ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh : MARIA YUNITASARI NRP A 14303015
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN MARIA YUNITASARI. Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur. Di Bawah Bimbingan HERMANTO SIREGAR. Kebijakan pembangunan ekonomi pada pemerintahan orde baru yang berorientasi pada peranan uang (capital centered development), telah berhasil meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun keberhasilan pada masa tersebut tidak berlangsung lama. Masa pemulihan perekonomian Indonesia akibat krisis lebih lambat dibandingkan dengan Korea, Jepang, dan Thailand. Peringkat Indonesia ke-111 dari 175 negara di dunia, menunjukkan rendahnya kualitas manusia Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara- negara di ASEAN, rendahnya kualitas manusia Indonesia disebabkan oleh rendahnya perhatian dan kebijakan pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan manusia. Kenyataan tersebut mendorong dilakukannya perubahan paradigma pembangunan, dimana pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people center development) dengan menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial yang pro pembangunan manusia. Selama ini, PDRB dipercaya sebagai ukuran utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan adanya perubahan paradigma pembangunan, UNDP mengajukan IPM sebagai indikator yang dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan. UNDP menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai PDRB tinggi, belum tentu memilki IPM yang tinggi pula. Namun, wilayah yang IPMnya rendah, belum tentu PDRBnya juga rendah. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan PDRB yang tinggi namun IPM yang rendah. Pada tahun 1999, PDRB Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3, namun pembangunan manusianya menduduki peringkat ke-22. Selain itu, Propinsi Jawa Timur juga tercatat sebagai propinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi dan PDRB per kapita yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dan melihat seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari BPS dan situs-situs yang menyediakan data-data yang terkait dengan peneltian ini (Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan, UNDP, dan World Bank). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik estimasi menggunakan data panel atau pooled data (kombinasi data time series dan cross section). Dengan unit cross section adalah 29 kabupaten dan 8 kota di Propinsi Jawa Timur, dan tahun 1996, 1999, dan 2002 sebagai unit time series-nya.
Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 4.1. Sedangkan estimasi dengan data panel dilakukan melalui uji kesesuaian model (pooled least square, fixed effect, dan random effect) untuk mengetahui model mana yang terbaik dalam mengestimasi model dan uji evaluasi model. Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur diestimasi dengan menggunakan 6 (enam) variabel penjelas, yaitu variabel PDRB per kapita, kemiskinan, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Untuk menunjukkan adanya kebijakan desentralisasi politik, administratif, dan fiskal, dimasukkan dummy otonomi daerah ke dalam model. Uji kesesusuaian model dari teknik estimasi data panel dilakukan dengan Chow Test dan Hausman Test. Dari uji tersebut, dihasilkan bahwa model fixed effect lebih baik digunakan untuk melakukan analisis hubungan antara kinerja ekonomi dan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. Kemudian, setelah dibandingkan antara model fixed effect PLS (tanpa pembobotan) dengan model fixed effect GLS (cross secton weighted), disimpulkan bahwa hasil estimasi dengan model fixed effect GLS menghasilkan lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan dengan model fixed effect PLS. Hasil estimasi model dengan fixed effect GLS menghasilkan adjusted-R2 sebesar 0,9999, artinya 99,99 persen model dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebasnya. Pada taraf nyata 5 persen, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia adalah variabel PDRB per kapita, kemiskinan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan otonomi daerah. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pembangunan manusia adalah peran perempuan. PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,008. Kemiskinan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,04. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,019. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,006. Kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh positif dan signfikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,018. Sedangkan peran perempuan, yang dalam hal ini diwakili oleh indeks pemberdayaan jender (IDJ) mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,005. Pelaksanaan pembangunan seharusnya dilakukan dengan pendekatan secara sektoral dan regional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pembangunan manusia nya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan UMKM, Corporate Social Responbility (CSR), proyek usahatani, serta bantuan kredit dan pemberdayaan masyarakat pesisir (nelayan).
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh : MARIA YUNITASARI A 14303015
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
: ANALISIS HUBUNGAN AN TARA PERTUMBUHAN EKONOMI
DENGAN
PEMBANGUNAN
PROPINSI JAWA TIMUR Nama
: Maria Yunitasari
NRP
: A 14303015
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP. 131 803 656
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP .131 124 019
Tanggal lulus :
MANUSIA
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN.
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2007
Maria Yunitasari NRP A 14303015
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 1 November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mardjuki dan Ibu Siti Wahyuni. Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi pada tahun 1992. Pendidikan Sekolah Dasar Penulis diselesaikan di SD Negeri Baleharjo II Pacitan pada tahun 1997. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pacitan pada tahun 1997-2000. Pendidikan tingkat atas dapat Penulis selesaikan di SMU Negeri 1 Pacitan tahun 2000-2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada tahun 2003. Di IPB penulis diterima pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam himpunan profesi Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilm Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2003/2004 sebagai staf pada Departemen Kewirausahaan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan
rahmat,
taufik,
dan
hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan
Manusia
Propinsi
Jawa
Timur”
dapat
diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Namun demikian, Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor,
Mei 2007
Maria Yunitasari NRP A 143030315
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang turut andil dan berkontribusi. Segala bentuk bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa merupakan nikmat yang akan selalu Penulis syukuri. Untuk itu, sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis ingin mengucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang denga penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak A. Faroby Falatehan, S.P., ME. selaku penguji utama dan Ibu Eva Anggraini, S.P., M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan yang telah
bersedia
meluangkan
waktu,
pikiran,
dan
saran
dalam
penyempurnaan skripsi ini. 3. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang ikhlas, doa yang tulus, dorongan moril dan materiil, serta Mas Aan yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi. 4. Pak Budi, Kak Ary, Kak Hendi, Mas Roni, atas segala bantuannya. 5. Mbak Pini yang selalu memberikan semangat dan keceriaan. 6. Evy Fachraini Winniasri dan Roy Syahputra Ginting yang terus bersamasama berjuang dalam penelitian ini. 7. Teman-teman EPS ’40 yang ceria dan kompak. 8. Teman-teman Edelweiss yang selalu memberi keceriaan, kebersamaan, dan semangat. 9. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dan ridho dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ..................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xiv BAB I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................8 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................9
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Manusia .........................................................................11 2.2 Pertumbuhan Ekonomi ..........................................................................13 2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia .............................15 2.4 Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................................18
III. KERANGKA BERPIKIR 3.1 Kerangka Konseptual ............................................................................25 3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia ...................................................25 3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto ........................................26 3.1.3 Kemiskinan ..................................................................................26 3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender ......................................................27 3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah ...................................................28 3.1.6 Otonomi Daerah ..........................................................................30 3.1.7 Analisis Panel Data .....................................................................31 3.2 Kerangka Operasional ...........................................................................35 3.3 Hipotesis Penelitian ...............................................................................38 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................40 4.2 Jenis dan Sumber Data ..........................................................................40
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data ..................................................41 4.3.1 Spesifikasi Model Analisis Panel Data .......................................42 4.3.2 Uji Kesesuaian Model .................................................................44 4.3.3 Evaluasi Model ............................................................................47 4.4 Definisi Operasional ..............................................................................49 V.
GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA TIMUR 5.1 Kondisi Geografis .................................................................................51 5.2 Administrasi Pemerintah .......................................................................52 5.3 Kependudukan dan Sosial .....................................................................52 5.4 Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha ..........................................53 5.5 Tipologi Kabupaten/Kota ......................................................................56
VI. PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT KEMISKINAN, INDEKS PEMBERDAYAAN JENDER, DAN PENGELUARAN SOSIAL PEMERINTAH 6.1 Indeks Pembangunan Manusia ..............................................................60 6.2 Pendaptan Domestik Regional Bruto per Kapita ...................................64 6.3 Tingkat Kemiskinan ..............................................................................66 6.4 Indeks Pemberdayaan Jender ................................................................70 6.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah .............................................................73 VII. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KINERJA EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR 7.1 Uji Kesesuaian Model ...........................................................................78 7.2 Evaluasi Model ......................................................................................78 7.3 Analisis Hubungan Antara Kinerja Ekonomi dengan Pembangunan Manusia .........................................................................82 7.3.1 Variabel yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia ........................................................................................83 7.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia ................................................................91 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ..........................................................................................92 8.2 Saran ....................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................95 LAMPIRAN ..........................................................................................................98
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Teks
Halaman
Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan di Beberapa Negara ASEAN .........................................................................2
2.
