ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI PULAU KECIL (Studi Kasus di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara)
TELY DASALUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tugas Akhir “Analisis Pengembangan Usaha Mikro Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Kecil” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam forum apapun dan dimanapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Jakarta,
April 2009
Tely Dasaluti NRP. F352064175
ABSTRACT TELY DASALUTI. Analysis of Micro Business Development to Support Women Empowerment of the Small Island (Case Study in Bunaken Island of Manado, North Sulawesi). Under direction of AIDA VITAYALA S. HUBEIS as head and EKO SRI WIYONO as member. Women of the small island are potentially subjected of human resources whom their existences in the society is not awared and have not been potentially developed. Meanwhile, these women share the same rights and duties as well those of men for providing and improving the family incomes. Beside that, the other important thing of the small island assests is the natural resources which can be accounted by the inhabitants/local people as resources to make ends meat, yet these potential resources have not been optimally used. Therefore, it is necessary to develop some study related to women empowerment in micro business development of the small island based on natural resources. The aims of study are follows: (1) to identify any micro business products based on human and natural resources which able to support the women empowerment especially in the small island, (2) to identify any micro business development besed on local potential resources which able to support the women empowerment of the small island, (3) to analyze micro business pattern which able to support the women empowerment of the small island. Purposive sampling method was applied to the women small island population, and the data collection used direct and open quesinaries from the business women of Bunaken Island. In addition to, in order to collect perceptive data of experties on the locally based micro business development of women empowerment in the small island, direct and open questioneries also apllied to the government and non-government agencies. By using multi criteria analysis (MCA) the products identification and promoting types of micro business based on potential human and natural resources were analyzed. While to analyze the micro business development pattern for women empowerment on the small island, Analytical Hierarchy Process (AHP) method and software expert choice 9.5 were used. Based on the potential human and natural resources three different micro business products of the Bunaken Island were formed, they are traditional handycraft, cloth printing, and food processing micro businesses, while the promoting types of micro business are self-ownership micro business, grouped-ownership micro business and joint-ownership micro business. On the other hand, the priority pattern of the micro business development of the Bunaken Island based on the AHP method and software expert choice 9.5 used were performed, they were increasing/improving the family economy (0.461), women labor (0.279), sustainable micro business (0.180) and improving the local budget income (0.079). In order to perform analizing based of micro business development pattern, the study was made on many aspects which related to the development of micro business, such as economics, social, environment and technology. The local economic condition of the Bunaken Island was considered to be midle-under class, therefore, the local income needs to be increased by improving the products qualities. This quality improvement of the products could be achieved by training in management and techniques and improving the environment conservation which is needed to maintain sustainable raw natural resources as their sources of business products. If the four aspects as mentioned were sinergically worked, presumably the improvement of micro business in Bunaken Island could be achieved, therefore, these women roled in the micro business would be able to improve their family incomes. Key words :Development pattern, women empowerment, small islands, micro business.
RINGKASAN TELY DASALUTI. Analisis Pengembangan Usaha Mikro Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan Di Pulau Kecil (Studi Kasus Di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara). Di bimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS sebagai ketua dan EKO SRI WIYONO sebagai anggota. Kaum perempuan di pulau kecil merupakan potensi sumberdaya manusia (SDM) yang produktif. Potensi SDM perempuan ini masih belum disadari keberadaannya dan belum dikembangkan potensinya. Padahal kaum perempuan juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum pria dalam meningkatkan perekonomian keluarganya. Potensi sumberdaya alam (SDA) di pulau kecil merupakan aset yang sangat diandalkan oleh masyarakat pulau kecil sebagai mata pencaharian utama mereka, tapi potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Karenanya dianggap perlu dilakukan suatu kajian dalam pengembangan usaha mikro untuk memberdayaan para perempuan di pulau kecil, berbasis potensi sumberdaya alamnya. Penelitian ini bertujuan untuk; (1) mengidentifikasi produk-produk usaha mikro berbasis potensi SDM dan SDA dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. (2) mengidentifikasi jenis-jenis usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. (3) menganalisis pola pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara tehadap panelis (stakeholders) yang terdiri atas pihak pemerintah dan lembaga non-pemerintah (NGO) guna mengetahui persepsi mereka terhadap pengembangan usaha mikro khususnya dalam mendukung pemberdayaan perempuan. Guna mengetahui pola pengembangan usaha mikro yang sesuai dilokasi penelitian digunakan kuisioner. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan menyesuaikan diri berdasar kriteria atau tujuan tertentu berdasarkan kuisioner. Analisis data untuk mengetahui produk dan jenis usaha unggulan di P. Bunaken dalam penelitian ini menggunakan Multi Criteria analysis (MCA), dan untuk memperoleh keputusan yang tepat dalam pola pengembangan usaha mikro digunakan Analytical Hierarchy Process/AHP menggunakan software Expert Choice 9.5. Berdasarkan identifikasi potensi SDA alam dan SDM-nya diperoleh 3 macam bidang usaha yaitu; (1) kerajinan tradisional, (2) usaha sablon dan (3) usaha makanan olahan. Data tersebut dianalisis dengan mengunakan metode MCA untuk memperoleh produk unggulan yaitu produk kerajinan tradisional. Untuk iedntifikasi jenis/tipe usaha diperoleh 3 tipe usaha yaitu (1) pola usaha mandiri, (2) usaha berkelompok dan (3) usaha kemitraan. Dari analisis dengan menggunakan MCA maka jenis usaha yang paling unggul adalah pola berkelompok. Untuk urutan prioritas pola pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken berdasarkan analisis dengan metode AHP dan dengan menggunakan software expert choice 9.5, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) peningkatan ekonomi keluarga (PEK) = 0,461, (2) tenaga kerja wanita (TKW) = 0,279, (3) usaha mikro berkelanjutan (UMB) = 0,180, dan yang terakhir adalah (4) peningkatan pendapatan anggaran daerah (PPAD) = 0,079. Untuk menyusun pola pengembangan usaha mikro berdasarkan analisis di atas perlu dikaji empat aspek yang memilki hubungan erat dengan pengembangan usaha mikro yaitu aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan teknologi. Berdasarkan analisis AHP prioritas pengembangan usaha mikro di
Pulau Bunaken adalah peningkatan ekonomi keluarga, jika dikaji secara ekonomi, kondisi ekonomi masyarakat di Pulau Bunaken termasuk ekonomi menengah ke bawah, sehingga perlu ditingkatkan pendapatannya dengan cara meningkatkan kualitas produksi usahanya, untuk meningkatkan kualitas produksi perlu adanya pembinaan yang diberikan kepada para wanita pengusaha tersebut, pembinaan yang dilakukan misalnya berupa pelatihan ataupun pembinaan manajemen usaha. Pembinaan ini akan lebih efisien jika dilakukan dalam pola berkelompok sehingga setiap anggota kelompok dapat ditingkatkan kualitas SDM-nya. Selain pembinaan yang berkaitan dengan teknis usaha dan manajemen juga perlu dilakukan pembinaan terhadap pelestarian lingkungan, karena lingkungan merupakan salah satu aset usaha, antara lain sebagai bahan baku produk. Dengan adanya peningkatan kesadaran lingkungan, maka lingkungan akan tetap terjaga dan lestari walaupun dimanfaatkan sebagai bahan baku usaha. Jika keempat aspek ini dapat berjalan secara sinergi maka akan diperoleh peningkatan pendapatan bagi usaha mikro di Pulau Bunaken, sehingga para pengusaha wanita ini akhirnya dapat meningkatan perekonomian keluarganya. Kata kunci : pola pengembangan, pemberdayaan perempuan, pulau-pulau kecil, usaha mikro,
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DALAM MENDUKUNG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI PULAU KECIL (Studi Kasus di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara)
TELY DASALUTI
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tugas Akhir
:
Nama Nomor
: :
Analisis Pengembangan Usaha Mikro Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Kecil. (Studi Kasus di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara) Tely Dasaluti F352064175
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ketua
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA
Tanggal Ujian : 4 April 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus : .................................
PRAKATA
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian tugas akhir Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil dan Menengah di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tesis dengan judul “Analisis Pengembangan Usaha Mikro Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan Di Pulau Kecil (Studi Kasus di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara)”, diselesaikan berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis dan Dr. Eko Sri Wiyono, SPi.,MSi., atas kesediaannya membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran untuk perbaikan tesis ini serta Dr. Ir. Aris Munandar, MS. sebagai penguji.
2. Prof. Dr. Ir. Alex S.W. Retraubun, M.Sc. selaku Direktur Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil atas rekomendasi dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana di IPB serta dukungan moril yang diberikan.
3. Ketua Program Studi MPI dan Staf pengajar PS. MPI atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Dr. Ir. Pamuji Lestari, M.Sc. dan Dr. Endang Linirin, M.Sc. yang telah bersedia memberikan rekomendasi dan dengan sabar selalu memberi motivasi, inspirasi serta waktu yang sangat berharga untuk penulis terutama dalam menyelesaikan Pendidikan di PS MPI ini.
5. Ir. Priyo Utomo selaku atasan langsung penulis, serta rekan-rekan di Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil - DKP, khususnya Subdit
Akselerasi dan Akses Investasi dan Subdit Pengelolaan Ekosistem, atas dukungan yang telah diberikan.
6. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado beserta staf, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado beserta staf. Ibu Nelda Luntungan, Ibu Ati, Ibu Jeanne, Ibu Eby dan Bapak Lucky juga Ibu-ibu kelompok perempuan Pulau Bunaken atas partisipasi dan semua fasilitas serta kemudahan yang diberikan kepada penulis saat pengambilan data di Kota Manado khususnya Pulau Bunaken.
7. Keluarga tercinta: kakak-kakak dan keponakan-keponakan atas kasih sayang, motivasi serta doa yang tiada henti untuk segala yang terbaik dan kelancaran penulis untuk menyelesaikan pendidikan di PS MPI.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan di PS MPI Angkatan 9, khususnya Mba Dewi, dan Tria untuk kebersamaan, kerjasama serta dukungan moril selama masa kuliah hingga penyelesaian tugas akhir.
9. Haer, Vera dan Shinta yang telah membantu selama masa perkuliahan dan masa penyelesaian tesis ini.
10. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis, baik moril maupun materiil hingga terselesaikannya tesis ini.
Walaupun Tesis ini masih jauh dari sempurna semoga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam program-program pemberdayaan perempuan khususnya di wilayah pulau-pulau kecil, dan penulis berdoa semoga Ibu/Bapak/Saudara mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, amin.
Bogor,
April 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 8 Februari 1972 sebagai anak ke-8 dari pasangan Sastro Kadeni (Alm.) dan Suparminah (Alm.).
Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Tanjung
Karang, Lampung pada tahun 1991 dan melanjutkan pendidikan Sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung (Unila), Lampung. Gelar Sarjana Sains diperoleh pada bulan Agustus 1997. Sejak mahasiswa sampai dengan tahun 1997 penulis aktif ikut dalam kegiatan asistensi dosen di Jurusan Biologi serta organisasi kemahasiswaan, ditingkat Fakultas maupun Universitas.
Sejak Februari 2000 sampai dengan
sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Ditjen KP3K), dan pada tahun 2008, penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Akselerasi Investasi Pulau-pulau Kecil pada Direktorat Pemberdayaan Pulaupulau Kecil, Ditjen KP3K, DKP.
DAFTAR ISI halaman DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xv
I
II
III
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A.
Latar Belakang .............................................................................
1
B.
Perumusan Masalah ...................................................................
3
C.
Tujuan .........................................................................................
6
D.
Kegunaan ....................................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
7
A.
Pulau Bunaken dan Potensi Sumberdaya Alamnya ....................
7
B.
Karakteristik dan Peranan Perempuan .......................................
7
C.
Tujuan Pemberdayaan Perempuan .............................................
8
D.
Perempuan dalam Pembangunan ..............................................
10
E.
Regulasi tentang Usaha Mikro ..................................................
12
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................
16
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................
16
B.
Metode Kerja ...............................................................................
16
C.
Analisis Data
17
D.
Aspek Kajian ...............................................................................
28
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
30
V
A.
Keadaan Umum Pulau Bunaken .................................................
30
B.
Hasil Penelitian .. .........................................................................
42
C.
Pembahasan ............................................................................
60
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
78
LAMPIRAN ..................................................................................................
80
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1
Tabel Penilaian Kriteria dan Alternatif ..............................................
26
2
Sarana Pendukung di TN Bunaken ..................................................
41
3
Sarana
41
dan
Prasarana
Bunaken ....................
Pondok
Wisata
di
TN
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1.
Alur Penentuan Produk Unggulan dengan MCA .......................
18
2.
Diagram Alur Penelitian ..............................................................
19
3.
Kerangka Pemikiran pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil ..............
20
4.
Peta Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara ......
31
5.
Letak Taman Nasional Bunaken, Manado ..................................
37
6.
Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Produk Unggulan ...................................................................................
7.
Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Jenis Usaha Unggulan ...................................................................................
8.
43
46
Hierarki Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken ..........................
48
9.
Sumber Modal Usaha di Pulau Bunaken ...................................
53
10.
Persentase sumber bahan baku usaha mikro di Pulau Bunaken, 2008 ...........................................................................
11.
54
Sarana dan prasarana di Pulau Bunaken untuk mendukung usaha mikro, 2008 ......................................................................
54
12.
Persentase jenis teknologi usaha mikro di Pulau Bunaken.........
55
13.
Pemasaran produk usaha mikro di Pulau Bunaken ...................
56
14.
Prioritas hierarki pengembangan usaha mikro dalam
15.
mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.......
59
Skema Analisis Pola Pengembangan Usaha Mikro ..................
67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir .....................................................
81
2.
Kuisioner Data Individu Perempuan Pelaku Usaha/Pengusaha .......
82
3.
Kuisioner Profil Usaha Perempuan Pelaku Usaha/Pedagang ..........
83
4.
Kuisioner Prioritas Pola Pengembangan Usaha Mikro Di Pulau Bunaken .............................................................................................
86
5.
Tabel hasil perhitungan dengan MCA untuk menentukan produk unggulan ...........................................................................................
6.
Tabel hasil perhitungan dengan MCA untuk menentukan jenis usaha unggulan .................................................................................
100 101
7.
Keindahan pantai Pulau Bunaken, Kota Manado .............................
102
8.
Pintu Masuk Taman Nasional Bunaken, Pulau Bunaken ..................
102
9.
Kios yang disediakan untuk para pedagang souvenir ......................
103
10. Contoh produk kerajinan yang dijual di Pulau Bunaken.....................
103
11. Contoh produk kaos yang dikerjakan oleh para wanita pengusaha mikro di Bunaken ............................................................................. 12. Contoh produk kaos yang dikerjakan oleh para wanita pengusaha mikro di Bunaken ............................................................................. 13. Para pengrajin souvenir sedang mengerjakan kerajinan dengan pola berkelompok ............................................................................ 14. Para pengrajin sablon sedang bersama-sama mengerjakan sablon kaus...................................................................................................
104 104 105 105
15. Para wanita yang bergerak di bidang pengolahan makanan sedang mendapat pelatihan dari Tenaga ahli DKP dalam program Pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken ................................ 106 16. Contoh alat bantu yang digunakan dalam usaha pengolahan makanan yaitu food processor dan sealer ....................................... 17. Contoh bahan-bahan kimia yang digunakan pada usaha sablon.......
106 107
18. Kelompok wanita pengusaha mikro sedang melakukan diskusi untuk 107 produk yang akan dikerjakan ................................................... 19. Pertemuan yang dilakukan penulis dengan responden pada saat 108 pengambilan data .............................................................................
Lampiran
Halaman
20. Penulis memberikan arahan pada para responden pada saat pengambilan data ..............................................................................
108
21. Salah satu sarana pendukung dalam pengembangan usaha antara lain tempat berdagang ......................................................................
109
22. Salah satu sarana transportasi untuk menuju Pulau Bunaken...............................................................................................
109
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pemerintah di sektor ekonomi seperti industri kecil belum memberikan akses dan peluang bagi perempuan untuk mendapatkan kredit, modal dan pinjaman di bank serta sarana lainnya, kalaupun akses itu tersedia, perempuan tidak memiliki otonomi dalam mendapatkannya tetapi sering dikaitkan dengan izin laki-laki atau suaminya. Pemerintah seharusnya lebih memantapkan kebijakan-kebijakan ekonomi berbasis perempuan dengan mengidentifikasikan permasalahan di lapangan sehingga economic equality bagi perempuan terealisasikan. Karya konkret seorang ekonom dari Bangladesh peraih hadiah nobel untuk perdamaian 2006, yaitu M. Yunus telah menyadarkan kita semua bahwa pemberdayaan ekonomi kaum papa ternyata berpusat pada perempuan yang bertekun pada pembuatan keranjang bambu dan 96% nasabah bank pemberi kredit mikro yang dirintisnya, mayoritas adalah perempuan. Apa yang dapat kita maknai dari semua ini? Perempuan tidak pernah lelah menekuni potensi yang mereka miliki sesederhana apa pun agar dapat survive. Di sisi lain bahwa terbukti diberbagai wilayah di dunia banyak perempuan hidup di bawah garis kemiskinan (diperkirakan 60 – 70% dari masyarakat miskin di dunia adalah perempuan) yang tak kenal putus asa. Pengentasan kemiskinan oleh M. Yunus merupakan bukti konkret bahwa sistem ekonomi berbasis dan sensitif gender telah diwujudnyatakan. Perjuangan pengentasan kemiskinan memiliki korelasi yang signifikan dengan pencapaian kesejahteraan dan tentunya untuk memenangi sebuah penghargaan yang amat prestisius, yakni hadiah nobel perdamaian. (Sihite. 2007) Salah satu contoh konkrit mengenai kurang diberdayakannya kaum perempuan adalah perempuan yang hidup diwilayah pulau kecil di Indonesia. Kegiatan operasi penangkapan ikan, lebih dominasi oleh kaum pria bahkan bisa dikatakan bahwa hampir sebagian besar kegiatan operasi penangkapan dilakukan oleh kaum pria. Namun demikian pada kegiatan lain dalam sistem ini, peran dari kaum perempuan justru lebih dibutuhkan dari pada kaum laki-laki. Dalam kenyataan kita masih sering terbentur pada masalah kesetaraan gender, dimana kaum perempuan masih terbatas dalam hal peran. Namun perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki dalam
pembangunan perikanan tangkap. Perempuan harus dilihat sebagai aset dan potensi, bukan dianggap sebagai beban dan hambatan. Studi tentang perbandingan tentang sumberdaya perempuan dan laki-laki lebih dikenal dengan kata studi gender. Dalam bahasa aslinya gender memiliki arti sebagai ciri-ciri atau karakter pria dan wanita yang terbentuk karena faktor sosial budaya, bukan karena faktor fisik (Raharjo, 1997) Dalam Perkembangannya banyak sekali pengkajian dan pendapat para ahli tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, jelas mereka menunjuk bahwa kategori gender ditentukan oleh faktor sosial dan budaya. Peran adalah pola perilaku yang ditentukan bagi seseorang yang mengisi kedudukan tertentu (Ihromi, 1995), sedangkan peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Wilayah pulau kecil merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap dampak negatif dari aktifitas yang merusak disekitarnya. Ekosistem pulau-pulau kecil juga rentan terhadap perubahan iklim global dan bencana alam seperti gempa bumi, badai dan sebagainya. Masyarakat pulau-pulau kecil sebagai bagian dari ekosistem, merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi kondisi pulau melalui perilaku dan pola hidup sehari-hari. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem secara bijaksana berdampak negatif terhadap sumberdaya lokal di pulau kecil. Hal ini dikarenakan rendahnya kualitas sumberdaya manusia di pulau kecil. Letak pulau kecil yang umumnya terisolir dan luas lahan serta sumberdaya alamnya yang terbatas juga mengakibatkan ketergantungan terhadap suplai bahan pokok dari pulau induk terdekat. Sumberdaya lokal yang ada dipulau kecil mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya manusia baik pria maupun wanitanya. Masyarakat pulau kecil yang umumnya nelayan kurang memanfaatkan sumberdaya alam selain yang menyangkut kegiatan perikanan bahkan cenderung secara tradisional. Padahal nilai ekonomi dari sektor ini justru lebih besar pada kegiatan pasca-panen yang dapat menghasilkan nilai tambah misalnya perubahan bentuk produk (proses pengolahan), perubahan waktu penjualan (proses penyimpanan), dan perubahan tempat penjualan (proses transportasi). Sumberdaya alam lainnya yang ada didarat juga belum dimanfaatkan contohnya hasil perkebunan ataupun bahan lainnya yang dapat diproses sehingga memiliki nilai ekonomi.
