ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2009-2014
UMIYATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Berdasarkan Daya Dukung Lahan Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Umiyati NIM I14144039
4
ABSTRAK UMIYATI. Analisis Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Berdasarkan Daya Dukung Lahan Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2009-2014. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA dan ANNA VIPTA RESTI MAULUDYANI. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan dan konsumsi pangan berdasarkan daya dukung lahan wilayah Kabupaten Garut tahun 20092014. Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dengan data sekunder Kabupaten Garut selama 6 tahun dan memperoyeksikan ketersediaan, konsumsi, dan produksi pangan tahun 2015-2019 serta menentukan daya dukung lahan dan kebutuhan luas lahan sawah yang dilakukan pada bulan mei-juli 2016. Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan Microsoft excel 2007, SPSS 16.0, Neraca Bahan Makanan (NBM), dan aplikasi perencanaan pangan dan gizi tahun 2004. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa situasi konsumsi Kabupaten Garut secara kuantitas maupun kualitas masih kurang, namun kuantitas ketersediaan pangan sudah mencapai ideal. Produksi pangan tahun 200-2014 sebagian pangan mengalami peningkatan. Kabupaten Garut memerlukan waktu untuk mencapai konsumsi ataupun ketersediaan hingga ideal. Proyeksi konsumsi dan ketersediaan pangan dilakukan untuk mencapai kondisi ideal pada tahun 2019. Lahan pertanian adalah salah satu faktor penunjang produksi pangan. Penurunan lahan pertanian yang terjadi terus menerus akan berdampak terhadap daya dukung lahan yang semakin menurun terutama daya dukung lahan kering. Upaya dalam mengatasi penurunan daya dukung perlu dilakukan salah satunya dengan pengendalian jumlah penduduk dan pemanfaatan lahan sesuai kebutuhan. Kebutuhan luas lahan sawah untuk memenuhi konsumsi beras sebanyak 103.5 kg/kap/hari membutuhkan lahan sekitar 37 424 Ha dengan asumsi produktivitas padi 6 Ha. Kata kunci: Daya dukung lahan, ketersediaan pangan, konsumsi, lahan
ABSTRACT UMIYATI. Analyze of Food Availability and Consumption Based on Carrying Capacity of Land Garut Regency 2009-2014. Supervised by IKEU TANZIHA and ANNA VIPTA RESTI MAULUDYANI The purpose of this study was to analyze the availability and consumption of food based on carrying capacity of land Garut Regency 2009-2014. This study used a retrospektive desaign with secondary data Garut Regency for six years and projected availability, consumption and food production in 2015-2019 as well as determine the carrying capacity of land conducted in May-July 2016. Processing and analysis data with use microsoft excel 2007, SPSS 16.0, food balance sheet (NBM), and planning of food and nutrition 2004. The result of this study showed the quantity and quality consumption situation Garut Regency still lacking, but the quantity food availability has reached ideal and food production in most the food groups increased. Garut district require time to reach food consumption and availability to achieve the ideal condition in 2019. Agricultural land is one factor supporting food production. The decline in agricultural land occurs continously
6
will affect the carrying capacity of the land declained mainly carrying capacity of dry land. Efforts to overcome the decrease in support needs to be done either by population control and land use as needed. Efforts to overcome the decrease in support needs to be done either by population control and land use as needed. Wetland area needs to meet rice consumption as much as 103.5 kg / cap / day requires about 37 424 hectares of land with rice productivity assumptions 6 Ha. Keywords: Carrying capacity of land, consumption,food Availability,land
ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2009-2014
UMIYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah daya dukung lahan, dengan judul Analisis Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Berdasarkan Daya Dukung Lahan Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2009-2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Ikeu Tanziha MS dan Ibu Anna Vipta Resti Mauludyani SP MGizi selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr Ir Dadang Sukandar MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, tak lupa juga kepada kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, do’a dan kasih sayangnya. Serta teman-teman alih jenis angkatan 8 seperjuangan yang saling menguatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan seluruh rangkaian akademik. Semua pihak yang telah membantu dan belum disebutkan diatas. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2016
Umiyati
vi
DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 2 Perumusan masalah Tujuan Penelitian 2 Kegunaan Penelitian 2 3 KERANGKA PEMIKIRAN METODE 4 4 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4 5 Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Kondisi Geografi Kabupaten Garut 8 Penduduk Kabupaten Garut 9 Situasi Ketersediaan, Konsumsi, dan Produksi Pangan Penduduk Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 10 Proyeksi Ketersediaan, Konsumsi, dan Produksi Pangan Penduduk Kabupaten Garut Tahun 2015-2019 20 Daya Dukung Lahan Kabupaten Garut 26 SIMPULAN DAN SARAN 33 Simpulan 33 Saran 34 DAFTAR PUSTAKA 34 41 LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL 1. Jenis dan sumber data 2. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 3. Situasi ketersediaan energi penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (kkal/kapita/hari)
5 9 10
4. Situasi ketersediaan protein penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (gr/kapita/hari)
12
5. Skor dan rata-rata laju PPH ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 13 6. Situasi konsumsi energi pangan aktual penduduk berdasarkan skor PPH Kabupaten Garut dibandingkan dengan konsumsi ideal (kkal/kap/hari) 15 7. Perbandingan skor PPH konsumsi aktual penduduk Kabupaten Garut dengan skor PPH ideal 16 8. Situasi konsumsi protein aktual penduduk Kabupaten Garut dibandingkan dengan konsumsi ideal (gram/kap/hari) 17 9. Situasi produksi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014
18
10. Proyeksi ketersediaan pangan berdasarkan skor pola pangan harapan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019
20
11. Proyeksi konsumsi dan ketersediaan pangan penduduk berdasarkan skor PPH Kabupaten Garut tahun 2017 dan 2019 (Ton/Tahun)
21
12. Proyeksi skor PPH konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019
22
13. Proyeksi rata-rata konsumsi energi pangan penduduk berdasarkan skor PPH Kabupaten Garut tahun 2015-2019
23
14. Proyeksi produksi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 20152019 (Ton/Tahun) berdasarkan rata-rata laju produksi
24
15. Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Garut (jiwa/tahun)
25
16. Perubahan luas lahan pertanian Kabupaten Garut tahun 2009-2014
27
17. Proyeksi luas lahan pertanian Kabupaten Garut tahun 2015-2019
27
18. Daya dukung lahan pertanian aktual Kabupaten Garut tahun 2009-2014
28
19. Daya dukung lahan proyeksi Kabupaten Garut tahun 2015-2019
29
20. Kebutuhan luas lahan pertanian
31
21. Simulasi kebutuhan luas lahan sawah
32
DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir kerangka pemikiran
4
DAFTAR LAMPIRAN 1. Jadwal rencana kegiatan 2. Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 3. Proyeksi kebutuhan ketersediaan pangan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 4. Riwayat hidup
41 41 41 42
16
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia yang paling utama dan pemenuhan atas pangan merupakan hak asasi setiap manusia yang dijamin dalam undang-undang dasar tahun 1945. Upaya untuk peningkatan kesehatan dan kualitas SDM dapat dilakukan dengan mengkonsumsi pangan sesuai dengan kebutuhan sehingga pemenuhan atas pangan dapat tercukupi. Pangan digunakan sebagai sumber energi dan zat gizi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia atau individu (Kemendag 2013). Undang-undang pangan No 18 tahun 2012 menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi suatu negara sampai pada tingkat perorangan yang dapat dilihat dari tersedianya pangan yang cukup baik dari jumlah dan mutunya yang aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Peningkatan ketahanan pangan di Indonesia sudah dijadikan salah satu program nasional, hal ini menjadikan salah satu pembuktian bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam mendukung tercapainya tujuan dari SDGs (Sustainable Development Goals) merupakan pembangunan keberlanjutan. Ketersediaan pangan merupakan salah satu aspek yang penting dalam mendukung tercapainya ketahanan pangan. Indikator ketahanan pangan terdiri dari ketersediaan, konsumsi, dan akses. Tercapainya pembangunan ketahanan pangan dapat ditunjukkan melalui ketersediaan dan konsumsi pangan cukup, aman, bermutu, bergizi, dan seimbang hingga pada perseorangan, merata, dan berkelanjutan. Ketersediaan pangan dapat ditentukan oleh produksi, cadangan pangan maupun ekspor, dan impor pangan wilayah tersebut (DKP dan WFP 2010). Undang-undang pangan menjelaskan bahwa pemerintah bersama dengan masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan yang terdiri dari pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan demi terwujudnya ketersediaan pangan untuk kebutuhan konsumsi penduduk. Ketersediaan pangan yang tidak optimal dapat menimbulkan masalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk dan akan menimbulkan masalah gizi dan kerawanan pangan. Peningkatan ketahanan pangan digunakan sebagai tolok ukur dalam keberhasilan pembangunan suatu negara. Kerawanan pangan pada dasarnya merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan pangan yang dapat dipengaruhi oleh ketersediaan, distribusi maupun akses pangan di wilayah tersebut (Purwantini 2014). Salah satu daerah yang terancam terjadinya kerawanan pangan adalah kabupaten Garut. Ketersediaan energi dan protein per kapita pada tahun 2014 sudah tercapai 67.4%, jika dibandingkan dengan tahun 2010-2013 sudah mengalami peningkatan namun jika dibandingkan dengan target akhir RPJMD/renstra yang capaiannya harus 85.5% maka ketersediaan energi dan protein kabupaten Garut tidak tercapai. Konsumsi Kabupaten Garut tahun 2010 dapat diindikasikan rawan pangan sedang dengan angka kecukupan energi 83.9% (Pemkab Garut 2010).
2 Studi mengenai analisis ketersediaan dan konsumsi pangan sudah cukup banyak dilakukan, namun berdasarkan daya dukung lahan masih belum banyak dilakukan. Upaya dalam menyediakan pangan untuk kebutuhan konsumsi penduduk kabupaten Garut diperlukan analisis daya dukung lahan untuk meningkatkan produksi pangan penduduk sehingga tingkat kerawanan pangan dapat dikendalikan, oleh karena itu perlunya dilakukan penelitian mengenai analisis ketersediaan dan konsumsi pangan berdasarkan daya dukung lahan wilayah Kabupaten Garut tahun 2009-2014.
Perumusan Masalah Penulis tertarik untuk menganalisis ketersediaan dan konsumsi pangan berdasarkan daya dukung lahan wilayah Kabupaten Garut. Rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana situasi ketersediaan, konsumsi, dan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan Kabupaten Garut tahun 2009-2014? 2. Bagaimana proyeksi kebutuhan ketersediaan, konsumsi, dan produksi pangan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 ? 3. Bagaimana daya dukung pangan di Kabupaten Garut tahun 2015-2019 untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan ideal penduduk?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketersediaan dan konsumsi pangan berdasarkan daya dukung lahan wilayah Kabupaten Garut tahun 2009-2014. Tujuan Khusus 1. Menganalisis situasi ketersediaan, konsumsi, dan produksi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014. 2. Menyusun proyeksi kebutuhan ketersediaan, konsumsi, dan produksi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019. 3. Menganalisis daya dukung lahan wilayah Kabupaten Garut tahun 2015-2019.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti mengenai gambaran ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk berdasarkan daya dukung lahan wilayah. Manfaat penelitian ini bagi pemerintah dan masyarakat umum selain memberikan masukan alternatif kepada pemerintah kabupaten Garut untuk mengembangkan sumberdaya pangan dengan memanfaatkan lahan yang tersedia diwilayah tersebut serta hasil penelitian ini bisa digunakan oleh pemerintah kabupaten Garut dalam menusun perencanaan
3 pembangunan pangan dan gizi wilayah serta untuk memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) daya dukung pangan wilayah.
KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan jumlah penduduk yang secara terus menerus akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk. Menurut Moniaga (2011), penurunan daya dukung lahan salah satunya dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga menyebabkan jumlah dan luas lahan yang semakin berkurang yang diperlukan untuk keberlanjutan hidup melalui tersedianya pangan yang cukup sesuai dengan kebutuhan peduduk. Ketersediaan pangan dipengaruhi oleh produksi, ekspor, impor, bibit, dan perubahan stok pangan. Meningkatkan ketersediaan pangan salah satunya ditentukan oleh luas lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Namun, peningkatan jumlah penduduk juga akan berdampak terhadap penggunaan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk maupun industri sehingga lahan pertanian semakin berkurang yang diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan lahan untuk non pertanian. Peningkatan ketahanan pangan merupakan urusan wajib setiap pemerintah daerah yang mencakup subsistem ketersediaan dan konsumsi pangan. ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap penduduk. Pangan yang disediakan untuk dikonsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi setiap penduduk secara merata dan dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator dari ketahanan pangan. Secara kualitas maupun kuantitas ketersediaan dan konsumsi pangan dapat dilihat melalui skor pola pangan harapan (PPH) dan % angka kecukupan energi (AKE) wilayah tersebut. Jumlah penduduk yang terus meningkat dan lahan pertanian yang semakin berkurang menjadikan tantangan bagi pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan setiap penduduk menuju konsumsi pangan yang ideal. Konsumsi pangan yang ideal dapat diwujudkan dengan mengkonsumsi pangan yang beragam dari produk pangan lokal dengan memanfaatkan lahan yang tersedia namun bisa memperoleh produksi pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk diwilayah kabupaten Garut. Secara skematik kerangka pemikiran analisis ketersediaan pangan berdasarkan daya dukung pangan wilayah kabupaten Garut dapat dilihat pada Gambar 1.
