ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) TERHADAP MARKET VALUE ADDED (MVA) (STUDI KASUS PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk)
Oleh SITI PASUS IS PREHATININGSIH H24103056
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRAK
Siti Pasus Is Prehatiningsih. H24103056. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA) (Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk). Dibawah bimbingan Beatrice Mantoroadi.
Pemulihan kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja yang mulai membaik. Salah satu bank di Indonesia yang mengalami peningkatan kinerja yang signifikan adalah PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk atau lebih dikenal Bank Danamon. Kondisi ini terlihat dari kinerja rasio keuangannya. Pada tahun 2005 terjadi penurunan Return On Equity (ROE) sebesar 10,98 persen dari tahun 2004. Tingkat ROE ini masih berada dibawah BCA dan BRI. Hal ini menandakan bahwa peningkatan modal rata-rata yang dipakai lebih besar daripada peningkatan labanya. Kondisi ini mencerminkan kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai kekayaan bagi investornya, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai perusahaan di mata investor. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan dapat memberikan suatu pengukuran terhadap kinerja perusahaan, untuk menilai kinerja perusahaan, umumnya digunakan metode pengukuran berbasis laba yaitu Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA) dan Earning Per Share (EPS). Namun pengukuran secara tradisional tersebut belum cukup untuk memberikan informasi mengenai penciptaan kekayaan serta nilai perusahaan terkait modal yang dipakai. Konsep yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Selain itu perlu dilakukan analisis pengaruh antara Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA). Hasil tersebut dapat memberikan kesimpulan mengenai komponen kinerja manakah yang dapat mempengaruhi dan mencerminkan nilai MVA sehingga dapat dikelola dengan baik agar menghasilkan kinerja yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA serta menganalisis kekuatan hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA, dan menganalisis tolok ukur mana yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap MVA. Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengajuan pertanyaan secara tertulis kepada pihak Bank Danamon. Data sekunder bersumber dari laporan tertulis dan dokumen perusahaan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode rasio keuangan, EVA, MVA dan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS versi 13 yaitu uji Korelasi Pearson dan Regresi Linear Berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan secara keseluruhan kinerja Economic Value Added (EVA) Bank Danamon adalah baik, karena sebagian besar nilainya adalah positif yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya dan cenderung mengalami peningkatan. Tetapi terdapat periode yang berada pada posisi negatif yaitu Maret 2003 dan Maret 2005 yaitu sebesar Rp 1,194,634 dan Rp -153,387 (dalam jutaan). Lalu untuk nilai EVA terbesar terjadi pada periode Desember 2005 yaitu sebesar Rp 5.516.279 (dalam jutaan). Nilai Market Value Added (MVA) yang dicapai Bank Danamon secara keseluruhan adalah positif, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sudah berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya dan memiliki rata-rata di tiap
periodenya adalah Rp 11.139.697,53 (dalam jutaan). Namun, memasuki tahun 2005 dan 2006 nilai MVA perusahaan mengalami fluktuasi karena kondisi makro ekonomi yang kurang stabil, sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan. Dari pengujian regresi berganda, didapat hasil bahwa variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan MVA adalah EVA, ROE dan ROA. EVA dan ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap MVA sedangkan ROE memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA perusahaan. Variabel independen tersebut dapat menjelaskan perubahan MVA sebesar 70,6 persen. Sedangkan untuk uji kekuatan korelasi antara rasio keuangan (ROE, ROA, EPS) dan EVA terhadap MVA masing-masing memiliki kekuatan sebesar EVA 0,637, ROE -0,351, EPS 0,249 dan ROA -0,178 terhadap MVA.
ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) TERHADAP MARKET VALUE ADDED (MVA) (STUDI KASUS PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh SITI PASUS IS PREHATININGSIH H24103056
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) TERHADAP MARKET VALUE ADDED (MVA) (STUDI KASUS PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh SITI PASUS IS PREHATININGSIH H24103056
Menyetujui,
Juni 2007
Beatrice Mantoroadi, SE.Ak, M.M. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Ujian : 13 Juni 2007
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Pasus Is Prehatiningsih, dilahirkan di Kendal 8 Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Djuhroni dan Djuwariyah. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Semeru I Bogor pada tahun 1991 sampai dengan 1997, Sekolah Lanjutan Pertama Negeri 4 Bogor tahun 1997 sampai dengan 2000, lalu dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor pada tahun 2000 sampai dengan 2003. Lalu penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur penerimaan USMI. Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi aktif dalam organisasi Rohis Manajemen angkatan 40 menjabat di direktorat PPSDM, kepanitiaan acara seminar Banking Goes To Campus yaitu salah satu rangkaian acara rutin tahunan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006. Penulis menjabat sebagai seksi Hubungan Masyarakat (Humas). Penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan seminar dan juga pelatihan.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat, karunia, serta pertolongan-Nya sehingga penyusunan penelitian skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kinerja keuangan adalah salah satu hal terpenting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dalam melakukan penilaian kinerja perusahaan, yang paling umum digunakan adalah pengukuran tradisional berupa rasio keuangan, namun
seiring
berkembangnya
dunia
perbankan
membuat
penggunaan
pengukuran tradisional saja belum cukup untuk dapat menilai kinerja perusahaan, sehingga muncul konsep penilaian baru yang berdasarkan nilai. Seiring dengan status go public yang telah dijalani PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk diperlukan penggunaan pengukuran yang dapat menilai kesejahteraan investor atas modal yang telah diinvestasikan kepada perusahaan dan pengukuran tersebut adalah pengukuran yang berbasiskan nilai yang termasuk EVA dan MVA. Dengan penggunaan metode tersebut, perusahaan dapat mengaplikasikannya untuk memilih kegiatan investasi atau proyek yang dapat menguntungkan bagi perusahaan dan investor. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas segala kemudahan, rahmat, hidayat, dan pertolongan-Nya. 2. Kedua orang tuaku (bapak dan ibu), dan adikku Isnain (Bownetto), dan seluruh keluarga besar, Mba Yul, Mba Nur, Mba Warsih yang selalu memberikan doa restu, semangat dan kasih sayang kepada penulis. 3. Beatrice Mantoroadi, Se.Ak, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dalam membimbing, memberi motivasi, ilmu, saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
iv
4. DR. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Muchamad Najib, S.TP, MM atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, saran dan kritik sebagai penyempurnaan skripsi ini. 5. DR. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen. 6. Ir. Budi Purwanto, ME selaku dosen pengajar keuangan dan seluruh staf dosen pengajar Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu, saran dan pengarahan. 7. Ibu Rini Sundari selaku Public Affair Bank Danamon dan Bapak Sendang sebagai Investor Relation yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk dan atas kesediannya meluangkan waktunya untuk wawancara dan memberikan informasi kepada penulis. 8. Pak Anan dan Ibu Mila dari pihak Bursa Efek Surabaya (BES) atas kesediaannya memberikan kelancaran dalam permohonan pengambilan data. 9. Pak Acep, Mba Dina, Mas Hadi, Mas Yadi, Mas Dedy, Mas Iwan dan seluruh staf Departemen Manajemen yang telah membantu kelancaran administratif dan fasilitas. 10. Rekan satu bimbingan (Ranty, Amellia, Nora, Sri W. dan Kartika) untuk kerjasama dan motivasi selama bimbingan dan konsultasi skripsi. 11. Sahabat-sahabat terbaik (Luh Rahmi”Amiko”, Whina”Mboe”, Etty, S. Hanifah”Ipeh”, Ulfa, Yayuk, Else, Rinrin, Sevlina”Nela”, Cornelia”Uci”, Reny”Septic”, Yuli. A, Gita, Ari. K, Sylva, Dian SMS, Dyah, Dyan Schume, Prita, Ruslan, Aldhika, Adit, Yan. R, Irwan“Jonkey”, Syaiful”Ipul” 41 ) untuk keceriaan dan kebersamaannya selama ini, dan rekan-rekan Manajemen 40 untuk persahabatan selama 4 tahun di masa perkuliahan. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.
v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan bahan perbaikan dalam penulisan yang lebih baik lagi.
Bogor, Juni 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iv
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xi
I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang.................................................................................... 1 Perumusan Masalah............................................................................. 7 Tujuan Penelitian................................................................................. 7 Manfaat Penelitian............................................................................... 8 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7.
Pengertian Bank ................................................................................. Pengertian Kinerja Keuangan ............................................................. Pengertian Laporan Keuangan ........................................................... Konsep Rasio Keuangan ..................................................................... Konsep Economic Value Added (EVA) …………………………….. Konsep Market Value Added (MVA) ……………………………… Penelitian Terdahulu ...........................................................................
9 9 10 12 15 24 26
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran............................................................................ 3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 3.3.1. Rasio Keuangan ....................................................................... 3.3.2. Metode Economic Value Added (EVA) …………………… 3.3.3. Metode Market Value Added (MVA) ...................................... 3.3.4. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA terhadap MVA .........................................................................
vii
28 31 31 31 32 35 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum................................................................................. 4.1.1. Sejarah Perusahaan.................................................................. 4.1.2. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan ............................................... 4.1.3. Struktur Organisasi .................................................................. 4.1.4. Kegiatan Usaha .......................................................................... 4.2. Kinerja Keuangan ................................................................................ 4.2.1. Rasio Keuangan ......................................................................... 1. Return On Equity (ROE) ..................................................... 2. Return On Assets (ROA) .................................................... 3. Earning Per Shares (EPS)…………………………………. 4.2.2. Economic Value Added (EVA) ………………………………. 4.2.3. Market Value Added (MVA) …………………………………. 4.3. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA Terhadap MVA........... 4.4. Pos-pos Keuangan yang Mempengaruhi Rasio Keuangan, EVA dan MVA …………………………………………..
41 41 46 48 48 50 50 50 53 55 57 62 65 72
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………....... 74 1. Kesimpulan ............................................................................................. 74 2. Saran ....................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76 LAMPIRAN..................................................................................................... 79
viii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Perkembangan indikator utama perbankan 2006 .......................................
2
2. Pertumbuhan dana menurut jenisnya .........................................................
2
3. Perkembangan rasio utama perbankan (%) ………………………………
3
4. Financial performance of the top 10 banks in Indonesia, 2003 – 2004 ……………………………………………....
4
5. Rating 131 bank di Indonesia per Desember 2004-2005............................. 5 6. Langkah perhitungan EVA.......................................................................... 33 7. Langkah perhitungan MVA......................................................................... 36 8. Pencapaian Return On Equity (ROE) Bank Danamon Tahun 2003 sampai 2006 ............................................................................ 51 9. Pencapaian Return On Assets (ROA) Bank Danamon Tahun 2003 sampai 2006 ............................................................................ 54 10. Pencapaian Earning Per Share (EPS) Bank Danamon Tahun 2003 sampai 2006 ........................................................................... 56 11. Nilai Economic Value Added (EVA) Bank Danamon .............................. 58 12. Nilai Market Value Added (MVA) Bank Danamon .................................. 63 13. Uji normalitas data melalui Kolmogorv-Smirnov ………………………. 66 14. Persamaan regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA ………………………………………………………….. 67 15. Kekuatan korelasi EVA, EPS, ROE dan ROA terhadap MVA ............... 70
ix
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Bagan kerangka pemikiran konseptual penelitian......................................... 30 2. Logo PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk ................................................... 45
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Laporan neraca Bank Danamon 2003-2006 ..........................................
79
2. Laporan laba rugi Bank Danamon 2003-2006 ......................................
83
3. Daftar harga saham Bank Danamon 2003-2006 ...................................
85
4. Daftar Indeks Harga Saham Gabungan 2003-2006..................................
85
4. Daftar suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ................................
86
5. Nilai rasio keuangan, Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)……………………………………………
86
6. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA ………………………………………………………….
87
7. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA menggunakan Backward Elimination……………………………………. 89
xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998 membawa dampak buruk terhadap kondisi perbankan Indonesia. Hal ini terjadi karena banyaknya perusahaan yang collapse sehingga membuat mereka sulit untuk melunasi pinjaman terhadap bank, sehingga kerugian besar diderita oleh banyak bank di Indonesia. Akibat dari kerugian yang terus menerus diderita bank dan memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang jauh dibawah 8 persen, seperti yang sudah ditetapkan Bank for International Settlement (BIS), maka pemerintah menilai bank-bank yang bersangkutan kurang sehat dan tidak sehat (Dendawijaya, 2000). Sehingga, penilaian akhir membawa tiga puluh dua bank dicabut izin usahanya pada pertengahan tahun 1998 (Dendawijaya, 2000). Kondisi ini membawa perbankan Indonesia mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat dan mereka melakukan rush terhadap dana yang disimpan dalam bank dan mengakibatkan dana yang beredar di masyarakat dalam tingkat tinggi sehingga menimbulkan inflasi yang parah. Tingkat inflasi tertinggi berada pada level 77,63 persen pada periode Desember 1998, hal ini terjadi pula karena masa transisi penerapan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tinggi. Langkah yang diambil pemerintah untuk mengendalikan keadaan agar inflasi berada pada tingkat normal adalah dengan memainkan tingkat suku bunga SBI, hal ini dimaksudkan agar menarik kelebihan dana yang ada di masyarakat, kondisi tingkat suku bunga SBI tertinggi berada pada level 70,44 persen periode Agustus 1998. Dan pada akhirnya, kebijakan pemerintah tersebut menghasilkan perubahan yang positif dengan menurunnya tingkat inflasi di Indonesia pada bulan Maret 1999 mencapai tingkat normal yaitu 4,08 persen. Perkembangan pemulihan kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kondisi yang membaik, hal ini ditandai dengan kenaikan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan kredit. Tabel 1 adalah tabel perkembangan perbankan menurut indikator utamanya.
2
Tabel 1. Perkembangan indikator utama perbankan 2006 (dalam Rp. trilyun) Indikator Utama 2002 2003 2004 2005 2006* Asset 1.112,2 1.213,5 1.272,1 1.469,8 1.605,2 DPK
835,8
888,6
963,1
1.127,9
1.233,6
Kredit
371,1
440,5
559,5
695,6
755
*
Sampai Oktober 2006 Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Economic Review No. 206 Desember 2006 Dengan tingkat pemberian kredit yang terus meningkat diharapkan perbankan Indonesia dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi sebagai penggerak sektor riil agar Loan to Deposit Ratio (LDR) yang pada tahun 2006 sebesar 61 persen dapat mencapai lebih besar dari 80 persen seperti yang diharapkan. Tabel 2. Pertumbuhan dana menurut jenisnya (dalam Rp. trilyun) Jenis Dana 2002 2003 2004 2005 Giro 6,14 11,09 12,72 Deposito 1,43 -3,89 -1,83 Tabungan 12,03 25,02 22,61 Total Dana 4,82 6,32 8,39 * Sampai Oktober 2006 Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Economic Review No. 206 Desember 2006
14,52 34,21 -5,03 17,11
2006* 21,14 15,04 9,56 15,18
Per Oktober 2006, terdapat perbaikan struktur DPK di mana porsi giro (dana murah) mulai meningkat sedangkan porsi deposito berjangka (dana mahal) mulai menurun. Hal ini makin menyehatkan struktur dana perbankan karena akan menekan biaya dana. Sedangkan jika dilihat berdasarkan rasio utama perbankan, kondisi perbankan Indonesia saat ini pun sudah menunjukkan kecenderungan membaik, hal ini dapat dilihat dari tabel 3.
3
Tabel 3. Perkembangan rasio utama perbankan (%) Rasio
2002
2003
2004
2005
2006*
ROA
1,96
2,63
3,46
2,55
2,58
CAR
22,44
19,43
19,42
19,30
20,82
NPL gross
7,50
6,78
4,5
7,56
8,25
NPL net
2,21
3,0
1,7
4,8
Na
BOPO
94,76
88,10
76,64
89,5
87,74
LDR
38,24
43,52
49,95
59,66
61,2
NIM
4,14
4,64
5,88
5,63
5,79
*
Sampai Oktober 2006 Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Economic Review No. 206 Desember 2006 Selain kecenderungan yang mengarah pada kondisi yang membaik, terdapat pula indikator perbankan yaitu laba sebelum pajak yang mengalami tekanan pada pertengahan tahun 2005 (periode Juni) dan membukukan laba tersebut pada tingkat Rp. 15,77 trilyun, padahal laba akhir tahun 2004 sebesar Rp. 41,09 trilyun. Sehubungan dengan hal itu, pengukuran terhadap kondisi keuangan bank merupakan pertimbangan utama bagi penilaian bagus tidaknya kinerja suatu bank, karena seperti kita ketahui bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang menitikberatkan pada pengelolaan jasa keuangan. Salah satu bank di Indonesia yang mengalami peningkatan kinerja yang signifikan adalah PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk atau lebih dikenal dengan Bank Danamon. Dalam perkembangannya, Bank Danamon selalu berusaha meningkatkan kinerjanya, terutama kinerja keuangannya, hal ini dapat dilihat dari financial performance-nya. Menurut InfoBank, pada tahun 2003 sampai 2004, Bank Danamon menempati peringkat ke-5 besar dalam Financial Performance of the Top 10 Banks in Indonesia, data mengenai kinerja keuangan Bank Danamon dapat dilihat pada tabel 4.
