1
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP VOLUNTARY CORPORATE GOVERNANCE DISCLOSURE ANYTA Universitas Diponegoro Semarang SITI MUTMAINAH Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT The focus of this research is to test a set of corporate governance mechanisms that include ownership structure and control mechanisms of the organ of the company to the level of voluntary corporate governance disclosure in Indonesia. Ownership structure features and control mechanism over corporate organs, including (1) the concentration of ownership, (2) institutional ownership, (3) the percentage of tradable shares, (4) the proportion of independent commissioners, and (5) the independence of the audit committee. The determination of samples in this study using purposive sampling method. A total of 74 annual reports of companies analyzed and determined the relative disclosure index. Regression analysis showed that the percentage of tradable shares (public ownership) is the only independent variable that has a positive and significant, while the other independent variables showed no significant effect. This study provides empirical evidence for policy makers and regulators of Indonesia to improve the corporate governance mechanisms and transparency of public companies. These findings also contribute to improving the understanding of disclosure behavior among companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI).
Keywords:
Corporate Governance Mechanism, Voluntary Disclosure, Annual Report, Relative Disclosure Index
2
PENDAHULUAN Transparansi dan distribusi informasi yang merata di kalangan pelaku pasar modal pada umumnya, dan investor pada khususnya, akan sangat menentukan keefektifan fungsi pasar modal. Menurut Ho dan Wong (2001), krisis keuangan Asia pada tahun 1997 tidak hanya diakibatkan oleh hilangnya kepercayaan investor, tetapi juga dari kurangnya tata kelola perusahaan yang efektif dan transparansi pada banyak pasar keuangan Asia dan perusahaan individu di akhir tahun 1990-an. Berbagai kasus kegagalan dan skandal perusahaan besar baik di dalam maupun di luar negeri, serta krisis keuangan global tahun 2008 telah mendorong investor untuk lebih memperhatikan pengungkapan informasi perusahaan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Secara umum diketahui bahwa pengungkapan (disclosure) merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam sistem tata kelola perusahaaan, yakni transparansi. Pengungkapan wajib ataupun pengungkapan sukarela adalah cara yang efektif untuk mempublikasikan informasi terkait kondisi perusahaan kepada
para
stakeholder
(pemangku
kepentingan).
Kusumawati
(2007)
menyatakan bahwa, “any information published to the market could create market perception which, afterwards, could give an advantage or disadvantage for the company itself.” Maksudnya, setiap informasi yang dipublikasikan ke pasar dapat membentuk persepsi pasar yang, setelah itu, dapat memberikan keuntungan ataupun kerugian bagi perusahaan. Tjager,dkk. (2003) dalam Arifin (2005) menyatakan bahwa istilah Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report.
Dalam
perkembangannya terdapat beragam definisi terkait CG, baik yang dilandasi oleh teori pemegang saham (shareholding theory) maupun teori stakeholder (stakeholding theory). CG merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan kepercayaan investor. CG
3
melibatkan satu set hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. CG juga memberikan struktur dimana tujuan perusahaan ditetapkan, dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut serta pemantauan kinerja yang telah ditentukan (OECD Principles of Corporate Governance, 2004). Dari penjelasan tersebut tampak bahwa esensi CG yang dikemukakan dalam OECD Principles of Corporate Governance 2004 berlandaskan pada teori stakeholder (stakeholding theory). Demikian halnya dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). KNKG (sebelumnya KNKCG atau Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, 1999) merupakan komite yang dibentuk pemerintah Indonesia berdasarkan
Keputusan
Menko
KEP/31/M.EKUIN/08/1999
yang
Bidang
Perekonomian
kemudian
direvisi
Nomor: dalam
KEP/49/M.EKON/11/2004. Komite inilah yang bertugas merekomendasikan dan mengeluarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia (terakhir direvisi tahun 2006). Pedoman Umum GCG yang dikeluarkan KNKG (2006) ini bukanlah merupakan peraturan perundangan, sehingga masing-masing perusahaan diharapkan mempraktekkan GCG atas dasar kesadaran sendiri. Akan tetapi prinsip-prinsip yang termuat dalam Pedoman Umum GCG ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi regulator (BAPEPAM, BAPEPAM-LK, dan BEI) dalam menetapkan peraturan-peraturan sehingga mendukung meluasnya praktek GCG di Indonesia. Good Corporate Governance (GCG) harus memberikan insentif yang tepat bagi manajemen dan dewan
