Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
ANALISIS KARAKTERRITIK PERUSAHAAN DALAM MEMPREDIKSI LUAS UNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Rieslian Yunevida Setyono
[email protected]
Anang Subardjo Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to test and to analyze the company characteristic which consist of company’s size, company’s profile, profitability, leverage, and liquidity which is used in order to predict the CSR scope. The analysis technique is using Logistic Regressions because the independent variable is the mix between the continuous variable and category, while the dependent variable is a dummy variable. The company’s size is measured by using Log n (total asset), company’s profile is measured by classifying of the company’s high profile and low profile, profitability is measured by using Return On Asset, Leverage is measured by using Debt To Equity Ratio, and Liquidity is measured by using current ratio. The scope of CSR disclosure is measured by using Global Reporting Initiative (GRI) in 2006. The samples are 29 manufacturer companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2010-2012 and the number of analyzes units are 87. The samples are determined based on the purposive sampling technique by using the criteria which has been determined by the researcher. The research result shows that the profitability can be used to predict the disclosure of the CSR scope), while the company’s size, company’s profile, leverage, and liquidity cannot be used to predict the disclosure scope of CSR. it shows that the variables of the company’s size, profile, leverage, and liquidity have been assumed less relevant in disclosing of the CSR scope. Keywords: company’s size, company’s profile, leverage, liquidity, disclosure of the CSR scope. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis karakteristik perusahaan yang meliputi ukuran perusahaan, profil perusahaan, profitabilitas, leverage, dan likuiditas yang digunakan untuk memprediksi luas pengungkapan CSR. Teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Logistik sebab variabel independen merupakan campuran antara variabel kontinyu dan kategorial, sedangkan variabel dependen merupakan variabel dummy. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan Log n (total aset), profil perusahaan diukur dengan mengklasifikasikan perusahaan high profile dan low profile, profitabilitas diukur dengan menggunakan Return On Asset, leverage diukur dengan menggunakan Debt To Eqity Ratio, dan likuiditas diukur dengan menggunakan current ratio. Luas pengungkapan CSR diukur menggunakan Global Reporting Initiative (GRI) 2006. Sampel berjumlah 29 perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012 dan unit yang di analisis berjumlah 87. Sampel ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh penulis. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa profitabilitas dapat digunakan untuk memprediksi luas pengungkapan CSR, sedangkan ukuran perusahaan, profil perusahaan, leverage, dan likuiditas tidak dapat digunakan untuk memprediksi luas pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan, profil perusahaan, leverage, dan likuiditas diduga kurang relevan terhadap luas pengungkapan CSR. Kata kunci: ukuran perusahaan, pengungkapan CSR.
profil
perusahaan,
profitabilitas,
leverage,
likuiditas,
luas
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
2
PENDAHULUAN Permasalahan mengenai lingkungan di Indonesia saat ini menjadi perhatian tersendiri, terlebih lagi mengenai dampak yang diakibatkan oleh kegiatan operasional suatu perusahaan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem di sekitar perusahaan. Dalam menjalankan usahanya, perusahaan tidak terlepas dari lingkungan dan masyarakat sekitar, maka dari itu perusahaan mengharapkan respon yang baik dari lingkungan dan masyarakat sekitar. John Elkington (1197) dalam Purwanto (2011: 16) mengemukakan konsep Triple Bottom Line yang kemudian saat ini dihadapi oleh banyak perusahaan, yaitu profit, people, dan planet, sehingga perusahaan tidak hanya dituntut untuk mengejar laba (profit) yang maksimal semata, tetapi juga harus memperhatikan lingkungan (planet) dan masyarakat sekitar (people). Perilaku perusahaan seperti ini disebut juga sebagai tanggung jawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility yang selanjutnya akan disingkat menjadi CSR. Hadi (2011: 21) menyatakan bahwa keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila orientasi perusahaan seharusnya bergeser dari yang diorientasikan untuk shareholder (shareholder orientation) dengan berititik tolak pada ukuran kinerja ekonomi (economic orientation) semata, ke arah keseimbangan lingkungan dan masyarakat (community) dengan memperhitungkan dampak sosial (stakeholder orientation). Tuntutan akan pelaksanaan CSR ini tidak hanya ada di Indonesia saja, tetapi juga di dunia bisnis global. Indonesia telah mengatur pelaksanaan CSR ini dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dalam pasal 74 ayat 1 yang menyatakan bahwa PT yang menjalankan dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan serta Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 pasal 15 b tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pemerintah sebagai salah satu stakeholders, menuntut perusahaan untuk ikut andil dalam pengelolaan lingkungan dan masyarakat setelah diterbitkannya peraturan tersebut. Penelitian ini dimotivasi oleh faktor-faktor, yang pertama adalah dengan semakin banyak munculnya tren bagi perusahaan untuk berperilaku lebih etis dengan lebih memperhatikan faktor lingkungan dan sosial. Penelitian ini akan menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas ungkapan CSR. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu pada variabel yang digunakan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amalia (2013: 36), menggunakan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, dan ukuran dewan komisaris sebagai karakteristik perusahaan sedangkan karakteristik perusahaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profil perusahaan, profitabilitas, leverage, dan likuiditas. Keempat karakteristik tersebut yaitu ukuran perusahaan, profil perusahaan, dan profitabilitas merupakan sebagian karakteristik perusahaan yang digunakan oleh Sembiring (2005: 381) sebagai variabel penelitian, sedangkan satu karakteristik lainnya yaitu likuiditas merupakan salah satu karakteristik yang digunakan oleh Kamil dan Herusetya (2012: 3) sebagai variabel penelitian. Ukuran perusahaan digunakan unttuk menentukan apakah perusahaan dikategorikan ke dalam perusahaan berskala kecil atau berskala besar. Perusahaan berskala besar cenderung lebih banyak mengungkapan CSR daripada perusahaan berskala kecil. Selain itu, perusahaan berskala besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab perusahaan (Sembiring, 2005: 381). Profil perusahaan digunakan untuk membedakan apakah perusahaan termasuk ke dalam perusahaan high-profile atau low-profile, karena, perusahaan high-profile pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