Selain potensi sumberdaya alamnya potensi sumberdaya wanitanya juga belum dimanfaatkan, padahal pria dan wanita memiliki kewajiban yang sama dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Kaum perempuan di pulau kecil sebagai salah satu potensi sumberdaya manusia yang produktif diharapkan mampu membantu meningkatkan pendapatan keluarga melalui pemanfaatan potensi sumberdaya lokal. Intervensi sosial budaya bisa saja terjadi. Karena itu intervensi yang dilakukan harus memperhatikan terlebih dahulu tatanan sosial yang berlaku. Jika intervensi akan merubah tatanan sosial yang berlaku secara mendasar maka intervensi tersebut patut ditinjau. Demikian pula bila berdampak positip, maka dampak tersebut jangan dilihat hanya sesaat namun perlu dikaji untuk jangka waktu yang lebih panjang.
B. Perumusan Masalah Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dan anak dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap perempuan. Permasalahan lainnya mencakup kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat yang diwarnai penafsiran terjemahan ajaran agama yang bias gender. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas seperti tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 (Bappenas, 2003). Masalah utama dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi,
dan
politik.
Data
Susenas
2003
menunjukkan
bahwa,penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki (11,56 persen berbanding 5,43 persen). Dengan adanya kondisi yang bersifat kultural (terkait dengan nilai-nilai budaya patriarkal) dan sekaligus bersifat struktural (dimapankan oleh tatanan sosial politik yang ada) tersebut, maka diperlukan tindakan pemihakan yang jelas dan
nyata
guna
mengurangi
kesenjangan
gender
di
berbagai
bidang
pembangunan. Untuk itu, diperlukan kemauan politik yang kuat agar semua
kebijakan dan program pembangunan memperhitungkan kesetaraan dan keadilan gender. Salah satu prioritas dan arah kebijakan pembangunan yang akan dilakukan adalah meningkatkan bidang pembangunan seperti kesehatan, pendidikan dan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum
perempuan,
pengarusutamaan
memperkuat gender
dan
kelembagaan, anak
dalam
koordinasi, perencanaan,
dan
jaringan
pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di segala bidang. Berkaitan dengan hal di atas dapat kita lihat pada masyarakat nelayan pesisir. Kaum wanita di wilayah pesisir memegang peranan penting untuk ikut menjaga keberlangsungan rumah tangganya. Selain berkewajiban mengurusi rumah tangga mereka juga cenderung membantu pekerjaan suami mereka yang mempunyai profesi sebagai seorang nelayan. Tidak jarang kalau mereka terlibat aktif dalam kegiatan mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka. Ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh istri-istri nelayan di Indonesia untuk memperoleh penghasilan adalah menjadi pengumpul pengolahan hasil ikan, menjadi pekerja didalam perusahaan perikanan, menjadi pedagang ikan eceran, menjadi pedagang ikan perantara, atau menjadi pemilik warung di sekitar wilayah pesisir. Pada umumnya semua kegiatan yang dilakukan tadi berhubungan dengan kegiatan perikanan. Kebanyakan masyarakat pesisir dan pulau kecil, terutama nelayan memang bergantung pada kegiatan perikanan, tetapi itu tidak berarti bahwa semua orang dipulau kecil harus bergantung pada sektor tersebut, pada hakekatnya pembangunan secara holistik adalah pembangunan yang mencakup semua aspek. Untuk itu setiap sumberdaya lokal patut diberdayakan misalnya dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada untuk pengembangan usaha. Masih adanya pandangan yang menganggap kaum perempuan adalah sub-ordinat kaum laki-laki, jelas akan berdampak terhadap persepsi perempuan dalam beberapa hal. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif misalnya lemahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pola pemikiran tersebut harus dirubah, antara lain dengan cara melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai peningkatan ekonomi keluarga. Meskipun seringkali kaum perempuan di wilayah pesisir pulau kecil merupakan asset sumberdaya manusia yang sangat bias untuk dikembangkan. Keberadaan kaum perempuan di pulau kecil kurang mendapat perhatian karena
dianggap tidak memiliki kewajiban dalam menjalankan ekonomi keluarga. Tentu saja pandangan seperti ini haruslah dirubah. Kaum perempuan juga harus memilki hak yang sama dengan kaum pria, dan juga harus diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Salah satu contoh usaha mikro yang telah dijalankan oleh kaum perempuan pulau kecil adalah di wilayah Pulau Bunaken, walaupun daerah ini telah menjadi objek tujuan wisata domestik maupun mancanegara kenyataannya masih dilakukan secara tradisional dan belum adanya sentuhan teknologi modern dalam pengerjaannya, otomatis hal ini berdampak terhadap mutu dan nilai jual dari barang yang diperdagangkan seperti kerajinan tangan ataupun asesories menjadi rendah (murah). Kurangnya pengetahuan dan akses informasi mengakibatkan variasi barang kerajinan yang mereka hasilkan monoton jenisnya, dan ditambah tidak adanya pengetahuan manajemen usaha dan keuangan membuat usaha mereka hanya cukup digunakan untuk keperluan sehari-hari bahkan kadang masih kurang. Dengan demikian diperlukan adanya suatu usaha untuk meningkatkan income/pendapatan dan tingkat ekonomi masyarakat Kota Manado terutama perempuan/ibu tumah tangga di pulau-pulau kecil yang berbasis potensi sumberdaya lokal yang ada. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan pulau-pulau kecil di Pulau Bunaken, juga dapat mengisi waktu luang perempuan pulau-pulau kecil pada saat para nelayan (kaum pria) melaut untuk menangkap ikan ataupun sebagai tukang perahu. Berdasarkan permasalahan diatas dianggap perlu untuk dilakukan suatu upaya
pemberdayaan
terhadap
kaum
perempuan
dipulau
kecil
dalam
mengembangan usaha skala mikro, seperti memberikan modal pengetahuan berupa pembinaan dan pelatihan dalam upaya meningkatkan keterampilan kaum perempuan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Perlu adanya pengkajian terhadap keungulan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
diwilayah
tersebut
pengkajian
terhadap
aspek-aspek
yang
mempengaruhi pengembangan usaha di pulau kecil, termasuk pelibatan peran serta stakeholders-nya sehingga diperoleh suatu pola yang tepat dalam pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken khususnya dan pulau kecil di Indonesia pada umumnya demi meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan peran serta kaum perempuan di Pulau-pulau kecil.
C. Tujuan Tujuan pelaksanaan tugas akhir ini; 1. Mengidentifikasi produk-produk usaha mikro berbasis potensi sumberdaya manusia
dan
sumberdaya
alam
dalam
mendukung
pemberdayaan
perempuan di pulau kecil . 2. Mengidentifikasi jenis-jenis usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. 3. Menganalisis
pola
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di pulau kecil.
D. Kegunaan Terciptanya usaha mikro yang produktif dan berkelanjutan dengan; 1. Meningkatnya peran kaum perempuan pulau-pulau kecil di Pulau Bunaken dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga berbasis sumberdaya lokal. 2. Meningkatnya usaha mata pencaharian alternatif berbasis sumberdaya lokal di pulau bunaken 3. Meningkatnya pengetahuan kaum perempuan di Pulau Bunaken dalam pengembangan usaha mikro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pulau Bunaken dan Potensi Sumberdaya Alamnya Berdasarkan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil definisi Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berasaskan: keberlanjutan;
konsistensi;
keterpaduan;
kepastian
hukum;
kemitraan;
pemerataan; peran serta masyarakat; keterbukaan; desentralisasi; akuntabilitas; dan keadilan. (DKP, 2008) Pulau Bunaken adalah sebuah pulau seluas 8,08 km² yang terletak di Teluk Manado, di utara pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau ini merupakan bagian dari kota Manado, ibu kota provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Pulau Bunaken termasuk dalam wilayah Kecamatan Bunaken, Kota Manado bersama 2 pulau lainnya yaitu, Pulau Manado Tua dan Pulau Siladen, serta sebagian wilayah pesisir Kota Manado. Sementara Pulau Bunaken sendiri terdiri dari 3 Desa yaitu Alungbanua, Bunaken, dan Tanjung Parigi (Diskanlut Kota Manado, 2007). Di sekitar pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Kelautan Manado Tua. Taman laut ini memiliki biodiversitas kelautan salah satu yang tertinggi di dunia. Selam scuba menarik banyak pengunjung ke pulau ini. Kawasan Bunaken ditetapkan menjadi Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.:730/Kpts-II/1991 tanggal 15 Oktober 1991 tentang “Penetapan kawasan Pulau-pulau Bunaken, Siladen Manado Tua, Mantehage, dan Nain serta Arakan-Wowontulap” sebagai Taman Nasional Bunaken, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Desember 1992. (Dephut, 2008)
B. Karakteristik dan Peranan Perempuan Karakteristik ditampilkan
oleh
individu
memiliki
seseorang
yang
pengertian
sebagai
berhubungan
dengan
sifat-sifat
yang
semua
aspek
kehidupannya di dunia atau didalam kehidupannya sendiri. Perempuan memiliki sifat-sifat khusus yang jarang dimiliki oleh kaum laki-laki sehingga sifat-sifat khusus
tersebut
merupakan
aset
perempuan.
Perempuan
memiliki
kecenderungan lebih teliti, terampil dan sabar dibanding laki-laki. Perempuan akan mengalami hambatan untuk maju jika dianggap lebih rendah dari laki-laki.
Pandangan yang menganggap kaum perempuan adalah sub-ordinat kaum laki-laki, jelas akan berdampak terhadap persepsi perempuan dalam beberapa hal. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif misalnya lemahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemikiran yang harus dirubah, salahsatu caranya adalah dengan melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai peningkatan ekonomi keluarga. Sajogyo (1985) berpendapat bahwa terdapat dua tipe peranan pada wanita yaitu: 1. Pola peranan, dimana peranan wanita seluruhnya hanya dalam pekerjaan rumah
tangga atau pekerjaan pemeliharaan kebutuhan
hidup semua anggota dari keluarganya 2. Pola peranan, dimana terdapat dua peranan wanita yaitu dalam rumah tangga dan juga mencarai nafkah. 3. Dari hal di atas, wanita atau perempuan terbukti memegang sejumlah fungsi sentral dalam keluarga dan sekaligus merupakan sumberdaya yang tidak kalah penting dibanding dengan pria. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia menjelaskan : Pasal 1 : Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyaki martabat dan hakhak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Pasal 2 : Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini dengan tak ada pengecualian apapun, seperti kebebasan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama politik atau pandangan lain asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik kelahiran ataupun kedudukan lainnya.
C. Tujuan Pemberdayaan Perempuan Pada Hakekatnya, pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi manusia berkembang (enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada manusia yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap manusia pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum bisa diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini yang berkembang, maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Disamping itu pemberdayaan hendaknya jangan menjebak masyarakat dalam perangkap ketergantngan (charity), pemberdayaan sebaliknya harus mengantar pada proses kemandirian. (Sulistiyani, 2004). Masalah utama dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Data Susenas 2003 menunjukkan bahwa, penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki (11,56 persen berbanding 5,43 persen). Penduduk perempuan yang buta huruf sekitar 12,28 persen, sedangkan penduduk laki-laki yang buta huruf sekitar 5,84 persen. Pada tahun 2000, angka kematian ibu melahirkan masih tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil juga masih tinggi yaitu sekitar 50,9 persen Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001. Berdasarkan
Susenas
2003,
tingkat
partisipasi
angkatan
kerja (TPAK)
perempuan masih relatif rendah yaitu 44,81 persen, dibandingkan dengan lakilaki (76,12 persen). Di bidang politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu keterwakilan perempuan di DPR hanya 11,6 persen dan di DPD hanya 19,8 persen (data Komisi Pemilihan Umum). Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari rendahnya persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II, dan III (12 persen). Sementara itu, peran perempuan di lembaga judikatif juga masih rendah, yaitu masing-masing sebesar 16,2 persen dan 3,4 persen sebagai hakim di Peradilan Umum dan di Peradilan Tata Usaha Negara, serta 17 persen sebagai Hakim Agung pada tahun 2000 (data Badan Kepegawaian Negara, 2003) (Bappenas, 2003). Proses
marginalisasi
(peminggiran/pemiskinan)
yang
mengakibatkan
kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi. Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki.
Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan (Bappenas, 2003).
D. Perempuan dalam Pembangunan. Indeks pembangunan manusia skala internasional dan nasional dilihat dari tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan meliputi 3 (tiga) aspek tersebut di atas sebagai berikut: 1. Pendidikan Di bidang pendidikan, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan
pendidikan
daripada
perempuan.
Ketertinggalan
perempuan dalam bidang pendidikan tercermin dari presentase perempuan buta huruf (14,54% tahun 2001) lebih besar dibandingkan laki-laki (6,87%), dengan kecenderungan meningkat selama tahun 1999-2000. Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan angka buta huruf yang cukup signifikan. Namun angka buta huruf perempuan tetap lebih besar dari laki-laki, khususnya perempuan kepala rumah tangga. Angka buta huruf perempuan pada kelompok 10 tahun ke atas secara nasional (2002)
sebesar
9,29%
dengan
komposisi
laki-laki
5,85%
dan
perempuan 12,69% (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2002). Menurut Statistik Kesejahteraan Rakyat 2003. Angka buta huruf perempuan 12,28% sedangkan laki-laki 5,84%. 2. Kesehatan Menurut Gender Statistics and indicators 2000 (BPS), kemajuan di bidang kesehatan ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian bayi dari 49 bayi per 1000 kelahiran pada tahun 1998 menjadi 36 tahun 2000, (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2001). Menurunnya angka kematian anak serta meningkatnya angka harapan hidup dari 64,8 tahun (1998) menjadi 67,9 tahun (2000), Berdasarkan
estimasi parameter demografi 1998 yang dikeluarkan BPS, angka harapan hidup pada periode 1998-2000 cenderung meningkat. Usia harapan
hidup
(life
expectancy
rate)
perempuan
lebih
tinggi
dibandingkan laki-laki, yaitu 69,7 tahun berbanding 65,9 tahun. (Sumber: BPS, Estimasi Parameter Demografi, 1998). Dibidang kesehatan, selama periode 1998-2000 ada penurunan angka kematian bayi, Infant Mortality Rate (IMR). Namun angka kematian bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan angka kematian bayi perempuan. Laki-laki 41, perempuan 31, (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2001). Sejalan dengan semakin meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat, angka kematian
anak,
Child
Mortality
Rate
(CMR)
periode
ini
juga
menunjukkan penurunan, namun demikian angka kematian anak lakilaki lebih tinggi dibandingkan kematian anak perempuan laki-laki 9,8 sedangkan perempuan 7,9. (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2001). Dibidang kesehatan dan status gizi perempuan masih merupakan masalah utama, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) 390/100.000 (SDKI 1994), 337/100.000 (SDKI 1997), dan menurun 307/100.000 (SDKI 2002). 3. Ekonomi Di bidang ekonomi, secara umum partisipasi perempuan masih rendah, kemampuan perempuan memperoleh peluang kerja dan berusaha masih rendah, demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 45% (2002)
sedangkan
laki-laki
75,34%,
(Sumber:
BPS,
Statistik
Kesejahteraan Rakyat 1999-2002). Sedangkan ditahun 2003 TPAK lakilaki lebih besar dibanding TPAK perempuan yakni 76,12% berbanding 44,81%. (BPS, 2003). Menurut Handayani dan Sugiarti (2002) melihat akses dan kontrol berarti melihat apa akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya tersebut, hal ini terkait dengan aspek berikut: 1. Siapa
yang
mempunyai
akses
terhadap
sumberdaya
produktif
(termasuk sumberdaya alam) seperti tanah, hutan, peralatan, pekerja, pendidikan, dan lain-lain? 2. Siapa yang mengontrol sumberdaya itu?
3. Siapa yang memperoleh keuntungan dari penggunaan sumberdaya itu?
E. Regulasi tentang Usaha Mikro Perhatian Pemerintah dengan pengembangan usaha mikro tercermin dengan keluarnya UU RI No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Yang dimaksud dengan Usaha Mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam Pasal 6 pada UU ini juga dijelaskan tentang kriteria usaha mIkro, sebagai berikut : a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sedangkan yang dimaksud dengan ”hasil penjualan tahunan” adalah hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku. Dalam
Pengembangan
Usaha
Mikro,
Kecil
dan
Menengah
maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berperan sebagai fasilitator dalam bidang: a. produksi dan pengolahan; b. pemasaran; c. sumber daya manusia; dan d. desain dan teknologi. Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dilakukan antara melalui peningkatan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen, memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk dan mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan. Pengembangan
dalam
bidang
sumberdaya
manusia
sebagaimana
dikembangkan adalah dengan cara memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; juga termasuk membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk
melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru. (DepkopUKM, 2008) Eksistensi dan peran UKM pada tahun 2006 mencapai 48,93 juta unit usaha dan merupakan 99,9% dari pelaku usaha nasional dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi nasional: PDB adalah semua barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu (yang biasanya 1 tahun). Sementara kegiatan usaha di pulau kecil juga diatur dalam suatu UU yaitu UU No. 27 tahun 2008 tentang pemanfaatan dan pengelolaan pesisir dan pulaupulau kecil serta Peraturan Menteri (PerMen) KP No. 20 tahun 2008 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya yang diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut : a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budidaya laut; e. pariwisata; f.
usaha perikanan dan kelautan secara lestari;
g. pertanian organik; dan/atau h. peternakan. Selain hal-hal di atas disebutkan pula bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, kecuali untuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, wajib memenuhi persayaratan berikut: a. sesuai dengan rencana zonasi; b. memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan; c. memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat; dan d. menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Untuk memperluas kesempatan masyarakat miskin kawasan pesisir dalam pemenuhan hak-hak dasar dilakukan melalui program diantaranya: a.
Pengembangan kapasitas masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan;
b.
Pemberdayaan kelembagaan nelayan untuk meningkatkan posisi tawar
terhadap harga-harga hasil tangkapan nelayan dan dalam pengambilan keputusan; c.
Pelaksanaan regulasi yang mengatur kawasan penangkapan ikan dan pengakuan atas tradisi lokal masyarakat pesisir;
d.
Optimalisasi daya guna potensi sumber daya kelautan dan pesisir;
e.
Koordinasi berbagai sumber bantuan modal, peralatan tangkap dan teknologi untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat pesisir;
f.
Pemberdayaan ekonomi bagi perempuan di kawasan pesisir; dan
g.
Peningkatan pengawasan kegiatan ekonomi pesisir dengan melibatkan masyarakat pesisir melalui patroli keamanan wilayah laut dan pesisir berbasis masyarakat (Siswasmas) (Bappenas, 2003). Sejak tahun 1990-an, ada sebuah sistem keuangan untuk melayani
masyarakat miskin, khususnya perempuan, yang mulai diperkenalkan di Indonesia, yaitu sistem grameen bank. Sistem ini dirintis oleh Prof. Muhammad Yunus dari Bangladesh pada tahun 1977. Dari ujicoba yang dilakukan di Indonesia, ternyata menunjukkan hasil yang cukup baik, terbukti program ini mampu berjalan hingga sekarang. Sejak akhir tahun 90-an, sistem ini mulai diperkenalkan di beberapa lokasi di Indonesia dan secara berangsur dikembangkan lebih serius. Dikatakan serius karena lembaga tersebut secara profesional membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang khusus menggunakan sistem grameen. Lembaga Replikasi Grameen Bank (RGB) ini menjadikan kelompok perempuan dari keluarga miskin, bahkan paling miskin, sebagai sasarannya. Dalam konteks grameen bank, orang yang paling miskin adalah orang yang paling
membutuhkan
modal
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
ketrampilannya, sehingga bisa meningkatkan pendapatan. Selain itu, orang yang paling miskin adalah orang yang paling taat dalam membayar utang, karena dana pinjaman itulah satu-satunya yang memungkinkan untuk bisa membantu meningkatkan kehidupan mereka. Pemahaman ini sangat berbeda dengan pemahaman yang belaku di hampir semua lembaga keuangan, bahwa orang miskin tidak layak untuk diberi pinjaman karena tidak bankable. Selama hampir sepuluh tahun pengalaman RGB di Indonesia, nasabah perempuan ternyata mempunyai track record yang cukup baik, seperti terlihat dari kehadiran dalam minggon, pembayaran angsuran, kekompakan dalam kelompok, dan lain-lain. Perempuan juga mempunyai tanggung jawab yang
sangat baik dalam penggunaan pinjaman, terlepas apakah dana tersebut digunakan sendiri atau digunakan oleh suaminya. Andaikan dana itu digunakan oleh suaminya, maka sebagai isteri, mereka akan mengontrol penggunaannya. Meskipun kini sudah banyak program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, ternyata jumlah orang miskin tak juga berkurang, malahan bertambah. Dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang mencapai 40-50 juta, tampak bahwa peluang pasar untuk LKM masih sangat besar. Dilihat dari jenis kelamin, maka penduduk perempuanlah yang paling merasakan dampak dari kemiskinan tersebut, sehingga cukup beralasan kalau RGB memprioritaskan perempuan sebagai target marketnya. (Riyadi, 2003) Berdasarkan regulasi dan beberapa kebijakan serta program di atas maka kegiatan usaha mikro di pulau kecil memang sudah sangat layak untuk lebih dikembangkan. Tenaga kerja yang paling baik untuk diberdayakan adalah para perempuan yang dapat menjadikan usaha mikro ini sebagai mata pencaharian alternatif untuk meningkatkan ekonomi keluarganya.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 6 bulan (Juli 2008 – Januari 2009). Kegiatan penelitian ini meliputi, pengumpulan data awal mengenai lokasi penelitian, dilanjutkan dengan pengambilan data dilapangan pada bulan Agustus – November 2008, kemudian dilanjutkan dengan analisis data yang mencakup pengumpulan data dan pengolahan data, kajian pustaka, serta penulisan laporan.
