Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013
Analisis Perbedaan Kualitas Audit Berdasarkan Perspektif Gender (Studi Kasus pada Auditor KAP di Surabaya) Venny Yusnita Tan
Wirawan E.D. Radianto / Vierly Ananta U
Program Studi Akuntansi Universitas Pelita Harapan Surabaya Surabaya, Indonesia
[email protected]
Program Studi Akuntansi Universitas Pelita Harapan Surabaya Surabaya, Indonesia
[email protected] /
[email protected]
Abstract - Public Accountants are independent auditors who provide services primarily in the areas of audit financial statements made by his client. The responsibility of public accountant is to examine and give a fairness opinion of financial statements for a business entity in accordance with the applicable standards. According to the statement, public accountants have a responsibility to maintain the quality of audits result. Otherwise, there is the different construction of social values that also caused the different conditions in the opportunities, achievements, and qualifications between men and women who have difference stereotypes (masculine and feminine). This allows the existence of differences in cognitive abilities (competencies) and the characters personality (independence) owned between men and woman which will affect the ability in completing their responsibilities. Therefore, the purpose of this study is to analyze the differences of the quality of audit. This is determined based on auditor competences and independence between men and women at public accounting firm. The population of the study is the auditors at public accounting firm in Surabaya. Total sample of this research are 78 auditors, among 34 men and 44 women. The result of this research shows that there is no difference in audit quality in terms of both competences and independence of auditors of men and women at public accountant in Surabaya.
akuntan publik merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam era globalisasi yang memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Dengan demikian dalam menjaga kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu entitas, akuntan publik dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme (independensi) agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik dalam menghasilkan audit yang berkualitas (Hidayat dan Handayani, 2010). Di dalam lingkungan kerja, dilema etis seringkali terjadi saat auditor menghadapi situasi konflik audit akibat adanya praktik-praktik profesi yang mengabaikan standar auditing bahkan kode etik profesional yang telah ditetapkan. Siegel dan Marconi dalam Herawati dan Atmini (2010) menyatakan bahwa respon terhadap situasi konflik audit tersebut kemungkinan juga dipengaruhi oleh faktor gender, yaitu tergantung dari salah satu variabel personalitas. Berdasarkan penelitiannya tersebut dinyatakan bahwa variabel personalitas (independensi) dapat berinteraksi dengan cognitive style (kompetensi) untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Hasil tersebut juga didukung oleh Chung dan Monroe (2001) serta O'Donnel dan Johnson (2001) yang menyatakan bahwa perempuan lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang kompleks dibanding laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan. Oleh karena itu, keberhasilan auditor dalam menjalankan tugasnya tergantung pada kedua aspek tersebut dimana keputusan atas audit yang telah dilakukan akan berdampak pada kualitas
Kata kunci - Audit Quality, Competence, Auditor Independence, Gender
I.
PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi, kebutuhan pengguna jasa Akuntan Publik yang merupakan suatu profesi dengan jasa utamanya adalah jasa assurance akan semakin meningkat, terutama kebutuhan akan kualitas informasi keuangan yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan atas audit yang dilakukan. Dalam UU RI No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dinyatakan bahwa jasa
41
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 audit yang akan dihasilkan. Namun perbedaan hasil ditemukan oleh Zulaikha (2006), dimana penelitian yang dilakukan terhadap 75 orang partisipan menyimpulkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh langsung terhadap audit judgment, tetapi dalam kompleksitas tugas dan interaksi gender menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap audit judgment. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk menguji kembali perbedaan kualitas audit berdasarkan gender. Hal ini disebabkan adanya perbedaan hasil penelitian terdahulu sehingga menunjukkan ketidakkonsistenan. Disamping itu, penelitian ini juga dimotivasi karena adanya isu gender yang meragukan kemampuan perempuan dalam dunia kerja khususnya profesi akuntan publik. Pernyataan tersebut didukung oleh Trisnaningsih (2004) yang mengungkapkan bahwa profesi auditor merupakan salah satu bidang yang tidak terlepas dari diskriminasi gender, dimana yang selama ini menonjolkan peran laki-laki. Adanya perbedaan peran gender yang mengakibatkan auditor perempuan dianggap menjadi subjek bias yang negatif di tempat kerja sebagai konsekuensi anggapan bahwa akuntan publik adalah profesi stereotype laki-laki. Secara fakta, berdasarkan data yang diperoleh dari direktori Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bulan Maret 2003, dari 183 KAP hanya 10 KAP atau 5% yang manajernya adalah wanita dan dari 318 rekan (partner) hanya 28 atau 8.8% yang merupakan auditor wanita (Trisnawati, 2007). Hal ini memperlihatkan adanya keterlibatan profesi wanita sebagai auditor namun hanya sedikit yang mencapai posisi tinggi, sehingga diketahui bahwa adanya konstruksi nilai sosial yang berbeda mengakibatkan kondisi yang berbeda pula dalam kesempatan, prestasi, dan kualifikasi antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya fenomena ini memunculkan kajian yang menarik untuk diteliti sehingga pada akhirnya penulis tertarik untuk melakukan analisis perbedaan kualitas audit berdasarkan perspektif gender dengan studi pada auditor KAP di Surabaya. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis perbedaan kualitas audit yang diukur berdasarkan variabel kompetensi melalui dimensi pengetahuan dan pengalaman serta variabel independensi melalui dimensi lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, motivasi, dan kepuasan kerja antara auditor pria dan wanita. Dalam lingkungan kerja, wanita selalu diidentikkan dengan kelemahan dan ketidakberdayaan, baik dari segi fisik maupun mental. Namun kaum wanita dianggap dapat memberikan pendapat yang lebih keras daripada kaum pria. Dalam sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa terdapat diskriminasi
terhadap gender pada KAP terutama dalam hal yang menyangkut pengalaman organisasi, evaluasi kinerja yang mencerminkan kualitas audit, dan hasil akhir karier dalam KAP (Murtanto dan Andryani, 2005). Berdasarkan isu mengenai gender ini, akhirnya mendorong beberapa peneliti mengkaitkannya dengan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan dikaitkan dengan kemampuan perempuan dalam menyelesaikan tugas dalam suatu profesi (Zulaikha, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chung dan Monroe (2001) menyimpulkan bahwa gender diduga menjadi salah satu faktor level individu yang turut mempengaruhi audit judgment seiring dengan terjadinya perubahan pada kompleksitas tugas dan pengaruh tingkat kepatuhan terhadap etika. Temuan riset literatur psikologis kognitif dan pemasaran juga menyebutkan bahwa wanita diduga lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi saat adanya kompleksitas tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan pria. Selain itu, Ruegger dan King dalam Jamilah dan Fanani (2007) juga menyatakan bahwa wanita umumnya memiliki tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi dari pria. Meyers dan Levy dalam Zulaikha (2006) juga mengembangkan kerangka teoritis tentang perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam memproses informasi. Perbedaaan yang didasarkan pada isu gender dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan didasarkan atas pendekatan yang berbeda yaitu bahwa laki-laki dan perempuan menggunakan pemrosesan inti informasi dalam memecahkan masalah dan membuat inti keputusan. Laki- laki pada umumnya dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan semua informasi yang tersedia dan mereka juga tidak memproses informasi secara menyeluruh, sehingga dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan pemrosesan informasi secara terbatas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pemroses informasi lebih detail, yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi untuk pembuatan keputusan. Kedua penelitian tersebut didukung oleh penelitian O'Donnel dan Johnson (2001) terhadap 16 orang auditor pria dan 12 auditor wanita yang bekerja pada KAP Big Five. Zulaikha (2006) juga berpendapat bahwa dengan adanya ruang gerak yang dirasakan terbatas akibat peran ganda perempuan yang aktif bekerja sebagai auditor independen dan juga sekaligus sebagai ibu rumah tangga ini juga diduga dapat mempengaruhi kinerja pada profesi akutan. Dengan adanya peran ganda yang terlihat dominan menempatkan perempuan pada peran domestik, maka secara logika juga dapat mempengaruhi kemampuan perempuan dalam menyelesaikan suatu tugas yang mengandung kompleksitas, misalnya dalam menentukan judgment pada
42
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 sebuah penugasan audit, disamping juga dipengaruhi oleh pengalaman auditor itu sendiri (Berninghausen dan Kerstan dalam Zulaikha, 2006). Hal ini disebabkan karena profesi akuntan merupakan sebuah profesi yang menuntut adanya kemampuan dalam memproses informasi (secara kognitif) dalam menentukan keputusan dalam sebuah penugasan audit yang tentunya dapat mempengaruhi kualitas audit atas laporan keuangan yang diauditnya. Pemeriksaan audit yang dilakukan dapat dikatakan berkualitas jika telah memenuhi dan mengikuti standar auditing, kode etik, dan standar pengendalian mutu yang telah ditetapkan sebagaimana yang telah diatur. Kualitas audit seperti yang dikatakan oleh De Angelo dalam Alim et al. (2007) yaitu sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. AAA Financial Accounting Standard Committee dalam Christiawan (2002) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi (keahlian) dan independensi. Keduanya berpengaruh langsung terhadap kualitas dan secara potensial saling mempengaruhi. Lebih lanjut, persepsi pengguna laporan keuangan atas kualitas audit merupakan fungsi dari persepsi mereka atas independensi dan keahlian auditor. Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal, tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Independensi seorang auditor pun harus diperhatikan, namun sebelum dapat menjadi independen auditor harus mempunyai keahlian dan kompetensi terlebih dahulu. Seorang auditor yang tidak kompeten akan sulit bahkan tidak mungkin dapat bertindak independen dalam menyelesaikan tugas-tugas auditnya. Seorang auditor yang tidak kompeten karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki akan menimbulkan kecenderungan dimana auditor akan bergantung pada pendapat orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas auditnya. Sekalipun memiliki kemampuan teknis yang cukup, masyarakat tidak akan percaya jika mereka tidak independen karena dalam hal ini akuntan publik tidak dapat memberikan opini yang objektif jika tidak memiliki independensi karena tidak memiliki kompetensi khusus dan hanya dapat bergantung pada pendapat orang lain. Oleh karena itu, independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit (Agoes, 2004). Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa auditor mempunyai peranan penting dalam menentukan opini auditnya, dimana para