guna mencapai tujuan yang menjadi
kepentingan perusahaan dan para pemegang saham, serta harus memfasilitasi pengawasan yang efektif. Adanya sistem tata kelola perusahaan yang efektif, dalam sebuah perusahaan individu dan suatu perekonomian secara keseluruhan, membantu menyediakan level kepercayaan yang diperlukan untuk berfungsinya ekonomi pasar. Akibatnya, biaya modal menjadi lebih rendah dan perusahaan
4
didorong untuk menggunakan sumber daya secara lebih efisien, sehingga mendasari pertumbuhan (OECD Principles of Corporate Governance, 2004). Menyadari pentingnya mekanisme CG dan kecukupan pengungkapan CG , adalah penting untuk melakukan studi yang memfokuskan
pada tingkat
pengungkapan praktek CG antara perusahaan di Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor KEP134/BL/2006, Peraturan Nomor X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik, di mana terdapat ketentuan umum mengenai bentuk dan isi laporan tahunan, yang salah satunya mewajibkan perusahaan publik untuk memuat uraian singkat mengenai pelaksanaan praktik tata kelola perusahaan. Penelitian yang menguji pengaruh mekanisme CG terhadap tingkat pengungkapan praktek CG telah dilakukan oleh Yuen, et al. (2009) di China, serta Mohammad dan Sulong (2010) di Malaysia. Penelitian Yuen, et al. (2009) memfokuskan tingkat pengungkapan praktek CG pada item pengungkapan yang bersifat sukarela (Voluntary CG Disclosure). Di Indonesia, penelitian mengenai tingkat pengungkapan praktek CG telah dilakukan oleh Kusumawati (2007), Safitri (2008), dan Rini (2010). Akan tetapi ketiga penelitian tersebut tidak memisahkan antara item pengungkapan wajib dan item pengungkapan sukarela. Berdasarkan hipotesis transaksi pasar modal dalam Healy dan Palepu (2001), pengungkapan sukarela merupakan salah satu cara untuk meminimalkan asimetri informasi dalam perusahaan. Selain itu pengungkapan yang memang telah diwajibkan oleh regulator dirasa belum memenuhi kebutuhan informasi yang ingin investor dapatkan dari laporan tahunan perusahaan (Hrasky dan Collet, 2005). Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut maka penelitian ini hanya akan berfokus pada analisis tingkat pengungkapan CG yang bersifat sukarela saja (VCGD). Penelitian ini menggunakan penelitian Desmond C.Y Yuen, et al. (2009) dalam jurnal yang berjudul “A Case Study of Voluntary Disclosure by Chinese
5
Enterprises” sebagai jurnal acuan. Fokus penelitian adalah untuk menguji pengaruh seperangkat mekanisme CG yang meliputi struktur kepemilikan dan mekanisme kontrol atas organ perusahaan terhadap tingkat VCGD di Indonesia. Seperangkat mekanisme CG yang digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini meliputi konsentrasi kepemilikan, persentase saham yang diperdagangkan (tradable shares), kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan independensi komite audit. Daftar item VCGD yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Pedoman Umum GCG tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pedoman tersebut merekomendasikan 105 item informasi terkait pengungkapan praktek tata kelola perusahaan. Seluruh item pengungkapan CG tersebut lalu diperiksa dengan peraturan/perundang-undangan terkait yang dikeluarkan oleh regulator (KEP-29/PM/2004; KEP- 45/PM/2004; KEP-82/PM/1996; KEP-86/PM/1996; dan KEP-134/BL/2006), untuk kemudian ditentukan apakah item-item tersebut tergolong item pengungkapan wajib atau sukarela. Item pengungkapan yang tergolong item pengungkapan wajib (tercantum dalam peraturan/perundang-undangan) dikeluarkan dari daftar item VCGD. Setelah itu disusunlah daftar item VCGD dalam bentuk kuesioner yang kemudian disebarkan pada 100 responden untuk diberi skor tentang tingkat kepentingan suatu item VCGD. Dalam penelitiannya, Yuen, et al. (2009) mengirimkan 100 kuesioner kepada 100 financial analyst dari Bank of China. Berbeda dengan Yuen, et al. (2009), penelitian kali ini lebih memfokuskan penilaian aspek VCGD dari perspektif investor, sehingga responden yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengarah pada profesi-profesi yang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan investasi, yaitu individual investor (trader), equity analyst pada perusahaan sekuritas atau reksadana, dan pialang (broker).