B. Metode Kerja 1. Pengumpulan Data Primer Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan
dengan
melakukan survei, yaitu pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini adalah kelompok perempuan di pulau Bunaken, Sulawesi Utara yang dalam usia produktif dan pihak yang terkait seperti Pemerintah dan swasta. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan melakukan survei dan wawancara tehadap panelis (stakeholders) yang terdiri atas pihak pemerintah dan swasta guna mengetahui persepsi mereka terhadap pengembangan usaha mikro khususnya dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan pola pengembangan yang cocok diterapkan pada lokasi penelitian serta menggunakan kuisioner yang telah disediakan. Penentuan sampel digunakan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan menyesuaikan diri berdasar kriteria atau tujuan tertentu (disengaja) berdasarkan kuisioner (Sumarni dan Wahyuni. 2006; Nazir. 1988). Artinya, responden yang dipilih sesuai dengan kebutuhan data peneltian, yaitu kaum perempuan di Pulau Bunaken yang memiliki/menjalankan usaha kecil serta pihak terkait lainnya. Selain itu juga dilakukan observasi dengan tujuan mengetahui keadaan lokasi, gambaran kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat nelayan di pulau Bunaken secara umum khususnya para perempuan yang memiliki
usaha mikro, pengamatan bentuk kegiatan industri perikanan, dan kegiatankegiatan masyarakat pulau Bunaken secara umum.
2. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder
dikumpulkan melalui metode dokumentasi, yaitu
pengumpulan data dari data tertulis yang dapat dipercaya kebenarannya. Data sekunder juga dikumpulkan dari data studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dari kepustakaan yang menunjang dan berhubungan dengan masalah atau dengan topik yang akan dibahas dan mempunyai manfaat sebagai data aktual. Data lainnya yang dikumpulkan adalah data umum seperti potensi sumber daya lokal daerah, potensi dan jenis usaha kecil, potensi dan jenis usaha
kecil
perikanan,
potensi
perikanan,
kondisi
ekosistem
serta
pendapatan masyarakat setempat yang diperoleh dari instansi dan lembaga yang berkait dengan perikanan seperti Dinas Perikanan Kota Manado Sulawesi Utara dan Departemen Kelautan dan Perikanan.
C. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini terkait pada tujuan penelitian, yaitu (1) mengidentifikasi produk-produk usaha mikro berbasis potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil, (2) mengidentifikasi jenis-jenis usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. Tujuan (1) dan (2) akan dikaji berdasarkan aspek sosial-ekonomi-lingkunganteknologi dengan menggunakan metode Multiple Criteria Analysis/MCA (gambar 2). (3) Menganalisis pola pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil digunakan metode Analytical Hierarchy Process/AHP. Alur penelitian untuk mencapai tujuan-tujuan ini dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
POTENSI SDA DAN SDM
Ekonomi
Sosial
Lingkungan
Teknologi
Kriteria
Kriteria
Kriteria
Kriteria
- Modal Usaha - Peluang Pasar - Hasil Usaha
- Penyerapan Tenaga Kerja - Tingkat Pendapatan masyarakat lokal
- Ketersediaan Bahan Baku - Kesadaran dampak lingkungan - Kontinuitas Produksi
MULTI CRITERIA ANALYSIS (MCA)
PRODUK DAN JENIS USAHA UNGGULAN
Gambar 1. Alur Penentuan Produk Unggulan dengan MCA
- Sarana Prasarana - Penyerapan teknologi - Akses Informasi
Pengumpulan Data
Data Primer - Survei - Wawancara - Kuisioner
Produk berbasis potensi SDM dan SDA
Data Sekunder - Literatur - Dokumentasi - Statistik - Data lainnya yang menunjang.
Jenis/bentukUsaha Berbasis SDA lokal
Scoring/ MCA
POLA PENGEMBANGAN USAHA
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
AHP
Aspek Teknologi
Rendahnya taraf ekonomi masyarakat di pulau kecil, kurangnya modal dalam pengembangan usaha
Usaha yang dikembangkan oleh kaum perempuan yang bersifat mendukung usaha kaum pria
Kurangnya pengembangan usaha dengan pemanfaatan potensi sumberdaya lokal
Kurangnya sarana komunikasi dan informasi mengakibatkan rendahnya penerapan teknologi dalam pengembangan usaha di pulau kecil,
Sulitnya pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau bunaken
- Multi-criteria Analysis (MCA) - Analytical Hierarchy Process (AHP)
1. Produk Unggulan 2. Jenis Usaha Unggulan 3. Pola pengembangan Usaha Mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan Di Pulau Kecil
Dampak
Aspek Lingkungan
Pendekatan/ Analisis
Aspek Sosial
Hasil yang diharpkan
Aspek Ekonomi
Masalah
Potensi SDA dan SDM di Pulau Bunaken
Proses Hierarki Analitik (PHA) diharapkan dapat mengetahui persepsi atau pandangan stakeholders tentang daerah penelitian. Persepsi atau pandangan stakeholders tersebut diserap melalui pengisian kuisioner untuk masing-masing responden. Nilai yang diberikan oleh responden berdasarkan hasil perbandingan yang sesuai dengan skala nilai yang ditetapkan oleh Saaty. Prinsip penilaian PHA adalah membandingkan tingkat kepentingan prioritas antara satu elemen dengan elemen lainnya yang berada pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini meliputi pertimbangan aspek, kriteria yang berpengaruh dan tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki yaitu penentuan prioritas pola pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil.
1. Analisis Multi Kriteria (MCA) Untuk mendapatkan data pada tujuan 1 dan 2, dilakukan Inventarisasi data melalui observasi dan survei lapangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Multi Kriteria (AMK/MCA) untuk mendapatkan produk unggulan dari potensi sumberdaya alam serta sumberdaya manusia dan jenis/bentuk usaha unggulan di Pulau Bunaken. Analisis Multi Kriteria (MCA) adalah salah satu dari beberapa alat pengambilan keputusan yang dibuat untuk menganalisis persoalan yang bersifat multi kriteria dan komplek dengan memasukkan aspek kualitatif dan kuantitatif. Dalam kondisi dimana terdapat banyak kriteria, maka harus dilakukan suatu proses penilaian logis yang terstruktur. Kesulitan lain yang sering dihadapi dalam pengambilan keputusan adalah bagaimana mencapai suatu konsensus bersama ketika kriteria ini melibatkan banyak bidang dan tujuan tertentu. MCA menyediakan suatu ruang untuk mencapai kesepakatan multi sektoral dalam menentukan nilai kepentingan relatif dari masing-masing kriteria ini. Secara garis besar kegiatan MCA terdiri atas beberapa langkah utama yakni: (1) penetapan sasaran, (2) penetapan kriteria, pembobotan (weighting) kriteria dan (3) penilaian (scoring) atas berbagai alternatif keputusan yang berkaitan dengan kriteria.
Sasaran (objectives) ditetapkan sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai, misalnya untuk tujuan 1 adalah potensi sumberdaya alam dan potensi sumberdaya manusia. Dengan kata lain, sasaran merupakan turunan dari tujuan atau penjabaran yang lebih spesifik
dari tujuan. Setelah sasaran ditetapkan, kemudian ditetapkan kriteria yang ingin diterapkan berkaitan dengan sasaran tersebut. Kriteria bisa merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai atau kondisi batas yang menjadi prasyarat bagi tercapainya sasaran. Kriteria dapat juga berfungsi sebagai tolok ukur bagi tercapainya sasaran yang diinginkan. a. Kriteria penilaian MCA Beberapa Aspek yang diamati adalah dalam penelitian ini meliputi; •
Aspek Ekonomi Yang termasuk kriteria dalam aspek ekonomi adalah besarnya modal usaha, suatu usaha akan dapat berkembang dengan baik apabila memilki modal yang cukup, baik modal secara individu maupun berupa bantuan atau pinjaman. Penilaian untuk kriteria di atas dilakukan dengan metode scoring yaitu: 1 = besar; 2 = sedang; 3 = kecil.
•
Aspek Sosial Kriteria dari aspek sosial bisa dilihat dari penyerapan/jumlah tenaga kerja ditinjau dari penilaian dan penerimaan masyarakat terhadap wirausaha
wanita
apakah
dapat
memberi
kesempatan
kerja
perempuan dipulau kecil setempat atau tidak, juga dapat dilihat dari banyaknya tenaga kerja pada suatu usaha. Scoring pada untuk kriteria di atas dilakukan adalah: 1 = sangat berpengaruh; 2 = berpengaruh; 3 = cukup berpengaruh. •
Aspek Lingkungan Pengaruh pada aspek lingkungan dapat dilihat dari pemanfaatan potensi sumberdaya lokal yang digunakan dalam usaha mikro. Kriteria yang dinilai adalah ketersediaan bahan baku yang ditinjau dari sumber bahan baku apakah berasal dari sumberdaya alam (SDA) di lokasi penelitian ataukah berasal dari luar daerah. Nilai pada aspek ini yaitu: 1 = luar seluruhnya; 2 = lokal + luar, 3 = lokal seluruhnya. Besar kecilnya potensi sumberdaya alam juga dapat dilihat dari Kriteria kontinuitas produksi suatu usaha mikro, makin besar kontinuitas suatu produksi maka akan mengakibatkan besarnya pemanfaatan potensi SDA disekitarnya. Kontinuitas produksi dihutung dari banyaknya penjualan pehari/perbulannya.
•
Aspek Teknologi Kriteria dari aspek teknologi adalah kemampuan penyerapan teknologi; penyerapan teknologi sangatlah bergantung pada tingkat pendidikan dan kesempatan yang diperoleh wirausaha wanita misalnya adanya pembinaan dan pelatihan dari lembaga pemerintah. Scoring pada aspek teknologi yaitu: 1 = sulit, 2 = sedang, 3 = mudah. Pengembangan dan penetapan kriteria di atas kemudian dilanjutkan
dengan pembobotan kriteria. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan memperbandingkan preferensi atau tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria satu sama lain untuk mendapatkan bobot yang proporsional antara masing-masing kriteria. Penetapan bobot (weighting) ini merupakan salah satu bagian yang penting dalam proses MCA. Selanjutnya dilakukan penilaian (scoring) atas beberapa pilihan alternatif keputusan yang ada dengan menggunakan kriteria yang sudah dibobotkan pada langkah tersebut di atas. Untuk masing-masing kriteria, seluruh alternatif keputusan yang ada dinilai dan diperbandingkan. Hasil dari penilaian atas masing-masing alternatif keputusan per kriteria kemudian dikalikan dengan hasil dari pembobotan kriteria. Hasil akhirnya adalah total skor dari masing-masing alternatif keputusan. Ranking prioritas dari berbagai alternatif keputusan dapat disusun berdasarkan total skor. Secara garis besar dalam penelitian ini kegiatan MCA terdiri atas 3 langkah utama yakni: 1. penetapan sasaran; yang dimaksud sasaran dalam penelitian ini adalah wanita pedagang dan pengusaha di pulau Bunaken. 2. penetapan kriteria, pembobotan (weighting) kriteria. 3. penilaian (scoring) atas berbagai alternatif keputusan yang berkaitan dengan kriteria. Sasaran (objectives) ditetapkan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, misalnya untuk tujuan 1 adalah potensi sumberdaya alam dan potensi sumberdaya manusia. Dengan kata lain, sasaran merupakan turunan dari tujuan atau penjabaran yang lebih spesifik dari tujuan. Setelah sasaran ditetapkan, kemudian ditetapkan kriteria yang ingin diterapkan berkaitan dengan sasaran tersebut. Kriteria bisa merupakan
kondisi ideal yang ingin dicapai atau kondisi batas yang menjadi prasyarat bagi tercapainya sasaran. Kriteria dapat juga berfungsi sebagai tolok ukur bagi tercapainya sasaran yang diinginkan. Perhitungan menggunakan Analisis Multi Kriteria/ Multi Criteria Analysis (MCA) diolah berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dari 40 responden yang merupakan wanita pengusaha/pedagang. Untuk mengetahui produk unggulan usaha mikro data yang diperoleh dihitung rata-ratanya dan berdasarkan nilai minimum dari dan nilai maksimum dari data maka diperoleh fungsi nilai (FN) Rumus menghitung FN:
(x - nilai min) FN = ____________________ (nilai max - nilai min) Keterangan : X
= nilai rata-rata dari masing-masing data
FN
= Fungsi Nilai (Bobot nilai)
Kemudian masing-masing data nilai FN dijumlahkan dan dibagi dengan banyaknya produk sehingga diperoleh FN total. Kemudian diperingkat, makin besar nilai FN nya maka peringkatnya makin baik/unggul.
2. AHP untuk Penentuan Pengembangan Usaha Mikro di Pulau Bunaken. Analisis
data
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
dengan
menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu metode yang digunakan
dalam
pengambilan
keputusan
suatu
masalah.
Masalah
disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif atas masalah tersebut (Marimin, 2004). Dalam penelitian ini AHP digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan Pola Pengembangan usaha bagi kaum perempuan di Pulau Bunaken yang paling tepat. Prinsip Kerja AHP adalah penyederhanaan terhadap suatu persoalan yang kompleks dan yang tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki.
Ide dasar prinsip kerja AHP adalah : a. Penyusunan Hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Hierarki pengambilan keputusan dalam penentuan tujuan utama pengembangan usaha mikro di pulau Bunaken dapat dibagi dalam 4 tingkat yaitu : -
Tingkat 1 fokus terhadap pola pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken untuk mendukung pemberdayaan perempuan.
-
Tingkat 2 merupakan aktor/pelaku yang berperan dalam usaha mikro di Pulau Bunaken.
-
Tingkat
3
merupakan
faktor-faktor
yang
berperan
dalam
pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken dalam mendukung pemberdayaan perempuan. -
Tingkat 4 alternatif pengembangan usaha bagi wanita pengusaha mikro di Pulau Bunaken.
b. Penilaian Kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Pembuatan skala perbandingan ditujukan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria/ kepentingan yang setingkat di atasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hierarki atau dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparation) seperti tabel dibawah ini:
Tabel 1. Tabel Penilaian Kriteria dan Alternatif
Tingkat kepentingan
Definisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama penting.
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain.
5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain.
7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya.
9
Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya.
2,4,6,8
Kebalikan
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i.
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Sumber : Saaty (1993) Aktor atau pelaku yang berperan adalah: 1. Wanita pengusaha/pedagang (selanjutnya dalam penelitian ini disebut wanita usaha/dagang) adalah perempuan yang memilki usaha/ produsen
suatu
produk/jenis
usaha
ataupun
yang
berprofesi
pedagang atau kedua-duanya. 2. Dinas Kelautan dan Perikanan adalah Instansi pemerintah daerah kota Manado, sulawesi utara yang membawahi sektor perikanan dan kelautan.
3. Dinas Koperasi dan UKM adalah Instansi pemerintah daerah kota Manado, Sulawesi Utara yang membawahi sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 4. Departemen Kelautan dan Perikanan adalah Instansi Pemeritah yang membawahi bidang kelautan dan perikanan termasuk didalamnya pemanfaatan dan pengelolaan di wilayah pulau-pulau kecil. 5. LSM/NGO adalah lembaga independen yang memilki keterkaitan dengan usaha mikro di pulau bunaken misalnya koperasi ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya.
d. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement
yang telah ditentukan untuk menghasilkan
bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaiaan persamaan matematik. Faktor-faktor yang berperan dalam mewujudkan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah sebagai berikut. a. Potensi Sumberdaya Lokal. b. Sarana dan Prasarana. c. Potensi Sumberdaya Manusia. d. Potensi Teknologi. e. Peluang Pasar. f.
Aspek Kelembagaan.
g. Modal Usaha. Dari analisis tersebut akan diperoleh pola pengembangan usaha mikro yang dapat diterapkan, peningkatan peran kaum perempuan dalam meningkatkan perekonomian keluarga serta peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya lokal dan pembangunan daerah yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan.
e. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis (Marimin, 2004). Masing-masing faktor tersebut akan dilihat tingkat prioritasnya dengan beberapa kriteria yaitu (1) tenaga kerja wanita, (2) peningkatan ekonomi keluarga, (3) peningkatan pendapatan anggaran daerah, (4) usaha mikro berkelanjutan.
D. Aspek Kajian Aspek kajian yang akan dibahas dalam penelitian ini mencakup ; 1.
Aspek Ekonomi Aspek ekonomi adalah gambaran mengenai kondisi ekonomi usaha
kecil di Pulau Bunaken. Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat ekonomi suatu usaha mikro sebagai mata pencaharian alternatif (MPA) seperti, modal usaha, biaya produksi, dan nilai barang/ produk yang dijual/dihasilkan. Salah satu contoh kondisi ekonomi misalnya pada biaya produksi dalam setiap pembuatan atau untuk menyelesaikan suatu produksi pasti memakai biaya produksi. Besarnya biaya produksi merupakan salahsatu penentu besarnya harga jual suatu produk. 2.
Aspek Sosial Aspek sosial adalah gambaran tentang kondisi sosial dan latar budaya
di Pulau Bunaken. Analisis sosial ditinjau dari penilaian dan penerimaan masyarakat terhadap pengembangan usaha mikro yaitu seberapa besar dampak sosial yang terjadi. Misalnya, banyaknya tenaga kerja yang terlibat, kesempatan kerja bagi kaum perempuan setempat, yang dapat dilihat dari banyaknya tenaga kerja yang diserap, serta pendapatan yang diterima oleh para perempuan yang bergerak dibidang usaha mikro tersebut, baik produsen maupun hanya pedagang. Kriteria penyerapan tenaga kerja dilakukan dengan melihat jumlah perempuan yang memiliki usaha ataupun berdagang pada lokasi tersebut. Untuk Kriteria pendapatan yang diterima dapat dilihat dari pendapatan bersih yang diterima seorang wanita pengusaha dan pedagang dalam jangka waktu tertentu.
3. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan dianalisis untuk mengetahui besarnya potensi sumberdaya lokal yang dimanfaatkan oleh masyarakat di P. Bunaken dalam pengembangan usahanya. Parameter yang diukur adalah ketersedian bahan baku dan seberapa besar kesadaran masyarakat diwilayah tersebut terhadap kelestarian lingkungan. 4. Aspek Teknologi Untuk mengetahui besarnya terapan teknologi ataupun pengetahuan yang digunakan oleh pelaku usaha kecil parameter yang dapat dilhat adalah perkembangan pasar/permintaan konsumen dalam menghadapi persaingan usaha, tingkat teknologi yang dikuasai, dan teknologi yang digunakan dalam pengembangan usaha oleh responden. Kriteria lainnya yang dilihat pada aspek teknologi adalah adanya daya dukung suatu usaha, seperti kondisi sarana dan prasarana. Ketersedian sarana dan prasarana merupakan penunjang dalam pengembangan suatu usaha. Karena semakin banyak sarana yang ada maka semakin dapat membantu upaya dalam pengembangan usaha, misalnya ketersediaan sarana transportasi, penerangan, air bersih dan sebaginya. Kriteria akses informasi juga merupakan salahsatu daya dukung yang juga harus diperhatikan. Akses informasi yang diperoleh masyarakat di pulau kecil umumnya rendah karena letak geografis yang terisolir serta keterbatasan sarana dan prasarana.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
E. Keadaan Umum Pulau Bunaken Pulau Bunaken adalah pulau kecil yang berfungsi sebagai daerah wisata yang termasuk di dalam wilayah Kota Manado. Kota Manado sendiri memilki 3 pulau kecil yaitu Pulau Bunaken, Pulau Siladen dan Pulau Manado Tua yang lokasinya berdekatan dengan Kota Manado (Gambar 5). Pulau Bunaken memilki potensi wisata yang sangat dikenal bahkan sampai mancanegara yaitu wisata Taman Lautnya. Kondisi inilah yang mejadikan salah satu visi Kota Manado yaitu untuk menjadi Kota Wisata dunia pada tahun 2010. Bunaken adalah salah satu pulau kecil di Kecamatan Bunaken yang terdiri dari 2 kelurahan yaitu kelurahan Bunaken dan Alung Banua dengan luas daratan 8,08 Km2. Bunaken terletak di sebelah Barat Laut teluk Manado, berjarak sekitar 6 Km dari pusat kota Manado atau 3,5 Km dari Tongkeina di Tanjung Pisok. Akses ke Bunaken dari Manado sangat lancar dengan menggunakan speedboat atau perahu katamaran yang dapat ditempuh dalam waktu 20-50 menit. Kelurahan Bunaken memiliki luas wilayah 535 Ha yang terdiri dari 6 lingkungan dimana lingkungan I-V berada di Pulau Bunaken dan lingkungan VI di Pulau Siladen. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kelurahan Bunaken sebanyak 2.807 jiwa (769 KK). Sebagian besar penduduk Pulau Bunaken memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (717 orang), petani (160 orang), pengrajin (95 orang) dan swasta/buruh (81 orang). Sebagian kecil lainnya bekerja sebagai pegawai negeri, tukang kayu, pedagang dan jasa. Penduduk Bunaken didominasi oleh etnis sangir dan talaud, minahasa dan gorontalo. Walaupun menjadi daerah tujuan wisata nasional, kondisi beberapa sarana dan prasarana di Bunaken masih terbatas. Akses transportasi dan komunikasi telepon/telepon seluler terlayani dengan baik, namun prasarana pendidikan dan kesehatan masih terbatas. Kelurahan Bunaken hanya memiliki 1 (satu) unit puskesmas pembantu dan 2 posyandu. Dalam bidang pendidikan, terdapat 2 buah TK, 4 buah SD, 1 buah SMP dan belum ada SMA. Sedangkan untuk fasilitas penunjang pariwisata terdapat 26 penginapan/resort dan 14 restoran. Namun demikian di Bunaken belum ada tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang menampung sampah-sampah yang dihasilkan oleh tempat-tempat tersebut.
Gambar 4. Peta Lokasi Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara
1. Potensi Pulau dan Taman Nasional Bunaken
a. Taman Nasional Bunaken (TNB) Pulau Bunaken dan gugusan pulau-pulau disekitarnya memiliki keindahan alam bawah laut yang luar biasa dan merupakan satu dari 10 terumbu karang paling indah di dunia. Untuk itu, pada tanggal 24 Desember 1991, gugusan pulau-pulau Bunaken, Manado Tua, Siladen (Kota Manado), Mantehage dan Nain (Kab. Minahasa) ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut Bunaken oleh Presiden RI. Selain potensi pariwisata bahari berupa terumbu karang (diving dan snorkling) dan
keindahan pantai, Pulau Bunaken juga memiliki potensi perikanan tangkap, ikan hias, mangrove, padang lamun dan kekayaan flora dan fauna daratan seperti kera hitam Sulawesi (yaki) dan kuskus. Selain daya tarik hamparan terumbu karang yang indah dengan lebar 2,5 km dengan dinding terjal (drop off) mencapai ratusan meter (underwater greatwalls), Taman Nasional Bunaken juga memiliki potensi ikan yang jumlahnya mencapai 2000 jenis, termasuk ikan Raja Laut (Coelacanth) dan habitat laut dalam. Salah satu keunikan Taman Nasional Bunaken adalah kedalaman laut yang memisahkannya dengan daratan Sulawesi (mencapai 1000 meter). Kedalaman ini menjadi semacam barrier yang mengurangi tingkat kerusakan terumbu karang di Bunaken sebagai akibat pengotoran oleh sampah/ limbah dari daratan Kota Manado dan sekitarnya. Taman Nasional Bunaken sudah mendunia, artinya sangat terkenal di dunia oleh karena kekayaan alamnya dan keindahan kehidupan di bawah laut dengan flora dan faunanya yang khas dan bervariasi sehingga banyak disukai para wisatawan mancanegara serta nusantara yang datang untuk melakukan penyelaman maupun sekedar menikmati jalur wisata permukaan air dengan cara berperahu. Setelah Taman Nasional Bunaken ini menjadi terkenal, maka secara kronologis statusnya ditetapkan sebagai berikut: 1. Merupakan salah satu Objek Wisata Kota Manado berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 224 Tahun 1980. 2. Perluasan Objek Wisata Bunaken berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 224 Tahun 1984. 3. Cagar Alam Laut Bunaken dan Manado Tua berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 328/Kpts-II/1986. 4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1988, secara administrasi Kawasan Taman Laut Bunaken masuk dalam wilayah Kota Manado. 5. Calon Taman Nasional berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-II/1989. 6. Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Bunaken berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 730/Kpts-II/91.
7. Diresmikan sebagai Taman Nasional oleh Presiden RI – Soeharto pada tanggal 24 Desember 1992. 8. Tahun 2000 hingga saat ini dikelola Secara Kolaboratif oleh Dewan Pengelolaan Taman Nasional Bunaken (DPTNB) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 233 Tahun 2000. Adapun Kedudukan, Tugas, dan Fungsi DPTNB berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Nomor 233 Tahun 2000. Tentang Pembentukan Dewan Pengelolaan Taman Laut Nasional Bunaken (DPTNB) Provinsi Sulawesi Utara, adalah sebagai berikut: 1. Kedudukan a. DPTNB adalah wadah bersama Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota, Balai Taman Nasional Bunaken, Instansi terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat setempat, sektor bisnis dan akademis untuk bekerja sama dalam rangka memperkuat pengelolaan Taman Nasional Bunaken sehingga dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. b. DPTNB dipimpin oleh seorang Ketua Dewan yang bawah dan bertanggungjawab kepada gubernur. c. DPTNB berkedudukan di Kota Manado Propinsi Sulawesi Utara. d. Dalam
menjalankan
tugas
harian,
DPTNB
didukung
oleh
Sekretariat Dewan. 2. Tugas a. Memediasi
(menegahi
tapa
keberpihakan)
dan
mengelola
(resolusi) konflik antara pihak. b. Merencanakan Program tahunan dan lima tahunan. c. Memberikan masukan berdasarkan apresiasi anggota dewan kepada instansi terkait tentang pengelolaan Taman Nasional Bunaken. d. Membantu pengamanan dan pengawasan Taman Nasional Bunaken. e. Melakukan pengkajiaan dan penataan kawasan Taman Nasional Bunaken. f.
Melakukan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan Taman Laut Bunaken.
g. Memberi laporan kepada:
-
Pemerintah Pusat secara konsultatif.
-
Gubernur, Bupati dan Walikota secara tehnis operasional.
-
DPRD Sulawesi Utara secara konsultatif.
-
Balai Taman Nasional Bunaken secara koordinatif.
-
Publik secara akuntanbilitas.
h. Memberikan pertimbangan kepada instansi terkait dalam rangka penerbitan izin-izin yang berkaitan dengan pengelolaan Taman Laut Bunaken. i.
Menetapkan Sekretariat Dewan.
3. Fungsi a. Sebagai wadah koordinasi yang bersifat konsultatif. b. Penggalangan dana. c. Pusat
informasi
dan
koordinasi
program-program
yang
berhubungan dengan Taman Nasional Bunaken. Fungsi penggalangan dana DPTNB diatur melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Sulawesi Utara Nomor 142 Tahun 2002 tentang perubahan atas beberapa pasal dalam Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 49 Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Sulawesi Utara dan Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Pungutan Masuk Pada Kawasan Taman Laut Bunaken. 4. Visi, Misi, dan Tujuan DPTNB, adalah: Visi. Terwujudnya Taman Nasional Bunaken yang lestari dengan pengelolaan berbasis masyarakat secara berkelanjutan. Misi: (a) melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistem, (b) meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, (c)mengembangkan pariwisata alam di dalam kawasan. Tujuan: (a) tempat pelestarian keanekaragaman hayati (hewan dan tumbuhan), (b)
pendukung kehidupan masyarakat dalam kawasan,
(c) pengembangan pariwisata dalam mendukung pendapatan negara. Adanya kewenangan khusus kepada DPTNB untuk menangani sistem tarif masuk dengan pembagian hasil, yakni 20 persen untuk pihak pemerintah dan 80 persen untuk DPTNB. Sedangkan 95 persen pendapatan dari hasil tarif masuk ditinggalkan di daerah Sulawesi Utara dan digunakan untuk program konservasi.
Sejak Kawasan Taman Nasional Bunaken dikelola oleh DPTNB, maka telah dilakukan sistem zonasi pulau dalam kawasan Taman Nasional Bunaken ber-dasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestariaan Alam Departemen Kehutanan Nomor 147/Kpts/DJ-VI/1997, sebagai berikut : a. Zona Inti, berfungsi sebagai pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta untuk kepentingan ilmu pengetahuaan, pendidikan, dan penelitian. b. Zona Pemanfaatan, berfungsi untuk kegiatan yang berhu-bungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan penelitian juga diperuntukkan bagi pusat pembangunan sarana/pra-sarana dalam rangka pengembangan kepariwisataan alam dan rekreasi. c. Zona Rehabilitas dan Zona Pemulihan, untuk penelitian dan pengembangan
serta
pemulihan
jenis
tumbuhan
(pohon
kehidupan) dan satwa jenis asli. d. Zona Pendukung Perairan, untuk kegiatan wisata alam terbatas. e. Zona Pendukung Daratan, untuk kegiatan wisata alam terbatas. f. Zona Pendukung Umum, untuk kegiatan sebagaimana poin a, d, dan e. Pemanfaatan Kawasan Taman Nasional seperti Kawasan Taman
Nasional
Perundang-undangan
Laut
Bunaken
yang
berlaku,
berdasarkan diamanatkan
Peraturan sebagai
berikut: ”Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk
tujuan
penelitian,
ilmu
pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi” (berdasarkan UU RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistem). 5. Kebijakan-kebijakan pengelolaan di TN Bunaken Pengelolaan Potensi sumberdaya alam di Kota Manado, khususnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dituangkan dalam Visi Kota Manado yaitu “Industri perdagangan Kota Manado yang maju, tangguh, dan berdaya saing tinggi di era otonomi daerah dan pasar bebas.” Serta dengan Misinya yaitu: a. Mendorong pemberdayaan ekonomi kerakyatan. b. Penciptaan nilai tambah sumberdaya alam wilayah hinterland.
c. Peningkatan kualitas dan kuantitas produk olahan dalam rangka menghadapi persaingan global. d. Pengembangan rekayasa industri. e. Penciptaan iklim usaha dan mekanisme pasar yang kondusif. Pengelola TN Bunaken didukung oleh Dewan pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB) sebagai wadah koordinatif dan konsultatif para
pihak
(multistakeholder)
yang
terdiri
dari
Pemerintah
Provinsi.Sulawesi Utara, Bapedalda Sulawesi Utara, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata, Badan Lingkungan Hidup Kota Manado, Balai Taman Nasional Bunaken, Bapedalda Kabupaten Minahasa, Fakultas Perikanan UNSRAT, unsur LSM, dan Forum Masyarakat Peduli TN Bunaken. Dewan Pengelola TN Bunaken ini dimulai sejak tahun 2000 yang mempunyai tugas dan fungsi memperkuat Balai Taman Nasional Bunaken.
b. Potensi Pariwisata Potensi
TN
Bunaken
yang
sangat
menonjol
adalah
“Keanekaragaman hayati-nya” yang sangat tinggi, sehingga TN Bunaken mempunyai nilai konservasi nasional sebagai perwakilan ekosistem tropis Indonesia, dan juga memiliki nilai konservasi internasional sebab lokasi TN Bunaken terletak dipusat keanekaragaman hayati dan pesisir kawasan Indo-Pasifik. Keanekaragaman hayati tersebut meliputi : 1. Ekosistem laut dan Pesisir yang terdiri dari terumbu karang, padang lamun tropis (seagrass), rumput laut (algae), hutan bakau (mangrove), ikan, mamalia laut, invertebrata terumbu karang. 2. Ekosistem daratan (terestial) terdiri dari kawasan hutan tropis (P. Manado Tua) dan kawasan binaan (pertanian dan pedesaan) sebagai daerah penyangga). Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Sebagian besar dari 12 titik penyelaman di Pulau Bunaken berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut pulau tersebut. Di wilayah
inilah terdapat underwater great walls, yang disebut juga hanging walls, atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken. Jenis ganggang yang terdapat di taman nasional ini meliputi jenis Caulerpa sp., Halimeda sp., dan Padina sp. (Wikipedia, 2008).
Keterangan: Pulau Bunaken Kawasan Taman Nasional Bunaken
Gambar 5. Letak Taman Nasional Bunaken, Manado
Musim kunjungan terbaik para wisatawan ke Pulau Bunaken adalaha pada bulan Mei sampai dengan Agustus setiap tahunnya. Taman Nasional Bunaken dapat dicapai melalui Pelabuhan Manado, Marina Blue Banter, Marina Nusantara Diving Centre (NDC) di Kecamatan Molas. Dari Pelabuhan Manado dengan menggunakan perahu motor menuju pulau
Siladen dapat ditempuh ± 20 menit, pulau Bunaken ± 30 menit, pulau Montehage ± 50 menit dan pulau Nain ± 60 menit. Dari Blue Banter Marina dengan menggunakan kapal pesiar yang tersedia menuju daerah wisata di pulau Bunaken dapat ditempuh dalam waktu ± 10-15 menit, sedangkan dari pelabuhan NDC menuju lokasi penyelaman di pulau Bunaken dengan menggunakan speed boat ditempuh dalam waktu ± 20 menit.
c. Potensi Kelautan dan Perikanan Taman Nasional Laut Bunaken (TNLB) merupakan daya tarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, karena TNLB merupakan perwakilan ekosistem perairan tropis Indonesia yang di dalamnya terdapat ekosistem hutan bakau, padang lamun, rumput laut, terumbu karang serta biota laut yang beraneka ragam jenisnya. Potensi biologi dari kawasan TNLB yaitu habitat lamun dan rumput laut, habitat terumbu karang mendominasi perairan pesisir dan yang paling menarik adalah tebing karang vertikal yang menghujam ke bawah permukaan air hingga mencapai kedalaman 25 – 50 m, serta terdiri dari 58 jenis keluarga binatang karang (coral reef). Karang berkulit keras yang berjasa membentuk dan membangun terumbu karang. Tebing bawah air membentuk banyak ceruk, celah dan rekahan yang merupakan tempat persembunyian berbagai vertebrata dan invertebrata laut. Biota laut terdiri dari akar bahar, karang kipas, karang lunak, hydroid penyengat, cacing laut, bintang laut, teripang, moluska, serta beraneka ragam jenis ikan (± 200 jenis) antara lain warasse, damsel, trigger, sweetlip, unicorn, napoleon, dan sebagainya.
d. Potensi Flora dan Fauna Jenis tumbuhan di hutan bakau Taman Nasional Bunaken yaitu Rhizophora sp., Sonneratia sp., Lumnitzera sp., dan Bruguiera sp. Hutan ini kaya dengan berbagai jenis kepiting, udang, moluska dan berbagai jenis burung laut seperti camar, bangau, dara laut, dan cangak laut.
e. Potensi Perkebunan Tanaman perkebunan yang paling dominan adalah kelapa, mangga, coklat, sukun, dan cengkeh. Disamping itu masyarakat juga banyak menanam pisang, ubikayu, pepaya, talas, jagung, terong dan cabe. Tumbuhan pesisir yang umumnya dijumpai di Pulau Bunaken adalah mangrove yang didominasi oleh jenis lolara (Rhizopora sp.) dan api-api (Avicennia sp.) walaupun tidak terlalu banyak jumlahnya. Umumnya masyarakat desa menggunakan mangrove dan tumbuhan pantai untuk keperluan sehari-hari seperti bahan bangunan, bahan pembuatan perahu, bahan pertanian rumput laut, kayu bakar serta untuk obat-obatan tradisional. Masyarakat di Pulau Bunaken sangat besar kesadarannya terhadap pelestarian lingkungan hal disebabkan semakin berkurangnya pohon besar diwilayah Pulau Bunaken, untuk bahan bangunan dan pembuatan perahu sudah banyak masyarakat yang membeli kayu dari luar kawasan pulau.
Besarnya
kesadaran
masyarakat
ini
dikarenakan
mereka
memahami alam yang mereka miliki (keanekaragaman hayati di wilayah Bunaken) merupakan aset terbesar bagi mereka baik secara langsung maupun tidak langsung.
f.
Potensi Peternakan Peternakan di wilayah Pulau Bunaken umumnya hanya dimiliki oleh
masyarakat lokal. Jenis hewan ternak yang ada jumlahnya juga tidak banyak, misalnya ayam, itik, kambing, dan sapi. Umumnya binatang ternak ini dipelihara hanya untuk kebutuhan sehari-hari, ataupun membantu pekerjaan mereka dan jika ada yang diperjual belikan juga bukan merupakan mata pencaharian utama.
2. Kondisi Masyarakat Lokal Pulau Bunaken Penduduk Pulau Bunaken umumnya merupakan keturunan dari Sangihe dan Talaud dan sehari-harinya menggunakan Bahasa Sangir. Sebagian besar penduduk beragama nasrani/Kristen dan sebagian kecil adalah beragama Islam yang biasanya adalah penduduk yang berasal dari Bajo atau Gorontalo. Pulau Bunaken sudah memiliki sarana pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama. Masyarakat di Pulau Bunaken memiliki motivasi
belajar yang baik. Ini terlihat dari banyaknya remaja dari pulau ini yang melanjutkan pendidikan ke SMA, namun seringkali mereka tidak kembali lagi ke desanya karena mengharapkan kehidupan yang lebih baik di kota Manado. Sebagian besar masyarakat di Pulau Bunaken merupakan petani (perkebunan), nelayan atau keduanya. Petani dikawasan ini menanam kelapa, ubi kayu, ubi jalar dan pisang. Juga terdapat pertanian budidaya rumput laut. Sebagian kecil penduduk lainnya bekerja sebagai pemandu wisata, awak perahu dan pekerja di pondok-pondok wisata. (sumber SBKSDA,1996).
3. Aksesibilitas serta Sarana dan Prasarana Pulau Bunaken terletak sekitar 7 mil dari Pelabuhan Manado yang dapat ditempuh selama 35 menit dari pusat kota dengan menggunakan kapal motor. Umumnya para wisatawan berkunjung ke Pulau Bunaken untuk melakukan kegiatan wisata seperti menikmati taman laut dengan cara sigtseeing
(berkeliling)
naik
perahu
berkaca
(katamaran),
snorkeling
(berenang memakai alat pernapasan), diving (menyelam), dan photografi underwater (foto bawah laut), dan sebagian lainnya bertujuan untuk berjemur badan dan tamasya pantai (Dispar Kota Manado, 2007). Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut di wilayah Pulau Bunaken disediakan beberapa sarana dan prasarana pendukung seperti; perahu berkaca (katamaran), diving center, cottage (penginapan), rumah makan, pendopo, dan kios-kios cenderamata. Fasilitas yang ada masih perlu ditingkatkan dan yang sudah ada harus lebih diperhatikan dan dipelihara kondisinya.
Peningkatan
dan
pemeliharaan
yang
diberikan
haruslah
mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Daerah setempat melalui dinasdinas terkait, dengan dikelolanya Pulau Bunaken dengan baik dapat dipastikan bahwa akan meningkat pula kunjungan wisatawan ke wilayah tersebut. Makin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bunaken dapat memperbesar peluang pasar pengusaha setempat khususnya kaum wanita pengusahanyanya, sehingga meningkatkan omset penjualan mereka. Hal ini secara tidak langsung juga akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Sarana dan prasaran pendukung yang ada di Pulau Bunaken lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Sarana Pendukung di TN Bunaken JENIS
JUMLAH
1 Kantor BTN Bunaken dan 3 kantor seksi wilayah Pondok kerja / jaga/ penelitian 6 Buah Wisma Cinta Alam 1 (satu) buah di pantai Liang Bunaken 3 (tiga) buah: Buhias (P. Mantehage), Menara Pengawas Kebakaran Tawara (P. Bunaken) Wowontulap Satwa Pengintai satwa Peralatan Komunikasi radio Komunikasi di setiap desa Darat dan Laut (Perahu patroli, Nautius, Triton, Kima, Lola, mesin Sarana transportasi tempel) Peralatan selam 16 (enam belas set) Sumber : BPKH IV, Dephut. 2008 Kantor Pengelola
Tabel 3. Sarana dan Prasarana Pondok Wisata di TN Bunaken PRASARANA Akomondasi Transportasi Pertunjukan kebudayaan Fasilitas Rekreasi
JENIS Cottage, homestay (milik masyarakat dan pengusaha) Jasa transportasi laut milik masyarakat dan pengusaha Kesenian tradisional meliputi musik bambu dan tari-tarian Gapura dan loket karcis, dermaga dan pendopo di Bunaken; Jalur lintas Alam gunung Manado Tua dan perahu katamaran milik masyarakat
Sumber : BPKH IV, Dephut. 2008
Fasilitas yang diberikan ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan terhadap para pengunjung, walaupun kondisinya masih terbatas dan sederhana. Fasilitas ini akan terus dikembangkan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada para wisatawan dan mempersiapkan Kota Manado sebagai “Kota Wisata Dunia” pada tahun 2010.
