i
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH DI LAHAN PASIR KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
HAYYU DRAIFI MARLA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
ii
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan disantumkan dlam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Hayyu Draifi Marla NIM H34134006
iii
ABSTRAK HAYYU DRAIFI MARLA. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan komoditas hortikultura dengan tingkat konsumsi tertinggi setelah beras dan gula di Indonesia. Namun, kebutuhan bawang merah lebih besar dibandingkan dengan produksi dan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian berakibat pada penurunan produksi. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengembangkan pemanfaatan lahan pasir sebagai solusi peningkatan produksi hortikultura dan alih fungsi lahan pertanian sejak 2003. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir dengan menggunakan 22 petani sampel yang diambil secara sensus di Kecamatan Sanden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya produksi terbesar adalah bibit (48.33%) dan tenaga kerja (15.77%). Rata-rata pendapatan atas biaya tunai usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar Rp7 797 714.77,- per 1000 m2 per musim tanam 1 dan pendapatan atas biaya total usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar Rp4 509 947.03,- per 1000 m2 per musim tanam 1. Rasio R/C atas biaya tunai sebesar 6.32 dan R/C atas biaya total sebesar 1.95. Kata kunci: Bawang merah, lahan pasir, struktur biaya, pendapatan, efisiensi
ABSTRACT HAYYU DRAIFI MARLA. Farming Income Analysis Shallots in Coastal Land in Sanden, Bantul, Yogyakarta. Supervised by NETTI TINAPRILLA. Shallot (Allium cepa L.) is horticultural comodities which has third highest consumption rate after rice and sugar in Indonesia. However, the consumption of shallot was higest than its production and agricultural land corvesion into non agricultural land causes decreasing production of shallot. The government of special region Yogyakarta utilize coastal land as a solution to increase production and agricultural land conversion since 2003. The aims of this research is to analyze the cost structure, income, and efficiency of shallot farming in coastal land using 22 sampel of farmers selected censusly in Sanden District. The result showed that the largest component production cost is seed (48.33%) and labour (15.77%). The average income over cash expenses of shallot farming in coastal land is Rp7 797 714.77,- per 1000 m2 per crop session 1 and the average income over total farm expenses of shallot farming in coastal land is Rp4 509 947.03,- per 1000 m2 per crop session 1. R/C ratio over cash expenses 6.32 and R/C ratio over total farm expenses 1.95. Key words: Shallot, coastal land, cost structure, income, efficiency
iv
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH DI LAHAN PASIR KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
HAYYU DRAIFI MARLA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan proposal ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah Lahan di Lahan Pasir Kecamanatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 – September 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam penulisan skripsi ini. Bapak Ir Burhanuddin, MM dan Bapak Rahmat Yanuar, SP MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberi saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga bermanfaat.
Bogor, Januari 2016 Hayyu Draifi Marla
vii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5 Lingkungan Tumbuh Bawang Merah 5 6 Faktor – Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Penerimaan Usahatani Bawang Merah 6 Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah 7 Pendapatan Usahatani Bawang Merah 7 KERANGKA PEMIKIRAN 7 Kerangka Pemikiran Teoritis 7 Konsep Usahatani 7 Konsep Struktur Biaya Usahatani 9 Konsep Pendapatan Usahatani 9 Konsep Efisiensi Usahatani 10 Kerangka Pemikiran Operasional 10 METODE PENELITIAN 12 Lokasi dan Waktu Penelitian 12 Metode Pengambilan Sampel 12 Metode Pengumpulan Data 12 Metode Analisis Data 12 Analisis Biaya Usahatani 13 Analisis Pendapatan Usahatani 13 Analisis Efisiensi Usahatani 14 GAMBARAN UMUM 14 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 14 Karakteristik Petani Sampel 15 Budidaya Bawang Merah di Lahan Pasir 17 Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir 21 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Analisis Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir 24 Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden 28 Analisis Efisiensi Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden 32 KESIMPULAN DAN SARAN 33 Kesimpulan 33 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 34 RIWAYAT HIDUP 36
viii
DAFTAR TABEL Konsumsi rata-rata per kg per kapita seminggu beberapa bahan makanan di Indonesia 2010-2014 2 Produktivitas bawang merah menurut kabupaten di DIY tahun 20112013 3 Produksi bawang merah di Kecamatan Sanden 2012-2014 4 Perbedaan input usahatani bawang merah di lahan pasir dan lahan sawah 1
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sanden tahun 2014 Distribusi usia petani sampel di Kecamatan Sanden Tingkat pendidikan petani sampel Distribusi pengalaman usahatani petani sampel Distribusi penggunaan bibit bawang merah petani responden Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani responden Distribusi penggunaan pupuk kandang petani responden Luas lahan yang diusahakan petani responden Rata-rata biaya usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1 Rata-rata struktur biaya usahatani bawang merah di lahan sawah Kabupaten Bantul per 1000 m2 per musim tanam 1 Rata-rata pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1 Perbandingan output usahatani bawang merah di lahan pasir dan di lahan sawah per 1000 m2 per musim tanam 1 Perbandingan efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir dan di lahan sawah per 1000 m2 per musim tanam 1
1 2 3 4 15 15 16 17 21 22 23 23 25 27 30 31 32
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran operasional Bibit bawang merah siap tanam Kegiatan penyiraman bawang merah di lahan pasir Bawang merah di lahan pasir umur 50 hari Sistem irigasi sembur
11 18 18 20 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Rata-rata penyusutan alat pertanian per musim tanam 2 Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah di lahan pasir per 1000 m2 per MT 1 3 Penggunaan pupuk kandang petani responden 4 Penggunaan bibit bawang merah petani responden
38 38 39 40
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Selain digunakan sebagai bumbu masakan sehari-hari, bawang merah juga dibutuhkan oleh restoran dan industri sebagai bahan penyedap. Konsumsi rata-rata bawang merah masyarakat Indonesia berada di dalam lima besar konsumsumsi rata-rata beberapa bahan makanan (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1, konsumsi rata-rata bawang merah per kapita seminggu menempati urutan ketiga terbesar setelah beras dan gula. Urutan konsumsi rata-rata per kg per kapita seminggu adalah beras (1.679 kg), gula (0.133 kg), dan bawang merah (0.047 kg), ikan udang diawetkan (0.045 kg), dan bawang putih (0.027 kg) Tabel 1 Konsumsi rata-rata per kg per kapita seminggu beberapa bahan makanan di Indonesia tahun 2010-2014 Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
Ratarata (kg)
Beras lokal/ketan
1.733
1.721
1.675
1.642
1.626
1.679
Gula pasir
0.148
0.142
0.124
0.128
0.123
0.133
Bawang merah Ikan dan udang diawetkan
0.049
0.045
0.053
0.040
0.048
0.047
0.045
0.049
0.047
0.043
0.043
0.045
Bawang putih 0.026 0.026 Sumber: Badan Pusat Statistik (2015), diolah
0.031
0.023
0.030
0.027
Jenis Bahan Makanan
Selain konsumsi yang menempati urutan ketiga, bawang merah merupakan komoditas yang menjadi perhatian pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik, Bawang merah menjadi komoditas yang berkontribusi dalam laju inflasi bulan Februari 2013 yaitu sebesar 0,07 persen. Inflasi tersebut disebabkan oleh harga jual bawang merah yang semakin meningkat akibat supply bawang merah yang menurun. Harga jual rata-rata bawang merah tertinggi tercatat pada bulan Agustus 2013 sebesar Rp 60 549/kg (Pusdatin, 2013). Agar kestabilan harga bawang merah dapat tercapai, pada tahun 2013 Kementrian Pertanian mencanangkan program Renaksi Bawang Merah untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi bawang merah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Program tersebut meliputi pengenalan teknologi pembibitan dan teknologi budidaya bawang merah. Program peningkatan produksi bawang merah juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan memanfaatkan lahan pasir. Sesuai dengan program pembangunan pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta, pemanfaatan lahan pasir pantai selatan bertujuan mewujudkan pertanian tangguh yang dapat mendukung industri yang kuat dan maju serta pola pembinaan komoditas sektor pertanian yang berorientasi agribisnis, berwawasan lingkungan yang berkelanjutan (Bappeda DIY 2001). Salah satu pertimbangan pembangunan pemerintah Yogyakarta diarahkan kepada pemanfaatan lahan pasir pantai selatan
2
kurang lebih seluas 3300 hektar. Lahan pasir memiliki karakteristik yang berbeda dengan lahan sawah atau tegalan sehingga diperlukan teknologi khusus agar lahan pantai dapat ditanami. BPTP Yogyaarta telah melakukan penelitian terkait potensi lahan marginal untuk lahan pertanian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, lahan marginal dapat dimanfaatkan dengan cara perbaikan sifat tanah (fisika, kimia, dan biologi). Teknologi ameliorasi dengan penggunaan bahan organik, bahan pembenah tanah (zeolit) dan tanah liat dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Sudiharjo 2000). Teknologi ameliorasi ini diharapkan mampu meningkatkan kesuburan lahan untuk meningkatkan potensi lahan pasir yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Tabel 2 Produktivitas bawang merah menurut kabupaten di DIY tahun 2011-2013 Perkembangan Uraian
2011
2012
2013
2011-2012 Absolut
2012-2013
%
Absolut
%
Produksi (ton) Kulonprogo
2 552.3
2 472.2
2 150.5
-80
-3.14
-322
-13.01
11 794.7
9 219.1
7 327
-2 576
-21.84
-1 892
-20.52
Gunungkidul
61.1
123.8
45
63
102.62
-79
-63.65
Sleman
29.5
39.9
18.1
10
35.25
-22
-54.64
14 347
11 855
9 540.6
-2 656
-17.89
-2 314
-19.52
Kulonprogo
308
304
259
-4
-1.30
-45
-14.80
Bantul
939
791
602
-148
-15.76
-189
-23.89
60
300
-50
-62.50
Bantul
DIY Luas Panen (ha)
Gunungkidul Sleman
20 4
5
2
1
35
-3
-60.00
1 271
1 180
893
-91
-7.16
-287
-24.32
8.29
8.13
8.3
-0.16
-1.93
0.17
2.09
12.56
11.65
12.17
-0.91
-7.25
0.52
4.46
Gunungkidul
3.06
1.55
1.5
-1.51
-49.35
-0.05
-3.23
Sleman
7.38
7.98
9.05
0.60
8.13
1.07
13.41
11.36
10.05
10.68
-1.31
-11.53
0.63
6.27
DIY Produktivitas (ton/ha) Kulonprogo Bantul
DIY
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (2014)
