ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)
Oleh: Dhanang Eka Putra A 14104664
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DHANANG EKA PUTRA. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku kulit pada PT Mastrotto Indonesia (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat) di bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya); sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga” yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara manual atau dengan tangan. Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun 2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi. Tujuan Penelitian adalah Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia telah melakukan pengendalian persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan penyimpanan yang minimum dan Menyusun alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan yang lebih baik.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, Bogor, Jawa Barat. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain, data produksi dan penjualan, sumber bahan baku, data pemakaian bahan baku, waktu tunggu pembelian bahan baku, harga bahan baku, biaya-biaya persediaan, gambaran umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan, dan struktur organisasi dan target produksi PT. Mastrotto Indonesia. Bahan baku yang digunakan adalah grain dan split. Analisis yang dilakukan meliputi analisis perbandingan terhadap bahan baku grain dan split dengan kriteria biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan. Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP memiliki keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang konsisten dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu tanpa persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui sebelumnya. Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku, karena perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga apabila terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga, terjadi kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok, akan menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di perusahaan akan terganggu. Metode
EOQ
memiliki
keunggulan
dalam
hal
mempermudah
manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini, persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat persediaannya. Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400 untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk grain dan Rp 29.010.000 untuk split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan
teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split, sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-. Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya, dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA (Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat)
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh: Dhanang Eka Putra A 14104664
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kulit pada PT Mastrotto Indonesia, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Nama
: Dhanang Eka Putra
NRP
: A 14104664
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, MEc NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Soepandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KULIT PADA PT MASTROTTO INDONESIA, KAWASAN INDUSTRI SENTUL, BOGOR, JAWA BARAT. BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG MENYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, 26 Mei 2008
Dhanang Eka Putra NRP. A14104664
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Ponidi dan Suprihatin. Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 10 Desember 1983, masa pendidikan penulis dimulai dari TK di Umbulsari, Jember, Jawa Timur pada tahun 1988. Pada tahun 1989 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SDN no 22 Skph Spv Manisraya, Sintang Kalimantan Barat sampai tahun 1995. Pada tahun 1995-1998, penulis memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tempunak, Sintang Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 1998-2001, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 2 Sintang. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim Segala puji bagi ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skrupsi ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rosul paling mulia Muhammas SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengendalian persediaan bahan baku yang efisien, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang minimum dengan jumlah yang optimal, dan memberikan alternatif model pengendalian persediaan bahan baku bagi PT Mastrotto Indonesia, sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan bahan baku. Tak ada gading yang tak retak, penulisan skripsi ini belum sempurna. Penulis menyadari bahwa kajian ini masih harus diperluas untuk menjadikannya lebih sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama yang terlibat dalam pengendalian persediaan bahan baku kulit PT Mastrotto Indonesia.
Bogor, 26 Mei 2008
Dhanang Eka Putra NRP. A14104664
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil Alamin..... Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, Penulis menghaturkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain : 1.
Keluargaku tersayang : Bapak, Ibu dan adikku Fredy atas kasih sayang, doa, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis baik moril dan materi.
2.
Ir. Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti baik sebelum, sesudah dan selama penyusunan skripsi.
3.
M. Firdaus Phd selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukannya.
4.
Rahmat SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukannya.
5.
Ibu Christina EP yang telah memberikan kesempatan dan dukungan penuh kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT Mastrotto Indonesia.
6.
Mas Rojikin, Mbak Anita, Sari, Siti, Hera, Dini dan Frida yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian.
7.
Pak Irul, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis, berupa ruang gerak diantara kerja dan melakukan penelitian.
8.
Temen-temen kerja di PT Mastrotto Indonesia, khususnya di bagian Stampa atas semangat dan kekompakannya.
9.
Desman Manurung yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar penulis.
10.
Keluargaku di Bogor : Pakde Minto, Bude, Rohma dan Tyas atas dukungan dan dorongan semangatnya.
11.
Temen-temen seperjuangan di Ekstensi MAB, IPB angkatan XII
12.
Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... i DAFTAR TABEL................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... v BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 3 1.3 Tujuan ................................................................................................. 4 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1 Definisi Persediaan ............................................................................. 5 2.1.1 Klasifikasi Persediaan ............................................................... 6 2.1.2 Biaya-biaya Persediaan ............................................................. 7 2.1.3 Pengendalian Persediaan ........................................................... 8 2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos ...................................................... 9 2.3 Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System) ................... 9 2.4 Istilah-istilah Dalam Industri Penyamakan kulit .................................. 10 2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi ........................................................................... 14 2.6 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 15 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 17 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 17 3.1.1 Klasifikasi Persediaan ............................................................ 17 3.1.2 Fungsi-fungsi Persediaan ....................................................... 18 3.1.3 Material Requirement Planning (MRP ................................... 19 3.1.3.1 Teknik Lot for Lot ..................................................... 20 3.1.3.2 EOQ Model............................................................... 21 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 27 BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 30 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 30 4.2 Pengumpulan data ............................................................................... 30 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data................................................. 31 4.3.1 Biaya-Biaya yang Relevan ..................................................... 32 4.3.2 Asumsi-Asumsi yang Digunakan ........................................... 33 i
4.4 Model Material Requirement Planning (MRP) .................................... 34 4.4.1 Teknik Lot for Lot.................................................................. 35 4.4.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) .......................... 36 4.5 Pembatasan Variabel Analisis ............................................................. 38 4.6 Analisis Perbandingan Biaya .............................................................. 38 BAB V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .................................................. 37 5.2 Visi dan Misi Perusahaan........................................................................ 38 5.3 Struktut Organisasi..................................................................................38 5.4 Sumberdaya Manusia ..............................................................................38 5.5 Skala Industri ..........................................................................................39 5.6 Perencanaan dan Pengadaan Bahan Baku............................................... 40 5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku ............42 5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku............................................................... 44 5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan ........................................................45 5.10 Proses Produksi ......................................................................................47 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Klasifikasi Bahan Baku...........................................................................50 6.2 Biaya Persediaan .....................................................................................51 6.3 Pemakaian Bahan Baku .......................................................................... 54 6.4 Waktu Tenggang Pengadaan Bahan Baku .............................................. 55 6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku ...................................... 56 6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada PT Mastrotto Indonesia ................................................................59 6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split .......................... 61 6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP).......................... 62 6.5.3.1 Teknik Lot For Lot (LFL) ............................................... 63 6.5.3.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)....................... 65 6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan..................................... 67 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 70 7.2 Saran 71 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 72 LAMPIRAN............................................................................................................ 74
ii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia ................................ 1 2. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007.......................... 2 3. Format Rencana MRP ......... ..................................................................................... 33 4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007..................................... 45 5. Harga bahan baku kulit sapi tahun 2007 ................................................................ 50 6. Komponen biaya pemesanan per pesanan bahan baku grain dan split, tahun 2007 ........................................................................... 51 7. Komponen Opportunity cost Grain, tahun 2007 .................................................. 52 8. Komponen Opportunity cost Split, tahun 2007 .................................................... 53 9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan Tahun 2007 ................................................................................................... 54 10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, tahun 2007 ............................................. 55 11. Waktu tenggang pengadaan grain dan split, tahun 2007 ....................................... 56 12. Perkembangan persediaan bahan baku grain, tahun 2007 ..................................... 57 13. Perkembangan persediaan bahan baku split, tahun 2007....................................... 58 14. Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan metode perusahaan, tahun 2007 ............................................................................ 60 15. Perhitungan Biaya Persediaan grain Tahun 2007 .................................................. 61 16. Perhitungan Biaya Persediaan split Tahun 2007 ................................................... 62 17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode LFL ........................................................................................................... 64 18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan teknik LFL ................................................................................................ 65 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode EOQ.......................................................................................................... 65 20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan teknik EOQ ............................................................................................... 66 21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia ............................ 67 22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia.............................. 68
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan ........................................ 21
2.
Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi ............................. 24
3.
Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan Pemesanan kembali ............................................................................................... 25
4.
Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................................... 28
5.
Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia ......................................................................................... 41
6.
Perkembangan Pembelian Bahan Baku ................................................................. 45
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia........................................................... 74 2. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split dengan teknik LFL .................................................................................................. 76 3. Perhitungan Biaya Persediaan Grain dan Split dengan teknik EOQ ................................................................................................. 80
v
1
I.
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Indonesia memiliki sejarah panjang penyamakan kulit dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Penyamak kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat (Cianjur, Bogor dan Bandung), Jawa Tengah (Yogyakarta, Solo, Semarang) dan Jawa Timur (Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya); sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat (Garut) dan Jawa Timur (Magetan). Perusahaan penyamakan tersebut berbeda dalam hal besar dan kemampuan teknologinya. Sekitar 25-30% dari mereka memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk mengotomatiskan semua langkah penting untuk memproduksi kulit jadi (seperti cutting, stretching, dying, buffing, dsb). Sisanya sebesar 70-75% dapat dikategorikan sebagai penyamakan “industri rumah tangga” yang bergantung pada karyawan untuk melakukan proses yang sama secara manual atau dengan tangan. Tabel 1. Jumlah Penyamak Kulit yang Beroperasi di Indonesia Tahun 19982006 Tahun 1998 2000 2002 2004 2006
Jumlah Perusahaan Penyamakan Menengah-Besar 112 76 46 55 67
Sumber: Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia 2007 (APKI)
Jumlah Penyamakan Rumahan 400 252 136 200 240
Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi industri penyamakan kulit nasional adalah minimnya suplai bahan baku dari dalam negeri, menyusul tidak berkembangnya industri pendukung. Akibat tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, pelaku industri kemudian melakukan impor agar proses produksi
2
tetap bisa berjalan. Sudah bisa dipastikan, dengan menggunakan bahan baku impor, produk manufaktur Indonesia menjadi tidak kompetitif, baik di pasar domestik maupun ekspor, karena adanya biaya tambahan, transportasi lebih lama, serta proses importasi yang lama. Setelah sempat terpuruk selama sepuluh tahun terakhir, industri perkulitan Indonesia kini mulai membaik, ini dapat dilihat dari nilai ekspor tahun 2005 yang mencapai 102,8 juta dollar AS, dan naik menjadi 139,6 juta dollar AS dan sampai bulan september tahun 2007 nilai ekspor mencapai 135,9 juta dollar AS. Masa-masa sulit yang dihadapi industri perkulitan itu bisa disebabkan berbagai faktor, antara lain karena kurang tegasnya pemerintah dalam membuat aturan yang melarang ekspor kulit mentah dan setengah jadi. Sementara impor bahan baku kulit sempat berkurang akibat isu penyakit pada sapi.1 Tabel 1. Perkembangan Ekspor Kulit Olahan Indonesia Tahun 2000-2007 Tahun
Ekspor (juta US $)
Pertumbuhan (%)
2002
68,5
-
2003
70,3
2.62
2004
79,5
13.09
2005
102,8
29.31
2006
139,6
35.80
2007
135,9*
-
* Periode Januari – September 2007 Sumber : Badan pusat Statistik,2007
I.2. Perumusan Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dari mulai tahun 1997 dan sampai saat ini terus berlanjut, membuat para manajemen pada perusahaanperusahaan bekerja keras untuk dapat bertahan. Banyak perusahaan yang berhasil bertahan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan efisiensi disegala bidang, antara lain melakukan diversifikasi produk, brand extension dan salah satunya ialah dengan optimalisasi persediaan bahan baku. PT. Mastrotto Indonesia bergerak dalam pengolahan kulit untuk kebutuhan industri otomotif (jok mobil) dan furnitur. Bahan baku utamanya antara lain grain dan split. Perusahaan ini memiliki persediaan dengan kuantitas yang besar. Kuantitas yang besar akan mengakibatkan jumlah investasi dan modal yang 1
Industri Kulit Bangkit Lagi. http://www. pikiranrakyat.com
3
besar terutama biaya di gudang. Perusahaan sendiri telah melakukan pengendalian bahan bakunya untuk menghindari investasi atau opportunity cost yang terlalu besar. Salah satunya dengan melaksanakan pengendalian persediaan bahan bakunya dengan tenaga ahli spesialis PPIC (Production Planning and Inventory Control), yang secara khusus bertugas dalam perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. Biaya penyimpanan dan pemesanan juga menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi perusahaan dalam pengendalian bahan bakunya. Permasalahan manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi PT. Mastrotto Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan penyamakan kulit lainnya, yaitu mengenai penyediaan bahan baku. Bahan baku kulit sapi yang digunakan yaitu grain dan split, kesemuanya menggunakan bahan baku impor. Meskipun pemasok kedua bahan baku tersebut dapat diandalkan, artinya proses pengiriman barang jarang sekali terlambat dan jumlah pesanan yang diantar selalu sama dengan jumlah yang dipesan. Namun, PT. Mastrotto Indonesia harus tetap senantiasa memperhatikan biaya persediaan, karena harga barang yang relatif mahal dan jumlahnya yang sangat besar akan sangat berpengaruh pada kelancaran pengadaan bahan baku impor dan proses produksi akibat dari biaya persediaan yang tinggi. Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku harus benar-benar dilakukan dengan tepat dan cermat, mengingat biaya-biaya yang ditimbulkan sebagai akibat adanya aktivitas persediaan. Jika sistem pengendalian yang diterapkan kurang tepat dapat mengakibatkan pemborosan dan tingginya biaya persediaan yang dikeluarkan. Oleh karena itu, upaya perusahaan dalam penentuan kapan pemesanan, berapa kuantitas bahan baku yang dibutuhkan dan berapa persediaan bahan baku yang harus ada selama produksi berjalan perlu mendapatkan perhatian yang utama, untuk menuju suatu konsep pengendalian persediaan yang efektif dan efisien dengan biaya persediaan minimum. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana sistem pengadaan bahan baku yang dilakukan perusahaan ?
4
2.
Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan perusahaan ?
3.
Apakah ada alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang optimal bagi perusahaan dalam rangka mencapai biaya minimum ?
I.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis apakah PT. Mastrotto Indonesia telah melakukan pengendalian persediaan bahan bakunya secara optimal, sehingga diperoleh biaya pemesanan dan penyimpanan yang minimum.
2.
Menyusun alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan yang lebih baik.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu secara langsung yang diperoleh selama kuliah.
2.
Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan dan sumber pemikiran baru dibidang produksi perusahaan menyangkut dalam kebijakan persediaan bahan baku yang optimal.
5
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Persediaan
2.1.1 Definisi Persediaan Pengertian persediaan menurut Kusuma (2001) adalah barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Sedangkan menurut Indrajit dan Pranoto (2003) pengertian dari persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan dicatat dalam buku perusahaan. Setiap perusahaan selalu mengadakan persediaan, karena tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko perusahaan yang pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan barang hasil produksi. Akibatnya pelanggan dapat berpindah ke perusahaan lain yang memproduksi barang sejenis. Keadaan seperti ini harus dihindari oleh setiap perusahaan, jika perusahaan tidak ingin kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, persediaan ini sangat penting artinya bagi setiap perusahaan, terutama yang menghasilkan barang (Assauri, 1999). Menurut Handoko (2000) persediaan adalah segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada aspek ini (20 persen sampai 60 persen). Jumlah investasi yang sedemikian besar ini menjanjikan dilemma sendiri bagi perusahaan. Apabila persediaan dilebihkan maka akan mengakibatkan biaya penyimpanan . selain itu modal yang diperlukan juga akan bertambah, dimana semestinya modal tersebut dapat diinvestasikan pada sector lain yang lebih menguntungkan (opportunity cost). Sebaliknya bila persediaan dikurangi, suatu ketika bisa mengalami stock out (kehabisan barang). Bila perusahaan tidak memiliki persediaan yang mencukupi, biaya pengadaan
6
darurat akan lebih mahal. Dampak lain, mungkin kosongnya barang di pasaran dapat membuat konsumen kecewa dan lari ke merek lain. Menurut Russel dan Taylor (2003) pengertian dari persediaan adalah berbagai stock barang-barang yang disimpan oleh organisasi untuk memenuhi permintaan pelanggan internal maupun eksternal. Sebenarnya semua perusahaan selalu memelihara berbagai macam persediaan. Sebagian besar orang beranggapan bahwa persediaan hanyalah berupa produk akhir yang menunggu untuk dijual kepada konsumen, padahal produk jadi hanyalah satu bentuk dari persediaan. Rangkuti (2002) berpendapat bahwa persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubahn kemudian dijual kembali. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi berguna untuk : 1.
menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang;
2.
menghilangkan risiko barang yang rusak;
3.
mempertahankan stabilitas operasi perusahaan;
4.
mencapai penggunaan mesin yang optimal;
5.
memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen.