penggguna laporan keuangan tentunya bergantung pada opini audit ataupun laporan yang dibuat oleh auditor dalam melakukan pengambilan keputusan. Untuk itu, kualitas audit yang sangat dipengaruhi oleh kompetensi dan independensi auditor merupakan hal penting yang harus dipertahankan oleh para auditor dalam melaksanakan proses pengauditan Selain itu, Antle dan Nalebuff dalam Singgih dan Bawono (2010) juga menyatakan bahwa laporan keuangan yang diaudit adalah hasil proses negosiasi antara auditor dengan klien. Oleh karena itu, auditor berada dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi auditor harus bersikap independen dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang berkaitan dengan kepentingan banyak pihak, namun di sisi lain dia juga harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien yang membayar fee atas jasanya agar kliennya puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasanya di waktu yang akan datang. Posisinya seperti inilah yang menempatkan auditor pada situasi yang dilematis sehingga dapat mempengaruhi independensinya. Berdasarkan logika dari hasil penelitian di atas, serta kesimpulan dari landasan teori yang ada, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Terdapat perbedaan kualitas audit yang dilihat dari kompetensi antara auditor pria dan wanita H2: Terdapat perbedaan kualitas audit yang dilihat dari independensi antara auditor pria dan wanita II.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dimana pendekatan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada studi komparatif dengan perumusan hipotesis yang bersifat komparasi antara dua sampel yang independen, yakni terkait perbedaan kualitas audit antara auditor pria dan wanita. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan kuisioner yang dibagikan baik secara langsung ke seluruh auditor yang terdaftar dan aktif bekerja pada KAP di Surabaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktori Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Agustus 2011 terdapat 45 KAP yang terdaftar di Surabaya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dimana kriteria responden yang ditentukan adalah auditor yang bekerja pada KAP di Surabaya dengan pengalaman kerja minimal tiga tahun. Penentuan ini digunakan agar hasil penelitian representatif dengan tujuan yang diharapkan dimana untuk dapat menghasilkan audit yang berkualitas, seorang auditor harus memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang profesinya sebagai auditor independen. Jumlah sampel yang ditentukan dalam penelitian ini sebanyak 100 sampel yang dirasakan sudah cukup mewakili populasi yang
43
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 terlalu besar dan tidak diketahui jumlah pastinya (Hair dalam Ferdinand, 2006). Data dikumpulkan melalui kuisioner yang dikirim secara langsung dan disertai surat permohonan kepada pimpinan kantor akuntan publik agar dapat memilih auditor yang sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan untuk menjadi responden. Lembar kuisioner juga disertai surat penjelasan tentang tujuan penelitian untuk kepentingan ilmiah dan dalam menjaga kerahasiaan responden maka kuisioner dirancang tanpa mencantumkan identitas diri. Penjelasan petunjuk pengisian kuisioner dibuat sederhana dan sejelas mungkin untuk memudahkan pengisian jawaban sesungguhnya dengan lengkap. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Pada sub bagian ini diuraikan definisi dari masingmasing variabel yang digunakan dalam penelitian sebagai proksi dari kualitas audit. Perincian masing-masing variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kompetensi Menurut Christiawan (2002), kompetensi merupakan suatu hal yang berkaitan dengan pendidikan (pengetahuan) dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik. Seorang auditor yang tidak kompeten akan sulit bahkan tidak mungkin dapat bertindak independen dalam menyelesaikan tugas-tugas auditnya. Dalam mengukur kompetensi maka indikator yang digunakan sebagai berikut: 1. Pengetahuan Menurut Meinhard et al. dalam Harhinto (2004), Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Berikut kriteria yang digunakan dalam mengukur pengetahuan auditor, antara lain (a) pengetahuan akan standar auditing dan standar akuntansi, (b) pengetahuan akan jenis industri klien, (c) pengetahuan tentang kondisi perusahaan klien, (d) pendidikan formal yang telah ditempuh atau sementara digeluti, dan (e) pelatihan, kursus, dan keahlian khusus yang dimiliki. 2. Pengalaman Pengalaman merupakan ilmu yang dapat diperoleh melalui pendidikan non-formal selama menjalani aktivitas atau menggeluti suatu pekerjaan. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengukur pengalaman, antara lain: (a) jumlah klien yang diaudit, (b) komunikasi dengan klien, (c) lama melakukan audit, dan (d) jenis perusahaan yang diaudit. Independensi Menurut Mulyadi (2002), Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Dalam mengukur independensi auditor, maka indikator yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Lama hubungan dengan klien Lama hubungan dengan klien dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa hubungan penugasan audit yang lama atau terus-menerus antara auditor dengan klien dapat merusak independensi akuntan publik.