B. Hasil Penelitian
1. Produk unggulan Jenis-jenis produk yang dikembangkan oleh masyarakat Bunaken terdiri atas 3 jenis produk yaitu:
a. Produk Kerajinan Tradisional Produk kerajinan tradisional yang berkembang di pulau Bunaken sangat terkait dengan potensi sumberdaya alam dan aset pariwisata. Produk ini juga didukung oleh bahan baku yang mudah diperoleh dan tersedia disekitar pulau. Hal ini dicirikan dari produk para pengrajin yang umumnya menggunakan potensi alam setempat seperti kayu, kerangkerang mati, dan tempurung kelapa yang jumlahnya cukup banyak.
b. Produk Makanan Olahan Produk makanan olahan yang dijual di daerah ini berasal dari sumber perikanan (hasil tangkapan sekitar pulau) dan non perikanan (hasil
pertanian/perkebunan).
Hasil
perikanan
yang
dimanfaatkan
umumnya diolah menjadi makanan seperti bakso ikan, otak-otak, atau nugget ikan, sedangkan hasil pertanian/perkebunan. Seperti kelapa, sukun, dan pisang biasanya juga diolah menjadi kue (kering atau basah), keripik dan sebagainya.
c. Produk Sablon Kaus Karena keterbatasan bahan baku dan sarana prasarana pendukung, banyak pengusaha dalam bidang cinderamata kaus cenderung hanya menjadi pedagang produk jadi (bukan buatan sendiri). Mereka membeli Kaus atau stiker atau produk sablon lainnya dari Kota Manado. Sama dengan produk kerajinan target pasarnya adalah wisatawan. Usaha ini kurang berkembang karena para wisatawan yang datang ke Pulau Bunaken umunya melalui Kota Manado terlebih dahulu dan memebeli produk sablon di Kota Manado yang kualitas dan harganya lebih kompetitif. Karena kendala inilah para pedagang produk sablon biasanya juga bergabung dengan pedagang kerajinan tangan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan MCA, diperoleh hasil bahwa produk usaha unggulan (Fungsi Nilai/FN = 4,333) diikuti oleh produk makanan olahan (FN = 4) dan kemudian produk sablon (FN = 0):
PRODUK UNGGULAN 4.333333333 4
Fungsi Nilai
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Kerajinan Sablon Makanan Olahan 0
1
Produk
Gambar 6.
Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Produk Unggulan.
2. Jenis Usaha Unggulan Perhitungan MCA juga digunakan untuk mengidentifikasi bentuk/jenis usaha unggulan. Berdasarkan data kuisioner dan identifikasi di lapangan, bentuk/ jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) tipe usaha mikro, yaitu: •
Usaha Mandiri, yaitu usaha skala mikro yang dimiliki dan dikelola secara pribadi oleh perorangan atau keluarga, modal usahanya juga diusahakan sendiri, karena cenderung bersifat hanya untuk menambah pendapatan sehari-hari saja.
•
Usaha secara berkelompok yaitu usaha mikro yang dimiliki dan dikelola secara bersama-sama dalam suatu kelompok kerja, yang memiliki bidang usaha yang sama, modal usaha ditanggung bersama begitu juga keuntungannya. Karena modal kerja ditanggung bersama maka resikonya cenderung lebih kecil dari usaha mandiri, walaupun besarnya modal usaha juga terbatas pada kemampuan tiap anggota kelompok. Biasanya usaha ini keberlangsungannya tergantung dari baik atau tidaknya pengurus kelompok mengelola anggotanya.
•
Usaha dengan bermitra (kemitraan) yaitu usaha dalam bentuk kemitraan, biasanya merupakan usaha yang kondisi produksinya sudah lebih kontinu, target pasarnya sudah ada, dan membutuhkan modal yang lebih besar
untuk
pengembangannya.
Kemitraan
biasanya
dilakukan
dengan
pemegang modal (investor), atau lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi. Tapi untuk bekerjasama dan mendapat pinjaman modal dari lembaga keuangan maka usaha tersebut umumnya harus memiliki badan usaha dan persayaratan lainnya.
a. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Berkelompok Keterbatasan sarana pendukung dan tingkat ekonomi masyarakat di pulau bunaken yang ada seperti belum masuknya sarana penerangan (PLN), kurangnya ketersediaan air bersih juga mata pencaharian yang sangat bergantung pada sumberdaya alam menyebabkan para wanita pengusaha di pulau ini mengunggulkan pola usaha secara berkelompok. Pola ini memiliki struktur organisasi usaha yang sederhana yaitu ketua kelompok, sekretaris, dan bendahara. Biasanya 1 kelompok terdiri dari 5 10 orang, yang memiliki bidang kerja yang sama. Dari segi modal usaha dengan sistem bekelompok mereka melakukan iuran dengan jumlah yang disepakati untuk membeli barang dan bahan kebutuhan produksi, pengerjaan produk juga dilakukan secara bersama-sama. Usaha ini cukup sederhana karena modal ditanggung bersama (walaupun jumlahnya terbatas) dan keuntungan pun dibagi secara bersama, sesuai dengan proporsi modal yang diberikan dan pekerjaan yang dihasilkan oleh masing-masing anggota. Selanjutnya sebagian keuntungan mereka sisihkan untuk keperluan kegiatan kelompok (uang kas), misalnya dapat digunakan sebagai cadangan dana untuk membeli bahan baku produksi, juga bisa dipakai atau dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan.
b. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Kemitraan Kondisi ekonomi masyarakat di pulau Bunaken tidak terlalu baik. Usaha mikro yang ada pun belum terlalu berkembang. Pola kemitraan hanya diperlukan jika usaha mereka telah memiki kontinuitas produksi yang pasti. Kemitraan yang biasanya dilakukan adalah dengan lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi dan bahkan ada juga yang bermitra dengan perseorangan. Kendala yang dihadapi para pelaku usaha mikro di wilayah
ini
kurang
mengunggulkan
pola
kemitraan
dikarenakan
persyaratan yang biasanya harus mereka penuhi terlebih dulu, seperti halnya jika ingin meminjam uang kita harus memiliki jaminan, atau jika berupa pembagian hasil maka sebelumnya usaha ini harus di survai disetiap aspek, baik fisik (aset usaha) maupun non fisik (misalnya omset usaha) yang pada akhirnya adalah tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta. Dengan kata lain, kondisi usaha mikro di Pulau Bunaken kurang mendukung atau banyak yang belum memenuhi persyaratan untuk melakukan pola kemitraan usaha.
c. Jenis Usaha dengan Pola Mandiri Usaha dengan pola mandiri kebanyakan dimiliki oleh mereka yang berusaha dibidang makanan, yang juga biasanya dimiliki oleh satu keluarga. Usaha ini umunya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup harian dari pelaku usaha. Perkembangan usaha dengan pola ini sangat lambat. Biasanya mereka yang bertahan dengan pola mandiri umumnya lebih mengandalkan pola mata pencaharian para suami misalnya yang bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu. Kelebihan dari usaha mandiri adalah tidak membutuhkan modal besar dan sentuhan teknologi tertentu, sehingga modal usahanya pun kecil. Kekurangan dari usaha dengan pola mandiri adalah lebih sulit untuk maju dan berkembang. Seiring dengan makin banyaknya pelaku usaha di Pulau ini maka mereka yang tidak memiliki modal cukup dan tidak bekerja secara berkelompok, lambat laun akan “tergusur” Berdasarkan perhitungan menggunakan Analisis Multi Kriteria/ Multi Criteria Analysis (MCA) (lihat lampiran 4) yaitu dengan menggunakan rumus FN di atas maka dari ketiga jenis/bentuk usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal di pulau bunaken bentuk usaha dengan cara berkelompok adalah yang paling diunggulkan dan dianggap cocok oleh pelaku usaha perempuan di Pulau Bunaken dengan nilai FN = 2, yang berikutnya adalah bentuk usaha dengan pola kemitraan dengan nilai FN 1,167 dan yang peringkat terakhir adalah bentuk usaha mandiri. Seperti digambarkan pada Gambar 7. Perhitungan Jenis Usaha unggulan dengan MCA.
TABEL BENTUK USAHA 2 2 1.8 1.6 1.
1.4
166666667 1
1.2
Fungsi Nilai
kelompok kemitraan mandiri
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
x
Bentuk Usaha
Gambar 7.
Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Jenis Usaha Unggulan
3. Prioritas Pengembangan Usaha mikro memiliki peran penting di Pulau Bunaken dalam pemberdayaan masyarakat pesisir. Pulau Bunaken yang terkenal dengan industri pariwisata pantai dan laut memberikan peluang masyarakat pesisir untuk mendapatkan penghasilan lebih selain sebagai nelayan, terutama bagi istri nelayan. Umumnya wanita pesisir memegang peranan penting untuk ikut menjaga keberlangsungan ekonomi rumah tangganya. Tidak jarang mereka terlibat aktif dalam kegiatan mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka. Keterlibatan wanita pesisir ini berada pada sektor perikanan, pariwisata dan lain-lain. Untuk mendukung sektor pariwisata di Pulau Bunaken, Pemerintah Daerah Kota Manado dan Departemen Kelautan dan Perikanan telah mengembangkan beberapa peluang usaha mikro dengan tujuan mendukung pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut. Untuk merumuskan tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken telah diselesaikan dengan Bagan AHP. Pada proses AHP kondisi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah hirarki (Gambar 8). Fokus pada tingkat tertinggi adalah pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
Usaha untuk mencapai fokus pengembangan usaha mikro tersebut, melibatkan beberapa stakeholder atau aktor: Stakeholder atau aktor yang berperan didalam mencapai tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah (1) wanita pengusaha/pedagang (WUD) sebagai pelaku utama pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken, (2) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dimana salah satu bidang kerjanya yang mencakup wilayah pulaupulau kecil dan memiliki salah satu program yaitu pemberdayaan perempuan di pulau-pulau kecil berbasis potensi sumberdaya lokal, (3) Dinas Kelautan dan Perikanan (Din KP) sebagai instansi Pemerintah Daerah Kota Manado dalam bidang Kelautan dan Perikanan, (4) Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) sebagai instansi Pemerintah di Kota Manado yang berperan pada pelatihan dan kegiatan UKM di Pulau Bunaken serta (5) LSM/NGO (LNG) sebagai organisasi non pemerintah yang ikut memperhatikan pemberdayaan perempuan di sekitar Pulau Bunaken. Semua stakeholder atau aktor yang terlibat diharapkan mampu memberikan alternatif tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil penelitian, pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken terdapat beberapa faktor yang berperan. Dimana faktor-faktor tersebut meliputi aspek ekonomi (modal usaha), aspek lingkungan (ketersediaan bahan baku dan sumberdaya lain, sarana dan prasarana), teknologi (teknologi usaha) dan aspek sosial (kelembagaan). Apabila faktor tersebut digabungkan menjadi modal usaha (MU) baik modal dalam bentuk finansial maupun pengetahuan bagi pelaku usaha, ketersediaan bahan baku (KBB) yang ada didalam Pulau Bunaken (lokal) ataupun diluar Pulau Bunaken, sarana dan prasarana (SP) yang mendukung pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken, teknologi usaha (TU)
yang
digunakan
pada
produksi
baik
manual
maupun
yang
membutuhkan alat bantu, peluang pasar (PP) dan kelembagaan (KL) di dalam kelompok-kelompok usaha. Alternatif
dari
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah (1) tenaga kerja wanita (TKW), (2) peningkatan ekonomi keluarga (PEK), (3) usaha mikro yang berkelanjutan (UMB) dan (4) peningkatan pendapatan anggaran daerah (PPAD). Hirarki pada Gambar 8 merupakan proyeksi dari mencari prioritas
alternatif pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken, sehingga berdasarkan prioritas tersebut, pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken menjadi lebih terarah dalam mengetahui prioritas faktor yang berpengaruh dalam pengembangan usahanya.
Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken
Fokus
Aktor/ Stakeholder
Faktor
WUD
MU
Alternatif
DKP
KBB
TKW
Keterangan: • Aktor: •
Faktor:
•
Alternatif:
DinKP
SP
PEK
KUKM
TU
LNG
PP
UMB
KL
PPAD
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), DinKP (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado), KUKM (Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado), WUD (Wanita Pengusaha/Pedagang), LNG (LSM/NGO). MU (Modal Usaha), KBB (Ketersediaan Bahan Baku), SP (Sarana Prasarana), TU (Teknologi Usaha), PP (Peluang Pasar), KL (Kelembagaan) TKW (Tenaga Kerja Wanita), PEK (Peningkatan Ekonomi Keluarga), PPAD (Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah), UMB (Usaha Mikro Berkelanjutan).
Gambar 8.
Hierarki Pengembangan Usaha Mikro dalam Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken a. Tingkat Aktor/Stakeholder
Mendukung
Tahap pertama pada proses AHP pada hierarki di Gambar 8 adalah mencari urutan prioritas aktor/stakeholder. Untuk menetapkan prioritas pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken dibutuhkan peran aktor atau stakeholder.
Aktor yang terlibat dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan terdiri dari wanita pengusaha/pedagang (WUD), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) dan LSM/NGO (LNG) yang memiliki keterkaitan dengan wilayah pulau Bunaken. Penetapan prioritas berdasarkan besarnya peran masing-masing aktor dalam pengembangan
usaha
mikro
untuk
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken.
b. Tingkat Faktor Peran dari para aktor tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung
pengembangan
usaha
mikro
dalam
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken. Faktor-faktor yang menjadi penentu fokus pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha (MU), ketersediaan bahan baku (KBB), sarana dan prasarana (SP), teknologi usaha (TU), peluang pasar (PP) dan kelembagaan (KL). Penentuan prioritas kriteria pada tingkat faktor adalah berdasarkan faktor yang memiliki peran yang lebih besar untuk mewujudkan fokus utama pada hirarki.
c. Tingkat Alternatif Penilaian pada tingkat hirarki alternatif pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah berdasarkan alternatif yang harus dilakukan terlebih dahulu agar fokus pada tingkat tertinggi dari hirarki yang terbentuk dapat tercapai. Alternatif pengembangan
usaha
mikro
untuk
mendukung
pemberdayaan
perempuan di Pulau Bunaken terdiri dari usaha mikro yang berkelanjutan (UMB), tenaga kerja wanita (TKW), peningkatan ekonomi keluarga (PEK) dan peningkatan pendapatan daerah (PPAD).
4. Penetapan Nilai dan Prioritas
a. Tingkat Aktor/Stakeholder Penilaian kriteria pada tingkat aktor/stakeholder didasarkan pada peran masing-masing dalam tujuan pengembangan usaha mikro dalam
mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 9.5 maka urutan prioritas aktor yang berperan dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung
pemberdayaan
perempuan
adalah
wanita
pengusaha/pedagang (0,419), KUKM (0,263), Dinas Kelautan dan Perikanan (0,160), DKP (0,097), dan LSM/NGO (0,062). Aktor-aktor yang berperan
dalam
pengembangan
usaha
mikro
dalam mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken perlu dikoordinasikan agar prioritas tujuan pengembangan usaha dapat terlaksana dengan baik.
1.1) Wanita Pengusaha/Pedagang Wanita pengusaha/Pedagang adalah aktor yang paling berperan dalam pemberdayaan perempuan untuk pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil dari software Expert Choice 9.5, urutan prioritas faktor yang berperan dalam menyelesaikan beberapa alternatif prioritas yang harus dicapai pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha (0,363), ketersediaan bahan baku (0,244), sarana dan prasarana (0,159), teknologi usaha (0,108) peluang pasar (0,077), dan kelembagaan (0,050).
1.2) Dinas Koperasi dan UKM Dinas Koperasi dan UKM yang memberikan peran yang sangat penting dalam pengembangan usaha mikro. Peran tersebut dalam bentuk pengadaan pelatihan dan pengembangan potensi UKM yang ada di Pulau Bunaken. Akan tetapi karena koperasi belum terbentuk di Pulau Bunaken, maka peran tersebut belum terlaksana. Selain itu, KUKM juga memiliki peran untuk mempromosikan kerajinan atau sektor usaha kecil yang bersifat ”endogeneous” dan berbasis sumberdaya lokal. Harapan KUKM terhadap pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah mendorong PUKM untuk lebih ditingkatkan mutunya melalui sosialisasi dan pembinaan, adanya kepastian hukum bagi PUKM dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendorong UKM yang ada. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor KUKM adalah modal usaha (0,354), ketersediaan bahan baku
(0,250), peluang pasar (0,174), sarana dan prasarana (0,104) teknologi usaha (0,069) dan kelembagaan (0,050).
1.3) Dinas Kelautan dan Perikanan Pelaksanaan
program
dari
DKP
pada
tingkat
daerah
membutuhkan peran Dinas Kelautan dan Perikanan. Peran tersebut dapat sebagai pendampingan ataupun supervisi terhadap programprogram dari DKP antara lain pemberdayaan perempuan di pulau kecil.
Hal tersebut menjadi sangat penting karena tanpa adanya
pengawasan, program-program yang telah dijalankan akan terabaikan sehingga menjadi sia-sia. Harapan Dinas Kelautan dan Perikanan di Pulau Bunaken terhadap pengembangan usaha yang dilakukan adalah peningkatan ketrampilan SDM dan pemberian modal usaha. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor Dinas Kelautan dan Perikanan adalah modal usaha (0,368), ketersediaan bahan baku (0,254), sarana dan prasarana (0,162), teknologi usaha (0,102), peluang pasar (0,068), dan kelembagaan (0,045).
1.4) Departemen Kelautan dan Perikanan Salah satu program dari DKP untuk pemberdayaan masyarakat di
Pulau
Bunaken
adalah
dengan
melakukan
pemberdayaan
perempuan berbasis sumberdaya lokal. Dampak yang diberikan dari program ini sangat besar. Kelompok usaha mikro yang semula tidak terorganisir dengan adanya keterlibatan langsung dari DKP maka kelompok-kelompok usaha tersebut menjadi solid dan memiliki struktur
organisasi
yang
juga
solid.
Harapan
DKP
terhadap
pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah meningkatnya perekonomian masyarakat lokal, meningkatnya kualitas perempuan, optimaslisasi pemanfaatan sumberdaya lokal, meningkatnya taraf hidup masyarakat dan meningkatnya pendapatan daerah. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor DKP adalah modal usaha (0,355), ketersediaan bahan baku (0,258), sarana dan prasarana (0,165), teknologi usaha (0,108), peluang pasar (0,068), dan kelembagaan (0,045).
1.5) LSM/NGO Peran LSM/NGO pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah untuk pengembangan pengetahuan sumberdaya manusia di Pulau Bunaken. Peran ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi usaha mikro dan tingkat pengetahuan sumberdaya manusia di Pulau Bunaken. Harapan aktor LSM/NGO dalam pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah adanya pembinaan kepada pelaku usaha dan pemberian modal usaha. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor DKP adalah modal usaha (0,353), ketersediaan bahan baku (0,248), peluang pasar (0,185), sarana dan prasarana (0,101), teknologi usaha (0,067), dan kelembagaan (0,045)
b. Tingkat Faktor Penilaian kriteria pada tingkat faktor adalah berdasarkan pada faktor yang paling berpengaruh dalam mendukung pengembangan usaha mikro dalam pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 9.5 urutan prioritas faktor adalah modal usaha (0,361), ketersediaan bahan baku (0,249), sarana dan prasarana (0,141), peluang pasar (0,107), teknologi usaha (0,094) dan kelembagaan (0,048).