4 Jumlah Penduduk
Kebutuhan konsumsi
Produksi 1. Potensi produksi pangan 2. Ketersediaan dan luas lahan pertanian
Ketersediaan
Daya dukung pangan wilayah
Ekspor, impor, bibit, perubahan stok
Neraca Bahan Makanan
Tekanan penduduk
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain retrospektif study. Lokasi penelitian adalah kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa lokasi kabupaten Garut merupakan kabupaten yang berbasis pertanian yang menjadikan salah satu perekonomian kabupaten Garut namun masih menjadi prioritas daerah dengan rawan pangan di Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2016.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini merupakan data sekunder menurut waktu terdiri dari data jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, data produksi, data luas dan tata guna lahan pertanian, dan data konsumsi.
5 Tabel 1 Jenis dan sumber data No Jenis Data Sumber Data 1 Keadaan demografi (sekunder) Kabupaten Garut dalam angka - Jumlah penduduk - Laju pertumbuhan penduduk 2 Data produksi aktual tahun 2009-2014 Kabupaten Garut dalam angka (sekunder) 3 Data konsumsi pangan tahun 2009 dan Kantor Ketahanan Pangan 2014 (sekunder) Kabupaten Garut 4 Luas dan tata guna lahan Kabupaten Garut dalam angka
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007, SPSS 16.0, Neraca Bahan Makanan (NBM), dan aplikasi Perencanaan Pangan dan Gizi Wilayah Tahun 2004, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan dan analisis data tersebut diuraikan sebagai berikut: Analisis Situasi Ketersediaan, Konsumsi, dan Produksi Pangan Analisis situasi konsumsi dengan membandingkn jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi tahun 2009-2014 dengan data konsumsi ideal. Membandingkan jumlah dan mutu ketersediaan pangan tahun 2009-2014 dengan data ketersediaan pangan ideal. Kemudian data konsumsi dan ketersediaan yang sudah dibandingkan dapat dilakukan analisis gap menggunakan persentase laju. Menghitung pertumbuhan/laju skor PPH ketersediaan energi. Laju skor PPH = (PPHt-PPHt-1) x 100 PPHt-1 Keterangan: PPHt = skor PPH tahun tertentu (2015-2019) PPHt-1 = skor PPH tahun sebelumnya Analisis produksi pangan tahun 2009-2014 Kabupaten Garut dapat diperoleh dari data Kabupaten Garut dalam angka dan diinterpretasikan berdasarkan jenis pangan terutama jenis pangan unggulan di Kabupaten Garut. Menyusun Kebutuhan Ketersediaan, Konsumsi, dan Produksi Pangan Penyusunan kebutuhan konsumsi dan ketersediaan dengan berdasarkan pada data konsumsi aktual tahun 2009-2014. Berikut tahapan dalam penyusunan proyeksi tersebut: - Menghitung proyeksi jumlah penduduk tahun 2015-2019 dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut yaitu 1.59 persen per tahun (BPS 2015). Berikut rumus Geometri yang digunakan: PT
= Po (1+r)n
6 Keterangan: Pr : jumlah penduduk pada tahun ke-n (tahun 2015 sampai tahun 2019) Po : jumlah penduduk pada tahun dasar (2014) r : laju pertumbuhan penduduk per tahun (1.59 %) n : banyak perubahan tahun -
Menghitung kebutuhan konsumsi pangan ideal penduduk Menghitung proyeksi skor PPH konsumsi tahun 2015-2019. Berikut rumus ekstrapolasi skor PPH: St = S0 + n (S2019-S0) dt Keterangan: St : skor PPH kelompok pangan tertentu (tahun 2015-2019) S0 : skor PPH kelompok pangan tertentu tahun 2014 n : selisih tahun yang dicari dengan tahun dasar S2019 : skor PPH tahun 2019 (ideal 100) dt : selisih tahun 2019 dengan tahun dasar (2014)
-
Menghitung proyeksi konsumsi pangan (kkal/kap/hari) pada setiap kelompok pangan tahun 2015-2019, berikut rumus yang digunakan: (Kkal/kap/hari) = kons th dasar + n (kons thn ideal-kons thn dasar) dt Keterangan: n : jumlah selisih tahun yang dicari dengan tahun dasar (2014) dt : jumlah selisih tahun antara tahun ideal (2019) dengan tahun yang akan dicari. Gram/kap/hari = (Konsumsi energi x 10000 KG (DKBM) BDD Keterangan: KG : Kandungan gizi DKBM Kg/kap/tahun = (gr/kap/hari) x 365 1000
-
Ton/tahun = (Kg/kap/hari x proyeksi penduduk) 1000 Proyeksi ketersediaan pangan diperoleh dengan menggunakan aplikasi Program Perencanaan Pangan dan Gizi tahun 2004. Menghitung ketersediaan pangan penduduk tahun 2015-2019 dengan rumus: Ketersediaan pangan penduduk = 110% x kebutuhan konsumsi (ton/th)
Proyeksi produksi pangan tahun 2015-2019 ditentukan dengan menggunakan menggunakan rata-rata laju produksi pangan tahun 2009-2014 dan
7 dihitung dengan menggunakan rumus persentase laju menggunakan data dasar tahun 2014 atau data tahun terakhir produksi pangan di Kabupaten Garut. Analisis Daya Dukung Lahan Wilayah Analisis daya dukung lahan wilayah digunakan untuk mendukung produksi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan ideal penduduk Kabupaten Garut. Daya dukung lahan diperoleh dengan membandingkan antara luas lahan jumlah penduduk. Berikut langkah-langkahnya: -
Proyeksi luas lahan dihitung dengan persamaan linear dari data yang diolah menggunakan program SPSS 16.0. Y = a + bt Keterangan: Y : luas lahan pada tahun (2015-2019) a : intercept (tren luas lahan dari tahun 2009-2014) b : slope yang menggambarkan peningkatan/penurunan luas lahan t : t1-t0 (t0 adalah tahun dasar 2014, t1 adalah tahun yang dicari) Persamaan untuk luas lahan sawah y = 42558.333 + 1164.571t, sedangkan persamaan luas lahan kering y = 230939.467 – 15878.371t.
-
Daya dukung lahan dengan membandingkan luas lahan dan jumlah penduduk. Berikut rumusnya: Daya Dukung Lahan = Luas lahan pertanian Jumlah penduduk Analisis kebutuhan luas lahan Kebutuhan luas lahan pertanian diperlukan untuk memenuhi konsumsi pangan ideal penduduk. Asumsi yang digunakan dalam menentukan kebutuhan lahan ini adalah rata-rata produktivitas sama dengan kondisi aktual tahun 20092014 dan untuk tanaman padi dengan indeks pertanaman (IP) dua kali dalam setahun. Berikut rumus yang dapat digunakan: -
Rumus untuk tanaman padi Luas lahan = (Kebutuhan konsumsi / produktivitas) Indeks pertanaman
-
Rumus untuk tanaman perkebunan Luas lahan = Kebutuhan konsumsi Produktivitas
-
Rumus untuk kelompok pangan hewani Luas lahan = Kebutuhan konsumsi x Standar kandang Berat 1 ekor Jumlah dalam 1 kandang atau kolam
Simulasi kebutuhan luas lahan sawah Simulasi kebutuhan luas lahan sawah dengan berdasarkan pada rata-rata konsumsi beras Kabupaten Garut sekitar 103.5 kg/kap/hari (Pemkab Garut 2016),
8 hal tersebut dilakukan untuk memperkirakan luas lahan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi beras dengan asumsi produktivitas 3-9 Ha. Kabutuhan luas lahan =
Konsumsi beras x Jumlah penduduk Angka konversi IP Produktivitas
Keterangan: Angka konversi: 0.63 Indeks pertanaman (IP): 2 kali
Definisi Operasional Penduduk adalah sekelompok orang yang tinggal atau menetap di wilayah Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Konsumsi pangan ideal adalah jumlah pangan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan penduduk Kabupaten Garut untuk hidup sehat, aktif, dan produktif dengan berdasarkan pada skor pola pangan harapan. Konsumsi aktual adalah jumlah pangan yang dikonsumsi oleh penduduk Kabupaten Garut pada tahun 2009 dan 2014. Ketersediaan pangan adalah jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk Kabupaten Garut secara energi maupun protein per kapita serta kualitas ketersediaan berdasarkan skor PPH. Produksi adalah jumlah pangan bersih yang dihasilkan wilayah kabupaten Garut yang diperoleh dari pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan. Luas lahan pertanian adalah luas lahan yang ditunjukan untuk memproduksi tanaman pangan maupun hewan ternak yang digunakan usaha tani terdiri dari lahan sawah dan lahan kering atau lahan pertanian selain sawah. Daya dukung lahan wilayah adalah luas lahan pertanian pangan yang dibutuhkan untuk memproduksi pangan sesuai dengan kebutuhan pangan ideal bagi sejumlah penduduk kabupaten Garut. Kebutuhan luas lahan adalah luas lahan pertanian yang terdiri dari sawah, perkebunan, perikanan maupun peternakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ideal penduduk tahun 2019.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis Kabupaten Garut Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pembentukan daerah-daerah kabupaten di Provinsi Jawa Barat diatur sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950. Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah sekitar 3 065.19 km2 dan secara geografis terletak diantara 60 sampai 70 Lintang Selatan dan 1070 sampai 1080 Bujur Timur. Kabupaten Garut dibatasi oleh beberapa wilayah sebagai berikut:
9 a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bnadung dan Kabupaten Cianjur. Kabupaten Garut berbatasan dengan bagian sebelah Utara, Timur, dan Barat merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi pegunungan dan permukaan tanah yang berbukit-bukit, sedangkan daerah perbatasan sebelah Selatan merupakan daerah dengan sebagian besar permukaan tanahnya memiliki kemiringan yang relatif curam dan perbatasan sebelah Selatan memiliki corak alam dengan segenap potensi yang diwarnai oleh iklim Samudra Indonesia. Kabupaten Garut merupakan daerah dengan iklim tropis, memiliki curah hujan yang cukup tinggi serta hari hujan yang banyak. Hal ini membuat Kabupaten Garut memiliki lahan yang subur dan ditunjang oleh beberapa aliran sungai yang mengalir ke pantai selatan maupun kepantai utara jawa sehingga Kabupaten Garut sebagian besar luas dari wilayahnya digunakan untuk lahan pertanian yang menjadikan salah satu sumber perekonomian penduduk Kabupaten Garut (BPS 2015). Pada tahun 2013 Kabupaten Garut memiliki 42 Kecamatan dengan dua Kecamatan yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Wanaraja yaitu Kecamatan Sucinaraja dan Kecamatan Pangatikan. Jumlah desa dan kelurahan sebanyak 442 desa/kelurahan, namun sebelumnya pada tahun 2009 Kabupaten Garut hanya memiliki 424 desa/kelurahan (BPS 2015).
Penduduk Kabupaten Garut Hasil sensus penduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 menunjukkakan bahwa laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat 1.58% dan nasional 1.40. Jumlah penduduk Kabupaten Garut setiap tahun selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan selama 6 tahun dari tahun 2009-2014 sebesar 29 041 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk relatif stabil dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut tahun 20092014 No Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Laju (%) 1 2009 2380981 1.66 2 2010 2407086 1.59 3 2011 2445911 1.59 4 2012 2485732 1.59 5 2013 2502410 1.59 6 2014 2526186 1.59 Rata-rata 1.60 Sumber : BPS 2009-2014
10 Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut pada tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 hingga 2014 yang relatif stabil. Tingginya pertumbuhan penduduk menjadikan suatu masalah yang perlu selesaikan terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia (Ilunanwati 2011). Peningkatan jumlah penduduk dan pola penyebaran yang tidak seimbang berkaitan dengan menurunnya sumber daya alam dan lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ketahun dapat menimbulkan masalah sumber daya alam dan lingkungan dan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk yang kemudian dapat mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian (Moniaga 2011). Pengendalian pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut yang berada diatas laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat maupun nasional, pemerintah Kabupaten Garut dapat melaksanakan beberapa program seperti program keluarga berencana (KB) dengan membatasi jumlah anak dalam keluarga. Pembangunan bidang kependudukan berdasarkan dokumen rencana strategi (Renstra) badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) 2015-2019, bahwa terkendalinya jumlah penduduk dengan menggunakan indikator persentase laju pertumbuhan penduduk menurun dari 1.38% pada tahun 2015 menjadi 1.19% pada tahun 2019 dengan penurunan sekitar 0.19%. Jumlah penduduk Kabupaten Garut berdasarkan jenis kelamin tahun 20092014 tidak jauh berbeda antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan. Jumlah penduduk Kabupaten Garut setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan, peningkatan tersebut terjadi pada jumlah penduduk laki-laki maupun perempuan. Indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Garut tahun 2014 sebesar 62.23 dengan rata-rata peningkatan dari tahun 2010 hingga 2014 sebesar 0.56 poin, dibandingkan dengan IPM Jawa Barat dan nasional pada tahun 2014 yaitu sebesar 68.80 dan 68.90. IPM Kabupaten Garut masih berasa dibawah ratarata IPM Jawa Barat dan nasional (BPS 2015).
