ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (Periode Tahun 2004-2010) JURNAL ILMIAH
Disusun Oleh: Siti Zilfiyah 0910213121
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (Periode Tahun 2004-2010)
Yang disusun oleh : Nama
:
Siti Zilfiyah
NIM
:
0910213121
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 30 Mei 2013
Malang, 30 Mei 2013 Dosen Pembimbing,
Devanto
Shasta
Pratomo,
M.Si.,MA.,Ph.D. NIP. 19761003 200112 1 003
SE.,
ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (Periode Tahun 2004-2010) Siti Zilfiyah, Devanto Shasta Pratomo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRAKSI Permasalahan utama negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan jumlah penduduk yang sangat tinggi, karena hal ini akan menimbulkan berbagai masalah bagi upaya-upaya pembangunan yang dilakukan yang akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan negara-negara berkembang sangat terbatas dalam menyediakan lapangan kerja. Proses industrialisasi menjadi salah satu alternatif dalam menangani permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh pengaruh kontribusi sektor industri dengan viabel independen berupa PDRB sektor industri, Upah minimum, Pengangguran dan Jumlah penduduk terhadap variabel dependen yaitu Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) antara tahun 2004-2010 yang diolah dengan menggunakan metode analisis regresi data panel (gabungan data cross section dan time series), alat analisis yang digunakan berupa eviews 6. Dari hasil analisis diketahui bahwa variabel upah minimum dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan, sedangkan PDRB sektor industri dan pengangguran tidak signifikan. Hal ini dikarenakan sektor industri Indonesia lebih banyak yang bersifat padat modal dan perubahan pada tingkat pengangguran tidak berdampak terhadap sektor industri melainkan pada sektor-sektor yang lain yakni sektor informal. Kata kunci: Sektor industri, PDRB sektor industri, Upah minimum, Pengangguran, Jumlah Penduduk A. LATAR BELAKANG Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat mengharuskan perekonomian tumbuh dengan kecepatan setidaknya 2,2 persen setahun hanya untuk menghindari merosotnya output perkapita, dan hal itu berdampak pada laju pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi sehingga membawa akibat yang amat berat bagi Indonesia dalam penyerapan tenaga kerja. Namun apabila penyerapan tenaga kerja dapat berpacu dengan tekanan angkatan kerja, output nyata mesti mampu berkembang secepat penyerapan tenaga kerja (Anwar dan Azis, 1990). Industri pengolahan tidak terlepas dari permasalahan diatas tadi, sehingga strategi perluasan kesempatan kerja yang tinggi secara nasional menghendaki sektor ini berperan lebih banyak dalam rangka penyerapan tenaga kerja. Selain itu, sektor industri juga diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian. Produk-produk industrial selalu memiliki nilai tukar (term of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang besar jika dibandingkan dengan produk-produk di sektor lain (Suman dan Yustika, 1997). Sejalan dengan hal tersebut, maka peran sektor industri terutama industri pengolahan semakin penting, sehingga sektor industri pengolahan ini mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector) di sektor lain (Arsyad, 1988). Arsyad (1988) juga menyatakan bahwa tolak ukur terpenting dalam menelaah peranan sektor industri terhadap perkembangan struktural pada suatu perekonomian, antara lain: sumbangan sektor industri (manufacturing) terhadap PDB dan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri. Selain dilihat dari jumlah penduduk yang terserap dalam lapangan pekerjaan, perkembangan sektor industri untuk setiap daerah juga bisa dilihat dari PDRB dari masing-masing provinsi yang dimana PDRB disini merupakan salah satu cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Semakin besar PDRB suatu wilayah maka semakin tinggi tingkat kemajuan pembangunan di wilayah tersebut (Perdana, 2008). Selain itu, dalam masalah ketenagakerjaan kebijakan Upah Minimum telah menjadi isu yang penting di beberapa negara baik maju maupun berkembang. Latar belakang diberlakukannya upah minimum di setiap negara adalah guna
mendorong produktivitas tenaga kerja, serta keberlangsungan hidup buruh itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 88 ayat (1) yang menjelaskan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun tersebut (Suryahadi dkk, 2003). Sedangkan, masalah yang tidak luput dialami oleh negara-negara berkembang adalah pengangguran, Keadaan ini ditunjukkan dengan pembangunan ekonomi yang telah tercipta tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih cepat daripada pertambahan penduduk, sehingga masalah pengangguran yang mereka hadapi dari tahun ke tahun semakin serius. Melihat kenyataan di atas maka peranan sektor industri pengolahan diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu diharapkan sektor industri dapat lebih berkembang untuk mengelola sumberdaya-sumberdaya potensial yang ada. Selain pertumbuhannya yang pesat, kapasitasnya yang besar mampu memberi ruang yang cukup