ANALISIS HUBUNGAN MANAJEMEN KONFLIK DAN STRESS KERJA TERHADAP KINERJA MARKETING DIVISI EMERGING BUSINESS BANK SWASTA DI BANDUNG Nunnie Widagdo Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta ABSTRACT This research is focused on the relationship between the management conflict and job stress towards marketing performance on banking sector. Banking sector these days has shown us a very dynamical pattern which is psychologically influence the brand value brought by marketing. Most company face the dynamic environment and change regularly. The increasing Bank competition which is not only at pricing level, but also non-price competition will increase the job stress level of employees. The purpose of this research is to analyze the influeces of conflict management and Job Stress on Employee Performance. The method of analysis used in this research is using simple regression analysis. The researcher used a set sample using purposive sampling of all Emerging Business Division at Metro Bandung consist of 45 people. The Result of this research shown that a conflict management have a significant effect partially to 65% for employee performance and Stress Job partially significant effect on employee performance by 41.1%. Work conflict and Stress Management also simultaneously affect the performance of employees by 57.9%. Keywords: conflict management, job stress, employee performance 1. PENDAHULUAN Peran Individu dalam sebuah perusahaan perupakan peran yang amat dominan karena merupakan fungsi fundamental dalam suatu kemajuan perusahaan. Oleh karenanya, manajemen perusahaan perlu menaruh perhatian lebih besar terhadap pengelolaan dan investasi Sumber Daya Manusia guna mencapai seluruh visi dan misi yang telah dicanangkan oleh perusahaan. Hal tersebut disebabkan oleh setiap individu pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik secara individu maupun antar kelompok dalam sebuah perusahaan. Dalam industri perbankan, secara khusus, sebagian besar profit diraih dari nilai keaktifan para marketing dalam memasarkan produk-produk perbankan. Secara psikologis banyak faktor yang dapat mendukung pemenuhan target atau goal yang dicanangkan oleh perusahaan terhadap masing-masing marketing. Visi misi perbankan pada umumnya adalah mencapai keuntungan sebesar-besarnya serta berupaya agar dapat
158
mempertahankan keberlangsungan perusahaannya dalam jangka waktu yang panjang. Dalam upayanya mencapai hal tersebut maka secara spesifik perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang kuat, penuh semangat serta motivasi untuk tetap berkarya. Perusahaan yang telah bertumbuh dengan pesat yang tercermin dari perkembangan aset hingga lima kali lipat dari aset tahun sebelumnya tentunya ditunjang juga dengan kinerja para karyawan yang kompeten pada bidangnya. Individu-individu tersebut bergerak sebagai motorik perusahaan demi tercapainya visi dan misi perusahaan. Dan untuk mencapai visi dan misi tersebut tentunya sebuah perusahaan membutuhkan sebuah strategi ketahanan dan peningkatan atas tuntutan global yang ada pada dunia perekonomian saat ini terutama bila perusahaan tersebut bergerak dibidang perbankan. Seiring dengan perkembangan jaman, perubahan dinamis, baik di dalam maupun diluar perusahaan pasti terjadi karena kebutuhan untuk maju terus meningkat serta berbagai permasalahan lain membuat
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
para individu yang ada dalam sebuah perusahaan wajib menyesuaikan diri, baik secara fisik maupun mental. Apabila hal tersebut tidak dapat diatasi oleh seorang individu, maka akan muncul yang dinamakan stress kerja serta konflik pada lingkungan ia bekerja. Stress kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang individu mengalami ketegangan secara mental diakibatkan dengan adanya kondisi-kondisi yang memengaruhi dirinya. Kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam diri maupun dari lingkungan luar individu tersebut. Stres kerja dapat didefinisikan sebagai tekanan yang dirasakan indvidu dikarenakan tugas yang ia jalankan tidak dapat ia penuhi secara maksimal seperti apa yang telah dituntut oleh manajemen perusahaan terhadap dirinya. Sebagai contoh, faktor pemicu stres karyawan ialah antara lain adanya ketidak jelasan atas apa yang menjadi tanggung jawabnya, kurangnya waktu dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas yang saling bertentangan satu sama lain. Membuat seorang individu tersebut terjepit pada suasana bekerja dengan penuh tekanan secara psikologis. Tingkat stress pada individu yang terus diabaikan tanpa penanganan cepat dari manajemen akan serta merta menimbulkan tingkat stres ke level kelompok kerja. Apabila sudah terbentuk stres pada kelompok kerja maka tidak menutup kemungkinan level turnover karyawan akan juga meningkat dan manajemen perlu menata ulang strategi sumber daya manusianya dikarenakan bibit-bibit yang sebenarnya unggul telah tidak dapat lagi produktif bagi perusahaan tersebut akibat mengundurkan diri. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stress kerja kinerja marketing sebuah bank swasta. Manfaat penelitian: a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang Psikologi pada umumnya dan psikologi manajemen perkembangan pada khususnya. b. Dapat memberikan bukti teoritis serta empiris mengenai hubungan stres kerja dengan kinerja marketing perbankan di sebuah bank swasta.