4
Tabel 4. Financial performance of the top 10 banks in Indonesia, 2003-2004 Total Assets Return on Return on Loans– Net Interest Bank Assets Equity Deposit Margin Ratio Rp % 2003 2004 2003 2004 2003 2004 2003 2004 trilliun Bank 234,7 -9,0 2,4 3,8 29,3 31,6 35,4 46,3 3,0 4,6 Mandiri BCA 141,7 21,1 2,5 3,1 20,9 31,2 21,7 27,1 5,0 5,2 BNI 128,6 2,6 0,7 2,4 10,6 29,8 43,6 50,8 3,9 5,5 BRI 99,3 8,2 4 5,3 44,9 40,6 58,5 69,1 8,9 11,7 Bank 53,1 7,5 2,7 4,2 24,8 35,2 59,2 63,2 4,4 6,7 Danamon Bank 35,1 1,6 0,8 2,5 17,5 41,6 29,3 42,3 1,9 5,3 Internasional Bank 30,5 5,4 1 2 16,7 41,9 36,2 48,7 3,9 5,7 Permata Bank Lippo 27,3 18 0,8 0,8 4,6 25,8 23,7 20,4 4,3 4 Bank Niaga 25,4 17 2,3 3,3 37,2 39,8 64,1 78,7 4,3 6,2 Citibank 24,1 17,5 5,7 5,7 38,9 45,1 58,8 48,5 7,2 13,8 Overall 1.189,7 7,5 2,3 3,0 16,1 19,7 62,7 72 5,3 7,1 Banking Sumber : Info Bank, No.308, November 2004. Dari data tabel 4 dapat diketahui bahwa selama perkembangannya dari tahun 2003 sampai 2004, secara keseluruhan Bank Danamon mengalami peningkatan kinerja, dimulai dari Return on Assets (ROA) yang mengalami peningkatan sebesar 1,5 persen dari posisinya di tahun 2003, Return on Equity (ROE) yang mengalami kenaikan sebesar 10,4 persen dari posisinya di tahun 2003 menjadi 35,2 persen, tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat sebesar 4 persen dari tahun 2003 dan Net Interest Margin (NIM) yang mengalami kenaikan sebesar 2,3 persen dari tahun 2003. Peningkatan yang terjadi pada Bank Danamon membuktikan bahwa mereka berusaha untuk selalu melakukan peningkatan dan perbaikan kinerja agar mencapai misinya sebagai lembaga keuangan terkemuka di Indonesia. Komitmen mereka untuk menjadi lebih baik lagi di masa mendatang memang terbuktikan, pada periode 2004 sampai 2005 terjadi peningkatan kinerja yang signifikan dimana Bank Danamon menempati peringkat pertama dengan predikat sangat baik menurut InfoBank dalam Rating 131 Bank di Indonesia per Desember 2004-2005. Hal ini didasarkan pada kategori bank nasional
5
dengan kriteria modal diatas Rp. 10 Trilyun sampai dengan Rp. 50 Trilyun. Data mengenai financial performance Bank Danamon dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 5. Rating 131 bank di Indonesia per Desember 2004-2005 Bank
Total Assets
Rp. (juta) 67.803.454
CAR
Return on Assets (ROA) % % 23,48 4,68
Bank Danamon BRI 122.775.579 16,25 BCA
150.180.752 21,66
Return on Equity (ROE) % 24,22
Nilai Net Loans– Deposit Interest Total Ratio Margin (LDR) (NIM) % % 80,82 8,86 98,04
5,04
37,92
77,83
12,17
94,73
3,44
28,16
41,78
6,00
90,13
12,64 2,76
54,24 49,97
5,35 3,81
76,01 56,43
BNI 147.812.206 16,67 1,61 Bank 263.383.348 23,65 0,47 Mandiri Sumber : InfoBank, No.327, Juni 2006
Dari data yang disajikan, terlihat bahwa secara umum kinerja keuangan Bank Danamon mengalami peningkatan. Terjadi kenaikan dari total assets sebesar 27,68 persen di tahun lalu, ROA yang meningkat sebesar 0,28 persen menjadi 4,68 persen, lalu tingkat LDR mengalami kenaikan sebesar 17,62 persen dari posisi 63,2 persen dan akhirnya NIM meningkat sebesar 2,16 persen dari tahun 2004. Namun terdapat salah satu indikator yang belum menunjukkan kinerja menggembirakan yaitu untuk tingkat ROE, Bank Danamon mengalami penurunan dari posisinya di tahun 2004 10,98 persen menjadi 24,22 persen di tahun 2005, jika dibandingkan, ROE Bank Danamon masih dibawah BRI dan BCA. Hal ini menandakan bahwa peningkatan modal yang dipakai lebih besar daripada peningkatan pendapatannya. Kondisi ini dapat pula diartikan sebagai menurunnya kemampuan manajemen dalam pengelolaan modal untuk menciptakan nilai atas modalnya yang berupa pendapatan ataupun laba operasional. Peningkatan modal yang dipakai akan meningkatkan pula biaya ekuitas perusahaan atau penurunan laba yang tercipta dapat mencerminkan kemampuan manajemen dalam menciptakan
Predikat
Sangat Bagus Sangat Bagus Sangat Bagus Bagus Cukup Bagus
6
nilai
kekayaan
bagi
investornya,
yang
pada
akhirnya
kondisi
ini
mencerminkan pula nilai perusahaan di mata investor. Tujuan suatu perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang sahamnya (investor) dan dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja secara tradisional dapat memberikan suatu pengukuran terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh suatu perusahaan. Salah satu tolok ukur yang sangat diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah laba perusahaan (earning measures). Rasio keuangan yang umum digunakan investor untuk menilai perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi mereka dapat dilihat dari earning measures yaitu Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA), dan Earnings Per Share (EPS). Namun pengukuran kinerja secara tradisional tersebut belum cukup untuk memberikan informasi mengenai penciptaan kekayaan serta nilai perusahaan terkait modal yang dipakai. Karena dalam aktivitasnya, untuk melakukan pengembangan, perusahaan tentu saja memerlukan jumlah modal dan pinjaman yang besar. Pada pengukuran tradisional tersebut, biaya modal yang menyertai belum diperhitungkan padahal hal tersebut merupakan suatu opportunity cost bagi investor atau penyetor modal, lalu untuk dapat menghasilkan informasi mengenai profitabilitas sesungguhnya, biaya tersebut perlu diperhitungkan, sehingga tingkat kekayaan sebenarnya dan nilai perusahaan yang tercipta dapat diketahui. Sehingga perlu digunakan suatu konsep untuk menghitung nilai kekayaan sebenarnya yang telah dihasilkan terkait modal dan pinjaman yang digunakan, dan nilai perusahaan yang berhasil diciptakan. Konsep yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah konsep laba residu (Economic Value Added/EVA) dan Market Value Added (MVA). Konsep ini dapat menghasilkan informasi mengenai nilai kekayaan dan nilai perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan latar belakang yang terjadi, maka dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja menurut metode EVA dan MVA, sehingga dengan penggunaan metode EVA dan MVA dapat memberikan gambaran mengenai nilai kekayaan bank sesungguhnya dan nilai perusahaan yang berhasil diciptakan, dari sini akan dapat diketahui apakah Bank Danamon
7
telah berhasil menciptakan kekayaan atau sebaliknya. Selain itu, dilakukan analisis hubungan dan pengaruhnya antara metode EVA dan rasio laporan keuangan terhadap MVA, agar dapat mengetahui tolok ukur mana yang memiliki pengaruh serta hubungan yang paling signifikan dan dapat menjelaskan perubahan yang terjadi terhadap MVA. Hasil tersebut dapat memberikan kesimpulan mengenai komponen kinerja keuangan manakah yang paling dekat hubungannya dan dapat mencerminkan nilai MVA sehingga dapat dikelola dengan baik untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi. 1.2. Perumusan Masalah Dari keterangan diatas maka dapat diketahui bahwa pengukuran kinerja secara tradisional (pengukur akuntansi) belum cukup untuk mengetahui informasi mengenai nilai kekayaan sesunguhnya dan nilai perusahaan yang berhasil diciptakan oleh Bank Danamon. Lalu permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja Bank Danamon, menurut metode Economic Value Added (EVA)? 2. Bagaimana Market Value Added (MVA) Bank Danamon yang terbentuk? 3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara EVA dan rasio keuangan terhadap MVA? 1.3. Tujuan Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kinerja keuangan menurut metode EVA sehingga didapat gambaran mengenai nilai kekayaan yang telah dicapai Bank Danamon Indonesia, agar dapat mempertahankan dan meningkatkan penciptaan nilai kekayaan baik bagi perusahaan maupun shareholders. 2. Untuk mengetahui kinerja keuangan menurut MVA, sehingga didapat gambaran mengenai nilai perusahaan dari Bank Danamon, agar mampu untuk mencapai lebih baik lagi dan mempertahankan kepercayaan investor. 3. Menganalisis kekuatan hubungan antara metode EVA dan metode rasio keuangan earning measures (ROE, ROA, dan EPS) terhadap MVA, sehingga didapat kesimpulan mengenai seberapa signifikan hubungan
8
yang terjadi, juga untuk mengetahui tolok ukur manakah yang dapat menjelaskan perubahan MVA sebagai pengukur nilai perusahaan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai sebuah masukan bagi Bank Danamon dalam mengambil keputusan guna memaksimalkan keuntungan dan meningkatkan kinerja, sehingga dapat menciptakan nilai perusahaan yang tinggi untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kepercayaan investor. 2. Sebagai gambaran bagi investor mengenai kinerja keuangan berbasiskan nilai Bank Danamon sehingga dapat dijadikan masukan bagi pengambilan keputusan investasi. 3. Sebagai sumber referensi dan pengembangan yang lebih lanjut bagi penelitian mengenai pengukuran kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA. 4. Sebagai wacana yang dapat menambah pengetahuan penulis mengenai pengukuran kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA serta menganalisis hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian hanya dilakukan seputar lingkup pengukuran kinerja keuangan berdasarkan EVA, rasio laporan keuangan berupa earning measures (ROE, ROA, dan EPS) serta MVA pada PT. Bank Danamon Indonesia, Persero (Tbk) serta menganalisis bagaimana hubungan yang tercipta antara metode EVA dan metode rasio keuangan terhadap MVA tentang nilai perusahaan. Rasio keuangan yang dipakai dalam penelitian ini hanya ROE, ROA, dan EPS karena rasio ini paling umum digunakan oleh investor dalam menilai kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi mereka dan rasio ini dipublikasikan oleh Bank Danamon.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank Menurut Kasmir (2003), bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Pengertian bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 dalam Kasmir (2003) tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Verryn Stuart dalam Dendawijaya (2000), bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alatalat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral Jadi, perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berperan sebagai badan intermediasi yang menghimpun dana (funding), menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit (lending) serta memberi pelayanan jasa keuangan lainnya (service). 2.2. Kinerja Keuangan Menurut Lesmana dan Surjanto dalam Budiharti (2006) kinerja keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di masa lalu, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut. Pengukuran kinerja perusahaan diperlukan untuk menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, maka dapat dilihat dari laporan keuangannya. Laporan tersebut menggambarkan kinerja bank selama periode tertentu. Agar laporan dapat
10
dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu dianalisis terlebih dahulu. Analisis yang umum dilakukan untuk menilai kinerja bank adalah menggunakan rasio keuangan. Indikator ini sering pula digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Namun, muncul konsep penilaian kinerja baru yaitu Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). 2.3. Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan bagian penting dari suatu informasi mengenai operasi penting yang dilaporkan dalam bentuk laporan laba rugi, neraca dan laporan arus kas (Keown, 2004). Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan ini biasanya merupakan gabungan dari laporan laba rugi, neraca, dan laporan aliran kas . Dalam industri perbankan sendiri, laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan, laporan ini menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode. Dalam praktiknya, bank memiliki beberapa jenis laporan keuangan (Kasmir, 2003), yaitu : 1. Neraca 2. Laporan Komitmen dan Kontinjensi 3. Laporan Laba Rugi 4. Laporan Arus Kas 5. Catatan Atas Laporan Keuangan 6. Laporan Keuangan Gabungan dan Konsolidasi Dalam menganalisis kinerja keuangan menurut EVA dan MVA serta rasio keuangan, maka laporan keuangan yang diperlukan adalah laporan laba rugi dan laporan neraca. 1. Laporan Laba Rugi Laporan laba/rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih . Laporan laba rugi adalah laporan laba atau rugi untuk periode tertentu yang terdiri atas penerimaan
11
bersih dikurangi beban periode itu. Laporan laba rugi menggambarkan hasil operasi kegiatan usaha selama satu periode waktu (Keown, 2001). Menurut Kasmir (2003), laporan laba rugi merupakan laporan keuangan bank yang menggambarkan hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. 2. Neraca Brigham dan Houston (2006) mengatakan bahwa neraca merupakan sebuah laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu titik tertentu. Neraca adalah laporan posisi keuangan pada saat tertentu. Bentuk laporan mengikuti persamaan neraca : Total aktiva = total kewajiban + ekuitas pemegang saham pemilik Neraca memberikan gambaran sesaat posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu, menyajikan kepemilikan aktiva, kewajiban, serta ekuitas pemegang saham dari para pemilik (Keown, 2004). Neraca merupakan bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada akhir periode tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aktiva, kewajiban, dan modal . Dalam konteks perbankan, neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan bank pada tanggal tertentu. Posisi keuangan yang dimaksud adalah posisi aktiva (harta), pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu bank. Penyusunan komponen di dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo (Kasmir, 2003). Informasi yang dapat dilihat dari neraca antara lain adalah posisi sumber kekayaan perusahaan dan sumber pembiayaan untuk memperoleh kekayaan perusahaan tersebut dalam suatu periode akuntansi (triwulan, kwartal, atau tahunan). Dalam neraca terdapat komponen aktiva mewakili seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, sementara kewajiban dan ekuitas pemegang saham menunjukkan bagaimana seluruh sumber daya
12
perusahaan itu didanai. Aktiva dalam neraca terdiri atas tiga kategori (Keown, 2004) : 1. Aktiva Lancar (Current Assets), 2. Aktiva Tetap atau Jangka Panjang (Fixed Assets atau Long Term Assets), 3. Aktiva Lain (Other Assets). Dalam melaporkan jumlah uang atas berbagai aktiva ini, berlaku praktik konvensional pelaporan nilai aktiva maupun dan kewajiban yang dilakukan atas dasar beban historis. Jadi neraca tidak dimaksudkan untuk menyajikan nilai pasar perusahaan, namun melaporkan transaksi berdasarkan beban historisnya. Menentukan nilai yang wajar dari perusahaan adalah masalah yang berbeda. Bagian lain dari neraca adalah kewajiban dan ekuitas pemegang saham. Sumber utama pendanaan adalah kewajiban serta ekuitas pemegang saham (Keown, 2004). 2.4. Rasio Keuangan Rasio keuangan adalah sebuah alat utama untuk menganalisis keuangan sebuah perusahaan. Rasio keuangan terdiri dari perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan keuangan . Rasio keuangan merupakan hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numerik, baik dalam persentase maupun kali (Riyadi, 2004). Rasio keuangan memberikan dua cara untuk membuat perbandingan dari data keuangan menjadi lebih berarti (Keown, 2004): 1. Dapat meneliti rasio antar waktu untuk meneliti arah pergerakannya 2. Dapat membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan lain. Rasio keuangan dapat menstandarisasi informasi keuangan yang dapat dipakai sebagai alat pembandingan antar perusahaan dengan ukuran yang berbeda. Terdapat dua kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna: 1. Terdiri dari para manajer yang menggunakannya untuk mengukur dan melacak kinerja perusahaan sepanjang waktu. Fokus utama dari analisis mereka sering berkaitan dengan berbagai ukuran profitabilitas yang
13
digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan dari sudut pandang pemilik. 2. Pengguna rasio keuangan mencakup para analis yang merupakan pihak eksternal bagi perusahaan. Keunggulan dari rasio keuangan adalah rasio keuangan dapat membantu pihak-pihak yang terkait untuk mengidentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan, dan secara umum rasio keuangan dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk menilai kondisi keuangan perusahaan. Namun rasio keuangan bukan tanpa kelemahan, terdapat keterbatasan dari analisis rasio keuangan, yaitu (Keown, 2004): 1. Terkadang sulit untuk mengidentifikasi kategori industri di mana perusahaan berada jika perusahaan beroperasi dengan beberapa bidang usaha. 2. Rasio keuangan dapat menjadi terlalu tingi ataupun rendah. 3. Rata-rata industri mungkin tidak memberikan target rasio atau norma yang diinginkan. Rata-rata industri hanya dapat memberikan panduan atas posisi keuangan perusahaan rata-rata dalam suatu industri. Itu tidak berarti suatu nilai rasio yang ideal atau terbaik. 4. Banyak
perusahaan
mengalami
situasi
musiman
dalam kegiatan
operasinya. Jadi pos neraca dan rasionya akan berubah sepanjang tahun saat laporan disiapkan. Rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio rentabilitas (Kasmir, 2003). Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank, rasio solvabilitas bertujuan untuk mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya, sedangkan rasio rentabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas bank dalam mencapai tujuannya. Sementara itu menurut Helfert dalam Pradhono (2004), pengukuran kinerja perusahaan bisa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: 1. Earning Measures, yang mendasarkan kinerja pada accounting profit. Termasuk dalam kategori adalah earnings per share (EPS), return on investment (ROI), return on net assets (RONA), return on capital employed (ROCE) dan return on equity (ROE), dan lain-lain.
14
2. Cash Flow Measures, yang mendasarkan kinerja pada arus kas operasi (operating cash flow). Termasuk dalam kategori ini adalah free cash flow, cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on investment (CFROI), total shareholder return (TSR) dan total business return (TBR). 3. Value Measures, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based management). Termasuk dalam kategori ini adalah economic value added (EVA), market value added (MVA), cash value added (CVA), dan shareholder value (SHV). Dalam penelitian ini, rasio keuangan berupa earning measures yang digunakan adalah : 1. Return On Equity (ROE) ROE merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kapital yang ada untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003). ROE adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) bank, rasio ini menunjukkan tingkat persentase yang dapat dihasilkan manajer bank. Menurut Husnan (2004), rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. 2. Return On Assets (ROA) ROA adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan (Riyadi, 2004). Menurut Kasmir (2003), ROA merupakan pengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan income dari pengelolaan asset. Menurut Husnan (2004), rasio ini mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan. 3. Earning per Share (EPS) Menurut
Brigham
dan
Houston
(2006),
EPS
merupakan
perbandingan antara laba bersih terhadap saham biasa yang beredar, sehingga EPS menggambarkan laba per lembar saham yang diperoleh investor dari suatu perusahaan.
15
2.5. Metode Economic Value Added (EVA) Menurut Tunggal (2001), dasar teoritis konsep nilai tambah ekonomis disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom finansial, yaitu Merton H.Miller dan Franco Modigliani, yang memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi. Mereka
berargumentasi
bahwa
laba
ekonomis
(economic
income)
merupakan sumber penciptaan nilai (value creation) di perusahaan dan bahwa tingkat kembalian (rate of return/cost of capital) ditentukan berdasarkan tingkat risiko yang diasumsikan oleh investor. Tetapi, Modigliani dan Miller tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis (economic income) dalm suatu perusahaan. Konsep Economic Value Added (EVA) dipopulerkan oleh G. Bennet Stewart, III, Managing Partner dari Stern Steward & Co dalam bukunya ”The Quest for Value” pada tahun 1991. Konsep EVA diluncurkan Stern Steward & Co pada tahun 1989. Taufik (2001) mengatakan bahwa EVA menggambarkan efisiensinya dalam periode tertentu. EVA bukan hanya menggambarkan kinerja manajemen dalam suatu periode tapi juga kinerja karyawannya. Konsep economic value added (EVA) merupakan konsep yang dianggap bisa memberikan jawaban terhadap kemampuan perusahaan menambah kekayaan investor atau shareholder. Menurut Drucker dalam Stewart and Co (2000), tidak ada profit kecuali anda dapat menciptakan kekayaan dari biaya modal. Alfred Marshall mengatakannya pada tahun 1896 lalu Peter Drucker mengatakan pada tahun 1954 dan 1973, dan sekarang EVA mensistematiskan ide tersebut. EVA tidak hanya suatu pengukur kinerja, namun merupakan suatu kesatuan antara pengukur kinerja, manajemen dan system reward (Stewart and Co, 2000). Menurut Iramani dan Erie Febrian (2005), EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal yang ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat menciptakan profit diatas required of return, maka EVA menjadi negatif dan dalam hal ini merupakan signal akan terjadinya financial distress bagi perusahaan. Menurut Bringham dan Houston (2001) EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen
16
kepada para pemegang saham selama satu tahun tertentu. EVA membantu manajer bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana yang akan meningkatkan nilainya. EVA menghitung economic profit dan bukan accounting profit, pada dasarnya EVA mengukur nilai tambah dalam suatu periode tertentu. Nilai tambah ini tercipta apabila perusahaan memperoleh keuntungan diatas cost of capital perusahaan. Dan jika EVA yang terbentuk positif, maka perusahaan telah menciptakan kekayaan (Pradhono, 2004). EVA merupakan metode pengukur yang dapat mengambarkan bagaimana kekayaan yang diciptakan perusahaan untuk para shareholder (Mäkeläinen, 1998). Menurut Tunggal (2001), EVA didapat dari laba tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modal (cost capital) yang diinvestasikan untuk menghasilkan laba tersebut. EVA merupakan suatu tolok ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA dinilai sebagai suatu tolok ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham (shareholder value) yang diciptakan (created) atau dirusak (destroyed) pada suatu periode tertentu, biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan nilai (value creation), sedangkan EVA yang negatif menunjukkan penghancuran nilai (value destruction). Menurut Utomo (1999), EVA merupakan konsep yang relevan dalam mengukur kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena EVA adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. Dalam Yusbardini (2004), EVA didefiniskan sebagai jumlah peningkatan kekayaan pemegang saham perusahaan pada suatu periode tertentu. Konsep dari EVA sendiri tidak terlalu sukar untuk dipahami, yaitu perusahaan akan menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya bila net operating profit after tax (NOPAT, laba bersih setelah pajak) dikurangi biaya kapital menghasilkan nilai positif. Hal ini berarti bila tingkat pengembalian lebih besar dari biaya kapitalnya. EVA memerlukan adanya penyesuaianpenyesuaian, yang dimaksudkan untuk menghitung distorsi akuntansi yang terdapat dalam laporan keuangan, sehingga penilaian kinerja lebih akurat.
17
EVA merupakan nilai ekonomi sebenarnya yang dimiliki oleh perusahaan. EVA adalah sebuah alat pengukuran kinerja sebuah perusahaan layaknya Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE) ataupun Return on Assets (ROA). Namun, berbeda dari alat ukur berbasis rasio yang mengukur rasio laba terhadap investasi/aset/ekuitas, EVA mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan kepada investor. Dilihat dari segi waktunya, menurut Dierks dan Patel dalam Turangan (2003), EVA didefinisikan sebagai suatu pengukuran kinerja keuangan yang mengkombinasikan konsep pendapatan residu yang telah dikenal sebelumnya dengan prinsip terkini dari manajemen keuangan perusahaan. Elemen yang digunakan dalam memperhitungkan EVA terdiri dari NOPAT, jumlah modal perusahaan yang digunakan (firm’s capital employed) dan biaya modal (cost of capital).
Menurut Utama (1997), EVA sangat bermanfaat apabila
digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerjanya adalah pada penciptaan nilai. Secara sederhana EVA diketahui dari laba perusahaan dikurangi biaya-biaya atas modal yang diinvestasikan. Pendekatan EVA memasukkan semua unsur yang ada dalam laporan neraca dan laba rugi. Menurut Hansen dan Mowen (2005), laba residu (Economic Value Added) adalah laba operasional setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal. Jika EVA positif, maka perusahaan telah menciptakan kekayaan. Jika EVA negatif, maka perusahaan telah menyia-nyiakan modal. Dalam jangka panjang, hanya perusahaan-perusahaan yang menghasilkan modal atau kekayaan yang dapat bertahan. EVA merupakan sebuah bentuk nominal mata uang, bukan suatu tingkat persentase pengembalian. Inti dari EVA adalah penekanan pada laba bersih operasi dan hubungannya terhadap biaya aktual dari modal. Penghitungan EVA menurut perspektif akuntansi manajemen merupakan selisih antara laba bersih operasional dikurangi biaya modal yang terpakai. Kesulitan yang dihadapi perusahaan secara umum adalah menghitung biaya modal yang terpakai. Dua langkah yang digunakan dalam hal ini, yaitu : 1. Menentukan biaya tertimbang rata-rata atas modal
18
2. Menentukan total jumlah modal yang dipakai Untuk menghitung biaya tertimbang rata-rata atas modal, perusahaan harus mengidentifikasi seluruh sumber dana yang diinvestasikan. Sumbersumber yang biasanya adalah pinjaman dan ekuitas (saham yang diterbitkan). Pinjaman yang dikenakan bunga harus disesuaikan tingkatnya untuk pengurangan pajak. Sedangkan ekuitas ditangani secara berbeda. Biaya atas pembiayaan ekuitas adalah biaya kesempatan (opportunity cost) bagi para investor, tidak ada penyesuaian pajak untuk ekuitas. Lalu pembagian proporsional dari masing-masing metode pembiayaan dikalikan dengan persentase biayanya dan dijumlahkan untuk menghasilkan biaya beban ratarata modal. EVA dapat dijadikan sebagai alat ukur keuangan berdasarkan nilai (value), alat ukur yang dapat memperlihatkan secara absolut berapa nilai shareholder yang telah diciptakan atau dihancurkan, EVA juga sebagai alat ukur yang sangat berkaitan dengan harga saham, juga memberikan dasar bagi terciptanya sistem kompensasi yang mampu memotivasi seluruh komponen perusahaan untuk menciptakan nilai kepada pemegang saham. Tunggal (2001) mengatakan bahwa terdapat beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain: (1) EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan dengan
menggunakan
perusahaan
sejenis
atau
menganalisis
kecenderungan (trend). (2) Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah. Sedangkan menurut Utama (1997), manfaat EVA adalah: (1) EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value creation). (2) EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur modal.