6
TELAAH TEORI
Stakeholder Theory Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuen, et al. (2009), penelitian kali ini mencoba menjelaskan fenomena praktik pengungkapan VCGD di Indonesia dari perspektif stakeholder theory. Donaldson dan Preston (1995:87) berpendapat bahwa stakeholder theory merupakan hal yang berkenaan dengan pengelolaan atau ketatalaksanaan (managerial) dan merekomendasikan sikap, struktur, dan praktik yang, apabila dilaksanakan secara bersama-sama, membentuk sebuah filosofi manajemen stakeholder. Zeghal dan Maingot (2008), dalam penelitiannya mengenai kualitas pengungkapan informasi corporate governance yang bersifat sukarela pada bank di Kanada, mengemukakan bahwa pilihan untuk mengungkapkan, dan luas pengungkapan informasi corporate governance sangat dipengaruhi oleh pertimbangan strategis dari manajemen. Luas Pengungkapan (Disclosure) dalam Laporan Tahunan Di Indonesia peraturan mengenai pelaporan dan keterbukaan informasi tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab X Pasal 86. Ketentuan yang lebih spesifik mengenai pelaporan perusahaan publik diatur dalam Peraturan BAPEPAM Nomor VIII.G.2, Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: KEP-38/PM/1996 tentang Laporan Tahunan yang berlaku sejak tanggal 17 Januari 1996. Kemudian pada tanggal 7 Desember 2006, untuk meningkatkan kualitas keterbukaan informasi kepada publik, diberlakukanlah Peraturan
BAPEPAM-LK
Nomor
X.K.6,
Lampiran
Keputusan
Ketua
BAPEPAM-LK Nomor: KEP-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik. Corporate Governance Cadbury Committee (dikutip dari Arifin, 2005) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan
7
dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Tujuan GCG pada intinya adalah menciptakaan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Arifin, 2005:13). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebuah mekanisme GCG dapat menyediakan perlindungan yang efektif bagi stakeholder (termasuk investor). Prinsip-prinsip Corporate Governance Pelaksanaan praktik corporate governance di Indonesia menganut 5 (lima) prinsip, yaitu transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness (TARIF). 1.
Transparansi (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2.
Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur
dan
sesuai
dengan
kepentingan
perusahaan
dengan
tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3.
Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
8
4.
Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Struktur Corporate Governance Struktur dapat diartikan sebagai suatu kerangka dalam organisasi untuk menerapkan berbagai prinsip sehingga prinsip tersebut dapat dibagi, dijalankan serta dikendalikan. Struktur corporate governance menunjukkan hubungan antar berbagai pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal perusahaan, yang berguna dalam menentukan arahan strategis serta mengawasi kinerja perusahaan. Umumnya terdapat 2 (dua) model struktur internal corporate governance di dunia, yaitu The Anglo-American system (one-board system) dan The Continental Europe system (two-board system). Pada dasarnya struktur governance diatur oleh Undang-undang sebagai dasar legalitas berdirinya entitas (Arifin, 2005). Mekanisme Corporate Governance Mekanisme corporate governance
merupakan seperangkat tata cara,
prosedur atau aturan main yang jelas antar berbagai pihak yang telibat dalam pelaksanaan praktek tata kelola perusahaaan. Menurut Gray dan Radebaugh (2009), corporate governance terdiri atas dua mekanisme, yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Walsh dan Seward (1990) menyatakan bahwa, “internal, organizationally based mechanisms of corporate control and external, market-based control mechanisms can be employed to help align the diverse interests of managers and shareholders”. Artinya, mekanisme pengendalian perusahaan berbasis organisasi (internal) dan mekanisme pengendalian berbasis pasar (eksternal) dapat digunakan untuk membantu menyelaraskan beragam kepentingan manajer dan pemegang saham.
9
Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Salah satu cara untuk meningkatkan kredibilitas pelaporan perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) sebuah organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, antara lain: (1) aturan-aturan informal yang diadopsi oleh organisasi; (2) norma-norma akuntansi; dan (3) peraturan pasar. Aturan-aturan informal sering diproduksi oleh budaya dan kebiasaan perusahaan (Gibbins et al, 1992; dalam Zeghal dan Maingot, 2008). Penelitian Terdahulu Penelitian Yuen, et al. (2009) menguji dampak fitur kepemilikan, mekanisme tata kelola perusahaan, dan karakteristik spesifik-perusahaan terhadap pengungkapan sukarela yang disediakan oleh perusahaan publik yang tercatat di Shanghai Stock Exchange, China. Dengan menggunakan indeks pengungkapan relatif untuk mengukur tingkat pengungkapan sukarela, studi ini memberikan bukti empiris bagi para pembuat kebijakan dan regulator China untuk meningkatkan mekanisme tata kelola perusahaan dan transparansi perusahaan publik. Temuan ini juga berkontribusi terhadap pemahaman tentang perilaku pengungkapan antara perusahaan yang dulu sepenuhnya milik negara selama proses privatisasi di China. Penelitian yang menguji dampak mekanisme CG terhadap luas pengungkapan CG juga dilakukan oleh Mohamad dan Sulong (2010) di Malaysia. Penelitian ini berfokus pada 4 sektor industri terbesar di Bursa Malaysia, yaitu consumer, industrial, construction, and trading/service sectors. Total sampel penelitian adalah 80 perusahaan atau 160 observasi (periode tahun 2002 dan 2006). Pemilihan periode ini terkait perubahan status Malaysian Code of Corporate Governance (MCCG) menjadi pedoman umum yang bersifat wajib sejak tahun 2001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, satu-satunya mekanisme CG yang signifikan terhadap level pengungkapan CG di Malaysia adalah proporsi anggota keluarga yang duduk dalam dewan.