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
3. Memberikan wacana dan informasi bagi individu yang tengah mengalami stres kerja, serta kepada manajemen perusahaan untuk dapat terus mempertahankan produktivitas pada karyawannya. 4. Bagi peneliti sejenis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bila akan mengadakan penelitian lebih lanjut khususnya masalah stres kerja, konflik organisasi serta kinerja individu dalam perusahaan. 2.
TINJAUAN PUSTAKA
Disini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori yang menjelaskan pengertian stress kerja, baik secara individu maupun kelompok, teori penanganan konflik dan stress kerja itu sendiri, serta tolak ukur kinerja individu pada sebuah perusahaan. Pada tinjauan pustaka ini juga akan dideskripsikan secara jelas hubungan antara manajement stress dan konflik kerja terhadap kinerja seorang individu. Stress Kerja Definisi Stress Fakta menunjukkan bahwa dunia dewas ini memiliki perkembangan yang amat pesat di seluruh aspek kehidupan. Tingginya biaya hidup, semakin beratnya persaingan serta tuntunan hidup yang semakin tinggi dapat mengakibatkan stres kerja. Stres merupakan hasil dari interaksi antara tugas dan pekerjaan dengan individu-individu yang melaksanakan pekerjaan itu sendiri. Stres dalam hal ini merupakan suatu ketidakseimbangan di dalam diri individu yang bersangkutan. Kata stres berasal dari kata latin yaitu “stringere” yang artinya adalah ketegangan atau tekanan. Stres merupakan reaksi yang tidak diharapkan muncul pada psikologis sebuah individu dikarenakan tingginya tuntunan lingkungan yang dihadapkan pada individu tersebut. Keseimbangan antara kekuatan dan kemampuan menjadi terganggu. Kondisi lingkungan yang khas sebagai sumber yang potensial terjadinya stres, kondisi tersebut kemudian dinamakan penekan (stressor). Trres sangat mungkin tidak dialami atau dialami oleh seseorang bergantung pada karakteristik orang yang bersangkutan. Ada beberapa alasan mengapa permasalahan stres yang berkaitan dengan
159
perusahaan pada jaman seperti saat ini perlu diangkat (Nimran, 1999). Antara lain ialah masalah stres adalah masalah yang amat penting karena erat kaitannya dengan produktifitas kerja seorang individu. Kedua adalah selain dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari luar perusahaan, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktir yang berasal dari dalam perusahaan. Oleh karenanya perlu dipahami secara mendalam akar dari permasalahannya. Ketiga, pemahaman akan sumber stres disertain pemahaman bagaimana cara mengatasinya amatlah penting bagi perusahaan untuk dapat terus meningkatkan produktivitas secara efisien dan efektif. Stres merupakan tuntutan-tuntutan eksternal seorang individu (Spielberger, Charles. 2003). Stres juga dapat diartikan sebagai sebuah tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seorang individu. Berikut ini adalah gejala-gejala stres (Bahram, 2003), antara lain: a. Fisik, dimana individu tersebut mengalami sulit tidur atau sakit kepala hingga muncul gangguan pencernaan, radang usus, selera makan berubah, tekanan darah tinggi atau serangan jantung b. Emosional, dimana individu tersebut menjadi lebih sering marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif. Individu tersebut juga akan cenderung agresif terhadap orang lain serta mudah menyerang secara mental melalui perkataan serta kelesuan mental c. Intelektual, yaitu mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi dan hanya cenderung memikirikan satu hal saja hingga hal lain terbengkalai. d. Interpesonal, dimana individu tersebut cenderung acuh tak acuh mendiamkan orang lain, mudah mengingkari janji, dan kepercayaan pada orang lain menurun. Individu tersebut juga cenderung menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi. Stres merupakan kondisi dinamis dimana sorang individu duhadapkan pada sebuah kesempatan, keterbatasan atau tuntutan sesuai dengan harapan dan hasil yang hendak dicapai dalam kondisi penting dan tidak menentu (Robbins, 2003). Stres kerja sendiri merupakan dikonseptualisasi