bagi upaya penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut yang mendasari peneliti untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kontribusi sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Indonesia, apakah mempunyai pengaruh yang signifikan ataukah tidak. B. LANDASAN TEORI Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan perencanaan tenaga kerja yang merupakan suatu rencana yang memuat pendayagunaan tenaga kerja yang optimum, efisien dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi sosial secara nasional, sektoral dan regional yang bertujuan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.Nicholson dan College (1995) berasumsi bahwa setiap perusahaan akan berusaha untuk memaksimumkan keuntungan atau laba dengan memperbanyak tenaga kerja untuk dipekerjakan, dan hal ini berdasarkan dua alasan: pertama, apabila input lain relatif lebih mahal maka diganti dengan tenaga kerja yang lebih murah. Kedua, apabila terjadi penurunan upah yang dimana itu bisa mengurangi biaya marjinal, maka memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan output dan menaikkan penggunaan seluruh input termasuk tenaga kerja. Sedangkan Simanjuntak (1985) juga berasumsi bahwa pengusaha akan menambah tenaga kerjanya tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya, dan itu disebut “derived demand”. Ekonom klasik juga mengasumsikan bahwa yang mempengaruhi penyediaan atau penawaran tenaga kerja adalah apabila tingkat upah bertambah, sebaliknya dengan bertambah atau meningkatnya tingkat upah maka permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang (Simanjuntak, 1985). Hal ini digambarkan dengan garis SS dan garis DD pada gambar berikut: Gambar 2.1: Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja S Wi
E
We D Tenaga Kerja, Penempatan, Penganggur Ld
Le
Sumber: Simanjuntak, 1985 Gambar diatas menjelaskan bahwa titik E adalah titik ekuilibrium yaitu keadaan dimana penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, tidak terjadi pengangguran. Diasumsikan bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap, sehingga teori neoklasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja. Akan tetapi dalam kenyataan, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai karena informasi yang didapat tidak pernah
sempurna dan hambatan-hambatan institusional selalu ada dan pada umumnya upah yang berlaku (Wi) lebih besar dari upah ekuilibrium (We), sehingga yang terjadi adalah perusahaan mengurangi permintaan akan tenaga kerja dan oleh sebab itu terjadilah pengangguran karena meningkatnya penawaran tenaga kerja. PDRB Sebagai Indikator untuk Mengetahui Pertumbuhan Ekonomi Keberhasilan pembangunan perekonomian suatu wilayah dapat diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai wilayah tersebut. Indikator yang umum digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tersebut, sedangkan indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara adalah PDB. PDRB merupakan salah satu cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Seperti yang dikatakan Perdana (2008), Semakin besar PDRB suatu wilayah maka semakin tinggi tingkat kemajuan pembangunan di wilayah tersebut. Menurut Sukirno (2004) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Dengan demikian, semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah yang pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna menganalisis pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu negara. Menurut Arsyad (1988) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP (jumlah nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh masing-masing sektor selama satu tahun) tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Dalam penggunaan yang lebih umum, pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara maju. Ekonom Klasik (Adam Smith) menyatakan bahwa ada dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (Arsyad,1988). Selain itu teori Perroux yang dikenal dengan teori pusat pertumbuhan, merupakan teori yang menjadi dasar dan strategi kebijaksanaan pembangunan industri daerah yang banyak diterapkan di berbagai daerah. Perroux dalam buku Arsyad (1988), mengatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama namun pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut sebagai pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda . Hubungan Upah Minimum dengan Penyerapan Tenaga Kerja Dalam proses produksi, tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari apa yang telah dilakukannya, yaitu berwujud upah. Sedangkan yang dimaksud dengan upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap (Permenteker 01/1999). Sasaran dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk (a) menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, (b) meningkatkan produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien (Sumarsono dalam Pratomo dan Saputra, 2011). Menurut Koutsogeorgopoulou (1994) upah minimum yang lebih tinggi dapat menempatkan tekanan pada upah yang produktif karena perusahaan akan mencoba untuk mempertahankan upah yang relatif untuk mencegah penurunan usaha kerja.