1.1) Modal Usaha Modal usaha menjadi faktor utama dalam menyelesaikan pengembangan usaha mikro bagi wanita pedagang/pengusaha karena usaha mikro yang dikelola tidak akan berjalan tanpa adanya modal usaha. Berdasarkan hasil pengamatan, modal usaha mikro yang dijalankan oleh masyarakat Bunaken lebih dari 60% berasal dari pinjaman/kredit dan bantuan baik hibah ataupun dari keluarga, sehingga faktor modal menjadi priorotas pertama dari aktor wanita pengusaha/pedagang dalam faktor pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Beberapa responden mendapatkan sumber modal dengan mayoritas berasal dari pinjaman/kredit. Kredit yang diperoleh para pengusaha mikro di Pulau Bunaken berasal dari perorangan atau penyedia dana yang memberikan pinjaman modal dengan
jumlah tertentu dan pengembaliannya melalui cara cicilan beserta bunga, waktu pinjaman dan besar bunga tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak.
60
Persentase
50 40 30 20 10 0 Pinjaman
Bantuan
Bantuan (hibah)
Bantuan (keluarga)
Pribadi/sendiri
Sendiri+bantuan
Jenis Modal
Gambar 9. Sumber Modal Usaha di Pulau Bunaken
1.2) Ketersediaan bahan baku Ketersediaan bahan baku menjadi salahsatu faktor yang mendukung pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Asal bahan baku berasal dari sumber lokal atau Pulau Bunaken sendiri maupun dari luar Pulau Bunaken. Usaha mikro yang selama ini berjalan hampir sebanyak 60% menggunakan bahan baku lokal. Kesadaran masyarakat di Pulau Bunaken sudah cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dari hasil pengisian kuisioner yang memeperlihatkan bahwa semua responden menyatakan kelestarian lingkungan di Pulau Bunaken harus dijaga. Mereka telah menyadari bahwa kelestarian
Persentase sumber bahan baku
lingkungan juga dapat mendukung usaha yang mereka jalankan.
70 60 50 40 30 20 10 0
Luar daerah
Lokal
Asal sumber bahan baku
Gambar 10. Persentase sumber bahan baku usaha mikro di Pulau Bunaken, 2008. 1.3) Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang ada belum mendukung usaha mikro di Pulau Bunaken antara lain seperti transportasi, air bersih, penerangan, komunikasi, sanitasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung penggunaan sarana dan prasarana untuk penggunaan usaha mikro. Presentase 80% lebih dari hasil kuisioner menyebutkan bahwa sarana dan prasarana di Pulau Bunaken belum mendukung kegiatan usaha mikro yang mereka jalankan. Beberapa sarana yang cukup terpenuhi oleh semua usaha adalah transportasi, sedangkan sarana air bersih, penerangan, komunikasi, sanitasi dan kebijakan pemerintah belum dirasakan merata oleh semua pengusaha mikro.
Persentase
100 80 60 40 20 0 Belum mendukung
Sudah mendukung
Kondisi Sarana dan Prasarana
Gambar 11. Sarana dan prasarana di Pulau Bunaken untuk mendukung usaha mikro, 2008.
1.4) Teknologi usaha Pada penelitian ini teknologi yang digunakan pada usaha mikro di Bunaken terbagi menjadi 2 yaitu teknologi yang menggunakan alat bantu dan teknologi manual.
Perbedaan jumlah usaha yang
menggunakan
teknologi
manual
(45,83%)
menggunakan teknologi alat bantu (54,17%).
dan
usaha
yang
Usaha mikro yang
menggunakan teknologi manual/tradisional (belum menggunakan energi listrik) antara lain adalah usaha kerajinan (souvenir) dan usaha sablon kaus.
Sementara usaha pengolahan makanan telah
menggunakan alat bantu yang menggunakan energi listrik seperti food processor, blender, dan sealer (untuk pengemas makanan dalam
Persentase
plastik).
56 54 52 50 48 46 44 42 40
Alat Bantu
Manual
Jenis teknologi
Gambar 12.
Persentase jenis teknologi usaha mikro di Pulau Bunaken
1.5) Peluang pasar Potensi peluang pasar di Pulau Bunaken sangat besar. Mayoritas pengusaha di Pulau Bunaken melakukan pemasaran secara langsung (84%) baik dipasarkan ke pasar lokal maupun di kios yang telah disediakan. Tetapi ada beberapa usaha yang melakukan pemasaran berdasarkan pemesanan terlebih dahulu (16%). Hal ini dikarenakan bahan baku dari luar Pulau Bunaken atau kondisi produk yang diusahakan tidak dapat bertahan lama. Produk dari usaha-usaha mikro yang dipasarkan secara langsung antara lain adalah produk dari usaha kerajinan, sablon dan makanan. Sedangkan pengusaha yang melakukan pemasaran berdasarkan pesanan antara lain adalah produk usaha dari pedagang makanan dan makanan olahan, baik dari hasil perikanan maupun non perikanan.
Lokasi pemasaran dari
semua produk, baik yang dipasarkan secara langsung atau berdasar
pesanan umumnya berada di sekitar Taman Laut Bunaken, Pantai Liang dan Manado.
persentase
100 80 60 40 20 0 Langsung
Berdasar pesanan
Bentuk pemasaran
Gambar 13. Pemasaran produk usaha mikro di Pulau Bunaken
1.6) Kelembagaan Dalam
melakukan
kegiatan
usahanya,
para
wanita
pengusaha/pedagang di Pulau Bunaken membentuk kelompok atau bersama dengan wanita pengusaha yang lain bekerja sama di dalam menjalankan usahanya. Akan tetapi kelompok yang sudah terbentuk tidak solid dan sering berubah-ubah, selain tidak ada bentuk struktur dalam kelompok kerja tersebut. Karenanya, prioritas kelembagaan merupakan kriteria terkecil (0,048) oleh tingkat aktor wanita pengusaha/pedagang pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken.
Walaupun hal ini menjadi faktor terkecil kelembagaan
dalam pengembangan suatu usaha khususnya usaha mikro tetap harus diperhatikan. Kelembagaan usaha mikro di Pulau Bunaken menjadi berubah sejak DKP menjalankan program pemberdayaan perempuan berbasis sumberdaya lokal, sehingga kelompok-kelompok usaha mikro lebih solid dan memiliki struktur organisasi. Suatu usaha tanpa kelembagaan yang tersusun dengan baik membuat usaha tersebut mengalami tumpangtindih dalam pelaksanaan pekerjaan masing-masing personilnya (tenaga kerja).
c. Tingkat Alternatif
Pada tingkat alternatif, penilaian berdasarkan tujuan merupakan unsur yang harus dicapai terlebih dahulu untuk pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Dari perhitungan expert choice diperoleh prioritas alternatif sebagai berikut: peningkatan ekonomi keluarga (0,461), tenaga kerja wanita (0,279), usaha mikro berkelanjutan (0,180) dan peningkatan pendapatan anggaran daerah (0,079).
Berdasarkan hal tersebut, maka alternatif
pertama yang harus dicapai adalah peningkatan ekonomi keluarga, selanjutnya tenaga kerja wanita, usaha mikro berkelanjutan dan terakhir adalah peningkatan pendapatan daerah.
1.1) Peningkatan Ekonomi Keluarga Peningkatan
ekonomi
keluarga
adalah
kondisi
dimana
kebutuhan keluarga yang masih kurang mencukupi dapat terpenuhi. Mayoritas aktor pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken memilih alternatif peningkatan ekonomi keluarga sebagai alternatif pertama yang harus dicapai.
Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi
yang kurang baik pada sebagian besar keluarga pesisir di Pulau Bunaken. Pada keluarga pesisir kebanyakan suami bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu, sehingga pendapatan mereka seharihari tidak tetap, tergantung pada musim. Oleh karena itu, kondisi ini menyebabkan
alternatif
peningkatan
ekonomi
keluarga
adalah
sebagai alternatif pertama yang harus dicapai pada pengembangan usaha mikro didalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
1.2) Tenaga Kerja Wanita Tenaga kerja wanita adalah pemberdayaan wanita pada suatu usaha sehingga mutu dari wanita dapat meningkat. Pada keluarga pesisir mayoritas kepala keluarga atau suami bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu. Sebagai nelayan, pendapatan mereka adalah tidak tetap karena bergantung pada cuaca dan musim ikan, sedangkan sebagai tukang perahu bergantung pada sektor pariwisata di Pulau Bunaken.
Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan
ekonomi keluarga para pesisir wanita bekerja pula mencari nafkah.
Hal ini terlihat dari mayoritas usaha mikro yang berjalan di Pulau Bunaken umumnya adalah dikerjakan oleh kaum wanita, terutama pada usaha kerajinan.
Usaha ini sangat potensial dikerjakan oleh
wanita, karena ketersediaan bahan baku yang mudah diperoleh, sarana dan prasarana yang mendukung di sekitar area pariwisata, teknologi usaha yang tidak terlalu sulit dan peluang pasar yang potensial.
1.3) Usaha Mikro Berkelanjutan Suatu usaha dapat dikatakan sebagai usaha yang berkelanjutan apabila kontinuitas usaha dapat terus berlangsung. Alternatif usaha mikro berkelanjutan merupakan prioritas ketiga yang harus dicapai, dimana kondisinya dapat tercapai apabila peningkatan ekonomi keluarga dan pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan melihat sumberdaya dan potensi pemberdayaan perempuan yang sangat bagus di Pulau Bunaken, akan tetapi membutuhkan suatu modal usaha bagi mulainya suatu usaha.
Dari potensi sumberdaya lokal yang tersedia dapat
mendukung usaha kerajinan untuk dilaksanakan oleh pelaku usaha kerajinan. Berdasarkan hasil wawancara pada ketiga usaha di Pulau Bunaken yaitu, kerajinan, usaha sablon dan pengolahan makanan, kontinuitas produksi tertinggi pada usaha kerajinan yaitu mencapai 100 buah/bulan. Untuk usaha produk sablon rata mencapai 25 – 50 buah kaus/bulan, sedangkan usaha pengolahan makanan walaupun cukup kontinu produksinya hasilnya cukup bervariasi, berkisar antara Rp. 500.000 – 1.500.000,- /bulan.
1.4) Peningkatan pendapatan anggaran daerah Peningkatan pendapatan anggaran daerah adalah kondisi dimana daerah menerima pendapatan lebih dari suatu bidang usaha yang sama ataupun bidang usaha yang berbeda.
Alternatif
peningkatan pendapatan anggaran daerah sebagai prioritas terakhir yang dapat tercapai. Hal ini dikarenakan pengembangan usaha mikro yang dilakukan di Pulau Bunaken dapat mendukung sektor pariwisata, dimana sektor ini sebagai pendapatan terbesar di Pulau Bunaken
khususnya
dan
kota
Manado
pada
umumnya.
Peningkatan
pendapatan anggaran daerah dapat tercapai apabila prioritas alternatif pertama sampai ketiga telah terlaksana. Hal lain yang dapat meningkatkan pendapatan anggaran daerah adalah penggunaan sumberdaya lokal dalam bahan baku usaha yang akan dijalankan.
Pengembangan Usaha Mikro Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan Di Pulau Bunaken
Fokus
Aktor/ Stakeholder
Faktor
Alternatif
Keterangan: • Aktor: •
Faktor:
•
Alternatif:
WUD (0,419)
MU (0,361)
TKW (0,279)
DKP (0,097)
KBB (0,249)
DinKP (0,16)
SP (0,141)
PEK (0,461)
KUKM (0,263)
TU (0,094)
UMB (0,180)
LNG (0,062)
PP (0,107)
KL (0,048)
PPAD (0,079)
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), DinKP (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado), KUKM (Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado), WUD (Wanita Pengusaha/Pedagang), LNG (LSM/NGO). MU (Modal Usaha), KBB (Ketersediaan Bahan Baku), SP (Sarana Prasarana), TU (Teknologi Usaha), PP (Peluang Pasar), KL (Kelembagaan) TKW (Tenaga Kerja Wanita), PEK (Peningkatan Ekonomi Keluarga), PPAD (Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah), UMB (Usaha Mikro Berkelanjutan).
Gambar 14. Prioritas hierarki pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. C. Pembahasan Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal
ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi
dalam menyalurkan aspirasi
masyarakat
pembangunan,
untuk
perencanaan
kegiatan
serta
dalam
memperkuat posisi tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat permasalahan masih terbatasnya akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan di perdesaan yang antara lain disebabkan masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki, yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
1. Pengembangan usaha mikro berbasis potensi SDA dan SDM Berdasarkan potensi SDA di pulau Bunaken yang masih memiliki kondisi alam yang baik. Kondisi alam ini sangat mendukung pengembangan usaha mikro di pulau Bunaken.
a. Produk Kerajinan Tradisional Produk kerajinan tradisional merupakan produk unggulan yang berkembang dengan sangat baik di pulau ini. Rata-rata para pengrajin kerajinan tradisional di pulau ini adalah wanita, begitu juga dengan pedagangnya. Produk kerajinan ini cukup diminati para wisatawan yang berkunjung ke pulau Bunaken, selain harganya cukup murah (berkisar antara Rp. 3.000,- sampai dengan Rp. 50.000,-/ buah), desainnya cukup unik, dan bahan bakunya berasal dari alam, sepert: kayu, tempurung kelapa, kerang mati dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi gelang, kalung, gantungan kunci, pajangan, kap lampu, dan beberapa produk lainnya. Kualitas produk kerajinan di pulau Bunaken masih rendah dan belum ada pengemasan secara baik, hal ini dikarenakan kurangnya pembinaan dan keterbatasan peralatan yang mereka miliki.
b. Produk Makanan Olahan
Potensi perikanan dan perkebunan yang cukup melimpah merupakan peluang usaha yang sangat baik untuk produk pengolahan makanan. Produk makanan olahan yang berasal dari hasil perikanan diolah menjadi makanan seperti bakso ikan, otak-otak, atau nugget ikan, sedangkan, hasil pertanian/perkebunan, seperti kelapa, sukun, dan pisang biasanya juga diolah menjadi kue (kering atau basah), keripik dan sebagainya. Kualitas (mutu) makanan olahan tersebut juga tidak bisa dibilang cukup baik,
para
pengusaha
makanan
ini
masih
perlu
ditingkatkan
pengetahuannya mengenai kebersihan dan kesehatan makanan, nilai gizi suatu produk makanan, cara penyimpanan makanan yang mudah rusak/basi, serta pengemasan produk makanannya. Rata-rata wanita pengusaha makanan ini menjual makanannya di kios-kios yang ada dipinggir pantai Bunaken, dekat kawasan penginapan para wisatawan. Sebagian kecil lainnya menjual makanan berkeliling kampung, dan ada juga yang menerima pesanan.
c. Produk Sablon Kaus Kendala terbesar dari usaha sablon kaus adalah bahan baku, teknologi (peralatan), juga terbatasnya sarana dan prasarana (di wilayah ini belum ada aliran Listrik dari PLN). Produk sablon yang mereka hasilkan dengan cara penyablonan secara manual yaitu mendesain gambar diatas kertas minyak atau kertas kalkir, kemudian menggunakan ring kayu seperti bingkai yang kemudian digosokkan pada kaus yang akan ditempeli gambar sablon. Tentu saja dengan cara ini kualitas sablon terlihat masih kasar dibanding dengan kualitas sablon di Kota Manado yang sudah menggunakan komputer. Hal inilah yang mengakibatkan para pengusaha di bidang ini cenderung menjadi penjual daripada pembuat produk sablon, kebanyakan dari mereka juga bergabung dengan pedagang kerajinan agar produk yang diperdagangkan kebih bervariasi.
Produk-produk usaha mikro yang berkembang di pulau Bunaken umumnya mengalami kendala yang hampir sama, selain dari modal usaha juga kurangnya pembina kepada mereka, seperti pembinaan mengenai manajemen usaha (produksi, organisasi usaha, keuangan, serta distribusi)
dan pembinaan teknis (standar mutu, pengemasan dan pemasaran). Pentingnya pembinaan ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat, rata-rata program pemerintah daerah tidak mempunyai cukup anggaran untuk menyentuh masyarakat yang tinggal di pulau, pemerintah daerah lebih memprioritaskan masyarakat di wilayah daratan (mindland) daripada masyarakat yang ada di pulau kecil. Kurangnya dana/anggaran untuk melakukan program pemerintah di pulau kecil salah satunya disebabkan oleh faktor aksesibilitas menuju ke pulau kecil menghabiskan biaya yang tidak murah, juga masih kurangnya sarana pendukung di pulau kecil untuk kelancaran program mereka, hal ini mengakibatkan masyarakat di pulau kecil lebih tertinggal dan mengalami kesulitan dari segala aspek dalam pengembangan usaha mereka. Untuk mengatasi hal ini, kiranya perlu dukungan dari semua pihak (stakeholders) baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, swasta (investor), LSM, Koperasi, ataupun Lembaga Keuangan Mikro (LKM) serta peran aktif masyarakat sendiri untuk terus berusaha memajukan usaha mikro di daerahnya. Dengan adanya kerjasama ini, diharapkan pengembangan usaha mikro menjadi lebih terarah (sesuai sasaran) dan lebih cepat dengan hasil yang maksimal.
2. Jenis-jenis usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh 3 (tiga) tipe pengorganisasian usaha mikro yang ada di pulau Bunaken, yaitu:
a. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Berkelompok Sebagian besar para pengusaha wanita di Pulau Bunaken melakukan usaha dengan pola berkelompok. Walaupun masih dengan pola yang sangat sederhana, terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota kelompok. Pola usaha berkelompok dipakai pada kebanyakan usaha kerajnan. Para pengrajin tradisionil tersebut bekerjasama dalam segala aspek, dari fase pra-produksi (seperti; modal usaha dan pengumpulan bahan baku), fase produksi (desain, pengerjaan produk, sampai taraf finishing produk), serta pra-produksi (pendistribusian barang dan pemasaran). Pola berkelompok ini juga membuat persaingan harga antar pengusaha dan penjual terjaga, sehingga tidak terjadi persaingan
yang berarti pada para pedagang, karena harga telah disepakati bersama. Wajarlah bila pola ini menjadi unggulan untuk pengorganisasian usaha mikro di Pulau Bunaken.
b. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Kemitraan Pola usaha kemitraan umumnya dipakai oleh pedagang kaus sablon, karena dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang mereka miliki para pedagang kaus sablon ini bermitra dengan penjual kaus yang berada di Kota Manado. Mereka mengambil barang dari Kota Manado yang kemudian mereka jual di Pulau Bunaken. Dengan kondisi ini para pedagang kaus juga tidak harus mengeluarkan modal terlalu besar. Kendala dari pola ini, umumnya untuk melakukan kemitraan mereka harus mendapat kepercayaan dari suplier barang. Tentu saja sebelum mendapat suplier yang tetap mereka harus membeli barang secara tunai.
c. Jenis Usaha dengan Pola Mandiri Usaha Mandiri; usaha ini umumnya dimiliki oleh perseorang, sebagian besar usaha mandiri digunakan oleh pengusaha makanan seperti kue-kue dengan jumlah produksi yang tidak terlalu banyak. Para wanita dengan pola usaha secara mandiri biasanya karena letak tempat tinggal yang berjauhan, sehingga mereka mengalami kesulitan jika harus berusaha secara kelompok. Kendala dari usaha mandiri ini adalah modal usaha, karena jika pada saat mereka tidak memiliki modal untuk memproduksi suatu olahan maka biasanya mereka
tidak dapat
melakukan kegiatan usaha, otomatis mereka juga tidak mendapat penghasilan.
3. Analisis Pola Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken
a. Tingkat Aktor
Berdasarkan penetapan nilai dan prioritas dari hasil perhitungan dengan metode AHP maka dapat disusun suatu alur hierarki yang dapat menjadi acuan sebagai pola pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Pada tingkat aktor wanita pengusaha dan pedagang memilki peran terpenting dalam pengembangan usaha mikro dibandingkan dengan aktor lainnya, hal ini dikarenakan para wanita yang merupakan pengusaha dan pedagang merupakan pelaku usaha di Pulau Bunaken. Untuk mengembangkan suatu usaha tentu saja harus dimulai dari dalam diri pelaku usaha (pengusaha ataupun penjual) itu sendiri. Makin besar kemauan kerja seseorang maka makin tinggi juga peluangnya dalam mengembangkan usaha. Aktor lain yang juga memeliki peranan cukup besar adalah Dinas Koperasi dan UKM kota Manado. Sebagai instansi pemerintah yang bertugas dalam pengembangan UKM, dinas ini seharusnya lebih proaktif membina para perempuan pengusaha dan pedagang di Pulau Bunaken. Fungsi dari Dinas Koperasi dan UKM adalah sebagai spritual asisten yaitu bertugas untuk memberi dorongan dan motivasi kepada para pelaku usaha mikro untuk lebih mengembangkan usahanya. Juga harus dilaksanakan program pembinaan manajemen usaha seperti manajemen organisasi usaha, keuangan dan pemasaran.
b. Tingkat Faktor Pada tingkat faktor berdasarkan perhitungan AHP faktor yang paling berpengaruh dalam mendukung pengembangan usaha mikro dalam pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha dengan nilai 0,361. Sebagian besar pengusaha dan pedagang skala mikro di Pulau Bunaken mengalami kesulitan dalam pengembangan usaha dikarenakan tidak memiliki modal usaha yang cukup. Salahsatu solusi dalam menghadapi hal ini adalah para wanita pengusaha tersbut bekerja secara berkelompok, dan kekurangan modal mereka dapatkan dari pinjaman/kredit.