10
Penelitian
yang
dilakukan
Kusumawati
(2007)
bertujuan
untuk
memperoleh bukti empiris mengenai hubungan profitabilitas dan level pengungkapan corporate governance. Kusumawati (2007) menyimpulkan, bahwa: (a) profitabilitas berpengaruh negatif terhadap level pengungkapan GCG; (b) ukuran perusahaan dan status auditor berpengaruh positif terhadap level pengungkapan GCG; (c) listing status dan kepemilikan dispersi memiliki signifikansi pengaruh yang sangat kecil terhadap level pengungkapan GCG; (d) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe industri dan level pengungkapan GCG. Sementara penelitian Safitri (2008) menganalisis tingkat pengungkapan corporate governance (CG) pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII), periode penelitian tahun 2006. Beberapa kesimpulan penting yang dihasilkan adalah: (a) profitabilitas tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan CG; (b) ukuran perusahaan dan listing status berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan CG; (c) profitabilitas bersama-sama variabel kontrol lainnya berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan CG; (d) perusahaan lebih tertarik untuk membuat informasi menjadi transparan dan tersedia bagi seluruh stakeholder, daripada berfokus pada kebutuhan dan keinginan shareholder dalam konteks pengungkapan CG . Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa katagori yang paling diungkapkan oleh perusahaan dalam Laporan Tahunan adalah kategori tanggung jawab sosial. Penelitian Rini (2010) bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan corporate governance (CG) dalam laporan tahunan perusahaan publik di Indonesia. Sampel penelitian terdiri dari 126 perusahaan yang terdaftar dalam BEI, periode penelitian tahun 2007 dan 2008. Faktor-faktor yang diuji meliputi besaran perusahaan, umur listing perusahaan, kepemilikan dispersi, perusahaan multinasional, dan ukuran dewan komisaris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CG, sementara umur listing perusahaan, kepemilikan
11
dispersi, perusahaan multinasional, dan ukuran dewan komisaris tidak menunjukkan pengaruh terhadap luas pengungkapan CG. Pengembangan Hipotesis Diasumsikan bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan terpusat akan menjadi enggan untuk mengungkapkan informasi tambahan (informasi yang bersifat sukarela). Oleh karena itu penelitian ini akan menguji pengaruh antara konsentrasi kepemilikan dengan tingkat pengungkapan VCGD di Indonesia. H1:
Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan yang bersifat sukarela (Voluntary Corporate Governance Disclosure). Kepemilikan institusional merupakan salah satu bentuk dari kepemilikan
outsider (kepemilikan oleh pihak di luar perusahaan). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan semakin efektif monitoring yang dilakukan pemegang saham terhadap kinerja manajemen (perusahaan). Oleh karena itu, dari sudut pandang stakeholder theory, manajemen akan merespon hal tersebut dengan cara meningkatkan level pengungkapan sukarela perusahaan. H2:
Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan
yang
bersifat
sukarela
(Voluntary Corporate Governance Disclosure) Dari perspektif perusahaan, perusahaan diharuskan menyediakan lebih banyak informasi kepada investor potensial guna meningkatkan daya tarik saham perusahaan di pasar modal (Meek et al., 1995, dalam Yuen, et al. 2009). H3:
Persentase
saham
yang
diperdagangkan
(tradable
shares)
berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan yang bersifat sukarela (Voluntary Corporate Governance Disclosure) Good governance harus melindungi dan menjamin tingkat pengembalian (returns) yang layak bagi pemegang saham minoritas dan melindungi hak-hak
12
pemegang saham minoritas. Menurut Bai, et al. (2003) dalam Yuen, et al. (2009), struktur governance yang baik dapat dibentuk oleh dewan independen melalui pengungkapan yang transparan dan oleh lingkungan hukum yang efektif yang akan mengurangi kecenderungan perilaku disfungsional pemegang saham pengendali. Diasumsikan bahwa ketika komposisi Komisaris Independen dalam suatu perusahaan lebih tinggi maka perusahaan tersebut diharapkan untuk melakukan lebih banyak pengungkapan sukarela, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya withholding information (penahanan informasi) oleh eksekutif manajemen. H4:
Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan yang bersifat sukarela (Voluntary Corporate Governance Disclosure) Komite Audit merupakan salah satu mekanisme kontrol atas organ
perusahaan yang sangat penting dalam meningkatkan transparansi perusahaan dan mendorong manajemen agar mengungkapkan lebih banyak informasi. Keefektifan fungsi Komite Audit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian terdahulu (Klein, 2002; Davidson, et al., 2005; dalam Yuen, et al., 2009) mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara independensi komite audit dengan keefektifan corporate governance. H5:
Independensi Komite Audit berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan yang bersifat sukarela (Voluntary Corporate Governance Disclosure)
13
Kerangka Pemikiran
Konsentrasi Kepemilikan
H1(-)
Kepemilikan Institusional
H2(+)
Persentase Saham yang Diperdagangkan
H3(+)
H4(+)
Proporsi Komisaris Independen
H5(+)
Independensi Komite Audit
Level Voluntary Corporate Governanve Disclosure (VCGD)
14
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia hingga tahun 2009. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, yaitu metode penentuan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. perusahaan tersebut mempublikasikan annual report tahun 2009 yang dapat diakses melalui website perusahaan dan website BEI; 2. sektor finance dikeluarkan dari sampel akhir; 3. kelengkapan data perusahaan; dan 4. distribusi unstandardized data normal. Definisi Operasional a.
