ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT PESISIR DALAM MELESTARIKAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN BONTANG KUALA KOTA BONTANG Yuliana Nidyasari1, Helminuddin2 dan Elly Purnamasari2 1
2
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim, Samarinda. Laboratorium Ekonomi Sumberdaya Perikanan & Kelautan FPIK Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Analysis of Coastal Community Behaviour in Preserving of Mangrove Ecosystem at Bontang Kuala Village, Bontang City. This research analyzed the behavior of coastal communities in preserving the mangrove ecosystem in Kuala Bontang Village, District of North Bontang, Bontang City which aimed to determine the characteristics and behavior of coastal communities, as well as the factors that influence the behavior of coastal communities in preserving mangrove ecosystems in the village of Bontang Kuala. The research was conducted for 3 months from 1 August to 11 November 2010. This study used survey methods and sampling carried out in two stages, namely the first stage by using a proportional stratified sampling technique and the second stage by purposive sampling technique. The number of respondents were 96 families representing coastal communities. The results showed that the behavior of coastal communities in preserving mangrove ecosystems based on internal factors (Y1) was in good criterion (67.21%), the behavior of coastal communities in preserving mangrove ecosystems based on external factors (Y 2) was in good criterion (77.44%) supported by the public perception about conservation of mangrove ecosystem (X1) with good criteria of interpretation (76.21%), public knowledge about the conservation of mangrove ecosystems (X 2) with the criteria of good interpretation (66.85%). Level of respondents' income (X3) was in low category (60.42%), education level of respondents (X 4) was in low category and type of job (D1-D3) were dominated by fishermen. At the same time, factors such as public opinion on the conservation of mangrove ecosystems (x1), public knowledge on the conservation of mangrove ecosystems (x2), level of income (X3), level of education (X4) and jobs (D1-D3) had a significant influence on people's behavior of mangrove coastal ecosystems in maintaining both internally and externally. Partial factor significantly influenced public opinion on the conservation of mangrove ecosystems (X1) was the behaviour of coastal communities in the conservation of mangrove ecosystems internally and externally, while the public's knowledge about the preservation of mangrove ecosystems (X2), income level (X3), educational level (X4) and jobs (D1-D3) did not significantly affect the behavior of coastal communities in preserving the mangrove ecosystem both internally and externally. Kata kunci: masyarakat pesisir, ekosistem, mangrove, Bontang
Wilayah pesisir secara umum didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Wilayah ini memiliki sumberdaya alam yang sangat beragam, sehingga dikenal sebagai daerah yang sangat produktif. Potensi sumberdaya pesisir dan lautan 80
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
81
ada yang dapat diperbarui (renewable resources) seperti sumberdaya perikanan (tangkap dan budidaya), ekosistem terumbu karang, mangrove, delta, estuaria. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) seperti minyak bumi, gas alam, pasir laut (Dahuri, 2006). Jenis sumberdaya alam hayati yang penting di wilayah pantai satu di antaranya adalah ekosistem mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Keberadaan hutan mangrove sangat memberikan manfaat pada masyarakat pesisir, baik yang didapat melalui peningkatan hasil tangkapan, perolehan kayu bakau yang mempunyai nilai ekspor tinggi maupun keamanan pantainya (Supriharyono, 2009). Menurut Bengen (2002), pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan) menyebabkan tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem mangrove semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun secara tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan). Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar kawasan ekosistem mangrove belum sepenuhnya mendukung pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan, pengetahuan dan kesadaran dalam pelestarian ekosistem mangrove (Abdullah dkk., 1993). Bontang Kuala adalah satu di antara kelurahan yang terdapat di Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang. Kelurahan ini khas sekali sebagai daerah pantai karena bermukim di atas laut yang masih dikelilingi kawasan ekosistem mangrove, dibangun oleh pendatang yaitu sekelompok nelayan yang berasal dari Sulawesi Selatan. Bontang Kuala juga sebagai tujuan wisata favorit di Kota Bontang. Mata pencarian pokok masyarakat di Kelurahan Bontang Kuala mayoritas nelayan (Anonim, 2009a). Bontang Kuala mempunyai proporsi kawasan mangrove yang terganggu lebih besar, yaitu kawasan vegetasi mangrovenya agak terbuka (Anonim, 2005). Kawasan Bontang Kuala saat ini termasuk satu di antara program Bontang Lestari yaitu rehabilitasi kerusakan hutan mangrove dan telah terealisasi pada tahun 2008 (Anonim, 2009b). Oleh karena itu, ekosistem mangrove perlu dilestarikan sehingga kekhasan alam termasuk flora dan faunanya dapat dipertahankan, agar dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun pada masa depan. Di dalam melibatkan masyarakat, faktor penting adalah bagaimana mendudukkan masyarakat pada posisi pelaku (subjek) pembangunan yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif. Fenomena ini sangat menarik untuk diteliti, karena menyangkut perilaku masyarakat atas pemanfaatan yang kurang sesuai dan untuk mencari pendekatan alternatif pemecahan masalah yang muncul dalam upaya melestarikan ekosistem mangrove. Keragaman perilaku masyarakat pesisir dalam pelestarian ekosistem mangrove tidak terlepas dari persepsi, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakatnya.