Gambar 2.2: Upah Minimum di Pasar Kompetitif
Sumber: Pratomo dan Adi Saputra, 2011 Kurva diatas menunjukkan kondisi keseimbangan harga dan tenaga kerja dilihat dari model kompetitif. Kurva permintaan tenaga kerja (D) digambarkan menurun (downward sloping) menunjukkan marginal revenue product of labour (MRP) yang berarti bahwa kontribusi terhadap output (produktivitas) akan meningkat pada tingkat yang lambat laun menurun (diminishing rate) ketika tenaga kerja ditambah. Di sisi lain, kurva penawaran tenaga kerja (S) digambarkan menaik (upward sloping) yang menunjukkan alternatif-alternatif penerimaan yang diterima oleh pekerja. Tingkat keseimbangan dari tingkat upah dan tenaga kerja ditunjukkan oleh pertemuan antara kurva permintaan (D) dan kurva penawaran (S). Seandainya upah minimum berada di atas tingkat keseimbangan W 1, kondisi ini akan menciptakan kelebihan penawaran tenaga kerja (excess supply of labour) menggambarkan bahwa hanya E1 yang akan dipekerjakan dengan jumlah pekerja yang tersedia sebesar E 2. Kelebihan penawaran ini menyebabkan turunnya tenaga kerja yang akan dipekerjakan dari E 0 (tingkat keseimbangan) ke E1. E1 secara otomatis menunjukkan tingkat keseimbangan yang baru setelah adanya kebijakan upah minimum di dalam pasar kompetitif. Di daerah atau negara yang mana kebijakan upah minimum diterapkan secara penuh, maka kelebihan penawaran ini bisa digambarkan dengan meningkatnya tingkat pengangguran. Tetapi untuk negara yang sedang berkembang, dimana tidak tersedianya social benefit bagi penganggur dan juga cukup besarnya sektor informal maka kondisi kelebihan penawaran tenaga kerja ini tidak selalu menunjukkan pengangguran yang meningkat, tetapi berpindahnya pekerja dari sector formal (yang terlindungi oleh kebijakan upah minimum) ke sektor informal (yang tidak terlindungi oleh kebijakan upah minimum). Hubungan Antara Pengangguran dan Penyerapan Tenaga Kerja Penganggur adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan, dan konsep ini sering kali diartikan sebagai keadaan pengangguran terbuka. Masalah pengangguran merupakan masalah yang sulit diatasi hingga saat ini. Hal ini dikarenakan masalah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal serta menjadi salah satu permasalahan utama pemerintah yang diprioritaskan dalam menyusun strategi pembangunan. Salah satu strategi dari triple track strategy pemerintah meliputi penanggulangan masalah kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran memiliki dampak terhadap penurunan pendapatan perkapita penduduk, sehingga dalam jangka panjang kemampuan daya beli masyarakat menurun yang pada akhirnya mempengaruhi produksi nasional (Perdana, 2008). Yustika (2007) juga berpendapat bahwa pengangguran merupakan persoalan kronis dalam perekonomian yang hampir selalu mengiringi pembangunan ekonomi. Mengacu pada kenyataan di atas, maka sudah sepatutnya pemerintah segera mengambil langkah dan perencanaan yang sesuai untuk mengatasi masalah pengangguran dan keterbatasan lapangan pekerjaan.