Variabel Independen •
Dalam penelitian ini konsentrasi kepemilikan diukur dengan menggunakan persentase kepemilikan pemegang saham terbesar (mayoritas) dalam perusahaan, di luar saham yang dimiliki oleh publik. TOP10 =
•
Persentase Kepemilikan Pemegang Saham Mayoritas
Informasi mengenai proporsi kepemilikan saham oleh institusi (lembaga) dapat diperoleh dalam laporan tahunan perusahaan publik. Kepemilikan institusional dapat pula dihitung dengan membandingkan proporsi saham yang dimiliki oleh institusi (lembaga) dengan jumlah saham yang diterbitkan perusahaan (Yuen, et al., 2009).
PG =
Proporsi Saham yang Dimiliki Institusi (Lembaga) Jumlah Saham yang Diterbitkan
•
Persentase jumlah saham yang diperdagangkan mencerminkan jumlah kepemilikan masyarakat atau publik yang dapat dihitung dengan
15
membandingkan proporsi saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang diterbitkan (Yuen, et al., 2009). TS =
Proporsi Saham yang Diperdagangkan Jumlah Saham yang Diterbitkan
•
Proporsi Komisaris Independen diukur dengan membandingkan proporsi jumlah anggota Komisaris Independen dengan jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris yang ada di perusahaan, seperti dalam penelitian Vasthi (2010) dan Wijayanti (2009).
Komisaris Independen
Jumlah Anggota Komisaris Independen
=
Jumlah Seluruh Anggota Dewan Komisaris Perusahaan
•
Independensi Komite Audit diukur dengan membandingkan proporsi jumlah anggota Komite Audit independen dan jumlah seluruh anggota Komite Audit (Mohamad dan Sulong, 2010).
Independensi Komite Audit
=
Jumlah Anggota Komite Audit Independen Jumlah Seluruh Anggota Komite Audit
b.
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan tata
kelola perusahaan yang bersifat sukarela (Voluntary Corporate Governance Disclosure, disingkat VCGD). Langkah awal dalam pengukuran variabel dependen penelitian ini adalah penyusunan daftar item VCGD. Berdasarkan penelitian Rini (2010), Pedoman Umum GCG Tahun 2006 (KNKG) merekomendasikan 105 item pengungkapan CG yang dikelompokkan dalam 16 kategori. Dari hasil pemeriksaan tersebut di atas, akhirnya diperoleh 11 kategori yang terdiri dari 34 item VCGD. Setelah daftar item VCGD terbentuk, disusunlah
16
sebuah kuesioner yang berisi 34 item VCGD untuk kemudian dikirimkan kepada 100 responden untuk menentukan derajat kepentingan dari masing-masing item VCGD tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Yuen, et al. (2009), IPR masing-masing perusahaan dihitung dengan cara membandingkan jumlah rata-rata skor aktual perusahaan dengan jumlah rata-rata skor maksimal yang mungkin diperoleh perusahaan. IPR =
Total Skor Item yang Diungkapkan oleh Perusahaan Skor Maksimum yang Mungkin Diperoleh Perusahaan
Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa skor masing-masing item VCGD yang diperoleh melalui kuesioner yang telah disebar kepada 100 orang responden melalui e-mail, sedangkan data sekunder berupa laporan tahunan periode 2009 perusahaan publik (emiten) yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Sumber data sekunder yang digunakan merupakan publikasi masing-masing emiten pada website perusahaan dan website BEI (www.idx.co.id). Metode Analisis Pengujian- pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, minimum, mean, dan standar deviasi. 2. Uji Asumsi Klasik Pengujian ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas. 3. Analisis Regresi Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan regresi berganda untuk menguji adanya pengaruh variabel
17
independen terhadap variabel dependen. Model analisis pengaruh mekanisme
corporate
governance
terhadap
Voluntary
Corporate
Governance Disclosure (VCGD) dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: IPR = β0 - β1 Top10 + β2PI + β3 TS + β4 INDs+β5 INDAC + ε (3.9) Keterangan: IPR
= level VCGD
Top10
= konsentrasi kepemilikan
PI
= kepemilikan institusional
TS
= kepemilikan masyarakat atau publik (tradable shares)
INDs
= proporsi komisaris independen
INDAC
= independensi komite audit
Pengujian yang digunakan dalam analisis ini adalah uji koefisien determinasi (R2), uji signifikansi simultan (uji statistik F), dan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t).