Kabupaten Bantul memiliki produktivitas bawang merah yang lebih tinggi ddibandingkan kabupaten lain yang juga menanam bawang merah (Tabel 2). Berdasarkan data pada Tabel 2, presentase produksi bawang merah terbesar tahun 2013 menurut kota atau kabupaten berada di Kabupaten Bantul sebesar 76.8 persen, Kabupaten Kulon Progo sebesar 22.54 persen dan sisanya berada di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Bantul memiliki Luas panen tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan dengan Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Sleman. Luas panen rata-rata Kabupaten Bantul sebesar 596.67 hektar per tahun, Kabupaten Kulon Progo sebesar 290.3 hektar per tahun. Berdasarkan Tabel 2, prodktivitas bawang merah tertinggi berada di
3
Kabupaten Bantul disusul dengan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Sleman. Perumusan Masalah Pengembangan kawasan pertanian lahan kering untuk diversifikasi sumber pangan guna menciptakan peluang ekonomi direncanakan kembali oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY, 2010). Program pengembangan kawasan pertanian lahan pasir pantai untuk meningkatkan produksi komoditas pangan maupun hortikultura telah dimulai sejak 2001 (Bappeda DIY, 2001). Salah satu faktor menyebabkan semakin pentingnya pemanfaatan lahan pasir pantai adalah perubahan alih fungsi lahan. Luas lahan pertanian semakin berkurang karena lahan pertanian digunakan untuk pembangunan hotel, perumahan, pusat perbelanjaan, dan restoran. Lahan pertanian yang semakin berkurang mendorong adanya alternatif lain untuk meningkatkan produksi komoditas pangan dan hortikultura di lahan pasir atau lahan kering. Daerah yang termasuk dalam program pembangunan pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta di lahan pasir adalah Bantul dengan komoditas unggulan yaitu bawang merah. Sentra bawang merah Kabupaten Bantul berada di Kecamatan Sanden. Kecamatan Sanden memiliki suhu paling tinggi yang tercatat oleh BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Sanden sebesar 30 derajat celsius dan memiliki curah hujan sebesar 1848 mm. Sangat cocok dengan syarat tumbuh bawang merah. Bawang merah akan tumbuh dengan baik pada suhu yang agak panas dan cuaca cerah yaitu 20-30 derajat celcius. Tabel 3 Produksi bawang merah di Kecamatan Sanden 2012-2014 Desa Gadingsari Gadingharjo Srigading Murtigading Total
Produksi (Kw) 2012 2013 2 321 1 597 7 646 5 255 20 996 14 429 1 523 1 047 32 486 22 328
2014 1 898 6 244 17 144 1 244 26 530
Rata-rata produksi per tahun (Kw) 1 938.67 6 381.67 17 523 1 271.33 27 114.67
Sumber: Badan Pusat Statistik Yogyakarta (2015), diolah
Kecamatan Sanden merupakan penghasil komoditas bawang merah tertinggi di Kabupaten Bantul. Produksi total bawang merah di Kecamatan Sanden dari tahun 2010-2014 berfluktuasi (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, tahun 2012 produksi bawang merah mencapai 32 486 kwintal. Pada tahun 2013, produksi total bawang merah di Kecamatan Sanden sebesar 22 328 kwintal. Sedangkan pada tahun 2014, produksi total bawang merah di Kecamatan Sanden mengalami peningkatan menjadi 26 530 kwintal. Produksi total bawang merah tersebut meliputi bawang merah yang ditanam di lahan pasir maupun lahan sawah Rata-rata produksi bawang merah tertinggi adalah Desa Srigading sebesar 17 523 kwintal. Kemudian diikuti oleh Desa Gadingharjo sebesar 6 381.67 kwintal per tahun, Desa Gadingsari 1 938.67 kwintal pr tahun dan Desa Murtigading sebesar 1 271.33 kwintal per tahun. Penurunan produksi yang terjadi di Kecamatan Sanden
4
mengindikasikan beberapa hal seperti penggunaan bibit yang tidak unggul dan pengetahuan petani dalam teknis budidaya bawang merah yang kurang memadai. Kegiatan usahatani bawang merah lahan pasir berbeda dengan kegiatan usahatani bawang merah di lahan non pasir seperti sawah maupun tegalan. Inputinput yang digunakan berbeda disebabkan lahan pasir bersifat gersang dan miskin unsur hara. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul (2013) terdapat perbedaan pada penggunaan mulsa, jarak tanam, dosis pupuk dan frekuensi penyiraman (Tabel 4). Berdasarkan tabel 4, lahan pasir membutuhkan pupuk kandang dalam usahataninya. Teknis pengolahan lahan dilakukan dengan teknologi ameliorasi menggunakan pupuk kandang, pupuk organik, tanah liat, dan zeolit. Tabel 4 Perbedaan input usahatani bawang merah di lahan pasir dan lahan sawah No
Parameter
1 2
Tipe lahan Varietas Bibit
3 4
Kebutuhan bibit per hektar Pupuk Urea ZA N SP-36 KCL Pupuk organik
5
Pengolahan lahan SP-36 Pupuk Kandang Pupuk Organik Tanah liat Zeolit
Lahan pasir
Lahan non pasir
Entisol Tiron, Biru, Super biru Bantul, Crog kuning 1000 kg
Andosol, Aluvial Kuning, Kramat 1, Kramat 2 1500 kg
125kg/hektar
1/3 N 2/3 N 150-200 kg/hektar
50 kg/hektar 75 kg/hektar
100-200 kg/hektar 5 ton/hektar (pupuk kandang ayam) atau 10-20 ton /hektar (pupuk kandang sapi)
40 ton/hektar 10 ton/hektar 50 ton/hektar 450 kg/hektar
200-250 kg/hektar 1-1,5 ton/hektar -
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Sayuran 2005, Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul 2013, (diolah)
Usahatani bawang merah di lahan sawah merupakan usahatani yang menguntungkan (Riyanto, 2000). Namun penggunaan input produksi di lahan pasir yang berbeda dengan penggunaan input produksi di lahan sawah akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan pada akhirnya berpengaruh pada pendapatan petani. Bawang merah membutuhkan waktu penyinaran yang lama agar dapat tumbuh dengan baik. Pada saat musim hujan, curah hujan yang tinggi menyebabkan waktu penyinaran menjadi lebih sedikit. Hal ini akan mempengaruhi output bawang merah. Bawang merah di lahan pasir dapat tumbuh dengan baik pada musim hujan jika disertai dengan penggunaan input yang tepat. Sehingga perlu dilakukan penelitian bagaimana struktur biaya usahatani bawang merah di lahan pasir pada saaat MT 1?
5
Pemanfaatan lahan pasir untuk kegiatan usahatani dapat terwujud dengan adanya teknologi ameliorasi. Ameliorasi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan amelioran. Teknologi ameliorasi diharapkan mampu meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan petani. Pemanfaatan lahan pasir pantai di Kecamatan Sanden dengan teknologi ameliorasi dimulai tahun 2003. Pada tahun tersebut petani mulai melakukan pemanfaatan di lahan pasir Kecamatan Sanden secara massal. Sampai saat ini, masih banyak petani yang bertahan melakukan kegiatan budidaya bawang merah di lahan pasir. Sikap petani yang konsisten melakukan kegiatan budidaya bawang merah di lahan pasir sampai saat ini perlu diteliti lebih lanjut. Apakah usahatani bawang merah lahan pasir mampu meningkatkan pendapatan petani di Kecamatan Sanden atau tidak. Jika produksi meningkat tanpa diikuti menigkatnya pendapatan, hal tersebut dapat merugikan bagi petani. Sehingga perlu dianalisis bagaimana tingkat pendapatan usahatani bawang merah lahan pasir pasa saat MT 1? apakah usahatani bawang merah lahan pasir pada saat MT 1 efisien? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis struktur biaya usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden pada MT 1. 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden pada MT 1. 3. Menganalisis efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden pada MT 1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lingkup Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Petani yang dijadikan responden adalah petani yang membudidayakan bawang merah di lahan pasir. Penelitian ini menganalisis struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani bawang merah lahan pasir pada Musim Tanam 1 (MT 1) atau musim penghujan yang dilaksana pada bulan Maret 2015 - Mei 2015.
TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Tumbuh Bawang Merah Tumbuhan bawang merah merupakan tumbuhan yang menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah disertai angin sepoi-sepoi. Penanaman bawang merah di tempat terlindung dapat mengakibatkan pembentukan umbi yang kurang baik. Daerah yang cukup mendapat sinar matahari sangat diutamakan dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam (Wibowo, 2009). Bawang merah dapat tumbuh optimum pada ketinggian 0-800 m dpl. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan bawang merah adalah 25-32 derajat celcius.
6
Kecamatan Sanden adalah daerah yang memiliki ketinggaian 10 m dpl. Ketinggian 10 m dpl ini termasuk dalam ketinggian optimum untuk pertumbuhan bawang merah yaitu 0-800 m dpl. Khususnya dalam budidaya bawang merah di lahan pasir. Daerah pesisir pantai memiliki iklim kering dengan suhu agak panas dan cuaca cerah dan berangin. Menurut BPP Sanden (2014) suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan Sanden sebesar 30 derajat celcius. Berdasarkan kriteria lingkungan tersebut, Kecamatan Sanden sangat berpotensi dalam budidaya bawang merah. Wibowo (2009) menyatakan tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik atau humus sangat baik untuk bawang merah. Hendaknya memilih tanah yang mudah melalukan air, aerasi yang baik, dan tidak becek. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung berpasir atau berdebu karena sifat tanah tersebut memiliki aerasi dan srainase yang baik. Nilai pH yang paling baik untuk pertumbuhan bawang merah yaitu antara 6.0 – 6.8. Keasaman dengan pH 5.5-7.0 masih termasuk dalam kisaran keasaman yang dapat digunakan untuk budidaya bawang merah Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2004) menyatakan bahwa tanah di lahan pasir daerah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo diklasifikasikan sebagai lahan marginal untuk tanamn pangan dan sayuran kerena memiliki sifat fisik tanah yang kurang baik yaitu tekstur tanah kasar, struktur berbutir, konsistensi lepas, permeabilitas dan drainase sangat cepat. Sehingga dilakukan rekayasa teknologi menggunakan bahan pembenah tanah antara lain bahan organik, campuran tanah liat, dan zeolit. Kombinasi tersebut menjadikan tanah stabil dan meningkatkan ketersediaan air. Selain hal tersebut, biaya pengolahan lahan pasir tergolong mudah dan sederhana karena tidak membutuhkan traktor. Faktor – Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Produksi bawang merah akan dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi usahatani bawang merah sangat bervariasi pada setiap penelitian. Faktor-faktor tersebut adalah luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk ZA, pupuk TSP, pupuk KCL, tenaga kerja dan pestisida Riyanto (2000). Namun terdapat persamaan pada setiap penelitian bahwa faktorfaktor yang memengaruhi produksi usahatani bawang merah adalah bibit Riyanto (2000), Damanah (2008), dan Pamusu et al. (2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah bibit merupakan faktor yang penting dalam usahatani bawang merah. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah output dengan harga output. Besarnya penerimaan total dan biaya total yang dikeluarkan petani bawang merah akan mempengaruhi pendapatan total petani. Penerimaan total petani bawang merah berkisar antara Rp 48.764.970 – Rp 151.650.269 Damanah (2008), Apriani (2011) dan Pamusu et al. (2013). Penerimaan terbesar ditunjukkan oleh penelitian Apriani (2011). Penerimaan total petani bawang merah mencapai nilai lebih dari Rp 100.000.000 per hektar menggunakan varietas khusus yaitu sumenep, balikaret, dan varietas lokal palu. Penerimaan bersama dengan biaya yang dikeluarkan petani akan berpengaruh pada pendapatan petani.