Theodossiou dan Zarotiadis (2010) menyatakan bahwa di daerah yang kurang berkembang pengangguran berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja dikarenakan pengangguran tersebut memiliki dampak merugikan yang parah pada tenaga kerja lokal. Dengan membandingkan efek dari karakteristik individu pada durasi pengangguran terhadap penyerapan tenaga kerja, individu memberikan julukan dengan apa yang disebut dengan “efek jaringan parut” yang dimana ini tampaknya akan beroperasi, karena durasi mantra pengangguran sebelum memiliki efek merusak pada durasi kerja berikutnya. Bukti ini memberikan wawasan tambahan bagi para pembuat kebijakan, yang merancang langkah-langkah bagi individu rentan terhadap pengangguran, apalagi di daerah yang kurang berkembang atau sedang berkembang seperti Indonesia. Pengangguran yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pengangguran terbuka (open unemployment), yang merujuk pada rekomendasi International Labour Organization (ILO) sebagaimana dalam buku ”Surveys of Economically Active Population, Employment, Unemployment and Underemployment” an ILO Manual on Concept and Methods, ILO 1992. Indikatornya dikenal dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yaitu perbandingan antara jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja, dan biasanya dinyatakan dalam persen. Hubungan Jumlah Penduduk dan Penyerapan Tenaga Kerja Laju pertumbuhan penduduk dunia pada abad ke-20 demikian cepatnya, hal tersebut terutama tejadi di negara-negara berkembang. Indonesia, salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk yang relitif besar dan memberikan sumbangan yang cukup berarti dari seluruh jumlah penduduk dunia. Keadaan atau kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Arsyad (1988) menyatakan bahwa jumlah penduduk yang bertambah akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upayaupaya pembangunan karena menyebabkan pertambahan jumlah tenaga kerja menjadi cepat, sedangkan kemampuan negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat terbatas dalam menciptakan kesempatan kerja baru. Jumlah penduduk merupakan sumber utama dalam penyerapan tenaga kerja sehingga jumlah penduduk yang semakin besar akan membawa akibat jumlah tenaga kerja yang makin besar pula. Jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan nasional. Salah satu cara yang digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan perekonomian yaitu dengan cara melakukan penyerapan tenaga kerja secara besar-besaran. Seperti yang dikatakan Sitanggang dan Nachrowi (2004) bahwa jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar merupakan potensi sumber daya manusia yang dapat diandalkan termasuk dalam sektor industri. Hal ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan. Untuk mencapai keadaan yang seimbang maka seharusnya mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan serta ketrampilan mereka. Ini membawa konsekuensi bahwa perekonomian seharusnya selalu menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Kegiatan ekonomi harus tumbuh dan berkembang lebih cepat dari penambahan jumlah penduduk atau orang yang mencari pekerjaan. Keadaan ini sangat diperlukan untuk memperkecil tingkat pengangguran terbuka (open underempoyment). Jika pertumbuhan ekonomi tidak lancar, maka jumlah penduduk atau orang yang tidak tertampung dalam suatu lapangan pekerjaan menjadi semakin besar. Sebaliknya, jika perekonomian suatu negara dalam dalam keadaan makmur maka semakin kecil jumlah penduduk atau orang yang menganggur (mencari pekerjaan). C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif, sedangkan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penyerapan tenaga kerja sektor industri sedangkan variabel independen dalam penelitian ini yaitu PDRB sektor industri, uapah minimum, pengangguran dan jumlah penduduk.