Peringkat Propins i di Indonesia Berdasarkan PDRB dan PDRB per Kapita (dalam ribu rupiah), serta IPM Tahun 1999 ............................5
3.
Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin Tahun 1996, 1999, dan 2002 ....................................................................69
4.
Realisasi Pengeluaran Pembangunan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 .............................73
5.
Hasil Estimasi Panel Data dengan model Fixed Effect GLS ...................80
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Teks
Halaman
Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia .........................................................................16
2.
Bagan Kerangka Operasional ................................................................38
3.
Perkembangan IPM Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 .................................................................62
4.
Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 1993 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002.......................................65
5.
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota se- Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ........................................68
6.
Perkembangan Indeks Pemberdayaan Perempuan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002.......................................72
7.
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ................................................................................................75
8.
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ................................................................................................77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Teks
Halaman
Komponen Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ....................................................99
2.
Data Mentah Olahan Untuk Estimasi Data Panel .............................101
3.
Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Pooled Least Square ............104
4.
Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect ..........................105
5.
Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Random Effect ......................106
6.
Uji Kesesuaian Model .......................................................................108
7.
Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect GLS .................110
8.
Peta Propinsi Jawa Timur ..................................................................112
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh pada masa lalu
ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pada masa pemerintahan orde baru, pembangunan berorientasi di bidang ekonomi dengan menitikberatkan pada peranan uang (capital centered development). Kemajuan dalam kegiatan perekonomian pada masa itu telah berhasil meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun keberhasilan tersebut tidak berlangsung lama akibat terjadinya krisis ekonomi. Pengalaman selama krisis menunjukkan bahwa negara- negara yang mempunyai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik lebih cepat bangkit dari krisis yang melandanya. Hal ini dapat dilihat pada negara- negara seperti Korea, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, kualitas sumber daya manusia mempunyai peran yang paling utama dan sangat menentukan dalam pembangunan ekonomi. Pada tahun 2003, Indonesia termasuk dalam kategori menengah dalam pembangunan manusia dengan peringkat ke-111 dari 175 negara 1 . Indonesia berada satu peringkat di atas Vietnam namun jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Peringkat Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini diduga sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah pada aspek pembangunan manusia. 1
www.tpkri.org Kongres Pembangunan Manusia Indonesia (2006)
2
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia tercatat sebagai negara dengan alokasi anggaran untuk kesehatan dan pendidikan yang paling rendah. Jika dilihat pada Tabel 1 di bawah ini, pengeluaran masyarakat dan pemerintah pada bidang pendidikan dan kesehatan di Indonesia paling kecil di kawasan ASEAN. Padahal potensi sumber daya manusia di Indonesia adalah paling besar di Asia Tenggara. Tabel 1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan Beberapa Negara ASEAN Tahun 2000 Negara Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand Vietnam
Persentase dari Pengeluaran Pemerintah Pendidikan Kesehatan 9 3 23 6 20 3 19 7 22 9 -
Persentase dari Pengeluaran Masyarakat (% dari PDB) Pendidikan Kesehatan 1,7 0,7 5,3 1,4 2,2 1,3 3 1,3 4,2 1,4 7 1,1
Sumber : UNICEF dalam Remi (2006)
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa persentase pengeluaran pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk sektor pendidikan dan kesehatan, paling rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Dari data tersebut, dapat dilihat target pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD di luar belanja rutin, juga belum tercapai. Menurut World Bank (2000), jika dibandingkan dengan rata-rata negaranegara di Asia Timur dan Pasifik, pembiayaan pemerintah Indonesia untuk sektor kesehatan 20 persen lebih rendah dan manfaatnya cenderung dirasakan oleh kelompok orang kaya. Sekitar 20 persen orang miskin hanya menggunakan delapan persen untuk pelayanan kesehatan dasar dibandingkan 39 persen yang
3
dinikmati oleh 20 persen orang kaya. Oleh karena itu, diperlukan political will yang kuat dari pemerintah untuk meningkatkan anggaran pembangunan manusia. Ketimpangan regional, krisis multidimensional, kemiskinan, dan ancaman disintregasi nasional memaksa terjadinya perubahan paradigma pembangunan. Pada orde reformasi, pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people centered development) dengan memasukkan aspek sosial, kesejahteraan, dan lingkungan. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang dicapai akan menjadi “pelayan” bagi pemenuhan berbagai aspek kebutuhan masyarakat secara berkeadilan (UNDP dalam Ilmalia, 2005). Perubahan paradigma pembangunan pada dasarnya adalah menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan. Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang layak bagi manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan hak dan kebebasan, serta mempromosikan simbiosis antara pembangunan ekonomi dan keadilan sosial; antara ekonomi yang maju dan politik yang sehat; serta antara kesejahteraan masyarakat dan individu. Pembangunan
yang
menjamin
keberlanjutan
hidup
manusia
dan
berkeadailan sosial, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya terhadap hak atas pembangunan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, program pembangunan harus diarahkan untuk pemerataan dan pengurangan pemiskinan melalui komitmen visi pembangunan nasional, dan diimplementasikan melalui konsep pembangunan yang berpihak kepada orang miskin (pro-poor development) serta berbasis pada keadilan gender (being based on justice of gender).
4
Dengan demikian, keberadaan pembangunan manusia sebagai indikator kesejahteraan dan sosial masyarakat, sangat penting bagi bangsa Indonesia karena : (1) Pembangunan pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia, (2) Pembangunan manusia Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara- negara lain, dan (3) Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, yang notabene berpengaruh pada kualitas SDM, masih sangat rendah.
1.2
Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan
ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama. Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial yang pro pembangunan manusia. Dengan kata lain, economic development is not and should not be defined as social development. Walaupun pembangunan ekonomi dan manusia berhubungan, hubungan itu masih memerlukan intervening variable, yakni kebijakan sosial yang menopang beroperasinya hubungan itu2 . Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama ini dipercaya sebagai salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kemudian UNDP mengajukan indikator lain yang dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan IPM dan pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi di daerah maka dalam Tabel 2 diperlihatkan angka-angka PDRB, PDRB per kapita, dan IPM menurut propinsi.
