ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN SALAK BALI (Salacca edulis Reinw.), SERTA PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI PROPINSI BALI
I MADE DWI W
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN SALAK BALI (Salacca edulis Reinw.), SERTA PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI PROPINSI BALI
I MADE DWI W
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ii
RINGKASAN
I Made Dwi Wiratmaja. Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.), Serta Prospek Pengembangannya di Propinsi Bali. Dibimbing oleh Ir. Heny Suharsono, MS.
Latar belakang penelitian ini adalah tingginya kebutuhan akan buah-buahan di Propinsi Bali serta kurangnya pemenuhan atas permintaan buah tersebut. Metode yang digunakan adalah overlay tanpa pembobotan.. Data yang digunakan berupa data vektor dan data tabel. Data vektor diubah kedalam bentuk data digital menggunakan software ArcView 3.3, sedangkan data table diubah kedalam bentuk isoline menggunakan software surfer 7. setelah semua data tersedia dalam bentuk polygon (area), kemudian overlay, sehingga memberikan empat tingkatan kesesuaian, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), kurang sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Peta yang dihasilkan terdiri dari peta kesesuaian tanah, kesesuaian iklim, kesesuaian ketinggian, kesesuaian iklim dan tanah, serta kesesuaian iklim dan lahan (agroklimat). Berdasarkan kesesuaian tanah, luas wilayah sangat sesuai 2628,61 km2, sesuai 637,83 km2, dan kurang sesuai 2366,42 km2. Untuk kesesuaian iklim, luas wilayah sangat sesuai 3611.19 km2, sesuai 1958.08 km2, dan kurang sesuai 63.59 km2. Untuk kesesuaian ketinggian, luas wilayah sangat sesuai 3458,35 km2, sesuai 825,38 km2, kurang sesuai 328,09 km2, dan tidak sesuai 1022,61 km2. Untuk kesesuaian iklim dan tanah, luas wilayah sangat sesuai 2075.84 km2, sesuai 1168.33 km2, dan kurang sesuai 2388.69 km2. Sedangkan untuk kesesuaian agroklimat, luas wilayah sangat sesuai mencapai 1539.79 km2, sesuai 1162.47 km2, kurang sesuai 1935.97 km2, dan daerah tidak sesuai seluas 994.63 km2. Selain faktor iklim dan lahan, faktor lain juga perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan perkebunan salak ini, seperti faktor jumlah penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan sarana dan prasarana dan lain sebagainya. Untuk itu daerah yang benar-benar cocok untuk perkebunan salak adalah sebagian daerah Buleleng dan Jembrana, karena disamping kesesuaian agroklimat wilayahnya sesuai dengan syarat hidup tanaman Salak Bali, wilayah Buleleng dan Jembrana juga memiliki penduduk yang tinggi serta dilalui oleh lalu lintas utama. Banyaknya aliran sungai yang melintasi wilayah ini juga menjadi faktor utama memilih wilayah tersebut sebagai wilayah baru perkebunan Salak Bali (Salacca edulis Reinw.).
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tabanan pada tanggal 23 Pebruari 1984, dari Ayah dan Ibu yang bernama I Komang Wisarja dan Ni Ketut Suritni. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMUN 2 Tabanan pada tahun 2002, pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Program Studi Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif di himpunan keprofesian atau organisasi kemahasiswaan (HIMAGRETO) sebagai anggota pada Departemen Olahraga dan Seni HIMAGRETO (2002-2004), serta ikut aktif dalam kepanitiaan kegiatan olahraga (MICHEL) yang diselenggarakan BEM Fakultas MIPA.
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga laporan hasil penelitian (Skripsi) yang berjudul “Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.), Serta Prospek Pengembangannya Di Propinsi Bali” dapat segera diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Geofisika dan Meteorologi Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya memberikan dorongan semangat dan motivasi serta yang selalu mendoakan keberhasilan penulis. Kakak serta seluruh keluarga. Yulia atas semua kesabaran dan kasih sayangnya yang tiada pernah berakhir, tu me manques. Bapak Komang Susila dan Ibu atas segala kebaikan dan jasa-jasanya, tanpa beliau penulis tak akan pernah menjejakkan kaki di Bogor, serta tiga malaikat kecilnya (Krishna, Vishnu dan Nara) yang selalu menghibur. Bapak Imam Santosa, yang telah bersedia menjadi pembimbing akademik, pembimbing PL, dosen penguji serta sebagai pencetus ide tentang pewilayahan salak ini. Bapak Heny Suharsono, atas bimbingannya selama pengerjaan skripsi ini hingga selesai. Bapak Putu Santika (Bli ’Tu) atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan konsultasi-konsultasinya. Bapak Ngakan Putu Kirim atas bantuan peta dari BAPPEDA Bali, Bapak Nyoman Suarsa atas negosiasi data iklimnya. Teman-teman GFM 39, Basyar atas pinjaman printernya, Fio atas memori ram-nya, Ani, Kiki, Ode atas bantuan Mangga dua-nya, Yohana, Misna atas gorengannya, An-an, Hesti, Vivi, Gian, Joko atas bantuan komputer cadangan, Lupi, Lina, Nana atas printer dan curhatnya, Anton, Ipit, Linda, Sapta, Samba, Deni yang sudah ngerawat komputer, Ridwan yang sudah meminjamkan motor, Rahmat atas laptop-nya, Mian, Ana, Sasat, Rudi, Eko, Nida, Dwinita, Aprian, Zainul dan Wahyu. Bahagia rasanya bisa mengenal kalian semua, semoga persahabatan kita tak akan lekang oleh waktu. Teman-teman jurusan Tanah, Aris dan Hendi atas bantuan pengenalan ArcView dan SIG. Segenap civitas GEOMET FMIPA, Pa Toro, Bu Indah, Aa’ Aziz, Pa Jun, Pa Pono, Mba Wanti, Mba Icha, Pa Kaerun, Pa Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini. Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua kebaikan dan dukungan yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Oktober 2006
I Made Dwi W
v
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ........................................................................................................................................ iii KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... vi DAFTAR TABEL.................................................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................................... x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. .......................................................................................................................... 1.2. Tujuan ........................................................................................................................................
1 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Propinsi Bali ................................................................................................... 2.2. Pengenalan Jenis dan Daya Guna Tanaman Salak ..................................................................... 2.2.1. Pedoman Budidaya Tanaman Salak........................................................................ 2.2.1. Jenis-Jenis Salak ..................................................................................................... 2.2.2. Morfologi Buah Salak ............................................................................................ 2.2.3. Anatomi Buah Salak .............................................................................................. 2.2.4. Sentra Produksi dan Daerah Pengembangan Buah Salak ....................................... 2.3. Aspek Ekologi Yang Penting Dalam Pengembangan ................................................................ 2.3.1. Curah Hujan ........................................................................................................... 2.3.2. Suhu Udara ............................................................................................................. 2.3.3. Tanah ..................................................................................................................... 2.3.4.Topografi ................................................................................................................ 2.4. Evaluasi Lahan dan Pewilayahan Tanaman ............................................................................... 2.5. Sistem Informasi Geografis ....................................................................................................... 2.5.1. Surfer Mapping System (Surfer)............................................................................. 2.5.2. ArcView .................................................................................................................
2 2 3 4 4 5 5 6 6 7 7 9 9 9 10 10
III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat .......................................................................................................................... 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................................... 3.3. Metode........................................................................................................................................ 3.3.1. Analisis dan Survei Kepustakaan ........................................................................... 3.3.2. Pemasukan (Input) Data.......................................................................................... 3.3.3. Klasifikasi Kesesuaian ............................................................................................ 3.3.4. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim ..................................................................... 3.3.5. Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah ................................................................... 3.3.6. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim dan Tanah .................................................... 3.3.7. Penentuan Tingkat Kesesuaian Ketinggian............................................................. 3.3.8. Penentuan Tingkat Kesesuaian Agroklimat (Iklim, Tanah, Ketinggian) ...............
10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Geografi Propinsi Bali ................................................................................................ 4.2. Kesesuaian Tanah....................................................................................................................... 4.3. Kesesuaian Iklim ........................................................................................................................ 4.4. Kesesuaian Ketinggian .............................................................................................................. 4.5. Kesesuaian Iklim dan Tanah ..................................................................................................... 4.6. Kesesuaian Iklim, Tanah dan Ketinggian (Agroklimat).............................................................
12 12 12 13 14 14
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................................................................... 5.2. Saran ..........................................................................................................................................
17 17 17
vi
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... LAMPIRAN
vii
17
DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Persyaratan Penggunaan Lahan Untuk Tanaman Salak (Salacca Edulis). ......................................... 8 2. Luas Wilayah Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali........................................................................ 12 3. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Tanah di Tiap-Tiap Kabupaten, Propinsi Bali ............................................................................................. 12 4. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Iklim di Tiap-Tiap Kabupaten, Propinsi Bali ............................................................................................... 13 5. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Ketinggian di Tiap Kabupaten, Propinsi Bali........................................................................................................ 14 6. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Iklim Dan Tanah di Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali ........................................................................................... 14 7. Luas Wilayah Pengembangan Salak Bali Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Agroklimat di Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali ........................................................................................... 15 8. Luas Wilayah Rekomendasi Pengembangan Salak Bali di Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali ........................................................................................... 15 9. Jumlah Penduduk Di Tiap-Tiap Kabupaten ...................................................................................... 15 10. Perbandingan Beberapa Daerah Yang Memiliki Kesesuaian Sangat Sesuai Dari Segi Iklim, Tanah Dan Ketinggian ............................................................................................ 16
.