Metode analisis ekonometrika yang digunakan adalah regresi data panel (gabungan anatara time series dan cross section) dengan menggunakan eviews 6. Digunakannya model ln dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui elastisitas dari variabel yang bersangkutan. Secara alternatif regresi data panel dapat dimodelkan sebagai berikut :
LnY = β0 + β1LnX1it + β2LnX2it + β3LnX3it + β4LnX4it + ε
(3.1)
dimana: Ln = Log linear Y = Penyerapan tenaga kerja sektor industri X1 = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor industri X2 = Upah minimum provinsi X3 = Pengangguran X4 = Jumlah penduduk βo = intersep β1, β2, β3, β4 = koefisien regresi parsial ε = faktor pengganggu (disturbance error) i = daerah/provinsi t = tahun Tahapan pertama dalam menganalisis adalah melakukan uji hausman yaitu untuk menentukan metode yang terbaik antara metode efek tetap (FEM) dan metode efek acak (REM), setelah itu untuk tahapan kedua dilakukan uji hipotesis yang terdiri dari determinasi koefisien (R2), uji t dan uji F. Menurut Gujarati (2004), teknik estimasi data panel mengakomodir masalah heteroskedastisitas karena berhubungan dengan variabel-variabel spesifik (data cross section) dan masalah autokorelasi (data time series). Sehingga, dalam penelitian ini tidak dilakukan uji asumsi klasik. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan pertama adalah Uji Hausman (Hausman test) yang dilakukan untuk menentukan mana diantara kedua metode, yaitu: metode efek tetap (fixed effect) dan metode efek acak (random effect), yang sebaiknya digunakan dalam pemodelan data panel. Apabila Chi Square hitung > Chi Square tabel, maka H0 ditolak dan model fixed effect lebih tepat untuk digunakan dibandingkan dengan model random effect. Sebaliknya apabila Chi Square hitung < Chi Square tabel, maka H 1 ditolak dan model random effect lebih tepat untuk digunakan dibandingkan dengan model fixed effect. Tabel 1 : Uji Hausman (Hausman Test) Hipotesis H0 = Metode Efek Acak (Random Effect) H1 = Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Sumber: lampiran diolah
Nilai Chi Square hitung = 35.488923 Chi Square tabel = 4
Probabilitas 0.0000
Status H0 ditolak H1 diterima
Hasil dari uji Hausman tersebut adalah signifikan (p-value 0,000 atau kurang dari 5%) atau Chi square hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai Chi square tabel. Atas dasar itu, maka dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan kata lain, metode efek tetap (fixed effect) lebih tepat digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan metode random effect. Adapun hasil regresi dengan menggunakan metode efek tetap (fixed effect) adalah sebagai berikut: Tabel 2: Hasil Regresi Data Statistik Menggunakan Eviews 6 Variabel dependen: Penyerapan Tenaga Kerja Variabel
Koefisien -628467.0
t-Statistik -6.462012
Probabilitas 0.0000
PDRB sektor industri
0.484076
1.536316
0.1263
Upah minimum
-0.085928
-2.841969
0.0050
Pengangguran
-15.87300
-0.543659
0.5874
0.146374
10.38883
0.0000
Konstanta
Jumlah penduduk
R-squared 0.996575 F-statistik 1551.735 Probabilitas (F-statistik) 0.000000 Durbin Watson 1.495947 Sumber: Lampiran diolah Persamaan regresi yang diperoleh berdasarkan hasil regresi diatas adalah sebagai berikut: Ln Y = -628467.0 + 0.484076 Ln X1 + (-0.085928) Ln X2 + (-15.87300) Ln X3 + 0.146374 Ln X4 + e Sedangkan untuk tahap kedua, dilakukan uji hipotesis yang terdiri dari: koefisien determinasi (R2), uji t dan uji F. 1.
Koefisien determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (dependen). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 berkisar antara 0 < R2 < 1. Semakin besar nilai R2 maka hubungan kedua variabel semakin kuat, atau model tersebut dikatakan baik, sedangkan nilai R2 yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Besarnya R2 disini adalah 0.996575, hal ini berarti 99,6575% pengaruh dari variabelvariabel independen terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dapat dijelaskan di dalam model. Adapun sisanya yaitu 0.3425% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model regresi. Faktor-faktor tersebut adalah variabel yang juga ikut mempengaruhi penyerapan tenaga kerja selain keempat variabel yang diteliti namun tidak masuk sebagai variabel penelitian.
2.
Uji t Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai statistik t hasil perhitungan (thitung) dengan nilai t tabel (ttabel) pada derajat kepercayaan (α) sebesar 5%. Perumusan hipotesisnya adalah : Ho = variabel independen secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. H1 = variabel independen secara parsial berpengaruh positif atau negatif secara signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Apabila t hitung > daripada t tabel maka dengan sendirinya Ho ditolak, dan H 1 diterima. 2. Apabila t hitung < daripada t tabel maka dengan sendirinya H 0 diterima dan H1 ditolak.