Alim et al. (2007) menyimpulkan bahwa semakin lamanya hubungan klien dengan KAP terutama dengan auditornya akan menyebabkan hubungan personal yang erat sehingga memungkinkan KAP kehilangan independensinya. Dalam mengukur lama hubungan dengan klien digunakan kriteria sebagai berikut: (a) lama mengaudit klien dan (b) hubungan baik dengan klien. 2. Tekanan dari klien Tekanan dari klien seperti tekanan personal, emosional atau keuangan dapat mengakibatkan independensi auditor berkurang dan dapat mempengaruhi kualitas audit (Kusharyanti 2002). Dalam mengukur tekanan dari klien yang dapat mempengaruhi auditor dalam melaksanakan tugas auditnya maka digunakan kriteria sebagai berikut: (a) pemberian sanksi dan ancaman pergantian auditor dari klien, (b) besar fee audit yang akan diberikan oleh klien. 3. Motivasi Menurut Luthans (2006:270), Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif. Motivasi sangat penting karena motivasi dalam pengauditan merupakan derajat seberapa besar dorongan yang dimiliki auditor untuk melaksanakan audit secara berkualitas. Motivasi auditor diukur dengan menggunakan item pernyataan yang menggambarkan tingkat persepsi auditor terhadap seberapa besar motivasi yang dimilikinya untuk menjalankan proses audit dengan baik, yaitu tingkat aspirasi yang ingin diwujudkan melalui audit yang berkualitas, ketangguhan, keuletan, konsistensi, dan perolehan reward ataupun fasilitas lain di luar fee audit dari klien. 4. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan suatu sikap seseorang terhadap pekerjaan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ward, et al. dalam Trisnaningsih (2004), pengukuran tingkat kepuasan kerja menggunakan kriteria lingkungan kerja secara umum, kesempatan promosi, dan gaji. Kualitas audit Menurut De Angelo dalam Kusharyanti (2002), Kualitas audit adalah kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Adapun untuk mengukur kualitas audit digunakan kriteria sebagai berikut: (a) melaporkan semua kesalahan klien, (b) pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien, (c) komitmen yang kuat dalam menyelesaikan audit, (d) berpedoman pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan pekerjaan lapangan, (e) tidak percaya begitu saja terhadap pernyataan klien, (f) sikap hati-hati dalam pengambilan keputusan. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert yang
44
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 merupakan metode skala bipolar yang memberikan pilihan bagi responden untuk memilih setiap butir pernyataan, mulai dari sangat tidak setuju (STS) sampai sangat setuju (SS) dengan dua jenis bentuk pernyataan, yakni pernyataan positif dan negatif. Masing-masing item pernyataan yang ditanggapi responden akan diberi nilai antara satu sampai lima sesuai dengan pilihan jawaban respoden dari STS sampai SS untuk pernyataan positif dan sebaliknya untuk jenis pernyataan yang bersifat negatif antara lima sampai satu mulai dari STS sampai SS. Metode Analisa Data Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahap analisis data, yaitu tahap pertama, melakukan uji kualitas data melalui uji validitas dan reliabilitas untuk meyakinkan bahwa instrumen penelitian ini telah dapat dipahami, akurat, dan konsisten. Pengujian validitas menggunakan teknik person product moment dengan membandingkan nilai koefisien korelasi skor tiap item dengan koefisien korelasi yang ditetapkan lebih besar dari 0,3 (df). Jika nilai korelasi suatu item lebih kecil atau sama dengan 0.3, maka pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid dan harus dikeluarkan dari pengujian yang dilakukan. Hanya item yang memiliki nilai korelasi lebih tinggi dari 0.3 yang diikutsertakan dalam pengujian selanjutnya (Sugiyono, 2007). Sedangkan uji reliabilitas menggunakan koefisien cronbach's alpha dimana jika nilai koefisien alpha yang diperoleh lebih besar dari 0.6 maka disimpulkan bahwa instrumen penelitian tersebut handal atau reliabel (Nunnally dalam Ghozali, 2006). Tahap kedua, melakukan uji normalitas. Pengujian ini dilakukan dikarenakan dalam statistik parametrik data yang diolah menggunakan skala likert yang termasuk dalam skala interval ini harus memenuhi syarat data terdisribusi secara normal. Jika sebaran data tidak terdistribusi normal, maka data hasil penelitian akan bias atau tidak valid sehingga pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apa data tersebar secara normal atau tidak (Ghozali, 2006). Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S) dengan membandingkan p value yang diperoleh dari hasil pengujian dengan tingkat signifikansi yang ditentukan, yaitu sebesar () 0.05. Data dikatakan terdistribusi secara normal jika p value > () 0.05, dan sebaliknya jika p value < () 0.05 maka data yang diuji tidak berdistribusi normal (Ghozali, 2006). Tahap ketiga, menganalisis perbedaan kualitas audit gender auditor yang diproksikan ke dalam kompetensi dan independensi. Alat uji yang digunakan adalah Independent Sample T-Test. Namun untuk dapat menafsirkan hasil output uji T, perlu diketahui terlebih dahulu homogenitas varians data antara pria dan wanita sama atau tidak dalam uji Levene. Level confidence pada penelitian ini adalah 95% dengan level toleransi kesalahan adalah 5%. Kesimpulan hasil analisis pada penelitian ini diarahkan pada nilai-p (p-value). Jika nilai p lebih besar dari batas toleransi 0.05 berarti hasil analisis menerima hipotesis null, tetapi jika nilai p lebih kecil dari batas toleransi 0.05 maka hasil analisis menolak hipotesis null.