3
masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan luas (Sari, 2012: 128). Menurut Heinze (1976) dalam Anggraini (2006: 10), profitabilitas menunjukkan seberapa besar kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan atau memperoleh keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Oleh sebab itu, profitabilitas digunakan sebagai salah satu variabel independen dalam penelitian ini. Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006: 3) menyatakan bahwa keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial akan diikuti oleh meningkatnya pengeluaran yang pada akhirnya menurunkan pendapatan. Peningkatan pengeluaran menyebabkan perusahaan akan membutuhkan lebih banyak dana. Dana tersebut dapat berasal dari hutang atau pinjaman kepada debtholders. Apabila dengan teori agensi maka manajemen dengan tingkat leverage tinggi akan mengurangi pengungkapan- pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan para debtholders. Oleh sebab itu, leverage digunakan sebagai salah satu variabel independen dalam penelitian ini. Likuiditas digunakan sebagai salah satu variabel penelitian ini karena menurut Kamil dan Herustya (2012: 3) perusahaan dengan likuiditas yang tinggi akan memberikan sinyal kepada perusahaan yang lain bahwa mereka lebih baik daripada perusahaan lain dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. Kedua, penelitian ini dimotivasi karena adanya penelitian sebelumnya yang terkait dengan ungkapan CSR yang masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang berhasil menemukan hubungan variabel ukuran perusahaan dengan luas ungkapan CSR antara lain Hasibuan (2001: 72) dan Sembiring (2005: 386), sedangkan Anggraini (2006: 14) tidak menemukan hubungan kedua variabel tersebut. Juholin (2004) dalam Yuliana et al., (2008: 253) membuktikan bahwa ada hubungan antara profil perusahaan dengan luas ungkapan CSR, sedangkan Hackston dan Milne (1996) dalam Sari (2012: 125) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh profil perusahaan terhadap luas ungkapan CSR. Lebih lanjut Fahrizqi (2010: 68) menemukan adanya hubungan antara profitabilitas dengan luas ungkapan CSR, sebaliknya Sembiring (2005: 386), Anggraini (2006: 14), serta Purwanto (2011: 27) tidak menemukan bukti adanya pengaruh profitabilitas terhadap luas ungkapan CSR. Variabel leverage dalam penelitian Cahya (2010: 58) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR, sedangkan penelitian oleh Sembiring (2005: 387) dan Anggraini (2006: 14) menunjukkan leverage tidak memiliki pengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Bukti bahwa likuiditas tidak memiliki pengaruh dengan luas ungkapan CSR ditunjukkan oleh Kamil dan Herusetya (2012: 10) dan Sutomo (2004: 65), berbeda dengan Syahrir dan Suhendara (2010: 14) yang menemukan adanya pengaruh likuiditas terhadap luas ungkapan CSR. Perbedaan hasil penelitian mungkin dapat dikarenakan oleh perbedaan periode, perbedaan objek penelitian, dan perbedaan proksi pengukuran variabel. Hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan menggunakan variabel ukuran perusahaan, profil perusahaan, profitabilitas, leverage, dan likuiditas sebagai proksi dari karakteristik perusahaan dengan menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2012 sebagai obyek penelitian. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Teori Stakeholders Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
4
pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya). Lembaga pemerhati lingkungan, paara pekerja perusahaan, kaum minoritas, dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan (Hadi, 2011: 93). Menurut Freeman dan Mc Vea (2001) dalam Fahrizqi (2010: 13), stakeholders merupakan setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan karakteristiknya, stakeholders dibagi menjadi dua, yaitu stakeholders primer dan stakeholders sekunder (Clarkson, 1995 dalam Fahrizqi, 2010: 13). Stakeholders primer adalah seorang atau kelompok yang tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, terdiri dari karyawan, investor, pemasok, dan konsumen. Stakeholders sekunder adalah mereka yang mempengaruhi atau dipengaruhi, namun mereka tidak berhubungan dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya, contohnya pemerintah. Berdasarkan pada teori stakeholders, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial kepada setiap kelompok atau individu yang dapat atau telah terpengaruh oleh kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan (Hoffman, 2007 dalam Purwanto, 2011: 14). Pelaksanaan CSR dapat menjadi salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholders perusahaan, sehingga keinginan para stakeholders dapat terakomodasi yang selanjutnya akan menghasilkan hubungan yang baik dan harmonis antara perusahaan dan stakeholdersnya. Dampak dari hubugan yang harmonis tersebut akan berakibat pada kelestarian atau keberlanjutan (sustainability) perusahaaan. Teori Legitimasi Hadi (2011: 87) menyatakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu, dapat dijadikan sebgai wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana perusahaan beroperasi atau berada. Legitimasi dapat pula dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas, ataupun sesuai dengan norma, nlai, kepercayaan, dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Rawi dan Muchlish, 2010). O’Donovan (2002) dalam Hadi (2011: 87) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk mempertahankan hidup (going concern). Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Hadi (2011: 91) menyatakan bahwa aktivitas organisasi perusahaan hendaknya sesuai dengan nilai sosial lingkungannya. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa terdapat dua dimensi agar perusahaan mendapat dukungan legitimasi, yaitu (1) aktivitas organisasi perusahaan hartus sesuai dengan sistem nilai di masyarakat; (2) pelaporan aktivitas perusahaan juga hendaknya mencerminkan nilai sosial. Carrol, A. dan Buchholtz (2003) dalam Hadi (2011: 92) menyatakan perkembangan tingkat kesadaran dan peradaban masyarakat membuka peluang meningkatnya tuntutan terhadap kesadaran kesehatan lingkungan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa legitimasi perusahaan dimana stakeholders dapat dilakukan dengan integritas pelaksanaan etika dalam berbisnis (business ethics integrity) serta meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan (social responsibility). Wibisono (2007) dalam Hadi (2011: 92) menyatakan bahwa tanggung