160
dari berbagai titik pandang, yatu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus respon (Gibson, 2003). Stres sebagai stimulus merupakan sebuah pendekatan yang menitik beratkan kepada lingkungan. Definisi stimulus itu sendiri adalah memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan kepada stressor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi manusia dan pekerjaan, serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Beehr dan Newman, 2006). Sedangkan sumber stres dalam lingkungan kerja adalah sebagai berikut (Ivancevich dan Matterson, 2003): a. Lingkungan fisik, seperti konfisi penerangan ditempat kerja, tingkat kebisingan dan keluasan wilayah kerja b. Individu, seperti konflik pean, peran yang rancu atau tidak jelas, beban kerja berlebihan, tanggung jawab terhadap orang lain, dan kesempatan untuk mengembangkan karir. c. Kelompok Organisasi, seperti hilangngnya kekompakan kelompok, tidak adanya dukungan yang memadai, dan konflik antara intra dan inter kelompok. Sedangkan sumber dari Organisasi seperti, iklim organisasi, struktir organisasi, teritorial organisasi, teknologi serta pengaruh pimpinan. Simpulan umum yang diyakini banyak orang adalah stres berkonotasi negatif karena dapat menyebabkan kontra produktif. Stres dapat menyebabkan peningkatan glukosa menuju otak yang memberikan energi lebih kepada neuron. Apabila ini terjadi secara terus-menerus maka dapat mengambat pengiriman glukosa dan mengganggu ingatan seseorang. Strategi Manajemen Konflik Dan Stres Kerja Manajemen konflik dan stres kerja merupakan proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga yang menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
resolusi yang diinginkan (Wirawan, 2010). Adapun gaya manajemen konflik antara lainnya adalah Kompromi (compromising), merupakan gaya manajemen konflik tengan atau menengah, dengan menggunakan strategi memberi dan mengambil (give and take), dimana kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Dalam keadaan tertentu, kompromi dapat berarti membagi perbedaan diantara dua posisi dan memberikan konsesi untuk mencari titik tengah. Berikut adalah indikator mengenai keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan gaya manajemen konflik kompromi yang efektif (Wirawan, 2010): a. Kemampuan bernegosiasi b. Mendengarkan dengan baik lawan konflik c. Mengevaluasi nilai d. Menemukan jalan tengah e. Memberikan konsesi Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Margiati, 1999). Yaitu secara spesifik dijabarkan sebagai berikut: a. Strategi penanganan individual, dimana apabila seorang karyawan merasa terdapat peningkatan ketegangan, karyawan tersebut seharusnya istirahat sejenak, melakukan meditasi atau relaksasi, atau mengurangi mengkonsumsi garam dan makanan mengandung lemak serta memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti sayuran dan buah-buahan b. Strategi penanganan organisasional, yang didesain oleh manajemen untuk menghilangkan penekan / stresson tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres untuk pekerja individual yang dapat dilakukan dengan cara seperti memformulasi struktur birokratik dengan menyertakan infleksibilitas serta iklim impersonal. Cara lain adalah seperti memperkaya desain tugas-tugas dengan meningkatkan faktor isi pekerjaan (seperti tanggung jawab, pengakuan dan kesempatan untuk pencapaian). Atau bahkan dengan mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
c.
dengan mengindentifikasi secara pasti peran masing-masing individu dalam perusahaan tersebut. Strategi dukungan sosial, seperti dukungan keluarga, teman sekerja, pemimpin langsung atau orang lain. Hal tersebut diperlukan guna individu tersebut memiliki nilai lebih diantara masyarakat sekitarnya.
