wilayah kawasan pengembangan Cipawon yang merupakan sentra produksi jeruk di Kabupaten Purbalingga yang basis perekonomian wilayah tersebut. Sedangkan pertimbangan Desa Bandingan sebagai desa pusat pertumbuhan karena terdapatnya pasar. Pasar tersebut berupa pasar desa tradisional yang permanen, buka setiap hari dengan hari pasaran yang ramai pada hari kamis. Pasar Desa Bandingan melayani kebutuhan ekonomi masyarakat desa sekitarnya. Namun demikian asumsi dasar yang dipergunakan untuk menentukan pusat pelayanan adalah bahwa wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap atau memiliki rangking hirarki yang tinggi, maka semakin besar
potensinya untuk dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan dan pelayanan. Sehingga berdasarkan hirarki desa-desa dari analisis skalogram berdasarkan sarana dan prasarana serta indeks perkembangan desa, maka Desa Kutawis dan Desa Pengadegan lebih layak untuk dijadikan desa pusat pertumbuhan pada kawasan pengembangan. Hal ini karena urutan hirarki Desa Kutawis berada di atas Desa Cipawon dan Desa Pengadegan berada diatas Desa Bandingan. Desa Kutawis memiliki jumlah sarana dan prasarana dan indeks perkembangan wilayah yang lebih tinggi sehingga lebih berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan. Selain itu di Desa Kutawis juga terdapat pasar yang berpotensi menjadi tempat transaksi aktivitas perekonomian. Sedangkan Desa Pengadegan merupakan ibukota Kecamatan Pengadegan sehingga mempunyai jumlah sarana dan prasarana dan indeks perkembangan wilayah lebih tinggi dibandingkan dengan desa Bandingan. Berdasarkan pengamatan, Pasar Desa Ba ndingan masih merupakan pasar tradisional yang melayani kebutuhan kelontong, sedangkan transaksi hasil pertanian dan ternak relatif sedikit. Hal ini karena transaksi hasil pertanian kebanyakan terjadi di lokasi produksi pertanian, sedangkan pasar ternak yang cukup besar berada di Desa Kejobong yang jaraknya relatif dekat dari Desa Bandingan. Menurut Glasson (1990) penentuan desa pusat pertumbuhan berkaitan dengan teori Palander, yaitu harus mempunyai ambang penduduk (treshold population) dan jangkauan pasar (market range). Ambang penduduk adalah jumlah penduduk minimum untuk dapat mendukung kegiatan jasa, sedangkan jangkauan pasar adalah jarak yang ditempuh oleh penduduk untuk mendapatkan jasa dimana jangkauan ini merupakan batas terluar dari daerah pasar bagi suatu kegiatan jasa, diluar batas tersebut orang akan mencari pusat lain. Desa yang berhirarki tinggi mempunyai ambang penduduk dan jangkauan pasar yang lebih besar dibandingkan desa yang berhirarki rendah, karena jumlah dan jenis fasilitas serta prasarananya lebih lengkap. Selain itu penentuan pusat pelayanan juga berkaitan dengan anggaran pembangunan, dimana penentuan desa pusat pertumbuhan pada desa berhirarki tinggi mempunyai efisiensi yang tinggi dalam penganggaran karena sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebagai fasilitas perkembangan wilayah telah tersedia dan terbangun. Sedangkan penentuan desa
pusat pertumbuhan pada desa yang mempunyai indeks perkembangan yang rendah membutuhkan anggaran yang relatif besar terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana yang belum dimiliki. Identifikasi Sektor Unggulan Salah satu aspek yang penting dalam kebijakan pengembangan wilayah adalah mengetahui sektor-sektor unggulan wilayah. Sektor unggulan (leading sector) yaitu sektor yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam usaha peningkatan pertumbuhan suatu wilayah yang dapat dilihat dari tingginya nilai share dan pertumbuhannya atau dapat ditentukan dengan semua kriteria penentu yang ada (Mubyarto 1989 dalam Daryanto 2004). Secara umum syarat suatu sektor layak menjadi sektor unggulan adalah memiliki kontribusi yang besar, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas perekonomian wilayah dalam mencapai tujuan pembangunan. Dengan demikian sektor unggulan perekonomian merupakan sektor perekonomian yang menjadi
penghela
perekonomian suatu wilayah sehingga merupakan sektor yang dominan dan kunci aktivitas perekonomian wilayah. Berkaitan dengan pengembangan wilayah maka diperlukan suatu kajian terhadap sektor unggulan dalam wilayah tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan, yang kemudian dioptimalkan peranannya maka diharapkan dampak yang positif bagi kemajuan perekonomian wilayah tersebut. Dalam pembahasan ini untuk menentukan sektor unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang dipergunakan analisis shift share. Dengan analisis ini penyebab-penyebab pertumbuhan dan potensi peningkatan pertumbuhan dapat diidentifikasi. Analisis shift share membagi pertumbuhan wilayah dalam tiga komponen. Pertama, komponen potensi (share) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan wilayah dibandingkan dengan pertumbuhan wilayah yang lebih luas. Dengan demikian pertumbuhan suatu wilayah diperlakukan sama dengan pertumbuhan wilayah yang lebih luas. Kedua, komponen mix menjelaskan kecepatan pertumbuhan relatif suatu wilayah dibandingkan wilayah yang lebih luas. Ketiga, komponen competitive menjelaskan keunggulan kompetitif relatif suatu sektor dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah yang lebih luas. Sektor
yang memiliki keunggulan kompetitif berarti didalamnya memiliki lingkungan yang kondusif bagi perkembangan sektor tersebut. Data yang dipergunakan dalam analisis sektor unggulan ini adalah PDRB Kecamatan-Kecamatan dalam Kawasan Agropolitan Bungakondang dan PDRB Kabupaten Purbalingga pada tahun 2000 dan 2002. Sedangkan hasil analisis shift share terhadap masing- masing sektor perekonomian dalam kawasan Agropolitan Bungakondang adalah sebagai berikut : Tabel 21 Hasil analisis shift share atas dasar PDRB tahun 2000 dan 2002. No.
Sektor
1
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan a. Industri Besar & Sedang b. Industri Kecil & Rumah Tangga Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan b. Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan a. Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank b. Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum & Hankam b. Swasta
2 3
4
5 6
7
8
9
Komponen Share Pertumbuhan Proporsional Differensial 0,0621 -0,0324 0,0978 0,0621 -0,0910 0,1037 0,0621 0,0978 -0,2186 0,0621 0,1102 0,5628 0,0621 -0,1174 -0,1616 0,0621 0,1823 -0,1519 0,0621 0,0130 -0,0572 0,0621 0,0339 -0,0465 0,0621 0,0737 -0,0607 0,0621 0,0115 -0,0275 0,0621 0,0910 -0,0123 0,0621 0,2592 -0,1891 0,0621 0,3142 0,0194 0,0621 0,0340 -0,0187 0,0621 0,0415 0,0054 0,0621 0,0374 0,0025 0,0621 0,0766 -0,0309 0,0621 -0,0414 -0,0149 0,0621 -0,0704 0,0085 0,0621 0,2168 -0,0743
SSA 0,1274 0,0748 -0,0588 0,7351 -0,2170 0,0925 0,0179 0,0495 0,0750 0,0460 0,1408 0,1322 0,3957 0,0773 0,1090 0,1019 0,1077 0,0057 0,0002 0,2046
0,0621
0,0285
0,0058
0,0964
0,0621 0,0621 0,0621 0,0621 0,0621
0,0709 0,0166 -0,0065 6,1127 0,0319
-0,0191 0,0131 3,2529 -1,2750 0,2981
0,1138 0,0918 3,3084 4,8997 0,3920
Tabel tersebut menunjukkan bahwa komponen laju pertumbuhan total (komponen share) yang menunjukkan dinamika pertumbuhan perekonomian Kabupaten Purbalingga sebesar 6,21%. Sedangkan dari nilai shift share analysis (SSA) diperoleh bahwa sektor-sektor yang pertumbuhannya melebihi angka pertumbuhan kabupaten. Nilai SSA secara berturut-turut dari yang terbesar adalah
sektor jasa, sektor listrik dan gas, sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor bangunan. Namun berdasarkan nilai differensian shift, hanya sektor jasa, sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mempunyai nilai differensian shift yang positif. Differensian shift menunjukkan tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor dibandingkan dengan
pertumbuhan
total
sektor
tersebut
dalam
wilayah,
yang
juga
menggambarkan keunggulan atau ketidakunggulan suatu sektor. Dengan demikian sektor-sektor tersebut mempunyai keunggulan dalam kawasan agropolitan. Dilihat kontribusi masing- masing sektor terhadap PDRB, diperoleh bahwa sektor pertanian menunjukkan kontribusi terbesar yaitu sebesar 39,71%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,57% dan sektor jasa sebesar 17,90%. Tabel 22 Kontribusi sektor terhadap PDRB kawasan agropolitan tahun 2002 No. 1
Sektor
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2 Pertambangan & Penggalian 3 Industri Pengolahan a. Industri Besar & Sedang b. Industri Kecil & Rumah Tangga 4 Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih 5 Bangunan 6 Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan b. Hotel & Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan a. Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank b. Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum & Hankam b. Swasta 10 Jumlah Sumber : BPS (2002a, 2002b, 2002c, 2002d) hasil olahan
PDRB tahun 2002 Ribu rp % 55.316,99 39,71 36.117,84 25,93 7.481,03 5,37 10.292,16 7,39 766,51 0,55 659,45 0,47 589,90 0,42 11.211,41 8,05 1.384,06 0,99 9.827,35 7,05 977,60 0,70 938,34 0,67 39,26 0,03 3.902,69 2,80 27.261,92 19,57 24.884,92 17,86 2.377,00 1,71 8.760,54 6,29 8.476,65 6,09 283,89 0,20 6.340,16 4,55 1.342,21 0,96 4.997,95 3,59 24.936,25 17,90 22.092,00 15,86 2.844,25 2,04 139.297,46 100,00
Berdasarkan hasil analisis shift share dan kontribusi masing- masing sektor dapat dilakukan tabulasi sektor unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang sebagai berikut : Tabel 23 Sektor perekonomian yang termasuk sektor unggulan kawasan agropolitan Sektor Pertanian Perdagangan, hotel & restoran Jasa-Jasa
Nilai Shift Share 0,1274 0,1090 3,3085
Nilai Differential Shift 0,0978 0,0058 3,2529
Prosentase PDRB 39,71% 19,57% 17,90%
Berdasarkan kriteria diatas maka terdapat 3 (tiga) sektor yang berada dalam kriteria unggulan kawasan agropolitan Bungakondang, yaitu sektor pertanian, sektor jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor-sektor tersebut secara faktual mempunyai potensi yang dapat menjadi penghela perekonomian kawasan agropolitan dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian kawasan apabila dioptimalkan. Beberapa yang hal yang menjadi perhatian berkaitan dengan sektor-sektor unggulan dalam kawasan agropolitan Bungakondang adalah sebagai berikut : 1. Sektor Pertanian Kawasan agropolitan Bungakondang memiliki sumberdaya yang besar untuk mengembangkan sektor pertanian. Walaupun pangsa sektor pertanian mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi dibandingkan dengan sektor lain sektor pertanian masih cukup dominan. Hal ini dapat dilihat dari luas wilayah kawasan agropolitas sebanyak 11.090 ha, penggunaan lahan sebagai areal pertanian seluas
6.655 ha (60,01%). Terbagi menjadi lahan seluas 2.502 ha
(22,56 %) sebagai lahan persawahan dengan komoditas utama padi, lahan tegalan dan kebun campuran seluas 4.153 ha (37,45 %) dengan komoditas melati gambir, jeruk, ubi kayu dan lada hitam. Penggunaan lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang sebagaimana Tabel 24.
Tabel 24 Penggunaan lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang Penggunaan Lahan Tanah Sawah Tanah Tegalan/Kebun Bangunan Lainnya Jumlah Sumber : BPS (2004e)
Luas (ha) 2.502 4.153 3.902 533 11.090
Prosentase (%) 22,56 37,45 35,18 4,81 100,00
Kontribusi terbanyak terhadap PDRB tahun 2002 pada sektor pertanian ini disumbangkan oleh sub sektor pertanian tanaman pangan sebanyak 25,93%. Komoditas pertanian tanaman pangan terutama yang banyak dibudidayakan adalah padi, ubi kayu dan jagung. Padi di budidayakan di kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon yang kondisi tanahnya relatif basah, sedangkan jagung dan ubi kayu dibudidayakan di kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong yang kondisi tanahnya relatif kering. Sedangkan sub sektor lain seperti peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan sumbangannya dibawah 10%. Peningkatan kontribusi sektor pertanian ini dapat dilakukan dengan pemilihan komoditas unggulan yang cocok dengan kondisi fisik, bio fisik, sosial dan ekonomi pada kawasan agropolitan Bungakondang. Selain itu dilihat tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian pada kawasan agropolitan jumlahnya masih cukup dominan. Dari angkatan kerja tahun 2002 sebanyak 81.065 orang, sebanyak 50.342
orang atau sebesar 62,10%
bekerja pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan sektor pertanian masih cukup besar menghidupi masyarakat dan menjadi harapan hidup sebagian besar masyarakat di kawasan agropolitan. Tabel 25 Tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2000 dan 2002 Wilayah Kawasan Agropolitan Kabupaten Purbalingga Sumber : BPS (2000, 2002e)
Tenaga Kerja Sektor Pertanian 2000 2002 50.867 50.342 136.199 120.808
Jumlah Angkatan Kerja Prosentase (%) 2000 2002 2000 2002 80.337 81.065 63,32 62,10 345.543 356.175 39,42 33,92
Walaupun demikian sektor pertanian menghadapi tantangan yang cukup serius dari tahun ke tahun, terutama dengan kecenderungan mengalami penurunan
pertumbuhan setiap tahunnya. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB kawasan agropolitan pada tahun 2002 sebesar 39,71% menurun dibandingkan tahun 2000 sebesar 44,74%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan struktur perekonomian kawasan, yaitu dari sektor primer atau pertanian budidaya menuju ke sektor sekunder dan tersier atau pengolahan hasil pertanian. Selain itu nilai tambah sektor pertanian masih rendah sehingga cenderung mengalami penurunan, dibandingkan dengan sektor lain yang nilai tambahnya relatif tinggi. Selain itu sektor pertanian memiliki tingkat efisiensi yang rendah, hal ini diperlihatkan dengan besarnya tenaga kerja sektor pertanian yang mencapai 62,10% namun demikian sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB hanya 39,71%. 2. Sektor Jasa-Jasa Kontribusi sektor jasa masih didominasi oleh subsektor pemerintah dan hankam, sedangkan sub sektor swasta relatif kecil. Hal ini berarti bahwa peran aktivitas pemerintahan di kawasan agropolitan Bungakondang masih dominan. Namun demikian peran sub sektor swasta juga menunjukkan peningkatan dan nilai shift share-nya diatas pertumbuhan wilayah. Hal ini menunjukkan peningkatan peran sektor swasta Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan peran swasta dan pemberdayaan masyarakat sehingga lebih berkontribusi terhadap perekonomian kawasan agropolitan. 3. Sektor Perdagangan, hotel dan restoran Sub sektor perdagangan yang merupakan salah satu sub sektor perekonomian yang termasuk dalam kategori tersier, memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB tahun 2002 pada kawasan agropolitan Bungakondang yaitu sebesar 17,86%. Kegiatan di sub sektor perdagangan ini sebagian besar berupa perdagangan komoditas, terutama komoditas pertanian dan hasil olahannya. Dengan besarnya kontribusi sektor pertanian primer di kawasan agropolitan Bungakondang, maka sub sektor perdagangan yang merupakan mata rantai dari sektor pertanian dapat berpotensi mengalami peningkatan. Selain itu harus diupayakan agar jangkauan perdagangan atau pasar hasil pertanian tersebut lebih luas lingkupnya ke wilayah lain, sehingga nilai tambahnyapun dapat
meningkat. Peningkatan market share ini berkaitan juga dengan pemilihan komoditas unggulan yang dibudidayakan pada sektor pertanian primer.
Identifikasi Komoditas Unggulan Strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem usaha agribisnis di Indonesia yang mempunya i potensi sumberdaya yang beragam, mendorong pengembangan sektor pertanian melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di setiap wilayah dan perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan atau kawasan sentra produksi. Pendekatan tersebut menekankan pada konsentrasi wilayah produksi dan pengembangan komoditas unggulan. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur) untuk dikembangkan di suatu wilayah.
Selain itu menurut Alkadri et al. (2001) dalam Daryanto (2004)
beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan antara lain : 1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, yakni dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. 2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward looking linkages) baik terhadap sesama komoditas unggulan maupun komoditas lain. 3. Mampu bersaing dengan produks sejenis dari wilayah lain (competitiveness) baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan. 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages) dalam hal pasar/ konsumen maupun pemasokan bahan baku. 5. Mampu menyerap tenaga kerja secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 6. Dapat bertahan dalam jangka panjang mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing).
7. Tidak rentan terhadap gejolak internal dan eksternal. 8. Pengembangannya mendapat berbagai dukungan, misalnya informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif dan lain- lain. Analisis yang dipergunakan untuk menentukan komoditas unggulan dalam penelitian ini adalah analisis secara kuantitatfi dari aspek suplly side, yaitu dengan metoda Locational Quetient (LQ) yang mengindikasikan kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan komoditas, apakah mempunyai potensi untuk mensuplai wilayah lain atau tidak, Localization Indeks (LI) yang menunjukkan apakah komoditas terkonsentrasi di wilayah tersebut atau tidak dan Specialization Indeks (SI) yang merupakan ukuran relatif suatu wilayah dalam melakukan pengkhususan komoditas tertentu. Komoditas pertanian terbagi sesuai dengan sub sektornya, yaitu pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Kawasan agropolitan Bungakondang
mempunyai potensi dalam pengembangan sektor pertanian.
Berdasarkan analisis sektor unggulan, sektor pertanian merupakan sektor basis dan sektor unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang. Untuk meningkatkan peranan sektor pertanian, maka diperlukan identifikasi komoditas-komoditas unggulan yang apabila dikembangkan dapat menjadi prime mover perekonomian kawasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan analisis komoditas unggulan untuk masing- masing sub sektor pertanian adalah sebagai berikut :
Tabel 26 Hasil analisis LQ untuk komoditas pertanian Sub Sektor Pertanian
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Komoditas Padi Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau Kelapa Dalam Kelapa Deres Kopi Robusta Melati Gambir Lada Empon-Empon Tebu Mlinjo Sapi Perah Sapi Pedaging Kuda Kerbau Domba Kambing Babi Ayam Ras Ayam Buras Itik Kolam Sungai UPR Benih
Bukateja 1,14 0,22 1,00 0,68 1,46 0,40 0,68 1,68 0,18 0,04 12,23 0,00 0,00 0,00 0,00 5,98 2,26 1,96 1,54 0,60 0,94 0,00 0,98 0,97 1,86 1,39 0,82 0,56 0,47
Kecamatan Pengadegan Kejobong Kaligondang 0,01 0,13 1,18 1,36 0,55 0,56 1,76 1,76 0,92 0,00 0,02 0,00 1,15 2,46 1,55 0,00 0,15 2,58 0,00 0,66 0,67 3,58 2,56 2,44 0,24 0,39 0,71 0,09 0,16 0,02 0,00 3,25 0,00 7,32 16,81 0,77 15,27 3,55 0,00 0,00 0,00 2,64 10,63 2,82 2,59 0,00 0,00 0,00 0,18 0,41 0,49 0,00 0,60 2,36 0,29 0,51 0,45 0,22 0,26 1,00 1,30 1,26 1,10 0,00 0,03 0,37 1,33 0,20 0,95 0,30 2,59 1,15 0,14 4,30 0,54 1,35 0,69 1,27 2,45 0,25 3,57 0,00 2,05 1,09 0,44 1,42 0,27
Berdasarkan hasil analisis LQ tersebut diperoleh 13 (tiga belas) komoditas yang mempunyai nilai LQ lebih dari 1 adalah : -
Sub Sektor pertanian tanaman pangan
-
Sub Sektor perkebunan
: Ubi kayu dan kacang tanah
: Kelapa dalam, melati gambir, lada, empon-empon
dan mlinjo. -
Sub Sektor peternakan
: Sapi perah, kambing, ayam buras dan itik
-
Sub Sektor perikanan darat : Perikanan kolam dan sungai
Sedangkan berdasarkan hasil analisis LI ternyata hanya terdapat 2 (dua) komoditas yang mempunyai nilai LI mendekati satu, yaitu lada dan melati gambir (sebagaimana tersebut dalam Tabel 27). Komoditas melati gambir mempunyai nilai LI sebesar 0,85 sedangkan komoditas lada mempunyai nilai LI sebesar 0,71. Hal ini mengindikasikan produksi melati gambir dan lada terkonsentrasi di kawasan agropolitan Bungakondang. Sedangkan komoditas lain mempunyai nilai LI mendekati 1, yang berarti produksinya relatif merata di kabupaten Purbalingga. Tabel 27 Hasil analisis LI terhadap komoditas pertanian Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Komoditas Padi Sawah Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau Kelapa Dalam Kelapa Deres Kopi Robusta Melati Gambir Lada Tanaman Obat Tebu Mlinjo Sapi Perah Sapi Pedaging Kuda Kerbau Domba Kambing Babi Ayam Ras Ayam Buras Itik Kolam Sungai UPR Benih
Nilai LI 0,01 0,14 0,25 0,00 0,30 0,08 0,00 0,20 0,10 0,15 0,85 0,71 0,05 0,07 0,26 0,27 0,07 0,12 0,03 0,00 0,07 0,00 0,04 0,03 0,11 0,05 0,08 0,07 0,02
Tabel 28 Hasil analisis SI kawasan agropolitan Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang
Pertanian 0,06 0,41 0,40 0,08
Sub Sektor Perkebunan Peternakan 0,64 0,07 0,63 0,22 0,47 0,47 0,27 0,07
Perikanan 0,22 0,25 0,20 0,26
Komoditas unggulan diidentifikasikan dengan nilai LQ yang lebih besar dari 1 dan nilai LI yang mendekati angka 1. Nilai LQ lebih besar 1 menunjukkan kemampuan untuk memproduksi komoditas tertentu dan kemampuan mensuplai ke wilayah lain karena pangsanya relatif
lebih besar dibandingkan dengan
produksi komoditas lain. Sedangkan nilai LI yang mendekati angka 1 menunjukkan kecenderungan produksi komoditas tertentu berkembang memusat pada suatu wilayah. Berdasarkan hasil analisis LQ dan LI tersebut, komoditas melati gambir dan lada mempunyai indikasi sebagai komoditas unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang. Hal itu juga didukung dengan analisis finansial terhadap usaha tani lada dan melati gambir yang juga menunjukkan nilai rasio R/C yang diatas 1, dimana R/C rasio komoditas lada adalah 1,53 dan komoditas melati gambir adalah 3,39 (sebagaimana tersebut dalam Lampiran 11). Analisis finansial R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi. Nilai R/C rasio yang diatas 1 tersebut menunjukkan bahwa usaha tani untuk komoditas lada dan melati gambir secara ekonomis menguntungkan. Sedangkan komoditas lain yang mempunyai nilai LQ lebih besar dari 1 namun nilai Li mendekati 1, yaitu komoditas ubi kayu, kacang tanah, kelapa dalam, empon-empon, melinjo, sapi perah, kambing, ayam buras, itik, perikanan kolam dan sungai mempunyai indikasi sebagai komoditas andalan. Komoditas lada (Piper nigrum Linn.) banyak dibudidayakan di kawasan agropolitan Bungakondang, terutama di kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong atau berada di kecamatan Pengadegan dan Kejobong. Lada yang dibudidayakan merupakan lada hitam (black pepper) yang bibitnya berasal dari Lampung, berupa lada dengan tiang panjat. Tiang panjat yang dipergunakan adalah pepohonan berupa pohon kaliandra (glyricidia maculata), lamtoro gung, dadap dan beberapa tumbuhan tegakan lain. Tanaman lada dibudidayakan di
pekarangan dan kebun penduduk, yang ditumpangsari dengan berbagai tanaman perkebunan lain. Tanaman lada dengan tegakan hidup mulai berbuah setelah berumur 3 tahun, walaupun sebenarnya setelah berumur satu tahun, lada muali berbunga. Namun demikian bunga tersebut harus dirompes dan tidak dipelihara menjadi buah agar pertumbuhan generatif di tahun berikutnya menjadi meningkat. Setelah berbunga kedua kedua kalinya pada tahun ke-3, bunga dipelihara hingga menjadi buah. Masa produktifnya dapat mencapai 15 tahun tergantung pada perawatan dan pemeliharaan yang baik, dengan panen optimal secara kualitas dan kuantitas pada umur 3 – 8 tahun. Pemanenan dilakukan dengan pemetikan secara manual atau menggunakan gunting. Lada hitam siap petik apabila dalam dompolan buah komposisinya buah berwarna merah 2%, kuning 23% dan hijau 75% (Rismunandar & Riski 2003). Komoditas lada hitam di Kabupaten Purbalingga sebagian besar dipasok dari kawasan agropolitan Bungakondang dan merupakan potensial untuk pemasaran di kawasan regional Propinsi Jawa Tengah. Sejak tahun 1999 dikembangkan Kebun Induk Lada yang berlokasi di Desa Bandingan Kecamatan Kejobong seluas 1 ha. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2003, produksi lada di Propinsi Jawa Tengah adalah 343,2 ton sedangkan produksi di Kabupaten Purbalingga adalah 151,9 ton atau mencapai 44,26% dari total produksi di Propinsi Jawa Tengah.