19
(3) EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaximumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaximalkan. (4) EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya. Perhitungan EVA Menurut Tunggal (2001), formula untuk menghitung EVA sebagai berikut : EVA = NOPAT – C x CCR Dimana : NOPAT
= Net Operating Profit After Tax
C
= Capital
CCR
= Capital Cost Rate atau Cost of Capital
Sebagai akhir perhitungan EVA, hasilnya dapat menunjukkan angka positif, negative atau nol. Poeradisastra (2003) menjelaskan mengenai analisis dari perhitungan EVA sebagai berikut : 1. Kondisi EVA positif mencerminkan kompensasi yang lebih tinggi ketimbang biaya modal. Ini berarti, manajemen mampu menciptakan peningkatan kekayaan (create value) bagi perusahaan/pemilik modal, bukan sekadar memberi fatamorgana. Perusahaan yang menghasilkan EVA positif, dipastikan laba bersihnya bagus. 2. Sedangkan kondisi EVA yang negatif menunjukkan adanya penurunan nilai kekayaan (destroy value) dari pemegang saham. Hal ini berarti
bila
laba bersihnya lebih rendah ketimbang biaya modal dan manajemen dianggap belum berhasil dalam menciptakan peningkatan kekayaan bagi pemilik modal. 3. Lalu jika kondisi EVA bernilai nol, maka tidak terjadi penurunan ataupun kenaikan dari nilai kekayaan dari pemilik modal. Net Operating Profit After Tax (NOPAT) Menurut Tunggal (2001) NOPAT merupakan laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya
20
keuangan (financial cost). Menurut Sartono (2001), NOPAT merupakan formula untuk evaluasi kinerja manajer berupa laba operasi bersih sesudah pajak yang merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki utanh dan tidak memiliki aset finansial. Dalam Yusbardini (2004), NOPAT meerupakan laba operasi setelah pajak yang dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang disebut ekuivalen ekuitas. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2001), NOPAT menunjukkan laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut tidak menggunakan hutang dan/atau tidak memiliki non operating assets. Biaya Modal (Cost of Capital/COC) Menurut Tunggal (2001) Biaya Modal adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor. Menurut Pradhono (2004) Cost of Capital perusahaan adalah cost setiap sumber modal, yang ditimbang sesuai dengan struktur modal perusahaan. Komponen Cost of Capital berdasarkan struktur modal bisa dibedakan atas biaya hutang (cost of debt) dan biaya modal sendiri atau ekuitas (cost of equity). COC sendiri didapat dari komponen Weighted Average Cost of Capital (WACC) dan Invested Capital (IC). Weighted Average Cost of Capital (WACC) WACC adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek (cost of debt) dan pinjaman jangka panjang serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan. WACC didapat dari komponen biaya ekuitas (Ke), biaya hutang (Kd), bobot modal (We) serta bobot hutang (Wd). Biaya Ekuitas (Ke) dihitung menggunakan model Capital Assets Pricing Model (CAPM). Pendekatan CAPM menegaskan bahwa tingkat hasil pengembalian atas saham biasa yang diinginkan oleh para investor sama dengan tingkat bebas risiko ditambah dengan premi risiko. Premi risiko ini adalah premi risiko pasar dikalikan dengan beta yang dapat diterapkan pada perusahaan yang bersangkutan (Weston dan Copeland, 1997). CAPM akan mengestimasikan Ke dengan dimulai dari tingkat bebas risiko dari rata-rata
21
saham (Km-Krf), dinaikkan atau diturunkan untuk mencerminkan risiko saham tertentu seperti yang diukur oleh koefisien betanya (Brigham dan Houston, 2006). Model CAPM dapat memberikan estimasi nilai Ke yang akurat dan tepat. Biaya Utang yang digunakan adalah biaya utang setelah pajak, Kd(1-T). Biaya utang setelah pajak adalah biaya yang relevan dari utang baru, dengan memperhatikan kemungkinan pengurangan pajak melalui bunga, digunakan untuk menghitung WACC, alasan menggunakan itu karena nilai dari saham perusahaan, yang ingin dimaksimalkan perusahaan ,akan bergantung pada arus kas setelah pajak. Karena bunga adalah biaya yang dapat dikurangkan, bunga akan memberikan pengurangan pajak yang mengurangi biaya utang bersih. Invested Capital (IC) Invested Capital adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilities) atau dapat pula dikatakan bahwa IC merupakan modal yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan. Menurut Tunggal (2001), perhitungan IC dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Pendekatan Operasi (Operating Approach) Invested Capital = Kas + Working Capital Requirements + Aktiva Tetap. Working Capital Requirement = (Persediaan + Piutang dagang + Aktiva Lancar lainnya) – (Hutang Dagang + Biaya-biaya masih harus Dibayar + Uang Muka Pelanggan). 2. Pendekatan keuangan (Financial Approach) Invested Capital = Pinjaman jangka Pendek + Pinjaman jangka panjang yang Lain (interest bearing liabilities) + Ekuitas Pemegang Saham. Kelebihan dan Kekurangan Menurut Isnani dan Iswati dalam Turagan (2003), terdapat beberapa kelebihan serta kekurangan dari penerapan model EVA. Menurutnya kelebihan EVA adalah sebagai berikut : 1. Bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation) 2. Membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal
22
3. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal. Sementara kekurangan dari model EVA : 1. Hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tertentu. 2. Proses perhitungannya memerlukan estimasi atas biaya modal. Estimasi tersebut cukup sulit dilakukan dengan tepat, terutama pada preusan yang belum go public. 3. EVA terlalu menekankan pada keyakinan bahwa investor Sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk mensual atau membeli saham tertentu, padahal faktor lain kadang-kadang justru dominan. 4. Konsep EVA sangat tergantung pada transparansi internal untuk menghasilkan perhitungan yang akurat. Di dalam kenyataan perusahaan jarang mengemukakan kondisi internalnya. Lalu menurut Wood dalam Turangan (2003), terdapat guidelines penerapan EVA, maslaah-masalah yang timbul ketika menggunakan EVA, serta keuntungan dalam penggunaan EVA . Guidelines untuk suksesnya pengimplementasian EVA : 1. Tindakan implementasi harus dipandang sebagai suatu proyek dalam perusahaan, dengan adanya alokasi anggaran khusus serta adanya seorang pemimpin proyek yang berasal dari lingkungan senior eksekutif. 2. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara desentralisasi, hal ini menjadi sangat penting sehingga manajer tingkat bawah memiliki kekuasaan untuk mengambil langkah penting apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja yang dipakai untuk pengukuran EVA. 3. Pendekatan secara bertahap dalam melakukan implementasi sangat direkomendasikan, penggunaan EVA pertama kali bisa saja dilakukan utnuk mengukur kinerja perusahaan, baru kemudian dijadikan sebagai dasar untuk skema insentif perusahaan. Hal ini ditujukan untuk menghindari tidak terbentuknya komitmen dari para manajer untuk mensukseskan implementasi jika skema insentif berbasis EVA diadopsi secara bersamaan.
23
Keuntungan penggunaan EVA antara lain : 1. Peningkatan EVA memotivasi manajer untuk lebih waspada dalam menggunakan modal serta mengukur aset perusahaan secara lebih efisien dan efektif. Dapat dikatakan bahwa EVA berperan sebagai petunjuk yang berguna bagi keputusan strategik dan operasional perusahan. 2. EVA menciptakan bahasa yang umum bagi pengambilan keputusan terutama keputusan jangka panjang. 3. Jika dikaitkan dengan dasar pembayaran insentif, EVA memudahkan pembedaan antara karyawan yang berkinerja dengan yang tidak sehingga mendorong terciptanya kepemimpinan serta perspektif bagi keputusan yang berjangka waktu lebih lama. Kesemuanya itu akan menghasilkan pemberian penghargaan yang tepat secara lebih objektif kepada kinerja yang tepat, sehingga penggunaan EVA dapat dikatakan lebih efektif dalam mengintegrasikan fungsi perencanaan dan pengendalian suatu organisasi. Tidak hanya keuntungan yang dimiliki EVA dalam penerapannya, terdapat beberapa permasalahan dalam penerapan EVA : 1. Tidak adanya harapan yang nyata bahwa EVA dengan sendirinya dapat memperbaiki keadaan perusahaan. 2. Timbulnya demotivasi pada saat perusahaan tidak mapu menaikkan EVA karena faktor-faktor eksternal perusahaan yang tidak dapat dikontrol. 3. Kesulitan dalam menghitung biaya modal dan penyusunan alokasi modal. 4. Kesulitan komunikasi dan perbedaan konsep, terutama jika EVA diimplementasikan ke seluruh bagian perusahaan. 5. Administrasi dari EVA membutuhkan pengawasan yang sangat berhatihati untuk menghindari terjadinya birokrasi yang berbelit-belit. 6. Pengukuran dengan EVA saja, sama dengan alat pengukur keuangan lainnya, adalah tidak cukup jika berdiri sendiri digunakan untuk mengawasi pencapaian tujuan strategik perusahaan. Selain berbagai keunggulan, konsep EVA juga memiliki kelemahankelemahan. Menurut Mirza dalam Iramani (2005) kelemahan-kelemahan tersebut antara lain : (1) EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur
24
aktivitas-aktivitas penentu. (2) EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktorfaktor lain terkadang justru lebih dominan. 2.6. Metode Market Value Added (MVA) Dalam Brigham dan Houston (2006), Market Value Added (MVA) merupakan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah ekuitas modal investor yang telah diberikan. Menurut Taufik (2001), MVA adalah perbedaan antara modal yang ditanamkan di perusahaan sepanjang waktu - dari investasi modal, pinjaman dan laba ditahan - dan uang yang bisa diambil sekarang. Atau, sama dengan selisih antara nilai buku dan nilai pasar saham plus obligasi. MVA kini dianggap menjadi panduan terbaik untuk menilai manajemen perusahaan publik, mulai dari the good, the bad and the ugly, mulai dari yang benar-benar the good sampai yang hanya menjadi the good pada musim tertentu. Karena bisa menjawab persoalan penting yang paling dibutuhkan investor di manapun yaitu kemampuan manajemen perusahaan publik menambah kekayaan mereka. MVA menggambarkan berapa besar wealth yang bisa diciptakan atau dihilangkan sampai saat ini. Menurut Turangan (2003), MVA lebih menunjukkan suatu penilaian kinerja yang menyeluruh bagi perusahaan seumur hidup perusahaan tersebut dan digunakan lebih kepada tujuan utama manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kesejahteraan para investor. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) kemakmuran pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan ekuitas (modal sendiri) yang diserahkan ke perusahaan oleh para pemegang saham (pemilik perusahaan). Dalam Fardiansyah (2003) market value added (MVA) dikenal sebagai present value dari nilai EVA secara periodik di masa depan. Dalam Sartono (2001) disebutkan bahwa MVA merupakan kenaikan nilai pasar perusahaan dari modal perusahaan diatas modal yang disetor pemegang saham, dalam hal ini MVA mengukur dampak tindakan manajerial sejak perusahaan berdiri.
25
Perhitungan Market Value Added (MVA) Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) Formula yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya MVA adalah : MVA = Market Value of Stock – Equity Capital Supplied by Shareholders = (Jumlah saham beredar)(Harga saham) – Total modal sendiri Dalam hal ini MVA sendiri mencerminkan nilai perusahaan (Yusbardini, 2004). MVA yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berkapasitas sebagai penghancur dari kesejahteraan (wealth destroyer) bukan pencipta kesejahteraan (wealth creator), begitu pula sebaliknya. Semakin besar MVA maka semakin berhasil pekerjaan manajemen dalam mengelola perusahaan. Market Value (Nilai Pasar) Yang dimaksud dengan nilai perusahaan adalah nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuiti perusahaan yang beredar (Keown, et. al, 2004). Nilai pasar perusahaan dapat diketahui dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dan harga saham perlembar perusahaan. Equity Capital Supplied by Shareholders (Modal yang Ditanam) Secara konseptual, modal yang diinvestasikan perusahaan adalah penjumlahan semua dana yang telah diinvestasikan di dalamnya (Keown, et. al, 2004). Komponen ini sama dengan nilai buku dari total ekuitas yang terdapat dalam laporan keuangan. Kelebihan dan Kekurangan Dalam Young dan O’Byrne dalam Turangan (2003), keuntungan dari penggunaan MVA adalah bahwa para manajer dapat dengan penuh keyakinan atau percaya diri memaksimalkan MVA saat ini sehingga kelebihan pengembalian (excess return) juga akan maksimal. Sementara itu terdapat beberapa kelemahan, yaitu : 1. MVA mengabaikan kesempatan biaya opportunitas dari modal yang diinvestasikan pada perusahaan. 2. MVA adalah sebuah indikator ”sekali bidik” yang mengukur perbedaan nilai pasar dan modal yang diinvestasikan pada tanggal tertentu.
26
2.7. Penelitian Terdahulu Dalam Yusbardini (2004), G. Bennet Stewart III (1994) melakukan analisis lima tahun terhadap daftar Stern Stewart 1000 dan menemukan bahwa perubahan EVA dapat menerangkan 50 persen perubahan MVA, sedangkan pertumbuhan penjualan hanya memiliki hubungan sebesar 10 persen, EPS 1520 persen, dan ROE 35 persen. Lalu penelitian lain dilakukan oleh Uyemura, Kantor dan Petti dengan sampai 100 bank holding company dan menemukan hubungan antara MVA dengan EVA sebesar 40 persen, dengan ROA 13 persen, ROE 10 persen, laba bersih 8 persen dan EPS 6 persen. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Milunovich dan Tsuei yang meneliti hubungan antara MVA dengan beberapa metode pengukur pada industri komputer, hasilnya adalah MVA memiliki hubungan dengan EVA sebesar 0,42; dengan pertumbuhan EPS 0,34; dan dengan EPS dan ROE sebesar 0,29. Penelitian Imamah (2005) menggunakan analisis Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) dan menganalisis pengaruh serta hubungannya dengan menggunakan alat analisis Regresi Berganda dan Korelasi Pearson dengan program Statistic Packages for Social Science (SPSS). Dalam hasilnya, secara garis besar kinerja Bank Mandiri pada tahun 2004 lebih baik daripada tahun 2003, hal ini ditunjukkan melalui nilai NPM, NIM, ROA, dan ROE yang mengalami peningkatan, tetapi CAR, AUR, dan EVA mengalami penurunan di tahun 2004 dibandingkan tahun 2003. Dari hasil analisis regresinya terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara AUR, ROA, ROE, dan CAR terhadap EVA, terjadi pengaruh yang positif antara AUR terhadap EVA, dan pengaruh negatif antara ROA, ROE, dan CAR terhadap EVA. Lalu dilakukan analisis lanjutan mengenai pos-pos keuangan yang mempengaruhi rasio keuangan maupun EVA yaitu laba bersih, ekuitas, dan aset. Laba bersih mempengaruhi NOPAT, NPM, ROE, dan ROA. Ekuitas mempengaruhi WACC, CAR, dan ROE, sedangkan aset mempengaruhi IC, AUR, dan NIM. Penelitian Budiharti (2006) menggunakan analisis rasio keuangan, EVA dan MVA, serta menganalisis hubungan serta pengaruhnya dengan alat analisis Korelasi Pearson dan Regresi Berganda dengan program Minitab.
27
Dalam hasilnya, jika dilihat dari EVA dan MVA tingkat kesehatan BRI tahun 2005 lebih besar daripada tahun 2004, tetapi jika dilihat dari rasio keuangan, tingkat kesehatannya menurun. Lalu disebutkan dari rasio keuangan yang terdapat dalam model regresi, hanya Capital Adequacy Ratio (CAR) yang memiliki tingkat signifikansi < 0.05 yang berarti memiliki pengaruh signifikan terhadap MVA, CAR memiliki pengaruh negatif terhadap EVA. Dengan penurunan CAR sebesar 1 persen akan meningkatkan EVA sebesar Rp. 1.135.320 (dalam jutaan rupiah). EVA dan MVA berpengaruh secara positif, dengan kenaikan EVA maka akan meningkatkan MVA sebesar Rp. 1,6 juta (dalam jutaan rupiah).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Dalam dunia perbankan, pengukuran terhadap kinerja keuangan merupakan hal utama untuk menilai seberapa baik kemampuannya untuk menghasilkan laba dan meningkatkan kekayaan bank. Dari laporan keuangan, dapat diketahui bagaimana kinerja bank sebenarnya dalam menghasilkan profit. Kinerja keuangan yang umum dipakai dan sering dipakai sebagai tolok ukur adalah kinerja keuangan tradisional, yaitu parameter akuntansi standar berupa rasio-rasio keuangan yang dinilai dari sudut pandang bank yang bersangkutan. Namun dalam hal ini, perlu diukur pula kinerjanya yang tidak hanya berdasarkan perusahaan namun juga para investor atau dalam hal ini shareholders. Dimana tujuan utama bank adalah menciptakan laba dan menciptakan kesejahteraan bagi para investornya. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan suatu konsep yang dapat mengukur seberapa besar kesejahteraan maupun kekayaan yang berhasil diciptakan bank yang bersangkutan kepada investor atas modal yang telah diberikan, apakah nilai kekayaan yang diciptakan sudah memberikan kepuasan bagi investornya. Dan konsep tersebut adalah Economic Value Added (EVA), perhitungan EVA didapat dari selisih antara Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dengan Cost of Capital (COC). NOPAT sendiri merupakan selisih antara laba/rugi bersih tahun berjalan dengan beban bunga. Sementara COC dari perkalian antara Weight Average Cost of Capital (WACC) dan Invested Capital (IC). IC merupakan penjumlahan dari total hutang dan ekuitas serta dikurangi hutang beban. Sementara itu, WACC diperoleh dari penyesuaian atas ekuitas dan hutang yang dipakai. WACC menggunakan bobot dari masing-masing elemen ekuitas dan hutang dengan melibatkan biaya hutang dan biaya ekuitas. Struktur modal yang merupakan bobot tertimbang dari masing-masing elemen hutang dan ekuitas terhadap asset akan dikalikan dengan masing-masing biaya hutang dan biaya ekuitas. Dan dari langkah-langkah tersebut didapatlah WACC. Lalu setelah semua
29
komponen
penyusun
EVA
diketahui
dibuatlah
perhitungan
untuk
mendapatkan nilai EVA. Lalu dengan mengetahui penciptaan kekayaan yang telah dilakukan perusahaan, perlu diketahui pula bagaimana nilai perusahaan berdasarkan seberapa besar bank yang bersangkutan dapat meningkatkan atau mungkin menurunkan kekayaan shareholders. Hal ini dimaksudkan agar bank tersebut dapat mengendalikan dan mengatur aktifitas keuangannya supaya dapat meyakinkan investor bahwa mereka dapat mengelola dana investor dengan baik. Hal ini dapat diketahui dengan nilai Market Value Added (MVA) dan untuk mengetahuinya, MVA didapat dari perhitungan selisih antara nilai pasar perusahaan dengan nilai buku yang telah diinvestasikan shareholders (investor), nilai pasar perusahaan dapat tercermin dari harga saham bank yang bersangkutan dikalikan dengan jumlah saham yang diedarkan, karena harga saham dapat menginformasikan tentang kondisi ataupun kinerja bank tersebut. Jika kondisi perusahaan baik, maka hal ini akan tercermin dari harga saham yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Sedangkan nilai buku adalah jumlah modal yang dicerminkan dari nilai ekuitas yang dimiliki bank tersebut. Setelah semua komponen kinerja keuangan EVA dan MVA diketahui, lalu dilakukan analisis pengaruh dan hubungan antara rasio keuangan (earning measures) berupa Return On Assets, Return On Equity, Earning Per Shares dan EVA terhadap MVA sehingga dapat diketahui tolok ukur manakah yang memiliki hubungan dan pengaruh signifikan terhadap MVA, agar didapat suatu kesimpulan mengenai seberapa signifikan hubungan yang terjadi, juga untuk mengetahui gabungan komponen mana saja yang dapat lebih menjelaskan perubahan MVA sebagai pengukur nilai perusahaan.
30
PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk
Kinerja Keuangan
Kinerja Perusahaan
Economic Value Added (EVA)
NOPAT
COC
Kinerja Pasar
Rasio Keuangan (Earning Measures)
ROE, ROA, EPS
Market Value Added (MVA)
Nilai Pasar
1. Uji Kolmogorov-Smirnov 2. Uji Regresi Berganda 3. Uji Korelasi
Analisis Pengaruh dan Hubungan Pengukur Kinerja Keuangan
Peningkatan Kinerja melalui Pemeliharaan Pos Keuangan Ket : Batas Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Ekuitas
31
3.2. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang digunakan berupa pengajuan pertanyaan tertulis kepada pihak PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk mengenai penerapan metode EVA dan MVA. Sedangkan jenis data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk dari tahun 2003 sampai 2006, laporan harga saham perusahaan, indeks harga saham gabungan dan dividen perusahaan serta peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penelitian ini, data sekunder tersebut didapat dari Bursa Efek Surabaya. Data sekunder digunakan untuk mencari nilai dari EVA, MVA dan rasio keuangan. Sebagai penunjang digunakan data yang relevan dengan penelitian yang diperoleh dari studi literatur, koran, jurnal, majalah, laporan penelitian, dan publikasi elektronik. Alasan menggunakan laporan keuangan triwulanan adalah keterbatasan jumlah sampel jika memakai laporan keuangan tahunan. 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data diolah secara kuantitatif dan deskriptif, pengolahan data untuk mengetahui nilai EVA, MVA, dan rasio keuangan dilakukan secara kuantitatif, baik menggunakan microsoft excel maupun manual. Untuk mengetahui hubungan yaitu menggunakan pengujian regresi serta pengaruh antar variabel atau dalam hal ini kinerja keuangannya dengan menggunakan pengujian korelasi Korelasi Pearson, dilakukan pula secara kuantitatif yaitu dengan program Statistic Packages for Social Science (SPSS) versi 13.0 . Setelah semua data diproses dan diketahui nilainya dilakukan analisis secara deskriptif untuk menjelaskan perbandingan antar variabel, lalu dijelaskan pula hubungan serta pengaruh antar variabel yang diuji. 3.3.1. Kinerja Keuangan Konvensional (Rasio Keuangan) Rasio keuangan yang paling umum digunakan perbankan adalah ROE (Return On Equity), ROA (Return On Assets), Earning Per Shares (EPS). Return On Equity = Laba setelah Pajak Modal
x 100%............................(1)
32
Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam mengelola permodalan yang dimiliki semakin baik karena dapat mendatangkan laba yang tinggi. Return On Assets = Laba sebelum Pajak x 100%..............................(2) Total Aktiva Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam mengelola
aktiva
yang
dimiliki
semakin
baik
karena
dapat
mendatangkan laba sebelum pajak yang tinggi. Earning Per Shares =
Laba bersih
........................................(3)
Saham biasa yang beredar Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam menciptakan keuntungan bagi pemegang sahamnya semakin baik. 3.3.2. Metode Economic Value Added (EVA) EVA merupakan selisih antara NOPAT (Net Operating Profit After Tax) dan biaya modal (Cost of Capital). NOPAT merupakan laba bersih setelah pajak ditambah biaya bunga, sementara biaya modal didapat dari WACC (Weighted Average Cost of Capital) dikalikan IC (Invested Capital). WACC merupakan penjumlahan dari biaya hutang dikalikan bobot hutang dan biaya ekuitas dikalikan bobot ekuitas. IC merupakan penjumlahan antara hutang dan ekuitas dikurangi hutang beban. Berikut ini adalah tabel mengenai langkah-langkah perhitungan EVA :
33
Tabel 6. Langkah Perhitungan EVA Tahapan
Perhitungan
Sumber
1. NOPAT
NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga
Laba Rugi
2. Kd*
Kd = Biaya Bunga Hutang Kd* = Kd (1-T)
Laba Rugi, Neraca
3. Ke
Ke = Rf + β (Rm - Rf)
4. Struktur Modal
Wd = Hutang Aset We = Ekuitas Aset
5. WACC
WACC = [(Kd* x Wd) + (Ke x We)]
6. IC
IC = Asset – Non Interest Bearing Liabilities
7. COC
COC = WACC x IC
8. EVA
EVA = NOPAT - COC
Data Historis Saham Neraca
Neraca, Data Historis Saham Neraca Neraca Neraca, Laba Rugi, dan Data Historis Saham
NOPAT merupakan penjumlahan antara laba bersih dan biaya bunga. Dalam laporan keuangan, laba bersih merupakan laba yang sudah dikurangi pajak penghasilan. Sedangkan biaya bunga adalah beban bunga bank yang tercatat pada laporan laba rugi triwulanan, karena penelitian ini memakai data keuangan triwulanan. Biaya hutang (Kd) yang dimaksud adalah perbandingan antara biaya bunga dengan hutang. Biaya bunga adalah beban bunga dan hutang yang dimaksud adalah pengurangan antara jumlah pasiva dan ekuitas. Lalu setelah nilainya didapat, maka biaya hutang perlu dikurangi dengan pajak penghasilan, pajak penghasilan merupakan perbandingan antara taksiran pajak penghasilan terhadap laba/rugi sebelum pajak. Biaya ekuitas (Ke) dalam penelitian ini menggunakan
34
Capital Asset Pricing Model (CAPM). Alasan memakai model ini karena pemakaian rumus CAPM menghasilkan hasil yang lebih akurat,dan lebih banyak dipakai dalam penentuan biaya ekuitas dalam menilai EVA . Langkah-langkah dalam menghitung Biaya Ekuitas (Ke) menggunakan metode CAPM : 1.