Situasi Ketersediaan, Konsumsi, dan Produksi Pangan Penduduk Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 Situasi ketersediaan pangan Kabupaten Garut Ketersediaan pangan adalah banyaknya pangan yang harus disediakan oleh suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk baik secara jumlah yang cukup, aman, dan bergizi untuk dapat hidup aktif dan sehat (Isbandi dan Rusdiana 2014). Analisis situasi ketersediaan pangan berdasarkan kuantitas terdiri dari jumlah ketersediaan energi dan protein dan kualitas maupun keragaman pangan dapat diketahui melalui skor pola pangan harapan (PPH) dari masingmasing kelompok pangan. Perkembangan ketersediaan energi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun relatif tidak stabil, namun pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang signifikan dan pada tahun berikutnya relatif tidak stabil ditunjukkan pada tabel 3. Rata-rata energi ketersediaan atau kuantitas pangan Kabupaten Garut selama kurun waktu 6 tahun berada diatas standar 2200 kkal/kapita/hari dan 2400 kkal/kapita/hari. Ketersediaan energi dapat juga digunakan untuk menentukan kuantitas dari ketersediaan pangan di Kabupaten Garut.
11 Ketersediaan energi kelompok pangan buah/biji berminyak tahun 2009 hingga 2014 relatif tidak stabil ditunjukan dari rata-rata persentase laju -1.6. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa Kabupaten Garut belum bisa menyediakan energi terutama dari kelompok pangan buah/biji berminyak hal ini berdasarkan data produksi bahwa sumber pangan buah/biji berminyak masih kurang, sehingga untuk memenuhi energi dari kelompok pangan tersebut Kabupaten Garut dapat memperoleh dengan impor dari daerah lain. Tabel 3 Situasi ketersediaan energi penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (kkal/kapita/hari) Ketersediaan Eenergi (kkal/kap/hari) No
Kelompok Pangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total %AKE
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2805 936 65 663 46 186 8 529 0 5238 238.1
3220 854 65 334 40 203 11 516 0 5272 239.6
3378 3492 3895 3796 897 822 1025 1051 78 79 87 86 318 296 639 491 41 43 43 42 861 197 222 231 12 13 9 9 571 524 618 527 0 0 0 0 6156 5466 6538 6234 279.8 248.5 272.4 259.7
Ratarata % laju 6.4 3.0 6.1 6.2 -1.6 54.5 5.7 0.6 0 4.2 2.2
*Energi ideal 2200 dan 2400 Kkal/kap/hari
Berdasarkan sembilan kelompok pangan sebagian besar kontribusi kelompok pangan terhadap %AKE masih kurang yaitu pada kelompok pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, gula, dan pangan jenis lain-lain. Adapun kelompok pangan yang sudah mencapai ideal diantaranya kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan serta sayur dan buah. Ketersediaan kelompok pangan hewani di Kabupaten Garut termasuk kedalam kategori dengan kontribusi energi rendah dapat diketahui dengan ratarata kontribusi berdasarkan %AKE belum mencapai ideal 12%. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian Absari (2007), ketersediaan kelompok pangan hewani di Provinsi Jawa Timur masih rendah yaitu 3-4% dari AKE 2200 kkal/kap/hari. Potensi perikanan Provinsi Jawa Timur dengan Kabupaten Garut hampir sama yaitu didominasi dengan perikanan air tawar dan untuk produksi daging yang paling tinggi adalah produksi daging ayam. Menurut Permentan tahun 2010, target pencapaian ketersediaan energi per kapita adalah 90%. Tingkat ketersediaan energi dari tahun 2009 sampai 2014 ratarata 252.9%, sehingga Kabupaten Garut memiliki ketersediaan energi yang sudah memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) untuk memenuhi ketahanan pangan. Berbeda dengan penelitian Prasetyarini et al. (2014), ketersediaan energi pangan di Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah energi 1400 kkal/kap/hari dengan persentase 58.3% dari AKE maka Kabupaten Sidoarjo tersebut berada pada status rawan pangan, sedangkan ketersediaan energi di Kota Bogor pada tahun 2012 sudah memenuhi angka kecukupan energi dengan tingkat kecukupan energi
12 103.5%. Kelompok pangan yang sudah mencapai angka kecukupan energi diantaranya padi-padian (53%), pangan hewani (14.8%), minyak dan lemak (13.9%) serta kacang-kacangan (6.5%) (Wahyudin 2014). Kuantitas ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 dapat ditunjukkan juga melalui jumlah ketersediaan protein gram per kapita per hari (gr/kapita/hari). Kondisi ketersediaan protein Kabupaten Garut selama kurun waktu 6 tahun berfluktuasi seperti yang ditunjukan pada tabel 4. Rata-rata ketersediaan protein Kabupaten Garut berada diatas standar ketersediaan protein yaitu 57 dan 63 gr/kapita/hari. Tabel 4 Situasi ketersediaan protein penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (gr/kapita/hari) No
Kelompok Pangan
1 2 3 4 5
Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total % AKP
6 7 8 9
Ketersediaan Protein (gr/kap/hari) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 70.3 80.7 84.7 87.7 97.9 95.5 8.2 8.0 8.0 7.5 9.4 9.2 7.5 7.8 9.4 11.2 11.7 11.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 14.9 0.0 17.4 0.0 118.7 208.3
16.9 0.0 16.8 0.0 130.9 229.6
55.9 16.9 18.6 0.0 0.0 0.0 19.8 19.0 23.6 0.0 0.0 0.0 178.3 142.7 161.6 312.8 250.3 256.5
19.8 0.0 19.1 0.0 155.6 247.0
Rata-rata % laju 6.5 2.9 9.4 6.0 -1.6 38.2 8.2 3.1 0.0 7.2 5.1
*Protein ideal 57 dan 63 gr/kap/hari
Kuantitas ketersediaan pangan selain dari tingkat kecukupan energi dapat juga ditentukan berdasarkan tingkat kecukupan protein. Rata-rata laju persentase untuk kelompok pangan buah/biji berminyak negatif 1.6% pada tabel 4. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan protein tidak dapat diperoleh dari kelompok pangan buah/biji berminyak. Tingkat ketersediaan protein Kabupaten Garut dari tahun 2009 sampai 2014 rata-rata >90%, sehingga ketersediaan protein Kabupaten Garut sudah mencapai SPM (Permentan 2010). Target pencapaian ketersediaan protein menurut SPM adalah 90%, sehingga ketersediaan protein Kabupaten Garut sudah mencapai SPM dan ideal. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian Wahyudin (2014), ketersediaan protein Kota Bogor sudah mencapai angka kecukupan protein sebesar 134.4%. Kontribusi protein tertinggi dan sudah sesuai dengan angka kecukupan protein berasal dari kelompok pangan padi-padian, kacang-kacangan, dan sayur buah, sedangkan ketersediaan kelompok pangan lain seperti umbi-umbian, pangan hewani, minyak lemak, buah/biji berminyak, dan gula belum mencapai angka kecukupan protein. Ketersediaan protein masih didominasi oleh protein nabati, sedangkan ketersediaan protein bersumber dari hewani masih rendah seperti menurut Riadi (2007), ketersediaan protein di Kabupaten Kota Baru sebagian besar bersumber dari pangan nabati seperti padi-padian dan kacang-kacangan, sedangkan
13 ketersediaan protein hewani masih didominasi oleh ketersediaan dari ikan dibandingkan dengan jenis protein hewani lainnya, hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan konsumsi penduduk. Konsumsi penduduk yang sebagian besar mengkonsumsi kelompok padi-padian, sehingga kontribusi ketersediaan protein dari padi-padian lebih tinggi dibandingkan dengan pangan hewani. Ketersediaan pangan yang berkelanjutan harus memperhatikan beberapa potensi yang harus ditingkatkan seperti potensi sumber daya lahan, pengembangan produksi pangan, dan sumberdaya air. Perkiraan luas lahan yang dibutuhkan untuk pertanian Indonesia yaitu 100.7 juta Ha yang terdiri dari sawah dan lahan basah sekitar 24.5 juta Ha, tegalan sekitar 25.3 juta Ha, dan lahan tanaman tahunan 50.9. Potensi yang dapat dimanfaatkan dari ketersediaan lahan tidak semua lahan memiliki potensi, potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk sawah seluas 16.1 juta Ha dan lahan untuk tanaman tahunan seluas 25.4 juta Ha. Pemanfaatan lain untuk lahan yang tidak digunakan dapat ditanamai dengan tanaman seperti alang-alang maupun semak belukar yang diperkirakan menghabiskan lahan seluas 9.7 juta Ha yang dapat disebarkan diseluruh wilayah di Indonesia. Lahan tersebut memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan lahan pertanian di Indonesia dan dapat berpotensi untuk memperbaiki kembali hingga menjadi lahan pertanian yang produktif (Handini 2006). Tingkat ketersediaan energi dan protein yang sudah sesuai dengan SPM belum tentu dapat menjamin keberagaman pangan yang tersedia dan tidak dapat menjamin konsumsi pangan penduduk beragam, bergizi, dan seimbang yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan gizi penduduk (Sari 2014). Ketersediaan energi maupun protein Kabupaten Garut secara kuantitas sudah menunjukkan keragaan yang cukup dengan ketersediaan energi (kkal/kap/hari) sudah lebih dari 90% begitu juga dengan ketersediaan protein (gr/kap/hari) sudah cukup seperti penelitian Mahfi et al. (2008), ketersediaan pangan Kabupaten Lampung Barat dalam bentuk energi dan protein sudah menunjukkan keragaan yang lebih dari cukup dengan ketersediaan energi sebesar 3 101 kkal (140% AKE) dan protein 74.28 gram (130% AKP). Tingkat ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Garut dapat ditentukan berdasarkan kuantitas atau mutu yang ditunjukan melalui energi per kapita per hari, selain itu tingkat ketersediaan pangan juga dapat digunakan untuk mengetahui keragaman pangan dari wilayah tersebut dengan menggunakan skor pola pangan harapan (PPH). Angka ideal skor pola pangan harapan ketersediaan yaitu 100. Pada tabel 5 berikut skor PPH ketersediaan pangan Kabupaten Garut selama kurun waktu 6 tahun masih berada dibawah skor PPH ideal. Tabel 5 Skor dan rata-rata laju PPH ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 No 1 2 3 4 5
Kelompok Pangan
Ideal
Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak
25.0 2.5 24.0 5.0 1.0
Skor Pola Pangan Harapan 2009 2010 2011 2012 2013 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 5.9 5.9 7.1 7.1 7.2 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 1.0 0.9 0.9 1.0 0.9
rata-rata 2014 % laju 25.0 0.0 2.5 0.0 7.2 4.3 5.0 0.0 0.9 -2.4
14 Tabel 5 Skor dan rata-rata laju PPH ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (lanjutan) No 6 7 8 9
Kelompok Pangan Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Ideal 10.0 2.5 30.0 0.0 100
Skor Pola Pangan Harapan 2009 2010 2011 2012 10.0 10.0 10.0 10.0 0.2 0.3 0.3 0.3 30.0 30.0 30.0 30.0 0.0 0.0 0.0 0.0 79.6 79.5 80.8 80.9
2013 10.0 0.2 30.0 0.0 80.8
rata-rata 2014 % laju 10.0 0.0 0.2 4.2 30.0 0.0 0.0 0.0 80.7 0.3
Kualitas dan keragaman ketersediaan pangan dapat ditentukan berdasarkan skor pola pangan harapan (PPH). Skor PPH Kabupaten Garut masih tergolong rendah yaitu kurang dari skor PPH ideal 100 dengan persentase laju 0.3%. Skor PPH Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Garut yaitu pada tahun 2012 mencapai 90.1 sehingga untuk mencapai kondisi ideal Kota Bogor harus meningkatkan sekitar 9.9 poin (Wahyudin 2014). Keberagaman ketersediaan pangan Kabupaten Garut perlu ditingkatkan untuk mencapai skor PPH ideal dan sesuai dengan Permentan No. 65 tahun 2010 bahwa ketersediaan pangan yang tidak beragam dapat mempengaruhi keberagaman konsumsi pangan penduduk. Maka untuk mencapai target standar pelayanan minimum (SPM) keberagaman konsumsi pangan penduduk harus berbanding lurus dengan keberagaman ketersediaan pangan Kabupaten Garut. Rata-rata kontribusi skor PPH ketersediaan aktual dibandingkan dengan ideal dari beberapa kelompok pangan sebagian besar sudah mencapai ideal hanya kelompok pangan hewani, gula dan lain-lain masih belum mencapai ideal dengan rata-rata kontribusi 8.2% dan 0.4%. Ketersediaan pangan dapat dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi dari berbagai komoditas pangan, jika produksi dari komoditas pangan daerah rendah maka pencapaian skor PPH ketersediaan untuk mencapai skor PPH ideal masih belum bisa dicapai. Pencapaian skor PPH juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan pola konsumsi dari masyarakat tersebut diantaranya kondisi iklim yang selalu berubah tidak menentu, kondisi geografis, kondisi sosial, kondisi ekonomi, budaya, pendidikan, dan gaya hidup dari masyarakatnya sendiri (Prasetyarini et al. 2014). Situasi konsumsi pangan Kabupaten Garut Permasalahan pangan dan gizi merupakan suatu masalah yang kompleks dan saling berkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah faktor konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan setiap daerah berbeda-beda karena pola konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial budaya, demografi, maupun gaya hidup. Keterkaitan antara beberapa faktor tersebut akan memberikan penilaian pola konsumsi pangan masyarakat yang dapat menggambarkan situasi pangan dan gizi masyarakat tersebut (Khomsan et al. 2013). Situasi konsumsi pangan penduduk dapat ditunjukkan melalui angka kecukupan energi (% AKE) dan angka kecukupan protein (% AKP), sedangkan kualitas dan keragaman konsumsi pangan dapat ditunjukkan menggunakan skor