Bahkan produksi lada di kawasan agropolitan
Bungakondang pada tahun 2005 mengalami peningkatan mencapai 310,92 ton. Hal ini berkaitan dengan kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Purbalingga yang dalam beberapa tahun terakhir ini dengan memberikan bibit lada kepada masyarakat, terutama di kecamatan Pengadegan dan Kejobong. Dengan demikian lada mempunyai keunggulan komparatif dengan daerah lain untuk kawasan regional di Jawa Tengah. Peluang pengembangan komoditas lada cukup besar karena mempunyai faktor daya saing agribisnis, terutama besarnya pangsa pasar dan pertumbuhan pasar di kawasan regional Jawa Tengah. Namun demikian pada saat ini produksi komoditas lada sedang mengalami penurunan akibat terserang penyakit busuk akar dan batang yang disebabkan oleh fusarium, sehingga tanaman menjadi kering dan mati.
Sedangkan komoditas melati gambir (Jasminum officinale sp.) juga banyak dibudidayakan di kawasan agropolitan Bungakondang, terutama di kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon dan sebagian kawasan pengembangan Bandingan dengan sentra di desa Karangcengis dan Cipawon. Budidaya
melati
gambir
sudah
lama
Bungakondang yaitu sekitar tahun 1979.
dikenal
di
kawasan
agropolitan
Bunga melati gambir kebanyakan
dipergunakan sebagai campuran teh untuk menambah keharuman teh. Bau harum bunga melati gambir ini karena mengandung minyak atsiri yaitu bensil asetat. Selain banyak juga dipergunakan dalam industri kosmetik, sebagai pewangi tambahan dalam produk-produk seperti bedak, lotion, dan bahkan krim bibir yang terdapat dalam lipstik. Tanaman Melati gambir memiliki bentuk yang berbeda dengan melati putih, meskipun keduanya satu famili (oleacege), bahkan juga satu genus, jasminum. Batangnya berkayu dengan percabangan cukup banyak, beruas-ruas dengan panjang antara 25-20 cm, dan memiliki diameter hingga 1 cm. Melati gambir ini memiliki daerah penyebaran mulai dari dataran rendah hingga pegununga n setinggi 1.000 m. Penanaman melati gambir pada tanah beririgasi dan berdrainase yang baik dengan tempat tanamnya yang terbuka sehingga terkena sinar matahari penuh sepanjang hari. Tanaman melati gambir memiliki percabangan yang cukup panjang sehingga perlu dilakukan pemangkasan. Pemangkasan ini juga bermanfaat untuk merangsang pembungaan. Usia produktif tanaman melati gambir di mulai pada bulan ke-6 setelah penanaman sampai puluhan tahun. Melati gambir berbunga setiap hari sepanjang tahun. Bunga melati gambir berwarna putih bila sudah mekar, akan tetapi pemetikan dilakukan ketika bunga masih kuncup yang siap mekar agar aromanya tidak cepat menguap, bunga yang masih kuncup ini berukuran kira-kira 2 cm dan berwarna merah gambir. Komoditas melati gambir di Propinsi Jawa Tengah hanya dibudidayakan di kabupaten Pekalongan, Purbalingga, Tegal, Batang dan Banyumas. Selama ini melati gambir telah menjadi sumber perekonomian masyarakat di kawasan agropolitan
Bungakondang.
Karena
bunga
melati
gambir
kebanyakan
dipergunakan sebagai campuran teh, maka daerah pemasarannya juga ke daerah produsen teh, yaitu Pekalongan, Tegal dan Slawi. Pangsa pasar regional bunga
melati gambir masih relatif besar, karena hanya beberapa daerah saja yang memproduksinya. Sedangkan beberapa komoditas pertanian tanaman pangan yang menjadi komoditas andalan antara lain ubi kayu (Manihot utilisima). Komoditas ubi kayu ini memiliki nilai LQ diatas 1 pada kecamatan Kejobong dan Kaligondang. Ubi kayu dimanfaatkan untuk pembuatan tepung tapioka selain untuk dikonsumsi sebagai substitusi beras di masa paceklik. Industri pengolahan tepung tapioka di kawasan agropolitan cukup berkembang. Terdapat 12 (dua belas) industri pengolahan tapioka yang tersebar di Kecamatan Kejobong, Pengadegan, Bukateja. Produk ini memiliki keterkaitan hulu hilir yang tinggi karena menampung hasil produksi pertanian sehingga mampu memberi nilai tambah (value added). Pada tahun 2002 produksi tepung tapioka mencapai 13.941 ton atau senilai Rp. 14.204.810.000, sedangkan tingkat pertumbuhan selama tahun 2000 hingga 2002 sebesar 12,81% (Pemkab 2003). Namun demikian produk yang dihasilkan masih berupa produk antara yang harus diolah kembali. Pemasaran tepung tapioka selain untuk memenuhi pasar lokal juga pasar regional yaitu ke Tasikmalaya, Jawa Barat yang selajutnya diolah menjadi produk jadi. Pasar tepung tapioka yang ada cenderung monopoli, sehingga industri pengolahan tapioka di Kabupaten Purbalingga tidak dapat menentukan harga jual. Posisi tawar petani juga menjadi lemah dan bukan penentu harga (price maker). Hal ini pada akhirnya akan menekan petani produsen ubi kayu, yang harus menjual dengan harga rendah terutama pada saat panen raya. Komoditas sub sektor perkebunan yang menjadi komoditas andalan adalah kelapa dalam, empon-empon dan mlinjo. Komoditas kelapa dalam mempunyai nilai LQ diatas 1 pada semua kecamatan di kawasan agropolitan Bungakondang. Pemanfaatan buah kepala dalam dipergunakan untuk membuat kopra sebagai bahan baku minyak goreng. Di Kabupaten Purbalingga terdapat satu industri pengolahan minyak kelapa yang cukup besar Komoditas kelapa dalam memiliki nilai kemanfaatan yang amat tinggi
karena mempunyai keterkaitan dengan
industri hulu dan hilir. Dinas Perkebunan Jawa Tengah menunjuk Kabupaten Purbalinga sebagai sumber bibit kelapa dengan lokasi kebun induknya berada di
desa Sokanegara kecamatan Kejobong), desa Sinduraja kecamatan Kaligondang dan desa Cipawon kecamatan Bukateja. Komoditas mlinjo juga merupakan komoditas andalan yang mempunyai nilai LQ diatas 1 terutama di kecamatan Pengadegan walaupun budidayanya tidak memiliki kecenderungan yang memusat. Mlinjo dimanfaatkan sebagai bahan baku emping yang pemasarannya masih untuk memenuhi kebutuhan lokal. Sedangkan tanaman empon-empon yang dibudidayakan adalah jahe dan kunyit sebagai bahan baku industri jamu. Produksinya masih relatif kecil walaupun secara kesesuaian lahan kecamatan Kejobong dan Pengadegan sangat sesuai untuk budidaya jahe dan kunyit. Sedangkan untuk sub sektor peternakan yang menjadi komoditas andala n adalah sapi perah dan kambing. Komoditas sapi perah dikembangkan di kawasan agropolitan, terutama di kecamatan Bukateja. Walaupun demikian secara kuantitatif jumlahnya masih sedikit. Kambing khas Kejobong memiliki ciri khas yang berbeda dengan kambing lokal lainnya, yaitu berbadan besar dan tegap, warna bulu dominan hitam mengkilap dengan ada sedikit warna putih serta jumlah anakan lebih dari seekor per kelahiran, selain itu dagingnya lebih padat. Di wilayah Purbalingga dan sekitarnya, keberadaan kambing khas Kejobong ini telah diakui keberadaannya. Karena kelebihannya itu, harga jual kambing khas Kejobong ini lebih tinggi dibandingkan dengan kambing jenis lokal lainnya. Namun demikian masih memerlukan pengembangan agar keberadaannya lebih diakui lebih luas dan mempunyai nama generik. Komoditas andalan pada sub sektor perikanan adalah perikanan kolam dan sungai. Di kecamatan Bukateja budidaya perikanan kolam dengan jenis ikan yaitu ikan Gurami. Ikan gurami sendiri merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Purbalingga, sentra pembesaran ikan gurami berada di kecamatan Kutasari, Mrebet, Padamara dan Bukateja. Pemasarannya ikan gurame konsumsi ini sebagian besar ke daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta serta beberapa kota di Jawa Tengah dan DIY. Keunggulan lain dari budidaya ikan gurami adalah semua ukuran ikan gurami mulai dari telur, tampelan sampai dengan ukuran konsumsi memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan Gurame asal Purbalingga memiliki cita rasa yang khas dan lebih kenyal karena pada pemeliharaan tahap akhir lebih banyak
diberi pakan daun-daunan berupa daun talas sehingga banyak digemari konsumen. Selain ikan gurame juga dibudidayakan ikan lele. Budidaya ikan lele dilaksanakan di kecamatan Kejobong. Pemasaran ikan lele konsumsi ini baru dalam tahap pasar lokal. Penelitian ini mempunyai keterbatasan karena tidak
dapat menyajikan
komoditas unggulan buah-buahan yang diakibatkan tidak tersedianya data-data mengenai komoditas buah-buahan yang representatif, baik untuk data produksi ataupun data luasan tanam. Namun demikian berdasarkan Buku Profil Produk Potensial, Andalan dan Unggulan Daerah Kabupaten Purbalingga dan hasil pengamatan di lokasi kawasan agropolitan dapat diidentifikasikan bahwa buah jeruk merupakan komoditas unggulan dan durian merupakan komoditas andalan di kawasan agropolitan Bungakondang. Tanaman jeruk dan durian secara faktual dilapangan banyak dibudidayakan di kawasan agropolitan Bungakondang. Jeruk banyak dibudidayakan di kawasan pengembangan Cipawon dan sebagian kawasan pengembangan Bukateja, sedangkan durian banyak dibudidayakan di kawasan pengembangan Kejobong dan sebagian kawasan pengembangan Bandingan. Berdasarkan kemampuan dan kesesuian lahan, tanaman jeruk sangat sesuai dibudidayakan di kawasan agropolitan, terutama di kawasan pengembangan Cipawon, sedangkan di kawasan pengembangan lainnya kesesuaiannya bervariasi. Sentra produksi jeruk untuk kabupaten Purbalingga berada di desa Cipawon. Penanaman jeruk dilakukan di tegalan, pada awal penanaman di saat tanaman jeruk masih berukuran kecil biasanya ditumpangsarikan dengan tanaman melati gambir. Ketika tanaman tanaman jeruk bertambah tinggi dan melebihi tinggi tanaman melati gambir, maka tanaman melati gambir ditebang karena tanaman melati gambir memerlukan penerimaan sinar matahari yang optimal dan kurang baik tumbuh dalam naungan tanaman lain. Secara ekonomi tumpang sari ini lebih menguntungkan karena tanaman melati gambir dapat menghasilkan bunga setelah penanaman 6 bulan, sementara tanaman jeruk mulai berbuah setelah 3 tahun. Dalam rentang waktu sebelum tanaman jeruk menghasilkan buah, maka petani tetap memperoleh penghasilan dari hasil bunga melati gambir. Bahkan berdasarkan wawancara dengan beberapa petani jeruk, penghasilan dari tumpangsari ini selain untuk mencukupi kebutuhan keluarganya juga sebagian
untuk biaya pemeliharaan tanaman jeruk. Sehingga praktis biaya pemeliharaan tanaman jeruk berasal dari hasil bunga melati gambir. Jeruk dipasarkan untuk kawasan regional Jawa Tengah dan sebagian dikirim ke Jakarta. Tanaman
jeruk
banyak
dibud idayakan
di
kawasan
agropolitan
Bungakondang dan kecamatan Kemangkon. Pada tahun 2003, produksi jeruk se kabupaten
Purbalingga sebanyak 323,84 ton, sebagian besar dipasok dari
kawasan agropolitan Bungakondang. Sedangkan produksi jeruk seluruh Jawa Tengah pada tahun yang sama berjumlah 594,41 ton. Dengan demikian produksi jeruk Purbalingga mencapai 54,48 % dari total produksi Jawa Tengah. Hal tersebut secara kasar dapat menunjukkan bahwa komoditas jeruk Purbalingga mempunyai keunggulan kompetitif untuk kawasan regional Jawa Tengah. Sekarang ini sedang dilakukan upaya membuat brand image terhadap komoditas jeruk dengan nama generik Jeruk Cipawon, antara lain dengan peningkatan kualitas jeruk dan mengikutsertakan dalam lomba buah unggul tingkat nasional tahun 2006 yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian. Sedangkan tanaman durian berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahannya sesuai dibudidayakan di kawasan pengembangan Cipawon, Bandingan dan Kejobong. Namun demikian secara faktual di lapangan durian kebanyakan dibudidayakan di kawasan pengembangan Bandingan dan Kejobong. Selain itu juga banyak ditanam di wilayah kecamatan Kemangkon. Sentra produksi durian kabupaten
Purbalingga
berada
di
kecamatan
Kejobong
atau
kawasan
pengembangan Kejobong. Tanaman durian dibudidayakan di kebun dan pekarangan penduduk bercampur dengan tanaman perkebunan lainnya, tidak dibudidayakan secara intensif di lahan khusus. Produksi durian kabupaten Purbalingga pada tahun 2002 sebanyak 5.034 ton (Pemkab 2003). Namun demikian jangkauan pasar durian masih terbatas yaitu untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan regional sekitar kabupaten Purbalingga.
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan serta Faktor yang Mempengaruhinya Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dilakukan sebagai perwujudan dari tanggapan masyarakat atas masalah yang ada dalam masyarakat
dan dilaksanakan dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat tersebut. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam pembanguna n berarti memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk merumuskan masalah- masalah masyarakat, memobilisir sumber-sumber daya setempat dan mengembangkan kelompok organisasi masyarakat setempat. Pengaruh positif dari proses partisipasi masyarakat antara lain masyarakat dapat mengerti permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang diambil. Partisipasi masyarakat menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Harahap (2001) adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan tentang apa ya ng dilakukan dan bagaimana, keterlibatan dalam pelaksanaan program dan keputusan dalam kontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program dan keterlibatan dalam evaluasi program. Oleh karena itu partisipasi yang diharapkan dalam program pembangunan adalah partisipasi interaktif dan mobilisasi swakarsa atau partisipasi dalam bentuk kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan oleh masyarakat. Kelompok tani di kawasan agropolitan Bungakondang berjumlah 116 (seratus enam belas) kelompok tani, yang terdiri dari 17 (tujuh belas) kelompok tani di desa pusat pertumbuhan yaitu desa Bukateja, Cipawon, Bandingan dan Kejobong sedangkan 99 (sembilan puluh sembilan) kelompok tani berada di desadesa hinterland. Pemilihan responden dilakukan secara acak terstratifikasi (stratified random sampling) terhadap lokasi responden, yaitu di desa pusat pertumbuhan dan desa hinterland. Responden merupakan ketua kelompok tani yang berada di kawasan agropolitan Bungakondang. Penentuan jumlah responden berdasarkan monogram Larry King, dimana dengan tingkat kesalahan 10 % dan jumlah populasi 116 maka sampel yang sebaiknya dipergunakan adalah 30%. Dengan demikian responden yang diambil adalah 30 % dari populasi 116 kelompok tani, yaitu berjumlah 35 (tiga puluh lima). Dengan stratifikasi terhadap lokasi tempat tinggal responden dengan memperhatikan jumlah kelompok tani pada kawasan pusat pertumbuhan dan kawasan hinterland maka diperoleh pembagian sampel responden, yairu terdiri dari 5 (lima) responden di desa pusat pertumbuhan dan 30 (tiga puluh) responden di desa hinterland. Kelompok tani yang telah distratifikasi kemudian dilakukan pengacakan dan diambil jumlahnya
sesuai sampel yang ada. Sedangkan responden dalam penelitian ini merupakan ketua dari kelompok tani yang telah dilakukan stratifikasi dan pengacakan.. Tabel 29 Komposisi responden penelitian Lokasi Desa Pusat Pertumbuhan Desa hinterland Jumlah
Jumlah responden 5 30 35
Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap persepsi, tingkat partisipasi dan faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan
pengembangan
kawasan
agropolitan
Bungakondang.
Teknik
pengambilan data responden dilakukan dengan melakukan wawancara dan mengisi kuisioner yang telah dipersiapkan. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan metoda statistik. Pengukuran tingkat persepsi dilakukan dengan metoda statistik chi-square, yaitu dengan parameter lokasi tempat tinggal dan jenis komoditas yang dibudidayakan responden. Demikian juga untuk mengetahui tingkat partisipasi dan faktor yang mempengaruhinya dilakukan dengan metoda statistik chi-square. Persepsi merupakan pemaknaan hasil pengamatan individu mengenai suatu obyek tertentu, yaitu suatu proses penyusunan informasi untuk membuat penafsiran dan pengertian. Pembentukan persepsi pada individu berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu selektifitas, pemaknaan dan interpretasi. Pada awalnya individu akan menanggapi secara selektif terhadap stimuli yang ada, kemudian berlangsung proses pemaknaan dan pada akhirnya akan terbentuk interpretasi secara menyeluruh tentang stimuli tersebut. Persepsi sebagai suatu sikap dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan seseorang terhadap obyek berdasarkan pengalaman langsung yang dihubungkan dengan sumber informasi. Pengetahuan ini akan menghasilkan kepercayaan terhadap obyek tertentu. Komponen afektif merupakan perasaan atau emosi dalam menilai obyek tertentu. Sedangkan komponen konatif merupakan kecenderungan atau perilaku aktual seseorang untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang dipersepsikan. Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang diukur dengan pertanyaan kunci pada indikator kognitif, afektif dan konatif.