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Buah Salak Segar Dalam Tandan ....................................................................................................... 2 2. Tanaman Salak Yang Masih Muda ................................................................................................... 4 3. Anatomi Buah Salak ......................................................................................................................... 5 4. Peta Pengembangan Dan Pemasaran Buah Salak Di Indonesia ......................................................... 5 5. Peta Produksi Salak Di Bali ............................................................................................................... 6 6. Peta Pengembangan Dan Pemasaran Buah Salak Di Bali. ................................................................. 6 7. Peta Kesesuaian Tanah Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) .............................................. 12 8. Peta Kesesuaian Iklim Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ............................................... 13 9. Peta Kesesuaian Ketinggian Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ...................................... 13 10. Peta Kesesuaian Iklim Dan Tanah Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.).......................... 14 11. Peta Kesesuaian Iklim, Tanah Dan Ketinggian Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ....... 14 12. Pola Curah Hujan Tahunan ............................................................................................................. 16
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Stasiun Di Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali...................................................................................... 19 2. Jenis-Jenis Tanah Beserta Corak Dan Sifatnya ................................................................................. 20 3. Peta Lokasi Titik Stasiun Pengamat Suhu Dan Curah Hujan Di Masing-Masing Kabupaten Di Propinsi Bali................................................................................. 21 4. Peta Jenis Tanah Di Propinsi Bali ...................................................................................................... 22 5. Peta Sebaran Curah Hujan Rata-Rata Tahunan Di Propinsi Bali ....................................................... 23 6. Peta Sebaran Suhu Rata-Rata Tahunan Di Propinsi Bali .................................................................. 24 7. Peta Kesesuaian Ketinggian Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ........... 25 8. Peta Kesesuaian Tanah Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ................... 26 9. Peta Kesesuaian Iklim Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali .................... 27 10. Peta Kesesuaian Iklim, Tanah Dan Ketinggian (Agroklimat) Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ......................................................... 28 11. Peta Rekomendasi Wilayah Pengembangan Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali .................................................................................................................................. 29 12. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 Di Propinsi Bali..................................................................... 30 13. Peta Pembukaan Lahan (Konversi) Untuk Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) .............. 31 14. Peta Pembagian Daerah Prakiraan Musim (DPM) Dan Pola Rata-Rata Hujannya ......................... 32 15. Form Hasil Uji Tekstur Tanah ......................................................................................................... 33
x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman sekarang ini, buah-buahan banyak diperdagangkan untuk menambah pendapatan. Kondisi ini memungkinkan terjadinya persaingan di pasar buah dunia. Masingmasing negara mempunyai kebanggaan menawarkan jenis buah-buahan yang dimilikinya di pasar dunia. Fiji, Honduras bangga dengan pisang Gros Michel (sejenis pisang ambon di Indonesia), Israel bangga dengan alpukat Puerte, Filipina bangga dengan mangga Kerabau, New Zealand (selandia baru) bangga dengan buah kiwinya, serta Thailand yang bangga dengan duriannya. Untuk itu Indonesia diharapkan akan muncul kebanggaannya terhadap salak dan manggis. Dari segi ilmu pengetahuan, buahbuahan asli Indonesia belum banyak mendapat perhatian. Pengembangannya kearah pemuliaan masih terbatas pada pemilihan varietas-varietas yang baik/unggul. Memang tidak semua buah-buahan asli mempunyai potensi untuk dikembangkan karena rasanya tidak dapat memenuhi selera umum. Namun sebenarnya ada kemungkinan juga dapat dikembangkan kearah pemilihan bibit yang unggul dengan cara persilangan. Pulau Bali selain terkenal sebagai daerah wisata juga dikenal sebagai daerah penghasil buah-buahan, salah satu diantaranya adalah buah salak. Nama “Salak Bali” sesungguhnya adalah nama populer yang diberikan oleh konsumen di luar bali untuk buah salak yang berasal dari bali. Sejak dahulu citra salak Bali, terutama bagi orangorang di luar daerah Bali, dinyatakan baik dengan ciri-ciri memiliki rasa yang manis, enak dan tidak sepet, serta sifat-sifat khas lainnya seperti warnanya yang gelap dan ukuran yang kecil-kecil. Di Bali buah salak memiliki peranan yang penting baik dalam bidang sosial-budaya maupun ekonomi (Suter, 1988). Di bidang sosial-budaya yaitu adanya kebiasaan masyarakat Bali untuk menjadikan buah salak sebagai oleh-oleh atau buah tangan bila berkunjung kepada keluarga, baik di Bali maupun di luar daerah Bali. Buah salak diperlukan hampir pada setiap kegiatan pembuatan sesajen dalam rangka pelaksanaan upacara adat dan keagamaan di Bali. Secara ekonomis, khususnya bagi beberapa petani salak, dimana budidaya tanaman salak telah mendapat bentuk sebagai suatu usaha tunggal
yaitu hampir semua sumber pendapatan keluarga berasal dari usaha tani tanaman salak, terutama di daerah Kabupaten Karangasem. Bagi Pemerintah Daerah Bali, buah salak merupakan salah satu sumber pendapatan daerah karena retribusi yang diterima dari hasil penjualannya. Daerah Bali sebagai salah satu daerah wisata terkenal secara internasional, dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengenalkan buah salak bagi orang asing, sehingga dapat membuka peluang pemasaran buah salak sebagai komoditi ekspor. Sampai saat ini ekspor buah salak langsung dari Bali belum ada, namun sejak tahun 1970 telah ada rintisan ekspor buah salak ke Belanda (Sugihat, 1973), dan belakangan telah meluas ke Timur Tengah (Anonim, 1986). Buah salak tidak hanya dihasilkan di Bali, tetapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Walaupun demikian penyebaran tanaman salak di Indonesia masih terbatas di beberapa tempat di daerah Bali dan Jawa, serta terdapat di beberapa tempat di daerahdaerah seperti di Sumatera, Sulawesi dan Maluku. Potensi budidaya tanaman salak dapat ditingkatkan ke daerah-daerah lainnya termasuk daerah Kalimantan dan Irian Jaya. Dalam pengembangan usaha tani buah-buahan secara agribisnis yang mengarah pada usaha untuk memasok hasil buah-buahan di pasar bebas (pasar global) akan menghadapi persaingan dagang yang tidak ringan. Selama produksi dan mutu hasil buahbuahan ditentukan oleh kondisi bibit (varietas) dan dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan maka pengembangannya harus menentukan lokasi yang sesuai dengan agroklimatnya. Terlebih lagi bila varietas unggul yang dianjurkan (yang telah dilepas ke pasaran) belum dikaji daya penyesuaiannya dengan kondisi setempat di lokasi pengembangan baru. Dalam rangka pengembangan potensi budidaya tanaman salak khususnya di Bali, perlu diadakan suatu studi agroklimat untuk tanaman salak, agar potensi-potensi daerah lain di Bali dapat diketahui apakah memiliki kelayakan untuk pengembangan budidaya tanaman salak tersebut. Hal ini mengingat sentra produksi tanaman salak sampai saat ini hanya meliputi satu wilayah saja yaitu Kabupaten Karangasem. Oleh karena itu, tersedianya petapeta agroklimat untuk setiap komoditas (kultivar) akan sangat membantu dalam perencanaan pengembangan komoditas terebut. Tentunya pembagian wilayah
1
persebaran tipe iklim tersebut bersifat kasar (global). Ada baiknya pembagian wilayah tersebut berdasarkan agroklimat yang lebih rinci, sesuai dengan kebutuhan tanaman masing-masing varietas, karena setiap varietas membutuhkan kesesuaian agroklimat yang berbeda. Dalam pengembangan potensi budidaya tanaman salak pada daerah-daerah lain, perlu diperhatikan faktor-faktor iklim, jenis tanah, topografi serta keadaan umum pada daerah bersangkutan. Hal ini karena di tiap-tiap daerah memiliki iklim, jenis tanah dan topografi yang berbeda-beda. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pewilayahan agroklimat tanaman salak mengingat belum adanya penelitian tentang pewilayahan tanaman salak, khususnya untuk daerah Bali. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah-daerah lain di Propinsi Bali yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman salak Bali (Salacca edulis Reinw.) selain Kabupaten Karangasem, melalui pendekatan beberapa aspek agroklimatnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Propinsi Bali Pulau Bali terletak di sebelah Timur pulau Jawa, membujur dari barat ke timur pada koordinat 8°03’40’’ – 8°50’48’’ Lintang Selatan dan 114°25’53’’ – 115°42’40’’ Bujur Timur. Sebelah utara Pulau Bali berbatasan dengan Laut Bali, sebelah selatan berbatasan dengan samudera Hindia. Sebelah timur Pulau Bali berbatasan dengan Selat Lombok sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Selat Bali. Pegunungan yang tinggi membujur disepanjang Pulau Bali mulai dari Timur sampai ke Barat, mulai dari Gunung Agung (3.142 m) di bagian Timurnya, sampai ke Barat dengan pegunungan yang tidak begitu tinggi dimana puncak-puncaknya : Gunung Merbuk (1.386 m) dan Gunung Patas (1.414 m). Pegunungan yang membentang ini membagi Pulau Bali menjadi dua bagian, yaitu daerah Bali bagian Utara dan bagian Selatan. 2.2.
Pengenalan Jenis dan Daya Guna Tanaman Salak Buah salak tidak hanya dikenal di beberapa tempat di kepulauan Indonesia saja,
melainkan di Burma, Thailand, Filipina dan di Malaya. Jenis salak yang umum ditanam di Burma berbeda dengan salak yang biasa ditanam di Malaya, demikian pula jenis salak yang ditanam di Jawa dan Sumatera berlainan dengan yang ada di Bali.
Gambar 1. Buah salak segar dalam tandan. Salak (Salacca edulis Reinw.) yang terdapat di berbagai wilayah di Indonesia mempunyai kualitas yang bermacam-macam. Suatu jenis salak yang telah mempunyai kualitas tertentu akan tetap dipertahankan apabila diperbanyak dari tunas yang tumbuh pada batangnya. Adapun salak yang terkenal paling baik di Indonesia ialah salak Bali (Salacca edulis) varietas amboinensis Becc. (Mogea, 1983). Buah salak adalah salah satu jenis buah-buahan asli Indonesia yang telah lama dibudidayakan tetapi kualitasnya masih bermacam-macam. Jenis salak yang dibudidayakan di Bali, dari tempat yang berbeda biasanya kualitasnya juga berlainan. Varietas salak yang dikenal paling baik ialah salak Bali, meskipun di pulau Bali sendiri juga kualitasnya bermacam-macam (Sulastri, 1986). Buah salak yang dinilai baik ialah salak yang memiliki rasa manis, tidak sepet, tidak masam dan halus daging buahnya. Pohon yang buahnya sepet seterusnya akan menghasilkan buah yang sepet, demikian pula pohon yang buahnya manis seterusnya akan menghasilkan buah yang rasanya sama (Sulastri, 1986). Salak (Salacca edulis Reinw.) merupakan tanaman yang termasuk dalam ordo (suku) Spadiciflorae, Famili Palmae, genus (keluarga) Salaccca, spesies (macam) Salacca edulis (Soemarsono dan Moerbono, 1954). Tanaman salak termasuk tanaman asli yang berasal dari wilayah Indonesia. Tanaman salak sudah lama dikenal di Indonesia, namun catatan resmi tentang kapan salak mulai ditanam tidak diketahui. Tanaman salak berakar serabut, batangnya lemah dan mudah rebah. Pada batang dapat tumbuh tunas yang berakar sendiri, yang bila dibiarkan tumbuh di batang, tunas-tunas itu dapat tumbuh menjadi rumpun
2
tanaman salak yang besar. Daun-daun tanaman salak bersirip, pelepahnya dapat mencapai panjang lima meter. Pelepah daun penuh dengan duri, tetapi ada juga yang jarang durinya. Pada setiap ketiak pelepah daun yang baru, tumbuh tongkol bunga yang tidak semuanya mekar menjadi bunga dan buah. Tongkol bunga tertutup rapat oleh beberapa kelopak daun. Menurut Soedijanto (1978) persarian bunga-bunga betina pada salak umumnya dibantu oleh manusia. Untuk jenis salak tertentu misalnya salak Condet, penyerbukan dibantu oleh serangga moncong (Pritandjolo Yudo, 1984). Sedangkan salak Bali pembuahanya terjadi karena proses penyerbukan sendiri (salak Bali berumah satu, perbungaannya menghasilkan bunga hermafrodit dan bunga jantan yang berfungsi sebagai serbuk sari) (Soepraptono, 1954 dan Pritandjolo Yudo, 1984). Pohon salak dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, namun musim buah yang mencolok hanya permulaan musim hujan yaitu pada bulanbulan November-Januari dan permulaan musim kemarau yaitu pada bulan-bulan MeiJuni (Slamet Soeseno, 1983). Buah salak tersusun pada tandan, kulit buahnya berwarna coklat, bersisik dan berbulu kasar. Perbanyakan tanaman salak di Bali umumnya dengan biji, sedangkan untuk tanaman salak Pondoh perbanyakan dilakukan dengan cara dicangkok (Sudarmiyono, 1985). Buah salak umumnya dimakan segar. Walaupun demikian, terkadang buahnya juga dibuat asinan, manisan atau dikalengkan dalam sirup. Daunnya yang berduri biasa digunakan untuk pelapis pagar, bahkan pohon salak sering ditanam sebagai pagar hidup yang efektif. Budidaya 2.2.1.aPedoman Tanaman Salak Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan tanaman salak adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman salak merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan salak yang baik. Pembibitan salak dapat berasal dari biji (generatif) atau dari anakan (vegetatif).