Jika faktor utama ini dapat diatasi dengan baik
maka pengembangan dan kelangsungan usaha akan lebih baik. Faktor lain yang jufa perlu diperhatikan adalah ketersediaan bahan baku dengan nilai 0,249. Bahan baku usaha mikro di Pulau Bunaken masyoritas berasal dari sumber lokal hampir sebanyak 60% menggunakan bahan
baku lokal. Di Pulau Bunaken sendiri masih banyak potensi SDA yang dapat dimanfaatkan baik potensi dari sektor perikanan maupun nonperikanan.
Potensi SDA yang dimanfaatkan sebagai bahan baku
produksi haruslah digunakan dengan bijaksana untuk mengdhindari eksploitasi lingkungan. Usaha yang menggunakan bahan baku lokal, antara lain adalah beberapa usaha kerajinan dan pedagang atau pengolahan makanan. Akan tetapi, beberapa usaha mikro tersebut juga menggunakan bahan baku dari luar daerah, baik hanya sebagian bahan baku maupun keseluruhan.
c. Tingkat Alternatif Berdasarkan
tingkat
alternatif
untuk
menentukan
prioritas
pengembangan usaha mikro, penilaian berdasarkan tujuan merupakan unsur yang harus dicapai terlebih dahulu untuk pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Tujuan utama dari pengembangan usaha mikro dengan maksud di atas adalah sebagai peningkatan ekonomi keluarga dengan nilai alternatif sebesar 0,461. Mayoritas kondisi ekonomi masyarakat di wilayah pulau Bunaken kurang baik dan jauh dari sejahtera. Mata pencaharian penduduk pulau sebaiknya tidak hanya berasal dari 1 sumber saja (suami) tapi
juga
harus
memilki
alternatif
usaha
lain
sebagai
mata
pencahariannya, alternatif usaha ini adalah usaha mikro yang dijalankan oleh para istri atau wanitanya. Kondisi Pulau Bunaken yang memiliki potensi wisata sangatlah mendukung untuk pengembangan usaha lainnya. Dengan makin berkembangnya usaha mikro yang dijalankan oleh para wanitanya maka ekonomi keluarga otomatis akan mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Alternatif lain yang juga dapat menjadi prioritas pengembangan adalah tenaga kerja wanita (SDM). Pembinaan SDM wanita ini haruslah lebih diprioritaskan untuk lebih meningkatkan kualitas tenaga kerja yang akhirnya menjadi tenaga kerja yang terampil dan akhirnya dapat lebih mandiri. Karenanya pembinaan dan pelatihan dari pihak-pihak terkait harus lebih diperbanyak terutama kedaerah-daerah pulau kecil seperti Bunaken. Pulau yang memilki potensi yang sangat besar dan masih
banyak yang dapat dimanfaatkan serta digali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Pengembangan
usaha
mikro,
kecil
dan
menengah
(UMKM)
diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing. Salah satu tujuan dalam pengembangan usaha skala mikro adalah dalam rangka peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Pengembangan usaha yang paling cocok di wilayah
pulau
kecil
adalah
skala
mikro
dengan
taraf
ekonomi
masyarakatnya yang lemah. Hal ini berkaitan dengan modal usaha yang dipakai tidak terlalu besar, dan usaha ini dapat menjadi alternatif nahkan jika berkembang dapat menjadi sumber mata pencaharian mereka.
4. Analisis Pengembangan Uasaha Mikro berdasarkan Aspek Kajian Berdasarkan perhitungan analisis data dengan metode MCA dan AHP diperoleh hasil bahwa produk unggulan dari para wanita pengusaha di Pulau Bunaken adalah kerajinan tradisionil berbasis sumberdaya lokal, jenis usaha yang paling unggul dan paling baik tanggapannya adalah jenis usaha berkelompok
dalam
satu
bidang
kerja
mereka.
Prioritas
utama
pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau tersebut dikembangkan dengan tujuan peningkatan ekonomi keluarga mereka. Berdasarkan
hasil
perhitungan
tersebut
perlu
juga
dikaji
pola
pengembangan usaha mikro untuk pemberdayaan perempuan berdasarkan pada empat aspek kajian yaitu: (1) aspek ekonomi (2) aspek sosial. (3) aspek lingkungan, dan (4) aspek teknologi. Aspek-aspek tersebut sangat terkait satu sama lain, sehingga untuk lebih mengoptimalkan pengembangan usaha mikro, aspek-aspek tersebut juga harus diperhatikan keberadaannya. Jika digambarkan dalam satu skema pola pengembangan usaha unggulan yang dapat mendukung pemberdayaan perempuan dengan
keterkaitan aspek-aspeknya, di wilayah Pulau Bunaken dapat digambarkan seperti skema pada gambar 15 di bawah ini.
MCA I (PRODUK UNGGULAN)
MCA II (JENIS USAHA UNGGULAN)
KERAJINAN
KELOMPOK
AHP PEK
POLA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO UNGGULAN
Aspek Ekonomi
Aspek Sosial
Aspek Lingkungan
Aspek Teknologi
Gambar 15. Skema Analisis Pola Pengembangan Usaha Mikro
a. Aspek Ekonomi Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan definisi kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi
hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang terbatas untuk memulai dan mengembangkan usaha. Permasalahan yang dihadapi antara lain sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan terhadap kegiatan usaha, rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi. Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM. Kenyataan ini tidak memberi pilihan lain untuk memperoleh modal dengan cara meminjam dari rentenir dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Masyarakat pulau kecil di indonesia umumnya merupakan bagian dari masyarakat miskin ini. Masyarakat miskin kebanyakan tidak memiliki pemahaman dan ketrampilan yang memadai, cenderung berbuat merusak habitat yang akibatnya juga mengurangi populasi ikan, serta kemampuan prasarana/sarana, teknologi yang kurang mendukung untuk memperoleh hasil
yang
memadai.
Degradasi
lingkungan
wilayah
pesisir
mengakibatkan menurunnya populasi ikan dari 5-10 persen kawasan perikanan
tangkap,
dan
meningkatnya
kesulitan
nelayan
dalam
memperoleh ikan. Untuk menanggulangi masalah ini perlu diterapkan suatu usaha untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di pulau-pulau kecil. Salah satunya adalah melakukan pembinaan agar masyarakat di pulau kecil mampu memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Pemberdayaan perempuan di pulau kecil sangat mendorong terjadinya peningkatan
pendapatan (ekonomi) keluarga, karena dengan diberdayakannya para perempuan di pulau kecil membuat pendapatan dan perekonomian keluarga tidak hanya bergantung dari 1 sumber, yaitu suami, tapi juga berasal dari kaum istri/perempuan. Ditinjau dari aspek ekonomi pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau bunaken memiliki tujuan utama sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Kendala yang ada biasanya dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana di pulau-pulau
kecil
dan
kondisi
masyarakat
pulau
yang
memiliki
ketergantungan tinggi kepada potensi sumberdaya disekitarnya. Disinilah para perempuan diharapkan mampu secara jeli melihat segala potensi yang bisa mereka kembangkan. Jika mereka kurang kreatif dan peka dengan potensi yang ada disekitarnya, maka mereka akan cenderung hanya memanfaatkan potensi yang ada, tanpa melakukan kegiatan pengolahan bahan baku dasar terlebih dahulu. Padahal nilai jual suatu barang biasanya akan lebih dapat ditingkatkan (lebih mahal) melalui proses produksi atau pengolahan pra-produk terlebih dahulu. Tapi jika mereka memliki pengetahuan yang cukup dan pembinaan yang baik maka kendala-kendala tersebut tidak akan menjadi halangan bagi pengembangan usahanya. Intinya adalah semakin berdaya komunitas perempuan di pulau kecil, maka perekonomian keluarganyapun akan semakin berdaya.
b. Aspek Sosial Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, permasalahan mendasar
yang
terjadi
selama
ini
adalah
rendahnya
partisipasi
perempuan dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk
praktek
diskriminasi
terhadap
perempuan.
Permasalahan
mendasar lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan partisipasi kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosiokultural
masyarakat.
Dalam
konteks,
sosial,
kesenjangan
ini
mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas. Masalah lainnya
adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan; banyaknya
hukum
dan
peraturan
perundang-undangan
yang
bias
gender,
diskriminatif terhadap perempuan, lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender. Keterbatasan akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan di pulau kecil yang antara lain disebabkan masih kuatnya
pengaruh
nilai-nilai
sosial
budaya
yang
patriarki,
yang
menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara.
Masyarakat di pulau kecil juga
umumnya tertutup karena kondisi mereka yang terpisah dari pulau induknya (mindland). Walaupun pulau Bunaken merupakan pulau tujuan wisata dan sudah dikenal sampai mancanegara, ternyata kondisi sosial masyarakat disana tidak merata. Masyarakat yang tinggal berhadapan dengan pulau induk memiliki keterbukaan terhadap masuknya orang asing, karenanya masyarakat di daerah ini lebih maju daripada masyarakat yang tinggal dibelakang pulau. Dengan demikian, usaha mikro yang dilakukan dengan cara berkelompok dapat menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar informasi dan meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat pulau. Pola usaha berkelompok yang sudah diterapkan pada usaha mikro di pulau Bunaken untuk membantu anggotanya tetap mendapatkan pemerataan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada baiknya juga jika pembinaan tidak dilakukan hanya pada satu wilayah saja, sehingga seluruh perempuan di pulau Bunaken dapat memperoleh pengetahuan yang sama tanpa dibatasi oleh kendala tempat tinggal mereka.
c. Aspek Lingkungan Beberapa hal yang menjadi masalah potensi SDA di daerah pulau kecil antara lain; ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan antar kawasan; adanya kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang ilegal dan merusak, seperti illegal fishing; belum optimalnya pengembangan SDA; meningkatnya kerusakan dan pencemaran lingkungan di kawasan pesisir yang menurunkan daya dukungnya; dan belum lengkapnya regulasi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, termasuk penegakan hukum.
Salah satu upaya dalam penanganannya yaitu, adanya kebijakan yang diarahkan untuk: (1) mengelola sumber daya alam untuk dimanfaatkan secara efisien, adil, dan berkelanjutan yang didukung dengan kelembagaan yang handal dan penegakan hukum yang tegas, (2) mencegah terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih parah, sehingga laju kerusakan dan pencemaran semakin menurun; (3) memulihkan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang rusak; (4) mempertahankan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang masih dalam kondisi baik untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan, serta meningkatkan mutu dan potensinya; serta (5) meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Potensi sumberdaya alam di pulau kecil cukup besar, terutama jika pulau tersebut masih asli, dan jumlah penduduknya tidak terlalu padat. Tapi untuk kondisi pulau Bunaken yang merupakan daerah konservasi maka
masyarakatnya
pun
mengalami
keterbatasan
didalam
memanfaatkan potensi sumberdaya alam disekitarnya. Karena itu mereka harus juga sadar tentang pentingnya kelestarian lingkungan yang dapat menjadi salahsatu aset peningkatan ekonomi mereka. Penangkapan hasil perikanan di daerah ini juga tidak boleh menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, karena dapat merusak kelestarian alam dan mengakibatkan
degradasi
lingkungan
jika
pemanfaatan
potensi
sumberdaya alam dilakukan secara tidak bijaksana. Apalagi, produk unggulan kerajinan tradisional sangat tergantung pada ketersedian bahan baku yang ada disekitar pulau. Jika kondisi lingkungan pulau menjadi rusak otomatis ketersediaan bahan baku juga akan berkurang. Untuk usaha lainnya masih banyak potensi alam yang dapat mereka manfaatkan. Di wilayah Pulau Bunaken sendiri kondisi tanahnya masih cukup baik untuk berkebun. Beberapa wanita pengusaha dibidang pengolahan makanan tidak terlalu repot untuk mecari bahan baku produksi dari hasil kebun, seperti sukun (walaupun musiman), pisang, kelapa dan sebagainya.
Potensi Sumberdaya alam di wilayah Pulau
Bunaken masih cukup baik dan terjaga untuk pengembangan usaha mikronya.
d. Aspek Teknologi Unsur teknologi sangatlah penting dalam pengembangan usaha, baik usaha mikro atau pun usaha yang lebih besar lagi. Untuk usaha mikro sentuhan teknologi biasanya menggunakan peralatan produksi yang masih sederhana. Teknologi juga dibutuhkan sebagai modal usaha dengan cara memberikan pembinaan kepada para pelaku usaha di pulau kecil. Salah satu hal penting dalam sentuhan teknologi, antara lain adalah pengetahuan mengenai ke’’hiegenis”an suatu produk makanan misalnya, ataupun pada cara mengemas suatu makanan atau produk dengan baik dan layak sehingga menarik minat pembeli, atau bagaimana membuat makanan menjadi dapat bertahan lebih lama dengan pengemasan dan prosedur penyimpanan yang tepat. Teknologi ini sangat penting diberikan dalam kaitannya dengan pengembangan usaha mikro, semakin banyak pembinaan dari segi teknologi yang diberikann niscaya usaha mikro pun akan berjalan dengan baik, dan semakin maju.
Berdasarkan kajian-kajian tersebut, serta memperhatikan aspek-aspek yang berperan di dalamnya, dapat dibuat suatu pola dalam pengembangan usaha mikro di pulau Bunaken, untuk mendukung pemberdayaan para wanita pengusaha dan pedagangnya; -
Potensi SDA dan SDM yang produktif di Pulau Bunaken, serta daerah tujuan wisata yang sudah dikenal hingga mancanegara, merupakan aset yang berharga dalam pengembangan usaha mikro. Produk unggulan yang terkait erat dengan potensi SDA adalah produk kerajinan tradisionil, dan rata-rata para pengrajin di pulau ini adalah perempuan. Kreativitas yang berkembang di antara kaum wanita di pulau ini dalam membuat kerajinan tradisional, awalnya hanya untuk mengisi waktu luang, dan jika diperjual belikan sifatnya hanya untuk menambah pendapatan sehari-hari. Masyarakat di pulau ini juga tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pendapatan dari penangkapan ikan. Keterbatasan dalam penangkapan ikan, bukan karena sulit mendapat ikan, tetapi karena di wilayah ini penangkapan ikan hanya boleh dilakukan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan (tradisional), mengingat daerah
ini adalah daerah konservasi. Sejalan dengan hal tersebut, daerah ini juga dicanangkan sebagai Taman Nasional Laut yang memilliki tingkat keunikan tinggi, sehingga masyarakatnya mulai melirik adanya peluang usaha lain diluar sektor perikanan. Jika tangkapan sedang kurang, atau musim yang kurang mendukung untuk menangkap ikan, mereka kemudian mengalih fungsikan kapalnya menjadi kapal penumpang untuk mengangkut para wisatawan dari daratan Manado ke pulau Bunaken. -
Potensi SDA yang tersedia sepert banyaknya bahan-bahan dari alam ataupun bahan yang sudah tak terpakai yang masih bisa mereka manfaatkan, misalnya kayu, tempurung kelapa dan kerang mati, hal ini menimbulkan kreativitas para wanita nelayan di sana. Didukung pula dengan disediakannya sarana seperti tempat berjualan oleh pemerintah daerah yang bekerjasama dengan pengelola Taman Nasional Bunaken. Semakin banyaknya wisatawan yang datang, serta persaingan dengan produk-produk dari luar daerah membuat para pengusaha-pengusaha kerajinan harus lebih kreatif. Untuk mengembangkan usaha mereka juga harus memilki modal yang cukup. Jika mereka ingin meminjam uang dari Bank atau lembaga keuangan lain mereka harus memiliki jaminan, dan jika meminjam dari rentenir maka mereka akan dikenakan bunga yang tinggi. Dengan kondisi tersebut para pengusaha ini bersatu untuk mengurangi kendala yang mereka hadapi dengan membentuk kelompok kerja atau kelompok usaha. Sistem kerja dengan berkelompok juga memilki keuntungan lainnya seperti dapat ditekannya persaingan harga yang tidak sehat, saling bertukar informasi dalam pengembangan produk, dan sejauh ini pola tersebut sangat membantu pengembangan dan kelangsungan usaha mikro, apalagi sesuai kodratnya sebagai perempuan, yang memang memiliki
kecenderungan
bersosialisasi lebih tinggi daripada kaum pria. -
Keunggulan lain dari pola usaha secara berkelompok juga dapat mengatasi permasalahan pengembangan usaha pada masyarakat di pulau kecil seperti Bunaken. Didukung pulau tingkat kekerabatan mereka yang masih tinggi apalagi kebanyakan masyarakat di daerah pulau kecil masih memiliki hubungan keluarga. Untuk pemberdayaan perempuan hal ini juga tidak menjadi kendala bagi mereka yang sudah berumah tangga, dalam pola kerja berkelompok mereka tetap bisa bekerja dengan sambil menjaga anak-anak mereka, karenanya pola ini sangat cocok diterapkan untuk perempuan yang
ingin mengembangkan usahanya. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat akan tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi anggota kelompoknya untuk perencanaan kegiatan usaha, serta dalam memperkuat posisi tawar dalam masyarakat contohnya aktivitas ekonomi. Kelembagaan dalam suatu usaha bersifat penting karena dengan kelembagaan/ pengorganisasian yang kuat maka usaha tersebut akan berjalan dengan lebih stabil. -
Perempuan di pulau kecil seyogyanya tidak lagi hanya menggantungkan perekonomian keluarga kepada para suami saja, tapi juga bisa membaca peluang
dengan
memanfaatkan
potensi
SDA
yang
ada.
Keadaan
masyarakat di pulau kecil yang rata-rata berada dibawah garis kemiskinan akan menjadi lebih baik jika seluruh anggota keluarga juga berdaya, terutama pria dan wanitanya (suami – istri), semakin banyak anggota keluarga yang memilki penghasilan otomatis pendapatan keluarga tersebut akan meningkat dan ini berarti perekonomian keluargapun akan menjadi lebih baik dan lebih layak. -
Keterlibatan pemberdayaan perempuan oleh pemerintah daerah dapat diterapkan dalam: (a) mengidentifikasi produk-produk (b) mengidentifikasi produk-produk unggulan; (c) pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan; (d) peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pelaku ekonomi; (e) peningkatan akses pengusaha dan pedagang usaha mikro kecil kepada sumber-sumber permodalan; (d) perluasan jaringan informasi teknologi dan pemanfaatan riset dan teknologi yang difokuskan untuk mendukung produk unggulan; (e) pengembangan kelembagaan pengelolaan pengembangan usaha;
Jika pola pengembangan tersebut dapat berjalan dengan baik ada beberapa hal yang juga perlu menjadi perhatian untuk membuat suatu usaha dapat berkembang secara berkelanjutan, yaitu dengan diterapkan programprogram yang berpihak kepada pengusaha mikro, khususnya kaum perempuan. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup:
1. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal; 2. Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif dengan tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi-hasil dari dana bergulir, sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan; 3. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional dan institusional; 4. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM); 5. Penyelenggaraan
pelatihan
budaya
usaha
dan
kewirausahaan,
dan
bimbingan teknis manajemen usaha; 6. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha; 7. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha; 8. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui
pendekatan
pembinaan
sentra-sentra
produksi/klaster
disertai
dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan 9. Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan/pulau kecil terutama didaerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang dilakukan terhadap usaha mikro yang mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
Hasil identifikasi potensi SDA dan SDM di pulau Bunaken terdapat 3 produk usaha mikro, yang dapat dikatagorikan menjadi 3 bidang usaha yaitu: usaha kerajinan tradisional (souvenir),
usaha sablon, dan usaha pengolahan
makanan. a. Hasil perhitungan dengan MCA bertujuan untuk mendapat produk usaha mikro unggulan di Pulau Bunaken; hasil dari perhitungan MCA diperoleh usaha kerajinan tradisionil merupakan produk unggulan usaha mikro di Pulau Bunaken. b. Produk
kerajinan
tradisionil
di
Pulau
Bunaken
pembuatan
dan
penjualannya dalam bentuk souvenir yang terkait dalam posisi Pulau Bunaken sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang sangat dikenal, baik oleh para wisatawan dari dalam negeri maupun mancanegara. Dengan
demikian
kegiatan
usaha
yang
memiliki
potensi/prospek
pengembangan usaha mikro yang tinggi. c. Bahan baku produk kerajinan sangat terkait erat dengan potensi sumberdaya alam di wilayah Pulau Bunaken dan sebagian besar produsen dan pedagang produk kerajinan ini adalah perempuan setempat. 2.