Kemudian dilakukan pengukuran hubungan antara lokasi tempat tinggal dan komoditas yang dibudidayakan responden dengan metoda statistik chi-square. Lokasi tempat tinggal responden terbagi pada desa pusat pertumbuhan dan desa hinterland. Sedangkan komoditas yang dibudidayakan terbagi menjadi empat kelompok, yaitu : a. Persawahan dengan komoditas utama padi sawah. b. Tegalan 1 dengan komoditas utama jeruk dan melati gambir. c. Tegalan 2 dengan komoditas utama ubi kayu dan jagung. d. Perkebunan dengan komoditas utama lada dan buah-buahan. Berdasarkan hasil kuisioner dapat dilakukan tabulasi tingkat persepsi masyarakat
terhadap
pengembangan
kawasan
agropolitan
Bungakondang
sebagaimana tersebut dalam tabel berikut ini. Tabel 30 Hasil tabulasi tingkat persepsi responden Persepsi Baik Buruk Jumlah
Resp onden Jumlah Prosentase (%) 8 22,86 27 77,14 35 100,00
Persepsi masyarakat terhadap program agropolitan sebagian besar masih buruk, yaitu sebanyak 27 orang responden atau prosentasenya mencapai 77,14%, sedangkan responden yang mempunyai persepsi baik hanya sebanyak 8 orang atau sebanyak 22,86%. Persepsi ini merupakan tingkat pemahaman terhadap program pengembangan kawasan agropolitan. Persepsi sebagian besar masyarakat yang buruk menunjukkan bahwa pemahaman sebagian besar masyarakat terhadap kegiatan pengembangan kawasan agropolitan masih tidak baik. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara lokasi tempat tinggal dengan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat partisipasi dilakukan dengan analisis chi square. Tabulasi hasil kuisioner persepsi responden berdasarkan lokasi tempat tinggal dan komoditas yang dibudidayakan sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 31 Persepsi responden berdasarkan lokasi tempat tinggal dan komoditas yang dibudidayakan Kriteria
Persepsi Baik Buruk
1. Lokasi tempat tinggal a. Desa Pusat Pertumbuhan b. Hinterland 2. Komoditas yang dibudidayakan a. Persawahan b. Tegalan 1 c. Tegalan 2 d. Perkebunan Sumber : Hasil analisis persepsi
3 5
2 25
0 6 0 2
6 4 16 1
Berdasarkan analisis chi-square dengan t hitung 5%, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lokasi tempat tinggal responden dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi responden. Tabel 32 Hasil analisis chi square hubungan antara lokasi dan komoditas dengan persepsi a. Lokasi tempat tinggal Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test N of Valid Cases
Value 4,564 2,437 3,864
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,033 0,118 0,049
Exact Sig. (2-sided)
0,067
Exact Sig. (1-sided)
0,067
35
b. Komoditas yang dibudidayakan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio N of Valid Cases
Responden
Value 17,608 20,349 35
yang
berlokasi
df 3 3
di
desa
Asymp. Sig. (2-sided) 0,001 0
pusat
pertumbuhan/kawasan
pengembangan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang berada di kawasan hinterland. Demikian pula perbedaan jenis komoditas yang dibudidayakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat persepsi responden, dimana responden yang membudidayakan komoditas perkebunan dan tagalan 1 mempunyai persepsi yang lebih baik
dibandingkan dengan responden yang membudidayakan komoditas persawahan dan tegalan 2. Hasil analisis chi-square ini menunjukkan bahwa strategi pengembangan kawasan dengan model agropolitan yang menekankan pada pembangunan di pusat pertumbuhan serta penentuan jenis komoditas unggulan ternyata mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan responden terhadap strategi agropolitan tersebut. Pembangunan agropolitan lebih banyak dilaksanakan di pusat-pusat pertumbuhan, yang dalam hal ini adalah di pusat kawasan kengembangan/desa pusat pertumbuhan. Kegiatan pembangunan banyak dilaksanakan di desa pusat pertumbuhan sehingga responden di pusat pertumbuhan lebih banyak dilibatkan dalam kegiatan agropolitan. Pembangunan yang dilaksanakan di pusat pertumbuhan dengan harapan mampu memberikan multiplier effect dan spread effect
terdahap kawasan hinterland. Hal ini tentunya mempengaruhi persepsi
masyarakat terhadap agropolitan, dimana responden di desa pusat pertumbuhan relatif mempunyai pengetahuan yang lebih baik mengenai agropolitan. Sebaliknya responden di kawasan hinterland mendapatkan kegiatan agropolitan yang lebih sedikit, pada akhirnya persepsi terhadap agropolitan juga buruk. Salah satu strategi pengembangan agropolitan adalah dengan menekankan pada pengembangan sektor dan komoditas unggulan yang juga diharapkan mampu memberikan multiplier effect dan spread effect terdahap sektor dan komoditas lain dengan kemampuan backward dan forward linkage-nya. Strategi ini mempengaruhi pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan dimana komoditas unggulan lebih diprioritaskan dibandingkan dengan komoditas nonunggulan. Pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat partisipasi responden yang mengusahakan komoditas unggulan atau komoditas unggulan. Responden yang mengusahakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik terhadap pengembangan agropolitan dibandingkan dengan responden yang mengusahakan komoditas non unggulan. Hal ini terlihat dari hasil analisis chisquare, dimana responden komoditas tegalan 1 dan perkebunan mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan responden persawahan dan perkebunan 2. Komoditas 1 adalah jeruk dan melati gambir, sedangkan komoditas perkebunan adalah lada dan durian. Komoditas jeruk, melati gambir dan lada merupakan
komoditas unggulan di kawasan agropolitan Bungakondang. Sedangkan komoditas persawahan adalah padi sawah serta komoditas tegalan 2 adalah ubi kayu dan jagung, yang kesemuanya bukan merupakan komoditas unggulan. Dengan demikian terdapat hubungan antara lokasi tempat tinggal responden dan komoditas yang diusahakan dengan tingkat persepsi responden terhadap pengembangan kawasan agropolitan. Partisipasi
masyarakat
dalam
proses
pembangunan
merupakan
keikutsertaan dan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat di dalam merencanakan,
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan
hasil
pembangunan yang telah dicapai. Tinggi rendahnya partisipasi rakyat tidak hanya diukur dari kemauan rakyat untuk menaggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan program pembangunan serta kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil program pembangunan. Sebagai bentuk kegiatan, partisipasi masyarakat dalam program pembangunan mencakup partisipasi dalam perencanaan kegiatan, pembuatan keputusan pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi kegiatan serta pemanfaatan hasil pembangunan. Hasil tabulasi tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang dapat digambarkan dalam tabel dan grafik berikut ini. Tabel 33 Hasil tabulasi tingkat partisipasi responden Partisipasi Tinggi Rendah Jumlah
Resp onden Jumlah Prosentase (%) 8 22,86 27 77,14 35 100,00
Hasil kuisioner memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi responden terhadap program agropolitan relatif rendah, yaitu sebanyak 27 orang responden atau mencapai 77,14% dan hanya 8 orang responden atau sebanyak 22,86% yang mempunyai partisipasi yang tinggi. Hasil ini sejalan dengan hasil analisis persepsi, di mana masyarakat di kawasan agropolitan mempunyai persepsi dan partisipasi yang rendah terhadap program agropolitan. Tabulasi hasil kuisioner terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 34 Tingkat partisipasi responden terhadap faktor yang mempengaruhinya Faktor yang Berpengaruh
Tingkat Partisipasi Rendah Tinggi
Umur a. < 40 tahun b. 41-50 tahun c. > 51 tahun Pendidikan a. SD atau lebih rendah b. SLTP c. SLTA atau lebih tinggi Luas lahan a. < 0,5 ha b. 0,51 - 0,75 ha c. > 0,75 ha Pendapatan a. < 500.000 rupiah b. 501.000 - 1.000.000 rupiah c. > 1.000.000 rupiah Kelembagaan a. Tidak aktif b. Cukup aktif Sosialisasi a. Tidak ada b. Kurang c. Cukup Pendampingan a. Tidak ada b. Kurang c. Cukup Keterbukaan Pemerintah a. Tidak terbuka b. Cukup terbuka c. Sangat terbuka Kesesuaian Program a. Tidak sesuai b. Cukup sesuai c. Sangat sesuai Manfaat yang diperoleh a. Kurang bermanfaat b. Cukup bermanfaat c. Sangat bermanfaat Jarak ke kantor kecamatan a. < 2 km b. 2,1 - 4 km c. > 4 km Sumber : hasil analisis tingkat partisipasi
3 15 9
0 4 4
10 9 8
2 3 3
11 7 9
0 0 8
22 5 0
3 2 3
17 10
2 6
10 12 5
0 0 8
6 13 8
1 0 7
16 11 0
1 6 1
16 11 0
1 5 2
20 7 0
1 6 1
10 16 1
5 3 0
Hasil analisis chi-square terhadap faktor yang mempengaruhi partisipasi dengan t hitung 5% sebagaimana tersebut dalam tabel 35, menunjukkan bahwa
faktor- faktor yang secara signifikan mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat adalah : a. Faktor intrinsik : pendapatan dan luas lahan. b. Faktor ekstrinsik : keterbukaan pemerintah, sosialisasi, pendampingan, kesesuaian program dan manfaat yang diperoleh. Faktor pendapatan dan luas lahan saling berkaitan, semakin luas lahan yang digarap maka pendapatannya cenderung semakin meningkat. Semakin besar pendapatannya maka dapat menyumbangkan pendapatannya untuk memperlancar kegiatan yang sedang dilakukan atau partisipasinya cenderung besar. Tabel 35 Hasil analisis chi square hubungan antara tingkat partisipasi dengan faktor yang mempengaruhinya a. Umur Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1,386 2,023 1,232 35
df
Value 0,414 0,428 0,362 35
df
Value 10,98 14,12 8,975 35
df
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
0,5 0,364 0,267
2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,813 0,807 0,547
2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,004 0,001 0,003
b. Pendidikan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
c. Luas lahan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
d. Pendapatan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 11,926 10,906 9,83 35
df 2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,003 0,004 0,002
e. Kelembagaan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 3,584 2,217 3,671
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,058 0,136 0,055
1
0,062
df
Exact Sig. (2-sided)
0,105 3,482 35
Exact Sig. (1-sided)
0,068
f. Sosialisasi Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 17,55 20,305 12,96 35
df
Value 8,966 11,159 4,753 35
df
Value 7,644 7,947 6,896 35
df
Value 10,167 10,147 8,595 35
df
Value 11,276 11,643 10,891 35
df
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
0 0 0
2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,011 0,004 0,029
2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,022 0,019 0,009
2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,006 0,006 0,003
2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) 0,004 0,003 0,001
g. Pendampingan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
i. Keterbukaan pemerintah Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
j. Kesesuaian program Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
k. Manfaat Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
l. Jarak ke kecamatan Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1,768 1,959 1,716 35
df
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
0,413 0,376 0,19
Hamijoyo (1994) dalam Pujo (2004) menyatakan bahwa keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, khususnya pada masyarakat perdesaan diperlukan elemen anatomi partisipasi masyarakat, antara lain : a. Terdapat masalah atau kepentingan yang dirasakan bersama. b. Terdapat bentuk atau cara pemecahan masalah yang dirumuskan melalui mekanisme sosial. c. Terdapat tujuan kegiatan untuk mengatasi masalah yang dimufakati secara bersama-sama.
d. Terdapat komitmen yang tinggi untuk mencapai tujuan bersama untuk memecahkan masalah untuk kepentingan bersama. e. Terdapat kegiatan nyata untuk mencapai tujuan bersama sekaligus sebagai wadah partisipasi masyarakat. f. Terdapat keterbukaan dari para pemimpin, baik di kalanga n pemerintah maupun di masyarakat. g. Terdapat organisasi yang menjamin jaringan komunikasi. h. Terdapat hasil yang nyata dan dinikmati bersama Sosialisasi dan kesesuaian program yang secara signifikan mempunyai hubungan dengan tingkat partisipasi. Sosialisasi merupakan proses transfer pengetahuan dan pemahaman mengenai suatu kegiatan tertentu. Proses sosialisasi menjadi
tahapan
awal
masyarakat
untuk
mengetahui
suatu
program
pembangunan. Menurut Kotler (1989) dalam Endaryanto (1999) salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah melalui pemberian informasi, karena informasi yang relevan dan memuaskan akan mampu menggerakkan minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pembangunan. Selain itu sebelum memutuskan suatu perbuatan tertentu, masyarakat akan mencoba memahami dan mencoba mengerti suatu program terlebih dahulu. Informasi mengenai program pembangunan diperlukan agar masyarakat mempunyai pengetahuan yang cukup. Dengan
demikian
masyarakat
akan
berpartisipasi
apabila
mempunyai
pengetahuan dan pemahaman tentang tingkat kegiatan program pembangunan, sehingga diperlukan proses sosialisasi mengenai program pembangunan tersebut. Berkaitan dengan program pengembangan kawasan agropolitan, maka dalam tahapan awal diperlukan proses sosialisasi kepada masyarakat agar memperoleh pengetahuan yang cukup yang pada akhirnya mampu membangkitkan minat dan peran serta masyarakat untuk mendukung program agropolitan tersebut. Selain itu kesesuaian
program juga mempunyai hubungan dengan tingkat partisipasi.
Kesesuaian program ini juga menggambarkan proses komunikasi dan keterbukaan pemerintah dalam mengakomodasi permasalahan yang ada di masyarakat. Masyarakat cenderung berpartisipasi pada program yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Kesesuaian program berkaitan dengan keterlibatan masyarakat sejak perencanaan program sehingga program yang akan dilaksanakan merupakan hasil
aspirasi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kesesuaian program akan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Dengan demikian masyarakat juga mendapatkan manfaat dari program tersebut sehingga masyarakat mempunyai antusiasme yang tinggi untuk ikut serta dalam pelaksanaan program pembangunan. Pelaksanaan program agropolitan selama ini terjadi bias pembangunan fisik wilayah seperti pembangunan jalan, pasar dan terminal namun belum banyak menyentuh sumberdaya sosial (social capital) serta sumberdaya manusia (human capital). Sehingga masalah sosial yang terjadi adalah kurangnya koordinasi antar stakeholder dan kur angnya pemahaman konsep agropolitan (P4W-IPB 2004). Salah satu upaya mengatasi terjadinya bias tersebut adalah dengan melakukan pembangunan sosial kemasyarakatan, yaitu pemberdayaan masyarakat antara lain dengan meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam program agropolitan. Pelaksanaan program agropolitan di kawasan Bungakondang masih dalam tahap awal, dimana program agroplitan itu sendiri merupakan program pembangunan jangka panjang,
sehingga untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat maka ditekankan pada proses sosialisasi program agropolitan kepada masyarakat serta melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan kegiatan sehingga program yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedua faktor tersebut berada pada tahapan awal dari pelaksanaan program pembangunan. Sosialisasi program agropolitan dapat dilaksanakan secara formal maupun informal, antara lain dengan penyuluhan dengan metoda dua arah dengan intensitas yang tinggi sehingga terjalin hubungan yang erat antara Pemerintah dengan masyarakat. Melalui penyuluhan dapat diperoleh dua manfaat sekaligus, yaitu masyarakat menjadi mengerti dan paham terhadap kegiatan program agropolitan, sekaligus juga untuk menjaring aspirasi dan permasalahan yang ada di masyarakat yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan program agropolitan. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya dapat menjamin keberhasilan, kelestarian dan keberlanjutan program agropolitan.
Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Bungakondang Pembangunan wilayah pada dasarnya adalah kebijakan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik, ekonomi dan sosial dari wilayah tersebut. Konsep pembangunan pada suatu wilayah tersebut harus mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri, sehingga aspek local specific sangat diperhatikan (Daryanto 2004). Kebijakan pengembangan wilayah juga merupakan permasalahan ruang, dimana kebijakan tersebut mempermasalahkan dimana suatu aktivitas ekonomi harus ditempatkan agar memperoleh hasil yang optimal. Hal ini juga karena disadari bahwa pengembangan wilayah tidak terjadi secara merata di seluruh bagian wilayah karena perbedaan sumberdayanya. Dengan demikian hasil dari pembangunan tersebut juga akan berbeda
apabila
lokasinyapun
berbeda.
Pendekatan
pembangunan yang dianut adalah pengembangan wilayah yang dikonsentrasikan pada kutub pertumbuhan tertentu, baik dilihat dari sudut lokasi maupun sektornya. Pendekatan ini menjadi menarik karena diyakini menjanjikan suatu perubahan dari masyarakat agraris tradisional menjadi masyarakat agraris industrial. Pembangunan yang berimbang secara spasial menjadi penting karena dalam skala makro hal ini menjadi prasyarat bagi tumbuhnya perekonomian nasional yang lebih efisie n, berkeadilan dan berkelanjutan. Dengan demikian dilakukan upaya menumbuhkan pusat-pusat pelayanan yang menyebar dan berskala lebih kecil, terutama di perdesaan. Menurut Nurzaman (2002) pengembangan agropolitan menitikberatkan pada perkembangan perdesaan dan pertanian dengan luas yang relatif terbatas, tertutup dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri (self suficient) baik dalam pemenuhan kebutuhan maupun dalam pengambilan keputusan. Perkembangan ini ditujukan untuk diversifikasi aktivitas lapangan kerja, baik dalam sektor pertanian maupun industri berbasis pertanian. Disamping itu agropolitan mensyaratkan adanya selective regional closure untuk mengurangi kebocoran yang terjadi karena interaksi dengan luar wilayah dan selective spatial closure agar pengaruh dari luar wilayah yang merugikan dapat dikurangi. Kebijakan yang dilakukan juga merupakan pendekatan yang bertitik berat pada pengembangan potensi setempat dan untuk pengembangan wilayah setempat,
sehingga di dalam pengembangan wilayah perdesaan juga mensyaratkan pembangunan sektor pertanian sebagai sektor utamanya. Kawasan
agropolitan
Bungakondang
sebagai
suatu
kawasan
pengembangan perdesaan di Kabupaten Purbalingga mempunyai sektor utama pertanian sebagai sektor penggerak utama yang memberikan kontrib usi signifikan terhadap perekonomian di kawasan agropolitan serta mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward looking linkages) terhadap sektor lain. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbanyak tenaga kerja serta menjadi lahan penghidupan sebagian besar masyarakat di kawasan agropolitan Bungakondang. Dari hasil analisis kemampuan dan kesesuaian lahan, kawasan agropolitan Bungakondang dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) wilayah pertanian sebagaimana tersebut dalam Tabel 16. Pewilayahan pertanian ini berkaitan dengan pembagian kawasan pengembangan yang ada. Setiap kawasan pengembangan memiliki karakteristik komoditas pertanian yang berbeda. Wilayah Pertanian I meliputi kawasan pengembangan utama Bukateja dengan jenis pertanian persawahan, wilayah pertanian II berada pada kawasan pengembangan Cipawon dengan jenis pertanian campuran persawahan dan tegalan, wilayah pertanian III berada di kawasan pengembangan Bandingan dengan jenis pertanian campuran tegalan dan perkebunan, serta wilayah pertanian IV berada di kawasan pengembangan Kejobong dengan jenis pertanian perkebunan. Pola penggunaan lahan dan pola tata ruang berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang ini mirip dengan penggunaan lahan model Von Thunen atau pengembangan dari model tersebut oleh peneliti lain. Model von Thunen menggambarkan kecenderungan pola tata ruang dan penggunaan lahan dengan bentuk kawasan atau wilayah yang melingkat seputar kota yang didasarkan pada economic land rent, dimana setiap penggunaan lahan akan menghasilkan keuntungan bersih yang berbeda. Sehingga modelnya disusun berupa seri zona- zona konsentris dimana setiap zona memiliki tanaman yang khas. Secara umum zona tersebut terdiri dari zona pertama yang berdekatan dengan pusat layanan berupa budidaya pertanian intensif dan komoditas yang
mudah rusak (perishable) sedangkan zona selanjutnya semakin berjauhan dengan pusat layanan merupakan pertanian non- intensif . Pada kawasan agropolitan Bungakondang ini wilayahnya terbagi menjadi kawasan pengembangan utama Bukateja dan 3 kawasan pengembangan, yaitu Cipawon, Bandingan dan Kejobong. Kawasan pengembangan utama Bukateja merupakan
pusat
pelayanan
dan
pusat
aktivitas
kawasan
agropolitan
Bungakondang, sedangkan kawasan penge mbangan lainnya di posisikan sebagai kawasan hinterland. Berdasarkan model Von Thunen, pola tata ruang dan penggunaan lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi 3 zone, yaitu zone I berupa pertanian intensif, zone II berupa pertanian semi intensif dan zone II berupa pertanian non intensif, sebagaimana tabel berikut ini : Tabel 36 Zonasi wilayah pada kawasan agropolitan Bungakondang Zona
Lokasi
Zona I Zona II Zona III
Pewilayahan Pertanian
Kawasan Pengembangan Wilayah Pertanian I Bukateja Kawasan Pengembangan Wilayah Pertanian II & III Cipawon & Bandingan Kawasan Pengembangan Wilayah Pertanian IV Kejobong
Persawahan Tegalan Perkebunan
Peta zonasi kawasan agropolitan Bungakondang dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 10. Zona 1 merupakan zona pusat agropolis dan pertanian intensif. Zona meliputi kawasan pengembangan utama Bukateja yang merupakan pusat aktivitas dan pusat pelayanan kawasan agropolitan Bungakondang. Desa Bukateja mempunyai hirarki perkembangan desa yang tertinggi diantara desa-desa di seluruh kawasan agropolitan Bungakondang, sehingga menjadi desa pusat pertumbuhan utama. Sebagai pusat agropolis maka kawasan pengembangan Bukateja diharapkan mampu menjadi pusat aktivitas dan pelayanan bagi desadesa hinterland di kawasan agropolitan. Dilihat dari kemampuan dan kesesuaian lahan di kawasan pengembangan Bukateja merupakan wilayah pertanian I, yakni sebagian besar lahannya sangat sesuai untuk budidaya padi sawah yang merupakan sistem usaha tani intensif.
324 000
326 00 0
32 80 00
330 000
332 00 0
33 40 00
3360 00
338 00 0
91 88 000
91 88 00 0
91 86 000
91 86 00 0
ZONASI KAWASAN AGROPOLITAN BUNGAKONDANG 1
0
1
2 Kilometers
91 84 00 0
91 84 000
N Zona 3 91 82 00 0
91 82 000
W
Zona 2
E S
91 80 00 0
91 80 000
Zonasi Kawasan Zona 1 KP Buk ateja
Zona 1 91 78 00 0
91 78 000
Zona 2 KP Cipawon & Bandingan Zona 3 KP Kejobong
91 76 000
91 76 00 0
91 74 000
91 74 00 0
324 000
326 00 0
32 80 00
330 000
332 00 0
33 40 00
3360 00
Sumber : Peta AEZ Kabupaten Purbalingga Tahun 2002 Sk ala 1:50.000
338 00 0
Gambar 10 Peta zonasi penataan ruang kawasan agropolitan Bungakondang Kawasan pengembangan Bukateja secara administratif merupakan sebagai bagian dari Kecamatan Bukateja, merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Purbalingga. Nilai location quotient untuk komoditas padi sawah di kecamatan Bukateja diatas angka 1, yang berarti produksi padi sawah di kecamatan Bukateja dapat mensuplai wilayah lain. Secara administratif, kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon berada di kecamatan Bukateja. Dari peta kesesuaian lahan untuk komoditas padi sebagaimana Gambar 11,
kesesuaian
yang tinggi komoditas padi hanya berada kawasan pengembangan Bukateja dan Cipawon, sedangkan di kawasan pengembangan lain komoditas padi sawah ini kurang sesuai. Komoditas padi sawah di kawasan agropolitan merupakan komoditas andalan, karena komoditas padi sawah juga banyak diproduksi di kecamatan lain sehingga nilai locational index relatif rendah. Namun demikian karena kesesuaian lahannya tinggi maka komoditas padi sawah ini diusahakan di kawasan pengembangan Bukateja yang secara eksisting pola penggunaan lahan oleh sebagian besar masyarakat selama ini untuk bertanam padi sawah. Dilihat dari topografinya, kawasan pengembangan Bukateja berada daerah yang datar yang cocok untuk budidaya padi sawah. Padi sawah merupakan komoditas bahan
pangan pokok, sehingga budidaya padi sawah perlu tetap diusahakan sebagai cadangan pangan terutama dalam kerangka ketahanan pangan di tingkat masyarakat dan daerah. 324000
326000
328000
330000
332000
334000
336000
338000
918 800 0
918800 0
918 600 0
918600 0
918 400 0
918400 0
PETA KESESUA IAN LA HA N KOMODIT AS PAD I
1
0
N
1
2 Kilomet ers
N W 918 200 0
918200 0
918 000 0
918000 0
917 800 0
917800 0
E S
Kesesuaian komoditas padi.s hp Tidak Didata/ Pemukiman N S1 S2 S3 Kesesuaian
917 600 0
917600 0
917 400 0
917400 0
324000
326000
328000
330000
332000
334000
336000
338000
Luas (Ha)
Prosent ase
Pemuk iman 2.689,08 23,46 S1 3.325,11 28,22 S2 135,48 1,18 S3 3.176,89 27,71 N 2.226.25 19,42 Jumlah 11.462,76 100, 00 Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahun 2002 Skala 1 : 50.000
Gambar 11 Peta kelas kesesuaian lahan komoditas padi sawah Pada kawasan pengembangan Cipawon yang sebagian kawasannya mempunyai kelas kesesuaian lahan S1 terkonversi untuk budidaya melati gambir dan jeruk. Dari hasil analisis kesesuaian lahan, lahan yang sangat sesuai untuk budidaya komoditas padi sawah seluas 3.325,11 ha atau 28,22 % dari kawasan agropolitan. Selain itu di kawasan pengembangan Bukateja juga telah berdiri PD Puspahastama (Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Utama) milik Pemerintah Kabupaten Purbalingga, yang terutama bergerak dalam bidang perberasan. PD Puspahastama memiliki Rice Milling Unit (RMU), mesin dryer gabah dan jagung serta gedung penyimpanan yang mendukung keberadaan kawasan agropolitan Bungakondang terutama dalam agroprosesing komoditas padi. Zona 2 merupakan zona pertanian semi intensif yaitu pertanian tegalan. Zona ini meliputi dua wilayah kawasan pengembangan, yaitu kota Cipawon dan Bandingan. Walaupun berada dalam satu zona, pewilayahan pertanian pada kawasan pengembangan Cipawon dan Bandingan mempunyai karakteristik yang
berbeda.