82
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik, perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat pesisir dalam melestarikan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bontang Kuala Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan suatu rekomendasi dan pemahaman yang lebih jelas tentang karakteristik dan perilaku masyarakat pesisir; diharapkan timbulnya kesadaran masyarakat akan arti penting hutan mangrove bagi manusia dan makhluk hidup lainnya; perilaku masyarakat pesisir sebagai dasar untuk menetapkan pengelolaan ekosistem mangrove yang berbasis masyarakat; hasil penelitian ini juga dapat memperkaya khasanah pengetahuan sosial masyarakat, khususnya masyarakat akademis, tentang kehidupan nelayan yang masih sangat terbatas jumlahnya; papat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan berupa pengetahuan yang dapat dijadikan bahan pembahasan bagi pemerintah (daerah maupun pusat) dalam menyusun program/ atau kebijakan pembangunan dan metode pendekatan dalam penerapan kebijakan tersebut; diharapkan dengan mengetahui perilaku masyarakat pesisir, diyakini akan tercipta dampak yang lebih baik dan signifikan bagi peningkatan taraf dan kualitas partisipasi masyarakat pesisir di Indonesia umumnya maupun di Kota Bontang khususnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bontang Kuala Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang. Penelitian lapangan dan analisis data dilaksanakan selama 3 bulan mulai tanggal 1 Agustus sampai dengan 11 November 2010. Alat yang digunakan adalah kuesioner untuk wawancara dengan responden dan kalkulator untuk menghitung data. Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu metode yang dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual serta mendapatkan kebenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung (Nazir, 1988). Pengambilan sampel dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama teknik proportionate stratified sampling untuk menentukan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian mewakili 13 RT. Untuk menentukan sampel dalam penelitian digunakan tingkat kelonggaran sebesar 10% dari jumlah populasi. Populasi masyarakat Kelurahan Bontang Kuala sebanyak 957 KK yang tersebar di 13 RT, sehingga jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 96 KK. Tahap kedua dengan teknik purposive sampling bertujuan menentukan responden yang berkaitan dengan pemanfaatan mangrove (Riduwan, 2009). Data primer yang diambil langsung di lokasi penelitian adalah tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat, yaitu persepsi tentang pelestarian ekosistem mangrove, pengetahuan tentang pelestarian ekosistem mangrove, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden terpilih sebagai sampel yang mewakili masyarakat.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
83
Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan instansi pemerintah yang terkait untuk mendukung pencapaian tujuan penelitian, seperti kondisi geografis dan lingkungan penelitian, keadaan penduduk, sarana dan prasarana di lokasi penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Variabel-variabel yang dianalisis terdiri dari variabel bebas (X dan dummy) dan variabel terikat (Y) yaitu: a. Persepsi tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1) terdiri dari X1.1 sampai dengan X1.10 dan pengetahuan tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2) terdiri dari X2.1 sampai dengan X2.10 menggunakan skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan untuk membuat item instrumen berupa 10 pernyataan yang perlu dijawab oleh responden (Riduwan dan Sunarto, 2010). b. Tingkat pendapatan (X3) berdasarkan jumlah pendapatan dalam bentuk rupiah tiap bulan untuk mendapatkan skor terendah dan skor tertinggi yang kemudian dibagi dalam 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Dasar penentuan kategori menggunakan perhitungan interval kelas sebagai berikut: variabel internal = (Xmax - Xmin) / K Xmax = nilai pendapatan maksimum. Xmin = nilai pendapatan minimum. K = jumlah kategori (= 3). Nilai skor pendapatan 1 = rendah, skor pendapatan 2 = sedang dan skor pendapatan 3 = tinggi. c. Tingkat pendidikan (X4) berdasarkan jenjang pendidikan formal dan lama pendidikan yang pernah diikuti. d. Pekerjaan berdasarkan potensi sumberdaya manusia yang ada di Kelurahan Bontang Kuala menggunakan variabel dummy yaitu variabel kategorik untuk mengungkapkan suatu fenomena, bermanfaat dalam mengkuantifikasikan data kualitatif (Nachrowi dan Usman, 2002). Pekerjaan ini terdiri dari variabel dummy dengan 4 kategori, maka dibutuhkan variabel dummy sebanyak (4-1) = 3 variabel, yaitu: D1 = nelayan, D2 = ponggawa dan D3 = petambak. e. Perilaku masyarakat pesisir (Y) sebagai variabel terikat. Perilaku (Y) diukur menggunakan skala likert dengan membuat item instrumen berupa 10 pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Variabel Y terdiri dari: Y1 (faktor internal) = Y1.1 sampai dengan Y1.10. Y2 (faktor eksternal) = Y2.1 sampai dengan Y2.10. Uji statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap Y, yang mana Y dipengaruhi X dan Y tergantung pada X. Model persamaannya adalah sebagai berikut: Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5D1 + β6D2 + β7D3 Y = perilaku, β0 = intersep, X1 = persepsi tentang pelestarian ekosistem mangrove, X2 = pengetahuan tentang pelestarian ekosistem mangrove, X3 = kelas pendapatan, X4 = lama pendidikan, D1 = nelayan, D2 = ponggawa, D3 = petambak.