Rit = Pit – Pit-1 + Dt Pit-1 Dimana : Rit = tingkat pengembalian saham perusahaan bulan ke-t Pit = harga saham per lembar bulan t Pit-1 = harga saham per lembar bulan sebelumnya Dt = Dividen pada bulan ke-t
2.
Rmt
= IHSGt – IHSGt-1 IHSGt-1
E (Rm) = Σ Rmt N Dimana : Rmt = tingkat pengembalian pasar pada bulan ke-t N
= jumlah data
E(Rm) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan 3. βi = σim σ2m Dimana : σim = kovarian tingkat pengembalian saham i dengan tingkat pengembalian pasar. σ2m = varian tingkat pengembalian pasar 4.
Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko = tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
5. COC = Rf + βi E(Rm-Rf) Rumus yang digunakan adalah penjumlahan antara tingkat bebas risiko, yang didapat dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan koefisien beta dari saham yang didapat dari pengembalian saham biasa relatif terhadap pasar secara keseluruhan dan beta tersebut dikalikan dengan premi risiko pasar (Keown, 2004).
35
Struktur modal merupakan penjumlahan bobot antara bobot ekuitas dan bobot hutang. Bobot ekuitas (We) didapat dari perbandingan antara ekuitas terhadap total aktiva, sementara bobot hutang (Wd) adalah perbandingan antara hutang dengan total aktiva. Keduanya dinyatakan dalam persen, sehingga hasil akhir struktur modal juga berupa persentase. Setelah semua komponen untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) diketahui, langkah selanjutnya adalah dilakukan penjumlahan antara perkalian bobot dan biaya hutang dengan bobot dan biaya ekuitas. Penjumlahan ini merupakan sebuah persentase. IC merupakan selisih antara
asset dan Non Interest
Bearing Liabilities . Asset disini adalah total aktiva, atau dalam penelitian ini digunakan penjumlahan antara hutang ditambah ekuitas, dikarenakan dalam laporan keuangan nilai total aktiva (assets) adalah sama dengan total pasiva. Sementara Non Interest Bearing Liabilities adalah hutang beban dan dalam laporan keuangan disebut dengan akun beban yang masih harus dibayar. Dan langkah selanjutnya adalah perkalian antara WACC dengan IC yang mengasilkan Cost of Capital (COC). COC digunakan sebagai biaya modal untuk dijadikan pengurangan dengan NOPAT yang hasil akhirnya akan menghasilkan EVA dalam bentuk nominal jumlah uang. 3.3.3.Metode Market Value Added (MVA) MVA menunjukkan nilai perusahaan, dan seharusnya merupakan net present value dari EVA. MVA didefinisikan sebagai (Stewart, 1994) dalam Yusbardini (2004): MVA = nilai pasar perusahaan – total kapital. = Net Present Value (NPV) perusahaan = nilai sekarang dari future EVA Lalu menurut Sartono (2001) kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan diatas nilai modal yang disetor pemegang saham atau yang disebut MVA dirumuskan sebagai berikut :
36
MVA = nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang disetor pemegang saham. = (jumlah saham beredar x harga saham) – total nilai ekuitas. Nilai pasar perusahaan merupakan perkalian antara harga pasar saham perusahaan dengan jumlah saham yang beredar (shares outstanding). Lalu total kapital adalah nilai buku yang merupakan modal ekuitas yang disetor pemegang saham. Harga pasar yang digunakan adalah harga pasar saham triwulanan yang didapat dari ratarata harga pasar saham bulanan. Sedangkan jumlah saham yang beredar merupakan jumlah saham yang ditawarkan perusahaan selama periode triwulanan. Dan data ini didapat dari pasar modal terpublikasi. Setelah semua komponen diketahui, maka MVA pun dapat diketahui nilainya. Tabel 7. Langkah Perhitungan MVA Tahapan Perhitungan 1. Nilai Pasar Ekuitas
Sumber
2. Shares Outstanding
Harga Penutupan Saham Danamon Akhir Bulan Jumlah Saham Beredar
3. Total Kapital
Nilai Buku = Ekuitas
4. MVA
(Harga Pasar Saham x Shares Outstanding) – Total Kapital
Data Historis Harga Saham Data Historis Harga Saham Neraca Data Historis Harga Saham, Neraca
3.3.4. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA Terhadap MVA Pada
umumnya,
pengukuran
kinerja
perusahaan
sebagai
pencerminan tingkat kesejahteraan investornya dilakukan dengan menggunakan metode parameter akuntansi stándar (earning measures), yaitu ROA, ROE dan EPS. Lalu muncul suatu konsep baru yaitu EVA dan MVA yang merupakan pengukur nilai tambah kekayaan dan nilai tambah pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan. Kedua metode tersebut merupakan pengukur yang sama-sama digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi investornya. Hal ini merupakan alat pertimbangan penting bagi investor untuk menilai kelayakan perusahaan atas investasi yang akan
37
dilakukan. Sehingga perlu dilakukan pengujian antara tiga metode tersebut, apakah dengan kenaikan atau penurunan rasio rentabilitas dan EVA dapat mencerminkan kenaikan atau penurunan MVA atau sebaliknya. Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap MVA dilakukan pendekatan kuantitatif yaitu estimating equation (persamaan regresi). Pendekatan ini merupakan formula matematika yang dirancang untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen melalui nilai yang diketahui. Dalam penelitian ini, analisis pengaruh yang digunakan adalah multiple regression model (persamaan regresi berganda) karena terdapat lebih dari satu variabel independen yang diteliti, metode yang digunakan dalam uji regresi ini adalah backward elimination, yang akan mengeliminasi secara otomatis variabel-variabel yang tidak memenuhi syarat pada tingkat signifikansi (α) yang sebesar 10 persen atau 0,1. Namun sebelum melakukan pengujian regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri : 1. Multikolinearitas, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Uji ini dilakukan dengan mengamati nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance yang tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan bebas dari multikolinearitas. 2. Autokorelasi, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya (et-1). Cara untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan melakukan uji Durbin-Watson. Jika nilai tersebut berada di sekitar angka 2 maka model tersebut bebas asumsi klasik. 3. Heteroskedastisitas, yaitu pengujian terhadap terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan
38
yang lain. Cara memprediksinya adalah dengan melihat pola gambar penyebaran Scatterplot model. Selain itu digunakan pula analisis korelasi untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel tersebut. Analisis korelasi yang digunakan yaitu Korelasi Pearson karena umum digunakan untuk mengukur data interval atau rasio. Formula persamaan regresi berganda yang dikembangkan dan pengertian komponen pembentuknya yaitu : Y = α + β1X1+ β2X2+...+ βnXn + ε
Dimana :
Y = variabel dependen α = konstanta β = koefisien parameter regresi X = variabel independen ε = faktor kesalahan
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang akan diteliti adalah MVA, dan variabel independennya adalah rasio keuangan yang terdiri dari tiga variabel yaitu ROE, ROA, EPS lalu ditambah variabel independen EVA. Lalu persamaan regresi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah : Y = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4 Dimana :
Y = MVA a = konstanta b = koefisien parameter regresi X1 = ROE
(dalam persen)
X2 = ROA
(dalam persen)
X3 = EPS
(dalam persen)
X4 = EVA
(dalam jutaan rupiah)
Dalam penelitian ini digunakan data time series, karena data ini merupakan kumpulan data dari kinerja keuangan Bank Danamon dalam
39
beberapa interval waktu tertentu yaitu tahun 2003 sampai dengan 2006. Data dari penelitian ini diolah dengan menggunakan alat statistik regresi dan korelasi, program statistik yang digunakan adalah Statistic Packages for The Social Sciences (SPSS version 13.0) for Windows untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Perumusan dan Pengujian Hipotesis Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah variabelvariabel yang telah didefinisikan memiliki pengaruh signifikan terhadap MVA. Hipotesis sendiri merupakan pernyataan dan jawaban sementara sebelum penelitian dilakukan dan diharapkan teruji kebenarannya serta mampu memberikan pola terbaik dalam menyelesaikan masalah seperti yang dirumuskan sebelumnya. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut : H0 : berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel independen (rasio keuangan dan EVA) terhadap MVA. Ha : berarti ada variabel yang lebih besar atau lebih kecil dari nol dan ini menandakan terdapat pengaruh antara variabel-variabel independen (rasio keuangan dan EVA) terhadap MVA. H0 menunjukkan hipotesis nol dan Ha menunjukkan hipotesis alternatif. Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji kelayakan model yang dirancang serta bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independennya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Uji signifikansi terhadap konstanta dan masing-masing variabel independen ditunjukkan oleh besarnya nilai probabilitas hasil output, dan nilai ini dapat diketahui dari p-value nya. Dalam uji t digunakan hipotesis sebagai berikut : H0 : Koefisien regresi tidak signifikan Ha : Koefisien regresi signifikan Jika probabilitas > 0,1 maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,1 maka H1 ditolak Dipilih tingkat (α) 10 persen karena untuk memperkecil toleransi kesalahan yang mungkin akan terjadi. Bedasarkan perumusan hipotesis
40
diatas, maka dapat disimpulkan penerimaan H0 adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen (rasio keuangan dan EVA) terhadap variabel dependennya (MVA). Namun sebaliknya, jika penolakan H0 maka terdapat pengaruh signifikan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan Bank Danamon adalah bank swasta nasional terbesar kedua dan termasuk dalam lima besar bank komersial di Indonesia, dengan pangsa pasar sebesar 5 persen dari jumlah pinjaman dan deposit bankbank di Indonesia. Bank Danamon memiliki jaringan distribusi geografi yang terluas dari semua bank di Indonesia dengan 500 kantor cabang, 790 ATM serta didukung oleh lebih dari 13.000 karyawan. Bank Danamon saat ini dikenal sebagai salah satu bank terkemuka di bidang konsumen dan UKM selain melayani nasabah korporasi dan kelembagaan di seluruh Indonesia. Berdiri pada tanggal 16 Juli 1956 dengan nama PT. Bank Kopra Indonesia atau PT. Indonesian Copra Banking Corporation Limited, sebuah bank swasta komersial berdasarkan Akta No. 134 tanggal 18 juli 1956 yang dibuat dihadapan Meester Raden Soedja, Notaris di Jakarta dengan izin usaha sebagai Bank Umum dari menteri Keuangan melalui SK No. 302113/U.M.II tanggal 19 September 1956. Lalu pada tahun 1960, berganti nama menjadi Bank Persatuan Nasional. Pada tahun 1976 kepemilikan saham dan manajemen Bank Persatuan Nasional diambilalih 100 persen oleh Usman Admadjaja dan berganti nama menjadi PT. Bank Danamon Indonesia (singkatan dari DANA MONeter Indonesia) berkantor di Jalan Telepon Kota, Jakarta dengan pegawai sekitar 30 orang. Memiliki moto ”Mitra Usaha Terpercaya” dan maskot ”Si Kumbang Madu” yang melambangkan keuletan serta semangat
kerja
keras
yang
diciptakan
oleh
Jusuf
Arbianto
Tjondrolukito, Direktur Bank Danamon saat itu. Dalam rangka perluasan usaha, pada tanggal 31 Agustus 1981 melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT. Asia Afrika Banking Corporation Limites sesuai SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No : Kep-27/KM.11/1981 tanggal 26 Agustus 1981. Lalu
42
tanggal 5 Nopember 1988 tercatat sebagai Bank Swasta Nasional pertama yang memperoleh izin operasional sebagai bank devisa, sesuai SK Direksi Bank Indonesia No.21/10/Dir/UPPS. Berdasarkan Surat Izin Menteri Keuangan Ketua Bapepam No.SI-066/SHM/MK.10/1989, pada tanggal 24 Oktober 1989 Bank Danamon melakukan go public dengan menawarkan 12 juta saham dengan harga Rp 12.000 per saham dan nilai nominal Rp 1.000 serta mencatatkan di Bursa Efek Indonesia tanggal 8 Desember 1989. Pada Maaret 1990, Bank Danamon menjadi bank swasta
pertama yang membuka cabangnya di Irian Jaya,
Palangkaraya dan Dili-Timor Timur. Maka Bank Danamon tercatat sebagai satu-satunya bank swasta nasional yang hadir di 27 propinsi di seluruh
Indonesia.
Untuk
memperkuat
kedudukan
di
dunia
internasional, Bank Danamon mendirikan perusahaan patungan dengan bank pemerintah Korea, PT. Korea Exchange Bank Danamon bulan November 1990 serta melakukan pembukaan kantor di luar negeri yaitu di Hongkong (Deposit Taking Company), Caymand Island (mail box) dan Singapura (Representative Office). Untuk lebih memperkokoh posisi Bank Danamon, 6 Juni 1996 dilakukan penggabungan usaha (merger) Bank Delta kedalam Bank Danamon,
berdasarkan
SK
Menteri
Keuangan
RI
No.Kep-
196/KM.17/1996. Selanjutnya pada tanggal 29 April 1996 sebagai hasil keputusan RUPSLB dan sesuai dengan UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, maka terhitung sejak 28 Nopember 1996 nama PT. Bank Danamon Indonesia secara resmi telah diubah menjadi PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Pusat Bank Danamon yang semula di Jalan Kebon Sirih 15 beralih tahun 1997 ke Wisma Bank Danamon, Jalan Jenderal Sudirman Kav 45 sampai 46, Jakarta 12930. Dalam rangka meningkatkan pelayanan pada tahun yang sama mendirikan Pusat Layanan Nasabah yang menerima keluhan, masukan dan memberikan informasi seputar Bank Danamon setiap hari selama 24 jam melalui telepon (021) 5771077 atau telepon bebas pulsa 0-8001821-501, fax (021) 5771086 atau melalui internet dengan homepage
43
http://www.danamon.co.id/. Hingga pertengahan tahun 1997, Bank Danamon berada di peringkat atas peta perbankan nasional. Perubahan besar terjadi menjelang akhir tahun 1997. Sebagai dampak dari krisis global di bidang ekonomi (krisis moneter dan krisis kepercayaan) yang berkepanjangan melanda Indonesia sejak Juli 1997, seluruh sendi usaha mengalami kesulitan dan sangat menganggu kelancaran roda usaha. Terjadinya depresiasi mata uang Rupiah, sehingga nilai tukar mencapai lebih dari Rp 17.000 per US dollar pada tahun 1998 dari semula Rp 2450 per US dolar bulan Juni 1997 menyebabkan nilai rupiah sangat melemah, tingginya tingkat suku bunga serta kontraksi perekonomian yang implikasinya sangat berat terhadap dunia perbankan. Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan SK Ketua BPPN No.8/BPPN/1998 tanggal 4 April 1998 tentang pengambilalihan operasi Bank Danamon dalam rangka program penyehatan bank, menjadikan operasi dan pengelolaan Bank Danamon telah diambilalih (take over) oleh BPPN, sehingga Bank Danamon menjadi salah satu BTO (Bank Take Over). Pada tanggal 29 Juni 1998, diselenggarakan RUPSLB dan para pemegang saham menyetujui langkah-langkah pengambilalihan operasi dan manajemen Bank Danamon dan BPPN serta
persetujuan
penggantian
Direksi
dan
Komisaris
Bank
Danamon.Dalam Sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi tanggal 21 Agustus 1998, diputuskan bahwa Bank Danamon sebagai salah satu BTO yang dikuasai pemerintah akan tetap going concern. Melalui restrukturisasi permodalan dan neraca Bank Danamon yang dilakukan secara bersamaan, BPPN berharap Bank Danamon akan memiliki neraca yang bersih dan kuat dengan jumlah ekuitas yang positif. Dengan demikian Bank Danamon akan menjadi Bank Platform, yaitu bank yang memiliki peranan besar dalam perbankan nasional. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterima Bank Danamon dikonversi menjadi penempatan modal pemerintah.
44
Hal ini dibuat dengan pertimbangan pada potensi besar untuk dikembangkan di masa yang akan datang, terutama dengan jaringan kerja yang luas diseluruh propinsi serta daerah-daerah yang terpencil, didukung teknologi mutakhir. Pada tanggal 31 Agustus 1999 para pemegang saham Bank Danamon telah menyetujui penggabungan usaha (merger) Bank Danamon dengan PT. PFDCI Tbk., dimana Bank danamon bertindak sebagai bank yang menerima penggabungan. Bank Indonesia dengan SK Deputi Gubernur Senior BI No.1/16/KEP.DGS/1999 telah memberikan izin atas merger tersebut dan berlaku efektif sejak 30 Desember 1999 yaitu tanggal dimana Menteri Hukum dan Perundangundangan memberikan persetujuan atas Akta Perubahan Dasar Bank Danamon. Dalam rangka penyehatan bank-bank yang berada dalam pengelolaan BPPN dan berdasarkan Keputusan Ketua BPPN No.SK347/BPPN/0300 tanggal 27 Maret 2000, BPPN memutuskan penggabungan usaha (merger) antara Bank Danamon dengan 8 (delapan) bank BPM (Bank Dalam Penyehatan) yaitu : Bank Jaya, Bank Tiara, Bank Pos Nusantara, Bank Rama, Bank Tamara, Bank Nusa Nasional, Bank Duta dan Bank Risjad Salim Internasional. Efektif Legal Merger telah ditetapkan tanggal 30 Juni 2000 dengan ditandatanganinya penerbitan obligasi senilai Rp 28,872 trilyun oleh Menteri Keuangan sebagai dana rekap dan diperolehnya izin merger dari Bank Indonesia serta Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Bank Danamon Hasil Merger dari Menteri Hukum dan Perundangundangan. Setelah legal merger dilaksanakan operational merger (penutupan dan pengalihan kegiatan operasional) 8 BPM kedalam Bank Danamon secara bertahap sejak 30 Juni 2000 yaitu konversi Bank Jaya (14 Juli), konversi Bank Tiara (21 Juli), konversi Bank Pos (11 Agustus), konversi Bank Rama (25 Agustus), konversi Bank Tamara (8 September), konversi Bank BNN (22 September), konversi Bank Duta dan Bank RSI (9 September).
45
Pada tanggal 28 Agustus 2002, Bank Danamon melakukan penggantian logo sebagai simbol semangat dan idenstitas baru dan dilaksanakan bersamaan dengan pemindahan Kantor Pusat Bank Danamon ke Menara Bank Danamon. Lalu identitas visual Bank Danamon berkonsep pada ”Cahaya Penuntun” disertai pembaruan motto yaitu “Percaya pada Keyakinan Anda”. Dalam kurun waktu tiga tahun berikutnya, Bank Danamon melakukan restrukturisasi luas mencakup manajemen, manusia, organisasi, sistem, nilai prilaku serta identitas perusahaan. Upaya ini berhasil meletakkan fondasi maupun prasarana baru bagi Perseroan guna meraih pertumbuhan berdasarkan transparasi, responsibilitas, integritas dan profesionalisme (TRIP).
Gambar 2. Logo PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Pada tahun 2003, Bank Danamon diambil alih oleh Konsorsium Asia Finance Indonesia sebagai pemegang saham pengendali. Asia Financial Indonesia Pte. Ltd. (AFI) saat ini memiliki saham Danamon sebesar 66%. Pemegang saham AFI adalah Temasek Holdings (Pte) Ltd. dan Deutsche Bank AG. Temasek Holdings merupakan perusahaan
induk
investasi
Singapura
dimana
banyak
anak
perusahaannya menjadi perusahaan terkemuka di Singapura seperti DBS Bank, salah satu kelompok perusahaan layanan keuangan terbesar di Asia serta perusahaan penerbangan Singapore Airlines. Sedangkan saham Bank Danamon lainnya sebanyak 10% dimiliki oleh Republik Indonesia (Menteri Keuangan) dan sisanya sebesar 24% dimiliki oleh publik. Dengan kendali manajemen baru, serta modal 180-hari pemetaan modal bisnis dan strategi baru, Bank Danamon terus menjalani
perubahan
transformasional
yang
dirancang
untuk
46
dijadikannya sebagai bank nasional terkemuka dan pelaku regional unggulan. 4.1.2. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan Manajemen Bank Danamon dalam menjalankan aktivitasnya saat ini berlandaskan pada visi perusahaan yang diperluas yaitu ”Menjadi salah satu bank umum terbaik di Indonesia, dengan jaringan usaha yang luas dan berorientasi pada kepuasan nasabah”. Sedangkan misi utama Bank Danamon adalah untuk mencapai visi tersebut dengan menerapkan empat asas utama, yaitu : Transparansi;
Responsif;
Integritas
yang
tinggi
dan
Profesionalisme (TRIP). Selain itu, Bank Danamon bertekad untuk menjadi “Lembaga Keuangan Terkemuka” di Indonesia yang keberadaannya diperhitungkan. Suatu organisasi yang terpusat pada nasabah, yang melayani semua segmen dengan menawarkan nilai yang unik untuk masing-masing segmen, berdasarkan keunggulan penjualan dan pelayanan,dan didukung oleh teknologi kelas dunia. Aspirasi kami adalah menjadi perusahaan pilihan untuk berkarya dan yang dihormati oleh nasabah, karyawan, pemegang saham, regulator dan komunitas dimana kami berada. Nilai yang dianut Bank Danamon untuk mecapai visi dan misinya yaitu Peduli, Jujur, Mengupayakan yang Terbaik, Kerjasama, Profesionalisme yang Disiplin. Selain itu, Bank Danamon menerapkan pula ”Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer)” . Prinsip ini ditujukan dalam rangka mencegah agar bank tidak dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang, untuk pertama kalinya Bank Indonesia mengeluarkan peraturan PBI No.3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah pada tahun 2001, sebagaimana terakhir diubah dengan PBI No.5/21/PBI/2003 untuk menyesuaikan dengan UndangUndang No.25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, PT Bank
47
Danamon Indonesia Tbk (BDI) telah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan dan Prosedur KYC Sebagai bagian dari pengelolaan risiko dan upaya pengawasan atas tindak pidana pencucian uang, BDI menerapkan program Prinsip Mengenal Nasabah atau 'Know Your Customer' (KYC). Untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan prinsip KYC, BDI telah memiliki kebijakan dan prosedur yang mengatur mengenai pelaksanaan
KYC.