Dilihat
dari
kemampuan
dan
kesesuaian
lahan
di
kawasan
pengembangan Cipawon merupakan wilayah pertanian II yang berupa pertanian campuran antara persawahan dengan tegalan. Sedangkan kawasan pengembangan Bandingan merupakan wilayah pertanian III, yait u berupa pertanian campuran antara tegalan dengan perkebunan. Kawasan pengembangan Cipawon mempunyai topografi datar sedangkan kawasan pengembangan Bandingan topografinya dari datar sampai dengan bergelombang. Namun demikian kawasan pengembangan Cipawon dan Bandingan mempunyai kesamaan, yaitu sebagian besar lahannya berupa tegalan. Sehingga zona ini menjadi zona transisi antara pertanian persawahan dengan perkebunan. Secara eksisting penggunaan lahan oleh masyarakat di kawasan pengembangan Cipawon berupa la han persawahan dan lahan tegalan dengan komoditas utama adalah jeruk dan melati gambir. Jeruk dan melati gambir ini menjadi komoditas unggulan di kawasan pengembangan Cipawon karena antara lain menjadi penggerak utama perekonomian kawasan, mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dalam persaingan di pasaran regional. 324000
326 000
328000
330 000
332000
334 000
336000
338 000
918 800 0
9188000
918 600 0
9186000
PETA KESESUA IAN LA HA N KOMOD ITAS JERUK 1
0
1
2 K ilometers
N 918 400 0
9184000
918 200 0
9182000
W
E S
Kelas K esesuaian Lahan
918 000 0
9180000
917 800 0
9178000
917 600 0
9176000
917 400 0
9174000
324000
326 000
328000
330 000
332000
334 000
336000
338 000
Kesesuaian lahan jeruk.shp Tidak Didata/ P emukiman S1 S2 S3 K esesuaian
Luas (Ha)
Prosentas e
Pemukiman 2.689,08 23,46 S1 6.312,10 55,07 S2 689,64 6, 00 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462,76 100,00 Sumber : Peta AE Z Kab. Purbalingga Tahun 2002 Skala 1 : 50.000
Gambar 12 Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas jeruk
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan,
komoditas jeruk mempunyai kelas
kesesuaian S1 pada kawasan pengembangan Cipawon dan Kejobong serta sebagian kawasan pengembangan Bukateja dan Bandingan seluas 6.312,10 ha atau 55,07 % dari kawasan agropolitan Bungakondang. Dengan demikian pengembangan budidaya jeruk masih terbuka luas karena selama ini komoditas jeruk kebanyakan baru dibudidayakan pada kawasan pengembangan Cipawon. Komoditas melati gambir walaupun hanya mempunyai kelas kesesuaian sedang dan rendah, namun demikian karena kebutuhan pasarnya yang tinggi maka banyak dibudidayakan pada kawasan agropolitan ini. Selain itu pemanenan melati gambir yang dapat dilakukan setiap hari, maka lebih disukai petani karena petani mendapatkan pemasukan pendapatan setiap harinya. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas melati gambir sebagaimana dalam Gambar 13. 324 000
326000
328 000
330000
332000
334000
336 000
338000
8000
9188000
6000
9186000
PETA KESESUA IA N LA HA N KOMODITA S MELAT I 1
0
1
2 Kilometers
N 4000
9184000
2000
9182000
0000
9180000
8000
9178000
Kesesuaian
6000
9176000
P emukiman S1 S2 S3 N Jumlah
4000
9174000
W
E S
324 000
326000
328 000
330000
332000
334000
336 000
Kelas Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan melati.shp Tidak D idat a/ Pemukiman N S2 S3 Luas (Ha)
Prosentase
2. 689, 08 23,46 0 0 5. 318, 44 46,40 1. 228, 98 10,72 2. 226, 25 19,42 11. 462, 76 100,00
Sumber : Peta AEZ K ab. Purbalingga Tahun 2002 Skala 1 : 50.000
338000
Gambar 13 Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas melati Sedangkan kawasan pengembangan Bandingan mempunyai komoditas utama berupa ubi kayu dan lada. Ubi kayu dibudidayakan di tegalan sedangkan lada dibudidayakan di kebun atau pekarangan. Secara fisik dari analisis kemamp uan dan kesesuaian lahan, kawasan pengembangan Bandingan memang
sangat sesuai untuk budidaya ubi kayu dan lada. Ubi kayu kebanyakan diproses menjadi tepung tapioka. Pengolahan tepung tapioka sebagai bahan antara dilakukan oleh pabrik-pabrik tepung tapioka yang banyak terdapat di kawasan pengembangan Cipawon, Bandingan dan Kejobong. Zona 3 merupakan zona pertanian non intensif, yaitu perkebunan dan berada pada kawasan pengembangan Kejobong. topografi berbukit dengan kelerengan 8-25 % sehingga fisik kurang sesuai untuk pertanian persawahan apalagi merupakan daerah yang relatif kering. Berdasarkan analisis kemampuan dan kesesuaian lahan, kawasan pengembangan Kejobong mempunyai klas kesesuaian tinggi untuk budidaya tanaman perkebunan dan buah-buahan. Komoditas unggulan kawasan pengembangan Kejobong adalah tanaman lada dan buah terutama buah durian. Kedua jenis tanaman tersebut dibudidayakan di pekarangan rumah atau kebun penduduk. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas lada pada kawasan agropolitan sebagaimana dalam Gambar 14, dimana komoditas lada mempunyai kesesuaian tinggi pada lahan seluas 6.312,10 ha atau 55,07 %, yang berada pada kawasan pengembangan Kejobong, Cipawon dan sebagian Bandingan. 324000
326 000
328 000
330000
332000
334000
336000
338 000
918 8000
9188000
918 6000
9186000
PETA KE SESUAIA N LAHAN KOM OD ITAS LA DA 1
0
1
2 K ilometers
N
918 4000
9184000
918 2000
9182000
W
E S
918 0000
9180000
917 8000
9178000
917 6000
9176000
917 4000
9174000
324000
326 000
328 000
330000
332000
334000
336000
Kela s K esesu aian Lah an Kes esuaian komoditas lada.s hp -Tidak D idat a/ Pemukiman N S1 S2 S3 Kesesuaian
Luas (Ha)
Prosent ase
Pemukiman 2.689,08 23,46 S1 6.312,10 55,07 S2 687,64 6,00 S3 1.093,50 9,54 N 680,44 5,94 Jumlah 11.462,76 100, 00 Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahun 2002 Skala 1 : 50.000
338 000
Gambar 14 Peta kesesuaian lahan untuk komoditas lada
Komoditas yang mempunyai kelas kesesuaian lahan tinggi namun belum banyak dibudidayakan antara lain komoditas nilam, duku, rambutan, kelapa, empon-empon (kunyit, kencur dan kapulaga), salak dan pisang. Komoditas tersebut kebanyakan berupa komoditas perkebunan rakyat yang dibudidayakan di pekarangan rumah dan kebun campuran. Tingkat kesesuaian yang tinggi untuk komoditas tersebut berada di kawasan pengembangan Kejobong dan Bandingan. Sesuai
dengan
struktur
hirarki
atau
orde
kawasan
agropolitan
Bungakondang maka diperoleh hasil bahwa zona 1 yaitu kawasan pengembangan Bukateja merupakan orde 1 atau inti kawasan/ pusat kawasan pengembangan utama. Sedangkan kawasan hinterland berada pada zona 2 dan zona 3, yaitu kawasan pengembangan Bandingan, Cipawon dan Kejobong. Zonasi wilayah ini berkaitan dengan pewilayahan pertanian, sedangkan hirarki wilayah berkaitan dengan pusat pertumbuhan dan pelayanan. Namun dengan demikian yang terpenting adalah keterkaitan antar zona dan antar orde. Menurut Rustiadi et.al (2006), penge mbangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Dalam hal ini antara
kawasan
pengembangan
utama
dengan
kawasan
hinterlandnya.
Pengembangan kota-kota kecil di kawasan perdesaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Hal ini karena dengan tumbuhnya kota-kota kecil tersebut, fasilitas- fasilitas pelayanan dasar dan pasar untuk produk perdesaan juga bisa dikembangkan. Sehingga terjadi hubungan imbal-balik yang saling mengunt ungkan antar hirarki wilayah. Selain itu efek multiplier dari setiap sektor yang diterima oleh hinterland akan semakin meningkat dengan berkurangnya jarak dari pusat. Berkembangnya kota-kota kecil, dalam konteks agropolitan adalah kawasan pengembangan, dapat secara positip mendorong perkembangan wilayah hinterlandnya, terutama untuk mentranformasikan pola pertanian perdesaan yang subsisten menjadi pola pertanian industrial dan komersial serta mengintegrasikan ekonomi perkotaan dengan perdesaan. Sehingga diharapkan pembangunan inter-regional berimbang dapat berkembang, yaitu suatu bentuk sinergitas pembangunan antar wilayah dimana interaksi antar wilayah tersebut adalah hubungan saling memperkuat dan nilai tambah yang terbentuk dapat terbagi secara adil dan proporsional.
Namun demikian untuk keberhasilan dan keberlanjutan program agropolitan perlu ditingkatkan persepsi dan partisipasi masyarakat, terutama petani. Hal ini karena tingkat persepsi dan partisipasi masyarakat
terhadap
program agropolitan Bungakondang masih rendah. Sehingga pembangunan dalam bidang sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial di kawasan agropolitan perlu peningkatan. Dalam konteks sistem pemerintahan yang demokratis, partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat memiliki ragam bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian sampai ini partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan. Peningkatan partisipasi masyarakat di kawasan agropolitan Bungakondang harus dimulai dalam tahap perencanaan. Berdasarkan hasil analisis tingkat partisipasi, faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat adalah kesesuaian kegiatan dalam program agropolitan dengan kebutuhan masyarakat, keterbukaan pemerintah, sosialisasi dan berbagi manfaat. Hal ini mengindikasikan perlunya komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat dalam merumuskan dan merencanakan program kegiatan agropolitan sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan tindakan terhadap faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi masyarakat. Sehingga dengan meningkatnya partisipasi maka rasa kepemilikan masyarakat terhadap program agropolitan juga meningkat yang pada akhirnya keberlanjutan program agropolitan dapat terjaga lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal- hal sebagi berikut : 1. Identifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan pada kawasan agropolitan Bungakondang dengan menggunakan peta Agro Ecological Zone (AEZ) Kabupaten Purbalingga 1 : 50.000, menunjukkan pola pewilayahan pertanian pada kawasan agropolitan, yaitu : a. Wilayah Pertanian I merupakan wilayah pertanian persawahan berada di kawasan pengembangan utama Bukateja; b. Wilayah Pertanian II merupakan
wilayah pertanian campuran antara
persawahan dan tegalan berada di kawasan pengembangan Cipawon; c. Wilayah Pertanian III merupakan wilayah campuran antara tegalan dan perkebunan berada di kawasan pengembangan Bandingan; d. Wilayah Pertanian IV merupakan wilayah perkebunan berada di kawasan pengembangan Kejobong. 2. Berdasarkan agropolitan
analisis
skalogram
Bungakondang
terhadap
diperoleh
desa-desa
hirarki
wilayah
dalam
kawasan
pada
kawasan
agropolitan Bungakondang sebagai berikut : a. Orde I merupakan desa pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan kawasan agropolitan Bungakondang yang mempunyai indeks hirarki tertinggi berada di Desa Bukateja; b. Orde II merupakan kawasan agropolitan utama Bungakondang berada di kawasan pengembangan Bukateja dimana desa Bukateja merupakan pusat dari kawasan pengembangan Bukateja; c. Orde III merupakan kawasan hinterland yang merupakan wilayah pendukung pada kawasan agropolitan Bungakondang berada pada kawasan pengembangan Cipawon, Bandingan dan Kejobong. 3. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan pada kawasan agropolitan Bungakondang dilihat dari hasil analisis shift share, kontribusi terhadap PDRB dan juga didukung oleh jumlah angkatan kerja pada sektor pertanian.
4. Komoditas unggulan pada kawasan agropolitan Bungakondang adalah komoditas melati gambir, lada dan jeruk. Sedangkan komoditas andalan yang potensial dapat dikembangkan adalah komoditas ubi kayu, kacang tanah, kelapa dalam, empon-empon, melinjo, sapi perah, kambing, ayam buras, itik dan perikanan darat. 5. Tingkat persepsi masyarakat terhadap program agropolitan relatif buruk. Terdapat hubungan antara lokasi tempat tinggal petani dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi. Petani yang berada di desa pusat pertumbuhan
dan
membudidayakan
komoditas
unggulan
cenderung
mempunyai persepsi yang lebih baik. 6. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program agropolitan relatif rendah. Faktor intrinsik yang mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi adalah pendapatan dan luas lahan, sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah sosialisasi, pendampingan, keterbukaan pemerintah, kesesuaian program dan manfaat yang diperoleh. Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan memperbaiki faktor- faktor yang berpengaruh nyata tersebut. 7. Arahan penge mbangan wilayah untuk penataan ruang dan pola penggunaan lahan berdasarkan hasil- hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan zonasi wilayah pada kawasan agropoliutan Bungakondang, yaitu : a. Zona I merupakan hirarki 1 yang menjadi kawasan pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan pada kawasan agropolitan Bungakondang dengan pewilayahan pertanian I
berupa persawahan berada di kawasan
pengembangan utama Bukateja; b. Zona II merupakan hirarki 2 yang menjadi kawasan hinterland bagi Kawasan pengembangan utama yang merupakan pewilayahan pertanian II dan III berupa pertanian tegalan berada pada kawasan pengembangan Cipawon dan Bandingan; c. Zona III merupakan hirarki 3 yang juga menjadi kawasan hinterland bagi kawasan pengembangan utama yang merupakan pewilayahan pertanian IV berupa pertanian perkebunan berada pada kawasan pengembangan Kejobong.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka dalam pengembangan kawasan agropolitan Bungakondang perlu dilakukan sebagai berikut : 1. Pengembangan agropolitan Bungakondang perlu meningkatkan peran serta masyarakat
agar
tidak
bias
pembangunan
fisik,
terutama
dengan
meningkatkan sosialisasi terhadap masyarakat dan mengakomomodasi aspirasi masyarakat sehingga program kegiatannya sesuai dengan kebutuhan dan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat; 2. Pola
penggunaan
lahan
dan
penataan
ruang
kawasan
agropolitan
memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan sehingga pengembangan kawasan lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Adell G. 1999. Theories and Models of The Peri-Urban Interface : A Changing Conceptual Landscape. Strategic Enviromental Panning and Management for Peri-Urban Interface Research Project University College London. Andry KB. 2006. Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Jurnal Inovasi Vol. 6/XVIII/Maret 2006. Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan : Tinjauan Kritis. Bogor : P4W Press Bogor. Bachrein S. 2005. Penetapan Komoditas Unggulan Propinsi. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) Working Paper. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 1998. Purbalingga dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2000. Purbalingga dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2002a. Kecamatan Bukateja dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2002b. Kecamatan Kaligondang dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2002c. Kecamatan Kejobong dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2002d. Kecamatan Pengadegan dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2002e. Purbalingga dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Purbalingga. 2004. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Purbalingga Tahun 2004-2014. Purbalingga : Bappeda Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2004a. Kecamatan Bukateja dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2004b. Kecamatan Kaligondang dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2004c. Kecamatan Kejobong dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2004d. Kecamatan Pengadegan dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2004e. Purbalingga dalam Angka. Purbalingga: BPS Kab. Purbalingga. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Purbalingga. 2005. Master Plan Kawasan Agropolitan Bungakondang. Purbalingga : Bappeda Kab. Purbalingga. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Data Potensi Desa. Jakarta : BPS. [BP2TP] Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2002. Analisis Daya Saing Komoditas Unggulan Holtikultura. Buletin AgroEkonomi, Volume 3, Nomor 1, November 2002. Daryanto A. 2004. Keunggulan Daya Saing dan Teknik Identifikasi Komoditas Unggulan dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional, Agrimedia Volume 9, Nomor 2 Desember 2004. Djojodipuro M. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. Elestianto E. 2005. Managing Risk of Natural Distarter by Reducing Pressure on Urban Coastal Areas : A Rural Urban Linkage Approach. Endaryanto T. 1999. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat ya ng Terlibat dan Tidak terlibat Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS). [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Friedman J, Douglass M. 1976. Pengembangan Agropolitan : Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia (terjemahan). Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. Friedmann J. 1996. Modular City : Beyond the Rural- Urban Divide. Enviroment and Urbanization Journal, Vol. 8, No. 1, April 1996. Glasson J. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Sihotang P, penerjemah. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI. Terjemahan dari An Introduction to Regional Planning. Harahap MK. 2001. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Harun UR. 2006. Perencanaan Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Sistem Perkotaan Regional di Indonesia. Di dalam : Rustiadi E, Hadi S,
Widhyanto MA, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan DesaKota Berimbang. Bogor : Crestpent Press P4W-LPPM IPB. hlm 32-51. Mercado RG. 2002. Regional Development in the Philippines : A Review of Experience, State of the Art and Agenda for Research and Action. Philippine Institute for Development Studies. Nugroho I, Dahuri R. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta : LP3ES. Nurzaman, SS. 2002. Perencanaan Wilayah di Indonesia pada Masa Sekitar Krisis. Bandung : Penerbit ITB. Parr, JB. 1999. Growth-Pole Strategies in Regional Economic Planning : A Retrospective View. Part 2. Implementation and Outcome. Urban Studies Vol. 36, No. 8 hal. 1247-1268. [Pemkab] Pemerintah Kabupaten Purbalingga. 2003. Profil Produk Potensial, Andalan dan Unggulan Daerah Kabupaten Purbalingga. Purbalingga. Prakoso BS, Muta’ali L. 2005. Dinamika Sistem Kota-Kota dan Pemilihan Alternatif Pusat Pertumbuhan Baru di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia, Volume 19, Nomor 2, September 2005. Pribadi DO. 2005. Pembangunan Kawasan Agropolitan melalui Pengembangan Kota-Kota Kecil Menengah, Peningkatan Efisiensi Pasar Perdesaan dan Penguatan Akses Masyarakat terhadap Lahan [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pujo. 2003. Partisipasi Masyarakat pada Program Kehutanan Sosial di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [P4W-IPB] Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah-Institut Pertanian Bogor. 2004. Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Wilayah secara Berimbang. Prosiding Workshop. Bogor : P4W-IPB dan P3PT. Rismunandar, Riski MH. 2003. Lada Budidaya dan Tata Niaga. Jakarta : Penebar Swadaya. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2005a. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor : Fakultas Pertanian IPB. Rustiadi E, Sitorus SRP, Pribadi DO, Dardak EE. 2005b. Persepsi dan Pengelolaan Agropolitan. Di dalam : Lokakarya Pemantapan Penataan Ruang Kawasan Metropolitan dan Agropolitan; Jakarta, 28 November 2005.