15 pola pangan harapan (PPH). Kontribusi energi dari hasil masing-masing kelompok pangan yang dikonsumsi terhadap % AKE dapat digunakan untuk menentukan skor PPH. Konsumsi pangan penduduk sudah terpenuhi jika konsumsi energi sudah mencapai 2000 kkal/kap/hari pada konsumsi tahun 2009 dan 2150 kkal/kap/hari pada konsumsi tahun 2014, sedangkan untuk konsumsi protein sudah mencapai 52 gram/kap/hari dan 57 gram/kap/hari. Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 dan 2012. Banyaknya energi dan protein yang dikonsumsi tersebut dapat memberikan manfaat untuk hidup sehat, aktif maupun produktif. Tabel 6 Situasi konsumsi energi pangan aktual penduduk berdasarkan skor PPH Kabupaten Garut dibandingkan dengan konsumsi ideal (kkal/kap/hari) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Konsumsi Energi (kkal/kap/hari) 2009 2009* 2014* 2014 1000 120 240 200 60 100 100 120 60 2000
682.2 68.6 229.2 80.4 5.2 154.0 19.1 43.4 28.6 1 311
1075 129 258 215 64.5 107.5 107.5 129 64.5 2 150
1153.3 37.4 121.7 263.4 4.4 46.9 42.3 67.2 7.9 1744.4
Rata-rata Gap -119.8 -71.5 -73.6 -35.6 -57.5 -3.3 -73.1 -69.2 -44.0 -547.5
*Konsumsi ideal
Kontribusi konsumsi energi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009 dengan energi ideal 2000 kkal/kap/hari sebesar 65.5% dari AKE, sedangkan tahun 2014 dengan energi ideal 2150 kkal/kap/hari sebesar 81.1% dari AKE pada tabel 6. Berdasarkan Depkes (1996), konsumsi energi Kabupaten Garut tahun 2009 termasuk dalam kategori defisit berat dan konsumsi tahun 2014 termasuk dalam kategori kurang dari angka kecukupan gizi. Jumlah konsumsi energi antara tahun 2009 hingga pada tahun 2014 mengalami peningkatan namun hal tersebut tidak dapat diketahui secara rinci karena keterbatasan data konsumsi yang diperoleh peneliti. Sebagian besar konsumsi kelompok pangan masih berada dibawah konsumsi ideal, namun pada konsumsi minyak dan lemak serta padi-padian pada tahun 2014 sudah melebihi dari konsumsi ideal. Konsumsi energi Kabupaten Garut tahun 2009 dapat dikategorikan sangat rawan pangan dengan konsumsi <70% AKE, sedangkan konsumsi tahun 2014 dikategorikan rawan pangan sedang dengan konsumsi pada rentang 70-89.9% AKE (Bappenas 2007). Konsumsi penduduk Kabupaten Garut mengalami peningkatan jika dilihat antara konsumsi pada tahun 2009 dan 2014. Menurut Sari (2014), pola konsumsi masyarakat Jawa Barat didominasi oleh kelompok pangan padi-padian dengan jenis pangan beras yang menjadikan sumber pangan pokok utama masyarakat. Berdasarkan penelitian Ilunanwati (2011), konsumsi kelompok pangan penduduk Kabupaten Muara Enim masih berada dibawah angka konsumsi
16 yang dianjurkan namun kelompok pangan padi-padian sudah mencapai konsumsi ideal. Rata-rata gap antara konsumsi aktual dengan ideal negatif, hal tersebut disebabkan masih rendahnya konsumsi pangan penduduk jika dibandingkan dengan konsumsi ideal. Perbandingan rata-rata kontribusi %AKE terhadap konsumsi aktual bervariasi antara tahun 2009 dengan 2014. Pada tahun 2009 konsumsi kelompok pangan penduduk Kabupaten Garut sudah mencapai % AKE adalah pada kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, dan kacang-kacangan, sedangkan tahun 2014 hanya konsumsi kelompok pangan padi-padian dengan kontribusi 66% sudah mencapai kontribusi % AKE ideal. Konsumsi pangan masyarakat dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi pangan sehari-hari. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan seperti faktor ekonomi (pendapatan dan harga), sosial budaya, dan agama, selain itu konsumsi pangan masyarakat dapat digunakan untuk memperkirakan status gizi dengan melalui konsumsi pangan (Sihite 2011). Menurut Isbandi dan Rusdiana (2014), pola konsumsi pangan masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pengetahuan terhadap pangan yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan. Perkembangan konsumsi energi antara tahun 2009 dengan 2014 mengalami peningkatan, namun perkembangan dari peningkatan konsumsi tersebut tidak dapat diketahui secara rinci karena adanya keterbatasan data konsumsi Kabupaten Garut. Konsumsi energi pangan penduduk dapat digunakan untuk menggambarkan kuantitas konsumsi, selain secara kuantitas konsumsi dapat gambarkan dengan kualitas dan keragaman konsumsi yaitu dengan menggunakan skor pola pangan harapan (PPH). Kualitas konsumsi pangan dapat menggambarkan tingkat keragaman melalui skor PPH. Kualitas kosumsi dapat dikatakan beragam jika skor PPH konsumsi pangan penduduk sudah mencapai ideal yaitu 100. Hasil analisis konsumsi pangan berdasarkan skor PPH pada tahun 2009 dan 2014 pada tabel 7 yaitu sebesar 65.2 dan 63.3. Skor PPH konsumsi Kabupaten Garut belum mencapai skor PPH ideal, sehingga kualitas maupun keragaman konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut masih belum beragam. Tabel 7 Perbandingan skor PPH konsumsi aktual penduduk Kabupaten Garut dengan skor PPH ideal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Skor Pola Pangan Harapan Ideal 2009 2014 25 2.5 24 5 1 10 2.5 30 0 100
17.1 1.7 22.9 2.0 0.1 10.0 0.5 10.9 0.0 65.2
25.0 0.9 11.3 5.0 0.1 4.4 1.0 15.6 0.0 63.3
Rata-rata Gap -4.0 -1.2 -6.9 -1.5 -0.9 -2.8 -1.8 -16.8 0.0 -35.8
17 Pendekatan skor PPH digunakan dalam menyusun perencanaan penyediaan maupun konsumsi pangan penduduk, bahwa konsumsi pangan penduduk tidak hanya untuk memenuhi kecukupan gizi namun dapat digunakan juga untuk mempertimbangkan keseimbangan gizi yang salah satunya ditentukan dari segi kualitas dan keragaman pangan melalui skor PPH. Skor PPH Kabupaten Garut masih berada dibawah skor PPH ideal, namun skor PPH tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan skor PPH tahun 2014 hal tersebut disebabkan pada tahun 2009 banyak kelompok pangan dengan skor PPH mendekati ideal dan lebih tinggi dari skor PPH tahun 2014. Skor PPH konsumsi dapat menggambarkan keberagaman konsumsi pangan. Menurut Arida et al. (2015), keberagaman konsumsi pangan suatu masyarakat dapat dipengaruhi adanya peningkatan pendapatan sehingga peningkatan konsumsi dari segi gizi juga akan meningkat. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya skor PPH adalah kesadaran masyarakat akan pentingkan pangan yang beranekaragam serta pengembangan P2KP (percepatan penganekaragaman konsumsi pangan) di Kabupaten Garut belum optimal (BKP 2014). Jika dibandingkan dengan skor PPH Provinsi Jawa Barat, skor PPH Kabupaten Garut tahun 2014 masih dibawah skor PPH Provinsi Jawa Barat. Skor PPH konsumsi penduduk provinsi Jawa Barat pada tahun 2014 sebesar 78.3 dengan % AKE 2010.9 kkal/kap/hari dan % AKP 58.5 gram/kap/hari (BKP 2015). Kuantitas konsumsi protein pangan penduduk Kabupaten Garut ideal 52 dan 57 gram/kapita/hari. Berdasarkan data konsumsi susenas tahun 2009 dan 2014 konsumsi protein penduduk Kabupaten Garut sebesar 39.5 dan 46.0 gram/kap/hari. Rata-rata konsumsi protein aktual penduduk Kabupaten Garut dibandingkan dengan konsumsi ideal adalah hasilnya negatif, hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi penduduk masih berada dibawah ideal ditunjukan pada tabel 8. Tabel 8 Situasi konsumsi protein aktual penduduk Kabupaten dibandingkan dengan konsumsi ideal (gram/kap/hari) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Konsumsi Protein (gr/kap/hari) 2014 2009* 2009 2014* 26.7 26 22.7 28.5 0.4 3.1 0.2 3.4 11.5 6.2 9 6.8 0.0 5.2 0.2 5.7 0.0 1.6 5.7 1.7 4.4 2.6 0.1 2.8 0.2 2.6 0 2.9 2.3 3.1 1.4 3.4 0.5 1.6 0.2 1.7 46.0 52 39.5 57
Garut
rata-rata Gap -2.5 -3.0 3.7 -5.3 1.2 -0.5 -2.6 -1.4 -1.3 -11.8
*Konsumsi ideal protein
Perbandingan kontribusi konsumsi protein aktual dengan ideal terbesar didominasi oleh kelompok pangan padi-padian tahun 2009 sebesar 57.5%, tahun 2014 sebesar 58.2% dan pangan hewani tahun 2009 sebesar 22.8%, 2014 sebesar
18 25%. Kontribusi konsumsi kelompok pangan tertinggi tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi ideal masih kurang, sehingga perlu peningkatan konsumsi pangan sumber protein pada kelompok pangan lainnya selain kelompok pangan padi-padian dan pangan hewani. Persentase konsumsi protein penduduk dibandingkan dengan angka kecukupan protein yaitu pada tahun 2009 sebesar 76% AKP dan 2014 sebesar 80.6% AKP. Berdasarkan Depkes (1996), konsumsi protein tahun 2009 termasuk dalam kategori defisit sedang dan tahun 2014 termasuk dalam kategori kurang. Penelitian Wahyudin (2014), secara keseluruhan konsumsi protein di Kota Bogor sudah mencapai ideal namun sekitar 23% penduduk dengan konsumsi protein masih defisit. Konsumsi energi dan protein penduduk Kabupaten Garut masih kurang dari angka kecukupan protein dan konsumsi ideal, namun antara tahun 2009 dan 2014 konsumsi energi dan protein mengalami peningkatan. Konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia dari tahun 2007 dan 2013 menunjukkan penurunan pada konsumsi tahun 2013 yaitu rata-rata konsumsi tahun 2007 sebesar 2 014.91 kkal menurun pada tahun 2013 menjadi 1 842.75 kkal (Pusdatin 2014). Tingkat kecukupan gizi merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk yang dilihat dari kecukupan konsumsi protein maupun energi. Pada tahun 2008 konsumsi penduduk Indonesia sudah mencapai konsumsi ideal yaitu energi 2038.17 kkal dan protein 57.49 gram. Secara kualitas konsumsi pangan penduduk sudah mendekati skor PPH ideal yaitu 79.1 sesuai dengan mutu konsumsi yang beragam, bergizi, dan berimbang (Atmanti 2010). Situasi produksi pangan Kabupaten Garut Kondisi wilayah Kabupaten Garut dengan iklim tropis, curah hujan yang cukup tinggi serta dialiri oleh sungai-sungai yang bermuara ke laut selatan maupun laut utara, sehingga Kabupaten Garut memiliki lahan yang cukup produktif untuk mendukung perkembangan sektor pertanian. Penduduk Kabupaten Garut sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadikan ladang perekonomian bagi penduduk Kabupaten Garut, sehingga sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 36.5% pada tahun 2014 (BPS 2015). Tabel 9 Situasi produksi pangan unggulan Kabupaten Garut tahun 2009-2014 No
Nama Pangan
Produksi (Ton/Tahun)
Rata-rata laju
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Padi
724062
817855
860788
879799
941933
903230
4.7
Jagung
325687
394578
428634
478969
559741
567876
12.0
3
Kedelai
12646
18603
15406
21463
21441
25938
18.0
4
Kacang tanah
29313
29846
29178
28823
32122
32225
2.0
5
Ubi kayu
531693
470684
510105
481865
595279
638965
4.4
6
Ubi jalar
79743
81101
89570
71545
100750
89110
4.3
7
Kentang
120084
143341
127090
128018
161073
141016
4.4
8
Kubis
119112
125707
134677
130474
167084
131915
3.3
9
Cabe besar
70641
79491
80390
79032
107337
93638
7.0
1 2
19 Tabel 9 Situasi produksi pangan unggulan Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (lanjutan) No
Nama Pangan
10
Produksi (Ton/Tahun) 2009
2010
Tomat
100912
100249
11
Wortel
28517
35633
12
Jeruk
10847
13
Alpukat
456367
14
Pisang
317593
15
17
Pepaya Daging ruminansia Daging ayam
18
Rata-rata laju
2012
2013
2014
98142
105494
141833
117548
4.4
33834
33907
40511
39058
7.2
9263
8597
11785
14527
13633
6.5
38972
48680
44176
48506
44824
-14.7
157129
204345
143520
152283
112875
-14.0
15711 4391
2220 4053
2615 4915
2618 2331
2544 2921
2463 2921
-14.8 -2.7
4887
4887
5630
5630
3885
3885
-3.2
Telur
3914
4252
4561
4568
4569
4568
3.2
19
Susu
20394
15747
22237
21551
21551
21551
3.1
20
Ikan
32456
32456
44566
65178
65178
65183
16.7
16
2011
Kabupaten Garut merupakan daerah dengan perekonomiannya sebagian besar berasal dari pertanian, sehingga sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Hasil komoditas terbesar dari sektor pertanian adalah padi, ubi kayu, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Perkembangan produksi pangan penduduk Kabupaten Garut dari tahun 2009 sampai 2014 sebagian besar mengalami peningkatan dapat dilihat pada tabel 9. Produksi pangan buah-buahan dan pangan hewani seperti daging ruminansia dan daging ayam memiliki laju rata-rata negatif. Pada kelompok pangan tersebut produksinya relatif tidak stabil. Pada pangan buah alpukat dan pisang memiliki produksi yang tinggi jika dibandingkan dengan pangan buah lainnya. Menurut Pemkab Garut 2016, produksi pangan unggulan Kabupaten Garut terdiri dari padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, kentang, kubis, cabe besar, tomat, alpuket, pisang, dan pepaya. Produk unggulan hasil pertanian tersebut diekpor ke beberapa kota yang berdekatan dengan Kabupaten Garut seperti Bandung, Jakarta, Cirebon, Sukabumi, Tasik, Batam, dan Yogyakarta. Peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat seperti padi-padian dan umbi-umbian di Kabupaten Garut memiliki kesamaan dengan penelitian Handini (2006) di Provinsi Bangka Belitung, situasi produksi terutama bahan pangan sumber karbohidrat terutama pangan strategis mengalami peningkatan produksi diantaranya produksi padi 82% dan jagung 4.56%, begitu juga dengan produksi pangan hewani mengalami peningkatan seperti daging sapi 5.08%, daging ayam 9.31%, telur 7.96%, dan ikan 5.94%. perkembangan peningkatan tersebut terjadi juga di Kabupaten Garut. Perkembangan produksi pangan menunjukan kinerja positif. Penurunan rata-rata produksi yang terjadi disuatu wilayah dapat disebabkan oleh berkurangnya lahan-lahan produktif dan bertambahannya jumlah penduduk di wilayah tersebut (Riadi 2007). Produksi pangan dapat ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi produksi pangan seperti padi adalah ketersediaan lahan yang cukup untuk produksi. Lahan merupakan komponen penting dalam meningkatkan produksi pangan, hal ini menunjukkan
20 bahwa produksi dan lahan memiliki hubungan yang saling berkaitan yaitu sebagai input produksi (Erviyana 2014).