7
Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah Input produksi yang digunaan oleh petani bawang merah akan mempengaruhi struktur biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan petani akan berpengaruh pada tingkat pendapatan petani. Kontribusi biaya dalam usahatani bawang merah sangat bervariasi. Kontribusi terbesar biaya usahatani bawang merah adalah bibit bawang merah yang berkisar antara 63 % - 84,1 % Riyanto (2000) dan Apriani (2011). Hal ini berarti biaya bibit pada usahatani bawang merah cukup besar karena diatas 50 persen dari biaya total. Jika usahatani bawang merah diukur dari skala usahataninya, kontribusi biaya usahatani terbesar untuk lahan sempit dan lahan sedang adalah bibit. Kontribusi biaya usahatani terkecil adalah obat-obatan baik pada usahatani lahan sempit, sedang, dan besar Damanah (2008). Pendapatan Usahatani Bawang Merah Pendapatan digunakan untuk meninjau penampilan suatu usahatani. Penampilan usahatani bawang merah dapat diukur menggunakan pendapatan total. Dimana pendapatan total menghitung biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun non tunai. Pendapatan total usahatani bawang merah sangat bervariasi yaitu berkisar antara Rp 9.844.561 per hektar per musim tanam sampai Rp 89.511.544 per hektar per musim tanam Riyanto (2000), Apriani (2011), dan Pamusu et al. (2013). Pendapatan total tertinggi ditunjukkan oleh penelitian di Desa Sukasari Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka yaitu sebesar Rp 89.511.544 per musim tanam per hektar Apriani (2011). Diukur berdasarkan skala usahatani bawang merah, pendapatan usahatani bawang merah terbesar berada pada skala lahan sedang yaitu sekitar Rp 25.880.100 Damanah (2008). R/C rasio merupakan rasio antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C menunjukkan efisiensi usahatani. R/C atas biaya total usahatani bawang merah berkisar antara 1,65 sampai 2,44 dan Riyanto (2000), Damanah (2008), Apriani (2011) dan Pamusu et al. (2013). Hasil ini menunjukkan bahwa usahatani bawang merah efisien untuk dilaksanakan. R/C rasio usahatani bawang merah terbesar yaitu 2,44 adalah penelitian di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka dengan menggunakan varietas Balikaret Apriani (2011). Dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang merah layak diusahakan, sebab 1 satuan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan lebih dari 1 satuan.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Usahatani dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan dari sistem agribisnis yang disebut dengan kegiatan on farm. Mosher (1966) diacu dalam Soeharjo et al. (1973) menggambarkan istilah farm sebagai bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, suatu keluarga tani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Kemudian Rifai (1960) diacu dalam Soeharjo et al. (1973) mendefinisikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang mempelajari kesatuan
8
organisasi dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan untuk mendapatkan produksi di lapangan pertanian. Menurut Hernanto (1996) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari dengan lebih terperinci tentang masalah-masalah yang relatif sempit. Diartikan pula sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian. Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Soekartawi et al. (2011) menyatakan usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis, maupun teritorialsebagai pengelolanya. Dalam usahatani, terdapat empat faktor produksi yang harus ada agar suatu usahatani dapat berjalan. Suatu proses produksi akan berjalan dengan baik apabila faktor-faktor produksi sudah terpenuhi. Keempat faktor produksi tersebut adalah lahan (tanah), tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (manajemen). 1. Lahan atau Tanah Lahan atau tanah memiliki sifat luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau diperjual belikan. Menurut Soekartawi (2002), luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Pentingnya faktor produksi lahan tidak hanya dilihat dari luas atau tidaknya tetapi diperhatikan juga tingat kesuburan, macam penggunaan lahan, dan topografi. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja meruapakan faktor produksi yang penm ting. Suatu usahatani tidak akan berjalan dengan baik tanpa tenaga kerja. Tenaga kerja dalam usahatani berfungsi sebagai pelaku kegiatan produksi. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Dalam usahatani, penggunaan tenaga kerja dinyatakan dengan besarnya curahan tenaga kerja (Soekartawi 2002). Luas lahan akan mempengaruhi tenaga kerja yang akan digunakan. 3. Modal Modal dapat berupa barang (natura) atau uang yang digunakan bersama faktor-faktor produksi lainnya untuk menghasilkan produk pertanian. Hernanto (1996) membedakan modal berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis digunakan dalam sekali produksi. Hal ini berarti bahwa modal tetap dapat digunakan lebih dari satu kali seperti tanah dan bangunan. Sedangkan modal bergerak adalah modal yang habis digunakan dalam sekali produksi. Berdasarkan sumber modal, modal dapat berupa modal sendiri dan modal pinjaman. 4. Manajemen Hernanto (1996) menyatakan manajemen usahatani sebagai kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian yang diharapkan. Ukuran keberhasilan dari pengelolaan usahatani ditunjukkan oleh alokasi yang tepat
9
dalam penggunaan faktor-faktor produksi dalam mengingkatkan produksi dan keuntungan. Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Hernanto, 1996). Faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh petani yang terdiri dari petani pengelola, modal, tenaga kerja, teknologi, alokasi penerimaan keluarga dan jumlah keluarga. Faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunkasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan sarana penyuluh bagi petani. Konsep Struktur Biaya Usahatani Biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam suatu usahatani sangat bervariasi tergantung jenis usahanya. Menurut Soekartawi (2002) biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (fix cost) merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarakan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dieroleh. Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan petani tidak tergantung dengan jumlah output yang diproduksi. Biaya tetap meliputi biaya pajak, sewa tanah, dan iuran irigasi. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan peyani tergantung pada jumlah output yang diproduksi, sehigga biaya variabel ini berubah – ubah nilainya. Biaya variabel meliputi biaya sarana produksi seperti tenaga kerja dan input produksi. Analisis biaya usahatani mengelompokkan biaya yang termasuk ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Soekartawi et al. (2011) menyatakan bahwa pengeluaran usahatani mencakup pegeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang harus dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Hal ini berarti bahwa pengeluaran tunai meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan yang termasuk dalam pengeluaran tidak tunai adalah penyusutan. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan pemakaian selama tahun pembukuan. Jika dalam suatu usahatani terdapat mesin dan alat pertanian, maka dihitung penyusutannya dan dimasukkan dalam pegeluaran tidak tunai. Pengeluaran tidak tunai perlu diketahui sebab petani kadang tidak menghitung besarnya biaya tidak tunai. Begitu pula dengan biaya tenaga kerja, seringkali petani melakukan aktivitas usahatani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang tidak diberi upah sehingga menyebabkan keuntungan yang diperoleh petani menjadi lebih besar. Konsep Pendapatan Usahatani Menurut Hernanto (1996), penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi: jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah serta barang yang dikonsumsi. Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasi tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Soekartawi et al. (2011), menjelaskan istilah-istilah yang biasanya digunakan dalam usahatani, diantaranya:
10
1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. 3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau pakan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4. Pengeluaran total usaha tani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi bukan tenaga kerja keluarga, petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. 5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala pengeluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk pengeluaran tunai. 6. Pengeluaran tidak tunai adalah semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh, nilai barang yang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. 7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. 8. Bagian untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya diperhitungkan dari penyusutan. Konsep Efisiensi Usahatani Hanafie (2010) menyatakan bahwa keuntungan usahatani tidak selamanya harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang. Usahatani subsisten lebih mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimal produk. Kriteria keuntungan dalam usahatani salah satunya dapat dinyatakan dalam imbangan biaya penerimaan. Konsep imbangan – biaya menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi yang meruapakan daya saing dari produk yang dihasilkan. Imbangan biaya – penerimaan biasa dinyatakan dalam R/C (return and cost ratio). Dalam kurva produksi, efisiensi ekonomi berada di daerah II.
Kerangka Pemikiran Operasional Bawang merah merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Pengembangan komoditas bawang merah di lahan pasir diharapkan mampu meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Program pengembangan komoditas hortikultura ini dilakukan di lahan pasir pantai. Dimana pasir pantai memiliki karakteristik yang berbeda dengan lahan
11
sawah biasa. Pengembangan usahatani bawang merah di lahan pasir memerlukan suatu teknologi yaitu ameliorasi agar lahan dapat ditanami sehingga mampu menghasilkan output bawang merah yang baik. Akan tetapi input yang digunakan dalam usahatani bawang merah di lahan pasir lebih beragam daripada usahatani bawang merah di lahan sawah. Hal ini akan mempengaruhi struktur biaya yang dikeluarkan oleh petani. Struktur biaya usahatani bawang merah akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Dalam penelitian ini menganalisis bagaimana penggunaan input yang akan mempengaruhi struktur biaya yang terbentuk serta pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir yang diterima. Analisis pendapatan dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan Return to Total Capital, Return to Farm Equity Capital, dan Return to Family Labour.dan analisis R/C rasio. Bawang merah lahan pasir Teknologi Ameliorasi
Harga input
Input: Luas lahan Bibit Pupuk Kandang Pupuk kimia Dolomit Tenaga kerja Struktur Biaya
Output
Harga output
Penerimaan
Pendapatan Usahatani bawang merah di lahan pasir a. Gross Farm Income b. Total Farm Expenses c. Net Farm Income d. Return to Total Capital e. Return to Farm Equity Capital f. Return to Family Labour Efisiensi Usahatani bawang merah di lahan pasir a. R/C atas Biaya Tunai b. R/C atas Total Biaya Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
12
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengenalasis struktur biaya dan pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 22 petani yang mengusahakan bawang merah di lahan pasir. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Metode Pengambilan Sampel 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sanden merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Kabupaten Bantul. 2. Petani Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Hal ini disebabkan petani yang melakukan usahatani bawang merah di lahan pasir periode bulan Maret 2015 – April 2015 atau periode Musim Tanam 1 hanya berjumlah 22 orang, sehingga penelitian ini menggunkan seluruh sampel yang ada pada saat Musim Tanam 1 (MT 1). Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah jenis data primer dan sekunder untuk data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer dikumpulkan dari petani responden melalui pengamatan dan wawancara secara langsung menggunakan kuesioner yang meliputi karakteristik responden dan karakteristik usahatani. Data primer berupa karakteristik petani responden seperti umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman. Data karakteristik usahatani yang diperlukan adalah jumlah input produksi bawang merah, jumlah output produksi bawang merah, biaya produksi, harga input, harga output dan data-data lainnya terkait dengan analisis pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir. Data sekunder digunakan untuk mendukung penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari artikel, jurnal, buku, literatur internet, dan berasal dari berbagai instansi terkait seperti Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian RI, Badan Pusat Statistik (BPS), serta sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode Analisis Data Data primer dan sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan keragaan petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir.
13
Analisis Biaya Usahatani Biaya usahatani muncul karena adanya penggunaan input-input produksi. Semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani, biaya yang dikeluarkan oleh petani akan semakin tinggi. Untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani bawang merah lahan pasir menggunakan teknologi ameliorasi harus mengetahui terlebih dahulu penggunaan input-input produksinya. Analisis struktur biaya dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung biaya tunai maupun non tunai yang dikeluarkan dalam usahatani bawang merah lahan pasir menggunakan teknologi ameliorasi. Besarnya biaya untuk masingmasing input akan dihitung dengan cara mengalikan jumlah input yang digunakan dengan harganya, kemudian dibandingkan dengan biaya totalnya untuk mengetahui persentase biaya menurut jenis inputnya (Soekartawi, 2006). Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan dalam menjalankan usahatani. Dalam penelitian ini yang akan diukur balas jasanya adalah petani sebagai pekerja, modal, dan tenaga kerja. Analisis pendapatan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur pendapatan dan keuntungan usahatani Bawang merah lahan pasir. Untuk mengukur keuntungan usahatani dilakukan perhitungan pendapatan bersih usahatani (net farm income) yaitu dengan cara mengurangkan pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Kemudian untuk mengukur balas jasa terhadap modal petani dengan cara mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Dan untuk mengukur balas jasa terhadap modal kerja dengan cara mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Sedangkan untuk menghitung balas jasa terhadap tenaga kerja dalam keluarga dengan cara penghasilan bersih usahatani dengan bunga modal petani (modal sendiri) (Soekartawi et al. 2011). Secara sistematis pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut: A. Pendapatan Kotor Usahatani (Gross Farm Income) Nilai produk total usahatani baik dijual atau tidak B. Pengeluaran Total Usahatani (Total Farm Expensess) Pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai C. Pendapatan Bersih Usahatani (Net Farm Income) Pendapatan kotor usahatani dikurangi dengan pengeluaran total usahatani D. Penghasilan Bersih Usahatani (Net Farm Earning) Pendapatan bersih usahatani dikurangi dengan bunga pinjaman E. Imbalan Kepada Seluruh Modal (Return To Total Capital) Pendapatan bersih usahatani dikurangi dengan nilai kerja keluarga F. Imbalan Kepada Modal Petani (Return To Farm Equity Capital) Penghasilan Bersih Usahatani dikurangi dengan nilai kerja keluarga G. Imbalan Terhadap Tenaga Kerja Keluarga (Return To Family Labour) Penghasilan bersih usahatani dikurangi dengan bunga modal petani.