Rustiadi E, Hadi S. 2006. Di dalam : Rustiadi E, Hadi S, Widhyanto MA, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor : Crestpent Press P4W-LPPM IPB.hal : 1-31. Sadjad S. 2006. Desa itu Industri. Di dalam : Rustiadi E, Hadi S, Widhyanto MA, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor : Crestpent Press P4W-LPPM IPB.hal : 82-87. Syaruddin, Kairupan A, Negara A, Limbongan J. 2004. Penataan Sistem Pertanian dan Penerapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agro Ekologi Zone di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian. Tacoli C. 1998. Rural Urban Interactions : A Guide to the Literature. Enviroment and Urbanization Journal Vol. 10 No. 1, April 1998. [UNDP] United Nation Development Program. 2000. Rural-Urban Linkage : An Emerging Policy Priority. Bureau for Development Policy-UNDP. Yulida R. 2002. Partisipasi Petani terhadap Program Sistem Pertanian Terpadu [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta kelas kesesuaian lahan untuk beragam komoditas pada kawasan agropolitan Bungakondang
a. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu 324 000
3260 00
328 000
330 000
3 32000
334 000
336 000
338 000
9188 000
918 800 0
9186 000
918 600 0
9184 000
918 400 0
9182 000
918 200 0
PETA KE SESU AIAN LAHAN KO MODITAS UB I KAYU 1
0
1
2 Kilometers
N W
E S
9180 000
918 000 0
9178 000
917 800 0
9176 000
917 600 0
9174 000
917 400 0
324 000
3260 00
328 000
330 000
3 32000
334 000
336 000
Kela s K esesuaia n Lah an Kes esuaian lahan ubi k ayu.shp Tidak D id ata/ Pemukiman S1 S2 S3 Kesesuaian
Luas (H a)
Prosentas e
Pem uk iman 2.689,08 23,46 S1 2.453,00 21,40 S2 4.546,74 39,47 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462,76 100,00 Sumber : Peta AEZ Kab. Pur baling ga Tahun 2002 Ska la 1 : 50.000
338 000
b. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas jagung 3240 00
326 000
328000
330000
332 000
33 4000
336 000
338 000
9 18800 0
9 18800 0
9 18600 0
9 18600 0
PETA KE SESU AIAN LAHAN KO MODIT AS JAG UNG 1
0
1
2 Kilometers
N 9 18400 0
9 18400 0
9 18200 0
9 18200 0
W
E S
9 18000 0
9 18000 0
9 17800 0
9 17800 0
9 17600 0
9 17600 0
9 17400 0
9 17400 0
3240 00
326 000
328000
330000
332 000
33 4000
336 000
338 000
Kela s Kesesuaian Lah an Kesesuaia n lah an jagu ng.shp Tidak D idata/ Pemukiman S2 S3 Kes esuaian
Luas (Ha)
Pro sentas e
Pemukiman 2.689,08 23 ,46 S1 0 0 S2 7.544,69 65 ,82 S3 1.228,98 10 ,72 N 0 0 Jum lah 11.462,76 100,00 Sum ber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahu n 2002 Skala 1 : 50.000
c. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas kedelai dan kacang tanah 324 000
326 000
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
338 000
91 8800 0
918 8000
91 8600 0
918 6000
PET A KE SES UAIAN LAHAN K OMO DITAS KEDE LAI DAN KACANG TANAH 1
0
1
2 Kilom eters
N 91 8400 0
918 4000
91 8200 0
918 2000
W
E S
K elas Kese su aian La han 91 8000 0
918 0000
91 7800 0
917 8000
91 7600 0
917 6000
91 7400 0
917 4000
324 000
326 000
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
Kesesuaian l ahan k edel ai.shp Tidak D idata/ Pem ukiman S1 S2 S3 Kes esuaian
Luas (H a)
Prosentas e
Pemuk iman 2.689,08 23,46 S1 4.085,84 35,64 S2 2.913,89 25,42 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462 ,76 100,00 Sumber : Peta AEZ Ka b. Pur baling ga Tahun 2002 Sk ala 1 : 50.0 00
338 000
d. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas jahe, kacang panjang, nanas dan cabai 324 000
326 000
32 8000
330 000
332000
334 000
336 000
338 000
918 8000
918 800 0
918 6000
918 600 0
918 4000
918 400 0
918 2000
918 200 0
PETA KESESUAIAN LAHAN KOMODITAS JAHE, KACANG PANJANG NANAS DAN CABAI 1
0
1
2 Kilom eter s
N
N W
E S
Kelas Kesesuaian Lahan
918 0000
918 000 0
Kawasan agropolitan.shp Tidak Didata/ Pem ukiman S2 S3
917 8000
917 800 0
Kesesuaian
917 6000
917 600 0
917 4000
917 400 0
324 000
326 000
32 8000
330 000
332000
334 000
336 000
338 000
Luas (Ha)
Pem ukiman 2.689,08 S1 0 S2 6.999.74 S3 1.773,94 N 0 Jumlah 11.462 ,76
Prose ntase 23,46 0 61,07 15,48 0 100,00
Sum ber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahu n 2002 Skala 1 : 50.000
e. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas durian, duku dan rambutan 324 000
32600 0
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
338000
9188 000
918 8000
9186 000
918 6000
9184 000
918 4000
PET A K ESE SUAIAN LAHAN K OM ODITAS DURIAN , DUKU DAN RAMBU TAN 1
0
1
2 Kilometers
N W
E S
9182 000
918 2000
Kela s K esesuaia n Lah an
9180 000
918 0000
9178 000
917 8000
9176 000
917 6000
9174 000
917 4000
324 000
32600 0
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
338000
Kesesuaian lahan durian.shp Ti - dak D idata/ Pemukim an N S1 S3 Kesesuaian
Luas (Ha)
Prose ntase
Pemuki man 2.68 9,08 23,46 S1 6.31 2,10 55,07 S2 0 0 S3 1.23 2,60 10,75 N 1.22 8,98 10,72 Jumlah 11.462,76 100,00 Sumbe r : Peta AEZ Kab. Purbali ngga T ahun 2002 Skala 1 : 50.000
f. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas nilam 324 000
326 000
328 000
33 0000
332 000
334000
336 000
338 000
918 800 0
9188 000
918 600 0
9186 000
PETA KE SESU AIAN LAHAN K OMODIT AS NILAM 1
0
1
2 Kilometers
N
918 400 0
9184 000
918 200 0
9182 000
W
E S
918 000 0
9180 000
917 800 0
9178 000
Ke las K esesu aian La han Kes esuaian k om oditas nilam.s hp Tidak D idata/ Pemukiman S1 S2 S3 Kes esuaian
917 600 0
9176 000
917 400 0
9174 000
324 000
326 000
328 000
33 0000
332 000
334000
336 000
338 000
Luas (Ha)
Prosentas e
Pemukim an 2.689,08 23,46 S1 5.545,76 48,38 S2 1.453,98 12,68 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Juml ah 11.462,76 100,00 Sum ber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahu n 2002 Skala 1 : 50.000
g. Peta kelas esesuaian lahan untuk komoditas kelapa 324 000
32600 0
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
338000
9188 000
918 8000
9186 000
918 6000
PET A K ESE SUAIAN LAHAN KOM ODITAS KE LAPA 1
0
1
2 Ki lometers
N 9184 000
918 4000
9182 000
918 2000
W
E S
9180 000
918 0000
9178 000
917 8000
9176 000
917 6000
9174 000
917 4000
324 000
32600 0
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
Kela s K esesuai an Lah an Kesesua ian lah an kela pa.shp Tidak D idata/ Pemukim an S1 S2 S3 Kes esu aian
Luas (Ha)
Prosentas e
Pemuki man 2.68 9,08 23,4 6 S1 4.08 5,84 35,6 4 S2 2.91 3,89 25,4 2 S3 1.77 3,94 15,4 8 N 0 0 Jumlah 11.462,76 100,00 Sumber : Peta AEZ Ka b. Purbalingga Tahun 2002 Sk ala 1 : 50.0 00
338000
h. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas pisang 324 000
326000
328 000
330000
332 000
334000
336000
338 000
91 8800 0
9188 000
PET A KE SES UAIAN LAHAN K OM ODITAS PISANG 1
0
N
1
2 Kilometers
91 8600 0
9186 000
N
91 8400 0
9184 000
W
E S
9182 000
91 8200 0
9180 000
91 8000 0
9178 000
91 7800 0
Kelas Kesesuaian Lahan
Kawasa n agropolitan.shp Tidak D idata/ Pem ukiman S1 S3
Kesesuaian
9176 000
91 7600 0
9174 000
91 7400 0
324 000
326000
328 000
330000
332 000
334000
336000
338 000
Luas (H a)
Prosentase
Pemukiman 2.689,08 23,46 S1 6.999,74 61,07 S2 0 0 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462 ,76 100,00 Sumber : Peta AEZ Kab. Pur baling ga Tahun 2002 Skala 1 : 50.0 00
i. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas salak 324 000
326 000
328 000
33 0000
33 2000
3 34000
3 36000
338000
91 8800 0
91 8800 0
91 8600 0
91 8600 0
PE TA K ESE SUAIAN LAHAN KO MODITAS S ALAK 1
0
1
2 Kilometers
N 91 8400 0
91 8400 0
91 8200 0
91 8200 0
W
E S
Kelas Kes esuai an Lahan
91 8000 0
91 8000 0
91 7800 0
91 7800 0
91 7600 0
91 7600 0
91 7400 0
91 7400 0
324 000
326 000
328 000
33 0000
33 2000
3 34000
3 36000
K esesuaia n lah an jeru k.shp -Tidak D idata/ Pemukiman S1 S2 S3 Kesesuaian
L uas (H a)
Pro sentas e
Pemuk iman 2.689,08 23,46 S1 6.312,10 55,07 S2 689,64 6,00 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462,76 100,00 Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahun 200 2 Skala 1 : 50.000
338000
j. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas cengkeh dan kopi 324 000
326 000
32 8000
330 000
332000
334 000
336 000
338 000
918 8000
918 800 0
918 6000
918 600 0
PETA KESESUAIAN LAHAN KOMODITAS KOPI DAN CENGKEH 1
0
1
2 Kilom eter s
N
N 918 4000
918 400 0
918 2000
918 200 0
918 0000
918 000 0
917 8000
917 800 0
W
E S
Kelas Kesesuaian Lahan Kawasan agropolitan.shp -Tidak Didata/ Pem ukiman N S3 Kesesuaian
917 6000
917 600 0
917 4000
917 400 0
324 000
326 000
32 8000
330 000
332000
334 000
336 000
338 000
Luas (Ha)
Pem ukiman 2.689,08 S1 0 S2 0 S3 7.544,69 N 1.228,98 Jumlah 11.462 ,76
Prose ntase 23,46 0 0 65,82 10,72 100,00
Sum ber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahu n 2002 Skala 1 : 50.000
k. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas kentang, kubis dan pinus 324 000
326 000
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
338 000
8000
918800 0
6000
918600 0
PETA KE SESU AIAN LAHAN KO MODITAS K UBIS , KENTAN G DAN P INU S 1
0
1
2 Kilometers
N 918400 0
4000
W
E S
918200 0
2000
Kela s K esesu aian Lah an 0000
918000 0
8000
917800 0
Kawas an a gropolitan.shp Tidak D idata/ Pemukiman N L uas (H a)
Kesesuaian
6000
917600 0
4000
917400 0
324 000
326 000
328 000
330 000
332 000
334 000
336 000
Pro sentas e
Pemuk iman 2.689,08 23,46 S1 0 0 S2 0 0 S3 0 0 N 8.773,68 76,54 Jumlah 11.462,76 100,00 Sumber : Peta AEZ Kab. Purbalingga T ahun 200 2 Skala 1 : 50.000
338 000
l. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas kencur, kunyit dan kapulaga 324 000
326000
328 000
330000
332 000
334000
336000
338 000
9188 000
91 8800 0
9186 000
91 8600 0
PET A KE SES UAIAN LAHAN K OMO DITAS KU NYIT, KE NCUR DAN KA PULAGA 1
0
1
2 Kilometers
N
N 9184 000
91 8400 0
9182 000
91 8200 0
9180 000
91 8000 0
9178 000
91 7800 0
Kesesuaian
9176 000
91 7600 0
Pemukiman 2.689,08 23,46 S1 6.312,10 55,07 S2 689,64 6,00 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462 ,76 100,00
9174 000
91 7400 0
W
E S
324 000
326000
328 000
330000
332 000
334000
336000
338 000
Kelas Kesesuaian Lahan Kawasan agropolitan. shp Tidak D idata/ Pemukiman S1 S2 S3 Luas (H a)
Prosentase
Sumber : Peta AEZ Kab. Pur baling ga Tahun 2002 Skala 1 : 50.0 00
m. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas albasia 324 000
326 000
32 8000
330 000
332000
334 000
336 000
338 000
918 8000
918 800 0
918 6000
918 600 0
918 4000
918 400 0
PETA KESESUAIAN LAHAN KOMODITAS MAHONI
1
0
1
2 Kilom eter s
N
N W
E S
Kelas Kesesuaian Lahan
918 200 0
918 2000
918 0000
918 000 0
917 8000
917 800 0
Kawasan agropolitan.shp Tidak Didata/ Pemu kiman N S2 S3 Kesesuaian
917 6000
917 600 0
917 4000
917 400 0
324 000
326 000
32 8000
330 000
332000
334 000
336 000
Luas (Ha)
Prose ntase
Pem ukiman 2.689,08 23,46 S1 0 0 S2 6.999,74 61,07 S3 544,96 4,75 N 1.228,98 10,72 Jumlah 11.462 ,76 100,00 Sum ber : Peta AEZ Kab. Purbalingga Tahu n 2002 Skala 1 : 50.000
338 000
n. Peta kelas kesesuaian lahan untuk komoditas murbei dan glagah 324 000
326000
328 000
330000
332 000
334000
336000
338 000
9188 000
91 8800 0
9186 000
91 8600 0
9184 000
91 8400 0
PET A KE SES UAIAN LAHAN K OMO DITAS G LAGAH DAN MURBEI 1
0
1
2 Kilometers
N
N W
E S
9182 000
91 8200 0
Kelas Kesesuaian Lahan Kawasan agropolitan. shp Tidak D idata/ Pem ukiman S2 S3
9180 000
91 8000 0
9178 000
91 7800 0
Kesesuaian
9176 000
91 7600 0
Pemukiman 2.689,08 23,46 S1 0 0 S2 6.999.74 61,07 S3 1.773,94 15,48 N 0 0 Jumlah 11.462 ,76 100,00
9174 000
91 7400 0
324 000
326000
328 000
330000
332 000
334000
336000
338 000
Luas (H a)
Prosentase
Sumber : Peta AEZ Kab. Pur baling ga Tahun 2002 Skala 1 : 50.0 00
Lampiran 2 Hasil analisis skalogram a. Analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis No
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
BUKATEJA KEJOBONG KEMBANGAN PANGADEGAN TIMBANG BANDINGAN LAMUK PANGEMPON KUTAWIS KEDUNGJATI SINDURAJA WIRASABA MAJASARI CIPAWON GUMIWANG KRENCENG BAJONG PANDANSARI LANGGAR KARANGGEDANG LARANGAN KARANGCENGIS SOKANEGARA NANGKOD TIDU KARANGNANGKA PENARUBAN NANGKASAWIT PENOLIH KARANGJOHO KEBUTUH KEDARPAN PANUNGGALAN PASUNGGINGAN
Penduduk Laki-laki
Penduduk Perempuan
Jumlah penduduk
Jumlah Keluarga
Toko/ Warung
(orang) 4055 2338 3652 4618 1498 2379 1593 1937 3166 2841 2119 2271 1810 2705 1037 1608 2139 1265 2534 3096 2056 2812 1226 1127 1265 1281 835 686 1607 895 1677 997 1020 2728
(orang) 4070 2466 3528 4552 1570 2367 1575 2175 3172 2759 2182 2315 1763 2639 1060 1596 2087 1620 2593 2944 2190 2936 1289 1130 1327 1317 821 771 1643 874 1762 1064 993 2664
(orang) 8125 4804 7180 9170 3068 4746 3168 4112 6338 5600 4301 4586 3573 5344 2097 3204 4226 2885 5127 6040 4246 5748 2515 2257 2592 2598 1656 1457 3250 1769 3439 2061 2013 5392
(KK) 1777 1383 2483 2570 946 1508 985 1241 1391 1365 1153 1026 747 1227 713 867 866 961 1641 1669 1272 1424 880 778 606 647 395 485 893 531 884 581 660 1611
(unit) 93 41 79 37 10 18 15 14 24 14 59 49 23 57 21 15 16 24 13 53 26 60 26 8 19 15 20 12 23 8 24 4 31 37
(unit) 35 26 34 36 15 24 16 21 39 30 20 26 18 34 13 26 16 29 23 27 46 22 18 14 17 9 7 10 27 14 17 14 10 47
34 988 34 1,0000 1,0000 988,00
34 780 34 1,0000 1,0000 780,00
Jumlah Jenis Jumlah Fasilitas Jumlah Desa yg Memiliki Fasilitas Rasio Desa yg Memiliki Fasilitas Bobot Jumlah Fasilitas x Bobot
Surau/ Posyandu Langgar
Masjid
(unit) 8 5 6 11 5 7 5 2 6 5 6 7 5 5 6 3 5 4 5 4 6 5 5 7 4 3 2 3 3 5 5 5 6 8
(unit) 6 6 9 7 1 5 5 3 7 5 7 4 4 4 3 4 5 1 8 8 4 9 4 4 2 3 3 1 3 3 6 3 5 8
34 177 34 1,0000 1,0000 177,00
34 160 34 1,0000 1,0000 160,00
SD Negeri Bengkel/ Lapangan & Swasta Reparasi Olahraga Elektronik (unit) (unit) (unit) 6 12 1 3 10 1 5 5 1 8 7 1 3 3 1 4 5 1 4 1 1 3 5 1 4 6 1 4 3 1 3 2 1 4 2 1 3 6 1 5 2 1 2 2 1 3 3 1 4 1 1 3 2 1 4 3 0 4 3 1 4 6 1 4 6 1 4 2 1 2 4 1 2 5 1 3 2 1 2 4 1 2 3 1 4 2 1 2 1 1 3 8 1 2 2 1 2 0 1 5 2 0 34 120 34 1,0000 1,0000 120,00
33 130 33 0,9706 1,0303 133,94
32 32 32 0,9412 1,0625 34,00
Praktek Bidan (unit) 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 31 32 31 0,9118 1,0968 35,10
TK Negeri Salon/ Warung & Swasta Kecantikan/ Makan Pengantin (unit) (unit) (unit) 6 2 11 25 3 12 16 5 2 6 3 4 25 2 3 3 1 14 4 1 2 3 4 4 6 5 7 4 2 7 3 3 3 5 4 2 1 4 0 1 2 3 3 0 2 1 5 2 1 1 4 4 4 0 1 4 3 2 2 0 3 5 2 1 1 1 4 1 1 0 2 0 3 5 5 0 3 1 1 0 3 3 3 1 0 1 1 0 2 1 1 0 2 0 0 3 3 1 2 3 30 87 30 0,8824 1,1333 98,60
29 108 29 0,8529 1,1724 126,62
28 136 28 0,8235 1,2143 165,14
a. Analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis (lanjutan) No
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
BUKATEJA KEJOBONG KEMBANGAN PANGADEGAN TIMBANG BANDINGAN LAMUK PANGEMPON KUTAWIS KEDUNGJATI SINDURAJA WIRASABA MAJASARI CIPAWON GUMIWANG KRENCENG BAJONG PANDANSARI LANGGAR KARANGGEDANG LARANGAN KARANGCENGIS SOKANEGARA NANGKOD TIDU KARANGNANGKA PENARUBAN NANGKASAWIT PENOLIH KARANGJOHO KEBUTUH KEDARPAN PANUNGGALAN PASUNGGINGAN
Wartel/ Kios Lembaga Warpostel Sarana Keuangan Produksi Mikro (unit) (unit) (unit) 9 4 0 6 3 1 6 3 0 5 0 1 3 4 1 4 2 1 2 4 1 1 3 1 6 2 0 2 1 0 5 1 1 4 2 0 2 0 0 2 2 0 1 1 1 1 3 1 2 2 0 2 2 1 1 4 1 2 1 0 2 0 1 2 2 0 2 4 1 0 2 1 1 1 0 0 4 0 0 0 0 1 1 1 2 0 1 1 0 0 3 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 28 80 28 0,8235 1,2143 97,14
25 59 25 0,7353 1,3600 80,24
17 17 17 0,5000 2,0000 34,00
Polindes (unit) 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 16 16 16 0,4706 2,1250 34,00
Puskesmas SLTP Negeri Pondok & Pustu & Sawsta/ Pesantren/ sederajat Diniyah (unit) (unit) (unit) 1 1 1 1 2 0 1 2 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 2 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 2 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 14 14 14 0,4118 2,4286 34,00
11 14 11 0,3235 3,0909 43,27
10 11 10 0,2941 3,4000 37,40
Pasar Industri Semi/ Sedang permanen (unit) (unit) 1 0 1 0 0 1 1 0 1 2 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 10 0,2941 3,4000 34,00
8 12 8 0,2353 4,2500 51,00
Praktek Dokter (unit) 2 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 8 7 0,2059 4,8571 38,86
Koperasi/ Lembaga BPR/ Bank Umum Restoran/ KUD & Pendidikan Bank Pasar (pusat/ Rumah Non KUD Ketrampilan cabang) Makan (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) 6 2 2 1 4 2 0 1 1 0 2 0 0 0 0 8 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 5 0,1471 6,8000 136,00
4 6 4 0,1176 8,5000 51,00
4 5 4 0,1176 8,5000 42,50
3 3 3 0,0882 11,3333 34,00
2 5 2 0,0588 17,0000 85,00
a. Analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis (lanjutan) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Desa
SMU/SMK Poliklinik/ Kantor Pos/ Negeri Balai Rumah Pos & Swasta Pengobatan (unit) (unit) (unit) BUKATEJA 0 0 0 KEJOBONG 0 0 1 KEMBANGAN 2 1 0 PANGADEGAN 0 0 0 TIMBANG 0 0 0 BANDINGAN 0 0 0 LAMUK 0 0 0 PANGEMPON 0 0 0 KUTAWIS 0 0 0 KEDUNGJATI 0 0 1 SINDURAJA 0 0 0 WIRASABA 0 1 0 MAJASARI 1 0 0 CIPAWON 0 0 0 GUMIWANG 0 0 0 KRENCENG 0 0 0 BAJONG 0 0 0 PANDANSARI 0 0 0 LANGGAR 0 0 0 KARANGGEDANG 0 0 0 LARANGAN 0 0 0 KARANGCENGIS 0 0 0 SOKANEGARA 0 0 0 NANGKOD 0 0 0 TIDU 0 0 0 KARANGNANGKA 0 0 0 PENARUBAN 0 0 0 NANGKASAWIT 0 0 0 PENOLIH 0 0 0 KARANGJOHO 0 0 0 KEBUTUH 0 0 0 KEDARPAN 0 0 0 PANUNGGALAN 0 0 0 PASUNGGINGAN 0 0 0 2 3 2 0,0588 17,0000 51,00
2 2 2 0,0588 17,0000 34,00
Industri Pos Biro/ Besar Polisi Agen Wisata (unit) (unit) (unit) 0 1 4 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Apotik (unit) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Toko Gereja Gereja Panti Terminal Obat/ Kristen Katolik Asuhan Jamu (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 2 3 1 1 1 1 1 2 2 3 4 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 0,0588 0,0588 0,0588 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294 17,0000 17,0000 17,0000 34,0000 34,0000 34,000034,000034,0000 34,00 34,00 51,00 136,00 34,00 34,00 34,00 34,00
1 2 1 2 1 1 0,0294 0,0294 34,0000 34,0000 34,00 68,00
Pegadaian Lapangan udara (unit) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0,0294 34,0000 34,00
(unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0,0294 34,0000 34,00
Jumlah Jenis 32 25 22 22 19 18 18 18 17 17 17 17 16 16 16 15 15 15 15 14 14 14 14 14 13 13 13 13 13 12 11 11 10 9
Jumlah Hirarki Fasilitas 10.153 6.333 9.835 11.904 4.076 6.350 4.218 5.424 7.845 7.051 5.573 5.722 4.393 6.699 2.869 4.137 5.160 3.920 6.842 7.822 5.621 7.295 3.466 3.087 3.259 3.294 2.102 1.980 4.215 2.339 4.395 2.681 2.735 7.113
1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
b. Analisis Skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa No.