2.1.2. Biaya-biaya Persediaan Menurut Rangkuti (2002), untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya
jumlah
persediaan,
biaya-biaya
variabel
berikut
ini
harus
dipertimbangkan : a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs) Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan ialah : 1.
Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingain ruangan, dan sebagainya).
2.
Biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
7
3.
Biaya keusangan
4.
Biaya penghitungan fisik
5.
Biaya asuransi persediaan
6.
Biaya pajak persediaan
7.
Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan
8.
Biaya penanganan persediaan dan sebagainya Biaya-biaya tersebut diatas merupakan variabel apabila bervariasi dengan
tingkat persediaan. Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap. Maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaan-perusahaan manufakturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen. b.
Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) Biaya-biaya ini meliputi :
1.
Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
2.
Upah
3.
Biaya telepon
4.
Pengeluaran surat-menyurat
5.
Biaya pengepakan dan penimbangan
6.
Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
7.
Biaya pengiriman ke gudang
8.
Biaya utang lancar dan sebagainya. Pada
umumnya, biaya perpesanan (diluar biaya bahan dan potongan
kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
8
c.
Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri
“dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari : 1.
Biaya mesin-mesin menganggur
2.
Biaya persiapan tenaga kerja langsung
3.
Biaya penjadwalan
4.
Biaya ekspedisi dan sebagainya
Seperti halnya biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode. d.
Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) Adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya
permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : 1.
Kehilangan penjualan
2.
Kehilangan pelanggan
3.
Biaya pemesanan khusus
4.
Biaya ekspedisi
5.
Selisih harga
6.
Terganggunya operasi
7.
Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya. Biaya kekurangan bahan baku sulit diukur dalam pabrik, terutama karena
kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara objektif. 2.1.3 Pengendalian Persediaan Menurut Kusuma (2004), terdapat beberapa keadaan yang memerlukan perhatian lebih, misalkan jika besaran yang digunakan dalam rencana jumlah persediaan ideal berubah maka solusi optimalnya juga berubah. Selanjutnya perlu dibahas penerapan konsep pengendalian persediaan dalam kegiatan actual perusahaan.
9
2.2 Evaluasi akibat perubahan ongkos Model perencanaan persediaan dikembangkan dengan didasarkan atas ongkos yang relatif tetap. Perlu diperhatikan perubahan elemen ongkos terhadap jumlah pesanan maupun produksi ekonomis. Karena EOQ/EPQ berbanding lurus dengan akar D (kebutuhan) dan O (ongkos pesan/setup), jika terjadi peningkatan kebutuhan atau ongkos pesan, maka EOQ/EPQ ikut naik; dan demikian pula sebaiknya. Karena EOQ/EPQ berbanding terbalik dengan akar biaya modal, ongkos kirim dan harga bahan, jika terjadi kenaikan biaya modal, ongkos simpan maupun harga bahan maka akan menurunkan jumlah EOQ/EPQ. Perubahan harga menjadikan jumlah pesanan bahan atau produksi komponen berubah. Untuk itu diperlukan suatu alat pemantau sehingga perubahan harga dapat diikuti segera dengan perubahan EOQ/EPQ. Dalam hal besaran yang cepat berubah, misalnya harga bahan, beberapa ahli menyarankan untuk menggunakan analisis sensitivitas. Pada kondisi ini ditetapkan batas perubahan harga bahan yang harus diikuti oleh tindakan. Jika perubahan harga bahan belum melampaui ambang batas maka tidak dilakukan tindakan apa-apa. Penyesuaian baru dilakukan jika perubahan harga bahan telah melewati ambang batas. 2.3 Sistem Persediaan Tepat Waktu (Just-in-Time Inventory System) Sistem persediaan tepat waktu (JIT) digunakan jika perusahaan hanya memproduksi atas dasar permintaan tanpa memanfaatkan tersedianya persediaan dan tanpa menanggung biaya persediaan. Setiap operasi hanya memproduksi untuk memenuhi permintaan dari operasi berikutnya. Produksi tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari proses selanjutnya yang menunjukkan permintaan produksi. Just-in-Time merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah nilai (non-value added activities). Syarat penggunaan JIT adalah adanya rencana kapasitas yang seragam, teknologi, pengendalian kualitas atas sumber bahan baku (pemasok), mengurang waktu set up dan pemasok lokal yang dekat (Assauri, 1993).
10
2.4 Istilah-istilah dalam industri penyamakan kulit Ada banyak istilah yang dipergunakan dalam industri penyamakan kulit diantaranya adalah : 1. Aniline Bahan celup transparan yang digunakan untuk kulit yang bagus, yang akan menyebar ke seluruh bagian kulit yang me-nimbulkan penetrasi yang bagus ke dalam kulit. 2. Aniline Leather Kulit yang telah dicelup hanya dengan bahan celup aniline transparan. 3. Buffing Proses pengamplasan yang menghaluskan tonjolan ataupun lubang tanpa mempengaruhi karakter alami dari kulit. 4. Chemical Tan Proses penyamakan dengan alum atau chrome. 5. Chrome Bahan kimia penyamak yang sangat bagus. 6. Cowhide Kulit mentah dari seekor sapi dewasa antara 45-60 kaki persegi. 7. Degreasing Proses membuang lemak dan minyak dari kulit mentah. 8. Dehair Proses membuang bulu dari kulit mentah menggunakan bahan kimia alkali. 9. Deliming Proses merendam kulit untuk netralisasi alkali dengan meng-gunakan bahan acid lemah. 10. Drum Dyeing (Vat Dyeing) Untuk menjamin penetrasi bahan celup secara penuh, kulit dimasukkan ke dalam bahan celup dan diputar-balik di dalam drum baja. 11. Dubbin Suatu bahan campuran lemak dan minyak yang digunakan untuk menghaluskan kulit.
11
12. Embossing Corak kulit luar buatan manusia yang bersifat permanen, ditambahkan melalui proses pemanasan dan tekanan terhadap kulit mentah bagian luar yang diperbaiki. Suatu proses dengan stamping yang akan memperbaiki tekstur kulit luar yg dirubah oleh proses buffing. 13. Finishing Suatu proses yang terjadi setelah pencelupan pertama seperti embossing atau buffing. Sebagai tambahan, untuk membuat kulit lebih tahan lama, bahan pewarna dapat diterapkan untuk menahan pengikisan selain untuk pengayaan warna. Proses ini biasanya memerlukan tiga atau empat pengerjaan coating. Semakin jadi suatu kulit maka akan semakin kaku. Kulit yang dicelup dengan aniline atau vat akan lebih lembut dibanding kulit jadi, meskipun ini bisa diatasi dengan proses milling. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelembutan termasuk kualitas tannin dan aniline yang digunakan. Pengerjaan paska-penyamakan seperti : dyeing, rolling, pressing, lackuering, antiquing, waxing, buffing, embossing, glazing, waterproofing, or flame proofing. 14. Fleshing Juga disebut sebagai trimming atau siding, adalah metode pembuangan lemak, daging serta tulang muda dari kulit mentah sebagai persiapan untuk penyamakan. Alat-alat yang digunakan seperti pisau dan fleshing beam. 15. Flesh Side Bagian dari kulit mentah yang sebelumnya menempel dengan kerangka hewan. 16. Full Aniline Kulit jadi yang telah dicelup dengan aniline tak punya zat warna, sehingga tanda-tanda alami tetap terpelihara. 17. Furs Kulit mentah yang disamak tanpa membuang rambut atau bulu. 18. Glazing Juga disebut Top Coating. Penggunaan resin polyurethane yang transparan sebagai lapisan pelindung untuk kulit yang membuat kulit menjadi sangat mengkilap.
12
19. Grain Bagian luar dari kulit. Pori-pori dan corak kerutan yang khas dari kulit. Bisa alami juga bisa diemboss. 20. Hide Kulit keseluruhan dari sapi atau hewan besar lainnya. 21. Kip Kulit dari anak sapi atau sapi kecil. 22. Milling Kulit yang disamak diputarbalikkan di dalam drum menggunakan panas dan air untuk menghaluskan grain. 23. Mineral Tanned Kulit yang disamak dengan sejumlah bahan mineral, utamanya chrome garam, alumunium dan zirconium. 24. Neck Wrinkles Kerutan alami di kulit bagian leher dan bahu. 25. Nude Finish Kulit yang dicelup vat tapi memiliki sedikit atau tanpa bahan finish pelindung. 26. Pelt Kulit dengan bulu yang masih belum disamak. 27. Pickling Proses yang menggunakan garam dan asam untuk mengawetkan kulit mentah hingga enam bulan. 28. Pure Aniline Kulit yang menerima pewarnaan hanya dari bahan celup. 29. Rawhide Kulit mentah yang sudah dicabuti bulunya dan dibersihkan yang belum disamak. 30. Semi Aniline Kulit yang sedikit ditingkatkan dan dicelup aniline yang ditutup dengan suatu lapisan yang nyata untuk menjamin konsistensi warna dan memberikan perlindungan terhadap noda.
13
31. Skinning Proses pengulitan hewan mati. 32. Slicking Out Proses mengikis permukaan kulit untuk membuang sisa air dan minyak dan membuang kerutan. 33. Snuff Pengamplasan secara halus terhadap permukaan kulit. 34. Splitting Shaving Process Setelah kulit mentah disamak dan sisa-sisa embun dibuang, kulit dimasukkan ke dalam mesin yang memotong kulit menjadi bagian top grain dan lapisan split. Setelah splitting, kulit diletakkan di mesin lain untuk meratakan ketebalannya. 35. Sulfuric Acid Bahan yang digunakan untuk pickling dan tanning. 36. Tannic Acid Bahan active yang terdapat dalam intisari sayuran yang digunakan untuk mengubah kulit mentah (hide dan skin) menjadi kulit (leather). 37. Tanning Seni pembuatan leather dari kulit mentah yang sesungguhnya pengawetan hide dan penyiapan untuk menyerap bahan celupan. Hal ini dapat dilakukan melalui proses kimia di dalam vat atau drum yang besar. 38. Tanning agents Kulit masa ini disamak dengan chromium sulphate yang mudah larut. Bahan sintetis serta bahan sayuran dari tumbuhan dan pepohonan juga mungkin digunakan sebagai kombinasi. 39. Top Coat Resin yang digunakan kepada kulit sebagai lapisan untuk membuat kulit sangat mengkilap. 40. Top Grain Ketika suatu kulit dibelah, Top Grain adalah lapisan paling atas atau lapisan sel berambut dari kulit yang memiliki grain yang alami. Dapat diperbaiki dengan pengamplasan atau buffing dan dilindungi dengan top coating.
14
2.5 Jenis-jenis Kulit Jadi Berbagai macam kulit hewan baik sapi, kerbau, kambing dan domba pada dasarnya dapat dibuat menjadi kulit-kulit dibawah ini. 1. Full Grain/Full Top Grain Leather Dikatakan demikian bila tidak diratakan atau tidak dihaluskan pada bagian atasnya. Jadi ketika bagian luar kulit secara utuh masih alami dipertahankan selama proses penyamakan dinamakan Full Grain Leather. 2. Corrected Grain Leather Kulit yang memiliki permukaan tambahan/buatan yang diemboss ke dalamnya setelah dihaluskan lebih bagian luar kulit yang kurang bagus. 3. Nappa Leather Mulanya hanya kulit domba yang dinamakan Nappa. Tetapi belakangan ini kata ‘Nappa’ menjadi istilah kulit lain yang berarti ‘lembut’ seperti kulit sapi Nappa. 4. Patched Leather Setelah kulit disamak, dicelup dan melalui proses akhir (finishing) sesuai keinginan, pengrajin yang terlatih kemudian memilih kulit yang cocok dalam warna dan teksturnya. Masing-masing lembaran kulit kemudian dipotong dengan tanganke dalam ukuran yang berbeda-beda, lalu dijahit ke dalam corak-corak berbentuk mosaik menjadi produk akhir yang berbeda dari lainnya. 5. Patent Leather Ketika kulit sapi dikerjakan dengan bahan akhir yang protektif seperti cat acrylic atau bahan tahan air untuk memproduksi hasil akhir yang sangat mengkilap. 6. Nubuck Leather Kulit aniline penuh yang telah dihaluskan/diratakan untuk menciptakan bintik (naps). Nubuck termasuk Top Grain Leather sehingga tak bisa dikategorikan sebagai Split atau Suede. Permukaan kulit aniline Nubuck disikat untuk menciptakan tekstur seperti beludru, sehingga seringkali dikira suede. Suede adalah bagian dalam dari potongan kulit, sedangkan Nubuck adalah efek yang timbul dari pengerjaan di bagian luar kulit.
15
7. Suede Leather Ketika kulit difinish melalui penghalusan dengan roda emory untuk menciptakan suatu permukaan yang berbintik (naps). Suede terbuat dari lapisan yang dipisahkan dari bagian top grain suatu kulit. 8. Pull-up Leather Kulit yang memperlihatkan efek warna meretak bila kulit ditarik ketat. Kulit ini menggunakan bahan celup full aniline, dan sebagai tambahan memiliki sejenis minyak dan/atau wax aplikasi, yang menyebabkan warna menjadi terlihat lebih muda ketika kulit ditarik. 2.6 Penelitian Terdahulu Analisis tentang pengendalian persediaan bahan baku telah banyak dilakukan. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan menigkatkan optimalisasi persediaan sehingga dapat meminimisasi biaya persediaan. Suprehatin (2002), melakukan penelitian tentang sistem pengadaan dan persediaan bahan baku rotan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode MRP terdiri dari teknik LFL, EOQ dan teknik PPB. Berdasarkan perbandingan pengendalian persediaan antara metode perusahaan dengan ketiga teknik tersebut, diperoleh hasil bahwa metode perusahaaan relatif lebih besar mengeluarkan biaya persediaannya dibandingkan dengan ketiga metyode MRP tersebut. Secara keseluruhan berdasarkan analisis perbandingan dan analisis penghematan antar metode MRP, teknik PPB bisa direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan. Kurniasari (2000), melakukan penelitian di PT Indricipta Aditama yang bergerak dibidang usaha produksi sepatu kulit, menganalisis system pengendalian bahan baku menggunakan MRP derngan tiga teknik yaitu LFL, EOQ dan PPB. Kesimpulan dari hasil penelitian ini dengan penerapan metode MRP pada perusahaan dapat menghemat jumlah dan biaya pembelian serta pemesanannya. Dari hasil perbandingan teknik yang digunakan, total biaya persediaan yang dapat dihemat adalah 74% dengan menggunakan teknik LFL, 49,2 % dengan EOQ dan 69% dengan teknik PPB.
16
Widyastuti (2001), melakukan penelitian tentang system pengendalian persediaan bahan baku susu kental manis di PT Indolakto, Sukabumi memperoleh hasil bahwa system pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan selama ini berdasarkan pengalaman pada masa lampau dimana perusahaan belum menggunakan metode yang khusus seperti EOQ, MRP atau Just in Time (JIT), salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal ini adalah dengan control stock untuk masing-masing bahan baku. Penelitian ini memperoleh bahwa frequensi pemesanan yang optimal menurut metode EOQ adalah 85 kali, gula 72 kali dan Milk Powder 21 kali. persediaan pengaman yang ditetapkan oleh perusahaan juga melebihi persediaan pengaman yang optimal, sehingga biaya penyimpanan tidak optimal. Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa tidak ada yang selalu menjadi metode terbaik, karena metode terbaik tersebut dapat diketahui dengan cara membandingkan antar metode-metode, sehingga akhirnya diketahui metode yang tepat bagi perusahaan, tergantung situasi dan kondisi perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah dari jenis bahan baku yang digunakan, jenis produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya sama, tetapi tergantung dari kondisi perusahaan, selain dipengaruhi oleh kapasitas produksinya juga kebijaksanaan manajemen dalam menjalankan perusahaannya, sehingga metode dengan teknik LFL dan EOQ hasilnya tidak mutlak selalu sama.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu kerangka yang berisi teori-teori yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas. Teori-teori yang dibahas dalam bab ini adalah mengenai klasifikasi persediaan, fungsi-fungsi bahan baku serta model-model dalam pengendalian persediaan bahan baku. 3.1.1 Teori Permintaan Menurut Sukirno (2005) menerangkan bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Permintaan individu atau suatu perusahaan terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah : 1. Harga barang itu sendiri 2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat 5. Cita rasa masyarakat 6. Jumlah penduduk 7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Tetapi, dengan asumsi yang dinyatakan ini, tidaklah berarti mengabaikan faktor-faktor yang lain. Tetap diperlukan analisis bagaimana permintaan suatu barang
dipengaruhi oleh
berbagai faktor lainnya, diantaranya adalah peramalan permintaan untuk masa yang akan datang.