14
Analisis Efisiensi Usahatani Analisis R/C adalah salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost rasio) yang menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rumus analisis R/C rasio dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi et al. 2011) : R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC Dimana : TR = Total penerimaan usahatani (Rp) TC = Total biaya usahatani (Rp)
GAMBARAN UMUM Kondisi Umum Wilayah Penelitian Luas dan Batas Wilayah Kecamatan Sanden merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bantul. Letak Kecamatan Sanden berada di sebelah barat Daya Kabupaten Bantul. Luas Wilayah Kecamatan Sanden sebesar 2 315.9490 hektar atau sebesar 4.58 persen dari Kota Bantul. Luas wilayah tersebut meliputi empat desa yaitu Desa Gadingharjo, Desa Gadingsari, Desa Srigading, dan Desa Murtigading. Secara geografis batas utara Kecamatan Sanden adalah Kecamatan Pandak, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kretek, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Srandakan, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Secara topografi Kecamatan Sanden berada di dataran rendah. Kecamatan Sanden berada pada ketinggian 10 meter diatas permukaan laut dengan suhu tertinggi yang pernah tercatat sebesar sampai 30 oC dan suhu terendah yang pernah tercatat di Kecamatan Sanden sebesar 20 oC. Kepadatan Penduduk Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Sanden mencapai 1 441 jiwa/km2. Jumlah total penduduk kecamatan Sanden tahun 2014 sebesar 32 487 jiwa. Diantara jumlah tersebut, 16 146 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan selebihnya yaitu 16 341 jiwa berjenis kelamin perempuan. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sanden yang paling besar adalah sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, dan perikanan (Tabel 5). Hal ini terbukti dari persentase penduduk yang bekerja di sektor petanian sebanyak 25.95 persen. Kemudian diikuti oleh jenis perkerjaan wiraswasta sebesar 15.53 persen, pelajar atau mahasiswa sebesar 14.45 persen.1 Ketiga jenis pekerjaan tersebut memiliki pesentase lebih dari 10 persen jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain.
15
Tabel 5 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sanden tahun 2014 Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase
Sektor Pertanian 8 430 25.95 Wiraswasta 5 046 15.53 Karyawan Swasta 2 037 6.27 Buruh 1 865 5.74 Pegawai Negeri Sipil 1 271 3.91 Pengurus Rumah Tangga 523 1.61 Polri 86 0.26 TNI 55 0.17 Tenaga Medis 40 0.12 Karyawan BUMN/BUMD 20 0.06 Lainnya 13 114 40.37 Total 32 487 100 Sumber: Bagian Kependudukan Biro Tata Pemerintahan Setda DIY (2015)
Karakteristik Petani Sampel Usia Petani Sampel Usia sangat berkaitan dengan kemampuan fisik seorang petani. Semakin bertambah usia seorang petani akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah di lahan pasir. Usia petani sampel di Kecamatan Sanden bekisar antara 27-75 tahun (Tabel 6). Tabel 6 Distribusi usia petani sampel di Kecamatan Sanden Usia 27-39 40-52 53-65 > 56 Total Sumber: Data primer, 2015
Jumlah 6 9 6 1 22
Persentase 27.27 40.91 27.27 4.55 100
Berdasarkan Tabel 6, persentase usia petani terbesar sebanyak 40.91 persen berada pada kisaran usia 40-52 tahun. Kemudian diikuti oleh persentase terbesar kedua sebesar 27.27 persen pada kisaran usia 27-39 tahun dan kisaran usia 53-56 tahun. Menurut Hernanto (1991) individu yang lebih muda akan lebih agresif dan lebih berani dalam menghadapi tantangan sedangkan individu yang lebih tua terkesan berhati-hati. Petani yang umurnya lebih tua biasanya akan lebih konservatif menerapkan pola usahatani lama dalam kegiatan usahatani. Namun sebaliknya, petani yang berumur lebih muda biasanya lebih terbuka menerima adanya hal baru dakam kegiatan usahatani misalnya bibit atau teknologi baru. Namun petani yang lebih tua umumnya memiliki lebih banyak pengalaman dan lebih matang dalam berpikir. Afandi (2012) menyatakan bahwa seseorang berada pada usia 15 tahun biasanya berada pada usia sekolah sehingga belum termasuk dalam angkatan kerja.
16
Sedangkan seorang dengan umur lebih dari 64 tahun merupakan usia yang tidak produktif, karena tidak mampu lagi melakukan pekerjaan berat seperti pada usia produktif sehingga mempengaruhi kualitas dan produktivitas kerja. Berdasarkan pernyataan tersebut, usia petani bawang merah lahan pasir dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu kelompok belum produktif dengan usia kurang dari 15 tahun, kelompok produktif dengan rentang usia 15 tahun – 64 tahun, dan kelompok usia tidak produktif yaitu usia petani yang lebih dari 64 tahun. Dapat disimpulkan bahwa sebesar 40.91 persen usia petani responden di Kecamatan Sanden merupakan usia produktif. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berkaitan dengan pola pikir sesorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan mampu meningkatkan rasionalitas petani dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan usahatani bawang merah di lahan pasir. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi petani dalam menyerap teknologi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin cepat penyerapan dan aplikasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas usahataninya. Tingkat pendidikan petani bawang merah di lahan pasir diukur dari pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh petani (Tabel 7). Persentase tingkat pendidikan petani terbesar berada pada tingkat SMA atau sederajat yaitu sebesar 50 persen. Persentase tingkat pendidikan terbesar kedua yaitu sebesar 18.18 persen yang berada pada tingkat pendidikan SD dan SMP atau sederajat. Tingkat pendidikan universitas atau S1 hanya sebesar 4.55 persen. Terdapat petani responden yang tidak sekolah sebesar 9.09 persen. Pada lokasi penelitian, petani yang memiliki tingkat pendidikan universitas atau S1 dapat menyerap teknologi dan informasi lebih cepat dibandingkan dengan petani dengan tingkat pendidikan SD, SMP sederajat, dan SMA sederajat. Tabel 7 Tingkat pendidikan petani sampel Tingkat Pendidikan SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat S1 Tidak Sekolah Total Sumber: Data primer, 2015
Jumlah 4 4 11 1 2 22
Persentase (%) 18.18 18.18 50 4.55 9.09 100
Pengalaman Usahatani Pengalaman usahatani berkaitan dengan berapa lama petani melakukan kegitan usahatani bawang merah di lahan pasir. Tohir (1991) menyatakan bahwa semakin lama seorang petani mengelola usahataninya maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Pengalaman tersebut selanjutnya akan mempengaruhi sebagian besar sikap dan tindakan petani dalam pengambilan keputusan usahataninya. Semakin lama petani mengusahakan bawang merah di lahan pasir, maka petani akan semakin ahli dalam membudidayakan bawang merah di lahan
17
pasir. Pengalaman ini merupakan proses belajar sebelumnya. Pengalaman petani responden berkisar antara 1-15 tahun (Tabel 8). Tabel 8 Distribusi pengalaman usahatani petani sampel Pengalaman
Jumlah
Persentase (%)
< 10 tahun
3
13.64
> 10 tahun
19
86.36
Total
22
100
Sumber: Data primer, 2015 Berdasarkan Tabel 8, persentase pengalaman usahatani petani responden yang kurang dari 10 tahun sebesar 13.68 persen. Sedangkan persentase pengalaman usahatani petani responden yang lebih dari 10 tahun sebesar 86.36 persen. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar petani responden memiliki pengalaman yang baik dalam berusahatani bawang merah di lahan pasir. Pengalaman yang lama dalam berusahatani bawang merah di lahan pasir tidak membuat petani responden mudah puas. Petani responden selalu berinovasi dan mencari informasi untuk meningkatkan produktivitas bawang merah di lahan pasir. Status Lahan Lahan pasir di sepanjang pesisir pantai Yogyakarta termasuk dalam kategori Sultan ground. Hal ini berarti bahwa status kepemilikan lahan dimiliki oleh Sultan Hamengkubuwono X. Sultan Hamengkubuwono X mengijinkan lahan pesisir pantai tersebut dimanfaatkan oleh rakyat di sekitar daerah pesisir. Luas lahan tersebut dibagi berdasarkan dusun. Setiap dusun di Kecamatan Sanden diberi lahan seluas 6 hektar. Kemudian lahan seluas 6 hektar dibagi dengan jumlah kepala keluarga yang ada di dusun tersebut. Sehingga rata-rata setiap kepala keluarga memiliki hak pakai lahan pasir seluas 1000 m2. Meskipun telah ditetapkan aturan pembagian, petani masih enggan menggunakan lahan pasir untuk lahan pertanian Budidaya Bawang Merah di Lahan Pasir 1. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam budidaya bawang merah di lahan pasir. Lahan pasir dicampur dengan pupuk kandang dan dolomit menggunakan cangkul atau rotari. Beberapa petani di Kecamatan Sanden menggunakan rotari untuk mengolah lahan. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan bedengan dengan luas 1 x 14 meter. Bedengan dengan bedengan selanjutnya diberi jarak yang berfungsi sebagai jalan selang air untuk penyiraman maupun untuk jalan yang dilalui petani. 2. Penanaman Sebagian besar petani bawang merah di Kecamatan Sanden menggunakan bantuan TKLK untuk proses penanaman. Hal ini dilakukan agar proses penanaman selesai dalam satu hari kerja. Jika penanaman lebih dari satu hari, akan memengaruhi besar umbi bawang merah. Penanaman dilakukan
18
dengan membenamkan umbi bawang dalam lubang tanam dengan posisi tegak dan agak ditekan sampai ujung umbi rata dengan permukaan lahan pasir. Jarak tanam yang digunakan petani berbeda pada saat MT 1 dan MT II. Pada MT 1 petani menggunakan jarak sebesar 20 cm x 15 cm. Hal ini disebabkan pada MT 1 curah hujan cukup tinggi menyebabkan lama penyinaran matahari bekurang menyebabkan pertumbuhan umbi tidak terlalu besar sehingga jarak tanam dirapatkan. Pada saat MT II jarak tanam yang digunakan petani sebesar 20 cm x 20 cm untuk membantu pertumbuhan umbi yang optimal. Setelah penanaman selesai, kemudian dilakukan penyiraman. Dilanjutkan dengan pemberian obat untuk mengurangi tumbuhnya gulma dengan obat kimia Goal. Setelah diberi obat kemudian dilakukan penyiraman.