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
5
jawab sosial perusahaan (social rensponsibility) memiliki kemanfaatan untuk meningkatkan reputasi perusahaan, menjaga image dan strategi perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) Tanggung jawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) sedang hangat diperbincangkan karena dasarnya ide CSR adalah bagaimana perusahaan memberi perhatian kepada lingkungannya. Beberapa definisi dari CSR telah didefinisikan oleh beberapa pihak, seperti The World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) (2000) dalam Sari (2012: 127) menyatakan CSR adalah suatu komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika keprilakuan (behavioural ethics) dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Selain menghasilkan keuntungan, perusahaan harus membantu memecahkan masalah-masalah sosial terkait atau tidak perusahaan ikut menciptakan masalah tersebut bahkan jika disana tidak mungkin ada potensi keuntungan jangka pendek atau jangka panjang (Moir, 2001 dalam Fahrizqi 2010: 16). Darwin (2004) dalam Rawi dan Muchlish (2010) mendefinisikan CSR sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasai di bidang hukum. Konsep triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997 memberikan suatu terobosan besar bagi perkembangan CSR pada era tahun 1990-an hingga sekarang yang memasuki masa perkembangan globalisasi (Hadi, 2011: 56). Menurut Purwanto (2011: 16), Triple Bottom Line menjelaskan 3 elemen penting, yaitu 1) Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap profit, yaitu untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, 2) Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap people, yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, 3) Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap planet , yaitu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas alam serta lingkungan dimana persahaan tersebut beroperasi. Carrol (1999) dalam Purwanto (2011: 16) menyatakan CSR memuat komponenkomponen berikut : 1). Economic Responsibility (tanggung jawab ekonomi), perusahaan memiliki tanggung jawab dalam aspek ekonomi yang keberadaan perusahaan didasarkan pada tujuan untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan bagi para pemegang saham. Selain itu, perusahaan juga bertanggung jawab kepada kreditur yang menjamin bahwa perusahaan dapat mengembalikan pinjaman dan bunga yang mengikat perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan dalam aspek ekonomi mendominasi pelaksanaan tanggung jawab perusahaan kepada stakeholders. Ini dikarenakan tanggung jawab ekonomi merupakan prasyarat agar dapat melaksanakan tanggung jawab yang lain yaitu tanggung jawab, legal, etis, dan kemitraan. 2). Legal Responsibilities (tanggung jawab hukum), perusahaan sebagai bagian dari masyarakat memiliki kewajiban untuk memenuhi peraturan yang berlaku dan operasional perusahaan dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan perundangan. 3). Philanthropic Responsibilities (tanggung jawab filantropis), perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham tetapi juga kepada masyarakat dan lingkungan fisik sekitar perusahaan. Perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya berupa pemberian sejumlah fasilitas dan dana, tetapi juga adanya tanggung jawab perusahaan untuk memupuk kemandirian masyarakat sekitar tempat perusahaan beroperasi. 5). Ethical Responsibilities (tanggung jawab etis), perusahaan memiliki kewajiban untuk menyesuaikan aktivitas opsional yang dilakukan dengan norma sosial dan etika yang berlaku. Tanggung jawab etis bertujuan untuk memenuhi standar, norma, dan pengharapan stakeholders terhaadap perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
6
Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001: 15) menyatakan bahwa CSR dibagi menjadi 3 level sebagai berikut : 1). Basic Responsibilities (BR),pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahaan yang muncul karena keberadaan perusahaan. Misalnya, perusahaan harus membaayar pajak. Bila tanggung jawab ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius. 2). Organization Responsibilities (OR),pada level kedua ini menunjukkan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholders. 3). Sociental Responses (SR), pada level ketiga menunjukkan tahapan ketika ineraksi antar bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. Menurut Purwanto (2011: 17), pelaksanaan CSR dapat memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan, diantaranya mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha, membuka peluang pasar yang lebih luas, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, dan adanya peluang memperoleh penghargaan. Pengungkapan CSR Sari (2012: 128) menyatakan pengungkapan adalah pengeluaran informasi yang ditujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting, atau corporate social responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat serta keseluruhan (Sembiring, 2005: 381). Hendriksen (1997) dalam Purwanto (2011: 17) mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan yang dilakukan perusahaan dapat bersifat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan berrdasarkan pada peraturan atau standar tertentu dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Deegan (2002) dalam Purwanto (2011: 18) menyatakan beberapa alasan perusahaan melakukan pengungkapan sosial dan lingkungan, diantaranya adalah : 1) Keinginan untuk memenuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang; 2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi. Atas dasar alasan ini, praktik pengungkapan sosial memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang benar” dan alsan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama; 3) Keyakinan dalam proses akuntabilitas atau pertanggungjawaban untuk melaporkan. Artinya, manajer berkeyakinan bahwa orang memiliki hak yang tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi yang memuaskan dan manajer tidak peduli dengan cost yang diperlukan untuk menyajikan informasi tersebut; 4) Keinginan untuk memenuhi persyaratan peminjaman. Lembaga pemberi pinjaman, sebagai bagian dari kebijakan manajemen risiko mereka, cenderunh menghendaki peminjam untuk secara priodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja dan kebijaka sosial an lingkungannya; 5) Untuk memenuhi atau menyesuaikan dengan ekspektasi masyarakat; 6) Sebagai konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan; 7) Untuk me-manage kelompok stakeholders tertentu yang powerful; 8) Untuk menarik dana investasi; 9) Untuk mematuhi persyaratan industri tertentu. Sehingga terdapat tekanan tertentu untuk mematuhi aturan tersebut yang selanjutnya dapat mempengaruhi persyaratan pelaporan;