Proyeksi Ketersediaan, Konsumsi, dan Produksi Pangan Penduduk Kabupaten Garut Tahun 2015-2019 Proyeksi ketersediaan pangan Kabupaten Garut Proyeksi ketersediaan pangan dilakukan untuk mengetahui jumlah pangan yang harus tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk. Proyeksi ketersediaan pangan secara kualitas diperoleh dari skor pola pangan harapan (PPH) atau dari segi keragaman ketersediaan pangan Kabupaten Garut ditunjukan pada Tabel 10, selain secara kualitas ketersediaan pangan Kabupaten Garut dapat diketahui dari jumlah komoditas pangan dalam satuan ton pada setiap kelompok pangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Proyeksi pangan ideal dilakukan untuk analisis pencapaian konsumsi pangan yang baik secara kualitas dapat digambarkan dari skor PPH ideal 100. Tercapainya skor PPH ideal pada tahun 2019, tingkat keragaman ketersediaan pangan dari tahun ke tahun harus ditingkatkan terutama untuk kelompok pangan hewani. Proyeksi skor PPH perlu dilakukan untuk merencanakan kebutuhan produksi maupun ketersediaan pangan yang dibutuhkan oleh daerah tersebut. Tabel 10 Proyeksi ketersediaan pangan berdasarkan skor pola pangan harapan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019 No
Kelompok Pangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
2014* 25.0 2.5 7.2 5.0 0.9 10.0 0.2 30.0 0.0 80.7
Skor Pola Pangan Harapan 2015 2016 2017 2018 25.0 2.5 10.5 5.0 0.9 10.0 0.7 30.0 0.0 84.6
25.0 2.5 13.9 5.0 0.9 10.0 1.1 30.0 0.0 88.4
25.0 2.5 17.3 5.0 1.0 10.0 1.6 30.0 0.0 92.3
25.0 2.5 20.6 5.0 1.0 10.0 2.0 30.0 0.0 96.1
2019 25.0 2.5 24.0 5.0 1.0 10.0 2.5 30.0 0.0 100.0
*Tahun dasar 2014
Skor PPH ideal ketersediaan pangan Kabupaten Garut pada tahun 2019 dapat digunakan untuk menggambarkan pangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk yang sesuai dengan angka kecukupan energi (AKE) 2400 kkal/kapita/hari Kabupaten Garut dengan komposisi pangan yang ideal menurut skor PPH. Tabel 12 menunjukan hasil proyeksi ketersediaan pangan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 untuk mencapai skor PPH ideal 100 pada tahun 2019 setiap tahunnya harus meningkatkan skor PPH ketersediaan pangan untuk konsumsi sebesar 3.9 setiap tahunnya. Penelitian Handini (2006), proyeksi ketersediaan pangan Provinsi Bangka Belitung tahun 2003 sampai 2020 untuk
21 mencapai skor PPH ideal harus meningkatkan skor PPH ketersediaan setiap tahunnya sebesar 1.35 poin. Pencapaian skor PPH ideal Provinsi Bangka Belitung peningkatan nya lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Garut. Skor PPH ketersediaan sembilan jenis kelompok pangan yang sudah mencapai skor PPH ideal adalah padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, kacang-kacangan serta sayur dan buah. Beberapa kelompok pangan tersebut yang sudah mencapai skor PPH ideal harus dipertahankan untuk memenuhi kualitas keragaman ketersediaan pangan Kabupaten Garut. Adapun kelompok pangan yang belum mencapai kondisi skor PPH ideal diantaranya pangan hewani, buah/biji berminyak, dan gula. Sejalan dengan penelitian Handini (2006), kelompok pangan hewani di Provinsi Bangka Belitung masih termasuk kedalam kategori belum mencapai skor PPH ideal sehingga keragaman ketersediaan pangan hewani didaerah tersebut masih kurang. Menurut Sari (2014), upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan skor PPH hingga mencapai ideal adalah dengan percepatan dan pengembangan konsumsi pangan yang berbasis pangan lokal sesuai dengan sumber pangan daerah. Peningkatan konsumsi pangan hewani dapat diperoleh dari konsumsi daging unggas, ruminansia, susu dan olahannya maupun ikan dari hasil produksi lokal daerah Kabupaten Garut. Menurut Baliwati dan Saputra (2014), konsumsi ikan di Jawa Barat pada tahun 2012 masih rendah terutama di Kabupaten Garut jika dibandingkan dengan Kabupaten/kota lainnya merupakan konsumsi pangan hewani terendah dengan persentase konsumsi pangan hewani dibandingkan dengan konsumsi normatif sebesar 44.6%. Perbandingan Proyeksi ketersediaan dan konsumsi pangan menurut ton per tahun digunakan untuk memperkirakan banyaknya pangan yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sesuai dengan jumlah penduduk Kabupaten Garut yang diproyeksikan dari tahun 2015 hingga 2019 dengan kontribusi masingmasing komoditas pangan. Proyeksi ketersediaan pangan ton per tahun dengan berdasarkan pada proyeksi ketersediaan pangan menurut skor PPH. Tabel 11 Proyeksi konsumsi dan ketersediaan pangan penduduk berdasarkan skor PPH Kabupaten Garut tahun 2017 dan 2019 (Ton/Tahun) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-Padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Konsumsi (Ton/Tahun) 2017 2019 281996.6 68341.3 104115.4 25144.7 6436.0 28035.8 21734.1 193967.9 17342.5 747114.3
294965.6 96534.2 150164.3 26815.1 10726.0 37541.1 32178.1 246698.5 16089.0 911711.9
Ketersediaan (Ton/Tahun) 2017 2019 310196.2 75175.5 114526.9 27659.1 7079.6 30839.4 23907.5 213364.7 19076.8 821825.7
324462.2 106187.6 165180.7 29496.6 11798.6 41295.2 35395.9 271368.4 17697.9 1002883
Proyeksi ketersediaan diperoleh dari kebutuhan konsumsi pangan dikali dengan 110% digunakan untuk memperhitungkan proses distribusi pangan seperti
22 tercecer, hilang atau rusak, digunakan untuk pakan maupun bibit sehingga pangan yang disediakan harus menyesuaikan dengan konsumsi pangan penduduk. Sebagian besar proyeksi pangan yang dikonsumsi mengalami peningkatan hingga tahun ideal 2019 namun pada konsumsi kelompok pangan lain-lain diproyeksikan menurun. Ketersediaan kelompok pangan padi-padian dan umbi-umbian mengalami penurunan dari tahun 2015-2019 hal tersebut disesuaikan dengan skor PPH yang harus dicapai. Kelompok pangan tersebut sudah mencapai lebih dari skor PPH ideal jadi untuk untuk menyeimbangkannya kelompok pangan lain ketersediaanya ditingkatkan untuk mencapai skor PPH ideal. Proyeksi ketersediaan pangan Kabupaten Muara Enim pada kelompok pangan beras mengalami penurunan untuk menyesuaikan dengan skor PPH yang harus dicapai oleh setiap kelompok pangan. Sebagian besar konsumsi pangan masih didominasi oleh kelompok pangan padi-padian, tetapi bukan berarti kelompok pangan tersebut produksinya harus diturunkan karena angka tersebut merupakan angka minimal untuk konsumsi dan ketersediaan (Ilunanwati 2011). Proyeksi ketersediaan yang menunjukkan penurunan dapat disebabkan oleh kontribusi dari ketersediaan pada kelompok pangan tersebut yang telah melebihi kontribusi yang diharapkan sesuai dengan skor PPH yang ditunjukan oleh skor PPH kelompok pangan yang mengalami penurunan tren situasi ketersediaan maupun sesuai dengan kontribusi energi yang sudah melebihi kontribusi harapan. Kelompok pangan yang mengalami penurunan ketersediaan adalah penurunan ketersediaan yang digunakan untuk konsumsi pangan penduduk. Ketersediaan pangan untuk konsumsi yang berlebih dapat dialihkan sebagai bahan baku industri (Handini 2006). Proyeksi konsumsi pangan Kabupaten Garut Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi setiap tahun, kemudian tingginya laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk nasional yaitu 1.59% dari 1.40% laju pertumbuhan penduduk nasional (BPS 2015). Terjadinya kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan pangan dapat dipengaruhi oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk. Proyeksi kualitas konsumsi pangan dari skor pola pangan harapan (PPH) Kabupaten Garut tahun 2015-2019 dengan menggunakan metode ekstrapolasi dapat dilihat pada tabel 12. Proyeksi konsumsi pangan ideal dilakukan untuk mencapai konsumsi pangan yang baik secara kualitas maupun kualitas dengan digambarkan melalui skor PPH 100 yang akan dicapai pada tahun 2019. Tabel 12 Proyeksi skor PPH konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019 No 1 2 3 4 5
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak
2014* 25.0 0.9 11.3 5.0 0.1
Skor Pola Pangan Harapan 2015 2016 2017 2018 25.0 1.2 13.9 5.0 0.3
25.0 1.5 16.4 5.0 0.5
25.0 1.8 18.9 5.0 0.6
25.0 2.2 21.5 5.0 0.8
2019 25.0 2.5 24.0 5.0 1.0
23 Tabel 12 Proyeksi skor PPH konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019 (lanjutan) No 6 7 8 9
Kelompok Pangan Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
2014* 4.4 1.0 15.6 0.0 63.3
Skor Pola Pangan Harapan 2015 2016 2017 2018 5.5 1.3 18.5 0.0 70.6
6.6 1.6 21.4 0.0 78.0
7.7 1.9 24.3 0.0 85.3
8.9 2.2 27.1 0.0 92.7
2019 10.0 2.5 30.0 0.0 100
*Tahun dasar 2014
Peningkatan keragaman maupun kualitas konsumsi pangan dari tahun 2015 hingga tahun 2019 perlu ditingkatkan agar skor PPH ideal pada tahun 2019 dapat tercapai. Rata-rata peningkatan skor PPH setiap tahun sekitar 7.3 poin untuk mencapai skor PPH ideal tahun 2019. Proyeksi skor PPH dilakukan untuk merencanakan kebutuhan ketersediaan dan produksi pangan yang dibutuhkan penduduk. Skor pola pangan harapan (PPH) 100 pada tahun 2019 merupakan gambaran skor PPH ideal yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk. Konsumsi kelompok pangan padi-padian, minyak dan lemak dari tahun 2014 sampai 2019 sudah mencapai skor PPH ideal sehingga kedua kelompok pangan tersebut perlu dijaga kestabilan konsumsinya. Peningkatan skor PPH dari proyeksi tersebut diharapkan dapat seimbang dengan peningkatan pada proporsi konsumsi kelompok pangan, sehingga dilakukan ekstrapolasi terhadap proporsi konsumsi rata-rata energi. Proyeksi kontribusi energi setiap kelompok pangan juga dilakukan untuk mencapai keseimbangan konsumsi pangan ideal pada tahun 2019 yaitu 2 150 kkal/kap/hari. Proyeksi konsumsi pangan penduduk terhadap kontribusi energi (kkal/kap/hari) dilakukan untuk mencapai keseimbangan konsumsi antar kelompok pangan berikut tabel 13 menunjukkan proyeksi rata-rata konsumsi pangan penduduk hingga mencapai ideal 2150 kkal/kap/hari pada tahun 2019. Tabel 13 Proyeksi rata-rata konsumsi energi pangan penduduk berdasarkan skor PPH Kabupaten Garut tahun 2015-2019 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
kelompok pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah lain-lain Total
Rata-rata konsumsi energi (kkal/kap/hari) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 1153.3 37.4 121.7 263.4 4.4 46.9 42.3 67.2 7.9 1744.4
1137.6 55.7 149.0 253.7 16.4 59.0 55.3 79.6 19.2 1825.5
1122.0 1106.3 74.0 92.4 176.2 203.5 244.0 234.4 28.4 40.4 71.2 83.3 68.4 81.4 91.9 104.3 30.5 41.9 1906.6 1987.8
1090.7 110.7 230.7 224.7 52.5 95.4 94.5 116.6 53.2 2068.9
1075.0 129.0 258.0 215.0 64.5 107.5 107.5 129.0 64.5 2150
24 Proyeksi konsumsi energi pangan penduduk dilakukan untuk memperbaiki konsumsi energi hingga mencapai kondisi ideal dengan berpedoman pada skor PPH. Kontribusi energi setiap tahun harus ditingkatkan sebesar 81.1 poin untuk mencapai konsumsi energi ideal 2150 kkal/kap/hari pada tahun 2019. Pencapaian hingga diperoleh kondisi konsumsi yang ideal seperti kelompok pangan padipadian maupun kelompok pangan minyak dan lemak konsumsinya harus diturunkan hingga menjadi 1 075 dan 215 kkal/kap/hari, sesuai dengan skor PPH padi-padian dan minyak dan lemak yang sudah mencapai ideal sehingga konsumsinya dapat diturunkan untuk menyeimbangkan konsumsi dengan kelompok pangan lain, sehingga kelompok pangan lain konsumsinya meningkat sesuai dengan skor PPH. Target konsumsi untuk kelompok pangan lain-lain seperti minuman dan bumbu dalam proyeksi energi konsumsi perlu dilakukan peningkatan untuk mencapai keberagaman konsumsi. Komposisi keragaman energi dari masing-masing kelompok pangan terhadap angka kecukupan energi dengan kontribusi penyumbang energi tertinggi masih didominasi oleh kelompok pangan padi-padian dan minyak lemak. kelompok pangan padi-padian menyumbang energi pada tahun 2014 53.6% dengan proporsi ideal 50% dari AKE, sehingga pencapaian energi dari padipadian sudah melebihi dari ideal sekitar 3.6%. kelompok pangan minyak dan lemak dengan proporsi energi ideal 10% dari AKE namun pada tahun 2014 minyak dan lemak menyumbang energi sekitar 2.2% lebih dari kontribusi ideal. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian Sembiring (2002), sumbangan energi konsumsi di Kabupaten Karo didominasi oleh kelompok pangan padipadian sebesar 55.14% dan kelompok pangan minyak dan lemak 11.80%. Penduduk Kabupaten Garut maupun Kabupaten Karo masih bergantung pada konsumsi kelompok pangan padi-padian khususnya beras dan minyak lemak. Proyeksi produksi pangan Kabupaten Garut Proyeksi produksi pangan dengan menggunakan rata-rata laju produksi kelompok pangan tahun 2009-2014. Proyeksi produksi dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya pangan yang diperkirakan dapat diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pangan Kabupaten Garut. Proyeksi produksi pangan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 dengan menggunakan rata-rata laju produksi aktual dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Proyeksi produksi pangan unggulan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 (Ton/Tahun) berdasarkan rata-rata laju produksi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama pangan Padi Jagung Kedelai Kacang tanah Ubi kayu Ubi jalar Kentang Kubis
