ANALISIS INTEGRASI BURSA SAHAM DI ASIA, EROPA, DAN AMERIKA DENGAN BURSA SAHAM DI INDONESIA (Studi Kasus: Syariah dan Konvensional)
Oleh : Anjar Ningtias (1110081000045)
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI Nama
: Anjar Ningtias
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta / 4 Februari 1993 Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Durian 2 Blok A No. 3 RT 005 RW 010, Kebantenan, Jatiasih, Bekasi, 17423
Telp / HP
: 021-82428943 / 082298425242
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2010 – 2014
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007 – 2010
: SMA Negeri 48 Pinang Ranti, Jakarta
2004 – 2007
: SMP Negeri 230 Pondok Rangon, Jakarta
1998 – 2004
: SD Negeri Jatisampurna 06, Bekasi
PENDIDIKAN NON FORMAL 2013
: Peserta Grand Talkshow ”Banking Liberalization in The Era of ASEAN Free Trade Area 2015”, Universitas Indonesia
2013
: Panitia Simulasi Pasar Modal ”Knowing More Doing More To Be Smart Investor”, Lab Pasar Modal FEB, UIN Syarif Hidayatullah
2011
: Panitia Seminar Series ”Invest Now Retire Rich (Wealth Planner)”, Lab Pasar Modal FEB, UIN Syarif Hidayatullah
2010
: Panitia Manajemen Cup 2010 ”Fair Play For The Future”, BEMJ Manajemen UIN Syarif Hidayatullah
vi
2010
: Peserta Seminar Nasional Kewirausahaan Golden Generation Expo & Forum 2010, 24 – 27 Desember 2010
2010
: Kursus Komputer di LPIA
2008
: ESQ Leadership Training
2003 – 2009
: Kursus Bahasa Inggris di LPK Generasi Mandiri
PENGALAMAN ORGANISASI 2012 – 2013
: Bendahara Lab Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah
2011 – 2012
: Divisi Desain dan Kreatifitas Lab Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah
2005 – 2006
: Divisi Olahraga OSIS SMPN 230 Pondok Rangon, Jakarta
PENGALAMAN BEKERJA 2013 – sekarang
: Accounting di PT Rayyan Global Investama
2012 – 2013
: Guru Kursus Bahasa Inggris di LPK Generasi Mandiri
vii
ABSTRACT This study examines the integration of Islamic and conventional stock market of Indonesia with Islamic and conventional stock market of its trading partners in three regions, namely Asian, Europe, and America. This categorization is also based on the level of development and geographical factors which may have a significant influence on the Indonesian stock market. Countries of which being sampled in this study is Malaysia, Japan, United Kingdom (UK), Canada, and United States of America (USA). This study applies the method of Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) and daily closing indices data spanning from 2008 to 2013. The results indicate there are causality relationships among all Islamic and conventional stock markets in Malaysia, Japan, United Kingdom (UK), Canada, and United States of America (USA) with Islamic and conventional stock market of Indonesia. Then, based on cointegration analysis, only Islamic and conventional stock markets of Malaysia have a long-term relationship with Islamic and conventional stock markets of Indonesia. Furthermore, based on Variance Decomposition (VD) analysis is looked that Islamic and conventional stock market of Indonesia provide the greatest contribution to Islamic and conventional stock market of Malaysia’s movement. Meanwhile, the greatest contributor to Islamic and conventional stock markets of Indonesia’s movement itself that is derived from Islamic and conventional stock market of USA. Keywords: integration, stock market, islamic, conventional, VAR, VECM, causality, co-integration, variance decomposition
viii
ABSTRAK Penelitian ini menguji integrasi bursa saham syariah dan konvensional Indonesia dengan bursa saham syariah dan konvensional mitra dagangnya di tiga kawasan, yaitu Asia, Eropa, dan Amerika. Kategorisasi ini juga berdasarkan tingkat perkembangan dan faktor geografis yang mungkin memiliki pengaruh signifikan terhadap bursa saham Indonesia. Negara-negara yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. Penelitian ini menerapkan metode Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) dan data indeks penutupan harian mulai dari 2008 sampai 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara semua bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat dengan bursa saham syariah dan konvensional Indonesia. Kemudian berdasarkan analisis kointegrasi, hanya bursa saham syariah dan konvensional Malaysia yang memiliki hubungan jangka panjang dengan bursa saham syariah dan konvensional Indonesia. Selanjutnya, berdasarkan analisis Variance Decomposition (VD) terlihat bursa saham syariah dan konvensional Indonesia memberikan kontribusi terbesar terhadap pergerakan bursa saham syariah dan konvensional Malaysia. Sementara itu, penyumbang kontribusi terbesar terhadap pergerakan bursa saham syariah dan konvensional Indonesia sendiri berasal dari bursa saham syariah dan konvensional Amerika Serikat. Kata kunci: integrasi, bursa saham, syariah, konvensional, VAR, VECM, kausalitas, kointegrasi, variance decomposition
ix
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim, Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan dan kasih sayang dan rahmat-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam untuk manusia paling mulia di muka bumi ini, Nabi Muhammad SAW, juga keluarga dan para sahabat beliau yang telah membawa banyak umat Islam menuju cahaya kemenangan. Dalam penyusunan skripsi ini sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, pastinya tidak akan terlepas dari hambatan ataupun kesulitan yang dihadapi oleh penulis. Akan tetapi, banyaknya bantuan, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak serta atas seijin Allah SWT, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua saya, Mama dan Papa tercinta yang senantiasa selalu berdo’a dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini, terlebih ketika saya sedang sakit, Mama dan Papa melakukan apapun untuk kesembuhan saya. Semoga kelak saya bisa menjadi kebanggaan Mama dan Papa, baik di dunia maupun di akhirat nanti. 2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku dosen pembimbing I dan Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE, MBA selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membagi ilmunya kepada saya dalam setiap bimbingan skripsi hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Muniaty Aisyah, Ir, MM selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Titi Dewi Warninda, M.Si selaku seketaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Ibu Leis Suzanawaty, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik saya selama menjadi mahasiswa. x
7. Bapak Hepi Prayudiawan, SE, MM, Ak. selaku sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing untuk kepengurusan Lab Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama masa kepengurusan saya. 8. Seluruh civitas Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas segalanya, baik itu ilmu dari para dosen maupun bantuan pelayanan dari para staf dan karyawan. 9. Kakak saya tercinta sekaligus the best partner sepanjang hidup saya, Bernes Lase, ”As sisters and friends, we're quite a pair. One soul, one mind is what we share - Debbie A. Burrous.” 10. My lovely twin, Shelly Novianita, yang tiada hentinya memberikan dukungan dan semangat saat suka maupun duka mulai dari awal menjadi mahasiswa hingga saat ini dan selamanya our story will continue to grow with each passing day. I will make sure I never lose you. 11. Mr. Rain, Reza Eka Nugraha, semoga selalu berada di dalam lindungan Allah SWT. Allah knows what is the best for us. 12. Gadis-gadis yang kelak akan menjadi wanita-wanita hebat di Women Generation, yaitu Shelly, Dini, Ida, Tiwi, Babay, Nisa, dan Ita. ”Friendship consists in forgetting what one gives and remembering what one receives Alexander Dumas.” 13. Seluruh anak Manajemen Keuangan 2010, khususnya Aris (banyak bantuan yang diberikan untuk satu angkatan 2010 bahkan mungkin satu Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Umi & Vae (asisten-asisten dospem I untuk membimbing saya), Arifuddin (teman seperjuangan komprehensif dan sidang skripsi), Deva, Nova, Ayu, Mar’atun, dll. Tidak lupa Rizma Yanika Chusna, teman semasa bimbingan skripsi sekaligus temen masa SMA. 14. Seluruh anak Manajemen A 2010, khususnya Hafiz, Adit, Puput (Putera), Malo, Indah, Fitri, Mia, Rachmad, Abi, Indra, Danial, Fajar, Derian, Fitra, dll. Keep in touch wherever we are guys.
xi
15. Seluruh anak Manajemen 2010, Akuntansi 2010 (khususnya Ikhsan), dan IESP 2010 (khususnya Agus) yang secara random memberikan dukungan kepada saya. 16. Seluruh anggota Lab Pasar Modal dari awal periode kepengurusan saya hingga saat ini. Semoga Lab Pasar Modal terus melangkah maju dan sukses ke depannya. 17. Seluruh anak KKN AKSI 2010 (Icha, Mayda, Uki, Aulia, Bulan, Erna, Ebi, Mulki, Angga, dll) serta partner KKN AKSI 2010, yaitu duo mahasiswa Binus (Ryan dan Faris) dan mahasiswa-mahasiswa dari BSI yang telah membantu dalam program-program KKN AKSI 2010 dengan lancar. 18. Mrs. Mathilda Sari Dewi, SE, MM selaku pendiri kursus Bahasa Inggris dan Kindergarten Generasi Mandiri, yang menjadi guru saya dari kecil hingga saat ini sekaligus teman sharing. Sukses untuk debut novelnya, ma’am. Guru-guru lainnya di sana, yaitu Ms. Fida, Ms. Yuni, Ms. Ani, dll dan seluruh anak-anak di LPK Generasi Mandiri. Tidak lupa Mba Shasha yang juga selalu menjadi pelipur lara semasa di sana. 19. Seluruh crew dan staff di Siganture Coffee Slipi (Hilmi, Romi, Kak Ganesh) dan Signature Coffee & Grill Kemang (Pak Gunawan, Kak Ikhsan, Mba Shasha, Mba Rosita, Mba Wiwik, Mba Dewi, Mas Joe (terima kasih atas design happy graduation untuk Women Generation)), dll. Keep in touch dan semoga kita bisa mendapatkan yang lebih baik. Akhir kata, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak di atas dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala bentuk bantuan yang telah kalian berikan mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT, aamiin. Jakarta, 14 November 2014
Anjar Ningtias
xii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .............................................. iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...................... v DAFTAR WIRAYAT HIDUP ...................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. viii ABSTRAK .................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xxi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Penelitian ................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 13 A. Landasan Teori .................................................................................. 13 1. Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah ......................................... 13 2. Diversifikasi Internasional ............................................................ 18 3. Tingkat Pengembalian ................................................................... 21 xiii
4. Indeks Harga Saham ..................................................................... 22 5. Indeks Saham Syariah ................................................................... 27 6. Contagion Effect Theory ............................................................... 33 7. Integrasi Pasar Modal .................................................................... 35 B. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 36 C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 48 D. Hipotesis............................................................................................ 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 54 A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 54 B. Teknik Penentuan Sampel ................................................................. 54 C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 56 D. Teknik Analisis ................................................................................. 57 E. Operasional Variabel Penelitian ........................................................ 71 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 76 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 76 B. Penemuan dan Pembahasan .............................................................. 77 1. Deskripsi Data ............................................................................. 77 2. Pembahsan .................................................................................. 86 3. Interpretasi................................................................................... 185 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 195 A. Kesimpulan ....................................................................................... 195 B. Saran .................................................................................................. 196 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 198 LAMPIRAN ................................................................................................. 205 xiv
DAFTAR TABEL Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Daftar Saham JII Periode Desember 2013 s.d. Mei 2014
32
2.2
Perbandingan Penelitian Terdahulu
42
4.1
Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks
87
Bursa Saham Syariah 4.2
Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks
88
Bursa Saham Konvensional 4.3
Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa
89
Saham Syariah 4.4
Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa
90
Saham Konvensional 4.5
Penentuan Lag Optimal atas FBMS dengan JII
92
4.6
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
92
atas FBMS dengan JII 4.7
Penentuan Lag Optimal atas DJIJP dengan JII
93
4.8
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
93
atas DJIJP dengan JII 4.9
Penentuan Lag Optimal atas DJIUK dengan JII
94
4.10
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
95
atas DJIUK dengan JII 4.11
Penentuan Lag Optimal atas DJICA dengan JII
95
4.12
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
96
atas DJICA dengan JII 4.13
Penentuan Lag Optimal atas IMUS dengan JII
96
4.14
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
97
atas IMUS dengan JII xv
Nomor
Keterangan
Halaman
4.15
Penentuan Lag Optimal atas KLSE dengan IHSG
98
4.16
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
99
atas KLSE dengan IHSG 4.17
Penentuan Lag Optimal atas NIKKEI 225 dengan IHSG
99
4.18
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
100
atas NIKKEI 225 dengan IHSG 4.19
Penentuan Lag Optimal atas FTSE 100 dengan IHSG
100
4.20
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
101
atas FTSE 100 dengan IHSG 4.21
Penentuan Lag Optimal atas S&P TSX dengan IHSG
101
4.22
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
102
atas S&P TSX dengan IHSG 4.23
Penentuan Lag Optimal atas DJIA dengan IHSG
103
4.24
Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag
104
atas DJIA dengan IHSG 4.25
Hasil Uji Kausalitas Granger atas FBMS dengan JII
105
4.26
Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIJP dengan JII
106
4.27
Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIUK dengan JII
106
4.28
Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJICA dengan JII
107
4.29
Hasil Uji Kausalitas Granger atas IMUS dengan JII
108
4.30
Hasil Uji Kausalitas Granger atas KLSE dengan IHSG
109
4.31
Hasil Uji Kausalitas Granger atas NIKKEI 225 dengan IHSG
109
4.32
Hasil Uji Kausalitas Granger atas FTSE 100 dengan IHSG
110
4.33
Hasil Uji Kausalitas Granger atas S&P TSX dengan IHSG
111
4.34
Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIA dengan IHSG
112
4.35
Hasil Uji Kointegrasi atas FBMS dengan JII
113
xvi
Nomor
Keterangan
Halaman
4.36
Hasil Uji Kointegrasi atas DJIJP dengan JII
114
4.37
Hasil Uji Kointegrasi atas DJIUK dengan JII
115
4.38
Hasil Uji Kointegrasi atas DJICA dengan JII
116
4.39
Hasil Uji Kointegrasi atas IMUS dengan JII
117
4.40
Hasil Uji Kointegrasi atas KLSE dengan IHSG
118
4.41
Hasil Uji Kointegrasi atas NIKKEI 225 dengan IHSG
119
4.42
Hasil Uji Kointegrasi atas FTSE 100 dengan IHSG
120
4.43
Hasil Uji Kointegrasi atas S&P TSX dengan IHSG
121
4.44
Hasil Uji Kointegrasi atas DJIA dengan IHSG
122
4.45
Hasil Estimasi VECM atas FBMS dengan JII
131
4.46
Hasil Estimasi VAR atas DJIJP dengan JII
134
4.47
Hasil Estimasi VAR atas DJIUK dengan JII
136
4.48
Hasil Estimasi VAR atas DJICA dengan JII
138
4.49
Hasil Estimasi VAR atas IMUS dengan JII
140
4.50
Hasil Estimasi VECM atas KLSE dengan IHSG
142
4.51
Hasil Estimasi VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG
145
4.52
Hasil Estimasi VAR atas FTSE 100 dengan IHSG
148
4.53
Hasil Estimasi VAR atas S&P TSX dengan IHSG
150
4.54
Hasil Estimasi VAR atas DJIA dengan IHSG
152
4.55
Variance Decomposition atas FBMS dengan JII
169
4.56
Variance Decomposition atas DJIJP dengan JII
171
4.57
Variance Decomposition atas DJIUK dengan JII
172
4.58
Variance Decomposition atas DJICA dengan JII
174
4.59
Variance Decomposition atas IMUS dengan JII
175
4.60
Variance Decomposition atas KLSE dengan IHSG
177
4.61
Variance Decomposition atas NIKKEI 225 dengan IHSG
178
xvii
Nomor
Keterangan
Halaman
4.62
Variance Decomposition atas FTSE 100 dengan IHSG
180
4.63
Variance Decomposition atas S&P TSX dengan IHSG
181
4.64
Variance Decomposition atas DJIA dengan IHSG
183
4.65
Total Neraca Perdagangan Indonesia
186
4.66
Neraca Perdagangan Indonesia dengan Malaysia
187
4.67
Neraca Perdagangan Indonesia dengan Jepang
188
4.68
Neraca Perdagangan Indonesia dengan Inggris
190
4.69
Neraca Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat
191
xviii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Islamic Financial Assets 2012
2
1.2
Top Current Islamic Finance Markets 2012 (US Billion)
3
1.3
Perbandingan Indeks Bursa Saham Syariah dan Konvensional
5
Global 2.1
Kerangka Pemikiran
50
4.1
Pergerakan Indeks Harian atas JII
78
4.2
Pergerakan Indeks Harian atas FBMS
79
4.3
Pergerakan Indeks Harian atas DJIJP
79
4.4
Pergerakan Indeks Harian atas DJIUK
80
4.5
Pergerakan Indeks Harian atas DJICA
81
4.6
Pergerakan Indeks Harian atas IMUS
81
4.7
Pergerakan Indeks Harian atas IHSG
82
4.8
Pergerakan Indeks Harian atas KLSE
83
4.9
Pergerakan Indeks Harian atas NIKKEI 225
83
4.10
Pergerakan Indeks Harian atas FTSE 100
84
4.11
Pergerakan Indeks Harian atas S&P TSX
85
4.12
Pergerakan Indeks Harian atas DJIA
85
4.13
Hasil Uji Stabilitas VECM atas FBMS dengan JII
123
4.14
Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIJP dengan JII
124
4.15
Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIUK dengan JII
125
4.16
Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJICA dengan JII
125
4.17
Hasil Uji Stabilitas VAR atas IMUS dengan JII
126
4.18
Hasil Uji Stabilitas VECM atas KLSE dengan IHSG
127
4.19
Hasil Uji Stabilitas VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG
127
4.20
Hasil Uji Stabilitas VAR atas FTSE 100 dengan IHSG
128
xix
Nomor
Keterangan
Halaman
4.21
Hasil Uji Stabilitas VAR atas S&P TSX dengan IHSG
129
4.22
Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIA dengan IHSG
129
4.23
Impulse Response Function atas FBMS dengan JII
155
4.24
Impulse Response Function atas DJIJP dengan JII
156
4.25
Impulse Response Function atas DJIUK dengan JII
157
4.26
Impulse Response Function atas DJICA dengan JII
159
4.27
Impulse Response Function atas IMUS dengan JII
160
4.28
Impulse Response Function atas KLSE dengan IHSG
162
4.29
Impulse Response Function atas NIKKEI 225 dengan IHSG
163
4.30
Impulse Response Function atas FTSE 100 dengan IHSG
164
4.31
Impulse Response Function atas S&P TSX dengan IHSG
166
4.32
Impulse Response Function atas DJIA dengan IHSG
167
xx
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Keterangan
Halaman
1
Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Syariah
206
2
Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Konvensional
206
3
Uji Stasioneritas Tingkat Level JII
207
4
Uji Stasioneritas Tingkat Level FBMS
207
5
Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIJP
207
6
Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIUK
207
7
Uji Stasioneritas Tingkat Level DJICA
208
8
Uji Stasioneritas Tingkat Level IMUS
208
9
Uji Stasioneritas Tingkat Level IHSG
208
10
Uji Stasioneritas Tingkat Level KLSE
208
11
Uji Stasioneritas Tingkat Level NIKKEI 225
209
12
Uji Stasioneritas Tingkat Level FTSE 100
209
13
Uji Stasioneritas Tingkat Level S&P TSX
209
14
Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIA
209
15
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference JII
210
16
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FBMS
210
17
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIJP
210
18
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIUK
210
19
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICA
211
20
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IMUS
211
21
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IHSG
211
22
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference KLSE
211
23
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference NIKKEI 225
212
24
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FTSE 100
212
25
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference S&P TSX
212
xxi
Nomor
Keterangan
Halaman
26
Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIA
212
27
Penentuan Kandidat Lag DJIJP dengan JII
213
28
Penentuan Kandidat Lag DJIA dengan IHSG
213
29
Pemilihan Lag Optimal DJIJP dengan JII
214
30
Pemilihan Lag Optimal DJIA dengan IHSG
216
31
Uji Penentuan Asumsi Deterministik FBMS dengan JII
218
32
Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIJP dengan JII
219
33
Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIUK dengan JII
220
34
Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICA dengan JII
221
35
Uji Penentuan Asumsi Deterministik IMUS dengan JII
222
36
Uji Penentuan Asumsi Deterministik KLSE dengan IHSG
223
37
Uji Penentuan Asumsi Deterministik NIKKEI 225 dengan IHSG 224
38
Uji Penentuan Asumsi Deterministik FTSE 100 dengan IHSG
225
39
Uji Penentuan Asumsi Deterministik S&P TSX dengan IHSG
226
40
Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIA dengan IHSG
227
41
Uji Kointegrasi Johansen FBMS dengan JII
228
42
Uji Kointegrasi Johansen DJIJP dengan JII
229
43
Estimasi VECM antara FBMS dengan JII
230
44
Estimasi VAR antara DJIJP dengan JII
232
45
Impulse Response Function FBMS dengan JII
233
46
Impulse Response Function DJIJP dengan JII
233
47
Variance Decomposition FBMS dengan JII
234
48
Variance Decomposition DJIJP dengan JII
234
49
Variance Decomposition DJIUK dengan JII
235
50
Variance Decomposition DJICA dengan JII
235
51
Variance Decomposition IMUS dengan JII
236
xxii
Nomor
Keterangan
Halaman
52
Variance Decomposition KLSE dengan IHSG
236
53
Variance Decomposition NIKKEI 225 dengan IHSG
237
54
Variance Decomposition FTSE 100 dengan IHSG
237
55
Variance Decomposition S&P TSX dengan IHSG
238
56
Variance Decomposition DJIA dengan IHSG
238
xxiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Ilmu keuangan Islam ialah ilmu yang membahas urusan dan keadaan uang berdasarkan nilai-nilai Islam terutama dari segi hukum atau syariahnya. Itulah sebabnya mengapa seperti halnya ekonomi Islam yang juga umum dikenal dengan sebutan ekonomi syariah, maka istilah keuangan Islam (al-maliyyah al-Islamiyah; islamic finance) juga lazim dikenal dengan sebutan keuangan syariah (al-maliyyah as-syar’iyyah; syariah finance). (Amin Suma, 2008:29). Struktur keuangan syariah sangat kuat bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta dari penafsiran terhadap sumber-sumber wahyu ini oleh para ulama. Dalam berbagai bentuknya, struktur keuangan syariah telah menjadi sebuah peradaban Islam yang tidak berubah selama empat belas abad. Selama tiga dasawarsa terakhir, struktur keuangan syariah telah tampil sebagai salah satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling berhasil dan sebagai uji coba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam pada masa datang. (Vogel dan Hayes, 2007:15). Bangkitnya keuangan syariah di dunia dewasa ini menjadi sebuah fenomena yang menarik dan menggembirakan. Praktek kegiatan keuangan konvensional, khususnya dalam kegiatan bursa saham yang mengandung 1
unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang tersebut, sekalipun berlabel syariah. Fenomena keuangan syariah yang telah menyebar ke berbagai belahan dunia tidak hanya di negara-negara yang bermayoritas muslim, tetapi juga di negara-negara yang bermayoritas non-muslim seperti di wilayah Eropa walaupun presentasinya hanya sebesar 4%. Penyebaran keuangan syariah terbesar berada di wilayah Middle East and North Africa (MENA) sebesar 38% karena banyaknya peminat investasi syariah di sana. Selanjutnya, diikuti oleh Gullf Cooperation Council (GCC), yang beranggotakan negara-negara teluk yang kaya produksi minyak mentah, yaitu Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman, United Arab Emirates, dan Arab Saudi sebesar 34% serta terakhir adalah Asia sebesar 23%. Gambar 1.1. Islamic Financial Assets 2012
Sumber: data diolah dari Islamic Financial Service Industry Stability Report 2013 2
Keuangan syariah secara luas mengacu pada transaksi pasar keuangan, operasi dan layanan yang sesuai dengan aturan Islam, prinsip-prinsip sekaligus prakteknya. Perkembangan pasar keuangan syariah sendiri saat ini, baik itu pasar uang maupun pasar modal syariah dapat dinilai cukup signifikan terutama di negara-negara dengan mayoritas penduduknya Islam. Hal tersebut dapat dibuktikan dari grafik peringkat pasar keuangan syariah berikut ini, di mana didominasi oleh negara-negara dengan mayoritas penduduk Islam, seperti Malaysia, Arab Saudi, Qatar, Indonesia, dan sebagainya. Gambar 1.2. Top Current Islamic Finance Markets 2012 (US Billion)
Sumber: data diolah dari State of The Global Islamic Economy 2013 Report Di Indonesia sendiri sektor keuangan syariah memiliki potensi untuk terus bertumbuh dan memiliki manfaat yang besar bagi perekonomian. Berdasarkan yang dilansir dari www.bisniskeuangan.kompas.com, Bank Indonesia (BI) bertekad mendorong sektor keuangan syariah di tanah air. 3
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara, mengungkapkan bahwa bank sentral ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan ekonomi syariah global. Menurut Tirta, sektor keuangan syariah di Indonesia memiliki potensi yang besar. Dia menjelaskan, potensi syariah layak dikembangkan lantaran ekonomi keuangan syariah terbukti cukup tahan terhadap gejolak krisis. Hal ini karena pada dasarnya di sektor keuangan syariah itu selalu ada underlying sektor riil-nya sehingga jika di ekonomi keuangan syariah itu, sektor keuangannya tidak berjalan sendiri, seperti bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan,
khususnya
dalam
pembiayaan,
senantiasa
menggunakan
underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Gejolak krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika sebenarnya tidak sepenuhnya membawa kerugian terhadap kondisi perekonomian untuk sebagian besar negara khususnya negara-negara yang memiliki bursa saham syariah karena saat terjadinya krisis tersebut saham-saham syariah makin diminati
disebabkan
ketahanannya
yang bisa
dibilang lebih
bagus
dibandingkan dengan saham-saham konvensional. Hal ini dapat dibuktikan melalui pergerakan indeks bursa saham syariah global di Amerika, yaitu Dow Jones World Islamic dan MSCI World Islamic saat terjadi krisis dan pasca terjadi krisis yang menunjukkan lebih unggul dibandingkan indeks bursa saham konvensional keduanya. Pergerakan Dow Jones World Islamic dan MSCI World Islamic awalnya kalah dari indeks bursa saham konvensionalnya, 4
yaitu Dow Jones World dan MSCI World, namun memasuki periode krisis yang terjadi di Amerika tahun 2008 yang berawal dari krisis kredit macet atau dikenal dengan subprime mortgage crisis kedua indeks bursa saham syariah tersebut mengalami peningkatan secara bertahap mengalahkan indeks bursa saham konvensional mereka hingga terjadinya krisis di Eropa yang mulai terasa pada akhir tahun 2009 akibat krisis utang di negara Yunani yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal. Berdasarkan yang dilansir dari Islamic Financial Service Industry (IFSI) Stability Report 2013, Dow Jones Islamic Market Index telah memiliki kapitalisasi di akhir tahun 2012 sebesar US$ 84.3 miliar dibandingkan indeks konvensionalnya, yaitu Dow Jones Index sebesar US$ 58.1 miliar. Gambar 1.3. Perbandingan Indeks Bursa Saham Syariah dan Konvensional Global
Sumber: Islamic Financial Service Industry Stability Report 2013
5
Krisis ekonomi global yang terjadi ditambah proses globalisasi di abad 21 ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses penyatuan ekonomi dunia sehingga batas-batas antarnegara dalam berbagai praktik dunia usaha atau bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi sehingga apabila satu negara mengalami gejolak ekonomi yang memburuk, maka tidak terlepas gejolak tersebut akan menimbulkan efek domino (contangion effect) pada negara lainnya yang memiliki hubungan dengan negara tersebut. Menurut Hendra Halwani (2005:193-194). gejala globalisasi ekonomi terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonomi antarbangsa. Globalisasi ini ditandai dengan menipisnya batas-batas
investasi
atau
pasar
secara
nasional,
regional
maupun
internasional. Menurut Thoha (2001) dalam Pasaribu dan Kowandar (2013), dua kata kunci dalam globalisasi adalah interaksi dan integrasi, yakni interaksi ekonomi antarnegara dan tingkat integrasinya. Interaksi ekonomi antarnegara mencakup arus perdagangan, produksi dan keuangan. Sementara integrasi berarti bahwa perekonomian lokal atau nasional setiap negara secara efektif merupakan bagian yang tidak terpisah dari satu perekonomian tunggal dunia. Oleh karena itu, baik bursa saham syariah maupun bursa saham konvensional yang saling terintegrasi akan menyebabkan munculnya hubungan antara satu bursa saham dengan bursa saham yang lainnya. Apabila terjadi shock pada suatu bursa saham dalam periode waktu tertentu, ada akan 6
mempengaruhi kondisi bursa saham yang lain. Hal ini membuat investor asing yang ingin berinvestasi mempunyai kesempatan diversifikasi portofolio mereka di bursa berbagai negara karena keterkaitan antarbursa secara global tersebut sehingga dapat membantu para investor untuk meningkatkan return yang didapat serta menurunkan risikonya dalam portofolio mereka. Penelitian tentang integrasi antara bursa saham syariah dan bursa saham konvensional masih relatif sedikit ditemukan. Beberapa di antaranya adalah penelitian tentang integrasi bursa saham konvensional Indonesia dengan bursa saham konvensional di Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan China yang dilakukan oleh Bakri Abdul Karim, et.al (2009). Hasil penelitian menunjukkan adanya kointegrasi antara bursa saham konvensional di Indonesia dengan bursa saham konvensional di Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan China. Hal ini berarti bahwa peluang diversifikasi portofolio di bursa saham-bursa saham tersebut terbatas bagi investor internasional. Selain itu, setiap pembangunan bursa saham di Jepang, Amerika Serikat, Singapura dan Cina harus dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia dalam membuat kebijakan yang berhuubungan dengan bursa saham Indonesia. Kemudian Salina Hj. Kassim (2010) meneliti dampak krisis keuangan global tahun 2007 terhadap integrasi tujuh bursa saham syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (Indonesia), Dow Jones Islamic Index of Kuwait (Kuwait), Dow Jones Islamic Index of Malaysia (Malaysia), Dow Jones Islamic Index of Turkey (Turki), Dow Jones Islamic Index of Japan (Jepang), Dow Jones Islamic Index of UK (Inggris), dan Dow Jones Islamic Index of US (Amerika 7
Serikat). Hasil penelitian menunjukkan semua bursa saham syariah tersebut saling terintegrasi di mana hubungan mereka semakin kuat saat terjadinya krisis dibandingkan sebelum terjadi krisis. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Zhang Hengchao dan Zarinah Hamid (2011) tentang dampak krisis yang terjadi di Amerika Serikat terhadap integrasi bursa saham syariah dan konvensionalnya yang terpilih di AsiaPasifik, yaitu United States Islamic Market, Japan Islamic Market, Kuala Lumpur Islamic Market, Jakarta Islamic Market, China Islamic Market, Japan Nikkei, US Total Market, Kuala Lumpur Composite Index, Jakarta Composite Index, dan China Total Market. Hasil penelitian menunjukkan periode sebelum krisis, bursa saham syariah di Asia-Pasifik dipengaruhi oleh kinerja bursa saham syariah Amerika Serikat dan bursa saham konvensional Malaysia, sedangkan selama periode krisis, ketiga bursa saham, baik syariah maupun konvensional, di Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja bursa saham syariah di Asia Pasifik. Dalam penelitian ini, integrasi antara bursa saham syariah dan konvensional di beberapa negara dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia mempunyai arti, yaitu bursa saham di Indonesia merupakan bagian dari bursa saham yang lainnya dengan menganalisis keterkaitan atau hubungannya yang dilihat dari nilai harian saham. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan mencakup perbandingan integrasi bursa saham syariah dan konvensional di beberapa negara yang menjadi mitra bisnis Indonesia dalam 8
kawasan Asia, Amerika, dan Eropa dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. Data indeks saham syariah dan konvensional yang digunakan adalah data harian dengan periode penelitian dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Analisis Integrasi Bursa Saham di Asia, Eropa, dan Amerika dengan Bursa Saham di Indonesia (Studi Kasus: Syariah dan Konvensional)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, maka permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut 1. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII)? 2. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG)? 3. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII)?
9
4. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG)? 5. Apakah terdapat kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII)? 6. Apakah terdapat kontribusi tiap bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan penulisan dalam melakukan penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis hubungan kausalitas yang terjadi antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII). b. Untuk menganalisis hubungan kausalitas yang terjadi antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, 10
NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG). c. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII). d. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG). e. Untuk menganalisis kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII). f. Untuk menganalisis kontribusi tiap bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG). 2. Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dimanfaatkan untuk, sebagai berikut:
11
a. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis sebagaimana yang telah dipelajari di dalam perkuliahan dan sebagai pengetahuan tentang pasar modal, investasi, dan diversifikasi portofolio. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai suatu gambaran dan informasi bagi para civitas akademika yang ingin melakukan penelitian selanjutnya di masa depan. b. Bagi Investor Hasil penelitian ini dapat dipakai dalam mempertimbangkan strategi investasi yang efektif untuk melakukan diversifikasi portofolionya di bursa saham syariah dan konvensional, baik di dalam negeri maupun di mancanegara. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat membantu mereka meramalkan pergerakan dalam bursa saham syariah dan konvensional sehingga sangat penting dibutuhkan pemahaman menyeluruh tentang hubungan antara bursa saham. c. Bagi Pemerintah Hasil studi ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi pemerintah
dalam
menentukan
suatu
kebijakan
strategis
untuk
menghadapi permasalahan di bursa saham syariah maupun konvensional. Selain itu, hasil penelitian ini juga berguna sebagai fakta empiris yang berfungsi sebagai petunjuk dan pengingat untuk selalu mengkaji efektivitas setiap kebijakan yang dilaksanakan. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah a. Pengertian Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah Dalam konteks ekonomi, sebagian kelompok masyarakat kerap memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Pendapatan tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk aktivitas konsumsi. Bahkan, dalam level tertentu, ketika masyarakat memiliki pendapatan yang sangat tinggi, kecenderungan untuk menggunakan pendapatannya untuk konsumsi semakin menurun. Kelebihan pendapatan tersebut dialokasikan untuk ditabung atau diinvestasikan pada berbagai portofolio investasi. Dalam kondisi tertentu, terutama ketika perusahaan akan melakukan ekspansi atau menambah skala produksi atau juga mengembangkan bisnisnya menjadi lebih besar, kerap membutuhkkan dana tambahan untuk modal kerja. Kebutuhan perusahaan terhadap dana untuk mengembangkan investasi bisnisnya akan mengantarkan perusahaan di pasar keuangan dan pasar modal. Secara etimologis, untuk istilah pasar digunakan kata bursa, exchange, dan market. Adapun untuk istilah modal sering digunakan kata efek, securities, dan stock. Menurut UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang dimaksud dengan pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan 13
dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Adapun yang dimaksud dengan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Dalam perkembangannya, pasar modal dikenal dengan nama bursa efek. Bursa efek menurut UU No. 8 Tahun 1995 (pasal 1 ayat 4) tentang Pasar Modal adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. (M. Nur Rianto Al Arif, 2012:344). Berdasarkan definisi pasar modal diatas, pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM (Undang Undang Pasar Modal) yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. (www.bapepam.go.id). Pengertian pasar modal syariah lainnya menurut Adrian Sutedi (2011:29), pasar modal syariah adalah pasar modal yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah, setiap transaksi surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Adapun menurut M. Nur Rianto Al Arif (2012:345), pasar modal syariah secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang oleh syariat, seperti unsur riba, perjudian, bersifat spekulasi, dan lain-lain.