Kebijakan
berisi
prinsip-prinsip
dasar
pemahaman KYC, sedangkan Prosedur memberikan pedoman pelaksanaan secara mendalam mengenai KYC yang berguna bagi petugas pelaksana di setiap cabang yang berhubungan langsung dengan nasabah (frontliners). 2. Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah - UKPN Dalam kaitannya dengan pelaksanaan KYC, BDI membentuk unit kerja penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (UKPN) yang bertanggungjawab langsung kepada Direktur Kepatuhan. Tugas UKPN antara lain adalah memastikan adanya pengembangan sistem identifikasi nasabah dan transaksi yang mencurigakan, memantau proses pengkinian (update) profil nasabah, serta melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah oleh unit-unit kerja terkait. Dalam rangka memberikan pemahaman dan memastikan pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah, BDI melalui UKPN secara berkesinambungan memberikan sosialisasi dalam bentuk pelatihan ke seluruh cabang BDI. Materi pelatihan terdiri dari teori Money Laundering serta teknis pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah, yang meliputi kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah, kebijakan pemantauan transaksi dan pelaporan transaksi keuangan tunai mencurigakan. Saat ini BDI sedang merencanakan untuk membuat materi pelatihan KYC dalam format video training.
48
Dengan video training ini diharapkan proses pelatihan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing cabang dalam waktu dan tempat yang fleksibel. 4.1.3. Struktur Organisasi Bank Danamon berkantor pusat di Menara Bank Danamon Jalan Prof. Dr. Satrio Kav. E4 No. 6 Mega Kuningan Jakarta. Bank Danamon hasil merger memiliki jaringan 500 kantor cabang dengan 700 Automatic Teller Machine (ATM) tersebar di seluruh propinsi di Indonesia serta didukung lebih dari 13.000 karyawan. Dan memiliki satu kantor cabang di luar negeri yaitu Caymand Island. Bank Danamon diketuai oleh Presiden Komisaris yaitu Ng Kee Choe, lalu Wakil Komisaris Utama J.B. Kristiadi, Milan Robert Shuster (Komisaris/Komisaris Independen), Harry Arief Soepardi Sukadis
(Komisaris/Komisaris
Independen),
Manggi
T.
Habir
(Komisaris/Komisaris Independen), Gan Chee Yen (Komisaris), Liew Cheng San Victor (Komisaris), Philip Eng (Komisaris). Dewan Direksi terdiri dari Sebastian Paredes (Direktur Utama), Jerry Ng (Wakil Direktur Utama), Muliadi Rahardja (Direktur), Anika Faisal (Direktur/Direktur Kepatuhan), Hendarin Sukarmadji (Direktur), Ali Rukmijah (Direktur), Rene Burger (Direktur), Sanjiv Malhotra (Direktur), Vera Eve Lim (Direktur). 4.1.4. Kegiatan Usaha 1. Consumer Banking Merupakan produk tabungan dan investasi, yang meliputi :Prima Reksa Pendapatan Tetap, Rekening Investa, Prima Jaga 100, Tabungan Pendidikan, Tabungan Danamon, Prima Dollar. 2. Danamon Credit Card Penyediaan layanan kartu kredit bagi nasabah Bank Danamon. 3. Web Trade Disebut Layanan Internet BDI yang merupakan layanan web bank BDI yang aman menawarkan solusi tanpa batas untuk mendapatkan
49
dan membuka laporan rekening. Dengan berbasis web, eksportir dapat melacak dan mengelola laporan penerimaan ekspornya. 4. Trade Finance Dengan menawarkan berbagai jenis variasi Trade Product, Bank Danamon
dapat
menyajikan
solusi
kepada
para
nasabah
yang membutuhkan suatu skema pembiayaan dan servis yang sesuai dengan kebutuhan dan dukungan trade delivery channel yang dapat dipercaya. 5. Treasury Product Bank Danamon menawarkan produk treasury yang lengkap dan dapat mendukung kebutuhan nasabah dalam rangka melakukan lindung nilai (hedging) dan pengaturan arus kas secara tepat dan akurat. Secara umum produk treasury yang tersedia saat ini adalah: Foreign Exchange (Forex), Money Market, Derivative, Capital Market 6. Cash Management Suatu solusi perbankan terpadu yang dirancang untuk membantu nasabah dalam mengelola perputaran arus kas serta tingkat likuiditas secara
efektif
dan
efisien
sehingga
menghasilkan
tingkat
profitabilitas yang optimal. 7. Account Services Penawaran sejumlah rekening simpanan dan transaksional yang dapat dikelola menurut suatu struktur tertentu untuk menyediakan informasi menyeluruh mengenai bisnis nasabah. Seperti Giro Danamon, Time Deposit dan Tabungan Danamon. 8. Disbursement Service Fasilitas pembayaran yang membantu nasabah secara otomatis dalam melakukan permohonan administrasi dan menyederhanakan proses aktivitas pembayaran. 9. Liquidity Management Penawaran pengelolaan likuiditas perusahaan nasabah melalui Layanan
Liquidity
Management.
Layanan
ini
memastikan
50
ketersediaan dana yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan arus kas nasabah, sekaligus memaksimalkan tingkat pengembalian dari dana yang mengendap. 10. Layanan Electronic Banking Bank Danamon mempersembahkan Layanan Electronic Banking yang telah dikembangkan saat ini adalah : ATM, HP banking, Danamon Access Centre, Danamon Auto Debet. 4.2. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum dapat diketahui melalui perbandingan antara dua pos keuangan yang sering disebut rasio keuangan. Tingkat rasio keuangan dapat memberikan gambaran mengenai baik buruknya kondisi keuangan perusahaan. Selain pengukuran tradisional, kita juga perlu mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan nilai tambah kekayaan bagi investor atau pemegang sahamnya. Selain itu, pengukuran terhadap nilai tambah pasar yang telah diciptakan perusahaan bagi investornya pun perlu untuk dikaji lebih dalam, agar perusahaan mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai dan apakah perusahaan sudah dapat memuaskan investornya. 4.2.1. Rasio Keuangan Pada umumnya, salah satu pertimbangan penting dalam menilai kinerja perusahaan adalah dengan melihat tingkat keuntungan atau laba yang berhasil dicapai perusahaan. Beberapa alat yang umumnya digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan dan juga sebagai pencerminan dari tingkat kesejahteraan investornya adalah rasio keuangan yang berbasis pendekatan laba atau earning measures, diantaranya adalah ROA, ROE, dan EPS. 1. Return On Equity (ROE) Return On Equity (ROE) merupakan salah satu pengukuran rasio keuangan yang berbasiskan laba. ROE dicerminkan melalui perbandingan antara laba bersih terhadap ekuitas. Semakin tinggi
51
nilai ROE, maka semakin baik pula kinerja perusahaan dalam menciptakan keuntungan atas modal yang diserahkan investor. Tabel 8. Return On Equity (ROE) Bank Danamon 2003-2006 Return On Equity (ROE) dalam persen Periode 2003 2004 Maret 24,80 34,40 Juni 26,50 35,20 September 29,60 37,80 Desember 31,40 38,60 Sumber : Laporan Keuangan Bank Danamon
2005 34,20 34,30 33,20 24,20
2006 11,4 12,70 14,10 15,10
Di tiap tahunnya, terjadi perubahan tingkat ROE yang berhasil dicapai perusahaan. Pada tahun 2003, ROE terrendah terjadi pada triwulan pertama yaitu sebesar 24,8 persen sedangkan tertinggi dicapai pada triwulan akhir 2003 sebesar 31,4 persen. Peningkatan ROE menandakan bahwa laba bersih yang dicapai perusahaan terus meningkat. Terjadi persentase peningkatan laba bersih yang lebih besar daripada peningkatan modalnya, peningkatan ini dipicu oleh meningkatnya pendapatan bunga bersihnya, selain itu nilai ROE yang terus meningkat membuktikan perusahaan terus melakukan perbaikan kinerja guna mencapai tujuan yaitu meningkatkan keuntungan dan memaksimalkan kesejahteraan investor. Pada triwulan I 2004 terjadi peningkatan karena dipengaruhi oleh penurunan biaya pendanaan atau beban bunga sebesar 40,91 persen dari tahun 2003 yaitu Rp 980.677 menjadi Rp 579.467 (dalam jutaan), sehingga mendorong peningkatan pendapatan bunga bersihnya yang merupakan komponen utama pendapatan perusahaan yang berkontribusi dalam penciptaan laba bersihnya. ROE yang dicapai mengalami peningkatan sebesar 38,71 persen dibandingkan tahun 2003. Pada semester I 2004 pun terjadi peningkatan laba bersihnya sebesar 79 persen dari periode yang sama tahun lalu, karena meningkatnya pendapatan bunga bersih akibat penurunan beban bunga, sehingga ROE yang terbentuk meningkat sebesar 32,83 persen dari 26,5 persen pada tahun 2003 menjadi 35,2 persen. Lalu pada triwulan III 2004, peningkatan ROE sebesar 27,7 persen
52
dari tahun 2003 yang terjadi disebabkan oleh menurunnya beban bunga seiring dengan penurunan suku bunga di pasar. Dan pada akhir triwulan 2004 terjadi peningkatan ROE sebesar 22,93 persen dari tahun 2003. Peningkatan ROE pada tahun 2004 dikarenakan terjadi peningkatan pendapatan bunga. Memasuki tahun 2005, terjadi penurunan ROE pada triwulan I sebesar 0,58 persen dari tahun sebelumnya karena peningkatan labanya lebih kecil daripada peningkatan modal rata-ratanya. Lalu pada triwulan II terjadi pula penurunan ROE sebesar 2,56 persen dibandingkan Juni 2004 hal ini dikarenakan modal rata-rata yang tinggi mencapai Rp 7.998.032 (dalam jutaan), meningkat sebesar 22 persen. Tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan laba bersihnya yang hanya sebesar 14,29 persen dibandingkan tahun lalu. Pada triwulan III 2005, tingkat ROE menjadi 33,2 persen yang masih berada dibawah tingkat ROE tahun lalu.
Pada akhir 2005,
penurunan pun kembali terjadi karena pemakaian modal rata-rata perusahaan meningkat lebih besar dari peningkatan laba bersihnya dibandingkan tahun lalu, terjadi penurunan ROE sebesar 37,31 persen. Ini menunjukkan terjadi penurunan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atas modal yang digunakan dibandingkan tahun 2004. Setelah memasuki tahun 2006 terjadi trend penurunan ROE dibandingkan tingkat ROE pada tahun-tahun sebelumnya, pada triwulan I terjadi penurunan yang disebabkan oleh peningkatan yang signifikan pada modal rata-ratanya yaitu sebesar 250,26 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Sementara itu, peningkatan laba bersihnya hanya sebesar 16,75 persen, hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan beban bunga sebesar 88,95 persen dibandingkan tahun lalu, dan terjadi peningkatan pada beban operasional sebesar 138,17 persen yang membuat pendapatan operasional bersih menurun sebesar 47,72 persen dari Rp 1.052.951 tahun lalu menjadi Rp 550.435 (dalam jutaan). Memasuki semester I
53
2006, penurunan ROE dibanding semester I tahun 2005 sebesar 62,97 persen dari 34,3 persen menjadi 12,7 persen di semester I, hal ini disebabkan oleh peningkatan laba bersih sebesar 23 persen, dan pemakaian modal ekuitas rata-rata yang menurun sebesar 45,17 persen dari tahun lalu. Triwulan III dan IV pada tahun 2006 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, masingmasing
sebesar
57,53
persen
dan
37,6
persen.
Hal
ini
menggambarkan penurunan kinerja perusahaan dalam menghasilkan return
bagi
investornya
jika
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya. ROE tertinggi terjadi pada bulan Desember 2004, hal ini didukung oleh laba yang merupakan laba tertinggi (dalam periode penelitian) sebesar Rp 4.847.798 (dalam jutaan), dan peningkatan laba bersihnya lebih besar dari peningkatan modal rata-ratanya. Lalu tingkat ROE terkecil terjadi pada bulan Maret 2006 karena peningkatan laba bersihnya 16,75 persen jauh lebih kecil dari peningkatan modal rata-ratanya yang sebesar 250,26 persen dari tahun 2005. 2. Return On Assets (ROA) Return On Assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak yang berhasil diperoleh perusahaan terhadap total asset yang dimiliki. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atas aset atau aktiva yang dikelola dalam kegiatan operasional sehari-hari. ROA yang telah dicapai Bank Danamon terus menerus mengalami peningkatan, hal ini menandakan bahwa perusahaan terus mengalami perbaikan kinerja dalam pengelolaan atas asset yang dimiliki, sehingga laba bersih yang telah dicapai cenderung mengalami peningkatan dari tiap periode. Tingkat ROA yang dicapai perusahaan pada tahun 2003 rata-rata sebesar 2,9 persen. Peningkatan yang terus terjadi disebabkan oleh kenaikan pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya dari laba penjualan portfolio efek-efek, juga
54
penurunan biaya bunga akibat komposisi dana pihak ketiga yang lebih baik. Peningkatan ini merupakan tingkat laba sebelum pajak yang meningkat lebih besar dari peningkatan total asset yang dikelola, dan dalam hal ini perusahaan mampu membuktikan bahwa kemampuan mereka dalam megelola aktiva yang dimiliki terus meningkat. Tabel 9. Return On Assets (ROA) Bank Danamon 2003-2006 Return On Assets (ROA) dalam persen Periode 2003 2004 2005 2006 Maret 2,50 3,80 4,20 1,40 Juni 2,70 4,20 4,20 1,60 September 3,10 4,40 4,00 1,70 Desember 3,20 4,50 3,10 1,80 Sumber : Laporan Keuangan Bank Danamon Pada tahun 2004, peningkatan ROA terus terjadi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan I terjadi peningkatan ROA sebesar 52 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2003,
karena
meningkatnya
pendapatan
bunga
bersih
dan
menurunnya biaya pendanaan yang merupakan beban bunga. Lalu pada triwulan II terjadi peningkatan ROA sebesar 55,56 persen dari tahun lalu, begitu juga pada triwulan III dan IV tahun 2004 yang mengalami peningkatan dari tahun 2003, hal ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan bunga bersih karena beban bunga yang menurun disebabkan penurunan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sehubungan dengan menurunnya tingkat suku bunga di pasar. Pada triwulan I tahun 2005 Bank Danamon menunjukkan peningkatan ROA dari tahun 2004 sebesar 10,53 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dan menurunnya beban operasional lainnya. Pada semester I 2005 tingkat ROA berada pada posisi yang tidak berubah dari tahun 2004 yaitu sebesar 4,2 persen. Lalu pada triwulan III dan IV tingkat ROA Bank Danamon mengalami penurunan masing-masing sebesar 9,09 persen dan 31,11 persen bila dibandingkan dengan tahun 2004.
55
ROA Bank Danamon pada tahun 2005 mengalami fluktuasi karena kondisi makro ekonomi yang tidak stabil, selain itu semakin meningkatnya suku bunga, sehingga meningkatkan beban bunga perusahaan yang memicu penurunan laba perusahaan. Memasuki tahun 2006, secara keseluruhan terjadi penurunan ROA dibandingkan tahun 2005, hal ini dipengaruhi oleh peningkatan beban operasional lainnya yang sebesar 138,17 persen dan penyisihan kerugian aktiva produktif yang meningkat. Penurunan yang terjadi dikarenakan peningkatan beban operasional lainnya yang mencapai rata-rata sebesar 84,62 persen dibandingkan tahun 2005 yang memicu terjadinya penurunan laba sebelum pajak perusahaan. Tingkat ROA yang terbesar terjadi pada periode Desember 2004 yaitu sebesar 4,5 persen, hal ini dikarenakan peningkatan laba yang dicapai perusahaan lebih besar dari peningkatan atas asset ratarata yang digunakan perusahaan. Hal ini menggambarkan terjadinya peningkatan kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya sehingga menghasilkan laba yang besar. Sementara itu, tingkat ROA yang terkecil terjadi pada periode Maret 2006 yaitu sebesar 1,4 persen, hal ini disebabkan karena tingginya penggunaan asset perusahaan tanpa diimbangi peningkatan laba sebelum pajaknya, sehingga dalam hal ini perusahaan dianggap mengalami penurunan kinerja atas pengelolaan asset guna menghasilkan laba. 3. Earning Per Share (EPS) Earning Per Share (EPS) merupakan metode pengukur tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan perusahaan bagi pemegang sahamnya. EPS adalah perbandingan antara laba bersih perusahaan terhadap jumlah saham. Kondisi ini menggambarkan keuntungan per lembar saham yang dimiliki pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini, maka menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena dapat menciptakan laba per lembar saham bagi investor yang tinggi.
56
Pada tahun 2003, tingkat EPS Bank Danamon tertinggi berhasil dicapai pada triwulan IV yaitu sebesar Rp 311,72 , hal ini berarti perusahaan mengalami peningkatan kinerja dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang sahamnya. Peningkatan yang terjadi selama tahun 2003 disebabkan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dan peningkatan pendapatan operasional lainnya seperti laba penjualan efek-efek. Selain itu, terjadi penurunan suku bunga yang menyebabkan menurunnya beban bunga perusahaan. Memasuki tahun 2004, pada triwulan I nilai EPS mencapai Rp 102,49 meningkat 86,38 persen dibandingkan tahun 2003. Pada triwulan selanjutnya nilai EPS terus meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan bersih dan menurunnya beban bunga yang pada akhirnya mempengaruhi laba bersih perusahaan menjadi semakin tinggi. Tabel 10. Earning Per Share (EPS) Bank Danamon 2003-2006 Earning Per Share (EPS) dalam rupiah Periode 2003 2004 Maret 54,99 102,49 Juni 125,32 224,43 September 212,57 357,32 Desember 311,72 490,75 Sumber : Laporan Keuangan Bank Danamon
2005 130,39 261,86 384,68 407,71
2006 50,93 113,64 185,61 268,91
Memasuki triwulan I tahun 2005, terjadi peningkatan EPS dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 27,22 persen dan mencapai nilai Rp 130,39 karena terjadi peningkatan laba bersih. Lalu pada semester I dan triwulan III terjadi peningkatan EPS yang disebabkan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya berupa laba atas penjualan efek-efek. Tetapi pada triwulan IV tahun 2005, EPS mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2004, karena seiring dengan meningkatnya suku bunga di pasar terjadi peningkatan beban bunga dan beban operasional lainnya yang membuat pendapatan
operasional
bersih
ikut
menurun,
sehingga
mempengaruhi laba bersih yang ikut menurun sebesar 16,81 persen
57
dibandingkan tahun 2004, selain itu terjadi penambahan jumlah lembar saham yang beredar meningkat sebesar 13.928.000 lembar. Tahun 2006, secara keseluruhan nilai EPS Bank Danamon lebih kecil dibandingkan tahun 2005 bahkan nilai EPS yang dicapai tahun 2006 adalah nilai paling kecil selama periode penelitian. Pada triwulan I tahun 2006, terjadi penurunan laba bersih karena meningkatnya beban operasional lainnya yaitu sebesar 138,17 persen dibandingkan tahun 2005 sehingga menyebabkan pendapatan operasional bersih yang menurun dari tahun 2005. Penurunan tingkat EPS yang terjadi adalah sebesar 60,94 persen dari Rp. 130,39 pada tahun 2005 menjadi Rp. 50,93 di tahun 2006. Pada triwulan selanjutnya, nilai EPS perusahaan masih lebih kecil dibandingkan tahun 2005, hal ini terjadi karena penurunan laba bersih perusahaan yang dipengaruhi oleh peningkatan beban operasional lainnya rata-rata sebesar 85,44 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan bunga bersih yang terjadi
masih lebih
kecil dibandingkan
peningkatan beban
operasional lainnya. Tingkat EPS tertinggi Bank Danamon dicapai pada periode Desember 2004, hal ini karena laba bersih yang dicapai perusahaan tinggi, sehingga akan menghasilkan laba yang besar pula bagi investornya, hal ini manggambarkan kinerja perusahaan yang baik, sehingga mampu menciptakan laba yang besar bagi investornya. Sementara tingkat EPS terrendah terjadi pada periode Maret 2006, hal ini terjadi karena terjadi penambahan jumlah saham yang beredar tanpa diimbangi dengan kenaikan laba bersih yang tinggi, sehingga disimpulkan bahwa kinerja perusahaan dalam menciptakan laba bersih terhadap modal yang dimiliki mengalami penurunan. 4.2.2. Economic Value Added (EVA) Economic Value Added (EVA) merupakan suatu metode pengukuran kinerja perusahaan yang menghitung laba ekonomis sebenarnya yang telah berhasil diciptakan oleh suatu perusahaan.