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Auditor KAP di Surabaya Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah auditor KAP di Surabaya dengan jumlah sampel sebanyak 78 responden. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan mengirim dan mengambil secara langsung pada KAP di Surabaya setelah melakukan proses konfirmasi dan kesepakatan melalui telepon. Penyebaran kuisioner mulai dilakukan 28 Oktober - 14 November 2011, dimana dari total 102 kuisioner yang dikirimkan, yang kembali sebanyak 89 eksemplar dan yang dapat diolah kemudian dianalisis sebanyak 78 kuisioner (34 pria dan 44 wanita). Hal ini dikarenakan terdapat 11 responden yang tidak memenuhi syarat pengalaman kerja lebih dari tiga tahun, sedangkan 13 kuisioner lainnya tidak kembali. Berikut ringkasan hasil penyebaran dan tingkat pengembalian kuisioner:
Hasil Pengujian Kualitas Data Kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji validitas dan reliabilitas. Berikut adalah hasil pengujian kualitas data. a. Uji Validitas Validitas konstruk dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor total dengan skor yang diperoleh pada masing-masing item pernyataan. Setiap item pernyataan dinyatakan valid jika nilai r koefisien pearson untuk masingmasing pernyataan positif dan nilainya lebih besar dari r tabel 0,3 (Sugiyono, 2007). b. Uji Reliabilitas Menurut Nunnally dalam Ghozally (2006), uji reliabilitas menggunakan koefisien cronbach's alpha, jika nilai koefisien alpha lebih besar dari 0,6 maka disimpulkan bahwa instrumen penelitian tersebut handal atau reliabel.
Berdasarkan hasil uji kualitas data, dapat dilihat bahwa ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai cronbach's alpha yang lebih besar dari 0,60 diantaranya variabel kompetensi sebesar 0,799, variabel independensi sebesar 0,867, dan variabel kualitas audit sebesar 0,719. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa instrumen yang dipergunakan pada variabel-variabel tersebut menunjukkan stabilitas
45
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 dan konsistensi sehingga dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan dalam pengujian selanjutnya untuk penelitian lapangan. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S). Data dapat dikatakan terdistribusi secara normal jika p value > () 0.05, dan sebaliknya jika p value < () 0.05 maka data yang diuji tidak berdistribusi normal (Ghozali, 2006). Berikut adalah hasil uji normalitas Kolmorov-Smirnov yang ditunjukkan pada Tabel 4.
yang lebih besar dari batas toleransi 0,05. Hal ini menunjukkan data variabel independensi auditor pria dan wanita memiliki variance yang sama. Sedangkan berdasarkan uji-T dapat diketahui bahwa data variabel independensi auditor menunjukkan nilai-p sebesar 0,704 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua penelitian ini ditolak sehubungan dengan penerimaan hipotesis null yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan independensi antara auditor pria dan auditor wanita. c. Variabel Kualitas Audit Berdasarkan hasil pengolahan data uji-Levene's untuk variabel kualitas audit menunjukkan nilai psebesar 0,127 yang lebih besar dari batas toleransi 0,05. Hasil tersebut menunjukkan data variabel kualitas audit untuk auditor pria dan wanita memiliki variance yang sama. Sedangkan berdasarkan signifikansi uji-T dapat diketahui bahwa data variabel kualitas audit menunjukkan nilai-p sebesar 0,088 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Sehingga hasil analisis ini lebih memperjelas dan memperkuat penerimaan hipotesis null dimana tidak terdapat perbedaan kualitas audit antara auditor pria maupun auditor wanita yang diproksikan berdasarkan dua variabel yaitu kompetensi dan independensi auditor. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini ditolak dimana tidak terdapat perbedaan kualitas audit yang diukur dari kompetensi antara auditor pria dan wanita. Hal ini dibuktikan dari hasil uji-T yang menunjukkan nilai signifikansi variabel kompetensi yang lebih besar dari taraf signifikansi. Disamping itu, hal tersebut juga diperkuat dengan hasil uji-T pada variabel kualitas audit yang menunjukkan signifikansi nilai-p yang lebih besar dari taraf signifikansi. Hasil analisis tersebut menunjukkan penolakan hipotesis pertama bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kompetensi yang menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas audit antara auditor pria dan wanita yang bekerja pada KAP di Surabaya. Dengan kata lain, sebagian besar auditor yang menjadi responden dalam penelitian ini baik pria maupun wanita memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidang auditing serta mengenai industri klien sehingga dengan mudah melakukan tugas-tugas auditnya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian O'Donnel dan Johnson (2001) yang menyimpulkan bahwa selama rata-rata tiga tahun pengalaman audit dari 16 auditor pria dan 12 auditor wanita menunjukkan adanya perbedaan pemrosesan informasi dalam suatu kompleksitas tugas antara auditor pria dan wanita (Chung dan Monroe, 2001: Meyers dan Levy, 1986). Pemrosesan informasi ini kemudian menjadi tolak ukur yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas yang mengandung kompleksitas, misalnya dalam menentukan judgment pada sebuah penugasan audit, disamping juga dipengaruhi oleh pengetahuan