Gambar 2 Bibit bawang merah siap tanam 3. Penyiraman Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban lahan pasir. Penyiraman dilakukan setiap hari satu kali mulai dari penanaman sampai panen. Pada MT 1, peyiraman dilakukan selama 55-60 hari. Sumber air yang digunakan oleh petani berasal dari sumur buatan sedalam 4-5 meter. Saat ini petani di Kecamatan Sanden menggunakan pompa untuk mengambil air dari sumur buatan.
Gambar 3 Kegiatan penyiraman bawang merah di lahan pasir di Kecamatan Sanden
19
4. Pemupukan Kimia Petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden melakukan pemupukan kimia sebanyak 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan setelah bawang merah berumur 15 hari. Pupuk kimia selanjutnya dilakukan pada saat bawang merah berumur 20-25 hari. Pemupukan kimia pertama yaitu campuran antara pupuk urea, KCL dan mutiara. Sedangkan pemupukan selanjutnya yaitu pupuk saprodap dan ponska. 5. Penyiangan Penyiangan dilakukan supaya nutrisi untuk bawang merah tidak diambil oleh gulma. Para petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden sudah menggunakan obat goal untuk mengurangi pertumbuhan gulma. Ketika sudah diberi obat, gulma akan muncul kurang lebih pada hari ke 25. Pada umur 25 hari, umbi bawang merah sudah mulai tumbuh. Jika diberi herbisisda, akan mengganggu pertumbuhan umbi. Sehingga petani melakukan penyiangan secara manual. 6. Pemberian obat-obatan Jenis obat-obatan yang digunakan oleh petani di Kecamata Sanden adalah obat cair dan obat padat. Kategori obat yang digunakan oleh petani adalah pestisida, herbisisda, dan fungisida. Pemberian obat-obatan ini tergantung pada gejala yang muncul pada tumbuhan bawang merah. Herbisida digunakan oleh petani pada awal masa tanam bawang merah untuk memaksimalkan pupuk agar tidak diserap oleh gulma. Pemberian pestisida dan fungisida dilakukan setiap lima kali sehari tergantung pada gejala yang muncul pada tanaman bawang merah sejak bawang merah berusia 15 hari sampai 35 hari. Waktu pemberian obat-obatan tersebut adalah pada saat usia bawang merah 15 hari, 20 hari, 25 hari, 30 hari, dan 35 hari. Hama yang sering muncul pada tanaman bawang merah lahan pasir hampir sama dengan hama yang muncul pada tanaman bawang merah lahan sawah. Hama yang muncul pada MT 1 antara lain Spodophtera exigua dan Spodoptera litura (ulat grayak). Sedangkan penyakit yang muncul pada MT 1 adalah antraknosa, bercak ungu, dan penyakit layu fusarium. 7. Pemanenan Pemanenan bawang merah dilakukan apabila daun tampak menguning, daun rebah, pangkal daun telah mengempis dan buah berwarna merah serta keras.. Bawang merah dicabut kemudian diikat menjadi satu untingan untuk memudahkan pada proses pengangkutan. Musim Tanam 1 (MT 1) merupakan musim penghujan sehingga perlu dilakukan waktu pemanenan yang tepat. Jika terlalu cepat, hasil panen kurang baik dan jika terlalu lama maka rentan terkena jamur. Pemanenan yang tepat pada saat Musim Tanam 1 (MT 1) dilakukan pada saat bawang merah berumur 55 – 60 hari.
20
Gambar 4 Bawang merah di lahan pasir umur 50 hari 8. Sistem Irigasi Tumbuhan membutuhkan air agar dapat tumbuh dengan optimal sehingga penyiraman menjadi hal yang pertama diperhatikan untuk kegiatan budidaya komoditas pertanian. Lahan pasir yang bersifat gersang membutuhkan perhatian lebih dalam hal irigasi. Sistem irigasi yang digunakan oleh petani bawang merah di Kecamatan Sanden adalah sistem irigasi sumur renteng. Sumur renteng merupakan sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk membantu keberlangsungan sumber air bagi petani yang melakukan kegiatan budidaya pertanian di lahan pasir.
Pompa
Keterangan: = permukaan tanah = paralon menuju sprayer siram
Sumber Air
= paralon penyedia air
Gambar 5 Sistem irigasi sembur pada usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden Sumber: BPTP Yogyakarta (2006)
21
Sistem kerja sumur renteng yang digunakan petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden adalah tipe sistem sembur (Gambar 5). Sumber air dari air tanah disedot dengan pompa air dan langsung dialirkan ke pipa distributor tanpa melalui bak penampung berupa tower atau bak distributor. Masing-masing pipa distributor dilengkapi dengan selang dan sprayer. Semburan air dari selang digunakan untuk menyiram langsung tanaman bawang merah di lahan pasir. Sistem irigasi sembur mengharuskan petani memiliki pompa sendiri sehingga memudahkan petani dalam proses penyiraman. Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir 1. Bibit Bibit merupakan sarana produksi yang penting untuk usahatani bawang merah. Seluruh petani responden di Kecamatan Sanden memperoleh bibit bawang merah dari hasil tanam musim sebelumnya. Jumlah bibit bawang merah yang digunakan oleh petani responden sebagian besar berada di bawah rata-rata penggunaan (Tabel 9). Tabel 9 Distribusi penggunaan bibit bawang merah petani responden Jumlah Bibit Di Bawah Rata-rata (≤ 72.32 kg) Di Atas Rata-rata (> 72.32 kg) Jumlah Petani Sampel
Rata-rata (kg)
Jumlah Petani (orang)
Persentase (%)
46.546 kg 112.22 kg
13 9 22
59.09 40.90 100
Rata-rata penggunaan bibit yang digunakan petani sampel adalah 72.318 kg (Tabel 9). Sebanyak 59.09 atau 13 orang petani responden menggunakan bibit dibawah rata-rata, sedangkan 40.90 persen atau 9 orang petani responden menggunakan bibit dibawah rata-rata. Harga bibit pada saat penelitian berkisar antara Rp25 000,- sampai Rp35 000,- dengan rata-rata harga bibit sebesar Rp30 000,-. Penggunaan bibit berbanding lurus dengan luas lahan yang diusahakan petani responden. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 12, dapat disimpulkan bahwa semakin luas lahan yang diusahakan petani, maka semakin banyak bibit yang digunakan petani responden. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan sarana produksi yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan usahatani. Tenaga kerja terbagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) di lokasi penelitian adalah kepala keluarga. Sedangkan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) berasal dari kerabat atau tetangga sekitar petani sampel. Mayoritas aktivitas dilakukan sendiri oleh Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) yaitu pada saat pengolahan lahan,
22
penanaman, penyiraman, pemupukan kimia , penyemprotan, penyiangan, dan pemanenan (Tabel 10). Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) juga membantu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dalam aktivitas usahatani bawang merah di lahan pasir kecuali pada aktivitas pemupukan. Kegiatan penyiraman bawang merah di lahan pasir sebagian besar dilakukan oleh TKDK. Aktivitas pemupukan kimia dilakukan oleh Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) tanpa bantuan Tenaga Kerja Luar Keluarga (YKLK). Hal tersebut disebabkan kegiatan pemupukan kimia hanya dilakukan sebanyak 2 kali dan hanya membutuhkan waktu berkisar antara 1 – 1.5 jam sesuai dengan luas lahan yang diusahakan sehingga cukup dilakukan oleh satu orang tenaga kerja saja. Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) paling besar terdapat pada aktivitas pemanenan. Berdasarkan Tabel 10, rata-rata penggunaan total tenaga kerja petani responden sebesar 16.367 HOK. Rata-rata penggunaan TKDK sebesar 10.994 HOK sedangkan rata-rata penggunaan TKLK sebesar 5.373. Aktivitas penyiraman membutuhkan total tenaga kerja paling besar yaitu 8.203 HOK disebabkan kegiatan penyiraman dilakukan setiap hari mulai bawang merah ditanam sampai siap panen. Pada Musim Tanam 1 (periode Maret 2015-Mei 2015), rata-rata petani menanam bawang merah di lahan pasir selama 55 hari. Aktivitas ini hanya membutuhkan satu orang tenaga kerja saja setiap hari selama 1-2 jam sesuai dengan luas lahan yang diusahakan petani. Kebutuhan total tenaga kerja terbesar kedua adalah pada saat kegiatan pemanenan yaitu sebesar 4.028 HOK. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan pemanenan berkisar antara 3-6 orang. Aktivitas pemanenan meliputi pencabutan dan pengikatan bawang merah menjadi ikatan-ikatan sehingga membutuhkan waktu yang lama. Tabel 10 Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani resopnden Aktivitas Pengolahan lahan Penanaman Penyiraman Pemupukan kimia Penyemprotan Penyiangan Pemanenan Jumlah
TKDK (HOK) 0.591 0.526 6.562 0.379 0.326 0.518 2.092 10.994
TKLK (HOK) 0.929 0.820 1.641 0.000 0.019 0.027 1.936 5.373
Total TK (HOK) 1.520 1.346 8.203 0.379 0.345 0.545 4.028 16.367
3. Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan input yang penting dalam usahatani di lahan pasir. Lahan pasir bersifat gersang dan miskin unsur hara sehingga membutuhkan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburannya. Rata-rata penggunaan pupuk kandang petani sampel sebesar 1202.273 kg. Sebesar 72.73 persen atau 16 orang petani menggunakan pupuk kandang dibawah rata-rata,
23
sedangkan sisanya yaitu 6 orang atau 27.27 persen menggunakan pupuk kandang diatas rata-rata. Dapat disimpulkan bahwa pada Musim Tanam 1 (MT 1), sebagian besar petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden menggunakan pupuk kandang dibawah rata-rata (Tabel 11). Hal ini disebabkan pada Musim Tanam 1 (MT 1) yaitu bulan Februari merupakan musim hujan. Pada saat musim hujan, petani responden mengurangi pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang dapat memicu busuk umbi dan jamur. Tabel 11 Distribusi penggunaan pupuk kandang petani responden Distribusi penggunaan pupuk kandang Di Bawah Rata-rata (≤ 1202.273 kg) Di Atas Rata-rata (> 1202.273 kg) Total Petani Responden
Jumlah (orang) 16
Persentase (%) 72.73
6 22
27.27 100
4. Lahan Luas lahan petani responden yang digunakan untuk usahatani bawang merah pada Musim Tanam 1 (MT 1) berkisar antara 340 m2-2 520 m2 (Tabel 12). Rata-rata luasan lahan yang digunakan oleh petani responden sebesar 900 m2. Petani responden yang menggunakan luas lahan kurang dari 900 m2 sebanyak 59.09 persen. Sedangkan petani yang menggunakan luas lahan datas 900 m2 sebesar 40.91 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden tidak menggunakan seluruh lahan yang ada untuk menanam bawang merah pada MT 1 di lahan pasir. Tabel 12 Luas lahan yang diusahakan petani responden Luas lahan <900 >900 Total
Jumlah 13 9 22
Persentase (%) 59.09 40.91 100
5. Modal Modal merupakan input produksi yang penting dalam usahatani bawang merah lahan pasir. Petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden mayoritas menggunakan modal yang berasal dari modal sendiri. Pada saat Musim Tanam 1 (MT 1), mayoritas petani bawang merah di Kecamatan Sanden menggunakan modal sendiri. Hal ini disebabkan besarnya risiko gagal panen karena busuk umbi dan jamur. Rata-rata kepemilikan lahan pasir per petani adalah 1000 m2. Modal rata-rata yang digunakan petani responden sebesar Rp4 138 420. Pada saat Musim Tanam 1 (MT 1), petani hanya menggunakan separuh lahannya untuk ditanami bawang merah. Terdapat pula petani yang tidak menanam bawang merah pada Musim Tanam 1 (MT 1) karena risiko gagal panen.
