ANALISIS KARAKTERISTIK DAN PENINGKATAN STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN (CAED)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Magister, Program Studi Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN MULIAWAN NIM 0891561017
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
ii
iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis
TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 9 AGUSTUS 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 1394/UN.14.4/HK/2011 Tanggal : 3 Agustus 2011
Ketua
: Ir. I Nyoman Arya Thanaya,ME, Ph.D
Anggota
: 1. 2. 3. 4.
Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, MSc, Ph.D Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc. I Putu Alit Suthanaya,ST, MEngSc, Ph.D
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas asung kertha wara nugraha-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D selaku Pembimbing I dan Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magistter Teknik Sipil Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Koordinator Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP, Rektor Universitas Warmadewa Denpasar Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE, MS dan Dekan Fakultas Teknik Univeritas Warmadewa Denpasar Ir. I Gst. Made S. Diarsa, MT atas ijin
v
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT, Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc, dan I Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pendidikan Nasional melalui Tim Managemen Doktor yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada para dosen dan pegawai yang telah membantu dan membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Magister Teknik Sipil. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Bali Ir. Dewa Putu Puniasa, MT, Kepala UPT Ubung Ir. Putu Susrama beserta staff atas ijin pemakaian Laboratorium dalam penelitian penulis. Tidak lupa pula ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Ir. Gst. Nyoman Putra Wijaya, MT beserta staff Sarana Beton Perkasa di Desa Saba Gianyar atas bantuannya menyiapkan bahan agregat, Nusakti Yasa Wedha, ST, MT yang membantu pengadaan bahan Aspal Emulsi Produksi PT. Triasindomix, Ir. A.A. Gede Sumanjaya,MT yang telah memberikan dorongan semangat, serta mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unwar atas bantuannya dalam penelitian di Laboratorium Ubung.
vi
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta Drh. Mippy Sadarukmi Winten, serta anak-anak Wayan Angga Kesuma Muliawan, Made Sani Damayanthi Muliawan tersayang, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan penulis dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan diri penulis. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pemegang keputusan dalam pembangunan pada waktu yang akan datang.
Denpasar, 9 Agustus 2011 Penulis,
vii
ABSTRAK
Penelitian tentang penggunaan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) di Indonesia dan di Bali masih sangat kurang. Hal ini dapat diketahui masih sedikitnya peneliti yang mengadakan penelitian dengan bahan aspal emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Kadar Aspal Residu Optimum Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) dengan mempergunakan agregat lokal dari wilayah Gesing Selat Karangasem dan Karakteristiknya serta menganalisis peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi Dingin tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen sesuai spesifikasi Bina Marga. Campuran Aspal Emulsi Dingin mempergunakan proporsi agregat bergradasi rapat dengan variasi kadar aspal residu 6,0 %, 6,5%, 7%, 7,5%,dan 8% . Variasi penambahan semen dilakukan setelah Kadar Aspal Residu Optimum ditetapkan, tanpa semen dan dengan 2 % semen dikondisikan dalam suhu ruang dan full curing. Proses pembuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin dimulai dari persiapan bahan, mengayak bahan, menguji karakteristik agregat, mengestimasi Kadar Aspal Emulsi awal, pembuatan proporsi campuran, tes penyelimutan, penentuan enersi pemadatan, penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO), pengujian campuran untuk variasi penambahan semen (0 % dan 2 %), waktu curing 3, 6, 9, dan 12 hari dan full curing. Uji statistik dilakukan hanya pada peningkatan stabilitas terhadap variasi penambahan 2 % semen dan tanpa penambahan semen. Hasil penelitian seperti berikut: enersi pemadatan 2x75 tumbukan, kadar air untuk penyelimutan 5 %, Kadar Aspal Emulsi Residu Optimum sebesar 7 % yang memberikan nilai stabilitas 446 kg, porositas (VIM) 8,06 %, penyerapan air 2,22 %, TFA 19,87 µm, VMA 26,29 % ,VFB 69,513 %,dan kelelehan 4,5 mm. Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil yang terbaik terhadap peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan semen dan penambahan 2 % semen. Sementara untuk perbandingan stabilitas tanpa penambahan semen dan penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari. Kata Kunci: campuran dingin, aspal emulsi, stabilitas, porositas, semen
viii
ABSTRACT
Research on the use of Cold Asphalt Emulsion Mixture (CAEM) in Indonesia and Bali is still limited. This is known due to the fact that only few researchers conduct research utilizing asphalt emulsion. This research aims at determining the Optimum Residual Asphalt (ORAC) and the characteristics of the mixture at its ORAC, and to analyze the increase of stability (strength) of the CAEM using local aggregates from Gesing Selat of region Karangasem without cement and with 2 % added cement, in line with Bina Marga specifications. The CAEM investigated use proportioned dense grade aggregate, with variation of residual asphalt content at 6.0 %, 6.5%, 7%, 7.5%, and 8%. Variations of addition of cements was carried out after the determination of ORAC i.e. without added cement and with 2 % added cement. The samples were conditioned at room temperature and at full curing condition. The production of CAEM was started from preparation, sieving material, testing of aggregate properties, estimating initial asphalt emulsion content, preparing proportion of mixture, coating test, determination of compaction effort, determination of ORAC, testing of samples without and with 2 % added cement, cured at 3, 6, 9 and 12 days, and at full curing condition. Statistical analysis was done on the increase of stability without and with 2 % added cement. The investigation give the following results: compaction energy of 2x75 blows, 5 % water content for the coating test, ORAC of 7 % gives: 446 kg Stability, 8.06% Void in Mixture (VIM), 2.22% Water Absorption, 19.87 μm Asphalt Film Thickness, 26.29% Void in Mineral Aggregate, 69.513% Void Filled with Bitumen, 4.5 mm Flow, and 92,53% Retained Stability. Having compared mean, standard deviation and t values, 3 to 6 days of curing time produced the best increase toward CAEM stability including with and without 2 % added cement. Meanwhile, for a comparison between with and without 2 % added cement, 12 days of curing time would be the best for CAEM stability. Keywords: Cold mixed, asphalt emulsion, stability, porosity, cement
ix
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .................................................................................................
i
PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................
v
ABSTRAK .............................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI...........................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi DAFTAR ISTILAH ................................................................................................xxiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xxv BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................... Rumusan Masalah ..................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................... Batasan Masalah dan Ruang Lingkup.......................................................
1 6 6 7 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)................................................. 9 2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) .................. 10 2.3
Agregat ....................................................................................................... 10 2.3.1.
Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya .................. 11
2.3.2. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya ............ 12 2.3.3.
Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya ................... 13
2.4
Sifat Agregat ............................................................................................. 14
2.5
Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat ............................................ 20
2.6
Aspal ......................................................................................................... 21 2.6.1
Jenis Aspal ................................................................................. 21
x
2.7
2.6.2
Pengujian Aspal Cair ................................................................. 31
2.6.3
Sifat Aspal .................................................................................. 32
Prosedur Desain Campuran Aspal Dingin(CAED)................................... 33 2.7.1
Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat .................... 33
2.7.2.
Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal ........................................... 34
2.7.3
Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 34
2.7.4
Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan ........... 35
2.7.5
Variasi Kadar Aspal Residu ....................................................... 38
2.7.6
Curing Spesimen ........................................................................ 38
2.7.7
Pengujian Modifikasi Marshall .................................................. 39
2.7.8
Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum ................................. 39
2.7.9
Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees) ......... 40
2.7.10
Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability) ........................... 40
2.7.11
Kekuatan Ultimit CAED ............................................................ 40
2.8
Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) ............................. 40
2.9
Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) ................................ 42
2.10
Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain ................................................. 43
2.11
Kinerja CAED ........................................................................................... 44
2.12
Statistik Inferensi Uji T............................................................................. 47 2.12.1
Uji Hipotesis .............................................................................. 49
2.12.2
Paired Sample t-Test ................................................................. 50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 51 3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 51 3.2.1 3.3 3.4 3.5
Bahan ......................................................................................... 51
3.2.2 Alat ............................................................................................. Langkah-Langkah Penelitian .................................................................... Metode Curing di Dalam Ruang .............................................................. Pengujian Laboratorium............................................................................
51 52 54 54
3.5.1
Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler ... 55
3.5.2
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar .......... 56
3.5.3
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus .......... 58
3.5.4
Pemeriksaan Berat Jenis Filler ................................................... 61
xi
3.5.5
Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi) .................................... 62
3.5.6
Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test) .................................. 63
3.5.7
Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung ...................................... 65
3.5.8
Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent)...... 66
3.6
3.5.9 Pemeriksaan Kadar Aspal Residu .............................................. 67 Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM
3.7
Type V .......................................................................................... 67 Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi ..................................................... 68
3.10
3.8
Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 69
3.9
Perhitungan Kebutuhan Aspal .................................................. 69
Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode Modifikasi Marshall ................................................................................. 70 3.10.1
Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin ............ 70
3.10.2
Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode Modifikasi Marshall .................................................................. 72
3.11
Uji Statistik dengan Paired Sample t-Test ............................................... 74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pemeriksaan Agregat ................................................................................ 78 4.1.1
Pengayakan Agregat .................................................................. 78
4.1.2
Berat Jenis Agregat .................................................................... 78
4.1.3
Penyerapan Agregat ................................................................... 79
4.1.4
Keausan Agregat ........................................................................ 79
4.1.5
Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) ........................... 79
4.1.6
Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test) ........................ 80
4.1.7
Kadar Lumpur/Lempung ........................................................... 80
4.2
Proporsi Agregat ....................................................................................... 81
4.3
Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ............................................ 82
4.4
Estimasi Kadar Aspal Emulsi ................................................................... 82
4.5
Test Penyelimutan(Coating Test) ............................................................. 83
4.6
Menentukan Enersi Pemadatan ................................................................. 84
4.7
Menentukan Kadar Aspal Emulsi Optimum(KARO) ............................... 85
4.8
Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa ......................................................... 94
xii
4.9
Variasi Kadar Semen ................................................................................ 95 4.9.1 Hasil Uji Paired Samples t ............................................................. 97
4.10
Pengujian dalam Kondisi Full Curing ......................................................102
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1
Simpulan ...................................................................................................105
5.2
Saran .........................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................107 LAMPIRAN...........................................................................................................109
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat Untuk Penentuan SG ............ 18 Gambar 2.2
Mekanisme Penggabungan dan Pelekatan Aspal Emulsi ke Permukaan Agregat ......................................................................... 26
Gambar 2.3 Ilustrasi Skematis Potensi Zeta ......................................................... 29 Gambar 2.4 Contoh Penentuan KARO ................................................................. 39 Gambar 2.5 Peningkatan Kekuatan CAED ........................................................... 44 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 53 Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang .................................................................... 54 Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2%,3%,4%,5%,dan 6 % ...... 84 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas ..... 86 Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas ...... 87 Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas ..... 88 Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VMA ........... 89 Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VFB ............ 90 Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air ................................................................................. 91 Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan TFA ............ 92 Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan .... 93 Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ........................ 94 Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing ........... 96 Gambar H.1 Saringan yang Dipakai untuk Menentukan Gradasi Agregat ...........177 Gambar H.2 Agregat Digoreng untuk Mempermudah Pengayakan .....................177 Gambar H.3 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.4 ...........178 Gambar H.4 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.8 ...........178 Gambar H.5 Aspal Emulsi Baru Dituangkan dari Drum dan Sudah Diaduk di dalam Jerigen ..............................................................................179 Gambar H.6 Aspal Emulsi Setelah Diaduk Merata, Tidak Ada yang Menggumpal ...................................................................................179
xiv
Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu Dioven pada Suhu 100oC selama 24 Jam Sebelum Dicampur ......................................180 Gambar H.8 Persiapan Bahan Sesui Ukuran Sebelum Ditimbang Sesuai Proporsinya .....................................................................................180 Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4, 5,6 % dan Kadar Aspal esidu Awal 7 % Total Campuran ..............181 Gambar H.10 Alat untuk Memadatkan Sampel dengan Jumlah Tumbukan 2x50, 2x75, dan 2x2x75 ...............................................................181 Gambar H.11 Sampel Dicuring di dalam Cetakan Ditempatkan diatas Pasir dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC)...............................182 Gambar H.12 Sampel Siap Dikeluarkan dengan Alat Extruder ...........................182 Gambar H.13 Sampel Setelah Dikeluarkan dari Cetakan dan Dicuring Dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC) ............................183 Gambar H.14 Pengukuran Tinggi Sampel untuk Menentukan Volumenya .........183 Gambar H.15 Sampel Direndam Setengah Bagian Selama 24 Jam dan Dibalik Lalu Direndam Selama 24 Jam .....................................................184 Gambar H.16 Sampel Direndam Dalam Air Bath Selama 30 – 40 Menit pada Suhu 60oC .............................................................................184 Gambar H.17 Pengujian Nilai Stabilitas Marshal dan Kelelehan (Flow) Sampel ...........................................................................................185
xv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi ..................................................................... 30 Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi ................................................................... 31 Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) ........................ 41 Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR ................................................... 42 Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) .......................... 43 Tabel 2.6
Data Spesifikasi CAED ..................................................................... 43
Tabel 4.1
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat ........................................... 81
Tabel 4.2
Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ........................ 82
Tabel 4.3
Stabilitas Marshal Rendaman dan Porositas Terhadap Enersi Pemadatan .......................................................................................... 84
Tabel 4.4
Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin ......................... 93
Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED Sesuai Waktu Curing ....... 96 Tabel 4.6 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 ke 6 Hari)................................ 98 Tabel 4.7 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 ke 9 Hari)................................ 99 Tabel 4.8 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 ke 12 Hari)..............................100 Tabel 4.9 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 Hari) .......................................100 Tabel 4.10 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 Hari) .......................................101 Tabel 4.11 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 Hari) .......................................101 Tabel 4.12 Paired Sample Test (Waktu Curing 12 Hari) .....................................102 Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen ..................103 Tabel A.1 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Kasar .........................111 Tabel A.2 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Halus .........................112 Tabel A.3 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Abu Batu (Filler)....................113 Tabel A.4 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar/Batu Pecah Asal Daerah Gesing Karangasem ...............................................................114 Tabel A.5 Pemeriksaan Sand Equivalent Agregat Halus....................................115 Tabel A.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar ...............116 Tabel A.7 Pemeriksaan Soundness Agregat Kasar Eks Daerah Gesing
xvi
Karangasem........................................................................................117 Tabel B.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 2 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk Sampel Penyelimutan.........................................................................118 Tabel B.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 3 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk Sampel Penyelimutan.........................................................................118 Tabel B.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 4 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk Sampel Penyelimutan.........................................................................119 Tabel B.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk Sampel Penyelimutan.........................................................................119 Tabel B.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 6 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk Sampel Penyelimutan.........................................................................120 Tabel C.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1200 gram) untuk Menentukan Enersi Pemadatan ..........................................................121 Tabel C.2 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi Pemadatan 2x50 .................................................................................122 Tabel C.3 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi Pemadatan 2x75 .................................................................................122 Tabel C.4 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi Pemadatan 2x2x75 .............................................................................122 Tabel C.5 Perhitungan Berat Jenis CAED dengan Kadar spal Residu 7 % terhadap Total Campuran ...................................................................123 Tabel C.6 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................124 Tabel C.7 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................125 Tabel C.8 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................125
xvii
Tabel C.9 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................125 Tabel C.10 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................126 Tabel C.11 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................126 Tabel C.12 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................126 Tabel D.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 6 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............127 Tabel D.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 6,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............127 Tabel D.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............128 Tabel D.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 7,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............128 Tabel D.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu Awal 8 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............129 Tabel D.6 Hasil Pengukuran dan Penimbangan CAED untuk Menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ............................................130 Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall CAED untuk Menentukan KARO ................................................................................................131 Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Stabilitas untuk Membuat Grafik .................................................................................................132 Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Flow untuk Membuat Grafik ....133 Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................134 Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Kadar Air pada Saat Testing untuk Membuat Grafik ..........................................................135 Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................136 Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............136 Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................136 Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............137
xviii
Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................137 Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................137 Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............138 Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................138 Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............139 Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................139 Tabel D.22 Specific Grafity of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60) .................140 Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED untuk Kadar Aspal Residu 6 % ..........................................................141 Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .......................................................141 Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED untuk Kadar Aspal Residu 7 % ..........................................................142 Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .......................................................142 Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED untuk Kadar Aspal Residu 8 % ..........................................................143 Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Densitas(Kepadatan) untuk Membuat Grafik .......................................................................144 Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Porositas untuk Membuat Grafik .................................................................................................145 Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air untuk Membuat Grafik .................................................................................146 Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6 % untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147 Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6,5 % untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147 Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7 % untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148 Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7,5 % untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148
xix
Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 8 % untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................149 Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void in Mineral Aggregate untuk Menentukan Grafik .................................................................150 Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void Filled Bitumen untuk Menentukan Grafik .................................................................151 Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat .....................................152 Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal untuk Bervariasi Kadar Aspal Residu ......................................................................................153 Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar Air 5 % Tanpa Penambahan Semen terhadap Total Campuran (1000 gram) ......................................................................154 Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar Air 5 % dengan Penambahan Semen 2 % terhadap Total Campuran (1000 gram) ......................................................................154 Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 3 Hari ...................................................155 Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan Semen 2 % dengan Lama Curing 3 Hari ...........................................155 Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 6 Hari ...................................................155 Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan Semen 2 % dengan Lama Curing 6Hari ............................................156 Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 9 Hari ...................................................156 Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan Semen 2 % dengan Lama Curing 9 Hari ...........................................156 Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 12 Hari .................................................157 Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan Semen 2 % dengan Lama Curing 12 Hari .........................................157
xx
Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan dan dengan Penambahan 2 % Semen ................158 Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Flow Tanpa Penambahan dan dengan Penambahan 2 % Semen.................................................159 Tabel E.13 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing 3 Hari .................................................................................................160 Tabel E.14 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing 6 Hari .................................................................................................161 Tabel E.15 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing 9 Hari .................................................................................................162 Tabel E.16 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing 12 Hari ...............................................................................................163 Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % antara waktu Curing 3 dan 6 Hari ......................................................164 Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % antara waktu Curing 6 dan 9 Hari ......................................................165 Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % antara waktu Curing 9 dan 12 Hari ....................................................166 Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing ................................................................167 Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing ................................................................167 Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing Tanpa Penambahan Semen ............................................168 Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi
xxi
Full Curing dengan Penambahan 2 % Semen ..........................168 Tabel F.5
Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing ......................169
Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing.........................................................................................170 Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing.........................................................................................170 Tabel F.8
Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) dengan Penambahan 2 % Semen ........................171
Tabel F.9
Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................172
Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................173 Tabel F.11 Ketentuan Sifat-Sifat Latasir .............................................................173 Tabel F.12 Ketentuan Sifat-Sifat Lataston...........................................................174 Tabel F.13 Ketentuan Sifat-Sifat Laston (AC) ....................................................175 Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen .........176 Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan Semen .................................................................................................176
xxii
DAFTAR ISTILAH AASHTO
= American Association of State Highway Transportation Officials.
AC
= Asphalt Concrete, lapisan aspal beton, Laston
Agregat
= Sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan.
Aspal
= Material perekat dengan unsur utama bitumen
Aspal Emulsi
= Campuran aspal denganair dan bahan pengemulsi.
ASTM
= American Society for Testing and Materials.
Bahan Pengisi (Filler) = Agregat halus yang lolos saringan No.200 Bitumen
= zat perekat terutama mengandung senyawa hidrokarbon seperti aspal,tar.
CAED
=
Campuran Aspal Emulsi Dingin.
Curing
=
Pengkondisian sampel.
CRS
= Cationic Rapid Setting.
CMS
= Cationic Medium Setting.
CSS
= Cationic Slow Setting.
Degradasi
= Perubahan ukuran penghancuran.
DGEM/CEBR
= Dense Graded Emulsion Mixes / Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat.
Flow (kelelehan)
= nilai flow yang diperoleh dari pengujian Marshall.
Gradasi
= distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan ukuran butir.
Gradasi ideal
=
Hot mix
= Campuran aspal panas.
HRS
= Hot Rolled Sheet, Lapis tipis aspal beton, lataston
ITSM
= Indirect Tensile Stiffness Modulus, kekuatan Hot mix
butiran
karena
adanya
nilai tengah dari rentang gradasi pada spesifikasi gradasi agregat, gradasi tengah.
Kadar aspal optimum = kadar aspal tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi semua sifat campuran beton aspal. Keawetan (Durability) = kemampuan campuran beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, sertauntuk
xxiii
menahan pengaruh cuaca dan iklim seperti udara,air, atau perubahan temperatur. Kohesi
= Kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
Kelenturan
= kemampuan campuran untuk mengakomodasi lendutan permanen pada batas-batas tertentu tanpa mengalami retak.
Latasir
= Lapisan Tipis Aspal Pasir, beton aspal untuk jalan-jalan dengan lalu lintas ringan,khususnya dimana agregat kasar tidak atau sulit diperoleh.
Lataston
=
OGEM
= Open Graded Emulsion Mixes .Campuran Aspal Emulsi Dingin bergradasi terbuka.
Lapisan Tipis Aspal Beton,beton aspal bergradasi senjang.
Pengemulsi(Emulsifier) = Pengemulsi berupa larutan untuk memberikan muatan listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim emulsi. TFA
= Tebal Film Aspal / Selimut Aspal / Asphalt Film Tickness, tebal lapisan aspal yang menyelimuti butir agregat, tidak termasuk yang diserap agregat.
Stabilitas
= kemampuan campuran aspal untuk menahan beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding..
VFB
= Voids Filled with Bitumen ,volume pori diantara butirbutir agregat didalam campuran aspal padat yang terisi oleh aspal,dinyatakan dalam % terhadap VMA.
VIM
= Void in Mixture / Volume pori didalam campuran aspal padat, dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton aspal padat.
VMA
= Voids in Mineral Aggregates,volume pori diantara butir-butir agregat di dalam campuran aspal padat,dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton aspal padat.
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A Hasil Pengujian Agregat dan Data Sekunder Hasil Pengujian Aspal Emulsi .....................................................................................109 Lampiran B Proporsi CAED untuk Tes Penyelimutan Aspal Emulsi ..................118 Lampiran C Penentuan Enersi Pemadatan CAED .................................................121 Lampiran D Karakteristik CAED pada KARO .................................127 Lampiran E Kinerja CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan 2 % Semen .................................................................................................154 Lampiran F Karakteristik CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan 2 % Semen pada Kondisi Full Curing ...............................................167 Lampiran G Stabilitas CAED dalam Kondisi Kering untuk Menentukan Stabilitas Sisa pada KARO ................................................................176 Lampiran H Foto-Foto Kegiatan Penelitian CAED ...............................................177
xxv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan jalan
dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan perkerasan pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya.Lapis permukaan adalah bagian perkerasan terletak paling atas. Lapis permukaan ini berfungsi antara lain: (1) Sebagai bagian per-kerasan untuk menahan beban roda kenderaan, (2) Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca, dan (3) Sebagai lapisan aus (wearing course). Jenis perkerasan lentur yang digunakan di Indonesia umumnya menggunakan campuran aspal panas baik untuk pelapisan ulang, pemeliharaan maupun pembangunan jalan baru. Jenis-jenis perkerasan di Indonesia yang sering mempergunakan campuran aspal panas antara lain: Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete), Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir). Mulai sekitar tahun 1990-an untuk pekerjaan jalan di Indonesia mulai dipergunakan jenis aspal lain yaitu aspal emulsi (MPW-RI, 1990). Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak dipakai. Aspal banyak tersedia di Indonesia, yang diperoleh dari pengolahan minyak mentah yang banyak mengandung aspal.
2
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas/kekentalan yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin) aspal akan bersifat keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal akan bersifat lunak, dan lebih bersifat plastis. Kepekaan terhadap temperatur dari tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya, walaupun aspal tersebut diambilkan dari jenis yang sama. Aspal emulsi merupakan jenis aspal dalam bentuk emulsi pada suhu ruang, dengan komposisi kandungan aspal (60%-70%), air (30%-40%), dan emulsifier (0,2%-0,50%). Pada kasus tertentu, komposisi tersebut ditambah bahan aditif. Dalam aplikasinya, aspal emulsi tidak lagi memerlukan pemanasan untuk menjadikannya cair, sehingga lebih hemat energi. Aspal Emulsi memiliki tingkat viskositas yang rendah, sehingga tidak perlu dipanaskan dan tidak menimbulkan polusi, hemat biaya dan waktu (Technokonstruksi, 2010). Sifat aspal emulsi tidak akan mengeras jika disimpan, akan tetapi akan mengendap. Kondisi tersebut tidak mempengaruhi mutunya, untuk itu perlu dilakukan pengadukan secara berkala. CAED dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi jalan atau perkerasan lainnya sama halnya dengan campuran aspal panas. Karena sifat fisiknya yang cair dan mempunyai viskositas yang rendah, maka dapat langsung dipergunakan atau dicampurkan dengan batuan tanpa pemanasan terlebih dahulu. Hal ini merupakan kelebihan dari CAED dalam penghematan biaya pemanasan, kemudahan pelaksanaan pekerjaan dan ramah lingkungan. Secara umum penggunaan CAED memberi kemudahan pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan aspal. Menurut Suaryana (Technokonstruksi, 2010) perkembangan aplikasi aspal emulsi di Indonesia belum berkembang dengan baik dibandingkan keberhasilan
3
aplikasinya di Manca Negara. Masih ditemukan kendala-kendala dalam aplikasi aspal emulsi, sehingga dianggap belum kompetitif dibandingkan dengan aspal konvensional. Namun dengan perkembangan teknologi preservasi dan kebutuhan akan penghematan energi dan mengurangi polusi, maka teknologi aspal emulsi akan menjadi lebih menarik untuk dikembangkan. Teknologi aspal emulsi dapat dimanfaatkan secara optimal apabila pemanfaatannya sesuai dengan kondisi lalu lintas dan lingkungan, pemilihan jenis/grade aspal emulsi yang tepat, bahan agregat dan aspal emulsi memenuhi syarat (umur penyimpanan), peralatan yang memadai, metoda pelaksanaan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan kompetitif. Menurut Lutpianto (Technokonstruksi, 2010) dari PT Hutama Prima, selama ini aplikasi aspal emulsi di Indonesia hanya digunakan untuk keperluan khusus seperti tack coat dan prime coat. Sebenarnya masih banyak teknologi khusus aspal emulsi yang telah dikembangkan di luar negeri seperti microseal, aspal beton campuran dingin (coldmix), bahan tambal aspal campuran dingin, chip seal, dan stabilisasi tanah. Menurut Victor Sitorus (Technokonstruksi, 2010) dari PT Widya Sapta Colas, pemanfaatan teknologi aspal emulsi untuk konstruksi jalan mempunyai keuntungan dari aspek penghematan energi, rendah polusi, dan efektif untuk pekerjaan pemeliharaan jalan, sehingga ke depan aspal emulsi beserta aplikasinya harus terus dikembangkan untuk mencapai hasil terbaik serta memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya, baik dari segi bisnis maupun terhadap kelestarian lingkungan. Dalam hal penghematan energi, CAED secara umum lebih efisien dari pada campuran aspal panas, dimana keperluan energi untuk CAED berkisar antara 4060% dari energi untuk memproduksi campuran aspal panas (Kennedy, 1998).