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
BUKATEJA PANGADEGAN KEJOBONG KEMBANGAN MAJASARI BANDINGAN CIPAWON PANGEMPON KUTAWIS SINDURAJA LAMUK KARANGCENGIS KEDUNGJATI TIMBANG PANDANSARI WIRASABA LANGGAR KARANGGEDANG LARANGAN NANGKOD SOKANEGARA KRENCENG GUMIWANG BAJONG PANUNGGALAN KARANGJOHO KEBUTUH KARANGNANGKA TIDU PENARUBAN PASUNGGINGAN NANGKASAWIT KEDARPAN PENOLIH
Penduduk Penduduk Jumlah Jumlah Toko/ Laki-laki Perempuan penduduk Keluarga Warung (orang) 4055 4618 2338 3652 1810 2379 2705 1937 3166 2119 1593 2812 2841 1498 1265 2271 2534 3096 2056 1127 1226 1608 1037 2139 1020 895 1677 1281 1265 835 2728 686 997 1607
(orang) 4070 4552 2466 3528 1763 2367 2639 2175 3172 2182 1575 2936 2759 1570 1620 2315 2593 2944 2190 1130 1289 1596 1060 2087 993 874 1762 1317 1327 821 2664 771 1064 1643
(orang) 8125 9170 4804 7180 3573 4746 5344 4112 6338 4301 3168 5748 5600 3068 2885 4586 5127 6040 4246 2257 2515 3204 2097 4226 2013 1769 3439 2598 2592 1656 5392 1457 2061 3250
(KK) 1777 2570 1383 2483 747 1508 1227 1241 1391 1153 985 1424 1365 946 961 1026 1641 1669 1272 778 880 867 713 866 660 531 884 647 606 395 1611 485 581 893
(unit) 0,0941 0,0374 0,0415 0,0800 0,0243 0,0182 0,0577 0,0597 0,0101 0,0496 0,0142 0,0607 0,0142 0,0152 0,0132 0,0233 0,0536 0,0162 0,0263 0,0081 0,0263 0,0152 0,0213 0,0243 0,0374 0,0233 0,0243 0,0152 0,0192 0,0202 0,0314 0,0121 0,0040 0,0081
Surau/ Langgar
Posyandu
(unit) 0,0449 0,0462 0,0333 0,0436 0,0500 0,0308 0,0436 0,0256 0,0192 0,0333 0,0385 0,0282 0,0269 0,0205 0,0295 0,0231 0,0346 0,0205 0,0590 0,0179 0,0231 0,0333 0,0167 0,0372 0,0603 0,0346 0,0218 0,0115 0,0218 0,0090 0,0128 0,0128 0,0179 0,0179
(unit) 0,0452 0,0621 0,0282 0,0339 0,0339 0,0395 0,0282 0,0339 0,0282 0,0395 0,0282 0,0282 0,0113 0,0282 0,0282 0,0282 0,0226 0,0282 0,0339 0,0395 0,0282 0,0169 0,0339 0,0226 0,0452 0,0169 0,0282 0,0169 0,0226 0,0113 0,0339 0,0169 0,0282 0,0282
Masjid
(unit) 0,0375 0,0438 0,0375 0,0563 0,0438 0,0313 0,0250 0,0438 0,0063 0,0250 0,0313 0,0563 0,0188 0,0313 0,0500 0,0250 0,0500 0,0313 0,0250 0,0250 0,0250 0,0250 0,0188 0,0063 0,0500 0,0188 0,0375 0,0188 0,0125 0,0188 0,0313 0,0063 0,0188 0,0188
SD Negeri & Swasta (unit) 0,0500 0,0667 0,0250 0,0417 0,0333 0,0333 0,0417 0,0250 0,0250 0,0333 0,0333 0,0333 0,0250 0,0333 0,0333 0,0250 0,0333 0,0333 0,0333 0,0167 0,0333 0,0250 0,0167 0,0250 0,0417 0,0333 0,0250 0,0250 0,0167 0,0167 0,0167 0,0167 0,0167 0,0167
Bengkel/ Lapangan Praktek Reparasi Olahraga Bidan Elektronik (unit) (unit) (unit) 0,0896 0,0294 0,0570 0,0523 0,0294 0,0285 0,0747 0,0294 0,0285 0,0373 0,0294 0,0285 0,0448 0,0294 0,0285 0,0373 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0224 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0224 0,0294 0,0285 0,0448 0,0294 0,0285 0,0373 0,0294 0,0285 0,0075 0,0294 0,0285 0,0224 0,0000 0,0285 0,0448 0,0294 0,0285 0,0224 0,0294 0,0285 0,0075 0,0294 0,0285 0,0448 0,0294 0,0285 0,0299 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0224 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0149 0,0000 0,0285 0,0149 0,0294 0,0285 0,0597 0,0294 0,0000 0,0149 0,0294 0,0285 0,0373 0,0294 0,0285 0,0299 0,0294 0,0285 0,0000 0,0294 0,0285 0,0224 0,0294 0,0285 0,0149 0,0294 0,0000 0,0075 0,0294 0,0000
TK Negeri & Swasta (unit) 0,0609 0,0507 0,0203 0,0304 0,0406 0,0203 0,0406 0,0203 0,0304 0,0304 0,0507 0,0507 0,0101 0,0101 0,0406 0,0406 0,0406 0,0507 0,0203 0,0101 0,0101 0,0000 0,0203 0,0101 0,0101 0,0304 0,0203 0,0507 0,0203 0,0304 0,0000 0,0000 0,0000 0,0101
Salon/ Kecantikan/ Pengantin (unit) 0,0869 0,0316 0,0948 0,0158 0,0553 0,1106 0,0237 0,0237 0,0237 0,0158 0,0553 0,0079 0,0316 0,0158 0,0237 0,0000 0,0000 0,0316 0,0158 0,0000 0,0079 0,0158 0,0158 0,0000 0,0000 0,0079 0,0158 0,0079 0,0395 0,0237 0,0158 0,0079 0,0237 0,0079
Warung Makan (unit) 0,1514 0,1514 0,0969 0,0363 0,0242 0,0242 0,0182 0,0303 0,0182 0,0061 0,0182 0,0242 0,0363 0,0182 0,0121 0,0061 0,0182 0,0242 0,0061 0,0182 0,0000 0,0061 0,0061 0,0061 0,0000 0,0000 0,0000 0,0061 0,0000 0,0182 0,0182 0,0000 0,0182 0,0061
b. Analisis Skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa (lanjutan) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Desa
Wartel/ Kios Lembaga Polindes Puskesmas SLTP Negeri Pondok Pasar Industri Praktek Koperasi/ Lembaga BPR/ Bank Umum Restoran/ Warpostel Sarana Keuangan & Pustu & Sawsta/ Pesantren/ semi/ Sedang Dokter KUD & Pendidikan Bank Pasar (pusat/ Rumah Produksi Mikro sederajat Diniyah permanen Non KUD Ketrampilan cabang) Makan (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) BUKATEJA 0,0926 0,0499 0,0000 0,0000 0,0294 0,0231 0,0267 0,0294 0,0000 0,0515 0,0441 0,0392 0,0471 0,0294 0,0471 PANGADEGAN 0,0515 0,0000 0,0294 0,0000 0,0294 0,0231 0,0000 0,0294 0,0000 0,0257 0,0588 0,0000 0,0235 0,0294 0,0118 KEJOBONG 0,0618 0,0374 0,0294 0,0294 0,0294 0,0462 0,0000 0,0294 0,0000 0,0257 0,0147 0,0000 0,0235 0,0294 0,0000 KEMBANGAN 0,0618 0,0374 0,0000 0,0000 0,0294 0,0462 0,0267 0,0000 0,0196 0,0257 0,0147 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 MAJASARI 0,0618 0,0249 0,0000 0,0000 0,0294 0,0462 0,0000 0,0294 0,0000 0,0257 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 BANDINGAN 0,0412 0,0249 0,0294 0,0000 0,0294 0,0231 0,0000 0,0294 0,0000 0,0257 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 CIPAWON 0,0206 0,0249 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0535 0,0000 0,0392 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 PANGEMPON 0,0515 0,0125 0,0294 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0235 0,0000 0,0000 KUTAWIS 0,0309 0,0499 0,0294 0,0000 0,0294 0,0231 0,0000 0,0294 0,0392 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0000 SINDURAJA 0,0412 0,0249 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0267 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 LAMUK 0,0206 0,0125 0,0000 0,0000 0,0000 0,0231 0,0267 0,0000 0,0000 0,0000 0,0147 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KARANGCENGIS 0,0206 0,0249 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KEDUNGJATI 0,0103 0,0374 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0196 0,0000 0,0000 0,0392 0,0000 0,0000 0,0000 TIMBANG 0,0206 0,0499 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0267 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0000 PANDANSARI 0,0103 0,0499 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 WIRASABA 0,0206 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0231 0,0267 0,0000 0,0000 0,0257 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 LANGGAR 0,0206 0,0125 0,0000 0,0000 0,0000 0,0231 0,0267 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KARANGGEDANG 0,0206 0,0249 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 LARANGAN 0,0206 0,0000 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 NANGKOD 0,0000 0,0249 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0588 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 SOKANEGARA 0,0206 0,0499 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KRENCENG 0,0103 0,0374 0,0294 0,0000 0,0000 0,0231 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 GUMIWANG 0,0103 0,0125 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 BAJONG 0,0206 0,0249 0,0294 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 PANUNGGALAN 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KARANGJOHO 0,0206 0,0000 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KEBUTUH 0,0309 0,0125 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KARANGNANGKA 0,0000 0,0499 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 TIDU 0,0103 0,0125 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 PENARUBAN 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0267 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 PASUNGGINGAN 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 NANGKASAWIT 0,0103 0,0125 0,0294 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 KEDARPAN 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0267 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 PENOLIH 0,0103 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
b. Analisis Skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa (lanjutan) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Desa
BUKATEJA PANGADEGAN KEJOBONG KEMBANGAN MAJASARI BANDINGAN CIPAWON PANGEMPON KUTAWIS SINDURAJA LAMUK KARANGCENGIS KEDUNGJATI TIMBANG PANDANSARI WIRASABA LANGGAR KARANGGEDANG LARANGAN NANGKOD SOKANEGARA KRENCENG GUMIWANG BAJONG PANUNGGALAN KARANGJOHO KEBUTUH KARANGNANGKA TIDU PENARUBAN PASUNGGINGAN NANGKASAWIT KEDARPAN PENOLIH
SMU/SMK Poliklinik/ Kantor Pos/ Industri Pos Negeri Balai Rumah Pos Besar Polisi & Swasta Pengobatan (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0196 0,0392 0,0294 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0196 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Biro/ Agen Wisata (unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Apotik (unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Toko Obat/ Jamu (unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Gereja Gereja Panti Kristen Katolik Asuhan (unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
(unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
(unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Terminal (unit) 0,0147 0,0000 0,0147 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Pegadaian (unit) 0,0294 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Lapangan Indeks Hirarki udara Perkembangan Desa (unit) 0,0000 1,4965 1 0,0000 0,9317 1 0,0000 0,9302 1 0,0000 0,7928 1 0,0000 0,6255 1 0,0000 0,6066 1 0,0000 0,5191 2 0,0000 0,5108 2 0,0000 0,4923 2 0,0294 0,4870 2 0,0000 0,4769 2 0,0000 0,4672 2 0,0000 0,4642 2 0,0000 0,4332 2 0,0000 0,4201 2 0,0000 0,4191 2 0,0000 0,4161 2 0,0000 0,4058 2 0,0000 0,4018 2 0,0000 0,3659 2 0,0000 0,3561 2 0,0000 0,3472 2 0,0000 0,3332 2 0,0000 0,3283 2 0,0000 0,3175 2 0,0000 0,3175 2 0,0000 0,3054 2 0,0000 0,3042 2 0,0000 0,3000 2 0,0000 0,2921 2 0,0000 0,2473 3 0,0000 0,2346 3 0,0000 0,2280 3 0,0000 0,1904 3
Standar deviasi =
0,2540
c. Analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terstandarisasi No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Desa
BUKATEJA KEJOBONG PANGADEGAN KEMBANGAN KUTAWIS WIRASABA BANDINGAN CIPAWON KEDUNGJATI SINDURAJA TIMBANG PANGEMPON MAJASARI KARANGCENGIS LAMUK BAJONG KARANGGEDANG LARANGAN LANGGAR NANGKOD SOKANEGARA KRENCENG GUMIWANG PANDANSARI PENOLIH PASUNGGINGAN KARANGNANGKA TIDU KEBUTUH PENARUBAN PANUNGGALAN NANGKASAWIT KEDARPAN KARANGJOHO
Penduduk
Penduduk
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
penduduk
(orang) 4055 2338 4618 3652 3166 2271 2379 2705 2841 2119 1498 1937 1810 2812 1593 2139 3096 2056 2534 1127 1226 1608 1037 1265 1607 2728 1281 1265 1677 835 1020 686 997 895
(orang) 4070 2466 4552 3528 3172 2315 2367 2639 2759 2182 1570 2175 1763 2936 1575 2087 2944 2190 2593 1130 1289 1596 1060 1620 1643 2664 1317 1327 1762 821 993 771 1064 874
(orang) 8125 4804 9170 7180 6338 4586 4746 5344 5600 4301 3068 4112 3573 5748 3168 4226 6040 4246 5127 2257 2515 3204 2097 2885 3250 5392 2598 2592 3439 1656 2013 1457 2061 1769
Jumlah
Toko/
Surau/
Posyandu Masjid SD Negeri
Bengkel/
Lapangan
Praktek
& Swasta
Reparasi Elektrojnik (unit) 4,52 3,76 2,63 1,88 2,26 0,75 1,88 0,75 1,13 0,75 1,13 1,88 2,26 2,26 0,38 0,38 1,13 2,26 1,13 1,51 0,75 1,13 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 1,88 3,01 1,51 0,00 1,13 0,75 0,38
Olahraga
Bidan
(unit) 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 0,00 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 0,00 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19 4,19
(unit) 5,83 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 2,92 0,00 2,92 2,92 2,92 0,00 0,00
Keluarga Warung Langgar (KK) 1777 1383 2570 2483 1391 1026 1508 1227 1365 1153 946 1241 747 1424 985 866 1669 1272 1641 778 880 867 713 961 893 1611 647 606 884 395 660 485 581 531
(unit) 4,22 1,76 1,57 3,56 0,95 2,14 0,66 2,52 0,47 2,61 0,28 0,47 0,90 2,66 0,52 0,57 2,33 1,04 0,43 0,19 1,04 0,52 0,81 0,95 0,90 1,57 0,52 0,71 0,95 0,76 1,28 0,38 0,00 0,19
(unit) 2,72 1,85 2,82 2,62 3,11 1,85 1,65 2,62 2,24 1,26 0,78 1,36 1,07 1,46 0,87 0,87 1,94 3,79 1,56 0,68 1,07 1,85 0,58 2,14 1,94 3,89 0,19 0,97 0,97 0,00 0,29 0,29 0,68 0,68
(unit) 3,32 1,66 4,99 2,22 2,22 2,77 2,77 1,66 1,66 2,22 1,66 0,00 1,66 1,66 1,66 1,66 1,11 2,22 1,66 2,77 1,66 0,55 2,22 1,11 0,55 3,32 0,55 1,11 1,66 0,00 2,22 0,55 1,66 1,66
(unit) 2,25 2,25 2,70 3,60 2,70 1,35 1,80 1,35 1,80 2,70 0,00 0,90 1,35 3,60 1,80 1,80 3,15 1,35 3,15 1,35 1,35 1,35 0,90 0,00 0,90 3,15 0,90 0,45 2,25 0,90 1,80 0,00 0,90 0,90
(unit) 3,06 0,76 4,59 2,29 1,53 1,53 1,53 2,29 1,53 0,76 0,76 0,76 0,76 1,53 1,53 1,53 1,53 1,53 1,53 0,00 1,53 0,76 0,00 0,76 1,53 2,29 0,76 0,00 0,76 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
TK Negeri Salon/ & Swasta Kecantikan/ Pengantin (unit) (unit) 3,47 3,24 1,16 3,53 2,90 1,18 1,74 0,59 2,32 2,06 1,74 0,59 1,16 4,12 2,32 0,88 2,90 2,06 1,16 0,88 1,74 0,88 0,58 1,18 2,32 0,00 2,90 0,29 0,58 0,59 2,90 1,18 2,32 0,00 1,16 0,59 2,32 0,88 0,58 0,00 0,58 0,29 0,00 0,59 1,16 0,59 0,58 0,00 1,74 0,29 0,58 0,00 2,90 0,29 1,16 1,47 1,16 0,59 1,74 0,88 0,00 0,59 0,00 0,29 0,00 0,88 0,58 0,29
Warung Makan (unit) 4,12 2,64 4,12 0,99 0,66 0,16 0,66 0,49 0,49 0,82 0,49 0,99 0,16 0,66 0,49 0,66 0,49 0,16 0,33 0,49 0,00 0,16 0,16 0,16 0,00 0,00 0,16 0,00 0,00 0,49 0,49 0,00 0,49 0,16
c. Analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terstandarisasi (lanjutan) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Desa
Wartel/ Kios Lembaga Polindes Puskesmas SLTP Negeri Warpostel Sarana Keuangan & Pustu & Sawsta/ Produksi Mikro sederajat (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) BUKATEJA 4,20 2,77 0,00 0,00 2,00 1,52 KEJOBONG 2,80 2,08 1,97 1,97 2,00 3,05 PANGADEGAN 2,33 0,00 1,97 0,00 2,00 1,52 KEMBANGAN 2,80 2,08 0,00 0,00 2,00 3,05 KUTAWIS 2,80 1,39 0,00 0,00 2,00 3,05 WIRASABA 1,87 1,39 0,00 1,97 0,00 0,00 BANDINGAN 1,87 1,39 1,97 0,00 2,00 1,52 CIPAWON 0,93 1,39 0,00 0,00 2,00 0,00 KEDUNGJATI 0,93 0,69 0,00 0,00 0,00 1,52 SINDURAJA 2,33 0,69 1,97 0,00 2,00 0,00 TIMBANG 1,40 2,77 1,97 0,00 2,00 1,52 PANGEMPON 0,47 2,08 1,97 1,97 0,00 0,00 MAJASARI 0,93 0,00 0,00 1,97 0,00 1,52 KARANGCENGIS 0,93 1,39 0,00 1,97 0,00 0,00 LAMUK 0,93 2,77 1,97 1,97 0,00 0,00 BAJONG 0,93 1,39 0,00 0,00 2,00 0,00 KARANGGEDANG 0,93 0,69 0,00 0,00 0,00 1,52 LARANGAN 0,93 0,00 1,97 1,97 0,00 0,00 LANGGAR 0,47 2,77 1,97 1,97 0,00 0,00 NANGKOD 0,00 1,39 1,97 1,97 0,00 0,00 SOKANEGARA 0,93 2,77 1,97 1,97 0,00 0,00 KRENCENG 0,47 2,08 1,97 0,00 0,00 1,52 GUMIWANG 0,47 0,69 1,97 1,97 0,00 0,00 PANDANSARI 0,93 1,39 1,97 0,00 2,00 0,00 PENOLIH 0,93 0,00 1,97 1,97 0,00 0,00 PASUNGGINGAN 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 KARANGNANGKA 0,00 2,77 0,00 0,00 2,00 0,00 TIDU 0,47 0,69 0,00 1,97 0,00 0,00 KEBUTUH 1,40 0,69 0,00 0,00 0,00 0,00 PENARUBAN 0,00 0,00 0,00 1,97 0,00 0,00 PANUNGGALAN 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 NANGKASAWIT 0,47 0,69 1,97 1,97 0,00 0,00 KEDARPAN 0,00 0,00 1,97 0,00 0,00 0,00 KARANGJOHO 0,47 0,00 0,00 1,97 0,00 0,00
Pondok Pasar Industri Praktek Koperasi/ Lembaga Pesantren/ Semi/ Sedang Dokter KUD & Pendidikan Diniyah permanen Non KUD Ketrampilan (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) 1,87 2,16 0,00 4,03 3,44 3,84 0,00 2,16 0,00 2,02 1,15 0,00 0,00 2,16 0,00 2,02 4,59 0,00 1,87 0,00 1,36 2,02 1,15 0,00 0,00 2,16 0,00 2,02 0,00 0,00 1,87 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,16 0,00 2,02 0,00 0,00 3,74 0,00 2,73 0,00 0,00 0,00 1,87 0,00 0,00 0,00 1,15 0,00 0,00 2,16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,16 2,73 0,00 0,00 1,92 0,00 2,16 1,36 0,00 0,00 3,84 1,87 0,00 0,00 2,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,87 0,00 1,36 0,00 0,00 1,92 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,87 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,36 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,36 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,87 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,87 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
BPR/ Bank Umum Restoran/ Bank Pasar (pusat/ Rumah cabang) Makan (unit) (unit) (unit) 4,59 3,47 5,58 2,30 3,47 1,40 2,30 3,47 1,40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
c. Analisis skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa terstandarisasi (lanjutan) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Desa
SMU/SMK Poliklinik/ Kantor Pos/ Industri Negeri Balai Rumah Pos Besar & Swasta Pengobatan (unit) (unit) (unit) (unit) BUKATEJA 0,00 0,00 0,00 0,00 KEJOBONG 0,00 0,00 4,19 0,00 PANGADEGAN 0,00 0,00 0,00 0,00 KEMBANGAN 5,28 4,19 0,00 4,19 KUTAWIS 0,00 0,00 0,00 0,00 WIRASABA 0,00 4,19 0,00 0,00 BANDINGAN 0,00 0,00 0,00 0,00 CIPAWON 0,00 0,00 0,00 0,00 KEDUNGJATI 0,00 0,00 4,19 0,00 SINDURAJA 0,00 0,00 0,00 0,00 TIMBANG 0,00 0,00 0,00 0,00 PANGEMPON 0,00 0,00 0,00 0,00 MAJASARI 2,64 0,00 0,00 0,00 KARANGCENGIS 0,00 0,00 0,00 0,00 LAMUK 0,00 0,00 0,00 0,00 BAJONG 0,00 0,00 0,00 4,19 KARANGGEDANG 0,00 0,00 0,00 0,00 LARANGAN 0,00 0,00 0,00 0,00 LANGGAR 0,00 0,00 0,00 0,00 NANGKOD 0,00 0,00 0,00 0,00 SOKANEGARA 0,00 0,00 0,00 0,00 KRENCENG 0,00 0,00 0,00 0,00 GUMIWANG 0,00 0,00 0,00 0,00 PANDANSARI 0,00 0,00 0,00 0,00 PENOLIH 0,00 0,00 0,00 0,00 PASUNGGINGAN 0,00 0,00 0,00 0,00 KARANGNANGKA 0,00 0,00 0,00 0,00 TIDU 0,00 0,00 0,00 0,00 KEBUTUH 0,00 0,00 0,00 0,00 PENARUBAN 0,00 0,00 0,00 0,00 PANUNGGALAN 0,00 0,00 0,00 0,00 NANGKASAWIT 0,00 0,00 0,00 0,00 KEDARPAN 0,00 0,00 0,00 0,00 KARANGJOHO 0,00 0,00 0,00 0,00
Pos Polisi (unit) 3,47 3,47 3,47 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Biro/ Apotik Agen Wisata (unit) (unit) 5,83 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Toko Obat/ Jamu (unit) 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Gereja Kristen
Gereja Katolik
Panti Asuhan
(unit) 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
(unit) 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
(unit) 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Terminal Pegadaian Lapangan udara (unit) 4,19 4,19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
(unit) 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
(unit) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Standar deviasi =
Indeks Hirarki Perkembangan Desa 128,91 64,68 61,82 56,57 38,31 37,09 36,26 32,78 31,74 31,73 31,31 29,09 28,54 28,41 28,33 27,15 26,12 26,08 24,44 24,09 23,03 22,22 21,54 21,21 20,59 20,47 18,92 17,99 17,63 17,23 15,78 14,86 13,40 11,47 21,35
1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Lampiran 3 PDRB kecamatan dalam kawasan agropolitan tahun 2000 dan 2002 a. PDRB tahun 2000 atas harga konstan No.