58
Dengan mengetahui nilai EVA, perusahaan dapat melihat suatu gambaran mengenai peningkatan atau penurunan nilai laba ekonomis yang sebenarnya tercipta dari kinerjanya, sehingga dapat diketahui posisi perusahaan menurut sudut pandang investor, apakah perusahaan telah menjadi wealth creator atau wealth destroyer. Nilai EVA yang berhasil dicapai perusahaan dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Nilai Economic Value Added (EVA) Bank Danamon Economic Value Added (EVA) dalam jutaan rupiah Periode 2003 2004 2005 2006 Maret -1.194.634 149.640 1.080.740 -153.387 Juni 27.755 1.397.188 2.389.637 1.437.379 September 1.383.952 2.647.461 3.871.798 3.258.247 Desember 2.028.550 3.841.440 5.516.279 4.908.250 Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham Bank Danamon (diolah) Pada triwulan I tahun 2003, nilai EVA yang dicapai Bank Danamon berada dalam posisi negative, yaitu Rp – 1.194.634 (dalam jutaan). Hal ini menandakan bahwa perusahaan belum berhasil menciptakan nilai tambah kekayaan atas modal yang diinvestasikan investor. Hal ini dikarenakan Net Operating After Tax (NOPAT) yang berhasil dicapai periode itu sebesar Rp 1.250.606 dengan jumlah biaya modal yang lebih tinggi yaitu Rp 2.445.140. Biaya modal yang tinggi ini diakibatkan oleh tingginya biaya atas modal saham biasa (Ke) yang mencapai 121,65 persen, hal ini dikarenakan nilai β bernilai negative yaitu -0,04 yang berarti return perusahaan bergerak lebih lambat daripada pergerakan return pasar, sehingga kurang responsive dan bereaksi berlawanan dari return pasar, sehingga menyebabkan Weighted Average Cost of Capital (WACC) ikut meningkat hingga mencapai 21,73 persen. Dengan WACC yang tinggi, maka nilai Biaya modal (Cost Of Capital/COC) pun ikut meningkat. Jadi, nilai negative dipicu oleh biaya modal yang lebih besar dari NOPAT-nya. Ini merupakan
hal
biasa
karena
pada
awal
triwulan
pertama,
perkembangan perusahaan masih terus dijalankan sehingga nilai NOPAT belum menunjukkan kinerja akhirnya, dan nilai EVA berpeluang besar bernilai negative.
59
Seiring
dengan
perkembangan
aktivitas
operasional
perusahaan, terjadi peningkatan nilai EVA dari triwulan I sampai dengan IV. Setelah berada pada triwulan II, nilai EVA berubah menjadi positif yaitu Rp 27.755 (dalam jutaan). Hal ini karena terjadi peningkatan nilai NOPAT yang lebih besar dari biaya modalnya. NOPAT meningkat karena laba bersih perusahaan meningkat, tetapi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan COC-nya, karena komponen IC periode tersebut hanya meningkat sebesar 4,6 persen dari periode lalu, lebih kecil dibandingkan peningkatan NOPATnya yang sebesar 106,75 persen sehingga menghasilkan EVA yang positif. Di tahun 2003 nilai EVA meningkat dari triwulan I sampai triwulan IV sebesar 269,81 persen, hal ini menandakan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan tambahan kekayaan bagi investornya. Memasuki triwulan I tahun 2004 nilai EVA yang tercipta berada pada posisi yang positif yaitu sebesar
Rp 149.640 (dalam
jutaan), lebih bagus jika dibandingkan triwulan I tahun 2003 yang bernilai negatif . Pada triwulan II terjadi peningkatan nilai EVA yang signifikan sebesar 4934 persen dibandingkan tahun 2003. Begitu pula pada
triwulan
selanjutnya
yang
masing-masing
mengalami
peningkatan sebesar 91,29 persen dan 89,37 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara umum, pada tahun 2004 nilai EVA Bank Danamon terus mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan nilai laba bersih dan biaya bunga perusahaan terus mengalami peningkatan, tetapi tidak diikuti oleh WACC sebagai komponen biaya modal yang justru mengalami penurunan dibandingkan tahun 2003, penurunan yang terjadi adalah sebesar 67,42 persen dan mengakibatkan penurunan COC yang pada akhirnya menghasilkan nilai EVA yang positif dan lebih besar dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, nilai EVA yang diciptakan Bank Danamon pun terus mengalami perkembangan dibandingkan tahun 2004 Peningkatan signifikan terjadi pada triwulan I yaitu sebesar 622,23 persen dibandingkan tahun 2004. Rata-rata peningkatan yang terjadi
60
adalah sebesar 195,78 persen di tiap periodenya dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir 2005, nilai EVA mencapai Rp 5.516.279 (dalam jutaan). Nilai positif ini dikarenakan COC perusahaan yang rendah, dan dapat disimpulkan bahwa nilai COC untuk tahun 2005 adalah biaya modal terrendah dibandingkan nilai COC pada tahun lain pada periode penelitian ini. Biaya modal ini rendah karena nilai struktur modal rata-rata (WACC) yang rendah. Nilai biaya modal atas saham biasa (Ke) pada tahun 2005 mencapai angka negative yaitu mencapai -11,45 persen, hal ini dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas return saham perusahaan yang bergerak lebih tinggi terhadap pergerakan return pasar dengan β = 1,245 dan tingkat market risk premium yang mencapai angka negative tertinggi pada periode penelitian yaitu -97,7 persen. Dan hal ini menjadikan struktur ekuitas sebagai pengurang dari struktur biaya hutang, sehingga nilai WACC menjadi kecil yaitu sebesar 2,23 persen yang mempengaruhi nilai COC sehingga mengalami penurunan dan meningkatkan nilai EVA. Memasuki triwulan I 2006, terjadi penurunan nilai EVA dibandingkan tahun 2005, EVA yang terbentuk menghasilkan nilai negative, terjadi penurunan sebesar 804,58 persen jika dibandingkan triwulan I 2005. Hal ini disebabkan laba bersih yang berhasil dicapai perusahaan hanya sebesar Rp 250.611 (dalam jutaan rupiah) yang merupakan laba terkecil yang dicapai perusahaan dibandingkan tahuntahun lalu dalam periode penelitian ini, selain itu nilai NOPAT-nya lebih kecil dari biaya modalnya, peningkatan NOPAT-nya lebih kecil dibandingkan peningkatan biaya modalnya, sehingga EVA yang terbentuk pun negative. Biaya modal yang tinggi ini diakibatkan oleh biaya modal atas saham yang cukup tinggi yaitu mencapai 50,23 persen
dan
mengakibatkan
nilai
WACC
yang
lebih
tinggi
dibandingkan tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 360 persen. Tetapi memasuki triwulan II 2006 nilai EVA pun berubah positif yaitu sebesar Rp 1.437.379, tetapi jika dibandingkan tahun 2005 nilai EVA yang terbentuk mengalami penurunan sebesar 39,85 persen, penurunan
61
ini disebabkan peningkatan biaya modal (424,77 persen) yang lebih besar daripada peningkatan NOPAT-nya (20,05 persen). Peningkatan nilai EVA terus terjadi hingga akhir triwulan 2006, dikarenakan nilai NOPAT yang terus meningkat seiring dengan perkembangan kinerja Bank Danamon sehingga laba bersih yang dicapai terus meningkat begitu pula dengan biaya bunganya. Dari periode pengamatan (2003 sampai 2006), secara umum nilai EVA terbesar terjadi pada periode tahun 2005, dengan rata-rata nilai EVA sebesar Rp 3.214.614 (dalam jutaan). Sementara untuk nilai EVA terkecil terjadi pada periode 2003, pada Maret 2003 nilai EVA yang terbentuk adalah sebesar Rp -1.194.634. Untuk nilai NOPAT, yang terbesar terjadi pada tahun 2006 dengan rata-rata sebesar Rp 4.292.502 (dalam jutaan ) di tiap triwulannya. Nilai NOPAT yang besar ini lebih karena biaya bunga yang dimiliki perusahaan juga besar dengan rata-rata di tahun 2006 sebesar Rp 3.530.465 (dalam jutaan) yaitu jumlah terbesar diantara periode lain (2003,2004,2005) yang masing-masing sebesar Rp 2.215371, Rp 1.511.848, Rp 2.112.906 (dalam jutaan). Namun untuk tingkat keuntungan atau laba bersih yang diperoleh, paling tinggi dicapai pada periode tahun 2005 yaitu rata-rata sebesar Rp 1.454.258 (dalam jutaan), sementara untuk periode lain (2003,2004,2006) masing-masing adalah sebesar Rp 864.350, Rp 1.441.398, Rp 762.037 (dalam jutaan). Untuk biaya modal sebagai komponen pengurang EVA, yang terbesar terjadi pada periode tahun 2003, dengan rata-rata sebesar Rp 2.518.315 (dalam jutaan), dengan rata-rata sebesar itu dan nilai NOPAT yang tidak jauh berbeda dengan periode lain, maka nilai EVA yang terbentuk pun semakin kecil. Sementara itu, nilai COC terkecil adalah periode tahun 2005 yaitu rata-rata sebesar Rp. 352.550 (dalam jutaan), sehingga nilai EVA pun meningkat. Komponen yang mempengaruhi COC adalah WACC dan IC. Invested Capital (IC) yang dimiliki oleh perusahaan setiap periodenya cenderung mengalami kenaikan, hal ini seiring dengan perkembangan kinerja Bank Danamon
62
dalam rangka pembiayaan kegiatan operasionalnya yang semakin meluas guna mencapai tujuannya. Dengan nilai IC yang terus meningkat akan berpeluang menurunkan nilai EVA karena perusahaan yang
terus
mengembangkan
usahanya
membutuhkan
struktur
pemodalan yang tinggi sehingga COC sebagai komponen pengurang EVA pun meningkat. Sementara itu, WACC tertinggi yang merupakan komponen COC adalah tahun 2003, hal ini dikarenakan nilai β yang negative, menggambarkan kurang sensitifnya return asset saham perusahaan terhadap pergerakan dari return pasar (Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG) dan cenderung bergerak berlawanan terhadap return pasar. Dan setelah nilai β dikalikan dengan market risk premium yang negative akan meningkatkan Ke-nya. Ke tertinggi berada pada posisi 121,65 persen sehingga biaya modalnya pun meningkat, bahkan paling tinggi. Sementara itu WACC terrendah terjadi pada tahun 2005, hal ini disebabkan nilai β yang bernilai lebih dari 1, menggambarkan pergerakan harga sekuritas perusahaan yang lebih tinggi dari pada pergerakan harga pasar. Dengan sedikit pergerakan dari return portfolio pasar akan berpengaruh lebih besar terhadap return sekuritas perusahaan. Dengan β yang tinggi dan market risk premium yang negatif, berarti risiko pasar dalam suatu aset perusahaan tidak lebih besar dari risk free-nya, sehingga Ke yang terbentuk pun menurun. Dalam WACC, selain faktor ekuitas, melibatkan pula struktur hutang, biaya hutang terbesar terdapat pada tahun 2003, jadi hal ini memang membuktikan bahwa COC terbesar terjadi pada tahun tersebut dengan komposisi Ke dan Kd terbesar pada periode penelitian, sehingga WACC
yang
terbentuk
pun
meningkat
yang
mengakibatkan
peningkatan biaya modal perusahaan. 4.2.3. Market Value Added (MVA) Market Value Added (MVA) menunjukkan kinerja pasar dari suatu perusahaan, metode pengukuran ini dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan atas modal yang dimiliki investor karena melibatkan harga saham sebagai komponen utamanya.
63
Harga saham mencerminkan kekuatan interaksi antara banyak pembeli dan penjual, selain itu munculnya informasi baru mengenai perusahaan akan membuat permintaan dan penawaran berubah dan akan menghasilkan nilai pasar juga berubah. Informasi tersebut salah satunya adalah mengenai kinerja yang berkaitan dengan perusahaan. Pengaruh kinerja ini terkait dengan kegiatan atau aktivitas perusahaan dalam menghasikan keuntungan atau laba. Semakin tinggi laba, harga saham pun akan bereaksi positif. Semakin positif nilai MVA, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, karena telah berhasil melakukan penambahan niali atas modal yang dipercayakan investor kepada perusahaan (wealth creator). Tabel 12. Nilai Market Value Added (MVA) Bank Danamon Market Value Added (MVA) dalam jutaan rupiah Periode Maret
2003 1.635.479
2004 6.525.020
2005 14.928.484
2006 14.530.417
Juni
2.498.094
6.370.647
16.370.189
11.349.636
September
2.885.633
9.951.867
11.380.414
17.063.866
Desember
3.014.953
13.449.163
14.552.006
23.589.595
Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham Bank Danamon (diolah) Secara umum, selama periode penelitian (2003 sampai 2006), MVA Bank Danamon terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 32,98 persen. Pada tahun 2003, nilai MVA yang terbentuk positif, hal ini menandakan perusahaan telah berhasil dalam memelihara kepercayaan investor atas modal yang diberikan dengan menciptakan nilai tambah bagi investornya. Harga saham yang terus mengalami peningkatan membuat nilai MVA terus meningkat, walaupun nilai ekuitas terus meningkat, namun nilai pasarnya masih lebih besar dari ekuitasnya, sehingga nilai MVA positif. Memasuki tahun 2004, nilai MVA yang dicapai perusahaan pun meningkat signifikan, pada triwulan I terjadi peningkatan sebesar 298,97 persen dibandingkan triwulan I tahun 2003. Namun terjadi penurunan nilai MVA pada triwulan II 2004 hal ini dikarenakan peningkatan ekuitas yang lebih besar dari peningkatan harga
64
sahamnya, sehingga mempengaruhi nilai MVA menjadi menurun. Tetapi, nilai ini masih lebih besar dibandingkan triwulan II tahun 2003, dan secara keseluruhan kinerja MVA perusahaan pada tahun 2004 adalah baik. Pada tahun 2005, terjadi penambahan jumlah saham yang beredar sebanyak 13.928.000 lembar, dan nilai MVA terus mengalami kenaikan, namun terjadi penurunan MVA pada triwulan III-nya, hal ini disebabkan penurunan harga saham perusahaan dari Rp 5.050 per lembar (Juni 2005) menjadi Rp 4.025 per lembar (September 2005), penurunan ini mengakibatkan nilai pasar perusahaan turun sehingga memicu penurunan nilai MVA. Memasuki tahun 2006 perusahaan melakukan penambahan jumlah saham yang beredar sebanyak 21.778.000 lembar dari tahun 2005, hal ini mengindikasikan perusahaan menghimpun permodalan melalui saham baru yang beredar, dan nilai MVA yang terbentuk pun cenderung mengalami kenaikan hanya terjadi penurunan pada triwulan II yang disebabkan menurunnya harga saham sehingga nilai pasar perusahaan turun dari Rp 4.800 menjadi Rp 3.975 dan ini menyebabkan menurunnya nilai MVA perusahaan. Jumlah saham Bank Danamon yang beredar pada tahun 2005 dan 2006 mengalami peningkatan, hal ini menandakan terjadinya penambahan modal sendiri untuk membantu pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan dan perluasan kegiatan usaha yang akan dijalankan. Harga saham terus mengalami peningkatan di tiap periode, namun terjadi penurunan di tahun 2005 dan 2006 pada masing-masing triwulan III dan II. Penurunan terbesar terjadi pada triwulan II 2006 sebesar
30,66
persen
jika
dibandingkan
tahun
sebelumnya,
melemahnya harga saham dikarenakan berkurangnya aktivitas interaksi antara penawaran dan permintaan saham Bank Danamon sehingga memicu penurunan harga sahamnya. Sementara itu, peningkatan terbesar terjadi pada Desember 2006, sebesar 62,10 persen dari tahun sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa terjadi
65
peningkatan aktivitas interkasi antara permintaan dan penawaran saham Bank Danamon sehingga membentuk harga ekuilibrium baru yang lebih tinggi. 4.3. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA) Pengukuran
kinerja
perusahaan
diperlukan
untuk
menentukan
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, terutama bagi investor yang memiliki kepentingan atas kemajuan perusahaan. Salah satu pertimbangan penting bagi seorang investor terhadap investasinya pada suatu perusahaan adalah bagaimana kemampuan suatu perusahaan dapat menciptakan tambahan kekayaan bagi para investornya, dalam hal ini pemegang sahamnya. Pertimbangan penting lainnya adalah market value atau nilai pasar dari perusahaan yang bersangkutan. Banyak metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut, salah satunya yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan pengukuran akuntansi tradisional yang berupa rasio laporan keuangan, yaitu Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA), dan Earning Per Share (EPS). Namun muncul konsep penilaian kinerja baru berbasiskan nilai untuk mengukur seberapa besar tingkat kekayaan yang berhasil diciptakan perusahaan kepada investornya yaitu Economic Value Added (EVA) dan pengukur kinerja pasar perusahaan sebagai pencerminan tingkat kesejahteraan pemegang sahamnya, yaitu Market Value Added (MVA). Nilai pasar perusahaan tercermin dari harga saham, harga saham yang berluktuatif banyak dipengaruhi oleh factor baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Faktor dalam perusahaan dipengaruhi oleh kondisi perusahaan yang salah satunya yaitu kinerja keuangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian yang dapat membuktikan metode penilaian kinerja yang memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai pasarnya. MVA memiliki komponen utama nilai pasar perusahaan yang tergantung pada harga saham, dan saham merupakan elemen utama yang dipegang oleh investor, sehingga mereka memiliki kepentingan atas elemen tersebut. Dan harga saham dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar
66
perusahaan. Faktor dalam dipengaruhi dari kondisi perusahaan yang dapat dicerminkan dari kinerjanya, dan salah satunya adalah kinerja keuangan perusahaan berupa rasio keuangan dan EVA. Lalu apakah dengan mengetahui
rasio
keuangan
dan
EVA
dapat
mempengaruhi
dan
mencerminkan perubahan nilai tambah pasar yang berhasil dicapai perusahaan, maka dalam hal ini perlu diuji pengaruh dan hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA. Sebelum melakukan uji regresi, perlu dilakukan uji normalitas data penelitian melalui Uji Kolmogorov-Smirnov, karena data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sangat sedikit atau kurang dari 30 sampel yaitu 16 sampel. Hasil uji normalitas data dapat diketahui pada tabel 13. Tabel 13. Uji normalitas data melalui Kolmogorov-Smirnov ROE ROA EPS 16 16 16 N ,595 ,647 ,688 Kolmogorov-Smirnov Z ,870 ,796 ,731 Asymp Sig (2-tailed) Sumber : Output Kolmogorov-Smirnov (diolah)
EVA 16 ,496 ,966
Pada tabel 13 melalui uji Kolmogorov-Smirnov, variabel ROE, ROA, EPS, EVA dan MVA memiliki p-value masing-masing sebesar 0,731, 0,796, 0,87, 0,966 dan 0,93. P-value tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi (α) yang ditetapkan sebesar 0,1 yang berarti menerima H0 dan menolak Ha. Penerimaan H0 berarti variabel-variabel yang digunakan terdistribusi secara normal sehingga dapat dilakukan pengujian selanjutnya. Uji asumsi klasik yang didapat dari persamaan model regresi ini dapat dilihat pada lampiran 7, yaitu : 1. Model persamaan ini mengindikasikan adanya multikolinearitas, hal ini dapat dilihat dari tingkat Variance Inflation Factor (VIF)-nya besar yang bernilai lebih dari 10 yaitu ROE, ROA dan EPS. 2. Model persamaan ini bebas autokorelasi karena nilai Durbin-Watson bernilai di sekitar 2 yaitu 1,945 yang berarti tidak ada korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya (et-1). 3. Model persamaan ini juga bebas heteroskedastisitas karena pola gambar Scatterplotnya tersebar.