4
Selain itu, CAED juga memiliki beberapa kelebihan yang lain seperti: ramah terhadap lingkungan, tingkat keamanan tinggi karena tidak adanya bahaya kebakaran atau bahaya keselamatan akibat panas, tidak membutuhkan proses pemanasan dalam pelaksanaannya. Selain memiliki kelebihan-kelebihan, CAED juga memiliki beberapa kekurangan antara lain: memerlukan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan kekuatan (akibat penguapan kandungan air), kurang kuat pada umur awal dan memiliki porositas yang tinggi, yang diakibatkan oleh berkurangnya workability saat pemadatan. Untuk mempercepat peningkatan kekuatan, CAED bisa ditambahkan bahan aditif berupa semen sebanyak 1-2% dari berat agregat. Kadar semen yang lebih besar dari 2 % dapat menyebabkan campuran terlaku kaku, sehingga menjadi getas (Leech, 1994). CAED cocok digunakan di daerah beriklim tropis, karena akan lebih cepat meningkatkan kekuatan CAED setelah pemadatan, akibat penguapan kandungan air didalamnya. CAED dapat diproduksi secara manual memakai alat pencampur sederhana (pan mixer atau concrete mixer yang dimodifikasi). Selain itu CAED sangat cocok dipakai untuk ruas jalan dengan lalu lintas ringan sampai dengan sedang (Asphalt Institute, 1989), dengan pekerjaan skala kecil yang lokasinya menyebar, misalnya untuk pemeliharaan jalan berupa penambalan lubang-lubang jalan (potholes), pekerjaan permukaan jalan setelah ada pekerjaan galian utilitas (galian pemasangan kabel, pipa air, dan lain-lain) dan perkerasan untuk pejalan kaki. Di Indonesia sendiri penggunaan dan ketersediaan data/dokumentasi tentang kinerja CAED masih sangat minim, begitu pula dengan aplikasinya di
5
lapangan, padahal kebutuhan terhadap CAED meningkat sejalan dengan tuntutan terhadap kelestarian lingkungan, penghematan energi, isu kesehatan dan keamanan kerja. Dalam rangka pengembangan teknologi aspal emulsi untuk menunjang program preservasi jalan di Indonesia, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) bekerja sama dengan Asphalt Innovation A Meadwestvaco-MV Amerika Serikat telah mensosialisasikan aplikasi Aspal Emulsi melalui seminar bertajuk “Teknologi Aspal Emulsi dalam rangka Menunjang Preservasi Jalan “, dengan harapan agar pengembangan aspal emulsi dan aplikasinya dapat dipertimbangkan oleh para pemangku kepentingan. Keberpihakan pemerintah sangat diharapkan dalam pengembangan teknologi aspal emulsi untuk mendukung program preservasi jalan di Indonesia (Technokonstruksi, 2010). Namun demikian beberapa peneliti dari Perguruan Tinggi di Indonesia mengadakan penelitian terhadap Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR). Penelitian tentang CEBR menggunakan
fly ash sebagai filler, dalam kondisi filler optimum tercapai
stabilitas rendaman 850,9 kg, stabilitas kering 872,35 kg, dan stabilitas sisa 97,54 % , dan makin banyak filler proses pemadatan tidak optimum (Mutohar, 2002). Penelitian CEBR tipe III jenis kationik CSS-1 AE-3 S menggunakan filler debu batu dan semen dapat disimpan sampai lebih dari lima hari sebelum dihampar dan dipadatkan di lapangan (Abdullah, 2003). Hasil penelitian berdasarkan sifat-sifat fisis dan kimiawi abu sekam, dapat dipergunakan sebagai bahan filler pada Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR),sama seperti bahan filler yang lain seperti abu batu,abu terbang dll (Ridwan, 2007). Selanjutnya Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) yang dicuring didalam ruang (tanpa dan dengan penambahan semen 1-2%) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan stabilitas tiap
6
minggunya namun peningkatan stabilitas dirasakan tidak terlalu besar. Tingkat stabilitas yang dihasilkan tiap minggunya berbeda untuk tiap variasi kadar semen. CAED dengan variasi kadar semen 2 % memberikan nilai stabilitas tertinggi (Prabawa, 2009) Untuk meningkatkan pemahaman dan mengetahui lebih detail karakteristik CAED, perlu dilakukan suatu penelitian yang mempergunakan agregat lokal Eks Daerah Gesing Desa Selat Kabupaten Karangasem Bali.
1.2 Rumusan Masalah 1. Berapakah kadar aspal residu optimum, bagaimanakah Karakteristik dari Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) yang mempergunakan agregat lokal Eks Daerah Gesing Desa Selat Karangasem,dan berapa nilai Stabilitas Sisa CAED pada KARO? 2. Bagaimanakah peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) tanpa dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu curing? 3. Baimanakah Karakteristik CAED dan perbandingan nilai stabilitas Marshall CAED pada kondisi full curing terhadap campuran aspal panas.
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menentukan kadar aspal residu optimum, menganalisis Karakteristik CAED pada KARO, dan menentukan nilai Stabilitas Sisa dari Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) pada KARO.
7
2. Untuk menganalisis peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu curing. 3. Untuk menganalisis Karaktristik CAED pada kondisi full curing tanpa penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen, membandingkan Stabilitas Marshallnya terhadap campuran aspal panas (Latasir, Lataston, dan Laston)
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, bahwa dengan diketahuinya
karakteristik dan peningkatan stabilitas Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED), akan dapat memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak terkait tentang penggunaan aspal emulsi untuk diaplikasikan sebagai bahan perkerasan jalan di Indonesia.
1.5
Batasan Masalah dan Ruang Lingkup
1. Agregat yang dipakai adalah agregat alam Eks Daerah Gesing Desa Selat Kabupaten Karangasem yang biasa dipergunakan untuk campuran hot mix dan Campuran Beton dengan bahan Filler berupa Abu batu 2. Gradasi yang dipakai adalah DGEM (Dense Graded Emulsion Mixes) atau CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) dengan Gradasi Ideal digunakan untuk Base & Surface Course 3. Untuk meningkatkan stabilitas (kekuatan), CAED diberi bahan tambahan (additive) semen Cap Gresik 2 % dari berat total campuran. Peningkatan
8
kekuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) diuji pada umur: 3, 6, 9 dan 12 hari . Uji Statistik hanya dilakukan untuk Stabilitas pada kondisi ini. 4. Curing sampel dilakukan di dalam ruangan(suhu ruang) dan Full Curing 5. Jenis aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1h (Cationic Slow Setting) 6. Tidak dilakukan pengujian aspal emulsi (umur aspal emulsi masih baru < 10 bulan), Spesifikasi Aspal Emulsi berupa data sekunder yang berasal dari Produsen Aspal Emulsi yaitu PT.Triasindomix Sidoarjo. 7. Karakteristik CAED yang diuji antara lain Porositas(VIM), Stabilitas, Penyerapan Air, Tebal Film Aspal (TFA), Voids in Mineral Aggregates (VMA) dan Voids Filled with Bitumen (VFB)
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) menggunakan aspal emulsi untuk
mengikat agregat dan dapat dicampur dan dipadatkan pada temperatur ruang tanpa memerlukan pemanasan. Dengan tidak perlunya proses pemanasan memberikan beberapa kelebihan yaitu tingkat resiko yang lebih kecil, penghematan energi, dan ramah lingkungan. Selain memiliki kelebihan, CAED juga memiliki kelemahan yaitu kekuatan lemah pada umur awal, waktu curing yang lama, dan porositas tinggi. CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai pada daerah dengan temperatur hangat. Temperatur rata-rata tahunan yang hangat sangat menunjang proses penguatan CAED. Biasanya untuk mempercepat proses peningkatan kekuatan CAED ditambahkan zat aditif berupa semen (1-2%). Penambahan kadar semen mak. 2% dikarenakan untuk menjaga campuran agar tidak kaku,sehingga menjadi getas (Leech, 1994). CAED bersifat sensitif terhadap gradasi terutama kandungan agregat halus/filler, karena aspal emulsi akan cepat menyerap filler. Untuk campuran den gan kadar filler lebih tinggi cocok menggunakan CSS (Cationic Slow Setting), karena CSS akan berikatan lebih lambat sehingga kerataan penyelimutan lebih terjamin.
10
Terdapat dua tipe gradasi untuk CAED yaitu OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) dan DGEM (Dense Graded Emulsion Mixtures) (MPW-RI, 1990). OGEM merupakan campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Untuk campuran ini menggunakan aspal emulsi jenis CMS (Cationic Medium Setting). Sedangkan DGEM/CEBR merupakan campuran antara agregat bergradasi rapat/menerus dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. DGEM/CEBR merupakan lapisan struktural yang berfungsi sebagai lapisan sub base, base, maupun lapisan permukaan (aus) dan penambalan (patching). Untuk DGEM/CEBR menggunakan aspal emulsi jenis CSS (Cationic Slow Setting).
2.2
Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) Bahan campuran CAED pada prinsipnya sama dengan campuran aspal
panas, terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), dan aspal emulsi. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifat dari bahan tersebut.
2.3
Agregat Agregat/batuan didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang mengeras.
Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan prosentase volume (Sukirman, 1999).
11
2.3.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya Menurut (Depkimpraswil, 2004) klasifikasi agregat berdasarkan asal kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, dan batuan metamorf (batuan malihan), dimana: 1. Batuan beku Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke permukaan pada saat gunung berapi meletus. Batuan beku ini dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock), berasal dari material yang keluar dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh cuaca mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya batuan beku jenis ini berbutir halus, contoh batuan jenis ini adalah rhyolite, andesit, dan basalt. b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock), berasal dari magma yang tidak dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini bertekstur kasar dan dapat ditemui di permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi, contoh batuan jenis ini adalah granit, gabbro, dan diorit. 2. Batuan sedimen Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan tanaman. Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan di danau, laut, dan sebagainya. Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas: a. Batuan
sedimen
yang
dibentuk
secara
mekanik,
seperti
breksi,
konglomerat, batu pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak mengandung silika.
12
b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, dan opal. c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu gamping, garam, gift, dan flint. 3. Batuan metamorf Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer, kwarsit, dan batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan sekis.
2.3.2 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya Menurut Depkimpraswil (2004) berdasarkan proses pengolahannya agregat dapat dibedakan menjadi agregat alam, agregat yang mengalami proses pengolahan, dan agregat buatan. 1. Agregat alam Agregat alam merupakan agregat yang diambil dari alam dengan sedikit proses pengolahan. Agregat alam terbentuk melalui proses erosi dan degradasi sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pembentukannya. Agregat yang mengalami proses erosi yang diakibatkan oleh air biasanya terjadi di sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan permukaan yang licin. Agregat yang mengalami proses degradasi biasanya terjadi dibukit-bukit mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar. Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil dimana kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel > 1/4 inch (6,35 mm) sedangkan pasir
13
adalah agregat dengan ukuran partikel < 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan no. 200). 2. Agregat yang melalui proses pengolahan Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat biasa berasal dari bukit-bukit maupun sungai yang karena bentuknya yang besar-besar melebihi ukuran yang diinginkan harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu dengan menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) atau secara manual agar diperoleh: a. Bentuk partikel yang bersudut, diusahakan berbentuk kubus. b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik. c. Gradasi sesuai yang diinginkan. Hasil dari proses pemecahan ini biasanya disebut dengan split dan mempunyai ukuran mulai dari 5 mm sampai 40 mm.
2.3.3 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Menurut American Society for Testing and Material (ASTM): a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 4,75 mm (saringan No.4). b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 4,75 mm(saringan No.4). c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No. 200. Menurut AASHTO: a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 2 mm.
14
b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 2 mm dan > 0,075. c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No. 200. Agregat juga diklasifikasikan menurut Depkimpraswil (2004) sebagai berikut: a. Agregat kasar, agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm) b. Agregat halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm) c. Bahan pengisi ( filler ), bagian dari agregat halus yang minimum 85 % lolos saringan No.200 (0,075 mm), non plastis, tidak mengandung bahan organik, tidak menggumpal, kadar air max 1%.
2.4
Sifat Agregat Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu-lintas. Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain (Sukirman, 1999): 1. Gradasi Gradasi/distribusi partikel-partikel ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi mempengaruhi rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat diperoleh dari analisa saringan. Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
15
a. Gradasi seragam (uniform graded)/terbuka Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama, mengandung agregat halus sedikit sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil. b. Gradasi rapat (dense graded)/bergradasi baik (well graded) Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang. Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar. c. Gradasi buruk (poorlygraded)/gradasi senjang Adalah campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau sedikit sekali. Agregat bergradasi senjang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (gap graded). Agregat dengan gradasi senjang menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis di atas. 2. Ukuran maksimum agregat Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi dari besar sampai kecil. Terdapat dua cara untuk menyatakan ukuran partikel agregat yaitu: a. Ukuran maksimum agregat Yaitu ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%.
16
b. Ukuran nominal maksimum Merupakan ukuran saringan terbesar dimana agregat tertahan tidak lebih dari 10%. 3. Kadar lempung Lempung mempengaruhi mutu campuran agregat dengan aspal karena: a. Lempung membungkus partikel-partikel agregat sehingga ikatan antar aspal dan agregat berkurang. b. Lempung mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal bertambah. Dengan kadar aspal sama menghasilkan tebal lapis perkerasan yang lebih tipis yang dapat mengakibatkan terjadinya striping (lepas ikatan antara aspal dan agregat). c. Tipisnya lapisan aspal mengakibatkan lapisan teroksidasi sehingga lapisan cepat rapuh dan getas. d. Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan aspal. 4. Daya tahan agregat Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat yang digunakan harus mempunyai daya tahan terhadap pemecahan (degradasi) yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, ataupun oleh beban lalu-lintas. Ketahan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles. 5. Bentuk dan tekstur permukaan Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapis perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel agregat dapat berbentuk bulat, lonjong,
17
pipih dan kubus. Agregat berbentuk kubus paling baik digunakan sebagai material perkerasan jalan. Agregat berbentuk kubus mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga mempunyai daya saling mengunci yang baik. Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih tahan terhadap deformasi. 6. Daya lekat terhadap aspal Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: a. Sifat mekanis yang tergantung dari: -
Pori-pori dan absorbsi
-
Bentuk dan tekstur permukaan
-
Ukuran butir
b. Sifat kimiawi dari agregat. 7. Berat jenis agregat Dalam kaitan perencanaan campuran aspal, berat jenis adalah suatu rasio tanpa dimensi, yaitu rasio antara berat suatu benda terhadap berat air yang volumenya sama dengan benda tersebut.Volume agregat yang diperhitungkan adalah volume yang tidak diresapi aspal. Sebagai standar dipergunakan air pada suhu 4ºC karena pada suhu tersebut air memiliki kepadatan yang stabil. Berat jenis agregat dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini (Krebs and Walker, 1971).
18
Vs = volume solid Vi = volume yg impermeable thd air dan aspal Vp = total volume permeable Vc = volume yg permeable
Vs
Vi
Vc
Vp-Vc
thd air tapi impermeable thd aspal
Vp
Vp-Vc = volume yg permeable thd air dan aspal
Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG.
Sumber: Krebs and Walker (1971) Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu : a. Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity) Bila aspal diasumsikan hanya menyelimuti agregat di bagian permukaan saja, tidak meresap ke bagian agregat yang permeable, volume yang diperhitungkan adalah: Bulk SG =
Ws Ws = (Vs + Vi + Vp + ) ´ gw Vtot ´ gw
(2.1)
dimana : γw = berat volume air = 1 gr/cc = 1 t/m3. Sehingga Bulk SG adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya = Vs + Vi + Vp.
19
b. Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau ke dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan adalah: Vs + Vi Apparent SG =
Ws (Vs + Vi ) ´ gw
(2.2)
c. Berat Jenis Efektif (Effective Specific Gravity) SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem. Asumsi yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke (Vp – Vc). Oleh karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif. Effective SG =
Ws (Vs + Vi + Vc ) ´ gw
dimana: Vp
= volume pori yang dapat diresapi air
V
= volume total dari agregat
Vi
= volume pori yang tidak dapat diresapi air
Vs
= volume partikel agregat
Ws = berat kering partikel agregat γw
= berat volume air
Dalam praktek, SG eff = ½ SG (bulk + app)
(2.3)
20
2.5
Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat Untuk memperoleh gradasi agregat campuran, bisa dilakukan dengan cara
mencampur komponen-komponen agregat yang tersedia. Pencampuran agregat dapat dilakukan dengan cara: 1. Cara mencoba-coba (Trial and Error) Adalah cara pencampuran agregat dengan mencoba kemungkinan berbagai proporsi agregat, kemudian mengadakan analisa saringan yang dibandingkan dengan spesifikasi yang disyaratkan. 2. Cara Analitis Pada cara ini didasarkan atas penggabungan agregat dengan menggunakan rumus pendekatan. Dari rumus ini diperoleh prosentase agregat kasar, agregat halus dan filler. Rumus yang digunakan adalah (Bambang Ismanto, 1993): X =
S -C ´ 100% F -C
(2.4)
dimana : X = % agregat halus S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki F = % agregat halus lewat saringan tertentu C = % agregat kasar lewat saringan tertentu 3. Cara Grafis Cara ini adalah penggabungan agregat yang dilakukan dengan menggambarkan grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos saringan dari setiap agregat yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit. 4. Cara Diagonal Penggunaan agregat dengan menggunakan gambar empat persegi panjang, dengan ukuran (10 x 20) cm pada kertas milimeter blok. Dengan menarik garis
21
diagonal dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berdasarkan data prosentase lolos saringan dan ideal spesification dari masing-masing agregat akan diperoleh prosentase proporsi masing-masing agregat. Untuk memperoleh proporsi agregat campuran yang diinginkan selain dengan cara mencampur dapat juga dilakukan dengan cara memproporsikan agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi.
2.6
Aspal Aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau cokelat
tua dengan unsur utama bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai agak padat dan bersifat termoplastis. Aspal yang umum digunakan saat ini berasal dari salah satu hasil proses destilasi minyak bumi. Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur aspal merupakan salah satu komponen kecil umumnya 4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume. Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai (Sukirman, 1999) : 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta antara aspal itu sendiri. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
2.6.1 Jenis Aspal Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam, dan aspal buatan, dengan penjelasan sebagai berikut:
22
1. Aspal alam Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Aspal ini dapat dibedakan menjadi: a). Aspal gunung (rock asphalt), seperti aspal di Pulau Buton. b). Aspal danau (lake asphalt), seperti di Trinidad. 2. Aspal buatan a). Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil. b). Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organis misalnya kayu atau batubara. Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal keras, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut. 1.
Aspal Keras/Penetrasi (Asphalt Cement) Aspal keras/penetrasi adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas, dimana aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang. Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan atas nilai penetrasinya. Pada daerah panas atau lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen dengan penetrasi rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu lintas rendah menggunakan
23
penetrasi tinggi. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100. 2.
Aspal Cair (Cut Back Asphalt) Aspal cair merupakan campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian aspal cair berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas Rapid Curing, Medium Curing dan Slow Curing. a. Rapid Curing (RC) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin/premium. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap. b. Medium Curing (MC) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti minyak tanah. c. Slow Curing (SC) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. SC merupakan cut back aspal yang paling lama menguap.
3.
Aspal Emulsi
A. Umum Aspal emulsi merupakan suatu bahan campuran antara aspal keras dengan air dengan tambahan bahan kimia lainnya yang diproses dalam suatu peralatan yang prinsipnya berupa koloid. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat dibedakan atas:
24
a. Aspal kationik, disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positif. b. Aspal anionik, disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatif. c. Nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak menghantarkan arus listrik. Berdasarkan kecepatan mengerasnya aspal emulsi dapat dibedakan atas: 1. RS (Rapid Setting), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat. 2. MS (Medium Setting). 3. SS (Slow Setting), aspal emulsi yang paling lama menguap. B. Komponen Aspal Emulsi Ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan dalam pembuatan aspal emulsi yaitu aspal keras/penetrasi, pengemulsi (emulsifier), stabilizer, senyawa asam dan aditif untuk aspal emulsi. C. Pengemulsi (Emulsifier) Pengemulsi berupa larutan yang dipergunakan untuk memberikan muatan listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim emulsi. Larutan pengemulsi ini juga akan mempermudah penyebaran butiran aspal ke dalam air dan mempertahankan supaya butiran-butiran aspal tidak melekat satu sama lain, sehingga terbentuk larutan suspensi yang homogen. Ada empat jenis pengemulsi yaitu: pengemulsi anionik, kationik, nonionik, dan pengemulsi koloid.
25
D. Produksi Aspal Emulsi Aspal emulsi diproduksi pada instalasi khusus dengan alat utama colloid mill. Aspal keras dipanaskan kemudian dipecah dalam colloid mill melalui gerakan rotor dan stator, hingga ukuran butir aspal menjadi 2-5 mikron. Kemudian secara simultan ke dalam colloid mill dialirkan air yang sudah dicampur dengan bahan pengemulsi (emulsifier), larutan asam untuk mengatur pH, dan bahan aditif yang diperlukan. Larutan pengemulsi memberikan muatan listrik yang sama pada permukaan butiran aspal emulsi sehingga butiran aspal emulsi tidak bergabung karena adanya gaya saling tolak menolak. Hal ini memberikan kestabilan aspal emulsi. E. Kecocokan (Affinity) Penggunaan aspal emulsi untuk campuran aspal dingin, memiliki elemen kecocokan (affinity). Hal ini terutama dipengaruhi oleh kandungan muatan listrik pada permukaan agregat. Secara teori aspal emulsi akan memiliki ikatan lebih baik dengan agregat yang memiliki muatan listrik berlawanan. F. Mekanisme Penggabungan Butiran Aspal Emulsi dan Pelekatan ke Permukaan Agregat ( Plotnikova, 1993). Pada awalnya pengemulsi bebas (free emulsifiers) pada suatu sistem emulsi diserap ke permukaan agregat, kemudian diikuti oleh emulsifier lain sesuai dengan luas permukaan agregat (jumlah agregat). Hal ini mengakibatkan kestabilan butir aspal semakin berkurang dan akhirnya menggabung. Diikuti dengan adanya penguapan cairan, mengakibatkan butiran-butiran aspal yang sudah menggabung melekat pada permukaan agregat. Secara skematis proses penggabungan aspal
26
emulsi dan pelekatan kepermukaan agregat adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2. Emulsifier
Emulsifier
Bitumen
Bitumen
Free Emulsifier
Agregat
A g re g a t
1
2
Agregat
3 Gambar 2.2 Mekanisme penggabungan dan pelekatan aspal emulsi ke permukaan agregat. Sumber: Plotnikova (1993) dalam Thanaya (2003)
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggabungan Butir Aspal Emulsi 1. Penyerapan bahan pengemulsi ke permukaan agregat Mekanisme ini terjadi akibat adanya muatan listrik berlawanan pada bahan pengemulsi dan permukaan agregat yang dapat mengakibatkan tidak stabilnya butiran aspal dalam emulsi yang kemudian menggabung satu sama lainnya. 2. Pergerakan butiran aspal menuju permukaan agregat Dalam hal ini butiran aspal yang dikelilingi bahan pengemulsi, bergerak menuju permukaan agregat yang bermuatan listrik berlawanan. Konsentrasi butiran
27
aspal pada permukaan agregat mengakibatkan terjadinya penggabungan dan kemudian menyelimuti permukaan agregat. 3. Perubahan pH Beberapa jenis agregat seperti batu kapur, filler dari batu kapur, atau semen dapat menetralisasikan asam pada aspal emulsi kationik dan meningkatkan nilai pH. Hal ini dapat mengakibatkan tidak stabilnya emulsi sehingga terjadinya penggabungan butiran aspal. 4. Penguapan air Adanya penguapan air, butiran aspal menjadi terkonsentrasi, sehingga mengakibatkan
bergabungnya
butiran
aspal.
Penguapan
bisa
merupakan
mekanisme penggabungan butir yang utama untuk jenis aspal emulsi yang bereaksi sangat lambat. H. Potensi Zeta (Zeta Potensial) Secara umum terdapat tiga jenis bentuk material yaitu: gas, cair dan padat. Bila salah satu dari jenis ini dipecahkan menjadi halus dan disebarkan ke dalam yang lainnya maka akan terbentuk sistim koloid. Aspal emulsi adalah suatu sebaran butiran aspal yang sangat kecil ke dalam air dibantu oleh bahan pengemulsi. Untuk menjaga kestabilan sistim koloid, diperlukan adanya tenaga saling tolak yang memadai antar butiran bahan yang diemulsikan. Gaya saling tolak ini muncul karena adanya muatan listrik pada permukaan material yang diemulsikan. Dalam suatu sistim koloid, muatan listrik muncul pada permukaan partikel. Hal ini mempengaruhi penyebaran ion pada areal disekelilingnya, yang berakibat meningkatnya ion lawan (counter ion) yaitu ion dengan muatan listrik berlawanan
28
di dekat permukaan partikel, yang membentuk lapisan listrik ganda (electrical double layer). Lapisan listrik ganda (electrical double layer) ini berupa lapisan cairan disekeliling butiran partikel. Lapisan ini terdiri dari dua bagian yaitu, bagian/lapis dalam (stern layer = inner region) dimana ion-ion berikatan dengan kuat, dan bagian luar atau lapis diffusi (diffuse layer). Pada lapis luar ini ion-ion tidak berikatan kuat. Pada lapis diffusi, dekat dengan lapis dalam terdapat suatu batas (nototional boundary) yang disebut lapis gelincir (slipping plane) atau permukaan geser hidrodinamik (surface of hydrodynamic shear). Potensi listrik pada areal ini disebut Potensi Zeta atau Zeta Potensial. Potensi Zeta bisa diukur dengan alat Zetasizer. Potensi Zeta ini tergantung dari besar muatan listrik pada lapis dalam, ketebalan lapis listrik ganda, dan konstanta dielektrik. Potensi Zeta biasanya sama (tetapi tidak selalu sama) dengan tanda muatan listrik pada permukaan partikel. Potensi Zeta menunjukkan muatan listrik efektif pada permukaan partikel, dan berkaitan dengan daya penolakan elektrostatik antar partikel. Potensi ini menjadi variabel utama yang mengontrol/menentukan kestabilan sistim emulsi dan proses penggabungan butiran partikel emulsi.