Pembibitan secara generatif adalah pembibitan dengan menggunakan biji yang diperoleh dari pohon induk yang mempunyai sifat-sifat baik, yaitu: cepat berbuah, berbuah sepanjang tahun, hasil buah manis, banyak dan seragam, pertumbuhan tanaman baik, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan. Keuntungan perbanyakan bibit secara generatif diantaranya : a) Dapat dikerjakan dengan mudah dan murah b) Diperoleh bibit yang banyak c) Tanaman yang dihasilkan tumbuh lebih sehat dan hidup lebih lama d) Untuk transportasi biji dan penyimpanan benih lebih mudah e) Tanaman yang dihasilkan mempunyai perakaran kuat sehingga tahan rebah dan kekeringan f) Memungkinkan diadakan perbaikan sifat dalam bentuk persilangan. Kekurangan perbanyakan secara generatif: a) Kualitas buah yang dihasilkan tidak persis sama dengan pohon induk karena mungkin terjadi penyerbukan silang b) Agak sulit diketahui apakah bibit yang dihasilkan jantan atau betina. c) Membutuhkan waktu lebih lama untuk menghasilkan (sekitar 4-5 tahun) daripada dengan vegetatif (2-3 tahun). Kendala bagi petani Bali untuk memenuhi kualitas yang diminta oleh konsumen adalah posisi tawar petani masih lemah. Hal ini disebabkan posisi tawar petani sangat lemah terutama dalam hal penentuan harga. Pada umumnya petani dalam menjual hasil produknya dilakukan secara individu sehingga para pengusaha secara leluasa mempermainkan harga, serta terjadi persaingan yang tidak sehat. Belum terjalinnya pola kemitraan dalam bidang pemasaran sehingga petani di dalam menjual produknya tidak memiliki kepastian pasar dan kepastian harga. Kesepakatan yang telah dilaksanakan antara petani (produsen) dengan pengusaha (pengguna produk), terkadang tidak dilakukan secara konsisten baik menyangkut masalah volume, jenis, waktu dan kontinuitas. Belum sepenuhnya petani menerapkan standar mutu, sehingga kemampuan bersaing menjadi lemah sebagai akibat dari penjualan dengan sistem borongan/tebasan. Lemahnya permodalan yang dimiliki oleh petani sehingga proses pemasaran secara berkelompok tidak bisa
3
berjalan secara efektif untuk menampung produksi yang dihasilkan oleh kelompok tani yang bersangkutan. Sentra-sentra produksi tersebut di daerah-daerah terpencil sehingga proses pemasaran untuk pertanian menjadi tidak efisien baik dari segi waktu, mutu dan biaya. Lemahnya petani dalam mengakses pasar sehingga proses produksi tidak bisa direncanakan secara terpadu sesuai dengan prinsip agrobisnis. Petani belum bisa memberikan alternatif apabila produknya tidak sepenuhnya terserap oleh pasar. 2.2.2. Jenis-Jenis Salak Salak yang dibudidayakan secara meluas di Indonesia dibedakan antara varietas zalacca dari Jawa, dan varietas amboinensis (Becc) dari Bali dan Ambon. Jenis-jenis salak yang telah diketahui cukup banyak. Burkil pada tahun 1935 dan Heyne pada tahun 1950 melaporkan spesies salak diantaranya : Salacca conferta, Salacca edulis, Salacca globuscans, Salacca affinis dan Salacca wullichiana. Sedangkan Bruckman melaporkan varietas salak diantaranya : salak Putih, salak Pondoh, salak Madu dan salak Malam (Sudibyo, 1974). Salak Putih memiliki ciri-ciri kulit buah muda berwarna hijau muda, lalu menguning sehingga warna kulit buah masak putih kekuningan. Rasanya seperti salak biasa tetapi tidak sepet. Salak Pondoh memiliki ciri-ciri buahnya kecil-kecil, kulit buahnya hitam, daging buahnya berwarna putih, tipis dan rasanya manis sejak muda sampai masak. Salak Madu ciri-cirinya kulit buah berwarna coklat, lebih cepat masak, dalam daging buah ada zat manis seperti madu. Salak Malam memiliki rasa seperti salak biasa tetapi daging buahnya lunak. Varietas salak lebih dikenal menurut nama daerahnya yang disebut kultivar. Nama salak asalnya inilah yang popular dimasyarakat. Kultivar yang terkenal adalah salak Bali dari Bali, salak Condet dari DKI Jakarta, salak Sleman dan salak Jenu dari Yogyakarta, salak Madura dari Madura, salak Gondanglangi dan salak Suwaru dari Malang, salak Tanulandang dari Sulawesi Utara, salak Banten dari Banten, salak Padangsidempuan dari Sumatera Utara, salak Manonjaya dari Tasikmalaya, salak Hutalambung dan salak Sibakus dari Tapanuli Selatan, dan lainlainnya. Menurut Setijati Sastrapradja, et al (1978) salak yang dikembangkan di Bali berasal dari spesies edulis yaitu varietas amboinensis Becc. , sedangkan yang umumnya dikembangkan di
Padangsidempuan, Sumatera Utara adalah merupakan jenis Salacca sumatrana Becc. Jenis salak yang ada di daerah Sibetan ada dua, yakni: salak bali yang memiliki rasa enak dan khas dan salak "gula pasir" (sebutan oleh penduduk setempat), warna dan rasa salak gula pasir mirip dengan salak pondoh. Hanya buahnya lebih besar dan bijinya lebih kecil dibanding salak pondoh. Pohon salak ini secara kebetulan ditemukakan oleh Nengah Dondong (65) sekitar lima tahun 1991 di tengah-tengah kebun salaknya sendiri. Karena rasanya yang berbeda, jauh lebih manis dari salak bali, maka sejumlah orang mulai menangkarnya. Kini sudah ada sekitar 15.000 pohon salak gula pasir berkembang di Desa Sibetan. 2.2.3. Morfologi Buah Salak Perbedaan morfologi antara jenisjenis salak terkadang terlihat mencolok, misalnya mengenai bentuk dan ukuran daunnya. Ada daun salak yang susunan anak daunnya menyirip dan ada daun salak yang bentuknya seperti kipas. Suatu jenis yang dikenal dengan salak berdaun kipas ialah Salacca flabellate (Mogea, 1980) mempunyai ukuran yang kecil, panjang daunnya antara 70-100 cm.
Gambar 2. Tanaman salak yang masih muda. Tandan buah salak tumbuh diantara pelepah daun dan batang pohonnya. Tandan dapat memiliki 1-2 cabang. Buah-buah dalam tandan tersusun sedemikian sehingga menghasilkan bentuk tandan bulat memanjang. Menurut Sumarto (1976) tiap tanaman salak dapat menghasilkan 1-5 tandan dan tiap tandan terdiri dari 10-25 buah. Untuk setiap satu kilogram buah salak terdiri dari 1014 buah. Berdasarkan hasil survey yang
4
dilakukan oleh Haryati Hudayah dan Adil Basuki Ahza (1981) dengan mengambil contoh buah salak di toko buah di Bali, diperoleh satu tandan berisi 17 buah dengan berat berkisar antara 38-78 gram per buahnya, dengan jumlah buah per kilogramnya adalah 26 buah. Menurut Ochse (1931) buah salak mempunyai bentuk bulat atau segitiga dengan panjang buah dapat mencapai 2,5-10 cm dan lebarnya antara 5-8 cm. buah salak memiliki kulit yang bersisik coklat sampai kekuningan. Intensitas warna kuning ini bervariasi dan khas untuk masing-masing jenis buah. Kulit buah sangat tipis, tebalnya sekitar 0,3 milimeter. 2.2.4. Anatomi Buah Salak Buah salak terdiri atas kulit buah, daging buah dan biji. Kulit buah yang masak mudah dikupas dari dagingnya. Jika kulit sudah terkupas maka terlihatlah pada bagian dalamnya tiga butir daging buah yang berwarna putih kekuning-kuningan yang dilindungi oleh selaput tipis yang berwarna putih yang disebut dengan kulit ari. Diantara ketiga butir daging buah, paling sedikit memiliki satu butir biji. Butir yang tidak berbiji disebut anakan. Daging buah muda berwarna putih pucat, sedangkan yang sudah tua berwarna kekuning-kuningan (kecuali salak Hutalambung dan salak Sibakus dari Tapanuli Selatan, daging buahnya berwarna putih kemerah-merahan). Biji salak yang muda berwarna pucat dan lunak, sedangkan setelah tua biji menjadi keras dan berwarna coklat tua. Panjang biji dapat mencapai 2-3 cm (Ochse, 1931). Kulit luar buah salak berfungsi sebagai pelindung secara alami terhadap daging buah yang dibungkusnya dari pengaruh keadaan lingkungan.
Gambar 3. Anatomi buah salak.
Skematis anatomi buah salak dapat dilihat pada gambar dibawah : Keterangan : 1. Pangkal buah 2. Ujung buah 3. Kulit luar dan sisik 4. Daging buah 5. Kulit ari 6. Biji 7. Embrio
2.2.5. Sentra Produksi dan Daerah Pengembangan Buah Salak Banyak daerah di Indonesia yang potensial sebagai daerah penghasil salak. Alasannya antara lain, banyak lahan yang cocok untuk tanaman ini karena memang asalnya dari Indonesia. Disamping itu, tersedia tenaga kerja yang cukup melimpah ditambah pangsa pasar yang luas.
Gambar 4. Peta pengembangan dan pemasaran buah salak di Indonesia. Peluang pasar lokal dan ekspor sudah selayaknya dimanfaatkan dengan membuka perkebunan salak dalam skala besar, tidak seperti saat ini dimana perkebunan salak rakyat hanya berskala kecil sehingga keuntungan yang didapat pun juga kecil. Bila dilihat, lokasi lahan pertanian yang dapat dibuka sebagai areal perkebunan salak masih sangat luas, yang mencangkup jutaan hektar. Daerah-daerah yang dapat dimanfaatkan diantaranya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Selain membuka lahan baru, bisa juga memanfaatkan lahan-lahan perkebunan yang kurang terurus. Daerah sentra produksi tanaman salak pun masih giat mengembangkan perluasan lahan tanaman salak tersebut. Setiap tahunnya pemerintah daerah setempat melalui dinas perkebunannya berusaha untuk menambah luas lahan salak baru.
5
Daerah Karangasem di Bali misalnya, sejak ratusan tahun yang lalu telah terkenal sebagai daerah penghasil salak. Sejak tahun 1976 perkembangan tanaman salak di tempat ini melonjak pesat. Pada tahun 1976 di daerah Sibetan, pusat penghasil salak di Karangasem , populasi tanaman salaknya tercatat 2. 360. 000 pohon. Pada tahun 1983 tanaman salaknya telah berkembang menjadi 4. 155. 058 pohon. Jumlah keseluruhan tanaman salak di Karangasem pada akhir tahun 1985 adalah 5. 301. 056 pohon, yang tersebar di beberapa kecamatan diantaranya Bebandem, Sidemen, Manggis, Karangasem dan lain-lain.
Salak juga dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia, umumnya nama salak yang diberikan adalah nama daerah dimana salak tersebut dikembangkan. Berikut di bawah ini beberapa daerah sentra produksi salak di Indonesia : 1) DKI Jakarta : Condet, Pasarminggu. 2) Jawa Tengah : Banjarnegara, Jekulo, Kedengporak, Ajibarang, Madukoro, Mertoyudan, Magelang. 3) Daerah Istimewa Yogyakarta : Sleman, Tempel. 4) Jawa Timur : Sacah, Walingi, Karangsari. 5) Sumatera Utara : Padangsidempuan. 6) Sulawesi Utara : Sangir, Talaud. 7) Sulawesi Selatan : Enrekang. 8) Bali : Karangasem. 9) Nusa Tenggara Barat : Lombok Barat. 10) Maluku Tengah. 2.3.