2015 945438 635844 30612 32878 667386 92904 147257 136285
Proyeksi Produksi (Ton/Tahun) 2016 2017 2018 989619 711946 36129 33544 697071 96860 153774 140799
1035864 797157 42640 34224 728077 100984 160580 145463
1084270 892567 50325 34917 760461 105283 167687 150281
2019 1134939 999396 59394 35624 794287 109766 175108 155259
25 Tabel 14 Proyeksi produksi pangan unggulan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 (Ton/Tahun) berdasarkan rata-rata laju produksi (lanjutan) No
Nama pangan
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Cabe besar Tomat Wortel Jeruk Alpukat Pisang Pepaya Daging ruminansia Daging ayam Telur Susu Ikan
2015 100197 122733 40781 14519 38227 97069 2099 2842 3762 4770 22502 68059
Proyeksi Produksi (Ton/Tahun) 2016 2017 2018 107215 128148 42580 15463 32600 83477 1788 2764 3644 4980 23494 71061
114725 133801 44458 16468 27802 71788 1524 2688 3528 5200 24531 74196
122760 139703 46420 17539 23710 61736 1298 2615 3417 5430 25613 77469
2019 131359 145866 48467 18678 20220 53091 1106 2543 3309 5669 26743 80886
Kondisi wilayah Kabupaten Garut merupakan wilayah yang sebagian besar penduduknya sebagai petani dengan kondisi iklim tropis dan curah hujan yang cukup tinggi menjadikan tanah pertanian relatif subur. Keadaan tersebut dapat ditunjang dengan tersedianya sungai yang mengalir ke laut selatan dan laut utara. Komoditas umbi-umbian merupakan hasil terbesar setelah padi-padian di Kabupaten Garut. Proyeksi produksi pangan Kabupaten Garut sebagian besar mengalami peningkatan, namun pada beberapa jenis pangan seperti alpukat, pisang, pepaya, daging ruminansia, dan daging ayam mengalami penurunan. Menurut Absari (2007), pada komoditi pangan yang mengalami penurunan dalam produksi, komoditi tersebut memerlukan perhatian yang khusus hal tersebut dapat menyebabkan produksinya dari tahun ke tahun mendatang tidak mampu memenuhi permintaan wilayah tersebut. Pencapaian produksi hingga memenuhi kebutuhan diperlukan luas lahan yang dapat memenuhi produksi pangan untuk mencapai ideal, namun terjadinya konversi lahan yang terus menerus menyebabkan kurang mendukungnya luas lahan untuk memproduksi pangan hingga mencapai ideal. hal tersebut memberikan tuntutan bagi pemerintah untuk tidak selalu bergantung pada meningkatan luas lahan (Handini 2006). Kondisi tanah Kabupaten Garut yang merupakan tanah subur dengan curah hujan yang tinggi masih bisa menyediakan pangan yang cukup seperti kelompok pangan jenis padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan serta buah dan sayur yang diproyeksikan untuk 5 tahun kedepan memiliki kualitas ketersediaan yang cukup. Faktor pendukung produksi pangan adalah tersedianya lahan yang dapat digunakan untuk produksi tanaman pangan dan untuk produksi pangan hewani dibutuhkan lahan untuk kandang. Pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat dari tahun ketahun persaingan lahan untuk pangan dan kebutuhan pemukiman terus menerus terjadi. Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah dengan wilayahnya berbasis pertanian sama seperti Kabupaten Nganjuk. Ketersediaan lahan merupakan suatu hal yang sangat penting, bukan hanya sebagai sumberdaya
26 dalam memenuhi kebutuhan pangan namun lahan tersebut berarti sebagai sumber perekonomian daerah tersebut (Absari 2007).
Daya Dukung Lahan Kabupaten Garut Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Garut Peningkatan jumlah penduduk terjadi terus menerus setiap tahunnya seperti pada tabel 15, hal tersebut memberikan permasalahan terhadap penyediaan lahan pertanian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Terjadinya alihfungsi lahan yang digunakan untuk pemukiman maupun penyedia lapangan pekerjaan seperti dibangunnya industri menjadikan produktivitas lahan pertanian menurun. Menurut Irawan (2005), ketika situasi produksi pangan yang semakin sulit untuk ditingkatkan yang disebabkan oleh masalah berkurangnya luas lahan pertanian dan stagnansi teknologi usahatani maka konversi lahan pertanian ke non pertanian perlu dilakukan pengendalian untuk mendukung tercapainya ketahanan pangan. Tabel 15 Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Garut (jiwa/tahun) Tahun Proyeksi Proyeksi Penduduk 2015 2566454 2016 2607261 2017 2648716 2018 2690831 2019 2733615 *Laju pertumbuhan penduduk 1.59%
Jumlah penduduk Kabupaten Garut dengan laju pertumbuhan penduduk 1.59% selalu mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Sumber daya lahan pertanian dapat memberikan manfaat yang sangat besar terhadap perekonomian, sosial maupun lingkungan, sehingga areal pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk (Wuryanta dan Susanti 2015). Jumlah penduduk yang semakin meningkat menuntut ketersediaan pangan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk, sehingga lahan pertanian untuk produksi pangan menjadikan hal yang penting dalam memenuhi pangan penduduk. Sisi lain dari pertumbuhan ekonomi menuntut adanya peningkatan permintaan lahan yang digunakan untuk infrastruktur menyebabkan semakin besarnya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian (Mustopa 2011). Proyeksi jumlah penduduk untuk tahun 2015-2019 dengan menggunakan laju pertumbuhan penduduk pada tahun dasar 2014 yaitu 1.59%, maka jumlah penduduk setiap tahun akan mengalami peningkatan. Menurut BKKBN (2012), laju pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat kelahiran, kematian, dan urbanisasi. Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan pangan penduduk, menurunkan luas lahan dan kemampuan lahan dalam memenuhi setiap kebutuhan penduduk baik dalam kebutuhan pangan maupun kebutuhan infrastruktur untuk perumahan,
27 perkantoran, industri, dan fasilitas lain yang dapat mengurangi ketersediaan sumberdaya lahan pertanian yang seharusnya digunakan untuk produksi pangan. Ketersediaan luas lahan pertanian Kabupaten Garut Lahan merupakan suatu tempat yang digunakan untuk melakukan produksi tanaman pangan terdiri dari lahan sawah seperti sawah tadah hujan dan sawah irigasi, serta lahan kering. Lahan sawah irigasi merupakan lahan sawah utama di Kabupaten Garut (85.5%). Perkembangan luas lahan tahun 2009 hingga 2014 untuk lahan sawah cenderung meningkat dan diikuti dengan penurunan luas lahan kering. Tabel 16 menunjukkan perubahan luas lahan pertanian di Kabupaten Garut tahun 2009-2014. Tabel 16 Perubahan luas lahan pertanian Kabupaten Garut tahun 2009-2014 Luas Lahan (Ha)
Tahun
Sawah
2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: BPS tahun 2009-2014
Kering 44191 44191 44191 50151 48541 48541
213930 198906 198906 150759 144846 144846
Perkembangan luas lahan pertanian meliputi lahan sawah yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan, sedangkan luas lahan kering yang terdiri dari lahan perkebunan, ladang, dan hutan. Luas lahan sawah Kabupaten Garut mengalami peningkatan, namun terjadi penurunan yang tidak signifikan sedangkan luas lahan kering mengalami penurunan pada tiga tahun terakhir. Lahan adalah salah satu sumber daya dalam mendukung kebutuhan penduduk terutama untuk pangan yang memiliki sifat konstan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan konversi lahan pertanian yang terus menerus terutama di pulau Jawa (Absari 2007). Proyeksi luas lahan untuk beberapa tahun kedepan diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya krisis lahan. Berikut proyeksi luas lahan pertanian sawah maupun kering di Kabupaten Garut. Tabel 17 Proyeksi luas lahan pertanian Kabupaten Garut tahun 2015-2019 Tahun 2015 2016 2017 2018 2019
Proyeksi Luas Lahan (Ha) Sawah
Kering 43723 44887 46052 47217 48381
215061 199183 183304 167426 151548
Perkembangan proyeksi luas lahan pertanian sawah dan kering dengan menggunakan perhitungan linear. Sesuai dengan kondisi aktual lahan pertanian sawah dan kering, proyeksi luas lahan sawah mengalami rata-rata peningkatan
28 2.6% sedangkan proyeksi luas lahan kering cenderung mengalami rata-rata penurunan 8.4%. Parubahan luas lahan selama 10 tahun terakhir yang terjadi di Kabupaten Nganjuk sama seperti perubahan lahan selama 5 tahun di Kabupaten Garut. Penambahan luas lahan sawah yang terjadi sebanyak 50 Ha, namun luas lahan kering dari tahun ke tahun mengalami penurunan dari 32 423 Ha menjadi 32 374 Ha (Absari 2007). Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi cukup tinggi di Kabupaten Garut terutama lahan kering. Menurut Tulenan (2014), penurunan luas lahan pertanian di Kabupaten Minahasa Selatan terjadi cukup besar. Penurunan lahan tersebut menyebabkan luas lahan pertanian berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini dapat disebabkan adanya pembangunan yang terjadi di Kabupaten Minahasa Selatan, pembangunan pemukiman maupun pembangunan untuk penduduk. Terjadinya alih dungsi lahan maka dengan segera lahan disekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Proyeksi luas lahan dapat digunakan untuk menentukan daya dukung lahan pertanian pada tahun yang diproyeksikan yaitu tahun 20152019. Ketersediaan lahan pertanian yang semakin menyempit salah satu lahan yang selalu mengalami penyempitan setiap tahunnya yaitu lahan pertanian menjadikan salah satu dampak yang ditimbulkan dari pertambahan bangunanbangunan yang merupakan kebutuhan fisik penduduk. Peningkatan penduduk yang terus menerus akan menurunkan kemampuan daya dukung lahan pertanian untuk menghasilkan pangan yang cukup sesuai dengan kebutuhan penduduk di daerah tersebut (Moniaga 2011). Perkembangan luas lahan pertanian selama sepuluh tahun terakhir hingga tahun 2010 di Jawa Barat selalu mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan luas lahan pertanian hingga 1.56% per tahun. Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memprioritaskan luas lahan pertanian digunakan untuk produksi padi, begitu juga dengan Kabupaten Garut. Penyusutan lahan pertanian sebagian besar didominasi oleh adanya alihfungsi lahan yang terjadi terus menerus. Akibat dari tidak tegasnya kebijakan pemerintah seperti dalam penerapan insentif dan disinsentif yang merupakan cara untuk mencegah alihfungsi ahan basah yang menjadi ancaman ketahanan dan kedaulatan pangan (BKKBN 2012). Daya dukung lahan Kabupaten Garut Daya dukung lahan Kabupaten Garut pada tahun 2009-2014, membandingkan antara luas lahan aktual dengan jumlah penduduk aktual. Ketersediaan lahan merupakan lahan yang digunakan selain untuk bangunan infrastruktur seperti pertanian, perkebunan, perikanan darat setelah semua lahan tersebut dimanfaatkan secara maksimal. Daya dukung lahan pertanian sawah dan kering berdasarkan pada kondisi luas lahan dan jumlah penduduk aktual pada tabel 18. Tabel 18 Daya dukung lahan pertanian aktual Kabupaten Garut tahun 2009-2014 Tahun 2009 2010 2011
Daya Dukung Lahan (Ha/jiwa) Sawah Kering 0.02 0.02 0.02
0.09 0.08 0.08
29 Tabel 18 Daya dukung lahan pertanian aktual Kabupaten Garut tahun 2009-2014 (lanjutan) Tahun 2012 2013 2014
Daya Dukung Lahan (Ha/jiwa) Sawah Kering 0.02 0.02 0.02
0.06 0.06 0.06
Daya dukung lahan pertanian Kabupaten Garut tahun 2009-2014 pada lahan sawah relatif stabil namun daya dukung tersebut berada <1, sehingga daya dukung lahan tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan penduduk. Begitu juga dengan daya dukung lahan kering masih berada <1. Daya dukung lahan kering selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan hal tersebut dipengaruhi oleh luas lahan kering aktual Kabupaten Garut yang mengalami penurunan sehingga jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka luas lahan tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Menurut Meilani (2013), penurunan daya dukung lahan pertanian dapat dipengaruhi oleh salah satunya yaitu jumlah penduduk yang terus meningkat, berkurangnya luas lahan pertanian, jumlah petani, dan jumlah komoditas di wilayah tersebut seperti daya dukung lahan daya dukung di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya dengan peningkatan jumlah penduduk yang terus menerum mengakibatkan daya dukung lahan pertanian di daerah tersebut menjadi defisit. Daya dukung lahan Kabupaten Garut dengan membandingan proyeksi luas lahan pertanian dan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015-2019. Jumlah penduduk yang diproyeksikan akan mangalami peningkatan pada setiap tahun dan lahan pertanian yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada lahan sawah, sedangkan lahan kering akan mengalami penurunan. Menurut Fitriani (2005), luas lahan pertanian dapat menentukan besar kecilnya daya dukung lahan, sehingga semakin besar luas lahan yang dipakai pertanian maka semakin besar juga daya dukung lahan wilayah tersebut. Daya dukung lahan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 pada tabel 19 berikut. Tabel 19 Daya dukung lahan proyeksi Kabupaten Garut tahun 2015-2019 Tahun 2015 2016 2017 2018 2019