18
P
S
H a r g a P2 D2
P1
D1 Q1
Q2
Q
Kuantitas Gambar 1. Kurva Peningkatan Permintaan Konsumen Ketika penjualan produk dari suatu perusahaan meningkat, maka hal tersebut mencerminkan bahwa meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen. Sehingga merupakan peluang bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Hal ini menyebabkan perusahaan harus memiliki persediaan produk di gudang dan melakukan perencanaan kebutuhan produk tepat waktu. Tetapi, seperti di tunjukkan pada gambar 1 di atas, perusahaan harus cermat untuk menyediakan
persediaan
tersebut,
agar
jangan
sampai
terlalu
banyak
(menimbulkan biaya tambahan) dan jangan terlalu sedikit (pelayanan konsumen terganggu) termasuk didalamnya adanya persediaan untuk mengantisipasi apabila terjadinya excess demand. 3.1.2 Klasifikasi Persediaan Menurut Indrajit dan Pranoto (2003) barang persediaan dapat dibagi atas beberapa jenis atau klasifikasi. Sekurang-kurangnya ada enam klasifikasi utama, yaitu 1.
Bahan baku (raw material) Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi, sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan.
19
2.
Barang setengah jadi (semi finished product) Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain.
3.
Barang jadi (finished product) Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual.
4.
Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts) Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Seringkali barang persediaan jenis ini disebut juga barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi, atau MRO materials (maintenance, repair and operation).
5.
Barang untuk proyek (work in progress) Barang-barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek baru.
6.
Barang dagangan (commodities) Barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.
Sedangkan menurut Handoko (2000), persediaan mempunyai beberapa jenis, yaitu 1.
Persediaan bahan mentah (raw materials) Persediaan barang-barang berwujud seperti baja, karet, kayu dan komponenkomponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
2.
Persediaan komponen-komponen rakitan (phurcased parts components) Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3.
Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi
20
tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4.
Persediaan barang dalam proses (work in process) Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5.
Persediaan barang jadi (finished goods) Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
3.1.2 Fungsi-fungsi persediaan Fungsi persediaan sangat penting bagi perusahaan karena persediaan dapat menjadi jalan keluar untuk menghindari penyerahan barang yang tidak tepat waktu, yang bisa saja disebabkab oleh kejadian tak terduga pada produksi dan estimasi permintaan pasar yang tidak akurat. Menurut Rangkuti (2002) fungsifungsi dari persediaan adalah : 1.
Fungsi “Decoupling” Fungsi ini merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier, persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan prosesproses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan.
Persediaan
yang
diadakan
untuk
menghadapi
fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuacion stock. 2.
Fungsi “Economic Lot Sizing” Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam
21
kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan sebagainya). 3.
Fungsi Antisipasi Apabila
perusahaan
menghadapi
fluktuasi
permintaan
yang
dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). Di samping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock/ inventories). 3.1.3 Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan memerlukan waktu ancang-ancang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak komponen yang harus dipesan untuk produk yang akan dibuat. Sistem pengendalian yang lebih sesuai untuk jenis-jenis barang yang menggambarkan permintaan yang tidak bebas adalah sistem rencana kebutuhan material (MRP) (Buffa dan Sarin, 1996). Berbeda dengan sistem persediaan tradisional yang mencoba untuk menyediakan persediaan setiap saat, sistem MRP merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan. MRP banyak memiliki kelebihan dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat, yaitu (Heizer dan Render, 1993): 1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan 2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja 3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik 4. Respon lebih cepat terhadap perubahan pasar
22
5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelanggan Banyak teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem MRP, berikut akan dibahas beberapa diantaranya : 3.1.3.1 Teknik Lot for Lot Dalam teknik ini, perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut. Pesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi persediaan yang ada di tangan pada periode-periode awal dan diharapkan pesanan akan diterima pada saat barang tersebut dibutuhkan. Karena model ini hanya memesan sebesar yang dibutuhkan, maka pada periode-periode berikutnya setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada di tangan, sehingga kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang kemudian dipesan dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya (Buffa dan Sarin, 1996). Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan persediaan yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tetap seperti ukuran konteiner tetap dan prosedur-prosedur standar lainnya (seperti potongan pembelian dan jaminan kontinuitas pasokan bahan baku) karena kuantitas yang dibeli dalam jumlah kecil disesuaikan dengan kebutuhan bersihnya setiap periode. 3.1.3.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ Model) Teknik Economic Order Quantity (EOQ) secara intuitif menarik karena meminimumkan biaya inkremental berkaitan dengan pengisian kembali sediaan. a. Model EOQ Dasar (Basic EOQ Model) Model EOQ ini relatif mudah digunakan, tetapi memiliki beberapa asumsi. Asumsi yang sangat penting adalah (Heizer, J. dan B. Render, 1993): 1. Permintaan rata-rata bersifat kontinu dan konstan. 2. Waktu tenggang pasokan (suplai) konstan.
23
3. Setiap mata sediaan bersifat independen. 4. Harga beli dan parameter biaya pemesanan dan biaya penyimpanan konstan. 5. Jumlah pemesanan, EOQ sama dengan jumlah yang dikirim (delivery quantities).
Biaya persediaan
Biaya
Biaya penyimpanan (QH/2) Biaya pemesanan (DS/Q)
Biaya total minimum
Kuantitas Pemesanan Kuantitas pemesanan optimal (Q*) Gambar 1. Biaya Total Sebagai Fungsi Dari Kuantitas Pemesanan Sumber : Heizer , J. dan B. Render, 1993. Keterangan Gambar : Q
: Jumlah per pesanan
Q*
: Jumlah pemesanan optimum per pesanan
D
: Permintaan dalam unit untuk pemesanan
S
: Biaya pemesanan per pesanan
H
: Biaya penyimpanan per unit per tahun Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan
total biaya persediaan. Dengan asumsi-asumsi tersebut di atas, biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain adalah konstan, sehingga dengan meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimumkan biaya total.
24
Pada Gambar 1, titik kuantitas pemesanan optimum (Q ) terjadi pada saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan (DS/Q = QH/2), sehingga Q*=
( 2 DS ) / H
b. Model EOQ dengan Pengisian Tidak Sesaat, Production Order Quantity Dalam model persediaan yang telah dibahas di atas, sebelumnya kita selalu mengasumsikan bahwa seluruh pemesanan persediaan diterima dalam satu waktu. Perusahaan bisa saja menerima persediaan tersebut melebihi periode waktu yang telah ditentukan. Oleh karena model ini lebih cocok untuk lingkungan produksi, maka sering dinamakan model kuantitas pemesanan produksi. Model ini berguna ketika perkembangan persediaan terus meningkat dan asumsi-asumsi EOQ tradisional valid. Dengan menggunakan simbol-simbol di bawah ini. kita dapat mendeterminasi biaya penyimpanan persediaan selama produksi berjalan : Q
: Jumlah per pesanan
H
: Biaya penyimpanan per unit per tahun
p
: rata-rata produksi per bulan
d
: rata-rata permintaan per bulan, atau tingkat penggunaan
t
: Lama waktu produksi berjalan (Hari)
1. Biaya penyimpanan persediaan tahunan = tingkat persediaan rata-rata x H 2. Tingkat persediaan rata-rata = tingkat persediaan maksimum/2 3. Tingkat persediaan maksimum = total produksi selama produksi berjalan – total yang digunakan selama produksi berjalan = Pt -Dt
25
Karena Q = total produksi = pt, dan t = Q/p. Maka, Tingkat persediaan maksimum
= p [Q/p] - d [Q/p] = 0 = Q-/p)Q = 0 = Q[l-/p]
4. Biaya penyimpanan persediaan = tingkat persediaan maksimum x H/2 = Q/2[l-d/p]H Q
*
p
dapat digunakan untuk menentukan pemesanan optimum atau kuantitas
produksi ketika persediaan diproduksi. dimana : Q*p =
2 DS / H [1 − (d / p )]
Permintaan
Persediaan maksimum waktu
t Gambar 2. Perubahan Tingkat Persediaan Untuk representation Produksi. Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.
c.
Model EOQ dengan Pemesanan Kembali (EOQ Back Order Inventory) Asumsi dasar dari model ini adalah sama dengan model-model
sebelumnya, tambahan adalah penjualan tidak akan hilang karena adanya kekurangan bahan baku. Beberapa variabel yang bisa digunakan ialah :
26
Q
: Kuantitas per pesanan
D
: Permintaan dalam unit
H
: Biaya penyimpanan per unit per unit per tahun
S
: Biaya pemesanan per pesanan
B
: Biaya "back-ordering" per unit per tahun
b
: Unit yang ada setelah pesanan kembali terpenuhi
Q-b : Jumlah pemesanan kembali {back-ordering) Kita
bisa
menggunakan
kalkulus
untuk
menentukan
Q*
dan
b*
Q* = Jumlah pesanan optimum dalam unit =
2 DS / H [( H + B ) B ](b)
= Unit yang ada setelah pemesanan kembali =
[2 DS / H ][( B + H ) H ] atau b* = Q [B/(B+H)]
Sehingga Q*- b = Jumlah optimum pesanan kembali dalam unit = Q* - Q* [B/(B+H)]
Persediaan di tangan maksimum Pemesanan Kembali maksimum Tingkat Persediaan (unit) Gambar 3. Perubahan Persediaan Sepanjang Waktu dengan Pemesanan kembali Sumber : Heizer, J. dan B. Render, 1993.
27
Keterangan gambar : Q : Kuantitas pesanan dalam unit b : Kuantitas yang ada setelah pesanan kembali
d. Model EOQ dengan Potongan Kuantitas (EOQ, Quantity Discount Model) Potongan kuantitas merupakan pengurangan harga untuk barang yang dibeli dalam jumlah besar. Pesanan untuk kuatitas dengan potongan harga terbesar tidak selalu meminimumkan biaya, sebab pada saat potongan kuantitas meningkat, biaya produk menurun, tetapi penyimpanan meningkat. Model-model EOQ di atas yang lebih logis diterapkan ialah model EOQ dengan Potongan Kuantitas, karena pada umumnya dengan pembelian yang besar, perusahaan seringkali memperoleh potongan kuantitas dari pemasok. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka operasional penelitian diawali dengan melihat permasalahan yang terjadi di perusahaan, kemudian mengidentifikasi kondisi perusahaan yang berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang ditetapkan perusahaan sehubungan dengan pembelian bahan baku dan rencana produksi pada periode tertentu. Beberapa hal yang terkait dalam pembelian yaitu jenis dan asal bahan baku, kualitas, volume pemakaian, waktu tunggu serta biaya persediaan yang meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Kedua biaya ini dipilih karena merupakan biaya yang dominan pada
sebagian
besar
perusahaan
terutama
yang
bergerak
dibidang
manufaktur/pabrik. Dengan data-data yang telah disebutkan di atas dapat dianalisis pengendalian persediaan bahan baku. Pada analisis persediaan bahan baku kulit didasarkan pada dua golongan besar bahan baku, yaitu grain dan split. Grain adalah Bagian luar dari kulit sapi dan split adalah bagian dalam dari kulit. Selanjutnya untuk mengetahui apakah sistem persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan sudah optimal atau belum dengan biaya persediaan yang minimum, maka dilakukan analisis
28
pengendalian persediaan bahan baku kulit dengan metode yang digunakan perusahaan dan metode yang digunakan dalam penelitian, yaitu : Lot for Lot dan EOQ Metode ini cocok digunakan untuk tipe permintaan terikat, selain itu juga metode ini mampu menghindari adanya pemborosan pembelian bahan baku secara berlebihan dan menghindari kekurangan persediaan, yang ada pada akhirnya memperlancar stabilitas kegiatan produksi perusahaan. Setelah diperoleh hasil dari ketiga metode MRP, kemudian dibandingkan dengan metode yang digunakan perusahaan. Analisis perbandingan meliputi perbandingan antar metode pada tiap jenis bahan baku kulit dan pada keseluruhan bahan baku kulit. Perbandingan antar ketiga metode bertujuan untuk memperoleh tingkat persediaan bahan baku yang optimal dengan biaya persediaan yang minimum. Selanjutnya dilakukan analisis penghematan dengan menghitung selisih antara nilai pada metode alternatif dengan nilai metode perusahaan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai pada metode perusahaan,. Berdasarkan hasil analisis perbandingan dan analisis penghematan tersebut, kemudian ditentukan metode terbaik untuk direkomendasikan pada perusahaan sebagai alternatif sistem pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. Secara ringkas alur kerangka pemikiran opersional persediaan bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.
29
30
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mastrotto Indonesia, yang terletak di Jalan Lintang Raya Kav IV dan V, Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu produsen kulit terbesar di dunia dan memiliki persediaan bahan baku dengan kuantitas yang sangat besar. Pengumpulan data ini sendiri dilaksanakan pada bulan Januari 2008 sampai Maret 2008 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder. Data primer didapatkan melalui suatu pengamatan langsung dan wawancara terhadap bagian-bagian tertentu di perusahaan yang terkait dengan penelitian guna mendapatkan data yang dibutuhkan, seperti Manajer HRD, Manajer produksi, Staff administrasi serta para Leader-leader di lapangan. Sementara itu data sekunder didapatkan dari laporan-laporan manajemen perusahaan terutama dari bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) diantaranya adalah laporan bulanan dan laporan tahunan perusahaan. Laporan ini mengandung data kebutuhan bahan baku selama periode tertentu, data pemesanan yang mencakup frekuensi dan tenggang waktu pemesanan, biaya-biaya persediaan, dan data-data yang lainnya. Selain itu, data sekunder juga dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain seperti literatur, hasil penelitian terdahulu, bahan pustaka, maupun dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi yang terkait. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain : 1. Data produksi dan penjualan 2. Sumber bahan baku 3. Data pemakaian bahan baku 4. Waktu tunggu pembelian bahan baku
31
5. Harga bahan baku 6. Biaya-biaya persediaan 7. Gambaran umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, ketenagakerjaan, dan struktur organisasi 8. Target produksi PT. Mastrotto Indonesia 4.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh mengenai sistem pengolahan bahan baku akan
dianalisis secara kuantitatif dan kemudian akan diuraikan dalam bentuk deskriptif. Dalam melakukan analisis, data yang diperoleh akan ditabulasikan dan diolah secara matematis dengan menggunakan kalkulator dan program komputer. Data yang diperoleh dari hasil analisis tersebut lalu dibandingkan untuk mencari suatu alternatif metode yang tepat untuk diterapkan pada perusahaan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan. Dalam menganalisis pengendalian persediaan, maka langkah awal yang ditempuh
yaitu
mengidentifikasi
kondisi
perusahaan
dalam
melakukan
manajemen pengendalian persediaan bahan bakunya. Selain itu, kebijakankebijakan perusahaan untuk produksi dan pembelian bahan baku patut diketahui. Cara pemesanan dan besar pesanan selama ini juga harus dipertimbangkan. Perlu juga diketahui bagaimana kondisi pesanan pembelian antara perusahaan dan pemasok, kapasitas penyimpanan yang tersedia dan proses pencatatan bahan baku yang dilakukan. Langkah selanjutnya adalah penentuan bahan baku pokok perusahaan yng akan sangat berguna dalam analisis pengendalian bahan baku. Hal ini dikarenakan dengan melakukan pengendalian persediaan atas bahan baku pokok akan berarti melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar.
32
4.4 Asumsi-Asumsi yang Digunakan 1. Besarnya bahan baku yang dipesan tersebut dapat memenuhi kebutuhan produksi sesuai kriteria yang diharapkan. 2. Analisis
kuantitatif
pada
penelitian
ini
tidak
memperhitungkan
persediaan pengaman.