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
7
10) Untuk memenangkan penghargaan pelaporan tertentu. Hal ini memiliki implikasi positif terhadap reputasi perusahaan kepada stakeholders. Di Indonesia, pengungkapan CSR telah diatur dalam beberapa peraturan dan perundang-undangan. Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 66 ayat 1 menyatakan bahwa hal-hal yang harus dimuat dalam laporan tahunan perusahaan diantaranya adalah pelaporan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Pedoman pengungkapan pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (Revisi 2009) yang menunjukkan bahwa perusahaan yang ada di Indonesia diberikan suatu kebebasan dalam mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan (Purwanto, 2011: 18). Pengungkapan pertanggungjawaban sosial disebut juga dengan social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews dalam Sembiring, 2005: 381) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Gloutier dalam Purwanto (2011: 19) menyatakan bahwa tema pengungkapan pertanggungjawaban sosial terdiri dari tema Kemasyarakatan, Ketenagakerjaan, Produk dan Konsumen, dan Lingkungan Hidup. Pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan berguna dalam memberikan informasi berkaitan dengan praktir CSR perusahaan kepada pemegang saham (Purwanto, 2011: 19). Ukuran Perusahaan Sembiring (2005: 381) menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu, perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan yang besar memilik sumber daya yang besar, sehingga perusahaan perlu dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap (Fahrizqi, 2010: 28). Cowen et al. (1987) dalam Sembiring (2005: 385), secara teoretis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang sajam yang memerhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawa sosial perusahaan akan semakin luas. Penelitian terdahulu yang memiliki pengaruh signifikan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR diantaranya adalah Amalia (2013: 45), sementara Robert (1992) dalam Fahrizqi (2010: 28) tidak menemukan bukti bahwa besar kecilnya perusahaan mempengaruhi luasnya pengungkapan CSR. Profil Perusahaan Purwanto (2011: 19) menyatakan bahwa peneliti akuntansi tertarik untuk menguji pengungkapan sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe perusahaan, yaitu industri yang high-profile atau lowprofile. Sari (2012: 128) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan high-profile pada
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
8
umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan low-profile adalah perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya. Perusahaan yang memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dan mayarakat akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial. Apabila dikaitkan dengan teori legitimasi, hal ini dilakukan perusahaan untuk melegitimasi kegiatan operasinya dan menurunkan tekanan dari para aktivis sosial dan lingkungan. Sembiring (2005: 386) dan Anggraini (2006: 14) berhasil menemukan hubungan antara profil perusahaan dan pengungkapan CSR tersebut berpengaruh. Sebaliknya, Amalia (2013: 45) tidak menemukan pengaruh profil perusahaan terhadap pengungkapan CSR. Profitabilitas Menurut Heinze (1976) dalam Anggraini (2006: 10), profitabilitas menunjukkan seberapa besar kinerja keuangan dalam menghasilkan atau memperoleh keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, semakin besar pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan. Penelitian yang dilakukan Sari (2012: 136) berhasil menunjukkan adanya pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan CSR, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005: 386) menemukan hasil penelitian yang sebaliknya. Leverage Sari (2012: 129) menyatakan bahwa leverage mencerminkan risiko keuangan perusahaan karena dapat menggambarkan struktur modal perusahaan dan mengetahui resiko tak tertagihnya suatu utang. Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka perusahaan memiliki risiko keuangan yang tinggi sehingga menjadi sorotan dari para debtholders. Perusahaan dengan tingkat leverage tinggi cenderung ingin melaporkan laba bersih tinggi agar dapat mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian hutang. Belkaoi dan Karpik (1989) dalam Fahrizqi (2010: 30) menyatakan bahwa keputusan untuk mengungkapkan CSR akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Perusahaan dengan leverage yang tinggi mengakibatkan pengawasan yang tinggi oleh debtholders terhadap aktivitas perusahaan. Sesuai dengan teori agensi maka manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan para debtholders. Likuiditas Prasetya (2011:) menyatakan bahwa likuiditas menunjukkan nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) dapat menutupi hutang yang ada. Dapat dipahami bahwa rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang segera jatuh tempo dengan sumber daya jangka pendek yang dimiliki untuk memenuhi kewajiban tersebut. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendeknya. Likuiditas menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar lainnya dari sebuah perusahaan. Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan entitas untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
9
membayar semua fasilitas jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aset lancar yang tersedia (Kamil dan Herusetya, 2012: 4). Pengembangan Hipotesis Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Alasan lainnya adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya produksi informasi yang lebih rendah yang berkaitan dengan pengungkapan mereka atau biaya competitive disadvantage yang lebih rendah pula. Perusahaan yang tumbuh besar memiliki kewajiban yang lebih besar dalam memuaskan kebutuhan krediturnya terhadap informasi, dengan memberikan pengungkapan secara lebih terperinci pada laporan tahunannya (Rahajeng, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR. Pengaruh Profil Perusahaan Terhadap Pengungkapan CSR Hubungan antara profile perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dikaitkan dengan variasi dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Industri high-profile sebagai industri yang memiliki consumer vasibility, risiko politik yang tinggi, atau kompetisi yang tinggi akan lebih memperhatikan pertanggungjawaban sosialnya kepada masyarakat, karena hal ini akan meningkatkan citra perusahaan dan dapat mempengaruhi tingkat penjualan (Rahajeng, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Profil perusahaan berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan CSR Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahan (Fahrizqi, 2010: 39). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR. Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan CSR Scott (2000) dalam Fahrizqi (2010: 40) menyatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yag lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Leverage berpengaruh negatif terhadap luas ungkapan CSR.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