2
Edi Suharto, Ph.D. “Modal Sosial dan Kebijakan Sosial”
5
Tabel 2. Peringkat Propinsi Berdasarkan PDRB dan PDRB per Kapita (dalam ribu rupiah) serta IPM Tahun 1999 Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali NTT NTB Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua
PDRB Peringkat 11.463.291 9 23.714.738 5 7.609.545 11 19.808.076 6 3.145.342 21 13.521.163 8 1.693.619 25 6.914.210 14 66.164.802 2 68.243.530 1 41.862.204 4 5.111.563 17 61.752.469 3 7.141.773 12 3.195.295 20 2.685.357 23 6.714.068 15 4.036.155 18 5.956.571 16 19.792.193 7 3.574.698 19 2.212.649 24 9.485.863 10 1.561.002 26 2.981.248 22 6.944.927 13
PDRB/kapita 2.906 2.097 1.733 4.882 1.279 1.824 1.157 1.106 7.083 1.701 1.401 1.754 1.810 2.442 0.862 0.738 1.799 2.394 2.012 8.147 1.331 1.108 1.233 0.950 1.392 3.437
Peringkat 5 8 14 3 19 10 21 23 2 15 16 13 11 6 25 26 12 7 9 1 18 22 20 24 17 4
IPM 70,1 71,7 69,6 71,6 70,3 70,4 70,7 69,8 77,5 69,6 69,8 74,0 65,8 71,0 58,9 62,1 64,7 72,0 68,0 71,0 73,3 67,7 67,8 68,9 69,4 61,2
Peringkat 12 5 15 6 11 10 9 13 1 16 14 2 22 7 26 24 23 4 19 8 3 21 20 18 17 25
Sumber : UNDP dalam Remi (2006)
Dari Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa suatu propinsi yang tertinggi PDRB-nya tidak selalu memperlihatkan IPM yang tertinggi pula, demikian pula sebaliknya. Deskripsi tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia antar daerah di Indonesia yang sangat berpengaruh pula terhadap kemiskinan. Hingga saat ini, Indonesia masih dalam tahap pemulihan akibat krisis ekonomi. Namun proses pemulihan melalui restrukturisasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, selama ini berlangsung tidak merata. Selain masalah
6
kesenjangan pendapatan masyarakat, kesenjangan ini juga terjadi dalam pencapaian IPM antardaerah. Berdasarkan penghitungan terakhir yang dilakukan oleh BPS, pencapaian 20 IPM terbaik tahun 2004 masih didominasi oleh kotakota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Padang, dan Makasar. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang berhasil mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara nasional. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan pada informasi Tabel 1. Pada tahun 1999 PDRB Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3 setelah Propinsi Jawa Barat dan Jakarta. Hal ini mengingat Kota Surabaya sebagai Ibukota Propinsi Jawa Timur, merupakan kota industri dan metropolitan kedua setelah DKI Jakarta. Namun, tingkat kesejahteraan manusia di Jawa Timur dalam hal pendapatan, kecukupan pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, atau perumahan (komponen kebutuhan dasar manusia yang diagregatkan ke dalam ukuran IPM) masih menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Timur tergolong sebagai daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi, penerimaan fiskal per kapita yang rendah, dan PDRB per kapita yang rendah3 . Pada tahun 1999 IPM Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-22 dari 26 propinsi di Indonesia. Akibat krisis ekono mi, pada tahun 1999 IPM Jawa Timur menurun dari 65,5 pada 1996 menjadi 61,8 kemudian meningkat me njadi 62,64 pada tahun 2002. Meskipun mengalami peningkatan, IPM Jawa Timur menurun ke posisi 25. Hal tersebut sangat kontradiktif dibandingkan dengan perkembangan dari aspek ekonomi.
3
www.worldbank.org
7
Sejak 1 Januari 2001 diberikan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom. Dengan kewenangan otonomi daerah, masing- masing pemerintah
daerah
menyusun
perencanaan
pembangunan
dan
anggaran
keuangannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, selain untuk membiayai pembangunan sektorsektor ekonomi, pemerintah daerah perlu merealokasi pembelanjaan publik untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Investasi dalam modal manusia (human capital), yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kebijakan populasi, dapat secara langsung memperbaiki kualitas hidup. Investasi itu juga dapat memperbaiki insentif investasi melalui efek angkatan kerja yang lebih sehat dan lebih terdidik terhadap produktivitas modal. Hal itu akan menggeser tekanan lebih ke arah modal manusia yang dapat mempromosikan pertumbuhan yang lebih pesat dalam jangka panjang (World Bank, 2001). Berdasarkan latar belakang dan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain : 1. Bagaimana gambaran pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa Timur ? 2. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur ? 3. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pembangunan manusia Jawa Timur ?
8
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan
pembangunan
manusia,
pertumbuhan
ekonomi,
kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa Timur. 2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur. 3. Menganalisis besarnya pengaruh faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
arahan dan sebagai dasar pertimbangan, antara lain : 1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah, baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. 2. Sebagai pedoman dalam penetapan kebijakan yang terkait dengan alokasi dana pembangunan dari APBD sehingga dapat lebih efektif dan efisien, sesuai dengan visi dan misi pembangunan wilayah suatu daerah. 3. Sebagai informasi bagi studi pustaka dan penelitian selanjutnya, khususnya tentang kajian pembangunan wilayah, otonomi daerah, dan analisis kebijakan fiskal.
9
1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur. Pembangunan manusia dalam penelitian ini ditunjukkan oleh IPM, sedangkan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh besarnya PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 1993. Hubungan tersebut juga ditunjukkan oleh pengaruh dari faktor-faktor lain, seperti tingkat kemiskinan, peran perempuan, dan kebijakan pengeluaran sosial pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan, serta pengaruh dari adanya kebijakan otonomi daerah. Kelengkapan data dari setiap kabupaten dan kota sebagai komponen cross section menjadi salah satu faktor dalam pemilihan lokasi penelitian. Selain itu, komponen time series yang digunakan hanya tahun 1996, 1999, dan 2002 karena data-data mengenai capaian pembangunan manusia dari BPS-Bappenas-UNDP diterbitkan setiap 4 tahun sekali. Selain itu, keterbatasan data juga berlaku pada variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Setelah tahun 2002 format APBN/AP BD berubah menjadi anggaran berbasis kinerja (performance budgeting system), sehingga tidak dapat diketahui alokasi pengeluaran pemerintah per sektor.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Pembangunan Manusia Tujuan dasar pembangunan adalah untuk memperbesar spektrum pilihan
manusia. Pada dasarnya pilihan-pilihan tersebut tidak terbatas dan senantiasa terus berubah. Manusia sering menghargai capaian-capaian yang tidak terlihat dalam angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi seperti akses yang lebih besar terhadap pendidikan, kesehatan, kehidupan yang lebih terjamin, jaminan yang lebih besar bagi keamanan terhadap kriminalitas dan kekerasan, pemanfaatan waktu senggang, kebebasan politik dan budaya, serta ikut serta dalam kegiatan sosial masyarakat (Firdausy, 1998). Konsep pembangunan manusia lebih luas, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kebebasan mengungkapkan pendapat sampai dengan kesetaraan jender, lapangan kerja, gizi anak, sampai angka melek huruf orang dewasa (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Konsep pembangunan manusia lebih luas dari teori konvensional dan konsep pembangunan ekonomi. Pada model pertumbuhan ekonomi titik beratnya lebih menekankan pada peningkatan pembangunan daripada perbaikan kualitas hidup manusia. Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan sebagai proses untuk memperbesar pilihan yang dimiliki manusia (a process of enlarging people’s choices), kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik (BPSBappenas-UNDP, 2001).
11
Konsep pembangunan manusia yang direkomendasikan oleh UNDP pada tahun 1991 mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : Pertama, kesetaraan (equality) yang merujuk pada kesamaan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi dan politik yang menjadi hak dasar warga negara. Ini mensyaratkan sejumlah hal yaitu : (i) Distribusi aset-aset ekonomi produktif secara adil; (ii) Distribusi pendapatan melalui perbaikan kebijakan fiskal; (iii) Menata sistem kredit perbankan untuk memberi kesempatan bagi kelompok kecil dan menengah dalam mengembangkan usaha; (iv) Menata sistem politik demokratis guna menjamin hak dan kebebasan politik; dan (v) Menata sistem hukum guna menjamin tegaknya keadilan. Kedua, produktivitas (productivity) yang merujuk pada usaha-usaha sistematis
yang
bertujuan
meningkatkan
kegiatan
ekonomi.