Kinerja Kinerja dapat didefinisikan sebagai ukuran hasil kerja yang menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Robbins, 1996). Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kuantitas yaitu jumlah atau banyaknya pekerjaan yang dihasilkan karyawan serta kualitas yaitu mutu pekerjaan yang dicapai oleh seorang individu dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan serta sesuai pula dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Tiga faktor utama yang memengaruhi bagaimana seorang individu tersebut melakukan pekerjaannya (Mathis, 2006), antara lain: a. Kemampuan individual, seperti bakat, minat dan faktor kepribadian b. Tingkat usaha yang dicurahkan, seperti motivasi, etika kerja, kehadiran dan rancangan tugas c. Dukungan organisasi, seperti pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja dan manajemen serta rekan kerja. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang individu atau kelompok dalam suatu perusahaan, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Suyadi Prawirosentono, 1999). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil pencapaian yang dapat dilaksanakan oleh seseorang baik kualitas maupun kuantitas yang akan dicapai pegawai persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
161
Teori Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Pola yang paling meluas dipelajari dalam literatur stess-kinerja adalah hubungan Uterbalik. Dimana pada gambar 1 dibawah ini digambarkan hubungan antara stres kerja dan kinerja karyawan:
Gambar 1. Hubungan U-Terbalik antara Stres Kerja dan Kinerja Logika yang mendasari hubungan Uterbalik ini adalah bahwa stres pada tingkat rendah hingga sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi. Pada saat itulah individu sering melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif atau lebih cepat. Namun terlalu banyak stres akan menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai atau kendala pada seseorang, yang mengakibatkan kinerja menjadi lebih rendah. Pola U-terbalik ini juga menggambarkan reaksi terhadap stres sepanjang waktu, dan terhadap perubahan intensitas stres. Artinya adalah stres tingkat sedang justru dapat memiliki pengaruh negatif pada kinerja jangka panjang dikarenakan intensitas stres yang berkelanjutan meruntuhkan individu tersebut kemudian melemahkan pula sumber daya energinya. Tingkat sedang stres yang dialami terus menerus selama waku yang panjang dapat menyebahkan kinerja yang lebih rendah (Robbins, 1996). 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui pengaruh stres kerja terhadap kinerja marketing divisi Emerging Business di salah satu Bank Swasta di Bandung. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk
162
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2008). Sugiyono (2008) mengemukakan bahwa variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang lain atau satu objek dengan objek yang lain. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya varriabel terikat, sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel adalah Variabel Bebas : Stress Kerja Variabel Terikat : Kinerja Peneliti melakukan pengumpulan data dan informasi yang relevan untuk menunjang analisa penelitian dengan cara observasi dan wawancara. Dimana pendapat responden diperoleh dengan cara menyebarkan kuosioner. Peubah yang diukur dalam penelitian ini terdiri atas sumber stres kerja dan kinerja karyawan. Stres adalah keadaan dimana karyawan yang bersangkutan mengalami tekanan, ketegangan yang dapat berpengaruh terhadap emosi, proses pikiran dan kondisi fisik dari karyawan tersebut. Stres dapat diketahu dari gejala-gejala yang terdpat didalam setiap individu. Stres diukur dengan menggunakan kuosioner yang disebarkan kepada responden dan skala yang digunakan ialah skala Likert 1-5. Sedangkan kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam waktu tertentu berdasarkan standar kerja yang ditetapkan perusahaan. Variabel dan unsur empiris yang menjadi konsep ini adalah kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, dan ketepatan waktu untuk berkinerja. Hasil kinerja dapat diketahui dengan adanya performance appraisal Perusahaan dan penilaian kinerja dari masing-masing individu melalui kuosioner menggunakan skala Likert 1-5. Peneliti menggunakan model persamaan struktural (SEM) dimana merupakan sebuah teknik peubah ganda yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear peubah-peubah pengamatan secara
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
simultan dan sekaligus melibatkan peubah laten yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung (Ferdinand, 2000). Dalam penelitian ini model persamaan strukturan dapat dilihat seperti gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Model Persamaan Strukturan (SEM) penelitian Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan penelitian diatas persamaan sebagai berikut: Peubah stresor, stres kerja serta peubah kinerja dikorelasikan satu sama lain sesuai dengan model persamaan struktural diatas. Adapun variabel pembetuk stresor kerja adalah sbb: X1 = Tuntutan tugas; X2= Tuntuan peran; X3 = Tuntutan hubungan antar pribadi; X4 = Kepemimpinan Organisasi. Sedangkan variabel peubah stres kerja diindikasikan oleh konsekuensi gejala stres sbb: Y1= Gejala psikologis; Y2 = Gejala perilaku; Y3 = Kualitas pekerjaan; Y4 = Kuantitas Pekerjaan; Y5 = Ketepatan waktu.