29
Particle su rface Stern p lane Surface of sh ear
Iner Side
Diffuse layer
O uter Sid e
Stern layer
D iffuse Layer Stern Layer
B itum en droplet
Potensial
Z=Zeta Potensial
Po ten sial Line
Surface of shear where zeta potensial exsist
0
Distance
Gambar 2.3 Ilustrasi skematis Potensi Zeta. Sumber: Thanaya (2003)
I. Penyimpanan Aspal Emulsi Untuk penyimpanan aspal emulsi dengan jangka waktu yang cukup lama, aspal emulsi yang tersimpan didalam drum sebaiknya dibalik sesekali untuk menghomogenkan kembali butiran aspal emulsi ataupun dapat juga dengan melakukan pengadukan. Aspal emulsi dalam penyimpanan dapat dikatakan stabil bila tidak ada indikasi pengendapan. Pengendapan terjadi karena aspal emulsi memiliki kepadatan yang sedikit lebih besar dari air. Akibat adanya gaya gravitasi, butiran aspal terutama butiran dengan ukuran yang lebih besar akan cenderung tertarik ke bawah. Tipe emulsi yang slow setting bisa tetap stabil dalam jangka waktu 3-6 bulan, bila tidak ada penguapan air, tidak ada kontaminasi elektrolit, dan bahan pengemulsi tidak mengalami perubahan/pengurangan kualitas. Stabilitas aspal emulsi masih dikatakam memuaskan bila sidementasi yang terjadi masih bisa dihomogenkan lagi dengan pengadukan.
30
J. Spesifikasi Aspal Emulsi Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi Type
Rapid Setting
Grade
CRS-1 Min
Medium Setting
CRS-2
Max
Min
CMS-2
Max
Min
Slow Setting
CMS-2h
Max
Min
Max
CSS-1
CSS-1h
Min
Max
Min
Max
20
100
20
100
1
1
1
1
Test on emulsion: Viscosity,Sayboltfurol at 770F (250C) 0
0
Viscosity,Sayboltfurol at 122 F (50 C)
20
100
100
400
50
450
50
450
Storage stability test, 24h (%)
1
1
1
1
1
1
1
1
Coating ability and water resistance: Coating, dry agregate
good
good
Coating, after spraying
fair
fair
Coating, wet agregate
fair
fair
Coating after spraying Particle charge test
positive
Slave test (%)
positive
0,1
fair
fair
positive
positive
0,1
0,1
positive
0,1
Cement mixing test (%)
positive
0,1
0,1
2
2
Distillation: Oil distillate, by volume of emulsion 3
(%) Residue (%)
60
3 65
12 65
12 65
57
57
Test on residue from distillation test: Penetration, 770F (250C) Ductility, 770F (250C) (Cm) Solubility in trichlorothyene (%)
100
250
100
250
100
250
40
90
100
250
40
40
40
40
40
40
40
97,5
97,5
97,5
97,5
97,5
97,5
Sumber: PT. Widya Sapta Colas (2003)
K. Penggunaan Aspal Emulsi Penggunaan aspal emulsi untuk berbagai kebutuhan dalam konstruksi perkerasan jalan biasanya disesuaikan dengan jenisnya. Seperti misalnya untuk penggunaan jenis aspal emulsi yang slow setting digunakan untuk pembuatan campuran DGEM dan untuk jenis aspal emulsi yang medium setting digunakan untuk pembuatan campuran OGEM. Untuk lebih jelasnya tentang penggunaan aspal emulsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
90
31
Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi Jenis Cationic Slow Setting
Cationic Medium Seeting
Cationic Rapid Setting
Wasco Code H 60
ASTM Code CSS 1/CSS-1h
S 60
CSS 1/CSS-1h
S 60Px SS 60
CSS-1Px CSS-1S
E 71
CMS-2/CMS-2h
I 55 R 65 R 65Px R 69
CRS-1 CRS-1Px CRS-2
R 69Px Sumber: PT. Widya Sapta Colas (2003)
CRS-2Px
Penggunaan Tack Coat DGEM (Danse Graded Emulsion Mixes) Patching (Penambalan) Sand Mixes BURAS (Laburan Aspal) Crack Filling Water Proofing Slurry Seal Polimer Slurry Seal Soil Stabilization OGEM (Open Graded Emulsion Mixes) Prime Coat Surface Curing Cold Mixes Prime Coat Surface Treatment (BURTU/BURDA) Polimer Tack Coat Surface Treatment (BURTU/BURDA) Penetrasi Macadam Polimer Surface Treatment
Catatan: Kode h s 1 2 P
= Harder (dari bahan dasar yang lebih keras) = Softer (dari bahan dasar yang lebih lunak) = Lebih encer = Lebih kental = Aspal emulsi modifikasi sesuai dengan bahan aditif
2.6.2 Pengujian Aspal Cair 1. Tes Viskositas Kinematis Pemeriksaan viskositas dilaksanakan untuk menentukan konsistensi/ kekentalan aspal dalam kondisi leleh/cair. Alat yang umum dipakai untuk mengukur viskositas adalah Viscometer. 2. Tes Titik Nyala Untuk
menentukan
terbakar/menyala.
suhu
tertinggi
dimana
aspal
cair
mulai
32
3. Tes Penyulingan Aspal Cair Untuk memisahkan/mengetahui tipe dan jumlah zat-zat yang memiliki titik didih yang berbeda yang terdapat dala aspal cair, dan untuk mengetahui jumlah aspal residunya. Residu ini biasanya ditest tingkat penetrasinya. 4. Tes Kadar Air Untuk menentukan kemurnian aspal cair, atau untuk menentukan kadar air dari aspal emulsi 5. Test Aspal Residu Untuk mengetahui jumlah aspal/menentukan kadar aspal dari aspal emulsi.
2.6.3 Sifat Aspal Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Daya Tahan (Durability) Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan. 2. Adhesi dan Kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara aspal dengan agregat. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadinya pengikatan. 3. Kepekaan Terhadap Temperatur Aspal akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah dari suhu ruang. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur (Termoplastis).
33
4. Kekerasan Aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa perapuhan terus berlangsung selama masa pelaksanaan. Jadi, selama masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi yang besar yang dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.7
Prosedur Desain Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)
2.7.1 Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat Gradasi Agregat bisa ditentukan berdasarkan titik tengah spesifikasi yang ada, baik bergradasi menerus atau senjang. Untuk gradasi menerus dapat juga ditentukan dengan menggunakan rumus Modifikasi Kurva Fuller (Cooper at al, 1985): P=
(100 - F )(d n - 0,075 n ) +F D n - 0.075 n
(2.5)
dimana: P = % Material lolos ayakan d = Ukuran ayakan (mm) D = Diameter agregat maksimum (mm) F = % Filler n = Nilai eksponensial Untuk pekerjaan skala
laboratorium,
agregat
dapat
diproporsikan
berdasarkan gradasi spesifikasi yang dipergunakan. Spesifikasi CEBR (Campuran
34
Emulsi Bergradasi Rapat) untuk jenis-jenis gradasi CEBR dapat dilihat pada Tabel 2.3 sesuai Spesifikasi Khusus Bina Barga tahun 1991. Ada 6 Type CEBR yang dapat dipilih, yang mana akan memberikan kepraktisan/kemudahan pemadatan di laboratorium.
2.7.2 Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal Dapat menggunakan cara-cara empiris yang ada, antara lain dengan menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989): P = (0.05A + 0.1B + 0.5C) x (0.7)
(2.6)
dimana: P = % Kadar aspal residu awal A = % Agregat Kasar B = % Agregat halus C = % Filler kemudian diestimasi Kadar Aspal Emulsi (KAE) awal: KAE awal = (P/X)%
(2.7)
dimana: P = % Kadar aspal residu awal X = % Kadar residu dari aspal emulsi
2.7.3 Tes Penyelimutan (Coating Test) Tes ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah diproporsikan sesuai gradasi, kemudian dilembabkan secara merata dengan beberapa variasi kadar air (untuk memudahkan penyelimutan permukaan agregat
35
dengan aspal emulsi) dimana air berperan sebagai viscosity reducing agent (menurunkan kekentalan aspal emulsi). Setelah itu agregat lembab dicampur dengan aspal emulsi. Tingkat penyelimutan dipengaruhi oleh tingkat kelembaban agregat. Kadar air optimum untuk tes ini, diambil pada variasi kadar air terkecil yang memberikan penyelimutan terbaik yang diobservasi secara visual, dimana campuran tidak terlalu encer atau kaku (Thanaya, 2002).
2.7.4 Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan Apabila campuran dengan kadar penyelimutan terbaik dan workability yang cukup, ternyata agak encer, maka perlu dianginkan dengan terus mengaduk perlahan sampai campuran cukup longgar dimana tidak ada penggumpalan dan tidak ada tetesan cairan (Thanaya, 2007). Campuran CAED gembur dituangkan ke dalam mould sejumlah 1000-1250 gram, tetapi sebelumnya bagian dalam sisi mould diberi lapisan oli tipis untuk mengurangi pelekatan aspal dan bagian alas mould diberi lapis kertas atau metal. Kemudian campuran dirojok 15 kali dengan batang besi 12 mm di sekeliling sisi mould dan 10 kali di bagian tengahnya dan bagian atasnya juga diberi lapis kertas atau metal. Kemudian dipadatkan dengan palu marshall seberat 4,5 kg dengan tinggi jatuh 45,7cm, sebanyak 2x50 (MPW-RI, 1990). Karena CAED semakin kaku saat dipadatkan, akibat dari butir-butiran aspal emulsi mulai berikatan, maka enersi pemadatan perlu ditingkatkan untuk bisa mencapai kepadatan tertentu yang memberikan porositas yang diinginkan. Sampel yang sudah dipadatkan dicuring di dalam mould selama 24 jam pada suhu ruang. Pada saat curing, kedua sisi sampel harus memperoleh efek
36
penguapan yang sama dan tidak tergantung dalam mould. Setelah dicuring selama 24 jam, sampel dikeluarkan dari mould dengan alat ejektor secara perlahan. Selanjutnya ditentukan kepadatan kering. Untuk data/sifat ini diperlukan berat dan volume dari sampel. Berat dengan mudah dapat ditimbang namun penentuan volumenya memerlukan ketelitian yang biasanya dilaksanakan dengan penimbangan di udara dan saat seluruhnya berada di dalam air. Namun karena kondisi sampel yang masih lemah, maka volume sampel dapat ditentukan dengan mengukur dimensi sampel saja. Karena sampel masih dalam keadaan belum benarbenar kering (setelah dicuring) dan untuk mengeringkan spesimen secara penuh memerlukan waktu yang lama, maka untuk efisiensi waktu dalam menetukan kepadatan kering, maka diambil data dalam keadaan sampel belum benar-benar kering. Kepadatan kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989): (100 + RBC ) ´D (100 + RBC + w)
Dd =
(2.8)
dimana: Dd
= Kepadatan bulk kering
RBC = Residual Bitumen Content w
= kadar air saat testing
D
= Bulk density saat testing (masih basah)
Untuk kadar air sampel pada saat testing (w) dicari dengan memakai sekitar 500 gram dari sampel basah yang telah selesai dites modifikasi Marshall. Setelah kepadatan bulk kering diperoleh, maka porositas dapat dihitung sebagai berikut:
37
Porositas (VIM): Dd ö æ P(%) = ç1 ÷ ´ 100% è SGmix ø
(2.9)
dimana SGmix dihitung dengan rumus berikut: SGmix =
100 , %CA % FA % F % Aspal + + + SGCA SGFA SGF SGAspal
berdasarkan
berat
total
campuran Catatan : Bila porositas (VIM) belum memenuhi spesifikasi, maka enersi pemadatan ditingkatkan. Rongga Diantara Agregat (Void in Mineral Aggregate/VMA) VMA adalah volume rongga udara diantara butir-butir agregat dalam campuran beraspal dalam kondisi padat. VMA meliputi rongga udara dalam campuran beraspal dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). æ %Wagg VMA = 100 - ç ç SG agg è
ö ÷´ D ÷ ø
(2.10)
dalam satuan % terhadap volume total sampel, dimana : % Wagg = % terhadap berat total campuran Rongga Terisi Aspal (Void Filled Bitumen/VFB) Rongga terisi aspal (VFB) adalah bagian dari VMA yang terisi oleh kandungan aspal efektif dan dinyatakan dalam perbandingan persen antara (VMA– P) terhadap VMA sehingga: VFB =
(VMA - P) ´ 100% VMA
(2.11)
38
SG agg =
100 , berdasarkan berat total agregat. %CA % FA % F + + SGCA SG FA SG F
2.7.5 Variasi Kadar Aspal Residu Berdasarkan penetapan enersi pemadatan yang memberi porositas(VIM) dan nilai Stabilitas Marshall rendaman sesuai spesifikasi yang ditentukan, dibuat spesimen dengan beberapa variasi kadar aspal residu. Biasanya dibuat variasi dengan beda 0,5 % sebanyak dua variasi di bawah dan dua variasi di atas kadar aspal residu awal.
2.7.6 Curing Spesimen a. Curing A: curing dalam oven Spesimen di curing dalam mould dengan akses udara yang sama terhadap ke dua sisi specimen selama 24 jam (bisa dilakukan dengan meletakkan sampel dalam mould dengan sisi tertidur di lantai), kemudian dikeluarkan dari dalam mould, lalu di oven dengan suhu 40°C selama 24 jam dan didinginkan pada suhu ruang/kamar (+ 28oC) selama 24 jam juga. b. Curing B: capillary soaking Spesimen dari proses curing A, direndam dalam bak air yang berisi alas pasir kasar. Spesimen direndam setebal setengah ketinggiannya selama 24 jam, lalu di balikkan dan di rendam lagi selama 24 jam. Keringkan dengan lap atau kertas hisap kemudian timbang untuk pengujian penyerapan air sesudah perendaman. Spesimen dari proses curing B di tes untuk mendapatkan absorbsi air dan Stabilitas rendaman.
39
2.7.7 Pengujian Modifikasi Marshall Pengujian Modifikasi Marshall adalah pengujian stabilitas marshall yang dilaksanakan pada suhu ruang untuk pengujian CAED (Asphalt Institute, 1989). Sedangkan pengujian standar marshall untuk campuran aspal panas, sampel dikondisikan pada suhu 60°C selama + 30 menit sebelum diuji.
2.7.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) KARO ditentukan dengan mengoptimalkan dua parameter yaitu stabilitas rendaman dan kepadatan bulk kering. Parameter lain seperti: porositas, penyerapan air dan tebal film di evaluasi sesuai spesifikasi, dimana pada nilai KARO parameter-parameter tersebut harus memenuhi syarat. Untuk memudahkan penentuan KARO, maka perlu dibuat diagram rentang aspal terhadap karakteristik campuran seperti yang terlihat dalam Gambar 2.4.
Ket:
Soaked Stability Water Absorption
Tdk memenuhi
TFA
Memenuhi Kadar Aspal Optimum(%)
Kadar Aspal (%) Gambar 2.4 Contoh penentuan KARO. Sumber: Aspalt Institute (1989)
40
2.7.9 Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees) Untuk menentukan Tebal Film Aspal, diperlukan data luas permukaan agregat (Asphalt Institute, 1989) yang dapat diperoleh dengan mengalikan antara prosentase lolos komulatif masing-masing ayakan dengan faktor luas permukaan. Selanjutnya TFA dihitung dengan rumus (Whiteoak, 1991): TFA =
% Aspal 1 1 ´ ´ (100 - % Aspal SGAspal LuasPermukaanAgregat
(2.12)
2.7.10 Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability) Stabilitas sisa adalah rasio antara stabilitas rendaman terhadap stabilitas kering. Nilai ini hanya dicari pada kadar aspal residu optimum (KARO), dengan syarat > 50%.
2.7.11 Kekuatan Ultimit CAED Untuk mendapatkan kekuatan ultimit, sampel CAED dicuring dalam oven pada suhu 40°C sampai kadar airnya menguap (full curing). Sampel bisa dikatakan dalam kondisi full curing bila beratnya sudah konstan.
2.8
Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat(CEBR) Spesifikasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) untuk jenis-jenis
gradasi CEBR dapat dilihat pada Tabel 2.3. Dari beberapa Type CEBR, tipe V memberi ukuran agregat maksimum yang lebih kecil dari tipe CEBR yang lain, yang mana akan memberikan kepraktisan/kemudahan pemadatan di laboratorium.
41
Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) Ukuran ayakan
Type of DGEM
No
mm
I
2"
50
100
II
III
IV
V
VI
100
100
90 11/2"
37,5
100
100 90 -
1"
100
25
100 90 -
3/4"
19
60 - 80
1/2"
12,5
3/8"
9,5
No.4
4,75
20 - 55
25 - 60
35 - 65
45 - 70
60 - 80
No.8
2,36
10 - 40
15 - 45
20 - 50
25 - 55
35 - 65
No.16
1,18
No.30
0,6
No.50
0,3
2 - 16
3 - 13
3 - 20
5 - 20
6 - 25
15 - 30
No.100
0,15
No.200
0,075
0 - 5
1 - 7
2 - 8
2 - 9
2 - 10
5 - 12
35 min
35 min
35 min
35 min
35 min
35 min
putaran
40 max
40 max
40 max
40 max
40 max
40 max
Bidang Pecah (%)
65 min
65 min
65 min
65 min
65 min
65 min
100
100 90 -
60 - 80
100
90 -
Sand Equivalent (%)
60 - 80
100 75 - 100
Los Angeles test @ 500
Sumber: Bina Marga Spesifikasi Khusus (1991)
42
Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) Sifat Campuran
I
II
III
IV
V
VI
4
4,5
5
5,5
6
7,5
Kadar Bitumen Terserap
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
Kadar Bitumen Total
4,5
5
5,5
6
6,5
8
Kadar aspal Emulsi Total
7,5
8,3
9,2
10
10,8
13,3
Stabilitas rendaman (kg)
300
300
300
300
300
300
Stabilitas Sisa
50
50
50
50
50
50
kadar Rongga Potensial
5
5
5
5
5
5
(%thd berat total campuran padat)
10
10
10
10
10
10
Penyerapan Air
4
4
4
4
4
4
Tebal Film Bitumen (µm)
8
8
8
8
8
8
Tingkat Penyelimutan
75
75
75
75
75
75
80
50
40
30
25
25
150
100
100
75
75
75
Sub Base
Base &
Base &
Base &
Sand Mix
& Base
Surface
Surface
Surface
& Surface
Kadar Bitumen Efektif
(%thd berat total campuran)
(% thd stabilitas kering semula sesudah 48 jam)
(%thd berat total campuran padat)
(%thd total permukaan agregat) Tebal Lapisan yang Disarankan Max
Penggunaan
Sub Base
Sumber: Bina Marga Spesifikasi Khusus (1991)
2.9
Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) adalah konstruksi yang terdiri
dari campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Adapun gradasi OGEM dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2.5.
43
Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) Ukuran Ayakan 25 mm 19 mm 12.5 mm 9.5 mm 6.75 mm 2.36 mm 1.18 mm 0.075 mm Nominal Layer Thickness (mm) Residual Bitumen Content (%) Minimum Total Emulsion Content (%)
Persen Lolos Friction Course Base Course 100 100 100 80-100 100 80-100 20-55 10-40 5-30 0-10 0-5 0-5 0-2 0-2 25 3.9 3.3 6.6 5.7
Sumber: MPW-RI (1990) 2.10
Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain Sebagai bahan perbandingan, pada Tabel 2.6 disajikan spesifikasi CAED
selain yang diadopsi oleh pihak Bina Marga (MPW-RI, 1990) dan Bina Marga Spesifikasi Khusus tahun 1991. Tabel 2.6 Data Spesifikasi CAED (Campuran Aspal Emulsi Dingin) Karakteristik CAED Uraian
Stab. Rendaman (kN)
Stab. Sisa (%)
Porositas (%)
Abs.air (%)
TheAsphaltInstitute, 1989, 50 2.225 1997 Pada suhu 22ºC (min) Nikolaides, 50 1.335 6 - 12 4 (max) Pada temperatur ruang (min) Dep. PU, BM, 1990 & 50 1991 3.0 5 - 10 4 (max) (min) Pada temperatur ruang Alat pemadat : 2 x 50 tumbukan Marshall (pemadatan sedang) Alat tumbuk Marshall Catatan : 1 kN = 100 kg
44
2.11
Kinerja CAED CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran
untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai pada daerah temperatur hangat. Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris beberapa spesimen di curing di ruang terbuka sehingga terkena pengaruh cuaca pada temperatur + 10oC dengan sering hujan rintik. Spesimen diberi penutup pada bagian sisinya sehingga efek penguapan akan terjadi dari sisi atas saja. Untuk mencapai kekuatan CAED yang ditargetkan setara dengan kekuatan Hot Mix (Indirect Tensile Stiffness Modulus-ITSM: 2000-2500MPa) diperlukan waktu 16 minggu (Spesimen tanpa semen). Bila spesimen CAED diberi 2% semen kekuatan yang ditargetkan tercapai dalam 2 minggu seperti terlihat pada Gambar 2.5 (Thanaya, 2003). 6000
ITSM (MPa)
5000 4000 3000 2000 1000 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu Curing (Minggu Tanpa Semen
Dengan Semen
Gambar 2.5 Peningkatan kekuatan CAED Sumber: Thanaya (2003)
Campuran dingin dengan aspal emulsi setelah dihamparkan masih relatif goyang atau mempunyai nilai stabilitas yang rendah. Hal ini dikarenakan kandungan aspal yang terdapat dalam aspal emulsi hanya sekitar 60% sedangkan yang 40% berupa air. Kestabilan campuran aspal dingin diperoleh apabila air yang
45
terdapat dalam aspal emulsi menguap, hal ini menyebabkan kestabilan campuran aspal dingin baru dicapai setelah jangka waktu ± 2 bulan sejak selesai dihamparkan.
Penambahan
semen
bertujuan
untuk
mempercepat
dan
meningkatkan stabilitas campuran. Semen diharapkan dapat menarik air yang ada dalam aspal emulsi, sehingga residu aspal yang terdapat dalam aspal emulsi dapat segera bereaksi dengan agregat. Pada awalnya penambahan semen kedalam campuran aspal dingin adalah untuk membentuk mastik,yang berperanan dalam kekentalan aspal. Penambahan semen ada kaitannya dengan adhesi,dimana pengaruhnya sama dengan pertambahan kekentalan aspal. Mekanisme penambahan semen untuk mendukung adhesi aspal dan agregat adalah secara mekanik sekaligus kimia.Biasanya adhesi antara aspal dengan permukaan agregat dipengaruhi oleh kekentalan aspal. Ini merupakan fenomena mekanik (Shell Bitumen,1991). Adhesi merupakan akibat logis dari breaking. Setelahproses breaking berlangsung,secara perlahan aspal akan berpisah dengan air. Agregat sekarang diselimuti oleh bitumen yang terlepas dari emulsifier.Proses pemisahan aspal dari air dan melekat/mengikat pada permukaan agregat ini disebut setting (Sukarno, 1992). Usaha untuk meningkatkan adhesi dapat dilakukan dengan menambah antistripping additive pada campuran. Bahan yang berfungsi untuk meningkatkan daya adhesi adalah dari jenis hydrated lime yang umumnya ditambah pada campuran 1 – 3 %. Hydrated lime akan bereaksi dengan ion karbonil yang terdapat pada aspal dan menghasilkan group karbonil lain seperti katone,yang dapat
46
meningkatkan lekatan antara aspal dan agregat. Campuran ini akan sulit digusur oleh air, sehingga akan meminimalkan terjadinya stripping (Shell Bitumen,1991). Semen yang dipergunakan sebagai bahan additive di pasaran umumnya berkualitas baik dan dapat dipertanggungjawabkan, namun untuk memberi kepastian harus dicatat bahwa perilaku semen tergantung merknya, karena perbedaan baik dalam bahan mentah seperti kapur dan tanah liat yang dipakai,maupun pada proses pembuatannya. Sesuai dengan kebutuhan pemakai, maka para pengusaha industri semen berusaha untuk memenuhinya dengan berbagai penelitian, sehingga ditemukan berbagai jenis semen. Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu : 1. Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran’ 2. Tipe II (Moderate Sulfat Resistance) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadi penyusutan yang besar perlu ditambahkan sifat moderat “Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama.
47
3. Tipe III (High Early Strength) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari 4. Tipe IV (Low Heat of Hydration) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur beton yang massive dan dengan volume yang besar, seperti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan retak. Pengembangan kuat tekan dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I 5. Tipe V (Sulfat Resistance Cement) Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti: air laut, daerah tambang, air payau.
2.12 Statistik Inferensi Uji T Statistik dalam praktek berhubungan dengan banyak angka hingga dapat diartikan numerical description, juga sering diasosiasikan dengan sekumpulan
48
data. Statistik dipakai untuk untuk melakukan berbagai analisis terhadap data, seperti melakukan peramalan (forecasting), melakukan berbagai uji hipotesis. Aplikasi ilmu statistik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik Induktif (Inferensi). Statistik Deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data, seperti berapa rata-rata, seberapa jauh data-data bervariasi dari rata-ratanya, berapa median data, dan sebagainya. Sedangkan Statistik Inferensi berusaha membuat berbagai inferensi terhadap sekumpulan data yang berasal dari suatu sampel. Tindakan inferensi tersebut seperti melakukan perkiraan besaran populasi, uji hipotesis, peramalan. Dalam praktek kedua bagian statistik tersebut dipakai bersama-sama, biasanya dimulai dengan statistik deskriptif, berdasarkan hasil tersebut, dilanjutkan dengan berbagai analisis statistik secara induktif (inferensi) Statistik inferensi pada dasarnya adalah suatu keputusan, perkiraan, atau generalisasi tentang suatu populasi berdasarkan informasi yang terkandung dari suatu sampel. Secara umum populasi didefinisikan sebagai sekumpulan data yang mengidentifikasi
suatu
fenomena,sedangkan
sampel
didefinisikan
sebagai
sekumpulan data yang diambil atau diseleksi dari suatu populasi. Pengambilan sampel dilakukan karena dalam praktek banyak kendala yang tidak memungkinkan seluruh populasi yang diteliti. Kendala tersebut bisa karena situasi, waktu, tenaga, biaya dan sebagainya. Metode statistik inferensi dalam praktek cukup beragam, dan salah satu kriteria penting dalam pemilihan metode statistik yang akan digunakan adalah melihat distribusi sebuah data. Jika data yang diuji berdistribusi normal atau
49
mendekati distribusi normal, maka selanjutnya dengan data-data tersebut bisa dilakukan berbagai inferensi atau pengambil keputusan dengan metode statistik parametrik. Jika terbukti data tidak terdistribusi normal atau jauh dari kriteria distribusi normal, maka metode parametrik tidak bisa digunakan, untuk kegiatan inferensi digunakan metode statistik non parametrik. Kegiatan inferensi dibedakan menjadi: (1) Pengujian beda rata-rata yang meliputi uji t dan uji F (Anova), dan (2) Pengujian hubungan dua variable atau lebih, alat uji yang digunakan seperti ChiSquare, korelasi dan regresi.