Berdasarkan hasil output uji normalitas, nilai signifikansi yang ditunjukkan pada Tabel 4 diatas mengindikasikan bahwa data terdistribusi secara normal dimana nilai signifikansi masing-masing variabel yang lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 sehingga dapat dikatakan data telah memenuhi asumsi normalitas. Pengujian Hipotesis Dalam menguji perbedaan kualitas audit auditor pria dan wanita yang diproksikan ke dalam kompetensi dan independensi auditor maka pengujian dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-Test. Pengujian hipotesis dengan Independent Sample T-Test tersebut didasarkan pada hasil pengolahan data instrumen penelitian yang diperoleh dari total 78 responden, diantaranya adalah 34 responden pria dan 44 responden wanita. Hasil pengolahan data dengan menggunakan Independent Sample T-Test dapat dilihat pada Tabel 5
a. Variabel Kompetensi Berdasarkan uji-Levene's untuk variabel kompetensi menunjukkan nilai p-sebesar 0,915 yang lebih besar dari batas toleransi 0,05. Hal ini menunjukkan data variabel kompetensi auditor pria dan wanita memiliki variance yang sama. Sedangkan berdasarkan uji-T dapat diketahui bahwa data variabel kompetensi auditor menunjukkan nilai-p sebesar 0,782 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama penelitian ini ditolak sehubungan dengan penerimaan hipotesis null yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan kompetensi antara auditor pria dan auditor wanita. b. Variabel Independensi Berdasarkan uji-Levene's untuk variabel independensi menunjukkan nilai p-sebesar 0,286
46
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 dan pengalaman auditor (Jamilah dan Fanani, 2007). Ketidakkonsistenan atas hasil penelitian diatas dapat disebabkan karena (1) metode penelitian yang digunakan berbeda dimana pada penelitian ini data diperoleh melalui kuisioner yang lebih bersifat subjektif sedangkan pada penelitian terdahulu sebagian besar melakukan eksperimen terhadap auditor pria dan wanita yang dibagi menjadi dua kelompok dengan jenis kasus yang berbeda sehingga hasil lebih objektif dibandingkan melalui kuisioner yang lebih mengarah pada persepsi tiap individu, (2) jumlah proporsi dan sampel penelitian terdahulu jauh lebih sedikit dibandingkan penelitian ini, dan (3) penelitian terdahulu berasal dari luar negeri dimana dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan bagaimana peran wanita ataupun pria yang dibentuk oleh budaya atau lingkungan masyarakat di negara yang bersangkutan, sedangkan penelitian yang dilakukan di Indonesia ini secara nyata memiliki budaya dan lingkungan masyarakat yang berbeda dimana lingkungan masyarakatnya lebih menempatkan perempuan cenderung kepada peran domesitk (Berninghausen and Kerstan dalam Zulaikha, 2006). Adanya perbedaan lingkungan sosial budaya dimana individu berada dapat menimbulkan perbedaan peran, fungsi, dan karakter sehingga perbedaan hasil penelitian di luar negeri dengan di Indonesia dapat terjadi. Hal ini didukung berdasarkan teori gender dari Sasongko (2009) yang menyatakan bahwa perbedaan gender secara sosial dapat melahirkan perbedaan peran perempuan dan lakilaki dalam masyarakat sehingga secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung-jawab, bahkan ruang tempat manusia beraktivitas antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil dari konstruksi sosial yang dapat berubah sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat dan perkembangan jaman. Hal tersebut memperkuat adanya perbedaan hasil yang terjadi dengan objek yang berbeda antara penelitian di luar negeri dengan di Indonesia. Namun hasil penelitian ini pun turut mendukung penelitian Zulaikha (2006) serta Jamilah dan Fanani (2007) yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan gender dalam pengambilan judgment yang dapat mempengaruhi kualitas audit antara auditor pria dan auditor wanita. Menurut Zulaikha (2006), hal ini menunjukkan bahwa isu gender tidak berpengaruh dalam keakuratan judgment yang dibuat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman baik oleh auditor pria maupun wanita karena meskipun wanita mempunyai peran ganda dalam masyarakat, hal tersebut tidak mempunyai pengaruh kognitif dalam pembuatan audit judgment untuk menghasilkan hasil audit yang berkualitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan independensi antara auditor pria dan wanita. Hal ini dibuktikan dari hasil uji-T variabel independensi menunjukkan signifikansi nilai-p yang lebih besar dari taraf signifikansi. Dengan demikian hasil analisis ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan independensi yang menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas audit antara auditor pria dan wanita yang bekerja pada KAP di Surabaya. Hal