MVA 16 ,542 ,930
67
Penelitian ini difokuskan pada aspek tingkat signifikansinya, melalui metode backward elimination terdapat variabel yang dikeluarkan, yaitu EPS karena memiliki tingkat signifikansi yang lebih besar dari α 0,1 yaitu sebesar 0,312. Dan variabel yang masuk ke dalam model persamaan regresi berganda yaitu ROE, ROA, dan EVA. Tabel 14. Persamaan regresi rasio keuangan dan EVA terhadap MVA Persamaan Regresi R2 p-value MVA = 10.000.000 + 1.143 EVA – 1.934.084 ROE 0,706 0,000 + 10.000.000 ROA Sumber : Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA (diolah) Dari persamaan regresi diatas, dapat dilihat jika tidak terdapat variabel EVA, ROE dan ROA, maka nilai MVA yang dicapai perusahaan adalah sebesar Rp 10.000.000 (dalam jutaan). Lalu jika EVA naik sebanyak satu satuan (dalam jutaan rupiah), maka akan terjadi peningkatan MVA sebesar Rp 1.143 (dalam jutaan), dan jika terjadi peningkatan ROE sebesar satu satuan (dalam persen), maka terjadi penurunan MVA sebesar Rp. 1.934.048 (dalam jutaan) dan jika terjadi peningkatan ROA sebesar satu satuan (dalam persen) maka terjadi peningkatan MVA sebesar Rp. 10.000.000 (dalam jutaan rupiah). Hipotesis dalam model persamaan ini dapat diterima, karena p-value secara simultan (ANOVA) bernilai 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi α yang sebesar 0,1. Jika p-value lebih kecil dari α, maka Ho ditolak, dan Ha diterima yang berarti siginifikan, signifikan disini adalah bahwa variabel independen (EVA, ROE dan ROA) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (MVA). Sedangkan untuk
mengetahui
pengaruhnya secara parsial atau individu, maka digunakan uji parsial t-test, dimana EVA memiliki p-value sebesar 0,061, ROE sebesar 0,002 sedangkan variabel ROA sebesar 0,005 yang berarti ketiga variabel ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap MVA. Komponen koefisien determinasi (R2-nya) sebesar 70,6 persen yang artinya EVA, ROE dan ROA dapat menjelaskan atau berpengaruh sebesar 70,6 persen terhadap perubahan MVA, sedangkan sisanya sebesar 29,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam model regresi. Hasil ini menunjukkan bahwa MVA lebih banyak dipengaruhi
68
oleh variabel independennya yang berupa EVA, ROE dan ROA. Dalam model persamaan regresinya, EVA berpengaruh positif terhadap MVA, kenaikan EVA akan berdampak pada kenaikan MVA perusahaan. Lalu untuk ROE, memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA perusahaan, lalu untuk ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap perubahan MVA perusahaan. Dari output persamaan regresi, dapat disimpulkan bahwa EVA berpengaruh positif terhadap MVA, hal ini disebabkan karena MVA merupakan net present value dari EVA di masa mendatang, EVA yang positif berarti perusahaan telah berhasil menciptakan kekayaan atau nilai tambah bagi investornya, MVA menunjukkan kinerja perusahaan di masa sekarang pada periode tertentu, yang berarti jika nilai EVA perusahaan positif maka perusahaan berhasil menciptakan kekayaan atau nilai tambah bagi investornya dan dapat diprediksikan bahwa MVA akan bernilai positif karena keberhasilan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah. Selain itu, komponen ekuitas atau modal digunakan sebagai komponen pengurang dari EVA maupun MVA. Walaupun tidak bersifat langsung, ekuitas dalam EVA digunakan untuk penghitungan biaya modal, dan biaya modal adalah komponen pengurang dari NOPAT-nya. Sementara dalam MVA ekuitas merupakan komponen pengurang langsung dari nilai pasar perusahaan, sehingga dari penjelasan tersebut dapat diketahui memang EVA dan MVA bergerak searah dan hal ini menyebabkan EVA memiliki pengaruh positif terhadap MVA. Walaupun tidak berpengaruh langsung, dalam EVA, ekuitas digunakan dalam menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC) dan Invested Capital (IC), sementara WACC dan IC merupakan penyusun dari Cost of Capital (COC) yang digunakan sebagai pengurang NOPAT untuk mendapatkan nilai EVA. Sama seperti EVA, ekuitas juga memiliki pengaruh terhadap MVA, dalam hal ini berpengaruh langsung terhadap MVA, karena ekuitas merupakan komponen pengurang untuk mendapatkan nilai MVA, yaitu pengurangan nilai pasar dengan nilai buku ekuitasnya. Selain itu, EVA dan MVA merupakan metode pengukuran nilai tambah bagi investornya, dengan nilai EVA yang positif hal ini berarti perusahaan telah
69
berhasil menciptakan kekayaan atas modal yang diinvestasikan (wealth creating) oleh investornya atau dalam hal ini kinerja perusahaan adalah baik, sehingga akan menciptakan sentimen pasar yang positif terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan, yang merupakan salah satu komponen penting dalam penghitungan MVA. Selama periode penelitian, pada masing-masing tahunnya, MVA tidak selamanya mengalami kenaikan, terjadi fluktuasi nilai MVA pada periode September 2005 sampai Juni 2006 hal ini disebabkan harga saham yang berfluktuasi yang banyak dipengaruhi oleh faktor luar. Memasuki tahun 2005 sampai akhir 2006, nilai ROE pun mengalami fluktuasi karena beban bunga yang dikeluarkan perusahaan meningkat seiring dengan meningkatnya suku bunga di pasar dan kondisi makro ekonomi yang kurang stabil. Untuk ROE, komponen yang digunakan berupa net income tidak mempengaruhi langsung terhadap perubahan MVA-nya, sedangkan untuk komponen ekuitas samasama mempengaruhi ROE dan MVA yang bersifat searah, tetapi karena MVA lebih didominasi oleh komponen harga saham yang berfluktuasi dan dipengaruhi oleh faktor luar kendali manajemen perusahaan, sehingga ROE memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap MVA. Variabel ROA memiliki pengaruh positif terhadap MVA, dengan peningkatan ROA yang dicapai perusahaan, maka memiliki peluang yang besar terhadap respon positif terhadap harga saham perusahaan, yang merupakan komponen utama MVA. Selain itu, harga saham sendiri memiliki kondisi yang berfluktuasi dimana sangat dipengaruhi oleh ekonomi makro Indonesia seperti inflasi, selain itu juga faktor keamanan dan stabilitas politik yang sangat menentukan respon yang positif atau negatif terhadap harga suatu saham pada pasar modal. Dan memasuki tahun 2005 kondisi makro ekonomi yang dihadapi cukup berat, yang sangat mempengaruhi harga sahamnya. Sementara terjadi penurunan ROA pada tahun 2006, tetapi penurunan tersebut terus mengalami perbaikan sampai akhir 2006. Karena faktor eksternal yang lebih banyak berpengaruh terhadap MVA, maka ROA memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap MVA.
70
Tabel 15. Kekuatan korelasi EVA, ROE, EPS dan ROA terhadap MVA EVA ROE EPS ROA Pearson Correlation MVA 0,637 -0,351 0,249 -0,178 Sig. (1-tailed)
MVA
0,004
0,091
0,176
0,255
Sumber : Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA (diolah) Untuk kekuatan hubungan EVA terhadap MVA, dari output didapat p-value sebesar 0,004 atau lebih kecil dari level of significant (α) sebesar 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya EVA berkorelasi terhadap MVA. Koefisien korelasi yang terjadi sebesar 0,637 yang berarti korelasi antara dua variabel tersebut memiliki keeratan kuat. Untuk kekuatan hubungan antara ROE dan MVA, dihasilkan output uji korelasi ROE terhadap MVA yang hanya memiliki hubungan sebesar 35,9 persen yang berarti kekuatan keeratan yang lemah, dan bernilai negatif artinya memiliki reaksi yang negatif terhadap perubahan MVA dengan pvalue sebesar 0,091 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansinya yang sebesar 0,1, dan hal ini menggambarkan bahwa ROE tidak berkorelasi terhadap MVA. Untuk kekuatan hubungan, ROA hanya memiliki hubungan sebesar 17,8 persen yang berarti kekuatan keeratan yang sangat lemah, dan bernilai negatif artinya memiliki reaksi yang negatif terhadap perubahan MVA dengan p-value sebesar 0,255 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansinya yang sebesar 0,1, dan hal ini menggambarkan bahwa ROA tidak berkorelasi terhadap MVA. Untuk kekuatan hubungan, EPS hanya memiliki hubungan sebesar 24,9 persen yang berarti kekuatan keeratan yang lemah, dan bernilai positif artinya memiliki reaksi positif terhadap perubahan MVA dengan p-value sebesar 0,176 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansinya yang sebesar 0,1, dan hal ini menggambarkan bahwa EPS tidak berkorelasi terhadap MVA. Peningkatan nilai MVA dapat dilakukan melalui pemeliharaan pos-pos keuangan yang mempengaruhi EVA dan ROA karena memiliki pengaruh yang positif. Nilai EVA perusahaan harus ditingkatkan melalui peningkatan
71
NOPAT-nya, peningkatan dapat dilakukan dengan meningkatkan laba bersihnya atau dalam hal ini perusahaan perlu meningkatkan biaya bunganya. Laba bersihnya dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pendapatan bunga perusahaan yang merupakan komponen utama bagi laba perusahaan. Pendapatan bunga perusahaan dapat ditingkatkan melalui perluasan pemberian kredit bagi para nasabah perusahaan, hal ini sehubungan dengan diterbitkannya layanan Danamon Simpan Pinjam (DSP) pada Juni 2004 yang bergerak di bidang usaha mikro dan kecil. Dan penerbitan layanan tersebut membawa kontribusi dalam peningkatan pendapatan bunganya pada satu tahun pertama yaitu tahun 2005. Pada periode triwulan III 2005, peningkatan pendapatan bunga bersihnya sebesar 18 persen dari tahun lalu, hal ini disebabkan terjadi peningkatan pemberian kredit sebesar 38 persen dari tahun lalu sehingga meningkatkan margin bunga bersih yang salah satunya adalah pemberian kredit bagi perorangan dan UKM melalui layanan DSP. Selain itu yang perlu dilakukan
perusahaan
adalah
meningkatkan
biaya
bunga
melalui
penghimpunan sumber dana pihak ketiga yaitu tabungan dan giro karena NOPAT pada EVA selain dipengaruhi oleh laba bersihnya, biaya bunga juga memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan nilai EVA yang positif. Sedangkan untuk pemeliharaan nilai ROA, perusahaan perlu meningkatkan labanya melalui komponen utamanya berupa pendapatan bunga perusahaan. Sama halnya dengan EVA, peningkatan laba perusahaan dapat dilakukan melalui perluasan pemberian kredit microfinance melalui DSP yang berkontribusi bagi peningkatan laba perusahaan. Untuk komponen ROE yang berpengaruh negatif terhadap perubahan MVA-nya, perusahaan perlu menjaga nilai-nilai pos keuangan yang mempengaruhi ROE khususnya pada pos keuangan ekuitas, perusahaan perlu meningkatkan ekuitas dengan meningkatkan cadangan umum dan laba ditahan (retained earnings) perusahaan.
72
4.4. Pos-pos Keuangan yang Mempengaruhi Rasio Keuangan, EVA dan MVA Pos-pos keuangan yang dapat mempengaruhi rasio keuangan berbasis earning measures, EVA dan MVA adalah laba (baik laba sebelum pajak maupun laba bersih) dan ekuitas. Laba mempengaruhi rasio earning measures yaitu ROE, ROA, dan EPS, juga EVA. ROE merupakan salah satu jenis rasio keuangan yang membandingkan dua pos keuangan antara laba bersih dan ekuitas. Menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan keuntungan atas ekuitas yang dikelolanya. ROA merupakan rasio keuangan yang membandingkan laba sebelum pajak terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas penggunaan aktiva dalam kegiatan operasional sehari-harinya. Laba yang dipakai dalam perhitungan ini adalah laba sebelum pajak, karena hasil operasi yang diukur. Lalu EPS adalah laba bersih per saham yang berhasil dicapai perusahaan. Rasio ini menjadi salah satu pertimbangan penting seorang
investor
dalam
menilai
kinerja
perusahaan,
karena
rasio
menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dapat diberikan perusahaan kepada mereka. Sedangkan EVA didapat dari perhitungan selisih antara NOPAT (Net Operating Profit After Tax) dan biaya modal (Cost Of Capital atau COC). NOPAT didapat dari penjumlahan laba bersih dan biaya bunga. Besarnya laba bersih dipengaruhi oleh komponen utamanya yaitu pendapatan operasional (yang terdiri dari pendapatan bunga) dan pendapatan operasional lainnya yang menghasilkan pendapatan bunga bersih setelah dikurangi beban operasional dan operasional lainnya.
Sehingga jika terjadi peningkatan
pendapatan bunga bersih yang lebih besar dari bebannya, maka akan meningkatkan laba sebelum pajak dan laba bersih perusahaan. Untuk ekuitas, komponen tersebut mempengaruhi langsung terhadap perhitungan MVA dan ROE. Tetapi ekuitas tidak berpengaruh langsung terhadap perhitungan EVA, karena komponen ekuitas digunakan dalam perhitungan biaya modal (COC). Sementara itu, COC didapat dari perkalian antara Weighted Average Cost of Capital (biaya rata-rata modal tertimbang/WACC) dan Invested Capital (modal yang diinvestasikan).
73
Ekuitas dimasukkan dalam perhitungan IC karena IC dihitung melalui penjumlahan antara ekuitas dan kewajiban serta dikurangi hutang beban. Selain itu, ekuitas digunakan pula dalam perhitungan WACC, dalam WACC ekuitas diberi pembobotan atas aset yang dimiliki perusahaan lalu dikalikan dengan biaya modal atas saham biasa (Ke) sehingga didapat bobot biaya untuk ekuitas. Sehingga dengan meningkatnya ekuitas, akan berpeluang menurunkan EVA karena merupakan komponen pengurang NOPAT dalam mencari nilai EVA. Sementara untuk ROE, ekuitas berpengaruh langsung sebagai komponen pembagi dari laba bersihnya. Lalu untuk MVA, ekuitas merupakan komponen pengurang dari nilai pasar perusahaan yang merupakan perkalian antara harga saham dan jumlah saham yang beredar.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan 1. Sebagian besar kinerja Economic Value Added (EVA) Bank Danamon adalah baik, karena sebagian besar nilainya adalah positif yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya dan cenderung mengalami peningkatan. Tetapi terdapat periode yang berada pada posisi negatif yaitu Maret 2003 dan Maret 2005 yaitu sebesar Rp -1,194,634 dan Rp -153,387 (dalam jutaan). Lalu untuk nilai EVA terbesar terjadi pada periode Desember 2005 yaitu sebesar Rp 5.516.279 (dalam jutaan). 2. Nilai Market Value Added (MVA) yang dicapai Bank Danamon secara keseluruhan adalah positif, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sudah berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya dan memiliki rata-rata di tiap periodenya adalah Rp 11.139.697,53
(dalam jutaan).
Namun, memasuki tahun 2005 dan 2006 nilai MVA perusahaan mengalami fluktuasi karena kondisi makro ekonomi yang kurang stabil, sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan. 3. Dari pengujian regresi berganda, didapat hasil bahwa metode pengukuran yang berpengaruh dan berhubungan serta dapat menjelaskan terhadap perubahan MVA adalah EVA, ROE dan ROA yang dapat menjelaskan perubahan MVA sebesar 70,6 persen, EVA dan ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap MVA sementara ROE memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA . 2. Saran 1. Dalam menilai kinerja perusahaan, baik pihak perusahaan maupun investor perlu pula mempertimbangkan dan mengevaluasi menggunakan metode EVA dan MVA, karena metode ini dinilai dapat memberikan gambaran mengenai seberapa besar kemampuan perusahaan dapat menciptakan tambahan kekayaan bagi pemegang sahamnya. Perusahaan perlu lebih transparan dalam menyajikan laporan keuangannya, sehingga metode EVA dan MVA dapat diaplikasikan lebih optimal.
75
2. Meningkatkan laba perusahaan melalui peningkatan pendapatan bunga sebagai unsur utamanya, peningkatan pendapatan bunga dapat dilakukan dengan memperluas pemberian pinjaman kredit pada segmen microfinance yaitu Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba, selain itu perusahaan perlu mengurangi beban operasional lainnya. 3. Menjaga nilai ROE karena berpengaruh negatif terhadap MVA-nya karena peningkatan ROE akan berpengaruh pada penurunan MVA perusahaan. 4. Memelihara pos-pos keuangan yang mempengaruhi EVA dan ROA karena dengan peningkatan EVA dan ROA akan berpengaruh pada peningkatan MVA. 5. Penelitian ini menggunakan data time series yang hanya hanya terbatas pada analisis pengaruh variabel dengan jangka waktu 2003 sampai 2006, diharapkan pada penelitian selanjutnya data time series yang digunakan, melibatkan
pula
proyeksi
untuk
tahun
ke
depan.
DAFTAR PUSTAKA Biro Riset Infobank (Jakarta). 2004. Financial performance of the top 10 banks in Indonesia 2003-2004. Majalah Infobank No. 308 November 2004. Biro Riset Infobank (Jakarta). 2006. Rating 131 Bank di Indonesia per Desember 2004-2005. Majalah Infobank No. 327 Juni 2006. Brigham, E.F dan Joel F. Houston. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Budiharti, L. 2006. Kinerja Keuangan (Analisis Pengaruh Rasio Keuangan terhadap EVA dan EVA terhadap MVA) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk”. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Darsono. 2006. Manajemen Keuangan Pendekatan Praktis. Jakarta : Diadit Media. Dendawijaya, L. 2000. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta : Ghalia Pustaka. Fardiansyah, T. 2003. Betulkah EVA Mengukur Penciptaan Nilai?. dalam Swasembada. WWW Google 2003 (berkala sambung jaring). http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=1490 [8 Februari 2007]. Hansen, D.R dan Maryanne M. Mowen. 2005. Akuntansi Manajemen Jilid 1. Jakarta : Salemba Empat. Husnan, S dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Imamah, H. 2005. Kinerja Keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 2003-2004 (Hubungan Rasio Keuangan Dengan Economic Value Added-EVA). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iramany dan Erie Febrian. 2005. Financial Value Added : Suatu Paradigma Dalam Pengukuran Kinerja Dan Nilai Tambah Perusahaan. Di dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra. Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta : Rajawali Pers. Keown, John D. Martin, dkk. 2004. Manajemen Keuangan : Prinsip dan Aplikasi Jilid 1. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia.
77
Makelainen, E. Economic Value Added As a Management Tools. WWW Google 1998 (berkala sambung jaring). http//evanomics.com/evastudy.shtml [8 Februari 2007]. Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Poerasdisastra, T. 2003. Menelanjangi Fatamorgana Laba Perusahaan.WWW Google 2003 (berkala sambung jaring). http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=1491 [8 Februari 2007]. Pradhono. 2004. Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earnings dan Arus Kas Operasi terhadap Return yang Diterima Oleh Pemegang Saham. Di dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. VII No. 2. 140-166. Riyadi, S. 2004. Banking Assets and Liability Management. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sarjito, I. 2004. Prospek Perbankan 2005. Di Dalam Jurnal Economic Review No.198. 6-9. WWW Google 2003 (berkala sambung jaring). www.bni.co.id/Portals/0/Document/18%20Perbankan.pdf. [8 Februari 2007] Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogya : BPFE. Stewart, S and Co. 2000. EVA and Strategy. WWW Google 2000 (berkala sambung jaring). http://www.sternstewart.com/content/evaluation/info/042000.pdf [8 Februari 2007]. Sundjaya, R.S dan Inge Barlian. 2003. Manajemen Keuangan Buku 1. Jakarta : Literata Lintas Media. Taufik. 2001. Penerapan EVA Mancanegara. WWW Google 2001 (berkala sambung jaring). http://www.markplusnco.com/download/penerapan_EVA_mancanegara.pdf [8 Februari 2007]. Tunggal, A.W. 2001. Economic Value Added Teori, Soal dan Kasus. Jakarta : Harvarindo.
78
Turangan, J.A. 2003. Economic Value Added dan Market Value Added : Model Peramalan Kesejahteraan Pemegang Saham. Jurnal Akuntansi Vol. VIII No.2. 140-155. Utama, S. 1997. Economic Value Added : Pengukur Penciptaan Nilai Perusahaan. Majalah Usahawan No. 04 TH XXVI April 1997. Hal 10-13. Utomo, L.L. 1999. Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja Manajemen Perusahaan. Di dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. I No.1. 28 – 42. Weston, J.F. dan Thomas E. Copeland. 1997. Manajemen Keuangan Jilid 2. Jakarta : Binarupa Aksara. Yusbardini. 2004. Perbandingan Penggunaan Metode ROE dan EVA dalam Menilai Kinerja Perusahaan. Di dalam Jurnal Akuntansi Vol VIII no. 2 . 140-154.