18
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Analisis Statistik Deskriptif Tampilan output SPSS uji statistik deskriptif memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai mean, standar deviasi, maksimum, serta minimum. Tampilan tersebut menyajikan hasil analisis statistik deskriptif variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian ini.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
IPR
75
.11
.88
.3967
.20382
TS
75
.06
.85
.3121
.18647
TOP10
75
.09
.90
.4757
.20091
PI
75
.10
.93
.6162
.22595
INDs
75
.20
1.00
.4302
.13760
INDAC
75
.33
1.00
.9038
.19927
Valid N (listwise)
75
Sumber: Output statistik, 2011 2.
Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel
dependen,
mempunyai distribusi
variabel
independen,
normal atau tidak.
atau
keduanya
Berdasarkan hasil
uji
Kolmogorov-Smirnov, nilai Asymp. Sig. ( 2-tailed ) = 0,998 lebih besar dari nilai tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan bahwa data residual berdistribusi normal gagal ditolak. Artinya, data residual terdistribusi normal.
19
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual 75
N Normal Parameter a,b
Mean
0,0000
Standard Deviation
0,0615
Most Extreme Difference Absolute
0,046
Positive
0,032
Negative
-0,046
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp Sig. ( 2-tailed )
0,396 0,998
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2011 Demikian halnya hasil uji normalitas dengan membandingkan nilai Z statistik dari skewness dan kurtosis dengan nilai Z kritik dari tabel (Ztabel). Nilai skewness Zhitung< Ztabel, yaitu -0,820<1,96 dan nilai kurtosis Zhitung< Ztabel, yaitu 1,688<1,96. Berdasarkan analisis grafik dan statistik di atas dapat diketahui bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Multikolonearitas Hasil pengujian tolerance menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 (10%). Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen
20
yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. Hasil Uji Multikolonearitas: Nilai Tolerance dan VIF VARIABEL INDEPENDEN Tradabel Shares Konsentrasi Kepemilikan Kepemilikan Institusional Proporsi Komisaris Independen Independensi Komite Audit Sumber: Output statistik, 2011
TOLERANCE 0,325 0,561 0,375 0,957 0,928
VIF 3,077 1,784 2,664 1,045 1,077
c. Uji Heterokedastisitas
Pada tampilan output statistik, terlihat titik-titik yang tersebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi pengungkapan VCGD perusahaan. 3. Analisis Regresi Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
INDAC, INDs, TS, TOP10, PI
Method . Enter
a
a. All requested variables entered.
21
b
Model Summary
Model
R
1
.953
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.909
.902
Durbin-Watson
.06371
2.005
a. Predictors: (Constant), INDAC, INDs, TS, TOP10, PI b. Dependent Variable: IPR
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
2.794
5
.559
.280
69
.004
3.074
74
F 137.678
Sig. .000
a
a. Predictors: (Constant), INDAC, INDs, TS, TOP10, PI b. Dependent Variable: IPR
Dari tampilan output statistik diketahui bahwa nilai adjusted R Square sebesar 0,902. Hal ini berarti bahwa 90,2% variasi tingkat VCGD dapat dijelaskan secara signifikan oleh tradable shares (TS), konsentrasi kepemilikan (Top10), kepemilikan institusional (PI), proporsi komisaris independen (INDs), dan independensi komite audit (INDAC) , sedangkan 9,8% variasi tingkat VCGD dijelaskan oleh variabel lainnnya diluar model. Standard Error of Estimate (SEE) sebesar 0,06371 menunjukkan bahwa model regresi dapat memprediksi variabel dependen dengan baik. Dari hasil pengujian dengan nilai F, terlihat bahwa nilai F = 137,678 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,000. Karena probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel tradable shares (TS), konsentrasi kepemilikan (Top10), kepemilikan institusional (PI), proporsi komisaris independen (INDs), dan independensi komite audit (INDAC) secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat VCGD (IPR).
22
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
.070
.028
Sig.