Daya Dukung Lahan (Ha/Jiwa) Sawah Kering 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
0.08 0.08 0.07 0.06 0.06
Berdasarkan laju pertumbuhan penduduk 1.59%, daya dukung lahan sawah dan kering rata-rata dari tahun 2015 hingga 2019 memiliki daya dukung relatif stabil. Daya dukung lahan Kabupaten Garut berada pada rentang kurang dari 1, sehingga dapat dikatakan daya dukung lahan Kabupaten Garut masih belum bisa untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Menurut Disbun (2015), daya dukung lahan lebih dari 1 maka kuantitas lahan tersebut masih memiliki kemampuan
30 dalam mendukung kebutuhan pangan dan masih mampu menerima tambahan penduduk, pembangunan didaerah tersebut masih memungkinkan bersifat ekspansif dan eksploratif lahan. Daya dukung lahan adalah besaran yang menunjukkan kemampuan dari lahan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan dengan bentuk penggunaan lahan untuk produksi pangan secara efektif melalui lahan pertanian. Daya dukung lahan Kabupaten Garut masih rendah. Jika laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut terus meningkat maka daya dukung lahan akan terus mengalami penurunan. Kabupaten Garut dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan pertanian merupakan sumber ekonomi Jika pertumbuhan penduduk tidak dapat dikendalikan maka sumber ekonomi bagi masyarakat tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan pertambahan kebutuhan dapat mempengaruhi lingkungan yang besar kemungkinan lingkungan tersebut akan dieksploitasi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Menurut Petter et al. (2016), perubahan pola konsumsi pangan penduduk Amerika dengan berdasarkan pada Dietary Guidelines 2010 Amerika dengan asumsi hasil panen konstan akan memberikan pengaruh terhadap daya dukung lahan berbeda. Daya dukung lahan di Amerika dapat meningkat dengan menurunkan konsumsi kelompok pangan hewani. Menurut Putra (2015), dalam penelitiannya yang dilakukan di Kabupaten Gianyar menunjukan bahwa status daya dukung lahan selama 5 tahun mengalami defisit hal tersebut disebabkan oleh tingginya alih fungsi lahan pertanian yang terus menerus berakibat terhadap produktivitas pertanian yang menjadi turun dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Penurunan dan rendahnya daya dukung wilayah dipengaruhi oleh jumlah penduduk salah satunya. Pengendalian jumlah penduduk sangat diperlukan, sehingga pembangunan infrastruktur dengan menggunakan lahan pertanian dapat dikendalikan, namun pada kenyataannya pembangunan fisik daerah memberikan dampak negatif terhadap luas lahan pertanian menjadi berkurang. Pembangunan saat ini hanya berfokus pada tekanan dan kebutuhan penduduk serta tuntutan persaingan dan gaya hidup, pembangunan selain memberikan manfaat dan dampak positif di lain sisi pembangunan juga dapat memberikan dampak negatif. oleh karena itu dalam pemanfaatan lahan terutama lahan pertanian harus mempertimbangkan segala aspek bukan hanya dari satu sisi. Menurut Disbun (2015), dalam mengantisipasi penurunan daya dukung lahan pertanian beberapa alternatif dapat dilakukan seperti pertanian berkelanjutan yang merupakan bentuk pertanian perlu dikembangkan terus menerus tidak hanya memikirkan kebutuhan sendiri dan saat ini. Penggunaan lahan yang tepat merupakan salah satu bagian dari konservasi tanah dan air dengan menggunakan lahan sesuai dengan kemampuan untuk menjaga tanah agar tidak rusak. Peningkatan daya dukung lahan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti penganekaragaman komoditas, tumpangsari, dan meningkatkan produksi tanaman. Intensifikasi lahan dengan menggunakan teknologi baru dalam usaha tani. Semakin meningkatkan jumlah penduduk, hal tersebut memberikan dampak terhadap lahan pertanian menjadi menurun dan akan berpengaruh terhadap kebutuhan pangan penduduk. Pola konsumsi masyarakat yang masih bergantung
31 pada pangan beras menjadikan tantangan bagi pemerintah dalam meningkat mempertahankan atau meningkatkan luas lahan pertanian. Pengaruh peningkatan jumlah penduduk dan pola konsumsi pangan penduduk maka jumlah lahan sawah maupun lahan kering yang dapat disediakan adalah sebagai berikut.
Jenis Lahan Lahan sawah Lahan kering
Tabel 20 Kebutuhan luas lahan pertanian Kebutuhan Lahan (Ha) 2015 2016 2017 2018 28317.2 28965.7 29627.7 30303.4 32214.7 40830.7 49712.6 58866.7
2019 31697.0 68299.2
Kebutuhan lahan sawah pada tahun 2015 untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk mencapai 28 317.2 Ha untuk mencapai skor PPH ideal maka kebutuhan lahan sawah untuk konsumsi penduduk sebesar 31 697 Ha tahun 2019 dengan setiap tahunnya kebutuhan lahan sawah selalu meningkat sekitar 2.28 Ha. Jika dibandingkan dengan luas lahan potensi pada tahun 2014 sebesar 48 541 Ha yang tersedia maka kebutuhan lahan sawah masih dapat terpenuhi, namun seiring peningkatan jumlah penduduk setiap tahun selalu meningkat harus mengantisipasi terjadinya konversi lahan. Kebutuhan luas lahan sawah di Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 dengan berdasarkan kecukupan energi ideal yaitu sebesar 13 741.38 Ha dengan pola konsumsi pangan penduduk yang semakin meningkat maka kebutuhan lahan sawah Kabupaten Lampung Barat menjadi 16 155.40 Ha. Pengelolaan lahan harus dilakukan sesuai dengan kemampuannya. Lahan pertanian khususnya sawah setiap terjadi konversi lahan ke penggunaan lahan lainnya kemungkinan akan mengurangi kemampuan dalam menyediakan pangan untuk kebutuhan konsumsi penduduk (Sumarlin et al. 2008). Kebutuhan lahan kering untuk memenuhi konsumsi pangan ideal tahun 2019 dari lahan perkebunan maupun peternakan sebesar 68 299.2 Ha dibandingkan dengan proyeksi lahan kering pada tahun 2019 sebesar 151 548 Ha. Penurunan lahan kering Kabupaten Garut yang diproyeksikan 5 tahun kedepan akan mengalami penurunan, maka untuk memenuhi kebutuhan pangan dari jenis pangan umbi-umbian, jagung, kacang-kacangan, sayuran maupun pangan hewani tersebut dapat terpenuhi secara dari ketersediaan proyeksi lahan yang ada pada tahun 2019. Luas lahan yang tidak diusahakan bisa menjadi alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk dan dapat menjadikan peluang untuk pengembangan produksi tanaman pangan. Peningkatan produktivitas lahan seperti menerapkan sistem tumpang sari dengan menanami tamanan lebih dari satu jenis terutama tanaman jarak pagar dengan tanaman semusim lain. Penyediaan lahan pertanian merupakan wadah untuk menghasilkan pangan yang memiliki keterkaitan dengan luas lahan untuk produksi pangan, produktivitas lahan, tingkat kebutuhan konsumsi, tingkat konversi lahan, dan jumlah penduduk. Hal tersebut akan menentukan kapasitas produksi pangan yang dihasilkan dari lahan yang tersedia (Sumarlin et al. 2008). Perkembangan pertanian pangan berkelanjutan sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 UU No 41/2009 dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Berdasarkan Pasal 28 UU No 41/2009 beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan intensifikasi lahan pertanian diantaranya peningkatan kesuburan
32 tanah, peningkatan kualitas benih/bibit, diversifikasi tanaman pangan, pencegahan dan penanggulangan hama tanaman, pengembangan irigasi, pemantauan teknologi pertanian, penyuluhan pertanian, dan jaminan akses permodalan. Peningkatan lahan secara ekstensifikasi berdasarkan Pasal 29 ayat 1 UU No 41/2009 yaitu pencetakan lahan pertanian berkelanjutan, penetapan lahan pertanian berkelanjutan, dan pengalihan fungsi lahan non pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan Pasal 29 ayat 3 menyatakan bahwa pengalihan fungsi lahan non pertanian ke pertanian dapat dilakukan pada tanah terlantar dan tanah bekas kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai undang-undang (Direktorat Pangan dan Pertanian 2015). Beras merupakan salah satu komoditas pangan di Indonesia sebagai makanan pokok. Ketersediaan beras dapat menentukan stabilitas pangan nasional yang berdampat terhadap sosial, ekonomi maupun politik (BPS 2011). Konsumsi beras nasional tahun 2012 sekitar 97.65 kg/kap/tahun dan tahun 2014 sebesar 97.08 kg/kap/tahun (Pusdatin 2015). Konsumsi beras Kabupaten Garut pada tahun 2015 sebesar 103.5 kg/kap/tahun (Pemkab Garut 2016). Kebutuhan lahan pertanian untuk memenuhi konsumsi beras tersebut dapat dilakukan simulasi produktivitas padi dengan asumsi laju pertumbuhan dan konsumsi beras tetap. Tabel 21 Simulasi kebutuhan luas lahan sawah Tahun
2019
Jumlah Penduduk
2733615
Rata-rata kosumsi (Ton/Tahun)
0.1035
Produktivitas (Ha) 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9
Kebutuhan Lahan Sawah (Ha) 74849 64156 56137 49899 44909 40827 37424 34546 32078 29940 28068 26417 24950
Simulasi produktivitas padi dengan menggunakan rentang antara 3-9 Ha/tahun untuk mengetahui luas kebutuhan lahan untuk mencukupi konsumsi beras penduduk pada tahun 2019. Jumlah penduduk yang digunakan dalam memperkirakan kebutuhan lahan adalah jumlah penduduk yang diproyeksikan dengan laju pertumbuhan penduduk 1.59 dan konsumsi beras penduduk tetap 103.5 kg/tahun. Kebutuhan lahan dengan produktivitas padi semakin kecil maka lahan yang dibutuhkan semakin luas begitu juga dengan produktivitas padi semakin besar maka luas lahan yang dibutuhkan semakin kecil seperti pada tabel 21. Menurut BPS (2015), rata-rata produktivitas padi Kabupaten Garut sekitar 6 Ha, maka pada tahun 2019 kebutuhan lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras sebesar 37 424 Ha. Data lahan sawah aktual pada tahun 2014 48
33 541 Ha, sehingga luas lahan sawah yang dibutuhkan pada tahun 2019 dengan produktivitas 6 Ha maka lahan sawah aktual tahun 2014 sudah dapat mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduk. Salah satu keberhasilan usahatani adalah tercapainya produktivitas padi yang optimal, sehingga produksi padi yang diperoleh juga akan optimal. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penggunaan pupuk, bibit, pestisida, dan tenaga kerja (Hasyim et al. 2013).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Situasi konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009-2014 secara kuantitas maupun kualitas masih belum memenuhi kebutuhan ideal. Kuantitas energi dan protein maupun kualitas konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2009 dan 2014 masih belum mencapai konsumsi ideal yang dianjurkan. Konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut secara kuantitas maupun kualitas masih didominasi oleh kelompok pangan padi-padian. Secara ketersediaan baik kuantitas Kabupaten Garut sudah sesuai dengan yang dianjurkan dan jika dibandingkan dengan standar pelayanan minimal (SPM) ketersediaan pangan Kabupaten Garut sudah mencapai, namun kualitas ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Garut masih belum beragam ditandai dengan skor PPH masih dibawah ideal 100. Kondisi produksi pangan penduduk sudah dapat untuk memenuhi kebutuhan namun pada beberapa jenis pangan seperti buah-buahan dan daging-dagingan mengalami penurunan. Proyeksi kebutuhan ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk Kabupaten Garut tahun 2015-2019 diasumsikan hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan mengacu pada skor PPH ideal 100 yang akan dicapai pada tahun 2019, sehingga pada kelompok pangan yang sudah mencapai skor PPH ideal proyeksi konsumsi dan ketersediaannya diseimbangkan dengan kelompok pangan lain yang belum mencapai ideal. Proyeksi produksi pangan dengan berdasarkan pada rata-rata laju produksi aktual, sehingga pada beberapa jenis pangan buah-buahan dan daging-dagingan mengalami penurunan sedangkan untuk kelompok pangan lain meningkat. Daya dukung lahan wilayah Kabupaten Garut dilakukan untuk mengetahui daya dukung lahan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Daya dukung lahan sawah dan kering Kabupaten Garut masih kurang dari 1, sehingga lahan tersebut belum bisa mendukung dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Pemerintah Kabupaten Garut perlu melakukan upaya untuk mengendalikan faktor yang dapat menurunkan daya dukung lahan salah satunya pengendalian jumlah penduduk. Kebutuhan luas lahan sawah untuk memenuhi konsumsi beras sebanyak 103.5 kg/kap/hari membutuhkan lahan sekitar 37 424 Ha dengan asumsi produktivitas padi 6 Ha.