AKTIVA Kas Giro pada Bank Indonesia Giro pada Bank Lain-Penyisihan
2003 Maret
Juni
2004
September
Desember
Maret
Juni
September
Desember
765.670
781.085
691.914
1.011.973
729.129
639.833
681.067
753.258
1.719.295
1.766.458
1.628.022
2.152.945
1.982.906
1.820.184
2.461.635
2.662.100
288.756
665.780
3.148.421
669.568
340.180
645.553
2.344.614
324.216 2.251.665
1.336.177
2.065.722
2.643.620
3.091.380
967.121
721.126
5.923.652
8.454.697
4.881.016
4.463.075
6.443.853
3.392.959
2.647.273
3.528.222
-
296.779
-
-
23.661
10.075
-
20.245
10
20
107
724
943
10.105
6.091
22.986
Pinjaman yang DiberikanPenyisihan Piutang Pembiayaan KonsumenPenyisihan Tagihan Akseptasi-Penyisihan
18.731.481
19.548.416
19.017.903
18.276.384
18.459.999
20.300.773
23.793.607
27.732.575
-
-
-
-
1.068.289
724.637
845.812
374.837
398.977
427.689
412.112
446.253
496.980
484.280
517.049
Obligasi Pemerintah
14.134.828
13.264.479
14.391.984
21.233.696
18.881.066
18.268.634
18.405.823
17.324.189
Pajak Dibayar Dimuka
2.889
3.486
3.727
3.727
3.744
19.884
34.745
-
Penyertaan-Penyisihan
39.439
37.982
37.934
40.915
42.369
67.020
66.958
76.623
-
-
-
-
-
608.815
608.815
608.815
Aktiva Tetap-PPAP
656.027
519.279
614.171
615.353
606.876
685.000
727.399
1.297.171
Aktiva Pajak Tangguhan
302.193
300.723
281.085
285.634
90.110
76.046
68.199
178.626
1.855.754
1.513.380
1.409.093
1.454.003
1.383.680
1.923.278
2.322.012
1.877.417
47.193.494
49.461.642
45.009.578
52.681.943
54.886.630
53.148.823
54.339.842
58.811.785
Penempatan pada Bank LainPenyisihan Efek-efek-PPAP Efek (Repo) Tagihan Derivatif-Penyisihan
Goodwill
Aktiva Lain-lain-PPAP TOTAL AKTIVA
342.805
Lampiran 1. Laporan neraca triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk 2003-2006
Keterangan
79
Kewajiban Akseptasi Obligasi yang Diterbitkan Pinjaman yang Diterima Hutang Pajak Penyisihan Kerugian atas Transaksi pada Rek.Administratif Penyisihan Kerugian atas Komitmen dan Kontinjensi Kewajiban Derivatif Kewajiban Pajak Tangguhan Beban yang Masih Harus Dibayar Pinjaman Subordinasi Modal Pinjaman Jumlah Kewajiban Hak Minoritas Ekuitas Total Kewajiban dan Ekuitas
2003 September
Desember
Maret
Juni
2004 September
Maret
Juni
Desember
176.391 34.424.478 868.019 1.500.000 -
369.960 35.794.644 1.644.580 1.500.000 -
222.977 32.064.770 703.408 1.000.000 -
114.019 39.799.609 420.950 1.000.000 -
121.637 38.708.537 420.725 1.000.000 -
124.486 35.932.684 691.650 1.000.000 -
132.955 35.730.459 1.430.356 1.000.000 -
112.317 40.282.715 1.040.445 1.000.000 -
379.277 1.507.424 6.156
403.007 984.215 6.082
434.968 1.034.083 5.911
419.309 1.213.564 7.132
452.076 1.261.139 13.060
502.696 1.759.157
489.938 1.472.300 60.981
522.884 493.422 1.294.445 252.123
366.636
367.345
367.031
367.030
342.098
51.520 342.921
344.023
346.432
-
-
-
-
-
-
-
-
1 2.182.266 703.469 155.000 42.269.117 1.755 4.922.622 47.193.494
74 2.379.112 703.469 155.000 44.307.488 1.130 5.153.024 49.461.642
124 2.701.844 702.688 155.000 39.392.804 1.165 5.615.609 45.009.578
9.799 1.652.491 699.767 155.000 45.858.670 1.074 6.822.199 52.681.943
1.459 2.189.122 3.265.227 155.000 47.930.080 1.029 6.955.521 54.886.630
11.607 1.616.994 3.511.977 155.000 45.700.692 95.344 7.352.787 53.148.823
16.694 1.808.658 3.438.477 155.000 46.079.841 116.366 8.143.635 54.339.842
6.237 76.846 1.828.630 3.469.587 155.000 50.891.083 126.739 7.803.943 58.811.765
Lanjutan lampiran 1. Laporan neraca triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk 2003-2006
Keterangan PASIVA Kewajiban Kewajiban Segera Simpanan Nasabah Simpanan dari Bank Lain Repo Pendapatan Premi Tangguhan Premi yang Belum Merupakan Pendapatan
80
AKTIVA Kas
2005 Maret
Juni
2006
September
Desember
Maret
Juni
September
Desember
719.330
703.661
723.070
640.044
738.254
718.071
779.358
832.583
3.094.795
3,867,191
3.351.010
3.563.314
3.551.766
6.320.336
3.640.298
3.949.723
761.669
514.810
410.574
1.156.922
501.491
462.430
1.329.572
570.047
1.042.383
3.620.052
4.932.188
5.403.724
3.999.444
2.294.651
5.485.594
4.986.250
1.901.142
2.440.692
1.282.150
2.475.564
3.918.524
5.080.423
4.295.863
6.012.055
-
17.741
44.550
-
18.854
44.988
74.649
-
33.994
62.915
152.447
134.722
177.881
199.628
84.648
110.047
Pinjaman yang Diberikan-PPAP
29.115.448
32.253.510
34.673.226
34.973.862
34.622.419
35.796.529
37.814.392
39.746.644
Piutang Pembiayaan KonsumenPenyisihan Piutang Premi
874.997
835.092
764.499
740.446
859.607
1.538.707
1.766.918
1.782.402
-
-
-
-
23.531
23.413
26.913
Tagihan Akseptasi-Penyisihan
534.710
671.568
649.362
516.572
534.249
613.730
620.648
613.057
18.033.084
16.011.389
14.798.470
14.102.005
16.569.438
17.152.941
16.309.129
18.702.292
Pajak Dibayar Dimuka
15.028
-
8.110
-
24.930
67.121
-
-
Penyertaan-Penyisihan
81.936
44.880
31.664
11.958
11.958
12.054
12.052
12.052
587.072
-
521.841
521.841
500.098
459.162
438.290
417.419
1.340.760
1.393.418
1.433.804
1.480.028
1.459.887
1.498.803
1.578.828
1.574.536
121.407
106.288
70.099
153.734
134.774
123.499
92.087
40.253
2.264.413
1.912.534
2.131.631
1.928.518
3.134.191
1.381.310
2.871.312
2.696.414
60.522.168
65.021.069
65.978.695
67.803.454
70.757.765
74.530.725
77.250.402
82.072.687
Giro pada Bank Indonesia Giro pada Bank Lain-Penyisihan Penempatan pada Bank LainPenyisihan Efek-efek-Penyisihan Efek (Repo) Tagihan Derivatif-Penyisihan
Obligasi Pemerintah
Goodwill Aktiva Tetap-PPAP Aktiva Pajak Tangguhan Aktiva Lain-lain-PPAP TOTAL AKTIVA
Lanjutan lampiran 1. Laporan Neraca Triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk 2003-2006
Keterangan
81
2005 Maret
Juni
2006 September
Desember
Maret
Juni
September
Desember
168.939 36.575.562 1.732.328 2.449.493 -
154.243 43.047.370 2.598.143 2.875.000 -
161.866 43.386.861 3.432.032 2.875.000 -
158.154 44.350.482 3.925.961 2.875.000 -
139.578 45.177.074 4.724.925 2.875.000 -
4.948.601 43.671.666 4.098.305 4.000.000 203.049 126.067
146.605 50.048.306 4.327.652 4.000.000 209.491 129.208
169.151 54.194.256 4.769.254 4.000.000 223.580 138.699
Kewajiban Akseptasi Obligasi yang Diterbitkan Pinjaman yang Diterima Hutang Pajak Penyisihan Kerugian atas Transaksi pada Rek.Administratif Penyisihan Kerugian atas Komitmen dan Kontinjensi
540.661 493.926 1.378.223 158.552 347.525
678.798 494.430 1.114.597 232.942 115.004
655.604 494.934 886.139 92.562 80.630
521.992 495.438 1.114.839 153.892 -
539.646 495.942 1.192.125 58.303 83.040
619.930 1.275.010 637.038 -
643.998 1.234.903 486.164 68.497 -
619.276 1.193.890 1.028.329 167.039 -
-
-
-
83.259
-
22.796
86.579
26.287
Kewajiban Derivatif Kewajiban Pajak Tangguhan Beban yang Masih Harus Dibayar Pinjaman Subordinasi Modal Pinjaman Jumlah Kewajiban Hak Minoritas Ekuitas Total Kewajiban dan Ekuitas
10.451 92.340 1.529.504 3.522.636 155.000 52.155.160 154.533 8.212.475 60.522.168
34.398 102.323 1.468.735 3.607.263 155.000 56.678.246 110.519 8.232.304 65.021.069
105.871 107.281 1.407.284 3.786.660 155.000 57.609.724 140.467 8.228.504 65.978.695
75.485 112.334 1.392.860 3.628.474 155.000 59.043.170 171.331 8.588.953 67.803.454
213.076 105.861 2.444.742 3.394.161 155.000 61.598.475 200.625 8.958.665 70.757.765
230.885 99.856 2.708.317 3.453.837 155.000 66.250.357 178.108 8.102.260 74.530.725
216.868 96.798 2.882.695 3.443.025 155.000 68.175.789 202.617 8.871.996 77.250.402
184.361 139.267 2.003.480 3.373.940 155.000 72.385.809 244.951 9.441.927 82.072.687
Lanjutan lampiran 1. Laporan Neraca Triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk 2003-2006
Keterangan PASIVA Kewajiban Kewajiban Segera Simpanan Nasabah Simpanan dari Bank Lain Repo Pendapatan Premi Tangguhan Premi yang Belum Merupakan Pendapatan
82
2003
2004
Maret
Juni
September
1.483.175 106.654 980.677 609.152
2.972.311 225.113 1.970.493 1.226.931
4.372.225 374.038 2.639.222 2.107.041
28.746 1.652
794 -8.147
133.588 939 164.925
Desember
Maret
Juni
September
Desember
5.789.427 498.090 3.271.091 3.016.426
1.410.135 113.427 579.467 944.095
3.147.178 336.287 1.206.339 2.277.126
4.721.414 511.798 1.821.867 3.411.345
6.394.789 568.404 2.439.719 4.543.474
208.753 75.657
795.799 -12.438
187.627 -8.407
242.651 -30.397
269.555 2.621
430.072 -33.847
282.736 150 918 276.451
431.455 3.060 1.159 720.084
514.221 3.068 1.285 1.301.935
77.160 885 257.265
20.422 397 66.850 299.923
145.980 414 1.137 419.707
260.338 508 677.071
132.208 156.163 458.796 788
302.892 324.191 528.787 3.923
508.455 485.084 752.562 2.110
861.136 734.256 1.323.671 2.018
222.597 220.110 42.268 662
519.921 478.958 34.604 762
766.142 748.909 -250.715 1.925
896.314 1.129.288 -400.882 4.186
-256.615
-274.277
-6.869
14.494
4.591
6.525
31.443
63.200
7.894 499.234 274.843 23.695 -2.109 21.586 296.429 -26.637 269.792 37 269.829
19.999 905.515 597.867 76.639 -31.616 45.023 642.890 -28.107 614.783 176 614.959
28.138 1.783.218 1.043.907 95.207 -48.476 46.731 1.090.638 -47.745 1.042.593 141 1.043.034
40.902 2.976.477 1.341.884 295.821 -65.165 230.656 1.572.540 -43.196 1.529.344 232 1.529.576
4.081 494.309 707.051 29.526 -38.332 -8.806 698.245 -195.389 502.856 45 502.901
22.456 1.063.226 1.513.823 139.197 -75.108 64.089 1.577.912 -433.708 1.144.204 -42.929 1.101.275
27.761 1.325.465 2.505.587 52.659 -112.008 -59.349 2.446.238 -628.951 1.817.287 -63.951 1.753.336
32.988 1.727.094 3.493.451 219.484 -334.699 -115.215 3.378.236 -894.821 2.483.415 75.336 2.408.079
Lampiran 2. Laporan laba rugi triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 2003-2006
KETERANGAN Pendapatan dan Beban Operasional Pendapatan Bunga : 1. Hasil Bunga 2. Provisi dan Komisi Jumlah Beban Bunga,Provisi dan Komisi Pendapatan Bunga Bersih Pendapatan Operasional Lainnya : 1. Keuntungan Penjualan Efek 2. Keuntungan/(Kerugian) transaksi mata uang asing-bersih 3. Imbalan jasa 4. Pendapatan Dividen 5. Lain-lain Jumlah Pendapatan Operasional Lainnya Beban Operasional Lainnya : 1. Beban Umum dan Administratif 2. Beban Tenaga Kerja dan Tunjangan 3. Penyisihan Kerugian atas Aktiva Prod. 4. Penyisihan Kerugian atas Transaksi pd Rek. Administratif 5. Keuntungan Kenaikan/(Kerugian) Nilai Wajar Efek 6. Lain-lain Jumlah Beban Operasional Lainnya Pendapatan Operasional Bersih Pendapatan Non Operasional Beban Non Operasional Pendapatan/(Beban) Non Operasional Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Setelah Pajak Hak Minoritas atas Laba/(Rugi) Bersih Laba Bersih
83
2005
2006
Maret
Juni
September
Desember
Maret
Juni
September
Desember
1.804.432 195.130 768.967 1.230.595
3.717.883 254.361 1.458.398 2.513.846
5.792.295 381.321 2.341.891 3.831.725
8.129.133 663.780 3.882.368 4.910.545*
2.519.268 193.067 1.394.169 1.316.169
5.172.613 336.662 2.735.281 2.847.742**
7.994.804 768.444 4.302.132 4.557.301*
10.895.958 788.049 5.690.278 6.135.453*
165.174 13.794
356.223 19.914
452.959 22.873
445.366 -
118.323 10.771
-
204.890 -92.630
307.275 -
60.187 239.155
121.516 497.656
190.484 2.961 669.277
584.628 3.020 1.033.014
95.852 18 224.964
202.130 334.702 536.832
371.457 3.348 487.065
797.174 3.512 1.107.961
247.496 380.767 -223.097 1.033
524.769 758.572 -382.962 -129
840.100 1.151.073 -445.018 14.061
1.232.156 1.690.584 -210.214 -
319.392 446.188 210.817 688
615.732 910.172 -
1.027.304 1.374.671 833.605 4.052
1.468.221 1.887.971 1.025.942 -
4.595
2.065
-1.914
-134.965
4.675
-31.800
671
130.387
6.005 416.799 1.052.951 19.794 77.715 -57.921 995.030 -327.442 667.588 -27.792 639.796
10.885 913.180 2.098.322 38.275 -185.670 -147.395 1.950.927 -607.721 1.343.206 -58.279 1.284.927
20.051 1.578.353 2.922.649 150.589 -331.288 -180.699 2.741.950 -764.613 1.977.337 88.227 1.889.110
91.495 2.669.056 3.274.503 223.594 -499.853 -276.259 2.998.244 -875.954 2.122.290 -119.092 2.003.198
10.935 992.695 550.435 8.420 133.269 -124.849 425.586 -145.681 279.905 -29.294 250.611
154.902 1.712.606 1.069.221 46.575 240.873 -194.296 874.923 262.033 612.890 -54.757 558.133
40.518 3.280.821 1.763.545 108.382 -433.263 -324.881 1.438.664 997.602 997.602 -83.531 914.071
181.930 4.694.451 2.548.963 151.220 -596.942 -445.722 2.103.241 -652.328 1.450.913 -125.581 1.325.332
Lanjutan lampiran 2. Laporan laba rugi triwulanan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk 2003-2006
KETERANGAN Pendapatan dan Beban Operasional Pendapatan Bunga : 3. Hasil Bunga 4. Provisi dan Komisi Jumlah Beban Bunga,Provisi dan Komisi Pendapatan Bunga Bersih Pendapatan Operasional Lainnya : 1. Keuntungan Penjualan Efek 2. Keuntungan/(Kerugian) transaksi mata uang asing-bersih 3. Imbalan jasa 4. Pendapatan Dividen 5. Lain-lain Jumlah Pendapatan Operasional Lainnya Beban Operasional Lainnya : 1. Beban Umum dan Administratif 2. Beban Tenaga Kerja dan Tunjangan 3. Penyisihan Kerugian atas Aktiva Prod. 4. Penyisihan Kerugian atas Transaksi pd Rek. Administratif 5. Keuntungan Kenaikan/(Kerugian) Nilai Wajar Efek 6. Lain-lain Jumlah Beban Operasional Lainnya Pendapatan Operasional Bersih Pendapatan Non Operasional Beban Non Operasional Pendapatan/(Beban) Non Operasional Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Setelah Pajak Hak Minoritas atas Laba/(Rugi) Bersih Laba Bersih
Ket : * Pendapatan bunga bersih dan pendapatan underwriting; ** Pendapatan bunga bersih, underwriting dan syariah
84
85
Lampiran 3. Daftar harga saham Bank Danamon 2003-2006 Bulan
2003
2004
2005
2006
Januari
800
2.275
4.175
4.650
Februari
1.025
2.775
4.775
4.275
Maret
1.350
2.775
4.750
4.800
April
1.400
3.275
4.650
5.150
Mei
1.275
2.975
4.825
4.600
Juni
1.575
2.825
5.050
3.975
Juli
1.425
3.200
5.600
4.250
Agustus
1.475
3.350
4.500
4.900
September
1.750
3.725
4.025
5.300
Oktober
1.825
3.575
3.925
5.950
November
1.775
4.350
3.900
6.250
Desember
2.025
4.375
4.750
6.750
Lampiran 4. Daftar Indeks Harga Saham Gabungan (2003-2006) Bulan
2003
2004
2005
2006
Januari
388,443
752,932
1045,435
1232,321
Februari
399,22
761,081
1073,828
1230,664
Maret
398,004
735,677
1080,165
1322,974
April
450,861
783,413
1029,613
1464,406
Mei
494,776
732,516
1088,169
1329,996
Juni
505,499
732,401
1122,376
1310,263
Juli
507,985
756,983
1182,301
1351,649
Agustus
529,675
754,704
1050,09
1431,262
September
597,652
820,134
1079,275
1534,615
Oktober
627,834
860,487
1066,224
1582,626
November
617,084
977,767
1096,641
1718,961
Desember
691,895
1000,233
1117,812
1805,523
86
Lampiran 5. Daftar suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) per bulan 20032006 (dalam persen) Bulan
2003
2004
2005
2006
Januari
12,69
7,86
7,42
12,75
Februari
12,24
7,7
7,43
12,74
Maret
11,4
7,42
7,44
12,73
April
11,06
7,33
7,7
12,74
Mei
10,44
7,32
7,95
12,5
Juni
9,53
7,34
8,25
12,5
Juli
9,1
7,36
8,49
12,25
Agustus
8,91
7,37
9,51
11,75
September
8,66
7,39
10
11,25
Oktober
8,48
7,41
11
10,75
November
8,49
7,41
12,25
10,25
Desember
8,31
743
12,75
9,75
Lampiran 6. Nilai rasio keuangan, Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) Periode Maret 2003 Juni 2003 September 2003 Desember 2003 Maret 2004 Juni 2004 September 2004 Desember 2004 Maret 2005 Juni 2005 September 2005 Desember 2005 Maret 2006 Juni 2006 September 2006 Desember 2006
ROE (%) 24,80 26,50 29,60 31,40 34,40 35,20 37,80 38,60 34,20 34,30 33,20 24,20 11,4 12,70 14,10 15,10
ROA (%) 2,50 2,70 3,10 3,20 3,80 4,20 4,40 4,50 4,20 4,20 4,00 3,10 1,40 1,60 1,70 1,80
EPS 54,99 125,32 212,57 311,72 102,49 224,43 357,32 490,75 130,39 261,86 384,68 407,71 50,93 113,64 185,61 268,91
EVA -1.194.634 27.755 1.383.952 2.028.550 149.640 1.397.188 2.647.461 3.841.440 1.080.740 2,389,637 3.871.798 5.516.279 -153.387 1.437.379 3.258.247 4.908.250
MVA 1.635.479 2.498.094 2.885.633 3.014.953 6.525.020 6.370.647 9.951.867 13.449.163 14.928.484 16.370.189 11.380.414 14.552.006 14.530.417 11.349.636 17.063.866 23.589.595
87
Lampiran 7. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA Correlations Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
MVA EPS EVA ROE ROA MVA EPS EVA ROE ROA MVA EPS EVA ROE ROA
MVA 1.000 .249 .637 -.351 -.178 . .176 .004 .091 .255 16 16 16 16 16
EPS .249 1.000 .823 .468 .527 .176 . .000 .034 .018 16 16 16 16 16
EVA .637 .823 1.000 .018 .136 .004 .000 . .473 .308 16 16 16 16 16
ROE -.351 .468 .018 1.000 .975 .091 .034 .473 . .000 16 16 16 16 16
ROA -.178 .527 .136 .975 1.000 .255 .018 .308 .000 . 16 16 16 16 16
Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered ROA, EVA, a EPS, ROE
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: MVA
Model Summary b Model 1
R .887a
R Square .787
Adjusted R Square .709
Std. Error of the Estimate 3414407.052
DurbinWatson 1.945
a. Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROE b. Dependent Variable: MVA
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5E+014 1E+014 6E+014
df 4 11 15
Mean Square 1.182E+014 1.166E+013
F 10.135
Sig. .001a
a. Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROE b. Dependent Variable: MVA
Coefficientsa
Model 1
(Constant) EPS EVA ROE ROA
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1E+007 3249301 -22258.7 20999.005 2.546 1.434 -1566684 610529.5 1E+007 4725223
a. Dependent Variable: MVA
Standardized Coefficients Beta -.467 .763 -2.313 2.221
t 3.948 -1.060 1.775 -2.566 2.726
Sig. .002 .312 .103 .026 .020
Collinearity Statistics Tolerance VIF .100 .105 .024 .029
10.008 9.511 41.878 34.205
88
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: MVA 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Scatterplot
Dependent Variable: MVA
Regression Studentized Residual
2
1
0
-1
-2 -2
-1
0
1
Regression Standardized Predicted Value
2
89
Lampiran 8. Output regresi berganda rasio keuangan (ROE dan ROA) dan EVA terhadap MVA (Backward Elimination) Correlations Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
MVA 1.000 .249 .637 -.351 -.178 . .176 .004 .091 .255 16 16 16 16 16
MVA EPS EVA ROE ROA MVA EPS EVA ROE ROA MVA EPS EVA ROE ROA
Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered ROA, EVA, EPS, ROE
Variables Removed a
EVA .637 .823 1.000 .018 .136 .004 .000 . .473 .308 16 16 16 16 16
ROE -.351 .468 .018 1.000 .975 .091 .034 .473 . .000 16 16 16 16 16
ROA -.178 .527 .136 .975 1.000 .255 .018 .308 .000 . 16 16 16 16 16
b
Method .
Enter
2
.
EPS .249 1.000 .823 .468 .527 .176 . .000 .034 .018 16 16 16 16 16
Backward (criterion: Probabilit y of F-to-remo ve >= . 100).
EPS
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: MVA
Model Summary c Model 1 2
R .887a .875b
R Square .787 .765
Adjusted R Square .709 .706
a. Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROE b. Predictors: (Constant), ROA, EVA, ROE c. Dependent Variable: MVA
Std. Error of the Estimate 3414407.052 3431942.259
DurbinWatson 1.680
90
ANOVA c Model 1
2
Sum of Squares 5E+014 1E+014 6E+014 5E+014 1E+014 6E+014
Regression Residual Total Regression Residual Total
df 4 11 15 3 12 15
Mean Square 1.182E+014 1.166E+013
F 10.135
Sig. .001a
1.532E+014 1.178E+013
13.004
.000b
a. Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROE b. Predictors: (Constant), ROA, EVA, ROE c. Dependent Variable: MVA
Coefficients
Model 1
2
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1E+007 3249301 -22258.7 20999.005 2.546 1.434 -1566684 610529.5 1E+007 4725223 1E+007 2907561 1.143 .553 -1934084 505183.1 1E+007 4365792
(Constant) EPS EVA ROE ROA (Constant) EVA ROE ROA
Standardized Coefficients Beta
a
t
-.467 .763 -2.313 2.221 .342 -2.856 2.561
3.948 -1.060 1.775 -2.566 2.726 4.952 2.065 -3.828 3.402
Collinearity Statistics Tolerance VIF
Sig. .002 .312 .103 .026 .020 .000 .061 .002 .005
.100 .105 .024 .029
10.008 9.511 41.878 34.205
.714 .035 .035
1.401 28.381 28.902
a. Dependent Variable: MVA
Collinearity Diagnosticsa
Model 1
2
Dimension 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Eigenvalue 4.480 .420 .079 .019 .001 3.553 .379 .065 .002
Condition Index 1.000 3.267 7.509 15.355 58.836 1.000 3.060 7.373 44.997
(Constant) .00 .01 .56 .24 .18 .01 .01 .93 .05
Variance Proportions EPS EVA ROE .00 .00 .00 .00 .07 .00 .05 .02 .00 .67 .47 .00 .28 .44 .99 .02 .00 .67 .00 .03 .01 .29 .99
ROA .00 .00 .00 .03 .97 .00 .00 .01 .99
a. Dependent Variable: MVA
Excluded Variablesb
Model 2
EPS
Beta In -.467a
t -1.060
Sig. .312
Partial Correlation -.304
a. Predictors in the Model: (Constant), ROA, EVA, ROE b. Dependent Variable: MVA
Collinearity Statistics Minimum Tolerance VIF Tolerance .100 10.008 .024
91
Scatterplot
Dependent Variable: MVA
2
1
0
-1
-2 -2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: MVA 1.0
0.8
Expected Cum Prob
Regression Studentized Residual
3
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
0.8
1.0