10
Pengaruh Likuiditas Terhadap Pengungkapan CSR Cooke, T.E (1991) dalam Rahajeng (2010) menunjukan bahwa kesehatan perusahaan yang ditunjukan dalam rasio likuiditas yang tinggi diharapkan berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. Hal ini didasarkan bahwa perusahaan yang secara keuangan sehat, kemungkinan akan lebih banyak mengungkapkan informasi dibanding dengan perusahaan yang likuiditasnya rendah. Sebaliknya apabila likuiditas dipandang oleh pasar sebagai ukuran kinerja, maka perusahaan yang memiliki rasio likuiditas rendah perlu mengungkapkan informasi yang lebih rinci untuk menjelaskan lemahnya kinerja dibanding dengan perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi (Rahajeng, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5 : Likuiditas berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan yang masih aktif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012; 2) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012; 3) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut tahun 2010-2012; 4) Perusahaan manufaktur yang menyajikan annual report selama 3 tahun pada periode 2010-2012; 5) Perusahaan manufaktur yang mengungkapkan CSR dalam annual report secara berturut-turut selama tahun 20102012; 6) Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangannya dengan mata uang Rupiah. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Ukuran Perusahaan Menurut Hackston dan Milne (1996) dalam Widyatmoko (2011: 29), ukuran perusahaan dapat diukur dengan jumlah karyawan, total aktiva, volume penjualan, atau peringkat indeks. Skala pengukuran untuk ukuran perusahaan dengan logaritma natural. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan, kemudian akan ditransformasikan dalam logaritma natural untuk menyamakan nilai dengan variabel lain dikarenakan total aktiva perusahaan nilainya relatif besar dibandingkan variabel-variabel lain dalam penelitian ini. Ukuran perusahaan = Log natural (total aset) b. Profil Perusahaan Profil perusahaan diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 1 untuk perusahaan high-profile dan nilai 0 untuk perusahaan low-profile. Perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori high-profile adalah perusahaan yang bergerak di bidang bahan kimia, plastik, kertas, otomotif, makanan dan minuman, rokok, farmasi, kosmetika dan perkakas/perabotan. Perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori lowprofile adalah perusahaan yang bergerak di bidang semen, keramik, logam, pakan hewan, kayu, mesin dan alat berat, tekstil, alas kaki, kabel dan elektronik (Sari, 2012: 128).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
11
c. Profitabilitas Variabel profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return On Asset (ROA). ROA adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan aktiva untuk mengukur tingkat pengembalian investasi total (Stoner dan Sirait 1994 dalam Cahya 2010). Rasio ini merupakan rasio yang terpenting untuk mengetahui profitabilitas suatuperusahaan. Return on asset (ROA) merupakan ukuran efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA juga merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini (Widyatmoko, 2011: 30). Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus : ROA =
Laba Sebelum Pajak Total Aset
x 100%
d. Leverage Leverage dapat diartikan sebagai tingkat ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam membiayai kegiatan operasinya, dengan demikian leverage juga mencerminkan tingkat resiko keuangan perusahaan, Sembiring (2005: 383). Dalam penelitian ini, leverage diukur dengan menggunakan Debt To Equity Ratio (DER) mengaplikasi penelitian yang telah dilakukan oleh Sari (2012: 132). Adapun pengukuruan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus: DER =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
x 100
e. Likuiditas Pengukuran likuiditas dalam penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng (2010), yakni dengan menggunakan Current Ratio. Rumus Current Ratio adalah sebagai berikut : Current Ratio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
x 100%
Variabel Dependen Luas Pengungkapan CSR Pengukuran pengungkapan CSR dalam penelitian ini adalah menggunakan indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI) tahun 2006 yang diperoleh dari www.globalreporting.org. Jumlah item pengungkapan menurut GRI adalah 79 item, meliputi indikator kinerja ekonomi (9 item), indikator kinerja lingkungan (30 item), indikator kinerja (14 item), hak asasi manusia (9 item), masyarakat (8 item), tanggung jawab produk (9 item). Rumus perhitungan CSRDI adalah sebagai berikut : ∑Xij --------79 Keterangan : CSRDIij : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan CSRDIj =
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
12
Xij : dummy variable ; 1 = jika item i diungkapkan; 0= jika item i tidak diungkapkan Dengan demikian , 0 ≤ CSRDIj ≤ 1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu Corporate Social Responsibility (CSRD), ukuran perusahaan, profil perusahaan, profitabilitas, leverage, dan likuiditas. Tabel 1 Statistik Deskriptif
CSRD UKURAN PROFIL PROFITABILITAS LEVERAGE LIKUIDITAS Valid N (listwise)
N 87 87 87 87 87 87 87
Descriptive Statistics Min. Max. 1.00 2.00 11.52 17.73 .00 1.00 -.16 .89 -10.34 20.20 .06 21.15
Mean 1.4943 14.6294 .8276 .1459 1.5009 1.4437
Std. Deviation .50287 1.46762 .37993 .16959 2.82565 2.38997
Sumber : Hasil Olah SPSS
Variabel CSRD (Corporate Social Responsibility Disclosure) memiliki nilai minimum sebesar 1.00%, nilai maksimum sebesar 2.00%, nilai rata-rata sebesar 1.4943, dan standar deviasi sebesar 0.50287%. Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 11.52%, nilai maksimum sebesar 17.73%, nilai rata-rata sebesar 14.6294%, dan standar deviasi sebesar 1.46762% Variabel profil perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 0.00%, nilai maksimum sebesar 1.00%, nilai rata-rata sebesar 0.8276%, dan standar deviasi sebesar 0.37993%. Variabel profitabilitas memiliki nilai minimum sebesar -0.16%, nilai maksimum sebesar 0.89%, nilai rata-rata sebesar 0.1459%, dan standar deviasi sebesar 0.16959%. Variabel leverage memiliki nilai minimum sebesar -10.34%, nilai maksimum sebesar 20.20%, nilai rata-rata sebesar 1.5009%, dan standar deviasi sebesar 2.82565%. Variabel likuiditas memiliki nilai minimum sebesar 0.06%, nilai maksimum sebesar 21.15%, nilai ratarata sebesar 1.4437%, dan standar deviasi sebesar 2,38997%. Menilai Kelayakan Model Penilaian kelayakan model regresi ini dilihat dari tabel Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test pada nilai chi-square. Penilaian kelayakan model regresi ini bertujuan untuk menguji apakah data empiris yang ada cocok atau sesuai dengan model, tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, maka didapat nilai statistik chi-square yang dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut :
Step 1 Sumber: Hasil Olah SPSS
Tabel 2 Hasil Uji Hosmer and Lemeshow Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df 9.479 8
Sig. .304
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya karena nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
13
lebih dari 0.05 yaitu 0.304 sehingga Goodness of Fit Test model baik karena dapat memprediksi nilai observasinya sehingga dapat dipakai untuk analisis selanjutnya. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) Untuk mengetahui apakah suatu model dikatakan fit atau tidak terhadap data maka dilakukan pengujian Overall Model Fit. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood, yaitu dengan membandingkan –2 log likelihood pada awal (block number = 0) dengan –2 log likelihood pada akhir (block number = 1). Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan maka didapat nilai keseluruhan model pada awal dan akhir yang dapat dilihat pada tabel 3 dan 4 sebagai berikut : Tabel 3 Nilai -2 Log likelihood Block 0: Beginning Block Iteration Historya,b,c Iteration
Coefficients Constant
-2 Log likelihood
1 2 Sumber: Hasil Olah SPSS Step 0
120.596 120.596
-.023 -.023
Tabel 4 Nilai -2 Log likelihood Block 1: Method = Enter Step -2 Log likelihood 1 96.456a Sumber: Hasil Olah SPSS
Model Summary Cox & Snell R Square .242
Nagelkerke R Square .323
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa nilai –2 log likelihood pada awal (block number = 0) adalah sebesar 120.596 dimana nilai ini lebih besar dari nilai –2 log likelihood pada akhir (block number = 1) yaitu sebesar 96.456 atau dengan kata lain mengalami penurunan sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini menunjukkan model yang baik.. Menilai Ketepatan Prediksi Ketepatan prediksi digunakan untuk mengetahui seberapa kuat kebenaran prediksi. Uji ketepatan prediksi ini dilihat pada Classification Table yaitu dengan melihat prosentase kebenaran secara keseluruhan. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan maka didapat nilai ketepatan prediksi pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5 Hasil Tabel Klasifikasi Classification Tablea Observed PENGUNGKAPAN RENDAH Step CSRD PENGUNGKAPAN 1 TINGGI Overall Percentage Sumber: Hasil Olah SPSS
Predicted CSRD PENGUNGKAPAN PENGUNGKAPAN RENDAH TINGGI
Percentage Correct
35
9
79.5
16
27
62.8 71.3
Pada tabel terdapat 43 perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR tinggi dan 44 perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR rendah. Dari 43 perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR tinggi hanya 27 perusahaan yang mampu diprediksi dengan tepat dan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
14
sisanya 16 perusahaan diprediksi dengan tidak tepat sehingga prosentase kebenaran untuk prediksi pengungkapan CSR tinggi adalah 27/43=0,628 atau 62,8%. Dari 44 perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR rendah hanya 35 perusahaan yang mampu diprediksi dengan tepat dan sisanya 9 perusahaan diprediksi dengan tidak tepat. Sehingga prosentase kebenaran untuk prediksi pengungkapan CSR rendah adalah 35/44=0,795 atau 79,5%. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) Besarnya koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R Square. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh tabel Nagelkerke R Square sebagai berikut : Tabel 6 Hasil Uji Nagelkerke R Square Model Summary Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square 1 96.456a .242 Sumber: Hasil Olah SPSS
Nagelkerke R Square .323
Dari tabel 6 diatas dapat dilihat nilai koefisien dari Nagelkerke R Square dalam penelitian ini adalah sebesar 0,323 atau 32,3%. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen pengungkapan CSR sebesar 32,3% sedangkan sisanya 67,7% dijelaskan oleh faktor lain diluar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Uji Hipotesis Pengujian Hipotesis 1, 2, 3, 4, dan 5 Pengujian koefisien regresi ini dapat dilihat pada tabel variable in the equation dengan melihat nilai signifikansi masing-masing variabel independen. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan maka didapat nilai signifikansi masing-masing variabel independen yang dapat dilihat pada tabel 7 , sebagai berikut : Ln
𝑪𝑺𝑹𝑫 𝟏−𝑪𝑺𝑹𝑫
Tabel 7 Hasil Analisis Regresi dengan Regresi Logistik = 1,750 + (-0,229) UKUR + (-0,234) PRFL + 11,960 PROF + 0,218 LEVR + (-0,024) LIKD + e............
UKURAN PROFIL PROFITABILITAS Step 1a LEVERAGE LIKUIDITAS Constant Sumber: Hasil Olah SPSS
Variables in the Equation B S.E. Wald -.229 .187 1.505 -.234 .660 .126 11.960 3.653 10.722 .218 .182 1.430 -.024 .224 .011 1.750 2.794 .392
df 1 1 1 1 1 1
Sig .220 .722 .001 .232 .916 .531
Exp(B) .795 .791 156421.504 1.243 .977 5.752
Hasil penelitian menunjukkan variabel ukuran perusahaan yang diukur dengan Log Natural (Total Aset) berdasarkan signifikansinya memiliki nilai signifikansi > 0.05, yaitu sebesar 0.220, sehingga variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Penelitian ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Sembiring (2005: 385) yang menemukan pengaruh ukuran perusahaan terhadap luas ungkapan CSR, namun penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ng (1985) dalam Hackston dan Milne (1996: 77) dan Anggraini (2006:14) yang tidak menemukan adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap luas CSR. Ini berarti meskipun perusahaan memiliki total aset yang tingi, belum dipastikan bahwa perusahaan tersebut mengungkapkan CSR dengan tinggi. Di lain sisi, perusahaan dengan total aset yang rendah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
15