24
6. Alat - Alat Pertanian Alat pertanian yang digunakan oleh petani bawang merah lahan pasir adalah cangkul, sabit, selang, tangki semprot, garuk, angkong, copor, dan pompa air. Sebagian besar peralatan tersebut adalah milik petani sendiri. Kecuali untuk aktivitas pengolahan lahan, sebagian petani menggunakan rotari. Rotari ini merupakan alat pembajak tanah milik kelompok tani. Penggunaan rotari akan dikenakan biaya Rp 2.000,- per 14 m2. Pembelian alat pertanian tidak dilakukan pada setiap musim tanam karena dapat digunakan lebih dari satu kali. Alat-alat pertanian digunakan sampai alat tersebut tidak dapat digunakan oleh petani. Setiap tahun peralatan pertanian ini akan mengalami depresiasi atau penyusutan nilai.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Biaya yang dikeluarkan oleh petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata biaya non tunai yang dikeluarkan oeh petani lebih besar daripada biaya tunai yang dikeluarkan. Persentase biaya non tunai yang lebih besar daripada persentase biaya tunai menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden belum telalu komersial (Tabel 13) . Persentase biaya tunai sebesar 30.82 persen dari biaya total. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 69.18 persen dikeluarkan untuk biaya non tunai. Rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani bawang merah di Kecamatan Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1 sebesar Rp1 464 396.69,- atau 30.82 persen dari biaya total. Sedangkan rata-rata biaya non tunai yang dikeluarkan oleh petani bawang merah lahan pasir sebesar Rp3 287 767.74,- atau 69.18 persen dari biaya total per 1000 m2 per musim tanam 1. Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan petani adalah biaya bahan bakar sebesar 7.84 persen dari biaya total. Bahan bakar tersebut digunakan untuk menyiram tanaman bawang merah. Sumber air berasal dari sumur bor sedalam 4-5 m2, sehingga untuk mengambil air digunakan alat yaitu pompa air. Rata-rata petani harus menggunkan bensin sebanyak 46.58 per 1000 m2 per musim tanam 1 untuk kegiatan penyiraman. Sumber bahan bakar berasal dari pedagang eceran di sekitar lingkungan petani. Bahan bakar yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp8 000 per liter. Biaya terbesar kedua yang dikeluarkan oleh petani adalah pupuk kimia mencapai Rp297 643.62,- per 1000 m2 per musim tanam 1 atau 6.26 persen dari biaya total. Berbeda dengan lahan biasa, lahan pasir bersifat gersang dan miskin unsur hara. Sehingga petani menggunakan berbagai macam pupuk dengan kandungan berbeda agar lahan pasir dapat ditanami bawang merah. Kemudian biaya terbesar keempat adalah pupuk kandang yaitu sebesar Rp186 253.61 per 1000 m2 per musim tanam 1 atau 4.70 persen dari biaya total. Biaya terbesar kelima TKLK adalah Rp222 500,- per 1000 m2 per musim tanam 1 atau 4.68 persen dari biaya total.
25
Tabel 13 Rata-rata biaya usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1 tahun 2015 Pengeluaran Usahatani Biaya Tunai Pupuk Kandang (kg) Urea (Kg) KCL (Kg) Saprodap (Kg) NPK (Kg) Ponska (Kg) Dolomit (Kg) Obat padat (Kg) Obat cair (liter) TKLK (HOK) Irigasi Bahan Bakar (liter) Sewa rotari Total biaya tunai Biaya non tunai Sewa lahan Bibit (kg) TKDK (HOK) Penyusutan Peralatan Total biaya non tunai Total biaya
Jumlah
% Terhadap Biaya Total
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
1 432.72 8.31 15.25 11.31 3.79 24.09 33.37
155.83 1 900 9 000 5 900 5 500 2 368.82 827.7
4.45
50 000
46.58
8 000
223 265.54 15 783.59 137 213.72 66 753.95 20 833.33 57 059.03 27 626.09 87 386.62 115 738.06 222 500 13 678.29 372 662.38 103 896.10 1 464 396.69
4.70 0.33 2.89 1.40 0.44 1.20 0.58 1.84 2.44 4.68 0.29 7.84 2.19 30.82
76.56 14.99
30 000 50 000
118 410.99 2 296 750.32 749 308.95 123 297.47 3 287 767.74
2.49 48.33 15.77 2.59 69.18
4 752 164.43
100
Biaya obat-obatan terdiri dari obat padat dan obat cair yaitu sebesar Rp 203 124,68,- per 1000 m2 per musim tanam 1 atau 4.28 persen dari biaya total. Musim tanam 1 merupakan musim tanam yang dilakukan pada bulan Maret. Dimana bulan Maret masih dalam musim penghujan. Tingginya curah hujan menyebabkan tanaman bawang merah rentan terkena busuk umbi dan jamur. Untuk mengurangi serangan hama dan jamur, petani di lahan pasir Kecamatan Sanden menggunakan obat-obatan yang cukup banyak agar tidak terjadi gagal panen. Komponen biaya non tunai terdiri dari sewa lahan, bibit, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan alat. Total biaya non tunai ini lebih besar dibandingkan dengan biaya tunai. Komponen biaya non tunai mencapai 69.18 persen dari biaya total. Berdasarkan penelitian di Kecamatan Sanden, biaya non tunai terbesar dikeluarkan untuk bibit sebesar Rp2 296 750.32,- atau mencapai 48.33 persen dari biaya total. Bibit masuk dalam komponen biaya non tunai disebabkan petani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden menggunakan bibit yang berasal dari musim panen sebelumnya. Hal ini disebabkan bibit memerlukan biaya yang besar dalam usahatani bawang merah terbukti dari persentasenya dalam biaya total.
26
Jumlah rata-rata bibit yang digunakan petani di Kecamatan Sanden sebanyak 76.56 kg per 1000 m2 per musim tanam 1. Sedangkan biaya bibit berkisar antara Rp25 000 sampai Rp35 000 dengan rata-rata harga bibit bawang merah sebesar Rp30 000/kg. Biaya terbesar kedua dari komponen biaya non tunai adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp749 308.95,- atau 15.77 persen dari total biaya. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Sanden lebih banyak menggunakan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) untuk kegiatan usahatani bawang merah di lahan pasir seperti pengolahan lahan, penyiraman, pemupukan, dan penyemprotan obat-obatan. Sedangkan kegiatan lain dibantu dan dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Komponen biaya non tunai terbesar ketiga adalah penyusutan peralatan sebesar Rp123 297.47,- atau 2.59 persen dari biaya total. Biaya penyusutan ini merupakan biaya penyusutan per musim. Biaya sewa lahan sebesar Rp118 410.99,- per 1000 m2 per musim tanam 1 atau mencapai 2.49 persen dari biaya total. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi biaya usahatani bawang merah di lahan pasir terbesar adalah biaya bibit (48.33 persen) dan tenaga kerja baik TKDK maupun TKLK sebesar (20.45 persen). Sedangkan kontribusi biaya yang lain berada di bawah 10 persen. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan analisis struktur biaya antara usahatani bawang merah di lahan pasir dan usahatani bawang merah di lahan sawah. Perbandingan ini dilakukan dengan studi literatur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lawalata (2013), yang berjudul Analisis Efisiensi Relatif dan perilaku petani terhadap risiko usahatani bawang merah di Kabupaten Bantul. Penelitian tersebut menggunakan sampel yang melakukan usahatani bawang merah di lahan sawah sebanyak 60 petani periode musim tanam 1 yaitu bulan Maret 2011Mei 2011. Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa struktur biaya tunai usahatani bawang merah di lahan sawah lebih besar daripada biaya non tunainya (Tabel 14). Berdasarkan Tabel 14, persentase biaya tunai sebesar 79.21 persen sedangkan persentase biaya non tunai sebesar 20.79 persen. Persentase biaya terbesar adalah bibit sebesar 33.05 persen, Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) sebesar 23.69 persen, dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) sebesar 19.29 persen. Jika dibandingkan dengan struktur biaya usahatani bawang merah di lahan pasir, persentase biaya terbesar adalah bibit (48.33 persen), TKDK (15.77 persen) dan bahan bakar untuk pompa (7.71 persen). Berdasarkan persentase perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan bibit bawang merah di lahan sawah lebih banyak daripada kebutuhan bibit bawang merah di lahan pasir. Terbukti dari jumlah bibit bawang merah di lahan sawah sebesar 101.04 kg per 1000 m2 per MT 1 sedangkan kebutuhan bibit bawang merah di lahan pasir hanya sebesar 76.56 kg per 1000 m2 per MT 1.
27
Tabel 14 Rata-rata struktur biaya usahatani bawang merah di lahan sawah di Kabupaten Bantul per 1000 m2 per musim tanam 1 Struktur biaya Biaya tunai Bibit (kg) Pupuk Organik (kg) Pupuk kimia (kg) Obat padat (kg) Obat cair (ml) TKLK (HOK) Pajak sewa lahan BBM Total Biaya tunai Biaya non tunai TKDK (HOK) Penyusutan Total biaya non tunai Biaya total
Jumlah 101.04 190.86 0.71 0.43 24.66
20.08
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
Persentase (%)
14 798.72 435.65 383 012.50 119 321.66 287 122.85 43 471.91 236 821.97 104 927.79
1 495 321.96 83 146.27 383 012.50 84 718.38 123 749.95 1 071 843.43 236 821.97 104 927.79 3 583 542.25
33.05 1.84 8.47 1.87 2.74 23.69 5.23 2.32 79.21
43 471.91 68 047.59
872 698.61 68 047.59 940 746.20
19.29 1.50 20.79
4 524 288.45
100
Input yang digunakan dalam usahatani bawang merah di lahan pasir berbeda dengan input yang digunakan di lahan sawah. Perbedaan input yang digunakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Berdasarkan perbandingan Tabel 13 dan Tabel 14, usahatani bawang merah di lahan sawah tidak membutuhkan dolomit atau kapur pertanian. Dolomit dibutuhkan pada usahatani bawang merah di lahan pasir untuk menstabilkan pH lahan pasir agar sesuai dengan syarat tumbuh bawang merah. Usahatani bawang merah di lahan pasir membutuhkan pupuk kandang untuk menyuburkan unsur hara agar bawang merah dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan usahatani bawang merah di lahan sawah menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang pada lahan pasir lebih besar daripada penggunaan pupuk organik di lahan sawah. Pupuk kandang yang dibutuhkan dalam usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar 1432.72 kg per 1000 m2 per MT 1, sedangkan pupuk organik yang digunakan untuk usahatani bawang merah di lahan sawah hanya sebesar 190.86 kg per 1000 m2 per MT 1. Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani bawang merah di lahan sawah lebih besar daripada di lahan pasir. Kebutuhan total tenaga kerja untuk usahatani bawang merah di lahan sawah sebesar 44.74 HOK, sedangkan untuk usahatani bawang merah di lahan pasir hanya membutuhkan 19.44 HOK. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani bawang merah di lahan pasir lebih ringan untuk dilakukan daripada usahatani bawang merah di lahan sawah. Struktur tanah lahan pasir lebih ringan daripada struktur tanah di lahan sawah sehingga memudahkan petani dalam pengolahan lahan. Meskipun memudahkan dalam hal pengolahan lahan, biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah di lahan pasir lebih besar dibandingkan biaya usahatani bawang merah di lahan sawah.
28
Biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar Rp4 752 164.43,- sedangkan biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani bawang merah di lahan sawah sebesar Rp4 524 288.45,-. Terdapat perbedaan biaya total yaitu sebesar Rp227 875.98,-.