34 Saran Konsumsi pangan secara kualitas dan kuantitas perlu dilakukan peningkatan yaitu dengan mengutamakan konsumsi pangan lokal dari Kabupaten Garut. Hasil target ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk dapat digunakan sebagai dasar perencanaan produksi pangan wilayah dalam usaha tercapainya kebutuhan pangan untuk penduduk. Data yang lengkap dan rinci akan lebih baik lagi dalam merencanakan pangan sesuai dengan skor pola pangan harapan (PPH). Selain itu tingkat keakuratan dan keaktualan data akan sangat menentukan hasil dari penelitian ini, sehingga dinas terkait dapat meningkatkan penyajian data. Pemerintah Kabupaten Garut perlu melakukan upaya dalam mengendalikan daya dukung lahan yang rendah, sehingga perluasan alih fungsi lahan dapat dikendalikan dan dapat tersedianya pangan yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta (ID): Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2012. Studi dampak kependudukan terhadap ketahanan pangan pada empat provinsi di Indonesia: Jawa Barat, Kalimantan Barat, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Direktorat analisis dampak kependudukan. 1(5): 1-7. [BKP] Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat. 2015. Pola Pangan Harapan (PPH) Provinsi Jawa Barat. [internet]. [diunduh 2016 Agustus 6] tersedia http://bkpd.jabarprov.go.id. [BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2015. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Badan Ketahanan Pangan Tahun 2014. Garut (ID): Pemerintah Kabupaten Garut BKP. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingka Kemiskinan tahun 2008. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik RI. . 2011. Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional 2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik RI. . 2015. Kabupaten Garut dalam Angka 2015. Garut (ID): Badan Pusat Statistik. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes. [Disbun] Dinas Perkebunan. 2015. Analisis Daya Dukung (Carrying Capacity) Ratio Lahan Perkebunan. [Artikel]. Tersedia dalam http://disbun.jabarprov.go.id//. [diakses 03 Mei 2016]. [DKP] Dewan Ketahanan Pangan, [Kemtan] Kementerian Pertanian, [WFP] World Food Programme. 2015. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015. Jakarta (ID): Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, World Food Programme.
35 [DKP] Dewan Ketahanan Pangan, World Food Programme. 2010. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) 2009. Jakarta (ID): Departemen Pertanian RI. [DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian RI dan WFP. . 2010. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta (ID): Kementan. [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013. Analisis Dinamika Konsumsi Pangan Masyarakat Indonesia. Jakarta (ID): Pusat kebijakan perdagangan dalam negeri. [Pemkab Garut] Pemerintah Kabupaten Garut. 2010. Kabupaten Garut Terindikasi Kategori Rawan Pangan Sedang. Tersedia http://www.garutkab.go.id/ . [diakses 2016 Agustus 23]. . 2016. Pertanian Surplus, Petani Garut Minim Konsumsi Beras Sendiri. Tersedia http://www.garutkab.go.id/. [diakses 2016 September 14]. [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2010. Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tersedia http//bkp.pertanian.go.id//Permentan_65_Tahun_2010_. [diakses 2016 Mei 07] [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan. Jakarta (ID): Pusdatin. Absari UD. 2007. Perencanaan produksi pangan berdasarkan daya dukung pangan wilayah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk di Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arida A, Sofyan, Fadhiela K. 2015. Analisis ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi. J.Agrisep. 16(1): 20-34. Atmanti HD. 2010. Kajian ketahanan pangan di Indonesia. Media Ekonomi dan Manajemen. 21(1): 51-60. Baliwati YF, Saputra IM. 2014. Analisis kemandirian ikan dan pangan hewani lainnya pada 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2012. JPHPI. 17(3): 186-196. Direktorat Pangan dan Pertanian. 2015. Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pangan Berkelanjutan (LP2B). Jakarta (ID): Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dwipradnyana IM. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian serta dampaknya terhadap kesejahteraan petani (studi kasus di Subak Jadi kecamatan Kediri Tabanan). [tesis]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Erviyana P. 2014. Faktor-faktor yang memepngaruhi produksi tanaman pangan jagung di Indonesia. Journal of Economics and Policy. 7(1): 100-202. Fitriani AG. 2005. Analisis daya dukung lahan pertanian dan tekanan penduduk: studi kasus Kabupaten Provinsi Jawa Timur 2003. [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Handini KD. 2006. Analisis dan perencanaan ketersediaan pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
36 Hasyim H, Silvira, Fauzia L. 2013. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah (studi kasus: Desa Medang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara). Journal on social economic of agriculture and agribusiness. 2(4): 1-12. Ilunanwati E. 2011. Perencanaan ketahanan pangan berkelanjutan di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irawan B. 2005. Konversi lahan sawah: potensi dampak, pola pemanfaatannya, dan faktor determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 23(1): 1-18. Isbandi, Rusdiana S. 2014. Strategi tercapainya ketahanan pangan dalam ketersediaan pangan di tingkat regional. Agriekonomika. 3(2): 117-132. Khomsan A, Riyadi H, Marliyati SA. 2013. Ketahanan pangan dan gizi serta mekanisme bertahan pada masyarakat tradisional Suku Ciptagelar di Jawa Barat. JIPI. 18(3): 186-193. Mahfi T, Setiawan B, Baliwati YF. 2008. Analisis situasi pangan dan gizi untuk perumusan kebijakan operasional ketahanan pangan dan gizi Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(3): 233-238. Meliani D. 2013. Daya dukung lingkungan Kecamatan Rasau Jaya berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan. Jurnal Teknik Lingkungan. 1(1): 1-10. Moniaga VRB. 2011. Analisis daya dukung lahan pertanian. ASE. 7(2): 61-68. Mun’im A. 2012. Analisis pengaruh faktor ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan terhadap ketahanan pangan di Kabupaten surplus pangan: pendekatan partial least square path modeling. Jurnal Agro Ekonomi. 30(1): 41-58. Mustopa Z. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Demak. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Petter CJ, Picardy J, Darrouzet AF, Wilkins JL, Griffin TS, Fick GW. 2016. Carrying capacity of U.S agricultural land: ten diet scenario. Journal Elementa Science of The Anthropocene. Doi 10.12952. Prabowo R. 2010. Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian. 6(2): 62-73. Prasetyarini FD, Mustadhab MM, Hanani N. 2014. Analisis penyediaan pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Sidoarjo. AGRISE. 14(3): 1412-1425. Purwaningsih Y. 2008. Ketahanan pangan: situasi, permasalahan, kebijakan, dan pemberdayaan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 9(1): 1-27. Purwantini TB. 2014. Pendekatan rawan pangan dan gizi: besaran, karakteristik, dan penyebabnya. Forum penelitian agro ekonomi. 32 (1): 1-17. Putra IGAD. 2015. Analisis daya dukung lahan berdasarkan total nilai produksi pertanian di Kabupaten Gianyar. [tesis]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Riadi S. 2007. Analisis situasi penyediaan pangan dan strategi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sari DO. 2014. Analisis konsumsi pangan dan status gizi Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012 dalam rangka pencapaian Millennium Development Goals. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
37 Sari L, Desmana I. 2010. Ketersediaan pangan di Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ekonomi. 18(2): 133-141. Sari YK. 2014. Analisis ketersediaan pangan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat tahun 2012. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sembiring ET. 2002. Pengembangan pola konsumsi pangan penduduk dengan pendekatan pola pangan harapan (PPH) di Kabupaten Karo Provinsi Sumater Selatan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumarlin, Baliwati YF, Rustiadi E. 2008. Analisis kebutuhan luas lahan basah pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat. J.Gizi dan Pangan. 3(3): 198-204. Sumaryanto. 2009. Diversifikasi sebagai salah satu pilar ketahanan pangan. Forum Penelitian Ekonomi. 27(2): 93-108. Tulenan YFA. 2014. Perkembangan jumlah penduduk dan luas lahan pertanian di Kabupaten Minahasa Selatan. [skripsi]. Manado (ID): Universitas Samratulangi. Wahyudin AD. 2014. Strategi peningkatan konsumsi pangan di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widjanarko. 2006. Aspek Pertahanan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (sawah). Jakarta (ID): Pusat penelitian dan pengembangan BPN. Wuryanta A, Susanti PD. 2015. Analisis spasial tekanan penduduk terhadap lahan pertanian di sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. J.Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 12(3):149-162.
38
39
LAMPIRAN
40
41
Lampiran 1 Jadwal Rencana kegiatan Bulan (tahun) Kegiatan
Maret 2016
April 2016
Mei 2016
Juni 2016
Juli 2016
Agustus 2016
Penyusunan Proposal Penelitian, Pengolahan dan Analisis Data Seminar Skripsi Sidang Skripsi Revisi Skripsi Lampiran 2 Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan Kabupaten Garut tahun 20152019 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-Padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Rata-rata Konsumsi Pangan (ton/tahun) 2014 263513.8 29137.1 40094.4 22784.1 477.6 14809.2 7217.4 120523.9 19049.2 517606.6
2015 269548.6 41806.5 60781.9 23552.2 2402.1 19084.8 11907.8 144274.7 18502.7 591861.3
2016 275708.7 54871.5 82117.1 24338.9 4387.8 23492.7 16745.5 168750.4 17934.0 668346.6
2017 281996.6 68341.3 104115.4 25144.7 6436.0 28035.8 21734.1 193967.9 17342.5 747114.3
2018 288414.7 82225.6 126792.4 25969.9 8548.3 32717.6 26877.0 219944.7 16727.8 828218.1
2019 294965.6 96534.2 150164.3 26815.1 10726.0 37541.1 32178.1 246698.5 16089.0 911711.9
Lampiran 3 Proyeksi kebutuhan ketersediaan pangan Kabupaten Garut tahun 2015-2019 No
Kelompok Pangan
1 2 3 4
Padi-Padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
5 6 7 8 9
Ketersediaan (ton/tahun) 2014 289865.1 32050.8 44103.9 25062.5
2015 296503.4 45987.2 66860.1 25907.4
2016 303279.6 60358.6 90328.8 26772.8
2017 310196.2 75175.5 114526.9 27659.1
2018 317256.2 90448.2 139471.7 28566.9
2019 324462.2 106187.6 165180.7 29496.6
525.3 16290.1 7939.1 132576.2 20954.1 569367.2
2642.4 20993.3 13098.5 158702.2 20352.9 651047.4
4826.6 25841.9 18420.1 185625.5 19727.4 735181.3
7079.6 30839.4 23907.5 213364.7 19076.8 821825.7
9403.1 35989.3 29564.8 241939.2 18400.5 911039.9
11798.6 41295.2 35395.9 271368.4 17697.9 1002883.0
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 27 Desember 1992. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Khayail dan Ibu Maesun. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Panguragan Kulon Kabupaten Cirebon. Pendidikan menengah pertama penulis di SMP Negeri 1 Panguragan Kabupaten Cirebon tahun 2008. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Arjawinangun Kabupaten Cirebon pada tahun 2011. Selanjutnya, pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan Diploma III Jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tasikmalaya. Pada tahun 2014, penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III dan melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui pendaftaran Alih Jenis-IPB. Penulis masuk di Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.