2.12.1 UJI HIPOTESIS Dalam melakukan uji hipotesis, ada banyak factor yang menentukan, seperti apakah sampel yang diambil berjumlah banyak atau hanya sedikit. Prosedur Uji Hipotesis dalammelakukan inferensi meliputi : (1) Menentukan H0 dan H1, (2) Menentukan Uji (prosedur) Statistik yang digunakan (Uji t,Anova,uji z, dll), (3) Menentukan statistik table yang dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan, derajat kebebasan (df) dan jumlah sampel, (4) Menentukan Statistik hitung, dan (5) Mengambil Keputusan. Pernyataan H0 dan H1 selalu berlawanan, seperti H0 menyatakan bahwa rata-rata populasi, maka Hi menyatakan alternatifnya. Derajat kebebasan (degree of freedom) sangat bervariasi tergantung dari metode yang dipakai dan jumlah sampel. Jika sampel kecil (< 30) dan varians populasi tidak diketahui, maka metode parametrik yang digunakan adalah uji t (student). Disini sampel bisa saling berhubungan (dependen).
50
2.12.2 PAIRED SAMPLE T TEST Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Sampel yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Perlakuan pertama mungkin saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek penelitian. Untuk interpretasi t-test terlebih dahulu harus ditentukan nilai α (tingkat signifikansi/probabilitas) dan nilai derajat kebebasan (degree of freedom) = N-1 dengan N adalah jumlah sampel. Kemudian nilai t hitung dipakai dasar dalam pengambilan keputusan. Dasar pengambilan keputusan ada dua yaitu berdasarkan perbandingan t hitung dengan nilai t-tabel dan berdasar nilai Probabilitas. Jika keputusan berdasarkan t table, apabila t hitung lebih besar dari nilai t-tabel maka nilai rata-rata berbeda secara signifikan (Ho ditolak) dan apabila t hitung lebih kecil dari t-tabel maka nilai rata-rata tidak berbeda secara signifikan (Ho diterima). Bila keputusan diambil berdasarkan Probabilitas, apabila probabilitas > 0,05, maka H0 diterima, bila probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi : jika angka probabilitas/2 > 0,025, maka H0 diterima, bila angka probabilitas/2 < 0,025 H0 ditolak.
51
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi Penelitian Agregat kasar, halus, dan abu batu berupa batu pecah yang diperoleh dari
proses pemecahan batu alam dari Daerah Gesing Desa Selat Karangasem, diayak di PT Sarana Beton Perkasa Jalan IB Mantra Desa Saba Gianyar. Penelitian campuran CAED dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Balai Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Jl. Cokroaminoto Km. 3 Ubung, Denpasar-Bali.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Agregat alam terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler Abu batu. Aspal, yaitu aspal emulsi CSS (Cationic Slow Setting)-1h, dengan bahan dasar aspal penetrasi 56 (spesifikasi 40 – 90 Lampiran A) setara AC 60/70
3.2.2 Alat Alat-alat Laboratorium Jalan Raya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan Balai Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, yaitu: (a) Satu set saringan, (b) Mesin Los Angeles, (c) Pan, (d) Cetakan benda uji, (e) Timbangan, (f) Alat pemadat/penumbuk, (g) Neraca, (h) Ejector/extruder, (i) Oven, dan (j) Alat Marshall.
52
3.3 Langkah-Langkah Penelitian Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan seperti pada Gambar 3.1 berikut ini. Persiapan
Pemeriksaan Agregat sesuai Spesifikasi Sifat Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR)
Data Spesifikasi Aspal Emulsi Jenis CSS-1h
Tidak Spesifikasi
Ya
Proporsi Agregat Estimasi Kadar Aspal Emulsi Tes Penyelimutan (Coating) Penentuan Enersi Pemadatan
Tidak
Stabilitas dan Porositas
Ya
Variasi Kadar Aspal Residu Penentuan Kadar Aspal Emulsi Optimum (KARO)
A
Ganti Bahan
53
A Produksi I : sampel padat pada KARO tanpa semen
Produksi II : sampel padat pada KARO tanpa semen
Sampel dicuring dalam cetakan selama 3 hari, kemudian dimasukan ke dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam, dan dicuring dalam suhu ruang selama 24 jam
Produksi III : sampel padat pada KARO dengan 2 % semen
Curing dalam ruang dan pada suhu ruang selama 3,6,9,dan 12 hari
Tes Marshall dalam kondisi suhu ruang (tanpa direndam)
Tes Marshall dalam kondisi suhu ruang (tanpa direndam)
Analisis Data
Analisis Data
Stabilitas Sisa
Uji Statistik
Produksi IV : sampel padat pada KARO tanpa
semen
semen
Produksi V : sampel padat pada KARO dengan 2 % semen
Sampel dikondisikan full curing dalam oven suhu 40o C sampai berat sampel tetap
Tes Volumetrik dan Tes Marshall dalam kondisi panas dengan cara direndam dalam bak air dengan suhu 60oC selama 30-40 menit.
Simpulan & Saran
Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Analisis Data
54
3.4
Metode Curing di Dalam Ruang 1. Sampel yang sudah dipadatkan ditempatkan di atas meja dengan alas pasir setebal ± 1-2cm. 2. Bagian sisi luar sampel diberi isolasi/penutup untuk mensimulasikan kondisi di lapangan, dimana penguapan hanya terjadi melalui bagian permukaan saja.
Sampel Pasir Meja
Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang 3.5
Pengujian Laboratorium Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diuji di
laboratorium untuk mendapatkan bahan yang memenuhi syarat-syarat bahan pekerjaan jalan. Adapun pengujian yang dilakukan seperti di bawah ini.
55
3.5.1 Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler 1. Tujuan: Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar, agregat halus, dan filler dengan menggunakan saringan. 2. Peralatan: a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji. b. Saringan: 1/2”, 3/8”, No.4, No.8, No.50, dan No.200. c. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (100 ± 5)o C atau wajan,kompor,pengaduk dll. d. Alat pemisah contoh, mesin pengguncang saringan, talam, kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya. 3. Benda uji: Benda uji berupa agregat kasar (CA), Agregat Halus (FA), dan Abu batu (Filler). 4. Prosedur: a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC, sampai berat tetap atau dipanaskan di atas wajan agar air yang ada di dalam agregat menguap,sehingga agregat mudah untuk diayak. Dalam penelitian ini dilakukan dengan memanaskan agregat denagn wajan. b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas dan diguncang dengan mesin pengguncang selama 15 menit. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis saringan tiap jenis agregat. Untuk mendapatkan gradasi butiran yang memenuhi spesifikasi gradasi agregat kasar, agregat halus, dan filler untuk campuran aspal emulsi dingin dilakukan dengan mengayak agregat sesuai saringan yang diperlukan.
56
c. Untuk memperoleh Agregat Kasar, saringan yang dipergunakan sebanyak 4 buah saringan yaitu saringan ½”,3/8”,saringan No.4,dan saringan No.8. Pertama dipasang saringan ukuran 1/2” (12,5 mm) dimana agregat yang lolos adalah 100%, sedangkan yang tertahan tidak dipergunakan. Ukuran saringan berikutnya adalah saringan 3/8”(9,5 mm), agregat yang tertahan dikumpulkan,sedangkan yang lolos akan diayak pada saringan No.4 (4,75mm).
Agregat
yang
tertahan
di
atas
ayakan
No.4
dikumpulkan,sedangkan yang lolos saringan akan disaring pada saringan No.8 (2,36 mm). Agregat yang tertahan di atas saringan No.8 dikumpulkan, sedangkan yang lolos saringan akan diayak pada saringan No.50 (0,3mm). Agregat yang tertahan diatas ayakan No.8 dan lewat saringan ½” merupakan agregat kasar yang dipergunakan dalam penelitian CAED. d. Untuk memperoleh Agregat Halus, saringan yang dipergunakan sebanyak 2 buah saringan yaitu saringan No.50 (0,3 mm) dan saringan No.200 (0,075mm). Agregat yang lolos saringan No.8 diayak pada saringan No.50 (0,3mm). Agregat yang lolos akan diayak pada saringan No.200 (0,075mm), sedangkan yang tertahan dikumpulkan. Selanjutnya Agregat yang tertahan pada saringan No.200 (0,075mm) dikumpulkan. Agregat yang tertahan diatas ayakan No.200 dan yang lewat saringan No.8 merupakan agregat halus yang dipergunakan dalam penelitian CAED. e. Abu batu diperoleh dari mengayak agregat yang lolos saringan No.200, bahan ini dipergunakan sebagai bahan filler untuk campuran aspal emulsi dingin.
3.5.2
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
1. Tujuan: a. Menentukan Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity). b. Menentukan Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD). c. Menentukan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity.) d. Menentukan Penyerapan Agregat Kasar.
57
2. Peralatan: a. Keranjang kawat ukuran No.6 atau No.8. b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai dengan pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap. c. Timbangan dan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang. d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)oC. e. Alat pemisah contoh dan Saringan No.4 3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar. 4. Prosedur: a. Siapkan agregat kasar (tertahan saringan No. 4 atau 4,75 mm) atau yang lebih
besar,
sebanyak
5000
gram
(menyesuaikan).
Cuci
untuk
menghilangkan debu, kemudian direndam selama 24 jam. b. Angkat agregat dari dalam air, kemudian dilap dengan kain/kertas penyerap, dan/atau dianginkan dengan kipas angin, sampai selaput air pada permukaan hilang (keadaan kering permukaan jenuh atau saturated surface dry/SSD). Secara visual agregat akan tampak relatif kering pada permukaannya namun masih jenuh air, lalu ditimbang (Bj). c. Letakkan benda uji dalam keadaan SSD dalam keranjang yang berlubang kecil-kecil, kemudian timbang berat benda uji dalam air yang bersuhu 25ºC (Ba).
58
d. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 110 ± 5ºC selama 24 jam, atau sampai beratnya konstan. Lalu didinginkan dan ditimbang (Bk). 5. Perhitungan: Berat jenis (bulk specific gravity) =
Bk ( Bj - Ba)
(3.1)
Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry) =
Bj ( Bj - Ba)
(3.2)
Berat jenis semu (apparent specific gravity) = Penyerapan (absorpsi) =
Bk ( Bk - Ba)
( Bj - Bk ) x 100 % Bk
(3.3) (3.4)
Dimana: Bk = berat benda uji kering oven (gram) Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram) Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air (gram) 3.5.3
Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
1. Tujuan: a.
Menentukan Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity).
b.
Menentukan Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD).
c.
Menentukan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity).
d.
Menentukan Penyerapan Agregat Halus.
2. Peralatan: a. penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15) gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm. b. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
59
c. Piknometer dengan kapasitas 500 ml. d. Kerucut terpacung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter bagian bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm. e. Batang Saringan No.4 dan desikator. f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai suhu (110 ± 5)oC. 3. Benda uji: Benda uji adalah agregat halus lolos Saringan No.4 sebanyak 1000 gram. 4. Prosedur: a. Cuci bersih sekitar 1000 gram agregat halus (lolos saringan 2,36 mm), kemudian rendam dalam air selama (24 ± 4) jam. b. Buang air perendam, hati-hati jangan sampai ada butiran yang hilang, tebarkan agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara membalik-balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh. c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke dalam kerucut terpacung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak. d. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gram benda uji ke dalam piknometer. Masukkan air suling sampai mencapai 90 % isi piknometer, putar sambil diguncang-guncangkan sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya. Untuk mempercepat proses ini
60
dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer. e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25oC). f. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas. g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt). h. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator. i.
Setelah benda uji dingin, kemudian timbanglah (Bk).
j.
Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna penyesuaian terhadap suhu standar 25oC (B).
5. Perhitungan: Berat jenis (bulk specific gravity) =
Bk ( B + 500 - Bt )
(3.5)
Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
=
500 ( B + 500 - Bt )
(3.6)
Berat jenis semu (apparent specific gravity)
=
Bk ( B + Bk - Bt )
(3.7)
61
Penyerapan (absorpsi) =
(500 - Bk) x 100 % Bk
(3.8)
Dimana: Bk = berat benda uji kering oven (gram) B
= berat piknometer berisi air (gram)
Bt
= berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)
3.5.4
Pemeriksaan Berat Jenis Filler
1. Tujuan: Menentukan Berat Jenis Filler. 2. Peralatan: Tabung/gelas, penutupnya, Timbangan dan oven. 3. Benda uji: Benda uji adalah Abu batu yang lolos saringan No.200 sebanyak 1 kg. 4. Prosedur: a. Timbang tabung/gelas dan penutupnya (A). b. Isi tabung/gelas dengan air sampai penuh kemudian ditutup dengan penutup kaca. Upayakan tidak terlihat ada rongga udara yang terperangkap. Keringkan kelebihan air dengan kertas tisu, lalu ditimbang (B). Kemudian tuangkan air dan keringkan tabung/gelas. c. Seperti langkah kedua diatas, namun diisi dengan Dilatomeric Liquid (DL), lalu ditimbang (C). d. Isi tabung/gelas dengan filler minimel sepertiga volume tabung/gelas, dan timbang bersama penutup kacanya (D).
62
e. Seperti langkah keempat diatas, dan ditambahkan dengan Dilatomeric Liquid (DL), lalu ditimbang beserta penutup kaca (E). 5. Perhitungan: Berat jenis =
D- A ; ( E - D) ( B - A) dDL
dDL =
(C - A) ( B - A)
(3.9)
DL = Dilatomeric Liquid (cairan yang tidak beraksi dengan filler) dDL = Kepadatan dari DL
3.5.5
Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi)
1. Tujuan: Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No.12 terhadap berat semula (dalam %). 2. Peralatan: a. Mesin Los Angeles, mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”) panjang, dalam 50 cm (20”). Silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tidak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”). b. Saringan mulai ukuran 19,0 mm (3/4”) sampai 9,5 mm (No.3/8”). c. Timbangan dengan ketelitian 1 gram.
63
d. Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masingmasing antara 400 – 440 gram. e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanaskan sampai (110 ± 5)oC. 3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar. 4. Prosedur: a. Agregat dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap kemudian saring serta timbang. b. Benda uji dan bola-bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles. c. Putar mesin dengan kecepatan 30 – 33 rpm, sebanyak 500 putaran. d. Setelah selesai pemutaran, benda uji dikeluarkan, disaring dengan saringan No.12 (1,7 mm). Butiran yang lebih besar dari 1,7 mm (tertahan di saringan tersebut) dicuci bersih, dikeringkan dalam oven suhu (110 ± 5)oC, kemudian timbang dengan ketelitian 5 gram. 5. Perhitungan:
Keausan =
a-b x 100 % a
(3.10)
Dimana: a = berat benda uji semula (gram) b = barat benda uji tertahan saringan No.12 (gram)
3.5.6
Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test)
1. Tujuan: Untuk mengetahui pelapukan agregat akibat pengaruh iklim dan bahan kimia.
64
2. Peralatan: a. Beaker glass, oven, saringan 3/8” atau 9,5 mm dan desikator. b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram. c. Natrium sulfat atau magnesium sulfat. 3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar tertahan saringan 3/8”. 4. Prosedur: a. Siapkan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat dengan cara melarutkan kristal murni garam magnesium sulfat ke dalam air panas dan diaduk kemudian disaring. b. Agregat yang akan diuji dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap, kemudian ditimbang (A). c. Masukkan benda uji ke dalam beaker glass, tuang larutan garam yang telah disediakan setinggi 1 cm diatas permukaan agregat biarkan selama 16 jam. d. Setelah 16 jam ambil benda uji biarkan mengering. Setelah itu masukkan dalam oven hingga beratnya tetap. e. Siapkan ayakan 3/8” dan dibawahnya diletakkan tutup saringan yang bersih. f. Benda uji disaring selama 10 menit, kemudian dicuci dengan air panas pada suhu 40oC. g. Buang airnya, kemudian masukkan dalam oven pada suhu 110±5oC selama 24 jam sampai beratnya tetap dan saring dengan saringan 3/8”. h. Timbang agregat yang tertahan di atas saringan (B). 5. Perhitungan:
65
Persentase agregat yang lapuk =
A- B x 100% A
(3.11)
3.5.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung 1. Tujuan: Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan Lumpur dalam agregat kasar dengan mencari perbandingan berat lempung/lumpur dalam agregat dengan benda uji yang dinyatakan dalam persen. 2. Peralatan: Saringan No.4, timbangan, cawan, dan Oven dengan pengatur suhu (110 ± 5)oC. 3. Benda Uji: Benda uji berupa agregat yang tertahan saringan No.4. 4. Prosedur: a. Masukkan benda uji ke dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC selama 24 jam. b. Timbang cawan kosong + benda uji (A). c. Cuci benda uji untuk menghilangkan kotorannya hingga benar-benar bersih. d. Keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai selama 24 jam. e. Dinginkan benda uji dalam desikator. f. Timbang cawan + benda uji bersih kering dalam oven (B). 5. Perhitungan: Kadar lempung =
A- B x100% A
(3.12)
66
3.5.8 1.
Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) Tujuan: Untuk mengetahui kebersihan agregat halus dari kandungan bahan organik/lumpur.
2. Peralatan: Tabung sand equivalent, Beban equivalent, Larutan Calsium Clorida dan Saringan No 4, gelas ukur, tin box, sumbat karet, cawan. 3. Benda uji: Benda uji adalah agregat halus lolos saringan No.4. 4. Prosedur: a. Masukkan benda uji kedalam tin box sampai penuh, ratakan dan tekan dengan tangan hingga permukaannya rata. b. Masukkan larutan calsium clorida kedalam tabung sand equivalent setinggi 5 strip (skala tabung sand equivalent). c. Masukkan benda uji yang telah ditakar tadi kedalam tabung sand equivalent dan biarkan selama 10 menit. d. Tabung ditutup dengan sumbat karet kemudian dikocok kearah horizontal sebanyak 90 kali. e. Tabung dibuka dan ditambahkan larutan calsium clorida sampai setinggi 15 cm dari permukaan agregat. f. Diamkan selama 20 menit kemudian baca skala diatas pemukaan lumpur. g. Selanjutnya baca skala beban equivalent secara perlahan lahan sampai beban tersebut terhenti. Baca skala setelah pembebanan. 5. Perhitungan:
Nilai Sand Equivalent (SE) =
Skala x100% SkalaLumpur
(3.13)
67
3.5.9
Pemeriksaan Kadar Aspal Residu
1. Tujuan: Untuk mengetahui kadar aspal residu dari aspal emulsi. 2. Peralatan: Pan,Oven, dan Timbangan 3. Benda uji: Aspal emulsi 4. Prosedur: a. Sebelum pengambilan aspal emulsi terlebih dahulu dilakukan pengadukan.. b. Timbang berat pan yang akan dipakai (A). c. Tuangkan aspal emulsi ke dalam pan secukupnya lalu timbang (B). d. Masukkan pan yang telah terisi aspal emulsi kedalam oven dengan temperatur (110 ± 5)oC selama 24 jam. e. Keluarkan pan dari dalam oven lalu timbang (C). 5. Perhitungan: X = (C-A)/(B-A)x100%
3.6
(3.14)
Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM Type V Dalam penelitian ini dipergunakan Gradasi DGEM Type V dengan ukuran diameter terbesar 12,5 mm dengan proporsi Gradasi Ideal seperti disajikan pada Tabel 3.1
68
Tabel 3.1 Proporsi Campuran Agregat DGEM Type V No. Saringan
mm
Spek. Campuran Agg( % lolos saringan)
Gradasi Ideal (% lolos saringan
Proporsi %
Berat Agregat untuk Coating (500 gram)
Berat Agregat untuk berat sampel (1200 gram)
1/2"
12,5
100
100
5*
25
60
3/8"
9,5
90-100
95
25
125
300
No.4
4,75
60-80
70
20
100
240
No.8
2,36
35-65
50
34,5
172,5
414
No.50
0,3
6-25
15,5
9,5
47,5
114
No.200
0,075
2-10
6
6
30
72
*agregat lolos 12,5 mm tertahan 9,5 mm = 5 %
3.7
Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi Dalam perhitungan kebutuhan Aspal Emulsi menggunakan cara dengan
menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989): P = (0.05A + 0.1B + 0.5C) x (0.7) dimana: P = % Kadar aspal residu awal Sesuai Gradasi Ideal pada Tabel 3.1 A = % Agregat Kasar (Tertahan di atas ayakan 2,36 mm) = 50 % B = % Agregat halus (lolos 2,36 mm tertahan 0,075 mm) = 44 % C = % Filler
=
6%
kemudian diestimasi kadar aspal emulsi (KAE) awal terhadap berat total campuran: KAE awal = (P/X)% dimana:
69
P = % Kadar aspal residu awal X = % Kadar residu dari aspal emulsi Menentukan Kadar aspal residu awal (P) berdasarkan Gradasi Ideal P = (0,05 x 50 + 0,1x44 + 0,5x6) x (0,7) = (2,5 + 4,4 + 3) x 0,7 = 6,93% Dibulatkan menjadi 7 % Berdasarkan nilai P = 7 %, sedangkan X = 57 % = 0,57 (diperoleh dari brosur), maka KAE = 7/0,57 = 12,28 % terhadap berat total campuran
3.8
Tes Penyelimutan (Coating Test) Tes ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah
diproporsikan sesuai gradasi yaitu sebesar 500 gram, kemudian dilembabkan secara merata dengan beberapa variasi kadar air yaitu 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6 % terhadap berat campuran. Dalam kondisi ini air berperan sebagai viscosity reducing agent (menurunkan kekentalan aspal emulsi). Setelah itu agregat lembab dicampur dengan aspal emulsi,tempatkan di atas alas kedap air,dan terus diobservasi penyelimutannya. Tentukan kadar air yang menghasilkan penyelimutan terbaik.
3.9 Perhitungan Kebutuhan Aspal Dengan pemadatan yang sesuai,dibuat spesimen dengan beberapa variasi kadar aspal residu. Variasi kadar aspal direncanakan dengan beda 0,5 % sebanyak dua variasi di bawah dan dua variasi di atas kadar aspal residu awal. Tabulasi kebutuhan aspal dengan kadar aspal residu yang bervariasi seperti Tabel 3.2 berikut ini :
70
Tabel 3.2 Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Aspal Residu Kadar Aspal Residu (P) (% thd berat total camp)
Kadar Aspal Emulsi = P/X (%)
6 % (6/0,57 ) = 10,52 6,5 % (6,5/0,57) = 11,40 7 % (7/0,57) = 12,28 7,5 % (7,5/0,57) = 13,16 8 % (8/0,57) = 14,04 Catatan : X = kadar residu dari aspal emulsi
3.10
Berat Aspal Emulsi untuk sampel Berdasarkan Total Campuran (1.150 gram) (10,52/100) x1150 (11,40/100) x1150 (12,28/100) x 1150 (13,16/100) x1150 (14,04/100) x1150
= = = = =
120,98 131,10 141,22 151,34 161,46
Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode Modifikasi Marshall
3.10.1 Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin 1. Persiapan benda uji: Persiapan benda uji terdiri dari penyiapan agregat dan aspal. Agregat yang digunakan dalam campuran dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu 105 ± 5°C. 2. Peralatan: a. Cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,2 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm (3”), lengkap dengan pelat alas dan leher sambung. b. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm. c. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran 20,32 x 20,32 x 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran 30,48 x 30,48 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di keempat bagian sudutnya.
71
d. Pemegang cetakan benda uji. e. Alat pengeluar benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari dalam cetakan benda uji, dipakai alat Extruder yang berdiameter 10 cm. f. Alat Marshall yang lengkap dengan Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung dan Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg, dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm. g. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gram. h. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250oC dan ± 100oC dengan ketelitian 1 % dari kapasitas. i.
Sarung tangan dari asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung pernafasan atau masker.
3. Pembuatan Benda Uji a. Agregat kering diproporsikan sesuai dengan gradasi tengah CEBR Tipe V. Agregat kasar (> 2,36 mm) diproporsikan sesuai ukuran saringan terkait. Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan 2,36 mm tertahan 0,075 mm. b. Proses perencanaan dan pembuatan sampel CAED dilakukan sesuai prosedur (BAB II, Sub Bab 2.8) 4. Pemadatan Benda Uji: a.
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk.
72
b.
Letakkan cetakan di atas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang cetakan.
c.
Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan.
d.
Timbang sekitar 1000-1250 gram campuran (untuk memperoleh tinggi benda uji mendekati tinggi standar 63,5 mm. Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatula sebanyak 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali bagian tengahnya.
e.
Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 2 x 50 kali (masingmasing 50 tumbukan pada satu sisi, kemudian sampel dibalikkan dan dipadatkan lagi 50 kali tumbukan untuk sisi berikutnya) dengan tinggi jatuh 45,7 cm dan berat alat tumbuk 4,5 kg. Selama pemadatan harus diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.
f.
Sampel di curing sesuai tahapan perencanaan CAED
g. Lepaskan pelat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasanglah alat pengeluar benda uji. h.
Keluarkan dengan hati-hati dengan ejektor dan letakkan benda uji diatas permukaan yang rata.
3.10.2 Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin Metode Modifikasi Marshall 1. Persiapan pengujian:
73
a. Bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel. b. Beri tanda pengenal pada benda uji. c. Ukur ketinggian benda uji dengan ketelitian 0,1 mm kemudian ditimbang. d. Bersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala penekan, sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas. 2. Pengujian: a. Siapkan benda uji (setelah di curing) letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan alat uji marshall, pada temperatur ruang (±28ºC) Bila disetarakan
dengan
cara
pengujian
campuran
panas,
sampel
dikondisikan/direndam dalam bak air pada temperatur 60oC selama 30 – 40 menit. b. Pasang segmen atas diatas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji. c. Naikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan. d. Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol. e. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm/menit sampai pembebanan menurun seperti yang di tunjukkan oleh jarum arloji tekan dan catat pembebanan maksimum yang dicapai, koreksilah bebannya dengan menggunakan faktor perkalian angka korelasi beban dan angka kalibrasi alat.