Gambar 5. Peta produksi Salak di Bali. Populasi tanaman salak di Propinsi Bali akhir tahun 1985 adalah 9. 502. 408 pohon produktif, dengan jumlah produksi 5. 241 ton dan 114. 924 pohon salak baru yang belum berbuah. Dinas Pertanian Propinsi Bali masih merencanakan untuk mengembangkan lagi jumlah tanaman salaknya. Hal yang perlu diperhatikan dalam usaha perluasan perkebunan salak adalah syarat tumbuh yang diinginkan tanaman salak terpenuhi. Dalam hal ini terutama agroklimatnya. Apabila telah dipenuhi maka suatu daerah akan tetap memiliki potensi untuk pengembangan jenis buah salak ini.
Gambar 6. Peta pengembangan dan pemasaran buah salak di Bali.
Aspek Ekologi Yang Penting dalam Pengembangan Pengembangan salak sedang dilakukan di Bogor. Koleksi plasma nuftah paling lengkap dan penyilangan di antara koleksi tersebut sedang dilakukan untuk mendapatkan buah yang berkualitas unggul. Selanjutnya pengembangan teknologi budidayanya dan pasca panen buahnya masih perlu dilakukan. Tanaman, seperti halnya komponen lingkungan yang lain juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu juga diketahui faktor-faktor iklim yang mempengaruhi persyaratan tumbuh tanaman salak. 2.3.1. Curah Hujan Hujan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pengembalian air yang telah diuapkan ke atmosfer menuju permukaan bumi. Udara yang naik dan melewati ketinggian tertentu akan berkondensasi membentuk awan, dan awan ini selanjutnya akan menghasilkan hujan. Tidak semua awan dapat menghasilkan hujan, terkadang butir awan yang terbentuk ukurannya terlalu kecil untuk dapat jatuh sebagai hujan. Apabila ukurannya cukup besar sehingga memiliki kecepatan jatuh yang dapat melawan aliran udara keatas, maka butir-butir air (yang dapat berupa es) tersebut akan jatuh sebagai hujan. Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang memiliki peranan penting, terutama di daerah tropis. Curah Hujan dapat diartikan sebagai jumlah air yang jatuh di
6
permukaan tanah selama periode waktu tertentu dan diukur dengan suatu ketinggian diatas permukaan horizontal (pengukuran Curah Hujan dalam satuan milimeter/mm). Untuk daerah tropis basah, Curah Hujan merupakan unsur yang sangat penting perannya dalam bidang pertanian, karena berhasil tidaknya suatu produksi suatu komoditas tanaman seperti salak sangat tergantung pada awal, jumlah, serta lamanya musim hujan. Pulau Bali memiliki karakteristik hujan yang berbeda-beda di tiap-tiap daerahnya, hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi masing-masing daerah, letak tempat dengan laut/pantai, maka kejadian bulan basah dan bulan keringnya tidak selalu sama di berbagai tempat. Secara umum, tipe pola hujan di Pulau Bali adalah tipe Monsunal, yaitu puncak musim hujan terjadi pada Desember – Januari, sedangkan pada pertengahan tahun cenderung kering (musim kemarau). Karena hujan di Pulau Bali berpola Monsunal, maka kejadian iklim global seperti El-Nino dan La-Nina dapat mempengaruhi keadaan curah hujan di Pulau Bali. Tanaman salak memerlukan cukup air sepanjang tahun dengan curah hujan berkisar antara 1700-3100 mm per tahun. Daerah-daerah dimana salak akan diusahakan haruslah memiliki iklim yang basah. Di daerah-daerah kering tanaman salak juga dapat tumbuh asalkan mendapat pengairan yang cukup. Salak tidak berakar panjang, sehingga menghendaki air tanah yang dangkal atau dengan kata lain memerlukan pengairan/hujan sepanjang tahun. Salak tidak tahan air yang berlebihan. 2.3.2. Suhu Udara Iklim tropika umumnya dicirikan oleh suhu tinggi sepanjang tahun dan variasi suhu musiman yang lebih kecil dibandingkan variasi diurnal. Sebaliknya, iklim kutub memiliki suhu rendah sepanjang tahun dengan variasi suhu musiman yang lebih besar dari variasi diurnal. Indonesia yang beriklim tropika, terletak pada garis Equator, hal ini mengakibatkan suhu udaranya cenderung konstan sepanjang tahun. Penerimaan sinar matahari yang hampir sama sepanjang tahun juga menyebabkan fluktuasi suhu udara rataratanya relatif rendah, atau dengan kata lain kisaran suhunya tidak terlalu jauh. Pada daerah equator, faktor yang cenderung mempengaruhi suhu adalah ketinggian. Pulau Bali yang letaknya berdekatan dengan garis Equator juga memiliki
kecenderungan suhu udara yang relatif konstan sepanjang tahun. Perbedaan kisaran suhu di tiap-tiap daerah di Pulau Bali, dipengaruhi oleh faktor topografi atau ketinggian daerah tersebut dari muka laut. Pada dataran tinggi suhu cenderung rendah akibat kurangnya radiasi matahari yang masuk sebagai sumber energi, hal ini diakibatkan oleh tingkat keawanan (penutupan langit oleh awan) yang relatif lebih tinggi. Bila pemanasan permukaan bumi berlangsung intensif, maka pemanasan suhu udara oleh permukaan bumi juga berlangsung intensif, sehingga mengurangi keragaman suhu udara di daerah tersebut. Sebaliknya bila pembentukan awan berlangsung intensif, pemanasan udara oleh permukaan tidak intensif karena radiasi terhalang oleh adanya awan (awan rendah seperti cumulus dan cumulonimbus).Suhu rata-rata tertinggi umumnya tidak terjadi tepat saat matahari berada di equator (maret dan september), melainkan terjadi perbedaan 1-2 bulan yaitu pada bulan Januari-Pebruari dan OktoberNovember, hal ini dikarenakan letak lintang Pulau Bali yang berbeda sekitar 8° dengan Ekuator. Penentuan suhu untuk daerah-daerah di Bali dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa suhu akan turun 0.6°C tiap kenaikan 100 meter (Hukum Braak). Sebagai patokan suhu digunakan suhu rata-rata dari Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai (dengan ketinggian 3 meter dpl), hal ini dilakukan mengingat bahwa data suhu di Ngurah Rai dapat dikatakan lebih akurat dan juga letak stasiunnya yang hampir mendekati permukaan laut (0 mdpl). Kecepatan tumbuh tanaman salak dibatasi oleh suhu maksimum. Suhu optimal atau suhu rata-rata harian yang baik untuk tanaman salak berkisar antara 20-30° C. Bila suhu lebih dari 35° C maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Suhu lebih dari 40° C merupakan suhu yang kritis untuk tanaman salak. Bila tanaman salak berada cukup lama pada suhu kritis maka tanaman dapat mati. Salak merupakan tumbuhan khas daerah tropis, karena itu juga salak kurang toleran dengan kisaran suhu harian yang rendah. 2.3.3. Tanah Bagi tanaman, tanah mempunyai bermacam-macam fungsi. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat tumbuh tanaman. Tanah juga berfungsi sebagai tempat penyediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sebagai tempat perakaran tanah
7
juga menyediakan udara dan air sehingga akar dapat bernapas dan menghirup makanan dari dalamnya. Agar tanah dapat melaksanakan fungsi-fungsi diatas maka perlu disediakan kondisi tanah yang sesuai bagi tanaman tersebut. Umumnya dapat dilihat kecocokan antara jenis tanah dengan tanaman melalui jenis perakaran tanaman itu sendiri. Salak mempunyai perakaran yang dangkal. Tanah yang cocok adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik, mampu menyimpan air tetapi tidak mudah tergenang, gembur, dan secara kualitatif mengandung zat-zat hara utama bagi tanaman.
suka akan adanya genangan air. Hal ini akan menyebabkan akar-akar salak menjadi sulit bernapas. Jenis tanah liat pada musim hujan terasa lengket dan sulit meresapkan air. Lambat laun akar tanaman bisa lembek dan membusuk. Fungsi akar sebagai pengangkut bahan makanan menjadi terganggu sehingga tanaman sulit untuk bertahan hidup. Tanah berpasir mempunyai porositas tinggi. Ini dikarenakan hubungan antara partikel-partikel pasir tidak rapat. Pori-pori antar partikelnya memungkinkan air dan udara mudah beredar di dalam tanah. Tetapi, daya simpan air pada tanah berpasir sangat kurang.
Tabel 1. Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman salak (Salacca edulis).
Persyaratan penggunaan/karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rata-rata (°C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman solum (cm) Kepekaan erosi (eh)
Kelas Kesesuaian Lahan Sangat sesuai
1000-2200
Sesuai 28-34 18-22 500-1000 2200-3000
Kurang sesuai 34-40 15-18 250-500 3000-4000
Tidak sesuai >40 <15 <250 >4000
Baik, agak baik
Agak terhambat
Terhambat, agak cepat
Sangat terhambat, cepat
Halus,agak halus <15 >100 Sangat ringan
sedang
Agak kasar
kasar
15-35 75-100 Ringansedang
35-55 50-75 berat
>55 <50 Sangat berat
22-28
(Sumber : Biro Perencanaan, Departemen Pertanian, 1997) Salak mampu beradaptasi di berbagai macam tanah asal strukturnya cocok. Bisa saja mengusahakan salak pada lahan yang bercadas dangkal, tetapi cadas terlebih dahulu harus dihancurkan sedalam kurang lebih satu meter, agar perakaran salak mampu menembusnya. Bila tanah banyak mengandung batu, maka batu-batu harus disingkirkan terlebih dahulu. Walau bagaimanapun, struktur tanah yang secara alamiah subur dan gembur adalah yang terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan salak. Jenis tanah yang paling cocok adalah tanah liat berpasir (teksturnya agak halus sampai halus). Tanah seperti ini disamping gembur juga lembab. Bila menanam salak di tanah liat, sering terjadi genangan air yang mengganggu. Pohon salak umumnya tidak
Hal ini mengakibatkan persediaan air tanah yang diperlukan bagi tanaman salak sulit dipenuhi. Gabungan kedua jenis tanah liat dan pasir adalah kombinasi lahan yang baik untuk tanaman salak. Kekurangan yang terdapat pada tanah liat dapat dibantu oleh pasir. Sebaliknya kekurangan yang terdapat pada tanah berpasir dapat dibantu oleh tanah liat. Hal inilah yang menjadi alasan tanah liat berpasir merupakan tanah yang paling cocok untuk tanaman salak. Tanah yang secara alamiah masih kaya akan unsur hara sangat baik untuk dijadikan lahan atau perkebunan salak. Warna tanah biasanya kehitaman karena humus tanah masih banyak. Lahan yang kekurangan unsur hara atau tanah kritis tidak bagus ditanami
8
salak. Tanda-tanda tanah yang miskin akan unsur hara biasanya berwarna kemerahmerahan. Lahan yang kurang baik pun sebenarnya dapat ditanami salak. Penambahan pupuk organik seperti kompos, OST, pupuk kandang, dan sebagainya akan membantu memperbaiki struktur tanah menjadi gembur. Sedangkan unsur hara yang kurang dapat ditambah dengan pupuk anorganik yang mengandung unsur hara lebih tinggi dibandingkan pupuk organik. 2.3.4. Topografi Salak tumbuh subur di dataran rendah tropik. Tanaman salak dapat tumbuh baik pada tanah-tanah gembur dari dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Produksi yang baik diperoleh dari tanaman salak yang ditanam lebih rendah dari 300 meter di atas permukaan laut (Ochse, 1961). Batas toleransi ketinggian yang masih memungkinkan adalah 900 meter di atas permukaan laut. Apabila ketinggian tempat diatas 900 meter, maka pohon salak akan sulit untuk berbuah. Dataran rendah menerima sinar matahari dalam jumlah yang besar. Karena itu, tanaman salak membutuhkan naungan yang lebih rapat. Pada ketinggian 700-900 meter di atas permukaan laut, naungan tidak perlu terlalu rapat karena sinar matahari biasanya tidak terlalu terik. Tanah yang berada di kemiringan, lereng bukit, atau lembah masih memungkinkan untuk ditanami salak. Daerah pegunungan atau perbukitan (asalkan ketinggiannya tidak lebih dari 900 meter di atas permukaan laut) masih dapat dimanfaatkan. Pada kondisi lahan seperti ini, cara penanaman disesuaikan dengan garis kontur. Salak dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat. Kerapatan tanam selain dapat menambah jumlah populasi, yang berarti jumlah tanaman produktif lebih banyak, juga berfungsi untuk konservasi alam. Akar tanaman salak akan membantu menahan tanah dari erosi yang sering terjadi di lereng pegunungan atau lereng-lereng bukit. 2.4.