Tabel 3: Hasil Uji t Nilai t-tabel t-hitung PDRB Industri (X1) t-hitung Upah Minimum (X2) t-hitung Pengangguran (X3) t-hitung Jumlah Penduduk (X4) Sumber: lampiran diolah
1.652 1.536316 -2.841969 -0.543659 10.38883
Dari hasil uji t diatas dapat disimpulkan bahwa PDRB sektor industri dan pengangguran secara parsial/individual tidak signifikan karena t hitungnya lebih kecil dari t tabel, sedangkan upah minimum dan jumlah penduduk secara parsial signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Indonesia. 1) Variabel PDRB sektor industri (X1) Dari hasil estimasi, diketahui bahwa variabel PDRB Industri tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri yang ditunjukkan oleh uji t dimana thitung (0.1263) < t tabel (1.652) dengan tingkat signifikansi = 0.1263 dan pada derajat kepercayaan (α) sebesar 5% sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Melihat pengaruh yang tidak signifikan, hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Perdana (2008) yang menemukan hasil yang sama. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa variabel PDRB industri tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Adapun kemungkinan penyebab ketidaksignifikanan dari PDRB sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri adalah bahwa sektor industri Indonesia lebih banyak yang bersifat padat modal. Sehingga meskipun PDRB sektor industri di Indonesia adalah relatif tinggi, namun tidak atau belum mampu diikuti dengan perkembangan atau pertumbuhan penyerapan tenaga kerjanya. Perlu penanganan atau kebijakan lebih lanjut agar industri yang berkembang di Indonesia juga banyak yang bersifat padat karya sehingga penyerapan tenaga kerjanya juga dapat meningkat, mengingat sektor industri merupakan salah satu penopang utama bagi perekonomian di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan sektor industri merupakan penyumbang PDB terbesar di Indonesia tetapi penyerapan tenaga kerjanya hanya berada di posisi keempat terbesar. 2) Variabel Upah Minimum (X2) Dari hasil estimasi, diperoleh hasil bahwa variabel upah minimum berpengaruh siginifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri yang ditunjukkan oleh uji t dimana thitung > t tabel yaitu -2.841969 > 1.652 dengan tingkat signifikansi = 0,005. Sedangkan nilai dari pengaruh upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 0.085928 dan bertanda negatif, artinya dengan adanya kenaikan upah minimum maka terjadi penurunan terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan upah minimum sebesar 1 persen menurunkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri sebesar 0.086 persen. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwanto (2007) yang menyatakan bahwa variabel upah minimum berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh SMERU (2003) yang menyatakan bahwa apabila upah minimum berada diatas tingkat upah keseimbangan, hal ini akan menciptakan kelebihan penawaran tenaga kerja sehingga menyebabkan perusahaan mengurangi permintaan akan tenaga kerja. Dengan melihat hasil estimasi yang signifikan dan bernilai negatif, ini artinya dengan adanya kenaikan upah minimum maka terjadi penurunan dalam penyerapan tenaga kerja. Temuan ini mendukung teori dalam pasar kompetitif bahwa upah minimum memilih hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat upah minimum maka akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor
industri akan berkurang mengingat banyaknya pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena semakin beratnya beban yang dirasakan oleh perusahaan. Hasil estimasi menunjukkan hal yang signifikan mengingat kebijakan upah minimum sacara umum banyak diterapkan pada sektor industri. 3) Variabel Pengangguran Dari hasil estimasi, diketahui bahwa variabel pengangguran tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri yang ditunjukkan oleh uji t dimana t hitung (0.543659) < t tabel (1.652) dengan tingkat signifikansi = 0.5874 dan pada derajat kepercayaan (α) sebesar 5% sehingga Ho diterima dan H 1 ditolak. Sedangkan nilai dari pengaruh variabel pengangguran terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar -15.87300 dan bertanda negatif, meskipun demikian tidak berpengaruh secara signifikan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Theodossiou dan Zarotiadis (2010) yang menyatakan bahwa di daerah yang kurang berkembang pengangguran berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja dikarenakan pengangguran