74
3.11 Uji Statistik dengan Paired Sample t Test Untuk menguji hasil peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu curing dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik yaitu uji nilai t berpasangan (Paired t test). Sampel tanpa penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen dicari Stabilitas Marshall sesuai waktu curing 3, 6, 9, dan 12 hari. Kasus ini terdiri atas dua sampel yang berhubungan/berpasangan satu dengan yang lain, yaitu sampel dengan waktu curing 3 hari (sebelum) dengan sampel dengan waktu curing 6 hari (sesudah), sampel dengan waktu curing 6 hari (sebelum) dengan sampel dengan waktu curing 9 hari(sesudah), dan sampel dengan waktu curing 9 hari(sebelum) dengan sampel dengan waktu curing 12 hari (sesudah). Sampel diketahui berdistribusi normal, dan anggota sampel sedikit (hanya 3<30), maka dipakai uji t untuk dua sampel yang berpasangan (sebelum dan sesudah). Hipotesis untuk kasus ini : H0 = Kedua rata-rata adalah identik (rata-rata sampel sebelum dan sesudah adalah tidak berbeda secara nyata. H1 = Kedua rata-rata adalah tidak identik (rata-rata sampel sebelum dan sesudah adalah berbeda secara nyata. Teknik Analisis Paired sample t test mempergunakan rumus sebagai berikut:
Dimana : t
= nilai t hitung
75
= Rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2 SD = Standar Deviasi selisih pengukuran 1 dan 2 N
= Jumlah Sampel
Untuk pengolahan data dengan Paired sample t test dipergunakan Program SPSS. Output Bagian Pertama (Group Statistics) T-Test Paired Samples Statistic Mean Pair 1
SEBELUM SESUDAH
N
Std Deviation
Std Error Mean
3 3
Pada bagian pertama terlihat ringkasan statistik dari kedua sampel. Untuk Nilai Stabilitas sebelum dan sesudah Output Bagian Kedua Paired Samples Correlations Pair 1
SEBELUM & SESUDAH
N 3
Correlation
Sig
3
Bagian kedua output adalah hasil korelasi antara kedua variabel, yang menghasilkan nilai correlation dan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan 0,05. Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
76
tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel diberikan kriteria sebagai berikut: – 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel – >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah – >0,25 – 0,5: Korelasi cukup – >0,5 – 0,75: Korelasi kuat – >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat – 1: Korelasi sempurna Bila probabilitas < 0,05, hal ini menyatakan bahwa korelasi antara Stabilitas sebelum dan sesudah adalah sangat erat dan benar-benar berhubungan secara nyata. Output Bagian Ketiga (Paired Sample Test), Pengambilan Keputusan Paired Sample Test Paired Differe nces Mean
Std Deviation
Std.Error mean
Lower
Pair1
Sig. (2taile d)
95 % Confidence Interval of the Difference
Upper
t
df
Sebelum Sesudah Keputusan diambil berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel dan
berdasarkan nilai Probabilitas. Keputusan berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel,jika Statistik Hitung (angka t output) > Statistik Tabel (t tabel),
77
maka H0 ditolak dan jika Statistik Hitung (angka t output) < Statistik Tabel (t tabel), maka H0 diterima. Keputusan berdasarkan nilai Probabilitas, jika Probabilitas > 0,05,maka H0 diterima dan jika < 0,05, maka H0 ditolak. Pada prinsip, pengambilan keputusan berdasarkan angka probabilitas lebih praktis, sehingga lebih sering dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan inferensi.
78
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pemeriksaan agregat Pemeriksaan agregat meliputi analisis saringan, berat jenis agregat,
penyerapan agregat, keausan agregat, sand equivalent, soundness test dan kadar lumpur/lempung. Agregat yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus dan filler yang diperoleh dari Mesin Pemecah Batu PT. Sarana Beton Perkasa Jalan Prof. IB Mantra Desa Saba Gianyar dengan sumber material dari daerah Gesing Desa Selat Karangasem.
4.1.1 Pengayakan Agregat Gradasi campuran dilaksanakan dengan mengayak agregat (kasar,halus, dan filler) untuk memperoleh proporsi agregat yang sesuai dengan batas tengah spesifikasi DGEM Type V Tabel 3.1 (BAB III, sub bab 3.6).
4.1.2 Berat Jenis Agregat Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dilakukan sebanyak dua kali untuk masing-masing jenis agregat. Hasil pemeriksaan berat jenis agregat kasar,agregat halus dan abu batu, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.1 sampai dengan Tabel A.3 Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1 Persyaratan berat jenis semu agregat pada umumnya > 2,5, karena agregat berasal dari batuan endapan lahar, sehingga agregat sedikit agak porous. Juga karena faktor ketelitian dalam penelitian.
79
4.1.3 Penyerapan Agregat Pemeriksaan terhadap penyerapan agregat dilakukan sebanyak dua kali untuk masing-masing jenis agregat. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.1 sampai dengan Tabel A.3. Dimana penyerapan agregat kasar sebesar 5,086 %, sedangkan penyerapan agregat halus sebesar 1,348 %. Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Persyaratan umum penyerapan agregat < 3 %,kemungkinan agregat kasar agak porous atau faktor ketelitian dalam penelitian.
4.1.4 Keausan Agregat Pemeriksaan keausan agregat dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.4 Hasil ratarata dari pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan keausan agregat sebesar 29 % < 40 % berarti bahwa agregat yang digunakan telah persyaratan Gradasi CEBR Type V. Ini menunjukkan bahwa agregat cukup kuat dan tahan untuk tidak mengalami keausan atau kehancuran selama proses pencampuran, penghamparan dan pemadatan.
4.1.5 Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalen) Pemeriksaan sand equivalent dilakukan terhadap agregat halus sebanyak dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.5, , sedangkan Nilai rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
80
Berdasarkan hasil pemeriksaan Sand Equivalent sebesar 80,06 % > 35 %, berarti bahwa agregat yang digunakan telah memenuhi persyaratan Gradasi CEBR Type V. Ini menunjukkan bahwa agregat halus cukup bersih karena sedikit mengandung lumpur sehingga dapat digunakan dalam campuran aspal emulsi dingin.
4.1.6 Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test) Pemeriksaan soundness test dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak dua kali. Data selengkapmya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.7 Hasil rataratanya seperti pada Tabel 4.1. Nilai keawetan agregat kasar sebesar 3,67 %, meskipun tidak disyaratkan oleh Gradasi CEBR Type V, jika dibandingkan dengan peryarat soundness test menurut Bina Marga < 12 %. Itu berarti bahwa agregat kasar cukup awet.
4.1.7 Kadar Lumpur/Lempung Pemeriksaan kadar Lumpur dilakukan terhadap agregat kasar, masingmasing sebanyak dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.6 ,sedangkan Hasil rata-rata dari pemeriksaan kadar lumpur dapat dilihat pada Tabel 4.1. Nilai kadar lumpur sebesar 0,24 %, meskipun tidak disyaratkan dalam Gradasi CEBR Type V , jika dibandingkan Syarat kadar lumpur agregat kasar yang ditetapkan oleh Bina Marga masih < 0,25 %
81
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat Jenis Agregat
Spesifikasi CEBR Type V
1 2 3 4
Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Semu Penyerapan ( %)
2,254 2,369 2,546 5,086
2,235 2,265 2,304 1,348
Filler Abu Batu 2,234 -
5
Nilai Keausan/Abrasi (%) Kebersihan(Sand Equivalen) (%) Keawetan (Soundness) (%) Kadar Lumpur/Lempung (%)
29.00
-
-
Maks.40 %
-
80,06
-
> 35 %
3,67
-
-
-
0,24
-
-
-
No.
6 7 8
Jenis Pemeriksaan
A.Kasar A.Halus
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
4.2
Proporsi Agregat Proporsi campuran agregat yang dipakai adalah gradasi ideal sesuai
Proporsi Campur DGEM Type V Tabel 3.1, dimana komposisi campuran terdiri atas Agregat Kasar sebesar 50 % dari berat total agregat, Agregat Halus sebesar 44 % dari berat total agregat, dan filler sebesar 6 % dari berat total agregat. Dalam penelitian, dipergunakan berat total campuran, sehingga komposisi campuran dikalikan dengan Faktor Pengali yang besarnya tergantung dengan % Kadar Aspal Residu (KAR)/Residu Bitumen Content (RBC). Besarnya faktor pengali adalah (100-RBC)/100. Hasil Proporsi untuk masing-masing campuran, dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.5, Lampiran C Tabel C.1, Lampiran D Tabel D1 s/d Tabel D.5,dan Lampiran E Tabel E.1 dan E.2
82
4.3
Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h Data hasil pengujian contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h berupa data
sekunder dari hasil tes supplier PT Triasidomix seperti Tabel 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2 Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h Spesifikasi*)
Satuan
SNI 03-6721-2002
Hasil Pengujian 34
20 – 100
detik
SNI 03-6828-2002
0,2
Max. 1
%
SNI 03-3644-1994
Positif
Positif
-
SNI 03-3643-1994
0
Max. 0,1
% lolos
38,4 0,5 61,2 56
Min.57 40 – 90
% % % 0,1 mm Cm %
No
Jenis Pengujian
Metode Pengujian
1
Kekentalan Saybolt Furol pada 25oC Stabilitas Penyimpanan 24 jam Muatab Listrik partikel Analisa saringan tertahan No.20 Penyulingan Kadar air Kadar minyak Kadar residu Penetrasi Residu
2 3 4 5
6
SNI 03-3642-1994
SNI 06-2456-1991
SNI 06-2432-1991 Daktilitas Residu 55 Min. 40 SNI 06-2438-1991 Kelarutan residu 99,8 Min.97,5 dalam C2HCl3 Keterangan : *) Spesifikasi sesuai SNI-03-4798-1998 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Badung (2010)
7 8
4.4
Estimasi Kadar Aspal Emulsi Setelah proporsi masing-masing agregat ditentukan, selanjutnya dilakukan
perhitungan kadar aspal residu awal perkiraan yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam menentukan variasi kadar aspal residu. Adapun perhitungannya sebagai berikut: Kadar Aspal Residu Awal (P) = [0,05 (%CA) + 0,1 (%FA) + 0,5 (%FF)]x 0,7 = (0,05 x 50) + (0,1 x 44) + (0,5 x 6) x 0,7 P
= 6,93% ≈ 7 %
83
Dengan kadar aspal residu awal 7 % dipergunakan sebagai dasar dalam tes penyelimutan. Berdasarkan kadar aspal residu awal diestimasi Kadar Aspal Emulsi (KAE) awal terhadap berat total campuran = (P/X) %. Aspal Emulsi yang dipergunakan adalah Aspal Emulsi Cationic Slow Setting H 60 (CSS-H60) produksi PT. Triasindomix Sidoarjo Jawa Timur,dimana kadar residunya sebesar 57 %. Dengan demikian Kadar Aspal Emulsi dalam campuran adalah : (7/0,57) x 100 % = 12,28 % terhadap total campuran.
4.5
Coating Test / Tes Penyelimutan Test ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah
diproporsikan sesuai gradasi (500 gr), kemudian dilembabkan secara merata dengan cara mengaduk pada beberapa variasi kadar air (untuk memudahkan penyelimutan permukaan agregat dengan aspal emulsi). Setelah agregat lembab, dicampur dengan aspal emulsi. Kadar air yang dipergunakan dalam tes penyelimutan ini adalah 2 %, 3 %,4 %,5 %,dan 6 % dari berat total campuran. Lama pengadukan selama 1 menit untuk mendapatkan campuran yang merata, dan terjadi proses penyelimutan oleh aspal pada campuran aspal emulsi dingin. Komposisi campuran untuk tes penyelimutan seperti Lampira B Tabel B.1 sampai Tabel B.5 Dari hasil pengamatan secara visual yang telah dilakukan dan berdasarkan Gambar 4.1 di bawah ini, ditetapkan bahwa campuran dengan kadar air 5 % dari total campuran sebagai kadar air optimum yang akan dipergunakan sebagai kadar air pada penentuan energi pemadatan maupun untuk menetapkan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO).
84
Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2 %,3 %,4 %,5 %,dan 6 %
4.6
Menentukan Enersi Pemadatan Setelah ditetapkan kadar air optimum, kadar aspal residu awal, dan
penetapan berat aspal emulsi, dilanjutkan dengan penentuan enersi pemadatan yang dapat memberikan stabilitas Marshall dan porositas sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Dalam Penelitian penentuan enersi pemadatan, berat total campuran yang dipergunakan adalah 1200 gram, sehingga Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu 7 % seperti Lampiran C Tabel C.1 Hasil Stabilitas Marshall dari Enersi Pemadatan seperti Tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.3 Stabilitas Marshall Rendaman dan Porositas terhadap Enersi Pemadatan Jumlah Pemadatan
Spesifikasi (kg)
Porositas(VIM) (%)
Spesifikasi (%)
2 x 50
Stabilitas Rendaman rata-rata (kg) 327
300
8,83
5 – 10
2 x 75
460
300
7,59
5 – 10
2 x (2 x 75)
472
300
5,45
5 – 10
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
85
Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa dengan pemadatan 2x50 stabilitasnya sudah memenuhi spesifikasi, namun dari beberapa sampel yang diuji pada tahap awal, porositasnya masih ada yang belum memenuhi spesifikasi. Untuk pemadatan 2x75 dan 2x2x75 baik stabilitas maupun porositasnya sudah memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Untuk penelitian selanjutnya dipilih energi pemadatan 2x75, untuk lebih menjamin terpenuhinya syarat porositas. Hasil selengkapnya disajikan dalam Lampiran C Tabel C.2 sampai Tabel C.12
4.7
Menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) Untuk mendapatkan kadar aspal residu optimum, maka kadar aspal residu
awal divariasi sebagai berikut: 6,0 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, dan 8 %. Setelah ditetapkan variasi kadar aspal residu untuk masing-masing campuran kemudian dibuat rancangan campuran benda uji, proporsi campuran untuk masing-masing kadar aspal residu seperti disajikan dalam Lampiran D Tabel D.1 sampai dengan Tabel D.5. Hasil selengkapnya perhitungan Stabilitas, deformasi(Flow), Densitas, Porositas(VIM), Penyerapan Air, Kadar Air pada saat testing, nilai Rongga Antar Butiran Agregat/Void in Mineral Aggregates (VMA), nilai Rongga Udara Terisi Aspal/ Voids Filled with Bitumen (VFB) dan Tebal Film Aspal dapat dilihat pada Lampiran D Tabel D.5 sampai dengan Tabel D.39 1. Stabilitas Stabilitas adalah ketahanan melawan deformasi karena beban lalu lintas. Stabilitas dinyatakan dalam kilonewton (KN) atau kg dimana 1 KN = 100 kg. Pembacaan stabilitas pada alat Marshall belum merupakan nilai yang sebenarnya maka dari nilai hasil pembacaan dikalikan dengan kalibrasi (profil ring) alat
86
Marshall dan faktor koreksi stabilitas. Nilai stabilitas rata-rata pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah 304 kg, 345 kg, 446 kg,354 kg, dan 313 kg. Nilai stabilitas dari berbagai variasi kadar aspal residu tersebut telah memenuhi syarat spesifikasi Campuran DGEM Type V yaitu > 300 kg. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai Stabilitas Marshall menunjukkan kenaikan
campuran
sesuai dengan bertambahnya kadar aspal residu dan
mencapai puncaknya pada kadar aspal 7 %, dan setelah itu mengalami penurunan nilai Stabilitas Marshall akibat penambahan kadar aspal residu. Hal ini disebabkan karena kandungan aspal bertambah banyak, sehingga tebal selimut aspal bertambah yang memperlemah sifat saling mengunci agregat. 500 Rata-rata
Stabilitas Marshall (kg)
450 400 350 300
Minimal 300 kg
250 200 6
6.5
7
7.5
8
Kadar Aspal Residu (%)
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas
87
2. Densitas Nilai rata-rata densitas pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 1,86 g/cm3, 1,89 g/cm3, 1,91 g/ cm3, 1,90 g/ cm3, 1,89 g/ cm3.
Grafik hubungan antara
stabilitas dengan kadar aspal residu seperti Gambar 4.3 di bawah ini. 2.00
Densitas (gram/cm3)
1.95 1.90 1.85 1.80 Ratarata
1.75 1.70 1.65 1.60 6.0
6.5
7.0 7.5 Kadar Aspal Residu (%)
8.0
Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas Untuk kadar aspal residu 6 % sampai kadar aspal residu optimum 7 % CAED semakin workable,sedangkan makin banyak kandungan kadar aspal residunya, densitasnya semakin berkurang karena berat jenis aspal lebih kecil dari berat jenis agregat.
88
3. Prositas Nilai rata-rata porositas pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 10,95%, 9,11 %, 8,02 %, 7,72 %, dan 7,61 %. Grafik Hubungan antara porositas dan kadar aspal residu seperti Gambar 4.4 di bawah. Syarat spesifikasi porositas untuk campuran aspal emulsi dingin yaitu pada interval 5-10%. Sehingga pada kadar aspal 6 % nilai porositasnya tidak memenuhi syarat spesifikasi. 13.00 12.00 Rata-rata
11.00 maks 10 %
10.00 9.00
Porositas (VIM) (%)
8.00 7.00 6.00 min 5 %
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
Kadar Aspal Residu (%)
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas Hasil ini menunjukkan bahwa CAED pada kadar aspal residu 6 % porositasnya > 10 % , apabila dipergunakan memerlukan enersi pemadatan yang lebih tinggi dari 2 X 75, namun tergantung pada karakter CAED yang
89
dipergunakan. Ada dualisme karakter CAED ditinjau terhadap nilai porositasnya. Di satu pihak yaitu The Asphalt Institut tidak mensyaratkan suatu nilai porositas, sedangkan Bina Marga mensyaratkan nilai porositas yaitu 5-10 %. Makin banyak kandungan aspal residu, semakin banyak aspal yang mengisi rongga campuran, sehingga porositasnya makin kecil. Secara teori porositas bisa dipengaruhi oleh jenis aspal emulsi yang workabilitynya bisa berbeda antara produk yang satu dengan yang lain. Sebagai perbandingan dengan aspal panas syarat porositas AC berkisar 3,5 - 5 % dan HRS berkisar 4 – 6 %, dan Latasir 3 – 6 %. Lampiran F Tabel F.10 sampai Tabel F.12
4. Rongga Antar Butiran Agregat/Voids in Mineral Aggregates (VMA) Nilai rata-rata VMA pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 26,85 %, 26,24 %, 26,29%, 27,54%, dan 28,61 %. Grafik hubungan antara VMA dengan
VMA (%)
kadar aspal residu seperti Gambar 4.5 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20
Rata-rata
6.0
6.5
7.0
7.5
Kadar Aspal Residu (%)
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA
8.0
90
VMA pada campuran aspal emulsi dingin tidak disyaratkan, jika dibandingkan dengan persyaratan campuran panas VMA minimal 13 %. 5. Rongga Udara Terisi Aspal / Voids Filled with Bitumen (VFB) VFB adalah bagian dari VMA (rongga yang berada diantara agregat) yang terisi oleh kandungan aspal efektif. Nilai VFB berpengaruh terhadap kekedapan (impermeabilitas) dan keawetan (durabilitas) campuran. Nilai rata-rata VFB pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8%, berturut-turut adalah 59,30 %, 65,33 %, 69,51%, 71,99 %, 73,39 %. Grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan VFB seperti Gambar 4.6. Pada CAED besarnya VFB tidak disyaratkan, jika dibandingkan dengan campuran panas
V FB (%)
VFB minimal 60 %.
80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Ratarata
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
Kadar Aspal Residu (%) Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan VFB
91
6. Penyerapan Air (Kapiler) Nilai rata-rata penyerapan air
pada Campuran Aspal Emulsi Dingin
(CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah 2,58%, 2,43%, 2,22%, 2,06%, 1,93%. Syarat spesifikasi penyerapan air untuk campuran aspal emulsi dingin yaitu < 4%. Grafik hubungan kadar aspal residu dengan penyerapan air kapiler seperti Gambar 4.7 5.00 4.50 4.00
Maks. 4 %
Penyerapan Air (%)
3.50
Ratarata
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
Kadar Aspal Residu (%)
Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air Dari Gambar 4.4 walaupun porositas CAED relatif tinggi dibandingkan campuran aspal panas, namun penyerapan air relatif kecil < 4 % karena sifat inter koneksi rongga tidak menerus.
92
7. Tebal Film Aspal (TFA) Nilai rata-rata Tebal Film Aspal pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspalresidu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah 7,2 µm, 7,8µm, 8,5µm, 9,1µm, 9,8 µm. Syarat spesifikasi tebal film aspal untuk Campuran Aspal Emulsi Dingin(CAED) Type DGEM Type V yaitu > 8 µm.
T F A ( µm )
Grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan TFA seperti Gambar 4.7. 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5
Minimal 8 µm
6
6.5
7
7.5
8
K a da r Aspa l R e sidu ( % )
Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan TFA 8
Kelelehan (Flow) Besar perubahan bentuk plastis suatu benda uji Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED) terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan. Besarnya kelelehan dinyatakan dalam satuan panjang. Nilai rata-rata flow pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah 3,15 mm, 3,87 mm, 4,5 mm, 4,90 mm, 5,25 mm. Tidak ada Syarat spesifikasi flow untuk Campuran Aspal Emulsi Dingin(CAED) Type DGEM Type V . Grafik hubungan kadar aspal residu dengan kelelehan (flow) seperti Gambar 4.9.
93
5.50 5.00
Flow(m m)
4.50 4.00 3.50 Rata-Rata
3.00 2.50 2.00 6
6.5
7
7.5
8
Kadar Aspal Residu (%)
Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan (Flow) Berdasarkan ringkasan hasil pengujian Stabilitas Marshall, Porositas, Penyerapan Air, TFA, VMA, dan VFB pada Tabel 4.8 dan untuk mendapatkan kadar aspal optimum dibuat Gambar seperti pada Gambar 4.10. Tabel 4.4 Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED). Kadar Aspal Residu (%)
Karakteristik Campuran
Standar Mutu
6
6,5
7
7,5
8
304
345
446
354
313
> 300 kg
Porositas rata-rata (%)
10,95
9,11
8,02
7,72
7,61
5-10%
Penyerapan Air rata-rata (%)
2,58
2,43
2,22
2,06
1,93
max 4%
TFA (µm)
15,64
17,03
18,44
19,87
21,31
>8µm
VMA rata-rata (%)
26,85
26,24
26,29
27,54
28,61
-
VFB rata-rata(%)
59,30
65,33
69,51
71,99
73,39
-
Flow rata-rata (mm)
3,15
3,87
4,50
4,90
5,25
-
Stabilitas Rendaman rata-rata (kg)
Sumber : Hasil Penelitian (2011)
94
Soaked Stability Porosity Water Absorption Bitumen Film Thickness Kadar Aspal Residu Optimum= 7 %
memenuhi Tidak memenuhi
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
Kadar Aspal Residu
Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) Berdasarkan hasil dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa stabilitas, penyerapan air dan tebal film aspal untuk masing-masing variasi kadar aspal telah memenuhi standar mutu yang telah ditentukan. Untuk menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) dicari dengan cara mengoptimalkan dua parameter yaitu stabilitas dan densitas (kepadatan), dimana pada kadar aspal 7 % memberikan stabilitas dan densitas yang terbesar. Oleh karena itu kadar aspal 7 % digunakan sebagai KARO. Untuk porositas, penyerapan air dan TFA dievaluasi sesuai standar mutu dan pada nilai KARO, nilai-nilai tersebut harus memenuhi standar mutu yang ditentukan.
4.8 Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa Untuk menentukan stabilitas kering (suhu ruang), namaun secara teori masih mengandung kadar air (belum full curing), sampel dicuring di dalam cetakan
95
selama 3 hari, kemudian sampel dibuka dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 40oC selama 24 jam dan dibiarkan dalam suhu ruang ( + 28oC) selama 24 jam, lalu di tes Stabilitas Marshall dalam kondisi kering. Tujuan dari pengkondisian seperti ini adalah untuk mengetahui kekuatan ultimit dari campuran aspal emulsi dingin dalam kondisi kering (tanpa rendaman). Dalam penelitian ini hamya dilakukan pengujian terhadap campuran aspal emulsi dingin tanpa ditambah semen (0 %). Kadar aspal residu sesuai KARO sebesar 7 % total campuran. Enersi pemadatan 2 x 75. Hasil test marshall dapat dilihat lebih lengkap di Lampiran G dari Tabel G.1 sampai dengan Tabel G.2 Berdasarkan Stabilitas Marshall rata-rata CAED tanpa penambahan semen dalam kondisi kering (suhu ruang) sebesar 482 kg, Stabilitas Marshall pada KARO sebesar 446 kg, maka Stabilitas Sisa pada KARO: = (446/482) x 100 % = 92,53 % > 50 %.
4.9
Variasi Kadar Semen Berdasarkan kadar aspal residu optimum 7 %, yang kemudian ditetapkan
sebagai kadar aspal residu dalam pengujian selanjutnya yaitu memvariasikan kadar semen untuk mengetahui peningkatan nilai stabilitas campuran aspal emulsi dingin. Dalam penelitian ini dilakukan 2 variasi kadar semen, masing-masing 0 % dan 2% terhadap berat total campuran. Enersi pemadatan ditetapkan 2x75. Pengambilan nilai kadar semen ini berdasarkan pada Bina Marga, spesifikasi khusus. Pengujian nilai stabilitas Marshall dilakukan dalam kondisi suhu ruang(temperatur ± 28ºC),lama waktu curing adalah 12 hari . Hasil nilai stabilitas Marshall dalam kondisi kering, dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Tabel 4.10
96
1300 1200 1100 1000
Stabilitas Marshall (kg)
900 800 700 600 500 400
Minimal 300 kg
300 200
Rata-rata 0%
100
Rata-rata 2 % semen
0 0
3
6
9
12
Waktu Curing (hari)
Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED sesuai Waktu Curing LAMA CURING 3 hari
6 hari
9 hari
12 hari
Sampel Stabilitas Rata-rata
A
B
Stabilitas Rata-rata
A
B
Stabilitas Rata-rata
A
B
Stabilitas Rata-rata
A
B
(kg)
(%)
(%)
(kg)
(%)
(%)
(kg)
(%)
(%)
(kg)
(%)
(%)
0%
355
-
-
476
34
-
554
16,38
-
602
8,66
-
2%
467
-
31
839
79
76,26
1093
30,27
97,29
1245
13,9
106
Catatan: A : B :
Persen peningkatan stabilitas, terhadap stabilitas pada umur 3 hari sebelumnya. Persen peningkatan stabilitas, terhadap sampel dengan 0% kadar semen pada umur yang sama.
97
Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa dengan menambahkan semen kedalam campuran meningkatkan nilai stabilitas campuran untuk tiap 3 hari. Hasil Perhitungan selengkapnya seperti Lampiran E Tabel E.1 sampai dengan Tabel E.12
4.9.1 Hasil Uji Paired Samples Test Untuk membandingkan nilai rata-rata stabilitas Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) digunakan uji Paired Samples Test. Nilai sampel stabilitas diasumsikan terdistribusi secara normal. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 3 hari ke 6 hari, stabilitas rata-rata bertambah 121 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah 371,34 kg dengan penambahan 2 % semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari tanpa penambahan semen adalah 3,6, nilai t hitung = 33,56 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari dengan penambahan 2 % semen adalah 10,67 nilai t hitung = 34,81 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Waktu curing 3 dan 6 hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas CAED lebih baik dengan penambahan 2 % semen dibandingkan tanpa penambahan semen.