Upaya
ini
mensyaratkan investasi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur, dan finansial guna mendukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi maksimal, maka investasi lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi. SDM berkualitas memainkan peranan sentral dalam proses pembangunan suatu bangsa. Ketiga, pemberdayaan (empowerment) yang merujuk pada setiap upaya membangun kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan, sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian yang bertujuan bukan saja meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan, melainkan
12
juga memperluas pilihan-pilihan publik (public choices) sehingga manusia mempunyai peluang mengembangkan segenap potensi yang dimiliki. Keempat, berkelanjutan (sustainability) yang merujuk pada strategi dalam mengelola dan merawat modal pembangunan: fisik, manusia, finansial, dan lingkungan agar bisa dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat. Untuk itu, penyegaran, pembaruan, dan pelestarian modal pembangunan sangat penting dan perlu guna menjaga kesinambungan proses pembangunan di masa depan. Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi, sosial, sampai kepada kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jaminan hak-hak asazi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang, maka hasilnya adalah frustasi masyarakat (UNDP dalam Soebeno, 2005). Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas dari pada teori-teori pembangunan ekonomi, pendekatan SDM, pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan dasar manusia. model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP).
13
Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana, bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Hal penting dari konsep pembangunan manusia antara lain : (i) pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia; (ii) mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (iii) mendorong peningkatan produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa; (iv) memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan ekosistem; (v) memperkuat basis civil society dan institusi politik guna mengembangkan demokrasi; dan (vi) merawat stabilitas sosial politik yang kondusif bagi implementasi pembangunan. Oleh karena itu, paradigma pembangunan manusia kini menjadi tema sentral dalam wacana perdebatan mengenai isu- isu pembangunan. Orientasi pembangunan pun bergeser dari sekadar mencapai tujuan makroekonomi seperti peningkatan pendapatan nasional dan stabilitas fiskal, ke upaya memantapkan pembangunan sosial (societal development).
2.2
Pertumbuhan Ekonomi Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar. Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses
14
dimana PDB riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil per kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi. Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992). Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja, dan penggunaan mesin untuk meningkatkan produkivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan, maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar tersebut dapat dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.
15
2.3
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting
dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa “social development is economic development” (Mubyarto, 2004) 1 . Menurut Todaro (1997), sumber daya manusia dari suatu bangsa, bukan modal fisik atau sumber daya material, merupakan faktor paling menent ukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa bersangkutan. Laporan
tahunan
UNDP
secara
konsisten
menunjukkan
bahwa
pembangunan manusia mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial (social policy) pemerintah yang pro pembangunan manusia (sosial). Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat dijelaskan melaui 2 (dua) jalur seperti yang tergambarkan pada Gambar 1. Jalur pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang meliputi prioritas dalam pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.
1
www.jurnalekonomirakyat.com“Kualitas Manusia Indonesia”. Mubyarto (2004)
16
Kebijakan dan pengeluaran pemerintah
Rasio Pengeluaran Sosial Pemerintah
Pertumbuhan ekonomi
Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan
Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar
Rasio tingkat pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan air bersih, dan sanitasi
Pembangunan Manusia
Sumber : Soebeno, 2005 (dimodifikasi)
Gambar 1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia
Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting merupakan “jembatan” yang mengkaitkan antara keduanya (UNDP dalam Soebeno, 2006). Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya untuk barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti makanan, air, pendidikan, dan kesehatan, terga ntung dari sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah tangga dan juga pada siapa yang berperan dalam kehidupan dan mengontrol alokasi pengeluaran dalam rumah tangga.
17
Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya. Sementara, perempuan cenderung memiliki andil yang tidak kecil dalam mendidik anak, merawat keluarga, serta mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, akan semakin positif bagi pembangunan manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia ditentukan bukan hanya oleh tingkat dan distribusi pendapatan. Melainkan juga oleh peran perempuan dalam rumah tangga dan peran pemerintah dalam kebijakan pengeluarannya. Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi pemerintah tersebut merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu total pengeluaran sektor pemerintah, berapa banyak yang dialokasikan ke sektor-sektor pembangunan manusia, dan bagaimana anggaran tersebut dialokasikan ke sektor sosial tersebut. Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik, yang mana tergantung pada tahapan pembangunan itu sendiri. Selain itu, pengaruh positif juga jika terdapat tingkat investasi yang tinggi, distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih baik, serta kebijakan ekonomi yang lebih memadai. Akan tetapi, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang, begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia.
18
Hipotesa trickle down pada teori konvensional berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan memberi sumbangan pada pembangunan manusia. Sedangkan pertumbuhan endogenous memberi suatu kerangka alternatif yaitu dengan perbaikan dalam tingkat kematian bayi dan pencapaian pendidikan dasar, akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (BPS-BappenasUNDP, 2001). Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya
merupakan tantangan bagi pelaksanaan pemerintah untuk
merancang kebijakan yang mantap sehingga hubungan keduanya bersifat saling memperkuat.
2.4
Hasil Penelitian Terdahulu Aisyah (2004) melakukan penelitian tentang Keterkaitan Antara Indikator
Pembangunan Ekonomi (PDRB) dan Indikator Pembangunan Manusia (IPM) dalam Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) Melihat
gambaran
ketimpangan
antarwilayah
dari
berbagai
indikator
pembangunan ekonomi dan IPM, dan (2) Menganalisis keterkaitan antar indikator pembangunan ekonomi dan IPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang kaya akan sumber daya alam dan daerah-daerah kantong-kantong industri, perdagangan, dan jasa memiliki nilai PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang tidak mempunyai kelebihan-kelebihan tersebut. IPM daerah yang
19
pembangunan ekonominya tinggi cenderung sama dengan daerah lain yang pembangunan ekonominya sedang. Hubungan pembangunan ekonomi dan indikator IPM pada tahun penelitian mempunyai nilai yang positif dan signifikan. Hubungan pembangunan ekonomi dan pengeluaran riil per kapita bernilai positif dan signifikan. Sedangkan hubungan antara pembangunan ekonomi dan rata-rata lama bersekolah bernilai negatif dan tidak signifikan. Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, maka kebijakan pemerataan yang diambil sebaiknya kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kualitas manusia secara beriringan. Selain itu, kebijakan tersebut harus dapat memberikan suatu standar kesejahteraan minimal yang disepakati bersama sebagai komitmen nasional (a minimum level of national standard of basic needs). Hal ini diperlukan untuk menjamin adanya kesempatan yang sama (equal opportunity) bagi semua warga negara Indonesia. Rahmanta (2006) juga melakukan penelitian tentang Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara dengan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis : (1) Dampak pengeluaran pemerintah terhadap sektor produksi institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi, (2) Distribusi pendapatan antarrumah tangga, (3) Keterkaitan antarsektor, (4) Jalur struktural sektor pemerintahan, dan (5) Simulasi kebijakan. Hasil analisis pengganda menunjukkan bahwa setelah desentralisasi fiskal pengeluaran pemerintah memberikan dampak yang lebih besar terhadap sektor produksi, rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi dibandingkan sebelum
20