4.5 Analisis Kuantitatif Persediaan Bahan Baku 4.5.1 Biaya-Biaya Persediaan Analisis yang dilakukan melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Sebelumnya perlu ditentukan terlebih dahulu komponenkomponen biaya persediaan yang terjadi. Biaya persediaan yang dimaksud meliputi biaya persediaan bahan baku dan biaya penyimpanan bahan baku. Adapun biaya pemesanan bahan baku adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan-bahan dari penjual, termasuk semua biaya administrasi penempatan dan penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faksimili, surat menyurat), biaya pengangkutan dan bongkar muat dan biaya pemeriksaan. Biaya pemesanan setahun dihitung dengan cara : TC = F x C dimana : TC : Biaya pemesanan setahun F : Banyak pesanan selama setahun C : Biaya pemesanan per pesanan Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang berkenaan
dengan
diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan rata-rata persediaan yang
33
terdapat di gudang. Komponen biaya penyimpanan yaitu biaya gudang, upah, dan gaji pengawas dan karyawan gudang, biaya peralatan penanganan bahan di gudang (listrik dan air), biaya administrasi gudang, biaya asuransi atas persediaan yang dimiliki, pajak atas investasi dalam persediaan tersebut. Biaya penyimpanan setahun dihitung dengan cara : 12
Th = ∑ tHi i =1
dengan :
tHi
= Qri x h
Qri
= (Qawi + Qaki) / 2
tHi
= [(Qawi + Qaki) / 2] x h
dimana : Th
: Biaya penyimpanan setahun
tHi
: Biaya penyimpanan per bulan
Qri
: Tingkat persediaan rata-rata bulan i
h
: Biaya penyimpanan / unit / bulan
Qawi
: Tingkat persediaan awal bulan i
Qaki
: Tingkat persediaan akhir bulan i
Volume pemakaian bahan baku menunjukkan besar permintaan bahan baku, yang termasuk salah satu variabel penentu dalam penentuan kuantitas pesanan optimal. Seluruh data tersebut didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan dan pendugaan berdasarkan informasi-informasi yang relevan.
4.5.2 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengendalian persediaan MRP yang termasuk ke dalam sistem rencana kebutuhan bahan. Teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot pada sistem MRP
34
diantaranya adalah teknik Lot for Lot dan teknik EOQ. Dalam model MRP digunakan format seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Format Rencana MRP Uraian
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Kebutuhan Kotor (Kg) Proyeksi Persediaan di Tangan (Kg) Kebutuhan Bersih (Kg) Rencana Penerimaan Pesanan (Kg) Rencana Pelaksanaan Pesanan (Kg) Sumber : Buffa, S. Eldwood, 1996 Langkah pertama adalah menentukan kebutuhan kotor bahan baku. Kebutuhan kotor ini adalah rencana pemakaian bahan baku perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan persediaan pengaman {safety stock). Sedangkan proyeksi persediaan di tangan adalah perkiraan persediaan awal yang ada di tangan dalam suatu periode. Jika tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak terdapat rencana penerimaan pesanan pada periode adalah proyeksi persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor untuk periode tersebut maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan kotor untuk periode tersebut, maka
35
kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah kebutuhan kotor dikurangi jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan periode tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan rencana penerimaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu perode. Besamya ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot {lot sizing technique). Adapun yang dimaksud dengan rencana pelaksanaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pelaksaan pesanan besarnya sama dengan rencana penerimaan pesanan, hanya saja periode pelaksanaan adalah sebesar waktu ancang-ancang sebelum rencana penerimaan pesanan. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir meninggalkan persediaan dan kemudian tingkat persediaan diisi dengan barang yang dipesan.
4.5.2.1 Teknik Lot for Lot Dalam Teknik Lot for Lot, perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan. Perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih dahulu apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup besar, sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai diperkirakan persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selama waktu ancang-ancang dan tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya. Dengan pelaksanaan teknik ini, maka proyeksi persediaan di tangan untuk periode-periode dimana sudah terdapat dan rencana penerimaan pesanan pada periode sebelumnya dapat ditekan sampai sebesar nol.
36
4.5.2.2 Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya (penyimpanan dan pemesanan). Ukuran lot yang dapat meminimumkan biaya persediaan dapat dicari dengan rumus :
EOQ =
dimana : R
2 RC H : Permintaan yang diperkirakan tiap periode
C
: Biaya pemesanan per pesanan
H
: Biaya penyimpanan per unit per periode
EOQ
: Optimum order sizing
Dengan teknik EOQ dapat diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal, maka dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for Lot, besar pesanan adalah sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Biaya-biaya yang diperlukan dalam teknik ini yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya lain adalah konstan, sehingga dengan meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan berarti juga meminimumkan biaya total. Jika persediaan awal cukup besar, maka perusahaan tidak melakukan rencana penerimaan bahan baku sampai persediaan awal tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya.
37
4.6
Definisi Operasional
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut : 1. Bahan baku, yaitu bahan yang menjadi bagian dari produk jadi dan mempunyai proporsi terbesar dalam memproduksi suatu produk jadi. Bahan baku yang diteliti adalah Grain dan Split dan dihitung dengan satuan square feet (Sqf). 2. Persediaan, yaitu sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan atau sumberdaya yang digunakan untuk masa yang akan dating. Persediaan yang dianalisis adalah jumlah persediaan selama satu tahun produksi yaitu selama Januari – Desember 2007. 3. Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang timbul karena adanya investasi persediaan dan besarnya dipengaruhi oleh kuantitas persediaan yang dipegang. Untuk itu, biaya-biaya yang tidak berubah seiring dengan perubahan kuantitas persediaan tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan, biaya penyimpanan dihitung dalam satuan rupiah (Rp). 4. Biaya pemesanan, yaitu biaya yang terkait langsung dengan frequensi pemesanan yang dilakukan perusahaan. 5. Waktu tunggu, yaitu tenggang waktu antara pemesanan bahan baku sampai bahan baku tersebut diterima oleh perusahaan. Dihitung dalam satuan hari 6. Harga bahan baku, yaitu harga rata-rata bahan baku perbulan berdasarkan pemesanan yang dilakukan perusahaan. Harga bahan baku kulit dihitung dalam satuan rupiah (Rp).
38
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Mastrotto Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyamakan kulit, khususnya memproduksi kulit untuk kebutuhan industri otomotif dan furnitur. PT. Mastrotto Indonesia akan mengembangkan produk yang hasilnya untuk kebutuhan bahan baku industri sepatu, langkah itu dilakukan untuk ikut serta dalam upaya mempercepat proses pemulihan perekonomian di Indonesia. PT Mastrotto Indonesia adalah perusahaan modal asing yang diresmikan pada 11 Agustus 2004, beralamat di Jl. Lintang Raya Kav. F4-F5, Kawasan Industri Sentul Bogor, Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Pendiri dan pemegang saham terbesar adalah Grup Mastrotto. Dalam kegiatannya, Mastrotto Indonesia mengolah ulang lanjutan dari bahan crust yang didatangkan dari Grup Mastrotto menjadi kulit jadi. Sebagai pemegang saham terbesar, grup Mastrotto yang mulai didirikan tahun 1958 di Italia merupakan perusahaan kulit terkemuka di dunia. Hingga kini, perusahaan ini telah mempekerjakan sekitar 1.600 pegawai dengan turn over 400 juta Euro per tahun. Merek ”Mastrotto” juga sudah dikenal dunia dan telah terdaftar secara internasional. Sejak tahun berinvestasi di Indonesia, nilai ekspornya mencapai 40 juta dollar AS. Kemudian, tahun kedua meningkat menjadi 70 juta dollar AS. Tahun 2007, Mastrotto berhasil meningkatkan nilai ekspor menjadi sekitar 110 juta dollar AS. Namun pada tahun 2007, PT Mastrotto Indonesia sempat terganjal oleh permasalahan hak paten, produsen kulit ini digugat oleh pemegang hak paten dari Malaysia. pada tahun 2003 merek dan logo Mastrotto sudah dipatenkan di Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Indonesia oleh perusahaan Indonesia bernama PT Mastrotto Lestari yang kemudian menjadi PT Louis Scheweizer. akibat kasus ini pihak, pihak mastrotto yang memiliki merek ini sejak berdirinya, kini justru dijadikan tersangka oleh kepolisian. Tetapi, masalah ini akhirnya terselesaikan dengan PT Mastrotto Indonesia sebagai pemenang.
39
5.2 Visi dan misi perusahaan
Adapun visi dari PT Mastrotto Indonesia adalah menjadi perusahaan besar di bidang penyamakan kulit dengan menghasilkan kulit yang berkualitas tinggi. Adapun misi PT Mastrotto Indonesia adalah pengiriman pesanan dengan cepat untuk membantu para konsumen membuat perencanaan yang tepat dari segi waktu dan biaya yang efisien, sehingga hal tersebut akan menjadikan para konsumen akan merasa bahwa PT Mastrotto Indonesia adalah bagian dari mereka, dan membantu untuk ikut serta dalam upaya mempercepat proses pemulihan perekonomian di Indonesia dengan menyerap tenaga-tenaga kerja Indonesia, sehingga mengurangi pengangguran. 5.3 Struktur Organisasi dan Tugas-tugasnya
PT Mastrotto Indonesia dipimpin oleh seorang General Manager (GM) yang bertanggung jawab atas penentuan kebijaksanaan perusahaan dan berwenang dalam pengambilan keputusan secara umum serta bertanggung jawab terhadap pemegang saham. General Manager membawahi delapan departemen, yaitu : 1.
Departemen Human Resource and Development (HRD)
2.
Departemen Information and Technology (IT)
3.
Departemen Sales and Marketing
4.
Departemen Finance and Accounting
5.
Departemen General Affair (GA)
6.
Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)
5.4 Sumberdaya Manusia
Untuk mencapai visi dan misinya, PT Mastrotto Indonesia senantiasa melakukan
pembinaan
meningkatkan
dab
kompetensi
pengembangan masing-masing
sumberdaya individu
manusia
untuk
guna
menciptakan
keunggulan dalam persaingan usaha. Oleh karena itu, seluruh bagian organisasi harus mau bekerjasama dan saling mendukung demi kemajuan perusahaan.
40
Ketenagakerjaan
Karyawan di PT Mastrotto Indonesia berjumlah sekitar 424 orang, yang sebagian besar merupakan karyawan bagian pabrik. Karyawan bekerja delapan jam perhari, dengan lima hari kerja dalam seminggu yaitu hari senin sampai jum’at, jam kerja dimulai 08.00-17.00 dengan waktu istirahat 1 jam. Bagi karyawan bagian produksi, dengan enam hari kerja dari senin sampai sabtu. Jam kerja digilir menurut shift, yaitu : 1.
Shift 1 dari pukul 06.00-14.00
2.
Shift II dari pukul 14.00-22.00
3.
Shift III dari pukul 22.00-06.00 Pada setiap Shift disediakan waktu istirahat 1 jam, gaji karyawan
diberikan pada setiap akhir bulan, sedangkan upah lembur dan uang makan diberikan setiap akhir minggu. PT Mastrotto Indonesia juga memperhatikan halhal yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan, antara lain meliputi jaminan perawatan kesehatan, pemberian seragam kerja, asuransi sosial tenaga kerja, dan cuti karyawan. 5.5 Skala Industri
Badan pusat statistik (2002), Mengklasifikasikan skala industri berdasarkan tenaga kerja yang dimiliki suatu industri. Skala industri tersebut dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu : 1.
Industri Besar Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih
2.
Industri Sedang Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 20-99 orang
3.
Industri Kecil Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 5-19 orang
4
Industri Kerajinan Rumah Tangga Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 1-4 orang Berdasarkan jumlah tenaga kerja tersebut, maka PT Mastrotto Indonesia
dapat digolongkan sebagai industri besar karena jumlah yang dimiliki perusahaan sebesar 424 orang.
41
5.6 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku
Perencanaan bahan baku adalah menentukan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk produksi mendatang. Perencanaan pengadaan bahan baku ini dilakukan oleh Production Planning and Inventory Control (PPIC) berdasarkan atas skedul rencana roduksi yang telah direncanakan. dalam membuat skedul rencana produksi didasarkan atas beberapa hal, yaitu Supply Order (SO) yang dibuat oleh Marketing Department, kapasitas produksi dan keterbatasan produk akhir (finished goods) yang ada di warehouse department. SO merupakan permintaan produk dari Marketing Department yang berisikan tentang jenis produk dan periode pengambilan produk akhir yang dikeluarkan setiap ada pemesanan oleh konsumen. perencanaan pengadaan bahan baku ini diawali dari bagian pemasaran mengirimkan pesanan ke bagian raw material, kemudian PPIC membuat rencana produksi dengan sebelumnya menghitung kebutuhan bahan baku dan pemesanan jika bahan baku di gudang mengalami kekurangan maka melakukan pemesanan ke bagian (purchasing) pembelian. Bagian produksi melaksanakan perencanaan produksi yang sudah dibuat PPIC. Sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku terhadap permintaan produk, perusahaan memiliki persediaan untuk tiga bulan. Bagian pemasaran akan mengajukan data produk dalam bentuk purchase request (PR), PR tersebut berisi tentang jenis barang, jumlah barang yang akan dipesan dan jadwal pengiriman. Sebelum PR tersebut dilanjutkan ke bagian lain, terlebih dahulu dilakukan evaluasi kebutuhan material, jika sudah pasti dilaporkan ke manajer PPIC untuk di tandatangani dan diolah lebih lanjut. Data dari PPIC ini disebut weekly production order (WPO), dimana biasanya dilaporkan ke bagian raw material disebut juga bagian prepare. Selanjutnya bagian raw material memeriksa persediaan bahan baku digudang. jika persediaan tersebut tidak memenuhi total kebutuhan produksi maka, menurut kebijakan perusahaan, maka bagian raw material membuat PR untuk dilaporkan ke bagian purchasing. Setelah PR tersebut diolah kemudian dilaporkan ke manajer pusat untuk mendapat persetujuan order. Setelah didapat persetujuan, PO (Purchasing Order) dapat dibuat dan diberikan kepada pemasok (supplier).
42
Pemasok akan mengirimkan barang pesanan disesuaikan dengan waktu tenggang pengadaan bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan. Kedatangan bahan baku diterima oleh bagian gudang dan QC (Quality Control) untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan kuantitas yang dipesan. Jika memenuhi kriteria QC, maka, dibuatkan SR (Stock Received). Selanjutnya bagian gudang, akan melakukan penyimpanan dan melaporkan bukti penerimaan barang ke bagian keuangan. Setelah semuanya berkas disetujui maka, bagian gudang akan mempersiapkan bahan baku sesuai dengan permintaan untuk dilakukan proses produksi. Secara lebih rinci proses perencanaan dan penerimaan bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 5. Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia
43
5.7 Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Penerimaan Bahan Baku 5.7.1 Prosedur Pembelian Bahan Baku
Pembelian bahan baku dilakukan
jika suatu perusahaan tidak
memproduksi sendiri bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk. Prosedur pembelian merupakan cara-cara pembelian bahan baku yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Kegiatan pembelian bahan baku oleh PT Mastrotto Indonesia dilakukan oleh bagian purchasing. Berdasarkan data dari bagian gudang berupa permintaan pembelian (purchase request) jika barang yang hendak dibeli tersebut merupakan barang impor, maka harus berkoordinasi dengan pihak Impor Department. Secara keseluruhan bahan baku yang digunakan oleh PT Mastrotto Indonesia diperoleh dari pemasok luar negeri, ada sekitar 24 suplier aktif hingga saat ini. Kriteria yang digunakan dalam menentukan pemasok adalah harga yang ditawarkan harus bersaing, ketersediaan barang, kualitas yang harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, pengiriman tepat waktu (delivery time), serta mudah dihubungi dan tanggap untuk menerima komplain. Setelah lembaran PR diubah menjadi lembaran PO (Purchasing Order), pemasok mengirimkan barang yang dipesan dan diterima oleh petugas warehouse, beserta surat jalan (pick slip) dan copy PO. Secara umum prosedur pembelian bahan baku yang dilakukan PT Mastrotto Indonesia pada prinsipnya sama, yaitu : 1.
Perusahaan menempatkan order kepada pemasok yang mempunyai spesifikasi sesuai kriteria bahan baku yang dibutuhkan (kualitas, kuantitas)
2.
Jika pemasok bersedia memenuhi permintaan perusahaan, selanjutnya dilakukan negosiasi harga antara pihak perusahaan (bagian pembelian) dengan pihak pemasok.
3.
Jika telah terjadi kesepakatan baik itu mengenai harga, kuantitas, kualitas, cara pembayaran maupun kapan tersedianya bahan baku, maka perusahaan mengajukan Purchase Order (PO) yang antara lain berisi spesifikasi bahan baku, harga, jumlah dan delivery
4.
Perusahaan menerima copy PO ke pemasok, selanjutnya pemasok mengirim dokumen impor ke perusahaan
44
5.
Perusahaan mengurus izin impor pemasukan barang ke bea cukai untuk memperoleh Delivery Order (DO)
6.
Perusahaan menyerahkan DO dan Bill of Landing atau BILL kepada maskapai pelayaran untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan
7.
Barang diterima oleh perusahaan dan pihak pemasok melaporkan bahan baku yang dibawa kepada bagian gudang. Selanjutnya bagian gudang dan QC memeriksa bahan baku yang diterima sesuai dengan perjanjian yang ditulis pada PO
8.
Bagian gudang melaporkan hasil perhitungan bahan baku yang diterima dari pemasok kepada bagian administrasi pabrik berupa laporan penerimaan bahan baku.