Hasil identifikasi jenis usaha di Pulau Bunaken ada 3 jenis usaha yaitu dengan pola mandiri, pola berkelompok, dan pola kemitraan. a. Berdasarkan perhitungan dari analisis MCA menunjukkan bahwa bentuk pengorganisasian usaha mikro yang menjadi unggulan adalah pola usaha kelompok. b. Para pengusaha mikro di Pulau Bunaken menjalankan usahanya dengan sistem kelompok kerja, walaupun masih dengan struktur organisasi yang sederhana (ketua, sekretaris, bendahara dan sisanya adalah anggota). c. Pola berkelompok dianggap paling cocok diterapkan di wilayah ini, karena pola ini mampu meningkatkan usaha mikro dari mulai modal usaha, proses produksi sampai penjualan dan akhirnya bagi hasil atau keuntungan, juga dapat dilakukan secara berkelompok.
d. Mengingat tingkat ekonomi masyarakat di pulau Bunaken rata-rata termasuk pada katagori menengah ke bawah maka usaha mikro yang mereka jalankan belum membutuhkan modal usaha yang besar sehingga modal usaha yang ditanggung bersama oleh anggota kelompok akan lebih meringankan para anggota kelompok tersebut. 3. Strategi unggulan yang diperoleh dalam pengembangan usaha mikro berdasarkan dari data kuisioner menggunakan metode AHP dan software expert choice 9.5 menunjukkan bahwa diperoleh prioritas unggulan untuk tujuan pengembangan usaha mikro adalah peningkatan ekonomi keluarga. a. Usaha mikro yang dijalan dapat menjadi mata pencaharian tambahan bagi keluarga nelayan/ warga masyarakat di Pulau Bunaken. b. Usaha yang dijalankan tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan aspek
lingkungan,
meningkatnya
sosial,
ekonomi,
pengembangan
aspek
dan
teknologi. Karena
tersebut
maka
makin
kualitas SDM
khususnya para pengusaha perempuan di pulau itu juga meningkat. c. Semakin berdaya kaum perempuan di Pulau Bunaken maka ekonomi keluarga mereka pun akan semakin berdaya (meningkat).
B. Saran Saran untuk Pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau kecil adalaha sebagai berikut : 1. Perlunya adanya pendampingan dan keterlibatan Dinas terkait setempat, serta lembaga seperti koperasi dalam pengembangan usaha kelompok perempuan di pulau bunaken. 2. Perlu adanya perhatian khusus dan pembinaan yang berkelanjutan dalam pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken terutama usaha yang dirintis oleh kaum perempuan. 3. Perlu
pengkajian
lebih
mendalam
terhadap
indikator-indikator
yang
mendukung model pengembangan usaha mikro di pulau kecil dengan terutama peningkatan kelestarian lingkungan. 4. Dalam pembangunan pulau-pulau kecil, peran kaum perempuan perlu ditingkatkan untuk turut berperan dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga berbasis sumberdaya lokal.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik www.bps.go.id. [4 juli 2008]
.2003.
Statistik
Kesejahteraan
Rakyat.
_________________. 2007. Statistik Usaha Kecil dan Menengah tahun 2005 – 2006. www.bps.go.id. [4 juli 2008]
[Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, 2003. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004 – 2009. www.bappenas.go.id. [24 Juni 2008] [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. UU RI No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta _________________. 2008. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 20 tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta
[Depkop] Departemen Koperasi dan UKM. 2008. UU RI No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM). Departemen Koperasi. Jakarta [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Taman Nasional Laut Bunaken. www.dephut.go.id/informasi/INTAG/bpkh6/BPKHVI/bunaken.html.[24 Desember 2008] [Diskanlut] Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado. 2007. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Manado tahun 2006. [Laporan]. Diskanlut. Manado [Disbudpar] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Manado. 2008. Taman Nasional Bunaken. [Artikel]. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Manado Ihromi, T. O. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 459 Hal. Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Jakarta Myers D. 1999. Social Psicology. Mc Grow-Hill Collage. USA Nazir. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Perbawati, EW. 2004. Pemberdayaan Perempuan melalui Sektor Informal dalam Pengembangan Masyarakat (Kasus Perempuan dalam Usaha Makanan Kecil Skala Rumah Tangga Salah Satu Desa di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Raharjo, Y. 1997. Gender and Development: Basic Concept and Issue. Gender, Population and Develpoment Staff Training Manual Riyadi, S. 2003. Grameen Bank dan Pemberdayaan Perempuan. [Artikel]. Permodalan Nasional Madani (PNM). http://www.pnm.co.id/ content.asp?id =557&mid=54. [25 Maret 2009] Saaty TL. 1993. Decision Making for Leader : The Analytic Process for Decision Complex Word Edisi Bahasa Indonesia (terjemahanoleh Ir. Liana S.). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sajogyo, P. 1985. Meneliti Peranan Wanita di Pedesaan. Institut Pertanian Bogor, Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan (LPSP). Bogor. Sihite, R. 2007. Perempuan, Kestaraan, & Keadilan : Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta Subhan, Z. 2004. Peningkatan Kesetaraan dan Keadilan Jender, dalam membangun Good Governance. www.duniaesai.com/gender/html. [4 Juli08] Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. PT. Gava Media. Yogyakarta Sumarni, M. dan S. Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. CV. ANDI OFFSET. Yogyakarta. Taman Nasional Bunaken. INFORMASI/ INDO-ENGLISH/tn_bunaken.htm. Taman Nasional Bunaken. www.dephut.go.id. [29 April 2008] Wikipedia.2008. Pulau Bunaken.www.wikipedia.org/wiki/ . [29 April 2008] .
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
Bulan Ke No. 1.
2
Kegiatan
1
Proposal Penelitian -
Konsultasi Proposal
-
Sidang Komisi
-
Kolokium
-
Perbaikan Proposal
Penelitian Lapangan -
Survey lokasi Peneliti
-
Pengumpulan data
-Pengolahan dan analisis data 3
Penulisan -
Penyusunan hasil penelitian
-
4 5 6 7 8 9
Konsultasi hasil penelitian Sidang Komisi II Seminar Hasil Perbaikan Laporan Akhir Sidang/ Ujian Perbaikan Penggandaan Laporan
Keterangan: Bulan ke 1 – 12 = Juli 2008 – Juni 2009
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lampiran 2:
Kuisioner Data Individu Perempuan Pelaku Usaha/Pengusaha
DATA INDIVIDU: Bagian I. Pelaku Usaha/Pedagang 1.
Nama
:
...........................................................
2.
Umur
:
................. Th.
3.
Jumlah Anggota keluarga
:
................. Org.
4.
Pekerjaan
:
..........................................................
5.
Alamat
:
.......................................................... ..........................................................
6.
Pendidikan terakhir
:
1. SD
2.
SMP
3. SMA
4. .......................................(lainnya)
8.
9.
Pendapatan keluarga : a) Penghasilan suami per hari
:
Rp. ...............................................
b) Penghasilan istri per hari
:
Rp. ...............................................
c) Lain-lain (jika ada)
:
Rp. ...............................................
Pekerjaan Suami
:
10. Pengeluaran keluarga per hari: a) Beras
:
Rp. ................................................
b) Lauk-pauk
:
Rp. ...............................................
c) Minyak tanah
:
Rp. ...............................................
d) Jajan anak
:
Rp. ...............................................
e) Lainnya
:
Rp. ...............................................
:
1. ..................................................
10. Organisasi/Kelompok yang diikuti
2. .................................................. 3. ..................................................
11. Jika ada anggota Aktif/Pasif? (*)
:
1. Aktif
2. Pasif
Alasan : ........................................ .....................................................
12. Keinginan pengembangan usaha
:
(*)
1. Individu (Mikro) 2. Kelompok 3. Kemitraan (mis. dengan koperasi, investor, mitra lainnya). 4. ........................................ (lainnya)
13. Harapan dalam peningkatan
1. ..................................................
Pelatihan pengembangan usaha
2. ....................................................
(**)
3. ....................................................
14. Apakah ada peningkatan pendapatan setelah anda mengikuti
:
1. Ya
2. Tidak 3. Biasa saja
Alasan :
pelatihan? (*)
15. Jenis pelatihan apa lagi yang anda diharapkan? (**)
1. ..................................................... 2. ...................................................... 3. .....................................................
16. Apakah setelah diadakan pelatihan Pendapatan anda semakin meningkat?
Keterangan : (*)
: Lingkari salah satu jawaban saja
(**) : Isilah titik-titik
1. Ya Alasan :
2. Tidak 3. Biasa saja
Lampiran 3:
Kuisioner Profil Usaha Perempuan Pelaku Usaha/Pedagang
Bagian II. Pelaku Usaha/Pedagang No 1.
Identitas Jenis Usaha (*)
Keterangan 1. Pengolahan hasil perikanan 2. Kerajinan 3. .................................................. (lainnya)
2.
Mulai Usaha Sejak ?
3.
Kepemilikan (*)
1. Sendiri 2. Keluarga 3. Investor/Pemodal 4. .............................................. (lainnya)
4.
Modal Usaha (sumber) (*)
1. Pribadi 2. Bantuan (Hibah) 3. Kredit 4. .............................................. (lainnya)
5.
Besarnya Modal Usaha
Rp.
6.
Biaya Operasional (**)
1. Biaya Produksi Rp. ............................ 2. Biaya lain-lain Rp. ............................ (sebutkan)
7.
Biaya Pemasaran (**)
1. Transportasi Rp. ................................ 2. Biaya lain-lain Rp. ............................ (sebutkan)
8.
Bahan Baku (**)
1. Lokal? 2. Dari luar daerah (sebutkan)
No 9.
Identitas
Keterangan
Kapasitas Produksi
1. Rata2 Perhari ? .....................(jumlah)
(Besarnya kemampuan
2. Rata2 Perbulan ? .................. (jumlah)
Produksi) (*)
3. Tidak menentu (sebutkan alasannya) .................................
10.
Kontinuitas Produksi
1. Rata2 Perhari? .....................(jumlah)
(keberlanjutan/rutinitas
2. Rata2 Perbulan? .................. (jumlah)
pemasaran Hasil produk
3. Tidak kontinu (sebutkan
usaha) (*)
11.
alasannya) .................................
Apakah pernah mengikuti
1. Ya
Pelatihan UKM
Instansi Pelaksana................................ 2. Tidak
12.
13.
Jika Ya, apa jenis
1. ......................................................
pelatihan yang pernah
2. ......................................................
Diikuti? Sebutkan
3. .....................................................
Teknologi yang digunakan
1. Dengan alat bantu
*
()
(sebutkan) .............................................. 2. Tanpa alat bantu/manual
14.
Pemasaran (*)
1. Langsung (dipasarkan sendiri) 2. Tidak Langsung (mis. melalui pedangang) 3. Berdasarkan pesanan 4. Lainnya (sebutkan) .........................
15.
Lokasi Pemasaran (**)
1. ........................................ 2. ....................................... 3. .....................................
Keterangan : (*) : Lingkari salah satu jawaban saja (**) : Isilah titik-titik
Lampiran 4:
Kuisioner Prioritas Pola Pengembangan Usaha Mikro Di Pulau Bunaken
Bagian I
: IDENTITAS RESPONDEN
Nama
:
Alamat
:
Jenis Kelamin
: L/P
Pekerjaan
: [ ] Departemen Kelautan dan Perikanan [ ] Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado [ ] Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado [ ] Wanita Pengusaha/Pedagang [ ] LSM/NGO
Bagian I : Pengembangan Usaha Mikro di Pulau Bunaken
1.
Tujuan Pengembangan Usaha Mikro di Pulau Bunaken adalah : 1. ................................................................................................................. 2. ................................................................................................................. 3. ................................................................................................................. (kalau jawaban lebih dari satu urutkan berdasarkan prioritasnya)
2.
Apa harapan anda untuk mendukung pegembangan usaha di Pulau Bunaken? 1. ................................................................................................................. 2. ................................................................................................................. 3. .................................................................................................................
3.
Jenis pembinaan dan pelatihan apa yang masih dibutuhkan dalam pengembangan usaha mikro di P. Bunaken? 1. ................................................................................................................. 2. ................................................................................................................. 3. .................................................................................................................
Bagian II : Petunjuk Perbandingan Antara Dua Elemen
Tingkat Definisi Kepentingan 1 Kedua elemen sama penting 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
5
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
7
Elemen yang satu sangat lebih penting dari elemen yang lain
9
Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8
Jika ragu-ragu antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
1/1 -9
Kebalikan dari keputusan 1 – 9
Bagian III : Pengisian Matriks Banding Berpasangan 1.A. Bandingkan elemen aktor atau pihak-pihak siapa saja yang berkepentingan dalam mewujudkan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
WUD
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
DKP
WUD
DinKP
WUD
KUKM
WUD
LNG
DKP
DinKP
DKP
KUKM
DKP
LNG
DinKP
KUKM
DinKP
LNG
KUKM
LNG
Keterangan
:
WUD
:
Wanita Pengusaha/Pedagang
DKP
:
Departemen Kelautan dan Perikanan
DinKP
:
Dinas Perikanan dan Kelautan
KUKM
:
Dinas Koperasi dan UKM
LNG
:
LSM/NGO
1.B. Bandingkan elemen aktor Wanita Pengusaha/Pedagang terhadap faktorfaktor yang berperan dalam mewujudkan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
MU
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KBB
MU
SP
MU
TU
MU
PP
MU
KL
KBB
SP
KBB
TU
KBB
PP
KBB
KL
SP
TU
SP
PP
SP
KL
TU
PP
TU
KL
PP
KL
Keterangan
:
MU
: Modal Usaha
KBB
: Ketersediaan Bahan Baku
SP
: Sarana Prasarana
TU
: Teknologi Usaha
PP
: Peluang Pasar
KL
: Kelembagaan
1.C. Bandingkan elemen aktor Departemen Kelautan dan Perikanan terhadap faktor-faktor yang berperan dalam mewujudkan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
MU
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KBB
MU
SP
MU
TU
MU
PP
MU
KL
KBB
SP
KBB
TU
KBB
PP
KBB
KL
SP
TU
SP
PP
SP
KL
TU
PP
TU
KL
PP
KL
Keterangan
:
MU
: Modal Usaha
KBB
: Ketersediaan Bahan Baku
SP
: Sarana Prasarana
TU
: Teknologi Usaha
PP
: Peluang Pasar
KL
: Kelembagaan
1.D. Bandingkan elemen aktor Dinas Perikanan dan Kelautan terhadap faktorfaktor yang berperan dalam mewujudkan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
MU
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KBB
MU
SP
MU
TU
MU
PP
MU
KL
KBB
SP
KBB
TU
KBB
PP
KBB
KL
SP
TU
SP
PP
SP
KL
TU
PP
TU
KL
PP
KL
Keterangan
:
MU
: Modal Usaha
KBB
: Ketersediaan Bahan Baku
SP
: Sarana Prasarana
TU
: Teknologi Usaha
PP
: Peluang Pasar
KL
: Kelembagaan
1.E. Bandingkan elemen aktor Dinas Koperasi dan UKM terhadap faktor-faktor yang berperan dalam mewujudkan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken? MU
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KBB
MU
SP
MU
TU
MU
PP
MU
KL
KBB
SP
KBB
TU
KBB
PP
KBB
KL
SP
TU
SP
PP
SP
KL
TU
PP
TU
KL
PP
KL
Keterangan
:
MU
: Modal Usaha
KBB
: Ketersediaan Bahan Baku
SP
: Sarana Prasarana
TU
: Teknologi Usaha
PP
: Peluang Pasar
KL
: Kelembagaan
1.F. Bandingkan
elemen
aktor
Lembaga
Swadaya
Masyarakat/
Non-
Goverment Organitation terhadap faktor-faktor yang berperan dalam mewujudkan
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
MU
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KBB
MU
SP
MU
TU
MU
PP
MU
KL
KBB
SP
KBB
TU
KBB
PP
KBB
KL
SP
TU
SP
PP
SP
KL
TU
PP
TU
KL
PP
KL
Keterangan
:
MU
: Modal Usaha
KBB
: Ketersediaan Bahan Baku
SP
: Sarana Prasarana
TU
: Teknologi Usaha
PP
: Peluang Pasar
KL
: Kelembagaan
2.
Penentuan Prioritas untuk pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
2.A. Bandingkan faktor Modal Usaha terhadap Penentuan Prioritas untuk alternatif
tujuan
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
TKW
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PEK
TKW
PPAD
TKW
UMB
PEK
PPAD
PEK
UMB
PPAD
UMB
Keterangan
:
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
PEK
:
Peningkatan Ekonomi Keluarga
PPAD
:
Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah
UMB
:
Usaha Mikro Berkelanjutan
2.B. Bandingkan faktor Ketersediaan Bahan Baku terhadap Penentuan Prioritas untuk alternatif tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
TKW
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PEK
TKW
PPAD
TKW
UMB
PEK
PPAD
PEK
UMB
PPAD
UMB
Keterangan
:
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
PEK
:
Peningkatan Ekonomi Keluarga
PPAD
:
Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah
UMB
:
Usaha Mikro Berkelanjutan
2.C.
Bandingkan faktor Sarana Prasarana terhadap Penentuan Prioritas untuk alternatif tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
TKW
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PEK
TKW
PPAD
TKW
UMB
PEK
PPAD
PEK
UMB
PPAD
UMB
Keterangan
:
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
PEK
:
Peningkatan Ekonomi Keluarga
PPAD
:
Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah
UMB
:
Usaha Mikro Berkelanjutan
2.D. Bandingkan faktor Teknologi Usaha terhadap Penentuan Prioritas untuk alternatif
tujuan
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
TKW
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PEK
TKW
PPAD
TKW
UMB
PEK
PPAD
PEK
UMB
PPAD
UMB
Keterangan
:
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
PEK
:
Peningkatan Ekonomi Keluarga
PPAD
:
Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah
UMB
:
Usaha Mikro Berkelanjutan
2.E. Bandingkan faktor Peluang Pasar terhadap Penentuan Prioritas untuk alternatif
tujuan
pengembangan
usaha
mikro
dalam
mendukung
pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
TKW
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PEK
TKW
PPAD
TKW
UMB
PEK
PPAD
PEK
UMB
PPAD
UMB
Keterangan
:
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
PEK
:
Peningkatan Ekonomi Keluarga
PPAD
:
Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah
UMB
:
Usaha Mikro Berkelanjutan
2.F. Bandingkan faktor Aspek Kelembagaan terhadap Penentuan Prioritas untuk alternatif tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken?
TKW
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PEK
TKW
PPAD
TKW
UMB
PEK
PPAD
PEK
UMB
PPAD
UMB
Keterangan
:
TKW
:
Tenaga Kerja Wanita
PEK
:
Peningkatan Ekonomi Keluarga
PPAD
:
Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah
UMB
:
Usaha Mikro Berkelanjutan
102
Lampiran 7.
Keindahan pantai Pulau Bunaken, Kota Manado
Lampiran 8.
Pintu Masuk Taman Nasional Bunaken, Pulau Bunaken.
103
Lampiran 9.
Kios yang disediakan untuk para pedagang souvenir.
Lampiran 10. Contoh produk kerajinan yang dijual di Pulau Bunaken.
104
Lampiran 11. Contoh produk kaos yang dikerjakan oleh para wanita pengusaha mikro di Bunaken.
Lampiran 12. Produk makanan olahan perikanan yang dikerjakan oleh pengusaha mikro wanita di Bunaken.
105
Lampiran 13. Para pengrajin souvenir sedang mengerjakan kerajinan dengan pola berkelompok..
Lampiran 14. Para pengrajin sablon sedang bersama-sama mengerjakan seblon kaos.
106
Lampiran 15. Para wanita yang bergerak di bidang pengolahan makanan sedang mendapat pelatihan dari Tenaga ahli DKP dalam program Pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
Lampiran 16. Contoh alat bantu yang digunakan dalam usaha pengolahan makanan yaitu food processor dan sealer.
107
Lampiran 17. Contoh bahan-bahan kimia yang digunakan pada usaha sablon.
Lampiran 18. Kelompok wanita pengusaha mikro sedang melakukan diskusi untuk produk yang akan dikerjakan.
108
Lampiran 19. Pertemuan yang dilakukan penulis dengan responden pada saat pengambilan data.
Lampiran 20. Penulis memberikan arahan pada para responden pada saat pengambilan data.
109
Lampiran 21. Salah satu sarana pendukung dalam pengembangan usaha antara lain tempat berdagang.
Lampiran 22. Salah satu sarana transportasi untuk menuju Pulau Bunaken.