desentralisasi fiskal. Distribusi pendapatan menunjukkan terjadinya pengurangan ketimpangan pendapatan di antara golongan rumah tangga. Keterkaitan ke depan sektor pemerintahan lebih besar dibandingkan keterkaitan ke belakang. Analisis jaringan struktural pada sektor pemerintahan menunjukkan jalur melalui faktor produksi tenaga kerja memperoleh dampak yang lebih besar terhadap golongan rumah tangga dibandingkan melalui jalur modal. Hasil simulasi menujukkan bahwa pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, dan dana dekonsentrasi memberikan dampak positif terhadap sektor produksi, institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi. Artinya peningkatan pegeluaran pemerintah diikuti peningkatan kinerja perekonomian daerah. Simulasi peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah dan investasi swasta (investasi) untuk sektor tanaman bahan makanan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan pendapatan. Simulasi peningkatan investasi untuk sektor perkebunan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi belum memberikan pemerataan pendapatan antar rumah tangga. Sedangkan sektor perikanan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan belum mampu menjadikan sektor ini sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Simulasi subsidi langsung tunai ke rumah tangga miskin memberikan dampak peningkatan pendapatan rumah tangga miskin dan pertumbuhan ekonomi (pro poor growth). Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak menganalisis aspek IPM dan kaitannya dengan pengelolaan pengeluaran pemerintah. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat isu pembangunan manusia sekarang menjadi krusial akibat krisis ekonomi. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjutan dengan
21
memasukkan aspek IPM sehingga dampak pengeluaran pemerintah terhadap variabel ekonomi dan non ekonomi dapat tergambar lebih jelas. Ilmalia (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peranan Sektor Pendidikan terhadap Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Melihat peranan sektor pendidikan terutama jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian Indonesia dari sisi output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja, dan (2) Menganalisis dampak kenaikan pengeluaran pemerintah di sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000, alokasi output sektor pendidikan terutama jasa, pengeluaran pemerintah lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumsi dibandingkan dengan keperluan produksi. Sektor pendidikan memerlukan lebih banyak input dalam bentuk input primer (upah dan gaji), daripada input antara dan input yang diimpor. Dilihat dari nilai multipliernya, sektor jasa pengeluaran pemerintah cukup memiliki kemampuan untuk meningkatkan output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor ekonomi lain. Simulasi kenaikan anggaran di sektor jasa pendidikan pemerintah menunjukkan bahwa sektor jasa pendidikan pemerintah ternyata mampu meningkatkan pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian Indonesia. Hasil penelitian ini hanya mengkaji dampak kenaikan pengeluaran pemerintah di sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian tahun 2005. Penelitian ini belum menggambarkan dampak kenaikan anggaran terhadap
22
peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Riyanto (2003) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Aliran dana perimbangan dari pemerintah pusat secara signifikan meningkatkan APBD, tetapi tidak berdampak secara signifikan dalam peningkatan perekonomian daerah. Hal ini disebabkan oleh masih cukup besarnya belanja rutin dalam komponen APBD, kualitas SDM yang rendah di daerah, dan tidak efisiennya birokrasi pemerintah, kelembagaan pemerintah yang lemah, serta tidak efektifnya proses perencanaan pembangunan di daerah karena derajat partisipasi masyarakat masih rendah. Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa dana perimbangan dapat memperbaiki pemerataan pembangunan antarwilayah walaupun secara aktual pemerataan pembangunan wilayah pada tahun 2001 belum membaik. Pemerataan pembangunan wilayah tersebut akan lebih baik jika Dana Alokasi Umum (DAU) diterapkan secara konsisten dengan mengurangi peranan faktor penyeimbang (faktor politik). Salah satu rekomendasi atau saran dari penelitian ini adalah bahwa pemerintah daerah seharusnya menciptakan iklim investasi yang kondusif sehinga dapat menarik investor dan meningkatkan perekonomian yang pada gilirannya dapat menyerap tenaga lokal sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diantaranya
adalah
dengan
meningkatkan
meningkatkan anggaran sektor pendidikan.
kualitas
SDM
lokal
dengan
23
Penelitian di Propinsi Jawa Timur terkait dengan pembangunan manusia pernah dilakukan oleh Soebeno (2005) dengan judul Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji tingkat pembangunan manusia di wilayah Jawa Timur dan menelaah implikasi pembangunan di wilayah Jawa Timur serta mengidentifikasi ketimpangan relatif antarwilayah terhadap pembangunan sosial; (2) Mengkaji potensi sumberdaya wilayah (human, natural, man-made, dan social capital) di wilayah Jawa Timur terhadap pembangunan sosial; dan (3) Menentukan prioritas pembangunan sosial (manusia) berdasarkan hasil analisis dengan memperhitungkan perkembangan, hierarki, dan potensi sumberdaya wilayah. Periode 1996-1999, terjadi kemunduran pembangunan manusia di Jawa Timur karena dalam pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi. Namun kemudian mengalami peningkatan pada tahun 1999-2002.
Pembangunan
manusia
kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup rendah, karena status pembangunan manusia kabupaten/kota digo longkan pada tingkat mene ngah yang rendah. Sedangkan potensi sumberdaya di sebelah pantai utara Provinsi Jawa Timur, terutama wilayah Tapal Kuda yang relatif dekat dengan Kota Surabaya, merupakan wilayah yang mempuyai tingkat pembangunan manusia yang memprihatinkan dibandingkan dengan wilayah selatan. Penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan permasalahan, keterbatasan, dan saran dari penelitian-penelitian sebelumnya. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun tingkat
pembangunan
manusianya
masih
tergolong
rendah.
Rendahnya
24
pembangunan manusia tersebut ditunjukkan oleh masih banyaknya penduduk miskin dan wilayah tertinggal yang tersebar di kabupaten/kota di Jawa Timur. Oleh karena itu, dalam penelitian yang berjudul Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur ini, akan dibahas hubungan dan besarnya pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan terhadap pencapaian pembangunan manusianya. Mengingat peran penting dari perempuan dalam kehidupan rumah tangga, maka akan dilihat hubungan dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Jawa Timur. Selain itu, berdasarkan saran dari penelitian terdahulu, akan dilihat pula hubungan dan besarnya pengaruh dari pengeluaran sosial pemerintah terhadap pembangunan manusia Jawa Timur. Dalam hal ini adalah pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan dan kesehatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Serta dengan adanya kebijakan otonomi daerah mulai 1 Januari 2001, akan dilihat hubungan dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Konseptual
3.1.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit, hanya mengukur sebagian dari keadaan pembangunan manusia yang meliputi indeks pendidikan, indeks kesehatan, dan indeks daya beli. Indikator tersebut dijadikan sebagai indikator indikator yang paling layak untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan jangka panjang (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input bagi proses produksi yang didekati secara bersama-sama dari produksi dan distribusi komoditas, serta peningkatan pemberdayaan manusia. Oleh karena itu, IPM mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap masing- masing indikator sosial dan ekonomi secara individual daripada konsep-konsep lain yang telah digunakan sebelumnya (PDB/PDRB). Apabila IPM hanya dilihat dari pendapatan per kapita saja, berarti hanya melihat kemajuan atau status ekonomi negara berdasarkan pendapatan per tahun. Sedangkan apabila melihat pada sisi sosial (pendidikan dan kesehatan), maka akan dapat dilihat dimensi yang jauh lebih beragam berkenaan dengan kualitas hidup masyarakat. Secara tidak langsung, IPM yang tinggi selalu berkorelasi dengan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
26
3.1.2
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB sebagai indikator pembangunan ekonomi disebut juga dengan
Pendapatan Regional. Lipsey (1995) menyatakan bahwa pendapatan suatu negara atau wilayah dapat diukur melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Manfaat PDRB adalah sebagai petunjuk atau indikator kemampuan sumber daya ekonomi, tingkat pendapatan penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, dan strukur perekonomian yang menggambarkan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah. PDRB dihitung dengan 2 (dua) cara yaitu berdasar harga berlaku dan berdasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah dari masing- masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap pada tahun dasar. Karena penggunaan harga tetap, maka perkembangan nilai tambah dari tahun ke tahun semata- mata karena perkembangan produksi riil dan bukan karena kenaikan harga. Oleh karena itu, melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah selama periode waktu tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang sebenarnya.