9.
Pembayaran dilakukan oleh bagian administrasi pabrik yang sebelumnya telah menerima sejumlah uang yang akan dibayarkan ke pemasok dari bagian keuangan
5.7.2 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan terhadap baik atau tidaknya produk yang dihasilkan. Bahan baku dengan mutu yang baik dan jumlah yang proporsional akan menghasilkan produk yang bermutu. Penerimaan bahan baku Grain dan Split oleh perusahaan harus melewati proses pemeriksaan oleh bagian gudang dan QC, agar bahan baku yang masuk sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas perusahaan yang telah ditetapkan agar mutu bahan tersebut tetap baik hingga pemakaiannya. Bagian QC yang bekerjasama dengan bagian gudang melakukan pengawasan terhadap mutu. Bahan baku yang masuk akan diterima oleh petugas gudang untuk memeriksa kelengkapan dokumen pengiriman bahan dan menghubungi bagian QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang masuk. Bahan baku yang telah diterima kemudian dibongkar dan dianalisis secara fisik, jika bahan bakunya tidak memenuhi persyaratan perusahaan, maka ada dua alternatif yang dilakukan, pertama ialah dikembalikan ke pemasok dan kedua ialah tetap diterima asalkan harga bahan baku tersebut diturunkan.
45
Dikarenakan semua bahan baku berasal dari impor, maka biasanya alternatif kedua sering menjadi kesepakatan kedua belah pihak. 5.7.3 Penyimpanan Bahan Baku
Barang-barang yang masuk diterima dan diperiksa oleh bagian penerimaan akan disimpan di gudang. Bagian penyimpanan bertugas memasukkan stock ke dalam gudang bahan baku dan mengeluarkannya serta menjaga agar tidak terjadi kerusakan selama penyimpanan. Setiap hari bagian penyimpanan melakukan pemasukan data ke komputer untuk mengetahui jumlah barang yang keluar, maka dapat diketahui sisa barang yang ada di gudang. Jika stock menipis, maka bagian penyimpanan akan mengeluarkan purchase order. Bagian penyimpanan juga bertanggung jawab atas kebersihan ruang penyimpanan. Dalam penyimpanan dan pengeluaran barang diterapkan sistem FIFO (First in First Out) 5.8 Sistem Pengadaan Bahan Baku
Tujuan pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku kulit bagi perusahaan adalah untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku (stock out), karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan atau adanya keterlambatan penerimaan bahan baku, akan menghambat jalannya produksi. Sedangkan tujuan akhir dari adanya persediaan tersebut adalah untuk memenuhi target sebesar 6.000.000 sqf per bulan nya. Pada Tabel 4. PT Mastotto Indonesia selama tahun 2007 membeli bahan baku grain sebanyak 248.126.100 sqf dan Split sebanyak 52.119.750 sqf, Perusahaan melakukan pembelian bahan baku Grain rata-rata per bulannya 20.677.175 sqf, sedangkan Split rata-rata per bulannya 4.343.313 sqf. Pembelian bahan baku Grain tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada bulan November, Juli dan April yaitu berturut-turut sebesar 45.144.600 sqf, 36.922.050 sqf dan 31.087.850 sqf. Sedangkan untuk bahan baku Split dengan pembelian terbesar adalah pada bulan November, Agustus dan Juli yaitu berturut-turut sebesar 12.967.600 sqf, 7.084.300 sqf dan 5.854.350 sqf.
46
Tabel 4. Perkembangan Pembelian Bahan Baku (sqf) Tahun 2007 Bulan
Jenis Bahan Baku Grain
Split
Januari
3.791.500
1.863.850
Februari
19.737.200
2.428.800
Maret
15.259.150
3.966.400
April
31.087.850
2.100.650
Mei
26.834.500
1.909.550
Juni
14.231.700
4.360.250
Juli
36.922.050
5.854.350
Agustus
19.590.600
7.084.300
September
14.397.550
1.852.050
Oktober
13.942.650
4.649.250
November
45.144.600
12.967.600
Desember
7.186.750
3.082.700
Total
248.126.100
52.119.750
Rata-rata
20.677.175
4.343.313
Sumber : Bagian PPIC, PT MI, 2007
Sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku, perusahaan menyimpan persediaan bahan baku untuk tiga bulan. Hal ini bertujuan sebagai antisipasi kebutuhan bahan baku selama waktu tunggu (tiga bulan) sampai periode pemesanan berikutnya. Berdasarkan Gambar 5, pembelian bahan baku grain dan split selama satu tahun mengalami pembelian yang fluktuatif, terkadang hal ini disebabkan karena terjadi jumlah pesanan yang besar sedangkan persediaan bahan baku menipis.
Gambar 6. Perkembangan Pembelian Bahan Baku PT Mastrotto Indonesia, Tahun 2007
47
5.9 Jenis-jenis Produk yang Dihasilkan
PT Mastrotto Indonesia mengolah ulang lanjutan dari bahan crust yang didatangkan dari Grup Mastrotto menjadi kulit jadi, untuk kebutuhan industri otomotif (jok mobil) dan furniture. Bahan baku utamanya antara lain grain dan split. Beberapa produk PT Mastrotto Indonesia tersebut selain dipasarkan secara nasional juga dipasarkan internasional ke beberapa kawasan seperti Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia timur, Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, dan Kepulanan Oceania. Beberapa produk dari PT Mastrotto Indonesia adalah sebagai berikut :
1. CLEAR – Grain Kegunaan : Bahan untuk alas kaki 2. CARUS SUPER PERLÉ – Grain Kegunaan : Bahan baku alas kaki 3. MANHATTAN – Grain Kegunaan : Bahan baku alas kaki 4. RIACE – Grain Kegunaan : Barang-barang yang dari kulit (jok, sofa) 5. SNOWBUT SOFT – Grain Kegunaan : Bahan baku untuk alas kaki 6. TREASURE SUPER – Grain Kegunaan : Semua produk kulit 7. Mediterranean - Finished grain Kegunaan : Boat (perahu) 8. Highway - Mercedes pattern Kegunaan : otomotif 9. Airone - Finished grain Kegunaan : furnitur 10. CAPOEIRA – Split kegunaan : alas kaki 11. COSMOPOLITAN – Split
48
12. Bag Nuvola - Corrected grain Kegunaan : barang-barang dari kulit 13 Bugatti - Half Grain Kegunaan : furnitur 14 EQUESTRIAN L - Full Grain Kegunaan : Garmen 15 AUDI NAPPA GLATT SOUL Kegunaan : otomotif Produk-produk di atas adalah contoh dari beberapa produk yang dihasilkan oleh PT Mastrotto Indonesia, Sejak tahun berinvestasi di Indonesia, nilai ekspornya mencapai 40 juta dollar AS. Kemudian, tahun kedua meningkat menjadi 70 juta dollar AS. Tahun 2007, Mastrotto berencana meningkatkan nilai ekspor menjadi 110 juta dollar AS. 5.10 Proses Produksi
Di dalam PT Mastrotto Indonesia, proses produksinya mengkombinasikan antara teknologi yang canggih, pengalaman dan profesionalisme. Dengan target produksi sekitar 6 juta square feet per bulan, kulit sapi mentah diubah menjadi potongan-potongan kulit yang berwarna-warni, dan siap untuk dijadikan bahan baku sepatu, jaket, tas, tempat tidur, sofa dan barang-barang lainnya yang disesuaikan pembuat kulit untuk kebutuhan manusia. Berikut ini adalah fase-fase utama dalam suatu proses produksi yang menggambarkan alur produksi yang kompleks, yang mana telah mengalami kemajuan dari riset dan teknologi : 1.
SOAKING
Proses mencuci kulit mentah dengan air, bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan kerutan pada kulit sapi 2.
PRESSING
Proses untuk menghilangkan kelebihan air dan menjadikan kulit lembut 3.
SPLITTING
Proses mekanik ini untuk memisahkan antara Grain dan Split
49
4.
SHAVING
Proses untuk memberikan ketebalan yang seragam bagi kulit 5.
TRIMMING
Kulit dipotong, dipilih dan dipisahkan dengan bagian kulit yang tidak dapat digunakan 6.
DYEING
Di dalam drum, kulit mengalami suatu perawatan khusus untuk memperoleh pemeliharaan, kehalusan warna yang diperlukan. Ini adalah tahap yang terpenting, suatu campuran seni dan teknologi 7.
DRYING Tempat pengeringan kulit adalah suatu sistem ruang hampa terdiri dari plat
baja yang menghisap ke luar air melalui tekanan ruang hampa 8.
CHAIN
Kulit digantung ke suatu rantai untuk mendapatkan kondisi suhu-kamar. 9.
STACKING
Kulit diperhalus dan dilemaskan melalui mesin yang beroperasi dengan cara seperti memukul 10. BUFFING Ini adalah suatu tahap untuk memisahkan warna dengan kulit dengan cara permukaan kulit di ampelas kertas khusus. 11. DRY MILLING Kulit lebih lanjut
dikurangi kelembabannya melalui sistem mekanis
diguncang dalam drum 12. SPRAYING Proses pewarnaan kulit sesuai dengan kebutuhan 13. STAMPA Proses pemberian embos atau motif 14. FINISHING
Kulit dibuat agar warna terlihat terang seperti penampilan yang diinginkan 15. IRONING Tahap ini digunakan untuk memberi kulit terang yang diperlukan
50
16. TRIMMING Operasi ini dilakukan untuk memberi seragam dan penampilan tepat terhadap produk jadi 17. LABORATORY Physical-Chemical Test dilaksanakan menurut pesanan dan spesifikasi peraturan internasional 18. SELECTION Kulit secara hati-hati diperiksa dan terpilih menurut mutu, penampilan permukaan dan ketebalan 19. MEASURING Kulit diukur dengan instrumen ketepatan elektronik, kemudian dikemas untuk memenuhi pesanan dan dikirimkan ke pelanggan 20. FINISHED PRODUCT WAREHOUSE
Adalah area di mana material yang sudah siap dikirim (finish) disimpan dalam sebuah tempat khusus seperti gudang
51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Klasifikasi Bahan Baku
PT Mastrotto Indonesia sebagai perusahaan manufaktur penghasil kulit samakan membutuhkan bahan baku kulit sapi untuk menghasilkan berbagai jenis produk. Produk yang dihasilkan adalah bahan baku untuk perusahaan lain diberbagai bidang, antara lain untuk perusahaan otomotif, perusahaan garmen, kapal pesiar (perahu), footwear (alas kaki), furnitur dan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan bahan baku dari kulit jadi. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kulit samakan adalah grain dan split. Grain adalah bagian luar dari kulit, mempunyai pori-pori dan corak kerutan yang khas dari kulit. Sedangkan split adalah bagian dalam dari kulit, kedua bahan tersebut dipisahkan melalui suatu proses dengan menggunakan mesin yang disebut splitting. Grain dan split yang digunakan selama ini terpaksa harus mengimpor dari negara luar, karena ketidaktersediaan kedua bahan baku tersebut di dalam negeri, PT Mastrotto Indonesia memperoleh bahan baku tersebut dari Mastrotto Italia dan Mastrotto Brasil, selain itu ada beberapa pemasok atau suplier yang masih aktif hingga sekarang. Akibatnya penentuan harga grain dan split ini mengikuti kurs dollar terhadap nilai tukar mata uang rupiah. Harga ini didasarkan pada harga Cost Insurance Freigth (CIF), dimana semua biaya pengiriman dari negara asal bahan baku sudah termasuk di dalam harga beli di pelabuhan importir atau harga beli dari pemasok. Dengan
demikian,
perusahaan
hanya
mengeluarkan
biaya
pengangkutan dari pelabuhan ke gudang perusahaan. Harga rata-rata dari kedua bahan baku tersebut selama tahun 2007 dapat dilihat dari tabel 5. Tabel 5. Harga Bahan Baku Kulit Sapi Tahun 2007 Jenis Bahan Baku Harga (per sqf) Grain Rp 10.216 Split Rp 5.893 Sumber : Bagian Purchasing, PT MI 2007
52
6.2 Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah biaya yang terjadi akibat perusahaan melakukan persediaan atas bahan baku grain dan split, Biaya persediaan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya persediaan timbul berdasarkan atas catatan historis perusahaan dan berdasarkan informasi yang relevan. Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akibat adanya pemesanan bahan baku. Total biaya pemesanan merupakan hasil perkalian antara biaya pemesanan per pesanan dengan banyaknya pemesanan yang dilakukan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan per pesanan pada PT Mastrotto Indonesia terdiri dari Administrasi, komunikasi dan transportasi. Secara terperinci biaya pemesanan per pesanan dari grain dan split adalah pada tabel 6 sebagai berikut : Tabel 6. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Bahan Baku Grain dan Split, Tahun 2007 Jenis Biaya Biaya pemesanan Per Persentase Pesanan (Rp/pesanan) (%) Administrasi 250.000 21.5 Komunikasi 235.400 20.3 Transportasi 675.000 58.2 TOTAL 1.160.400 100 Sumber : Bagian impor, 2007
Berdasarkan Tabel 6, bahwa total biaya pemesanan per pesanan terbesar bahan baku yang paling besar adalah pada biaya transportasi yaitu sebesar Rp 675.000 atau sebesar 58.2 persen dari total biaya pemesanan. Sedangkan untuk biaya administrasi sebesar Rp 250.000 atau 21.5 persen dari total, dan biaya komunikasi sebesar Rp 235.400 atau 20.3 persen dari total biaya pesanan untuk satu kali pesan. Komponen biaya penyimpanan PT Mastrotto Indonesia meliputi biaya opportunity cost, biaya gaji pegawai gudang, biaya gudang dan penyusutan serta biaya Asuransi persediaan. opportunity cost adalah biaya yang terjadi karena kehilangan pendapatan berupa bunga bank yang seharusnya diperoleh oleh perusahaan karena uang yang ada digunakan untuk membeli persediaan. opportunity cost yang dibebankan perusahaan selama tahun 2007 ditentukan oleh
53
tingkat suku bunga rata-rata investasi di bank, berdasarkan data dari Bank Indonesia besar suku bunga rata-rata investasi antara bulan Januari 2007 sampai Desember 2007 sebesar 8.64 persen dengan harga rata-rata pembelian grain dan split masing-masing adalah Rp 10.216 / sqf dan Rp 5.893 / sqf. Tabel 7. Komponen Opportunity Cost Grain, Tahun 2007 Bulan Persediaan rata-rata Suku bunga Nilai penyimpanan (sqt) (%) Opportunity cost (Rp)
Januari Februari
13.241.286 20.153.086
9,55 9,25
11.687.585.280 17.788.371.260
Maret April
34.975.861 54.365.486
9,00 9,00
30.871.877.410 47.986.370.350
Mei
78.828.061
8,80
67.731.641.980
Juni
95.264.186
8,56
84.086.115.050
Juli Agustus
116.846.886 140.314.886
8,31 8,25
103.136.352.800 123.850.674.000
September
152.816.736
8,25
134.885.587.000
Oktober
163.515.711
8,25
144.329.169.900
November
189.297.211
8,25
167.085.530.600
Desember
211.410.311
8,25
186.603.932.500
Total/tahun Nilai Rp/sqf
1.271.029.707
103,68
1.120.043.208.000 881.21
Berdasarkan tabel 7 bahwa komponen opportunity cost termasuk biaya yang relevan dalam perhitungan biaya penyimpanan. Pada bahan baku grain sebesar Rp 1.120.043.208.000 /tahun, dan split sebesar Rp 99.920.003.340 /tahun. Perbedaan nilai opportunity cost kedua bahan baku ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu harga rata-rata per sqf grain (Rp 10.216) dan per sqf split (Rp 5.893) serta jumlah persediaan kedua bahan baku setiap bulannya. Biaya penyimpanan ini diperoleh dari perkalian jumlah persediaan bahan baku tiap bulan dengan harga bahan baku per square feet dan nilai suku bunga pada tahun 2007, yaitu sebesar 103,68 persen dibagi dalam periode bulan.