98
Tabel 4.6 Paired Samples Test (Waktu Curing 3 ke 6 hari)
Mean Semen03hr Semen06hr Semen23hr Pair 2 Semen26hr Pair 1
dengan: Semen03hr Semen06hr Semen23hr Semen26hr
= = = =
Paired Differences 95% Confidence Std. Interval of the Std. Error Deviati Difference Mean on Lower Upper
t
df
Sig. (2tailed)
-121.000
6.245
3.606
-136.513
-105.487
-33.559
2
.001
-371.333
18.475
10.667
-417.228
-325.438
-34.813
2
.001
Waktu curing 3 hari tanpa penambahan semen Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen Waktu curing 3 hari dengan penambahan 2% semen Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 6 hari ke 9 hari, stabilitas rata-rata bertambah 78 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah 254,67 kg dengan penambahan 2 % semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 6 dan 9 hari tanpa penambahan semen adalah 10,214, nilai t hitung = 7,636 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,017 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari dengan penambahan 2 % semen adalah 28,221 nilai t hitung = 9,024 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,012 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Waktu curing 6 dan 9 hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas CAED lebih baik dengan penambahan 2 % semen dibandingkan tanpa penambahan semen.
99
Tabel 4.7 Paired Samples Test (Waktu Curing 6 ke 9 hari) Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Mean Pair 1 Pair 2
Semen06hr Semen09hr Semen26hr Semen29hr
dengan: Semen06hr Semen09hr Semen26hr Semen29hr
= = = =
Deviation
Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
-78.000
17.692
10.214
-121.949
-34.051
-7.636
2
.017
-254.667
48.881
28.221
-376.093
-133.240
-9.024
2
.012
Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen Waktu curing 9 hari tanpa penambahan variasi semen Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 9 hari ke 12 hari, stabilitas rata-rata bertambah 48 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah 151,33 kg dengan penambahan 2% semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 9 dan 12 hari tanpa penambahan semen adalah 3,8, nilai t hitung = 12,678 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,006 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 9 dan 12 hari dengan penambahan 2 % semen adalah 11,063 nilai t hitung = 11,063 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,008 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima.Waktu curing 9 dan 12 hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara signifikan pada tingkat 5%. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas CAED lebih baik dengan penambahan 2% semen dibandingkan tanpa penambahan semen.
100
Tabel 4.8 Paired Samples Test (Waktu Curing 9 ke 12 hari) Paired Differences
Mean
Pair 1 Pair 2
Semen09hr Semen012hr Semen29hr Semen212hr
dengan: Semen09hr Semen012hr Semen29hr Semen212hr
= = = =
Std. Deviati on
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
-48.000
6.557
3.786
-64.290
-31.710
-12.678
2
.006
-151.333
23.692
13.679
-210.189
-92.478
-11.063
2
.008
Waktu curing 9 hari tanpa penambahan semen Waktu curing 12 hari tanpa penambahan semen Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen Waktu curing 12 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa dengan waktu curing 3 hari dengan penambahan 2 % semen dari kondisi awal tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata CAED bertambah 112,33 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t (besaran distribusi student yaitu nilai rata-rata dibagi standard error rata-rata) menunjukkan bahwa dengan waktu curing 3 hari, nilai t hitung = 21,443 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,002 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2% semen lebih baik dibandingkan tanpa penambahan semen. Tabel 4.9 Paired Samples Test (Waktu Curing 3 hari)
Mean Pair 1
Semen03hr Semen23hr
-112.333
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Std. Difference Deviat Error ion Mean Lower Upper 9.074
5.239
-134.874
-89.793
t -21.443
df 2
Sig. (2tailed) .002
dengan: Semen03hr Semen23hr
= =
Waktu curing 3 hari tanpa penambahan semen Waktu curing 3 hari dengan penambahan 2 % semen
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa dengan waktu curing 6 hari dengan penambahan 2 % semen dari kondisi awal tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata CAED bertambah 362,67 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa dengan waktu curing 6 hari, nilai t hitung = 36,929 > t table
101
= 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2 % semen lebih baik dibandingkan tanpa penambahan semen. Tabel 4.10 Paired Samples Test (Waktu Curing 6 hari) Paired Differences
Mean Pair 1
Semen06hr Semen26hr
dengan: Semen06hr Semen26hr
Std. Deviation
-362.667
17.010
Std. Error Mean 9.821
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -404.921
-320.412
t
df
Sig. (2tailed)
2
.001
-36.929
= Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa dengan waktu curing 9 hari dengan penambahan 2 % semen dari kondisi tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata CAED bertambah 539,33 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa dengan waktu curing 9 hari, nilai t hitung = 36,575 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2% semen lebih baik dibandingkan tanpa penambahan semen. Tabel 4.11 Paired Samples Test (Waktu Curing 9 hari) Paired Differences
Mean
Pair 1
Semen09hr Semen29hr
-539.333
Std. Devia tion
Std. Error Mean
25.541
14.746
95% Confidence Interval of the Difference Lower -602.780
t
df
Sig. (2tailed)
-36.575
2
.001
Upper -475.886
dengan: Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan semen Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
102
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa dengan waktu curing 12 hari dengan penambahan 2 % semen dari kondisi tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata CAED bertambah 642,67 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa dengan waktu curing 12 hari, nilai t hitung = 129,108 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,000 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2 % semen lebih baik dibandingkan tanpa penambahan semen. Tabel 4.12 Paired Samples Test (Waktu Curing 12 hari) Paired Differences
Mean
Semen012hr Semen212hr
Pair 1
-642.667
Std. Devi ation 8.622
Std. Error Mean 4.978
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-664.084
-621.249
t
-129.108
df
2
Si g. (2tail ed) .000
dengan: Semen012hr = Waktu curing 12 hari tanpa penambahan semen Semen212hr = Waktu curing 12 hari dengan penambahan 2 % semen
Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil peningkatan stabilitas CAED yang terbaik. Sementara untuk perbandingan tanpa dan penambahan semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari.
4.10
Pengujian pada Kondisi Full Curing Untuk mencapai kondisi full curing, sampel dicuring di dalam oven (40ºC)
sampai mencapai berat yang konstan, pada kondisi ini CAED secara teori setara dengan campuran aspal panas. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi full curing adalah 6 hari. Tujuan dari pengkondisian seperti ini adalah untuk
103
mengetahui kekuatan ultimit dari campuran aspal emulsi dingin. Dalam penelitian ini dilakukan 2 variasi kadar semen, masing-masing 0 % dan 2% terhadap berat total campuran. Kadar aspal residu sesuai KARO sebesar 7 % total campuran. Enersi pemadatan 2 x 75. Untuk test stabilitas marshall sampel full curing dikondisikan secara panas dengan cara merendam sampel dalam bak air yang dilengkapi pemanas dengan suhu 60oC selama 30 – 40 menit. Untuk hasil test marshall dapat dilihat lebih lengkap di Lampiran F Tabel F.1 sampai dengan F.9 Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen.
Variasi Kadar Semen Tanpa Penambahan Semen (0%) Penambahan 2 % Semen
Stabilitas Marshal Rata-rata dalam Kondisi panas 60ºC (kg) 329 873
Spesifikasi Hot Mix >200 kg (Latasir) >800 kg (Laston)
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
Berdasarkan data Tabel 4.13, diperlihatkan bahwa CAED yang dikondisikan sesuai dengan kondisi pengujian campuran aspal panas (pada suhu 60ºC) juga menunjukkan kekuatan yang cukup tinggi. walaupun porositas CAED relatif lebih tinggi. Berdasarkan stabilitas CAED tanpa semen, pada umur 6 hari nilai stabilitasnya 329 kg. Jika dibandingkan dengan Campuran Latasir Kelas A & B yang mensyaratkan nilai stabilitas Marshall minimal 200 kg, maka CAED tanpa penambahan semen cocok dipakai untuk perkerasan dengan lalu lintas ringan. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Latasir tersaji dalam Lampiran F Tabel F.10 Sedangkan CAED dengan penambahan 2 % dengan stabilitas Marshall sebesar 873 kg dapat disetarakan dengan Campuran Lataston untuk Lapis Aus dengan nilai Stabilitas Marshall minimal 800 kg maupun Campuran Laston (AC)
104
untuk Lapis Aus dan Lapis Antara dengan nilai stabilitas Marshall 800 kg. Ketentuan sifat-sifat Campuran Laston (AC) terdapat pada Lampiran F Tabel F.11 dan Tabel F.12
105
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1
Simpulan Sesuai dengan permasalahan, tujuan dan pembahasan pada hasil penelitian
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) Campuran Aspal Emulsi Dingin adalah 7 %, Karakteristik campuran aspal emulsi dingin: nilai stabilitas 446 kg (spec.>300 kg), nilai porositas 8,02 % (spec 5-10%), penyerapan air 2,06 % (spec max.4%), TFA 18,44µm (spec >8 µm), VMA 26,29% dan VFB 69,51%.,sedangkan Stabilitas Sisa CAED pada KARO adalah 92,53 % > 50 % 2. Berdasarkan perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori perbandingan lama waktu curing, peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan dan penambahan 2 % semen dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil yang terbaik. Sementara untuk perbandingan tanpa dan penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari 3. Berdasarkan hasil penelitian Full Curing, nilai stabilitas CAED tanpa semen, pada umur 6 hari nilai stabilitasnya 329 kg. Jika dibandingkan dengan Campuran Latasir Kelas A & B yang mensyaratkan nilai stabilitas Marshall minimal 200 kg, maka CAED tanpa penambahan semen cocok dipakai untuk perkerasan dengan lalu lintas ringan. Sedangkan CAED dengan penambahan 2 % semen dengan stabilitas Marshall sebesar 873 kg dapat disetarakan dengan Campuran Lataston untuk Lapis Aus dengan nilai Stabilitas Marshall minimal 800 kg maupun Campuran Laston (AC) untuk Lapis Aus dan Lapis Antara dengan nilai stabilitas Marshall 800 kg.
106
5.2
Saran Sesuai dengan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Test Marshall untuk sampel yang dicuring didalam ruang (dengan variasi kadar semen) perlu dilanjutkan dilakukan setiap 3 hari berikutnya (15,18,21,24, dst.) untuk mengetahui peningkatan stabilitas baik tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen campuran aspal emulsi dingin sampai dimana stabilitas ini tidak meningkat lagi. 2. Perlu dilakukan penelitian terhadap masa simpan CAED sebelum dipadatkan. 3.
Perlu dilakukan pengkajian CAED ditinjau dari aspek ekonomi.
107
DAFTAR PUSTAKA AASHTO. 1972. Interim Guide for Design of Pavement structures. Abdullah, M. 2003. Pengaruh Karakteristik dan Kinerja Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) Tipe III Jenis Aspal CSS-1AE-63 S Terhadap Masa Simpan, Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Asphalt Institute. 1989. Asphalt Cold Mix Manual, Manual Series No.14 (MS-14), Third Edition, Lexington, KY 40512-4052, USA. Cooper, K.E., Brown, S.F. and Pooley, G.R, 1985. The Design of Agregate Gradings for Asphalt Basecourses, Journal of The Association of Asphalt Paving Technologists. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah. 2004. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (Buku 1: Petunjuk Umum). Direktorat Jendral Bina Marga. 1991. Spesifikasi Khusus Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED), Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Ismanto, B. 1993. Bahan Perkerasan Jalan, Campuran Aspal dan Agregat, Penataran Highway Engineering. FT Universitas Lampung. Kennedy, J. 1998. Energy Minimisation in Road Construction and Maintenace Using Cold Emulsion Materials, Conference on The Cold Road Ahead, Queen Elizabeth II Conference Centre, 24 March 1998, London. Krebs, R.D. and Walker, R.D. 1971. Highway Materials, McGraw-Hill Book Company. Leech, D. 1994. Cold Bitumen Materials for se in the Structural Layers of Roads, Transport Research Laboratory, UK. Ministry of Public Works Republic of Indonesia-MPW-RI. 1990. Paving Specifications Utilizing Bitumen Emulsions, Jakarta-Indonesia. Nikolaides, A.F. 1994. A New Design Method for Dense Cold Mixtures, Proceedings of the First European Symposium on Perfomance and Durability of Bitumen Materials, University of Leeds, March 1994, London. Plotnikova, I.A. 1993. Control of the Interaction Process between Emulsion and Mineral Aggregates by Means of Physic – Chemical Modification of their Surfaces dalam Thanaya (2003)
108
Prabawa, K.A. 2009. Evaluasi Kinerja Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED), Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana,Denpasar. Ridwan, H.R. 2007. Pengaruh Abu Sekem sebagai Bahan Filler terhadap Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang. Santoso,S. 2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Shell Bitumen,1991.The Shell Bitumen Handbook.UK,Eas Molesey Survey. Sukarno, A.W. 1992. Penggunaan Aspal Emulsi untuk Konstruksi Jalan,Jakarta. Sukirman, S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova, Bandung. Sukirman, S. 2007. Beton Aspal Campuran Panas. Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Suprapto,Tm. 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit KMTS FT UGM,Yogyakarta. Techno Konstroksi. 2010.Teknologi Aspal Emulsi Untuk Menunjang Preservasi Jalan. Techno Konstruksi Juli 2010 Halaman 54 – 57, Jakarta. Thanaya, I N.A. 2002. Improve Mix Design Procedure for Cold Asphalt Mixtures, Proceedings of 5th Malaysia Road Confrence, 7th-9th October 2002, Kuala Lumpur. Thanaya, I N.A. 2003. Improving The Perfomance of Cold Bitumens Emulsion Mixetures (CAEMs) Incoperating Waste Materials. PhD Thesis, School of Civil Engineering, the University of Leeds. Thanaya, I N.A. 2007. Review and Recommendation of Cold Asphalt Emulsion Mixtures (CAEMs) Design, Journal of Civil Engineering Science and Application: Civil Engineering Dimension. Vol. 9, No. 1, Petra Christian University, ISSN 1410-9530, Surabaya, Indonesia. TRIASINDOMIX,PT. 2010. Spesifikasi Teknis Aspal Emulsi. Sidoarjo. Whiteoak, D. 1991. The Shell Bitumen Hand Book, Shell Bitumen, UK. Widya Sapta Colas,PT. 2003. Spesifikasi Aspal Emulsi. Jakarta.
LAMPIRAN A HASIL PENGUJIAN AGREGAT DAN DATA SEKUNDER HASIL PENGUJIAN ASPAL EMULSI
TABEL A.1 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN AGREGAT KASAR PENGUJIAN
I
II
gram
875,00
974,50 Bj
BERAT CONTOH DI DALAM AIR gram
506,20
562,50 Ba
BERAT CONTOH KERING OVEN gram
832,50
927,50 Bk
I
II
RATA-RATA
2,257
2,251
2,254
2,373
2,365
2,369
2,551
2,541
2,546
5,105
5,067
5,086
BERAT CONTOH JKP/SSD
PERHITUNGAN BERAT JENIS KERING BERAT JENIS JKP/SSD BERAT JENIS SEMU PERESAPAN (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
SATUAN
RUMUS Bk Bj - Ba Bj Bj - Ba Bk Bk - Ba Bj-Bk x 100 Bk
NOTASI
TABEL A.2 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN AGREGAT HALUS PENGUJIAN
SATUAN
I
II
NOTASI
BERAT CONTOH KERING PERMUKAAN/SSDgram
500,00
500,00 Bj
BERAT PIKNOMETER + AIR
gram
659,90
656,70 Ba
BERAT PIKNOMETER + AIR + CONTOH
gram
940,70
934,40 Bt
BERAT CONTOH KERING OVEN
gram
493,00
493,70 Bk
PERHITUNGAN
RUMUS
Bk Ba + Bj - Bt Bj BERAT JENIS KERING PERMUKAAN / Ba+Bj - Bt SSD Bk BERAT JENIS SEMU Ba + Bk - Bt Bj-Bk PERESAPAN (%) x 100 Bk BERAT JENIS KERING
Sumber : Hasil Penelitian 2011
I
II
RATARATA
2,249
2,221
2,235
2,281
2,249
2,265
2,323
3,365
2,844
1,420
1,276
1,348
TABEL A.3 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN ABU BATU (FILLER) PENGUJIAN SATUAN BERAT CONTOH KERING PERMUKAAN/SSD gram BERAT PIKNOMETER + AIR gram BERAT PIKNOMETER + AIR + CONTOH gram BERAT CONTOH KERING OVEN gram PERHITUNGAN BERAT JENIS KERING BERAT JENIS KERING PERMUKAAN / SSD BERAT JENIS SEMU PERESAPAN (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
RUMUS Bk Ba + Bj - Bt Bj Ba+Bj - Bt Bk Ba + Bk - Bt Bj-Bk x 100 Bk
I 500,00 659,30 941,70 490,00
II 500,00 656,40 935,40 489,80
NOTASI Bj Ba Bt Bk
I
II
RATARATA
2,252
2,216
2,234
2,298
2,262
2,280
2,360
3,353
2,856
2,041
2,082
2,062
TABEL A.4 PEMERIKSAAN ABRASI AGREGAT KASAR/BATU PECAH ASAL DAERAH GESING KARANGASEM
Melalui
Tertahan
Berat dan Gradasi Contoh yang akan dicoba (gram) I II Sebelum (A) Sesudah (B) Sebelum (A) Sesudah (B) 5000 5000
1/2" 3/8" 3/8" 1/4" 1/4" No.4 No.4 No.8 5000 Jumlah Berat Jumlah Tertahan Saringan No.12 Berat yang aus (A-B) 1500
5000 3500
A-B A
x 100
% Keausan =
A-B A
x 100 =
% Keausan =
30
% Keausan =
3600 1400
Benda Uji I 1500 5000
%
Benda Uji II % Keausan =
A-B A
% Keausan =
28
x 100 =
1400 5000
%
Keausan Rata-rata = Keausan (Benda Uji I+ Benda Uji II)/ 2 I + II 30 +28 = 29 % % Keausan rata-rata = 2 2
TABEL A.5 PEMERIKSAAN SAND EQUIVALENT AGREGAT HALUS URAIAN
NO.CONTOH A B
Tera tinggi tangkai penunjuk beban ke dalam gelas ukur (gelas dalam keadaan kosong ). 10,10 Pembacaan (1) Baca Skala lumpur (pembacaan skala permukaan lumpur lihat pada dinding gelas ukur. 4,80 Pembacaan (2) Masukkan Beban,Baca skala beban pada tangkai. 13,90 penunjuk. Pembacaan (3) Baca skala pasir. Pembacaan (4) adalah 3,80 Pembacaan (3) - Pembacaan (1) Nilai Sand Equivalent. Skala Pasir ( 4) 79,17 x 100 % Skala lumpur (2) Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011
10,10
4,20 13,50 3,40
80,95
80,06
KETERANGAN
TABEL A.6 PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR DAN LEMPUNG AGREGAT KASAR NOMOR BERAT CONTOH KERING (SEMULA) + TEMPAT GRAM BERAT CONTOH KERING (AKHIR) + TEMPAT GRAM BERAT TEMPAT GRAM BERAT CONTOH KERING SEMULA (A) GRAM BERAT CONTOH KERING AKHIR (B) GRAM (A-B) KADAR LUMPUR &LEMPUNG = X 100 % A KADQAR LUMPUR & LEMPUNG RATA-RATA ( % ) Sumber : Hasil Penelitia 2011
I 1171,20 1168,60 75,00 1096,20 1093,60
II 1172,10 1169,50 75,00 1097,10 1094,50
0,24
0,24 0,24
TABEL A.7 SOUNDNNESS TESTAGREGAT KASAR EKS DAERAH GESING KARANGASEM NO.BENDA UJI
I II 4 April s/d 8 April 2011 ( 4 hari )
JUMLAH HARI UKURAN FRAKSI (mm)
3/8" - No.4
3/8" - No.4
BERAT SEBELUM TEST = A
(GRAM)
500
500
BERAT SESUDAH TEST = B
(GRAM)
482,5
480,8
17,5
19,2
3,5
3,84
KEHILANGAN BERAT C = A - B (GRAM) C BERAT YANG HILANG = W =
X 100 % A
RATA-RATA ( %) Umber : Hasil Penelitian 2011
3,67
LAMPIRAN B PROPORSI CAED UNTUK TES PENYELIMUTAN
TABEL B.1 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 2 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM ) UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING ) Faktor Aspal Kadar Aspal Saringan Jenis Proporsi Berat Air Pengali Residu Resid Emulsi Agregat No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram) 3/8" 9,5 5 0,93 23 Agregat No.4 4,75 25 0,93 116 Kasar No.8 2,36 20 0,93 93 Jumlah 50 232 10 35 57 62 0,3 34,5 0,93 161 Agregat NO.50 No.200 0,075 9,5 0,93 44 Halus Jumlah 44 205 6 0,93 28 Lolos No.200 Filler Jumlah 6 28 100 465 10 35 62 Jumlah Total Sumber : Hasil Penelitian 2011 Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr TABEL B.2 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 3 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM ) UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING) Faktor Aspal Kadar Aspal Jenis Saringan Proporsi Berat Air Pengali Residu Resid Emulsi Agregat No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram) 3/8" 9,5 5 0,93 23 Agregat No.4 4,75 25 0,93 116 Kasar No.8 2,36 20 0,93 93 Jumlah 50 232 15 35 57 62 0,3 34,5 0,93 161 Agregat NO.50 No.200 0,075 9,5 0,93 44 Halus Jumlah 44 205 6 0,93 28 Lolos No.200 Filler Jumlah 6 28 Jumlah Total 100 465 15 35 62 Sumber : Hasil Penelitian 2011 Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
TABEL B.3 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 4 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM ) UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING) Faktor Aspal Kadar Aspal Jenis Saringan Proporsi Berat Air Pengali Residu Resid Emulsi Agregat No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram) 3/8" 9,5 5 0,93 23 Agregat No.4 4,75 25 0,93 116 Kasar No.8 2,36 20 0,93 93 Jumlah 50 232 35 57 20 62 0,3 34,5 0,93 161 Agregat NO.50 No.200 0,075 9,5 0,93 44 Halus Jumlah 44 205 6 0,93 28 Filler Lolos No.200 Jumlah 6 28 Jumlah Total 100 465 20 35 62 Sumber : Hasil Penelitian 2011 Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr TABEL B.4 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 5 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM ) UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING) Aspal Kadar Aspal Faktor Saringan Jenis Berat Air Proporsi Pengali Residu Resid Emulsi Agregat No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram) 3/8" 9,5 5 0,93 23 Agregat No.4 4,75 25 0,93 116 Kasar No.8 2,36 20 0,93 93 Jumlah 50 232 35 57 62 0,3 34,5 0,93 161 25 Agregat NO.50 No.200 0,075 9,5 0,93 44 Halus Jumlah 44 205 6 0,93 28 Filler Lolos No.200 Jumlah 6 28 Jumlah Total 100 465 25 35 62 Sumber : Hasil Penelitian 2011 Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
TABEL B.5 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 6 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM ) UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING) Faktor Aspal Kadar Aspal Saringan Proporsi Berat Air Jenis Pengali Residu Resid Emulsi No Agregat mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram) Saringan 3/8" 9,5 5 0,93 23 Agregat No.4 4,75 25 0,93 116 Kasar No.8 2,36 20 0,93 93 Jumlah 50 232 57 62 35 0,3 34,5 0,93 161 30 Agregat NO.50 No.200 0,075 9,5 0,93 44 Halus Jumlah 44 205 6 0,93 28 Lolos No.200 Filler Jumlah 6 28 Jumlah Total 100 465 30 35 62 Sumber : Hasil Penelitian 2011 Catatan :
Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
LAMPIRAN C PENENTUAN ENERSI PEMADATAN CAED
Tabel C.1 Proporsi Campuran Dengan Kadar Air 5 % Dan Kadar Aspal Residu 7 % Terhadap Total Campuran (1200 Gram) Untuk Menentukan Enersi Pemadatan Faktor Aspal Jenis Saringan Proporsi Kadar Berat Air Kadar Aspal Pengali residu Emulsi Agrega (ml) Residu ( %) No (gram) t (gram) mm ( % ) (100-7)/100 (gram) Saringa 3/8" 9,5 5 0,93 56 Agrega No.4 4,75 25 0,93 279 t Kasar No.8 2,36 20 0,93 223 Jumlah 50 558 57 84 148 0,93 385 60 Agrega NO.50 0,3 34,5 0,93 106 t Halus No.200 0,075 9,5 Jumlah 44 491 Filler Lolos No.200 6 0,93 67 Jumlah 6 67 Jumlah Total 100 1116 60 84 148 Sumber : Hasil Penelitian 2011 Catatan :
Aspal Emulsi =Kadar Aspal Residu / Kadar Residu = 84/0.57 = 147,4 gr dibulatkan148 gr
TABEL C.2 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 X 50
No
1 2
Proporsi Agregat terhadap Total Campuran (%)
RBC (%)
h ratarata (cm)
CA
FA
FF
A
C
46,5 46,5
40,92 40,92
5,58 5,58
7 7
7,1 6,2
Berat Sampel Oven Rendam Volume* Udara (24 jam) (48 jam) (Gram)
(Gram)
(Gram)
(Cm3)
D
E
F
G
1104,50 1100,80 1119,40 928,30 925,80 933,90
557,35 486,70
* Berdasarkan pengukuran dimensi Sumber : Hasil Penelitian 2011 TABEL C.3 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 X 75
No
1 2
Proporsi Agregat terhadap Total Campuran (%)
RBC (%)
h ratarata (cm)
Udara
Berat Sampel Oven Rendam Volume* (24 jam) (48 jam)
(Gram)
(Gram)
(Gram)
(Cm3)
CA
FA
FF
A
C
D
E
F
G
46,5 46,5
40,92 40,92
5,58 5,58
7 7
6,4 6,3
991,20 948,90
985,50 942,80
989,50 947,80
502,40 494,55
* Berdasarkan pengukuran dimensi Sumber : Hasil Penelitian 2011 TABEL C.4 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 x 2 X 75 2x2x75 Berat Sampel Proporsi Agregat h rataUdara Oven Rendam Volume* RBC No terhadap Total rata (24 jam) (48 jam) (%) Campuran (%) (cm) (Gram) (Gram) (Gram) (Cm3) 1 2
CA
FA
FF
A
C
46,5 46,5
40,92 40,92
5,58 5,58
7 7
6,7 6,5
* Berdasarkan pengukuran dimensi Sumber : Hasil Penelitian 2011
D
E
F
1042,60 1040,00 1042,30 1015,70 1012,40 1015,50
G 525,95 510,25
LAMPIRAN D KARAKTERISTIK CAED PADA KARO
LAMPIRAN D KARAKTERISTIK CAED PADA KARO
TABEL D.1 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5 % DAN KADAR ASPAL RESIDU 6 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
Saringan Jenis Agregat
No Saringa mm n 3/8" 9,5 Agregat No.4 4,75 Kasar No.8 2,36 Jumlah Agregat NO.50 0,3 Halus No.200 0,075 Jumlah Filler Lolos No.200
Proporsi
Faktor Pengali
Berat
5 25 20 50 34,5 9,5 44 6
0,94 0,94 0,94
54 270 216 540 373 103 476 65
Aspal Air Kadar Aspal Resid (ml residu Emulsi u ( % ) (100-6)/100 (gram) ) ( %) (gram) (gram)
Jumlah
6
Jumlah Total
100
0,94 0,94 0,94
58
69
1081 58
69
57
121
65 121
TABEL D.2 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5% DAN KADAR ASPAL RESIDU 6,5 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM) Faktor Saringan Proporsi Berat Pengali No Saringa mm ( % ) (100-6,5)/100 (gram) 3/8" 9,5 5 0,935 54 Agregat No.4 4,75 25 0,935 269 Kasar No.8 2,36 20 0,935 215 Jumlah 50 538 Agregat NO.50 0,3 34,5 0,935 371 Halus No.200 0,075 9,5 0,935 102 Jumlah 44 473 Filler Lolos No.200 6 0,935 65 Jumlah 6 65 Jumlah Total 100 1076
Jenis Agregat
Air Aspal Kadar Aspal (ml Resid residu Emulsi u ) ( %) (gram) (gram)
58
74
58
74
57
130
130
TABEL D.3 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5% DAN KADAR ASPAL RESIDU 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM) Saringan Jenis Agregat
No Saringa mm n 3/8" 9,5 Agregat No.4 4,75 Kasar No.8 2,36 Jumlah Agregat NO.50 0,3 Halus No.200 0,075 Jumlah Filler Lolos No.200 Jumlah Jumlah Total
Faktor Pengali
Aspal Air Kadar Aspal Resid (ml residu Emulsi u ( % ) (100-7)/100 (gram) ) ( %) (gram) (gram)
Proporsi
5 25 20 50 34,5 9,5 44 6 6 100
0,93 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93
Berat
53 267 214 534 369 58 102 471 64 64 1069 57,5
81
57
142
81
TABEL D.4 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5% DAN KADAR ASPAL RESIDU 7,5 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM) Faktor Saringan Proporsi Aspal Berat Air Kadar Aspal Pengali Jenis Resid (ml residu Emulsi No Agregat u ) ( %) (gram) Saringa mm ( % ) (100-7,5)/100 (gram) (gram) n 3/8" 9,5 5 0,925 53 Agregat No.4 4,75 25 0,925 266 Kasar No.8 2,36 20 0,925 213 Jumlah 50 532 57 151 Agregat NO.50 0,3 34,5 0,925 367 58 86 Halus No.200 0,075 9,5 0,925 101 Jumlah 44 468 Filler Lolos No.200 6 0,925 64 Jumlah 6 64 Jumlah Total 100 1064 58 86 151
TABEL D.5 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5% DAN KADAR ASPAL RESIDU 8 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM) Aspal Kadar Aspal Berat Air (ml Resid residu Emulsi No u mm ( % ) (100-8)/100 (gram) ) ( %) (gram) Saringa (gram) 3/8" 9,5 5 0,92 53 Agregat No.4 4,75 25 0,92 265 Kasar No.8 2,36 20 0,92 212 Jumlah 50 530 161 92 57 34,5 0,92 365 58 Agregat NO.50 0,3 0,92 100 Halus No.200 0,075 9,5 Jumlah 44 465 Filler Lolos No.200 6 0,92 63 Jumlah 6 63 Jumlah Total 100 1058 58 92 161
Jenis Agregat
Saringan
Proporsi
Faktor Pengali
Tabel D.6 Hasil Pengukuran Dan Penimbangan CAED Untuk Menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) No. Samp el 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
KA R( %) 6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
Tinggi Sampel (h) Cm h ratah1 h2 h3 h4 rata 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 7,0 6,9 6,9 6,9 6,9 6,7 6,6 6,8 6,7 6,7 7,3 7,5 7,4 7,4 7,4 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,2 7,3 7,2 7,1 7,2 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,3 6,3 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,2 7,2 7,2 7,3 7,2 7,1 7,2 7,1 7,1 7,1 7,4 7,3 7,3 7,3 7,3 7,2 7,2 7,3 7,2 7,2 7,3 7,2 7,2 7,2 7,2
Sumber : Hasil Penelitian 10 Mei 2011
Berat Sampel (gram) Volum Oven Direndam e Di (24 (48jam) (Cm3) Udara 998,0 Jam) 980,0 1006,0 525,95 1022,6 1002,4 1028,0 541,65 1018,0 999,6 1025,0 525,95 1114,2 1090,2 1116,6 580,90 1085,0 1066,8 1092,4 557,35 1104,0 1079,2 1105,8 565,20 981,6 968,2 990,0 502,40 968,8 956,4 978,2 494,55 968,4 960,0 978,5 494,55 1090,6 1072,4 1094,6 557,35 1109,8 1088,2 1110,6 565,20 1091,4 1071,4 1093,4 557,35 1121,4 1099,6 1121,2 573,05 1109,5 1090,4 1111,2 565,20 1108,8 1089,0 1110,8 565,20
Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall Caed Untuk Menentukan KARO
No. Stabilitas KAR h rata- Volume Pembacaan Profil Faktor Flow Sampe Rendaman (%) rata (Cm3) Dial (kg) Ring Koreksi (mm) l (kg) 1 6,7 525,95 6 2 6,9 541,65 3 6,7 525,95 1 7,4 580,90 6,5 2 7,1 557,35 3 7,2 565,20 1 6,4 502,40 7 2 6,3 494,55 3 6,3 494,55 1 7,1 557,35 7,5 2 7,2 565,20 3 7,1 557,35 1 7,3 573,05 8 2 7,2 565,20 3 7,2 565,20 Sumber :Hasil Penelitian 2011
100 105 105 130 125 128 135 130 132 127 130 128 120 115 117
3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14 3,14
0,96 0,93 0,96 0,83 0,89 0,86 1,04 1,09 1,09 0,89 0,86 0,89 0,83 0,86 0,86
301 307 304 339 349 346 441 445 452 355 351 357 313 311 316
3,20 3,10 3,15 3,80 3,90 3,90 4,40 4,50 4,60 4,80 4,90 5,00 5,20 5,30 5,25
Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu Dan Stabilitas Untuk Pembuatan Grafik Kadar aspal residu
Stabilitas Marshall (kg) 1
2
3
6 6,5 7 7,5 8
301 339 441 355 313
307 349 445 351 311
304 346 452 357 316
RATARATA 304 345 446 354 313
500 Rata-rata
Stabilitas Marshall (kg)
450
400
minimal 300 kg
350
300
minimal 300 kg 250
200 6
6,5 7 Kadar Aspal Residu (%)
7,5
8
Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu Dan Flow Untuk Pembuatan Grafik Flow (mm)
Kadar aspal residu
1
2
3
RATA-RATA
6 6,5 7 7,5 8
3,20 3,80 4,40 4,80 5,20
3,10 3,90 4,50 4,90 5,30
3,15 3,90 4,60 5,00 5,25
3,15 3,87 4,50 4,90 5,25
5,50 5,00
Flow (mm)
4,50 4,00 3,50 Rata-Rata
3,00 2,50 2,00 6
6,5
7
7,5
Kadar Aspal Residu (%)
8
Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED Pada Saat Testing Nomor Krus yang dipakai
1
Berat Krus + Contoh basahgram 512,90 Berat Krus + Contoh kering gram 501,80 Berat air = 1-2 gram 11,10 Berat Krus gram 79,90 Berat Contoh kering=2-4 gram 421,90 Kadar air = 3/5 % 2,63 Kadar air rata-rata % Sumber : Hasil Penelitian 2011 Keterangan : A = Kadar Aspal Residu Awal 6 % B = Kadar Aspal Residu Awal 6,5 % C = Kadar Aspal Residu Awal 7 % D = Kadar Aspal Residu Awal 7,5 % E = Kadar Aspal Residu Awal 8 % 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A 2
3
1
B 2
3
1
C 2
3
1
D 2
3
1
E 2
3
513,40
506,20
688,10
687,80 636,70 575,60 574,20 612,40 615,80 616,20 570,40 534,80 540,40 589,40
502,20
495,20
672,00
671,80 622,00 561,10 559,80 597,10 598,80 598,40 554,60 518,40 523,20 570,20
11,20
11,00
16,10
16,00
14,70
14,50
14,40
15,30
17,00
17,80
15,80
16,40
17,20
19,20
79,90
62,50
94,90
94,90
75,60
76,20
76,20
78,50
73,60
73,60
72,66
74,50
74,50
75,70
422,30
432,70
577,10
576,90 546,40 484,90 483,60 518,60 525,20 524,80 481,94 443,90 448,70 494,50
2,54
2,79
2,77
2,65
2,61
2,75
2,69
2,99
2,98
2,97
2,95
3,24
3,39
3,30
3,28
3,69
3,83
3,80
3,88
Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Kadar Air Pada Saat Testing Untuk Pembuatan Grafik Kadar Aspal Residu (%)
1
2
3
RATA-RATA
6 6,5 7 7,5 8
2,63 2,79 2,99 3,24 3,69
2,65 2,77 2,98 3,39 3,83
2,54 2,69 2,95 3,28 3,88
2,61 2,75 2,97 3,30 3,80
4,00 3,80
Kadar Air (%)
3,60 3,40 3,20 3,00 Rata-rata
2,80 2,60 2,40 2,20 2,00 6
6,5
7 Kadar Aspal Residu (%)
7,5
8
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Kelelehan (Flow ) Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen Waktu Curing (Hari) 3 6 9 12
Flow Penambahan 2 % Semen (mm) 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 4,5 4,53 4,10 3,90 4,00 4,00 4,40 4,35 3,50 3,60 3,60 3,57 3,85 3,85 3,00 3,10 3,10 3,07 3,15 3,15 2,40 2,40 2,50 2,43
Flow 0 % Semen (mm) 1 4,5 4,35 3,90 3,20
2 4,6 4,30 3,80 3,10
4,8 Rata-rata 0 % semen Rata-rata 2 % semen
4,6 4,4 Flow (mm)
4,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 3
6 9 Waktu Curing (hari)
12
Untuk menghitung Sgmix dipergunakan rumus : SGmix
=
% CA SGCA
100 % FA %F % Aspal + + + SGFA SGF SGAspal
Hasil perhitungan selanjutnya ditabelkan seperti Tabel berikut : Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 6 % 1
2 3 4 proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. % CA 50 0,94 47,00 % FA 44 0,94 41,36 %F 6 0,94 5,64 % A Residu 6 6,00 100,00 Jumlah SGmix = SGmix = Sumber : Hasil Penelitian 2011
5 SG 2,254 2,235 2,234 1,014
6 =4/5 20,85 18,51 2,52 5,92 47,80 100/47.80 2,09
Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % 1
2 3 4 proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. % CA 50 0,935 46,75 % FA 44 0,935 41,14 %F 6 0,935 5,61 % A Residu 6,5 6,50 Jumlah 100,00 SGmix = SGmix = Sumber : Hasil Penelitian 2011
5 SG 2,254 2,235 2,234 1,014
6 =4/5 20,74 18,41 2,51 6,41 48,07 100/48.07 2,08
Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 7 % 1
2 3 4 proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. % CA 50 0,93 46,50 % FA 44 0,93 40,92 %F 6 0,93 5,58 % A Residu 7 7,00 Jumlah 100,00 SGmix = SGmix = Sumber : Hasil Penelitian 2011
5 SG 2,254 2,235 2,234 1,014
6 =4/5 20,63 18,31 2,50 6,90 48,34 100/48.34 2,07
Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % 1
2 3 4 proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. % CA 50 0,925 46,25 % FA 44 0,925 40,70 %F 6 0,925 5,55 % A Residu 7,5 7,50 100,00 Jumlah SGmix = SGmix = Sumber : Hasil Penelitian 2011
5 SG 2,254 2,235 2,234 1,014
6 =4/5 20,52 18,21 2,48 7,40 48,61 100/48.34 2,06
Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 8 % 1
2 3 4 proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. % CA 50 0,92 46,00 % FA 44 0,92 40,48 %F 6 0,92 5,52 % A Residu 8 8,00 100,00 Jumlah SGmix = SGmix = Sumber : Hasil Penelitian 2011
5 SG 2,254 2,235 2,234 1,014
6 =4/5 20,41 18,11 2,47 7,89 48,88 100/48.88 2,05
Untuk menghitung SGagg untuk masing-masing kadar aspal residu CAED dipergunakan rumus berikut : SG
agg
=
100 % CA % FA %F + + SG CA SG FA SG F
Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 6 % 1 % CA % FA %F
2 3 4 Proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp 50 0,94 47,00 44 0,94 41,36 6 0,94 5,64 Jumlah 94,00
5 SG 2,254 2,235 2,234 SGagg = SGagg =
6 =4/5 20,85 18,51 2,52 41,88 100/41.88 2,39
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % 1 % CA % FA %F
2 3 Proporsi (%)Faktor Pengali 50 0,935 44 0,935 6 0,935 Jumlah
4 % thd Total 46,75 41,14 5,61 93,50
5 SG 2,254 2,235 2,234 SGagg = SGagg =
6 =4/5 20,74 18,41 2,51 41,66 100/41.66 2,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 7 % 1 % CA % FA %F
2 3 Proporsi (%)Faktor Pengali 50 0,93 44 0,93 6 0,93 Jumlah
4 % thd Total 46,50 40,92 5,58 93,00
5 SG 2,254 2,235 2,234 SGagg = SGagg =
Sumber : Hasil Penelitian 2011
6 =4/5 20,63 18,31 2,50 41,44 100/41.44 2,41
Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % 1 % CA % FA %F
2 3 Proporsi (%)Faktor Pengali 50 0,925 44 0,925 6 0,925 Jumlah
4 % thd Total 46,25 40,70 5,55 92,50
5 SG 2,254 2,235 2,234 SGagg = SGagg =
6 =4/5 20,52 18,21 2,48 41,21 100/41.21 2,43
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 8 % 1 % CA % FA %F
2 3 Proporsi (%)Faktor Pengali 50 0,92 44 0,92 6 0,92 Jumlah
4 % thd Total 46,00 40,48 5,52 92,00
5 SG 2,254 2,235 2,234 SGagg = SGagg =
Sumber : Hasil Penelitian 2011
6 =4/5 20,41 18,11 2,47 40,99 100/40.99 2,44
Tabel D.22 Specific Grafity Of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60) Discription I Weight of Picnometer (plus stoper) A gr 152,29 Weight of Picnometer fill with waterB gr 651,65 Weight of Picnometer (plus) C gr 658,44 Specific Gravity (C- A) / (B - A) gr/cc 1,014 Sumber : PT Triasindomix Sidoarjo Jawa Timur 2010
II 152,29 651,65 658,56 1,014
Average
1,014
Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 6 %
Proporsi RBC No Agregat (%) (%) CA
FA
FF
A
SGMIX
h ratarata (cm)
B
C
1 47 41,4 5,64 6 2,1 2 47 41,4 5,64 6 2,1 3 47 41,4 5,64 6 2,1 * Berdasarkan pengukuran dimensi
6,7 6,9 6,7
Berat Sampel Udara
Oven
Rendam
Volume* 3 (24 jam) (48 jam) (Cm )
(Gram)
(Gram)
(Gram)
D
E
F
998 980 1006 1023 1002,4 1028 1018 999,6 1025
G
D
Kadar Air Saat Testing (%)
H = D/G
I
525,95 1,898 541,65 1,888 525,95 1,936
2,63 2,65 2,54
Dd
Porositas Penyerapan Air (VIM) (%) (%)
J = H(100+A) K = ((B-J)
L = (F-E)/E
/(100+A+I)
/B)*100
*100
1,85 1,84 1,89 1,86
11,41 11,87 9,56 10,95
2,65 2,55 2,54 2,58
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 6,5 %
Proporsi RBC No Agregat (%) (%) CA
FA
FF
A
SGMIX
h ratarata (cm)
B
1 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 2 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 3 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 * Berdasarkan pengukuran dimensi
Sumber : Hasil Penelitian 2011
C
7,4 7,1 7,2
Berat Sampel Udara
Oven
Rendam
(24 jam) (48 jam) (Gram)
(Gram)
(Gram)
D
E
F
1114 1090,2 1117 1085 1066,8 1092 1104 1079,2 1106
Volume* (Cm3)
G
D
Kadar Air Saat Testing (%)
H = D/G
I
580,9 1,918 557,35 1,947 565,2 1,953
2,79 2,77 2,69
Dd
Porositas Penyerapan Air (VIM) (%) (%)
J = H(100+A) K = ((B-J)
L = (F-E)/E
/(100+A+I)
/B)*100
*100
1,87 1,90 1,91 1,89
10,14 8,78 8,41 9,11
2,42 2,40 2,46 2,43
Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 7 %
Proporsi RBC No Agregat (%) (%) CA
FA
FF
A
SGMIX
h ratarata (cm)
B
C
1 46,5 40,9 5,58 7 2,1 2 46,5 40,9 5,58 7 2,1 3 46,5 40,9 5,58 7 2,1 * Berdasarkanpengukuran dimensi
6,4 6,3 6,3
Berat Sampel Udara
Oven
Rendam
Volume* 3 (24 jam) (48 jam) (Cm )
(Gram)
(Gram)
(Gram)
D
E
F
981,6 968,2 968,8 956,4 968,4 960
G
D
Kadar Air Saat Testing (%)
H = D/G
I
990 502,4 1,954 978,2 494,55 1,959 978,5 494,55 1,958
2,99 2,98 2,95
Dd
Porositas Penyerapan Air (VIM) (%) (%)
J = H(100+A) K = ((B-J)
L = (F-E)/E
/(100+A+I)
/B)*100
*100
1,90 1,91 1,91 1,90
8,18 7,93 7,94 8,02
2,25 2,28 1,93 2,15
Sumber : Hasil Penelitian 2011 Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 7,5 %
Proporsi RBC No Agregat (%) (%) CA
FA
FF
A
SGMIX
h ratarata (cm)
B
1 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 2 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 3 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 * Berdasarkan pengukuran dimensi
Sumber : Hasil Penelitian 2011
C
7,1 7,2 7,1
Berat Sampel Udara
Oven
Rendam
Volume* 3 (24 jam) (48 jam) (Cm )
(Gram)
(Gram)
(Gram)
D
E
F
1091 1072,4 1095 1110 1088,2 1111 1091 1071,4 1093
G
D
Kadar Air Saat Testing (%)
H = D/G
I
557,35 1,957 565,2 1,964 557,35 1,958
3,24 3,39 3,28
Dd
Porositas Penyerapan Air (VIM) (%) (%)
J = H(100+A) K = ((B-J)
L = (F-E)/E
/(100+A+I)
/B)*100
*100
1,90 1,90 1,90 1,90
7,79 7,60 7,76 7,71
2,07 2,06 2,05 2,06
Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 8 %
Proporsi RBC No Agregat (%) (%) CA
FA
FF
A
SGMIX
h ratarata (cm)
B
1 46 40,5 5,52 8 2,1 2 46 40,5 5,52 8 2,1 3 46 40,5 5,52 8 2,1 * Berdasarkan pengukuran dimensi
Sumber : Hasil Penelitian 2011
C 7,3 7,2 7,2
Berat Sampel Udara
Oven
Rendam
Volume* 3 (24 jam) (48 jam) (Cm )
(Gram)
(Gram)
(Gram)
D
E
F
1121 1099,6 1121 1110 1090,4 1111 1109 1089,8 1111
G
D
Kadar Air Saat Testing (%)
H = D/G
I
573,05 1,957 565,2 1,963 565,2 1,962
3,69 3,83 3,88
Dd
Porositas Penyerapan Air (VIM) (%) (%)
J = H(100+A) K = ((B-J)
L = (F-E)/E
/(100+A+I)
/B)*100
*100
1,89 1,90 1,89 1,89
7,70 7,52 7,62 7,61
1,96 1,91 1,93 1,93
Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Densitas (Kepadatan) Untuk Pembuatan Grafik Sampel Kadar Aspal Residu (%) 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
1 1,85 1,87 1,90 1,90 1,89
2 1,84 1,90 1,91 1,91 1,90
3 1,89 1,91 1,92 1,90 1,89
Rata-rata (gram/cm3) 1,86 1,89 1,91 1,90 1,89
2,00
1,95
Densitas (gram/cm3)
1,90
1,85
1,80
Ratarata
1,75
1,70
1,65
1,60 0.6
0.7 0.7 0.8 Kadar Aspal Residu (%)
0.8
Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Porositas (VIM) Untuk Pembuatan Grafik
Sampel Kadar Aspal Residu (%) 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
1 11,41 10,14 8,18 7,79 7,70
2 11,87 8,78 7,93 7,60 7,52
3 9,56 8,41 7,94 7,76 7,62
Rata-rata (%) 10,95 9,11 8,02 7,72 7,61
13,00 12,00 Rata-rata
11,00 maks 10 %
10,00 9,00 8,00
Porositas (VIM) (%)
7,00 6,00 min 5 %
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 0.6
0.7
0.7 Kadar Aspal Residu (%)
0.8
0.8
Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Penyerapan Air Untuk Pembuatan Grafik
Sampel Kadar Aspal Residu (%) 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
1 2,65 2,42 2,25 2,07 1,96
2 2,55 2,40 2,28 2,06 1,91
3 2,54 2,46 2,12 2,05 1,93
Rata-rata (%) 2,58 2,43 2,22 2,06 1,93
5,00 4,50 4,00
Maks. 4 %
3,50 Rata-rata
Penyerapan Air (%)
3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0.6
0.7
0.7 0.8 Kadar Aspal Residu (%)
0.8
Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 6 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED Berat Faktor Pengali Berat thd Berat Total Agregat thd Material (100Campuran (%) berat total RBCi)/100 a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci Agregat Kasar 50 0,94 47,00 47,00 47,00 Agregat Halus 44 0,94 41,36 41,36 41,36 Filer 6 0,94 5,64 5,64 5,64 Bitumen (RBCi) 6,00 6,00 6,00 Sum 100 100,00 100,00 100,00 2,39 2,39 2,39 SGAgg SGMix 2,09 2,09 2,09 D-Bulk (gr/cm3)
Porosity (%) VMA (%) VFB (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
-
1,85 11,41 27,24 58,11
1,84 11,87 27,63 57,04
1,89 9,56 25,67 62,75
SG Keterangan e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
26,85 59,30
Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 6,5 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED Berat Faktor Pengali Berat thd Berat Total Agregat thd Material (100Campuran (%) berat total RBCi)/100 a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci Agregat Kasar 50 0,935 46,75 46,75 46,75 Agregat Halus 44 0,935 41,14 41,14 41,14 Filer 6 0,935 5,61 5,61 5,61 Bitumen (RBCi) 6,5 6,5 6,5 Sum 100 100 100 100 SGAgg 2,40 2,40 2,40 SGMix 2,08 2,08 2,08 3
D-Bulk (gr/cm )
Porosity (%) VMA (%) VFB (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
-
1,87 10,14 27,15 62,65
1,90 8,78 25,98 66,20
1,91 8,41 25,59 67,14
SG Keterangan e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
26,24 65,33
Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 7 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED Berat Faktor Pengali Berat thd Berat Total Agregat thd (100Campuran (%) berat total RBCi)/100 a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci Agregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 Agregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 Bitumen (RBCi) 7 7 7 Sum 100 100 100 100 2,41 2,41 2,41 SGAgg SGMix 2,07 2,07 2,07 Material
D-Bulk (gr/cm3)
Porosity (%) VMA (%) VFB (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
-
1,90 8,18 26,68 69,34
1,91 7,93 26,29 69,84
1,92 7,94 25,91 69,35
SG Keterangan e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
26,29 69,51
Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 7,5 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED Berat Agregat thd Faktor Pengali Berat thd Berat Total Material (100berat total Campuran (%) RBCi)/100 agg (%) a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci Agregat Kasar 50 0,925 46,25 46,25 46,25 Agregat Halus 44 0,925 40,7 40,7 40,7 Filer 6 0,925 5,55 5,55 5,55 Bitumen (RBCi) 7,5 7,5 7,5 Sum 100 100 100 100 SGAgg 2,43 2,43 2,43 SGMix 2,06 2,06 2,06 3
D-Bulk (gr/cm )
Porosity (%) VMA (%) VFB (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
-
1,90 7,79 27,67 71,85
1,91 7,60 27,29 72,16
1,90 7,76 27,67 71,96
SG Keterangan e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
27,55 71,99
Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 8 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED Berat Faktor Pengali Agregat thd Berat thd Berat Total Material (100berat total Campuran (%) RBCi)/100 agg (%) a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci Agregat Kasar 50 0,92 46 46 46 Agregat Halus 44 0,92 40,48 40,48 40,48 Filer 6 0,92 5,52 5,52 5,52 Bitumen (RBCi) 8 8 8 Sum 100 100 100 100 SGAgg 2,44 2,44 2,44 SGMix 2,05 2,05 2,05 D-Bulk (gr/cm3)
Porosity (%) VMA (%) VFB (%) Sumber : Hasil Penelitian 2011
-
1,89 7,70 28,74 73,21
1,90 7,52 28,36 73,48
1,89 7,62 28,74 73,48
SG Keterangan e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
28,61 73,39
Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Void in Mineral Aggregate /VMA Untuk Pembuatan Grafik
VMA (%)
Kadar Aspal Residu (%) 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
Sampel 1 27,24 27,15 26,68 27,67 28,74
2 27,63 25,98 26,29 27,29 28,36
3 25,67 25,59 25,91 27,67 28,74
35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20
Rata-rata 26,85 26,24 26,29 27,54 28,61
Rata-rata
0.6
0.7
0.7
Kadar Aspal Residu (%)
0.8
0.8
Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Void Filled Bitumen /VFB Untuk Pembuatan Grafik
VFB (%)
Kadar Aspal Residu (%) 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
Sampel 1 58,11 62,65 69,34 71,85 73,21
2 57,04 66,20 69,84 72,16 73,48
3 62,75 67,14 69,35 71,96 73,48
80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Rata-rata 59,30 65,33 69,51 71,99 73,39
Rata-rata
0.6
0.7
0.7
0.8
Kadar Aspal Residu (%)
0.8
Perhitungan luas permukaan agregat terhadap Gradasi Agregat Gabungan dihitung dengan Tabulasi Perhitungan Luas Permukaan Agregat (Asphalt Institute,MS-14,1989) seperti Tabel di bawah ini : Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat Saringan Jenis Percent Surface Area Surface Area (m2/ mm Agregat No Saringan Passing (%) Factor kg) 1/2" 12,5 100 0,41 0,410 Agregat 3/8" 9,5 95 0,41 Kasar No.4 4,75 70 0,41 0,287 No.8 2,36 50 0,82 0,410 NO.50 0,3 15,5 6,14 0,952 Agregat No.200 0,075 6 32,77 1,966 Halus Aggregate Surface Area (ASA) = 4,025 Sumber : Hasil Penelitian 2011
Untuk menghitung Tebal Film Aspal (TFA) dipergunakan Rumus : TFA =
% Aspal 1 1 × × (100 − % Aspal SGAspal LuasPermuk aanAgregat
Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal Untuk Bervariasi Kadar Aspal
TFA ( µm )
(% % 100-% Aspal) / SG Aspal (1/SG Aspal Aspal (100- (gram/cm3) Aspal) Residu %Aspal) 6,0 94,0 0,064 1,014 0,986 6,5 93,5 0,070 1,014 0,986 7,0 93,0 0,075 1,014 0,986 7,5 92,5 0,081 1,014 0,986 8,0 92,0 0,087 1,014 0,986 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5
Luas (1/ Luas Permukaa Permukaan n Agregat Agregat) (m2/kg) 4,025 0,248 4,025 0,248 4,025 0,248 4,025 0,248 4,025 0,248
TFA (µm) 15,64 17,03 18,44 19,87 21,31
min 8 µm
6
6,5
7 Kadar Aspal Residu ( % )
7,5
8
LAMPIRAN E KINERJA CAED TANPA PENAMBAHAN SEMEN DAN PENAMBAHAN 2 % SEMEN
Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar Air 5 % Tanpa Penambahan Semen terhadap Total Campuran (1000 gram) Faktor Jenis Aspal Kadar Aspal Berat Air Saringan Propors Pengali PC Agrega No Residu residu Emuls (gram (ml (gr) mm i ( % ) (100-7)/100 ) i t (gram) ( %) ) Saringa (gram Agrega t Kasar
3/8" 9,5 5 No.4 4,75 25 No.8 2,36 20 Jumlah 50 Agrega NO.50 0,3 34,5 t Halus No.200 0,075 9,5 Jumlah 44 Filler Abu Lolos No.200 6 Batu Jumlah 6 Jumlah Total 100 Sumber : Hasil Penelitian (2011)
0,93 0,93 0,93 0,93 0,93
0,93
47 232 186 465 321 88 409
50
0
70
50
0
70
57
123
56 56 930
123
Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar Air 5 % Penambahan Semen 2 % terhadap Total Campuran (1000 gram) Berat Air PC Aspal Kadar Aspal Jenis Saringan Propors Faktor Pengali (gram (ml (%) Residu residu Emuls Agrega No i ( % ) i (100-7)/100 ) t ) (gram) ( %) Saringa mm (gram Agrega t Kasar
3/8" 9,5 5 No.4 4,75 25 No.8 2,36 20 Jumlah 50 Agrega NO.50 9,5 34,5 t Halus No.200 4,75 9,5 Jumlah 44 Filler 6 AbuLolos No.200 Batu Jumlah 6 Jumlah Total 100 Sumber : Hasil Penelitian (2011)
0,93 0,93 0,93 0,93 0,93
0,93
47 232 186 465 321 88 409
50 20
70
50 20
70
57
123
56 56 930
123
Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 3 Hari Tinggi Sampel (cm) No.
Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilitas Flow Kalibra koreksi Marshall (mm) Dial (cm3)
h4 ratarata 1 6,7 6,6 6,6 6,7 6,7 522,03 2 6,7 6,7 6,6 6,6 6,7 522,03 3 6,7 6,6 6,7 6,6 6,7 522,03 Sumber : Hasil Penelitian 2011 h1
h2
h3
Stabilitas Marshall (kg)
112 114 113
si Alat thd (Profil Volume ring ) sampel
3,14 1 3,14 1 3,14 1 Rata-rata
(kg)
352 4,50 358 4,60 355 4,40 355 4,50
Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 3 Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow Dial Kalibra koreksi s (mm) (cm3) Stabilitas si Alat thd No. Marshal Marshall (Profil Volume l (kg) h1 h2 h3 h4 rata(kg) ring ) sampel rata 1 6,60 6,60 6,50 6,60 6,58 516,14 150 3,14 1 471 4,10 2 6,30 6,30 6,40 6,40 6,35 498,48 145 3,14 1,04 474 3,90 3 6,30 6,40 6,40 6,40 6,38 500,44 140 3,14 1,04 457 4,00 Sumber : Hasil Penelitian 2011 Rata-rata 467 4,00 Tinggi Sampel (cm)
Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 6 Hari
Tinggi Sampel (cm) No. ratarata 1 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 2 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 3 6,40 6,50 6,50 6,40 6,45 Sumber : Hasil Penelitian 2011 h1
h2
h3
h4
Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow Dial Kalibra koreksi s (mm) (cm3) Stabilitas si Alat thd Marshal Marshall (Profil Volume l (kg) (kg) ring ) sampel 510,25 150 3,14 1 471 4,35 502,40 145 3,14 1,04 474 4,30 506,33 148 3,14 1,04 483 4,40 Rata-rata 476 4,35
Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 6 Hari Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow Tinggi Sampel (cm) Kalibra koreksi Dial s (mm) (cm3) No. thd Stabilitas si Alat Marshal rataMarshall (Profil Volume h1 h2 h3 h4 l (kg) rata (kg) ring ) sampel 1 6,30 6,30 6,25 6,25 6,28 492,59 240 3,14 1,09 821 3,40 2 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 486,70 250 3,14 1,09 856 3,30 3 6,25 6,20 6,20 6,25 6,23 488,66 245 3,14 1,09 839 3,40 Sumber : Hasil Penelitian 2011 839 3,37 Rata-rata
Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 9 Hari Tinggi Sampel (cm) No. h1
h2
h3
h4
ratarata
1 6,40 6,20 6,20 6,40 6,30 2 6,50 6,40 6,20 6,20 6,33 3 6,40 6,30 6,30 6,20 6,30 Sumber : Hasil Penelitian 2011
Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Dial Kalibra koreksi s Flow (cm3) thd Stabilitas si Alat Marshal (mm) Marshall (Profil Volume ring ) sampel l (kg) (kg) 494,55 165 3,14 1,09 565 3,90 496,51 170 3,14 1,04 555 3,80 494,55 166 3,14 1,04 542 3,85 554 3,85 Rata-rata
Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 9 Tinggi Sampel (cm) No. ratarata 1 6,20 6,20 6,30 6,30 6,25 2 6,80 6,70 6,50 6,40 6,60 3 6,40 6,50 6,50 6,40 6,45 Sumber : Hasil Penelitian 2011 h1
h2
h3
h4
Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Kalibra koreksi Dial s Flow (cm3) Stabilitas si Alat thd Marshal (mm) Marshall (Profil Volume (kg) ring ) sampel l (kg) 490,63 330 3,14 1,09 1129 3,00 518,10 340 3,14 1,00 1068 3,10 506,33 345 3,14 1,00 1083 3,10 Rata-rata 1093 3,07
Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 12 Hari Tinggi Sampel (cm) No.
ratarata 1 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 2 6,80 6,70 6,50 6,40 6,60 3 6,60 6,60 6,50 6,50 6,55 Sumber : Hasil Penelitian 2011 h1
h2
h3
h4
Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow Dial Kalibra koreksi s (mm) (cm3) Stabilitas si Alat thd Marshal Marshall (Profil Volume l (kg) (kg) ring ) sampel 510,25 195 3,14 1,00 612 3,20 518,10 190 3,14 1,00 597 3,10 514,18 190 3,14 1,00 597 3,15 602 3,15 Rata-rata
Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 12 Volume Pembacaan Faktor Faktor Stabilita Flow Dial Kalibra koreksi s (mm) (cm3) No. Stabilitas si Alat thd Marshal rataMarshall (Profil Volume h1 h2 h3 h4 l (kg) (kg) ring ) sampel rata 1 6,10 6,10 6,10 6,10 6,10 478,85 350 3,14 1,14 1253 2,40 2 6,20 6,20 6,10 6,10 6,15 482,78 360 3,14 1,09 1232 2,60 3 6,20 6,15 6,10 6,15 6,15 482,78 365 3,14 1,09 1249 2,50 Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011 1245 2,50 Tinggi Sampel (cm)
Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen Waktu Curing (Hari)
Stabilitas Marshaal 0 % Semen (kg) 1 352 471 565 612
3 6 9 12
2 358 474 555 597
Stabilitas Marshaal 2 % Semen (kg)
3 Rata-rata 1 355 355 471 483 476 821 542 554 1129 597 602 1253
2 474 856 1068 1232
3 457 839 1083 1249
Rata-rata 467 839 1093 1245
1300 1200 1100 1000 900
Stabilitas Marshall (kg)
800 700 600 500 400 minimal 300 kg
300 200
Rata-rata 0%
100
Rata-rata 2 % semen
0 0
3
6 Waktu Curing (hari)
9
12
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Kelelehan (Flow ) Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen Waktu Curing (Hari) 3 6 9 12
Flow Penambahan 2 % Semen (mm) 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 4,5 4,53 4,10 3,90 4,00 4,00 4,40 4,35 3,50 3,60 3,60 3,57 3,85 3,85 3,00 3,10 3,10 3,07 3,15 3,15 2,40 2,40 2,50 2,43
Flow 0 % Semen (mm) 1 4,5 4,35 3,90 3,20
2 4,6 4,30 3,80 3,10
4,8 Rata-rata 0 % semen Rata-rata 2 % semen
4,6 4,4 Flow (mm)
4,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 3
6 9 Waktu Curing (hari)
12
Tabel E.13 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen dengan Waktu Curing 3 Hari Perlakuan Nomor Krus yang dipakai 1 . Berat Krus + Contoh basah 2 . Berat Krus + Contoh kering 3 . Berat air = 1-2 4 . Berat Krus 5 . Berat Contoh kering=2-4 6 . Kadar air = 3/5 Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011
gram gram gram gram gram %
0 % semen 1 2 3 537,0 567,4 568,2 521,8 551,4 552,0 15,2 16,0 16,2 77,4 81,6 81,6 444,4 469,8 470,4 3,42 3,41 3,44 3,42
2 % semen 1 2 3 622,7 557,2 559,8 605,5 541,8 544,1 17,2 15,4 15,7 76,4 64,7 64,7 529,1 477,1 479,4 3,25 3,23 3,27 3,25
Tabel E.14 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Perlakuan Nomor Krus yang dipakai 1 . Berat Krus + Contoh basah 2 . Berat Krus + Contoh kering 3 . Berat air = 1-2 4 . Berat Krus 5 . Berat Contoh kering=2-4 6 . Kadar air = 3/5 Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011
gram gram gram gram gram %
0 % semen 1 2 3 570,7 551,4 554,2 555,8 537,0 539,6 14,9 14,4 14,6 87,0 81,4 81,4 468,8 455,6 458,2 3,18 3,16 3,19 3,18
2 % semen 1 2 3 594,7 510,0 512,2 579,5 496,8 499,0 15,2 13,2 13,2 74,7 61,5 61,5 504,8 435,3 437,5 3,01 3,03 3,02 3,02
Tabel E.15 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Perlakuan Nomor Krus yang dipakai 1 . Berat Krus + Contoh basah 2 . Berat Krus + Contoh kering 3 . Berat air = 1-2 4 . Berat Krus 5 . Berat Contoh kering=2-4 6 . Kadar air = 3/5 Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011
gram gram gram gram gram %
0 % semen 1 2 3 598,8 522,2 528,2 584,9 509,6 515,5 13,9 12,6 12,7 95,1 72,4 72,4 489,8 437,2 443,1 2,84 2,88 2,87 2,86
2 % semen 1 2 3 502,6 578,9 570,6 491,4 565,6 557,4 11,2 13,3 13,2 71,7 75,6 75,6 419,7 490,0 481,8 2,67 2,71 2,74 2,71
Tabel E.16 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Perlakuan Nomor Krus yang dipakai 1 . Berat Krus + Contoh basah 2 . Berat Krus + Contoh kering 3 . Berat air = 1-2 4 . Berat Krus 5 . Berat Contoh kering=2-4 6 . Kadar air = 3/5 Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011
gram gram gram gram gram %
0 % semen 1 2 3 537,7 565,0 568,2 526,4 553,1 556,4 11,3 11,9 11,8 69,4 75,5 75,5 457,0 477,6 480,9 2,47 2,49 2,45 2,46
2 % semen 1 2 3 576,0 522,0 528,6 564,8 512,2 518,7 11,2 9,8 9,9 81,7 86,6 86,6 483,1 425,6 432,1 2,32 2,30 2,29 2,30
Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen antara Waktu Curing 3 Hari dan 6 Hari Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
3.000 6.245
1.732 3.606
Pair 1
Semen03hr Semen06hr
355.00 476.00
3 3
Pair 2
Semen23hr
467.33
3
9.074
5.239
Semen26hr
838.67
3
17.502
10.105
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Semen03hr & Semen06hr
3
.240
.846
Pair 2
Semen23hr & Semen26hr
3
.149
.905
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
Pair 1 Pair 2
Semen03hr Semen06hr Semen23hr Semen26hr
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
-121.000
6.245
3.606
-136.513
-105.487
-33.559
2
.001
-371.333
18.475
10.667
-417.228
-325.438
-34.813
2
.001
Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen antara Waktu Curing 6 Hari dan 9 Hari Paired Samples Statistics
Pair 1
Semen06hr Semen09hr
Pair 2
Semen26hr Semen29hr
Mean 476.00
N 3
Std. Deviation 6.245
Std. Error Mean 3.606
554.00 838.67 1093.33
3 3 3
11.533 17.502 31.786
6.658 10.105 18.352
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Semen06hr & Semen09hr
3
-.979
.131
Pair 2
Semen26hr & Semen29hr
3
-.964
.171
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1 Pair 2
Semen06hr Semen09hr Semen26hr Semen29hr
95% Confidence Interval of the Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
-78.000
17.692
10.214
-121.949
-34.051
-7.636
2
.017
-254.667
48.881
28.221
-376.093
-133.240
-9.024
2
.012
Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen antara Waktu Curing 9 Hari dan 12 Hari Paired Samples Statistics
Pair 1
Semen09hr Semen012hr
Pair 2
Semen29hr Semen212hr
Mean 554.00
N 3
Std. Deviation 11.533
Std. Error Mean 6.658
602.00 1093.33 1244.67
3 3 3
8.660 31.786 11.150
5.000 18.352 6.438
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Semen09hr & Semen012hr
3
.826
.381
Pair 2
Semen29hr & Semen212hr
3
.809
.400
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
Pair 2
95% Confidence Interval of the Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Semen09hr Semen012hr
-48.000
6.557
3.786
-64.290
-31.710
-12.678
2
.006
Semen29hr Semen212hr
-151.333
23.692
13.679
-210.189
-92.478
-11.063
2
.008
LAMPIRAN F KARAKTERISTIK CAED TANPA PENAMBAHAN SEMEN DAN PENAMBAHAN 2 % SEMEN PADA KONDISI FULL CURING
Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED tanpa Penambahan Semendalam Kondisi Full Curing Tinggi Sampel (cm) No.
h1 1 2 3
h2
h3
h4
Volume* 3 rata-rata (cm )
6,60 6,40 6,30 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,50 6,40 6,50
6,43 6,40 6,45
504 502 506
Berat Sampel (gram) G1
G2
G3
G4
G5
G6
Diredam selama 40 menit dengan suhu 60oC
994,7
998,2
983,6
980,5
978,4
978,4
995,6
999,6
992,7
988,8
986,4
983,8
983,8
1000,9
1002,5
996,8
993,5
988,1
986,8
986,8
1004,2
* Berdasarkan pengukuran dimensi Catatan : G1,G2,G4,…G6 merupakan berat sampel pada hari ke 1 s/d hari ke 6
Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing Tinggi Sampel (cm) No.
1 2 3
h1 6,20 6,20 6,20
h2 6,20 6,20 6,30
h3 6,20 6,20 6,20
h4 rata-rata 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 6,23
Volume* (cm3)
487 487 489
Berat Sampel (gram) G1
G2
G3
G4
G5
G6
Diredam selama 40 menit dengan suhu 60oC
1016,1
1011,9 1008,2 1007,4
1006,9
1006,9
1019,2
1017,8
1013,2 1010,1 1008,1
1008,1
1008,1
1020,6
1021,8
1018,5 1015,2 1013,4
1010,2
1010,2
1022,8
* Berdasarkan pengukuran dimensi Catatan : G1,G2,G4,…G6 merupakan berat sampel pada hari ke 1 s/d hari ke 6
Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing Tanpa Penambahan Semen
Tinggi Sampel (cm) No.
ratarata 6,60 6,40 6,30 6,40 6,43 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,50 6,40 6,50 6,45 h1
1 2 3
h2
h3
Volume* Pembacaan Arlloji (cm3) Stabilitor (kg)
h4
504,4 502,4 506,3
100 100 102
* Berdasarkan pengukuran dimensi
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi thd Volume
3,14 1,04 3,14 1,04 3,14 1,04 Rata-rata
Stabilitas Marshall (kg)
Flow (mm)
327 327 333 329
4,40 4,60 4,50 4,50
Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing dengan Penambhan 2 % Semen
Tinggi Sampel (cm) No.
1 2 3
h1 6,20 6,20 6,20
h2 h3 h4 rata-rata 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 6,30 6,20 6,20 6,23
* Berdasarkan pengukuran dimensi
Volume* Pembacaan Arlloji (cm3) Stabilitor (kg)
487 487 489
250 255 260
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi thd Volume
3,14 1,09 3,14 1,09 3,14 1,09 Rata-rata
Stabilitas Marshall (kg)
Flow (mm)
856 873 890 873
2,90 3,00 3,10 3,00
Catatan : Kondisi Full Curing dimaksudkan bahwa Sampel dioven pada suhu 40oC sampai berat sampel konstan.,kemudian direndam selama 30-40 menit pada suhu 60oC
Tabel F.5 Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % dalam Kondisi Full Curing Perlakuan Nomor Krus yang dipakai 1 . Berat Krus + Contoh basah 2 . Berat Krus + Contoh kering 3 . Berat air = 1-2 4 . Berat Krus 5 . Berat Contoh kering=2-4 6 . Kadar air = 3/5 Rata-rata Sumber : Hasil Penelitian 2011
gram gram gram gram gram % %
0 % semen 2 % semen 1 2 3 1 2 3 601,00 586,00 578,00 642,40 565,10 584,20 577,60 562,30 554,80 593,00 524,40 539,20 23,40 23,70 23,20 49,40 40,70 45,00 95,90 76,00 81,60 71,60 92,30 64,70 481,70 486,30 473,20 521,40 432,10 474,50 4,86 4,87 4,90 9,47 9,42 9,48 4,88 9,46
Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing Berat Sampel h Proporsi Agregat RBC Udara Oven Rendam Volume rataSGMIX No Full Curing 40 menit * (Cm3) (%) (%) rata (Gram) (cm) (Gram) (Gram) CA
FA
FF
A
B
C
D
1 47 41 5,6 7 2,1 6,4 994,7 2 47 41 5,6 7 2,1 6,40 999,6 3 47 41 5,6 7 2,1 6,5 1003 * Berdasarkan pengukuran dimensi Sumber : Hasil Penelitian 2011
D
Kadar Air Saat Testing (%)
E
F
G
H = D/G
I
978,4 983,8 986,8
995,6 1000,9 1004,2
505 502 506
1,971 1,990 1,980
4,86 4,87 4,90
Dd
Penyerapan Porositas Air pada (%) saat Testing (%)
J = H(100+A) K = ((B-J) /(100+A+I) /B)*100
1,89 1,90 1,89 1,89
8,94 8,07 8,54 8,51
L = (F-E)/E *100
1,76 1,74 1,76 1,75
Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing
No
Proporsi RBC Agregat (%) (%) CA
FA
FF
A
SGMIX
h ratarata (cm) C
B
Berat Sampel Udara
Oven
Rendam
Full Curing
40 menit
(Gram)
(Gram)
(Gram)
D
E
1006,9 1008,1 1010,2
1 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,20 1016,1 2 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,20 1017,8 3 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,23 1021,8 * Berdasarkanpengukuran dimensi
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Kadar Air Saat Testing (%)
Volume* (Cm3)
D
F
G
H = D/G
I
1024,6 1025,8 1028,1
487 487 489
2,088 2,091 2,089
9,82 9,35 9,53
Dd
Porositas (%)
J = H(100+A) K = ((B-J) /(100+A+I) /B)*100
1,91 1,92 1,92 1,92
6,26 5,73 5,96 5,98
Penyerapan Air pada saat Testing (%)
L = (F-E)/E *100
1,76 1,76 1,77 1,76
Tabel F.8 Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) dengan Penambahan 2 % Semen 1
2 3 4 Proporsi % Faktor Pengali % thd Total Camp. % CA 50 0,93 46,50 % FA 44 0,93 40,92 %F 6 0,93 5,58 % A Residu 7 7,00 Semen 2 2,00 Jumlah 102,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011
5 SG 2,25 2,24 2,23 1,01 3,10
6 = 4/5 20,63 18,31 2,50 6,90 0,65 48,98 SGmix = 100/48.98 SGmix = 2,04
Tabel F.9 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing
Material a Agregat Kasar Agregat Halus Filer Bitumen (RBCi) Sum SGAgg
Berat Agregat Faktor Pengali thd berat total (100-RBCi)/100 agg (%) b 50 44 6 100 -
ci 0,93 0,93 0,93 -
Berat thd Berat Total Campuran (%) d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci 46,5 46,5 46,5 40,92 40,92 40,92 5,58 5,58 5,58 7 7 7 100 100 100 2,41 2,41 2,41
SG
Keterangan
e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
SGMix
-
-
2,07
2,07
2,07
-
D-Bulk (gr/cm 3) Porosity (%) VMA (%) VFB (%)
-
-
1,97 8,94 23,98 62,72
1,99 8,07 23,21 65,23
1,92 8,54 25,91 67,04
-
24,37 64,99
Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing Berat Agregat Faktor Pengali Berat thd Berat Total thd berat total (100-RBCi)/100 Campuran (%) agg (%) a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci Agregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 Agregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 Bitumen (RBCi) 7 7 7 Sum 100 100 100 100 SGAgg 2,41 2,41 2,41 SGMix 2,04 2,04 2,04 D-Bulk (gr/cm 3) 1,91 1,92 1,92 Porosity (%) 6,26 5,73 5,96 VMA (%) 26,29 25,91 25,91 VFB (%) 76,19 77,88 77,00 Material
Sumber : Hasil Penelitian 2011
SG
Keterangan
e f 2,254 Batu Pecah 2,235 Pasir Halus 2,234 Abu Batu 1,014 CSS-1h -
26,10 77,04
Tabel F.11 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Latasir
Min Maks Min Min Min Min Maks Min
Latasir Kelas A & B 2,0 50,0 3,0 6,0 20 75 200 2,0 3,0 80
Min
90
Sifat-sifat Campuran Penyerapan aspal (%) Jumlah tumbukan per bidang Rongga dalam campuran (%) Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Rongga terisi aspal (%) Stabilitas Marshall (kg) Pelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm) Stabilitas Marshall Sisa (kg) setelah perendaman selama 24 jam, 60oC Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
Maks
Tabel F.12 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Lataston Lataston Sifat-sifat Campuran Kadar aspal efektif (%) Penyerapan aspal (%) Jumlah tumbukan per bidang
Maks
Lapis Aus Lapis Pondasi Senjang Semi Senjang Senjang Semi Senjang 5,9 5,9 5,5 5,5 1,7 75 4 6 18 17 68 800 3 250
Min Maks Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min Rongga terisi aspal (%) Min Stabilitas Marshall (kg) Min Min Pelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm) Min setelah perendaman selama 24 Min jam, 60oC Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010 Rongga dalam campuran (%)
3
Tabel F.13 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Laston (AC)
Sifat-sifat Campuran Kadar aspal efektif (%) Penyerapan aspal (%) Jumlah tumbukan per bidang
Maks
LASTON (AC) Lapis Aus Lapis Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5 1,2 75 112 3,5 5,0 15 14 13 65 63 60 800 1800 3 4,5 250 300
Min Maks Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min Rongga terisi aspal (%) Min Min Stabilitas Marshall (kg) Maks Pelelehan (mm) Min Marshall Quotient (kg/mm) Min setelah perendaman selama 24 Min jam, 60oC Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal Min (refusal) Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010 Rongga dalam campuran (%)
90 2,5
LAMPIRAN G STABILITAS CAED DALAM KONDISI KERING UNTUK MENENTUKAN STABILITAS SISA PADA KARO
Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen Tinggi Sampel (cm) h1 h2 h3 h4 1 6,40 6,40 6,50 6,50 2 6,50 6,40 6,50 6,40 3 6,50 6,50 6,40 6,40 Sumber : Hasil Penelitian 2011 No.
Volume rata-rata (cm3) 6,45 506 6,45 506 6,45 506
Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan Semen yang Diperiksa dalam Suhu Ruang
No.
1 2 3
Tinggi Pembaca sampel an Dial Volume rata-rata Stabilitas 3 (cm ) (cm) Marshall (kg) 6,45 6,45 6,45
506,33 506,33 506,33
150 145 148
Profil ring
Faktor Stabilitas koreksi Marshall thd (kg) Volume sampel
Flow (mm)
3,14 1,04 490 4,35 3,14 1,04 474 4,30 3,14 1,04 483 4,40 Sumber : Hasil Penelitian 2011 482 4,35 Rata-rata o Lama Curing : 3 hari dalam mold + 1 hari dalam oven 40 C + 1 hari dalam suhu ruang
hari dalam suhu ruang 70
LAMPIRAN H FOTO – FOTO KEGIATAN PENELITIAN CAED
Gambar H.1 Saringan yang dipakai untuk menentukan gradasi agregat
Gambar H.2 Agregat digoreng untuk mempermudah pengayakan
Gambar H.3 Hasil ayakan Agregat yang tertahan di atas ayakan No.4
Gambar H.4 Hasil ayakan Agregat yang tertahan di atas ayakan No.8
Gambar H.5 Aspal Emulsi baru dituang dari Drum dan sudah diaduk di dalam Jerigen
Gambar H.6 Aspal Emulsi setelah diaduk merata ,tidak ada yang menggumpal
Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu dioven pada suhu 100oC selama 24 jam sebelum dicampur
Gambar H.8 Persiapan Bahan sesuai ukuran sebelum ditimbang sesuai proporsinya
Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4,5,6 % dan Kadar Aspal Residu awal 7 % Total Campuran
Gambar H.10 Alat untuk memadatkan Sampel dengan jumlah tumbukan 2 x50, 2x75, dan 2x2x75
Gambar H.11 Sampel dicuring di dalam cetakan,ditempatkan di atas pasir dalam ruangan pada suhu ruang (+ 28 oC)
Gambar H.12 Sampel siap dikeluarkan dengan alat exstruder
Gambar H. 13. Sampel setelah dikeluarkan dari cetakan dan dicuring dalam ruangan pada suhu ruang (+ 28oC)
Gambar H.14 Pengukuran Tinggi sampel untuk menentukan Volumenya
Gambar H.15 Sampel diremdam setengah bagian selama 24 jam dan dibalik lalu diremdam selama 24 jam
Gambar H.16 Sampel direndam dalam Air Bath selama 30-40 menit pada suhu 60oC
Dial Penunjuk Nilai Stabilitas Marshall
Dial Penunjuk nilai flow
Gambar H.17 Pengujian nilai stabilitas Marshall dan kelelehan (flow) Sampel