Tabel 1: Hasil Uji Chi-square antara karakteristik Karyawan dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil uji asosiasi chi square diatas antara stres kerja dengan karakteristik karyawan diperoleh bahwa karakteristik tidak memiliki hubungan nyata dengan stres kerja, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang lebih besar dari 5%. Faktor-faktir organisasional yang mnejadi sumber pembangkit stres kerja bagi karyawan seperti tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi dan kepemimpinan (Siagian, 2004) Sehingga dapat disimpulkan bahwa stres kerja tidak memiliki hubungan dengan karakteristik karyawan, karena karakteristik karyawan bukan hal yang mendasari timbulnya stres kerja bagi karyawan di lingkungam kerja. Kinerja Karyawan Pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan kinerja karyawan dengan karakteristik responden menggunakan uji asosiasi chi-square yang dilakukan pada 46 marketing divisi emerging business terlampir seperti Tabel [2] berikut ini
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Stress Kerja Berdasarkan hasil survey dari 46 orang responden, berdasarkan karakterisitik tertenty yaitu jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, gaji dan masa kerja dimana selanjutnya akan dilakukan analisis pengaruh karakteristik karyawan terhadap stres kerja dan kinerja. Pengujian in idilakukan melalui analisis tabulasi silag (crosstabs) yaitu chi-square yang dapat dilihat pada Tabel [1] dibawah ini yang dilakukan pada 45 marketing divisi Emerging Business Bank Swasta dibandung.
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
Tabel 2. Hasil Uji Chi-square antara karakteristik dengan kinerja
Berdasarkan hasil uji asosiasi chisquare antara kinerja karyawan dengan karakteristik karyawan diperoleh bahwa kinerja karyawan yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang nyata lebih besar dari 5%. Hal ini mengindetifikasikan bahwa kinerja
163
karyawan tidak memiliki hubungan dengan karakterisitik karyawan, karena karakteristik karyawan bukan hal yang mendasari tinggi atau rendahnya kinerja karyawan.
Stres kerja terhadap kinerja karyawan
Uji Reliabilitas Dalam stres kerja, variabel yang memiliki loading faktor tertinggi dengan nilai 1 yaitu gejala psikologi. Sedangkan gejala perilaku memiliki nilai = 0.85 artinya gejala psikologis memiliki pengaruh yang besar terhadap stres kerja karyawan dibandingkan gejala lainnya yaitu gejala perilaku. Sedangkan dalam kinerja, variabel yang memiliki loading faktor tertinggi dengan nilai 1 yaitu kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan dengan nilai 0.81, sedangkan ketepatan wakti memiliki 0.3, artinya kuantitas pekerjaan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan variabel indikator lain seperti kualitas pekerjaan dan ketepatan waktu.
8
Besar pengaruh indikator stres kerja dan kinerja karyawan
Dalam stres kerja, variabel yang memiliki loading factor tertinggi dengan nilai 1 yaitu gejala psikologi (Y1) sedangkan gejala perilaku (Y2) dengan nilai 0.85
Tabel 3. Rekapitulasi hasil penelitian: No
Proses Analisis
1
Uji Validitas
2
Uji reliabilitas
3
4
Karakteristik Responden
Analisa karakteristik Responden
5
Kondisi Tingkat Stres Kerja
6
Kondisi Kinerja Pengaruh
7
164
Hasil R hitung < rtabel 30 pertanyaan dinyatakan valid Menggunakan rumus construct reliability dan variance extracted. Seluruh nilai construct reliability dari ketiga variabel laten telah memiliki nilai yang baik yaitu diatas 70%. Sedangkan nilai variance extracted dari ketiga variabel laten telah memiliki nilai yang baik yaitu diatas 50%. Hal ini menunjukkan bahwa indikatorindikator tersebut cukup handal Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan, berusia 20-30 tahun, tingkat pendidikan terakhir S1 dengan penghasilan antara 3 – 5 juta rupiah Menggunakan uji chi square diperoleh bahwa seluruh karakteristik tidak memiliki hubungan nyata dengan stres kerja maupun kinerja karyawan yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang nyata lebih besar dari 5% (P-value > a = 0.05) Rendah dengan skor rataan keseluruhan 2.68, karena sumber stres dan gejala stres rendah. Tinggi dengan skor rataan keseluruhan 3.76 Dengan Nilai y = 1.58 dengan