84
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Letak dan kondisi geografis Kelurahan Bontang Kuala yang merupakan bagian wilayah administrasi Kecamatan Bontang Utara, secara geografis di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Loktuan Kecamatan Bontang Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Laut Indah Kecamatan Bontang Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Bontang Baru dan Api-api Kecamatan Bontang Utara berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 18 Tahun 2002. Kelurahan Bontang Kuala memiliki luas wilayah 5,67 km2 (Anonim, 2009a). Aksesibilitas di Kelurahan Bontang Kuala cukup baik, walaupun tidak ada angkutan umum reguler setiap hari. Jarak tempuh ke pusat kota hanya 2 km, waktu yang dibutuhkan dengan kendaraan bermotor 10 menit. Kelurahan Bontang Kuala juga merupakan kawasan perkantoran, pertokoan/bisnis, industri, kepulauan, pesisir, kawasan hutan, kawasan wisata, bantaran sungai/DAS dan perbatasan antar kecamatan lain. Kondisi vegetasi mangrove Vegetasi mangrove di Kelurahan Bontang Kuala dengan kondisi baik sebanyak 44,4%, kondisi terganggu 25,0%, kondisi sangat terganggu 5,1% dan kondisi terbuka 25,5%. Kawasan mangrove berdasarkan kenyataan di lapangan berupa kawasan yang dibuka untuk tambak dan juga pemukiman. Struktur vegetasinya didominasi anakan dan sedikit pepohonan. Bagian tepi wilayah ini sering ditumbuhi permudaan bakau, sebagai ciri bahwa daerah tersebut pernah terbuka. Hal ini sesuai dengan hasil inventarisasi kerusakan hutan mangrove oleh Anonim (2005), bahwa kawasan mangrove yang terbuka bisa disebabkan pembukaan tambak atau tambak tidak produktif dan adanya pengambilan kayu. Luas kawasan mangrove yang terbuka dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kawasan Mangrove Berdasarkan Tingkat Keterbukaan di Kelurahan Bontang Kuala Tutupan vegetasi Baik Terganggu Sangat terganggu Terbuka Total Sumber: Anonim (2005)
Luas (ha) 235,4 132,8 27,2 135,1 530,5
% 44,4 25,0 5,1 25,5 100,00
Karakteristik masyarakat pesisir Bontang Kuala Penduduk Kelurahan Bontang Kuala berjumlah 3.352 jiwa dengan komposisi wanita sebanyak 1.584 jiwa dan laki-laki 1.768 jiwa, terdiri dari 957 KK yang tersebar di 13 RT. Penduduknya didominasi usia 15–35 tahun dengan persentase 36,55%, seperti disajikan pada Tabel 2.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
85
Tabel 2. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Bontang Kuala Golongan umur (tahun) 0–4 5 – 14 15 – 35 36 – 50 51 – 55 56 ke atas Jumlah a Sumber: Anonim (2009 )
Jumlah 323 525 1.225 810 128 341 3.352
% 9,64 15,66 36,55 24,16 3,82 10,17 100,00
Ditinjau dari tingkat pendidikan berdasarkan data yang diperoleh dari Anonim (2009a), jumlah penduduk terbanyak adalah tingkat pendidikan SLTP sebanyak 701 jiwa (20,91%), diikuti SLTA 662 jiwa (19,75%) dan SD 609 jiwa (18,17%) (Tabel 3). Tabel 3. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bontang Kuala Tingkat pendidikan Tidak sekolah Belum sekolah Sedang sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA Diploma/Akademi S1 S2 Total a Sumber: Anonim (2009 )
Jumlah (jiwa) 123 240 609 335 521 701 662 68 76 17 3.352
% 3,67 7,16 18,17 9,99 15,54 20,91 19,75 2,03 2,27 0,51 100,00
Ditinjau dari suku/etnis, masyarakat Kelurahan Bontang Kuala terdiri dari 4 etnis yaitu Bugis, Banjar, Kutai dan Jawa (Anonim, 2009a). Responden dengan etnis Bugis lebih dominan, yaitu sebanyak 41,67%, diikuti etnis Banjar 27,08%, kemudian Jawa 21,88% dan Kutai 5,21%. Ada etnis lain yaitu Manado (2,08%) dan Batak (2,08%) (Tabel 4). Tabel 4. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Suku/Etnis di Kelurahan Bontang Kuala Suku/etnis Bugis Banjar Kutai Jawa Manado Batak Jumlah
Jumlah (jiwa) 40 26 5 21 2 2 96
% 41,67 27,08 5,21 21,88 2,08 2,08 100,00
86
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
Analisis Deskriptif Perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove berdasarkan faktor internal (Y1) Skor perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove di Kelurahan Bontang Kuala berdasarkan data yang diperoleh berada pada kriteria interpretasi baik (67,21%). Perilaku masyarakat pesisir ini disebabkan tindakan internal atau niat yang terealisasi dalam bentuk tingkah laku nyata turut menentukan pelestarian ekosistem mangrove di sekitar tempat tinggal mereka. Pendapat Musyafar (2005) juga mendukung bahwa perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove sebagai satu di antara faktor yang turut menentukan pelestarian ekosistem mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Green (1990) dalam Ritohardoyo (1995), bahwa faktor internal yang dimiliki masyarakat pesisir terhadap lingkungannya meliputi pandangan hidup, adat istiadat, kepercayaan dan kebiasaan mereka yang turun temurun banyak berpengaruh pada perilaku seharihari. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Perhitungan Skor Kriteria Interpretasi Perilaku Masyarakat terhadap Ekosistem Mangrove Berdasarkan Faktor Internal (Y1) Indikator Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y1.8 Y1.9 Y1.10 Rata-rata
Hasil perhitungan skor (%) 82,08 50,63 47,08 46,46 78,96 79,79 81,46 75,21 74,79 55,63 67,21
Keterangan Sangat baik Sedang atau cukup Sedang atau cukup Sedang atau cukup Baik Baik Sangat baik Baik Baik Sedang atau cukup Baik
Perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove berdasarkan faktor eksternal (Y2) Skor perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove di Kelurahan Bontang Kuala berada pada kriteria interpretasi baik (77,44%). Adanya faktor menarik di luar dirinya seperti mengikuti penyuluhan atau sosialisasi yang berkaitan dengan pelestarian mangrove menyebabkan mereka berperilaku baik sehingga ada kerja sama di antara mereka baik dengan instansi, lembaga maupun orang lain selain di lingkungan tempat tinggal mereka dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Green (1990) dalam Ritohardoyo (1995), bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor menarik yang ada di luar dirinya, seperti kemampuan untuk menyerap informasi bergantung pada dimensi kejiwaan dan persepsi terhadap lingkungan, untuk selanjutnya direfleksikan dalam tatanan kehidupannya. Demikian juga dengan yang dikemukakan Usman (2003), bahwa lingkungan alam sekitar akan membentuk sifat dan perilaku
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
87
masyarakat. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Perhitungan Skor Kriteria Interpretasi Perilaku Masyarakat terhadap Ekosistem Mangrove Berdasarkan Faktor Eksternal (Y2) Indikator Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 Y2.6 Y2.7 Y2.8 Y2.9 Y2.10 Rata-rata
Hasil perhitungan skor (%) 82,92 84,58 57,29 56,04 78,13 82,71 89,38 83,54 78,75 81,04 77,44
Keterangan Sangat baik Sangat baik Sedang atau cukup Sedang atau cukup Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik Sangat baik Baik
Persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1) Skor yang diperoleh pada persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove dalam penelitian ini berada pada kriteria interpretasi baik (76,21%). Kondisi ini menunjukkan bahwa kesan dan respon masyarakat terhadap lingkungan di Kelurahan Bontang Kuala serta kesadaran mereka akan pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove semakin tinggi, sehingga persepsi ini menimbulkan reaksi berupa perilaku yang baik terhadap lingkungannya. Sesuai dengan pendapat Vietch dan Arkkenlin dalam Violeta (2008), bahwa persepsi masyarakat yang merupakan dasar dari penilaian, sikap dan respon menghasilkan perilaku terhadap lingkungan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Perhitungan Skor Kriteria Interpretasi Persepsi Masyarakat Tentang Pelestarian Ekosistem Mangrove (X1) Indikator X1.1 X1..2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 Rata-rata
Hasil perhitungan skor (%) 81,25 86,25 85,42 63,13 38,96 74,17 84,17 83,96 83,75 81,04 76,21
Keterangan Sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik Buruk atau rendah Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik
Pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2) Pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove memperoleh skor dengan kriteria interpretasi baik (66,85%). Pengetahuan masyarakat yang diperoleh melalui pendidikan sekolah dan di luar sekolah serta pengalaman hidup mereka dalam berinteraksi dengan ekosistem mangrove baik manfaat yang diperoleh
88
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
maupun akibat yang ditimbulkan bila merusaknya telah menumbuhkan kesadaran untuk menjaga dan melestarikan mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Holahan (1982) dalam Musyafar (2005), bahwa pengetahuan dapat berpengaruh terhadap sikap tentang suatu objek yang selanjutnya berpengaruh pada perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove. Pengetahuan bermanfaat langsung sebagai pengubah perilaku yang mana perilaku berada pada kriteria interpretasi baik. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Perhitungan Skor Kriteria Interpretasi Pengetahuan tentang Pelestarian Ekosistem Mangrove (X2) Indikator X2.1 X2..2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9 X2.10 Rata-rata
Hasil perhitungan skor (%) 57,71 61,88 70,00 60,00 66,88 72,50 62,71 75,00 72,29 69,58 66,85
Keterangan Sedang atau cukup Baik Baik Sedang atau cukup Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Pengetahuan masyarakat pesisir dapat ditingkatkan dan didorong secara bertahap sebagai upaya pelestarian ekosistem pesisir seperti menambah keterampilan masyarakat dalam mengolah bagian-bagian dari pohon mangrove, membuat obat dan minuman anggur dari kulit kayu dan buah jenis Rhizophora mucronata, bumbu untuk ikan mentah, obat mata dan bahan perekat dari kulit kayu, buah dari Bruguiera gymnorhiza, membuat minyak rambut dari biji mangrove jenis Xylocarpus spp. (Supriharyono, 2009). Kegiatan lainnya yaitu Mangrove REpLant yang pernah dilaksanakan oleh kelompok mahasiswa Universitas Diponegoro KeSEMaT Mangrove di Desa Teluk Awur Kabupaten Jepara Kota Semarang adalah mengadakan seminar, pembibitan dan penanaman mangrove dan keterampilan membuat makanan, minuman, sabun dan batik dari buah mangrove jenis Rhizophora spp. dan Sonneratia spp. (Anonim, 2009c). Tingkat pendapatan (X3) Simbolon (1990) berpendapat, bahwa perombakan hutan mangrove untuk pertambakan, permukiman, penebangan liar bertujuan untuk memperoleh kayu bakar dan bahan baku industri kayu terutama terjadi di sekitar permukiman padat penduduk dan sosial ekonominya memprihatinkan. Pernyataan ini menunjukkan, bahwa orang yang berpendapatan rendah berpotensi berperilaku merusak ekosistem mangrove, sedangkan orang yang tingkat pendapatannya tinggi berperilaku lebih positif terhadap pelestarian ekosistem mangrove. Tingkat pendapatan responden rata-rata berada pada kategori rendah (Rp2.000.000,- sampai dengan Rp4.333.333,33,-) sebanyak 60,42%. Perilaku masyarakat Bontang Kuala dalam hal ini diwakili responden terpilih menunjukkan
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
89