3.1.3
Kemiskinan Menurut Bappenas dalam Papalaya (2004), kemiskinan mencakup unsur-
unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya. Komite
27
Penganggulangan Kemiskinan dalam Papalaya (2004), mendefinisikan cir i-ciri masyarakat miskin, yaitu tidak mempunyai daya/kemampuan untuk : (a) memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (basic need deprivation); (b) melakukan kegiatan usaha produktif; (c) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi (inaccessibility); (d) menentukan nasibnya sendiri; dan (e) membebaskan diri dari mental dan budaya
miskin serta senantiasa merasa memp unyai martabat dan
harga diri yang rendah. Menurut Asian Development Bank dalam Papalaya (2004), kemiskinan adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran seperti pendidikan dasar, rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan, pekerjaan, dan upah. Ukuran ini digunakan untuk mewakili hal- hal yang tidak berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia (2004) adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1 perhari. Pengurangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan membuka peluang munculnya permasalahan-permasalahan jangka pendek dan jangka panjang yang akan membahayakan proses dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
3.1.4
Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ) Pencapaian dalam IPM tidak memasukkan tingkat ketidakseimbangan
gender dalam pencapaian-pencapaian pembangunan manusia. Oleh karena itu,
28
diperkenalkan konsep pembangunan dan pemberdayaan jender untuk meihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki- laki dan perempuan (BPS-BappenasUNDP). Konsep tersebut memfokuskan pada peranan, hubungan dan tanggung jawab sistem sosial ekonomi jender pada tingkat makro (nasional dan internasional), tingkat intermediate (sektor), dan tingkat mikro (masyarakat atau keluarga /rumah tangga). Upaya pengarusutamaan jender akan mempengaruhi IPM, dengan asumsi bahwa perubahan intervensi pembangunan yang tidak bias jender akan meningkatkan
nilai
kesejahteraan
manusia
secara
keseluruhan.
Dengan
pengukuran ini dapat dilihat peran dan tanggung jawab perempuan pada kualitas hidupnya sendiri karena beban dan perannya sebagai pemelihara kesehatan keluarga, pengatur keuangan rumah tangga, kebebasan mengembangkan diri karena dibebani tanggung jawab pengasuhan anak, serta rasa aman dari kekerasan dalam rumah tangga. Indeks pemberdayaan jender (IDJ) mengukur partisipasi perempuan di bidang ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor non-pertanian), politik (perempuan di parlemen) dan pengambil keputusan (perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer). Adanya ketimpangan IDJ memperlihatkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di ranah publik.
3.1.5
Pengeluaran Sosial Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal untuk
mencapai keseimbangan dan stabilitas dalam perekonomian negara secara makro
29
yang dinamis dan berkembang. Dalam tinjauan ekonomi publik, belanja publik (public expenditure) merupakan instrumen untuk penyelenggaraan aktivitas pemerintahan dan pengadaan barang dan jasa publik. APBD merupakan belanja publik yang berfungsi untuk mengatasi kegagalan pasar dalam penyediaan barang dan jasa publik (Stiglitz dalam Riyanto, 2005). Menurut Jhingan (2003), investasi pembangunan manusia pada overhead sosial dapat dikategorikan sebagai pengeluaran sosial oleh pemerintah. Oleh karena inti dari pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, maka alokasi pengeluaran pemerintah seharusnya difokuskan pada pembangunan sosial kedua sektor tersebut. Berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi minimal 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD). Sedangkan berdasar GBHN Tahun 2002, diamanatkan bahwa alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN. Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan besarnya alokasi pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan 5 persen dari Produk Domestik Bruto 4 . Selain itu, dalam "Inisiatif 20:20" di Kopenhagen tahun 1995, mewajibkan semua negara kaya dan berkembang menggunakan 20 persen dari bantuan pembangunan atau anggaran belanja negara bagi kebutuhan pendidikan dan kesehatan5 . Permasalahan dalam pengalokasian anggaran, selain tidak berimbangnya alokasi antara bela nja rutin dan belanja pembangunan, juga ketidaktepatan dalam 4 5
www.kompas.com Pelayanan Kesehatan, Advokasi, dan Governance Reform (6 Mei 2007) www.kompas.com Pajak Sosial Pendidikan, Mengapa Tidak (5 Agustus 2004)
30
alokasi anggaran terhadap sektor-sektor yang seharusnya mendapatkan prioritas dalam pembangunan. Dari sisi kepentingan publik, pengalokasian tersebut dirasakan kurang adil dan kurang memihak pada kepentingan masyarakat. Hal tersebut akan menyebabkan inefisiensi sehingga tujuan pembangunan yang diharapkan tidak tercapai. Kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengalokasian anggaran adalah lebih menitikberatkan pada belanja pembangunan (investasi) publik yang dapat menciptakan nilai tambah di dalam perekonomian wilayah.
3.1.6
Otonomi Daerah Otonomi daerah (kebijakan desentralisasi) mulai berlaku sejak 1 Januari
2001 dengan berdasarkan UU 22/1999 jo UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU 25/1999 jo UU 33/ 2004 tentang Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang sangat luas bagi daerah dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan bidang agama. Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai “tanggung jawab” mengurus barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat.
31
Menurut
Riyanto
(2003),
desentralisasi
fiskal
dapat
mendorong
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan lebih merata. Dalam konteks pembangunan, kinerja pemerintah daerah ditentukan oleh kemampuan mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Keberhasilannya akan berdampak pada pencapaian tujuan pembangunan daerah, seperti peningkatan kualitas kehidupan, penurunan angka kemiskinan, peningkatkan daya beli masyarakat, tercapainya kemandirian perekonomian daerah,
pengoptimalan
pelayanan
masyarakat,
serta
dalam
mengurangi
ketergantungan fiskal dan kesenjangan antarwilayah. Dengan berbagai macam keterbatasan sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maka perlu dikembangkan sistem anggaran yang mengacu pada kepentingan publik.
3.1.7
Analisis Panel Data Data panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal
merupakan gabungan antara data cross section dan time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series maupun cross section (Gujarati, 2003). Proses menggabungkan data cross section dan time series disebut dengan pooling. Kelebihan penggunaan data panel (Baltagi, 2003) antara lain : 1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section.
32
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. 3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. 4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time series. Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data panel, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek random (random effect). 1.
Metode Pooled Least Square Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini (Baltagi, 2001) : Yit = α +β j x jit + ε it
untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut: Yi1 = α + β j x jit + ε i1
untuk i = 1, 2, . . . , N
yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret
33
waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 2.
Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah
asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu (Baltagi, 2001). Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persaman sebagai berikut : yit = αi +β j x jit + eit dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α i = intersep yang berubah- ubah antar cross section unit x jit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i β j = parameter untuk variabel ke j eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar
sebesar NT-N-K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus
didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya
34
degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section. 3.
Metode Efek Random (random effect) Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak
dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001). Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini : Yit = α 1ι +β j x jit + uit dimana α 1ι diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α 1 ). Nilai intersep untuk masing- masing individu dapat dituliskan: α1ι = α1 +ειt ι=1,2...N dimana α 1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, ε ι adalah random error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing- masing individu. Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus: Yit = α 1 +β j x jit +ε ιt + uit Yit = α 1 +β j x jit +ωιt
35
dimana : ωιt=ειt + uit Bentuk ωιt terdiri dari dua komponen error term yaitu ε i sebagai komponen cross section error dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus: Yit = α 1 +β j x jit +ωιt dengan ωit = ε i + v t + w it Dimana : ε i ∼N(0, δ ε2 ) v t ∼N(0, δ v2 )
= komponen cross section error = komponen time series error
wit∼ N(0, δ w2 ) = komponen error kombinasi. Asumsinya adalah bahwa error secara individua l tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.