Berdasarkan analisis perbedaan biaya tersebut menunjukkan bahwa biaya usahatani bawang merah di lahan sawah lebih rendah daripada usahatani bawang merah di lahan pasir. Biaya yang dikeluarkan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh oleh petani. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan, semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani. Akan tetapi, usahatani bawang merah di lahan pasir dapat dijadikan alternatif usaha bagi masyarakat Kecamatan Sanden yang tidak memiliki lahan. Usahatani bawang merah di lahan pasir tidak membutuhkan biaya tunai yang besar, terbukti dari biaya tunai usahatani bawang merah lebih kecil daripada biaya tunai usahatani bawang merah di lahan sawah. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi petani yang menanam bawang merah di lahan pasir, sebab dengan biaya tunai sebesar 30.82 persen, petani dapat melakukan usahataninya. Berbeda dengan petani yang melakukan usahatani bawang merah di lahan sawah membutuhkan biaya tunai sebesar 79.21 persen. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden Pendapatan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk menggambarkan imbalan yang diperoleh petani atas faktor produksi yang dikeluarkan oleh petani. Untuk menganalisis pendapatan petani, perlu diketahui penerimaan usahatani bawang merah lahan pasir. Analisis pendapatan ini menggambarkan rata-rata penerimaan, biaya, keuntungan, balas jasa terhadap sumberdaya yang digunakan dalam usahatani bawang merah lahan pasir, balas jasa terhadap modal, dan balas jasa terhadap tenaga kerja per 1000 m2 per Musim Tanam 1 (MT 1). Pendapatan tunai usahatani bawang merah di lahan pasir lebih besar daripada pendapatan totalnya (Tabel 15). Hal ini disebabkan komponen biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah lebih kecil daripada biaya non tunainya. Pendapatan kotor usahatani (Net Farm Income) yang diterima oleh petani bawang merah per 1000 m2 per MT 1 adalah sebesar Rp9 262 111.46. Harga jual bawang merah pada MT 1 berkisar antara Rp15 000/ kg – Rp17 000/ kg dengan rata-rata harga jual sebesar Rp16 000/ kg. Sedangkan rata-rata output per 1000 m2 adalah sebesar 578.88 kg/ 1000 m2/ MT 1. Musim tanam 1 dimulai dari bulan februari dan berakhir pada bulan April. Harga jual bawang merah pada bulan April cukup tinggi disebabkan menipisnya supply bawang merah akibat gagal panen. Sebagian besar gagal panen dialami oleh petani bawang merah lahan sawah di Kecamatan Sanden. Letak Kecamatan Sanden yang berada di muara laut menyebabkan volume air sungai bertambah. Ketika sungai sudah tidak mampu menampung air hujan, air laut meluber ke lahan sawah yang berada di daerah sekitar sungai.
29
Tanaman bawang merah memerlukan pemanasan dan panjang hari yang cukup lama untuk tumbuh dengan baik. Curah hujan yang cukup tinggi pada musim tanam 1 menyebabkan tanaman bawang kesulitan dalam pembentukan umbi dan rawan terhadap busuk. Hal ini dapat berakibat pada bobot bawang merah yang sudah panen. Normalnya, setiap 1 kg bawang merah dapat menghasilkan umbi siap panen sebesar 10 kg atau 10 kali lipat dari bibit yang ditanam. Sedangkan pada saat musim hujan, setiap 1 kg bibit bawang merah hanya dapat menghasilkan 5 kg (5 kali lipat) atau setengah dari hasil panen pada musim panas. Berdasarkan hasil perhitungan, pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp7 797 714.77,-. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dengan mengurangi pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Income) dan biaya tunai usahatani bawang merah di lahan pasir. Net Farm Income atau pendapatan bersih usahatani diperoleh dari penerimaan usahatani dikurangi total biaya usahatani (Total Farm Expenses). Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan bersih yang diterima oleh petani sebesar Rp4 509 947.03,-. Seluruh petani responden di Kecamatan Sanden menggunakan modal sendiri untuk budidaya bawang merah lahan pasir dan tidak meminjam dari pihak lain sehingga tidak terdapat modal pinjaman dan bunga pinjaman. Pengurangan dari Net Farm Income ( pendapatan bersih usahatani) dan bunga modal pinjaman disebut Net Farm Earning (penghasilan bersih usahatani). Net Farm Earning merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang digunakan untuk usahatani. Nilai Net Farm Earning sama dengan nilai Net Farm Income yaitu sebesar Rp4 509 947.03,- disebakan tidak terdapat pengurangan terhadap bunga pinjaman. Return to Total Capital merupakan imbalan atas seluruh modal yang dikeluarkan petani untuk usahatani bawang merah lahan pasir. Tingkat pengembalian atas modal total (Return to Total Capital) dan pengembalian atas modal usahatani (Return to Farm Equity Capital) dapat dibandingkan dengan tingkat pengembalian modal di bank sehingga petani dapat memutuskan untuk memilih menyimpan uang di bank atau melakukan usahatani bawang merah di lahan pasir. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada Tabel 14, Return to Total Capital dan Return To Farm Equity Capital memiliki nilai yang sama yaitu sebesar Rp3 760 638.08,- . Hal ini disebabkan seluruh petani responden menggunakan modal sendiri untuk usahatani bawang merah di lahan pasir pada MT1. Persentase Return to Total Capital dan Return To Farm Equity Capital dapat diketahui dengan membagi nilai Return to Total Capital dan Return To Farm Equity Capital dengan modal total. Modal total yang digunakan petani usahatani bawang merah sebesar Rp4 752 164.43,-. Tingkat bunga yang digunakan untuk membandingkan Return to Total Capital dan Return To Farm Equity Capital adalah bunga deposito Bank Rakyat Indonesia selama 2 bulan yaitu sebesar 6 persen. Bedasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase Return to Total Capital dan Return To Farm Equity Capital yaitu 79.1 persen lebih besar daripada bunga deposito selama 2 bulan sehingga petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika melakukan usahatani bawang merah di lahan pasir dibandingkan dengan mendepositokan uang di bank.
30
Tabel 15 Rata-rata pendapatan usahatani bawang merah di lahan pasir Kecamatan Sanden per 1000 m2 per musim tanam 1 tahun 2015 Keterangan Pendapatan Kotor Usahatani Dijual Bibit Gross Farm Income (A) Pengeluaran Usahatani 1. Pengeluaran Tunai Pupuk Kandang (kg) Urea (Kg) KCL (Kg) Saprodap (Kg) NPK (Kg) Ponska (Kg) Dolomit (Kg) Obat padat (Kg) Obat cair (liter) TKLK (HOK) Irigasi Bahan Bakar (liter) Sewa rotari Total biaya tunai 2. Pengeluaran Non Tunai Sewa lahan Benih (kg) TKDK (HOK) Penyusutan Peralatan Total biaya non tunai Total Farm Expenses (B) Pendapatan atas biaya tunai Net Farm Income (A-B=C) Modal Pinjaman Bunga Modal Pinjaman (i) Net Farm Earning (C-i=D) Return to Total Capital (C-nilai kerja keluarga = E) Return to Farm Equity Capital (D- nilai kerja keluarga = F) Return to Family Labour (D - bunga modal petani = G) R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
327.80 251.08
16 000 16 000
5 244 795.44 4 017 316.02 9 262 111.46
1 432.72 8.31 15.25 11.31 3.79 24.09 33.37
155.83 1 900 9 000 5 900 5 500 2 368.82 827.78
4.45
50 000
46.58
8 000
223 265.54 15 783.59 137 213.72 66 753.95 20 833.33 57 059.03 27 626.09 87 386.62 11 5738.1 222 500 13 678.29 372 662.38 103 896.10 1 464 396.69
76.56 14.99
30 000 50 000
118 410.99 2 296 750.32 749 308.95 123 297.47 3 287 767.74 4 752 164.43 7 797 714.77 4 509 947.03 0 0 4 509 947.03 3 760 638.08 3 760 638.08 4 509 947.03 6.32 1.95
31
Return to family Labour (imbalan kepada tenaga kerja keluarga) diperoleh dari Net Farm Earning dikurangi bunga modal petani. Mayoritas seluruh petani di Kecamatan Sanden menggunakan modal sendiri pada musim tanam 1, sehingga Return to Family Labour sebesar Rp4 509 947.03,-. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Return to Family Labour lebih besar jika dibandingkan dengan upah minimum Kabupaten Bantul yaitu sebesar Rp1 163 800,- per bulan. Pengembalian atas tenaga kerja keluarga tersebut diperoleh setelah berakhir masa panen yaitu selama 2 bulan, sehingga petani memperoleh Rp2 254 973.51 per bulan. Hal ini cukup membuktikan bahwa Return to Famiy Labour lebih besar jika dibandingkan dengan upah minimum Kabupaten Bantul sehingga akan lebih menguntungkan jika petani melakukan usahatani bawang merah daripada bekerja. Pendapatan yang diperoleh oleh petani bawang merah dipengaruhi oleh besar atau kecil pengeluaran dari usahataninya. Selain biaya yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah di lahan pasir, pendapatan petani bawang merah di lahan pasir juga dipengaruhi oleh penerimaan kotor usahatani. Penerimaan kotor usahatani ini diperoeh dari perkalian jumlah output dan harga output. Komponen output (hasil panen) yang dihasilkan dalam suatu usahatani juga mempengaruhi penerimaan usahatani. Semakin besar jumlah output bawang merah yang dihasilkan, semakin besar pula pendapatan yang diperoleh petani. Selain jumlah output bawang merah yang dihasilkan, peningkatan atau penurunan harga akan mempengaruhi pendapatan petani. Semakin tinggi harga jual bawang merah, semakin besar penerimaan yang diperoleh petani yang kemudian menyebabkan semakin besarnya pendapatan. Harga output merupakan suatu komponen yang berada diluar usahatani. Hal ini berarti bahwa harga bawang merah tidak dapat ditentukan oleh petani melainkan ditentukan oleh pasar. Penelitian yang dilakukan oleh Lawalata (2013) dan Nugroho (2012), merupakan penelitian tentang usahatani bawang merah di lahan sawah di Kabupanten Bantul. Pada penelitian Lawalata (2013), rata-rata harga bawang merah pada musim tanam Maret 2011-Mei 2011 sebesar Rp6 468.99,- sedangkan pada penelitian Nugroho (2012) harga bawang merah periode Maret 2013-Me 2012 sebesar Rp6 346.74,-. Berdasarkan kedua penelitian tersebut diperoleh rata-rata harga sebesar Rp6 407.86,-. Persamaan dari penelitian ini dan penelitian yang dilakukan Lawalata (2013) dan Nugroho (2012) berada pada musim yang sama yaitu musim tanam 1. sehingga dapat dibandingkan berapa jumlah output bawang merah yang dihasilkan di lahan sawah dan di lahan pasir. Perbandingan jumlah output yang dihasilkan oleh lahan sawah dan lahan pasir dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, jumlah output bawang merah yang dihasilkan pada lahan sawah lebih besar daripada lahan pasir. Tabel 16 Perbandingan output usahatani bawang merah di lahan pasir dan di lahan sawah per 1000 m2 per musim tanam 1 Jenis lahan Rata-rata output (Kg) Lahan pasir 578.88 Lahan sawah 918.83 Sumber: Nugrogo (2012) dan Lawalata (2013), diolah
Luas lahan (m2) 1 000 1 000
32