Komoditas
1
Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan a. Industri Besar & Sedang b. Industri Kecil & Rumah Tangga Listrik, Gas dan Air Bersih a. Listrik b. Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan b. Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi a. Pengangkutan b. Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan a. Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank b. Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum & Hankam b. Swasta
2 3
4
5 6
7
8
9
Jumlah
PDRB Kecamatan dalam Kawasan agropolitan PDRB PDRB Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Agropolitan Kabupaten 15.744,44 10.265,54 2.420,20 2.354,13 261,48 443,09 354,35 3.788,57 598,11 3.190,46 303,87 292,62 11,25 876,98 7.790,98 6.903,74 887,24 2.628,90 2.605,53 23,37
12.358,69 9.223,63 1.455,37 1.425,98 227,45 26,26 36,57 1.626,23 0,00 1.626,23 113,28 113,28 0,00 456,92 5.907,99 5.729,50 178,49 1.395,36 1.395,36 0,00
10.660,47 7.820,06 1.856,45 681,47 246,85 55,64 57,67 2.808,63 689,36 2.119,27 163,35 163,35 0,00 589,79 5.653,40 5.432,02 221,38 2.131,32 2.114,42 16,90
10.302,57 6.294,67 2.216,03 1.470,12 243,10 78,65 130,96 2.459,20 0,00 2.459,20 276,41 259,53 16,88 1.698,83 5.230,29 4.371,59 858,70 2.555,11 2.359,70 195,41
49.066,17 33.603,90 7.948,05 5.931,70 978,88 603,64 579,55 10.682,63 1.287,47 9.395,16 856,91 828,78 28,13 3.622,52 24.582,66 22.436,85 2.145,81 8.710,69 8.475,01 235,68
194.945,04 133.370,72 27.464,54 27.377,74 3.718,50 3.013,54 2.034,07 69.116,56 24.920,34 44.196,22 4.989,59 4.354,54 635,05 28.550,64 104.820,81 93.967,33 10.853,48 39.415,05 35.445,37 3.969,68
1.914,84
1.067,21
1.184,40
1.616,36
5.782,81
26.007,76
497,24
181,34
273,49
253,00
1.205,07
5.688,61
1.417,60 1.846,14 1.110,44 735,70 35.249,07
885,87 1.122,90 770,24 352,66 24.085,15
910,91 1.221,18 851,36 369,82 24.470,21
1.363,36 1.597,61 1.012,57 585,04 25.867,34
4.577,74 5.787,83 3.744,61 2.043,22 109.671,77
20.319,15 141.785,25 128.893,12 12.892,13 611.664,77
Lampiran 3 PDRB kecamatan dalam kawasan agropolitan tahun 2000 dan 2002 (lanjutan) b. PDRB tahun 2002 atas harga konstan No. 1
2 3
4
5 6
7
8
9
Komoditas
PDRB Kecamatan dalam Kawasan Agropolitan PDRB PDRB Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Agropolitan Kabupaten
Pertanian 15.779,60 a. Tanaman Bahan Makanan 10.086,30 b. Tanaman Perkebunan 3.217,96 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.857,61 d. Kehutanan 120,39 e. Perikanan 497,34 Pertambangan & Penggalian 365,14 Industri Pengolahan 3.920,00 a. Industri Besar & Sedang 649,80 b. Industri Kecil & Rumah Tangga 3.270,20 Listrik, Gas dan Air Bersih 353,28 a. Listrik 337,76 b. Air Bersih 15,52 Bangunan 932,61 Perdagangan, Hotel & Restoran 8.437,41 a. Perdagangan 7.439,24 b. Hotel & Restoran 998,17 Pengangkutan & Komunikasi 2.620,24 a. Pengangkutan 2.591,83 b. Komunikasi 28,41 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2.095,38 a. Bank & Lembaga Keuangan bukan Bank 558,78 b. Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan 1.536,60 Jasa-Jasa 8.869,75 a. Pemerintahan Umum & Hankam 7.784,14 b. Swasta 1.085,61 Jumlah 43.373,41
15.430,10 9.456,13 582,64 5.137,54 207,58 46,21 35,56 1.681,48 0,00 1.681,48 126,04 126,04 0,00 476,86 6.546,03 6.357,51 188,52 1.339,88 1.339,88 0,00
11.909,87 8.034,40 2.509,22 1.058,86 238,70 68,69 54,03 2.921,66 734,26 2.187,40 181,44 181,44 0,00 644,94 5.752,08 5.519,00 233,08 2.093,19 2.074,40 18,79
12.197,42 8.541,01 1.171,21 2.238,15 199,84 47,21 135,17 2.688,27 0,00 2.688,27 316,84 293,10 23,74 1.848,28 6.526,40 5.569,17 957,23 2.707,23 2.470,54 236,69
55.316,99 36.117,84 7.481,03 10.292,16 766,51 659,45 589,90 11.211,41 1.384,06 9.827,35 977,60 938,34 39,26 3.902,69 27.261,92 24.884,92 2.377,00 8.760,54 8.476,65 283,89
200.723,78 129.511,92 31.854,40 32.094,71 3.512,72 3.750,03 2.186,80 75.748,35 28.302,80 47.445,55 5.753,51 4.879,54 873,97 31.292,07 115.674,89 103.316,16 12.358,73 40.227,60 35.150,82 5.076,78
1.170,57
1.282,22
1.791,99
6.340,16
28.363,14
203,07
298,67
281,69
1.342,21
6.444,85
967,50 4.103,56 3.643,33 460,23 30.910,08
983,55 5.380,92 4.772,85 608,07 30.220,35
1.510,30 6.582,02 5.891,68 690,34 34.793,62
4.997,95 24.936,25 22.092,00 2.844,25 139.297,46
21.918,29 149.656,16 135.552,78 14.103,38 649.626,30
Lampiran 4 Analisis komoditas unggulan sub sektor pertanian tanaman pangan
a. Data produksi pertanian tanaman pangan tahun 2005 (ton) Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah Kabupaten
Padi Sawah 18.622 453 3.009 12.244
Padi Gogo 0 50 906 0
Jagung 622 9.798 2.833 1.021
Ketela Pohon 20.204 89.221 63.737 11.719
Ketela Rambat 199 0 11 0
Kacang Tanah 353 694 1.060 236
Kedelai 24 0 16 99
Kacang Hijau 8 0 14 5
Jumlah Kecamatan 40.032 100.216 71.586 25.324
205.453
2.162
36.524
256.486
3.699
3.064
771
150
508.309
b Hasil analisis LQ terhadap komoditas pertanian tanaman pangan Kecamatan
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Rata-Rata
Padi Sawah 1,15 0,01 0,10 1,20 0,62
Padi Gogo 0,00 0,12 2,98 0,00 0,77
Jagung 0,22 1,36 0,55 0,56 0,67
Nilai LQ Ketela Pohon 1,00 1,76 1,76 0,92 1,36
Ketela Rambat 0,68 0,00 0,02 0,00 0,18
Kacang Tanah 1,46 1,15 2,46 1,55 1,65
Kedelai 0,40 0,00 0,15 2,58 0,78
Kacang Hijau 0,68 0,00 0,66 0,67 0,50
c. Hasil analisis LI terhadap komoditas pertanian tanaman pangan Kecamatan
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah LI
Padi Sawah 0,01 0,00 0,00 0,01 0,02
Padi Gogo 0,00 0,00 0,28 0,00 0,28
Jagung 0,03 0,07 0,03 0,01 0,14
Nilai LI Ketela Pohon 0,00 0,15 0,11 0,00 0,25
Ketela Rambat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kacang Tanah 0,04 0,03 0,21 0,03 0,30
Kedelai 0,00 0,00 0,00 0,08 0,08
Kacang Hijau 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
d. Hasil analisis SI terhadap komoditas pertanian tanaman pangan Kecamatan
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang
Padi Padi Sawah Gogo 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,08 0,00
Jagung 0,00 0,03 0,00 0,00
Nilai SI Ketela Pohon 0,00 0,39 0,39 0,00
Jumlah Ketela Rambat 0,00 0,00 0,00 0,00
Kacang Tanah 0,00 0,00 0,01 0,00
Kedelai 0,00 0,00 0,00 0,00
Kacang Hijau 0,00 0,00 0,00 0,00
0,06 0,41 0,40 0,08
Lampiran 5 Analisis komoditas unggulan sub sektor perkebunan
a. Data produksi perkebunan tahun 2005 (ton) Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah Kabupaten
Kelapa Dalam 1.417,98 531,35 1.270,15 1.334,56
Kelapa Kopi Melati Tanaman Jumlah Deres Robusta Gambir Lada Obat Tebu Mlinjo Pinang Kecamatan 631,96 1,78 2.761,50 0,00 0,00 0,00 0,00 6,74 4.819,96 151,40 0,60 0,00 27,23 72,90 0,00 53,27 13,48 850,23 815,35 3,80 431,78 208,71 56,60 0,00 47,19 10,22 2.843,80 1.661,82 0,54 0,00 10,50 0,00 69,30 47,84 11,35 3.135,91
12.421,30 52.897,07
589,69 3.330,97 310,92
399,17 595,36 419,01 148,12
71.111,61
b. Hasil analisis LQ terhadap komoditas perkebunan Kecamatan Kelapa Dalam Bukateja 1,68 Pengadegan 3,58 Kejobong 2,56 Kaligondang 2,44 Rata-Rata 2,56
Kelapa Kopi Deres Robusta 0,18 0,04 0,24 0,09 0,39 0,16 0,71 0,02 0,38 0,08
Nilai LQ Melati Tanaman Gambir Lada Obat Tebu Mlinjo Pinang 12,23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,67 0,00 7,32 15,27 0,00 10,63 7,61 3,24 16,79 3,55 0,00 2,82 1,73 0,00 0,77 0,00 2,64 2,59 1,74 3,87 6,22 4,71 0,66 4,01 2,94
c. Hasil analisis LI terhadap komoditas perkebunan Kecamatan Kelapa Dalam Bukateja 0,05 Pengadegan 0,03 Kejobong 0,06 Kaligondang 0,06 Jumlah LI 0,20
Nilai LI Kelapa Kopi Melati Tanaman Deres Robusta Gambir Lada Obat Tebu Mlinjo Pinang 0,06 0,06 0,76 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,01 0,01 0,00 0,08 0,01 0,00 0,12 0,00 0,02 0,03 0,09 0,63 0,04 0,00 0,07 0,00 0,01 0,04 0,00 0,00 0,00 0,07 0,07 0,00 0,10 0,15 0,85 0,71 0,05 0,07 0,26 0,02
d. Hasil analisis SI terhadap komoditas perkebunan Kecamatan Kelapa Dalam Bukateja 0,12 Pengadegan 0,45 Kejobong 0,27 Kaligondang 0,25
Nilai SI Kelapa Kopi Melati Tanaman Deres Robusta Gambir Lada Obat Tebu Mlinjo Pinang 0,00 0,00 0,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,08 0,00 0,06 0,01 0,00 0,00 0,10 0,07 0,01 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00
Jumlah
0,64 0,63 0,47 0,28
Lampiran 6 Analisis komoditas unggulan sub sektor peternakan
1. Komoditas termak besar a.. Data produksi ternak besar tahun 2005 (ekor) Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah Kabupaten
Sapi Perah 28 0 0 0 87
Sapi Pedaging 2.057 311 898 394 16.878
Kuda 15 0 11 16 142
Kerbau 404 142 320 105 4.878
Domba 866 586 893 1.293 27.003
Kambing 7.250 18.832 23.402 7.510 143.416
Babi 0 0 20 85 4.765
Kambing 0,94 1,30 1,26 1,10 1,15
Babi 0,00 0,00 0,03 0,37 0,10
Kambing 0,00 0,03 0,03 0,00 0,07
Babi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah Kecamatan 10.620 19.871 25.544 9.403 197.169
b. Hasil analisis LQ terhadap komoditas ternak besar Kecamatan
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Rata-Rata
Nilai LQ Sapi Perah 5,98 0,00 0,00 0,00 1,49
Sapi Pedaging 2,26 0,18 0,41 0,49 0,84
Kuda 1,96 0,00 0,60 2,36 1,23
Kerbau 1,54 0,29 0,51 0,45 0,70
Domba 0,60 0,22 0,26 1,00 0,52
c. Hasil ana lisis LQ terhadap komoditas ternak besar Kecamatan
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah LI
Nilai LI Sapi Perah 0,27 0,00 0,00 0,00 0,27
Sapi Pedaging 0,07 0,00 0,00 0,00 0,07
Kuda 0,05 0,00 0,00 0,06 0,12
Kerbau 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03
Domba 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
d. Hasil analisis SI terhadap komoditas ternak besar Kecamatan
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang
Nilai LI Sapi Perah 0,00 0,00 0,00 0,00
Sapi Pedaging 0,11 0,00 0,00 0,00
Kuda 0,00 0,00 0,00 0,00
Kerbau 0,01 0,00 0,00 0,00
Jumlah Domba 0,00 0,00 0,00 0,00
Kambing 0,00 0,22 0,19 0,07
Babi 0,00 0,00 0,00 0,00
0,12 0,22 0,19 0,07
Lampiran 6 Analisis komoditas unggulan sub sektor peternakan (lanjutan)
2. Komoditas ternak kecil a. Data produksi ternak kecil tahun 2005 (ekor) Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah Kabupaten
Ayam Ras 193.125 455.630 7.273 137.720 2.611.960
Ayam Buras 81.137 43.600 40.556 70.801 1.109.261
Itik 14.443 1.869 6.248 3.044 102.679
Jumlah Kecamatan 288.705 501.099 54.077 211.565 3.823.900
b. Hasil analisis LQ terhadap komoditas ternak kecil Kecamatan Ayam Ras
Nilai LQ Ayam Buras
Itik
Bukateja
0,98
0,97
1,86
Pengadegan Kejobong Kaligondang Rata-Rata
1,33 0,20 0,95 0,87
0,30 2,59 1,15 1,25
0,14 4,30 0,54 1,71
c. Hasil analisis LI terhadap komoditas ternak kecil Kecamatan
Nilai LI Ayam Ras
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah LI
0,00 0,04 0,00 0,00 0,04
Ayam Buras
Itik
0,00 0,00 0,02 0,01 0,03
0,07 0,00 0,05 0,00 0,11
d. Hasil analisis SI terhadap komoditas ternak kecil Kecamatan Ayam Ras
Nilai SI Ayam Buras
Jumlah Itik
Bukateja
0,00
0,00
0,02
0,02
Pengadegan Kejobong Kaligondang
0,23 0,00 0,00
0,00 0,46 0,04
0,00 0,09 0,00
0,23 0,55 0,04
Lampiran 7 Analisis komoditas unggulan sub sektor perikanan
a. Data produksi perikanan darat tahun 2005 (ribu Rp) Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah Kabupaten
Kolam 3.668.534 244.421 1.186.746 875.631 25.641.332
Sungai
UPR
151.510 31.030 30.301 171.764 1.793.852
137.170 0 330.600 70.325 2.402.912
Benih 780.516 50.544 1.557.089 120.285 16.334.839
Jumlah Kecamatan 4.737.730 325.995 3.104.736 1.238.005 46.172.935
b. Hasil analisis LQ terhadap komoditas perikanan darat Kecamatan Kolam
Nilai LQ Sungai
UPR
Benih
Bukateja
1,39
0,82
0,56
0,47
Pengadegan Kejobong Kaligondang Rata-Rata
1,35 0,69 1,27 1,18
2,45 0,25 3,57 1,77
0,00 2,05 1,09 0,92
0,44 1,42 0,27 0,65
c. Hasil analisis LI terhadap komoditas perikanan darat Kecamatan Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang Jumlah LI
Nilai LI Kolam 0,04
Sungai
0,00 0,00 0,01 0,05
0,00
UPR 0,00
0,01 0,00 0,07 0,08
0,00 0,07 0,00 0,07
Benih 0,00 0,00 0,03 0,00 0,02
d. Hasil analisis SI terhadap komoditas perikanan darat Kecamatan
Nilai SI Kolam
Bukateja Pengadegan Kejobong Kaligondang
0,22 0,19 0,00 0,15
Sungai
Jumlah UPR
0,00 0,06 0,00 0,10
0,00 0,00 0,05 0,00
Benih 0,00 0,00 0,15 0,00
0,22 0,25 0,20 0,26
Lampiran 8 Analisis usaha tani komoditas unggulan 1. Komoditas lada a. Biaya produksi No. Uraian
1. 2.
Pembibitan - Bibit Pemupukan - Pupuk Kandang - Pupuk Urea
- Pupuk TSP
- Pupuk KCL
3. 4.
5.
- Pupuk Mikro Obat-Obatan/ Pestisida Tenaga Kerja - Pengolahan lahan - Penanaman - Perawatan - Pemanenan Sewa Lahan Jumlah Jumlah Total
b. Penerimaan No. Uraian
1.
2. 3.
Pendapatan - Panen 1 - Panen 2 Penerimaan Penerimaan Total
Volume
350 1.000 17,5 35 70 70 35 70 140 140 17,5 35 70 70
20 10 20 20
Volume
300 400
Satuan
Biaya (Rp) Tahun 1
batang
3.000
1.050.000
kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg
500 1.200 1.200 1.200 1.200 1.700 1.700 1.700 1.700 1.500 1.500 1.500 1.500
500.000 21.000
HOK HOK HOK HOK
Satuan
kg kg
c. Keuntungan Keuntungan = Penerimaan - Biaya 14.600.000 = 9.524.250 = 5.075.750 d. R/C rasio R/C Rasio = =
Harga Satuan (Rp)
14.600.000/9.524.250 1,53
20.000 20.000 20.000 20.000
Harga Satuan (Rp) 20.000 20.000
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
42.000 84.000 84.000 59.500 119.000 238.000 238.000 26.250 52.500 105.000 100.000 50.000
100.000 50.000
100.000 50.000
105.000 100.000 50.000
400.000 200.000 400.000
400.000
800.000 3.606.750 4.698.000
800.000 1.563.500 5.170.250
400.000 400.000 800.000 2.177.000 7.347.250
400.000 400.000 800.000 2.177.000 9.524.250
Penerimaan (Rp) Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
0
0
6.000.000
0 0
0 0
6.600.000 6.600.000
Tahun 4
8.000.000 8.000.000 14.600.000
Lampiran 8 Analisis usaha tani komoditas unggulan (lanjutan)
2. Komoditas melati gambir a. Biaya Produksi No. Uraian
1. 2.
Pembibitan - Bibit Pemupukan - Pupuk Kandang - Pupuk Urea - Pupuk TSP - Pupuk KCL
3. 4.
5.
Obat-Obatan/ pestisida Tenaga Kerja - Pengolahan lahan - Penanaman - Perawatan Sewa Lahan Jumlah Jumlah Total
b. Penerimaan No. Uraian
1.
2. 3.
Pendapatan - Panen 1 - Panen 2 Penerimaan Penerimaan Total
Volume
Satuan
1.000
batang
1.000 500 100 100 50 50 100 100
kg kg kg kg kg kg kg kg
Harga Satuan (Rp)
Biaya (Rp) Tahun 1
200
200.000
500 500 1.200 1.200 1.700 1.700 1.500 1.500
500.000 250.000 120.000 120.000 85.000 85.000 150.000 50.000
40 10 40
Volume
1.890 3.780
HOK HOK HOK
Satuan
kg kg
20.000 20.000 20.000
Harga Satuan (Rp) 5.000 5.000
800.000 200.000 800.000 2.000.000 4.905.000
Keuntungan = = =
Penerimaan - Biaya 28.350.000 - 8.360.000 19.990.000
R/C Rasio = =
28.350.000/ 8.360.000 3,39
d. R/C rasio
150.000 50.000
800.000 2.000.000 3.455.000 8.360.000
Penerimaan (Rp) Tahun 1
Tahun 2
9.450.000 9.450.000 9.450.000
c. Keuntungan
Tahun 2
18.900.000 18.900.000 28.350.000
Lampiran 9 Kuisioner persepsi dan tingkat partisipasi masyarakat
KUISIONER PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN “BUNGAKONDANG” SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PARTISIPASI
Oleh : BUDI BASKORO A 253050114
MAGISTER ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Purbalingga,
Agustus 2006
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i para Responden di Tempat Assalamu ‘alaikum wr. wb. Berkenaan dengan penelitian kami dengan judul “Kajian Pengembangan Kawasan dengan Strategi Agropolitan (Studi Kasus Pengembangan Kawasan Agropolitan Bungakondang, Kabupaten Purbalingga)”, dengan ini kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner tentang “Persepsi dan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan serta Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi” sebagaiman terlampir. Perlu kami sampaikan juga bahwa kami menjamin kerahasiaan data yang Bapak/Ibu/Saudara/i isikan dan data tersebut hanya untuk keperluan penelitian saja. Sehingga kami harapkan kuisioner tersebut diisi dengan sebaik-baiknya secara jujur, obyektif dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Atas kerjasamanya yang baik kami sampaikan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. Hormat kami,
BUDI BASKORO
KUISIONER PENELITIAN PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN “BUNGAKONDANG” SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2.
Nama Alamat
: :
3.
Jenis Kelamin
:
4.
Status Perkawinan
:
5.
Pekerjaan
:
................................. ............................... ................................................................ ................................................................ a. Laki-laki b. Perempuan a. Tidak Kawin b. Kawin a. Petani b. Pedagang
Untuk pekerjaan sebagai petani : a. Kepemilikan lahan : milik sendiri/penyewa/penggarap* b. Jenis komoditas yang diusahakan : ............................. ....................................................................................... c. Produksi : ............................/ musim Untuk pekerjaan sebagai pedagang : a. Status : pedagang kecil/ pengepul/ pedagang besar* b. Pemasaran : antar desa/antar kecamatan/antar kabupaten* c. Jenis komoditas yang diperdagangkan : ...................... ..................................................................................... d. Omset : ............................./ bulan 6. 7.