ini berarti auditor benar-benar independen sehingga auditor akan dengan leluasa melakukan tugas-tugas auditnya. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2004) yang mengindikasikan adanya perbedaan kinerja auditor oleh karena perbedaan tingkat kepuasan antara auditor pria dan wanita yang dapat mempengaruhi independensi auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Dalam penelitian Trisnaningsih (2004) menunjukkan bahwa pria memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi daripada wanita sehingga tingkat independensi pria dinilai lebih baik karena gender mempunyai hubungan yang kuat dengan penilaian kinerja pada kepuasan kerja (Gaetner et al. dalam Trisnaningsih, 2004). Sedangkan dari hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan independensi antara auditor pria dan wanita dimana pada dimensi kepuasan kerja sebagian besar responden berada pada tingkat kepuasan yang tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh tawaran (hadiah berupa fee diluat audit) dari pihak klien. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan adanya perbedaan proporsi pria dan wanita serta jumlah sampel yang digunakan dimana dari total 85 auditor diperoleh 48 auditor pria dan 37 auditor wanita. Perbedaan hasil ini juga terjadi dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilligan dalam Jamilah dan Fanani (2007) yang berhasil mengindikasikan bahwa pertimbangan moral dan alasan mendasar dalam etika pada pria dan wanita berbeda. Begitupula dengan Ruegger dan King dalam Fanani dan Jamilah (2007) yang juga mengindikasikan bahwa wanita memiliki pertimbangan moral yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Namun kedua penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan di luar negeri sehingga hal ini juga memungkinkan terjadinya perbedaan hasil dan kesimpulan untuk objek yang berbeda. Dalam hal ini, menurut Sasongko (2009) secara umum perbedaan peran, fungsi, dan tanggung-jawab, bahkan ruang tempat manusia beraktivitas antara laki-laki dan perempuan yang berbeda merupakan hasil dari konstruksi sosial yang dapat berubah sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat. Disamping itu, penelitian ini turut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jamilah dan Fanani (2007), Nungrahaningsih (2005), dan Zulaikha (2006). Berdasarkan hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa gender tidak berpengaruh terhadap audit judgment yang dapat berdampak pada kualitas audit. Kondisi ini menunjukkan bahwa antara auditor pria dan wanita dengan perbedaan karakter dan sifat yang melekat pada individu masing- masing tidak berpengaruh terhadap judgment yang akan diambilnya sehingga keputusan audit dilakukan sesuai dengan profesionalisme responden yang didasarkan pada kode etik dan standar audit yang berlaku. Hal ini dikarenakan secara umum sebagian besar responden (auditor) baik pria maupun wanita yang berpengalaman memiliki persepsi positif terhadap kode etik IAI yang mengatur independensi seorang akuntan publik, meliputi pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik. Dengan demikian sebagian besar responden memiliki perilaku yang etis dalam melakukan pengambilan keputusan atas audit yang dilakukan tanpa dipengaruhi oleh
47
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013 klien maupun secara personal. Adanya perbedaan independensi ini menurut Zulaikha (2006) bukan pada perbedaan gender melainkan terdapat pada auditor yunior yang cenderung lebih etis dibandingkan auditor senior.
[8]
[9]
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini ditolak dimana sebagian besar responden dalam penelitian ini tidak memiliki perbedaan kualitas audit yang diukur dari kompetensi antara auditor pria maupun wanita. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pria dan wanita memiliki perbedaan gender dalam masyarakat, hal tersebut tidak mempunyai pengaruh kognitif dalam pembuatan audit judgment yang dilakukan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menghasilkan audit yang berkualitas. Selain itu, simpulan lain yang dapat ditarik adalah tidak terdapat perbedaan kualitas audit yang diukur dari independensi yang dimiliki oleh auditor pria maupun wanita. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Simpulan ini menunjukkan bahwa perbedaan karakter dan sifat yang melekat pada individu masingmasing auditor pria dan wanita tidak berpengaruh terhadap judgment yang akan diambil dimana keputusan audit yang dilakukan sesuai dengan profesionalisme responden yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan etis untuk tidak terpengaruh dengan klien. Dengan kata lain, sebagian besar responden baik pria maupun wanita yang berpengalaman memiliki persepsi positif terhadap kode etik IAI yang mengatur independensi seorang akuntan publik, meliputi pelaksanaan kode etik, serta penafsiran dan penyempurnaan kode etik, sehingga sebagian besar responden memiliki perilaku yang etis tanpa dipengaruhi adanya perbedaan gender.
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18] [19]
REFERENSI [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[1] Agoes, Sukrisno, MM. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik, Jilid I Edisi 3. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. [2] Alim, M.N., Hapsari, T., dan Purwanti, Liliek. (2007). Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X, 126. Makassar. [3] Arens, Alvin A., Elder, Randal J., & Beasley, Mark. (2003). Auditing and Assurance Service, 9 Edition. New Jersey: Prantice Hall Inc. [4] Christiawan, Y.J. (2002). Kompetensi dan independensi akuntan publik: refleksi hasil penelitian empiris. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 4 (2), 79-92. [5] Chung, J. and Monroe, G.S. (2001). A research note on the effects of gender and task complexity on an audit judgment. Behavioral Research in Accounting,13 [6] Fibrianti, Dwi Irmawati. (2009). Hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa fakultas psikologi. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. [7] Firdaus. (2005). Auditing, Pendekatan Pemahaman secara Komprehensif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[20] [21]
[22]
[23]
[24]
[25]
48
[8] Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. [9] Harhinto, Teguh. (2004). Pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit (Studi empiris pada KAP di Jawa Timur). Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. [10] Herawati, T. D. dan Atmini, S. (2010). Perbedaan perilaku auditor dalam situasi konflik audit dilihat dari segi gender: peran locus of control, komitmen profesi, dan kesadaran etis. Jurnal Aplikasi Manajemen, 8 (2), 531-545. [11] Hidayat, W. dan Handayani, S. (2010). Peran faktor-faktor individual dan pertimbangan etis terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit pada lingkungan Inspektorat Sulawesi Tenggara. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 1 (1), 83-112. [12] Ikhsan, A. (2007). Profesionalisme auditor pada kantor akuntan publik dilihat dari perbedaan gender, kantor akuntan publik, dan hirarki jabatan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 9 (3), 199-222. [13] Jamilah, S. dan Fanani, Z. (2007). Pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Simposium Nasional Akuntansi X, 1-30. Makassar. [14] Kasidi. (2007). Faktor-aktor yang mempengaruhi independensi auditor: persepsi manajer keuangan perusahaan manufaktur di Jawa Tengah. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro. [15] Kuncoro, Mudrajad. (2001). Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: AMP YKPN. [16] Kusharyanti. (2003). Temuan penelitian mengenai kualitas audit dan kemungkinan topik penelitian di masa datang. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 4, 25-60. Yogyakarta: STIE YKPN. [17] Lubis, Haslinda (2009). Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesional, dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. [18] Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi. [19] Mayangsari, Sekar. (2003). Pengaruh keahlian audit dan independensi terhadap pendapat audit: Sebuah kuasieksperimen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 6 (1), 122. [20] Mulyadi. (2002). Auditing, 6th Edition. Jakarta: Salemba Empat. [21] Murniati, M.P. dan Purnamasari St.Vena. (2002). Auditor risk: Suatu kewaspadaan baru bagi investor. Jurnal Akuntansi Bisnis, 1 (1), 73-80. [22] Murtanto dan Andryani, M. (2005). Analisis hubungan pengalaman organisasi, evaluasi terhadap kinerja dan hasil karir auditor pada KAP: Pengujian pengaruh gender. Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Informasi, 5 (3), 219-248. [23] Nungrahaningsih, Putri. (2005). Analisis perbedaan perilaku etis auditor di KAP dalam etika profesi (Studi terhadap peran faktor-faktor individual: Locus of control, lama pengalaman kerja, gender, dan equity sensitivity). Simposium Nasional Akuntansi VIII, 617-630. Solo. [24] Nurhaida. Peraturan No.VIII A.2 tentang ketentuan Independensi Akuntan yang memberikan Jasa di Pasar Modal dalam keputusan Menteri Keuangan RI Bapepam dan LK No.Kep-86/Bl/2011. Jakarta, 28 Februari 2011. Kementerian Keuangan RI Bapepam dan Lembaga Keuangan. Diakses 15 Juni 2011. [25] O'Donnell, Ed. dan Johnson, E.N. (2001). The effects of auditor gender and task complexity on
Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 2 No. 2, Desember 2013
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
[31]
information processing efficiency. International Journal of Auditing, 5 (2), 91-105. [26] Purnamasari, St.Vena. (2006). Sifat machiavellian dan pertimbangan etis: anteseden independensi dan perilaku etis auditor. Simposium Nasional Akuntansi IX, 1-17. [27] Rahmawati, Desi dan Jaka Winarna. (2002). Peran pengajaran auditing terhadap pengurangan expectation gap: Dalam isu peran auditor dan aturan serta larangan pada Kantor Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 7 (2). [28] Rihandoyo. (2009). Alat Uji Hipotesis Penelitian Sosial Non Parametik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Diakses 30 September 2011. [29] Sasongko, Sri Sundari. (2009) Konsep dan Teori Gender. Jakarta: Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN Pusat. [30] Singgih, Elisha M. & Bawono, Icuk R. (2010). Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Profesional Care, dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit (Studi pada Auditor di KAP "Big Four" di Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XIII, 1-24. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. [31] Siregar, Syofian. (2010). Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[32] [32] Sugiyono. (2007). Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. [33] [33] Suharyadi dan Purwanto S.K. (2004). Statistika: untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba Empat. [34] [34] Suraida, Ida. (2005). Uji model etika, kompetensi, pengalaman audit dan resiko audit terhadap skeptisisme profesional auditor. Jurnal Akuntansi, 9 (2), 115-129. [35] [35] Trisnaningsih, Sri. (2004). Perbedaan kinerja auditor dilihat dari segi gender. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 7 (1), 108-123. [36] [36] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. 2011. Jakarta: Author. Diakses 8 Juni 2011. [37] [37] Zulaikha, MSi. (2006). Pengaruh interaksi gender, kompleksitas tugas dan pengalaman auditor terhadap audit judgment (Sebuah kajian eksperimental dalam audit saldo akun persediaan). Simposium Nasional Akuntansi IX, 1-22
49