Tolerance
VIF
.928
14.562
.000
.325
3.077
.049
.028
.570
.571
.561
1.784
-.050
.054
-.055
-.935
.353
.375
2.664
INDs
.015
.055
.010
.281
.779
.957
1.045
INDAC
.062
.039
.061
1.614
.111
.928
1.077
PI
1.015
t
.598
TOP10
.065
Beta
Collinearity Statistics
.530
TS
.035
Coefficients
a. Dependent Variable: IPR
Variabel konsentrasi kepemilikan (Top10) memiliki probabilitas signifikansi sebesar 0,571. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas signifikan lebih besar dari 0,05, sehingga H1 gagal diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat VCGD. Kepemilikan institusional (PI) memiliki probabilitas signifikansi 0,353 (> 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H2 gagal diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat VCGD. Probabilitas signifikansi tradable share (TS) yang sebesar 0,000 (< 0,05), menunjukkan bahwa tradable share berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat VCGD. Maka kesimpulannya adalah H3 gagal ditolak. Pada variabel propors i komisaris independen (INDs) diperoleh probabilitas signifikansi sebesar 0,779. Dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H4 gagal diterima. Artinya adalah ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat VCGD. Probabilitas signifikansi independensi komite audit (INDAC) yang sebesar 0,111 atau lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa independensi komite audit juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat VCGD. Maka kesimpulannya adalah H5 gagal diterima.
23
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan 37 kuesioner penelitian yang kembali, diperoleh data bahwa seluruh item VCGD (34 item) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki skor di atas 4, dan skor IPR maksimum yang mungkin diperoleh perusahaan sebesar 5,59 . Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebutuhan akan informasi terkait pengungkapan tata kelola perusahaan yang bersifat sukarela (VCGD) di Indonesia terbilang tinggi. Selain itu, hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa nilai ratarata IPR dalam penelitian ini adalah sebesar 0,3967. Ini menandakan bahwa perusahaan publik di Indonesia telah memiliki tingkat VCGD yang cukup baik apabila dibandingkan dengan tingkat VCGD di China dalam penelitian Yuen, et al. (2009) yang hanya sebesar 0,214. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Variabel konsentrasi kepemilikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat VCGD. Arah yang berlawanan antara kepemilikan manajerial (negatif) dengan kepemilikan asing, institusional dan pemerintah (positif), menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan perlu diklasifikasi. 2. Kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat VCGD. Arah yang berlawanan dalam hasil penelitian ini kemungkinan dikarenakan tidak terdapat pengklasifikasian kepemilikan oleh institusi yang memiliki hubungan afiliasi atau tidak. Hal ini juga menunjukkan masih rendahnya tingkat kesadaran perusahaan untuk melakukan pengungkapan terkait pelaksanaan tata kelola perusahaan yang bersifat sukarela, meskipun persentase kepemilikan saham oleh institusi atau lembaga dalam perusahaan publik di Indonesia tergolong cukup tinggi.
24
3. Tradable shares yang mencerminkan proporsi kepemilikan publik berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat VCGD. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan proporsi kepemilikan publik yang tinggi memiliki tingkat VCGD yang tinggi pula. 4. Variabel proporsi komisaris independen tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap
tingkat
VCGD.
Keputusan
mengenai
luas
pengungkapan maupun item-item pengungkapan apa saja yang akan diungkapkan perusahaan lebih didasarkan pada pertimbangan strategis manajemen, sehingga komposisi komisaris independen yang tinggi dalam perusahaan tidak otomatis menghasilkan tingkat VCGD yang tinggi pula. 5. Variabel independensi komite audit juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat VCGD. Hal ini berarti tingginya komposisi anggota komite audit independen juga tidak menjamin bahwa perusahaan akan melakukan pengungkapan tata kelola perusahaan yang lebih luas. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian, antara lain: 1. Sampel dalam penelitian ini tergolong kecil, yaitu hanya 75 perusahaan dari total populasi 406 perusahaan. 2. Tingkat VCGD (Indeks Pengungkapan Relatif atau IPR) masing-masing perusahaan dalam penelitian ini ditentukan atas dasar interpretasi peneliti setelah melakukan content analysis, yaitu membaca keseluruhan isi laporan tahunan (annual report) perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan penilaian antar perusahaan karena kondisi subyektifitas dan kecermatan atau ketelitian peneliti. 3. Karena keterbatasan waktu, adalah sangat sulit untuk meningkatkan jumlah responden dalam penelitian ini. Penelitian ini mendasarkan tingkat
25
kepentingan item VCGD di Indonesia pada pendapat 37 orang responden, dari total 100 kuesioner yang disebar. Saran Dengan memperhatikan beberapa keterbatasan penelitian yang telah disampaikan, maka dapat diberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu sebagai berikut: 1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah besaran sampel penelitian, sehingga diharapkan hasil penelitian selanjutnya dapat lebih digeneralisasi dengan baik. 2. Penilaian IPR dapat dilakukan dengan melibatkan beberapa peneliti sehingga dapat memperkecil tingkat subyektifitas penilaian indeks pengungkapan corporate governance.