t-value = 4.50 menunjukan stres kerja secara signifikan nyata dan bersifat positif berpengaruh pada stres kerja. Dengan nilai B = 0.43 dan tvalue = -3.13 menunjukkan bahwa stres kerja secara signifikan berpengaruh negatif tidak nyata terhadap kinerja karyawan. Dengan Nilai B = 0.10 dan tvalue = 0.89 menunjukkan bahwa kinerja karyawan secara signifikan berpengaruh tidak nyata terhadap stres kerja. Dalam sumber stres kerja (stresor) variabel yang memiliki loading factor tertinggi dengan nilai 1.76 adalah tuntuntan hubungan pribadi (X3), kepemimpinan organisasi (X4) dengan nilai 1.53, tuntutan peran (X2) dengan nilai 1.50; dan tuntutan tugas dengan (X1) dengan nilai 1.0
9
Upaya Pencegahan Stres Kerja
Dalam Kinerja, variabel yang memiliki loading factor tertinggi dengan nilai 1 adalah kuantitas pekerjaan (Y4); kualitas pekerjaan (Y5) dengan nilai 0.81; sedangkan ketepatan waktu memiliki nilai 0.30 Menurut persepsi individu dan persepsi manajemen perusahaan yaitu fakor ekonomi karyawan, hiburan, lingkungan kerja, hubungan dengan atasan, kebijakan perusahaan, kebutuhan rohani karyawan, beban kerja dan penghargaan. Upaya pencegahan stres kerja yang seharusnya dilakukan perusahaan menurut karyawan yaitu terkait dengan faktor beban kerja dan penghargaan kepada karyawan.
5.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Simpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian adalah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stress kerja dengan kinerja karyawan. Dan kondisi tingkat stres kerja karyawan rendah dikarenak sumber stres kerja dan gejala stres rendah.
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
Saran a. Perusahaan tetap mempertahankan kondisi stres kerja dan kinerja karyawannya sudah baik. Untuk itu perusahaan dapat melakukan beberapa upaya, antara lain membuat program yang dapat mengurangi stres karyawan seperti pelatihan, konsultasi dan kebijakan yang terkait dengan beban kerja dan penghargaan kepada karyawannya. b. Bagi individu yang merasakan stres kerja dapat mengkomunikasikan kepada atasan langsung mengenai gejala dan harapan yang diinginkan supaya dapat tercetus sebuah solusi untuk kepentingan bersama. c. Bagi peneliti sejenis, diharapkan untuk menganalisis faktor-faktor lain yang memperkuat hubungan stres kerja dan kinerja marketing, persiapan penelitian yang lebih matang terutama dalam proses pemilihan alat ukur penelitian, serta tidak kalah pentingnya agar memperhatikan waktu untuk penyebaran kuesioner sehingga mendapatkan respon baik dari responden.
Kesehatan Masyarakat Univesitas Airlangga. Mathis, R dan Jackson W. 2006. Human Resources Development. Jakarta: Prestasi Pustaka Nimran, Umar. 1999. Perilaku Organisasi. Surabaya: Citra Media Prawirosentono, Suyadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE Shahian, Bahram dan Michael Hassul, 1993. Control System Design Using MATLA. Prentice-Hall International Edition. Spielberger, Charles,D., Schwarzer, dkk. (1989). Advances in test anxiety research. Dalam Journal Amsterdam Vol 6 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Robbins, Stephen P, 2003. Perilaku Organisasi, Jilid 2. Jakarta: Gramedia Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, aplikasi dan Jakarta: Salemba penelitan). Humanika
DAFTAR PUSTAKA Beehr, T.A dan J.E Newman. 2006. Job Stress, Employee Health, And Organizational Effectivenes. Dalam Jurnal Personel Psychology: A Facet Analysis, Model and Literatire Review Ferdinand, A. 2000. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Universitas Diponegoro Gibson, Ivancevich & Matterson. 2003. Organization Behavior, Structure, Process. Chicago: R.D Irwin Gibson, James,L. 2003. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses. Edisi ke-5. Cetakan ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Mangkunegara, Anwar P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja: Latar Belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Dalam Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Surabaya: Fakultas
Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869
165