perilaku baik dalam menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove. Mereka ratarata sudah mengerti bahwa ekosistem mangrove perlu dijaga dan dilestarikan, juga dapat dimanfaatkan tanpa mengabaikan kelestariannya. Tingkat pendapatan masyarakat di Kelurahan Bontang Kuala tidak mempengaruhi perilaku mereka dalam melestarikan ekosistem mangrove. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pendapat Simbolon (1990) tidak sejalan dengan yang terjadi di Kelurahan Bontang Kuala. Hasil perhitungan skor interval kelas pendapatan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Perhitungan Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan (Rp/bulan) Rendah (2.000.000 – 4.333.333,33) Sedang (4.333.333,34 – 6.666.666,66) Tinggi (6.666.666,67 – 9.000.000) Jumlah
Jumlah responden 58 24 14 96
% 60,42 25,00 14,58 100
Tingkat pendidikan (X4) Tingkat pendidikan responden yang bekerja sebagai nelayan berpendidikan SLTA dengan jumlah 7 orang (19,5%), SLTP 5 orang (13,9%), SD 21 orang (58,3%) dan tidak sekolah 3 orang (8,3%). Responden yang bekerja sebagai ponggawa berpendidikan SD sebanyak 2 orang, responden yang bekerja sebagai petambak dengan pendidikan SLTP sebanyak 2 orang dan tidak sekolah 1 orang. Responden dengan jenis pekerjaan lainnya berpendidikan Sarjana berjumlah 4 orang, SLTA 31 orang, SLTP 5 orang dan berpendidikan SD 15 orang (Tabel 9). Hal ini didasari alasan bahwa dalam melakukan aktivitas sebagai nelayan mereka merasa tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi. Keterampilan yang mereka peroleh secara turun temurun dengan mudah dan juga didukung oleh lingkungan yang hampir seluruh masyarakatnya bermata pencarian sebagai nelayan. Tabel 9. Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SLTA Sarjana Jumlah
Nelayan 3 (8,3%) 21 (58,3%) 5 (13,9%) 7 (19,5%) 36
Jumlah responden Ponggawa Petambak 1 2 2 2 3
Pekerjaan lain 15 5 31 4 55
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan nelayan adalah pada usia yang relatif masih muda (usia sekolah) masyarakat umumnya lebih memilih ikut dalam aktivitas nelayan yang menghasilkan uang dibanding menghabiskan waktu untuk bersekolah, sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya sekolah masih rendah. Walaupun tingkat pendidikan para responden ini rendah, tetapi mereka cukup
90
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
memahami bagaimana bentuk hutan mangrove yang baik dan yang rusak. Mereka memiliki kesadaran cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian ekosistem mangrove, sehingga pengetahuan mereka tentang ekosistem mangrove diperoleh dari pengalaman selama berinteraksi dengan ekosistem mangrove. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Musyafar (2005) di pesisir barat Sulawesi Selatan dan pendapat Sjamsuri (1990), bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pengalaman (pengamatan) yang disebut pengetahuan empiris. Pekerjaan (D1–D3) Mata pencarian masyarakat Kelurahan Bontang Kuala sebagian besar adalah nelayan, seperti yang dijelaskan oleh Gerung (2004) bahwa masyarakat desa-desa pesisir sebagian besar mengandalkan sumberdaya alam pesisir dan laut sebagai sumber mata pencarian mereka. Kegiatan ekonomi masyarakat nelayan umumnya adalah memancing dan menjala ikan. Alat tangkap yang digunakan yaitu pancing, pukat cincin, jaring lingkar insang (rengge) dan bubu. Kegiatan nelayan satu di antara pekerjaan yang mendominasi kegiatan ekonomi masyarakat Kelurahan Bontang Kuala, juga terdapat kegiatan ekonomi lain seperti petambak, ponggawa, petani, buruh/swasta, pengusaha kecil, karyawan swasta dan jasa pemerintahan yaitu pegawai negeri sipil, TNI, polisi dan guru. Pekerjaan responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Data yang diperoleh di lapangan diketahui ada 3 jenis pekerjaan yaitu nelayan, ponggawa dan petambak yang dijadikan tolok ukur karena lebih berhubungan langsung dengan kawasan pesisir Bontang Kuala (Tabel 10). Responden yang berhubungan langsung dengan pemanfaatan kawasan pesisir tersebut berjumlah 42 orang. Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan Nelayan Ponggawa Petambak Pekerjaan lain Jumlah
Jumlah responden 37 2 3 54 96
% 38,54 2,08 3,13 56,25 100,00
Nelayan yang sehari-hari melakukan aktivitasnya di laut dari pagi hingga sore hari tetap memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya. Begitu pula dengan ponggawa sebagai pengumpul hasil tangkapan dan petambak yang membuka lahan tambak. Hal ini berdasarkan wawancara, mereka masih memiliki kemauan untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu, masyarakat yang sebelumnya menebang pohon mangrove untuk keperluan membuat alat tangkap ikan seperti bubu, untuk kayu bakar, membuat tiang-tiang rumah maupun untuk membuka tambak baru sudah tidak melakukan lagi karena sudah ada larangan dan himbauan dari Pemerintah Kota Bontang sejak tahun 2002.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
91
Analisis Statistik Inferensial Uji kesesuaian model regresi terhadap perilaku masyarakat pesisir berdasarkan faktor internal Analisis regresi dengan menggunakan variabel terikat (variabel dependen) yaitu perilaku masyarakat pesisir berdasarkan faktor internal dan variabel independen (bebas) adalah persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X 1), pengetahuan masyarakat tentang ekosistem mangrove (X2), tingkat pendapatan (X3), tingkat pendidikan (X4), pekerjaan (D1, D2, D3) menghasilkan model regresi: Y1 = 12,277 + 0,401X1 + 0,122X2 + 0,081X3 + 0,237X4 – 0,899D1 – 0,629D2 + 0,070D3 (2,650) (3,034) (1,674) (0,133) (1,556) (-0,866) (-0,195) (0,800) Penafsiran nilai konstanta (intersep) β0 =12,277. Berdasarkan nilai intersep tersebut dapat diketahui bahwa tanpa adanya pengaruh dari variabel-variabel bebas di dalam model yaitu persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1), pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2), tingkat pendapatan (X3), tingkat pendidikan (X4), pekerjaan (D1, D2, D3), perilaku responden yang berasal dari faktor internalnya berada pada kategori rendah. Uji t dari nilai konstanta (intersep) menghasilkan nilai t hitung sebesar 2,650 berada pada tingkat signifikansi 0,01, berada di bawah tingkat signifikansi yang telah ditetapkan yaitu 0,05. Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa konstanta β0 atau intersep berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1) Berdasarkan uji t, dapat diketahui bahwa variabel X1 berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 (perilaku internal). Hal ini terlihat dari nilai t hitung sebesar 3,034 berada pada tingkat signifikansi 0,003. Tingkat signifikansi yang dihasilkan ini lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa variabel X1 secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Hal ini disebabkan kesan dan respon mereka terhadap lingkungan di Kelurahan Bontang Kuala membuat mereka menyadari bahwa pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove dari kerusakan yang selanjutnya membentuk sikap serta menimbulkan reaksi berupa perilaku yang baik terhadap lingkungannya. Pendapat yang dikemukakan Vietch dan Arkkenlin dalam Violeta (2008), bahwa persepsi merupakan dasar dari penilaian, sikap dan respon berupa perilaku terhadap lingkungan sejalan dengan hasil penelitian ini. Pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel X2 tidak berpengaruh siignifikan terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 1,674 berada pada tingkat signifikansi 0,098 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel X2 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Skor pengetahuan tentang ekosistem mangrove dan
92
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
skor perilaku masyarakat terhadap pelestarian ekosistem mangrove berada pada kriteria interpretasi baik, tetapi pengetahuan tidak berpengaruh signifikan dengan perilaku masyarakat dalam melestarikan ekosistem mangrove. Keadaan ini disebabkan pengetahuan masyarakat responden dalam menilai objek yaitu ekosistem mangrove adalah baik, tetapi hanya sebatas berpikiran positif saja. Tingkat pendapatan (X3) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel X3 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 0,133 berada pada tingkat signifikansi 0,894 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel X3 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Tingkat pendapatan rata-rata responden yang rendah menyebabkan tidak ada pengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam melestarikan ekosistem mangrove, walaupun perilaku masyarakat berdasarkan faktor internal berada pada kategori baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Musyafar (2005), bahwa tingkat pendapatan responden penelitian umumnya kategori rendah, sedangkan perilaku dalam melestarikan ekosistem mangrove termasuk kategori sedang sehingga tidak berpengaruh signifikan. Tingkat pendidikan (X4) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel X4 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 1,556 berada pada tingkat signifikansi 0,123 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel X4 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Tingkat pendidikan responden mayoritas rendah, sehingga walaupun skor kriteria interpretasi pengetahuan pada kategori baik, tetapi tidak mempengaruhi responden terhadap perilaku dalam melestarikan ekosistem mangrove karena hanya sebatas memahami saja tentang pentingnya ekosistem mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Claine dan Harnian dalam Musyafar (2005), bahwa orang yang lebih tinggi tingkat pendidikannya diharapkan berjiwa lebih kritis, lebih obyektif dan lebih inovatif dalam menilai manfaat dan dampak negatif ekosistem mangrove terhadap lingkungan pesisir dan masyarakat di wilayah pesisir. Pekerjaan (D1) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel D1 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar -0,866 berada pada tingkat signifikansi 0,389 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
93
bahwa variabel D1 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Pekerjaan responden sebagai nelayan menyebabkan responden menggantungkan kemampuan dalam mencari penghasilan dari laut, di mana mereka setiap hari pergi ke laut, sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan ataupun sosialisasi yang berkaitan dengan upaya pelestarian mangrove. Pekerjaan (D2) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel D2 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar -0,195 berada pada tingkat signifikansi 0,846 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel D2 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Pekerjaan responden sebagai ponggawa menyebabkan responden lebih banyak menggantungkan kemampuannya dalam mengumpulkan hasil-hasil laut sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan ataupun sosialisasi yang berkaitan dengan upaya pelestarian mangrove. Pekerjaan (D3) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel D3 tidak berpengaruh nyata terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 0,800 berada pada tingkat signifikansi 0,426 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel D3 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 dapat diterima kebenarannya. Pekerjaan responden sebagai petambak yang memanfaatkan hutan mangrove secara langsung menyebabkan responden kurang peduli dalam memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian, sehingga pekerjaan mereka tidak berpengaruh terhadap perilaku yang berkaitan dengan upaya pelestarian mangrove. Uji kesesuaian model regresi perilaku masyarakat pesisir berdasarkan faktor eksternal (Y2) Analisis regresi dengan menggunakan variabel-variabel terikat (variabel dependen) adalah perilaku berdasarkan faktor eksternal dan variabel independen (bebas) adalah persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1), pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2), tingkat pendapatan (X3), tingkat pendidikan (X4), pekerjaan (D1, D2, D3) menghasilkan model regresi sebagai berikut: Y2 = 18,698 + 0,484X1 + 0,009X2 + 0,269X3 + 0,187X4 – 1,467D1 – 1,685D2 2,252D3 (4,444) (4,038) (0,056) (0,487) (1,351) (-1,555) (-0,573) (-0,959) Penafsiran nilai konstanta (intersep) β0 =18,698. Berdasarkan nilai intersep tersebut dapat diketahui bahwa tanpa adanya pengaruh dari variabel-variabel bebas di dalam model yaitu persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1), pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2), tingkat pendapatan (X3), tingkat pendidikan (X4), pekerjaan (D1, D2, D3), perilaku responden