14
Perbedaan yang fundamental antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah adalah pasar modal syariah tidak mengenal kegiatan perdagangan semacam short selling, beli atau jual dalam waktu yang amat singkat untuk mendapatkan keuntungan antara selisih jual dan beli. Pemegang saham syariah merupakan pemegang saham untuk jangka relatif panjang. Pola pemilikkan saham yang demikian membawa dampak positif, yaitu perusahaan tentunya akan mendapatkan pemegang saham yang jelas lebih menaruh perhatian dan mempunyai rasa memiliki, ini akan menjadi kontrol yang efektif. Perusahaan dan pemegang saham merupakan mitra yang saling menghargai dan mengingatkan sehingga komunikasi kedua belah pihak akan bertemu pada upaya mencapai kebaikan bagi kedua belah pihak. Karakteristik pemilikan saham syariah yang hanya mengutamakan pencapaian keuntungan yang akan dibagi atau kerugian yang akan ditanggung bersama (profit-loss sharing), tidak akan menciptakan fluktuasi kegiatan perdagangan yang tajam dan bersifat spekulasi. (M. Irsan Nasarudin, dkk, 2008:18). b. Instrumen Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah Pasar modal memperdagangkan efek dalam wujud instrumen modal dan utang serta instrumen derivatif seperti surat pengganti atau bukti sementara dari efek, bukti keuntungan dan surat-surat jaminan, hak-hak untuk memesan atau membeli saham atau obligasi, warrant dan option. Secara umum instrumen di pasar modal dapat dibedakan atas beberapa kategori yaitu (M. Irsan Nasarudin, dkk, 2008:182):
15
1) Instrumen Utang (Obligasi) Obligasi adalah bukti pengakuan berutang dari perusahaan. Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, bergantung pada sudut di mana kita melihatnya apakah dari sudut pengalihan, jangka waktu, atau jaminan atas obligasi dan bunga yang dibayarkan. 2) Instrumen Penyertaan (Saham) Instrumen penyertaan atau saham merupakan instrumen yang lebih populer di masyarakat. Saham merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Saham ini dikeluarkan dalam rangka pendirian perusahaan, pemenuhan modal dasar, atau peningkatan modal dasar. 3) Instrumen Efek Derivatif Efek-efek derivatif yang terdapat di pasar modal antara lain right, warrant, option, dan lain sebagainya. Menurut UUPM (Undang Undang Pasar Modal), right adalah penerbitan surat hak kepada pemegang saham lama perusahaan publik untuk membeli saham baru yang hendak diterbitkan. Option adalah hak kontraktual tetapi bukan merupakan kewajiban yang diberikan kepada pemilik hak untuk menjual atau membeli sejumlah tertentu saham dengan harga tertentu pada suatu waktu tertentu. Warrant dalam UUPM pasal 1 ayat 5 adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan
16
tersebut pada harga setelah 6 (enam) bulan atau lebih sejak efek dimaksud diterbitkan. Tidak berbeda jauh dengan efek-efek yang ada di pasar modal konvensional, menurut Ahmad Rodoni (2009:67) efek-efek yang boleh diperdagangkan dalam pasar modal syariah yang hanya memenuhi kriteria syariah, seperti saham syariah, obligasi syariah, dan reksadana syariah. Untuk menghasilkan instrumen yang benar-benar sesuai dengan syariah, telah dilakukan
upaya-upaya
untuk
rekontruksi
terhadap
suarat
berharga
diantaranya:
Penghapusan bunga tetap dan mengalihknannya ke surat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah Al-ghunmu bi al-ghurn (keuntungan atau penghasilan berimbang dengan kerugian yang ditanggung).
Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunga sehingga menjadi seperti saham biasa.
Pengalihan obligasi ke saham biasa.
Berdasarkan kaidah tersebut, maka diterbitkanlah instrumen pasar modal syariah dengan prinsip-prinsip berikut: 1) Muqaradah / Mudharabah Funds Adalah dana yang berbentuk saham yang memberikan kesempatan kepada investor untuk bersama-sama dalam pembiayaan
17
atau investasi dengan perjanjian bagi hasil dan bagi resiko (profit and loss sharing). 2) Muraqadhah / Mudharabah Bonds Salah satu bentuk obligasi yang sesuai dengan ketentuan syariah adalah obligasi berdasarkan prinsip mudharabah. Jenis obligasi ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk tujuan pembiayaan proyek-proyek tertentu atau proyek yang terpisah dari kegiatan perusahaan yang bersifat jangka panjang. Keuntugan dari proyek akan didistribusikan secara periodik didasarkan pada presentase rasio labarugi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 2. Diversifikasi Internasional a. Pengertian Diversifikasi Internasional Konsep diversifikasi berawal dari disertasi Harry Markowitz pada tahun 1952 yang memuat tentang teori portofolio. Portofolio adalah kumpulan investasi yang dimiliki oleh institusi atau perorangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan return dan meminimalkan risiko. Teori portofolio yang dikembangkan oleh Markowitz menyajikan pengukuran risiko yang tepat bagi investor, menunjukkan bagaimana memilih salah satu alternatif untuk diversifikasi dan mengurangi risiko portofolio. (Endah Tri Utami, 2010:44). Diversifikasi dapat bermakna bahwa investor perlu membentuk portofolio melalui pemilihan kombinasi sejumlah asset sedemikian rupa hingga risiko dapat diminimalkan tanpa mengurangi return harapan. (Tandelilin, 2010:115). 18
Seiring dengan perkembangan pasar modal di beberapa negara berkembang, kesempatan investor menginvestasikan dananya pada berbagai negara menjadi semakin terbuka. Fenomena seperti ini akan mendorong berkembangnya pola investasi secara internasional atau dikenal pula dengan istilah
diversifikasi
internasional.
Dengan
melakukan
diversifikasi
internasional, investor bisa berharap memperoleh kombinasi risiko dan return diharapkan yang lebih baik. Artinya, dengan menginvestasikan dananya secara internasional berarti investor telah mendiversifikasikan dananya tidak saja pada aset yang berbeda-beda, tapi juga pada berbagai negara yang berbeda. b. Strategi Investasi Internasional Dalam melakukan investasi internasional diperlukan beberapa strategi. Menurut Tandelilin (2010), strategi investasi internasional terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Strategi Pasif Manajer investasi yang melakukan strategi pasif akan berusaha untuk mereproduksi atau mereplikasi kinerja indeks pasar ke dalam kinerja portofolio aset yang dikelolanya. Strategi ini juga sering diistilahkan sebagai strategi indexing. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperoleh return portofolio sebesar return indeks pasar, dengan menekan seminimal mungkin risiko dan biaya investasi yang harus dikeluarkan.
19
2) Strategi Aktif Manajer investasi secara aktif mencari informasi dan melakukan peramalan-peramalan terhadap perilaku pasar ataupun nilai tukar berdasarkan informasi yang diperoleh. Strategi aktif menuntut kemampuan ekstra dari manajer untuk melakukan peramalan pasar ataupun nilai tukar mata uang yang dalam kenyataannya sangat sulit dilakukan serta membutuhkan biaya yang tidak kecil. Keputusan investasi yang terjadi dalam strategi aktif bisa digolongkan ke dalam tiga tingkatan keputusan investasi antara lain:
Keputusan alokasi aset Keputusan investasi ini berkaitan dengan pemilihan pasar dan mata
uang yang apa diinginkan sebagai pilihan investasi. Manajer akan menentukan besarnya proporsi dana yang akan ditanamkan pada masingmasing pasar dan mata uang yang telah dipilih.
Seleksi sekuritas Manajer investasi akan menentukan sekuritas-sekuritas apa saja yang
dipilih dari pasar yang telah ditentukan dalam keputusan alokasi aset. Dalam tingkat keputusan ini, manajer investasi akan menentukan sekuritas-sekuritas apa saja yang akan dipilih dari pasar yang telah ditentukan dalam keputusan alokasi aset. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan return yang diperoleh dari suatu pasar.
20
Market timing Keputusan ini merupakan taktik perdagangan (trading tactic) yang
bersifat jangka pendek. Dalam tingkat keputusan ini, manajer investasi secara aktif mengamati pergerakan harga dan nilai tukar di pasar, dan mengambil tindakan (trading) untuk memperoleh keuntungan dari pergerakan tersebut. 3. Tingkat Pengembalian (Rate of Return) Dalam konteks manajemen investasi, tingkat pengembalian (return) merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Pengembalian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis dan pengembalian yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa depan. Komponen pengembalian meliputi (Abdul Halim, 2005:34): a. Untung/rugi
modal (capital
gain/loss) merupakan keuntungan
(kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder. b. Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam presentase dari modal yang ditanamkan. Menurut Alteza (2010:28), investor dalam menghitung nilai actual return yang diperoleh, dapat menggunakan persamaan total pengembalian 21
yang merupakan penjumlahan dari capital gain/loss dan yield. Nilai yield untuk suatu saham dapat diperoleh dari besaran dividen yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham. Sementara itu, untuk capital gain/loss diperoleh dari return saham pada saat investor melakukan transaksi jual beli saham. 4. Indeks Harga Saham a. Pengertian Indeks Harga Saham Kebutuhan suatu investor memilih investasi dalam suatu saham, memerlukan data historis terhadap pergerakan saham dibursa. Didalam transaksi pada bursa terjadi pada setiap saat hingga pergerakan harga pun terjadi dalam tiap waktu. Dari ribuan kejadian dan fakta historis yang terjadi dibursa harus dapat disajikan dengan sistem tertentu hingga menghasilkan suatu informasi yang sederhana. Dengan informasi yang sederhana, investor dapat menafsirkan informasi tersebut hingga dapat mengambil keputusan investasi terhadap saham. Bentuk informasi yang dipandang sangat tepat untuk menggambarkan pergerakan harga saham dimasa lalu adalah suatu indeks harga saham yang memberikan deskripsi harga-harga saham pada suatu saat tertentu maupun dalam periode tertentu pula (Sunariyah 2006:136). Menurut Warsini (2009:53), indeks harga saham dapat dikatakan sebagai indikator harga dari seluruh saham yang tercatat di Bursa efek. Indeks ini biasanya merefleksikan kondisi pasar modal dan kondisi perekonomian
22
sebuah negara secara umum. Reilly dan Brown (2002) mengemukakan indeks harga saham dapat digunakan untuk tujuan sebagai berikut: 1) Sebagai acuan untuk mengevaluasi kinerja manajer keuangan profesional 2) Menciptakan dan memantau indeks dana 3) Menghitung rata-rata pengembalian pasar dalam studi ekonomi 4) Meramal pergerakan pasar di masa depan 5) Sebagai pelindung portofolio pasar atas aset berisiko ketika menghitung risiko sistematis dari suatu asset. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan indeks harga saham menurut Pandana Pasaribu, dkk (2008:2) yaitu faktor domestik, faktor asing, dan faktor aliran modal ke Indonesia. Faktor domestik yang dapat berpengaruh terhadap indeks saham berupa faktor-faktor fundamental suatu negara seperti inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar Rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks. Faktor asing merupakan salah satu implikasi dari bentuk globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal diseluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan timbulnya pengaruh dari bursabursa maju terhadap bursa yang sedang berkembang. b. Pergerakkan Indeks Saham Indeks saham dibentuk dengan tujuan untuk menggambarkan pergerakan seluruh saham di satu bursa tertentu. Untuk mencapai tujuan itu, 23
sampel yang diambil harus representatif, meskipun tidak harus besar. Di beberapa bursa saham yang jumlah emitennya tercatat belum banyak, indeks dihitung dari seluruh saham seperti di bursa Taiwan, Korea, Denmark, dan Indonesia (IHSG). Di sebagian besar bursa saham lainnya, indeks agregat sahamnya tidak mengambil seluruh populasi, tetapi menggunakan sampel yang representatif. Jika sampel representatif (indeks LQ 45 dan indeks 100 saham) itu telah terpilih, selanjutnya menentukan berapa bobot masing-msaing saham di dalam sampel atau populasi untuk digunakan menghitung indeks. Menurut Budi Frensidy (2008:8) ada empat cara pembobotan yang bisa digunakan, yaitu berdasarkan harga, nilai kapitalisasi, saham yang beredar di publik (free float), dan tidak tertimbang. 1) Berdasarkan Harga Indeks saham berdasarkan harga yang paling popular adalah Dow Jones Indutrial Average (DJIA). DJIA sebagai indeks pertama yang berdasarkan harga merupakan harga rata-rata dari 30 saham industri besar dan terkenal, umumnya adalah pemimpin dalam industrinya. Istilah lainnya untuk 30 saham itu adalah blue chips. Selain DJIA, indeks saham lain yang berdasarkan harga adalah Nikkei 225 dari bursa saham Tokyo. Penghitungan indeks ini menyebabkan saham yang berharga tinggi mempunyai pengaruh besar.
24
2) Berdasarkan Nilai Berbeda dengan indeks berdasarkan harga, indeks berdasarkan nilai memberikan bobot yang lebih besar pada saham yang berkapitalisasi pasar bebas dan bukan pada saham berharga tinggi. Yang dimaksud dengan kapitalisasi pasar suatu saham adalah jumlah saham tercatat dikalikan dengan harga pasarnya. Indeks saham berdasarkan nilai adalah yang paling banyak digunakan, jauh melebihi penggunaan indeks lainnya. Indeks ini digunakan di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghitung Indeks Harga Saham gabungan (IHSG), Indeks LQ 45, Jakarta Islamic Index (JII), dan sekitar 10 indeks sektoral di BEI. Indeks beradasarkan kapitalisasi pasar ini juga digunakan untuk indeks S&P 500, NYSE, NASDAQ, dan Hang Seng. Keunggulan indeks berdasarkan nilai adalah perubahan indeks ini mencerminkan perubahan nilai kapitalisasi pasar jika mencakup seluruh saham di suatu bursa seperti IHSG di BEI. Jika IHSG naik, maka kapitalisasi pasar saham di BEI naik. Penghitungan indeks berdasarkan nilai menyebabkan saham yang mempunyai kapitalisasi besar lebih menentukan
pergerakan
indeks
dibandingkan
dengan
saham
berkapitalisasi kecil. Rumus Perhitungan:
25
Dimana: Indekst = Indeks pada periode t MCt
= Nilai kapitalisasi pasar pada periode t
Nit
= Jumlah saham yang tercatat untuk perusahaan tercatat i pada periode t
Pit
= Harga penutupan di pasar sekunder untuk perusahaan tercatat i pada periode t
MC0
= Nilai dasar
t
= 0 adalah hari dasar 3) Indeks Tak Tertimbang Metode yang relatif jarang digunakan adalah indeks tak tertimbang
atau indeks yang memberikan bobot sama kepada semua saham tanpa melihat harga atau kapitalisasi pasar saham itu. Saham berharga Rp 50 sama pentingnya dengan saham berharga Rp 200. Saham berkapitalisasi pasar besar juga berbobot sama dengan saham berkapitalisasi kecil. Indeks tak tertimbang digunakan untuk indeks bursa Singapura, Milan, dan Value Line. 4) Saham Beredar Indeks yang berdasarkan saham yang beredar di publik berusaha untuk mengoreksi indeks berdasarkan nilai. Jika indeks berdasarkan nilai menggunakan seluruh saham tercatat sebagai dasar pembobotan, indeks ini hanya menggunakan jumlah saham yang beredar atau jumlah saham yang 26
tersedia di pasar (a free float market capitalization) untuk menghitung nilai kapitalisasi. Penggunaan indeks ini menyebabkan saham yang mempunyai saham beredar dengan kapitalisasi terbesar yang paling menentukan pergerakan indeks. Kriteria saham yang tersedia di pasar berbeda-beda di antara negara yang telah menerapkan penyesuaian atas saham jenis ini dalam perhitungan indeks maupun kapitalisasi pasar di bursa negara tersebut. Walaupun demikian pada umumnya, jenis saham yang tidak termasuk dalam kategori saham yang tersedia untuk diperjualbelikan pada umumnya terdiri dari: (1) saham yang dikuasai oleh pendiri; (2) saham yang dikuasai oleh orang dalam perusahaan (direksi dan manajemen termasuk serikat pekerja); (3) saham yang dikuasai oleh pemerintah; (4) saham yang dikuasai oleh pihak yang memiliki tujuan untuk mengendalikan perusahaan; (5) saham yang dikuasai oleh perusahaan induknya; (6) saham yang dikuasai oleh perusahaan lain atau pribadi yang memiliki hubungan strategis; dan (7) saham yang telah dikunci (locked in) oleh perusahaan yang bersangkutan. (Andriansyah dkk, 2007). 5. Indeks Saham Syariah Dalam konteks ekonomi Islam, pada pola investasi syariah, equity fund dan indeks saham syariah justru pertama kali diluncurkan di negara yang selama ini sangat alergi terhadap Islam, yaitu Amerika Serikat. Equity fund pertama kali dikenalkan kepada masyarakat pada tahun 1986 oleh The North 27
America Trust. Sementara Dow Jones Index memperkenalkan indeks syariah pada pada 8 Februari 1999 di Bahrain dengan membentuk Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI). Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) adalah indeks ekuitas patokan Islam pertama yang didirikan untuk investor yang ingin tetap setia pada prinsip-prinsip agama. Pencentus dan perintis ide tersebut adalah A. Rushdi Siddiqui, yang sebelumnya bekerja sebagai analis saham di sebuah perusahaan investment bank di Wall Street. Beliau menelaah apakah usaha para emiten sesuai dengan ajaran Islam atau tidak dan akhirnya, berhasil menemukan 1.708 emiten yang berasal dari 34 negara di dunia. (Ahmad Rodoni, 2009:71) DJIMI adalah bagian dari kelompok indeks-indeks global Dow Jones (DJGI) yang terdiri dari 2700 saham dari 64 indeks negara yang di sesuai dengan prinsip syariah. DJIMI mencakup 10 sektor ekonomi, 19 sektor pasar, 41 grup industri dan 114 sub grup. Sharia Suvervisory Board (SSB) dari Dow Jones Islamic Market Index (DJIM) melakukan filterisasi terhadap sahamsaham halal berdasarkan aktivitas bisnis dan rasio finansialnya. SSB secara lebih spesifik langsung mengeluarkan perusahaan yang memiliki usaha dalam bidang-bidang berikut (M. Syafiq Hanafi, 2011:1412-1413): a. Alkohol b. Minuman keras dan produk turunannya c. Jasa Keuangan Konvensional d. Industri Hiburan e. Tembakau 28
f. Senjata dan alat pertahanan Untuk menjaga integritas dari investasi, Dewan Pengawas Syariah yang terdiri dari ulama Islam terkemuka mengawasi dan meninjau ulang komponen tersebut. Langkah ini dilakukan untuk melisting perusahaan yang melanggar prinsip syariah. Hakim dan Rashidian (2004) dalam Daud, et. al (2006:12) juga mencatat bahwa sebagai tambahan, hanya perusahaan efek yang likuid diperdagangkan. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki tingkat utang yang tinggi dan pendapatan bunga yang tinggi tidak dapat masuk dalam indeks ini. DJIM melakukan beberapa langkah untuk mengecualikan perusahaan yang dianggap memiliki potensi risiko yang tinggi (Albaity dan Ahmad, 2011): a. Perusahaan dengan rasio utang lebih besar dari atau sama dengan 33%. b. Perusahaan dengan jumlah bearing kas dan bunga dibagi dengan trailing 12 bulan kapitalisasi pasar rata-rata adalah lebih besar dari atau sama dengan 33%. c. Perusahaan yang memiliki piutang dibagi dengan aset total lebih besar dari atau sama dengan 45%. Sementara itu, investor-investor di Kuala Lumpur Stock Exchange akan mengalami suatu pembaharuan pada indeks syariah di negeri Jiran ini yang diluncurkan pertama kali oleh Kuala Lumpur Stock Exchange pada tahun 1999, yaitu Kuala Lumpur Syariah Index (KLSI). Indeks syariah tersebut berfungsi untuk melihat kinerja saham-saham syariah yang tercatat 29
pada papan utama. Kemudian, pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia melakukan kerjasama dengan FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah baru yang dikenal dengan FTSE Bursa Malaysia EMAS Shariah Index (FBMS). Dengan diperkenalkannya FBMS, KLSI secara resmi dinonaktifkan pada tanggal 1 November 2007 dan diganti dengan FBMS setelah selama sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar dengan FBMS. Saat ini, FBMS menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di Malaysia (Bursa Malaysia). FBMS terdiri dari perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria syariah yang telah ditetapkan oleh Shariah Advisory Council (SAC) per semester. (The Report Malaysia 2007). Berdasarkan yang dilansir dari www.sc.com, saham yang sesuai dengan prinsip syariah di bursa Malaysia sampai Juni 2013 telah tercatat sebanyak 800 saham, yakni kurang lebih 90% dari 910 saham yang tercatat di bursa Malaysia. Di Malaysia, penentuan saham syariah terdiri dari dua lapisan berbeda. Lapisan pertama, yaitu saham yang dikategorikan saham syariah karena aktivitasnya murni sesuai prinsip syariah. Sementara lapisan kedua adalah saham-saham yang aktivitasnya sesuai prinsip syariah namun ada aktivitas lainnya yang tidak sesuai syariah. Dalam arti yang lain, aktivitas saham tersebut bercampur antara yang syariah dan tidak syariah. Untuk lapisan yang kedua ini, SAC menetapkan kriteria tambahan agar saham tersebut bisa dikategorikan saham syariah. Di pasar modal Indonesia, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks 30
saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Saham-saham dalam JII terdiri dari 30 saham yang dipilih dari sahamsaham yang sesuai dengan syariah Islam, yang dievaluasi setiap 6 bulan. Penentuan komponen indeks setiap bulan Januari dan Juli, sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus-menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia. Jakarta Islamic Index (JII) mensyaratkan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar. Pemilihan saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90%. Selanjutnya 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan rata-rata urutan kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir. JII juga memiliki 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan regular selama satu tahun terakhir. (Rodoni dan Hamid, 2008). Dari 30 emiten yang ada dalam daftar saham JII, terdapat 1 sektor yang sahamnya tidak ada dalam daftar saham JII yaitu sektor bank. Sementara saham JII terdapat dalam 8 sektor yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan; sektor industri dasar dan kimia; sektor aneka industri; sektor industri barang konsumsi; sektor properti dan real estate; sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi; serta sektor perdagangan, jasa, dan investasi. Adapun daftar saham JII yang telah diterbitkan BEI adalah sebagai berikut
31
Tabel 2.1. Daftar Saham JII Periode Desember 2013 s.d. Mei 2014 No.
Kode
Nama Emiten
1
AALI
Astra Agro Lestari Tbk
2
ADRO
Adaro Energy Tbk
3
AKRA
AKR Corporindo Tbk
4
ASII
Astra International Tbk
5
ASRI
Alam Sutera Realty Tbk
6
BMTR
Global Mediacom Tbk
7
BSDE
Bumi Serpong Damai Tbk
8
CPIN
Charoen Pokphand Indonesia Tbk
9
EXCL
Excelcomindo Pratama Tbk
10
HRUM
Harum Energy Tbk
11
ICBP
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
12
INDF
Indofood Sukses Makmur Tbk
13
INTP
Indocement Tunggal Prakasa Tbk
14
ITMG
Indo Tambangraya Megah Tbk
15
JSMR
Jasa Marga (Persero) Tbk
16
KLBF
Kalbe Farma Tbk
17
LPKR
Lippo Karawaci Tbk
18
LSIP
Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk
19
MAPI
Mitra Adiperkasa Tbk
20
MNCN
Media Nusantara Citra Tbk
21
MPPA
Matahari Putra Prima Tbk
22
PGAS
Perusahaan Gas Negara Tbk
23
PTBA
Bukit Asam (Persero) Tbk
24
PWON
Pakuwon Jati Tbk
25
SMGR
Semen Indonesia (Persero) Tbk 32
26
SMRA
Summarecon Agung Tbk
27
TLKM
Telekomunikasi Indonesia Tbk
28
UNTR
United Tractors Tbk
29
UNVR
Unilever Indonesia Tbk
30
WIKA
Wijaya Karya (Persero) Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia 6. Contagion Effect Theory (Domino Effect) Contagion atau efek menular adalah suatu fenomena ketika krisis keuangan yang terjadi pada suatu negara akan memicu krisis keuangan atau ekonomi pada negara lain. Contagion theory menyebutkan bahwa tidak ada satu negarapun dalam suatu kawasan dapat mengelak dari efek menular. (Nuning Trihadmini, 2011:48). Konsep contagion sendiri beragam dari satu penulis ke penulis lainnya. Menurut Masson (1999) dalam Monica Weni Pratiwi, dkk (2012:87) suatu krisis dipandang sebagai cotatgious (menular) jika ia menyebar dari negara asal krisis ke negara lainnya, dengan mengubah kondisi sifat fundamental negara tersebut, dengan kata lain penularan krisis bisa disebut sebagai perubahan kesetabilan yang terjadi di bawah beberapa kondisi fundamental perekonomian. Ito (2002) dalam Monica Weni Pratiwi, dkk (2012:87) menggunakan pendekatan baru yaitu contagion berkecepatan tinggi didefinisikan sebagai effect spell offer dari “degound zero” (titik nol) ke negara lainnya dalam hal penurunan harga saham dalam beberapa hari terakhir. Konsep ground zero 33
merupakan negara asal yang mana para investor merespons secara serius revisi portofolio mereka, dan arah dari negara asal
ke negara lainnya
menggambarkan saluran penyebaran krisis yang dijadikan sebagai sandaran oleh para investor untuk mempredeksi penurunan harga saham di masa mendatang (jatuhnya harga saham). Ketika pasar finansial berada dalam keadaan krisis para investor cenderung untuk menarik modal mereka dari negara-negara sekitarnya di wilayah tersebut, sebagai antisipasi terhadap munculnya devaluasi di masa mendatang. Akan tetapi jatuhnya nilai mata uang atau harga saham lebih cenderung menjadi faktor utama krisis di negara asal. Oleh karena itu, selama masa memuncaknya krisis di wilayah tersebut penurunan terbesar pasar finansial bisa menyebar langsung dari ground zero ke negara tetangga lainnya berdasarkan pada perilaku investor dalam meminimalkan kerugian. Persepsi dari para investor ini pada akhirnya akan mempengaruhi dana investasi yang masuk ke negara tersebut sehingga mempengaruhi keadaan perekonomian negara yang bersangkutan. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika Serikat, namun juga melanda Eropa dan Asia, termasuk Indonesia. Krisis Amerika Serikat yang dampaknya meluas pada negara-negara lainnya, menunjukan globalisasi yang pada akhirnya membuat penyatuan ekonomi semua negara, dan mengakibatkan suatu negara akan mengalami interpedensi, antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Dengan runtuhnya perekonomian dunia mengakibatkan stabilitas ekonomi global memburuk, yakni semakin meluasnya berbagai krisis ke berbagai negara. Hal tersebut 34
dikarenakan adanya efek penularan sehingga banyak investor yang menarik kembali investasinya karena tidak ingin merugi sehingga akhirnya menjadi bagian dari proses terciptanya integrasi pasar modal. (Yulein Rahamis, 2014:89). 7. Integrasi Pasar Modal Integrasi berarti penggabungan atau fusi menurut bisnis ensiklopedia, ekonomi, dan manajemen (1992: 256) dalam Puryati dan Marlina (2013). Integrasi ekonomi adalah retraksi (penghapusan) hambatan ekonomi antara dua atau lebih negara (negara-negara). Sementara itu, integrasi pasar adalah suatu kondisi di mana harga saham di berbagai pasar modal di dunia memiliki hubungan yang sangat dekat (berkorelasi erat) antara masing-masing pasar modal di dunia sehingga pasar modal di dunia bisa mencapai harga internasional saham mereka dan memberikan akses terbatas atau hambatan apapun untuk investor di seluruh dunia untuk memilikinya. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa di pasar yang terintegrasi sepenuhnya akan menciptakan pasar modal dunia yang terkait erat satu sama lain dan berhubungan erat. Ini berarti bahwa fluktuasi harga saham memiliki kesamaan (gerakan yang sama) di setiap bursa efek, dan terjadi secara bersamaan mengakibatkan risiko dan kembali dalam sama besarnya dalam semua pasar modal dunia. Hal ini memberikan dampak pada kebebasan investor untuk berinvestasi di pasar modal.