Evaluasi Lahan dan Pewilayahan Tanaman Evaluasi lahan merupakan suatu proses dalam menduga potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian, sesuai dengan kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk
penggunaan tertentu, seperti misalnya lahan sesuai untuk pemukiman, perkebunan dan sebagainya. Lahan perlu dievaluasi karena tidak semua lahan sesuai untuk setiap komoditas. Potensi suatu daerah untuk pengembangan suatu komoditas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan (dalam hal ini mencangkup iklim, tanah, topografi) dengan persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu daerah dengan persyaratan tumbuh tanaman dapat memberikan informasi bahwa komoditas tersebut potensial dikembangkan di daerah bersangkutan. Pewilayahan tanaman merupakan salah satu metode evaluasi lahan yang mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan dapat diperoleh lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman tersebut (Khomarudin, 1998). Penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya yaitu, yang tergolong sesuai (S) dan yang tergolong tidak sesuai (N). Lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara lahan sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Ketiga kelas ini didasarkan pada faktor pembatas yang mempengaruhi kelanjutan penggunaan lahan. Tabel 1 diatas menunjukan beberapa persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman salak. 2.5.
Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Aronof, 1989 dalam Widiyawati, 2005). Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjutnya dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan (spasial). Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Surfer Mapping System (Surfer) dan ArcView.
9
2.5.1.
Surfer Mapping System (surfer) Surfer Mapping System (Surfer) adalah suatu perangkat lunak yang berfungsi dalam pembuatan peta kontur baik dalam dua dimensi maupun tiga dimensi. Keunggulan dari perangkat lunak ini adalah dapat menghubungkan titik-titik pada peta yang mempunyai nilai yang sama, sehingga daerahdaerah yang tidak memiliki nilai atau nilainya tidak terdeteksi data dapat diketahui. 2.5.2. ArcView Software ArcView adalah tool/perangkat yang mudah digunakan, memungkinkan kita untuk melakukan organisasi, me-maintain, menggambarkan dan menganalisa peta dan informasi spasial. ArcView juga mempunyai kemampuan untuk menggambarkan, menyelidiki dan melakukan query (pencarian informasi secara cepat) dan melakukan analisa spasial. Dengan ArcView, kita dengan cepat dapat mengubah simbol peta, menambah gambar citra atau grafik, menempatkan tanda arah utara, skala batang dan judul serta mencetak peta dengan kualitas yang baik. ArcView bekerja dengan data tabuler, citra, text file, data spreadsheet dan data grafik.
III. METODOLOGI 3.1.
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data iklim Propinsi Bali, yang meliputi data curah hujan dan suhu udara rata-rata (tahun 1961-2005). 2. Peta tanah dengan skala 1:250.000 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanah. Peta topografi dengan skala 1:500.000 yang diperoleh dari BAKOSURTANAL, serta peta administrasi dan penggunaan lahan Propinsi Bali skala 1:500.000 yang diperoleh dari BAPPEDA Propinsi Bali. 3. Seperangkat PC (personal computer) dengan perangkat lunak (software) pengolah kata (MS Word), MS Excel, Surfer 8, ArcView 3.3, AutoCad 2004. 3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen
Geofisika dan Meteorologi IPB, mulai bulan April 2006 sampai dengan Agustus 2006, dan di perkebunan salak Bali di Kabupaten Karangasem. 3.3.
Metode Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : 3.3.1. Analisis dan Survei Kepustakaan Pada tahap ini dimulai dengan studi pustaka dan melakukan survey langsung ke tempat penelitian. Studi pustaka ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang syarat tumbuh tanaman salak yang berkaitan dengan iklim dan tanah. Sedangkan survey ke tempat penelitian bertujuan untuk memperoleh data sekunder yaitu data iklim, tanah, produksi, serta untuk mengetahui penyebaran tanaman salak. 3.3.2. Pemasukan (input) data Pada tahap ini dilakukan konversi peta cetak yang didapat menjadi bentuk digital. Setelah peta menjadi bentuk digital kemudian dilakukan pengeditan atau koreksi geometrik agar memiliki koordinat yang sesuai dengan koordinat bumi. Pada proses konversi dan koreksi ini digunakan software ArcView 3.3. 3.3.3. Klasifikasi Kesesuaian Pada tahap ini, setiap peta (poligon) diklasifikasikan dan diberi nilai berdasarkan tingkat kelas kesesuaian tanaman salak, yaitu : • Sangat sesuai (S1) Daerah sangat sesuai untuk pengembangan tanaman salak, dimana tidak ada faktor pembatas terhadap penggunaannya secara berkelanjutan. • Sesuai (S2) Daerah sesuai untuk pengembangan tanaman salak, dimana tidak ada faktor pembatas terhadap penggunaannya secara berkelanjutan, atau memiliki faktor pembatas yang sifatnya minor (dapat diatasi) serta tidak akan menurunkan hasil produksi. • Kurang sesuai (S3) Daerah cukup sesuai atau sesuai marjinal (S3) yang memiliki faktor pembatas yang sangat perlu untuk diperhatikan, agar tidak menurunkan hasil produksi. • Tidak sesuai (N) Daerah yang tidak cocok untuk pengembangan komoditas tanaman salak
10
lebih lanjut, karena memiliki faktor pembatas yang sangat besar. 3.3.4.
Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim Peranan iklim dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak sangat perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan tanaman salak adalah tanaman daerah tropis, sehingga iklim memiliki pengaruh yang besar. Untuk mendapatkan peta kesesuaian iklim tanaman salak, diperlukan data curah hujan dan suhu udara rata-rata bulanan, yang kemudian dibuat menjadi peta (peta isohyet dan peta isoterm) dengan menggunakan software Surfer 8. Data yang diinput adalah data lintang (lintang Bumi Belahan Utara bernilai positif, dan lintang Bumi Belahan Selatan bernilai negatif), bujur, dan nilai Z (untuk nilai ketinggian tempat, curah hujan, suhu udara, dan atribut lainnya). Penentuan suhu untuk daerah-daerah di Bali dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa suhu akan turun 0.6° C tiap kenaikan 100 meter (Hukum Braak). Sebagai patokan suhu digunakan suhu rata-rata dari Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai (ketinggian 3 meter dpl). Hal ini dilakukan mengingat bahwa data suhu di Ngurah Rai dapat dikatakan lebih akurat dan juga letak stasiunnya yang hampir mendekati permukaan laut (0 mdpl). Suhu udara rata-rata diduga menggunakan persamaan Braak, dengan rumus : T = X - 0,0061 h pada 0< h > 2000 mdpl T = X - 0,0052 h pada h > 2000 mdpl Dimana T h
= Suhu udara rata-rata (dalam °C) =Ketinggian tempat di atas permukaan laut (dalam meter) X =Suhu rata-rata stasiun acuan (dalam °C) Nilai curah hujan yang dipetakan adalah curah hujan rata-rata tahunan, yang didapat dengan menjumlahkan curah hujan bulanan pada tiap stasiun atau pos hujan. 3.3.5.
Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah Tingkat kesesuaian tanah untuk tanaman salak didasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Bali. Peta ini memiliki informasi tentang tanah di Propinsi Bali. Tanah merupakan komponen atau faktor penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Penentuan kelas kesesuaian untuk tanaman
salak ini disusun sama seperti pada proses penentuan tingkat kesesuaian iklim yang didasarkan pada tabel kesesuaian lahan untuk tanaman salak yang telah disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Iklim (Puslitbangtanak). 3.3.6.
Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim dan Tanah Setelah mendapatkan peta kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah untuk tanaman salak, kemudian dilakukan overlay atas keduanya sehingga didapatkan peta kesesuaian iklim dan tanah. 3.3.7.
Penentuan Tingkat Kesesuaian Ketinggian Pada penentuan kesesuaian topografi atau ketinggian ini, yang diperhatikan hanyalah ketinggian tempat atau daerah, sedangkan untuk kelerengan tidak diikutkan karena lereng tidak mempengaruhi secara langsung pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak. Sedangkan untuk ketinggian tempat memiliki pengaruh yang nyata terhadap tanaman salak, dimana pada ketinggian lebih dari 900 mdpl, tanaman salak sulit untuk berbuah. 3.3.8. Penentuan Tingkat Kesesuaian Agroklimat Pewilayahan tanaman yang berdasarkan kesesuaian agroklimat ini tidak dapat dilihat dari satu unsur saja, tetapi memerlukan penggabungan beberapa unsur, diantaranya peta kesesuaian iklim dan tanah dan ketinggian. Hasil overlay dari kedua peta ini adalah peta kesesuaian agroklimat untuk tanaman salak di Propinsi Bali. Peta kesesuaian agroklimat ini kemudian di overlay dengan peta administrasi Propinsi Bali, untuk melihat daerah mana yang cocok untuk pengembangan perkebunan tanaman salak, mengingat banyak lahan baru dan kosong yang telah dimanfaatkan sebagai pemukiman penduduk. Hasil akhir dari overlay peta ini adalah peta tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman salak. Parameter yang digunakan sebagai pertimbangan pembukaan lahan perkebunan salak ini selain kesesuaian lahan tanaman salak adalah jumlah penduduk (angkatan kerja), sarana transportasi, serta jaringan sungai (badan air).
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Keadaan Geografi Propinsi Bali Propinsi Bali terdiri dari beberapa pulau, yakni Pulau Bali sebagai pulau terbesar, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Serangan (terletak disekitar kaki pulau Bali), dan Pulau Menjangan yang terletak di bagian barat pulau Bali. Daerah pemerintahan Propinsi Bali saat ini terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yakni Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng dan Kota Denpasar. Luas wilayah Propinsi Bali secara keseluruhan adalah 5.632,86 km2 (0,29 %) dari luas kepulauan Indonesia. Tabel 2. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Propinsi Bali.
4.2.