tersebut memiliki dampak merugikan yang parah pada tenaga kerja lokal. Hanya saja pengaruh tingkat pengangguran terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di kasus Indonesia ini adalah tidak signifikan. Hal yang kemungkinan dapat menjelaskan adalah bahwa perubahan pada tingkat pengangguran ternyata tidak berdampak terhadap sektor industri melainkan pada sektor-sektor yang lain. Kenaikan atau penurunan pengangguran biasanya akan lebih banyak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor informal, mengingat sektor informal adalah merupakan katub pengaman bagi perekonomian ketika kondisi perekonomian kurang baik atau pengangguran tinggi. Sehingga dengan kata lain, penurunan tingkat pengangguran akan menaikkan penyerapan tenaga kerja di sektor informal dan bukan pada penyerapan tenaga kerja di sektor industri mengingat cukup sulitnya untuk masuk ke dalam sektor industri dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, seperti sektor informal. 4) Variabel jumlah penduduk Dari hasil estimasi, diperoleh hasil bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh siginifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri yang ditunjukkan oleh uji t dimana thitung > t tabel yaitu yaitu 10.38883 >1.652 dengan tingkat signifikansi = 0.000. Sedangkan nilai dari pengaruh jumlah penduduk terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 0.146374 dan bertanda positif, artinya dengan adanya kenaikan jumlah penduduk terjadi kenaikan pula terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 persen meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri sebesar 0.146 persen. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sitanggang dan Nachrowi (2004) bahwa jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar merupakan potensi sumber daya manusia yang dapat diandalkan termasuk dalam sektor industri. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk merupakan sumber utama dalam penyerapan tenaga kerja sehingga jumlah penduduk yang semakin besar akan membawa akibat jumlah tenaga kerja yang makin besar pula dan itu harus diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai agar bisa menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi terutama pada sektor industri. Meskipun demikian dari besaran koefisiennya adalah sangat kecil (inelastis) terhadap perubahan jumlah penduduk, mengingat banyak sektor yang bersifat padat modal. 3.
Uji F Uji F digunakan untuk menguji apakah secara statistik bahwa koefisien regresi dari variabel independen secara bersama-sama memberikan pengaruh yang bermakna dengan membandingkan nilai statistik F hasil perhitungan (Fhitung) dengan nilai F menurut tabel (Ftabel) pada derajat kepercayaan (α) sebesar 5 %, dengan ketentuan jika Fhitung > F tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima berarti variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen secara bersama-sama, dengan perumusan hipotesis sebagai berikut : Ho =
variabel-variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Hi = variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Apabila F tabel lebih kecil daripada F hitung, maka dengan sendirinya H 0 ditolak, dan H1 diterima. 2. Apabila F tabel lebih kecil daripada F hitung, rnaka dengan sendirinya H1 diterima, dan Ho ditolak. Tabel 4: Hasil Uji F F-tabel
2,65
F-Hitung
1551,735
Sumber: lampiran diolah Berdasarkan hasil uji F diatas diperoleh bahwa Ftabel < Fhitung, sehingga Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel independen (PDRB Industri, Upah Minimum, Pengangguran dan Jumlah Penduduk) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Indonesia. E. KESIMPULAN Dengan melihat hasil dari analisa maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. PDRB sektor industri tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Dengan kenyataan bahwa sektor industri di Indonesia lebih banyak yang bersifat padat modal. Sehingga meskipun PDRB sektor industri di Indonesia relatif tinggi, namun tidak atau belum mampu diikuti dengan perkembangan atau pertumbuhan penyerapan tenaga kerjanya. Perlu penanganan atau kebijakan lebih lanjut agar industri yang berkembang di Indonesia juga banyak yang bersifat padat karya sehingga penyerapan tenaga kerjanya juga dapat meningkat, mengingat sektor industri merupakan salah satu penopang utama bagi perekonomian di Indonesia. 