tidak dapat dipastikan bahwa perusahaan tersebut mengungkapkan CSR dengan rendah. Dengan demikian hal ini tidak sesuai dengan pendapat Anggraini (2006: 9) yang menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung akan mengeluarkan biaya untuk pengungkapan informasi sosial yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui pelaporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat (Cahya, 2010: 56). Namun diduga perusahaan yang memliki ukuran perusahaan tinggi dalam penelitian ini tidak terlalu menghiraukan adanya resiko politis yang dapat mengakibatkan perusahaan dapat memperoleh tuntutan masyarakat di masa mendatang, sehingga mereka tidak terlalu fokus untuk mengungkapkan kepedulian sosial lingkungan melalui pelaporan keuangan. Penelitian ini juga tidak sependapat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Buzby (1975) dalam Hasibuan (2001: 19) yang menyatakan adanya dugaan bahwa perusahaan yang kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya dibanding perusahaan besar. Hal ini karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam Laporan Tahunan. Manajemen khawatir dengan mengungkapkan lebih banyak akan membahayakan posisi perusahaan terhadap kompetitor lain. Ketersediaan sumber daya dan dana membuat perusahaan merasa perlu membiayai penyediaan informasi untuk pertanggungjawaban sosialnya. Dalam penelitian ini perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan rendah bisa jadi lebih mengungkapkan CSR lebih luas daripada perusahaan dengan ukuran perusahaan tinggi. Diduga perusahaan dengan ukuran perusahaan rendah menyadari bahwa keuntungan dalam melakukan CSR tidak akan dirasakan dalam waktu singkat, namun akan sangat terasa keuntungannya di masa yang akan datang agar perusahaan tetap dapat terus berjalan kegiatan operasionalnya. Berdasarkan hasil olahan SPSS, nilai signifikansi profil perusahaan > (0.05), yaitu sebesar 0.722 maka H2 ditolak, sehingga profil perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2013: 45) yang tidak menemukan adanya pengaruh profil perusahaan terhadap luas ungkapan CSR, namun penelitian ini tidak mendukung penelitian Sembiring (2005: 386) yang menemukan adanya pengaruh profil perusahaan terhadap luas ungkapan CSR. Ini berarti klasifikasi perusahaan menjadi high-profile dan low-profile tidak memiliki pengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Industri yang high-profile yaitu industri yang memiliki visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi akan cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan industri yang low-profile. Penyebabnya adalah, perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri yang highprofile lebih banyak diawasi oleh pemerintah dibandingkan perusahaan yang termasuk dalam industri yang low profile (Anggraini, 2006:14). Sepertinya pendapat tersebut tidak sesuai dengan penelitian ini, meskipun perusahaan dikatakan termasuk perusahaan kategori high-profile, tidak dapat dipastikan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat luas pengungkapan yang tinggi, dan sebaliknya untuk perusahaan yang masuk kategori lowprofile, tidak dapat dipastikan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat luas pengungkapan rendah. Berdasarkan hasil olahan SPSS, profitabilitas memiliki nilai signifikansi < 0.05, yaitu sebesar 0.001 dan beta sebesar 11.960 yang bertanda positif menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang searah dengan luas ungkapan CSR. Hal ini berarti bahwa apabila profitabilitas mengalami kenaikan, maka luas ungkapan CSR juga akan mengalami kenaikan. Oleh sebab itu maka H3 diterima yang menyatakan bahwa
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
16
profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR dan menolak H 0. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menemukan adanya hubungan profitabilitas terhadap luas ungkapan CSR yang dilakukan oleh Fahrizqi (2010: 68), namun tidak mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Amalia (2013: 45), sebab tidak menemukan hubungan antara profitabilitas terhadap luas ungkapan CSR. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan tingkat ROA yang tinggi, perusahaan akan mengalokasikan dana tersebut untuk kegiatan sosial dan lingkungan sehingga tingkat pengungkapan CSR menjadi luas. Hasil penelitian ini mendukung teori agensi yang menyatakan bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan laba yang tinggi akan menjadi sorotan, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial (Sari, 2012: 136). Heinze (1976) dalam Sitepu (2009: 23) menyatakan bahwa dengan semakin tingginya tingkat profitabilitas perusahaan maka jumlah informasi sosial yang diungkapkan akan juga semakin besar. Penelitian ini juga sependapat dengan Grey et. al., (1995) dalam Amalia (2013: 40) yang menyatakan bahwa profitabilitas adalah faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan kepada pemegang saham program CSR secara lebih luas. Berdasarkan hasil olahan SPSS, nilai signifikansi leverage sebesar 0.232 sehingga > (0.05) maka H4 ditolak, oleh sebab itu leverage tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Variabel leverage yang diukur dengan menggunakan Debt to Equity Ratio, memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sembiring (2005: 387), Anggraini (2006: 14), dan Sari (2012: 136) yang tidak menemukan adanya pengaruh leverage terhadap luas ungkapan CSR, sedangkan tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cahya (2010: 58) yang menemukan adanya pengaruh leverage terhadap luas ungkapan CSR. Hal ini terjadi karena adanya kemungkinan bahwa untuk melakukan CSR tidak tergantung pada tingkat leverage, namun tergantung pada tingkat kepekaan perusahaan terhadap kepedulian sosial dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa meskipun jumlah utang perusahaan besar namun jika perusahaan memiliki kepedulian dan tanggung jawab yang besar terhadap lingkungan sosialnya maka perusahaan tersebut tetap melakukan CSR (Sari, 2012: 136). Pendapat lain dari Kokobu et. al., (2001) dalam Sembiring (2005: 387) menyatakan bahwa adanya hubungan yang baik antara perusahaan dengan debtholders yang mengakibatkan debtholder tidak terlalu memperhatikan leverage perusahaan diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya pengaruh leverage terhadap CSR. Berdasarkan hasil olahan SPSS, nilai signifikansi likuiditas sebesar 0.916 sehingga > (0,05) maka H5 ditolak, oleh sebab itu likuiditas tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Hasil penelitian ini sependapat dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutomo (2004: 65) yang tidak menemukan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR. Namun, berbeda pendapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahrir dan Suhendra (2010: 14) yang menemukan adanya hubungan likuiditas terhadap luas ungkapan CSR. Secara finansial, perusahaan yang kuat akan lebih mengungkapkan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang kemampuan finansialnya lemah. Hal ini didukung oleh pernyataan Cooke (1989) dalam Prasetya (2011) yang menyatakan bahwa kondisi perusahaan yang sehat, yang antara lain ditunjukkan dengan tingkat likuiditas yang tinggi, berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. Namun sepertinya pendapat tersebut tidak mendukung penelitian ini. Alasannya adalah, perusahaan yang secara sehat keuanganya tidak lebih banyak mengungkapkan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang kondisi keuangannya jelek, dan kurang adaya perhatian dari pihak