2
Gambar 7. Peta kesesuaian tanah tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Tabel 3. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian tanah di tiaptiap kabupaten, Propinsi Bali. Kabupaten
S1 (km2)
S2 (km2)
S3 (km2)
N (km2)
Jembrana
655,12
12,67
174,01
0
709,65
105,18
24,5
0 0
Kabupaten
Luas (km )
Tabanan
Jembrana
841,8
Buleleng
621,12
200,13
544,63
Tabanan
839,33
Badung
218,6
124,08
199,82
0
Buleleng
1365,88
Gianyar
0
0
368
0 0
Badung
542,5
Bangli
17,14
0
503,67
Gianyar
368
Karangasem
326,03
0
513,51
0
Bangli
520,81
Klungkung
80,95
195,77
38,28
0
Karangasem
839,54
Total
2628,61
637,83
2366,42
0
Klungkung
315
total
5632,86
Kesesuaian Tanah Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Bali, wilayah yang memiliki kesesuaian sangat sesuai terluas adalah daerah Tabanan, Jembrana dan Buleleng. Dari keseluruhan analisa tanah, hampir semua jenis tanah di Bali layak untuk dijadikan media tumbuh tanaman Salak Bali ini, namun selain kesesuaian tanah, kesesuaian dengan komponen lain harus diperhatikan juga seperti kesesuaian iklim ataupun ketinggian. Tabanan memiliki luas tanah terluas untuk kesesuaian sangat sesuai, dengan total luas 709,65 km2 untuk kelas sangat sesuai, 105,18 km2 untuk kelas sesuai, 24,5 km2 untuk kelas sesuai marjinal. Hamper diseluruh wilayah Propinsi Bali tidak ditemukan daerah dengan kelas kesesuaian tanah tidak sesuai (N). Hal ini dapat diartikan Salak Bali dapat dibudidayakan hampir diseluruh wilayah Propinsi Bali karena memiliki kesesuaian tanah yang cocok.
4.3.
Kesesuaian Iklim Hasil tumpang tindih (overlay) dari unsur iklim (curah hujan dan suhu udara) menggambarkan daerah-daerah yang memiliki kesesuaian iklim untuk tanaman salak. Seluruh wilayah kajian penelitian umumnya memiliki kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak. Suhu udara rata-rata di Propinsi Bali berkisar antara 18°-27° C, dimana masuk kedalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2). Hal ini diakibatkan variasi suhu di daerah tropis tidak terlalu besar, sehingga parameter suhu udara bukan merupakan faktor penghambat untuk pertumbuhan dan perkembangan Salacca edulis Reinw. Curah hujan memiliki variasi yang cukup besar di Propinsi Bali. Umumnya curah hujan dipengaruhi oleh topografi daerah setempat. Perbedaan curah hujan ini masih masuk dalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1), sesuai (S2) dan kurang sesuai (S3).
12
Gambar 8. Peta kesesuaian iklim tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Berdasarkan Peta Kesesuaian Iklim ini, daerah sangat sesuai (S1) mencangkup hampir semua daerah Propinsi Bali, dengan luas area 3611,46 km2. Untuk daerah dengan kelas sesuai (S2) mencangkup area seluas 1958,08 km2, sedangkan untuk kelas kesesuaian kurang sesuai hanya mencangkup area seluas 63,59 km2.
adalah 900 mdpl, lebih dari itu tanaman salak akan sulit untuk berbuah. Ketinggian daerah di Bali bervariasi dari 0 mdpl sampai lebih dari 3000 mdpl. Relief dan topografi Pulau Bali digambarkan dengan membentangnya pegunungan ditengah-tengah yang memanjang dari barat ke timur. Diantara pegunungan tersebut terdapat gunung berapi yaitu Gunung Batur (1.717 meter) dan Gunung Agung (3.142 meter). Sedangkan gunung yang tidak berapi/mati diantaranya adalah Gunung Merbuk (1.356 meter), Gunung Patas (1.414 meter) dan Gunung Seraya (1.058 meter) serta beberapa gunung lainnya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan wilayah Bali secara geografis terbagi dalam 2 (dua) bagian, yakni : o Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai. o Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai.
Tabel 4. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian iklim di tiaptiap kabupaten, Propinsi Bali. Kabupaten
S1 (km2)
S2 (km2)
S3 (km2)
N (km2)
Jembrana
841,8
0
0
0
Tabanan
298,51
522,94
17,88
0
Buleleng
1020,16
322,06
23,66
0
Badung
416,77
125,73
0
0
Gianyar
209,92
158,08
0
0
Bangli
73,83
446,98
0
0
Karangasem
525,99
291,5
22,05
0
Klungkung
224,21
90,79
0
0
Total
3611,19
1958,08
63,59
0
4.4.
Kesesuaian Ketinggian Topografi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman salak Bali (Salacca edulis Reinw.), sedangkan untuk kelerengan, karena dianggap tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan maka tidak dimasukkan kedalam kriteria pengkelasan. Menurut Mahyar (1993), tanah yang berada di kemiringan, lereng bukit, atau lembah masih memungkinkan untuk ditanami salak. Daerah pegunungan atau perbukitan (asalkan ketinggiannya tidak lebih dari 900 meter di atas permukaan laut) masih dapat dimanfaatkan. Salak tumbuh subur pada daerah dengan ketinggian antara 0-300 meter diatas permukaan laut. Batas toleransi ketinggiannya
Gambar 9. Peta kesesuaian ketinggian tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Wilayah penelitian yang memiliki ketinggian sesuai untuk tanaman salak umumnya lebih banyak ditemukan di Bali Selatan, dengan luas total wilayah sangat sesuai (S1) untuk tanaman salak adalah 3458,35 km2, sesuai (S2) dengan total luas 825,381 km2, sesuai marjinal (S3) dengan total luas 328,09 km2 dan untuk wilayah tidak sesuai (N) dengan total luas 1022,61 km2. Daerah Karangasem memiliki kisaran ketinggian daerah mulai dari 0 mdpl hingga lebih dari 3000 mdpl. Pegunungan yang membentang ditengah-tengah menyebabkan daerah utara memiliki topografi yang beragam, cenderung berlereng dan wilayahnya sempit. Sedangkan daerah selatan lebih landai dan cenderung lebih luas.
13
Tabel 5. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian ketinggian di tiap kabupaten, Propinsi Bali. Kabupaten
S1 (km2)
S2 (km2)
S3 (km2)
N (km2)
Jembrana
689,76
89,03
21,01
42
Tabanan
561,51
98,69
21,44
157,69
Buleleng
834,25
296,26
74,48
160,89
Badung
384,15
19,01
70,61
70,3
Gianyar
169,89
73,85
74,28
49,98
Bangli
79,51
79,6
29,77
331,93
Karangasem
482,87
110,35
36,5
209,82
Klungkung
256,41
58,59
0
0
Total
3458,35
825,38
328,09
1022,61
4.5.
Kesesuaian Iklim dan Tanah Overlay Peta Kesesuaian Iklim dan Kesesuaian Tanah menghasilkan Peta Kesesuaian Iklim dan Tanah. Dari seluruh wilayah, Kabupaten Jembrana memiliki luas wilayah kesesuaian sangat sesuai terluas dibandingkan daerah-daerah lainnya.
daerah. Akan tetapi, apabila diperhatikan pola-pola hujan di masing-masing daerah hampir sama/mirip, hal ini karena Propinsi Bali terletak disebelah selatan garis equator sehingga memiliki pola hujan monsunal (memiliki 2 puncak musim hujan) sebagai akibat pergerakan matahari. Tabel 6. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian iklim dan tanah di tiap-tiap kabupaten, Propinsi Bali. Kabupaten
S1 (km2)
S2 (km2)
S3 (km2)
N (km2)
Jembrana
604,12
20,85
216,83
0
Tabanan
304,01
472,32
63
0
Buleleng
562,33
308,41
495,14
0
Badung
201,98
171,73
168,79
0
Gianyar
0
0
368
0
Bangli
14,53
0
506,28
0
Karangasem
309,27
0
530,27
0
Klungkung
79,6
195,02
40,38
2075,84
1168,33
2388,69
total
0
4.6.
Gambar 10. Peta kesesuaian iklim dan tanah tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Total luas wilayah dengan kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) untuk kesesuaian iklim dan tanah adalah 2075,84 km2. Untuk wilayah sesuai seluas 1168,33 km2, dan daerah kurang sesuai seluas 2388,69 km2. Tidak ditemukannya kelas kesesuaian tidak sesuai (N) mungkin disebabkan hampir seragamnya sebaran iklim di Propinsi Bali, serta corak dan sifat tanah yang hampir sama di seluruh wilayah. Mengingat Propinsi bali termasuk kedalam daerah yang memiliki iklim tropis, sehingga iklim di tiap-tiap daerahnya tidak berbeda jauh. Propinsi Bali dibagi kedalam 13 Daerah Prakiraan Musim (DPM), dimana pengkelasan ini didasarkan oleh perbedaan waktu datangnya musim hujan di tiap-tiap
Kesesuaian Iklim, Tanah dan Ketinggian (Agroklimat) Ditinjau dari hasil analisis (overlay) kesesuaian tanah (kesuburan fisik), iklim dan ketinggian, hampir semua wilayah penelitian masuk kedalam kelas kesesuaian sesuai, yaitu untuk kelas sangat sesuai dengan luas area 1539,79 km2, kelas sesuai dengan luas area 1164,47 km2 dan kelas kurang sesuai yang merupakan area terluas yaitu 1935,97 km2. Untuk kelas tidak sesuai terdapat daerah dengan luas 994,63 km2.
Gambar 11. Peta kesesuaian iklim, tanah, dan ketinggian tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Umumnya daerah tinggi di Propinsi Bali terletak di tengah-tengah sehingga daerah disekitarnya memiliki kesesuaian kurang sesuai. Adanya barisan pegunungan yang
14
memisahkan daratan utara dan selatan menyebabkan daerah utara cenderung lebih kering. Hal ini lebih dikarenakan angin muson, baik yang bertiup dari timur/tenggara ataupun barat/barat laut, yang membawa uap air, tertahan oleh pegunungan sehingga menjatuhkan uap air tersebut sebagai hujan sebelum melewati barisan pegunungan. Bila angin muson tenggara/timur bertiup, hujan akan cenderung jatuh lebih banyak di daerah selatan. Sedangkan bila angin muson barat/barat laut yang bertiup, maka hujan akan cenderung jatuh lebih banyak di sekitar Jawa Timur. Tabel 7. Luas wilayah pengembangan Salak Bali berdasarkan tingkat kesesuaian agroklimat di tiap-tiap kabupaten, Propinsi Bali. Kabupaten Jembrana
S1 (km2)
S2 (km2)
S3 (km2)
N (km2)
389,78
175,88
213,92
62,22
Tabanan
308,1
305,98
33
192,25
Buleleng
338,3
279,01
555,32
193,25
Badung
201,04
133,61
134,92
72,93
Gianyar
0
0
320,79
47,21
Bangli
0
16,17
504,64
0
Karangasem
223,81
53,24
135,72
426,77
Klungkung
78,76
198,58
37,66
0
1539,79
1162,47
1935,97
994,63
Total
Hasil overlay ini menunjukkan hampir keseluruhan wilayah sesuai untuk pengembangan Salak Bali, sedangkan nilai tidak sesuai (N) ditemukan umumnya di bagian tengah pulau, hal ini dikarenakan adanya barisan pegunungan yang membelah Pulau Bali menjadi dua bagian, utara dan selatan Tabel 8. Luas wilayah rekomendasi pengembangan Salak Bali di tiaptiap kabupaten di Propinsi Bali. Kabupaten
2
S1 (km )
2
S2 (km )
2
S3 (km )
Luas wilayah rekomendasi pengembangan Salak Bali ini ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah penduduk, kedekatan wilayah dengan jalan dan sungai atau badan air. Kabupaten Buleleng menjadi alternatif pertama dalam pengembangan perkebunan salak ini, alasannya antara lain wilayahnya sangat cocok untuk pengembangan Salak Bali, baik dari segi iklim, tanah dan ketinggiannya (agroklimat), selain jumlah penduduknya yang tertinggi, yaitu 607.616 jiwa, dimana dari jumlah penduduk keseluruhan, yang sedang mencari keja di Kabupaten Buleleng merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 19.749 jiwa. Jumlah penduduk ini merupakan total jumlah angkatan kerja keseluruhan di masing-masing kabupaten. Kabupaten Jembrana juga cocok untuk dikembangkan sebagai perkebunan salak, mengingat luas daerah dengan kesesuaian sangat sesuai di Propinsi Bali paling luas terletak di Jembrana. Daerah Tabanan sebenarnya merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan tanaman salak ini, tetapi lahan yang ada lebih banyak digunakan sebagai area persawahan, sehingga konversi lahan dari sawah menjadi perkebunan hendaknya tidak dilakukan mengingat kebutuhan akan beras/padi sangat banyak melebihi kebutuhan akan salak. Hal inilah yang menjadikan daerah Tabanan memiliki nama Lumbung Beras Propinsi Bali. Banyaknya lahan yang tidak sesuai untuk pengembangan perkebunan salak disebabkan oleh kurangnya lahan yang dapat dikonversi penggunaannya menjadi lahan perkebunan. Tabel 9.