3.2
Kerangka Operasional Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan
ekonomi (economic growth). Padahal, pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development). Adanya pergeseran paradigma pembangunan memerlukan interaksi antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia. Oleh karena itu,
36
keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB tetapi juga ditunjukkan oleh capaian IPM. Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan PDRB yang tinggi. Namun keberhasilan dalam perekonomian di Jawa Timur tidak diikuti dengan kemajuan dalam pembangunan manusia. Selain itu, rendahnya PDRB per kapita dan tingginya angka kemiskinan menunjukkan belum berhasilnya kinerja pemerintah dalam mensinergiskan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. Pelaksanakan pembangunan manusia harus ditangani melalui pendekatan multidimensi, baik itu ekonomi, politik, sosial-budaya, kesehatan dan pendidikan. Hak
dasar
warga
merupakan public goods dimana pemerintah wajib
menyelenggarakannya. Dengan demikian, instrumen pembangunan manusia tidak hanya terdiri atas instrumen keuangan, tetapi juga meliputi instrumen kelembagaan, SDM, serta instrumen kebijakan dan perundangan. Keberhasilan
pembangunan
ekonomi
merupakan
prasyarat
bagi
membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan (sustainable), maka realisasi potensi manusia tidak mungkin berlangsung. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan, merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif yang lainnya (not sufficient conditions). Dengan
adanya
perbaikan
IPM,
pembangunan
ekonomi
yang
dihumaniskan dengan pembangunan manusia juga dapat ditunjukkan dengan
37
berkurangnya angka kemiskinan. Menurut Yudhoyono (2004), angka kemiskinan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal, dan tingkat upah. Walaupun tidak mempengaruhi secara langsung, IPM yang baik dapat mendukung usaha dalam mengurangi angka kemiskinan. Selain itu, pembangunan manusia juga terkait dengan peran perempuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik, dari tingkat makro hingga rumah tangga. Kualitas hidup perempuan, mempunyai andil dalam perannya sebagai pendidik anak, perawat keluarga, pengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah tangga. Keberhasilan pembangunan manusia juga didukung oleh kebijakan pengeluaran pemerintah (expenditure policy) yang dialokasikan untuk subsektor sosial yang meliputi pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Peningkatan anggaran dapat meningkatkan rasio tingkat pendidikan dan kesehatan, pelayanan kesehatan, air bersih, dan sanitasi rumah tangga. Apabila kesemuanya itu berjalan dengan baik, maka pembangunan manusia yang ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, ataupun kualitas gizi dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka teori sebelumnya, kerangka operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
38
Perubahan paradigma pembangunan : Interaksi antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia Pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur masih rendah (secara nasional) masih rendah rata-rata Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat Kemiskinan
Peran Perempuan
Pengeluaran Sosial Pemerintah
Analisis Deskriptif
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur
Analisis Panel Data
Pooled Least Square
Fixed Effect
Random Effect
Hasil Analisis
Rekomendasi Gambar 2. Bagan Kerangka Operasional Penelitian
3.3
Hipotesis Hipotesis dari variabel- variabel bebas yang diduga mempengaruhi
pembangunan manusia dijelaskan sebagai berikut : 1. Pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial untuk sektor pendidikan dan kesehatan mengalami penurunan pada kurun waktu 1996-1999 karena adanya krisis
39
ekonomi, dan membaik sejalan dengan masa pemulihan ekonomi pada kurun waktiu 1999-2002. 2. Pertumbuhan ekonomi, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi daerah mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang positif dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi kontribusi dari faktor- faktor tersebut, akan meningkatkan indeks pembangunan manusia. 3. Kemiskinan mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang negatif dengan pembangunan manusia. Semakin rendah tingkat kemiskinan, maka semakin besar peluang suatu individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang pada akhirnya dapat mendukung pembangunan manusia.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah di Propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi ya ng cukup tinggi namun capaian pembangunan manusianya (IPM) masih di bawah rata-rata capaian pembangunan manusia secara nasional. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 5 (enam) bulan, mulai bulan Januari hingga Mei 2007.
4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-
data yang diperlukan dalam penelitian ini, seperti data PDRB, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, IPM, dan IDJ dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan BPS Propinsi Jawa Timur. Sedangkan data pengeluaran pemerintah dari APBD tiap kabupaten/kota diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan Pemerintah-Departemen Keuangan. Selain itu, fasilitas internet juga banyak digunakan dalam pencarian data. Beberapa situs yang menjadi sumber utama dalam pencarian data yaitu situs Badan Pusat Statistik, Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan, United Nation Development Programme (UNDP), dan World Bank. Serta hasil penelitian terdahulu, jurnal-jurnal, serta bahan literatur lainnya, untuk melengkapi data-data yang diperlukan.
41
4.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang digunakan untuk menghasilkan seluruh analisis
dalam penelitian ini menggunakan program software Microsoft Excel dan E-Views 4.1. Hasil pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk menjelaskan hasil analisis, dikutip beberapa bagian dan dituliskan dalam bab hasil dan pembahasan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis
deskriptif
digunakan
untuk
mendeskripsikan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial (sektor pendidikan dan kesehatan) pemerintah Propinsi Jawa Timur. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Karena data-data yang diperlukan dalam penelitian ini mengalami keterbatasan, analisis kuantitatif yang digunakan sebagai metode pengolahan data adalah teknik estimasi model dengan menggunakan data panel atau pooled data (pooling cross section-time series regression). Dengan unit cross section adalah 29 kabupaten dan 8 kota yang terdapat di Propinsi Jawa Timur dan tahun analisis pada 1996, 1999, dan 2002 sebagai unit time series- nya.
4.3.1
Spesifikasi Model Panel Data Perumusan model estimasi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia didasarkan pada alur hubungan antara kedua hal tersebut, seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka dan tergambar pada Gambar 1.
42
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia dapat dijelaskan melalui 2 (dua) jalur yaitu kebijakan pengeluaran sosial pemerintah dan besarnya pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar. Pengeluaran sosial pemerintah ditunjukkan dengan besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan dari total pengeluaran pembangunan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar, meliputi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dan kebutuhan non makanan (pendidikan kesehatan, air bersih, dan sanitasi rumah tangga). Diketahui bahwa dalam rumah tangga, perempuan mempunyai peran dan kontribusi besar dalam mengatur, merawat, dan mengelola rumah tangganya. Sehingga tingkat kemampuan perempuan dapat mempengaruhi kepandaiannya dalam mengatur keuangan dan pengeluaran rumah tangga, mendidik anak, dan merawat kesehatan keluarganya. Untuk mempermudah dalam melakukan analisis, maka besarnya peran perempuan dalam rumah tangga dalam penelitian ini, digunakan proxy Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ) yang mengukur besarnya peran dan partisipasi perempuan dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi, dari tingkat makro sampai mikro (rumah tangga). Diasumsikan bahwa semakin tinggi IDJ, perempuan semakin pandai dalam mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah tangganya. Berkaitan dengan berlakunya masa otonomi daerah sejak 1 Januari 2001, maka pengelolaan sektor pendidikan dan sektor kesehatan, baik itu pengelolaan
43
atau administrasi, keuangan, maupun manajemen kebijakannya, diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Sebelum otonomi, anggaran yang ditujukan untuk sektor pendidikan dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Sedangkan anggaran untuk sektor kesehatan dialokasikan kepada Departemen Kesehatan (Depkes). Dengan otonomi tersebut, daerah dapat menetapkan kebijakan dan mengelola anggaran belanjanya, khususnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan, secara efektif, efisien, dan tepat sasaran. Berdasarkan kerangka operasional yang dikemukakan sebelumnya, maka analisis data dibatasi pada 7 (tujuh) variabel, yaitu variabel pembangunan manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi (PDRB), tingkat kemiskinan (K), peran perempuan (IDJ), pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan (PPP), dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan (PPK). Untuk menunjukkan adanya kebijakan desentralisasi fiskal, politik, dan administrasi, dimasukkan variabel dummy otonomi daerah (Dotda). Secara ekonometrika, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan
manusia
Propinsi
Jawa
Timur
dapat
dianalisis
dengan
menggunakan persamaan berikut ini. ln IPMit = a + ß1 ln PDRBit + ß2 ln Kit + ß3 ln IDJit + ß4 ln PPPit + ß5 ln PPKit + ß6 Dotdait + uit Dimana : ln
= Logaritma Natural
IPM
= Indeks Pembangunan Manusia
PDRB = Pendapatan Domestik Regional Bruto per Kapita (rupiah) K
= Tingkat Kemiskinan (persen)
44
IDJ
= Indeks Pemberdayaan Jender
PPP
= Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan (persen)
PPK
= Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Kesehatan (persen)
Dotda = Dummy Otonomi Daerah 0 = masa sebelum Otonomi Daerah 1 = masa Otonomi Daerah u
= Variabel pengganggu (error term)
i
= Individu ke- i
t
= Periode waktu ke-t
4.3.2
Uji Kesesuian Model Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada
teknik estimasi model dengan data panel digunakan Chow Test dan Hausman Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari metode pooled least square dengan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan Hausman Test terhadap model terbaik yang diperoleh dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metde random effect . 1.