Nama Kelompok Kedudukan dalam kelompok
: :
Keterangan : * = coret yang tidak perlu
A. Faktor yang mempengaruhi partisipasi : 1. 2.
Berapakah umur Saudara : ............... tahun Pendidikan tertinggi yang ditamatkan : a. SD/ MI/ yang sederajat b. SLTP/MTs/ yang sederajat c. SLTA/SMK/ yang sederajat d. Perguruan Tinggi 3. Berapa luas lahan yang digarap : ................ ha 4. Pendapatan yang diperoleh setiap bulan : Rp. ..................... 5. Kelembagaan petani dalam mensosialisasikan program agropolitan : a. Tidak aktif b. Cukup aktif c. Sangat Aktif 6. Sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap kegiatan program agropolitan : a. Tidak ada b. Kurang c. Cukup 7. Pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan agropolitan oleh Pemerintah Daerah : a. Tidak ada b. Kurang c. Cukup 8. Keterbukaan Pemerintah Daerah dalam menerima dan mengakomodasikan pendapat serta kepentingan masyarakat dalam kegiatan agropolitan: a. Kurang terbuka b. Cukup terbuka c. Sangat terbuka 9. Kesesuaian program kegiatan agropolitan dengan aspirasi masyarakat : a. Kurang sesuai b. Cukup sesuai c. Sangat sesuai 10. Manfaat yang diperoleh dari program agropolitan : a. Kurang bermanfaat b. Cukup bermanfaat c. Sangat bermanfaat 11. Jarak rumah dari kantor kecamatan : ..................km
B. Persepsi Masyarakat terhadap Program Agropolitan a.
Kognitif (pemahaman dan pengetahuan)
1.
Masyarakat telah memperoleh informasi yang cukup mengenai kegiatan-kegiatan dalam program agropolitan yang telah disosialisaikan melalui pertemuan dan penyuluhan oleh Pemerintah Daerah Masyarakat mengetahui bahwa wilayahnya merupakan kawasan agropolitan Masyarakat mengetahui tujuan program pengembangan kawasan agropolitan Masyarakat mengetahui mengenai kegiatan-kegiatan program agropolitan yang dilaksanakan di wilayah tempat tinggalnya Masyarakat percaya bahwa program agropolitan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2. 3. 4. 5. b. 1.
2. 3. 4. 5. c. 1. 2. 3. 4. 5.
Afektif (perasaan dan penilaian) Kegiatan dalam program agropolitan mampu menjawab permasalahan pertanian yang terjadi di wilayah tersebut karena telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat Melalui program agropolitan, masyarakat memperoleh peningkatan pengetahuan dalam bidang usaha tani Melalui program agropolitan, masyarakat mendapatkan peningkatan pendapatan dari usaha taninya Melalui program agropolitan, masyarakat memperoleh kemudahan dalam melakukan usaha tani (budidaya, produksi & pemasaran hasil) Pemerintah telah melaksanakan program agropolitan dengan baik Konatif (kecenderungan & interpretasi tindakan) Masyarakat bersedia untuk membantu keberhasilan program agropolitan Masyarakat bersedia untuk memelihara keberlanjutan program kegiatan agropolitan Masyarakat mendukung pelaksanaan kegiatan program agropolitan Masyarakat bersedia untuk menjadi tempat kegiatan program agropolitan selanjutnya. Masyarakat mengikuti kebijakan dan arahan pemerintah, antara lain mengenai jenis komoditas yang harus diusahakan
Ya
Tidak
Kode Pengolahan
C.
Tingkat Partisipasi
C.1. Partisipasi dalam Perencanaan No Pertanyaan 1.
Dari manakah Saudara mengetahui adanya program agropolitan Bungakondang? a. Kelompok Tani b. Penyuluh Pertanian c. Pemerintah Desa d. Pemerintah Kecamatan e. Pemerintah Kabupaten (Bappeda & Dinas Pertanian dan Kehutanan) f. Radio/ surat kabar g. ................................................ 2. Dalam kegiatan apa Saudara mengetahui program agropolitan? a. Pertemuan kelompok tani b. Sosialisasi oleh Pemerintah Desa c. Sosialisasi oleh Pemerintah Kecamatan d. Sosialisasi oleh Pemerintah Kabupaten e. .............................................................. 3. Atas dorongan siapa Saudara berpartisipasi dalam kegiatan agropolitan ? a. Inisiatif sendiri b. Masyarakat/ kelompok tani c. Pemerintah Desa/ Kecamatan/Kabupaten 4. Berapa kali Saudara diundang dalam pertemuan untuk menyusun perencanaan program agropolitan ? .................. kali 5. Berapa kali Saudara hadir dalam pertemuan untuk menyusun perencanaan program agropolitan ? .................. kali 6. Apakah dalam pertemuan tersebut, Saudara diberi kesempatan untuk menyampaikan permasalahan dan informasi yang berkaitan dengan program agropolitan? a. Ya b. Tidak 7. Apakah dalam pertemuan tersebut, Saudara diberi kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan program agropolitan? a. Ya b. Tidak 8. Apakah permasalahan dan informasi yang Saudara sampaikan dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan program agropolitan? a. Tidak b. Ya, diterima dan diakomodir dengan baik 9. Apakah Saudara dilibatkan pada proses pengambilan keputusan dalam perencanaan program kegiatan agropolitan : a. Ya b. Tidak 10. Menurut Saudara apakah kegiatan dalam agropolitan lebih banyak merupakan kegiatan yang dirancang oleh Pemerintah Daerah ? a. Ya b. Tidak, dengan mengakomodir kepentingan masyarakat
Kode Pengolahan
C. 2. Partisipasi dalam Pelaksanaan No 1.
Pertanyaan
Menurut Saudara apakah pelaksanaan kegiatan agropolitan sudah melibatkan banyak pihak/kelompok masyarakat (pemuda, wanita, kelompok tani, pedagang dll)? a. Ya, melibatkan semua kelompok masyarakat b. Hanya sebagian dari kelompok masyarakat c. Tidak 2. Apakah Saudara dilibatkan dalam proses pelaksanaan program kegiatan agropolitan ? a. Ya b. Tidak 3. Apakah bentuk partisipasi yang saudara lakukan dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan berupa sumbangan tenaga : a. Ya b. Tidak 4. Apakah bentuk partisipasi yang saudara lakukan dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan berupa sumbangan pemikiran : a. Ya b. Tidak 5. Apakah bentuk partisipasi yang saudara lakukan dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan berupa sumbangan dana : a. Ya b. Tidak 6 Apakah Saudara mengajak keluarga, masyarakat lain untuk mengikuti pelaksanaan program agropolitan? a. Ya b. Tidak 7. Apakah dalam pelaksanaan program agropolitan mempergunakan lahan Saudara sebagai lokasi kegiatan? a. Ya b. Tidak 8. Apakah Saudara ikut memelihara hasil program agropolitan ? a. Ya b. Tidak 9. Apakah Saudara mempunyai kegiatan mandiri (di luar program Pemerintah) yang menunjang program agropolitan? a. Ya b. Tidak 10. Apakah terdapat kemitraan atau kerjasama dalam pengelolaan program agropolitan? a. Ya b. Tidak
Kode Pengolahan
C. 3. Partisipasi dalam Pengawasan dan Evaluasi No
Pertanyaan
1.
Apakah Saudara ikut melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah rapat evaluasi dihadiri oleh semua komponen masyarakat dan pemerintah? a. Ya b. Tidak Apakah Saudara menghadiri rapat evaluasi pelaksanaan program agropolitan, baik tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten ? a. Ya b. Tidak Apakah Saudara ikut menilai kebaikan dan kelemahan pelaksanaan program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah Saudara memberikan saran-saran untuk perbaikan program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah saran Saudara diterima dengan baik? a. Ya b. Tidak Apakah menurut Saudara pelaksanaan program agropolitan telah sesuai dengan perencanaannya? a. Ya b. Tidak Apakah menurut Saudara pelaksanaan program agropolitan telah sesuai dengan kondisi sumberdaya alam setempat? a. Ya b. Tidak Apakah menurut Saudara pelaksanaan program agropolitan telah sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat? a. Ya b. Tidak Apakah menurut Saudara pelaksanaan program agropolitan telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat? a. Ya b. Tidak
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
10.
Kode Pengolah an
C. 4. Partisipasi dalam Pemanfaatan No
Pertanyaan
1.
Apakah Saudara merasa memperoleh manfaat dari hasil pembangunan fisik (jalan, jembatan, saluran irigasi dll) pada program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah pembangunan fisik tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan umum atau hanya untuk kepentingan kelompok tertentu? a. Ya, untuk kepentingan umum b. Tidak Apakah Saudara memperoleh peningkatan pengetahuan, melalui program pelatihan, penyuluhan, pendidikan, studi banding dll ? a. Ya b. Tidak Apakak Saudara memperoleh manfaat secara ekonomi (peningkatan produksi, pendapatan dll) dari program agropolitan? a. Tidak b. Ya Apakah terdapat peningkatan pemberdayaan masyarakat setelah adanya program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah Saudara memperoleh bantuan fisik dari program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah Saudara memperoleh bantuan keuangan atau kemudahan pelayanan keuangan dari program agropolitan? a. Ya b. Tidak Apakah manfaat tersebut sudah optimal atau masih perlu peningkatan? a. Ya, optimal b. Tidak
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
Kode Pengolahan
D. Saran & Pendapat 1.
2.
3.
Bagaimana menurut Anda kegiatan yang dilaksanakan dalam program agropolitan : a. Sangat Berhasil b. Cukup berhasil c. Tidak berhasil Menurut Saudara apa yang diharapkan dengan adanya program agropolitan ? ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... Kritik atau saran terhadap pelaksanaan program agropolitan ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ...............................................................................................................................
Lampiran 10 Daftar responden kelompok tani sampel A. Desa Pusat Pertumbuhan No. Desa Kecamatan 1 Bukateja Bukateja 2 Bukateja Bukateja 3 Cipawon Bukateja 4 Bandingan Kejobong 5 Kejobong Kejobong
Nama Kelompok Sida Muncul Subur Makmur Rahayu Mugi Lestari Ngudi Rahayu
Ketua Budi Santosa Djaelani Suwaryo Akh. Muklas Sangin
B. Hinterland No. Desa 1 Bajong 2 Bajong 3 Majasari 4 Karangcengis 5 Karanggedang 6 Kebutuh 7 Kebutuh 8 Kutawis 9 Kedungjati 10 Kedungjati 11 Kembangan 12 Tidu 13 Wirasaba 14 Penolih 15 Krenceng 16 Pangempon 17 Pandansari 18 Lamuk 19 Lamuk 20 Sokanegara 21 Nangkod 22 Timbang 23 Karangjoho 24 Larangan 25 Larangan 26 Panunggalan 27 Pasunggingan 28 Pasunggingan 29 Pengadegan 30 Pengadegan
Nama Kelompok Tegal Lurung Wiru Maju Tani Ngudi Makmur Ngudi Mulya Sida Mulya Makmur Sri Widodo Guyub Sirandu Sri Rahayu Maju Makmur Tirta Laras Sri Lestari 3 Bumi Sari Sidodadi Pandan Wangi Tri Budidaya Indra Jaya Puspo Pratoto Bina Karya Sri Mukti Mekarsari Tekad Rahayu Mekarsari Sumber Jaya Mangun Sejahtera Agro Sungging Tunas Muda Krida Utama
Ketua Umar Mubarok Amin Mastur Nasrudin H. Riyanto Rojikin Dasuki M. Subanji Munir Tochid H. Sumyar Komari Imam M A. Tohirin Sukaryo Suyatno Mulyanto Daryanto Muji Raharjo Heri Sangadi Ach. Sultoni Saryono Slamet Rujito Nurhidayat Suparno Hadi Suwarno Yulianto Kusmeri Yatimin Sobirin Sukarto Padmo
Kecamatan Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Bukateja Kaligondang Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Kejobong Pengadegan Pengadegan Pengadegan Pengadegan Pengadegan Pengadegan Pengadegan Pengadegan
Lampiran 11 Analisis persepsi responden terhadap program agropolitan Hasil tabulasi analisis persepsi No.
Identitas Responden Nama
Alamat
Lokasi
Persepsi Komoditas
Jumlah
Kognitif Afektif Konatif
Tingkat Persepsi
1
H Riyanto
Karangcengis
Hinterland
Tegalan 1
2
3
5
10
Buruk
2
Suwaryo
Cipawon
DPP
Tegalan 1
3
4
5
12
Buruk
3
Munir
Kutawis
Hinterland
Tegalan 1
3
3
4
10
Buruk
4
Dasuki
Kebutuh
Hinterland
Tegalan 1
5
5
4
14
Baik
5
Ach. Muklas
Bandingan
DPP
Perkebunan
5
2
5
12
Buruk
6
Heri Sangadi
Lamuk
Hinterland
Tegalan 2
1
0
4
5
Buruk
7
Suyatno
Krenceng
Hinterland
Tegalan 2
1
3
5
9
Buruk
8
Basori
Pandansari
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
9
Sukaryo
Penolih
Hinterland
Tegalan 2
4
1
5
10
Buruk
10
A. Tohirin
Wirasaba
Hinterland
Persawahan
0
0
5
5
Buruk
11
Amin Mastur
Bajong
Hinterland
Persawahan
0
0
5
5
Buruk
12
Budi Santosa
Bukateja
DPP
Tegalan 1
5
4
5
14
Baik
13
Imam
Tidu
Hinterland
Persawahan
0
0
5
5
Buruk
14
Umar Mubarok
Bajong
Hinterland
Persawahan
0
0
5
5
Buruk
15
H. Sumyar
Kedungjati
Hinterland
Tegalan 1
5
5
5
15
Baik
16
Muji Raharjo
Lamuk
Hinterland
Tegalan 2
2
0
5
7
Buruk
17
Mulyanto
Pangempon
Hinterland
Tegalan 2
4
2
5
11
Buruk
18
Nur Hidayat
Karangjoho
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
19
Tochid
Kedungjati
Hinterland
Tegalan 1
5
5
5
15
Baik
20
Sangin
Kejobong
DPP
Perkebunan
5
5
5
15
Baik
21
Djaelani
Bukateja
DPP
Tegalan 1
5
5
5
15
Baik
22
Slamet Rujito
Timbang
Hinterland
Perkebunan
5
5
5
15
Baik
23
Sobirin
Pengadegan
Hinterland
Tegalan 2
2
0
5
7
Buruk
24
Hadi Suwarno
Larangan
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
25
Suparno
Larangan
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
26
Sukarto Padmo
Pengadegan
Hinterland
Tegalan 2
1
0
5
6
Buruk
27
Yatimin
Pasunggingan
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
28
Kusmeri
Pasunggingan
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
29
Ach. Sultoni
Sokanegara
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
30
Yulianto
Panunggalan
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
31
M Subarji
Kebutuh
Hinterland
Tegalan 1
4
4
5
13
Baik
32
Komari
Kembangan
Hinterland
Persawahan
0
0
5
5
Buruk
33
Saryono
Nangkod
Hinterland
Tegalan 2
0
0
5
5
Buruk
34
Rojikin
Karanggedang
Hinterland
Tegalan 1
1
0
5
6
Buruk
35
Nasrudin
Majasari
Hinterland
Persawahan
0
0
5
5
Buruk
Sumber : Hasil kuisioner (olahan)
Lampiran 12 Analisis tingkat partisipasi responden dan faktor yang mempengaruhinya a. Data faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Identitas Responden Nama H Riyanto Suwaryo Munir Dasuki Ach. Muklas Heri Sangadi Suyatno Basori Sukaryo A. Tohirin Amin Mastur Budi Santosa Imam Umar Mubarok H. Sumyar Muji Raharjo Mulyanto Nur Hidayat Tochid Sangin Djaelani Slamet Rujito Sobirin Hadi Suwarno Suparno Sukarto Padmo Yatimin Kusmeri Ach. Sultoni Yulianto M Subarji Komari Saryono Rojikin Nasrudin
Alamat Karangcengis Cipawon Kutawis Kebutuh Bandingan Lamuk Krenceng Pandansari Penolih Wirasaba Bajong Bukateja Tidu Bajong Kedungjati Lamuk Pangempon Karangjoho Kedungjati Kejobong Bukateja Timbang Pengadegan Larangan Larangan Pengadegan Pasunggingan Pasunggingan Sokanegara Panunggalan Kebutuh Kembangan Nangkod Karanggedang Majasari
Sumber : Hasil kuisioner (olahan)
Umur 46 49 46 51 62 42 44 60 55 50 70 45 35 44 55 45 43 41 51 50 51 43 37 55 52 45 50 55 45 37 45 50 52 47 50
Faktor yang mempengaruhi partisipasi Luas Pendidikan Lahan Pendapatan Kelembagaan SLTP 1 1.500 Tidak aktif SLTP 1 1.000 Cukup aktif SD 0,7 1.000 Tidak aktif SLTA 1 1.000 Tidak aktif SD 1 500 Cukup aktif SLTA 0,4 300 Cukup aktif SLTA 1 200 Cukup aktif SD 1 200 Tidak aktif SD 1 500 Cukup aktif SLTP 1 400 Tidak aktif SD 0,5 200 Tidak aktif SLTA 1 1.200 Cukup aktif SLTP 0,5 200 Tidak aktif SLTA 0,4 200 Tidak aktif SLTP 1 1.300 Cukup aktif SLTA 0,8 200 Cukup aktif PT 1 200 Cukup aktif SLTP 0,8 200 Tidak aktif SLTP 0,8 1.000 Cukup aktif SD 1 300 Cukup aktif SLTP 0,8 10.000 Cukup aktif SLTA 1 400 Cukup aktif SLTP 0,5 200 Cukup aktif SD 0,7 300 Tidak aktif SD 0,6 300 Tidak aktif SLTA 0,7 300 Cukup aktif SLTP 0,5 200 Tidak aktif SD 0,5 200 Tidak aktif SLTP 0,7 300 Tidak aktif SLTA 0,7 300 Tidak aktif SLTA 0,7 800 Cukup aktif SLTP 0,5 200 Tidak aktif SD 0,5 200 Tidak aktif SLTP 0,5 800 Tidak aktif SD 0,5 200 Tidak aktif
Sosialisasi Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Kurang Kurang Cukup Tidak ada Tidak ada Cukup Tidak ada Tidak ada Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Kurang Tidak ada Kurang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kurang Kurang Tidak ada Tidak ada Kurang Kurang
a. Data faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi (lanjutan) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Identitas Responden Nama H Riyanto Suwaryo Munir Dasuki Ach. Muklas Heri Sangadi Suyatno Basori Sukaryo A. Tohirin Amin Mastur Budi Santosa Imam Umar Mubarok H. Sumyar Muji Raharjo Mulyanto Nur Hidayat Tochid Sangin Djaelani Slamet Rujito Sobirin Hadi Suwarno Suparno Sukarto Padmo Yatimin Kusmeri Ach. Sultoni Yulianto M Subarji Komari Saryono Rojikin Nasrudin
Alamat Karangcengis Cipawon Kutawis Kebutuh Bandingan Lamuk Krenceng Pandansari Penolih Wirasaba Bajong Bukateja Tidu Bajong Kedungjati Lamuk Pangempon Karangjoho Kedungjati Kejobong Bukateja Timbang Pengadegan Larangan Larangan Pengadegan Pasunggingan Pasunggingan Sokanegara Panunggalan Kebutuh Kembangan Nangkod Karanggedang Majasari
Sumber : Hasil kuisioner (olahan)
Faktor yang mempengaruhi partisipasi Pendampingan Tidak ada Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Cukup Tidak ada Tidak ada Cukup Tidak ada Tidak ada Cukup Cukup Cukup Tidak ada Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Tidak ada Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang
Keterbukaan Kurang Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Kurang Terbuka Cukup Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Cukup Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Kurang Terbuka Cukup Terbuka Sangat Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Cukup Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Cukup Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Kurang Terbuka Cukup Terbuka
Kesesuaian Kurang Sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Sangat Sesuai Sangat Sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Cukup sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Cukup Sesuai Kurang Sesuai
Manfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Sangat Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfa at Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Cukup Bermanfaat Cukup Bermanfaat Cukup Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat Kurang Bermanfaat
Jarak (km) 4 4 3 2 4 3 2 3 2 3 3 1 4 3 1 3 3 3 1 1 1 3 1 2 2 1 4 4 4 4 2 2 4 5 2
b. Hasil tabulasi tingkat partisipasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Responden Partisipasi Nama Alamat Perencanaan Pelaksanaan Pengawasan H Riyanto Karangcengis 7 7 10 Suwaryo Cipawon 6 1 0 Munir Kutawis 4 6 0 Dasuki Kebutuh 7 6 9 Ach. Muklas Bandingan 7 9 10 Heri Sangadi Lamuk 4 0 0 Suyatno Krenceng 6 5 0 Basori Pandansari 0 0 0 Sukaryo Penolih 5 1 0 A. Tohirin Wirasaba 0 0 0 Amin Mastur Bajong 0 0 0 Budi Santosa Bukateja 7 6 3 Imam Tidu 0 0 0 Umar Mubarok Bajong 0 0 0 H. Sumyar Kedungjati 6 7 5 Muji Raharjo Lamuk 4 0 0 Mulyanto Pangempon 6 1 0 Nur Hidayat Karangjoho 0 0 0 Tochid Kedungjati 6 6 4 Sangin Kejobong 6 7 4 Djaelani Bukateja 6 5 4 Slamet Rujito Timbang 6 8 4 Sobirin Pengadegan 2 1 0 Hadi Suwarno Larangan 0 0 0 Suparno Larangan 0 0 0 Sukato Padmo Pengadegan 5 0 0 Yatimin Pasunggingan 0 0 0 Kusmeri Pasunggingan 0 0 0 Ach. Sultoni Sokanegara 0 0 0 Yulianto Panunggalan 0 0 0 M. Subarji Kebutuh 3 4 4 Komari Kembangan 0 0 0 Saryono Nangkod 0 0 0 Rojikin Karanggedang 4 1 0 Nasrudin Majasari 0 0 0
Sumber : Hasil kuisioner (olahan)
Jumlah Manfaat 5 29 4 11 2 12 4 26 6 32 2 6 1 12 0 0 4 10 0 0 0 0 6 22 0 0 0 0 6 24 3 7 2 9 0 0 3 19 4 21 3 18 5 23 0 3 0 0 0 0 2 7 0 0 0 0 0 0 0 0 4 15 0 0 0 0 2 7 0 0
Kategori Partisipasi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah