ANALISIS PERBANDINGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI INVESTASI NASIONAL DI SEKTOR PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER
OLEH RIRI HAERINA PURNAMASARI H14051446
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
RIRI HAERINA PURNAMASARI. Analisis Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Kemajuan ekonomi ditandai oleh pergeseran struktur perekonomian nasional, yaitu semakin menurunnya pangsa pasar sektor primer dan semakin meningkatnya pangsa pasar sektor sekunder dan tersier, serta terjadinya gap antara pertumbuhan di sektor primer, sekunder dan tersier. Fakta tersebut menggambarkan bahwa telah terjadi ketimpangan pembangunan di Indonesia. Untuk mencegah terjadinya ketimpangan pembangunan tersebut maka pembangunan dalam suatu sektor perekonomian di suatu negara harus ditunjang oleh pembangunan di sektor lainnya. Langkah yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memacu pertumbuhan dari setiap sektor perekonomian adalah melalui peningkatan investasi. Investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dimana sumber daya alam yang ada di masing-masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat secara adil dan merata. Investasi baik di sektor primer, sekunder maupun tersier membutuhkan adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Penelitian ini menganalisis perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier, serta memberikan rekomendasi kebijakan investasi bagi pemerintah yang dapat memacu terjadinya peningkatan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series (kuartal) dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008 yang diperoleh dari instansi terkait. Analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Regresi Komponen Utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel inflasi, suku bunga riil, pendapatan rii tahun sebelumnya, jumlah tenaga kerja, total jalan yang diaspal di Indonesia, dan jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Pendapatan riil tahun sebelumnya (PDBt-1), jumlah tenaga kerja (TK), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt-1), dan total Jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) berpengaruh secara positif pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Sedangkan suku bunga riil Indonesia (r) dan inflasi (INF) berpengaruh secara negatif pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier. Berdasarkan hasil estimasi output yang didapat, maka kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan adalah meningkatkan
kemampuan pendanaan pemerintah dengan cara meningkatkan proporsi dana untuk pembangunan jalan maupun untuk memperbaiki kondisi jalan yang sudah ada, mengoptimumkan fungsi intermediasi perbankan dan lembaga keuangan dalam mendukung peningkatan kredit investasi, serta menciptakan pertumbuhan investasi di sektor primer sehingga dapat mengurangi ketimpangan realisasi investasi nasional. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja di sektor primer. Hal ini didasarkan dengan fakta empiris bahwa investor tertarik untuk berinvestasi di sektor primer karena banyaknya jumlah tenaga kerja. Dengan demikian, diharapkan peningkatan kualitas tenaga kerja di sektor primer akan dapat meningkatkan bargaining position tenaga kerja di sektor tersebut.
ANALISIS PERBANDINGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI INVESTASI NASIONAL DI SEKTOR PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER
OLEH RIRI HAERINA PURNAMASARI H14051446
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Riri Haerina Purnamasari
Nomor Registrasi Pokok
: H14051446
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Widyastutik, SE, M. Si NIP. 19751105 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Riri Haerina Purnamasari H14051446
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Riri Haerina Purnamasari dilahirkan pada tanggal 27 Oktober 1987 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Agus Purnomo Sudiyanto dan Yati Daniati. Pendidikan dasar penulis ditempuh di SDN 02 Pondok Kopi Jakarta, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 199 Pondok Kopi Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya, penulis melanjutkan ke SMU Negeri 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun kedua di IPB, penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah menjadi staf Biro Kesekretariatan (Roket) Hipotesa tahun 2007 dan ketua Divisi Life Academic by Learning and Education (Lable) Hipotesa tahun 2008. Penulis aktif menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Ekonomi Umum. Penulis merupakan staf pengajar di bimbingan belajar Ellips dan sebagai guru privat. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan menulis. Beberapa prestasi yang sempat diraih oleh penulis selama menjadi mahasiswa IPB antara lain sebagai juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas Diponegoro dan juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas Sebelas Maret.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi ini yang berjudul ”Analisis Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Seiring terselesaikannya skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran untuk perbaikan kedepannya. Skripsi ini merupakan hasil karya yang tercipta karena bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, perkenankan penulis dalam kesempatan ini mempersembahkan dengan tulus ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan sarannya kepada penulis baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Tanti Novianti, SE, M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji hasil skripsi ini. Semua saran dan kritik merupakan hal yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. 3. Jaenal Effendi, M.A selaku komisi pendidikan. Terima kasih atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. 4. Orang tua penulis, Bapak Agus Purnomo Sudiyanto dan Ibu Yati Daniati yang selalu mengiringi langkah penulis dengan doa, kasih sayang dan pengorbanan yang tiada henti.
5. Saudara-saudara penulis, terutama Asri Puspitasari, Ari Permatasari dan Kusumaday Ajibrata. Terima kasih atas doa dan dukungan yang sangat berarti dalam hidup dan kehidupan penulis selama ini. 6. Diar Erstantyo atas segala doa, dukungan, pengertiannya, serta tidak pernah bosan mendengarkan keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak Eko Oesman, Bapak Puji, Teh Maiva, Teh Yuli, Teh Andra, Teh Dian, Teh Rima, Teh Rina, k’Islam dan Sansa.. 8. Dian, Ginna, Anggi, Inna, Tyas, Renny, Arisa, Tanjung, Dhinta, Dewinta Putri, Tia, Nchie, Adit, Ethy, Lukman, Joger, Rajiv, Dhamar dan teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 42 lainnya atas kebersamaan selama tiga tahun ini. 9. Lable Hipotesa 2008 (Tyas, Secha, Desnita, Andri, Yusuf, dan Miftah) atas keceriaan dan kebersamaan yang selalu tercipta dalam berbagai situasi. 10. Wisma Fricy, Statistics Centre, Lorong 2 A1, ELLIPS, A27 dan A28 angkatan 42, B22 angkatan 44, serta A16, A01, B16 angkatan 45. 11. Seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis menjalani pendidikan. 12. Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Riri Haerina Purnamasari H14051446
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 11
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12 2.1. Landasan Teori Investasi.................................................................. 12 2.1.1. Penanaman Modal Asing ...................................................... 13 2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri ......................................... 14 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi ................................... 15 2.2.1. Suku Bunga ........................................................................... 15 2.2.2. Tingkat Inflasi ....................................................................... 17 2.2.3. Jumlah Tenaga Kerja ............................................................ 18 2.2.4. Pendapatan Riil ..................................................................... 19 2.2.5. Pembangunan Jalan .............................................................. 20 2.2.6. Jumlah Penduduk .................................................................. 21 2.3. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 21 2.4. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 26 2.5. Hipotesis Penelitian.......................................................................... 29
III.
METODE PENELITIAN ....................................................................... 31 3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 31 3.2. Metode Analisis .............................................................................. 31 3.2.1. Analisis Regresi Berganda .................................................... 31 3.2.2. Model Analisis ..................................................................... 32
3.3. Metode Estimasi .............................................................................. 35 3.3.1. Uji Kriteria Statistik .............................................................. 36 3.3.2. Uji Kriteria Ekonometrika .................................................... 40 3.3.2. Regresi Komponen Utama (Principal Component Analysis) .......................................... 44 IV. GAMBARAN UMUM .......................................................................... 46 4.1. Perkembangan Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier .......................................... 46 4.2. Perkembangan Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier terhadap PDB Indonesia ..................................................... 48 4.3. Perkembangan Infrastruktur di Indonesia ...................................... 51 4.4. Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Riil di Indonesia .............. 54 V.
PEMBAHASAN .................................................................................... 57 5.1. Estimasi Persamaan Model ............................................................ 57 5.1.1. Uji F ...................................................................................... 57 5.1.2. Uji Autokorelasi ................................................................... 58 5.1.3. Uji Heterokedastisitas ........................................................... 59 5.1.4. Uji Multikolinearitas ............................................................. 60 5.2. Estimasi Model ................................................................................ 61 5.2.1. Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer ...................... 61 5.2.2. Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder .................. 63 5.2.3. Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier ..................... 64 5.3. Estimasi Koefisien ........................................................................... 65 5.4. Implikasi Kebijakan ......................................................................... 73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 76 6.1. Kesimpulan .................................................................................... 76 6.2. Saran ............................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79 LAMPIRAN .................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.1.
Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier (dalam persen), 1993-2008 .. 7
1.2.
Ruang Lingkup Sektor Primer, Sekunder dan Tersier ........................ 11
5.1.
Nilai Probabilitas Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan tersier .. 58
5.2.
Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier ............................................... 59
5.3.
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer ......................... 60
5.4.
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder ..................... 60
5.5.
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier ......................... 61
5.6.
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer ......................... 62
5.7.
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder ..................... 63
5.8.
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier ......................... 64
5.9.
Koefisien Variabel Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier ........................................................................................... 65
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.1.
Pertumbuhan Sektor Ekonomi Menurut Harga Konstan 1993, 1990-2004 .......................................... 2
2.1.
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi ................................ 13
2.2.
Hubungan Investasi dengan Suku Bunga ............................................ 16
2.3.
Bagan Alur Pemikiran ......................................................................... 28
4.1.
Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier, 1993-2008 ........................... 47
4.1.
Kontribusi Sektor terhadap PDB Menurut Harga Konstan Tahun 2000, 1993-2008 .............................. 49
4.3.
Total Jalan yang Diaspal di Indonesia, 1993-2008 ............................. 53
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Correlations Matrix Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer .................................................................................. 82
2.
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama di Sektor Primer ............... 85
3.
Hasil Uji Heteroskedastisitas di Sektor Primer ................................... 86
4.
Model Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dan Hasil Uji Multikolinearitas di Sektor Primer ...................................................... 87
5.
Correlations Matrix Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder .............................................................................. 88
6.
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama di Sektor Sekunder ........... 90
7.
Hasil Uji Heteroskedastisitas di Sektor Sekunder ............................... 91
8.
Model Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dan Hasil Uji Multikolinearitas di Sektor Sekunder .................................................. 92
9.
Correlations Matrix Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier .................................................................................. 93
10.
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama di Sektor Tersier ............... 96
11.
Hasil Uji Heteroskedastisitas di Sektor Tersier .................................. 97
12.
Model Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dan Hasil Uji Multikolinearitas di Sektor Tersier ..................................................... 98
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kemajuan ekonomi ditandai oleh pergeseran struktur perekonomian
nasional, yaitu semakin menurunnya pangsa pasar sektor primer dan semakin meningkatnya pangsa pasar sektor sekunder dan tersier. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pangsa pasar sektor industri dan jasa serta sebaliknya, yaitu terjadinya penurunan pangsa pasar sektor pertanian selama tahun 1990-2004. Dimana selama tahun 1990-1997, pangsa pasar sektor industri dan jasa mengalami peningkatan sebesar 6,46 persen dan 2,92 persen, sedangkan pangsa pasar sektor pertanian justru mengalami penurunan sebesar 5,31 persen. Pada tahun 19982004, pangsa pasar sektor jasa mengalami peningkatan kembali yaitu sebesar 3,74 persen, sedangkan sektor industri dan pertanian menurun sebesar 0,34 persen dan 1,5 persen. Fakta tersebut menggambarkan bahwa telah terjadi ketimpangan pembangunan
di
Indonesia.
Untuk
mencegah
terjadinya
ketimpangan
pembangunan tersebut maka pembangunan dalam suatu sektor perekonomian di suatu negara harus ditunjang oleh pembangunan di sektor lainnya. Misalnya, pembangunan di sektor pertanian perlu didukung oleh pembangunan di sektor industri maupun jasa sehingga ketimpangan pembangunan tidak terjadi. Pengamatan empiris yang dinyatakan oleh Rostow menunjukkan bahwa sebagian besar negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju pembangunan
ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan jasa setelah didahului oleh kemajuan di sektor pertanian. Gambar 1. menunjukkan ketimpangan dalam pembangunan yang terjadi selama 1994-2008 yang dapat dilihat dari terjadinya gap dalam pertumbuhan antar sektor perekonomian. Sebelum tahun 1997, baik di sektor primer, sekunder maupun sektor tersier memiliki pertumbuhan yang positif. Memasuki tahun 1997, dimana pada saat itu terjadi krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi di Indonesia mengakibatkan pertumbuhan persektor perekonomian mengalami penurunan. Sektor primer menurun dari 4,29 persen pada tahun 1996 menjadi 1,42 persen pada tahun 1997. Sektor sekunder menurun dari 11,93 persen pada tahun 1996 menjadi 5,99 persen pada tahun 1997. Sedangkan sektor tersier menurun dari 6,75 persen pada tahun 1996 menjadi 5,58 persen pada tahun 1997. Pada tahun 1998, pertumbuhan persektor perekonomian mencapai titik terendahnya selama tahun penelitian. Pertumbuhan 15,00 Persektor (dalam persen) 10,00 5,00 0,00 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun -5,00 -10,00 -15,00 -20,00
Sektor Primer
Sektor Sekunder
Sektor Tersier
Sumber: BPS, 2008 (diolah).
Gambar 1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Menurut Harga Konstan 2000, 1994-2008
Pertumbuhan dari setiap sektor perekonomian seperti yang telah diilustrasikan oleh Gambar 1.1. tentu dipengaruhi oleh ketersediaan modal pada sektor tersebut. Langkah yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memacu pertumbuhan dari setiap sektor perekonomian adalah melalui peningkatan investasi. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional, sehingga pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional. Selain itu, investasi juga merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dimana sumber daya alam yang ada di masing-masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat secara adil dan merata. Investasi dilakukan untuk membentuk faktor produksi kapital, dimana sebagian dari investasi tersebut digunakan untuk pengadaan berbagai barang modal yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Investasi ini bisa berupa investasi dalam negeri maupun luar negeri. Secara umum, investasi atau penanaman modal dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) baik di sektor primer, sekunder maupun tersier membutuhkan adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Pada akhirnya, kondisi inilah yang mampu menggerakan sektor swasta untuk ikut serta dalam menggerakan roda perekonomian nasional. Iklim yang sehat bagi perkembangan investasi suatu negara tidak terjadi secara serta merta, melainkan berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak aspek. Antara lain, suku bunga riil, laju
inflasi, pendapatan riil, perkembangan jumlah penduduk, total jalan yang diaspal, serta jumlah tenaga kerja diyakini sebagai beberapa faktor pembentuk iklim yang sehat sehingga diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi perkembangan investasi di negara tersebut. Dalam konteks pembangunan, investasi memegang peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun dalam memanfaatkan sumberdaya alam perlu juga diperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini yang menyebabkan mengapa investasi sebagai suatu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Fakta tersebut setara dengan pernyataan Mulyani (2004), yang mengatakan bahwa ada tiga faktor penggerak pertumbuhan ekonomi yaitu fiskal (G), konsumsi (C), dan investasi (I). Menurutnya, pemerintah tidak bisa mengandalkan fiskal untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan masih besarnya hutang pemerintah yang harus dibayar. Disamping hal itu, pengadaan alokasi subsidi yang besar juga membuat ruang gerak untuk mendorong pertumbuhan menjadi terbatas. Hal tersebut membuat pemerintah tidak bisa menggantungkan pertumbuhan ekonomi pada konsumsi secara terus-menerus. Saluran lain yang lebih baik bagi pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi adalah melalui rangsangan investasi. Peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi tidak dapat diabaikan. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi investasi sebelum krisis sebesar 33 persen (Balipost online, 2004).
Indonesia terbuka secara resmi dan efektif terhadap penanaman modal sejak tahun 1967 ketika pemerintah orde baru memberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang diikuti dengan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968 melalui Undang-Undang No. 6/Tahun 1968. UndangUndang tentang PMDN dilengkapi dan disempurnakan pada tahun 1970 dengan UU No. 12/Tahun 1970. Sedangkan kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia semakin terbuka. Hal ini sejalan pula dengan era perdagangan bebas yang akan dihadapi oleh Indonesia. Selanjutnya, Indonesia mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus modal investasi. Hal ini dikarenakan sukses tidaknya suatu negara dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi. Tabel 1.1. menunjukkan bahwa selama tahun 1993-2008, kondisi perkembangan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier relatif berfluktuasi. Pada tahun 1993, nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer maupun di sektor tersier mencapai titik terendah disepanjang tahun 1993-2008 yaitu sektor primer sebesar 0,67 persen dan sektor tersier sebesar 3,73 persen. Sedangkan nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder pada tahun 1993 merupakan nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder yang tertinggi di sepanjang tahun 19932008, yaitu sebesar 95,60 persen. Investor yang pada umumnya profit oriented tentu akan mempertimbangkan seberapa besar return yang mungkin diperoleh apabila menanamkan modalnya disuatu negara. Bila return yang mungkin
diperoleh seorang investor meningkat maka akan meningkatkan minta investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Krisis ekonomi tahun 1997 merupakan shock dalam sejarah perekonomian di Indonesia. Shock tersebut telah menyebabkan tidak terkendalinya laju inflasi, yang pada akhirnya mendorong tingkat harga mengalami peningkatan secara umum serta penurunan pendapatan riil masyarakat sehingga daya beli masyarakat menurun. Peningkatan harga serta penurunan daya beli masyarakat ini merupakan alasan mendasar dari penurunan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer dan sektor tersier pada tahun 1997 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sektor primer menurun dari 6,18 persen pada tahun 1996 menjadi 5,83 persen pada tahun 1997. Sedangkan sektor tersier menurun dari 27,19 persen pada tahun 1996 menjadi 23,08 persen pada tahun 1997. Akan tetapi, sektor sekunder justru mengalami peningkatan dari 66,63 persen pada tahun 1996 menjadi 71,09 persen pada tahun 1997. Hal ini didukung dengan argumen yang berkembang selama ini bahwa sektor sekunder yang pada umumnya didukung oleh sektor industri makanan dan industri pengolahan akan lebih tahan terhadap krisis bila dibandingkan sektor perbankan, perdagangan maupun pembangunan real estate yang aktifitasnya memilki keterkaitan relatif erat dengan pergerakan laju inflasi serta suku bunga riil. Pada tahun 2006, sektor primer mencapai nilai total realisasi investasi nasional tertinggi di sepanjang tahun 1993-2008 yaitu sebesar 11,26 persen. Pada tahun 2008, dimana perekonomian Indonesia sedang mengalami guncangan sebagai akibat dari krisis minyak dan pangan dunia, serta krisis
keuangan global mengakibatkan nilai total realisasi investasi di sektor primer dan sekunder juga mengalami kemunduran. Nilai total realisasi investasi di sektor primer menjadi sebesar 3,10 persen dari 7,60 persen pada tahun 2007. Nilai total realisasi investasi di sektor sekunder menjadi sebesar 36,97 persen dari 53,61 persen pada tahun 2007. Berbeda dengan nilai total realisasi investasi di sektor primer dan sekunder, nilai total realisasi investasi di sektor tersier justru mengalami peningkatan sebesar 21,14 persen sehingga nilai total realisasi investasi di sektor tersier pada tahun 2008 yaitu sebesar 59,94 persen. Tabel 1.1. Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier, 1993-2008 (dalam persen) Tahun Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier 1993 0,67 95,60 3,73 1994 9,08 70,67 20,24 1995 3,42 83,87 12,71 1996 6,18 66,63 27,19 1997 5,83 71,09 23,08 1998 3,00 76,52 20,48 1999 4,04 68,95 27,00 2000 2,65 49,21 48,15 2001 6,58 62,56 30,86 2002 4,38 59,79 35,83 2003 4,76 38,69 56,54 2004 6,49 63,66 29,85 2005 8,06 46,76 45,18 2006 11,26 61,14 27,60 2007 7,60 53,61 38,80 2008 3,10 36,97 59,94 Sumber: BKPM, 2008 (diolah).
Berdasarkan paparan latar belakang di atas dan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, dimana perkembangan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder, dan tersier belum optimal, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Analisis Perbandingan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier”. Hal ini mengingat karena investasi memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara tak terkecuali Indonesia, sehingga faktor-faktor yang menentukan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier sangat penting untuk diperhitungkan oleh pemerintah. Dengan demikian, diharapkan tidak akan terjadi ketimpangan pembangunan yang dapat dilihat dari peningkatan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier secara merata.
1.2.
Perumusan Masalah Meskipun dua atau tiga tahun pasca krisis ekonomi 1997, ekonomi
Indonesia sudah menunjukkan kembali pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih lambat dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai, khususnya pada periode pertengahan 1990-an. Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi yang dapat dilihat dari masih rendahnya nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Investasi memberikan kontribusi yang berarti terhadap perekonomian suatu negara. Apabila Indonesia memiliki iklim investasi yang kondusif, yang berarti faktor-faktor yang mempengaruhi nilai total realisasi investasi nasional, seperti suku bunga riil, laju inflasi, jumlah penduduk Indonesia, total jalan yang diaspal di Indonesia, pendapatan riil (sektor primer, sekunder; dan tersier) serta jumlah tenaga kerja (sektor primer, sekunder dan tersier) berada pada tingkat yang
memungkinkan suatu proyek investasi menghasilkan keuntungan maka hal tersebut akan mendorong tumbuhnya nilai total investasi yang terealisasikan di berbagai sektor perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan nilai total realisasi investasi nasional akan menjadi salah satu dasar bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi jangka panjang di Indonesia. Melihat pentingnya iklim investasi bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, maka faktor-faktor yang mempengaruhi iklim investasi nasional tersebut menjadi sangat penting untuk diperhitungkan oleh pemerintah Indonesia. Hal
ini
dikarenakan
ketidakpastian
akan
stabilitas
faktor-faktor
yang
mempengaruhi investasi akan berpengaruh pada tingkat keuntungan yang diperoleh investor. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat senantiasa menciptakan iklim yang baik bagi perkembangan investasi di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier ? 2. Bagaimana rekomendasi kebijakan investasi untuk memacu terjadinya peningkatan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier ?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini yaitu:
1. Menganalisis perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. 2. Memberikan rekomendasi kebijakan investasi bagi pemerintah yang dapat memacu terjadinya peningkatan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pemerintah,
masyarakat maupun bagi akademisi. Manfaat – manfaat tersebut diantaranya : 1. Penulis dapat menambah pemahaman serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2. Rekomendasi kebijakan investasi dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat agar dapat meningkatkan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. 3. Masyarakat dapat lebih memahami mengenai permasalahan realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. 4. Kalangan akademisi dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menjadikan tulisan ini sebagai bahan rujukan dalam membuat penelitian lainnya.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Variabel-variabel yang digunakan adalah data nilai total realisasi investasi
nasional (sektor primer, sekunder dan tersier), inflasi, suku bunga riil, pendapatan riil (sektor primer, sekunder dan tersier), jumlah tenaga kerja (sektor primer, sekunder dan tersier), jumlah penduduk Indonesia dan total jalan yang diaspal di Indonesia dengan series dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2008. Ruang lingkup investasi dalam penelitian ini mencakup nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Tabel 1.2. Ruang Lingkup Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Sektor Perekonomian Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier 1. Kehutanan 1. Industri alat angkutan dan 1. Real estate, (forestry); transport lainnya; kawasan industri, 2. Perikanan 2. Industri kimia dasar, barang dan perkantoran (fishery); kimia, dan farmasi (chemical (real estate, 3. Pertambangan and pharmaceutical industry); industrial estate, (mining); 3. Industri kertas, barang dari and office 4. Penggalian; kertas, dan percetakan; building); 5. Peternakan 4. Industri barang karet dan 2. Hotel dan restoran (livestock); barang plastik; (hotel and 6. Tanaman 5. Industri kayu (wood restaurant); pangan dan industry); 3. Elektrik, gas, dan perkebunan 6. Industri kulit, barang dari air (electricity, gas (food crops and kulit dan sepatu; and water); plantation). 7. Industri logam dasar, barang 4. Perdagangan dan logam, mesin dan elektronika; reparasi (trade 8. Industri makanan (food and reparation); industry); 5. Pengangkutan, 9. Industri tekstil (textile gudang, dan industry); komunikasi 10. Industri min. non logam (non (transport, metal min. Industry); storage, and 11. Konstruksi (construction). communication); 6. jasa lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori Investasi Menurut Mankiw (2000) investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli
untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap rumah tangga, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan; investasi tetap rumah tangga adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah; sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Secara umum, investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai, peralatan, aset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian (Harjono, 2007). Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik unsur-unsur penting dari kegiatan investasi, yaitu: 1. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidaknya mempertahankan nilai modalnya. 2. Modal tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat diraba (tangible), tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible). Intangible mencakup keahlian, pengetahuan, jaringan, dan sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerja sama (joint venture agreement) yang biasanya disebut valuable services.
Adanya investasi akan mendorong adanya peningkatan kapital per tenaga kerja (perkapita) sehingga meningkatkan pendapatan nasional. Kaitan ini dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1. yang menunjukkan bahwa jika terdapat peningkatan investasi maka akan meningkatkan jumlah kapital per tenaga kerja (perkapita) sehingga pendapatan nasional akan semakin meningkat. Investasi (I) I0
Ii
I1
0
Y1
Y0
Pendapatan Nasional (Y)
Sumber: Mankiw, 2000.
Gambar 2.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi 2.1.1. Penanaman Modal Asing Pengertian penanaman modal asing menurut Hulman Panjatan dalam Harjono (2007) adalah suatu kegiatan penanaman modal yang didalamnya terdapat
unsur
asing
(foreign
element)
yang
ditentukan
oleh
adanya
kewarganegaraan yang berbeda, asal modal, dan sebagainya. Dalam penanaman modal asing, modal yang ditanam merupakan modal milik asing maupun modal patungan antara modal asing dengan modal dalam negeri. Negara yang sedang berkembang umumnya berkeyakinan bahwa pembangunan ekonominya akan dapat dikembangkan lebih baik lagi jika dapat memanfaatkan modal asing. Modal tersebut dimanfaatkan ke dalam sektor-sektor
yang produktif. Banyaknya manfaat yang didapat dari adanya modal asing dalam suatu negara apabila modal tersebut dapat termanfaatkan secara bijak maka untuk mendapatkan aliran modal asing yang lebih besar lagi maka perlu diciptakan iklim yang baik sehingga modal asing tersebut dapat disertakan dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, persyaratan-persyaratan mengenai masuknya modal asing perlu dipersiapkan sebaik-baiknya (Sumantoro, 1989). Pada saat ini baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang telah mengusahakan hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta sebagai salah satu cara yang harus ditempuh dengan tujuan untuk meningkatkan penanaman modal dari negara maju ke negara sedang berkembang. Bagi negara maju, motif mencari untung dari kegiatan penanaman modal akan selalu diutamakan, sedangkan bagi negara berkembang menganggap bahwa kegiatan penanaman modal asing tersebut merupakan suatu langkah mendapatkan modal tambahan untuk melakukan pembangunan ekonomi.
2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri Keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam UU No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut ketentuan penanaman modal tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan atau
disediakan guna menjalankan usaha) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya (Harjono, 2007). Usaha pengembangan penanaman modal dalam negeri telah dirintis oleh pemerintah, salah satunya adalah dengan kebijakan kredit investasi. Pemberian kredit investasi memerlukan keahlian dalam prioritas pembangunan. Sebuah pengalaman menunjukkan bahwa penyaluran kredit investasi sering didasarkan pada perintah atau komando dari atasan. Hal demikian telah menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dimana terjadi pemborosan keuangan negara dan pengaruhnya kepada laju inflasi (Sumantoro, 1989).
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi 2.2.1. Suku Bunga Menurut Kasmir (1999), bunga merupakan balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Ada dua jenis bunga yang diberikan kepada nasabah, yaitu bunga simpanan dan bunga pinjaman. Bunga simpanan merupakan bunga yang diberikan sebagai rangsangan bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank, dimana semakin tinggi bunga simpanan yang ditetapkan oleh perbankan yang mengacu pada suku bunga bank sentral maka hal ini akan mendorong nasabah untuk menyimpan dananya. Sedangkan bunga pinjaman merupakan bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Kedua jenis bunga tersebut saling mempengaruhi positif, artinya jika bunga simpanan tinggi maka secara otomatis bunga pinjaman juga
ikut naik. Sebaliknya jika bunga simpanan rendah maka secara otomatis bunga pinjaman ikut menjadi rendah juga. Berdasarkan Sukirno (1981), besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan ekonomi atau produksi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lainnya. Secara grafis hubungan investasi dengan suku bunga berbanding terbalik seperti pada Gambar 2.2. dibawah ini. Suku Bunga (r)
I = I(r) Investasi (I) Sumber: Mankiw, 2000.
Gambar 2.2. Hubungan Investasi dengan Suku Bunga
Berdasarkan Gambar 2.2 dapat terlihat bahwa kurva investasi memiliki slope negatif sehingga jika suku bunga naik maka akan semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan sehingga investasi akan menurun dan sebaliknya jika suku bunga rendah, maka orang akan menanamkan modalnya untuk berinvestasi di berbagai bidang usaha (Deliarnov, 1995). Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dengan tingkat bunga riil (Mankiw, 2000). Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan dan merupakan hasil tabungan dan biaya peminjaman tanpa penyesuaian terhadap inflasi. Tingkat bunga riil (real interest rate) mengukur
biaya pinjaman yang sebenarnya dan merupakan tingkat bunga yang menentukan tingkat investasi. Tingkat bunga riil merupakan tingkat bunga nominal yang telah dikoreksi karena pengaruh inflasi. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman (Mankiw, 2000). Persamaan yang menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan suku bunga riil adalah sebagai berikut : I = I(r)
(2.1)
r=i–Л
(2.2)
Kegiatan investasi akan dilaksanakan apabila tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka tingkat investasi yang dilakukan akan mengalami penurunan. Ketika suku bunga mengalami penurunan, investasi akan mengalami peningkatan (Sukirno, 1996). Menurut teori ekonomi klasik, makin tinggi tingkat bunga maka keinginan melakukan investasi semakin kecil. Hal ini disebabkan investor akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar investor untuk dana investasi tersebut (Dewi, 2005).
2.2.2. Tingkat Inflasi Kaum monetaris berpendapat bahwa inflasi disebabkan oleh pertumbuhan money supply yang tinggi sehingga mereka berpendapat bahwa inflasi merupakan suatu fenomena moneter (Adhitya, 2007). Menurut Keynesian, tingkat inflasi yang tinggi tidak dapat dikendalikan hanya dengan kebijakan fiskal saja. Oleh
karena itu, perpanduan antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal diperlukan untuk mengendalikan laju inflasi dalam suatu negara. Teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi money supply memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Menurut Mishkin (2001), inflasi merupakan kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus. Tingkat inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap investasi. Ketika terjadi inflasi, maka harga-harga akan mengalami kenaikan termasuk faktor-faktor produksi. Ketika harga-harga faktor produksi meningkat maka perusahaan atau investor cenderung mengurangi investasinya. Hal ini dikarenakan peningkatan harga faktor-faktor produksi akan mendorong terjadinya peningkatan biaya produksi secara keseluruhan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atau investor sehingga akan menurunkan tingkat keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan atau investor tersebut.
2.2.3. Jumlah Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja baik di sektor primer, sekunder maupun tersier berpengaruh positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor perekonomian di Indonesia. Semakin banyak tenaga kerja pada suatu sektor perekonomian dalam suatu negara akan mendorong terjadinya penurunan tingkat upah, sehingga menurunkan total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh investor dalam menjalankan usahanya. Penurunan dari total biaya produksi tentu menjadi dari peningkatan keuntungan yang mungkin diperoleh investor, dimana
sinyal peningkatan keuntungan ini akan menstimulus investasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan realisasi investasi di sektor tersebut (Sukirno, 1996).
2.2.4. Pendapatan Riil Istilah pendapatan nasional dapat berarti sempit dan berarti luas. Dalam arti sempit, pendapatan nasional merupakan terjemahan langsung dari national income. Sedangkan dalam arti luas, pendapatan nasional dapat merujuk ke Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) (Dumairy, 1996). PDB itu sendiri adalah pendapatan total yang diperoleh secara domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh dari faktor-faktor produksi yang dimiliki asing (Mankiw, 2000). Perlu disadari bahwa peranan pendapatan atau PDB terhadap investasi tidak dapat diabaikan. Dimana pendapatan nasional yang semakin tinggi akan mendorong terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang meningkat akan memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa. Hal ini tentu akan menyebabkan keuntungan perusahaan bertambah dan akan menjadi stimulus untuk terciptanya iklim investasi yang kondusif sehingga dapat meningkatkan investasi nasional per sektor. Dengan kata lain, apabila pendapatan nasional bertambah tinggi maka investasi akan bertambah tinggi pula. Dengan demikian investasi berhubungan positif terhadap pendapatan nasional (Sukirno, 2001). Selain itu, jika pendapatan masyarakat tinggi maka bagian dari pendapatan masyarakat tersebut yang dapat dipergunakan untuk investasi meningkat sehingga investasi dapat meningkat.
2.2.5. Pembangunan Jalan Banyak daerah dengan kandungan potensial sumber daya alam seperti minyak, gas alam dan barang tambang lainnya hanya memiliki pertumbuhan ekonomi yang sama atau bahkan dibawah pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional. Begitu juga dengan keanekaragaman hayati yang belum dapat dieksploitasi untuk dijadikan sumber ekonomi. Hal ini terjadi karena keterbatasan infrastruktur yang terdapat di Indonesia. Fakta tersebut tentu bertolak belakang dengan beberapa hasil studi yang menyatakan bahwa infrastruktur dan investasi jelas memiliki keterkaitan yang tidak dapat diabaikan. Sebuah studi dari Bank Dunia (2006), menunjukkan faktor penentu investasi dengan indeks tertinggi adalah keberadaan infrastruktur seperti listrik, transportasi, jalan diaspal, dan kebersihan. Faktor lain yang terdapat dalam penelitian tersebut, seperti ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai dan tingkat korupsi memiliki angka indeks yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan keberadaan infrastruktur. Secara
umum,
infrastruktur
berfungsi
sebagai
katalisator
dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui kelancaran kegiatan ekonomi di negara tersebut. Pembangunan jalan yang merupakan salah satu dari pembangunan infrastruktur memberikan pengaruh secara positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Semakin tingginya pembangunan jalan yang dapat dilihat dari semakin tingginya total jalan yang diaspal tentu akan memperlancar distribusi produk. Lancarnya proses distribusi dari suatu produk akan menurunkan biaya transportasi atau biaya distribusi,
sehingga secara keseluruhan biaya produksi akan menurun. Penurunana biaya produksi merupakan sinyal positif terhadap tingkat keuntungan yang mungkin diperoleh seorang investor. Oleh karena itu, total jalan yang diaspal di Indonesia akan berbanding lurus dengan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier.
2.2.6. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk pada suatu negara selalu mengalami perubahan yang disebabkan oleh faktor kelahiran, kematian dan migrasi atau perpindahan penduduk. Perubahan keadaan penduduk tersebut dinamakan dinamika penduduk. Dinamika
atau
perubahan
penduduk
cenderung
kepada
pertumbuhan.
Pertumbuhan penduduk ialah perkembangan jumlah penduduk suatu daerah atau negara. Jumlah penduduk suatu negara dapat diketahui melalui sensus, registrasi dan survei penduduk. Jumlah penduduk Indonesia sejak sensus pertama sampai dengan sensus terakhir jumlahnya terus bertambah. Jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan akan barang dan jasa, sehingga memperbesar pangsa pasar.
2.3.
Penelitian Terdahulu Penelitian ini mengacu berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. Dewi
(2005), melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Utama Penentu
Investasi Swasta di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data kuantitaif kuartalan pada periode 1993:1 sampai 2003:4, serta menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) sebagai alat analisis menghadapi permasalahan mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu tingkat investasi swasta di Indonesia, dan kebijakan apakah yang dapat diambil oleh pemerintah dalam meningkatkan kegiatan investasi swasta. Variabel yang digunakan adalah GDP, suku bunga, posisi utang pemerintah, DSR (Debt Service Ratio), investasi pemerintah, dan lag investasi swasta. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh variabel secara signifikan berpengaruh terhadap kegiatan investasi swasta di Indonesia. Lima variabel bebas yaitu investasi pemerintah, Gross Domestic Product (GDP), suku bunga, Debt Service Ratio (DSR), dan lag investasi swasta mempunyai tanda yang sesuai dengan teori, sedangkan variabel posisi utang pemerintah mempunyai tanda yang tidak sesuai dengan teori. Investasi swasta dipengaruhi secara positif oleh kegiatan investasi pemerintah kuartal sebelumnya, GDP, dan investasi swasta kuartal sebelumnya. Variabel posisi utang pemerintah, DSR, dan suku bunga berpengaruh negatif terhadap kegiatan investasi swasta di Indonesia. GDP riil merupakan variabel yang paling mempengaruhi kegiatan investasi swasta di Indonesia, sedangkan suku bunga riil merupakan faktor yang pengaruhnya paling kecil terhadap kegiatan investasi swasta di Indonesia. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan adalah melalui peningkatan sektor riil. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan ekonomi meningkat.
Adhitya (2007), melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data time series (kuartalan) periode 1996:1 sampai dengan 2005:4, serta menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) sebagai alat analisis menghadapi permasalahan mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta serta bagaimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di DKI Jakarta yaitu suku bunga, inflasi, lag PDRB, dan tingkat upah secara signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 persen, sedangkan nilai tukar secara signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan berdasarkan hasil pengujian statistik terhadap model persamaan investasi di Provinsi DKI Jakarta, seluruh variabel eksogennya mempunyai tanda yang sesuai dengan teori. Imas (2007), melakukan penelitian dengan judul mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data time series periode 1990 sampai dengan 2005, serta menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) sebagai alat analisis untuk menghadapi permasalahan mengenai faktor-faktor apa yang mempengaruhi investasi dalam negeri (PMDN) di Indonesia, faktor-faktor apa yang mempengaruhi investasi asing (PMA) di Indonesia, serta kebijakan apakah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menarik kembali investor agar kegiatan investasi dapat meningkat.
Hasil analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi dalam negeri (PMDN) menunjukkan bahwa variabel pendapatan riil perkapita, investasi pemerintah khusus infrastruktur, upah minimum, dan pajak secara siginifikan berpengaruh terhadap kegiatan investasi dalam negeri di Indonesia. Selain pajak, semua variabel berpengaruh positif, sedangkan pajak berpengaruh negatif terhadap investasi PMDN. Hasil analisis mengenai faktor-faktor
yang
mempengaruhi investasi asing (PMA) menunjukkan bahwa variabel pendapatan riil perkapita, upah minimum, dan inflasi secara signifikan berpengaruh terhadap investasi asing PMA, sedangkan variabel investasi pemerintah khusus infrastruktur dan pajak tidak berpengaruh terhadap kegiatan investasi asing PMA di Indonesia. Pendapatan riil perkapita, upah minimum berpengaruh positif dan laju inflasi berpengaruh negatif terhadap investasi asing (PMA) di Indonesia. Oktaviani, Alla, dan Widyastutik (2007) melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pada tahun pertama penelitian, data yang digunakan adalah data sekunder yang berkaitan dengan realisasi investasi sektor primer di seluruh Indonesia, sedangkan pada tahun kedua dan ketiga, jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner terhadap responden di Provinsi terpilih yang ditetapkan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat dan Daerah, Pemerintah Provinsi dan BPS.
Pada tahun pertama, penelitian ini menggunakan Shift Share sebagai alat analisis. Sedangkan pada tahun kedua, penelitian ini menggunakan analisis komponen utama (principal component analysis) dan pada tahun ketiga menggunakan evaluasi kebijakan (regulatory impact assessment). Hasil analisis pada tahun pertama menunjukkan bahwa identifikasi potensi investasi sektor primer Provinsi-Provinsi di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa potensi PMDN yang memilki pertumbuhan cepat disertai daya saing baik terhadap sektor ekonomi di wilayah lainnya adalah subsektor tanaman pangan dan perkebunan yang berada pada Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sementara itu, potensi PMA yang memilki pertumbuhan cepat disertai daya saing baik terhadap sektor ekonomi di wilayah lainnya adalah subsektor tanaman pangan dan perkebunan yang berada pada Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Hasil analisis pada tahun kedua menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memiliki korelasi kuat dengan investasi asing subsektor perkebunan dan tanaman pangan di Jawa Barat adalah jumlah barang bongkar muat di stasiun kereta api dan pelabuhan laut. Selain itu, hasil analisis pada tahun kedua juga menunjukkan bahwa indikator makro regional Provinsi Jawa Barat yang dinilai relatif rendah (belum baik) oleh narasumber birokrat dan investor adalah terkait dengan pembangunan infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Adapun indikator makro regional yang dinilai relatif tinggi adalah potensi pasar. Sementara itu untuk indikator teknis, narasumber investor menilai indikator budidaya sebagai aspek
dengan skor nilai terendah dibandingkan dengan indikator lainnya. Sedangkan penelitian pada tahun ketiga sedang berjalan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah mencakup perbedaan lingkup wilayah dan sektor perekonomian yang diamati, serta variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini mencakup nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Selain itu, variabel yang digunakan adalah nilai total realisasi investasi nasional (sektor primer, sekunder dan tersier), suku bunga riil, inflasi, pendapatan riil (sektor primer, sekunder dan tersier), total jalan yang diaspal di Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, serta jumlah tenaga kerja (sektor primer, sekunder dan tersier), sehingga penelitian akan
memiliki
karakteristik
yang
berbeda
dengan
penelitian-penelitian
sebelumnya.
2.4.
Kerangka Pemikiran Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat,
agama, dan etnis serta memiliki keunggulan komparatif berupa sumber daya manusia dan sumber daya alam seharusnya dapat menjadi potensi tersendiri bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dikarenakan, berbagai keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu modal utama untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan. Akan tetapi, potensi tersebut juga perlu didukung oleh investasi yang memadai untuk mendanai berbagai kegiatan ekonomi tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat mendorong pembangunan ekonomi secara nasional.
Seyogyanya, pembangunan ekonomi di suatu negara merupakan hal yang harus diusahakan oleh setiap negara, baik itu negara berkembang maupun negara maju dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun, permasalahan yang sering timbul dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di suatu negara adalah rendahnya investasi. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia di pertengahan tahun 1997 yang telah menjadi shock bagi perekonomian Indonesia yang ditandai dengan tingkat inflasi melambung tinggi, rendahnya GDP Indonesia, terdepresiasinya rupiah, serta rendahnya tingkat pengembangan infrastruktur berupa pembangunan jalan yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan menjadi tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia sehingga baik arus investasi asing maupun arus investasi dalam negeri pada berbagai sektor perekonomian mengalami penurunan. Dalam penelitian ini, sejumlah variabel digunakan untuk melakukan analisis perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan tujuan serta untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan adalah data nilai total realisasi investasi nasional baik (sektor primer, sekunder, dan tersier), inflasi, suku bunga riil, pendapatan riil (sektor primer, sekunder, dan tersier), jumlah tenaga kerja (sektor primer, sekunder, maupun tersier), jumlah penduduk, dan total jalan yang diaspal di Indonesia tahun 1993 sampai dengan tahun 2008. Apabila faktor-faktor tersebut cukup kondusif, maka hal ini akan menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di berbagai sektor perekonomian di Indonesia sehingga dapat mendorong peningkatan nilai total
realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder, maupun tersier. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan bagaimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder, dan tersier serta dapat memberikan rekomendasi kebijakan investasi yang dapat mendorong nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder, dan tersier.
Ketimpangan realisasi investasi nasional
Investasi di sektor primer
Investasi di sektor sekunder
Investasi di sektor tersier
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier
Suku bunga
Jumlah tenaga kerja
PDB
Inflasi
Total jalan yang diaspal di Indonesia
Rekomendasi kebijakan
Keterangan: : dianalisis
Terciptanya iklim investasi nasional yang kondusif pada sektor primer, sekunder dan tersier
Peningkatan investasi nasional di sektor primer, sekunder, dan tersier Gambar 2.3. Bagan Alur Pemikiran
Jmlh. Pnddk
2.5.
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian mengenai analisis perbandingan faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder, dan tersier adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan riil baik di sektor primer, sekunder maupun tersier berpengaruh positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Semakin tinggi pendapatan riil suatu sektor perekonomian maka akan meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya pada sektor tersebut. 2. Jumlah tenaga kerja baik di sektor primer, sekunder maupun tersier berpengaruh positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan pada suatu sektor perekonomian dalam suatu negara akan mendorong terjadinya penurunan tingkat upah, sehingga akan meningkatkan investasi di sektor tersebut. 3. Inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Semakin tinggi tingkat inflasi di suatu negara dapat mencerminkan bahwa terjadinya kenaikan tingkat harga secara umum, termasuk harga barang-barang yang akan digunakan sebagai input produksi di negara tersebut. Kenaikan harga input akan mendorong terjadinya peningkatan biaya produksi secara keseluruhan, sehingga akan menurunkan tingkat keuntungan yang mungkin akan diperoleh seorang investor yang akan menanamkan modalnya. Hal ini yang mendasari peningkatan laju inflasi di
Indonesia akan menurunkan daya tarik Indonesia bagi investor, sehingga akan menurunkan nilai total realisasi investasi nasional. 4. Suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Hal ini dikarenakan semakin tingginya suku bunga riil maka akan semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan. 5. Pembangunan jalan di Indonesia berpengaruh positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Semakin tingginya pembangunan jalan yang dapat dilihat dari semakin tingginya total jalan yang diaspal di Indonesia akan memperlancar mobilitas distribusi produk sehingga menurunkan biaya distribusi dan biaya produksi secara keseluruhan. Hal ini akan menstimulus terciptanya iklim investasi yang kondusif sehingga dapat meningkatkan nilai total realisasi investasi nasional per sektor. 6. Jumlah penduduk Indonesia berpengaruh positif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk di suatu negara mengindikasikan terjadinya peningkatan pangsa pasar di negara tersebut sehingga akan mendorong terjadinya peningkatan investasi yang terealisasikan.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Penelitian
mengenai
analisis
perbandingan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder, dan tersier memerlukan data sekunder sebagai informasi dalam menganalisis permasalahan. Data time series (kuartalan) periode 1993 sampai dengan 2008 berisi data nilai total realisasi investasi nasional (sektor primer, sekunder dan tersier), suku bunga riil, inflasi, pendapatan riil (sektor primer, sekunder dan tersier), total jalan yang diaspal di Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, serta jumlah tenaga kerja (sektor primer, sekunder dan tersier) yang diperoleh dari publikasi instansiinstansi terkait di DKI Jakarta, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat dan Bank Indonesia (BI). Selain itu, referensi dalam penelitian ini mengenai investasi maupun tentang faktor-faktor yang akan diteliti juga diperoleh dari beberapa literatur yang diambil dari perpustakaan IPB, perpustakaan BPS, perpustakaan BI, perpustakaan BKPM, jurnal-jurnal, media massa, serta internet.
3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Regresi Berganda Dalam penelitian ini, dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Regresi Linear Berganda (Ordinary Least Square) dan Regresi Komponen
Utama (Principal Component Analysis) dengan menggunakan software Microsoft Excel 2003 pada saat proses pemasukan data, sedangkan pada saat pengolahan data menggunakan Minitab 15. Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X (variabel bebas) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel tak bebas) yang merupakan akibat. Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebasnya. Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya. Model regresi linier berganda menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut : Y = b0 + b1x1 + b2x2 + brxr
(3.1)
dimana : r
= 1, 2, 3, ...., N
b0
= Intersep
b1 - br = Koefisien kemiringan parsial
3.2.2. Model Analisis Model persamaan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier telah melewati beberapa respesifikasi model, sehingga diperoleh model terbaik sebagai berikut:
INVPt = α0 + α1 PDBPt - 1 + α2 TKPt + α3 INFt + α4 Jmlh. Pnddkt - 1 + α5 Jaspal α6 rt + εt
(3.4)
INVSt = α0 + α1 PDBSt - 1 + α2 TKSt + α3 INFt + α4 Jmlh. Pnddkt - 1 + α5 Jaspal α6 rt + εt
+
(3.5)
INVTt = α0 + α1 PDBTt - 1 + α2 TKTt + α3 INFt + α4 Jmlh. Pnddkt - 1 + α5 Jaspal α6 rt + εt
+
+
(3.6)
dimana: INVPt
= Investasi nasional di sektor primer pada periode t (miliar rupiah)
INVSt
= Investasi nasional di sektor sekunder pada periode t (miliar rupiah)
INVTt
= Investasi nasional di sektor tersier pada periode t (miliar rupiah)
rt
= Suku bunga riil Indonesia pada periode t (persen)
INFt
= Laju inflasi di Indonesia (persen)
Jmlh. Pnddk = Jumlah Penduduk Indonesia (ribu orang) TKPt
= Jumlah tenaga kerja di sektor primer pada periode t (orang)
TKSt
= Jumlah tenaga kerja di sektor sekunder pada periode t (orang)
TKTt
= Jumlah tenaga kerja di sektor tersier pada periode t (orang)
Jaspal
= Total Jalan yang diaspal di Indonesia (persen)
PDBPt – 1
= Pendapatan riil sektor primer pada periode sebelumnya (miliar rupiah)
PDBSt – 1
= Pendapatan riil sektor sekunder pada periode sebelumnya (miliar rupiah)
PDBTt – 1
= Pendapatan riil sektor Tersier pada periode sebelumnya (miliar rupiah)
εt
= error term Langkah selanjutnya adalah data yang didapat dijadikan dalam bentuk
logaritma karena untuk mempermudah dalam melihat respon dari setiap variabel bebas yang digunakan terhadap variabel tak bebasnya. Selain itu, agar dapat dibandingkan dan konsisten sepanjang waktu. Setelah dilakukan beberapa uji model untuk memperoleh hasil estimasi terbaik, maka model persamaan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier adalah sebagai berikut : L_INVPt = α0 + α1 L_PDBPt - 1 + α2 L_TKPt + α3 INFt + α4 L_Jmlh. Pnddkt - 1 + α5 Jaspal + α6 rt + εt
(3.6)
L_INVSt = α0 + α1 L_PDBSt - 1 + α2 L_TKSt + α3 INFt + α4 L_Jmlh. Pnddkt - 1 + α5 Jaspal + α6 rt + εt
(3.6)
L_INVTt = α0 + α1 L_PDBTt - 1 + α2 L_TKTt + α3 INFt + α4 L_Jmlh. Pnddkt - 1 + α5 Jaspal + α6 rt + εt
(3.9)
dimana : L_INVPt
= Logaritma investasi nasional di sektor primer periode t (persen)
L_INVSt
= Logaritma investasi nasional di sektor sekunder periode t (persen)
L_INVTt
= Logaritma investasi nasional di sektor tersier periode t (persen)
SBt
= Suku bunga riil pada periode t (persen)
INFt
= Laju inflasi di Indonesia (persen)
L_Jmlh. Pnddk = Jumlah Penduduk Indonesia (persen) L_ TKPt
= Jumlah tenaga kerja di sektor primer pada periode t (persen)
L_ TKSt
= Jumlah tenaga kerja di sektor sekunder pada periode t (persen)
L_ TKTt
= Jumlah tenaga kerja di sektor tersier pada periode t (persen)
L_PDBPt – 1
= Pendapatan riil sektor primer pada periode sebelumnya (persen)
L_PDBSt – 1
= Pendapatan riil sektor sekunder pada periode sebelumnya (persen)
L_PDBTt - 1
= Pendapatan riil sektor tersier pada periode sebelumnya (persen)
Jaspal
= Total Jalan yang diaspal di Indonesia (persen)
εt
= error term Setelah itu, model tersebut dianalisis menggunakan kriteria-kriteria uji
agar model tersebut memenuhi persyaratan metode analisis OLS, seperti terbebas dari masalah-masalah autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinieritas.
3.3.
Metode Estimasi Setelah koefisien masing-masing variabel eksogen dihasilkan, maka akan
dilakukan uji kriteria statistik dan uji kriteria ekonometrika. Pengujian kriteria statistik yaitu pengujian tingkat signifikansi model. Sedangkan pengujian berdasarkan kriteria ekonometrika adalah pengujian masalah-masalah dalam ekonometrika seperti aotukorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas.
3.3.1. Uji Kriteria Statistik Pengujian kriteria statistik diperlukan untuk melihat korelasi antar variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, F, dan R2. 1. Uji t Uji t dilakukan pada masing-masing parameter untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, artinya apakah variabel bebas (eksogen) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas (endogen). Perbandingan anatara nilai t-statistik dengan nilai t-tabel dapat menunjukan daerah atau wilayah penolakan. Selain itu, uji ini digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau tidak. Hipotesis : H0
: βi = 0
H1
: βi ≠ 0
,i = 1, 2, 3, ...., n
Statistik uji yang dilakukan dalam uji-t adalah sebagai berikut : b – B t-hitung =
Sb
Dengan hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel = tα/2(n – k)) dimana : b
= Koefisien regresi parsial sampel
B
= Koefisien regresi parsial populasi
Sb
= Simpangan baku koefisien dugaan
(3.8)
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut : t-hitung > tα/2(n – k), maka tolak H0 t-hitung < tα/2(n – k), maka terima H0 Jika t-hitung > t-tabel (tα/2(n – k)) maka tolak H0, hal ini berarti variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (endogen) pada taraf α. Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (tα/2(n
– k))
maka terima H0, hal ini berarti
variabel yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (endogen) pada taraf α. 2. Uji F Uji F dilakukan terhadap model penduga untuk melihat pengaruh variabel bebas (eksogen) terhadap variabel tak bebas (endogen) secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F hitung. Selain itu uji F digunakan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas (eksogen) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (endogen). Hal ini disessbut sebagai hipotesis nol. Mekanisme untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (uji F-statistik) adalah sebagai berikut : H0 : β0 = β1 = β2 = ... = βi = 0 (tidak ada pengaruh nyata variabel-variabel dalam persamaan) H1 : minimal salah satu βi ≠ 0 (paling sedikit ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas)
Untuk: i = 1, 2, 3, ..., k β = Dugaan parameter Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F adalah sebagai berikut: R2
F-hitung =
k-1 2
(1 – R )
(3.9)
n-k Keterangan : Hasil dari F-hitung dibandingkan dengan F-tabel (F-tabel = Fα (k -1, n – k)) dimana : R2
= Koefisien determinasi
n
= Banyaknya data
K
= Jumlah koefisien regresi dugaan
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut : F-hitung > Fα(k – 1, n – k), maka tolak H0 F-hitung < Fα(k – 1, n – k), maka terima H0 Jika hasil F-hitung > F-tabel (Fα(k – 1, n – k)) maka tolak H0, hal ini berarti minimal terdapat satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel tak bebas (endogen). Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel (Fα(k – 1, n – k)) maka terima H0, hal ini berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel tak bebas (endogen).
3. Uji Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2 Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R-squared digunakan untuk melihat sejauhmana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebasnya dan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat R-squared yaitu : a. Merupakan besaran non-negative, b. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≥ 1. Jika R2 bernilai 1 berarti adanya suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas (endogen) dengan variabel bebasnya (eksogen). Nilai koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut : ESS
R2 == 1 -
TSS =
(3.10)
ESS TSS
dimana : ESS
= jumlah kuadrat yang dijelaskan (explained sum square)
TSS
= jumlah kuadrat total (total sum square) Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai
baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga Adjusted Rsquared bisa juga digunakan untuk melihat sejauhmana variabel bebas (eksogen) mampu menerangkan keragaman variabel tak bebasnya (endogen). Adjusted Rsquared secara umum memberikan penalty atau hukuman terhadap penambahan
variabel bebas (eksogen) yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi nilai R-squared bahkan dapat turun jika ditambahkan variabel bebas (eksogen) yang tidak perlu. Bahkan untuk model yang memiliki kecocokan rendah (goodness of fit), Adjusted R-squared dapat memiliki nilai yang negatif. σ2
R2 = 1
(3.11)
Sy2
dimana : σ2
= Varians residual
Sy2
= Varians sampel dari Y
3.3.2. Uji Kriteria Ekonometrika Dalam
menggunakan
metode
OLS
dapat
ditemukan
beberapa
permasalahan yang dihadapi, yaitu masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas. 1. Uji Autokorelasi Didalam berbagai penelitian seringkali terdeteksi adanya hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi observasi yang lain. Nisbah antara observasi inilah yang disebut sebagai masalah autokorelasi. Adanya autokorelasi akan menyebabkan terjadinya dugaan parameter tidak bias, nilai galat baku ter-autokorelasi sehingga ramalan menjadi tidak efisien, ragam galat berbias, serta terjadi pendugaan yang kurang pada ragam galat (standar
error underestimated) sehingga Sb underestimated. Oleh karena itu, t overestimate cenderung lebih besar dari yang sebenarnya. Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Breusch Godfrey Serrial Correlation Langrange Multiplier Test yang terdapat dalam E-views4 dengan hipotesis sebagai berikut : H0
: ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi)
H1
: ρ ≠ 0 (terdapat serial korelasi)
Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya autokorelasi adalah sebagai berikut : a. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata yang digunakan maka hipotesis H0 diterima yang berarti model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah autokorelasi, b. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata yang digunakan maka hipotesis H0 ditolak yang berarti model persamaan yang digunakan mengalami masalah autokorelasi. Solusi dari masalah autokorelasi adalah sebagai berikut: a. Dihilangkan variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas, b. Apabila terjadi kesalahan dalam hal spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi model non-linear atau sebaliknya.
2. Uji Heteroskedastisitas Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians minimum (efisien). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut : a. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien, b. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien, c. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. Untuk memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat ditunjukkan dengan White-Heteroskedasticity Test, dimana tidak perlu asumsi normalitas dan relatif mudah. Hipotesis : H0
: γ = 0 (homoskedastisitas)
H1
: γ ≠ 0 (heteroskedastisitas)
Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : a. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata yang digunakan maka
hipotesis
H0
diterima
yang
berarti
tidak
terdapat
gejala
heteroskedastisitas pada model, b. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata yang digunakan maka hipotesis H0 ditolak yang berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error-term dengan varians yang konstan. 3. Uji Multikolinieritas Istilah multikolinieritas mula-mula ditemukan oleh Ragnar Frisch. Multikolinieritas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Konsekuensi dari terjadinya multikolinieritas adalah koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Gujarati (1993) mengemukakan tanda-tanda adanya multikolinieritas adalah : a. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan, b. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata, c. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi), d. R2 < rij menunjukkan adanya masalah multikolinieritas.
Untuk memperbaiki dari masalah multikolinieritas menurut Gujarati (1993) adalah sebagai berikut : a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya, b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu, c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi, d. Mentransformasikan data, e. Mendapatkan tambahan data baru.
3.2.3. Regresi Komponen Utama (Principal Component Analysis) Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya, sehingga masalah multikolinearitas dapat diatasi. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gasperz dalam Ulpah, 2006). Dengan teknik ini peubah yang cukup banyak akan diganti dengan peubah yang jumlahnya lebih sedikit tanpa diiringi oleh hilangnya objektifitas analisis. Dimana tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis regresi komponen utama adalah: 1. Membakukan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z 2. Mencari akar ciri dan vector ciri dari matriks R 3. Menentukan persamaan komponen utama dari vector cirri
4. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W 5. Transformasi balik
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Perkembangan Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di masingmasing negara diolah dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara adil dan merata. Namun, dalam memanfaatkan sumberdaya alam perlu memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup. Peranan investasi di Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan banyaknya dana yang di butuhkan untuk melanjutkan pembangunan nasional. Oleh karena itu, investasi dapat dikatakan sebagai suatu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Akan tetapi, yang terpenting dari kegiatan investasi yaitu bukan besarnya investasi dalam nilai uang atau jumlah proyek, melainkan bagaimana efisiensi atau produktivitas dari investasi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Secara umum, bila melihat perkembangan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier dari tahun 1993 hingga tahun 2008 menunjukkan bahwa para investor cenderung lebih tertarik pada investasi pada kelompok sekunder maupun tersier, dibandingkan berinvestasi pada kelompok primer.
Realisasi Investasi 100 (dalam % ) 90
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1993
1995
1997
SEKTOR PRIMER
1999
2001
2003
SEKTOR SEKUNDER
2005
2007 Tahun
SEKTOR TERSIER
Sumber: BKPM, 2008 (diolah).
Gambar 4.1. Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier, 1993-2008
Berdasarkan Gambar 4.1. yang menunjukkan bahwa selama tahun 19932008, kondisi perkembangan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier relatif berfluktuasi. Nilai total realisasi investasi di sektor primer terendah yaitu sebesar 0,67 persen pada tahun 1993 dan nilai tertinggi yaitu sebesar 11,26 persen pada tahun 2006. Sektor sekunder memiliki nilai total realisasi investasi tertinggi, yaitu sebesar 95,60 persen pada tahun 1993 dan nilai total realisasi investasi terendah pada tahun 2003, yaitu sebesar 36,97 persen. Sedangkan sektor tersier memiliki nilai total realisasi investasi yang relatif lebih berfluktuasi. Dimana pada tahun 1993 memiliki nilai total realisasi investasi terendah di sepanjang tahun 1993-2008 yaitu sebesar 3,73 persen dan meningkat pada tahun 1994 menjadi 20,24 persen. Walaupun, pada tahun 1995 dan tahun 1997 mengalami penurunan, akan tetapi nilai total realisasi investasi di sektor tersier cenderung mengalami peningkatan. Namun, tahun 2004 nilai total realisasi investasi di sektor tersier mengalami penurunan yang relatif signifikan yaitu dari
55,54 persen pada tahun 2003 menjadi 29,85 persen pada tahun 2004 hingga mencapai puncaknya pada tahun 2008 yaitu sebesar 59,94 persen. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap sektor ekonomi saja. Inflasi yang tinggi, terhambatnya pembangunan infrastruktur yang dapat dilihat dari rendahnya pembangunan jalan, berfluktuasinya suku bunga riil mengakibatkan menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan baik nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer maupun tersier. Sektor primer menurun dari 6,18 persen pada tahun 1996 menjadi 5,83 persen pada tahun 1997. Sedangkan sektor tersier menurun dari 27,19 persen pada tahun 1996 menjadi 23,08 persen pada tahun 1997. Akan tetapi, sektor sekunder justru mengalami peningkatan dari 66,63 persen pada tahun 1996 menjadi 71,09 persen pada tahun 1997. Hal ini didukung dengan fakta dimana sektor industri yang pada umunya didukung oleh sektor industri makanan dan industri pengolahan akan lebih tahan terhadap krisis bila dibandingkan sektor perbankan, perdagangan maupun pembangunan real estate.
4.2.
Perkembangan Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier terhadap PDB Indonesia Perekonomian suatu negara sangat tergantung dari SDA dan faktor
produksi yang dimilikinya. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama satu periode tertentu tidak terlepas dari perkembangan masing-masing sektor atau sub sektor yang ikut membentuk nilai tambah perekonomian suatu negara.
Kesanggupan mencapai pertumbuhan tersebut juga merupakan refleksi dari kondisi ekonomi pada periode yang bersangkutan. PDB sebagai suatu indikator mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dicapai serta menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Keberhasilan suatu negara dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat yang secara umum dapat diukur melalui besaran pendapatan nasional. Meskipun bukan merupakan satu-satunya ukuran untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu bangsa, namun pendapatan nasional cukup representatif dan lazim digunakan. Rincian pendapatan nasional berdasarkan sektor serta besarnya peranan sektorsektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa dalam suatu negara dapat menerangkan struktur perekonomian di negara tersebut. Perbandingan struktur ekonomi tersebut dapat dilihat dari Gambar 4.2. mengenai sumbangan sektor terhadap PDB menurut harga konstan 2000. 100
PDB menurut Sektor (dalam % ) 90
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1993
1995
1997
SEKTOR PRIMER
1999
2001
2003
SEKTOR SEKUNDER
2005
2007
Tahun
SEKTOR TERSIER
Sumber: BPS, 2008, (diolah).
Gambar 4.2. Kontribusi Sektor terhadap PDB Menurut Harga Konstan Tahun 2000, 1993-2008
Berdasarkan Gambar 4.2. yang menunjukkan bahwa selama tahun 19932008, kontribusi baik dari sektor primer, sekunder maupun tersier terhadap PDB Indonesia relatif berfluktuasi. Kontribusi sektor primer terhadap PDB Indonesia mencapai titik terendah yaitu sebesar 21,93 persen pada tahun 2008 dan nilai tertinggi yaitu sebesar 28,80 persen pada tahun 1993. Sektor sekunder memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia tertinggi, yaitu sebesar 34,84 persen pada tahun 2004 dan kontribusi terendah pada tahun 1993, yaitu sebesar 30,36 persen. Sedangkan sektor tersier memberikan kontribusi yang relatif memiliki trend meningkat, walaupun pada tahun 1998 dan pada tahun 1999 mengalami penurunan. Dimana pada tahun 1999 memberikan kontribusi terendah terhadap PDB Indonesia di sepanjang tahun 1993-2008 yaitu sebesar 38,09 persen dan meningkat pada tahun 2000 menjadi 38,47 persen. Penurunan kontribusi sektor tersier pada tahun 1998 dan pada tahun 1999 didukung oleh fakta bahwa laju inflasi dan tingkat suku bunga pada tahun tersebut relatif tidak terkendali. Hal ini lah yang menjadi dasar terhambatnya kinerja perbankan, pembangunan serta kegiatan perdagangan, sehingga mendorong terjadinya penurunan kontribusi sektor tersier secara keseluruhan terhadap PDB Indonesia. Kontribusi sektor tersier terhadap PDB Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2008 yaitu sebesar 44,28 persen. Pada akhir tahun penelitian, kontribusi sektor primer dan juga sektor sekunder terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan di bandingkan tahun sebelumnya. Sektor primer menurun dari 22,56 persen pada tahun 2007 menjadi 21,93 persen pada tahun 2008. Sedangkan sektor sekunder menurun dari 34,31
persen pada tahun 2007 menjadi 33,79 persen pada tahun 2008. Akan tetapi, kontribusi sektor tersier terhadap PDB Indonesia justru mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu dari 43,13 persen pada tahun 2007 menjadi 44,28 persen pada tahun 2008. Apabila melihat nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier, dimana pada akhir tahun juga penelitian menunjukkan trend yang sama dengan kontribusi persektor perekonomian terhadap PDB Indonesia. Sektor primer mengalami penurunan realisasi investasi sebesar 4,50 persen dan sektor sekunder mengalami penurunan realisasi investasi sebesar 16,64 persen. Sedangkan sektor tersier justru mengalami peningkatan realisasi investasi sebesar 21,14 persen. Fakta ini sesuai dengan argumen yang berkembang selama ini bahwa penurunan kontribusi sebuah sektor perekonomian terhadap PDB di suatu negara akan diikuti oleh penurunan realisasi investasi di sektor tersebut.
4.3.
Perkembangan Infrastruktur di Indonesia Pembangunan ekonomi yang terus digulirkan oleh pemerintah sampai saat
ini bertujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Upaya pembangunan ekonomi yang dijalankan tersebut mulai mengalami hambatan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Krisis ini diawali oleh depresiasi nilai rupiah yang cukup tajam terhadap dollar Amerika Serikat. Kondisi ini juga berdampak pada tingginya tingkat inflasi dan semakin meroketnya tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI).
Hambatan keuangan tersebut berdampak pada stagnasi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pengalaman internasional bila suatu negara mengalami krisis ekonomi, maka yang pertama kali dikorbankan di dalam pembangunannya adalah pembangunan di sub sektor infrastruktur (Bappenas, 2003). Fakta yang ada saat ini, dimana lambatnya pemulihan perkembangan investasi nasional baik di sektor primer, sekunder, dan tersier pasca krisis ekonomi tahun 1997 menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini tentu disebabkan bukan hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut antara lain, pembangunan jalan yang relatif masih kurang optimal, hingga laju inflasi dan tingkat suku bunga yang sulit terkendali. Secara keseluruhan, faktor-faktor tersebut turut mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Infrastruktur berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara, yang ditunjukkan melalui kelancaran kegiatan ekonomi di negara tersebut. Pembangunan jalan akan membantu melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa, sehingga pembangunan jalan menjadi suatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam pembangunan nasional.
Jaspal 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Jaspal
Sumber: BPS, 2008 (diolah).
Gambar 4.3. Total Jalan yang Diaspal di Indonesia (dalam Km), 1993-2008
Pembangunan jalan selama tahun 1993 hingga tahun 2008 mengalami trend yang relatif tidak berfluktuasi. Penurunan dalam trend pembangunan disebabkan karena setelah krisis, pemerintah fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah
dan
ekonomi
secara
keseluruhan,
mencegah
pelarian
modal,
menanggulangi hutang luar negeri serta menstabilkan kembali kondisi politik dan sosial. Akibatnya pembangunan jalan sempat terabaikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai total jalan yang diaspal di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 1997 dibanding tahun sebelumnya. Total jalan yang diaspal menurun dari 22882 Km pada tahun 1996 menjadi 22478 Km pada tahun 1997. Pada tahun 2007, nilai total jalan yang diaspal mencapai nilai tertinggi di sepanjang tahun 1993-2008 yaitu 27895 Km, sedangkan nilai total jalan yang diaspal di sepanjang tahun 1993-2008 adalah sebesar 20278 Km pada tahun 1993. Sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terus mengalami perbaikan, maka pembangunan infrastruktur mulai kembali mendapat perhatian karena sub sektor ini sangat menunjang bagi pembangunan sub sektor
perekonomian lainnya. Infrastruktur yang dibangun seyogyanya tetap dalam kerangka mendukung target pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang sehingga upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, upaya integrasi pembangunan infrastruktur dalam menunjang pembangunan ekonomi harus menjadi kebijakan utama di dalam pembangunan dan pembiayaan infrastruktur.
4.4.
Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Riil di Indonesia Pembangunan ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya
untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber daya. Di negara-negara sedang berkembang, keterbatasan sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi dan keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber daya tersebut, pilihan kebijakan yang selama ini diambil pada umumnya berfokus kepada dua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek pengembangan infrastruktur perekonomian yang mendukung kegiatan ekonomi. Kestabilan ekonomi makro dapat tercermin pada harga barang dan jasa yang stabil serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang
memungkinkan
pertumbuhan
ekonomi
dapat
terjadi
secara
berkesinambungan. Sementara itu, pengembangan infrastruktur perekonomian mencakup pengembangan seluruh lembaga pendukung bagi berjalannya aktivitas ekonomi, yaitu sektor usaha, sektor keuangan atau perbankan, perangkat hukum
dan peradilan, dan lembaga pemerintahan atau birokrasi yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Kondisi ekonomi makro Indonesia dapat dikatakan stabil dan juga predictable sebelum tahun 1997. Dalam periode tersebut laju inflasi relatif terkendali pada level rata-rata di bawah 10 persen per tahun. Kondisi ini berubah setelah Indonesia memasuki tahun 1997, dimana pada tahun tersebut terjadi krisis ekonomi yang kemudian diikuti oleh krisis multidimensi. Pergerakan inflasi menjadi relatif mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Peningkatan laju inflasi mencerminkan bahwa telah terjadinya penurunan kinerja perekonomian Indonesia. Tingkat inflasi yang mencapai angka 58,24 persen pada tahun 1998 tentu menjadikan kegiatan perekonomian di Indonesia menjadi lesu. Tingkat harga yang meningkat secara signifikan termasuk harga barang-barang yang dijadikan sebagai input dalam berproduksi, serta diikuti dengan penurunan pendapatan riil masyarakat sehingga menurunkan daya beli masyarakat merupakan alasan mendasar yang memposisikan Indonesia sebagai negara yang tidak dapat memberikan keuntungan yang tinggi untuk seorang investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia sehingga, nilai total relisasi investasi nasional pada saat krisis ekonomi sempat mengalami penurunan. Pasca tahun 2000, perekonomian Indonesia secara berangsur-angsur mengalami perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat inflasi pada tahun 2000 yang merupakan tingkat inflasi terendah di sepanjang tahun penelitian yaitu sebesar 3,720 persen. Pada akhir waktu penelitian, tingkat inflasi kembali mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya, dimana pada tahun
2007 tingkat inflasi Indonesia sebesar 5,907 persen yang meningkat menjadi 9,457 persen pada tahun 2008. Tingkat suku bunga yang rendah, dengan ukuran satu digit menjadi target dalam pengelolaan ekonomi makro. Hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan menyebabkan sektor riil terganggu. Terganggunya sektor riil tentu akan menjadi sinyal negatif bagi para investor yang akan menanamkan modalnya sehingga akan menurunkan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Variabel suku bunga riil selama waktu penelitian yaitu series dari tahun 1993 hingga tahun 2008 mengalami perkembangan yang cenderung mengalami fluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada tahun awal penelitian, suku bunga riil yaitu sebesar 0,94 persen. Sedangkan pada akhir tahun penelitian suku bunga riil mencapai titik -0,357 persen, dikarenakan tingkat inflasi Indonesia yang mengalami peningkatan relatif signifikan, yaitu 5,907 persen pada tahun 2007 menjadi 9,457 persen pada tahun 2008.
V. PEMBAHASAN
5.1.
Estimasi Persamaan Model Model persamaan yang digunakan untuk melakukan analisis perbandingan
faktor-faktor yang mempengaruhi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier merupakan model yang terbaik setelah dilakukan beberapa uji model lain. Berdasarkan hasil estimasi, maka dapat disusun persamaan hasil analisis regresi komponen utama investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier sebagai berikut : L_INVP = 148,7275 + 2,10616 L__PDBPt - 1 + 2,89759 L_TKP - 0,00093 INF + 0,27985 L_Jmlh. Pnddkt - 1 + 2,20613 Jaspal - 0,00281 r L_INVS = 117,7786 + 1,29727 L_PDBSt - 1 + 2,43745 L_TKS - 0,00131 INF + 0,34551 L_Jmlh. Pnddkt - 1 + 2,79827 Jaspal - 0,00417 r L_INVT = 113,2842 + 1,26479 L_PDBTt - 1 + 1,99076 L_TKT - 0,00257 INF + 0,35994 L_Jmlh. Pnddkt - 1 + 2,88675 Jaspal - 0,01479 r Langkah selanjutnya setelah mendapatkan parameter-parameter estimasi adalah melakukan berbagai pengujian terhadap parameter estimasi tersebut.
5.1.1. Uji F Pada persamaan realisasi investasi di sektor primer memiliki nilai probabilitas sebesar 0,001 yang signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Pada persamaan realisasi investasi di sektor sekunder memiliki nilai probabilitas sebesar 0,003 yang signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Sedangkan pada
persamaan realisasi investasi di sektor tersier memiliki nilai probabilitas sebesar 0,000 yang signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat. Tabel 5.1. Nilai Probabilitas Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Analysis of Variance No. Sektor Perekonomian 1. Sektor Primer 2. Sektor Sekunder 3. Sektor Tersier
Nilai p-value 0,001 0,003 0,000
Pendugaan parameter regresi dengan menggunakan teknik regresi komponen utama memerlukan pengujian untuk melihat apakah terdapat masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas yang terdapat dalam model.
5.1.2. Uji Autokorelasi Model realisasi investasi nasional di sektor primer memiliki nilai DurbinWatson sebesar 1,54770 sehingga model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi. Model realisasi investasi nasional di sektor sekunder memiliki nilai Durbin-Watson sebesar 1,69680 sehingga model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi. Sedangkan model realisasi investasi nasional di sektor tersier memiliki nilai Durbin-Watson sebesar 1,65103 sehingga model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi. Hasil estimasi model ditunjukkan melalui Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier No. 1. 2. 3.
Sektor Perekonomian Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier
Nilai Durbin-Watson Statistic 1,54770 1,69680 1,65103
Model realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi karena nilai Durbin-Watson Statistic mendekati 2.
5.1.3. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan meregresikan |ut| dengan seluruh variabel yang terdapat dalam model. Berdasarkan hasil pendugaan variabel dapat diketahui bahwa pendapatan riil tahun sebelumnya (PDBt-1), jumlah tenaga kerja (TK), inflasi (INF), suku bunga riil Indonesia (r), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt-1), total jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap |ut|. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing variabel memiliki nilai p-value yang lebih besar dari alpha 5 persen (α = 5 persen). Sehingga hasil regresi yang menunjukkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas baik dalam model nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier.
5.1.4. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen pada correlations matrix. Pada persamaan model nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer terdapat variabel yang mempunyai nilai lebih besar dari |0,8|, yaitu PDBP t-1 dan jumlah penduduk tahun sebelumnya, PDBP
t-1
dan total jalan yang diaspal di Indonesia, jumlah penduduk tahun
sebelumnya dan total jalan yang diaspal di Indonesia. Tabel 5.3. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer r INF PDBP t-1 TKP Jmlh.Pddk t-1 Jaspal
r 1,000 -0,768 -0,118 -0,374 -0,309 -0,211
INF -0,768 1,000 -0,163 -0,033 -0,128 -0,123
PDBP t-1 -0,118 -0,163 1,000 0,634 0,817 0,944
TKP -0,374 -0,033 0,634 1,000 0,553 0,584
Jmlh. Pddk t-1 -0,309 -0,128 0,817 0,553 1,000 0,860
Jaspal -0,211 -0,123 0,944 0,584 0,860 1,000
Pada persamaan model nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder terdapat variabel yang mempunyai nilai lebih besar dari |0,8|, yaitu PDBS t-1 dan jumlah penduduk tahun sebelumnya, PDBS t-1 dan total jalan yang diaspal di Indonesia, jumlah penduduk tahun sebelumnya dan total jalan yang diaspal di Indonesia. Tabel 5.4. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder r INF PDBS t-1 TKS Jmlh.Pddk t-1 Jaspal
r 1,000 -0,768 -0,047 0,167 -0,309 -0,211
INF -0,768 1,000 -0,246 -0,320 -0,128 -0,123
PDBS t-1 -0,047 -0,246 1,000 0,788 0,826 0,949
TKS 0,167 -0,320 0,788 1,000 0,586 0,684
Jmlh. Pddk t-1 -0,309 -0,128 0,826 0,586 1,000 0,860
Jaspal -0,211 -0,123 0,949 0,684 0,860 1,000
Pada persamaan model nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier terdapat variabel yang mempunyai nilai lebih besar dari |0,8|, yaitu PDBT t-1 dan jumlah tenaga kerja di sektor tersier, PDBT sebelumnya, PDBT
t-1
t-1
dan jumlah penduduk tahun
dan total jalan yang diaspal di Indonesia, jumlah tenaga
kerja di sektor tersier dan total jalan yang diaspal di Indonesia, jumlah penduduk tahun sebelumnya dan total jalan yang diaspal di Indonesia. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier r INF PDBTt-1 TKT Jmlh.Pddk t-1 Jaspal
r 1,000 -0,768 -0,102 -0,177 -0,309 -0,211
INF -0,768 1,000 -0,278 -0,022 -0,128 -0,123
PDBT t-1 -0,102 -0,278 1,000 0,880 0,894 0,951
TKT -0,177 -0,022 0,880 1,000 0,765 0,931
Jmlh. Pddk t-1 -0,309 -0,128 0,894 0,765 1,000 0,860
Jaspal -0,211 -0,123 0,951 0,931 0,860 1,000
Berdasarkan dari informasi diatas, dapat diketahui bahwa ketiga model yang digunakan dalam penelitian ini tidak bebas dari masalah multikolinearitas. Oleh karena itu, dilakukan regresi komponen utama untuk mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya, sehingga masalah multikolinearitas dapat diatasi.
5.2. Estimasi Model 5.2.1. Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer Hasil analisis regresi komponen utama dalam persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer memiliki koefisien determinasi (R-
Squared) sebesar 58,5 persen artinya persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam model tersebut sebesar 58,5 persen, sisanya sebesar 41,5 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Hasil analisis regresi komponen utama persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer dapat ditunjukkan melalui Tabel 5.6. Tabel 5.6. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer Peubah Simpangan Baku Koefisian Z1 0,0023430 0,19186 Z2 0,0015780 0,15745 Z3 0,0000091 -0,01197 Z4 0,0022257 0,18700 Z5 0,0023981 0,19411 Z6 0,0000091 -0,01197 Keterangan: Z1: PDBPt - 1 Z3: INF Z2: TKP Z4: Jmlh. Pnddkt - 1 R-Squared: 58,5% Durbin-Watson Statistic: 1,54770 t-tabel pada taraf 5%: 1,96
t-hitung 81,88790 99,78264 -1312,76538 84,01698 80,94122 -1312,76538
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Z5: Jaspal Z6: r
Berdasarkan hasil pendugaan variabel dapat diketahui bahwa pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor primer (PDBPt - 1), jumlah tenaga kerja di sektor primer (TKP), inflasi (INF), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt - 1), total Jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal), suku bunga riil Indonesia (r) berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer. Hal ini dapat dilihat dari masingmasing variabel memiliki nilai |t-hitung| yang lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf 5 persen (α = 5 persen).
5.2.2. Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder Hasil analisis regresi komponen utama dalam persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder memiliki koefisien determinasi (RSquared) sebesar 56,2 persen artinya persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam model tersebut sebesar 56,2 persen, sisanya sebesar 43,8 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Hasil analisis regresi komponen utama persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder dapat ditunjukkan melalui Tabel 5.7. Tabel 5.7. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder Peubah Simpangan Baku Koefisian Z1 0,0027307 0,25243 Z2 0,0024763 0,21507 Z3 0,0079679 -0,07281 Z4 0,0028212 0,23088 Z5 0,0028722 0,24621 Z6 0,0091388 -0,01772 Keterangan: Z1: PDBSt - 1 Z3: INF Z2: TKS Z4: Jmlh. Pnddkt - 1 R-Squared: 56,2% Durbin-Watson Statistic: 1,69680 t-tabel pada taraf 5%: 1,96
t-hitung 92,44348 86,85014 -9,13762 132,23150 85,72067 -1,93931
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Z5: Jaspal Z6: r
Berdasarkan hasil pendugaan variabel dapat diketahui bahwa pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor sekunder (PDBSt - 1), jumlah tenaga kerja di sektor sekunder (TKS), inflasi (INF), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt - 1), total Jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal), suku bunga riil Indonesia (r) berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen)
terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing variabel memiliki nilai |t-hitung| yang lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf 5 persen (α = 5 persen).
5.2.3. Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier Hasil analisis regresi komponen utama dalam persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier memiliki koefisien determinasi (RSquared) sebesar 60,0 persen artinya persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam model tersebut sebesar 60,0 persen, sisanya sebesar 40,0 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Hasil analisis regresi komponen utama persamaan nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier dapat ditunjukkan melalui Tabel 5.8. Tabel 5.8. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier Peubah Simpangan Baku Koefisian Z1 0,0019602 0,25200 Z2 0,0019602 0,24102 Z3 0,0000335 -0,03293 Z4 0,0017857 0,24052 Z5 0,0019914 0,25399 Z6 0,0001220 -0,06287 Keterangan: Z1: PDBTt - 1 Z3: INF Z2: TKT Z4: Jmlh. Pnddkt - 1 R-Squared: 60,0% Durbin-Watson Statistic: 1,65103 t-tabel pada taraf 5%: 1,96
t-hitung 128,55648 134,41205 -983,65184 134,69092 127,54621 -515,24620
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Z5: Jaspal Z6: r
Berdasarkan hasil pendugaan variabel dapat diketahui bahwa pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor tersier (PDBTt - 1), jumlah tenaga kerja di sektor tersier (TKT), inflasi (INF), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt - 1), total Jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal), suku bunga riil Indonesia (r) berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier. Hal ini dapat dilihat dari masingmasing variabel memiliki nilai |t-hitung| yang lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf 5 persen (α = 5 persen).
5.3.
Estimasi Koefisien
Tabel 5.9. Koefisien Variabel Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sektor Sekunder dan Sektor Tersier Variabel PDBt – 1 TK INF Jmlh. Pnddkt - 1 Jaspal R
Primer 2,10616 2,89759 -0,00093 0,27985 2,20613 -0,00281
Sekunder 1,29727 2,43745 -0,00131 0,34551 2,79827 -0,00417
Tersier 1,26479 1,99076 -0,00257 0,35994 2,88675 -0,01479
Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor primer (PDBPt
- 1)
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, dengan elastisitas sebesar 2,10616. Artinya, jika pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor primer meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer akan meningkat sebesar 2,10616 persen (cateris paribus). Pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor sekunder (PDBSt
- 1)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder, dengan elastisitas sebesar 1,29727. Artinya, jika pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor sekunder meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder akan meningkat sebesar 1,29727 persen (cateris paribus). Sedangkan pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor tersier (PDBTt
- 1)
juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
total realisasi investasi nasional di sektor tersier, dengan elastisitas sebesar 1,26479. Artinya, jika pendapatan riil tahun sebelumnya di sektor tersier meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier akan meningkat sebesar 1,26479 persen (cateris paribus). Pendapatan riil tahun sebelumnya dari suatu sektor perekonomian dapat menentukan besarnya potensi pasar di sektor tersebut pada tahun ini, sehingga dapat dijadikan sebagai indikator dari tingkat keuntungan yang mungkin diperoleh dari seorang investor yang menanamkan modalnya di sektor tersebut. Fakta tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2005). Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan riil tahun sebelumnya memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer bila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja pada sektor primer (TKP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, dengan elastisitas sebesar 2,89759. Artinya, jika jumlah tenaga kerja pada sektor primer meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer akan
meningkat sebesar 2,89759 persen (cateris paribus). Jumlah tenaga kerja pada sektor sekunder (TKS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder, dengan elastisitas sebesar 2,43745. Artinya, jika jumlah tenaga kerja pada sektor sekunder meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder akan meningkat sebesar 2,43745 persen (cateris paribus). Sedangkan jumlah tenaga kerja pada sektor tersier (TKT) juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier, dengan elastisitas sebesar 1,99076. Artinya, jika jumlah tenaga kerja pada sektor tersier meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier akan meningkat sebesar 1,99076 persen (cateris paribus). Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer bila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Sektor primer merupakan sektor perekonomian yang lebih padat karya bila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya yang lebih padat modal. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor primer mempunyai pengaruh relatif lebih erat dengan perkembangan nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersebut bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Sedangkan sektor tersier merupakan sektor perekonomian yang menggunakan modal sebagai dasar dari berlangsungnya aktivitas di sektor tersebut menjadikan perkembangan jumlah tenaga kerja memiliki keterkaitan lebih rendah rendah dengan perkembangan nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersebut.
Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa inflasi (INF) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, dengan elastisitas sebesar 0,00093 Artinya, jika inflasi meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer akan menurun sebesar 0,00093 persen (cateris paribus). Inflasi (INF) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder, dengan elastisitas sebesar 0,00131 Artinya, jika inflasi meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder akan menurun sebesar 0,00131 persen (cateris paribus). Sedangkan inflasi (INF) juga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier, dengan elastisitas sebesar 0,00257 Artinya, jika inflasi meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier akan menurun sebesar 0,00257 persen (cateris paribus). Inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai total realisasi investasi nasional per sektor di Indonesia. Semakin tinggi tingkat inflasi di suatu negara dapat menjadi cerminan bahwa telah terjadinya kenaikan tingkat harga secara umum, termasuk harga barang-barang yang akan digunakan sebagai input produksi di negara tersebut. Kenaikan harga input akan mendorong terjadinya peningkatan biaya produksi secara keseluruhan, sehingga akan menurunkan tingkat keuntungan yang mungkin akan diperoleh seorang investor yang akan menanamkan modalnya. Hal ini yang menjadi dasar bahwa peningkatan laju inflasi di Indonesia akan menurunkan daya tarik Indonesia bagi investor yang
ingin menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga akan menurunkan nilai total realisasi investasi nasional. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adhitya (2007). Hasil analisis menunjukkan bahwa inflasi (INF) memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier bila dibandingkan dengan pengaruh inflasi terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor perekonomian lainnya. Fenomena empiris ini menunjukkan fakta bahwa sektor-sektor yang termasuk dalam sektor tersier merupakan sektor perekonomian yang aktivitas ekonominya memiliki hubungan erat dengan pergerakan tingkat inflasi. Sedangkan sektor-sektor yang termasuk dalam sektor primer merupakan sektor perekonomiannya yang aktivitas ekonominya tidak rentan terhadap pergerakan laju inflasi, sehingga pergerakan laju inflasi hanya memberikan pengaruh relatif kecil terhadap perkembangan realisasi investasi nasional di sektor tersebut. Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt - 1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, dengan elastisitas sebesar 0,27985 Artinya, jika jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer akan meningkat sebesar 0,27985 persen (cateris paribus). Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddk) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder, dengan elastisitas sebesar 0,34551 Artinya, jika jumlah penduduk Indonesia tahun
sebelumnya meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder akan meningkat sebesar 0,34551 persen (cateris paribus). Sedangkan jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddk) juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier, dengan elastisitas sebesar 0,35994 Artinya, jika jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier akan meningkat sebesar 0,35994 persen (cateris paribus). Peningkatan jumlah penduduk tentu akan mendorong terjadinya peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga peningkatan jumlah penduduk di suatu negara dapat dijadikan salah satu sinyal positif bahwa terjadinya peningkatan pangsa pasar di negara tersebut, sehingga akan mendorong pertumbuhan nilai total realisasi invstasi nasionalnya, baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt
- 1)
memiliki pengaruh paling besar
terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier apabila dibandingkan dengan pengaruh jumlah penduduk Indonesia terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor perekonomian lainnya. Hasil tersebut sesuai dengan fakta bahwa saat ini perkembangan permintaan akan kebutuhan jasa menunjukkan trend yang meningkat bila dibandingkan dengan perkembangan permintaan akan kebutuhan pokok maupun hasil industri yang relatif stabil. Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa total jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, dengan elastisitas sebesar 2,20613. Artinya, jika total jalan yang diaspal di Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer akan meningkat sebesar 2,20613 persen (cateris paribus). Total jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder, dengan elastisitas sebesar 2,79827. Artinya, jika total jalan yang diaspal di Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder akan meningkat sebesar 2,79827 persen (cateris paribus). Sedangkan total jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier, dengan elastisitas sebesar 2,88675. Artinya, jika total jalan yang diaspal di Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier akan meningkat sebesar 2,88675 persen (cateris paribus). Infrastruktur yang erat kaitannya dengan total jalan yang diaspal dalam suatu negara sering dikatakan sebagai lokomotif perekonomian negara tersebut. Hal ini dikarenakan, kondisi jalan dengan biaya transportasi dari distribusi hasil produksi
memiliki
keterkaitan
yang
tidak
dapat
diabaikan,
sehingga
mencerminkan bahwa adanya pengaruh yang relatif kuat antara kondisi jalan dengan tingkat keuntungan yang mungkin diperoleh seorang investor yang akan menanamkan modalnya. Oleh karena itu, pembangunan jalan maupun perbaikan jalan yang sudah ada merupakan syarat mutlak bagi suatu negara yang ingin meningkatakan perkembangan realisasi investasinya. Dengan demikian, kondisi
jalan yang memadai dapat menunjang perkembangan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Fakta tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Imas (2007). Hasil analisis menunjukkan bahwa total jalan yang diaspal di Indonesia memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier bila dibandingkan dengan pengaruh total jalan yang diaspal di Indonesia terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor perekonomian lainnya. Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa suku bunga riil Indonesia (r) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, dengan elastisitas sebesar 0,00281. Artinya, jika suku bunga riil Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer akan menurun sebesar 0,00281 persen (cateris paribus). Suku bunga riil Indonesia (r) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder, dengan elastisitas sebesar 0,00417. Artinya, jika suku bunga riil Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor sekunder akan menurun sebesar 0,00417 persen (cateris paribus). Sedangkan suku bunga riil Indonesia (r) juga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier, dengan elastisitas sebesar 0,01479. Artinya, jika suku bunga riil Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier akan menurun sebesar 0,01479 persen (cateris paribus).
Suatu tingkat suku bunga riil yang berfluktuasi dalam suatu negara akan berdampak pada nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier di negara tersebut. Dimana suku bunga yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya tingkat keuntungan yang mungkin diperoleh seorang investor. Hal ini dikarenakan, keuntungan perusahaan akan semakin berkurang karena dipergunakan untuk membayar bunga pinjaman. Oleh karena itu, semakin tingginya tingkat suku bunga riil maka akan nilai total realisasi investasi nasional akan menurun. Fakta tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2005). Hasil analisis menunjukkan bahwa suku bunga riil Indonesia memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor tersier apabila dibandingkan dengan pengaruh suku bunga riil Indonesia terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor perekonomian lainnya. Hasil analisis ditunjang dengan fakta bahwa sektor-sektor yang termasuk dalam sektor tersier merupakan sektor perekonomian yang aktivitasnya memiliki hubungan erat dengan pergerakan tingkat suku bunga riil.
5.4.
Implikasi Kebijakan Terbatasnya sumber daya modal adalah salah satu masalah yang dihadapi
oleh kebanyakan negara berkembang dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Minimnya modal membawa dampak pada rendahnya produktivitas sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan masyarakat. Hal ini tentu akan mengakibatkan terbatasnya modal masyarakat untuk berinvestasi. Keadaan ini
akan terus berlangsung sampai ada upaya untuk meningkatkan investasi dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi sampai pada tingkat yang tinggi. Berdasarkan hasil estimasi output yang didapat, dimana total jalan yang diaspal memiliki keterkaitan paling besar terhadap nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier, maka kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan adalah dengan meningkatkan kemampuan pendanaan pemerintah yaitu meningkatkan proporsi dana untuk pembangunan jalan maupun untuk memperbaiki kondisi jalan yang sudah ada. Hal ini didasarkan pada fakta yang didapat bahwa kondisi jalan mempunyai pengaruh yang relatif kuat baik bagi perkembangan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder maupun tersier. Partisipasi swasta dalam pembangunan jalan juga diperlukan mengingat pembangunan jalan merupkan kepentingan umum yang membutuhkan dana tidak sedikit. Untuk mengurangi ketimpangan realisasi investasi nasional, maka hal yang harus dilakukan yaitu menciptakan pertumbuhan investasi di sektor primer, dengan cara mendorong pertumbuhan sektor-sektor padat karya, seperti sektor primer. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa jumlah tenaga kerja di sektor primer memiliki keterkaitan yang lebih besar dengan investasi yang terealisasikan di sektor tersebut bila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Selain itu, pendapatan riil di sektor primer merupakan hal yang penting dikarenakan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan riil di sektor primer memiliki keterkaitan dengan investasi yang terealisasikan di sektor tersebut paling besar bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Dengan demikian,
diharapkan pertumbuhan sektor primer dapat menyamai pertumbuhan dari sektorsektor yang lebih padat modal, seperti sektor sekunder dan tersier. Apabila pertumbuhan di sektor primer dapat ditingkatkan maka hal ini tidak hanya akan dapat menstimulus peningkatan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, tetapi juga dapat menurunkan gap ketimpangan antara nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Selain itu, pertumbuhan di sektor primer akan dapat mendorong pertumbuhan sektor perekonomian lainnya. Hal ini mengingat sektor primer yang berfungsi sebagai penyedia bahan baku bagi aktivitas ekonomi di sektor perekonomian lainnya. Mengoptimumkan fungsi intermediasi perbankan dan lembaga keuangan dalam mendukung peningkatan kredit investasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjaga stabilitas suku bunga riil dan laju inflasi agar tetap berada pada tingkat yang terkendali sehingga dapat memposisikan Indonesia sebagai negara yang memiliki prospek berinvestasi. Hal ini dikarenakan suku bunga dan laju inflasi merupakan determinan layak atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan, serta sebagai salah satu indikator mengenai tingkat keuntungan yang mungkin diperoleh seorang investor yang menanmkan modalnya. Terciptanya pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi, pembangunan jalan, peningkatan jumlah penduduk yang proposional, pertumbuhan pendapatan riil, kestabilan suku bunga, serta terkendalinya laju inflasi dapat menstimulus perkembangan realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier di Indonesia.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil pengujian statistik terhadap model persamaan regresi nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier, variabel-variabel yang digunakan berupa Pendapatan riil tahun sebelumnya (PDBt-1), jumlah tenaga kerja (TK), inflasi (INF), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt-1), total Jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) dan suku bunga riil Indonesia (r) secara signifikan berpengaruh terhadap perkembangan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier pada taraf 5 persen (α = 5 persen). Enam variabel eksogen dalam model regresi mempunyai tanda sesuai dengan teori. Pendapatan riil tahun sebelumnya (PDBt-1), jumlah tenaga kerja (TK), jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya (Jmlh. Pnddkt-1), dan total Jalan yang diaspal di Indonesia (Jaspal) berpengaruh secara positif pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier. Sedangkan suku bunga riil Indonesia (r) dan inflasi (INF) berpengaruh secara negatif pada taraf 5 persen (α = 5 persen) terhadap nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder maupun tersier.
2. Berdasarkan hasil estimasi output yang didapat, maka kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan adalah meningkatkan kemampuan pendanaan pemerintah dengan cara meningkatkan proporsi dana untuk pembangunan jalan maupun untuk memperbaiki kondisi jalan yang sudah ada dan mengoptimumkan fungsi intermediasi perbankan dan lembaga keuangan dalam mendukung peningkatan kredit investasi. Selain itu, untuk mengurangi ketimpangan realisasi investasi nasional, maka hal yang perlu dilakukan adalah menciptakan pertumbuhan investasi di sektor primer.
6.2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka sebaiknya upaya-
upaya riil yang dapat mengatasi masalah ini mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari pemerintah sebagai otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, pihak swasta maupun masyarakat. Saran-saran berupa solusi dan rekomendasi kebijakan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pembangunan jalan yang ada di Indonesia atau memperbaiki kondisi jalan yang sudah ada. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kondisi jalan yang baik akan memperlancar distribusi produk sehingga akan menurunkan biaya produksi secara keseluruhan yang pada akhirnya akan meningkatkan keutungan seorang investor. 2. Mengoptimumkan fungsi intermediasi perbankan dan lembaga keuangan dalam mendukung peningkatan kredit investasi. Hal ini dapat dilakukan baik dengan cara menjaga stabilitas suku bunga riil maupun laju agar tetap berada
pada tingkat yang dapat memposisikan Indonesia sebagai negara yang memiliki prospek berinvestasi. 3. Mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang padat karya, seperti sektor primer. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa pendapatan riil di sektor primer memiliki keterkaitan yang lebih besar dengan investasi yang terealisasikan
di
sektor
tersebut
bila
dibandingkan
dengan
sektor
perekonomian lainnya. 4. Mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja di sektor primer. Hal ini didasarkan dengan fakta empiris bahwa investor tertarik untuk berinvestasi di sektor primer karena banyaknya jumlah tenaga kerja. Oleh karena itu, banyaknya jumlah tenaga kerja di sektor primer harus ditunjang oleh kualitas tenaga kerja yang baik sehingga akan meningkatkan bargaining position tenaga kerja di sektor tersebut. Diharapkan dengan upaya-upaya ini, baik pemerintah sebagai otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, pihak swasta maupun masyarakat dapat bekerjasama dengan baik agar terciptanya pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi, pertumbuhan pendapatan riil, pembangunan jalan, peningkatan jumlah penduduk yang proposional, kestabilan suku bunga, serta terkendalinya laju inflasi sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi perkembangan nilai total realisasi investasi nasional baik di sektor primer, sekunder dan tersier.
DAFTAR PUSTAKA
Balipos. 2004. Kebijakan Perpajakan Hambat Masuknya Investor [Balipost online]. http://www. Balipost.co.id/balipostcetak/2004/2/23/e6.html. [19 November 2004]. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisr dan Lautan. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta. Dewi, S. 2005. Analisis Faktor-Faktor Utama Penentu Investasi Swasta di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Dornbusch, R. 1996. Teori Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Harjono, D. K. 2007. Hukum Penanaman Modal. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hidayat, D, dkk. 2006. Indikator Iptek Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Press, Jakarta. Jhingan, M. L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Kasmir. 1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Keenam. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kusumaningrum, A. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, R. G. 1995. Pengantar Makroekonomi. Agus Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.
Lubis, A, M. 2008. Upaya Mendorong Investasi di Daerah. Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta. Majaningtias, S. 2007. Analisis Pertumbuhan Investasi Enam Propinsi di Pulau Jawa Periode 2001-2005 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi. Iman Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Masitoh, I. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mishkin, F. 1998. The Economics of Money, Banking, and Financial Market. Fifth Edition. Columbia University: Addison-Wesley. Mulyani, S. 2004. Fokus Perbaikan Iklim Investasi [Ensiklopedi Tokoh Indonesia online]. http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sri-mulyaniindrawati/index.shtml. [19 November 2004]. Priyarsono, D. S dan Sahara. 2006. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Simamora, M. M. Analisis Perbandingan Iklim Investasi: Indonesia Versus Beberapa Negara Lain. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Sukirno, S. 1996. Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. -------------. 2001. Pengantar Makroekonomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumantoro. 1989. Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia. Binacipta, Jakarta. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. Bambang Sumantri [penerjemah]. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Correlations Matrix Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer
Correlations Matrix: REALISASI INVESTASI; PDB; TK; Jmlh. Pnddk; Jaspal; r; INF REALISASI INVEST 0,815 0,000
PDB
TK
0,427 0,099
0,634 0,008
Jmlh.Pnddk
0,712 0,002
0,817 0,000
0,553 0,026
Jaspal
0,792 0,000
0,944 0,000
0,584 0,017
r
-0,145 0,591
-0,118 0,662
-0,374 0,154
INF
-0,055 0,839
-0,163 0,547
-0,033 0,904
Jmlh.Pnddk 0,860 0,000
Jaspal
r
r
-0,309 0,244
-0,211 0,434
INF
-0,128 0,637
-0,123 0,649
PDB
Jaspal
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
TK
-0,768 0,001
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus PDB; TK; Jmlh.Pnddk; Jaspal; r; INF The regression equation is REALISASI INVESTASI = - 215 + 8,30 PDB - 2,81 TK + 0,259 Jmlh.Pnddk + 0,85 Jaspal + 0,013 r + 0,0104 INF Predictor Constant PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Coef -214,5 8,303 -2,812 0,2585 0,849 0,0126 0,01042
S = 0,739620
SE Coef 165,3 8,009 5,996 0,6916 7,800 0,1261 0,03558
R-Sq = 69,4%
T -1,30 1,04 -0,47 0,37 0,11 0,10 0,29
P 0,227 0,327 0,650 0,717 0,916 0,923 0,776
VIF 14,594 2,911 5,856 12,913 7,881 5,688
R-Sq(adj) = 48,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 9 15
Source PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Seq SS 10,6607 0,2170 0,1298 0,0105 0,0804 0,0469
DF 1 1 1 1 1 1
SS 11,1453 4,9233 16,0687
MS 1,8576 0,5470
F 3,40
P 0,049
Unusual Observations Obs 1
PDB 33,4
REALISASI INVESTASI 25,620
Fit 26,913
SE Fit 0,536
Residual -1,293
St Resid -2,54R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,96892
Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
3,3259 0,554 0,554
PC1 0,513 0,421 0,500 0,519 -0,197 -0,032
1,7798 0,297 0,851 PC2 -0,142 0,078 -0,044 -0,093 -0,675 0,713
0,5260 0,088 0,939 PC3 -0,163 0,865 -0,293 -0,291 -0,047 -0,228
0,2610 0,044 0,982 PC4 0,469 0,092 -0,616 0,228 0,385 0,439
0,0735 0,012 0,994 PC5 -0,141 -0,149 -0,513 0,553 -0,467 -0,414
0,0337 0,006 1,000 PC6 -0,671 0,192 0,141 0,529 0,371 0,274
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus W1; W2 The regression equation is REALISASI INVESTASI = 28,6 + 0,434 W1 - 0,075 W2 Predictor Constant W1 W2
Coef 28,5609 0,4342 -0,0746
S = 0,707824
SE Coef 0,1770 0,1002 0,1370
R-Sq = 59,5%
T 161,40 4,33 -0,54
P 0,000 0,001 0,595
VIF 1,000 1,000
R-Sq(adj) = 53,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source W1 W2
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 9,5555 6,5132 16,0687
MS 4,7777 0,5010
F 9,54
P 0,003
Seq SS 9,4069 0,1486
Unusual Observations Obs 1 6
W1 -2,07 -0,41
REALISASI INVESTASI 25,620 28,265
Fit 27,630 28,059
SE Fit 0,279 0,626
Residual -2,010 0,206
St Resid -3,09R 0,62 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1,48414
Lampiran 2 : Hasil Analisis Regresi Komponen Utama di Sektor Primer
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus W1 The regression equation is REALISASI INVESTASI = 28,6 + 0,434 W1 Predictor Constant W1
Coef 28,5609 0,43423
S = 0,689813
SE Coef 0,1725 0,09766
R-Sq = 58,5%
T 165,62 4,45
P 0,000 0,001
VIF 1,000
R-Sq(adj) = 55,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 14 15
SS 9,4069 6,6618 16,0687
MS 9,4069 0,4758
F 19,77
P 0,001
Unusual Observations Obs 1
W1 -2,07
REALISASI INVESTASI 25,620
Fit 27,662
SE Fit 0,266
Residual -2,042
St Resid -3,21R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,54770
Lampiran 3 : Hasil Uji Heteroskedastisitas di Sektor Primer
Regression Analysis: |ut| versus PDB; TK; Jmlh.Pnddk; Jaspal; r; INF The regression equation is |ut| = 115 - 3,94 PDB + 0,99 TK + 0,272 Jmlh.Pnddk - 0,43 Jaspal - 0,0484 r - 0,0202 INF Predictor Constant PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Coef 115,03 -3,938 0,994 0,2717 -0,427 -0,04841 -0,02022
S = 0,340654
SE Coef 76,13 3,689 2,762 0,3185 3,592 0,05807 0,01639
R-Sq = 52,1%
T 1,51 -1,07 0,36 0,85 -0,12 -0,83 -1,23
P 0,165 0,313 0,727 0,416 0,908 0,426 0,248
VIF 14,594 2,911 5,856 12,913 7,881 5,688
R-Sq(adj) = 20,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 9 15
Source PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Seq SS 0,3159 0,1706 0,4231 0,0000 0,0497 0,1768
DF 1 1 1 1 1 1
SS 1,1360 1,0444 2,1804
MS 0,1893 0,1160
F 1,63
P 0,244
Unusual Observations Obs 16
PDB 33,8
|ut| 0,8859
Fit 0,2496
SE Fit 0,2106
Residual 0,6363
St Resid 2,38R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,60572
Lampiran 4 : Model Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dan Hasil Uji Multikolinearitas di Sektor Primer INVP = 148,7275 + 2,10616 PDBP + 2,89759 TKP - 0,00093 INF + 0,27985 Jmlh. Pnddk + 2,20613 Jaspal - 0,00281 r
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer r INF PDBP TKP Jmlh.Pddk Jaspal
r 1,000 -0,768 -0,118 -0,374 -0,309 -0,211
INF -0,768 1,000 -0,163 -0,033 -0,128 -0,123
PDBP -0,118 -0,163 1,000 0,634 0,817 0,944
TKP -0,374 -0,033 0,634 1,000 0,553 0,584
Jmlh. Pddk -0,309 -0,128 0,817 0,553 1,000 0,860
Jaspal -0,211 -0,123 0,944 0,584 0,860 1,000
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer Peubah Simpangan Baku Koefisian Z1 0,0023430 0,19186 Z2 0,0015780 0,15745 Z3 0,0000091 -0,01197 Z4 0,0022257 0,18700 Z5 0,0023981 0,19411 Z6 0,0000091 -0,01197 Keterangan: Z1: PDBP Z3: INF Z2: TKP Z4: Jmlh. Pddk R-Squared: 58,5% Durbin-Watson Statistic: 1,54770 t-tabel pada taraf 5%: 1,96
t-hitung 81,88790 99,78264 -1312,76538 84,01698 80,94122 -1312,76538
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Z5: Jaspal Z6: r
Lampiran 5 : Correlations Matrix Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder
Correlations Matrix: REALISASI INVESTASI; PDB; TK; Jmlh. Pnddk; Jaspal; r; INF REALISASI INVEST 0,579 0,019
PDB
TK
0,484 0,057
0,788 0,000
Jmlh.Pnddk
0,663 0,005
0,826 0,000
0,586 0,017
Jaspal
0,685 0,003
0,949 0,000
0,684 0,004
-0,388 0,137
-0,047 0,864
0,167 0,536
0,232 0,388
-0,246 0,359
-0,320 0,226
Jmlh.Pnddk 0,860 0,000
Jaspal
r
r
-0,309 0,244
-0,211 0,434
INF
-0,128 0,637
-0,123 0,649
PDB
r INF
Jaspal
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
TK
-0,768 0,001
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus PDB; TK; Jmlh.Pnddk; Jaspal; r; INF The regression equation is REALISASI INVESTASI = 18,0 - 2,76 PDB + 2,11 TK + 0,397 Jmlh.Pnddk + 6,45 Jaspal + 0,0359 r + 0,0208 INF Predictor Constant PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Coef 18,05 -2,765 2,114 0,3974 6,449 0,03592 0,02081
S = 0,370740
SE Coef 31,02 2,108 1,911 0,3379 4,243 0,05124 0,01487
R-Sq = 68,1%
T 0,58 -1,31 1,11 1,18 1,52 0,70 1,40
P 0,575 0,222 0,297 0,270 0,163 0,501 0,195
VIF 18,357 3,103 5,564 15,208 5,181 3,957
R-Sq(adj) = 46,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 9 15
Source PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Seq SS 1,2976 0,0081 0,4562 0,5128 0,0929 0,2691
DF 1 1 1 1 1 1
SS 2,6367 1,2370 3,8737
MS 0,4395 0,1374
Durbin-Watson statistic = 1,83103
F 3,20
P 0,058
Lampiran 6 : Hasil Analisis Regresi Komponen Utama di Sektor Sekunder Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
3,4291 0,572 0,572
PC1 0,527 0,449 0,482 0,514 -0,037 -0,152
1,8572 0,310 0,881 PC2 0,002 -0,165 0,172 0,123 -0,709 0,653
0,4082 0,068 0,949 PC3 -0,050 -0,728 0,456 0,108 -0,142 -0,478
0,1843 0,031 0,980 PC4 0,405 -0,469 -0,410 0,489 0,357 0,284
0,0894 0,015 0,995 PC5 -0,078 -0,086 0,601 -0,221 0,579 0,491
0,0318 0,005 1,000 PC6 -0,742 0,120 0,024 0,649 0,116 0,029
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus W1; W2 The regression equation is REALISASI INVESTASI = 31,1 + 0,174 W1 + 0,149 W2 Predictor Constant W1 W2
Coef 31,1370 0,17382 0,14935
S = 0,361439
SE Coef 0,0904 0,05040 0,06848
T 344,59 3,45 2,18
R-Sq = 56,2%
P 0,000 0,004 0,048
VIF 1,000 1,000
R-Sq(adj) = 49,4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source W1 W2
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 2,1755 1,6983 3,8737
MS 1,0877 0,1306
F 8,33
P 0,003
Seq SS 1,5540 0,6214
Unusual Observations Obs 6 8
W1 -1,97 -0,46
REALISASI INVESTASI 31,5054 31,6842
Fit 31,4217 30,7974
SE Fit 0,3169 0,1512
Residual 0,0837 0,8868
St Resid 0,48 X 2,70R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1,69680
Lampiran 7 : Hasil Uji Heteroskedastisitas di Sektor Sekunder
Regression Analysis: |ut| versus PDB; TK; Jmlh.Pnddk; Jaspal; r; INF The regression equation is |ut| = 5,8 - 1,84 PDB + 1,25 TK - 0,227 Jmlh.Pnddk + 4,06 Jaspal - 0,0177 r - 0,0107 INF Predictor Constant PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Coef 5,81 -1,8446 1,2516 -0,2270 4,060 -0,01774 -0,010708
S = 0,157951
SE Coef 13,21 0,8980 0,8141 0,1440 1,808 0,02183 0,006337
R-Sq = 52,9%
T 0,44 -2,05 1,54 -1,58 2,25 -0,81 -1,69
P 0,670 0,070 0,159 0,149 0,051 0,437 0,125
VIF 18,357 3,103 5,564 15,208 5,181 3,957
R-Sq(adj) = 21,5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 9 15
Source PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Seq SS 0,00674 0,03786 0,00781 0,10075 0,02766 0,07123
DF 1 1 1 1 1 1
SS 0,25205 0,22454 0,47659
MS 0,04201 0,02495
Durbin-Watson statistic = 1,96974
F 1,68
P 0,231
Lampiran 8 : Model Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dan Hasil Uji Multikolinearitas di Sektor Sekunder INVS = 117,7786 + 1,29727 PDBS + 2,43745 TKS - 0,00131 INF + 0,34551 Jmlh. Pnddk + 2,79827 Jaspal - 0,00417 r
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder R INF PDBS TKS Jmlh.Pddk Jaspal
r 1,000 -0,768 -0,047 0,167 -0,309 -0,211
INF -0,768 1,000 -0,246 -0,320 -0,128 -0,123
PDBS -0,047 -0,246 1,000 0,788 0,826 0,949
TKS 0,167 -0,320 0,788 1,000 0,586 0,684
Jmlh. Pddk -0,309 -0,128 0,826 0,586 1,000 0,860
Jaspal -0,211 -0,123 0,949 0,684 0,860 1,000
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Sekunder Peubah Simpangan Baku Koefisian Z1 0,0027307 0,25243 Z2 0,0024763 0,21507 Z3 0,0079679 -0,07281 Z4 0,0028212 0,23088 Z5 0,0028722 0,24621 Z6 0,0091388 -0,01772 Keterangan: Z1: PDBS Z3: INF Z2: TKS Z4: Jmlh. Pddk R-Squared: 56,2% Durbin-Watson Statistic: 1,69680 t-tabel pada taraf 5%: 1,96
t-hitung 92,44348 86,85014 -9,13762 132,23150 85,72067 -1,93931
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Z5: Jaspal Z6: r
Lampiran 9 : Correlations Matrix Nilai Total Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier
Correlations Matrix: REALISASI INVESTASI; PDB; TK; Jmlh. Pnddk; Jaspal; r; INF REALISASI INVEST 0,682 0,004
PDB
TK
0,857 0,000
0,880 0,000
Jmlh.Pnddk
0,636 0,008
0,894 0,000
0,765 0,001
Jaspal
0,812 0,000
0,951 0,000
0,931 0,000
r
-0,092 0,734
-0,102 0,707
-0,177 0,513
INF
-0,043 0,875
-0,278 0,297
-0,022 0,934
Jmlh.Pnddk 0,860 0,000
Jaspal
r
r
-0,309 0,244
-0,211 0,434
INF
-0,128 0,637
-0,123 0,649
PDB
Jaspal
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
TK
-0,768 0,001
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus PDB; TK; Jmlh.Pnddk; Jaspal; r; INF The regression equation is REALISASI INVESTASI = 40,6 - 10,5 PDB + 9,09 TK + 0,825 Jmlh.Pnddk + 17,3 Jaspal + 0,0499 r - 0,0147 INF Predictor Constant PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Coef 40,57 -10,497 9,085 0,8247 17,282 0,04995 -0,01472
S = 0,556414
SE Coef 60,98 3,364 3,941 0,5735 7,352 0,07816 0,02727
R-Sq = 87,9%
T 0,67 -3,12 2,31 1,44 2,35 0,64 -0,54
P 0,523 0,012 0,047 0,184 0,043 0,539 0,602
VIF 21,765 11,029 7,115 20,276 5,352 5,903
R-Sq(adj) = 79,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 9 15
Source PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Seq SS 10,7387 6,7759 0,2986 1,1362 1,2669 0,0902
DF 1 1 1 1 1 1
SS 20,3064 2,7864 23,0928
MS 3,3844 0,3096
Durbin-Watson statistic = 2,21979
F 10,93
P 0,001
Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
3,7127 0,619 0,619
PC1 0,505 0,483 0,482 0,509 -0,126 -0,066
1,7880 0,298 0,917 PC2 -0,117 0,020 0,030 -0,011 -0,692 0,712
0,3342 0,056 0,972 PC3 0,061 -0,584 0,534 -0,168 -0,419 -0,407
0,0918 0,015 0,988 PC4 -0,123 0,014 0,655 -0,330 0,505 0,437
0,0438 0,007 0,995 PC5 -0,487 0,634 0,150 -0,373 -0,260 -0,364
0,0295 0,005 1,000 PC6 -0,689 -0,151 0,172 0,682 0,082 -0,027
Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus W1; W2 The regression equation is REALISASI INVESTASI = 30,3 + 0,499 W1 - 0,013 W2 Predictor Constant W1 W2
Coef 30,3278 0,4990 -0,0130
S = 0,842331
SE Coef 0,2106 0,1129 0,1626
T 144,02 4,42 -0,08
R-Sq = 60,1%
P 0,000 0,001 0,938
VIF 1,000 1,000
R-Sq(adj) = 53,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source W1 W2
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 13,8690 9,2238 23,0928
MS 6,9345 0,7095
F 9,77
P 0,003
Seq SS 13,8645 0,0045
Unusual Observations Obs 1 6 8
W1 -2,85 -0,88 -0,99
REALISASI INVESTASI 27,337 30,187 31,662
Fit 28,905 29,832 29,851
SE Fit 0,385 0,747 0,344
Residual -1,568 0,355 1,811
St Resid -2,09R 0,91 X 2,36R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1,64687
Lampiran 10 : Hasil Analisis Regresi Komponen Utama di Sektor Tersier Regression Analysis: REALISASI INVESTASI versus W1 The regression equation is REALISASI INVESTASI = 30,3 + 0,499 W1 Predictor Constant W1
Coef 30,3278 0,4990
S = 0,811888
SE Coef 0,2030 0,1088
T 149,42 4,59
R-Sq = 60,0%
P 0,000 0,000
VIF 1,000
R-Sq(adj) = 57,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 14 15
SS 13,865 9,228 23,093
MS 13,865 0,659
F 21,03
P 0,000
Unusual Observations Obs 1 8
W1 -2,85 -0,99
REALISASI INVESTASI 27,337 31,662
Fit 28,906 29,832
SE Fit 0,371 0,230
Residual -1,569 1,831
St Resid -2,17R 2,35R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,65103
Lampiran 11 : Hasil Uji Heteroskedastisitas di Sektor Tersier
Regression Analysis: |ut| versus PDB; TK; Jmlh.Pnddk; Jaspal; r; INF The regression equation is |ut| = 23,2 - 0,92 PDB + 0,24 TK + 0,211 Jmlh.Pnddk + 0,08 Jaspal 0,0011 r - 0,00822 INF Predictor Constant PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Coef 23,18 -0,922 0,235 0,2109 0,077 -0,00113 -0,008217
S = 0,199000
SE Coef 21,81 1,203 1,409 0,2051 2,630 0,02795 0,009752
R-Sq = 26,8%
T 1,06 -0,77 0,17 1,03 0,03 -0,04 -0,84
P 0,316 0,463 0,871 0,331 0,977 0,969 0,421
VIF 21,765 11,029 7,115 20,276 5,352 5,903
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 9 15
Source PDB TK Jmlh.Pnddk Jaspal r INF
Seq SS 0,00019 0,02381 0,01527 0,00253 0,06061 0,02812
DF 1 1 1 1 1 1
SS 0,13052 0,35641 0,48693
MS 0,02175 0,03960
Durbin-Watson statistic = 1,99234
F 0,55
P 0,760
Lampiran 12 : Model Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dan Hasil Uji Multikolinearitas di Sektor Tersier INVT = 113,2842 + 1,26479 PDBT + 1,99076 TKT - 0,00257 INF + 0,35994 Jmlh. Pnddk + 2,88675 Jaspal - 0,01479 r
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier r INF PDBT TKT Jmlh.Pddk Jaspal
r 1,000 -0,768 -0,102 -0,177 -0,309 -0,211
INF -0,768 1,000 -0,278 -0,022 -0,128 -0,123
PDBT -0,102 -0,278 1,000 0,880 0,894 0,951
TKT -0,177 -0,022 0,880 1,000 0,765 0,931
Jmlh. Pddk -0,309 -0,128 0,894 0,765 1,000 0,860
Jaspal -0,211 -0,123 0,951 0,931 0,860 1,000
Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Realisasi Investasi Nasional di Sektor Tersier Peubah Simpangan Baku Koefisian Z1 0,0019602 0,25200 Z2 0,0019602 0,24102 Z3 0,0000335 -0,03293 Z4 0,0017857 0,24052 Z5 0,0019914 0,25399 Z6 0,0001220 -0,06287 Keterangan: Z1: PDBT Z3: INF Z2: TKT Z4: Jmlh. Pddk R-Squared: 60,0% Durbin-Watson Statistic: 1,65103 t-tabel pada taraf 5%: 1,96
t-hitung 128,55648 134,41205 -983,65184 134,69092 127,54621 -515,24620
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Z5: Jaspal Z6: r