35
Berdasarkan jurnal ekonomi yang ditulis oleh Barli Suryanta (2011), integrasi pasar modal memberikan kesempatan kepada diversifikasi yang lebih baik seiring investor beralih ke risiko yang lebih tinggi dan sesuai dengan keuntungan yang diharapkan karena mereka mampu mendiversifikasi risikonya secara keseluruhan (Obstfeld, 1994). Dalam konteks ini, Rajan dan Zingales (1998) menemukan bahwa pengembangan pasar modal memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi biaya modal. Dengan penghapusan hambatan investasi, Stulz (1999) menunjukkan bahwa integrasi pasar modal memungkinkan untuk diversifikasi risiko internasional yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan mengubah alokasi sumber daya dan tingkat tabungan. B. Penelitian Terdahulu Yoopi Abimanyu, dkk (2008) meneliti hubungan internasional antara bursa saham Indonesia (IHSG) dengan 15 bursa saham di berbagai negara yang dikelompokkan menjadi tiga grup. Pertama adalah wilayah ASEAN antara lain Malaysia (KLCI) – kini berubah menjadi FTSE Bursa Malaysia Index, Singapura (STI), Filipina (PSEi), dan Thailand (SET). Kedua adalah wilayah Asia Pasifik dan negara maju antara lain Amerika Serikat (DJIA) dan Jepang (NIKKEI 225) sebagai negara maju, Hongkong (HANG SENG), Korea Selatan (KOSPI), Taiwan (TWSE), serta China (SHANGHAI dan SHENZHEN). Ketiga adalah wilayah Eropa Barat antara lain Inggris (FTSE 100), Perancis (CAC 40), Jerman (DAX), dan Belanda (AEX). Fokus 36
penelitian ini terhadap hubungan jangka panjang yang dimiliki oleh IHSG dengan bursa saham di wilayah ASEAN, IHSG dengan bursa saham di negara maju dan Asia Pasifik, serta IHSG dengan bursa saham di wilayah Eropa Barat. Periode penelitian mulai dari Januari 2005 s.d. Desember 2007 dan menggunakan uji kointegrasi Johansen. Hasil penelitian menunjukkan secara umum IHSG terintegrasi dengan 14 bursa saham yang berada di wilayah ASEAN, Eropa Barat, dan Asia Pasifik serta negara maju, kecuali dengan bursa saham di Thailand (SET) saja yang tidak terintegrasi. M. Shabri Abd. Majid dan Salina Hj. Kassim (2010) meneliti integrasi lima bursa saham syariah, yaitu Indonesia (JII), Malaysia (DJIMY), Jepang (DJIJP), Inggris (DJIUK), dan Amerika Serikat (IMUS) untuk melihat celah diversifikasi yang potensial bagi para investor. Periode penelitian mulai dari 1 Januari 1999 s.d. 31 Agustus 2006 dan menggunakan metode Auto-Regressive Distributed Lag (ARDL) dan Vector Error Correction Mechanism (VECM) yang berdasarkan pada Generalized Method
of Moments (GMM). Hasil
penelitian menunjukkan integrasi bursa saham syariah tergantung pada tingkat perkembangan ekonomi negaranya, yaitu bursa saham syariah Malaysia dan Indonesia yang terkategori sebagai negara berkembang terintegrasi sangat dekat satu sama lain, begitu juga halnya dengan bursa saham syariah Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang yang termasuk negara maju juga saling terintegrasi satu sama lain. Eka Siskawati (2011) meneliti interkoneksi tiga bursa saham syariah, yaitu Indonesia (JII), Malaysia (KLSI – kini berubah menjadi FTSE Bursa 37
Malaysia Emas Syariah) dan Amerika (DJIMI). Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Johansen dan uji kausalitas Granger yang berada dalam metode Vector Error Correction Model (VECM) untuk periode mulai dari tahun 2005 sampai 2007. Hasil penelitian menunjukkan adanya kointegrasi (hubungan jangka panjang) antara JII dengan KLSI serta JII, KLSI, dan DJIMI. Kemudian, hasil uji kausalitas Granger menunjukkan adanya hubungan dua arah antara JII dengan KLSI dan hubungan satu arah antara DJIMI dengan JII serta DJIMI dengan KLSI, namun tidak sebaliknya. Selain itu, hasil estimasi VECM juga menemukan bahwa baik JII dan KLSI memiliki koefisien error correction term yang signifikan yang berarti adanya penyesuaian untuk setiap ketidakseimbangan dalam jangka pendek. Irfan Syauqi Beik dan Wisnu Wardhana (2011) meneliti hubungan antara bursa saham syariah di Indonesia yaitu JII dengan bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia dan Amerika Serikat yaitu DJIMY – KLCI dan IMUS – DJIA serta bursa saham konvensional di Indonesia itu sendiri yaitu IHSG pada saat krisis keuangan global. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Johansen untuk meneliti hubungan jangka panjang dan analisis Impulse Response Function (IRF) yang berada dalam metode Vector Autoregressive (VAR) untuk meneliti interaksi dinamis jangka pendek. Periode yang digunakan adalah mulai dari 1 Januari 2006 s.d. 31 Desember 2008. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan jangka panjang antara JII dengan DJIMY, IMUS, KLCI, DJIA, serta IHSG sendiri dan dalam
38
jangka pendek setiap shock dari DJIMY, IMUS, KLCI, DJIA, dan IHSG secara signifikan akan mempengaruhi JII. Moeljadi (2012) meneliti pengaruh krisis keuangan global tahun 2007 terhadap integrasi dan co-movement bursa saham konvensional dan bursa saham syariah di lima negara. Bursa saham konvensional dan bursa saham syariah yang akan diteliti adalah KLCI - DJIMY (Malaysia), IHSG - JII (Indonesia), NIKKEI 225 - DJIJP (Jepang), FTSE 100 - DJIUK (Inggris), S&P 500 - IMUS (Amerika Serikat). Penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregressive (VAR) untuk dua periode yaitu periode sebelum krisis (15 Februari 2006 s.d. 25 Juli 2007) dan periode saat terjadinya krisis (26 Juli 2007 s.d. 31 Desember 2008). Hasil penelitian menunjukkan kinerja bursa saham syariah sedikit lebih baik dibandingkan bursa saham konvensionalnya baik sebelum terjadi krisis maupun saat terjadinya krisis. Berdasarkan uji kointegrasi, menunjukkan bahwa adanya hubungan jangka panjang antara bursa saham konvensional di periode saat terjadinya krisis dengan bursa saham syariah di periode sebelum krisis sehingga dapat disimpulkan manfaat diversifikasi investasi internasional yang besar dapat diperoleh oleh para investor dengan mengalokasikan investasinya pada bursa saham syariah saat terjadi krisis. Mohd Yahya Mohd Hussin, et.al (2013) meneliti integrasi antara bursa saham syariah di 3 negara, yaitu FBMS (Malaysia), JII (Indonesia), dan DJIM (Amerika) dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen dan uji kausalitas Granger yang berada dalam metode Vector Autoregressive (VAR). Periode 39
penelitian ini adalah Januari 2007 s.d. Mei 2012. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan jangka panjang (kointegrasi) yang terjadi antara ketiga indeks tersebut. Selain itu, uji kausalitas Granger menunjukkan adanya hubungan dua arah antara DJIM dengan FBMS dan hubungan satu arah antara FBMS dengan JII. Sarkar Humayun Kabir, et.al (2013) meneliti integrasi beberapa bursa saham syariah dengan menggunakan Dow Jones Islamic Market Index di Asia Pasifik (DJIAP), Eropa (DJIEU), Kuwait (DJIMKW), Inggris (DJIUK), dan Amerika Serikat (IMUS). Penelitian ini menggunakan gabungan metode time series, yaitu Vector Error Correction Model (VECM) dan analisis BeveridgeNelson (BN) Time Series Decomposition. Periode penelitian ini mulai dari 5 Januari 2005 s.d. 29 Februari 2012. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kointegrasi antara lima bursa saham syariah tersebut. Selain itu, variabel DJIUK menjadi satu-satunya variabel endogen (variabel dependen) di dalam penelitian ini, sedangkan yang lainnya merupakan varibel-variabel eksogen (variabel independen) sehingga menunjukkan bahwa ketika ada shock dari variabel eksogen, maka DJIUK yang akan menanggung beban penyesuaian jangka pendek dalam mewujudkan ekuilibrium jangka panjang di lingkup bursa saham syariah. Kemudian, DJIEU merupakan variabel eksogen yang paling memberikan pengaruh terhadap bursa saham di Inggris walaupun Inggris bukan termasuk zona Euro. Dengan kata lain, kelima bursa saham syariah yang diuji terikat bersama oleh hubungan teoritis secara keseluruhan.
40
Dwi Puryati dan dan Reni Marlina (2013) meneliti pergerakan harga saham di sembilan bursa saham konvensional dalam kawasan Asia, yaitu Indonesia (IHSG), Malaysia (KLCI), Singapura (STI), Korea (KOSPI), Hongkong (HANG SENG), China (SHANGHAI), India (BSE), Jepang (NIKKEI 225), dan Taiwan (TWSE) yang selanjutnya untuk diketahui apakah saling terintegrasi atau tidak. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi dan uji kointegrasi Johansen yang berada dalam metode Vector Error Correction Model (VECM). Periode penelitian yang digunakan mulai dari 4 Januari 2011 s.d. 30 November 2012. Hasil penelitian, baik melalui analisis korelasi maupun uji kointegrasi, menunjukkan bahwa kesembilan bursa saham terintegrasi dalam jangka panjang. Sementara untuk jangka pendek, hanya bursa saham di India (BSE) yang tidak terintegrasi. Hal ini dapat disimpulkan pembentukan harga saham tidak lagi hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan pembentukan harga saham di dalam negeri, namun juga di luar negeri. Jeina Malangkay (2013) meneliti integrasi bursa saham di Indonesia (IHSG) dengan beberapa bursa saham di dunia, yaitu DJIA (Amerika Serikat), DAX (Jerman), HANG SENG (Hongkong), dan NIKKEI 225 (Jepang). Periode penelitian ini adalah Januari 2013 s.d. Maret 2013 dengan menggunakan metode korelasi sederhana (bevariate correlation). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IHSG memiliki hubungan yang signifikan dengan DJIA, DAX, HANG SENG, dan NIKKEI 225 yang berarti IHSG terintegrasi dengan bursa saham-bursa saham tersebut. 41
Tabel 2.2. Perbandingan Penelitian Terdahulu No.
1.
Peneliti
Variabel
Metode
Persamaan /
Penelitian
Perbedaan
Yoopi
IHSG, KLCI,
Uji Kointegrasi
Variabel:
IHSG
Abimanyu,
STI, PSEi,
Johansen
IHSG,
terintegrasi
dkk (2008)
SET, DJIA,
KLCI/KLSE,
dengan 14 bursa
NIKKEI 225,
DJIA, NIKKEI
saham, kecuali
HANG
225, FTSE 100
dengan bursa
SENG,
Metode: uji
saham di
KOSPI,
kointegrasi
Thailand (SET)
TWSE,
Johansen /
saja yang tidak
SHANGHAI,
Variabel: JII,
SHENZHEN,
terintegrasi.
FBMS, DJIJP,
FTSE 100,
DJIUK,
CAC 40,
DJICA, IMUS,
DAX, AEX 2.
Hasil Penelitian
S&P TSX
M. Shabri
JII, DJIMY,
Auto-
Variabel: JII,
DJIMY dan JII
Abd. Majid
DJIJP,
Regressive
DJIJP, DJIUK,
yang terkategori
dan Salina
DJIUK,
Distributed
IMUS/
sebagai bursa
Hj. Kassim
IMUS
Lag (ARDL)
Variabel:
saham syariah di
dan Vector
IHSG, KLSE,
negara
Error
NIKKEI 225,
berkembang
Correction
FTSE 100,
terintegrasi
Mechanism
S&P TSX,
sangat dekat
(VECM) yang
DJIA, FBMS,
satu sama lain,
berdasarkan
DJICA
begitu juga
pada
Metode:
halnya dengan
(2010)
VAR/VECM
42
No.
Peneliti
Variabel
Metode
Persamaan /
Penelitian
Perbedaan
Hasil Penelitian
Generalized
IMUS, DJIUK,
Method of
dan DJIJP yang
Moments
termasuk bursa
(GMM)
saham syariah di negara maju juga saling terintegrasi satu sama lain.
3.
Eka
JII,
Uji Kointegrasi
Variabel: JII
Adanya
Siskawati
KLSI/FBMS,
Johansen dan
dan FBMS
kointegrasi
(2011)
DJIMI
Uji Kausalitas
Metode: Uji
(hubungan
Granger
Kointegrasi
jangka panjang)
Johansen dan
antara JII
Uji Kausalitas
dengan KLSI
Granger /
serta JII, KLSI,
Variabel: DJIJP, DJIUK, DJICA, IMUS, IHSG, KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, DJIA
dan DJIMI. Kemudian, hasil uji kausalitas Granger menunjukkan adanya hubungan dua arah antara JII dengan KLSI dan hubungan satu arah
43
No.
Peneliti
Variabel
Metode
Persamaan /
Penelitian
Perbedaan
Hasil Penelitian
antara DJIMI dengan JII serta DJIMI dengan KLSI. 4.
5.
Irfan Syauqi
JII, DJIMY,
Uji Kointegrasi
Variabel: JII,
Tidak ada
Beik dan
IMUS, IHSG,
Johansen dan
IMUS, IHSG,
hubungan
Wisnu
KLCI, DJIA
Impulse
KLSE, DJIA
kointegrasi
Wardhana
Response
Metode: Uji
antara JII
(2011)
Function (IRF)
Kointegrasi
dengan DJIMY,
Johansen dan
IMUS, KLCI,
Impulse
DJIA, dan
Response
IHSG. Namun,
Function (IRF)
dalam jangka
/ Variabel:
pendek setiap
FBMS, DJIJP,
shock dari
DJIUK,
DJIMY, IMUS,
DJICA,
KLCI, DJIA,
NIKKEI 225,
dan IHSG
FTSE 100
signifikan JII.
Moeljadi
JII, DJIMY,
Vector
Variabel: JII,
Berdasarkan uji
(2012)
DJIJP,
Autoregressive
DJIJP, DJIUK,
kointegrasi,
DJIUK,
(VAR)
IMUS, IHSG,
adanya
IMUS, IHSG,
KLCI, NIKKEI
hubungan
KLCI,
225
keseimbangan jangka panjang antara bursa
44
No.
Peneliti
Variabel
Metode
Persamaan /
Penelitian
Perbedaan
Hasil Penelitian
NIKKEI 225,
Metode: Vector
saham
S&P 500
Autoregressive
konvensional di
(VAR) /
periode saat
Variabel: FBMS, DJICA, S&P TSX, DJIA
terjadinya krisis dengan bursa saham syariah di periode sebelum krisis.
6.
Mohd
FBMS, JII,
Uji Kointegrasi
Variabel: JII
Tidak ada
Yahya
DJIM
Johansen dan
dan FBMS
hubungan
Mohd
Uji Kausalitas
Metode: Uji
jangka panjang
Hussin,
Granger
Kointegrasi
(kointegrasi)
Johansen dan
antara FBMS,
Uji Kausalitas
JII, dan DJIM.
Granger /
Selain itu, uji
et.al (2013)
Variabel: IMUS, IHSG, KLCI, DJIA
kausalitas Granger menunjukkan adanya hubungan dua antara DJIM dengan FBMS dan hubungan satu arah antara FBMS dengan JII.
45
No.
7.
Peneliti
Variabel
Metode
Persamaan /
Penelitian
Perbedaan
Sarkar
DJIAP,
Vector Error
Variabel:
Adanya
Humayun
DJIEU,
Correction
DJIUK dan
hubungan
Kabir, et.al
DJIMKW,
Model
IMUS
kointegrasi
(2013)
DJIUK,
(VECM) dan
Metode:
antara lima
IMUS
analisis
VECM /
bursa saham
BeveridgeNelson (BN) Time Series Decomposition 8.
Hasil Penelitian
Variabel: JII,
syariah tersebut.
FBMS, DJIJP, IHSG, KLCI
Dwi Puryati
IHSG, KLCI,
Analisis
Varibel: IHSG,
Berdasarkan
dan dan
STI, KOSPI,
korelasi dan
KLSE,
analisis korelasi
Reni
HANG
Vector Error
NIKKEI 225
maupun uji
Marlina
SENG,
Correction
Metode:
kointegrasi
(2013)
SHANGHAI,
Model
VECM /
menunjukkan
BSE, NIKKEI
(VECM)
Variabel: JII,
bahwa
225, dan
FBMS, DJIJP,
kesembilan
TWSE
DJIUK,
bursa saham terintegrasi dalam jangka panjang. Sementara untuk jangka pendek, hanya bursa saham BSE yang tidak terintegrasi.
46
No.
9.
Peneliti
Variabel
Metode
Persamaan /
Penelitian
Perbedaan
Hasil Penelitian
Jeina
IHSG, DJIA,
Analisis
Variabel:
IHSG memiliki
Malangkay
DAX, HANG
Korelasi
IHSG, DJIA,
hubungan yang
(2013)
SENG,
Sederhana
NIKKEI 225 /
signifikan
NIKKEI 225
(Bevariate Correlation)
Variabel: KLSE, FTSE 100, S&P TSX, JII, FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, IMUS Metode: VAR/VECM
dengan DJIA, DAX, HANG SENG, dan NIKKEI 225 sehingga dapat dikatakan IHSG terintegrasi dengan bursa saham-bursa saham tersebut.
47
C. Kerangka Berpikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi yang terjadi antara bursa saham syariah dan konvensional di negara-negara yang berada dalam kawasan Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data time series harian dari tiap indeks yang menjadi objek penelitian. Model analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) dengan tahap-tahap analisisnya, yaitu uji stasioneritas, penentuan lag optimum, uji kausalitas, uji kointegrasi, uji stabilitas VAR, estimasi VAR / VECM, Impulse Response Function (IRF), dan Variance Decomposition (VD). Langkah pertama adalah mengumpulkan semua data nilai penutupan saham di tiap indeks bursa saham syariah dan konvensional yang menjadi objek penelitian melalui internet, kemudian data-data tersebut diolah dengan bantuan software Eviews 7. Setelah itu, dilakukan uji stasioneritas yang bertujuan untuk melihat data tersebut stasioner atau tidak menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Kemudian, dilakukannya penentuan lag optimum untuk mengetahui jumlah lah yang akan digunakan dalam uji kausalitas, uji kointegrasi, dan estimasi VAR / VECM. Setelah diketahui jumlah lag yang optimal, uji kausalitas Granger dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan bursa saham syariah dan konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika terhadap bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, apakah terjadi hubungan satu arah atau 48
dua arah (saling mempengaruhi) atau tidak memiliki hubungan. Kemudian, uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang antar variabel karena hal ini akan berpengaruh dalam pemilihan estimasi yang akan dilakukan, yaitu apakah estimasi VAR in difference atau estimasi VECM. Jika diketahui data stasioner pada level, maka dapat langsung dilakukan estimasi VAR bentuk level, sedangkan untuk data yang stasioner pada first difference serta terjadi kointegrasi dilakukan estimasi VECM. Akan tetapi, apabila tidak terjadi kointegrasi, maka akan dilakukan estimasi VAR in difference. Setelah uji kointegrasi, uji stabilitas VAR juga diperlukan untuk mengetahui model VAR / VECM yang akan digunakan sudah stabil atau belum agar hasil analisis Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) dapat dikatakan valid. Apabila model VAR / VECM dikatakan valid, maka tahapan selanjutnya adalah estimasi model VAR / VECM tersebut dan terakhir dilakukan analisis Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD).
49
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Bursa Saham Syariah JII (Indonesia), FBMS (Malaysia), DJIJP (Jepang), DJIUK (Inggris), DJICA (Kanada), dan IMUS (Amerika Serikat)
Bursa Saham Konvensional IHSG (Indonesia), FBMS (Malaysia), NIKKEI (Jepang), FTSE (Inggris), S&P TSX (Kanada), dan DJIA (Amerika Serikat)
Uji Stasioneritas Uji Kausalitas Granger
Stasioner
Tidak Stasioner
VAR bentuk level
Stasioner dideferensiasi data VAR bentuk difference
Tidak
Uji Kointegrasi
Ya
VECM IRF dan Variance Decomposition
Interpretasi
Kesimpulan
50
D. Hipotesis Berdasarkan variabel-variabel penelitian dan permasalahan, maka peneliti melakukan beberapa hipotesa mengenai integrasi bursa saham syariah dan konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. 1. Hipotesis Pertama Ho
: Tidak terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
Ha
: Terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
2. Hipotesis Kedua Ho
: Tidak hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG).
Ha
: Terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG).
51
3. Hipotesis Ketiga Ho
: Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
Ha
: Terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dengan bursa saham syariah Indonesia (JII).
4. Hipotesis Keempat Ho
: Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG).
Ha
: Terdapat
hubungan
jangka
panjang
antara
bursa
saham
konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dengan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG). 5. Hipotesis Kelima Ho
: Tidak terdapat kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII).
52
Ha
: Terdapat kontribusi tiap bursa saham syariah di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, dan IMUS) dalam pergerakan bursa saham syariah Indonesia (JII).
6. Hipotesis Keenam Ho
: Tidak terdapat kontribusi tiap bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG).
Ha
: Terdapat kontribusi tiap bursa saham konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika (KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA) dalam pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG).
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa integrasi yang terjadi antara bursa saham syariah di tiga kawasan, yaitu Asia yang diwakili oleh FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Dow Jones Islamic Market Japan (DJIJP), Eropa yang diwakili oleh Dow Jones Islamic Market United Kingdom (DJIUK), dan juga Amerika yang diwakili oleh Dow Jones Islamic Market Canada (DJICA) dan Dow Jones Islamic Market United States (IMUS) serta bursa saham konvensional di kawasan Asia yang diwakili oleh Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan Nikkei Heikin Kabuka (NIKKEI 225), Eropa yang diwakili oleh Financial Times Stock Exchange (FTSE 100), dan juga Amerika yang diwakili oleh Toronto Stock Exchange (S&P TSX), dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) terhadap bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Periode yang akan diteliti adalah dari tahun 2008 2013. B. Teknik Penentuan Sampel Populasi dari penelitan ini adalah seluruh aktifitas pergerakan nilai penutupan harian indeks saham syariah dan konvensional di Indonesia serta nilai penutupan harian indeks saham syariah dan konvensional di Malaysia, 54
Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat mulai dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Sampel yang dipilih adalah JII, FBMS, DJIJP, DJIUK, DJICA, IMUS, IHSG, KLSE, NIKKEI 225, FTSE 100, S&P TSX, dan DJIA. Pemilihan negara Indonesia, Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat berdasarkan beberapa faktor. Pertama, bursa saham mencakup wilayah geografis yang memberikan kontribusi untuk kebaruan penelitian ini. Secara khusus, bursa saham yang dipilih mewakili bursa saham utama di wilayahnya yaitu Indonesia, Malaysia, dan Jepang yang mewakili kawasan Asia, Inggris mewakili Eropa dan terakhir, Kanada dan Amerika Serikat mewakili wilayah Amerika. Kedua, bursa saham dari negara-negara yang dipilih dalam penelitian ini juga dapat dikategorikan menurut tingkat negara pembangunan. Secara khusus, Indonesia dan Malaysia merupakan bursa saham dari negara berkembang, sementara Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat berasal dari negara-negara maju. Ketiga, pemilihan kelima negara yang akan diuji berpasangan dengan Indonesia
merupakan
15
besar
negara-negara
yang
paling
banyak
menanamkan modalnya di Indonesia. Berdasarkan yang dilansir dari laporan kuartal 2014 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), Malaysia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berturut-turut menduduki peringkat 2 sampai dengan 5 dengan nilai investasi yaitu Malaysia sebesar US$ 616.62 juta, Jepang sebesar US$ 589.78 juta, Inggris sebesar US$ 588.83 juta, dan Amerika Serikat sebesar US$ 401.53 juta. Sementara itu, Kanada berada di peringkat 12 dengan nilai investasi sebesar US$ 53.11 juta 55
Metode pemilihan sampel menggunakan judgement sampling atau purposive sampling dimana peneliti melakukan pengumpulan datanya atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. (Muhammad Teguh, 2005:156). Pemilihan sampel data berdasarkan kriteria tertentu, yaitu: 1. Bursa saham syariah dan konvensional yang terkenal / utama / terbesar di enam negara yang dipilih, khusus untuk Inggris memakai indeks Dow Jones Islamic Market karena tidak tersedianya data indeks bursa saham syariah khusus wilayah Inggris dari FTSE. 2. Tersedianya data indeks bursa saham syariah dan konvensional harian selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2008 sampai tahun 2013. C. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dengan skala harian yang diambil dari sumber data antara lain Google Finance dan Yahoo Finance. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian
Kepustakaan
(Library
Research),
yaitu
metode
pengumpulan data yang diperoleh dari membaca buku-buku, bahanbahan, serta literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. 2. Internet Research, dimana terkadang buku referensi atau literatur yang dimiliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu karena ilmu yang selalu berkembang, penulis melakukan penelitian 56
dengan bantuan media internet sehingga data yang diperoleh up to date seperti:
www.yahoofinance.com,
www.googlefinance.com,
www.wikipedia.com, dan website lainnya. D. Teknik Analisis Dalam penelitian ini analisis yang akan digunakan adalah analisis Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) dan sebagai alat analisis adalah program Eviews 7. Sebelum memasuki detail atas analisis dan pembahasan model yang digunakan, pada bagian ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai statistika deskriptif dan analisis Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM). 1. Statistika Deskriptif Statistika deskriptif merupakan ringkasan atas data yang disajikan yang berisi beberapa hitungan pokok statistik, seperti rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi, kurtosis, Jarque-Bera, dan lain sebagainya. Akan tetapi, standarnya hanya tiga informasi, yaitu rata-rata, standar deviasi, dan observation (banyaknya data), tetapi tidak menutup kemungkinan bisa juga ditambahkan dengan informasi lainnya. Berikut ini penjelasan dari beberapa hitungan pokok di dalam statistika deskriptif (Wing Wahyu Winarno, 2011:3.9 - 3.10). a. Rata-rata (mean) diperoleh dengan menjumlahkan seluruh data dan membaginya dengan cacah data. b. Maaximum adalah nilai paling besar dari data. 57
c. Minimum adalah nilai paling kecil dari data. d. Standar deviasi adalah ukuran disperse atau penyebaran data. e. Skewness adalah ukuran asimetri distribusi data di sekitar mean. f. Kurtosis mengukur ketinggian suatu distribusi. g. Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data yang dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. 2. Analisis Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) Sebagian besar model-model ekonometrika deret waktu (time series) adalah model yang dibangun berdasarkan teori ekonomi yang ada. Dengan kata lain, teori ekonomi menjadi dasar dalam mengembangkan hubungan antar peubah pada model. Namun, seringkali teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat untuk model. Hal ini mungkin disebabkan teori ekonomi yang ada terlalu kompleks (rumit/majemuk) sehingga perlu dilakukan penyerdehanaan dalam model atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks sehingga tidak cukup hanya dijelaskan dengan teori yang ada. Model Vector Autoregressive (VAR) menawarkan alternatif pemodelan sebagai jalan keluarnya karena model ini dibangun dengan pendekatan yang meminimalkan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. (Juanda dan Junaidi, 2012:133-134).
58
Dalam Teguh Sugiarto (2014:13), metodologi Vector Autoregressive (VAR) pertama kali diperkenalkan oleh Sims (1980) sebagai alternatif untuk model makroekonomi skala besar tradisional. VAR adalah model ekonometrik yang digunakan untuk menangkap dinamika dan interaksi antara beberapa time series. Semua variabel diperlakukan secara simetris dan variabel dependen dalam setiap persamaan dijelaskan oleh tertinggal dari semua variabel dalam model, termasuk variabel dependen itu sendiri. VAR ini dikembangkan dalam menanggapi argumen Sims (1980) bahwa tidak ada apriori panduan atau penalaran ekonomi yang besar untuk membenarkan memperlakukan variabel tertentu sebagai variabel eksogen dalam proses pemodelan dan karena itu semua variabel harus diperlakukan sebagai endogen. Secara garis besar, terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari pembentukan sebuah sistem persamaan yang pada dasarnya dapat disediakan dengan metode VAR, yaitu deskripsi data, peramalan, inferensi struktural, dan analisis kebijakan. Menurut Juanda dan Junaidi (2012), analisis VAR dapat digunakan untuk: a. Granger Causality Test, yaitu mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. b. Peramalan (forecasting), yaitu dengan melakukan ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel melalui pemanfaatan seluruh informasi masa lalu variabel.
59
c. Impulse Response Function (IRF), yaitu dengan mendeteksi respon setiap variabel baik pada saat ini maupun masa depan akibat adanya perubahan atau shock suatu variabel tertentu. d. Forecast Error Decomposition of Variance (FEDV), yaitu dengan melakukan prediksi terhadap kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Berdasarkan bentuknya, metode VAR yang secara umum sering digunakan adalah unrestricted VAR, restricted VAR, dan Structural VAR. Unrestricted VAR sendiri memiliki dua bentuk, yaitu VAR in level dan VAR in difference. VAR in level digunakan jika data telah stasioner pada tingkat level, sedang VAR in difference digunakan jika data tidak stasioner dalam level dan tidak memiliki hubungan kointegrasi, maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk data deferens. Bentuk VAR yang terestriksi (restricted VAR) disebut juga Vector Error Correction Model (VECM). Restriksi tambahan diberikan karena keberadaan data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Sementara itu, seperti VECM, pada dasarnya Structural VAR (SVAR) juga merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Perbedaannya terletak pada restriksinya yang berdasarkan hubungan teoritis yang kuat antar variabelvariabel yang digunakan dalam sistem VAR. Oleh karena itu bentuk SVAR juga sering disebut sebagai theoritical VAR. (Juanda dan Junaidi, 2012:137). 60
Menurut Shochrul R Ajija (2011:165), ada beberapa kelemahan dari model VAR di antaranya: a. Model VAR merupakan model yang atheoritic atau tidak berdasarkan teori, hal ini tidak seperti pada persamaan simultan. Pada persamaan simultan, pemilihan variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan memegang peranan penting dalam mengidentifikasi model. b. Pada model VAR, penekananya terletak pada peramalan sehingga model ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan. c. Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan panjang lag (lag length) yang tepat. Oleh karena semakin panjang lag, jumlah parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas (degrees of freedom) akan bertambah. d. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD). Sementara itu, menurut Fitri Kartiasih (2014) ada juga beberapa keunggulan dari model VAR di antara lain: a. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam sistem (persamaan) itu. Hubungan yang terdeteksi bisa bersifat langsung ataupun tidak langsung.
61
b. Uji VAR yang bersifat multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukannya variabel yang relevan. c. Dapat mendeteksi hubungan antarvariabel dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel menjadi endogenous. d. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variable endogenty dan exogenty) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. e. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam analisis VAR / VECM sebagai berikut. a. Uji Stasioneritas Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic process. Proses stokastik didiefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan rangkaian nilainilai peubah acak yang menggambarkan perilaku data pada berbagai kondisi. Setiap data deret waktu (time series) merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Ada tiga cara yang umum digunakan dalam melakukan pendugaan terhadap kestasioneran data antara lain (Juanda dan Junaidi, 2012:20-21): 62
a. Melihat tren data dalam grafik b. Menggunakan autokolerasi dan korelogram c. Uji akar unit (unit root test) Dalam penelitian ini, uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji akar unit sebagai uji formal untuk mengetahui kestasioneran data. Uji akar unit dapat dilakukan dengan berbagai metode di antaranya adalah Dickey-Fuller (DF test), Augmented Dickey Fuller (ADF test), Philips-Perron (PP test), Kwiatkowski-Philips-Schmidt-Shin, Elliot-Rothenberg-Stock Point-Optimal, dan Ng-Perron. Tiga di antaranya yang sering digunakan dalam berbagai analisis yaitu DF test, ADF test, dan PP test. Di sini akan digunakan ADF test pada derajat yang sama (level atau difference) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. (Ender, 1995) dalam (Shochrul R Ajija, dkk, 2011:165). Menurut Kuncoro (2001) dalam Winta Ratna Sari (2012), uji ADF merupakan alternatif dari uji DF yang berisi regresi dari diferensi pertama data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lagged difference terms, konstanta dan variabel trend. Sementara itu, Gujarati dan Porter (2013) menjelaskan perbedaan mendasar dari uji ADF dan uji PP adalah pada penggunaan lag dari bentuk diferns dari variabel dependen. Jika menggunakan Uji ADF mengatasi kemungkinan adanya masalah autokorelasi pada error term dengan menambahkan lags, sebaliknya pada 63
uji PP menggunakan metode statistik nonparametrik untuk mengatasi masalah autokorelasi pada error term tanpa menambahkan lag dari bentuk differs. Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFstatistik yang lebih besar daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, jika nilai ADFstatistik lebih kecil daripada Mackinnon critical value, maka dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first difference I(1) harus dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya. Dalam model VAR dipersyaratkan penggunaan derajat integrasi yang sama sehingga jika terdapat data yang tidak stasioner pada level, maka secara keseluruhan data yang digunakan adalah data first difference. (Shochrul R Ajija, dkk, 2011:166). b. Penentuan Lag Length Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah penentuan lag optimal. Permasalahan yang muncul apabila panjang lagnya terlalu kecil akan membuat model tersebut tidak dapat digunakan karena kurang mampu meenjelaskan hubungannya. Sebaliknya, jika panjang lag yang digunakan terlalu besar, maka derajat bebasnya (degree of freedom)
64
akan menjadi lebih besar sehingga tidak efisien lagi dalam menjelaskan. (Shochrul R Ajija, dkk, 2011:166) Oleh karena itu, dalam penentuan lag optimal dipilih kriteria yang mempunyai Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ) yang paling kecil atau minimal diantara berbagai lag yang diajukan. Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat lag saja, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat dan semuanya termasuk kriteria paling kecil nilainya, maka pemilihan dilanjutkan dengan nilai Adjusted R2 tertinggi pada variabel terpenting dalam sistem VAR dengan lag optimal. (Juanda dan Junaidi, 2012:151). c. Uji Kausalitas Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari ketidaktahuan keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel y dan z, maka apakah y menyebabkan z atau z menyebabkan y atau berlaku keduanya atau tidak ada hubungan keduanya. (Studi Bapepam, 2008: 27). Menurut Juanda dan Junaidi (2012:145), uji kausalitas adalah pengujian untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara variabel dalam sistem VAR. Hubungan sebab-akibat ini dapat diuji dengan menggunakan uji kausalitas Granger (Granger causality test). Granger causality semata65
mata mengimplikasikan suatu rangkaian kronologis dari perubahan atau pergerakan suatu variabel dalam sistem atau model (Adwin Surja Atmadja, 2010:356). Dalam Shochrul R Ajija, dkk (2011:167), secara umum suatu persamaan Granger dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Gujarati, 2003:696-697). 1) Unidirectional causality (kausalitas satu arah) dari variabel dependen ke variabel independen. Hal ini terjadi ketika koefisien lag variabel dependen secara statistik signifikan berbeda dengan nol, sedangkan koefisien lag seluruh variabel independen sama dengan nol. 2) Feedback/bilateral causality (kausalitas dua arah), jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel dependen maupun independen secara statistik signifikan berbeda dengan nol. 3) Independence (tidak saling mempengaruhi), jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel dependen maupun independen secara statistik tidak berbeda dengan nol. Untuk menguji kausalitas tersebut, apabila nilai probabilitas lebih kecil daripada 0.05, maka terjadi kausalitas Granger, dan sebaliknya apabila lebih besar daripada 0.05, maka tidak terjadi kausalitas Granger.
66
d. Uji Kointegrasi (Co-integration Test) Dalam Ebrinda Daisy Gustiani, dkk (2010:533), pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stationer pada derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan menandakan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang mengambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya seperti diungkapkan oleh Verbeek (2000). Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. (Aam Slamet Rusydiana, 2009:53). Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen dengan membandingkan dua pengujian statistik yang berbeda, yaitu trace test dan maximum eigenvalue test dengan nilai kritis 0.05. Jika nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic lebih besar daripada nilai kritis 0.05, maka data terkointegrasi. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan menggunakan lag optimal sesuai dengan pengujian sebelumnya. Sementara
itu,
penentuan
asumsi
deterministik
yang
melandasi
pembentukan persamaan kointegrasi didasarkan pada dua kriteria, yaitu
67
SC dan AIC. Keputusan penentuan kriteria antara SC dan AIC tidak dipermasalahkan. (Shochrul R Ajija, dkk, 2011:199). e. Stabilitas VAR / VECM Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh karena jika hasil estimasi VAR / VECM menunjukkan tidak stabil, maka Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) menjadi tidak valid. Setiawan (2007) dalam Aam Slamet Rusydiana (2009). Uji stabilitas VAR / VECM dapat dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polynomial atau yang dikenal dengan roots of characteristic polynomial. Jika semua akar dari fungsi polynomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil daripada 1, sebagaimana menurut Gereen (2003) dalam Rossar Maries (2008) “dynamic stability is achieved if the characteristic roots of 1 have modulus than one”, dengan demikian model VAR / VECM tersebut bersifat stabil sehingga analisis IRF dan VD dapat dilakukan. f. Estimasi VAR / VECM Menurut Juanda dan Junaidi (2012:146), pada tahap pertama sebelum model VAR dirumuskan adalah pemeriksaan terhadap apakah data tersebut stasioner atau tidak. Jika data stasioner, maka model VAR langsung bisa dirumuskan dan diestimasi. Jika data tidak stasioner, sebagaimana dijelaskan ada dua kemungkinan model yang bisa digunakan, yaitu (1) melakukan differencing terhadap data sehingga data menjadi 68
stasioner dan modelnya menjadi VAR in difference atau (2) tidak melakukan differencing tetapi merestriksi VAR dengan persamaan kointegrasi sehingga modelnya menjadi model VECM. Model Vector Autoregressive
(VAR)
adalah
model
persamaan
regresi
yang
menggunakan data time series. Estimasi VAR / VECM dilakukan dengan melihat apakah variabel X mempengaruhi variabel Y, begitupun sebaliknya. Untuk melihat apakah variabel
X
mempengaruhi
variabel
Y
dapat
dilihat
dengan
membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi secara mutlak, yaitu apabila variabel X memiliki nilai t-statistik yang lebih besar dari 2 atau 1.96 maka variabel X memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, dan sebaliknya. (I Gusti Ngurah Agung, 2009:327) Menurut Lutkepohl and Reimers, (1992) dan Runkle (1987) dalam Yang et.al. (2003), interpretasi secara langsung terhadap hasil estimasi dari VAR dan VECM seringkali sulit untuk lakukan, bahkan interpretasi tersebut berpotensi menyesatkan. Untuk menghindari kesalahan tafsir dari hasil estimasi VAR / VECM, maka digunakan suatu metode analisis yang disebut dengan Accounting Innovation Analysis, yang terdiri atas Impulse Response Analysis dan Variance Decomposition Analysis yang merupakan suatu metode analisis yang tepat untuk mengeksplorasi struktur dinamik dari interaksi jangka pendek antar variabel.
69
g. Impulse Response Function (IRF) Model VAR dapat digunakan untuk melihat dampak perubahan dari satu variabel dalam sistem terhadap variabel lainnya dalam sistem secara dinamis. Caranya adalah dengan memberikan guncangan (shocks) pada salah satu variabel endogen. Guncangan yang diberikan biasanya sebesar satu standar deviasi dari variabel tersebut (biasanya disebut innovations). Penelusuran pengaruh guncangan sebesar satu standar deviasi yang dialami oleh satu variabel di dalam sistem terhadap nilai-nilai semua variabel saat ini dan beberapa periode mendatang disebut sebagai teknik Impulse Response Function (IRF). (Juanda dan Junaidi, 2012:139). Menurut Sims (1992) dalam Shochrul R. Ajija (2011:168), fungsi IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Jadi, lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat. h. Variance Decomposition (VD) Variance Decomposition atau disebut juga forecast error variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponenkomponen shock atau menjadi variabel inovasi dengan asumsi bahwa variabel-variabel inovasi tersebut tidak saling berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi 70
dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang. (Shochrul R Ajija, dkk, 2011:168). Pada analisis impulse response sebelumnya digunakan untuk melihat dampak guncangan dari satu variabel terhadap variabel lainnya, sedangkan dalam analisis forecast error variance decomposition digunakan untuk menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel dalam sistem VAR karena adanya shock. (Juanda dan Junaidi, 2012:144). E. Operasional Variabel Penelitian Terdapat dua belas variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Indeks JII Pada tanggal 3 Juli 2000, PT Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 saham yang dipilih dari sahamsaham yang sesuai dengan syariah Islam (www.bapepam.go.id). JII menggunakan hari dasar tanggal 2 Januari 1995 dengan nilai indeks sebesar 100. Perhitungan JII dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan indeks
yang
telah
ditetapkan
yaitu
dengan
kapitalisasi
pasar
(www.wikipedia.org)
71
2. Indeks FBMS Pada tanggal 22 Januari 2007, bursa Malaysia melakukan kerjasama dengan FTSE Group dan menghasilkan indeks syariah baru yang dikenal dengan FTSE Bursa Malaysia EMAS Shariah Index (FBMS). Dengan diperkenalkannya FBMS, Kuala Lumpur Shariah Index secara resmi dinonaktifkan pada tanggal 1 November 2007 dan diganti dengan FBMS setelah selama sembilan bulan sama-sama diaktifkan sejajar dengan FBMS. Saat ini, FBMS menjadi satu-satunya benchmark saham syariah di Malaysia (The Report Malaysia 2007). Metode perhitungan indeks FBMS berdasarkan jumlah saham yang beredar dan menggunakan hari dasar tanggal 31 Maret 2006 dengan nilai indeks sebesar 6000. (FTSE Monthly Report Oktober 2014) 3. Indeks DJIJP Pada Februari 1999, Dow Jones meluncurkan indeks bursa syariah yang pertama, yaitu Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) yang merupakan bagian dari kelompok indeks-indeks global Dow Jones. Sekitar tahun 2000, ada 117 saham yang terdaftar di Dow Jones Islamic Market Japan Index (DJIJP) dan dihitung berdasarkan kapitalisasi pasar menggunakan jumlah saham yang beredar atau free-float market capitalization. (www. djindexes.com)
72
4. Indeks DJIUK Dow Jones Islamic Market United Kingdom Index (DJIUK) diluncurkan bersama dengan indeks DJIM negara lainnya pada Februari 1999. Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) saat ini meliputi saham-saham dari 69 negara, termasuk DJIUK di dalamnya. DJIUK menggunakan metode yang sama dengan indeks Dow Jones Islamic Market lainnya, yaitu metode kapitalisasi pasar menggunakan jumlah saham yang beredar atau free-float market capitalization. (www. djindexes.com) 5. Indeks DJICA Dow Jones Islamic Market Canada Index (DJICA) pertama kali dihitung pada tanggal 24 Mei 1999 berdasarkan free-float market capitalization. Dalam DJICA terdapat 10 sektor yaitu minyak dan gas (45,22%), basic materials (25,60%), industri (16,73%), consumer services (3,68%), consumer goods (2.23%), utilities (2.17%), teknologi (2.08%), health care (1.57%), telekomunikasi (0.58%), dan keuangan (0.15%). Indeks ini memiliki tahun dasar 29 Desember 1995. (www. djindexes.com) 6. Indeks IMUS Dow Jones Islamic Market United States Index (IMUS) diluncurkan bersama dengan saham-saham dari 32 negara lainnya, mencakup 10 sektor ekonomi, 18 sektor pasar, 51 kelompok dan 89 sub kelompok industri pada Februari 1999. Metode yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah kapitalisasi pasar menggunakan jumlah saham yang beredar atau free-float
73
market capitalization sama dengan indeks Dow Jones Islamic Market di negara lainnya. (www. djindexes.com) 7. Indeks IHSG Indeks Harga Saham Gabungan diperkenalkan pertama kali pada April 1983, yang digunakan sebagai indikator utama untuk memantau pergerakan harga saham secara keseluruhan di bursa saham Indonesia (Bursa Efek Indonesia). Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah nilai pasar dari total saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham. (www.wikipedia.org) 8. Indeks KLSE Indeks Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) yang dulu bernama Kuala Lumpur Composite Index (KLCI) dan merupakan indeks pasar saham yang berfungsi sebagai indikator pergerakan pasar saham dan keadaan ekonomi negara Malaysia. Kuala Lumpur Stock Exchange berdasarkan kapitalisasi pasar. KLSE terdiri dari 30 perusahaan terbesar yang terdaftar di bursa saham Malaysia. (www.wikipedia.org) 9. Indeks NIKKEI 225 Indeks NIKKEI 225 memakai metode price weighted dimana sahamsaham yang menjadi sampel pada perhitungan indeks ini terdiri dari 225 perusahaan ranking tertinggi di Bursa Saham Tokyo. Indeks ini diperkenalkan pada tanggal 16 Mei 1949 dengan harga rata – rata 176,21 dan dengan pembagi 225. (www.wikipedia.org)
74
10. Indeks FTSE 100 Indeks FTSE 100 (Financial Times Stock Exchange) merupakan indeks dari 100 perusahaan yang mempunyai nilai kapitalisasi tertinggi yang diperdagangkan di London Stock Exchange. Indeks ini juga merupakan indeks yang paling banyak digunakan sebagai indikator pasar modal negara Inggris. Indeks
ini
dihitung
dengan
menggunakan
metode
price
weighted.
(www.wikipedia.org) 11. Indeks S&P TSX Toronto Stock Exchange (TSX, sebelumnya TSE) adalah bursa saham terbesar di Kanada, yang terbesar ketiga di Amerika Utara dan terbesar ketujuh di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar. TSX adalah pemimpin dunia di sektor pertambangan dan migas karena lebih banyak perusahaan pertambangan serta perusahaan minyak dan gas yang terdaftar di bursa ini dibandingkan bursa lainnya. (www.wikipedia.org) 12. Indeks DJIA Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones & Company Charles Dow. Dow sebagai suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika.. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian
lainnya,
sekarang
ini
menggunakan
price
weighted.
(www.wikipedia.org) 75
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi saat ini membuat segala macam aktivitas termasuk kegiatan investasi pun semakin mudah. Dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia, hampir semua negara (termasuk Indonesia) tidak dapat lepas dari pengaruh aliran modal antarnegara. Salah satu karakteristik investor di bursa saham adalah memperkecil risiko investasi. Pada masa lalu, ketika sistem keuangan dunia masih tertutup, investor melakukan investasi pada banyak jenis saham (yang pola pergerakannya berbeda) pada bursa saham konvensional dalam negeri. Kini semakin terbukanya sistem finansial dunia, investor dapat mengurangi risiko dengan melakukan investasi di beberapa negara (international risk sharing), baik itu di bursa saham syariah maupun konvensional. Investor berharap jika investasi hanya pada satu negara dimana jika terjadi kondisi yang buruk, maka investasi di negara yang lain diharapkan lebih baik dan dapat menjadi kompensasi. Dengan demikian investasi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi satu negara saja. Investor yang menanamkan modalnya di bursa saham baik syariah maupun konvensional di berbagai negara membuat antar bursa saham tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.
76
Dalam investasi di dunia saham, investor tidak akan terlepas dari melihat indeks harga saham karena dari indeks harga saham tersebut mencerminkan pergerakan harga saham yang berubah dengan cepat sehingga investor pun dapat menentukan saat harus menjual, membeli, dan menahan saham-saham yang mereka miliki. Selain itu, indeks juga berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada saat tertentu apakah pasar sedang aktif atau lesu. Oleh karena itu, ketika suatu negara mengalami kondisi perekonomian yang buruk, maka akan tercermin dalam pergerakan indeks harga yang menurun dan ketika perekonomian negara tersebut baik, maka pergerakan indeks juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat saat terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008, baik harga saham konvensional maupun syariah mengalami kejatuhan. Jatuhnya harga saham-saham ini akan memberikan dampak terhadap perekonomian sejumlah negara, baik di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, dan Malaysia, dan Indonesia. B. Penemuan dan Pembahasan 1. Deskripsi Data Data yang diuji dalam penelitian ini merupakan data nilai penutupan indeks harian. Oleh karena itu, analisis singkat mengenai pola pergerakan atas nilai penutupan indeks-indeks yang menjadi variabel dalam penelitian ini akan dibahas sebagai berikut.
77
a. Jakarta Islamic Index (JII) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan JII adalah antara 150 hingga 750. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 172.71 pada tanggal 28 Oktober 2008 dan nilai penutupan tertinggi 708.10 pada tanggal 22 Mei 2013. Nilai penutupan harian rata-rata JII adalah 480.85. Gambar 4.1. Pergerakan Indeks Harian atas JII
Sumber: data diolah dari Yahoo Finance b. FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan FBMS adalah antara 5,500 hingga 13,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 5,600.69 pada tanggal 29 Oktober 2008 dan nilai penutupan tertinggi 13,093.77 pada tanggal 30 Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata FBMS adalah 9,638.11.
78
Gambar 4.2. Pergerakan Indeks Harian atas FBMS
Sumber: data diolah dari Bloomberg c. Dow Jones Islamic Market Japan (DJIJP) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan DJIJP adalah antara 650 hingga 1,300. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 676.01 pada tanggal 10 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 1,292.58 pada tanggal 2 Juni 2008. Nilai penutupan harian rata-rata DJIJP adalah 1,049.36. Gambar 4.3. Pergerakan Indeks Harian atas DJIJP
Sumber: data diolah dari Google Finance 79
d. Dow Jones Islamic Market United Kingdom (DJIUK) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan DJIUK adalah antara 1,000 hingga 3,000. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 1,236.28 pada tanggal 3 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 2,714.66 pada tanggal 22 Mei 2008. Nilai penutupan harian rata-rata DJIUK adalah 2,054.08. Gambar 4.4. Pergerakan Indeks Harian atas DJIUK
Sumber: data diolah dari Google Finance e. Dow Jones Islamic Market Canada (DJICA) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan DJICA adalah antara 950 hingga 3,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 990.03 pada tanggal 20 November 2008 dan nilai penutupan tertinggi 3,066.34 pada tanggal 21 Mei 2008. Nilai penutupan harian rata-rata DJICA adalah 2,136.25.
80
Gambar 4.5. Pergerakan Indeks Harian atas DJICA
Sumber: data diolah dari Google Finance f. Dow Jones Islamic Market United States (IMUS) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan IMUS adalah antara 1,000 hingga 3,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 1,323.09 pada tanggal 5 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 3,330.59 pada tanggal 27 Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata IMUS adalah 2,290.76. Gambar 4.6. Pergerakan Indeks Harian atas IMUS
Sumber: data diolah dari Google Finance 81
g. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan IHSG adalah antara 1,000 hingga 5,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 1,111.39 pada tanggal 28 Oktober 2008 dan nilai penutupan tertinggi 5,208.00 pada tanggal 22 Mei 2013. Nilai penutupan harian rata-rata IHSG adalah 3,259.75. Gambar 4.7. Pergerakan Indeks Harian atas IHSG
Sumber: data diolah dari Yahoo Finance h. Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan KLSE adalah antara 800 hingga 2,000. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 829.41 pada tanggal 29 Oktober 2008 dan nilai penutupan tertinggi 1,872.52 pada tanggal 30 Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata KLSE adalah 1,409.14.
82
Gambar 4.8. Pergerakan Indeks Harian atas KLSE
Sumber: data diolah dari Yahoo Finance i. NIKKEI 225 Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan NIKKEI 225 adalah antara 7,000 hingga 16,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 7,054.98 pada tanggal 10 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 16,291.31 pada tanggal 30 Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata NIKKEI 225 adalah 10,619.36. Gambar 4.9. Pergerakan Indeks Harian atas NIKKEI 225
Sumber: data diolah dari Google Finance 83
j. Financial Times Stock Exchange 100 (FTSE 100) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan FTSE 100 adalah antara 3,500 hingga 7,000. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 3,512.09 pada tanggal 3 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 6,840.27 pada tanggal 22 Mei 2013. Nilai penutupan harian rata-rata FTSE 100 adalah 5,551.33. Gambar 4.10. Pergerakan Indeks Harian atas FTSE 100
Sumber: data diolah dari Google Finance k. S&P Toronto Stock Exchange (S&P TSX) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan S&P TSX adalah antara 7,500 hingga 15,500. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 7,591.47 pada tanggal 6 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 15,073.13 pada tanggal 18 Juni 2008. Nilai penutupan harian rata-rata S&P TSX adalah 12,103.10.
84
Gambar 4.11. Pergerakan Indeks Harian atas S&P TSX
Sumber: data diolah dari Google Finance l. Dow Jones Industrial Average (DJIA) Dari periode 4 Januari 2008 s.d. 30 Desember 2013, terlihat range pergerakan nilai penutupan DJIA adalah antara 6,500 hingga 17,000. Indeks ini mencapai nilai penutupan terendah 6,594.44 pada tanggal 5 Maret 2009 dan nilai penutupan tertinggi 16,504.29 pada tanggal 30 Desember 2013. Nilai penutupan harian rata-rata DJIA adalah 11,791.61. Gambar 4.12. Pergerakan Indeks Harian atas DJIA
Sumber: data diolah dari Google Finance 85
Dari keseluruhan analisis penutupan harian atas indeks-indeks yang menjadi variabel dalam penelitian, diketahui hampir semuanya memiliki nilai penutupan terendah di kisaran bulan Oktober 2008 dan Maret 2009, kecuali DJICA yang tidak begitu jauh dari lainnya memiliki nilai penutupan terendah di bulan November 2008. Hal ini membuktikan saat krisis keuangan global terjadi di Amerika dan Eropa memberikan efek jatuhnya sebagian besar saham syariah dan konvensional di wilayah Asia, Eropa, dan Amerika. Walaupun begitu, setiap negara akan menyusun strategi masing-masing dalam membangkitkan kembali perekonomian mereka agar tidak terlalu terpuruk akibat krisis tersebut. 2. Pembahasan Dalam pembahasan analisis Vector Autoregressive (VAR), langkahlangkah dalam analisis ini adalah uji stasioneritas, penentuan lag optimum, uji kausalitas, uji kointegrasi, uji stabilitas VAR, estimasi VAR / VECM, Impulse Response Function (IRF), dan Variance Decomposition (VD). Akan tetapi, sebelum melakukan tahap-tahap analisis VAR, perlunya dilakukan analisis statistika deskriptif yaitu analisis yang paling mendasar untu menggambarkan keadaan data secara umum lebih lanjut. Setelah itu, dilakukan analisis VAR / VECM untuk mengetahui integrasi antara bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia, Jepang, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia.
86
a. Statistika Deskriptif Berdasarkan tabel statistika deskriptif untuk bursa saham syariah di bawah ini, terlihat bahwa rata-rata nilai penutupan harian yang terbesar adalah FBMS sebesar 9,638.11, sedangkan rata-rata nilai penutupan harian yang terkecil adalah JII sebesar 480.45. Sementara itu, dari informasi data standar deviasi di tabel diketahui FBMS adalah yang memiliki risiko paling tinggi diimbangi dengan return yang lebih tinggi (nilai penutupan lebih tinggi) dan DJIJP adalah yang memiliki risiko paling rendah. Tabel 4.1. Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa Saham Syariah JII
IMUS
FBMS
DJIUK
DJIJP
DJICA
Mean
480.4500
2290.756
9638.108
2054.084
1049.362
2136.248
Median
511.0010
2291.195
9870.930
2090.540
1058.730
2116.305
Maximum
708.1000
3330.590
13093.77
2714.660
1292.580
3066.340
Minimum
172.7102
1323.090
5600.690
1236.280
676.0100
990.0300
Std. Dev.
121.7010
426.1959
1808.203
275.7143
115.2104
408.8972
Sumber: data diolah Kemudian berdasarkan tabel statistika deskriptif untuk bursa saham konvensional di bawah ini, terlihat bahwa rata-rata nilai penutupan harian yang terbesar adalah S&P TSX sebesar 12,103.10, sedangkan ratarata nilai penutupan harian yang terkecil adalah KLSE sebesar 1,409.14. Sementara itu, dari informasi data standar deviasi di tabel diketahui DJIA adalah yang memiliki risiko paling tinggi dan KLSE adalah yang memiliki
87
risiko paling rendah diimbangi dengan return yang lebih rendah (nilai penutupan lebih rendah). Tabel 4.2. Statistika Deskriptif atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa Saham Konvensional IHSG
FTSE
DJIA
KLSE
NIKKEI
S_P_TSX
Mean
3259.752
5551.328
11791.61
1409.143
10619.36
12103.10
Median
3565.930
5680.235
12001.03
1472.935
9918.600
12272.12
Maximum
5208.000
6840.270
16504.29
1872.520
16291.31
15073.13
Minimum
1111.390
3512.090
6594.440
829.4100
7054.980
7591.470
Std. Dev.
1035.111
694.8857
2090.442
260.7491
2065.325
1419.710
Sumber: data diolah b. Uji Stasioneritas Uji stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Nilai statistik ADF akan dibandingkan nilai kritis MacKinnon untuk mengetahui derajat stasioneritas variabel-variabel. Hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut. H0: data tidak stasioner H1: data stasioner Apabila nilai ADF statistik lebih besar daripada nilai kritis MacKinnon, maka H0 ditolak atau data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya, apabila nilai ADF statistik lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon, maka data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first difference I(1) harus 88
dilakukan. Berikut adalah hasil uji variabel-variabel penelitian (indeks saham bursa saham syariah dan konvensional) pada tingkat level dan 1st difference. Tabel 4.3. Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa Saham Syariah ADF statistik Level 1st Difference -3.029353 -22.89536
Variabel JII FBMS
-4.096611
-23.32847
DJIJP
-2.692941
-30.49335
DJIUK
-2.809071
-36.42546
DJICA
-2.262833
-32.09699
IMUS
-2.454421
-38.30584
5% critical value MacKinnon -3.413376 Sumber: data diolah Berdasarkan tabel uji stasioneritas nilai penutupan harian indeks bursa saham syariah pada tingkat level dan 1st difference di atas menunjukan bahwa pada unit level hanya nilai ADF statistik FBMS yang lebih besar dari α = 5% critical value sehingga dapat dikatakan stasioner, sedangkan yang lainnya tidak stasioner. Oleh karena itu, semua indeks perlu dilakukan proses 1st difference karena jika salah satu variabel stasioner di tingkat 1st difference, maka semua variabel harus stasioner di tingkat 1st difference juga. Setelah dilakukan proses 1st difference, nilai ADF statistik sudah lebih besar dari α = 5% critical value yang berarti
89
seluruh variabel indeks bursa saham syariah stasioner pada order pertama atau 1st difference. Tabel 4.4. Uji Stasioneritas atas Nilai Penutupan Harian Indeks Bursa Saham Konvensional
IHSG
ADF statistik Level 1st Difference -2.775900 -22.16271
KLSE
-3.607964
-34.22601
NIKKEI
-1.510244
-38.43694
FTSE
-3.263944
-35.59969
S&P TSX
-2.329110
-26.47936
DJIA
-2.488543
-39.62337
Variabel
5% critical value MacKinnon -3.413376 Sumber: data diolah Sementara itu, berdasarkan tabel uji stasioneritas nilai penutupan harian indeks bursa saham konvensional pada tingkat level dan 1st difference di atas menunjukan bahwa pada unit level hanya nilai ADF statistik KLSE yang lebih besar dari α = 5% critical value sehingga dapat dikatakan stasioner, sedangkan yang lainnya tidak stasioner. Oleh karena itu, semua indeks perlu dilakukan proses 1st difference karena jika salah satu variabel stasioner di tingkat 1st difference, maka semua variabel harus stasioner di tingkat 1st difference juga.
Setelah dilakukan proses 1st
difference, nilai ADF statistik sudah lebih besar dari α = 5% critical value yang berarti seluruh variabel indeks bursa saham konvensional stasioner pada order pertama atau 1st difference.
90
c. Penentuan Lag Optimal Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan lag optimal yang dilakukan dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat lag yang terpilih adalah panjang lag menurut kriteria Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ). Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut, maka dipilih kriteria yang mempunyai nilai paling kecil yang ditunjukkan oleh tanda asterik (*) pada hasil lag optimal. Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat lag saja, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Akan tetapi, jika ada beberapa pilihan kandidat, maka selanjutnya dipilih berdasarkan nilai Adjusted R2 tertinggi pada variabel terpenting dalam sistem VAR di mana variabel terpenting di sini adalah JII dan IHSG. 1) Penentuan Lag Opimal Indeks Bursa Saham Syariah (a) Lag Optimal antara FBMS dengan JII Dari tabel penentuan lag optimal antara FBMS dengan JII di bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 1, lag menurut HQ akan optimal saat lag 4, dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat tiga kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. 91
Tabel 4.5. Penentuan Lag Optimal atas FBMS dengan JII Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-17430.66 -11710.34 -11699.68 -11692.59 -11680.74 -11675.50 -11673.13 -11671.96 -11671.84
NA 11413.30 21.25023 14.09506 23.52332 10.39407* 4.684292 2.325521 0.233086
3.90e+09 434018.5 429434.9 427329.1 422023.2 421188.9* 422286.1 424189.1 426819.7
27.75901 18.65660 18.64598 18.64106 18.62857 18.62659* 18.62919 18.63369 18.63987
27.76719 18.68113* 18.68687 18.69831 18.70217 18.71655 18.73550 18.75635 18.77889
27.76208 18.66582 18.66135 18.66258 18.65623* 18.66040 18.66915 18.67979 18.69212
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 5 sebesar 0.995173 yang dipilih. Tabel 4.6. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas FBMS dengan JII Lag
Adjusted R2
1
0.995028
4
0.995150
5
0.995173
Sumber: data diolah
92
(b) Lag Optimal antara DJIJP dengan JII Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIJP dengan JII di bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2 dan lag atas LR, FPE, AIC, HQ akan optimal saat lag 4. Karena terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Tabel 4.7. Penentuan Lag Optimal atas DJIJP dengan JII Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-15104.92 -9703.055 -9671.726 -9658.900 -9646.309 -9644.604 -9641.711 -9641.421 -9640.684
NA 10777.92 62.40782 25.50904 25.00197* 3.379309 5.726305 0.573054 1.455472
95998593 17756.81 17000.66 16763.40 16535.64* 16596.20 16625.48 16724.01 16811.13
24.05560 15.46028 15.41676 15.40271 15.38903* 15.39268 15.39444 15.40035 15.40555
24.06378 15.48481 15.45765* 15.45995 15.46263 15.48264 15.50076 15.52302 15.54457
24.05867 15.46950 15.43213 15.42422 15.41669* 15.42649 15.43440 15.44646 15.45780
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 4 sebesar 0.995124 yang dipilih.
93
Tabel 4.8. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas DJIJP dengan JII Lag
Adjusted R2
2
0.995015
4
0.995124
Sumber: data diolah (c) Lag Optimal antara DJIUK dengan JII Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIUK dengan JII di bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat lag 3 dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Tabel 4.9. Penentuan Lag Optimal atas DJIUK dengan JII Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-16373.19 -10695.74 -10666.20 -10651.69 -10644.80 -10639.32 -10637.43 -10636.25 -10635.51
NA 11327.79 58.83799 28.86237 13.68933 10.85885* 3.746039 2.317682 1.464238
7.23e+08 86269.34 82831.71 81456.75 81082.25 80891.76* 81163.71 81529.98 81954.12
26.07515 17.04098 17.00032 16.98358 16.97897 16.97662* 16.97998 16.98448 16.98967
26.08333 17.06552 17.04121 17.04083* 17.05257 17.06658 17.08629 17.10715 17.12869
26.07822 17.05020 17.01569 17.00510* 17.00664 17.01043 17.01993 17.03058 17.04192
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah 94
Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 5 sebesar 0.995354 yang dipilih. Tabel 4.10. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas DJIUK dengan JII Lag
Adjusted R2
3
0.995264
5
0.995354
Sumber: data diolah (d) Lag Optimal antara DJICA dengan JII Tabel 4.11. Penentuan Lag Optimal atas DJICA dengan JII Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-17074.89 -11015.62 -10963.77 -10951.88 -10945.56 -10942.40 -10939.51 -10938.19 -10937.11
NA 12089.60 103.2925 23.64678 12.53819* 6.268489 5.726514 2.601920 2.123806
2.21e+09 143572.6 133039.0 131378.1 130894.8* 131069.7 131301.0 131863.3 132478.7
27.19250 17.55035 17.47415 17.46159 17.45790* 17.45924 17.46100 17.46527 17.46993
27.20068 17.57488 17.51504* 17.51883 17.53150 17.54919 17.56731 17.58794 17.60895
27.19558 17.55957 17.48952 17.48310* 17.48557 17.49305 17.50096 17.51138 17.52218
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah
95
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJICA dengan JII di atas, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2, lag menurut HQ akan optimal saat lag 3, dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 4. Karena terdapat tiga kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 4 sebesar 0.995452 yang dipilih. Tabel 4.12. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas DJICA dengan JII Lag
Adjusted R2
2
0.995353
3
0.995411
4
0.995452
Sumber: data diolah (e) Lag Optimal antara IMUS dengan JII Dari tabel penentuan lag optimal indeks IMUS dengan JII di bawah, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2, lag menurut LR dan HQ akan optimal saat lag 4 serta lag atas FPE dan AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat tiga kandidat yang 96
berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Tabel 4.13. Penentuan Lag Optimal atas IMUS dengan JII Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-16288.06 -10515.40 -10460.83 -10447.92 -10437.91 -10433.74 -10431.85 -10429.90 -10428.99
NA 11517.75 108.6927 25.68431 19.87120* 8.278715 3.729430 3.852272 1.799526
6.32e+08 64735.44 59727.56 58885.76 58325.17 58308.86* 58505.67 58697.07 58986.45
25.93959 16.75382 16.67330 16.65911 16.64954 16.64926* 16.65263 16.65590 16.66081
25.94776 16.77835 16.71419* 16.71635 16.72314 16.73922 16.75894 16.77856 16.79984
25.94266 16.76304 16.68867 16.68062 16.67721* 16.68307 16.69259 16.70200 16.71307
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 5 sebesar 0.995496 yang dipilih. Tabel 4.14. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas IMUS dengan JII Lag
Adjusted R2
2
0.995325
4
0.995464
5
0.995496
Sumber: data diolah 97
2) Penentuan Lag Optimal Indeks Bursa Saham Konvensional (a) Lag Optimal antara KLSE dengan IHSG Dari tabel penentuan lag optimal antara KLSE dengan IHSG di bawah, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2 dan lag menurut LR, FPE, AIC, HQ akan optimal saat lag 4. Karena terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Tabel 4.15. Penentuan Lag Optimal atas KLSE dengan IHSG Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-17467.19 -11274.72 -11258.14 -11253.23 -11241.44 -11239.93 -11236.32 -11236.21 -11232.19
NA 12355.37 33.02311 9.761968 23.41938* 2.984671 7.152094 0.221128 7.922545
4.13e+09 216895.6 212594.8 212287.6 209669.2* 210503.7 210633.5 211941.8 211936.7
27.81718 17.96293 17.94290 17.94145 17.92904* 17.93301 17.93363 17.93982 17.93979
27.82536 17.98746 17.98379* 17.99870 18.00264 18.02297 18.03994 18.06249 18.07882
27.82026 17.97215 17.95827 17.96297 17.95670* 17.96682 17.97358 17.98592 17.99204
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan
98
pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 4 sebesar 0.997746 yang dipilih. Tabel 4.16. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas KLSE dengan IHSG Lag
Adjusted R2
2
0.997735
4
0.997746
Sumber: data diolah (b) Lag Optimal antara NIKKEI 225 dengan IHSG Tabel 4.17. Penentuan Lag Optimal atas NIKKEI 225 dengan IHSG Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-21820.96 -14974.41 -14963.45 -14962.28 -14950.50 -14946.00 -14939.13 -14937.98 -14934.27
NA 13660.38 21.85065 2.327859 23.38742 8.911428 13.60519* 2.275939 7.311839
4.23e+12 78484336 77618205 77968726 77009018 76948363 76597095* 76945349 76981449
34.74993 23.85416 23.84307 23.84757 23.83519 23.83440 23.82982* 23.83436 23.83483
34.75811 23.87870* 23.88396 23.90482 23.90879 23.92435 23.93613 23.95703 23.97385
34.75301 23.86338 23.85843* 23.86909 23.86285 23.86821 23.86978 23.88046 23.88708
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Dari tabel penentuan lag optimal antara NIKKEI 225 dengan IHSG di atas, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 1, lag menurut HQ akan optimal saat lag 2, dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 6. Karena terdapat tiga kandidat yang berbeda, 99
maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 6 sebesar 0.997810 yang dipilih. Tabel 4.18. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas NIKKEI 225 dengan IHSG Lag
Adjusted R2
1
0.997732
2
0.997753
6
0.997810
Sumber: data diolah (c) Lag Optimal antara FTSE 100 dengan IHSG Tabel 4.19. Penentuan Lag Optimal atas FTSE 100 dengan IHSG Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-19798.65 -13776.54 -13748.24 -13744.97 -13734.48 -13729.36 -13727.50 -13724.20 -13722.45
NA 12015.45 56.37963 6.507962 20.82739 10.15264* 3.676821 6.525468 3.440637
1.69e+11 11651785 11209496 11222495 11107138 11087331* 11125225 11137603 11177698
31.52970 21.94672 21.90803 21.90918 21.89885 21.89707* 21.90048 21.90159 21.90518
31.53788 21.97126 21.94892* 21.96643 21.97245 21.98702 22.00679 22.02426 22.04421
31.53278 21.95594 21.92339* 21.93070 21.92651 21.93088 21.94043 21.94769 21.95743
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah 100
Dari tabel penentuan lag optimal indeks FTSE 100 dengan IHSG di atas, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat lag 2 dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 5 sebesar 0.997848 yang dipilih. Tabel 4.20. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas FTSE 100 dengan IHSG Lag
Adjusted R2
2
0.997809
5
0.997848
Sumber: data diolah (d) Lag Optimal antara S&P TSX dengan IHSG Dari tabel penentuan lag optimal indeks S&P TSX dengan IHSG di bawah, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat lag 2, lag menurut LR akan optimal saat lag 4 serta lag atas FPE dan AIC akan optimal saat lag 5. Karena terdapat tiga kandidat yang
101
berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Tabel 4.21. Penentuan Lag Optimal atas S&P TSX dengan IHSG Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-21185.65 -14767.84 -14708.67 -14704.55 -14696.11 -14691.58 -14687.86 -14685.98 -14683.21
NA 12804.96 117.8589 8.198934 16.76082* 8.975783 7.369131 3.703334 5.471452
1.54e+12 56483775 51733791 51723713 51359253 51316149* 51338810 51512941 51613718
33.73829 23.52522 23.43738 23.43718 23.43011 23.42927* 23.42971 23.43310 23.43505
33.74647 23.54975 23.47827* 23.49443 23.50371 23.51923 23.53602 23.55576 23.57407
33.74136 23.53444 23.45274* 23.45870 23.45777 23.46308 23.46967 23.47920 23.48730
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas ketiga lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 5 sebesar 0.997947 yang dipilih. Tabel 4.22. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas S&P TSX dengan IHSG Lag
Adjusted R2
2
0.997918
4
0.997939
5
0.997947
Sumber: data diolah 102
(e) Lag Optimal antara DJIA dengan IHSG Dari tabel penentuan lag optimal indeks DJIA dengan IHSG di bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat lag 2 dan lag atas LR, FPE, AIC akan optimal saat lag 4. Karena terdapat dua kandidat yang berbeda, maka perlu dilakukan tahap selanjutnya dalam penentuan lag optimal, yaitu dengan pemilihan nilai Adjusted R2. Tabel 4.23. Penentuan Lag Optimal atas DJIA dengan IHSG Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-21046.83 -14723.98 -14638.74 -14636.95 -14626.93 -14623.69 -14622.15 -14619.72 -14617.37
NA 12615.50 169.7942 3.560573 19.90517* 6.408092 3.058369 4.804790 4.637481
1.23e+12 52673633 46282212 46445359 46001949* 46058234 46238652 46354325 46476283
33.51724 23.45538 23.32602 23.32954 23.31995* 23.32117 23.32508 23.32758 23.33020
33.52542 23.47991 23.36691* 23.38679 23.39355 23.41113 23.43139 23.45024 23.46923
33.52032 23.46460 23.34139* 23.35106 23.34761 23.35498 23.36504 23.37368 23.38245
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: data diolah Pada tahap ini, nilai Adjusted R2 pada sistem VAR atas kedua lag tersebut akan diperbandingkan dan dipilih lag yang memiliki nilai Adjusted R2 terbesar sebagai lag optimalnya. Berdasarkan pebandingan nilai Adjusted R2 yang telah dilakukan, maka Adjusted R2 pada lag 4 sebesar 0.997972 yang dipilih.
103
Tabel 4.24. Perbandingan Indikator Adjusted R2 untuk Pemilihan Lag atas DJIA dengan IHSG Lag
Adjusted R2
2
0.997941
4
0.997972
Sumber: data diolah d. Uji Kausalitas Granger Metode yang digunakan untuk menganalisi hubungan kausalitas antar variabel yang diamati adalah dengan uji kausalitas Granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger hanya difokuskan untuk melihat arah hubungan antara bursa saham syariah dan konvensional di wilayah Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. Hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut. H0: tidak terdapat kausalitas Granger H1: terdapat kausalitas Granger Apabila nilai probabilitas lebih kecil daripada 0.05, maka H0 ditolak atau data terjadi, dan sebaliknya apabila lebih besar daripada 0.05, maka H0 diterima atau tidak terjadi kausalitas Granger. 1) Uji Kausalitas Granger Indeks Bursa Saham Syariah (a) Uji Kausalitas Granger antara FBMS dengan JII Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji 104
kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.00001 dan 0.0278. Artinya, FBMS berpengaruh signifikan terhadap JII, demikian juga JII berpengaruh signifikan terhadap FBMS. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas dua arah antara FBMS dan JII. Tabel 4.25. Hasil Uji Kausalitas Granger atas FBMS dengan JII Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
FBMS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause FBMS
1259
6.11871 2.52302
1.E-05 0.0278
Sumber: data diolah (b) Uji Kausalitas Granger antara DJIJP dengan JII Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.0003 dan 9 x 10-6. Artinya, DJIJP berpengaruh signifikan terhadap JII, demikian juga JII berpengaruh signifikan terhadap DJIJP. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas dua arah antara DJIJP dan JII.
105
Tabel 4.26. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIJP dengan JII Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DJIJP does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause DJIJP
1260
5.31811 7.23244
0.0003 9.E-06
Sumber: data diolah (c) Uji Kausalitas Granger antara DJIUK dengan JII Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol yang pertama ditolak. Artinya, DJIUK berpengaruh signifikan terhadap JII karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.005, yaitu sebesar 2 x 10-15. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua diterima. Artinya, JII tidak berpengaruh signifikan terhadap DJIUK karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar 0.0996. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah antara DJIUK dan JII. Tabel 4.27. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIUK dengan JII Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DJIUK does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause DJIUK
1259
16.0887 1.85427
2.E-15 0.0996
Sumber: data diolah
106
(d) Uji Kausalitas Granger antara DJICA dengan JII Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol yang pertama ditolak. Artinya, DJICA berpengaruh signifikan terhadap JII karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.005, yaitu sebesar 2 x 10-22. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua diterima. Artinya, JII tidak berpengaruh signifikan terhadap DJICA karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar 0.1605. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah antara DJICA dan JII. Tabel 4.28. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJICA dengan JII Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DJICA does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause DJICA
1260
28.3084 1.64536
2.E-22 0.1605
Sumber: data diolah (e) Uji Kausalitas Granger antara IMUS dengan JII Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol yang pertama ditolak. Artinya, IMUS berpengaruh signifikan 107
terhadap JII karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.005, yaitu sebesar 1 x 10-23. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua diterima. Artinya, JII tidak berpengaruh signifikan terhadap IMUS karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar 0.0518. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah antara IMUS dan JII. Tabel 4.29. Hasil Uji Kausalitas Granger atas IMUS dengan JII Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
IMUS does not Granger Cause JII JII does not Granger Cause IMUS
1259
24.4956 2.20265
1.E-23 0.0518
Sumber: data diolah 2) Uji Kausalitas Granger Indeks Bursa Saham Konvensional (a) Uji Kausalitas Granger antara KLSE dengan IHSG Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol yang pertama diterima. Artinya, KLSE tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar 0.1941. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua ditolak. Artinya, IHSG berpengaruh signifikan terhadap KLSE karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 1
108
x 10-8. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah antara KLSE dan IHSG. Tabel 4.30. Hasil Uji Kausalitas Granger atas KLSE dengan IHSG Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
KLSE does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause KLSE
1260
1.51942 10.7797
0.1941 1.E-08
Sumber: data diolah (b) Uji Kausalitas Granger antara NIKKEI 225 dengan IHSG Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 6 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.00002 dan 0.0094. Artinya, NIKKEI 225 berpengaruh signifikan terhadap IHSG, demikian juga IHSG berpengaruh signifikan terhadap NIKKEI 225. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas dua arah antara NIKKEI 225 dengan IHSG. Tabel 4.31. Hasil Uji Kausalitas Granger atas NIKKEI 225 dengan IHSG Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
NIKKEI does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause NIKKEI
1258
5.23009 2.84421
2.E-05 0.0094
Sumber: data diolah 109
(c) Uji Kausalitas Granger antara FTSE 100 dengan IHSG Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 2 x 10-11 dan 0.0248. Artinya, FTSE 100 berpengaruh signifikan terhadap IHSG, demikian juga IHSG berpengaruh signifikan terhadap FTSE 100. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas dua arah antara FTSE 100 dengan IHSG. Tabel 4.32. Hasil Uji Kausalitas Granger atas FTSE 100 dengan IHSG Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
FTSE does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause FTSE
1259
12.1730 2.58078
2.E-11 0.0248
Sumber: data diolah (d) Uji Kausalitas Granger antara S&P TSX dengan IHSG Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 5 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa hipotesis nol yang pertama ditolak. Artinya, S&P TSX berpengaruh signifikan terhadap IHSG karena nilai probabilitasnya lebih kecil daripada 110
0.005, yaitu sebesar 7 x 10-24. Sebaliknya untuk hipotesis nol yang kedua diterima. Artinya, IHSG tidak berpengaruh signifikan terhadap S&P TSX karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0.005, yaitu sebesar 0.6318. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas satu arah antara S&P TSX dan IHSG. Tabel 4.33. Hasil Uji Kausalitas Granger atas S&P TSX dengan IHSG Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
S_P_TSX does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause S_P_TSX
1259
24.7900 0.68898
7.E-24 0.6318
Sumber: data diolah (e) Uji Kausalitas Granger antara DJIA dengan IHSG Sesuai dengan penentuan lag pada tahap sebelumnya, menunjukkan bahwa lag yang dipilih adalah lag 4 sehingga uji kausalitas Granger akan dilakukan pada lag tersebut. Berdasarkan tabel uji kausalitas Granger di bawah ini, terlihat bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena nilai probabilitas keduanya lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 6 x 10-29 dan 0.0382. Artinya, DJIA berpengaruh signifikan terhadap IHSG, demikian juga IHSG berpengaruh signifikan terhadap DJIA. Dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas dua arah antara DJIA dengan IHSG.
111
Tabel 4.34. Hasil Uji Kausalitas Granger atas DJIA dengan IHSG Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
DJIA does not Granger Cause IHSG IHSG does not Granger Cause DJIA
1260
36.5388 2.54258
6.E-29 0.0382
Sumber: data diolah e. Uji Kointegrasi Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stationer pada derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Apabila ditemukan adanya kointegrasi, maka estimasi VECM dilakukan. Namun sebaliknya, apabila tidak ditemukan adanya kointegrasi, maka estimasi VAR in difference yang akan dilakukan. Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Johansen dengan membandingkan nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic dengan nilai kritis 0.05. Jika nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic lebih besar daripada nilai kritis 0.05, maka data terkointegrasi, dan sebaliknya. Sementara itu, penentuan asumsi deterministik yang melandasi pembentukan persamaan kointegrasi, didasarkan pada pemilihan nilai kriteria antara AIC dan SC yang tidak dipermasalahkan (bebas menentukan) sehingga hasil penentuan asumsi deterministik dapat dilihat di lampiran 31 s.d. lampiran 40.
112
1) Uji Kointegrasi Indeks Bursa Saham Syariah (a) Uji Kointegrasi antara FBMS dengan JII Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara FBMS dengan JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan adanya 1 rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di
antara
pergerakan
FBMS
dan
JII
memiliki
hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VECM. Tabel 4.35. Hasil Uji Kointegrasi atas FBMS dengan JII Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: JII FBMS Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.018054 0.003369
27.16451 4.245104
25.87211 12.51798
0.0344 0.7064
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.018054 0.003369
22.91940 4.245104
19.38704 12.51798
0.0147 0.7064
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah 113
(b) Uji Kointegrasi antara DJIJP dengan JII Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJIJP dengan JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara pergerakan DJIJP dan JII tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.36. Hasil Uji Kointegrasi atas DJIJP dengan JII Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: JII DJIJP Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.011354 0.002111
17.03646 2.659969
20.26184 9.164546
0.1312 0.6459
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.011354 0.002111
14.37649 2.659969
15.89210 9.164546
0.0852 0.6459
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
114
(c) Uji Kointegrasi antara DJIUK dengan JII Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJIUK dengan JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara pergerakan DJIUK dan JII tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.37. Hasil Uji Kointegrasi atas DJIUK dengan JII Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: JII DJIUK Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.008702 0.002023
13.54313 2.547526
20.26184 9.164546
0.3221 0.6681
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.008702 0.002023
10.99560 2.547526
15.89210 9.164546
0.2521 0.6681
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
115
(d) Uji Kointegrasi antara DJICA dengan JII Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJICA dengan JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara pergerakan DJICA dan JII tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.38. Hasil Uji Kointegrasi atas DJICA dengan JII Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: JII DJICA Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.012699 0.004569
21.85604 5.765967
25.87211 12.51798
0.1459 0.4906
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.012699 0.004569
16.09007 5.765967
19.38704 12.51798
0.1414 0.4906
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
116
(e) Uji Kointegrasi antara IMUS dengan JII Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara IMUS dengan JII, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara pergerakan IMUS dan JII tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.39. Hasil Uji Kointegrasi atas IMUS dengan JII Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: JII IMUS Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.005670 0.003110
11.07167 3.918818
20.26184 9.164546
0.5352 0.4243
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.005670 0.003110
7.152852 3.918818
15.89210 9.164546
0.6509 0.4243
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
117
2) Uji Kointegrasi Indeks Bursa Saham Konvensional (a) Uji Kointegrasi antara KLSE dengan IHSG Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara KLSE dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan adanya 1 rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara pergerakan KLSE dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VECM. Tabel 4.40. Hasil Uji Kointegrasi atas KLSE dengan IHSG Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: IHSG KLSE Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.018107 0.004028
28.08708 5.081034
25.87211 12.51798
0.0261 0.5848
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.018107 0.004028
23.00605 5.081034
19.38704 12.51798
0.0142 0.5848
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah 118
(b) Uji Kointegrasi antara NIKKEI 225 dengan IHSG Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara NIKKEI 225 dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5%
yang
ditunjukkan
oleh
tanda
asentrik
(*).
Hal
ini
mengindikasikan bahwa di antara pergerakan NIKKEI 225 dengan IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.41. Hasil Uji Kointegrasi atas NIKKEI 225 dengan IHSG Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: IHSG NIKKEI Lags interval (in first differences): 1 to 6 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.008232 0.003348
14.60558 4.215214
20.26184 9.164546
0.2499 0.3810
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.008232 0.003348
10.39036 4.215214
15.89210 9.164546
0.3001 0.3810
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah 119
(c) Uji Kointegrasi antara FTSE 100 dengan IHSG Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara FTSE 100 dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5%
yang
ditunjukkan
oleh
tanda
asentrik
(*).
Hal
ini
mengindikasikan bahwa di antara pergerakan FTSE 100 dengan IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.42. Hasil Uji Kointegrasi atas FTSE 100 dengan IHSG Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: IHSG FTSE Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.007127 0.001750
11.20066 2.203101
20.26184 9.164546
0.5229 0.7370
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.007127 0.001750
8.997560 2.203101
15.89210 9.164546
0.4341 0.7370
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah 120
(d) Uji Kointegrasi antara S&P TSX dengan IHSG Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara S&P TSX dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5%
yang
ditunjukkan
oleh
tanda
asentrik
(*).
Hal
ini
mengindikasikan bahwa di antara pergerakan S&P TSX dengan IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.43. Hasil Uji Kointegrasi atas S&P TSX dengan IHSG Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: IHSG S_P_TSX Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.005236 0.001815
8.889417 2.285638
20.26184 9.164546
0.7466 0.7204
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.005236 0.001815
6.603779 2.285638
15.89210 9.164546
0.7176 0.7204
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah 121
(e) Uji Kointegrasi antara DJIA dengan IHSG Berdasarkan tabel hasil uji kointegrasi antara DJIA dengan IHSG, nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic menunjukkan tidak adanya rank kointegrasi yang signifikan pada α = 5% yang ditunjukkan oleh tanda asentrik (*). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara pergerakan DJIA dengan IHSG tidak memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Dengan demikian, analisis selanjutnya akan menggunakan model VAR in difference. Tabel 4.44. Hasil Uji Kointegrasi atas DJIA dengan IHSG Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: IHSG DJIA Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.007991 0.003677
14.73875 4.637947
20.26184 9.164546
0.2417 0.3255
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.007991 0.003677
10.10081 4.637947
15.89210 9.164546
0.3253 0.3255
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
122
f. Uji Stabilitas VAR / VECM Stabilitas VAR / VECM perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh karena jika hasil estimasi VAR (tidak ada kointegrasi) atau VECM (ada kointegrasi) menunjukkan tidak stabil, maka Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) menjadi tidak valid. Model VAR / VECM dikatakan stabil jika semua akar dari fungsi polynominal atau yang dikenal dengan roots of characteristic polynomial berada di dalam unit circle. 1) Uji Stabilitas VAR / VECM Indeks Bursa Saham Syariah (a) Uji Stabilitas VECM antara FBMS dengan JII Dari hasil uji stabilitas VECM antara FBMS dengan JII pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.13. Hasil Uji Stabilitas VECM atas FBMS dengan JII Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah 123
(b) Uji Stabilitas VAR antara DJIJP dengan JII Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJIJP dengan JII pada pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.14. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIJP dengan JII Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah (c) Uji Stabilitas VAR antara DJIUK dengan JII Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJIUK dengan JII pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
124
Gambar 4.15. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIUK dengan JII Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah (d) Uji Stabilitas VAR antara DJICA dengan JII Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJICA dengan JII pada pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.16. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJICA dengan JII Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah 125
(e) Uji Stabilitas VAR antara IMUS dengan JII Dari hasil uji stabilitas VAR antara IMUS dengan JII pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.17. Hasil Uji Stabilitas VAR atas IMUS dengan JII Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah 2) Uji Stabilitas VAR / VECM Indeks Bursa Saham Konvensional (a) Uji Stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG Dari hasil uji stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG pada pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
126
Gambar 4.18. Hasil Uji Stabilitas VECM atas KLSE dengan IHSG Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah (b) Uji Stabilitas VAR antara NIKKEI 225 dengan IHSG Dari hasil uji stabilitas VAR antara NIKKEI 225 dengan IHSG pada pilihan lag optimal 6, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.19. Hasil Uji Stabilitas VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah 127
(c) Uji Stabilitas VAR antara FTSE 100 dengan IHSG Dari hasil uji stabilitas VAR antara FTSE 100 dengan IHSG pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.20. Hasil Uji Stabilitas VAR atas FTSE 100 dengan IHSG Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah (d) Uji Stabilitas VAR antara S&P TSX dengan IHSG Dari hasil uji stabilitas VAR antara S&P TSX dengan IHSG pada pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan.
128
Gambar 4.21. Hasil Uji Stabilitas VAR atas S&P TSX dengan IHSG Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah (e) Uji Stabilitas VAR antara DJIA dengan IHSG Dari hasil uji stabilitas VAR antara DJIA dengan IHSG pada pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VAR sudah stabil pada lag optimalnya sehingga dapat digunakan. Gambar 4.22. Hasil Uji Stabilitas VAR atas DJIA dengan IHSG Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Sumber: data diolah 129
g. Estimasi VAR / VECM Pada tahap pertama sebelum model VAR dirumuskan adalah pemeriksaan terhadap apakah data tersebut stasioner atau tidak. Jika data stasioner, maka model VAR langsung bisa dirumuskan dan diestimasi. Jika data tidak stasioner, sebagaimana dijelaskan ada dua kemungkinan model yang bisa digunakan, yaitu (1) melakukan differencing terhadap data sehingga data menjadi stasioner dan modelnya menjadi VAR in difference atau (2) tidak melakukan differencing tetapi merestriksi VAR dengan persamaan kointegrasi sehingga modelnya menjadi model VECM. Penentuan signifikasi hasil estimasi VAR / VECM adalah dengan membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi secara mutlak, yaitu apabila variabel X memiliki nilai t-statistik yang lebih besar dari 2 atau 1.96 maka variabel X memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y, dan sebaliknya. 1) Estimasi VAR / VECM Indeks Bursa Saham Syariah (a) Estimasi VECM antara FBMS dengan JII Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FBMS dengan JII dan
hasilnya
terbukti
adanya
hubungan
kointegrasi,
maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan jangka pendek.
130
Tabel 4.45. Hasil Estimasi VECM atas FBMS dengan JII Cointegrating Eq:
CointEq1
JII(-1)
1.000000
FBMS(-1)
-0.229910 [-5.42489]*
@TREND(1)
0.991883 [ 4.66877]
C
1104.465
Error Correction:
D(JII)
D(FBMS)
CointEq1
0.000864 [ 0.67439]
0.057822 [ 4.62543]*
D(JII(-1))
-0.041329 [-1.34801]
0.717880 [ 2.39964]*
D(JII(-2))
-0.120108 [-3.91892]*
-0.004407 [-0.01474]
D(JII(-3))
-0.118405 [-3.87481]*
0.357171 [ 1.19786]
D(JII(-4))
-0.051787 [-1.69197]
0.622176 [ 2.08323]*
D(JII(-5))
-0.069328 [-2.26730]*
-0.141242 [-0.47339]
D(FBMS(-1))
0.013328 [ 4.27703]*
-0.001623 [-0.05339]
D(FBMS(-2))
0.011374 [ 3.63048]*
0.042776 [ 1.39933]
D(FBMS(-3))
0.004495 [ 1.43615]
0.031978 [ 1.04714]
D(FBMS(-4))
0.000521 [ 0.16698]
-0.044441 [-1.45854]
D(FBMS(-5))
0.001490 [ 0.47904]
-0.001943 [-0.06402]
C
0.067103 [ 0.28200]
1.820445 [ 0.78405]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
131
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara FBMS dengan JII, menunjukkan terdapat dua persamaan VECM yang memuat persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini dua persamaan VECM yang terbentuk sekaligus penjelasannya. D(JII)
= 0.000864 (JII(-1) – 0.2299101*FBMS(-1) + 1104.465) –
–
0.120108*D(JII(-2))
–
0.051787D(JII(-4))
–
0.013328*D(FBMS(-1))
+
+
+
0.041329D(JII(-1)) –
0.118405*D(JII(-3)) 0.069328*D(JII(-5))
+
0.011374*D(FBMS(-2)) 0.00052D(FBMS(-4))
+
0.004495D(FBMS(-3)) 0.001490D(FBMS(-5))
+
0.067103 D(FBMS) = 0.057822* (JII(-1) – 0.2299101*FBMS(-1) + 1104.465) +
–
0.717880*D(JII(-1))
0.357171D(JII(-3)) 0.141242D(JII(-5))
+ –
0.004407D(JII(-2))
+
0.622176*D(JII(-4))
–
0.001623D(FBMS(-1))
+
0.042776D(FBMS(-2))
+
0.031978D(FBMS(-3))
–
0.044441D(FBMS(-4))
–
0.001943D(FBMS(-5))
+
1.820445 Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa FBMS (-0.2299101) 132
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa bursa saham syariah tersebut berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan bursa saham syariah di Indonesia. Selain itu, koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk FBMS sebesar 0.05782 juga dinilai signifikan secara statistik, artinya pada saat terjadi disequilibrium dalam jangka pendek terhadap keseimbangan jangka panjang, maka FBMS
akan
menyesuaikan
secara
positif
sebesar
0.05782.
Sebaliknya, koefisien speed of adjustment pada JII sebesar 0.00086 dinilai
tidak
signifikan
sehingga
mengindikasikan
bahwa
cointegrating vector tidak berkontribusi terhadap bursa saham syariah tersebut dalam hubungan keseimbangan jangka panjangnya, meskipun JII memiliki kontribusi penting pada cointegrating vector. Selanjutnya, pada persamaan pertama di atas, variabel FBMS memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII baik pada 1 maupun 2 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2, 3 dan 5 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel JII memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan FBMS pada 1 dan 4 hari sebelumnya, sedangkan FBMS sendiri sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
133
(b) Estimasi VAR antara DJIJP dengan JII Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIJP dengan JII dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Tabel 4.46. Hasil Estimasi VAR atas DJIJP dengan JII D(JII)
D(DJIJP)
D(JII(-1))
0.017349 [ 0.58069]
0.233360 [ 4.15464]*
D(JII(-2))
-0.082636 [-2.77084]*
-0.078009 [-1.39127]
D(JII(-3))
-0.119796 [-4.01545]*
-0.012981 [-0.23144]
D(JII(-4))
-0.040219 [-1.34604]
-0.062906 [-1.11981]
D(DJIJP(-1))
0.014984 [ 0.94213]
-0.232468 [-7.77436]*
D(DJIJP(-2))
0.033116 [ 2.02361]*
-0.099400 [-3.23073]*
D(DJIJP(-3))
0.060877 [ 3.71780]*
0.040911 [ 1.32890]
D(DJIJP(-4))
0.013516 [ 0.84845]
-0.001337 [-0.04466]
C
0.088852 [ 0.36998]
-0.020951 [-0.04640]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
134
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(JII)
=
–
0.017349D(JII(-1))
0.082636*D(JII(-2))
–
0.119796*D(JII(-3))
–
0.040219D(JII(-4))
+
0.014984D(DJIJP(-1))
+
0.033116*D(DJIJP(-2))
+
0.013516D(DJIJP(-4))
+
0.078009D(JII(-2))
–
0.060877*D(DJIJP(-3))
+
0.088852 D(DJIJP) =
–
0.233360*D(JII(-1))
0.012981D(JII(-3))
–
0.062906D(JII(-4))
–
0.232468*D(DJIJP(-1))
–
0.099400*D(DJIJP(-2))
+
0.040911D(DJIJP(-3))
–
0.001337D(DJIJP(-4))
–
0.020951 Pada persamaan pertama di atas, variabel DJIJP memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII pada 2 dan 3 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2 dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel JII memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan DJIJP hanya pada 1 hari sebelumnya, sedangkan DJIJP sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 dan 2 hari sebelumnya.
135
(c) Estimasi VAR antara DJIUK dengan JII Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIUK dengan JII dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Tabel 4.47. Hasil Estimasi VAR atas DJIUK dengan JII D(JII)
D(DJIUK)
D(JII(-1))
-0.062455 [-2.10850]*
-0.214996 [-1.68399]
D(JII(-2))
-0.102742 [-3.47757]*
-0.063972 [-0.50237]
D(JII(-3))
-0.106395 [-3.60314]*
-0.062030 [-0.48738]
D(JII(-4))
-0.046378 [-1.58069]
0.003796 [ 0.03002]
D(JII(-5))
-0.033727 [-1.17527]
0.085381 [ 0.69029]
D(DJIUK(-1))
0.047833 [ 6.94069]*
-0.016208 [-0.54565]
D(DJIUK(-2))
0.031185 [ 4.42394]*
-0.044014 [-1.44864]
D(DJIUK(-3))
0.016586 [ 2.33078]*
-0.003259 [-0.10624]
D(DJIUK(-4))
0.020203 [ 2.84655]*
0.009636 [ 0.31501]
D(DJIUK(-5))
-0.005738 [-0.81140]
-0.028302 [-0.92855]
C
0.127349 [ 0.54377]
-0.016660 [-0.01650]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah 136
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(JII)
=
–0.062455*D(JII(-1)) –
0.106395*D(JII(-3)) 0.033727D(JII(-5))
–
+
–
0.102742*D(JII(-2))
–
0.046378D(JII(-4)) 0.047833*D(DJIUK(-1))
+
0.031185*D(DJIUK(-2)) + 0.016586*D(DJIUK(-3)) + 0.020203*D(DJIUK(-4)) – 0.005738D(DJIUK(-5)) + 0.127349 D(DJIUK) =
–0.214996D(JII(-1)) +
0.062030D(JII(-3)) 0.085381D(JII(-5))
–
–
0.063972D(JII(-2))
+
0.003796D(JII(-4))
–
–
0.016208D(DJIUK(-1))
0.044014D(DJIUK(-2))
–
0.003259D(DJIUK(-3))
+
0.009636D(DJIUK(-4))
–
0.028302D(DJIUK(-5))
–
0.016660 Pada
persamaan
pertama
di
atas,
variabel
DJIUK
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII pada 1, 2, 3, dan 4 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, baik variabel JII maupun variabel DJIUK sendiri sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan DJIUK.
137
(d) Estimasi VAR antara DJICA dengan JII Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJICA dengan JII dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Tabel 4.48. Hasil Estimasi VAR atas DJICA dengan JII D(JII)
D(DJICA)
D(JII(-1))
-0.067225 [-2.32612]*
-0.370066 [-2.32531]*
D(JII(-2))
-0.086961 [-3.01493]*
0.069080 [ 0.43491]
D(JII(-3))
-0.103309 [-3.60098]*
-0.028230 [-0.17869]
D(JII(-4))
-0.047608 [-1.70646]
0.030265 [ 0.19700]
D(DJICA(-1))
0.050618 [ 9.61978]*
0.121430 [ 4.19070]*
D(DJICA(-2))
0.021226 [ 3.88873]*
-0.048595 [-1.61671]
D(DJICA(-3))
0.009191 [ 1.67673]
-0.011917 [-0.39476]
D(DJICA(-4))
0.011209 [ 2.04532]*
-0.011366 [-0.37660]
C
0.141244 [ 0.61083]
-0.460706 [-0.36181]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah
138
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(JII)
=
–0.067225*D(JII(-1))
–
0.086961*D(JII(-2))
–
0.103309*D(JII(-3))
0.047608D(JII(-4))
–
+
0.050618*D(DJICA(-1)) + 0.021226*D(DJICA(-2)) + 0.009191D(DJICA(-3))
+
0.011209D(DJICA(-4))
+
+
–
0.141244 D(DJICA) =
–0.370066*D(JII(-1))
0.028230D(JII(-3))
+
0.069080D(JII(-2)) 0.030265D(JII(-4))
+
0.121430*D(DJICA(-1)) – 0.048595D(DJICA(-2)) – 0.011917D(DJICA(-3))
–
0.011366D(DJICA(-4))
–
0.460706 Pada
persamaan
pertama
di
atas,
variabel
DJICA
memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII pada lag 1, 2, dan 4 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada lag 1, 2, dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel JII memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan DJICA hanya pada lag 1 hari sebelumnya, sedangkan DJICA sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara positif juga hanya pada lag 1 hari sebelumnya. 139
(e) Estimasi VAR antara IMUS dengan JII Setelah dilakukan uji kointegrasi antara IMUS dengan JII dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Tabel 4.49. Hasil Estimasi VAR atas IMUS dengan JII D(JII)
D(IMUS)
D(JII(-1))
-0.065195 [-2.26968]*
-0.174148 [-1.64766]
D(JII(-2))
-0.089990 [-3.13866]*
0.096091 [ 0.91081]
D(JII(-3))
-0.114984 [-4.01875]*
-0.156680 [-1.48822]
D(JII(-4))
-0.033807 [-1.18765]
0.086927 [ 0.82993]
D(JII(-5))
-0.049670 [-1.81497]
-0.020836 [-0.20692]
D(IMUS(-1))
0.078375 [ 9.99719]*
-0.063755 [-2.21012]*
D(IMUS(-2))
0.040083 [ 4.89139]*
-0.022348 [-0.74116]
D(IMUS(-3))
0.023963 [ 2.90033]*
-0.026658 [-0.87686]
D(IMUS(-4))
0.017604 [ 2.13008]*
-0.021620 [-0.71096]
D(IMUS(-5))
0.004631 [ 0.56624]
0.008773 [ 0.29150]
C
-0.016748 [-0.07265]
0.961114 [ 1.13313]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah 140
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(JII)
=
–0.065195*D(JII(-1)) –
0.114984*D(JII(-3)) 0.049670D(JII(-5))
–
0.089990*D(JII(-2)) 0.033807D(JII(-4))
+
0.078375*D(IMUS(-1))
– –
+
0.040083*D(IMUS(-2)) + 0.023963*D(IMUS(-3)) + 0.017604*D(IMUS(-4))
+
0.004631D(IMUS(-5))
–
0.016748 D(IMUS) =
–0.174148D(JII(-1)) +
0.156680D(JII(-3)) 0.020836D(JII(-5))
+
0.096091D(JII(-2)) 0.086927D(JII(-4))
–
0.063755*D(IMUS(-1))
– – –
0.022348D(IMUS(-2))
–
0.026658D(IMUS(-3))
–
0.021620D(IMUS(-4))
+
0.008773D(IMUS(-5))
–
0.961114 Pada persamaan pertama di atas, variabel IMUS memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JII pada 1, 2, 3, dan 4 hari sebelumnya, sedangkan JII sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel JII sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan IMUS, sedangkan IMUS sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada lag 1 hari sebelumnya. 141
2) Estimasi VAR / VECM Indeks Bursa Saham Konvensional a) Estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG Tabel 4.50. Hasil Estimasi VECM atas KLSE dengan IHSG Cointegrating Eq:
CointEq1
IHSG(-1)
1.000000
KLSE(-1)
54.30455 [ 3.91945]*
@TREND(1)
-48.60464 [-4.87235]
C
-48935.83
Error Correction:
D(IHSG)
D(KLSE)
CointEq1
-0.000350 [-2.06462]*
-0.000183 [-4.74961]*
D(IHSG(-1))
0.096109 [ 2.83850]*
0.046963 [ 6.09194]*
D(IHSG(-2))
0.000857 [ 0.02509]
0.009420 [ 1.21086]
D(IHSG(-3))
-0.100955 [-2.96418]*
-0.003048 [-0.39306]
D(IHSG(-4))
-0.025334 [-0.74206]
0.004037 [ 0.51930]
D(KLSE(-1))
-0.308748 [-2.08513]*
-0.087712 [-2.60175]*
D(KLSE(-2))
-0.076200 [-0.51460]
0.024240 [ 0.71900]
D(KLSE(-3))
0.188752 [ 1.28100]
0.073887 [ 2.20244]*
D(KLSE(-4))
-0.108247 [-0.74113]
-0.035502 [-1.06758]
C
1.353619 [ 0.97826]
0.235895 [ 0.74878]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah 142
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FBMS dengan JII dan
hasilnya
terbukti
adanya
hubungan
kointegrasi,
maka
selanjutnya akan dilakukan estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan jangka pendek. Berdasarkan hasil estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG, menunjukkan terdapat dua persamaan VECM yang memuat persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini dua persamaan VECM yang terbentuk sekaligus penjelasannya. D(IHSG) = –0.000350* (D(IHSG) + 54.30455*D(KLSE) – 48935.83)
+
0.096109*D(IHSG(-1))
+
0.000857D(IHSG(-2))
–
0.100955*D(IHSG(-3))
–
0.025334D(IHSG(-4))
–
0.308748*D(KLSE(-1))
–
0.076200D(KLSE(-2))
+
0.188752D(KLSE(-3))
–
0.108247D(KLSE(-4)) + 1.353619 D(KLSE) = –0.000183* (D(IHSG) + 54.30455*D(KLSE) – 48935.83)
+
0.046963*D(IHSG(-1))
+
0.009420D(IHSG(-2))
–
0.003048D(IHSG(-3))
+
0.004037D(IHSG(-4))
–
0.087712*D(KLSE(-1))
+
0.024240D(KLSE(-2))
+
0.073887*D(KLSE(-3))
–
0.035502D(KLSE(-4)) + 0.235895
143
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa KLSE (54.30455) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa bursa saham konvensional tersebut berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan bursa saham konvensional di Indonesia. Selain itu, koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk KLSE sebesar –0.000183 juga dinilai signifikan secara statistik, artinya pada saat terjadi disequilibrium dalam jangka pendek terhadap keseimbangan jangka panjang, maka KLSE akan menyesuaikan secara negatif sebesar 0.000183. Begitu pula dengan koefisien speed of adjustment pada IHSG sebesar – 0.000350 dinilai signifikan signifikan secara statistik, artinya pada saat
terjadi
disequilibrium
dalam
jangka
pendek
terhadap
keseimbangan jangka panjang, maka IHSG akan menyesuaikan secara negatif sebesar 0.000350. Selanjutnya, pada persamaan pertama di atas, variabel KLSE hanya memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG hanya pada 1 hari sebelumnya, sedangkan IHSG sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 dan 3 hari sebelumnya. Sementara itu, sebaliknya pada persamaan kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan KLSE hanya pada 1 hari sebelumnya,
144
sedangkan KLSE sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari sebelumnya dan pengaruh yang signifikan secara positif pada 3 hari sebelumnya. b) Estimasi VAR antara NIKKEI 225 dengan IHSG Tabel 4.51. Hasil Estimasi VAR atas NIKKEI 225 dengan IHSG D(IHSG)
D(NIKKEI)
D(IHSG(-1))
0.101186 [ 3.18509]*
0.312936 [ 2.39089]*
D(IHSG(-2))
-0.034856 [-1.09894]
-0.015517 [-0.11875]
D(IHSG(-3))
-0.114671 [-3.61399]*
0.092940 [ 0.71095]
D(IHSG(-4))
-0.041922 [-1.32047]
-0.311702 [-2.38302]*
D(IHSG(-5))
-0.079925 [-2.51357]*
0.109169 [ 0.83332]
D(IHSG(-6))
0.005918 [ 0.18575]
-0.132172 [-1.00689]
D(NIKKEI(-1))
-0.026351 [-3.41964]*
-0.108170 [-3.40722]*
D(NIKKEI(-2))
0.009975 [ 1.28751]
-0.006830 [-0.21399]
D(NIKKEI(-3))
0.017049 [ 2.21057]*
0.028780 [ 0.90576]
D(NIKKEI(-4))
0.009348 [ 1.21262]
0.001948 [ 0.06133]
D(NIKKEI(-5))
0.015981 [ 2.06963]*
-0.007881 [-0.24771]
D(NIKKEI(-6))
0.004388 [ 0.56867]
0.024886 [ 0.78282]
C
1.465302 [ 1.06591]
2.082587 [ 0.36770]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah 145
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara NIKKEI 225 dengan IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(IHSG)
= 0.101186*D(IHSG(-1)) – 0.034856D(IHSG(-2)) – 0.114671*D(IHSG(-3))
–
0.041922D(IHSG(-4))
–
0.079925*D(IHSG(-5))
+
0.005918D(IHSG(-6))
–
0.026351*D(NIKKEI(-1)) + 0.009975D(NIKKEI(-2)) + 0.017049*D(NIKKEI(-3)) + 0.009348D(NIKKEI(-4)) + 0.015981*D(NIKKEI(-5)) + 0.004388D(NIKKEI(-6)) + 1.465302 D(NIKKEI) = 0.312936*D(IHSG(-1)) – 0.015517D(IHSG(-2)) + 0.092940D(IHSG(-3)) –
0.311702*D(IHSG(-4))
+
–
0.132172D(IHSG(-6))
–
0.109169D(IHSG(-5))
0.108170*D(NIKKEI(-1)) + 0.006830D(NIKKEI(-2)) + 0.028780D(NIKKEI(-3)) + 0.001948D(NIKKEI(-4)) – 0.007881D(NIKKEI(-5)) + 0.024886D(NIKKEI(-6)) + 2.082587 146
Pada
persamaan
pertama
di
atas,
variabel
NIKKEI
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari sebelumnya dan secara positif pada 3 dan 5 hari sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sama halnya dengan IHSG sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari sebelumnya dan secara positif pada 3 dan 5 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 1 hari sebelumnya dan secara negatif pada 4 hari sebelumnya terhadap pergerakan NIKKEI, sedangkan NIKKEI sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 1 hari sebelumnya. c) Estimasi VAR antara FTSE 100 dengan IHSG Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FTSE 100 dengan IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja.
147
Tabel 4.52. Hasil Estimasi VAR atas FTSE 100 dengan IHSG D(IHSG)
D(FTSE)
D(IHSG(-1))
-0.033103 [-1.08503]
-0.020675 [-0.43779]
D(IHSG(-2))
-0.036484 [-1.19731]
0.009919 [ 0.21029]
D(IHSG(-3))
-0.119513 [-3.95041]*
-0.023077 [-0.49275]
D(IHSG(-4))
-0.056772 [-1.86642]
-0.082456 [-1.75115]
D(IHSG(-5))
-0.023038 [-0.77399]
0.014429 [ 0.31317]
D(FTSE(-1))
0.135321 [ 6.86154]*
-0.003108 [-0.10181]
D(FTSE(-2))
0.020979 [ 1.04252]
-0.059873 [-1.92204]
D(FTSE(-3))
0.055682 [ 2.76765]*
-0.032363 [-1.03915]
D(FTSE(-4))
0.043181 [ 2.14164]*
0.042879 [ 1.37380]
D(FTSE(-5))
-0.016444 [-0.81760]
-0.052747 [-1.69415]
C
1.545743 [ 1.13949]
0.767631 [ 0.36556]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas.
148
D(IHSG) = –0.033103D(IHSG(-1)) – 0.036484D(IHSG(-2)) – 0.119513*D(IHSG(-3))
–
0.056772D(IHSG(-4))
–
0.023038D(IHSG(-5))
+
0.135321*D(FTSE(-1))
+
0.020979D(FTSE(-2))
+
0.055682*D(FTSE(-3))
+
0.043181*D(FTSE(-4)) – 0.016444 D(FTSE(-5))
+
1.545743 D(FTSE) = –0.020675D(IHSG(-1)) + 0.009919D(IHSG(-2)) – 0.023077D(IHSG(-3))
–
0.082456D(IHSG(-4))
+
0.014429D(IHSG(-5))
–
0.003108D(FTSE(-1))
–
0.059873D(FTSE(-2))
–
0.032363D(FTSE(-3))
+
0.042879D(FTSE(-4))
–
0.052747D(FTSE(-5))
+
0.767631 Pada persamaan pertama di atas, variabel FTSE memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 1, 3, dan 4 hari sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sedangkan IHSG sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, baik variabel IHSG maupun variabel FTSE sendiri sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan FTSE.
149
d) Estimasi VAR antara S&P TSX dengan IHSG Setelah dilakukan uji kointegrasi antara S&P TSX dengan IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Tabel 4.53. Hasil Estimasi VAR atas S&P TSX dengan IHSG D(IHSG)
D(S_P_TSX)
D(IHSG(-1))
-0.035167 [-1.19883]
-0.002798 [-0.02840]
D(IHSG(-2))
-0.039106 [-1.33574]
-0.052722 [-0.53617]
D(IHSG(-3))
-0.098255 [-3.37577]*
-0.007294 [-0.07462]
D(IHSG(-4))
-0.052182 [-1.78507]
-0.133653 [-1.36129]
D(IHSG(-5))
-0.040421 [-1.44557]
-0.141248 [-1.50400]
D(S_P_TSX(-1))
0.094582 [ 10.8300]*
0.044337 [ 1.51155]
D(S_P_TSX(-2))
0.003773 [ 0.41362]
-0.075352 [-2.45977]*
D(S_P_TSX(-3))
0.023846 [ 2.61026]*
-0.025850 [-0.84249]
D(S_P_TSX(-4))
0.007980 [ 0.87438]
-0.057563 [-1.87801]
D(S_P_TSX(-5))
0.011009 [ 1.20519]
0.066436 [ 2.16537]*
C
1.628260 [ 1.22951]
0.776689 [ 0.17462]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah 150
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(IHSG) = –0.035167D(IHSG(-1)) – 0.039106D(IHSG(-2)) – 0.098255*D(IHSG(-3)) 0.040421D(IHSG(-5))
–
0.052182D(IHSG(-4))
–
+ 0.094582*D(SPTSX(-1))
+
0.003773D(SPTSX(-2)) + 0.023846*D(SPTSX(-3)) + 0.007980*D(SPTSX(-4)) – 0.011009D(SPTSX(-5)) + 1.628260 D(SPTSX) = –0.002798D(IHSG(-1)) – 0.052722D(IHSG(-2)) – 0.007294D(IHSG(-3))
–
0.133653D(IHSG(-4))
–
0.141248D(IHSG(-5))
+
0.044337D(SPTSX(-1))
–
0.075352*D(SPTSX(-2)) – 0.025850D(SPTSX(-3)) – 0.057563D(SPTSX(-4)) + 0.066436*D(SPTSX(-5)) + 0.776689 Pada persamaan pertama di atas, variabel S&P TSX memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 1 dan 3 hari sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sedangkan IHSG sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel IHSG sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan S&P TSX, sedangkan S&P TSX sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2 151
hari sebelumnya dan memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 5 hari sebelumnya. e) Estimasi VAR antara DJIA dengan IHSG Setelah dilakukan uji kointegrasi antara S&P TSX dengan IHSG dan hasilnya terbukti tidak adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya akan dilakukan estimasi VAR in difference. Estimasi VAR in difference dilakukan untuk melihat analisis jangka pendeknya saja. Tabel 4.54. Hasil Estimasi VAR atas DJIA dengan IHSG D(IHSG)
D(DJIA)
D(IHSG(-1))
-0.015930 [-0.54939]
0.010903 [ 0.11729]
D(IHSG(-2))
-0.042092 [-1.46284]
-0.028251 [-0.30625]
D(IHSG(-3))
-0.106647 [-3.70502]*
-0.099378 [-1.07691]
D(IHSG(-4))
-0.039686 [-1.45847]
-0.117837 [-1.35078]
D(DJIA(-1))
0.105160 [ 11.6051]*
-0.110509 [-3.80400]*
D(DJIA(-2))
0.013498 [ 1.39354]
-0.029801 [-0.95966]
D(DJIA(-3))
0.031029 [ 3.20882]*
-0.006176 [-0.19923]
D(DJIA(-4))
0.013630 [ 1.42808]
0.001707 [ 0.05580]
C
0.988879 [ 0.75191]
3.874552 [ 0.91894]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan variabel signifikan pada α = 5%
Sumber: data diolah 152
Berikut ini adalah dua persamaan yang terbentuk dalam hasil estimasi VAR in difference di atas. D(IHSG) = –0.015930D(IHSG(-1)) – 0.042092D(IHSG(-2)) – 0.106647*D(IHSG(-3))
–
0.039686D(IHSG(-4))
+
0.105160*D(DJIA(-1))
+
0.013498D(DJIA(-2))
+
0.031029*D(DJIA(-3))
+
0.013630D(DJIA(-4))
+
0.988879 D(DJIA) =
0.010903D(IHSG(-1)) – 0.028251D(IHSG(-2)) –
0.099378D(IHSG(-3))
–
0.110509*D(DJIA(-1)) 0.006176D(DJIA(-3))
+ +
0.117837D(IHSG(-4))
–
0.029801D(DJIA(-2))
–
0.001707D(DJIA(-4))
+
3.874552 Pada persamaan pertama di atas, variabel DJIA memberikan pengaruh yang signifikan secara positif pada 1 dan 3 hari sebelumnya terhadap pergerakan IHSG, sedangkan IHSG sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 3 hari sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan kedua, variabel IHSG sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan DJIA, sedangkan DJIA sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hari sebelumnya.
153
h. Impulse Response Function (IRF) Perilaku dinamis dari model VAR / VECM dapat dilihat melalui respon dari setiap variabel terhadap kejutan dari variabel lainnya. Impulse Response Function (IRF) memberikan gambaran bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan pada satu variabel lainnya. Dengan demikian, lamanya pengaruh dari gangguan (shock) suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat. Dalam grafik IRF, sumbu horizontal merupakan periode waktu ke depan setelah terjadinya shock, sedangkan sumber vertikal adalah nilai respon. Secara mendasar dalam analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu variabel terhadap variabel lainnya yang dilihat dari grafik pada kuadran pertama dan ketiga saja karena kuadran kedua dan keempat menunjukkan respon dari masingmasing variabel itu sendiri. 1) Impulse Response Function (IRF) Indeks Bursa Saham Syariah (a) Impulse Response Function antara FBMS dengan JII Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara FBMS dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII merespon guncangan FBMS secara positif. Pada awal periode, respon JII mengalami kenaikan hingga periode keempat, namun kemudian cenderung mengalami penurunan pada periode kelima hingga periode terakhir.
154
Gambar 4.23. Impulse Response Function atas FBMS dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of JII to JII
Response of JII to FBMES
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of FBMES to JII
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of FBMES to FBMES
90
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah Selanjutnya, pada kuadran ketiga terlihat bahwa FBMS merespon guncangan JII juga secara positif. Pada periode pertama hingga periode keempat respon FBMS mengalami kenaikan dan mencapai kenaikan yang cukup signifikan pada periode kelima. Akan tetapi, setelah periode kelima cenderung mengalami penurunan pada periode keenam hingga periode terakhir. (b) Impulse Response Function antara DJIJP dengan JII Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIJP dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII mulai merespon guncangan DJIJP secara positif pada periode kedua dan terus mengalami kenaikan hingga periode keempat. Setelah itu, 155
respon JII mengalami penurunan dan kenaikan secara bergantian dalam posisi negatif
hingga periode kedelapan. Pada periode
kesembilan respon JII kembali positif dan mengalami kenaikan hingga akhir periode yang semakin mendekati titik nol. Gambar 4.24. Impulse Response Function atas DJIJP dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(JII) to D(JII)
Response of D(JII) to D(DJIJP)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
-2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(DJIJP) to D(JII)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(DJIJP) to D(DJIJP)
20
20
15
15
10
10
5
5
0
0
-5
-5 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJIJP merespon guncangan JII secara positif pada awal periode. Kemudian pada periode kedua, respon DJIJP mengalami kenaikan dan penurunan secara bergantian hingga periode kedelapan dan akhirnya terus mengalami penurunan hingga akhir periode. Secara keseluruhan grafik IRF antara DJIUK dengan JII menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJIUK maupun JII 156
akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. (c) Impulse Response Function antara DJIUK dengan JII Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIUK dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII mulai merespon guncangan DJIUK secara positif pada periode kedua. Akan tetapi, setelah periode kedua terus mengalami penurunan hingga periode keenam dan berangsur-angsur mulai mengalami kenaikan kembali secara positif hingga akhir periode. Gambar 4.25. Impulse Response Function atas DJIUK dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(JII) to D(JII)
Response of D(JII) to D(DJIUK)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
-2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(DJIUK) to D(JII)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(DJIUK) to D(DJIUK)
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah 157
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJIUK merespon guncangan JII cukup tinggi secara positif pada awal periode dan kemudian respon DJIUK mengalami penurunan setelahnya hingga periode ketiga. DJIUK mulai merespon kembali secara positif pada periode kelima hingga ketujuh dan mengalami penurunan kembali secara negatif hingga akhir periode. Secara keseluruhan grafik IRF antara DJIUK dengan JII menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJIUK maupun JII akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. (d) Impulse Response Function antara DJICA dengan JII Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJICA dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII merespon guncangan DJICA secara positif dan mengalami kenaikan pada periode kedua dan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga periode keenam. Kemudian, pada periode ketujuh mengalami kenaikan secara negatif dan akhirnya mulai kembali positif pada periode kedelapan hingga akhir periode.
158
Gambar 4.26. Impulse Response Function atas DJICA dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(JII) to D(JII)
Response of D(JII) to D(DJICA)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
-2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(DJICA) to D(JII)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(DJICA) to D(DJICA)
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJICA merespon guncangan JII cukup tinggi secara positif pada awal periode, namun mengalami penurunan secara negatif pada periode kedua. Setelah itu, respon DJICA mulai mengalami kenaikan kembali pada periode ketiga hingga periode kelima dan kemudian terus mengalami penurunan hingga akhir periode mendekati nol. Secara keseluruhan grafik IRF antara DJICA dengan JII menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJICA maupun JII akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat
159
convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. (e) Impulse Response Function antara IMUS dengan JII Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara IMUS dengan JII di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa JII mulai merespon guncangan IMUS secara positif pada periode kedua dan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga periode keenam. Kemudian, pada periode ketujuh mengalami kenaikan secara negatif dan akhirnya mulai kembali positif pada periode kesembilan hingga akhir periode. Gambar 4.27. Impulse Response Function atas IMUS dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(JII) to D(JII)
Response of D(JII) to D(IMUS)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
-2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(IMUS) to D(JII)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(IMUS) to D(IMUS)
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah 160
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa IMUS merespon guncangan JII mengalami penurunan dan kenaikan secara bergantian mulai dari awal periode hingga akhir periode mendekati nol. Secara keseluruhan grafik IRF antara IMUS dengan JII menunjukkan dampak respon yang diterima oleh IMUS maupun JII akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. 2) Impulse
Response
Function
(IRF)
Indeks
Bursa
Saham
Konvensional (a) Impulse Response Function antara KLSE dengan IHSG Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara KLSE dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa IHSG merespon guncangan KLSE secara negatif. Pada periode pertama hingga periode ketiga respon JII mengalami penurunan, kemudian cenderung mengalami kenaikan tetapi masih dalam kondisi negatif pada periode keempat. Setelah periode keempat, respon JII terus mengalami penurunan secara negatif sehingga respon IHSG selalu berada di bawah garis hingga akhir periode.
161
Gambar 4.28. Impulse Response Function atas KLSE dengan IHSG Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of IHSG to IHSG
Response of IHSG to KLSE
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of KLSE to IHSG
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of KLSE to KLSE
10
10
9
9
8
8
7
7
6
6 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa KLSE merespon guncangan IHSG secara positif dan terus mengalami kenaikan dari awal periode hingga periode ketujuh. Setelah itu, respon KLSE mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan hingga akhir periode. (b) Impulse Response Function antara NIKKEI 225 dengan IHSG Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara NIKKEI 225 dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa IHSG merespon guncangan NIKKEI 225 secara negatif mulai dari awal periode dan mengalami kenaikan pada periode ketiga. Kemudian, respon IHSG mengalami kenaikan dan 162
penurunan hingga periode keenam dan akhirnya terus mengalami penurunan hingga akhir periode. Gambar 4.29. Impulse Response Function atas NIKKEI 225 dengan IHSG Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(IHSG) to D(IHSG)
Response of D(IHSG) to D(NIKKEI)
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of D(NIKKEI) to D(IHSG)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(NIKKEI) to D(NIKKEI)
200
200
150
150
100
100
50
50
0
0
-50
-50 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber: data diolah Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa NIKKEI 225 merespon guncangan IHSG cukup tinggi pada awal periode. Kemudian, respon NIKKEI 225 mengalami penurunan dan kenaikan secara bergantian mulai dari awal periode hingga akhir periode. Secara keseluruhan grafik IRF antara NIKKEI 225 dengan IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh NIKKEI 225 maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode
163
adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. (c) Impulse Response Function antara FTSE 100 dengan IHSG Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara FTSE 100 dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa IHSG mulai merespon guncangan FTSE 100 cukup tinggi pada periode kedua dan kemudian mengalami kenaikan dan penurunan secara bergantian hingga periode kelima. Pada periode keenam, respon IHSG mengalami penurunan dan setelahnya berangsur-angsur mengalami kenaikan hingga akhir periode. Gambar 4.30. Impulse Response Function atas FTSE 100 dengan IHSG Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(IHSG) to D(IHSG)
Response of D(IHSG) to D(FTSE)
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(FTSE) to D(IHSG)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(FTSE) to D(FTSE)
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
-20
-20 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah 164
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa FTSE 100 merespon guncangan IHSG secara positif pada awal periode dan setelah itu, respon FTSE 100 terus mengalami penurunan secara negatif hingga periode kelima. Pada periode keenam, respon FTSE 100 mengalami kenaikan secara bertahap hingga akhir periode. Secara keseluruhan grafik IRF antara FTSE 100 dengan IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh FTSE 100 maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. (d) Impulse Response Function antara S&P TSX dengan IHSG Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara S&P TSX dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa IHSG mulai merespon guncangan S&P TSX secara positif pada periode kedua dan setelahnya mengalami penurunan dan kenaikan secara bergantian hingga periode ketujuh. Pada periode kedelapan dan kesembilan, respon IHSG mengalami penurunan secara negatif dan akhirnya kembali positif pada akhir periode. Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa S&P TSX merespon guncangan IHSG cukup tinggi secara positif pada awal periode. Kemudian, respon S&P TSX mengalami penurunan hingga periode ketiga. Pada periode keempat, respon S&P TSX mengalami 165
kenaikan dan penurunan secara negatif hingga periode ketujuh. Setelah periode ketujuh, S&P TSX merespon kembali secara positif hingga akhir periode. Gambar 4.31. Impulse Response Function atas S&P TSX dengan IHSG Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(IHSG) to D(IHSG)
Response of D(IHSG) to D(S_P_TSX)
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of D(S_P_TSX) to D(IHSG)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of D(S_P_TSX) to D(S_P_TSX)
160
160
120
120
80
80
40
40
0
0
-40
-40 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber: data diolah Secara keseluruhan grafik IRF antara S&P TSX dengan IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh S&P TSX maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol.
166
(e) Impulse Response Function antara DJIA dengan IHSG Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIA dengan IHSG di bawah ini, pada kuadran pertama terlihat bahwa IHSG mulai merespon guncangan DJIA secara positif pada periode kedua dan setelahnya mengalami penurunan pada periode ketiga. Pada periode keempat, respon IHSG mengalami kenaikan, namun tidak lama kembali mengalami penurunan dan kenaikan yang negatif secara bergantian pada periode kelima hingga periode kedelapan. Pada akhir periode, respon IHSG kembali mengalami kenaikan secara positif. Gambar 4.32. Impulse Response Function atas DJIA dengan IHSG Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(IHSG) to D(IHSG)
Response of D(IHSG) to D(DJIA)
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
-10
-10 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(DJIA) to D(IHSG)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(DJIA) to D(DJIA)
160
160
120
120
80
80
40
40
0
0
-40
-40 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber: data diolah 167
Sementara itu, pada kuadran ketiga terlihat bahwa DJIA merespon guncangan IHSG cukup tinggi secara positif pada awal periode. Setelah itu, respon DJIA mengalami penurunan secara negatif pada periode kedua dan kembali naik masih dalam kondisi negatif pada periode ketiga. Pada periode keempat, respon DJIA mengalami penurunan secara negatif hingga periode kelima. Setelah periode kelima, DJIA merespon kembali secara positif hingga periode kesembilan dan berakhir negatif pada akhir periode. Secara keseluruhan grafik IRF antara DJIA dengan IHSG menunjukkan dampak respon yang diterima oleh DJIA maupun IHSG akibat guncangan varibel lainnya selama 10 periode adalah bersifat convergence, yaitu pergerakannya yang semakin mendekati titik keseimbangan menuju titik nol. i. Variance Decomposition (VD) Langkah terakhir dalam analisis VAR / VECM adalah Variance Decomposition (VD). Langkah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock varibel lainnya pada periode saaat ini dan periode yang akan datang. Variance Decomposition akan memberikan informasi tentang pentingnya setiap perubahan (inovasi) yang terjadi yang akan berdampak terhadap variabel-variabel lain dalam suatu sistem. Prosedur VD yaitu dengan mengukur persentase kejutan-kejutan atas masing-masing variabel. 168
1) Variance Decomposition (VD) Indeks Bursa Saham Syariah (a) Variance Decomposition antara FBMS dengan JII Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara FBMS dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, FBMS mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JII sebesar 0.68%. Tabel 4.55. Variance Decomposition atas FBMS dengan JII Variance Decomposition of JII: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of FBMS: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
JII
FBMS
100.0000 99.31598 98.01862 96.94988 96.37270 95.98919 95.84604 95.79199 95.76166 95.73835
0.000000 0.684023 1.981377 3.050116 3.627297 4.010809 4.153956 4.208010 4.238336 4.261653
JII
FBMS
15.26411 18.07119 18.97937 20.06777 21.64796 22.38558 22.84729 23.19169 23.46247 23.71360
84.73589 81.92881 81.02063 79.93223 78.35204 77.61442 77.15271 76.80831 76.53753 76.28640
Cholesky Ordering: JII FBMS
Sumber: data diolah
169
Kemudian, kontribusi FBMS semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar 4.26%, sedangkan kontribusi JII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 95.74%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel FBMS. Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII mampu menjelaskan variabilitas FBMS sebesar 15.26% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar 23.71%. Hal ini berbeda dengan kontribusi FBMS itu sendiri yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 84.74% menjadi 76.29% pada akhir periode. (b) Variance Decomposition antara DJIJP dengan JII Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIJP dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJIJP mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JII sebesar 0.07%. Kemudian, kontribusi DJIJP semakin lama semakin meningkat, namun tidak terlalu besar hingga akhir periode sebesar 1.23%, sedangkan kontribusi JII sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 98.77%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel DJIJP. 170
Tabel 4.56. Variance Decomposition atas DJIJP dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJIJP): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(JII)
D(DJIJP)
100.0000 99.92916 99.64952 98.82571 98.82143 98.77883 98.77487 98.77464 98.77435 98.77410
0.000000 0.070837 0.350484 1.174294 1.178571 1.221171 1.225131 1.225363 1.225649 1.225899
D(JII)
D(DJIJP)
10.61729 10.32824 10.88006 10.83436 10.93346 10.93275 10.93784 10.93780 10.93780 10.93779
89.38271 89.67176 89.11994 89.16564 89.06654 89.06725 89.06216 89.06220 89.06220 89.06221
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIJP)
Sumber: data diolah Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII mampu menjelaskan variabilitas DJIJP sebesar 10.62% pada periode pertama dan setelahnya nilai ini mengalami penurunan sebesar 10.33%. Akan tetapi, setelah periode kedua, kontribusi JII terus meningkat hingga akhir periode sebesar 10.94%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIJP itu sendiri yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 89.38% menjadi 89.06% pada akhir periode. 171
(c) Variance Decomposition antara DJIUK dengan JII Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIUK dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJIUK mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JII sebesar 3.71%. Tabel 4.57. Variance Decomposition atas DJIUK dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJIUK): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(JII)
D(DJIUK)
100.0000 96.28533 95.14875 95.11721 94.98553 94.71967 94.66328 94.66279 94.65902 94.65829
0.000000 3.714674 4.851248 4.882793 5.014471 5.280330 5.336716 5.337210 5.340984 5.341714
D(JII)
D(DJIUK)
9.236809 9.506370 9.548542 9.554651 9.565331 9.574698 9.575483 9.575414 9.575819 9.575950
90.76319 90.49363 90.45146 90.44535 90.43467 90.42530 90.42452 90.42459 90.42418 90.42405
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIUK)
Sumber: data diolah
172
Kemudian, kontribusi DJIUK semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar 5.34%, sedangkan kontribusi JII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 94.66%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel DJIUK. Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII mampu menjelaskan variabilitas DJIUK sebesar 9.24% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar 9.58%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIUK itu sendiri yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 90.76% menjadi 90.42% pada akhir periode. (d) Variance Decomposition antara DJICA dengan JII Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJICA dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJICA mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JII sebesar 6.88%. Kemudian, kontribusi DJICA semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar 8.32%, sedangkan kontribusi JII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 91.68%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel DJICA. 173
Tabel 4.58. Variance Decomposition atas DJICA dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJICA): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(JII)
D(DJICA)
100.0000 93.11932 91.74361 91.78431 91.77698 91.69865 91.68572 91.68588 91.68470 91.68402
0.000000 6.880679 8.256389 8.215686 8.223021 8.301352 8.314276 8.314123 8.315302 8.315982
D(JII)
D(DJICA)
4.896860 4.981555 4.969389 4.965507 4.971641 4.972171 4.972272 4.972493 4.972524 4.972528
95.10314 95.01845 95.03061 95.03449 95.02836 95.02783 95.02773 95.02751 95.02748 95.02747
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJICA)
Sumber: data diolah Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII mampu menjelaskan variabilitas DJICA sebesar 4.90% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar 4.97%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJICA itu sendiri yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 95.10% menjadi 95.03% pada akhir periode.
174
(e) Variance Decomposition antara IMUS dengan JII Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara IMUS dengan JII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, IMUS mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JII sebesar 7.42%. Tabel 4.59. Variance Decomposition atas IMUS dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(IMUS): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(JII)
D(IMUS)
100.0000 92.58303 91.63618 91.59629 91.59906 91.54590 91.49735 91.49655 91.49593 91.49408
0.000000 7.416966 8.363819 8.403713 8.400944 8.454102 8.502655 8.503453 8.504065 8.505915
D(JII)
D(IMUS)
3.665325 3.989989 4.050936 4.237721 4.298874 4.298335 4.298975 4.299358 4.299367 4.299475
96.33468 96.01001 95.94906 95.76228 95.70113 95.70166 95.70102 95.70064 95.70063 95.70053
Cholesky Ordering: D(JII) D(IMUS)
Sumber: data diolah
175
Kemudian, kontribusi IMUS semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar 8.51%, sedangkan kontribusi JII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 91.49%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi JII lebih banyak dipengaruhi oleh JII itu sendiri daripada variabel IMUS. Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi JII mampu menjelaskan variabilitas IMUS sebesar 3.67% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat hingga akhir periode sebesar 4.30%. Hal ini berbeda dengan kontribusi IMUS itu sendiri yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 96.33% menjadi 95.70% pada akhir periode. 2) Variance Decomposition (VD) Indeks Bursa Saham Konvensional (a) Variance Decomposition antara KLSE dengan IHSG Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara KLSE dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, KLSE mulai memberikan kontribusinya yang relatif kecil terhadap variabilitas IHSG sebesar 0.18%. Kemudian, kontribusi KLSE semakin lama semakin menigkat namun nilainya masih tidak terlalu besar hingga akhir periode sebesar 0.50%, sedangkan kontribusi IHSG sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 99.50%. Hal ini menunjukkan 176
bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel KLSE. Tabel 4.60. Variance Decomposition atas KLSE dengan IHSG Variance Decomposition of IHSG: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of KLSE: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
IHSG
KLSE
100.0000 99.81796 99.67952 99.69307 99.64443 99.61434 99.58585 99.55517 99.52770 99.50048
0.000000 0.182039 0.320485 0.306928 0.355569 0.385663 0.414153 0.444827 0.472301 0.499524
IHSG
KLSE
30.83457 39.15572 42.86935 44.26143 45.27140 45.71904 45.99481 46.20877 46.36507 46.48923
69.16543 60.84428 57.13065 55.73857 54.72860 54.28096 54.00519 53.79123 53.63493 53.51077
Cholesky Ordering: IHSG KLSE
Sumber: data diolah Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG mampu menjelaskan variabilitas KLSE sebesar 30.83% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat cukup besar hingga akhir periode sebesar 46.49%. Hal ini berbeda dengan kontribusi KLSE itu sendiri yang menurun dari awal periode sebesar 69.17% menjadi 53.51% pada akhir periode. 177
(b) Variance Decomposition antara NIKKEI 225 dengan IHSG Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara NIKKEI 225 dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, NIKKEI 225 mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar 0.93%. Tabel 4.61. Variance Decomposition atas NIKKEI 225 dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(NIKKEI): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(IHSG)
D(NIKKEI)
100.0000 99.07274 98.93659 98.52114 98.36464 98.04920 98.03022 98.00944 97.99639 97.99376
0.000000 0.927264 1.063414 1.478860 1.635363 1.950801 1.969780 1.990556 2.003614 2.006244
D(IHSG)
D(NIKKEI)
20.37427 20.24435 20.24685 20.32407 20.86132 20.90771 20.94293 20.94506 20.94501 20.94814
79.62573 79.75565 79.75315 79.67593 79.13868 79.09229 79.05707 79.05494 79.05499 79.05186
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(NIKKEI)
Sumber: data diolah Kemudian, kontribusi NIKKEI 225 semakin lama semakin menigkat hingga akhir periode sebesar 2.01%, sedangkan kontribusi 178
IHSG sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 97.99%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel NIKKEI 225. Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG mampu menjelaskan variabilitas NIKKEI 225 sebesar 20.37% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat namun tidak terlalu besar hingga akhir periode sebesar 20.95%. Hal ini berbeda dengan kontribusi NIKKEI 225 itu sendiri yang menurun dari awal periode sebesar 79.63% menjadi 79.05% pada akhir periode. (c) Variance Decomposition antara FTSE 100 dengan IHSG Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara FTSE 100 dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, FTSE 100 mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar 3.62%. Kemudian, kontribusi FTSE 100 semakin lama semakin menigkat hingga akhir periode sebesar 4.24%, sedangkan kontribusi IHSG sendiri menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 95.76%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel FTSE 100.
179
Tabel 4.62. Variance Decomposition atas FTSE 100 dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(FTSE): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(IHSG)
D(FTSE)
100.0000 96.37511 96.32875 96.03125 95.96709 95.83982 95.76167 95.76022 95.76025 95.76016
0.000000 3.624893 3.671254 3.968751 4.032905 4.160178 4.238329 4.239778 4.239752 4.239835
D(IHSG)
D(FTSE)
14.10670 14.12470 14.10095 14.14479 14.22834 14.19414 14.19769 14.20120 14.20108 14.20147
85.89330 85.87530 85.89905 85.85521 85.77166 85.80586 85.80231 85.79880 85.79892 85.79853
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(FTSE)
Sumber: data diolah Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG mampu menjelaskan variabilitas FTSE 100 sebesar 14.11% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat, namun tidak terlalu cukup besar hingga akhir periode sebesar 14.20%. Hal ini berbeda dengan kontribusi FTSE 100 itu sendiri yang menurun dari awal periode sebesar 85.89% kemudian mengalami penurunan dan kenaikan beberapa kali hingga periode ketujuh dan akhirnya terus menurun menjadi 85.80% pada akhir periode. 180
(d) Variance Decomposition antara S&P TSX dengan IHSG Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara S&P TSX dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, S&P TSX mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar 8.55%. Tabel 4.63. Variance Decomposition atas S&P TSX dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(S_P_TSX): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(IHSG)
D(S_P_TSX)
100.0000 91.45259 91.44278 91.35320 91.35262 91.36566 91.36415 91.35946 91.35997 91.36010
0.000000 8.547412 8.557215 8.646798 8.647381 8.634337 8.635848 8.640538 8.640029 8.639904
D(IHSG)
D(S_P_TSX)
7.152471 7.150705 7.230404 7.234838 7.469422 7.511402 7.514859 7.519852 7.526402 7.526362
92.84753 92.84930 92.76960 92.76516 92.53058 92.48860 92.48514 92.48015 92.47360 92.47364
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(S_P_TSX)
Sumber: data diolah Kemudian, kontribusi S&P TSX semakin lama semakin menigkat hingga akhir periode sebesar 8.64%, sedangkan kontribusi 181
IHSG sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 91.36%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel S&P TSX. Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG mampu menjelaskan variabilitas S&P TSX sebesar 7.15% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat namun tidak terlalu besar hingga akhir periode sebesar 7.53%. Hal ini berbeda dengan kontribusi S&P TSX itu sendiri yang menurun dari awal periode sebesar 92.85% menjadi 92.47% pada akhir periode. (e) Variance Decomposition antara DJIA dengan IHSG Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIA dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJIA mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar 9.68%. Kemudian, kontribusi DJIA semakin lama semakin menigkat hingga akhir periode sebesar 10.06%, sedangkan kontribusi IHSG sendiri menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 89.94%. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel DJIA.
182
Tabel 4.64. Variance Decomposition atas DJIA dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJIA): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D(IHSG)
D(DJIA)
100.0000 90.32328 90.33754 89.98221 89.99798 89.94980 89.93810 89.93788 89.93782 89.93743
0.000000 9.676717 9.662461 10.01779 10.00202 10.05020 10.06190 10.06212 10.06218 10.06257
D(IHSG)
D(DJIA)
5.377893 5.362677 5.377253 5.466965 5.576257 5.577245 5.579949 5.581666 5.581786 5.581787
94.62211 94.63732 94.62275 94.53303 94.42374 94.42275 94.42005 94.41833 94.41821 94.41821
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(DJIA)
Sumber: data diolah Selanjutnya, pada tabel kedua terlihat bahwa kontribusi IHSG mampu menjelaskan variabilitas DJIA sebesar 5.38% pada periode pertama dan nilai ini terus meningkat, namun tidak terlalu cukup besar hingga akhir periode sebesar 5.58%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIA itu sendiri yang menurun dari awal periode sebesar 94.62% dan kemudian mengalami kenaikan sebesar 94.64%. Setelah periode ketiga, kontribusi DJIA akhirnya terus menurun menjadi 94.42% pada akhir periode. 183
3. Interpretasi Dalam melihat integrasi bursa saham, menurut Tony Cavoli, et.al. (2004:24-27), ada lima analisis yang dapat digunakan, seperti analisis korelasi, kausalitas, kointegrasi, variance decomposition, dan berdasarkan asset pricing models. Di penelitian ini, hanya digunakan tiga analisis saja yang berada di dalam metode VAR / VECM, yaitu analisis kausalitas, kointegrasi, dan variance decomposition. Secara keseluruhan, indeks bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu JII dan IHSG memiliki hubungan kausalitas dengan indeks bursa saham syariah dan konvensional di Asia, Eropa, dan Amerika, hanya saja arah hubungan kausalitas mereka berbeda-beda terhadap JII dan IHSG tersebut. Hubungan kausalitas dua arah atau bisa dikatakan saling mempengaruhi di kelompok indeks bursa saham syariah hanya dimiliki oleh pasangan FBMS dengan JII dan DJIJP dengan JII, sedangkan di kelompok indeks bursa saham konvensional dimiliki oleh pasangan NIKKEI 225 dengan IHSG, FTSE 100 dengan IHSG, serta DJIA dengan JII. Sementara itu, hubungan kausalitas satu arah atau bisa dikatakan tidak ada hubungan timbal balik yang terjadi (hanya suatu variabel mempengaruhi varibel lainnya, namun tidak sebaliknya) di kelompok indeks bursa saham syariah dimiliki oleh pasangan DJIUK dengan JII, DJICA dengan JII, serta IMUS dengan JII, sedangkan di kelompok indeks bursa saham konvensional dimiliki oleh pasangan KLSE dengan IHSG dan DJICA dengan IHSG.
184
Dalam hubungan kausalitas satu arah, variabel yang paling banyak dipengaruhi adalah indeks bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. Hal ini dikarenakan nilai harian saham yang ada dipengaruhi oleh faktor besarnya kapitalisasi bursa suatu saham sehingga saham yang memiliki kapitalisasi besar mempunyai pengaruh terhadap indeks lebih besar dibandingkan saham dengan kapitalisasi kecil (L. Thian Hin, 2008:4), artinya saham-saham yang berada di bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia masih memiliki kapitalisasi pasar yang lebih kecil dibandingkan dengan bursa saham lainnya. Seperti yang dilansir dari www.merdeka.com, bahwa hingga bulan Maret 2014, nilai kapitalisasi pasar Indonesia hanya mencapai US$ 415 miliar, sedangkan Malaysia mencapai sekitar US$ 500 miliar, kemudian diikuti Singapura hampir mencapai USD 1 triliun, dan India mendekati USD 1,5 triliun. Tentu saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu bekerja keras untuk menarik minat para perusahaan di Indonesia yang belum terdaftar di bursa saham Indonesia agar bursa saham Indonesia segera bisa mengejar ketinggalannya. Selain faktor kapitalisasi bursa, hubungan antar bursa saham yang saling mempengaruhi (hubungan kausalitas dua arah) bisa disebabkan adanya kerja sama yang cukup kuat yang dilakukan oleh antar perusahaan yang terdaftar di masing-masing bursa saham tersebut khususnya dalam bidang ekonomi, misalnya ekspor dan impor. Ekspor dan impor dilakukan oleh perusahaan-perusahaan antar negara untuk dapat saling memenuhi kebutuhan di dalam negeri mereka masing-masing. Perusahaan-perusahaan yang 185
melakukan ekspor dan impor tentu bukan sembarang perusahaan kecil karena banyaknya prosedur persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan tersebut sehingga ada saatnya perusahaan tersebut melakukan go public untuk memperlancar usaha mereka. Seiring melemahnya perekonomian dunia, aktivitas perdagangan sepanjang 2013 juga mengalami perlambatan. Defisit pada tahun 2013 hingga US$ 4,06 miliar meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Total ekspor dan impor di Indonesia didominasi oleh sektor non migas, seperti sektor industry, pertanian, dan pertambangan. Komoditi-komoditi utama di Indonesia yang banyak diekspor ke berbagai negara adalah tekstil dan produk tekstil, karet dan produk karet, sawit, produk hasil hutan, otomotif, udang, kakao, dan kopi. Tabel 4.65. Total Neraca Perdagangan Indonesia (Nilai: Juta US$) No 1.
2.
3.
Uraian
2009
2010
Ekspor 116.510 157.779 - Oil & Gas 19.018 28.039 - Non Oil & Gas 97.491 129.739 Import 96.829 135.663 - Oil & Gas 18.980 27.412 - Non Oil & Gas 77.848 108.250 Total Perdagangan 213.339 293.442 - Oil & Gas 37.999 55.452 - Non Oil & Gas 175.340 237.990
2011
2012
2013
203.496 41.477 162.019 177.435 40.701 136.734 380.932 82.178 298.753
190.020 36.977 153.042 191.689 42.564 149.125 381.709 79.541 302.168
182.551 32.633 149.918 186.628 45.266 141.362 369.180 77.899 291.281
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
186
Malaysia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat merupakan mitra dagang Indonesia yang cukup penting, terutama Jepang yang menduduki peringkat kedua setelah China dan Malaysia berada di peringkat ketujuh sebagai negara tujuan ekspor Indonesia dari tahun 2009 – 2013. Total perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan Malaysia secara umum mengalami kenaikan dari tahun 2009 – 2013, hanya saja terjadi penurunan ekspor ke Malaysia sekitar 1.11% pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 4.66. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Malaysia (Nilai: Juta US$) Uraian Total Perdagangan Migas Non Migas Ekspor Migas Non Migas Impor Migas Non Migas Neraca Perdagangan Migas Non Migas
2009
2010
2011
2012
2013
12.500 3.679 8.820 6.811 1.175 5.636 5.688 2.504 3.184 1.123 -1.328 2.452
18.011 5.735 12.275 9.362 1.608 7.753 8.648 4.126 4.521 713 -2.518 3.231
21.400 6.455 14.945 10.995 1.795 9.200 10.404 4.659 5.745 590 -2.863 3.454
23.521 8.731 14.790 11.278 2.809 8.469 12.243 5.922 6.321 -965 -3.113 2.147
23.989 10.791 13.197 10.666 3.398 7.268 13.322 7.393 5.929 -2.655 -3.994 1.339
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan Komoditi ekspor utama terbesar ke Malaysia adalah CPO (Crude Palm Oil), batu bara, dan kakao. Kakao di Indonesia banyak diminati oleh negaranegara di dunia, Malaysia sendiri menempati urutan pertama dalam mengimpor kakao dari Indonesia. Pada tahun 2013, Malaysia mengimpor 187
kakao sekitar US$ 421 juta, nilai ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yang hanya sekitar US$ 250 juta. Sementara itu, Indonesia impor dari Malaysia seperti mesin / peralatan mekanik, plastik dan barang dari plastik, bahan kimia organik, besi dan baja, serta kapal laut dan bangunan terapung (www.finance.detik.com) Berdasarkan yang dilansir dari www.bisnis.liputan6.com, Indonesia dan
Jepang
sepakat
untuk
meningkatkan
kerjasama
dalam
bidang
perdagangan, investasi dan infrastruktur. Hal ini dituangkan pada kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Jepang pada 13 Desember 2013. Total perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan Jepang pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2.93% dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 4.67. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Jepang (Nilai: Juta US$) Uraian Total Perdagangan Migas Non Migas Ekspor Migas Non Migas Impor Migas Non Migas Neraca Perdagangan Migas Non Migas
2009
2010
2011
2012
2013
28.418 6.628 21.789 18.574 6.595 11.978 9.843 33 9.810 8.731 6.562 2.168
42.747 9.340 33.407 25.781 9.285 16.496 16.965 55 16.910 8.816 9.230 -414
53.151 15.500 37.651 33.714 15.384 18.330 19.436 115 19.320 14.278 15.268 -990
52.902 12.950 39.952 30.135 12.903 17.231 22.767 46 22.721 7.367 12.857 -5.490
46.370 11.232 35.138 27.086 11.002 16.084 19.284 230 19.054 7.801 10.771 -2.969
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
188
Komoditi penting yang diimpor Jepang dari Indonesia dominan berasal dari non migas, seperti kayu dan produk kayu, ikan dan produk perikanan, serta tekstil. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan sukucadang mobil. Indonesia kerap kali mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan terhadap produk-produk Indonesia yang di ekspor ke Inggris. Salah satunya ada kopi luwak dari Indonesia yang dilarang dijual di pertokoan bergengsi di London bernama Harrods. Para aktivis kesejahteraan hewan menilai bahwa kopi luwak diproduksi dengan cara kurang baik sehingga kopi luwak dilarang diperjualbelikan di Harrods. Akan tetapi, seiring dilakukannya diplomasi dagang dengan Inggris, ekspor Indonesia kini mendapat feedback yang positif di sana (www.neraca.co.id). Pada tahun 2013 total perdagangan di antara kedua negara senilai US$ 2.72 miliar menurun dibandingkan dengan tahun 2012 senilai US$ 3.06 miliar. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan perdagangan Indonesia-Inggris dalam lima tahun terakhir sebesar 5.6%. Komoditas ekspor utama Indonesia ke Inggris meliputi mesin percetakan, alas kaki, peralatan komunikasi, karet, dan kopi. Sementara dari Inggris, Indonesia mengimpor beberapa komoditas seperti truk pengangkut yang dirancang untuk luar jalan raya, turbo jet, set generator, suku cadang pesawat terbang, serta bongkaran besi.
189
Tabel 4.68. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Inggris (Nilai: Juta US$) Uraian Total Perdagangan Migas Non Migas Ekspor Migas Non Migas Impor Migas Non Migas Neraca Perdagangan Migas Non Migas
2009 2.303 28 2.275 1.459 27 1.431 844 690 843 614 27 587
2010 2.631 869 2.630 1.693 0,2 1.693 937 869 936 755 -869 756
2011 2.893 581 2.893 1.719 0,1 1.719 1.173 581 1.173 545 -581 546
2012 3.063 571 3.062 1.696 0,0 1.696 1.366 571 1.365 330 -571 331
2013 2.716 1 2.715 1.634 1 1.633 1.081 436 1.081 552 678 552
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan Kegiatan ekspor komoditas dari Indonesia ke Amerika Serikat tetap tinggi, meski negara adidaya tersebut sedang menghadapi ketidakpastian politik. Meskipun total nilai perdagangan Amerika Serikat dengan Indonesia pada tahun 2013 sebesar US$ 24.76 miliar atau menurun sebesar 1.44% apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar US$ 26.48 miliar, namun ekspor Indonesia pada 2013 sebesar US$ 15.69 naik dibandingkan tahun 2012 sebesar US$ 14.87 miliar. Jenis komoditas yang permintaannya tinggi ke negeri Paman Sam ini antara lain udang, kopi dan ikan. Komoditas ini memang menjadi primadona bagi Indonesia, terlebih Indonesia merupakan negara tropis dengan hasil kopi yang menjadi salah satu terbaik di dunia. Khusus udang dan ikan, dua komoditas ini juga menjadi primadona bagi
190
Indonesia karena Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan hasil komoditas hasil laut yang terkemuka (www.bisniskeuangan.kompas.com) Tabel 4.69. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (Nilai: Juta US$) Uraian
2009
2010
2011
Total Perdagangan 17.933 23.665 27.272 Migas 426 1.039 891 Non Migas 17.507 22.625 26.381 Ekspor 10.850 14.266 16.459 Migas 379 940 774 Non Migas 10.470 13.326 15.684 Impor 7.083 9.399 10.813 Migas 46 99 116 Non Migas 7.037 9.299 10.696 Neraca Perdagangan 3.766 4.867 5.645 Migas 333 840 658 Non Migas 3.432 4.027 4.987 Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
2012
2013
26.476 417 26.059 14.874 283 14.590 11.602 133 11.468 3.271 149 3.122
24.757 801 23.955 15.691 609 15.081 9.065 191 8.873 6.626 418 6.207
Hasil uji kausalitas Granger merupakan hasil awal integrasi dalam penelitian ini sehingga perlu hasil uji lainnya, seperti uji kointegrasi dan analisis Variance Decomposition (VD) sebagai perbandingan dan penjelasan yang lebih lanjut. Hasil uji kointegrasi antara bursa saham syariah dan konvensional di Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia menunjukkan bahwa hanya FBMS dan KLSE milik Malaysia yang memiliki hubungan jangka panjang atau kointegrasi dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia. Hasil ini diperkuat dengan teori yang diungkapkan oleh Janakiramanan dan Lamba (1998) dalam Welfens, et.al (2006) “Geographically close countries normally have a 191
similar group of investors in their markets. Therefore, these markets influence each other.” Terakhir, analisis Variance Decomposition (VD) menunjukkan bahwa di kelompok bursa saham syariah, bursa saham syariah Amerika Serikat (IMUS) yang memberikan kontribusi terbesar yaitu 8.51% terhadap pergerakkan bursa saham syariah Indonesia (JII), tetapi hal ini bertolak belakang dengan kontribusi terbesar yang diberikan oleh JII terhadap FBMS sebesar 23.71%. Sementara itu sama halnya dengan yang terjadi di kelompok bursa saham syariah, di kelompok bursa saham konvensional masih didominasi oleh Amerika Serikat, yaitu kontribusi DJIA merupakan yang terbesar terhadap pergerakan bursa saham konvensional Indonesia (IHSG) sebesar 10.06%, sedangkan IHSG memberikan kontribusinya terhadap KLSE sebesar 46.49%. Tidak heran bursa saham Amerika Serikat memegang kontrol terhadap pergerakan bursa saham di Indonesia karena bursa saham di negara Obama ini merupakan benchmark para investor di dunia. Indeks DJIA mencerminkan 95% kapitalisasi perusahaan besar di Amerika, diluar perusahaan kecil menengah yang pergerakan sahamnya sangat lambat. Jadi indeks Dow Jones mencerminkan kondisi ekonomi Amerika secara global. Berdasarkan www.finance.detik.com, sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar, pengaruh Amerika Serikat sangat besar bagi negara-negara lain, hal ini juga termasuk pengaruh dari perusahaan-perusahaan dan investornya sehingga pergerakan DJIA yang merupakan salah satu indeks dalam NYSE (New York 192
Stock Exchange) akan berpengaruh pada pergerakan indeks negara-negara lain. Salah satu contoh pada tahun 2008 di mana saat itu krisis mortgage di AS yang akhirnya juga menyeret IHSG hingga turun 50% padahal impact krisis itu terhadap perekonomian Indonesia relatif kecil. Penurunan IHSG terjadi karena banyak fund manager dari Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami krisis likuiditas (ditarik besar- besaran oleh investornya sehingga harus menjual portfolionya). Sementara itu, bursa saham syariah Amerika Serikat sendiri tidak terlepas dari bursa saham konvensionalnya karena perusahaanperusahaan yang terdaftar di indeks IMUS juga merupakan bagian dari perusahaan-perusahaan yang ada di indeks DJIA. Oleh karena itu, berdasarkan tiga analisis yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa bursa saham syariah yang terintegrasi dengan JII adalah FBMS dan bursa saham konvensional yang terintegrasi dengan IHSG adalah KLSE. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianpenelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Salina Hj. Kassim (2010), M. Shabri Abd. Majid dan Salina Hj. Kassim (2010), serta Eka Siskawati (2011) di mana bursa saham syariah Malaysia terintegrasi dengan bursa saham syariah Indonesia, sedangkan hasil penelitian bursa saham konvensional Malaysia terintegrasi dengan bursa saham konvensional Indonesia juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yoopi Abimanyu, dkk (2008) serta Dwi Puryati dan dan Reni Marlina (2013).
193
Menurut Mafizatun Nurhayati (2012), dengan terintegrasinya bursa saham, para pemodal bisa melakukan diversifikasi investasi dengan lebih luas (bukan hanya antar industri, tetapi juga antar negara) karena risiko yang relevan bagi para pemodal hanyalah risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi, maka semakin besar bagian risiko total yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi semakin menarik diversifikasi internasional bagi para pemodal. Dengan semakin kecilnya risiko yang ditanggung pemodal, maka tingkat keuntungan yang disyaratkanpun akan lebih kecil. Dengan kata lain, biaya modal akan menjadi lebih kecil. Menurunnya biaya modal tentu akan membuat investasi makin menguntungkan, apabila hal-hal lain sama. Ini akan berarti bahwa investasi akan makin banyak dilakukan, penyerapan tenaga kerja makin besar, dan seterusnya. Dengan demikian, nampaknya bursa saham yang terintegrasikan akan memberikan manfaat yang besar dibandingkan dengan seandainya tersegmentasikan.
194
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Integrasi bursa saham syariah dan konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia dapat dilihat melalui hasil tiga analisis antara lain: 1. Hasil analisis kausalitas Granger yang menunjukkan bahwa semua bursa saham syariah dan konvensional di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika memiliki hubungan kausalitas dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, hanya saja arah hubungan kausalitas tersebut berbeda-beda. Hubungan kausalitas dua arah (saling mempengaruhi) dengan Jakarta Islamic Index (JII) hanya dimiliki oleh FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Dow Jones Islamic Market Japan (DJIJP), sedangkan sisanya memiliki hubungan kausalitas satu arah. Tidak berbeda jauh, hubungan kausalitas dua arah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dimiliki oleh pasangan NIKKEI 225, Financial Times Stock Exchange (FTSE 100), dan Dow Jones Industrial Average (DJIA), sedangkan sisanya memiliki hubungan kausalitas satu arah. 2. Hasil analisis kointegrasi Johansen menunjukkan bahwa bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya memiliki hubungan jangka panjang dengan bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia,
195
yaitu FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). 3. Hasil analisis Variance Decomposition (VD) menunjukkan bahwa bursa saham syariah dan konvensional di Amerika Serikat, yaitu Dow Jones Islamic Market United States (IMUS) dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) memberikan kontribusi terbesar terhdap pergerakan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sementara itu, pergerakkan bursa saham syariah dan konvensional di Malaysia, yaitu FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) menerima kontribusi terbesar dari bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Oleh karena itu, berdasarkan tiga analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa bursa saham syariah yang terintegrasi dengan bursa saham syariah di Indonesia (JII) adalah FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMS) dan bursa saham konvensional yang terintegrasi dengan bursa saham konvensional di Indonesia (IHSG) adalah Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). B. Saran 1. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat, terutama jika investor ingin berinvestasi di beberapa negara yang berbeda. 196
2. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat, terutama jika perusahaan ingin melakukan investasi dengan cara membeli saham-saham perusahaan lain yang berada di beberapa negara yang berbeda. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini menggunakan variabel bursa saham dari lima negara yang penulis duga memiliki integrasi dengan bursa saham syariah dan konvensional di Indonesia dan menggunakan kurun waktu penelitian dari tahun 2008 – 2013 dengan metode VAR / VECM. Peneliti selanjutnya dapat mencoba membuat model dalam kurun waktu yang berbeda dan menambah variabel bursa saham dari negara yang lainnya.
197
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Yoopi, Nur Sigit Warsidi, Sunu Kartiko, Ridiani Kurnia, dan Tety Mahrani. “International Linkages To The Indonesian Capital Market: Cointegration Test”, Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Jakarta, 2008. Agung, I Gusti Ngurah. “Time Series Data Analysis Using Eviews”, John Wiley & Sons (Asia), Singapore, 2009. Ahmad, Kamaruddin. “Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio”, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Albaity, Mohamed dan Ruby Ahmad. “Return Performance and Leverage Effect in Islamic and Sosilly Responsible Stock Indices Evidend From Dow Jones (DJ) and Financial Times Stock Exchange (FTSE)”, Journal of Business Management Vol.5 No.16, 2011. Alteza, Muniya. “Diktat Manajemen Investasi”, Jurusan Manajemen Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2010. Andriansyah, Basri Pohan, dan Bayu Husodo. “Tentang Penyesuaian Atas Saham yang Tersedia di Pasar (On Free Float Shares Adjustment)”, Kertas Diskusi Bagian Riset Ekonomi No.1, 2007. Ajija, Shochrul R., Dyah Wulansari, Rahmat Heru Setianto, dan Martha Ranggi Primanthi. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba Empat, Jakarta, 2011. Al Arif, M. Nur Rianto. “Lembaga Keuangan Syariah”, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012. Atmadja, Adwin Surja. “Pasar Modal Regional Dalam Masa Krisis Finansial 1997 dan 2007: Kajian Terhadap Interdependensi Bursa Efek Asia Tenggara”, Ekuitas Vol. 14 No. 3 hal. 350 – 364, September 2010. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia, “Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia”, 2008. 198
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), “Domestic and Foreign Direct Investment Realization in Quarter II and January - June 2014”, Juli 2014. Beik, Irfan Syauqi dan Wisnu Wardhana. “The Relationship Between Jakarta Islamic Index And Other Selected Markets: Evidence From Impulse Response Function”, Majalah Ekonomi No.2, 2011. Cavoli, Tony, Ramkishen S. Rajan dan Reza Siregar. “A Survey of Financial Integration in East Asia: How Far? How Much Further to Go?”, Centre For International Economic Studies (CIES) Discussion Paper No. 0401 University of Adelaide, January 2004. Daud, Dalila, Omar Samad, dan Ahmad Marzzuki Aminudin. “The Relationship Between Islamic Market (Syariah Index) and Conventional Index (Finance Index) in Bursa Malaysia, Kuala Lumpur”, University Teknologi Mara, Selangor-Malaysia, 2006. Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan. “Laporan Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 2013” Frensidy, Budi. “Memahami Perhitungan Indeks Saham”, Majalah Bisnis Indonesia: Universitas Indonesia hal.8, Februari 2008. FTSE Group. “FTSE Monthly Report: Ftse Bursa Malaysia Index Series”, Oktober 2014. Gujarati, Damodar N., Porter Dawn C. “Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Kelima Buku 2”, Salemba Empat, Jakarta, 2013. Gustiani, Ebrinda Daisy, Ascarya, dan Jaenal Effendi. “Analisis Pengaruh Social Values Terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010. Halim, Abdul. “Analisis Investasi”, Salemba Empat, Jakarta, 2005. Halwani, Hendra. “Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi Edisi Kedua”, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005. Hanafi, Syafiq M., “Perbandingan Kriteria Syari’ah Pada Indeks Saham Syari’ah Indonesia, Malaysia, dan Dow Jones”, Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 45 No. II, Juli-Desember 2011. 199
Hengchao, Zhang dan Zarinah Hamid, “ The Impact Of Subprime Crisis On AsiaPacific Islamic Stock Markets”, 8th International Conference On Islamic Economics And Finance, 2011. Hin, L. Thian. “Panduan Berinvestasi Saham”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008. Islamic Financial Service Board (IFSB). “Islamic Financial Service Industry Stability Report 2013”. Juanda, Bambang dan Junaidi. “Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan Aplikasi”, IPB Press, Bogor, 2012. Kabir, Sarkar Humayun, Ginanjar Dewandaru, dan Mansur Masih. ”Are islamic Stock Markets Integrated Globally? Evidence From time Series Techniques”, Australian Journal of Basic and Applied Sciences hal.702-720, 2013. Kartiasih, Fitri. “Vector Autoregressive (VAR)”. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, 2014. Kassim, Salina H. “Global Financial Crisis and Integration of Islamic Stock Markets in Developed and Developing Countries”, Institute of Developing Economies-Japan External Trade Organization, VRF Series No. 461, 2010. Karim, Bakrie Abdul, M. Shabri Abdul Majid dan Samsul Ariffin Abdul Karim. “Financial Integration between Indonesia and Its Major Trading Partners”, MPRA (Munich Personal RePEc Archieve) Paper No. 17277, 2009. Majid, M. Shabri Abdul dan Salina H. Kassim. “Potential Diversification Benefits Across Global Islamic Equity Markets”, Journal of Economic Cooperation and Development hal.103-126, 2010. Mailangkay, Jeina. “Integrasi Pasar Modal Indonesia Dan Beberapa Bursa Di Dunia (Periode Januari 2013 - Maret 2013)”, Jurnal EMBA Vol.1 No.3 hal. 722-731, 2013. Maries, Rossar. “Dampak Fluktuasi Variabel Ekonomi Makro Terhadap DPK yang Dihimpun dan Penyaluran Pembiayaan pada Perbankan Syariah di Indonesia”, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008. 200
Moeljadi. “Resilience of Islamic and Conventional Stock Markets During the 2007 Global Financial Crisis: A Comparative Empirical Examination”, Article Asia Pasific Management and Business Application hal.81-102, 2012. Mohd. Hussin, Mohd Yahya, Yusni Anis Yusof, Fidlizan Muhammad, Azila Abdul Razak, Emilda Hashim, dan Nur Fakhzan Marwan. “The Integration of Islamic Stock Markets: Does a Problem For Investors?”, Labuan e-Journal of Muamalat and Society Vol. 7 hal.1727, 2013. Nasarudin, M. Irsan, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adi Warman. “Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia”, Kencana, Jakarta, 2008. Nachrowi, Djalal Dan Usman Hardianus, “Pendekatan Popular Dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan”, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2006. Nurhayati, Mafizatun. “Analisis Integrasi Pasar Modal Kawasan ASEAN Dalam Rangka Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN”, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana, Jakarta, 2012. Oxford Business Group Malaysia, “The Report Malaysia 2007”. Pasaribu, Pandana, Wilson RL Tobing dan Haymans Manurung. “Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap IHSG”, Jurnal Ekonomi No. 2 Vol.14, 2008. Pasaribu, Rowland Bismark Fernando dan Dionysia Kowandar. “Dinamika Bursa Saham Asing dan Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol. 14, No. 1 hal: 89-112, 2013. Pratiwi, Monica Weni, Anang Sucahyo, dan Solechuddin. “Pendekatan Contagion Theory”, Media Riset Akuntansi Vol. 2 No. 1, 2012. Puryati, Dwi dan Reni Marlina. “Analysis Of Capital Market Integration Region Asia”, Kuala Lumpur International Business, Economics and Law Conference, Malaysia, 2013. 201
Rahamis, Yulein. “Analisis Komparasi Kinerja Pasar Modal Di Indonesia, Hongkong, China, Inggris Dan Amerika”, Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen Vol.2 No.3 hal. 87-104, 2014. Reilly, Frank K. dan Keith C. Brown. “Investment Analysis and Portfolio Management”, Cengage Learning, Canada, 2002. Rodoni, Ahmad. “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Jakarta, 2009. ____________ . “Pasar Modal Syariah”, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Jakarta, 2009. Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid, “Lembaga Keuangan Syariah”, Zikrul Hakimi, Jakarta, 2008. Rusydiana, Aam Slamet. “Hubungan Antara Perdagangan Internasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah di Indonesia”, TAZKIA Islamic Finance & Business Review Vol. 4 No.1, Januari – Juli 2009. Sari, Winta Ratna. “Analisis Dinamis Keterkaitan Variabel yang Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 2012”, Quantitative Economic Journal Vol. 1 No. 2, hal. 40-55, Juni 2012. Siskawati, Eka. “Islamic Capital Market Interconnection: An Evidence From Jakarta Islamic Index To The Regional Islamic Market And Global Islamic Market”, Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 hal. 7585, Desember 2011. Sugiarto, Teguh. “Analisa Struktur dan Keseimbangan Jangka Pendek Pada M1 dan PDB di Indonesia”, Jurnal GICI Vol. 4 No. 2 hal. 6-23, 2014. Suma, Amin. “Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam”, Kholam Publishing, Jakarta, 2008. Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Kelima”, BPFE (Bakti Profesindo), Yogyakarta, 2006. Suryanta, Barli. “Capital Market Integration in ASEAN Countries: Special Investigation of Indonesian Towards the Big Four”, The Asian Journal of Technology Management Vol. 4 No. 2 hal: 109-114, 2011. 202
Sutedi, Adrian. “Pasar Modal Syariah”, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Tandelilin, Eduardus. “Portofolio Dan Investasi: Teori Dan Aplikasi”, Kanisius, Yogyakarta, 2010. Teguh, Muhammad. “Metodologi Penelitian Ekonomi Teori Dan Aplikasi”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Thomson Reuters. “State of The Global Islamic Economy 2013 Report” Trihadmini, Nuning. “Contagion dan Spillover Effect Pasar Keuangan Global Sebagai Early Warning System”, Finance and Banking Journal Vol. 13 No. 1, Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, 2011. Utami, Endah Tri. “Cara Cerdas Berinvestasi via Online Trading”, Transmedia, Jakarta, 2010. Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes, “Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori, dan Praktik”, Nusamedia, Bandung, 2007. Warsini, Sabar, ”Manajemen Investasi”, Semesta Media, Jakarta, 2009. Welfens, J.J. Paul, Franz Knipping, Sutiphand Chirathivat, Cillian Ryan. “Integration in Asia and Europe: Historical Dynamics, Political Issues, and Economic Perspectives”, Springer Berlin, Heidelberg, 2006. Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi Ketiga”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011. Yang, Jian, James W. Kolari, dan Insik Min. “Stock Market Integration and Financial Crises: The Case of Asia”, Applied Financial Economics 13 hal: 477-486, 2003.
www.bloomberg.com www.djindexes.com www.googlefinance.com www.idx.co.id www.wikipedia.org
203
http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html, pada 4 Maret 2014
diakses
http://www.bapepam.go.id/syariah/introduction.html, diakses pada 16 Juli 2014 http://www.merdeka.com/uang/ojk-prihatin-pasar-modal-indonesia-keok-darimalaysia.html, diakses pada 3 November 2014 http://finance.detik.com/read/2012/09/12/095510/2015584/4/0/ini-dia-10-barangimpor-favorit-ri-dari-malaysia, diakses pada 3 November 2014 http://bisnis.liputan6.com/read/773786/ri-jepang-sepakat-tingkatkan-kerjasamaekonomi-dan-investasi, diakses pada 3 November 2014 http://www.neraca.co.id/article/42095/Ekspor-Indonesia-ke-Inggris-MakinPositif/2, diakses pada 3 November 2014 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/19/0807133/Ekspor.Indonesia.ke .AS.Tetap.Tinggi, diakses pada 3 November 2014 http://finance.detik.com/read/2012/04/09/114259/1887703/65/pengaruh-indeksdow-jones-terhadap-ihsg, diakses pada 3 November 2014 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/10/29/163715726/BI.Ingin.Dorong. Ekonomi.Keuangan.Syariah.di.Tanah.Air, diakses pada 4 November 2014 http://www.sc.com.my/data-statistics/islamic-capital-market-statistics/, pada 4 November 2014.
diakses
204
LAMPIRAN
205
Lampiran 1: Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Syariah JII
IMUS
FBMS
DJIUK
DJIJP
DJICA
Mean
480.4500
2290.756
9638.108
2054.084
1049.362
2136.248
Median
511.0010
2291.195
9870.930
2090.540
1058.730
2116.305
Maximum
708.1000
3330.590
13093.77
2714.660
1292.580
3066.340
Minimum
172.7102
1323.090
5600.690
1236.280
676.0100
990.0300
Std. Dev.
121.7010
426.1959
1808.203
275.7143
115.2104
408.8972
Skewness
-0.718939
0.116067
-0.310441
-0.591942
-0.751666
-0.109726
Kurtosis
2.858809
2.641537
2.464127
3.409154
3.489713
2.939436
Jarque-Bera
109.9379
9.605455
35.42654
82.63325
131.6574
2.729570
Probability
0.000000
0.008207
0.000000
0.000000
0.000000
0.255436
Sum
607288.8
2895515.
12182569
2596362.
1326394.
2700217.
Sum Sq. Dev.
18706473
2.29E+08
4.13E+09
96011209
16764338
2.11E+08
Observations
1264
1264
1264
1264
1264
1264
Lampiran 2: Analisis Deskriptif Indeks Bursa Saham Konvensional IHSG
FTSE
DJIA
KLSE
NIKKEI
S_P_TSX
Mean
3259.752
5551.328
11791.61
1409.143
10619.36
12103.10
Median
3565.930
5680.235
12001.03
1472.935
9918.600
12272.12
Maximum
5208.000
6840.270
16504.29
1872.520
16291.31
15073.13
Minimum
1111.390
3512.090
6594.440
829.4100
7054.980
7591.470
Std. Dev.
1035.111
694.8857
2090.442
260.7491
2065.325
1419.710
Skewness
-0.291599
-0.689369
-0.049872
-0.469255
0.814042
-0.926491
Kurtosis
2.007496
3.111609
2.573288
2.382772
2.473170
3.958078
Jarque-Bera
69.79300
100.7711
10.11369
66.45333
154.2188
229.1766
Probability
0.000000
0.000000
0.006366
0.000000
0.000000
0.000000
Sum
4120326.
7016879.
14904591
1781157.
13422871
15298323
Sum Sq. Dev.
1.35E+09
6.10E+08
5.52E+09
85871508
5.39E+09
2.55E+09
Observations
1264
1264
1264
1264
1264
1264
206
Lampiran 3: Uji Stasioneritas Tingkat Level JII Null Hypothesis: JII has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -3.029353 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.1245
Lampiran 4: Uji Stasioneritas Tingkat Level FBMS Null Hypothesis: FBMS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -4.096611 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.0065
Lampiran 5: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIJP Null Hypothesis: DJIJP has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.692941 -3.965340 -3.413379 -3.128724
Prob.* 0.2397
Lampiran 6: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIUK Null Hypothesis: DJIUK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.809071 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.1942
207
Lampiran 7: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJICA Null Hypothesis: DJICA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.262833 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.4536
Lampiran 8: Uji Stasioneritas Tingkat Level IMUS Null Hypothesis: IMUS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.454421 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.3511
Lampiran 9: Uji Stasioneritas Tingkat Level IHSG Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.775900 -3.965346 -3.413382 -3.128726
Prob.* 0.2065
Lampiran 10: Uji Stasioneritas Tingkat Level KLSE Null Hypothesis: KLSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -3.607964 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.0295
208
Lampiran 11: Uji Stasioneritas Tingkat Level NIKKEI 225 Null Hypothesis: NIKKEI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -1.510244 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.8260
Lampiran 12: Uji Stasioneritas Tingkat Level FTSE 100 Null Hypothesis: FTSE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -3.263944 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.0728
Lampiran 13: Uji Stasioneritas Tingkat Level S&P TSX Null Hypothesis: S_P_TSX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.329110 -3.965328 -3.413373 -3.128721
Prob.* 0.4172
Lampiran 14: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIA Null Hypothesis: DJIA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -2.488543 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.3338
209
Lampiran 15: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference JII Null Hypothesis: D(JII) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -22.89536 -3.965346 -3.413382 -3.128726
Prob.* 0.0000
Lampiran 16: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FBMS Null Hypothesis: D(FBMS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -23.32847 -3.965340 -3.413379 -3.128724
Prob.* 0.0000
Lampiran 17: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIJP Null Hypothesis: D(DJIJP) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -30.49335 -3.965340 -3.413379 -3.128724
Prob.* 0.0000
Lampiran 18: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIUK Null Hypothesis: D(DJIUK) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -36.42546 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.0000
210
Lampiran 19: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICA Null Hypothesis: D(DJICA) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -32.09699 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.0000
Lampiran 20: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IMUS Null Hypothesis: D(IMUS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -38.30584 -3.965334 -3.413376
Prob.* 0.0000
Lampiran 21: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IHSG Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -22.16271 -3.965346 -3.413382 -3.128726
Prob.* 0.0000
Lampiran 22: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference KLSE Null Hypothesis: D(KLSE) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -34.22601 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.0000
211
Lampiran 23: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference NIKKEI 225 Null Hypothesis: D(NIKKEI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -38.43694 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.0000
Lampiran 24: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FTSE 100 Null Hypothesis: D(FTSE) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -35.59969 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.0000
Lampiran 25: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference S&P TSX Null Hypothesis: D(S_P_TSX) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -26.47936 -3.965340 -3.413379 -3.128724
Prob.* 0.0000
Lampiran 26: Uji Tes Stasioneritas Tingkat First Difference DJIA Null Hypothesis: D(DJIA) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic -39.62337 -3.965334 -3.413376 -3.128722
Prob.* 0.0000
212
Lampiran 27: Penentuan Kandidat Lag DJIJP dengan JII VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: JII DJIJP Exogenous variables: C Date: 10/17/14 Time: 14:36 Sample: 1 1264 Included observations: 1256 Lag
LogL
LR
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-15104.92 -9703.055 -9671.726 -9658.900 -9646.309 -9644.604 -9641.711 -9641.421 -9640.684
NA 10777.92 62.40782 25.50904 25.00197* 3.379309 5.726305 0.573054 1.455472
FPE 95998593 17756.81 17000.66 16763.40 16535.64* 16596.20 16625.48 16724.01 16811.13
AIC
SC
HQ
24.05560 15.46028 15.41676 15.40271 15.38903* 15.39268 15.39444 15.40035 15.40555
24.06378 15.48481 15.45765* 15.45995 15.46263 15.48264 15.50076 15.52302 15.54457
24.05867 15.46950 15.43213 15.42422 15.41669* 15.42649 15.43440 15.44646 15.45780
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 28: Penentuan Kandidat Lag DJIA dengan IHSG VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: IHSG DJIA Exogenous variables: C Date: 10/17/14 Time: 15:20 Sample: 1 1264 Included observations: 1256 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-21046.83 -14723.98 -14638.74 -14636.95 -14626.93 -14623.69 -14622.15 -14619.72 -14617.37
NA 12615.50 169.7942 3.560573 19.90517* 6.408092 3.058369 4.804790 4.637481
1.23e+12 52673633 46282212 46445359 46001949* 46058234 46238652 46354325 46476283
33.51724 23.45538 23.32602 23.32954 23.31995* 23.32117 23.32508 23.32758 23.33020
33.52542 23.47991 23.36691* 23.38679 23.39355 23.41113 23.43139 23.45024 23.46923
33.52032 23.46460 23.34139* 23.35106 23.34761 23.35498 23.36504 23.37368 23.38245
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
213
Lampiran 29: Pemilihan Lag Optimal DJIJP dengan JII Output VAR pada Lag 2 Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 14:37 Sample (adjusted): 3 1264 Included observations: 1262 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] JII
DJIJP
JII(-1)
1.030931 (0.02970) [ 34.7120]
0.220559 (0.05545) [ 3.97738]
JII(-2)
-0.029743 (0.02979) [-0.99853]
-0.205537 (0.05562) [-3.69561]
DJIJP(-1)
0.002735 (0.01557) [ 0.17568]
0.771151 (0.02907) [ 26.5279]
DJIJP(-2)
-0.007992 (0.01553) [-0.51458]
0.209233 (0.02900) [ 7.21559]
C
5.004947 (2.39722) [ 2.08781]
13.32075 (4.47595) [ 2.97607]
0.995030 0.995015 92957.78 8.599540 62920.28 -4503.652 7.145249 7.165615 480.4118 121.7937
0.980567 0.980505 324072.3 16.05659 15856.81 -5291.658 8.394070 8.414436 1049.031 114.9992
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
17057.78 16922.88 -9725.083 15.42802 15.46876
214
Output VAR pada Lag 4 Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 14:38 Sample (adjusted): 5 1264 Included observations: 1260 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] JII
DJIJP
JII(-1)
1.018168 (0.02961) [ 34.3882]
0.233732 (0.05549) [ 4.21227]
JII(-2)
-0.099825 (0.04170) [-2.39377]
-0.308955 (0.07815) [-3.95318]
JII(-3)
-0.039992 (0.04192) [-0.95411]
0.058125 (0.07855) [ 0.73993]
JII(-4)
0.124273 (0.02972) [ 4.18084]
0.032879 (0.05571) [ 0.59021]
DJIJP(-1)
0.011882 (0.01594) [ 0.74529]
0.756947 (0.02988) [ 25.3334]
DJIJP(-2)
0.017095 (0.01979) [ 0.86371]
0.133705 (0.03709) [ 3.60467]
DJIJP(-3)
0.025180 (0.01973) [ 1.27615]
0.137194 (0.03698) [ 3.71010]
DJIJP(-4)
-0.061410 (0.01586) [-3.87269]
-0.047759 (0.02972) [-1.60709]
C
6.419262 (2.39509) [ 2.68017]
13.26598 (4.48864) [ 2.95545]
0.995155 0.995124 90627.68 8.511415 32115.98 -4481.521 7.127811 7.164517 480.3653 121.8847
0.980820 0.980697 318306.8 15.95123 7996.525 -5272.962 8.384067 8.420773 1048.712 114.8107
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
16494.76 16259.96 -9684.496 15.40079 15.47420
215
Lampiran 30: Pemilihan Lag Optimal DJIA dengan IHSG Output VAR pada Lag 2 Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 15:21 Sample (adjusted): 3 1264 Included observations: 1262 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
IHSG
DJIA
IHSG(-1)
1.000110 (0.02730) [ 36.6402]
-0.010288 (0.08661) [-0.11879]
IHSG(-2)
0.000945 (0.02739) [ 0.03450]
0.032556 (0.08689) [ 0.37467]
DJIA(-1)
0.101866 (0.00900) [ 11.3155]
0.887419 (0.02856) [ 31.0683]
DJIA(-2)
-0.103329 (0.00900) [-11.4824]
0.102892 (0.02855) [ 3.60359]
C
14.68458 (8.79677) [ 1.66931]
44.87697 (27.9112) [ 1.60785]
0.997948 0.997941 2776485. 46.99807 152795.6 -6647.030 10.54204 10.56241 3260.527 1035.748
0.994934 0.994918 27951566 149.1198 61713.20 -8104.190 12.85133 12.87170 11789.99 2091.702
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
46397337 46030416 -14715.28 23.33641 23.37715
216
Output VAR pada Lag 4 Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 15:22 Sample (adjusted): 5 1264 Included observations: 1260 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] IHSG
DJIA
IHSG(-1)
0.985234 (0.02885) [ 34.1524]
0.016959 (0.09216) [ 0.18402]
IHSG(-2)
-0.029086 (0.04055) [-0.71725]
-0.044333 (0.12954) [-0.34222]
IHSG(-3)
-0.052568 (0.03959) [-1.32779]
-0.076364 (0.12647) [-0.60379]
IHSG(-4)
0.098634 (0.02721) [ 3.62509]
0.127114 (0.08692) [ 1.46244]
DJIA(-1)
0.104305 (0.00910) [ 11.4654]
0.882985 (0.02906) [ 30.3829]
DJIA(-2)
-0.090796 (0.01203) [-7.54834]
0.081619 (0.03843) [ 2.12408]
DJIA(-3)
0.014920 (0.01231) [ 1.21229]
0.022347 (0.03932) [ 0.56839]
DJIA(-4)
-0.030633 (0.00955) [-3.20802]
0.002982 (0.03050) [ 0.09775]
C
19.62812 (8.81602) [ 2.22641]
46.04868 (28.1630) [ 1.63507]
0.997985 0.997972 2724668. 46.66896 77458.49 -6625.626 10.53115 10.56786 3261.245 1036.413
0.994959 0.994927 27805301 149.0854 30863.05 -8089.041 12.85403 12.89074 11788.60 2093.072
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
45756173 45104848 -14679.16 23.32883 23.40224
217
Lampiran 31: Uji Penentuan Asumsi Deterministik FBMS dengan JII Date: 10/17/14 Time: 15:59 Sample: 1 1264 Included observations: 1258 Series: JII FBMS Lags interval: 1 to 5 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 1 1
Quadratic Intercept Trend 2 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -11695.83 -11693.56 -11693.31
-11695.83 -11693.23 -11692.96
-11695.55 -11692.96 -11692.96
-11695.55 -11684.09 -11681.96
-11692.08 -11683.96 -11681.96
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 18.62613 18.62888 18.63483
18.62613 18.62994 18.63745
18.62885 18.63110 18.63745
18.62885 18.61858* 18.62315
18.62652 18.61996 18.62315
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 18.70780* 18.72688 18.74917
18.70780* 18.73203 18.75996
18.71869 18.73728 18.75996
18.71869 18.72884 18.75383
18.72453 18.73430 18.75383
218
Lampiran 32: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIJP dengan JII Date: 10/17/14 Time: 16:01 Sample: 1 1264 Included observations: 1259 Series: JII DJIJP Lags interval: 1 to 4 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 1 1
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 2 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -9682.636 -9680.158 -9680.154
-9682.636 -9675.447 -9674.117
-9682.551 -9675.367 -9674.117
-9682.551 -9675.288 -9671.554
-9681.599 -9675.267 -9671.554
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 15.40689 15.40931 15.41565
15.40689 15.40341* 15.40924
15.40993 15.40487 15.40924
15.40993 15.40633 15.40835
15.41160 15.40789 15.40835
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 15.47218* 15.49093 15.51360
15.47218* 15.48911 15.51535
15.48339 15.49466 15.51535
15.48339 15.50020 15.52262
15.49322 15.50584 15.52262
219
Lampiran 33: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIUK dengan JII Date: 10/17/14 Time: 16:03 Sample: 1 1264 Included observations: 1258 Series: JII DJIUK Lags interval: 1 to 5 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -10661.56 -10659.34 -10659.31
-10661.56 -10656.06 -10654.79
-10661.39 -10655.91 -10654.79
-10661.39 -10655.77 -10652.72
-10660.72 -10655.70 -10652.72
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 16.98181 16.98464 16.99096
16.98181 16.98102* 16.98694
16.98472 16.98238 16.98694
16.98472 16.98374 16.98683
16.98684 16.98522 16.98683
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 17.06348* 17.08265 17.10530
17.06348* 17.08311 17.10945
17.07456 17.08855 17.10945
17.07456 17.09400 17.11751
17.08485 17.09956 17.11751
220
Lampiran 34: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICA dengan JII Date: 10/17/14 Time: 16:05 Sample: 1 1264 Included observations: 1259 Series: JII DJICA Lags interval: 1 to 4 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 2 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -10978.32 -10977.25 -10977.18
-10978.32 -10975.42 -10974.80
-10978.00 -10975.10 -10974.80
-10978.00 -10969.96 -10967.08
-10977.64 -10969.86 -10967.08
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 17.46517 17.46981 17.47606
17.46517 17.46849 17.47546
17.46784 17.46957 17.47546
17.46784 17.46300* 17.46636
17.47043 17.46443 17.46636
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 17.53046* 17.55143 17.57400
17.53046* 17.55419 17.58156
17.54130 17.55936 17.58156
17.54130 17.55687 17.58063
17.55205 17.56238 17.58063
221
Lampiran 35: Uji Penentuan Asumsi Deterministik IMUS dengan JII Date: 10/17/14 Time: 16:07 Sample: 1 1264 Included observations: 1258 Series: JII IMUS Lags interval: 1 to 5 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -10456.57 -10453.03 -10453.02
-10456.57 -10452.99 -10451.03
-10455.88 -10452.91 -10451.03
-10455.88 -10449.22 -10446.25
-10453.89 -10447.52 -10446.25
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 16.65591 16.65664 16.66298
16.65591 16.65818 16.66301
16.65799 16.65963 16.66301
16.65799 16.65536 16.65859
16.65802 16.65425* 16.65859
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 16.73759* 16.75465 16.77733
16.73759* 16.76027 16.78552
16.74784 16.76580 16.78552
16.74784 16.76562 16.78927
16.75603 16.76859 16.78927
222
Lampiran 36: Uji Penentuan Asumsi Deterministik KLSE dengan IHSG Date: 10/17/14 Time: 16:09 Sample: 1 1264 Included observations: 1259 Series: IHSG KLSE Lags interval: 1 to 4 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 1 1
Quadratic Intercept Trend 2 2
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -11280.79 -11278.66 -11278.22
-11280.79 -11275.79 -11275.25
-11280.29 -11275.29 -11275.25
-11280.29 -11268.78 -11266.24
-11277.22 -11268.62 -11266.24
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 17.94565 17.94863 17.95429
17.94565 17.94565 17.95273
17.94803 17.94645 17.95273
17.94803 17.93770* 17.94161
17.94633 17.93904 17.94161
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 18.01095* 18.03025 18.05223
18.01095* 18.03136 18.05884
18.02149 18.03623 18.05884
18.02149 18.03157 18.05588
18.02796 18.03698 18.05588
223
Lampiran 37: Uji Penentuan Asumsi Deterministik NIKKEI 225 dengan IHSG Date: 10/17/14 Time: 16:11 Sample: 1 1264 Included observations: 1257 Series: IHSG NIKKEI Lags interval: 1 to 6 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -14957.01 -14954.87 -14954.77
-14957.01 -14951.82 -14949.71
-14956.43 -14951.78 -14949.71
-14956.43 -14950.94 -14947.66
-14953.24 -14947.76 -14947.66
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 23.83614 23.83909 23.84529
23.83614 23.83583 23.84043
23.83840 23.83736 23.84043
23.83840 23.83761 23.84036
23.83650 23.83415* 23.84036
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 23.93421* 23.95351 23.97606
23.93421* 23.95433 23.97937
23.94464 23.95995 23.97937
23.94464 23.96428 23.98746
23.95092 23.96491 23.98746
224
Lampiran 38: Uji Penentuan Asumsi Deterministik FTSE 100 dengan IHSG Date: 10/17/14 Time: 16:13 Sample: 1 1264 Included observations: 1258 Series: IHSG FTSE Lags interval: 1 to 5 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -13755.34 -13753.86 -13753.51
-13755.34 -13750.84 -13749.74
-13754.68 -13750.25 -13749.74
-13754.68 -13749.94 -13748.48
-13753.87 -13749.74 -13748.48
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 21.90038* 21.90439 21.91019
21.90038* 21.90118 21.90737
21.90251 21.90183 21.90737
21.90251 21.90292 21.90856
21.90440 21.90419 21.90856
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 21.98205* 22.00240 22.02453
21.98205* 22.00327 22.02988
21.99236 22.00801 22.02988
21.99236 22.01318 22.03924
22.00241 22.01853 22.03924
225
Lampiran 39: Uji Penentuan Asumsi Deterministik S&P TSX dengan IHSG Date: 10/17/14 Time: 16:15 Sample: 1 1264 Included observations: 1258 Series: IHSG S_P_TSX Lags interval: 1 to 5 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -14717.83 -14716.62 -14716.27
-14717.83 -14714.52 -14713.38
-14717.05 -14713.92 -14713.38
-14717.05 -14713.88 -14711.25
-14716.67 -14713.84 -14711.25
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 23.43057* 23.43501 23.44081
23.43057* 23.43327 23.43940
23.43251 23.43389 23.43940
23.43251 23.43542 23.43919
23.43509 23.43694 23.43919
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 23.51224* 23.53302 23.55516
23.51224* 23.53536 23.56191
23.52235 23.54007 23.56191
23.52235 23.54568 23.56986
23.53310 23.55129 23.56986
226
Lampiran 40: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIA dengan IHSG Date: 10/17/14 Time: 16:16 Sample: 1 1264 Included observations: 1259 Series: IHSG DJIA Lags interval: 1 to 4 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) -14669.62 -14665.82 -14665.71
-14669.62 -14664.57 -14662.25
-14669.04 -14664.51 -14662.25
-14669.04 -14662.81 -14660.04
-14666.48 -14660.89 -14660.04
0 1 2
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 23.32903 23.32934 23.33553
23.32903 23.32895 23.33321
23.33128 23.33044 23.33321
23.33128 23.32932 23.33287
23.33039 23.32786* 23.33287
0 1 2
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 23.39433* 23.41097 23.43347
23.39433* 23.41465 23.43931
23.40474 23.42022 23.43931
23.40474 23.42319 23.44714
23.41201 23.42580 23.44714
227
Lampiran 41: Uji Kointegrasi Johansen FBMS dengan JII Date: 10/17/14 Time: 16:00 Sample (adjusted): 7 1264 Included observations: 1258 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: JII FBMS Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.018054 0.003369
27.16451 4.245104
25.87211 12.51798
0.0344 0.7064
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.018054 0.003369
22.91940 4.245104
19.38704 12.51798
0.0147 0.7064
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
228
Lampiran 42: Uji Kointegrasi Johansen DJIJP dengan JII Date: 10/17/14 Time: 16:02 Sample (adjusted): 6 1264 Included observations: 1259 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: JII DJIJP Lags interval (in first differences): 1 to 4 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.011354 0.002111
17.03646 2.659969
20.26184 9.164546
0.1312 0.6459
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.011354 0.002111
14.37649 2.659969
15.89210 9.164546
0.0852 0.6459
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
229
Lampiran 43: Estimasi VECM antara FBMS dengan JII Vector Error Correction Estimates Date: 10/17/14 Time: 16:20 Sample (adjusted): 7 1264 Included observations: 1258 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
JII(-1)
1.000000
FBMES(-1)
-0.229910 (0.04238) [-5.42489]
@TREND(1)
0.991883 (0.21245) [ 4.66877]
C
1104.465
Error Correction:
D(JII)
D(FBMES)
CointEq1
0.000864 (0.00128) [ 0.67439]
0.057822 (0.01250) [ 4.62543]
D(JII(-1))
-0.041329 (0.03066) [-1.34801]
0.717880 (0.29916) [ 2.39964]
D(JII(-2))
-0.120108 (0.03065) [-3.91892]
-0.004407 (0.29906) [-0.01474]
D(JII(-3))
-0.118405 (0.03056) [-3.87481]
0.357171 (0.29817) [ 1.19786]
D(JII(-4))
-0.051787 (0.03061) [-1.69197]
0.622176 (0.29866) [ 2.08323]
D(JII(-5))
-0.069328 (0.03058) [-2.26730]
-0.141242 (0.29836) [-0.47339]
D(FBMES(-1))
0.013328 (0.00312) [ 4.27703]
-0.001623 (0.03041) [-0.05339]
D(FBMES(-2))
0.011374 (0.00313) [ 3.63048]
0.042776 (0.03057) [ 1.39933]
230
D(FBMES(-3))
0.004495 (0.00313) [ 1.43615]
0.031978 (0.03054) [ 1.04714]
D(FBMES(-4))
0.000521 (0.00312) [ 0.16698]
-0.044441 (0.03047) [-1.45854]
D(FBMES(-5))
0.001490 (0.00311) [ 0.47904]
-0.001943 (0.03034) [-0.06402]
C
0.067103 (0.23795) [ 0.28200]
1.820445 (2.32186) [ 0.78405]
0.039595 0.031117 88608.60 8.432938 4.669977 -4461.235 7.111661 7.160665 0.093109 8.567284
0.033989 0.025461 8436700. 82.28625 3.985511 -7327.033 11.66778 11.71678 1.948188 83.35423
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
408018.4 400271.4 -11684.09 18.61858 18.72884
231
Lampiran 44: Estimasi VAR antara DJIJP dengan JII Vector Autoregression Estimates Date: 10/17/14 Time: 16:25 Sample (adjusted): 6 1264 Included observations: 1259 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(JII)
D(DJIJP)
D(JII(-1))
0.017349 (0.02988) [ 0.58069]
0.233360 (0.05617) [ 4.15464]
D(JII(-2))
-0.082636 (0.02982) [-2.77084]
-0.078009 (0.05607) [-1.39127]
D(JII(-3))
-0.119796 (0.02983) [-4.01545]
-0.012981 (0.05609) [-0.23144]
D(JII(-4))
-0.040219 (0.02988) [-1.34604]
-0.062906 (0.05618) [-1.11981]
D(DJIJP(-1))
0.014984 (0.01590) [ 0.94213]
-0.232468 (0.02990) [-7.77436]
D(DJIJP(-2))
0.033116 (0.01636) [ 2.02361]
-0.099400 (0.03077) [-3.23073]
D(DJIJP(-3))
0.060877 (0.01637) [ 3.71780]
0.040911 (0.03079) [ 1.32890]
D(DJIJP(-4))
0.013516 (0.01593) [ 0.84845]
-0.001337 (0.02995) [-0.04466]
C
0.088852 (0.24015) [ 0.36998]
-0.020951 (0.45151) [-0.04640]
0.024698 0.018456 90732.66 8.519749 3.956788 -4479.193 7.129774 7.166503 0.071080 8.599475
0.062265 0.056263 320711.8 16.01778 10.37488 -5274.015 8.392399 8.429129 -0.007307 16.48834
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
16646.08 16408.94 -9682.551 15.40993 15.48339
232
Lampiran 45: Impulse Response Function FBMS dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of JII to JII
Response of JII to FBMES
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of FBMES to JII
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of FBMES to FBMES
90
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Lampiran 46: Impulse Response Function DJIJP dengan JII Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(JII) to D(JII)
Response of D(JII) to D(DJIJP)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
-2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(DJIJP) to D(JII)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of D(DJIJP) to D(DJIJP)
20
20
15
15
10
10
5
5
0
0
-5
-5 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
233
Lampiran 47: Variance Decomposition FBMS dengan JII Variance Decomposition of JII: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of FBMS: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
JII
FBMS
8.432938 12.02448 14.52175 16.32563 17.83988 19.12909 20.38683 21.60371 22.76942 23.87078
100.0000 99.31598 98.01862 96.94988 96.37270 95.98919 95.84604 95.79199 95.76166 95.73835
0.000000 0.684023 1.981377 3.050116 3.627297 4.010809 4.153956 4.208010 4.238336 4.261653
S.E.
JII
FBMS
82.28625 117.4677 146.2633 172.1030 193.8370 212.9639 230.0943 245.5310 259.7030 272.8349
15.26411 18.07119 18.97937 20.06777 21.64796 22.38558 22.84729 23.19169 23.46247 23.71360
84.73589 81.92881 81.02063 79.93223 78.35204 77.61442 77.15271 76.80831 76.53753 76.28640
Cholesky Ordering: JII FBMS
Lampiran 48: Variance Decomposition DJIJP dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJIJP): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(JII)
D(DJIJP)
8.519749 8.525767 8.553334 8.619775 8.624005 8.625944 8.626777 8.626845 8.626857 8.626872
100.0000 99.92916 99.64952 98.82571 98.82143 98.77883 98.77487 98.77464 98.77435 98.77410
0.000000 0.070837 0.350484 1.174294 1.178571 1.221171 1.225131 1.225363 1.225649 1.225899
S.E.
D(JII)
D(DJIJP)
16.01778 16.41838 16.48281 16.52791 16.53900 16.54006 16.54059 16.54067 16.54067 16.54068
10.61729 10.32824 10.88006 10.83436 10.93346 10.93275 10.93784 10.93780 10.93780 10.93779
89.38271 89.67176 89.11994 89.16564 89.06654 89.06725 89.06216 89.06220 89.06220 89.06221
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIJP)
234
Lampiran 49: Variance Decomposition DJIUK dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJIUK): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(JII)
D(DJIUK)
8.303108 8.461759 8.534924 8.573074 8.580100 8.595581 8.599748 8.600547 8.600890 8.600932
100.0000 96.28533 95.14875 95.11721 94.98553 94.71967 94.66328 94.66279 94.65902 94.65829
0.000000 3.714674 4.851248 4.882793 5.014471 5.280330 5.336716 5.337210 5.340984 5.341714
S.E.
D(JII)
D(DJIUK)
35.78782 35.84579 35.90644 35.90967 35.91244 35.93250 35.93336 35.93415 35.93431 35.93434
9.236809 9.506370 9.548542 9.554651 9.565331 9.574698 9.575483 9.575414 9.575819 9.575950
90.76319 90.49363 90.45146 90.44535 90.43467 90.42530 90.42452 90.42459 90.42418 90.42405
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJIUK)
Lampiran 50: Variance Decomposition DJICA dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJICA): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(JII)
D(DJICA)
8.199052 8.496703 8.582308 8.616660 8.619383 8.624287 8.625893 8.625975 8.626051 8.626119
100.0000 93.11932 91.74361 91.78431 91.77698 91.69865 91.68572 91.68588 91.68470 91.68402
0.000000 6.880679 8.256389 8.215686 8.223021 8.301352 8.314276 8.314123 8.315302 8.315982
S.E.
D(JII)
D(DJICA)
45.15064 45.50257 45.56160 45.58025 45.58660 45.58674 45.58722 45.58733 45.58734 45.58735
4.896860 4.981555 4.969389 4.965507 4.971641 4.972171 4.972272 4.972493 4.972524 4.972528
95.10314 95.01845 95.03061 95.03449 95.02836 95.02783 95.02773 95.02751 95.02748 95.02747
Cholesky Ordering: D(JII) D(DJICA)
235
Lampiran 51: Variance Decomposition IMUS dengan JII Variance Decomposition of D(JII): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(IMUS): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(JII)
D(IMUS)
8.159154 8.480101 8.549868 8.588683 8.590487 8.596267 8.599847 8.600409 8.600632 8.600725
100.0000 92.58303 91.63618 91.59629 91.59906 91.54590 91.49735 91.49655 91.49593 91.49408
0.000000 7.416966 8.363819 8.403713 8.400944 8.454102 8.502655 8.503453 8.504065 8.505915
S.E.
D(JII)
D(IMUS)
30.02244 30.13422 30.15909 30.19504 30.21731 30.22119 30.22131 30.22139 30.22139 30.22142
3.665325 3.989989 4.050936 4.237721 4.298874 4.298335 4.298975 4.299358 4.299367 4.299475
96.33468 96.01001 95.94906 95.76228 95.70113 95.70166 95.70102 95.70064 95.70063 95.70053
Cholesky Ordering: D(JII) D(IMUS)
Lampiran 52: Variance Decomposition KLSE dengan IHSG Variance Decomposition of IHSG: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of KLSE: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
IHSG
KLSE
49.02916 71.31095 87.65984 99.26183 108.6107 117.0484 125.0322 132.6150 139.7843 146.5626
100.0000 99.81796 99.67952 99.69307 99.64443 99.61434 99.58585 99.55517 99.52770 99.50048
0.000000 0.182039 0.320485 0.306928 0.355569 0.385663 0.414153 0.444827 0.472301 0.499524
S.E.
IHSG
KLSE
11.16294 16.03096 19.97144 23.51275 26.36781 28.86344 31.11213 33.15199 35.03645 36.78822
30.83457 39.15572 42.86935 44.26143 45.27140 45.71904 45.99481 46.20877 46.36507 46.48923
69.16543 60.84428 57.13065 55.73857 54.72860 54.28096 54.00519 53.79123 53.63493 53.51077
Cholesky Ordering: IHSG KLSE
236
Lampiran 53: Variance Decomposition NIKKEI 225 dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(NIKKEI): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(IHSG)
D(NIKKEI)
48.64492 48.93852 48.97695 49.25431 49.33385 49.45398 49.46454 49.47325 49.48055 49.48131
100.0000 99.07274 98.93659 98.52114 98.36464 98.04920 98.03022 98.00944 97.99639 97.99376
0.000000 0.927264 1.063414 1.478860 1.635363 1.950801 1.969780 1.990556 2.003614 2.006244
S.E.
D(IHSG)
D(NIKKEI)
200.4175 201.4223 201.4266 201.6357 202.3193 202.3803 202.4963 202.5011 202.5018 202.5080
20.37427 20.24435 20.24685 20.32407 20.86132 20.90771 20.94293 20.94506 20.94501 20.94814
79.62573 79.75565 79.75315 79.67593 79.13868 79.09229 79.05707 79.05494 79.05499 79.05186
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(NIKKEI)
Lampiran 54: Variance Decomposition FTSE 100 dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(FTSE): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(IHSG)
D(FTSE)
48.03217 48.97792 49.01003 49.29170 49.34746 49.41480 49.43648 49.43861 49.43988 49.44010
100.0000 96.37511 96.32875 96.03125 95.96709 95.83982 95.76167 95.76022 95.76025 95.76016
0.000000 3.624893 3.671254 3.968751 4.032905 4.160178 4.238329 4.239778 4.239752 4.239835
S.E.
D(IHSG)
D(FTSE)
74.35387 74.36202 74.49756 74.55217 74.65707 74.77842 74.78042 74.78197 74.78289 74.78320
14.10670 14.12470 14.10095 14.14479 14.22834 14.19414 14.19769 14.20120 14.20108 14.20147
85.89330 85.87530 85.89905 85.85521 85.77166 85.80586 85.80231 85.79880 85.79892 85.79853
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(FTSE)
237
Lampiran 55: Variance Decomposition S&P TSX dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period
S.E.
D(IHSG)
D(S_P_TSX)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
46.88135 49.08398 49.11485 49.33113 49.38959 49.43338 49.43385 49.43677 49.43847 49.43886
100.0000 91.45259 91.44278 91.35320 91.35262 91.36566 91.36415 91.35946 91.35997 91.36010
0.000000 8.547412 8.557215 8.646798 8.647381 8.634337 8.635848 8.640538 8.640029 8.639904
Variance Decomposition of D(S_P_TSX): Period
S.E.
D(IHSG)
D(S_P_TSX)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
157.4582 157.6114 158.1053 158.2191 158.6638 158.9181 158.9211 158.9298 158.9358 158.9380
7.152471 7.150705 7.230404 7.234838 7.469422 7.511402 7.514859 7.519852 7.526402 7.526362
92.84753 92.84930 92.76960 92.76516 92.53058 92.48860 92.48514 92.48015 92.47360 92.47364
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(S_P_TSX)
Lampiran 56: Variance Decomposition DJIA dengan IHSG Variance Decomposition of D(IHSG): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition of D(DJIA): Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S.E.
D(IHSG)
D(DJIA)
46.60170 49.12944 49.16576 49.46480 49.51266 49.52779 49.53332 49.53425 49.53448 49.53458
100.0000 90.32328 90.33754 89.98221 89.99798 89.94980 89.93810 89.93788 89.93782 89.93743
0.000000 9.676717 9.662461 10.01779 10.00202 10.05020 10.06190 10.06212 10.06218 10.06257
S.E.
D(IHSG)
D(DJIA)
149.4026 150.3000 150.3317 150.4042 150.4947 150.5068 150.5090 150.5106 150.5109 150.5110
5.377893 5.362677 5.377253 5.466965 5.576257 5.577245 5.579949 5.581666 5.581786 5.581787
94.62211 94.63732 94.62275 94.53303 94.42374 94.42275 94.42005 94.41833 94.41821 94.41821
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(DJIA)
238