54
Tabel 8. Komponen Opportunity cost Split, Tahun 2007 Bulan Persediaan rata-rata Suku bunga Nilai penyimpanan (sqt) (%) Opportunity cost (Rp)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total/tahun
444.470 333.877.5 4.837.835 7.230.020 8.273.260 10.566.560 14.978.600 20.667.745 24.444.540 27.082.810 35.251.835 42.579.125 198.238.955
9,55 9,25 9,00 9,00 8,80 8,56 8,31 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 103,68
226.304.211,7 169.995.465,3 2.463.208.847 3.681.202.279 4.212.373.350 5.380.018.970 7.626.432.079 10.523.089.840 12.446.064.650 13.789.353.540 17.948.655.100 21.679.382.910 99.920.003.340
Nilai Rp/sqf
504.04
Pada Tabel 7 dan 8, biaya opportunity cost untuk grain terendah adalah pada bulan Januari dengan nilai sebesar (Rp 11.687.585.280) dan tertinggi adalah pada bulan Desember dengan nilai sebesar (Rp 186.603.932.500). Hal yang sama dengan opportunity cost untuk split terendah adalah pada bulan Januari dengan nilai sebesar (Rp 169.995.465,3) dan tertinggi adalah pada bulan Desember dengan nilai sebesar (Rp 21.679.382.910). Biaya opportunity cost timbul karena adanya investasi persediaan bahan baku yang sangat dipengaruhi oleh harga per sqf bahan baku dan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Tabel 9. Komponen Biaya Penyimpanan Grain dan Split Perusahaan Tahun 2007 Jenis Biaya Biaya Penyimpanan Grain dan Split Per Bulan Per Minggu Per tahun (Rp/sqf) (Rp/sqf) (Rp/sqf)
Opportunity cost
692,63
57,72
14,43
Gaji pegawai gudang
23,52
1,96
0,49
Biaya gudang dan Penyusutan
5,64
0,47
0,12
Asuransi Persediaan
27.82
2.32
0.59
Total
749,61
62,47
15,62
55
Berdasarkan pada Tabel 9, dapat dilihat biaya penyimpanan pada tahun 2007, perusahaan mengeluarkan biaya sebesar Rp 749,61 / sqf per tahun, dimana biaya opportunity cost merupakan komponen terbesar yaitu sebesar Rp 692,63 / sqf per tahun, kemudian disusul masing-masing oleh asuransi persediaan, gaji pegawai gudang dan biaya gudang dan penyusutan. 6.3 Pemakaian bahan baku
Cara pemakaian bahan baku yang ada digudang PT Mastrotto Indonesia memakai sistem FIFO (First in First out), dimana bahan baku yang pertama kali masuk adalah bahan baku yang pertama kali akan digunakan terlebih dahulu. Pemakaian bahan baku PT Mastrotto Indonesia secara umum berfluktuasi setiap bulannya. Pada Tabel 10, pemakaian bahan baku bulanan rata-rata sebesar 4.174.237,50 sqf untuk grain sedangkan untuk split sebesar 713.666,67 sqf. Jumlah tersebut diketahui dari departemen marketing berdasarkan pesanan dari pelanggan, pada akhirnya PPIC membuat rencana produksi (production plan) dengan terlebih dahulu disesuaikan ketersediaan bahan baku di gudang dan besarnya kapasitas produksi perusahaan Tabel 10. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku, Tahun 2007 Bulan Hari kerja Jenis bahan baku Grain Split Januari 24 7.472.900 1.417.280 Februari 24 2.232.200 Maret 26 3.118. 600 483.840 April 23 4.449.150 798.840 Mei 25 4.548.050 1.124.880 Juni 26 3.645.900 558.320 Juli 26 4.342.450 832.200 Agustus 25 5.234.200 728.160 September 26 3.750.250 654.600 Oktober 20 3.192.000 570.160 November 26 4.332.250 708.640 Desember 25 3.772.900 687.080 Total/tahun 296 50.090.850 8.564.000 Rata-rata 24,67 4.174.237,50 713.666,67 Sumber :PPIC. PT MI
Tingkat pemakaian bahan baku grain dan split dapat dilihat bahwa pemakaian terbesar untuk kedua bahan baku tersebut adalah terjadi pada grain
56
bulan Januari, yaitu sebesar 7.472.900 sqf dan hal yang sama terjadi untuk split adalah juga pada bulan Januari sebesar 1.417.280 sqf. Sedangkan pemakaian bahan baku terendah grain dan split terjadi pada bulan Februari, masing-masing sebesar 3.118. 600 sqf dan split tidak diproduksi sama sekali. Peningkatan jumlah pemakaian bahan baku mengidentifikasikan bahwa adanya kenaikan jumlah permintaan produk. Jumlah permintaan meningkat merupakan salah satu indikasi bahwa kepuasan konsumen terpenuhi. Adanya perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku menyebabkan timbulnya persediaan bahan baku bagi perusahaan. persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan bervariasi per bulannya tergantung pada besarnya tingkat pembelian dan pemakaian. Perusahaan memiliki kriteria tertentu dalam menetapkan pemakaian dan pembelian yang disesuaikan dengan kontrak konsumen. 6.4 Waktu Tenggang Pengadaan bahan baku
Perhitungan waktu tunggu (lead time) merupakan waktu yang dibutuhkan sejak bahan baku tersebut dipesan sampai bahan baku datang ke pabrik. Waktu tunggu dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian kedatangan bahan baku, sehingga perusahaan terhindar dari keterlambatan dalam penerimaan yang mengakibatkan kekurangan bahan baku. Berdasarkan hasil wawancara dengan PPIC dan bagian pembelian, diperoleh keterangan mengenai waktu tunggu rata-rata pengadaan persediaan bahan baku grain dan split. Secara umum dibagi atas dua tahap yaitu PO (purchase order) dan lead time suppplier. Berdasarkan Tabel 11, perencanaan waktu tunggu grain dan split sama, dikarenakan dalam satu kali pesan kedua bahan tersebut menjadi satu paket pesanan, tenggang waktu untuk keduanya dimulai dari PO ke pemasok adalah selama tiga bulan atau 90 hari. Tabel 11. Waktu Tenggang Pengadaan Grain dan Split, Tahun 2007 uraian Bahan Baku Grain &Split
PO lead time Lead time supplier Total Sumber: PPIC. PT MI
Hari 5 85 90
Minggu 0.72 12.14 12.86
57
Perencanaan pemesanan kedua bahan baku impor tersebut, dilakukan bagian pembelian ke pemasok membutuhkan waktu yang lama, yaitu sekitar tiga bulan (90 hari). Hal ini disebabkan adanya beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu antara lain kegiatan penawaran baik melalui telepon ataupun melalui email, sampai disetujuinya suatu PO antara kedua belah pihak. 6.5 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Bahan baku sangat penting untuk kelancaran proses produksi, agar bahan baku selalu tersedia dengan biaya minimum, perusahaan harus melakukan pengendalian terhadap persediaan bahan baku. Selain untuk menjaga ketersediaan bahan baku, pengendalian persediaan bahan baku juga bertujuan untuk meminimumkan biaya total perusahaan. Pada penelitian ini akan dibahas pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan oleh PT Mastrotto Indonesia dan Material Requirement Planning (MRP) dengan beberapa teknik ukuran lot, yaitu teknik Lot for Lot (LFL) dan teknik Economic Order Quantity (EOQ) sesuai dengan kondisi perusahaan. Timbulnya persediaan bahan baku di perusahaan biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan antara jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku, sehingga persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan bervariasi setiap bulannya, tergantung dari besarnya jumlah pembelian dan pemakaian. Perusahaan memiliki kriteria tertentu dalam menetapkan pemakaian dan pembelian yang disesuaikan dengan target penjualan per bulan yang telah direncanakan sebelumnya dan rencana kebutuhan untuk produksi. Perkembangan persediaan bahan baku grain PT Mastrotto Indonesia selama tahun 2007 tersaji dalam tabel 12 di bawah ini.
58
Tabel 12. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Grain, Tahun 2007 Bulan
Pembelian (sqf)
Persediaan awal (sqf)
Pemakaian (sqf)
Persediaan akhir (sqf)
Persediaan rata-rata (sqf)
Januari
3.791.500
15.081.986
7.472.900
11.400.586
13.241.286
Februari
19.737.200
11.400.586
2.232.200
28.905.586
20.153.086
Maret
15.259.150
28.905.586
3.118. 600
41.046.136
34.975.861
April
31.087.850
41.046.136
4.449.150
67.684.836
54.365.486
Mei
26.834.500
67.684.836
4.548.050
89.971.286
78.828.061
Juni
14.231.700
89.971.286
3.645.900
100.557.086
95.264.186
Juli
36.922.050
100.557.086
4.342.450
133.136.686
116.846.886
Agustus
19.590.600
133.136.686
5.234.200
147.493.086
140.314.886
September
14.397.550
147.493.086
3.750.250
158.140.386
152.816.736
Oktober
13.942.650
158.140.386
3.192.000
168.891.036
163.515.711
November
45.144.600
168.891.036
4.332.250
209.703.386
189.297.211
Desember
7.186.750
209.703.386
3.772.900
213.117.236
211.410.311
Total
248.126.100
1.172.012.082
50.090.850
1.370.047.332
1.271.029.707
Rata-rata
20.677.175
97.667.674
4.174.237,50
114.170.611
105.919.142,3
Sumber : PPIC, PT MI 2007 Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa persediaan awal bulan Januari 2007 merupakan persediaan akhir bulan Desember 2006, begitu pula dengan bulan-bulan sebelumnya, persediaan akhir bulan sebelumnya merupakan persediaan awal bulan berikutnya. Sedangkan persediaan akhir setiap bulan adalah pembelian ditambah dengan persediaan awal dikurangi dengan pemakaian pada bulan tersebut. Jumlah persediaan awal dan persediaan akhir bahan baku grain secara total memiliki nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya pemakaian bahan baku dengan jumlah tertentu, misalkan pada awal Januari, perusahaan mempunyai persediaan awal sebanyak 15.081.986 sqf, kemudian berkurang karena adanya pemakaian sebanyak 7.472.900 sqf, setelah melakukan pembelian sebanyak 3.791.500 sqf, sehingga perusahaan mempunyai persediaan akhir sebanyak 11.400.586 sqf, dan begitu seterusnya, untuk Perkembangan persediaan bahan baku split PT Mastrotto Indonesia selama tahun 2007 tersaji dalam tabel 13 di bawah ini.
59
Tabel 13. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Split, Tahun 2007 Bulan
Pembelian (sqf)
Persediaan awal (sqf)
Pemakaian (sqf)
Persediaan akhir (sqf)
Persediaan rata-rata (sqf)
Januari
1.863.850
221.185
1.417.280
667.755
444.470
Februari
2.428.800
667.755
-
3.096.555
333.877.5
Maret
3.966.400
3.096.555
483.840
6.579.115
4.837.835
April
2.100.650
6.579.115
798.840
7.880.925
7.230.020
Mei
1.909.550
7.880.925
1.124.880
8.665.595
8.273.260
Juni
4.360.250
8.665.595
558.320
12.467.525
10.566.560
Juli
5.854.350
12.467.525
832.200
17.489.675
14.978.600
Agustus
7.084.300
17.489.675
728.160
23.845.815
20.667.745
September
1.852.050
23.845.815
654.600
25.043.265
24.444.540
Oktober
4.649.250
25.043.265
570.160
29.122.355
27.082.810
November
12.967.600
29.122.355
708.640
41.381.315
35.251.835
Desember
3.082.700
41.381.315
687.080
43.776.935
42.579.125
Total
52.119.750
176.461.080
8.564.000
220.016.830
198.238.955
Rata-rata
4.343.313
14.705.090
713.666,67
18.334.736
16.519.912,92
Sumber : PPIC, PT MI 2007 Pada Tabel 13, awal tahun 2007 perusahaan mempunyai persediaan awal sebesar 221.185 sqf yang adalah persediaan akhir tahun 2006, pada bulan Februari sama sekali tidak ada pemakaian untuk bahan split, hal itu dikarenakan tidak adanya pesanan dari para pelanggan. Kemudian memasuki bulan November, perusahaan meningkatkan pembelian bahan split sebanyak 12.967.600 sqf, hal itu guna mengantisipasi melonjaknya permintaan bahan kulit (menjelang hari raya, natal dan tahun baru). Jumlah persediaan rata-rata grain lebih banyak dibandingkan dengan split, hal itu disebabkan oleh pemesanan rata-rata grain lebih tinggi sebanyak 20.677.175 sqf dan split hanya sebanyak 4.343.313 sqf. Hal ini disebabkan karena bahan grain lebih disukai oleh konsumen, dan banyak dibutuhkan oleh industriindustri yang berhubungan dengan kulit.
60
6.5.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan baku Pada PT Mastrotto Indonesia
Sistem pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dimulai dengan perencanaan produksi dari bagian marketing dan menghitung kebutuhan bahan baku yang telah ditetapkan sebelumnya oleh bagian PPIC. Bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) beserta semua bagian yang terkait dalam proses produksi mengadakan rapat koordinasi untuk menyusun rencana produksi agar kegiatan proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Di dalam rencana produksi berisi mengenai seberapa besar kebutuhan bahan baku setiap bulannya sesuai dengan spesifikasi dari target penjualan selama satu tahun ke depan. setelah diketahui kebutuhan rata-rata bahan baku untuk produksi sebulan, kemudian bagian gudang dan prepare mengecek dan menghitung persediaan bahan baku yang ada, sehingga diketahui kebutuhan bahan baku yang harus dipesan untuk kebutuhan produksi selama satu bulan ditambah dengan persediaan untuk antisipasi (Anticipation Stock) untuk tiga bulan ke depan. Pengawasan persediaan bahan baku dilakukan satu minggu sekali oleh PPIC dan bagian prepare, untuk mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi berikutnya, kemudian untuk mengetahui apakah ada kekurangan bahan atau tidak. Selama tahun 2007 PT Mastrotto Indonesia melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan yang telah dihitung oleh PPIC dan prepare, Frequensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan metode perusahaan, tahun 2007 tersaji pada tabel 14 di bawah ini.
61
Tabel 14. Frequensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode Perusahaan, Tahun 2007 Bulan Bahan baku Grain Bahan baku Split Frek Kuantitas (sqf) Frek Kuantitas (sqf) (kali) (kali)
Januari 3 3.791.500 Februari 14 19.737.200 Maret 10 15.259.150 April 22 31.087.850 Mei 20 26.834.500 Juni 10 14.231.700 Juli 31 36.922.050 Agustus 13 19.590.600 September 11 14.397.550 Oktober 10 13.942.650 November 24 45.144.600 Desember 4 7.186.750 Total 172 248.126.100 Rata-rata 14 20.677.175 Sumber: PPIC, PT MI 2007
2 4 4 2 2 3 6 7 2 4 8 2 46 4
1.863.850 2.428.800 3.966.400 2.100.650 1.909.550 4.360.250 5.854.350 7.084.300 1.852.050 4.649.250 12.967.600 3.082.700 52.119.750 4.343.313
Berdasarkan Tabel 14, frekuensi pemesanan bahan baku grain sebanyak 172 kali, sedangkan untuk split hanya sebanyak 46 kali. Sehingga setiap bulannya perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku, seringnya melakukan pemesanan tersebut dikarenakan perusahaan membutuhkan banyak bahan baku untuk mengejar target produksi. Perbedaaan
jumlah
frekuensi
pemesanan
dan
penggunaannya,
menyebabkan kuantitas pemesanan berbeda pula. Kuantitas pesanan untuk bahan baku grain sepanjang tahun 2007 adalah sebanyak 248.126.100 sqf, sedangkan untuk bahan baku split sebanyak 52.119.750 sqf. Tinggi rendahnya kuantitas pesanan bahan baku sangat berpengaruh terhadap biaya pembelian yang merupakan perkalian dari kuantitas bahan baku yang dibeli dengan harga per square feet nya.
62
6.5.2 Penghitungan Biaya Persediaan Grain dan Split
Biaya pemesanan bahan baku per bulan diperoleh dari hasil antara biaya pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan grain da split tiap bulannya. Adapun rincian biaya persediaan bahan baku grain PT Mastrotto Indonesia tiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perhitungan Biaya Persediaan Grain Tahun 2007 Bulan
Pembelian
Frek.