94
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
yang berasal dari faktor eksternalnya berada pada kategori hampir mendekati sedang. Uji t dari nilai konstanta (intersep) menghasilkan nilai t hitung sebesar 4,444 berada pada tingkat signifikansi 0,000, berada di bawah tingkat signifikansi yang telah ditetapkan yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa konstanta β0 atau intersep berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1) Berdasarkan uji t, dapat diketahui bahwa variabel X1 berpengaruh nyata terhadap variabel Y2 (perilaku eksternal). Hal ini terlihat dari nilai t hitung sebesar 4,038 berada pada tingkat signifikansi 0,000. Tingkat signifikansi yang dihasilkan ini lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa variabel X1 secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Hal ini disebabkan kesan mereka terhadap pengaruh dari luar dirinya dalam menyerap informasi mengenai ekosistem mangrove di Kelurahan Bontang Kuala membuat mereka memberi penilaian positif bahwa pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove dari kerusakan yang selanjutnya membentuk sikap serta menimbulkan reaksi berupa perilaku yang baik terhadap lingkungannya. Sejalan dengan pendapat Ancok (1987) bahwa eksternal adalah perilaku keseharian yang menyangkut orang lain baik di dalam keluarga maupun luar keluarga seperti kerja sama. Demikian pula dengan yang dikemukakan Rianawati dan Hamdani (2008) bahwa tingginya persepsi masyarakat dimungkinkan karena pengaruh informasi tentang pentingnya pengolahan lahan berwawasan lingkungan yaitu dari media cetak, televisi dan radio serta adanya interaksi dengan masyarakat lainnya. Karena persepsi berpengaruh kuat terhadap sikap positif, maka selanjutnya berpengaruh positif terhadap perilaku masyarakat pesisir di Kelurahan Bontang Kuala dalam melestarikan ekosistem mangrove. Pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel X2 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 0,056 berada pada tingkat signifikansi 0,955 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel X2 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Skor pengetahuan tentang ekosistem mangrove dan skor perilaku masyarakat terhadap pelestarian ekosistem mangrove berada pada kriteria interpretasi baik, tetapi tidak sejalan dengan perilaku masyarakat dalam melestarikan ekosistem mangrove berdasarkan faktor eksternal. Keadaan ini disebabkan kemampuan masyarakat responden dalam menyerap informasi tentang pelestarian ekosistem mangrove adalah baik, mereka memahami dan mengetahui pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove tetapi hanya sebatas berpikiran positif saja.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
95
Tingkat pendapatan (X3) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel X3 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 0,487 berada pada tingkat signifikansi 0,628 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel X3 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Tingkat pendapatan rata-rata responden yang rendah menyebabkan tidak ada pengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam melestarikan ekosistem mangrove. Hal ini sejalan dengan penelitian Musyafar (2005), bahwa tingkat pendapatan responden penelitian umumnya kategori rendah, sedangkan perilaku dalam melestarikan ekosistem mangrove termasuk kategori sedang sehingga tidak berpengaruh signifikan. Tingkat pendidikan (X4) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel X4 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar 1,351 berada pada tingkat signifikansi 0,180 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel X4 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Tingkat pendidikan responden mayoritas rendah, sehingga walaupun skor kriteria interpretasi pengetahuan pada kategori baik, tetapi tidak mempengaruhi responden terhadap perilaku dalam melestarikan ekosistem mangrove karena hanya sebatas memahami saja tentang pentingnya ekosistem mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Claine dan Harnian dalam Musyafar (2005), bahwa orang yang lebih tinggi tingkat pendidikannya diharapkan berjiwa lebih kritis, lebih objektif dan lebih inovatif dalam menilai manfaat dan dampak negatif ekosistem mangrove terhadap lingkungan pesisir dan masyarakat di wilayah pesisir. Pekerjaan (D1) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel D1 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y1 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar -1,555 berada pada tingkat signifikansi 0,124 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel D1 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Pekerjaan responden sebagai nelayan menyebabkan responden menggantungkan kemampuan dalam mencari penghasilan dari laut dimana mereka setiap hari pergi ke laut sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan ataupun sosialisasi yang berkaitan dengan upaya pelestarian mangrove.