26
DAFTAR PUTAKA Arifin. 2005. “Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan Di Indonesia (Tinjauan Perspektif Teori Keagenan)”. Disampaikan Pada Sidang Senat Guru Besar Universitas Diponegoro Dalam Rangka Pengusulan Jabatan Guru Besar. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Donaldson, Thomas and Lee E. Preston. 1995. “The Stakeholder Theory of The Corporation: Concepts, Evidence, and Implications”. Vol.20, No.1; pp. 65-91. Academy of Management Review. Ekomadyo, Agus.S. 2006. “Prospek Penerapan Metode Analisis Isi (Content Analysis) Dalam Penelitian Media Arsitektur”. Jurnal Itenas: Jurnal Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Vol.2, No.10, Agustus 2006, hal. 51-57. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Edisi ke-3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gray, Sidney.J and L.H.Radebaugh. 2009. International Accounting and Multinational Enterprises. John Wiley&Sons,Inc. Hadi, Noor. dan Arifin Sabeni. 2002. “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Go Publik di BEJ”. Jurnal Maksi, Vol. 1, hal. 90-105. Healy, P. and Palepu K. 2001. “Information Asymmetry, Corporate Disclosure, and the Capital Markets: A Review of the Empirical Disclosure Literature”, Journal of Accounting and Economics, 31(1-3), pp. 405-440. http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=258514. Diakses tanggal 17 Januari 2011. Hrasky, Sue and Peter Collet. 2005. “Voluntary Disclosure of Corporate Governance Practices by Listed Australian Companies”. Vol.13, No.2; March 2015. USA: Blackwell Publishing Ltd. Ho, S.S.M., & Wong, K.S. (2001). “A study of the relationship between corporate governance structures and the extent of voluntary disclosure”. Journal of International Accounting, Auditing & Taxation. Vol.10, No.2, pp.139-157. Jensen, M.C and William H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs, and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, pp. 305-360. http:// www.ssrn.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2010.
27
Jensen, Michael C. 2001. “Value Maximization, Stakeholder Theory, and the Corporate Objective.Function”. Monitor Company and M.C. Jensen 2002. Dapat diakses melalui http://papers.ssrn.com/abstract=220671. Diakses tanggal 9 Januari 2011. Kieso, Donald E, Jerry J.Weygant, and Terry D. Warfield. 2007. Intermediate Accounting. Twelfth Edition. Asia: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd. Kamal, Miko. 2010. “Corporate Governance and State-Owned Enterprises: A Study of Indpnesia’s Code of Corporate Governance”. Journal of International Commercial Law and Technology. Vol. 5, Issue 4. pp. 206-224. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, Jakarta. Kusumawati, Dwi Novi 2007. “Profitability and Corporate Governance Disclosure: An Indonesian Study”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10, No. 2, Hal. 131-146. Maingot, Michael and Daniel Zeghal. 2008. “An Analysis of Corporate Governance Information By Canadian Banks”. Corporate Ownership & Control. Vol.5, Issue 2. Winter 2008. Mohamad and Sulong. 2010. “Corporate Governance Mechanisms and Extent of Disclosure: Evidence from Listed Companies in Malaysia”. International Business Research. Vol. 3, No. 4; October 2010. pp.216-228. http://www.ccsenet.org/ibr. Diakses tanggal 15 Agustus 2010. OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). 2004. OECD Principles of Corporate Governance. OECD Publications Service. France: 9-19. Rini, Amalia Kartika. 2010. “Analisis Luas Pengungkapan Corporate Governance Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Safitri, Ayu. 2008. “Pengaruh Profitabilitas Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Governance. Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Simanjuntak, Lidya Kristina. 2009. “Hubungan Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela di Indonesia (Studi pada perusahaan manufaktur dan non-manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
28
Subroto, Vivi Kumalasari. 2009. “Hubungan Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela di Indonesia (Studi pada perusahaan manufactur yang listing di BEI)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Vasthi, Kartika. 2009. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme CG Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan (Studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2007)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Walsh, James P. and James K. Seward. 1990. “On the Efficiency of Internal and External Corporate Control Mechanism”. Academy of Management Review. Vol.15, No.3, pp. 421-458. Wijayanti, Deshinta. 2009. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Perusahaan (Studi pada perusahaan sektor keuangan dan non-keuangan yang listing di BEI 2006-2007)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Yuen, C.Y. Desmond, M.Liu, Xu Zhang, and Chan Lu. “A Case Study of Voluntary Disclosure by Chinese Enterprises”. Asian Journal of Finance & Accounting. Vol. 1, No. 2: E6. pp. 118-145. http://www.macrothink.org/ajfa. Diakses tanggal 10 Agustus 2010.