Persediaan
Biaya
Biaya
Biaya
(sqf)
peme
rata-rata
pemesanan
Penyimpanan
Persediaan
sanan
(sqf)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Januari
3.791.500
3
13.241.286
3.481.200
827.183.136,4
830.664.336,4
Februari
19.737.200
14
20.153.086
16.245.600
1.258.963.282
1.275.208.882
Maret
15.259.150
10
34.975.861
11.604.000
2.184.942.037
2.196.546.037
April
31.087.850
22
54.365.486
25.528.800
3.396.211.910
3.421.740.710
Mei
26.834.500
20
78.828.061
23.208.000
4.924.388.971
4.947.596.971
Juni
14.231.700
10
95.264.186
11.604.000
5.951.153.699
5.962.757.699
Juli
36.922.050
31
116.846.886
35.972.400
7.299.424.968
7.335.397.368
Agustus
19.590.600
13
140.314.886
15.085.200
8.765.470.928
8.780.556.128
September
14.397.550
11
152.816.736
12.764.400
9.546.461.498
9.559.225.898
Oktober
13.942.650
10
163.515.711
11.604.000
10.214.826.470
10.226.430.470
November
45.144.600
24
189.297.211
27.849.600
11.825.396.770
11.853.246.370
Desember
7.186.750
4
211.410.311
4.641.600
13.206.802.130
13.211.443.730
Total
248.126.100
172
1.271.029.707
199.948.800
79.401.225.800
79.600.814.600
Pada Tabel 15, biaya pemesanan bahan baku diperoleh dari hasil antara biaya pemesanan per pesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan grain tiap bulannya, biaya pemesanan pada tahun 2007 sebesar Rp 199.948.800,-. Sedangkan biaya penyimpanan diperoleh dari hasil perkalian antara biaya penyimpanan per bulan dengan persediaan rata-rata tiap bulannya, besarnya biaya penyimpanan grain pada tahun 2007 sebesar Rp 79.401.225.800,-. Untuk biaya persediaan grain per bulan diperoleh dari hasil penjumlahan antara biaya pemesanan grain tiap bulan dengan biaya persediaan grain per bulannya, dan total biaya persediaan grain sepanjang tahun 2007 adalah sebesar Rp 79.600.814.600,-. Rincian biaya persediaan bahan baku split PT Mastrotto Indonesia tiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 16.
63
Tabel 16. Perhitungan Biaya Persediaan Split Tahun 2007 Bulan
Pembelian
Frek.
Persediaan
Biaya
Biaya
Biaya
(sqf)
peme
rata-rata
pemesanan
Penyimpanan
Persediaan
sanan
(sqf)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Januari
1.863.850
2
444.470
2.320.800
27.766.040,9
30.086.840,9
Februari
2.428.800
4
333.877.5
4.641.600
20.857.327,43
25.498.927,43
Maret
3.966.400
4
4.837.835
4.641.600
302.219.552,5
306.861.152,5
April
2.100.650
2
7.230.020
2.320.800
451.659.349,4
453.980.149,4
Mei
1.909.550
2
8.273.260
2.320.800
516.830.552,2
519.151.352,2
Juni
4.360.250
3
10.566.560
3.481.200
660.093.003,2
663.574.203,2
Juli
5.854.350
6
14.978.600
6.962.400
935.713.142
942.675.542
Agustus
7.084.300
7
20.667.745
8.122.800
1.291.114.030
1.299.236.830
September
1.852.050
2
24.444.540
2.320.800
1.527.050.414
1.529.371.214
Oktober
4.649.250
4
27.082.810
4.641.600
1.691.863.141
1.696.504.741
November
12.967.600
8
35.251.835
9.283.200
2.202.182.132
2.211.465.332
Desember
3.082.700
2
42.579.125
2.320.800
2.659.917.939
2.662.238.739
Total
52.119.750
46
198.238.955
53.378.400
12.287.266.620
12.340.645.020
Pada Tabel 16, diketahui bahwa Biaya pemesanan split tahun 2007 adalah sebesar Rp 53.378.400,- dengan biaya pemesanan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar Rp 9.283.200,-. Sedangkan pada biaya penyimpanan split tahun 2007 adalah sebesar Rp 12.287.266.620,- dengan biaya tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar Rp 2.659.917.939,-. Sehingga untuk biaya persediaan total dari split ini sebesar Rp 12.340.645.020,- dengan biaya tertinggi juga terjadi pada bulan Desember sebesar Rp 2.662.238.739,-. Pada bulan Desember rata-rata produksi meningkat dikarenakan untuk menyambut hari raya, Natal dan Tahun baru. 6.5.3 Metode Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak pesanan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan
64
dibuat. Dalam penggunaan MRP, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, dalam penelitian ini akan menggunakan tiga teknik diantaranya yaitu teknik Lot for Lot (LFL) dan teknik Economic Order Quantity (EOQ) Kuntitas produksi tidak sama untuk setiap periodenya, oleh karena itu perusahaan perlu mendukung dengan menerapkan metode MRP, sebagai alternatif sistem pengendalian persediaan bahan baku. Langkah pertama yang harus dilakukan ialah penetapan kebutuhan kotor dari masing-masing jenis bahan baku sesuai dengan penjadwalan produksi yang telah dibuat. Jika persediaan di tangan masih ada, maka persediaan dihabiskan terlebih dahulu, kemudian ditentukan kebutuhan bersih yang merupakan hasil pengurangan dari kebutuhan kotor dengan penerimaan terjadwal dan persediaan di tangan. 6.5.3.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL)
Sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan metode MRP teknik LFL adalah dengan melakukan pemesanan tepat sebesar kebutuhan bersih dan sesuai dengan tenggang waktu masing-masing persediaan. Kebutuhan persediaan bahan baku diharapkan dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat sehingga dapat dihilangkan adanya persediaan di gudang. Hal ini dapat mengurangi biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Selama tahun 2006, frekuensi pemesanan untuk setiap jenis bahan baku dengan menggunakan metode ini berbeda dengan metode perusahaan, pembelian bahan baku Grain ferkuensi pemesanannya yaitu sebesar 34 kali dan split sebanyak 44 kal, sesuai dengan kebutuhan bersih tiap minggunya, hasil dari teknik LFL ini terlihat dari tabel 17.
65
Tabel 17. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode LFL
Bahan Baku Grain
Bahan Baku Split
Frek (kali)
Kuantitas
Frek (kali)
Kuantitas
Januari
-
-
3
1.062.960
Februari
-
-
1
120.960
Maret
-
-
4
562.580
April
3
3.327.876,5
4
880.320
Mei
4
4.322.512,5
4
983.240
Juni
4
3.820.037,5
4
626.790
Juli
4
4.565.387,5
4
806.190
Agustus
4
4.863.212,5
4
709.770
September
4
3.610.687,5
4
633.490
Oktober
4
3.477.062,5
4
604.780
November
4
4.192.412,5
4
703.250
Desember
3
2.829.675
3
515.310
Total
34
35.008.864
44
8.209.640
Rata-rata
2,83
2.917
3,67
684.136,7
Bulan
Berdasarkan Tabel 17, kuantitas pesanan bervariasi setiap bulannya, disesuaikan dengan kebutuhan bersih setiap minggu dalam satu bulan. Kuantitas pesanan tertinggi bahan baku grain terjadi pada bulan Agustus sebesar 4.863.212,5 sqf, sedangkan pada split kuantitas tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 1.062.960 sqf. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari pelanggan yang bersifat musiman. Teknik Lot for Lot ini jika dibandingkan dengan metode perusahaan memiliki kuantitas pemesanan yang lebih rendah dibanding dengan metode perusahaan. Hal ini disebabkan karena teknik LFL bersifat mengurangi biaya penyimpanan dan berusaha untuk melakukan pemesanan tepat sesuai dengan kebutuhan bersihnya. Total biaya pemesanan bahan baku grain dan split dengan metode ini sebesar masing-masing Rp 39.453.600,- dan Rp 51.040.000., untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan Tabel 18.
66
Tabel 18. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan Teknik LFL Bahan Baku
Frekuensi
Biaya
Biaya
Biaya
Pemesanan (Rp)
Penyimpanan
Persediaan
(Rp)
(Rp)
Grain
34
39.453.600
2.187.003.734
2.226.457.334
Split
44
51.040.000
543.307.524,7
594.347.524,7
Berdasarkan Tabel 18, biaya penyimpanan tertinggi pada grain sebesar Rp 2.187.003.734,-, sedangkan pada split sebesar Rp 543.307.524,7,-. Biaya penyimpanan LFL lebih rendah dari metode perusahaan. 6.5.3.2 Metode MRP Teknik EOQ
Model pengendalian persediaan bahan baku dengan metode MRP teknik Economic Order Quantity (EOQ) melakukan pemesanan sebesar kelipatan dari EOQ terdekat yang lebih besar dari kebutuhan bersih. Berdasarkan perhitungan dengan rumus EOQ diperoleh besarnya kuantitas ekonomis untuk ukuran lot (pesanan) tiap jenis bahan baku. Nilai EOQ merupakan kuantitas optimal dalam melakukan pemesanan. Tabel 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode EOQ Bulan
Bahan Baku Grain Frek (kali) Kuantitas
Bahan Baku Split Frek (kali) Kuantitas
Januari
-
-
3
976.971,9
Februari
-
-
1
325.657,3
Maret
-
-
1
325.657,3
April
3
3.544.167,15
3
976.971,9
Mei
4
4.725.556,2
3
976.971,9
Juni
3
3.544.167,15
2
651.314,6
Juli
4
4.725.556,2
2
651.314,6
Agustus
4
4.725.556,2
3
976.971,9
September
4
4.725.556,2
2
651.314,6
Oktober
3
3.544.167,15
1
325.657,3
November
4
4.725.556,2
3
976.971,9
Desember
2
2.362.778,1
1
325.657,3
Total
30
36.623.061
25
8.141.432,5
Rata-rata
2,83
3.051.921,8
6,25
678.452,7
67
Berdasarkan Tabel 19, Kuantitas pesanan tertinggi bahan baku grain terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus, September dan November sebesar 4.725.556,2 sqf, sedangkan pada split kuantitas tertinggi terjadi pada bulan Januari, April, Mei, Agustus dan November sebesar 976.971,9 sqf. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari pelanggan yang bersifat musiman. Teknik EOQ ini jika dibandingkan dengan metode perusahaan juga memiliki kuantitas pemesanan yang lebih rendah dibanding dengan metode perusahaan. Hal ini disebabkan karena teknik EOQ merupakan kuantitas optimal dalam melakukan pemesanan. Total biaya pemesanan bahan baku grain dan split dengan metode ini sebesar masing-masing Rp 34.812.000,- dan Rp 29.010.000., untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Biaya Persediaan Bahan Baku Grain dan Split dengan Teknik EOQ Bahan Baku
Frekuensi
Biaya
Biaya
Pemesanan
Penyimpanan Persediaan
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Biaya
Grain
30
34.812.000
1.184.754.217
1.219.566.217
Split
25
29.010.000
155.551.393,2
184.561.393,2
Total biaya persediaan dengan menggunakan metode MRP tenik EOQ pada grain sebesar Rp 1.219.566.217,- lebih kecil jika dibandingkan metode MRP dengan teknik LFL pada grain sebesar Rp 2.226.457.334,-. Sedangkan untuk split teknik EOQ juga menghasilkan biaya persediaan yang lebih kecil yaitu sebesar Rp 184.561.393,2,- dibandingkan dengan teknik LFL sebesar Rp 594.347.524,7,-. Penerapan metode EOQ menghasilkan frekuensi pemesanan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan teknik LFL dan metode perusahaan, yaitu sebanyak 30 kali untuk grain dan 25 kali untuk split. Berdasarkan Tabel 20, biaya penyimpanan tertinggi pada grain sebesar Rp 1.184.754.217,-, sedangkan pada split sebesar Rp 155.551.393,2,-. Biaya penyimpanan EOQ lebih rendah dari teknik LFL dan metode perusahaan. Hal ini karena jumlah persediaan di tangan lebih besar akibat pemesanan kuantitas ekonomi.
68
6.5.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan bahan baku grain dan split menjadi sangat penting karena menjadi bagian terbesar dari pengeluaran untuk biaya pengedalian persediaan bahan baku. Jika pengeluaran untuk pengedalian persediaan grain dan split minimum maka biaya pengendalian persediaan bahan baku secara keseluruhan dapat ditakan. Perbandingan biaya persediaan grain dan split dapat dilihat pada Tabel 21 Tabel 21. Perbandingan Biaya Persediaan Grain PT Mastrotto Indonesia
Metode
Metode
Frek.
Biaya
Biaya
Biaya
Pemesanan
Pemesanan
Penyimpanan
Persediaan
(kali)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
172
199.948.800
79.401.225.800 79.600.814.600
39.453.600
2.187.003.734
2.226.457.334
34.812.000
1.184.754.217
1.219.566.217
Perusahaan Metode MRP 34 teknik LFL Metode MRP 30 teknik EOQ Pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan 172 kali yang dilakukan perusahaan merupakan yang tertinggi, karena perusahaan melakukan pemesanan setiap minggunya, sedangkan pada metode MRP teknik LFL sebanyak 34 kali, pemesanan dilakukan pada saat stok persediaan habis dan jumlah pemesanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan bersih grain tanpa memperhatikan persediaan cadangan yang harus disimpan perusahaan. Pada metode MRP teknik EOQ frekuensi pemesanan sebanyak 30 kali, dikarenakan jumlah persediaan ditangan lebih besar akibat dari pemesanan kuantitas ekonomi.
69
Tabel 22. Perbandingan Biaya Persediaan Split PT Mastrotto Indonesia
Metode
Frek. Pemesanan (kali) 46
Metode Perusahaan Metode MRP 44 teknik LFL Metode MRP 25 teknik EOQ
Biaya Pemesanan (Rp) 53.378.400
Biaya Penyimpanan (Rp) 12.287.266.620
Biaya Persediaan (Rp) 12.340.645.020
51.040.000
543.307.524,7
594.347.524,7
29.010.000
155.551.393,2
184.561.393,2
Pada Tabel 22, dapat dilihat bahwa frekuensi pemesanan 46 kali yang dilakukan perusahaan merupakan yang tertinggi, karena perusahaan melakukan pemesanan setiap minggunya, sedangkan pada metode MRP teknik LFL sebanyak 44 kali, pemesanan dilakukan pada saat stok persediaan habis dan jumlah pemesanan dilakukan sesuai dengan kebutuhan bersih grain tanpa memperhatikan persediaan cadangan yang harus disimpan perusahaan. Pada metode MRP teknik EOQ frekuensi pemesanan sebanyak 25 kali, dikarenakan jumlah persediaan ditangan lebih besar akibat dari pemesanan kuantitas ekonomi. Biaya pemesanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400 untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk grain dan Rp 29.010.000 untuk split.Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split, sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Begitupun pula dengan biaya persediaan tertinggi pada metode perusahaan sedangkan yang terendah adalah pada teknik EOQ. Hal ini disebabkan oleh jumlah persediaan pada teknik EOQ lebih sedikit, akibat kuantitas pemesanan ekonomis. Kedua alternatif teknik pengukuran lot dalam metode MRP memiliki keunggulan dan kelemahan. MRP teknik LFL merupakan teknik yang konsisten dengan ukuran lot yang kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu tanpa persediaan pengaman dan permintaan terikat yang telah diketahui sebelumnya.
70
Kelemahan teknik LFL ini menimbulkan risiko kekurangan bahan baku, karena perusahaan tidak memerlukan persediaan bahan baku di gudang, sehingga apabila terjadi fluktuasi permintaan, permintaan bahan baku yang tidak terduga, terjadi kerusakan mesin dan keterlambatan penerimaan bahan baku dari pemasok, akan menyebabkan perubahan jadwal produksi maka siklus produksi di perusahaan akan terganggu. Metode
EOQ
memiliki
keunggulan
dalam
hal
mempermudah
manajemen dalam menentukan jumlah pesanan yang optimal dalam setiap kali pemesanan. Teknik EOQ ini juga memenuhi kebijakan perusahaan dalam tersediannya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Kelemahan teknik EOQ ini, persediaan yang tersisa diakhir bulan masih bervariasi, sesuai dengan kebutuhan pemakaian, sehingga biaya penyimpanan bervariasi sesuai dengan tingkat persediaannya. Metode MRP dengan teknik EOQ dinilai paling dapat diterapkan dan sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini. Perhitungan atas teknik ini terbukti telah menghasilkan biaya persediaan yang paling rendah dibandingkan teknik LFL ataupun perusahaan. Besar biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang relatif tidak berbeda jauh dan variasi kebutuhan bahan baku per minggu perusahaan yang eragam menyebabkan teknik ini dapat memberikan ukuran lot pemesanan yang optimal dan dapat meminimumkan biaya persediaan. disamping itu, teknik juga menyediakan persediaan yang cukup untuk berjaga-jaga apabila suatu waktu perusahaan dihadapkan pada masalah kekurangan bahan baku.