Jumlah penduduk kabupaten.
Kabupaten
Penduduk
di
tiap-tiap
Mencari kerja
N (km )
Jembrana
221316
7451
397673
11842
2
Jembrana
278,55
137,28
0
425,97
Tabanan
Tabanan
42,96
178,21
123,32
494,84
Badung
358311
7251
Buleleng
398,21
178,04
309,52
480,11
Gianyar
379005
8661
542,5
Klungkung
170092
2658
210103
2210
Badung
0
0
0
Gianyar
0
0
57,25
310,75
Bangli
Bangli
0
0
117,24
403,57
Karangasem
389576
14134
459,65
Buleleng
607616
19749
Denpasar
446226
15684
Karangasem Klungkung Total
212,07
27,12
171,81
77,66
35,78
124,82
76,74
1009,45
556,43
903,96
3194,13
Sumber : BPS Propinsi Bali
15
Selain karena jumlah penduduknya yang cukup besar yang dapat digunakan sebagai sumber tenaga kerja (SDM), wilayah Buleleng dan Jembrana juga dilalui oleh jalan atau lalu lintas utama (jalan arteri utama/jalan lintas propinsi) serta banyaknya aliran sungai yang melalui Kabupaten Buleleng dan Jembrana.
ada campuran asam dan sedikit sepet. Ukuran buahnya jauh lebih besar daripada Salak Gulapasir. Pada Salak Gulapasir, rasa sepet seperti pada Salak Biasa tidak ditemukan. Perbedaan lain terdapat pada harga jual, dimana harga satu kilogram Salak Gulapasir bisa mencapai Rp. 40.000,- sedangkan Salak Biasa harga satu kilogramnya hanya Rp. 6.000,-.
Tabel 10. Perbandingan beberapa daerah yang memiliki kesesuaian sangat sesuai dari segi iklim, tanah dan ketinggian. Buleleng Klungkung
CH (mm/th)
1400-3000 1400-2200 800-3000
800-1800
Suhu (°C)
25-27
23-27
18-27
25-27
Ketinggian (m)
0-3000
0-1700
0-2500
0-300
Jenis Tanah
Latosol Liat-pasir
Latosol Liatpasir
Mediteran
Tekstur
Latosol Liatpasir
Liat-pasir
Dari perbandingan beberapa daerah yang memiliki kesesuaian untuk tanaman salak dengan daerah asal tanaman salak yaitu Karangasem, dapat dilihat adanya persamaan diantaranya seperti kisaran curah hujan dan suhu, jenis tanah dan ketinggian. Suhu udara di beberapa wilayah cenderung sama karena fluktuasi suhu di daerah tropis sangat rendah, umumnya perbedaan suhu diakibatkan oleh ketinggian tempat. Hal ini menyebabkan suhu seperti di Karangasem, Jembrana, Buleleng, Klungkung dan daerah lainnya di Bali cenderung sama. Hal yang sangat nyata membedakan adalah jenis tekstur tanahnya. Dengan melakukan uji tekstur di Laboratorium, maka akan dapat dilihat perbedaan antara tekstur tanah di masing-masing wilayah. Tanah dengan tekstur liat berpasir sangat cocok untuk pengembangan salak jenis Gulapasir. Salak jenis ini hanya ditemukan di daerah Karangasem, namun tidak semua daerah Karangasem menghasilkan salak jenis ini. Salak Gulapasir ini banyak ditemukan di daerah Sibetan Karangasem, untuk daerah lain umumnya hanya menghasilkan salak jenis biasa. Perbedaan antara Salak Biasa dan Salak Gulapasir (sebutan oleh penduduk setempat) adalah terletak pada warnanya yang putih kapur dan rasa salak gula pasir yang mirip dengan salak pondoh, hanya buahnya lebih besar, bijinya lebih kecil dan tidak melekat serta daging buahnya lebih tebal dibandingkan salak pondoh. Sedangkan Salak Biasa warnanya kuning susu, rasanya manis tetapi
CH (mm)
Karangasem Jembrana
Grafik Curah Hujan 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
373 391 272 237 175
164 74
63
Jan Feb Mar Apr May Jun
82 42
Jul
22
30
Aug Sep Oct
Nov Dec
Bulan
Gambar 12. Pola curah hujan tahunan. Hampir seluruh daerah di Propinsi Bali memiliki pola hujan seperti gambar diatas. Dari pola tersebut dapat dilihat pola perkembangan tanaman salak, dimana seperti yang disebutkan beberapa petani salak di Bali bahwa musim panen umumnya PebruariMaret, adalah merupakan akhir dari puncak musim hujan. Sedangkan musim berbunga adalah bulan Mei yang merupakan awal dari musim kering. Buah salak selalu tersedia di pasaran. Dalam setahun umumnya salak dipanen dua kali, yaitu bulan Pebruari-Maret yang merupakan panen raya, serta panen kedua yaitu enam bulan setelahnya. Perbedaan yang sangat nyata adalah ukuran buah saat panen raya cenderung lebih besar dari panen kedua, oleh karena itu umumnya para petani menyebut panen kedua sebagai panen “nyeladin” (“nyeladin”, bahasa bali yang berarti sisa diantara sela-sela). Kendala yang dijumpai oleh para petani umumnya adalah masalah klasik yaitu masalah dana. Petani juga tidak begitu menyadari perubahan iklim (awal dan akhir musim hujan), sehingga hasil yang diperoleh umumnya tidak maksimal. Peran penyuluh pertanian sangatlah penting dalam memberikan penyuluhan tentang iklim sehingga petani dapat lebih paham. Selama ini petani hanya mengandalkan sasih atau penanggalan Bali untuk memperkirakan musim hujan, musim kemarau atau musim peralihan.
16
DAFTAR PUSTAKA
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kebutuhan akan buah-buahan di Bali umumnya terus meningkat. Membanjirnya buah-buahan import semakin menenggelamkan buah-buahan lokal. Untuk itu pengembangan produksi buah lokal perlu diusahakan dengan cara membuka lahan perkebunan baru, dengan menganalisa kesesuaian agroklimat daerah bersangkutan. Dalam rangka pengembangan perkebunan buah Salak Bali, perlu dilihat beberapa faktor seperti keadaan penduduk, sarana dan prasarana di daerah bersangkutan, dan lain sebagainya. Wilayah rekomendasi pengembangan Salak Bali dengan kriteria kesesuaian sangat sesuai (S1) memiliki luas 1009.45 km2, untuk kesesuaian sesuai (S2) luas wilayahnya 556.43 km2, wilayah kurang sesuai (S3) seluas 903.96 km2, dan untuk wilayah yang tidak sesuai (N) luas wilayahnya 3194.13 km2. Halhal yang menjadi pembatas wilayah pengembangan perkebunan salak ini adalah pemukiman penduduk, lahan sawah serta hutan. Dari hasil analisa didapatkan wilayah yang sesuai untuk pengembangan Salak Bali lebih lanjut adalah Kabupaten Buleleng dan Jembrana, dimana selain wilayahnya sangat sesuai dari segi agroklimatnya, jumlah penduduknya juga cukup tinggi yang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Kedekatan dengan sarana transportasi atau jalan raya dapat memudahkan pengangkutan hasil produksi ke berbagai daerah. Sedangkan untuk irigasi atau pengairan dapat diusahakan dari beberapa aliran sungai yang melintasi wilayah tersebut. 5.2. Saran Dalam penelitian ini belum dikaji nilai ekonomi pembukaan lahan tersebut, disamping faktor-faktor lain yang juga perlu dikaji seperti sosial budaya, politik serta kebijakan daerah setempat.
Anonim. 1986. Melacak jenis-jenis salak yang paling enak. Trubus. 197 : 6-9. Balai
Informasi Pertanian. (1994-1995). Pembibitan Tanaman Salak. LIPTAN.Lembar Informasi Pertanian. Sumatera Barat.
Bey,
A.
1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Biro Perencanaan. 1997. Kriteria Kesesuaian Tanah dan Iklim Tanaman Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Handoko, 1993. Klimatologi Dasar: Landasan Pemahaman Fisik Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA – IPB. Haryati, H, Ahza, AB. 1981. Laporan survey salak. Paper disampaikan pada Seminar standarisasi dan Pengawasan Mutu Barang ke IV (Sayur-sayuran dan Buahbuahan). Direktorat Standarisasi, Normalisasi dan Pengendalian Mutu. Departemen Perdagangan dan Kooperasi, Jakarta. Kaslan, AT. 1967. Pedoman Bercocok Tanam. Jakarta. Balai Pustaka. Khomaruddin, MR. 1998. Pewilayahan Tanaman Mangga dan Jambu Mete di Sulawesi Tenggara. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan). Mahyar, UW. 1993. Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan Pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea. Bogor. Mogea, YP. 1980. The Flabellate-Leaved Species of Salacca (Palmae). Reinwardita 9 (4). pp. 461-479.
17
Mogea, YP. 1983. Three New Species of Salacca (Palmae) From Malay Peninsula. Herbarium Bogoriense, Bogor. Indonesia. Nazaruddin dan Kristiawati, R. 1992. 18 Varietas Salak. Budidaya, Prospek Bisnis dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Ochse, JJ. 1931. Fruit and Fruit Culture in the Dutch East Indies. G. Kolff & Co-Batavia-c. Ochse, JJ. 1961. Tropical and Subtropical Agriculture. Vol. 1. The MacMillan Company. New York. Schuiling, DL, Mogea, SP. 1991. Salacca zalacca (Gaertner) Voss. In: Verheij, EWM, Coronel, RE. (eds.) PROSEA No. 2 Edible fruits and nuts. Pudoc Wageningen. P :284-287. Setijati, S. 1978. Palem Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Soedijanto. 1978. Salak. Trubus. 105 : 243245. Soeseno, S. 1983. Buah-buahan di Kebun Rumah. PT. Kinta. Jakarta. Soemarsono, Moerbono, R. 1954. Biologi bunga salak. Hortikultura. 2 : 311. Soepraptono. 1954. Biologi bunga salak Bali. Hortikultura. 3 : 41-48.