2. Variabel upah minimum berpengaruh signifikan dan bertanda negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri, artinya dengan adanya kenaikan upah minimum maka terjadi penurunan terhadap penyerapan tenaga kerja. 3. Pengangguran tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan kenaikan atau penurunan pengangguran biasanya akan lebih banyak mempengaruhi penyerapan di sektor informal, mengingat sektor informal merupakan katub pengaman bagi perekonomian ketika kondisi perekonomian kurang baik atau pengangguran tinggi. Sehingga dengan kata lain, penurunan tingkat pengangguran akan menaikkan penyerapan tenaga kerja di sektor informal dan bukan pada penyerapan tenaga kerja di sektor industri mengingat cukup sulitnya untuk masuk ke dalam sektor industri dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, seperti sektor informal. 4. Jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Pengaruh jumlah penduduk terhadap penyerapan tenaga kerja bertanda positif, artinya dengan adanya kenaikan jumlah penduduk terjadi kenaikan pula terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu
Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Moh. Arsjad dan Azis, Iwan Jaya. 1990. Prospek Ekonomi Indonesia 1990-1991 dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Arsyad, Lincolin. 1988. Ekonomi Pembangunan. Edisi Pertama. Yogyakarta. STIE YKPN Badan Pusat Statistik. 2012. Statistika Indonesia Baltagi, Badi. H. 2008. Ecometric Analysis of Panel Data. Edisi 4. Jakarta. Erlangga Gujarati, Damodar. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies ILO. 1992. Survey of Economically Active Popolation, Employment, Unemployment and Underemployment. An ILO Manual on Concept and Method Koutsogeorgopoulou, Vasiliki. 1994. The Impact of Minimum Wage on Industrial Wages and Employment in Greece. International Journal of Manpower, Vol. 15 Iss: 2 pp. 86 - 99 Kusumosuwidho, Sisdjiatmo. Tanpa Tahun. Angkatan Kerja Manning, C. 2003. Labor Policy and Employment Creation: An Emerging Crisis?. PEGUSAID. Technical Report Nachrowi, N. D. 2006. Ekonometrika: Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan Pendekatan Populer dan Praktis. Jakarta. LPFE UI Nicholson, Walter dan College, Amherst. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Jakarta. Erlangga Perdana, Detha Surya. 2008. Analisis Pengaruh PDRB Sektor Pertanian, Sektor Industri dan Sektor Jasa terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur (Studi Kasus 2002-2004). Skripsi. Universitas Brawijaya Malang Pratomo, D. S. dan Adi Saputra, P. M. 2011. Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian Yang Berkeadilan: Tinjauan UUD 1945. Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Brawijaya. Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. 2 Oktober 2011, 269-285 Purwanto, Arif. 2007. Analisis Perluasan Kesempatan Kerja Melalui Sektor Industri dan Jasa Di Provinsi Jawa Timur (Studi Kasus Tahun 2003-2005). Skripsi. Universitas Brawijaya Malang Rahardjo, Dawam. 1990. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Cetakan III. Jakarta. UI Press Sitanggang, I. R. dan Nachrowi, N. D. 2004. Pengaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral: Analisis Model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia. Vol. V No. 01, 2004 Juli, hal. 103-133 Sihombing, Gibson. Tanpa Tahun. Upah Minimum Sebagai Jaringan Pengaman Bukan Sebagai Upah Standar. http://www.elsam.or.id/downloads/1326791802_Gibson_Sihombing__Upah_Minimum_sebagai_Jaring_Pengaman.pdf. Diakses pada tanggal 10 februari 2013 Simanjuntak, J, P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta. BPFE UI
Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Jakarta. Raja Grafindo Persada Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta Suman, Agus dan Yustika, Ahmad Erani. 1997. Perpektif Baru Pembangunan Indonesia. Malang. PT. Danar Wijaya – Brawijaya University Press Suryahadi, A., Widyanti, W., Perwira, D., Sumarto, S. 2003. Minimum Wage Policy and Its Impact on Employment in the Urban Formal Sector. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 39(1), 29-50 SMERU. 2003. Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung. Technical Report. Theodossiou, I and Zarotiadis, G. 2010. Employment and unemployment duration in less developed regions. Journal of Economic Studies, Vol. 37 Iss: 5 pp. 505 – 524 Yustika, Ahmad Erani. 2007. Perekonomian Indonesia. Cetakan 1. Malang. BPFE UNIBRAW Zamrowi, Taufik. 2007. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil. TESIS. Semarang. Universitas Diponegoro