96
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
Pekerjaan (D2) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel D2 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar -0,573 berada pada tingkat signifikansi 0,568 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel D2 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Pekerjaan responden sebagai ponggawa menyebabkan responden lebih banyak menggantungkan kemampuannya dalam mengumpulkan hasil-hasil laut sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan ataupun sosialisasi yang berkaitan dengan upaya pelestarian mangrove. Pekerjaan (D3) Berdasarkan uji t dapat diketahui bahwa variabel D3 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai t hitung yang dihasilkan sebesar -0,959 berada pada tingkat signifikansi 0,340 yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan di dalam model yaitu α 0,05. Dengan demikian hipotesis awal (Ho) yang menyatakan bahwa variabel D3 secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y2 dapat diterima kebenarannya. Pekerjaan responden sebagai petambak yang memanfaatkan hutan mangrove secara langsung menyebabkan responden kurang memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian sehingga pekerjaan mereka tidak berpengaruh terhadap perilaku yang berkaitan dengan upaya pelestarian mangrove. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakteristik masyarakat pesisir di Kelurahan Bontang Kuala terdiri dari 4 etnis yaitu Bugis, Banjar, Kutai dan Jawa. Responden dengan etnis Bugis mendominasi sebesar 41,67%. Adat istiadat yang berkembang dipengaruhi oleh transformasi keempat budaya tersebut. Penduduk didominasi usia 15–35 tahun dengan persentase 36,55%. Tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya adalah SLTP sebanyak 20,91%. Perilaku masyarakat pesisir dalam melestarikan ekosistem mangrove berdasarkan faktor internal (Y1) berada pada kriteria interpretasi baik (67,21%) dan perilaku masyarakat pesisir terhadap pelestarian ekosistem mangrove berdasarkan faktor eksternal (Y2) berada pada kriteria interpretasi baik (77,44%) yang didukung oleh persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1) dengan kriteria interpretasi baik (76,21%) dan pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2) dengan kriteria interpretasi baik (66,85%). Tingkat pendidikan nelayan responden yaitu SD lebih dominan sebesar 58,3%, pekerjaan responden mayoritas nelayan dan tingkat pendapatan responden termasuk kategori rendah (60,42%). Secara simultan faktor-faktor seperti persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1), pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2), tingkat pendapatan (X3) tingkat pendidikan (X4) dan pekerjaan
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011
97
(D1–D3) berpengaruh terhadap perilaku masyarakat pesisir dalam melestarikan ekosistem mangrove, baik secara internal (Y1) maupun eksternal (Y2). Secara parsial faktor yang berpengaruh signifikan adalah persepsi masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X1), sedangkan pengetahuan masyarakat tentang pelestarian ekosistem mangrove (X2), tingkat pendapatan (X3), tingkat pendidikan (X4) dan pekerjaan (D1–D3) tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku masyarakat pesisir dalam melestarikan ekosistem mangrove baik secara internal (Y1) maupun eksternal (Y2). Saran Perilaku masyarakat pesisir dalam melestarikan ekosistem mangrove yang sudah baik lebih dipertahankan dengan meningkatkan kegiatan penyuluhan, sosialisasi baik melalui media massa maupun secara tatap muka disertai praktik langsung di lapangan. Pemerintah Kota Bontang sebaiknya lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pembinaan maupun pengawasan terhadap upaya pelestarian ekosistem mangrove. Perlunya memberi peluang bagi masyarakat pesisir dalam memanfaatkan ekosistem mangrove untuk mendorong ketergantungan terhadap ekosistem mangrove secara lestari berdasarkan kaidah-kaidah maupun kebijakan yang berlaku untuk menambah keterampilan masyarakat dan meningkatkan pendapatan, seperti keterampilan membuat obat dan minuman anggur dari kulit kayu dan buah jenis R. mucronata, bumbu untuk ikan mentah, obat mata dan bahan perekat dari kulit kayu, buah dari B. gymnorhiza, membuat minyak rambut dari biji mangrove jenis Xylocarpus spp. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A.; S. Wiroatmodjo; I.G.M.A. Tantra dan A. Soegiarto. 1993. Pengelolaan Hutan Mangrove. Kantor Menteri Negara KLH, Jakarta. Ancok, D. 1987. Penyusunan Skala Pengukuran Sikap. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Anonim. 2005. Inventarisasi Kerusakan Hutan Mangrove Wilayah Utara Kota Bontang. Dinas Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Kota Bontang. 65 h. a Anonim. 2009 . Laporan Profil. Kantor Kelurahan Bontang Kuala. 101 h. b Anonim. 2009 . Laporan Potensi Pesisir. Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang. c Anonim. 2009 . Modul Mangrove REpLant: Informasi Program Rehabilitasi Mangrove KeSEMat di Teluk Awur, Jepara. A. Priyono (editor). Departemen Perpustakaan KeSEMat, Semarang. 80 h. Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB, Bogor. 66 h. Dahuri, R. 2006. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. 233 h. Gerung, T.S.L. 2004. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Tesis Magister Program Studi Sumberdaya Pesisir & Laut, Pascasarjana IPB, Bogor. 90 h.
98
Nidyasari dkk. (2011). Analisis Perilaku Masyarakat
Musyafar. 2005. Analisis Perilaku Masyarakat Pesisir dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Melestarikan Ekosistem Mangrove di Pesisir Barat Sulawesi Selatan. www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/03_2009/ j03_05.pdf. 25 h. Nachrowi, D.N. dan H. Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 360 h. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Rianawati, F. dan F. Hamdani. 2008. Hubungan Karakteristik Sosial-Ekonomi dengan Persepsi Masyarakat terhadap Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kecamatan Gambut. Rimba Kalimantan 13 (1): 35-41. Riduwan. 2009. Pengantar Statistika Sosial. Alfabeta, Bandung. 308 h. Riduwan dan Sunarto. 2010. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Alfabeta, Bandung. 368 h. Ritohardoyo, S. 1995. Ekologi Manusia. Bahan Ajar Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Simbolon, M. 1990. Sumbangan Hutan Mangrove. Makalah yang disajikan dalam Seminar IV Ekosistem Mangrove, 7–9 Agustus, Bandar Lampung. 9 h. Sjamsuri, S.A. 1990. Pengantar Teori Pengetahuan. P2LPTK, Dirjen Dikti, Departemen P & K, Jakarta. Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Edisi II. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 470 h. Usman. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 310 h. Violeta, E.V. 2008. Studi Perilaku Nelayan dalam Memanfaatkan Ekosistem Terumbu Karang dan Implikasinya terhadap Lingkungan. Tesis Magister Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Unmul, Samarinda. 133 h.