Sulastri, S. 1986. Studi Kromosom Buah Salak. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sunarjono, HH. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Suter, I Ketut. 1988. Telaah Sifat Buah Salak Asal Bali Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Tohir, KM. 1981. Bercocok Tanam Buahbuahan. Pradnya Paramita. Jakarta. Widiyawati, F. 2005. Potensi Perkembangan Tanaman Jeruk (Citrus sp.) Berdasarkan Kesesuaian Iklim dan Tanah di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan). Wijana, Gede. 1990. Telaah Sifat Buah Salak Kultivar Gulapasir Sebagai Dasar Penggunaannya. Tesis. Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Yudo, P. 1984. Kutu salak yang jadi comblang. Tarik. Tahun III. 33 : 25-27.
Sudarmiyono. 1985. Cara baru mencangkok salak. Trubus. 185 : 226-228. Sudibyo, M. 1974. Sedikit Tentang Buah Salak (Salacca edulis) dan Masalah-masalahnya. Lembaga Penelitian Hortikultura, Pasarminggu. Jakarta. Sugihat, Y. 1973. Mempelajari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Manisan Salak (Salacca edulis Reinw.). Tesis. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian IPB, Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
18
Sumber : Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar
Stasiun di tiap Kabupaten di Propinsi Bali Nama Daerah Bajera Buruan Kerambitan Baturiti Candikuning Sidembunut Bangli Pengotan Catur Kembangsari Kintamani Klungkung Dawan Prapat Sampalan Tampaksiring Celuk Gianyar Singarata Ulakan/Manggis Amlapura Tista/Kahang2 Abang Besakih Kubu Melaya Palasari Tetelan Negara Rambutsiwi Pulukan Sumber Klampok Banyupoh Gerokgak Tukad Mungga Patas Sukasada Gitgit Bengkala Tejakula Wanagiri Ngurah Rai
Lintang 08° 30' 28" S 08° 27' 40" S 08° 30' 20" S 08° 19' 51" S 08° 15' 40" S 08° 26' 54" S 08° 27' 43" S 08° 18' 15" S 08° 13' 27" S 08° 10' 21" S 08° 14' 24" S 08° 31' 51" S 08° 24' 32" S 08° 40' 34" S 08° 40' 40" S 08° 29' 01" S 08° 36' 06" S 08° 32' 58" S 08° 24' 57" S 08° 30' 20" S 08° 24' 22" S 08° 21' 41" S 08° 23' 26" S 08° 22' 49" S 08° 15' 24" S 08° 16' 39" S 08° 15' 20" S 08° 17' 07" S 08° 11' 19" S 08° 24' 06" S 08° 24' 40" S 08° 10' 26" S 08° 08' 59" S 08° 11' 09" S 08° 08' 29" S 08° 12' 44" S 08° 08' 13" S 08° 12' 03" S 08° 06' 36" S 08° 07' 35" S 08° 14' 14" S 08° 45' S
Bujur 115° 01' 31" E 115° 08' 18" E 115° 04' 59" E 115° 11' 12" E 115° 09' 49" E 115° 22' 21" E 115° 21' 19" E 115° 21' 37" E 115° 14' 42" E 115° 15' 58" E 115° 19' 49" E 115° 24' 17" E 115° 26' 36" E 115° 29' 46" E 115° 32' 46" E 115° 17' 37" E 115° 15' 59" E 115° 19' 31" E 115° 25' 14" E 115° 30' 15" E 115° 36' 31" E 115° 36' 41" E 115° 35' 55" E 115° 26' 47" E 115° 34' 35" E 114° 30' 02" E 114° 32' 26" E 114° 30' 14" E 114° 26' 03" E 114° 46' 15" E 114° 49' 45" E 114° 29' 03" E 114° 41' 41" E 114° 47' 46" E 115° 03' 25" E 115° 47' 17" E 115° 06' 03" E 115° 08' 16" E 115° 10' 53" E 115° 20' 31" E 115° 08' 20" E 115° 10' E
Tinggi (mdpl) 139 400 190 888 1247 500 485 1148 1250 1000 1475 93 64 5 1 350 72 120 520 36 105 140 310 900 10 5 72 7 23,65 8 27 7 10 6 10 45 125 500 400 40 1350 3
Rentang Tahun 1987-2005 1983-2005 1982-2005 1981-2005 1974-2005 1979-2005 1978-2005 1979-2005 1983-2005 1983-2005 1983-2005 1971-2005 1984-2005 1987-2005 1978-2005 1984-2005 1972-2005 1976-2005 1984-2005 1984-2005 1984-2005 1983-2005 1980-2005 1976-2005 1982-2005 1992-2005 1961-2005 1982-2005 1990-2005 1975-2005 1970-2005 1983-2005 1982-2005 1978-2005 1983-2005 1967-2005 1980-2005 1993-2005 1983-2005 1981-2005 1989-2005 1974-2005
CH (mm/th) 2115 2602 2183 3142 2462 2253,2 2502,5 1992,1 2316,5 2554 1821,6 1893,9 1526,8 1227,2 899 2457 1570 1778 2665,5 1566,5 1590 2050,3 2023,4 3346,4 1310,9 1496 1756 1539 2072 1617 2177 1112,5 1254,9 1051,3 1094,8 1383,3 1373,2 3159,6 1344,7 1293,9 3159,5 1788,3
Suhu (°C) 26,2 24,6 25,9 21,7 19,5 24,0 24,1 20,1 19,5 21,0 18,2 26,4 26,6 27,0 27,0 24,9 26,6 26,3 23,9 26,8 26,4 25,8 25,1 21,6 26,9 27,0 26,6 27,0 26,9 27,0 26,8 27,0 26,9 27,0 26,9 26,7 26,3 24,0 24,6 26,8 18,9 27,0
Sumber : Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar
19
Jenis-jenis tanah beserta corak dan sifatnya Jenis tanah Aluvial Andosol Latosol Mediteran Regosol
Tekstur sedang agak halus halus agak halus agak kasar
Kedalamam tipis (< 0,5 m) tebal (1-2 m) tebal (1,5-10 m) tebal (1-2 m) sedang (0,75-1 m)
Bahaya erosi berat sangat berat ringan ringan-sedang berat
Produktifitas Hasil Panen tiap-tiap Kabupaten (kg/pohon) Kabupaten Buleleng Jembrana Tabanan Badung Denpasar Gianyar Bangli Klungkung Karangasem
Produktifitas (kg/pohon) 4,9 8,85 17,85 3,2 0 15,1 4,67 30,56 4,45
20
Lampiran 3. Peta lokasi titik stasiun pengamat suhu dan curah hujan di masing-masing kabupaten di Propinsi Bali.
21
Lampiran 4. Peta jenis tanah di Propinsi Bali. 22
Lampiran 5. Peta sebaran curah hujan rata-rata tahunan di Propinsi Bali.
23
Lampiran 6. Peta sebaran Suhu rata-rata tahunan di Propinsi Bali.
24
Lampiran 7. Peta kesesuaian ketinggian tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) di Propinsi Bali.
25
Lampiran 8. Peta kesesuaian tanah tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) di Propinsi Bali.
26
Lampiran 9. Peta kesesuaian iklim tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) di Propinsi Bali.
27
Lampiran 10. Peta kesesuaian iklim, tanah dan ketinggian (Agroklimat) tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) di Propinsi Bali.
28
Lampiran 11. Peta rekomendasi wilayah pengembangan tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) di Propinsi Bali.
29
Lampiran 12. Peta penggunaan lahan tahun 2000 di Propinsi Bali. 30
Lampiran 13. Peta pembukaan lahan (konversi) untuk tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) 31
Grafik Curah Hujan 246 255
Grafik Curah Hujan
167
150 75 26
50
14
11
3
11
Feb Mar
Apr May Jun
Jul
250
11
Aug Sep Oct
Grafik Curah Hujan
301
300
0 Jan
323
350
101 100
Nov Dec
Bulan
219
195
200
500
464 422
400
150 86
100
67 38
50
28
11
1
3
0
Grafik Curah Hujan
300
247
243
200
350
147
130
0 Jan
Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
100
Nov Dec
Bulan
57
37
29
15
10
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
15
250
0 Jan
Feb Mar
Bulan
288 282
300
Nov Dec
CH (mm)
181
200
CH (mm)
CH (mm)
250
CH (mm)
300
210 172
200
124
150
74
100
35
50
61 13
9
5
0
0 Jan
Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
Nov Dec
Bulan
Grafik Curah Hujan 700 600 300
604
225
231
CH (mm)
500 240
230 195
200
165
150
120 92
100
80
199
100
90
80
63
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
0
25
Jan
Feb Mar
Nov Dec
Bulan
0 Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
Nov Dec
Grafik Curah Hujan
Bulan 350
328
321 243
250
215
200
77
350
CH (mm)
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
Nov Dec
Bulan
120
82
Nov Dec
91
76 38
350
55
298 297
300 Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Bulan
Aug Sep Oct
Nov Dec
CH (mm)
Jan
246
250 200
148
150 100
373
142
120 66
49
54
Apr May Jun
Jul
304
56
34
31
50 320
303
0
258
Jan
Feb Mar
250
Aug Sep Oct
Nov Dec
Bulan
180
200
30
Grafik Curah Hujan 101
0
Grafik Curah Hujan
300
22
Aug Sep Oct
185
163
150
50
350
42
Jul
219
200
100
400
Apr May Jun
82
274
250
0 Feb Mar
Feb Mar
63
317
300
52
50 Jan
74
Grafik Curah Hujan
81
72
175
164
Bulan
150 76
272 237
226
163
100
373 391
Jan
277
300
146
150
95
100
58
57
Apr May Jun
Jul
50
40
57
0 Jan
Feb Mar
Aug Sep Oct
Grafik Curah Hujan
Nov Dec
Bulan
300 251
CH (mm)
250
Grafik Curah Hujan 500
196
200
159 129
150 100
434
113 64
50
400 CH (mm)
Feb Mar
CH (mm)
Jan
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
190
147
100
61 36
50
300
Grafik Curah Hujan
411
389
400
200
CH (mm)
CH (mm)
250
537 545
CH (mm)
Grafik Curah Hujan
47
29
12
8
9
30
0 Jan
333 285
300
Feb Mar
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
Nov Dec
Bulan
202 200
157
122 62
100
76
43
36
17
Apr May Jun
Jul
Aug Sep Oct
23
0 Jan
Feb Mar
Nov Dec
Bulan
Lampiran 14. Peta Daerah Prakiraan Musim Propinsi Bali dan Pola rata-rata curah hujannya
32
LABORATORIUM DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN IPB JL. MERANTI. KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR 16680, Telp (0251) 627792, Fax (0251) 629358
NAMA PENGIRIM ALAMAT PENGIRIM TANGGAL KIRIM pH 1;1 No. Lab
No. Lapang
LOKASI CONTOH JUMLAH CONTOH JENIS CONTOH
: I Made Dwi W : Bogor : 20 September 2006
H2O
KCl
walkley & Black
Kjeldhal
C-org
N-total
Bray l
P
HCl 25%
,,(%),,
,,(%),,
,,,,(ppm),,,,
N NH4OAc pH 7,0 Ca
Mg
K
Na
,,,,,(me/100g),,,,,
: P. Bali :4 : Tanah
N KCl KTK
KB ,,%,,
Al
0,05 N HCl H
,,(me/100g),,
Fe
Cu
Zn
Tekstur Mn
Pasir
,,,,,(ppm),,,,,
Debu
Liat
,,(%),,
Sidemen
25.9
17.0
Bebandem
35.7
34.2
30.1
Melaya
48.2
30.1
21.7
Pupuan
34.1
33.7
32.2
Lampiran 15. Form hasil uji tekstur tanah 33
57.1