Rata-rata output bawang merah yang dihasilkan oleh kegiatan usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar 578.88 kg per 1000 m2 per musim tanam 1. Sedangkan rata-rata output yang dihasilkan oleh kegiatan usahatani bawang merah di lahan sawah sebesar 918.83 kg per 1000 m2 per musim tanam 1. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas bawang merah yang ditanam di lahan sawah lebih tinggi daripada produktivitas bawang merah yang ditanam di lahan pasir. Berdasarkan hasil analisis Tabel 16, dapat disimpulkan bahwa produktivitas bawang merah di lahan pasir sebesar 0.58 kg/1000 m2 dan produktivitas bawang merah di lahan sawah sebesar 0.92 kg/1000 m2. Analisis Efisiensi Usahatani Bawang Merah di Lahan Pasir Kecamatan Sanden Efisiensi usahatani dapat digambarakan dengan rasio R/C. Dimana rasio R/C mengukur penerimaan yang diterima oleh petani atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani bawang merah lahan pasir. Rasio R/C terbagi atas 2 yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Semakin besar atau kecil penerimaan yang diterima petani, akan mempengaruhi rasio R/C. Begitu pula sebaliknya semakin besar atau kecil biaya yang dikeluarkan juga mempengaruhi rasio R/C. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, R/C atas biaya tunai sebesar 6.32. Hal ini berarti bahwa setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp6.32. Sedangkan R/C atas biaya tunai sebesar 1.95 yang berarti bahwa setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp1.95. Rasio R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total memiliki perbedaan yaitu sebesar 4.37. Perbedaan tersebut disebabkan biaya non tunai lebih besar daripada biaya tunai yang dikeluarkan petani. Besarnya biaya non tunai berpengaruh pada biaya total. Biaya tunai yang dikeluarkan petani sebesar Rp1 464 396.69, sedangkan total biaya non tunai sebesar Rp3 287 767.74dengan penerimaan sebesar Rp9 262 111.46. Hal ini membuktikan bahwa nilai R/C atas biaya tunai lebih besar daripada R/C atas biaya total. Dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang merah lahan pasir efisien, sebab rasio R/C lebih dari 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lawalata (2013) dengan 60 sampe petani bawang merah di lahan sawah, yang berjudul Analisis Efisiensi Relatif dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul diketahui bahwa nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.55, sedangkan R/C atas biaya total sebesar 1.23 (Tabel 17). Tabel 17 Perbandingan efisiensi usahatani bawang merah di lahan pasir dan di lahan sawah per 1000 m2 per musim tanam 1 Keterangan Penerimaan (Rp) Biaya tunai (Rp) Biaya total (Rp) R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total Sumber: Lawalata (2013), diolah
Lahan pasir 9 262 111.46 1 464 396.69 4 752 164.43 6.32 1.95
Lahan sawah 5 563 327.54 3 583 542.25 4 524 288.45 1.55 1.23
33
Berdasarkan analisis perbandingan antara usahatani bawang merah di lahan pasir dan di lahan sawah, nilai R/C rasio usahatani bawang merah di lahan pasir lebih besar daripada nilai R/C usahatani bawang merah di lahan pasir. Meskipun demikian, baik usahatani bawang merah di lahan pasir dan usahatani bawang merah di lahan sawah keduanya menguntungkan. Hal ini disebabkan kedua usahatani bawang merah tersebut memiliki nilai R/C rasio >1 sehingga dapat dikatakan menguntungkan. Usahatani bawang merah di lahan pasir sangat sesuai bagi petani yang tidak memiliki lahan dan modal yang terbatas karena menggunakan lahan pasir pantai yang tidak dikenakan biaya sewa lahan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Struktur biaya usahatani bawang merah lahan pasir terbesar berada pada komponen biaya non tunai sebesar Rp3 369 356.75,- per 1000 m2 per musim tanam 1 atau 69.70 persen dari biaya total dan sisanya adalah biaya tunai sebesar Rp1 464 396.69,- atau 30.30 persen dari biaya total. Komponen biaya tersebesar adalah biaya bibit bawang merah 48.33 persen dari biaya total, dan biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) sebesar 15.77 persen 2. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar Rp7 797 714.77,- per 1000 m2 per musim tanam 1. Sedangkan pendapatan atas biaya total usahatani bawang merah di lahan pasir sebesar Rp4 509 947.03,- per 1000 m2 per musim tanam 1. Pendapatan atas biaya non tunai lebih besar daripada biaya tunai. 3. R/C atas biaya tunai sebesar 6.32 dan R/C atas biaya total sebesar 1.95. Perbedaan R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang besar disebabkan komponen biaya non tunai lebih besar dariapada biaya tunai. Dan dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang merah lahan pasir efisien dan layak untuk diteruskan. Saran 1. Pada saat musim hujan (MT 1) sebagian besar petani hanya menggunakan lahan pasir seluas 900 m2 untuk usahatani bawang merah. Penggunaan lahan masih dapat dimaksimumkan sampai seluas 1000 m2. Penggunaan bibit unggul disarankan bagi petani bawang merah di lahan pasir untuk memperoleh hasil panen yang lebih baik dan berkualitas guna meningkatkan produktivitas bawang merah di lahan pasir. Peran serta penyuluh memberikan penyuluhan kepada petani untuk menggunakan bibit unggul. 2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis perbandingan usahatani bawang merah di lahan pasir dengan usahatani bawang merah di lahan sawah pada tahun dan musim tanam yang sama untuk membuktikan secara nyata apakah usahatani bawang merah di lahan pasir lebih menguntungkan dan efisien dibandingkan dengan usahatani bawang merah di lahan sawah.
34
DAFTAR PUSTAKA Afandi. 2012. Analisis Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Provinsi Sulawesi Tengah [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Apriani LN. 2011. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus: Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bagian Kependudukan Biro Tata Pemerintahan Setda DIY. 2015. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Sanden tahun 2014. Yogyakarta (ID): Bagian Kependudukan Biro Tata Pemerintahan Setda DIY. [BPP] Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sanden. 2014. Program Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Yogyakarta (ID): BPP Kecamatan Sanden. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2001. Program Pembangunan Pertanian Departemen Pertanian Provinsi DI Yogyakarta. Yogyakarta (ID): Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY. [BPS] Badan Pusat Statistik Yogyakarta. 2014. Produktivitas Bawang Merah Menurut Kabupaten DIY tahun 2011-2013. Yogyakarta (ID): Badan Pusat Statistik DIY. [BPS] Badan Pusat Statistik Yogyakarta. 2014. Produksi Bawang Merah di Kecamatan Sanden tahun 2012-2013. Yogyakarta (ID): Badan Pusat Statistik DIY. [BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2006. Sistem Irigasi Sumur Renteng. Yogyakarta (ID): BPTP DIY. Damanah. 2008. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Dispertahut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul. 2013. Prospek Agribisnis Bawang Merah Kabupaten Bantul. Bantul (ID): Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul. Departemen pertaniaan. 2015. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia 2009-2013. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Hanafie R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta (ID): Andi Yogyakarta. Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Bandung (ID): Departemen Sosial Ekonomi. Hernanto F. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Lawalata M. 2013. Analisis Efisiensi Relatif dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Nugroho AY. 2013. Analisis Alokatif Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Pamusu SS, Alam MN, Sulaeman. 2013. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Lokal Palu di Desa Olobuju Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. E-j Agrotekbis. 1(4):399-405.
35
[Pemprov] Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istemawa Yogyakarta Tahun 2009-2029. Yogyakarta (ID): Pemprov DIY. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2013. Statistik Harga Komoditas Pertanian Tahun 2013. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Rahim, Hastuti DR. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya Riyanto A. 2000. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi pada Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus di Desa Kaboledan Kecamatan Wanasari Kabupaten Dati II Brebes Provinsi Dati I Jawa Tengah) [skrips]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riyanto D, Malik A, Mahening R. 2004. Rekayasa Teknologi Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Lahan Pasir Pantai Selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Penelitian Super Impose Trial). Di dalam: Riyanto D, Malik A, Mahening R, editor. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumberdaya Tanah dan Iklim; 2004 September 14-15; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. hlm 331-346. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): PT Penebar Swadaya. Soeharjo A dan Patong D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani Departemen Ilmi-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Press. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Press. Tohir KA. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Jakarta (ID): Rineka Cipta Wibowo S. 2009. Budidaya Bawang. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciebon pada tanggal 07 Desember 1991. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Marsudi Husodo dan Ibu Latifah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MI Mujahidin Bageng, Pati pada tahun 2003. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di MTs Ma’ahid Kudus, dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di MA Muwahidun Gembong, Pati. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai mahasiswa Diploma III Agroindustri, Fakultas Teknologi Pertanian dan berhasil lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Institut Pertanian Bogor, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, melalui jalur seleksi tertulis.
Bogor, Januari 2016
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Rata-rata penyusutan peralatan per musim tanam Peralatan Cangkul Sabit Pompa air Selang Tangki semprot Garuk Angkong Copor Total
Penyusutan 6 500 1 890.91 66 161.62 14 393.94 15 719.29 2 146.46 14 015.15 2 469.70 123 297.47
Lampiran 2 Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani bawang merah di lahan pasir per 1000 m2 per MT 1 Aktivitas Pengolahan lahan Penanaman Penyiraman Pemupukan kimia Penyemprotan Penyiangan Pemanenan Jumlah
TKDK (HOK) 1.021 0.790 8.626 0.419 0.384 0.603 3.143 14.987
TKLK (HOK) 0.750 0.826 1.196 0.000 0.018 0.036 1.629 4.454
Total TK (HOK) 1.771 1.616 9.822 0.419 0.402 0.639 4.772 19.441
39
Lampiran 3 Penggunaan pupuk kandang petani responden Penggunaan Penggunaan/1000 Luas Harga Nama per petani m2/MT1 (kg) 2 (Rp) lahan (m ) (kg) A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V
Jumlah
1 000 2 000 300 1 000 1 000 0 4 000 800 1 000 300 0 1 000 2 000 800 0 800 3 500 2 000 3 000 0 1 000 950
840 2 520 420 700 700 560 1 400 1 050 700 560 1 036 1 120 700 560 1 260 350 700 1 008 1 120 1 260 1 008 420
1 190.48 793.65 714.29 1 428.57 1 428.57 0.00 2 857.14 761.90 1 428.57 535.71 0.00 892.86 2 857.14 1 428.57 0.00 2 285.71 5 000.00 1 984.13 2 678.57 0.00 992.06 2 261.90
130 160 130 160 160
1 432.72
155.83
Nilai (Rp)
160 160 165 160 165 160 160 160 160 130 160 165 160
223 265.542
40
Lampiran 4 Penggunaan bibit bawang merah petani responden Penggunaan Penggunaan bibit/1000 Harga 2 Responden bibit/petani (kg) m /MT 1 (Rp) Nilai (Rp) (kg) A 50 59.52 30 000 B 200 79.37 30 000 C 40 95.24 30 000 D 70 100 30 000 E 50 71.43 30 000 F 50 89.29 30 000 G 90 64.29 30 000 H 110 104.76 30 000 I 50 71.43 30 000 J 30 53.57 30 000 K 80 77.22 30 000 L 50 44.64 30 000 M 80 114.29 30 000 N 30 53.57 30 000 O 100 79.37 30 000 P 19 54.29 30 000 Q 100 142.86 30 000 R 45 44.64 30 000 S 80 71.43 30 000 T 100 79.37 30 000 U 70 69.44 30 000 V 27 64.29 30 000 Jumlah rata-rata 76.56 30 000 229 6750.322