71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Persediaan bahan baku pada PT Mastrotto Indonesia berfungsi sebagai anticipation stock, dimana persediaan bahan baku diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman serta untuk mengantisipasi ketidakpastian dari pemasok. Pengendalian persediaan bahan baku pada PT Mastrotto Indonesia dilakukan dengan menerapkan FIFO (First in First out) dimana bahan baku yang pertama kali masuk adalah yang pertama kali diproduksi dan sejumlah bahan baku akan ditambahkan agar jumlah persediaan tetap berada pada tingkat persediaan yang telah ditentukan. Tingkat persediaan bahan baku perusahaan adalah sebesar kebutuhan tiga bulan produksi. Rata-rata dari persediaan perusahaan selama periode pengamatan (Januari 2007Desember 2007) adalah sebesar 105.919.142,3 sqf untuk bahan grain dan 12.340.645.020 sqf untuk bahan split. Hasil perbandingan biaya adalah Biaya pemesanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 199.948.800 untuk grain dan Rp 53.378.400 untuk split, dan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 34.812.000 untuk grain dan Rp 29.010.000 untuk split. Hal ini disebabkan oleh frekuensi pemesanan pada teknik EOQ lebih rendah dibandingkan dengan metode perusahaan dan teknik LFL. Biaya penyimpanan tertinggi terdapat pada metode perusahaan sebesar Rp 79.401.225.800 untuk grain dan Rp 12.287.266.620 untuk split, sedangkan biaya penyimpanan terendah terdapat pada teknik EOQ sebesar Rp 1.184.754.217 untuk grain dan Rp 155.551.393,2 untuk split. Biaya persediaan tertinggi pada metode perusahaan sebesar Rp 79.600.814.600,- sedangkan yang terendah adalah pada teknik EOQ sebesar Rp 1.219.566.217,-. Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis antara metode perusahaan dengan metode MRP teknik LFL dan EOQ pada keseluruhan bahan bakunya, dapat disimpulkan bahwa teknik EOQ mengalami penghematan yang tinggi pada biaya persediaan. Teknik ini digunakan dalam penentuan kuantitas pesanan
72
persediaan yang meminimumkan biaya penyimpanan dan pemesanan. Sehingga teknik ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengendalian persediaan bahan baku grain dan split. Namun, penggunaan teknik ini harus disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi perusahaan itu sendiri. 8.2 Saran
Berdasarkan penjelasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang disarankan, yaitu : 1.
Perusahaan perlu memperhatikan keakuratan kebutuhan bahan baku sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Dengan begitu perusahaan dapat memperoleh jumlah produk jadi sesuai dengan target penjualan yang telah ditentukan.
2.
Metode MRP teknik EOQ merupakan teknik yang dapat direkomendasikan ke perusahaan sebagai alat untuk pengendalian persediaan, dengan harapan metode ini dapat menghemat biaya persediaan dan biaya pembelian bahan baku, sehingga biaya tersebut dapat dialokasikan ke unit biaya lainnya. Seperti biaya pengembangan produk dan peningkatan kualitas untuk meningkatkan daya saing produk di pasaran nasional ataupun internasional.
3.
Diperlukan pelatihan khusus untuk bagian perencanaan persediaan, karena pelaksanaan metode MRP teknik EOQ membutuhkan keahlian dan ketelitian dalam menghitung. Selain itu, dibutuhkan keakuratan peramalan permintaan produk dengan memperhatikan pola permintaan (musiman) produk kulit samakan (grain dan split).
4.
Fakta dari data aktual sebesar 248.126.100 sqf total pembelian grain tahun 2007 dan 52.119.750 sqf untuk split, sedangkan pemakiannya hanya sebanyak 50.090.850 sqf untuk grain dan 8.564.000 sqf untuk split menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara jumlah yang diproduksi dengan jumlah yang dibeli. Sehingga perusahaan perlu menghitung lagi jumlah persediaan optimal demi menghemat biaya opportunity cost yang besar dari penumpukan bahan baku tersebut, untuk mengefisiensikan biaya persediaan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta Buffa, E.S, dan R.K. Sarin, 1996. Manajemen Operasi & Produksi Modern. Binarupa Aksara. Jakarta Handoko, T. H. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1. BPFE. Yogyakarta Hatiarsih, R. 2007. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Bubuk Pada PT Australia Indonesian Milk Industries (PT AIMI). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Indrajit, E.R dan Pranoto, R. 2003. Manajemen Persediaan. Edisi 1. PT Grasindo. Jakarta Kurniasari. 2000. Analisis Persediaan Bahan Baku Kulit di PT Indricipta Aditama Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Kusuma. 2004. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi 1. Penerbit ANDI. Yogyakarta Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan. Aplikasi di Bidang Bisnis. Edisi 2. PT Rafa Grafindo Persada. Jakarta Russel, R. S. dan Taylor, B. W. 2003. Operation Management. Prentice Hall, New Jersey Sukirno, S. 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi 3. PT Rafa Grafindo Persada. Jakarta Suprehatin. 2002. Kajian Pengendalian Persediaan Rotan Sebagai Bahan Baku Furniture Pada PT Kudus Istana Furnitur Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Widyastuti, A. 2001. Sistem pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Kental Manis (Studi Kasus di PT Indolakto, Sukabumi). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Mastrotto Indonesia
General Manager
Departemen HRD
Departemen SALES & MARKETING
Bagian ImporEkspor
Departemen IT
Departemen Keuanagan
Departemen PPIC
Production Supervisor
Bagian Umum
Lampiran 2. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bahan Baku : Grain Persediaan Awal = 15.081.986 sqf Jenis Komponen
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
Tenggang Waktu = 90 hari Minggu 1 1.868.225 13.213.761
2 1.868.225 11.345.536
3 1.868.225 9.477.311
4 1.868.225 7.609.086
5 558.050 7.051.036
6 558.050 6.492.986
7 558.050 5.934.936
8 558.050 5.376.886
9 779.650 4.597.236
10 779.650 3.817.586
11 779.650 3.037.936
12 779.650 2.258.286
13 1.112.287,5 1.145.998,5
14 1.112.287,5 33.711
15 1.112.287,5
16 1.112.287,5
17 1.137.012,5
18 1.137.012,5
19 1.137.012,5
20 1.137.012,5
21 911.475
22 911.475
1.112.287,5 1.112.287,5 1.137.012,5 27 1.085.612,5
1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 28 1.085.612,5
1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 29 1.308.550
1.137.012,5 1.137.012,5 1.137.012,5 30 1.308.550
1.137.012,5 1.137.012,5 911.475 31 1.308.550
911.475 911.475 911.475 32 1.308.550
911.475 911.475 911.475 33 937.562,5
23 911.475
24 911.475
1.078.576,5 25 1.085.612,5
1.078.576,5 1.078.576,5 1.112.287,5 26 1.085.612,5
911.475 911.475 911.475 34 937.562,5
911.475 911.475 1.085.612,5 35 937.562,5
1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 36 937.562,5
1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 37 798.000
1.085.612,5 1.085.612,5 1.085.612,5 38 798.000
1.085.612,5 1.085.612,5 1.308.550 39 798.000
1.308.550 1.308.550 1.308.550 40 798.000
1.308.550 1.308.550 1.308.550 41 1.083.062,5
1.308.550 1.308.550 1.308.550 42 1.083.062,5
1.308.550 1.308.550 937.562,5 43 1.083.062,5
937.562,5 937.562,5 937.562,5 44 1.083.062,5
937.562,5 937.562,5 937.562,5 45 943.225
937.562,5 937.562,5 937.562,5 46 943.225
937.562,5 937.562,5 798.000 47 943.225
798.000 798.000 798.000 48 943.225
798.000 798.000 798.000
798.000 798.000 798.000
798.000 798.000 1.083.062,5
1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
1.083.062,5 1.083.062,5 1.083.062,5
1.083.062,5 1.083.062,5 943.225
943.225 943.225 943.225
943.225 943.225 943.225
943.225 943.225 943.225
943.225 943.225
Biaya Pemesanan = 34 x Rp 1.160.400 = Rp 39.453.600 Biaya Penyimpanan = 35.008.864 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 2.187.003.734 Biaya Persediaan = Rp 2.226.457.334
35.008.864 34
Lampiran 3. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bahan Baku : Split Persediaan Awal = 221.185 sqf Jenis Komponen
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
Tenggang Waktu = 90 hari Minggu 1 354.320
2 354.320
3 354.320
4 354.320
133.135 133.135 354.320 12 120.960
354.320 354.320 354.320 13 199.700
354.320 354.320 354.320 14 199.700
354.320 354.320 0 15 199.700
16 199.700
17 281.220
120.960 120.960 199.700 23 139.580
199.700 199.700 199.700 24 139.580
199.700 199.700 199.700 25 208.050
199.700 199.700 199.700 26 208.050
199.700 199.700 281.220 27 208.050
139.580 139.580 139.580 34 163.650
139.580 139.580 208.050 35 163.650
208.050 208.050 208.050 36 163.650
208.050 208.050 208.050 37 142.540
163.650 163.650 163.650 45 171.770
163.650 163.650 163.650 46 171.770
163.650 163.650 142.540 47 171.770
142.540 142.540 142.540 48 171.770
171.770 171.770 171.770
171.770 171.770 171.770
171.770 171.770 171.770
171.770 171.770
Biaya Pemesanan = 44 x Rp 1.160.400 = Rp 51.040.000 Biaya Penyimpanan = 8.697.095 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 543.307.524,7 Biaya Persediaan = Rp 594.347.524,7
5 0
6 0
7 0
8 0
9 120.960
10 120.960
11 120.960
18 281.220
120.960 19 281.220
120.960 120.960 120.960 20 281.220
120.960 120.960 120.960 21 139.580
120.960 120.960 120.960 22 139.580
281.220 281.220 281.220 28 208.050
281.220 281.220 281.220 29 182.040
281.220 281.220 281.220 30 182.040
281.220 281.220 139.580 31 182.040
139.580 139.580 139.580 32 182.040
139.580 139.580 139.580 33 163.650
208.050 208.050 208.050 38 142.540
208.050 208.050 182.040 39 142.540
182.040 182.040 182.040 40 142.540
182.040 182.040 182.040 41 177.160
182.040 182.040 182.040 42 177.160
182.040 182.040 163.650 43 177.160
163.650 163.650 163.650 44 177.160
142.540 142.540 142.540
142.540 142.540 142.540
142.540 142.540 177.160
177.160 177.160 177.160
177.160 177.160 177.160
177.160 177.160 177.160
177.160 177.160 171.770
8.697.095 44
Lampiran 4. Perhitungan EOQ Bahan Baku Grain dan Split
Bahan Baku
Grain Split
Biaya pemesanan/pesanan (Rp) (1) 1.160.400 1.160.400
Rata-rata Biaya Rata-rata Penyimpanan/tahun Pemakaian/tahun (Rp) (Rp) (2) (3) 62,47 62,47
4.174.237,50 713.666,67
EOQ (sqf) √2x(1)x(3) (2) 393.796,35 162.828,65
Lampiran 5. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik EOQ
Bahan Baku : Grain Persediaan Awal = 15.081.986 sqf
EOQ = 1.181.389,05
Jenis Komponen
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
sqf
1 1.868.225 13.213.761
2 1.868.225 11.345.536
3 1.868.225 9.477.311
4 1.868.225 7.609.086
5 558.050 7.051.036
Minggu 6 558.050 6.492.986
7 558.050 5.934.936
8 558.050 5.376.886
9 779.650 4.597.236
10 779.650 3.817.586
11 779.650 3.037.936
12 779.650 2.258.286
13 1.112.287,5 1.145.998,5
14 1.112.287,5 33.711
15 1.112.287,5 102.812,55
16 1.112.287,5 171.914,1
17 1.137.012,5 216.290,65
18 1.137.012,5 260.667,2
19 1.137.012,5 305.043,75
20 1.137.012,5 349.420,3
21 911.475 619.334,35
22 911.475 889.248,4
1.078.576,5
1.009.474,95
965.098,4
920.721,85
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
876.345,3 1.181.389,05
831.968,75 1.181.389,05
562.054,7 1.181.389,05
292.140,65 1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
25 1.085.612,5 343.464
26 1.085.612,5 439.240,55
27 1.085.612,5 535.017,1
28 1.085.612,5 630.793,65
29 1.308.550 503.632,7
30 1.308.550 376.471,75
31 1.308.550 249.310,8
32 1.308.550 122.149,85
33 937.562,5 365.976,4
837.925,05 1.181.389,05
742.148,5 1.181.389,05
646.371,95 1.181.389,05
550.595,4 1.181.389,05
677.756,35 1.181.389,05
804.917,3 1.181.389,05
932.078,25 1.181.389,05
1.059.239,2 1.181.389,05
815.412,65 1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
23 911.475 1.159.162,45
24 911.475 247.687,45
22.226,6 1.181.389,05 1.181.389,05
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
34 937.562,5 609.802,95
35 937.562,5 853.629,5
36 937.562,5 1.097.456,05
571.586,1 1.181.389,05
327.759,55 1.181.389,05
83.933 1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
45 943.225 899.704,4
46 943.225 1.137.868,45
281.684,65 1.181.389,05
43.520,6 1.181.389,05
1.181.389,05
37 798.000 299.456,05
1.181.389,05 47 943.225 194.643,45
38 798.000 682.845,1
39 798.000 1.066.234,15
498.543,95 1.181.389,05
115.154,9 1.181.389,05
1.181.389,05
40 798.000 268.234,15
1.181.389,05
41 1.083.062,5 366.560,7
42 1.083.062,5 464.887,25
43 1.083.062,5 563.213,8
44 1.083.062,5 661.540,35
814.828,35 1.181.389,05
716.501,8 1.181.389,05
618.175,25 1.181.389,05
519.848,7 1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
1.181.389,05
48 943.225
748.581,55 1.181.389,05 1.181.389,05
Biaya Pemesanan = 30 x Rp 1.160.400 = Rp 34.812.000 Biaya Penyimpanan = 18.965.170,75 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 1.184.754.217 Biaya Persediaan = Rp 1.219.566.217
18.965.170,75
30
Lampiran 6. Perhitungan Persediaan bahan baku Grain dan Split dengan Metode MRP Teknik EOQ Bahan Baku : Split Persediaan Awal = 221.185 sqf
EOQ =
Jenis Komponen
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan
1 354.320 192.522,3 133.135 325.657,3
2 354.320 163.859,6 161.797,7 325.657,3
3 354.320 135.196.9 190.460,4 325.657,3
Rencana Pelaksanaan Pesanan
325.657,3
325.657,3
325.657,3
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan
12 120.960 274.008,8 51.648,5 325.657,3
13 199.700 74.308,8
14 199.700 200.266,1
Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
34 163.650 137.623,7
325.657,3
5 0 106.534,2
Minggu 6 7 0 0 106.534,2 106.534,2
8 0 106.534,2
17 281.220 170.960,7
18 281.220 215.398
125.391,2
199.133,9
154.696,6
110.259,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
19 281.220 259.835,3 65.822 325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
325.657,3
26 208.050 306.554,5 19.102,8 325.657,3
27 208.050 98.504,5
28 208.050 216.111,8 109.545,5 325.657,3
29 182.040 34.071,8
30 182.040 177.689,1 147.968,2 325.657,3
325.657,3
325.657,3
40 142.540 217.135,6 108.521,7 325.657,3
41 177.160 39.975,6
24 139.580 71.339,9
25 208.050 188.947,2 136.710,1 325.657,3
325.657,3
325.657,3
35 163.650 299.631 26.026,3 325.657,3
36 163.650 135.981
325.657,3
9 120.960 311.231,5 14.425,8 325.657,3
10 120.960 190.271,5
325.657,3 16 199.700 126.523,4
325.657,3 23 139.580 210.919,9 114.737,4 325.657,3
4 354.320 106.534,2 219.123,1 325.657,3
325.657,3 sqf
15 199.700 566,1
325.657,3 37 142.540 319.098,3 6.559 325.657,3
38 142.540 176.558,3
39 142.540 34.018,3
325.657,3
325.657,3
11 120.960 69.311,5
325.657,3 20 281.220 304.272,6 21.384,7 325.657,3
21 139.580 164.692,6
22 139.580 24.842,6
325.657,3 31 182.040 321.306,4 4.350,9 325.657,3
32 182.040 139.266,4
33 163.650 301.273,7 24.383,6 325.657,3
325.657,3 42 177.160 188.472,9 137.184,4 325.657,3
43 177.160 11.312,9
44 177.160 159.810,2 165.847,1 325.657,3
325.657,3
325.657,3
Kebutuhan Kotor (sqf) Persediaan di Tangan (sqf) Kebutuhan Bersih (sqf) Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan
45 171.770 313.697,5 11.959,8 325.657,3
46 171.770 141.927,5
47 171.770 295.814,8 29.842,5 325.657,3
325.657,3
Biaya Pemesanan = 25 x Rp 1.160.400 = Rp 29.010.000 Biaya Penyimpanan = 2.490.017,5 sqf x Rp 62,47 /sqf = Rp 155.551.393,2 Biaya Persediaan = Rp 184.561.393,2
48 171.770 124.044,8 2.490.017,5 25