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
17
stakeholder yang berkepentingan terhadap informasi keuangan sehingga kurang memperhitungkan kualitas likuiditas perusahaan, akibatnya tidak mempengaruhi luas pengungkapan sukarela (Sutomo, 2004: 65). SIMPULAN DAN KETERBATASAN SIMPULAN Dari hasil analisis data yang menggunakan regresi logistik, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR sehingga besar kecilnya suatu perusahaan di dalam penelitian ini yang diproksikan dengan log natural (total aset), tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap luas ungkapan CSR. Perusahaan besar belum tentu memiliki luas pengungkapan CSR yang tinggi, dan sebaliknya. Heinze (1976) dalam Sitepu (2009: 23) menyatakan bahwa dengan semakin tingginya tingkat profitabilitas perusahaan maka jumlah informasi sosial yang diungkapkan akan juga semakin besar; (2) Profil perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR dengan demikian jenis industri yang dijalankan oleh perusahaan tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap luas ungkapan CSR. Meskipun perusahaan termasuk kategori high-profile, perusahaan belum tentu mengungkapkan CSR-nya secara luas, dan sebaliknya; (3) Profitabilitas berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR sehingga perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung memberikan pengungkapan CSR yang semakin besar. Hal ini mendukung pendapat Heinze (1976), dalam Sitepu (2009: 23), yang menyatakan bahwa dengan semakin tingginya tingkat profitabilitas perusahaan maka jumlah informasi sosial yang diungkapkan akan juga semakin besar dan sependapat dengan hasil penelitian dari Fahrizqi (2010: 68) yang menemukan adanya pengaruh profitabilitas terhadap luas ungkapan CSR; (4) Leverage tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR sehingga besar kecilnya rasio leverage suatu perusahaan tidak mempengaruhi luas ungkapan CSR yang dilakukan perusahaan. Perusahaan dengan leverage tinggi akan menjadi sorotan debtholders, namun tidak akan menghentikan praktik tanggung jawab sosialnya, sebab perusahaan memiliki komitmen untuk tetap melakukan CSR, selain itu sorotan terhadap leverage perusahaan dari debtholders akan menjadi berkurang karena adanya hubungan yang sudah terjalin baik antara perusahaan dan debtholders; (5) Likuiditas tidak berpengaruh terhadap luas ungkapan CSR alasan yang mendasari adalah kurang adaya perhatian dari pihak stakeholder yang berkepentingan terhadap informasi keuangan sehingga kurang memperhitungkan kualitas likuiditas perusahaan, akibatnya tidak mempengaruhi luas pengungkapan sukarela (Sutomo, 2004: 65). KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang sekaligus dapat menjadi arah bagi penelitian selanjutnya. Keterbatasan tersebut diantaranya adalah: (1) Indeks GRI Tahun 2006 yang digunakan sebagai proksi dari luas ungkapan CSR dirasa kurang tepat dalam penelitian ini, sebab sampel yang digunakan adalah perusahaan go public sehingga diperolah hasil bahwa masih banyak perusahaan go public yang belum mengungkapkan CSR secara penuh; (2) Terdapat unsur subyektifitas dalam menentukan indeks pengungkapan CSR, sebab belum adanya ketentuan baku yang dapat dijadikan acuan sehingga penentuan indeks untuk indikator dalam kategori yang sama dapat berbeda untuk masing-masing penulis; (3) Penelitian ini hanya menggunakan 5 variabel untuk memprediksi pengungkapan CSR karena keterbatasan waktu penelitian; (4) Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, sehingga tidak dapat mewakili kondisi seluruh perusahaan; (5) Penelitian ini hanya menggunakan annual report untuk memperoleh data terkait pengungkapan CSR.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
18
DAFTAR PUSTAKA Amalia, D. 2013. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility di Bursa Efek Indonesia. Media Riset Akuntansi Vol 3 No 1:34-47. Anggraini, Fr. R. R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang 23-26:1-21. Cahya, B.A. 2010. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. CSR Indonesia. www.csrindonesia.com. 3 September 2013 (12:09). Fahrizqi, A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Corporate Social Responsibility dalam Laporan Tahunan Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Global Reporting Initiative. GRI Sustainability Reporting Guidelines G3. www.globalreporting.org. 03 September 2013 (19:35). Hackston, N., dan M. J. Milne. 1996. Some Determinants of Social and Environment Disclosure in New Zealand Companies. Accounting, Auditing, and Accountability Journal Vol 9 no 1: 77108. Hadi, N. 2011. Corporate Social Responsibility. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hasibuan, M.R. 2001. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) dalam Laporan Tahunan Emiten di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Kamil, A. dan A. Herusetya. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Luas Pngungkapan Kegiatan Corporate Social Responsibility. Media Riset Akuntansi Vol 2 No 1:1-17. Prasetya, D.I. 2011. Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, dan Profitabilitas terhadap Mandatory Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2009). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Purwanto, A. 2011. Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, terhadap Corporate Social Responsibility. Jurnal Akuntansi dan Auditing 8 (1): 1 -94. Rahajeng, R.G. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Rawi dan M. Muchlis. 2010. Kepemlikan Manajemen, Kepemilikan Institusi, Leverage dan Corporate Social Responsibility. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto. Sari, R.A. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Nominal / Vol 1 No 1:124-140. Sembiring, E.R. 2005. Karakterisitik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo. 15-16 September: 379-395. Sitepu, A.C. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sutomo, I. 2004. Pengaruh Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Karakteristik Perusahaan terhadap Luas Pengungkapan Sukarela pada Laporan Tahunan Perusahaan. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Syahrir, R.K dan Suhendra S. 2010. The Effect of Company Characteristic to Disclosure Fittings of Miscellanous Industry. Tesis. Universitas Gunadharma. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Widyatmoko, R. 2011. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Laporan Tanggung Jawab Sosial (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Yuliana, R., B. Purnomosidhi, E.G. Sukoharsono. 2008. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibiliy (CSR) dan Dampaknya Terhadap Reaksi Investor. Jurnal Akutansi dan Keuangan Indonesia Vol 5 No 2:245276.
●●●