Chow Test Chow Test (Uji Chow) atau beberapa buku menyebutnya pengujian F-
statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan pooled least square atau fixed effect. Pada beberapa ha l, asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat
45
dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0 : Model pooled least square H1 : Model fixed effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan me nggunakan rumus F-statistik biasa, yang dapat dituliskan seperti berikut (Ramanathan, 1998) :
FN −1, NT − N − K =
( ESS1 − ESS 2 ) /( N − 1) ESS 2 /( NT − N − K )
Dimana: ESS1
= Error Sum Square dari model pooled least square
ESS2
= Error Sum Square dari model fixed effect
N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel bebas Statitik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika
nilai Chow Statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test). 2.
Hausman Test Hausman Test (Uji Hausman) adalah pengujian statistik sebagai dasar
pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun,
46
penggunaan metode random effect pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0 : Model random effects H1 : Model fixed effects Sebagai dasar penolakan hipotesa nol, maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan tabel chi square derajat bebas K. Statistik hausman dirumuskan dengan :
m = (β − b ) (M 0 − M 1 ) '
−1
(β − b )
~ X 2 (K)
Dimana : β
= vektor untuk statistik variabel fixed effect
b
= vektor statistik variabel random effect
( M 0 ) = matriks kovarians untuk dugaan model fixed effect
( M 1 ) = matriks kovarians untuk dugaan model random effect Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari chi square (?2 ) tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya.
4.3.3
Evaluasi Model Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, maka perlu
dieavaluasi berdasarkan kriteria ekonomi apakah hasil estimasi terhadap model regresi
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas,
multikolinearitas,
dan
autokorelasi. Selain itu juga perlu dilihat seberapa bagus model dalam mengestimasi, dengan melihatnya dari nilai koefisien determinasi.
47
1.
Koefisien Determinasi (Goodness of Fit) Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model
yang diperoleh bersesuaian dengan data aktual (goodness of fit), mengukur berapa persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 = R2 = 1. Model dikatakan semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.
2.
Heteroske dastisitas Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar
taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah var(ui) = s 2 (konstan), semua error yang mempunyai variasi yang sama. Hateroskedastisitas membuat varians residual dari variabel tidak konstan (tidak homoskedastisitas). Sehingga menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan dan ada masalah heteroskedastisitas maka
hasil
regresi
menghilangkan
akan
masalah
terjadi missleading
(Gujarati, 1995).
Untuk
heteroskedastisitas
digunakan
White
uji
Heteroskedasticity yang terdapat dalam program Eviews 4.1.
2.
Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-
variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi (antara 0,7-1) tetapi tidak terdapat atau hanya sedikit sekali koefisien dugaan yang berpengaruh nyata pada taraf nyata tertentu dan tanda regresi dugaan tidak sesuai teori, maka model yang digunakan berhubungan dengan masalah
48
multikolinearitas (Gujarati, 1997). Multikolinearitas dalam pooled data dapat diatasi dengan memberi perlakuan pembobotan (cross section weights) atau GLS, sehingga paramater dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan.
3.
Autokorelasi Autokorelasi ditemukan jika error dari periode waktu (time series) yang
berbeda saling berkorelasi. Pada analisis seperti yang dilakukan pada model, jika ditemukan masalah autokorelasi maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model (d) dengan DW-tabel. Jika d < dL, maka tidak terjadi autokorelasi. Jika d > 4-dL, maka tidak ada autokorelasi. Dan jika dU < d < 4-dU, maka tidak signifikan sehingga tidak ada autokorelasi.
4.4
Definisi Operasional 1. Indeks Pembangunan Manusia = Indikator capaian pembangunan manusia yang dihitung dari komponen indeks pendidikan, indeks harapan hidup, dan indeks daya beli. 2. Pendapatan Domestik Regional Bruto per Kapita = Besarnya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah selama periode waktu tertentu, yang tergantung pada besarya nilai tambah dari sektor ekonomi yang berkembang pada suatu wilayah (rupiah).
49
3. Tingkat kemiskinan = Jumlah penduduk miskin dimana perhitungannya menggunakan batas garis kemiskinan dan Pendekatan Kemiskinan Indikator Baru (PKIB) yang membedakan antara penduduk yang mendekati miskin (near poor), miskin (poor), dan sangat miskin (poorest) diantara jumlah penduduk total (persen). 4. Indeks Pemberdayaan Jender = Indikator yang menilai peran, hubungan, dan tanggung jawab perempuan pada sistem sosial, politik, dan ekonomi dari tingkat makro hingga rumah tangga. 5. Pengeluaran
pemerintah
untuk
sektor
pendidikan
= Pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan dari total penge luaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (persen). 6. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan = Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dari total pengeluaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (persen). 7. Otonomi daerah = Penyerahan wewenang (desentralisasi administrasi, fiskal, dan politik) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhub ungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
BAB V GAMBARAN UMUM
5.1
Kondisi Geografis Propinsi Jawa Timur terletak pada 110°54 BT sampai 115°57 BT dan
5°371 LS sampai 8°48 LS. Batas wilayah Propinsi Jawa Timur adalah : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Laut Bali dan Selat Bali
Sebelah Barat
: Propinsi Jawa Tengah
Sebelah Selatan
: Samudra Hindia
Luas wilayah Propinsi Jawa Timur adalah 157.922 km2 yang terdiri atas dataran seluas 47.042,17 km2 , lautan 110.000,00 km2 , dengan jumlah pulau dan pulau kecil sebanyak 74 pulau. Lahan di Propinsi Jawa Timur sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan industri. Selain itu, wilayah ini memiliki sumber daya kelautan, kehutanan, dan pertambangan yang potensial untuk dikembangkan, yang dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal. Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan beragam topografi berupa pegunungan, perbukitan, dan kepulauan, yang sebagian besar berada pada ketinggian antara 0-400 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memiliki perairan umum berupa danau, sunga i, dan waduk. Iklim daerah Jawa Timur termasuk tropis lembab dengan curah hujan rata-rata 2.100 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18° Celsius-35° Celsius. Wilayah Jawa Timur mempunyai beberapa kawasan yang rawan terhadap bencana, seperti ge mpa bumi, letusan gunung api, dan banjir.
52
5.2
Administrasi Pemerintahan Secara administratif Propinsi Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten daerah
tingkat II, dan 8 (delapan) kotamadya daerah tingkat II. Dalam wilayah Daerah Tingkat I Jawa Timur terdapat dua kota administratif (kotif) yaitu Kotif Jember dan Batu, 615 wilayah kecamatan, serta 660 Kelurahan; dan 7.740 desa. Selanjutnya Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota dilengkapi dengan dinas-dinas daerah sebagai unsur pelaksana di bidang otonomi daerah Sekertaris Wilayah/Daerah sebagai unsur staf/pembantu pimpinan, sekretaris DPRD sebagai unsur staf/pembantu pimpinan DPRD. Perangkat pemerintah Propinsi Jawa Timur juga dilengkapi dengan instansi- instansi vertikal sebagai aparat dekosentrasi ya itu Kantor Wilayah Departemen dan Kantor Wilayah Direktorat Jendral dan sebagainya.
5.3
Kependudukan dan Sosial Jumlah penduduk propinsi Jawa Timur pada tahun 1996 adalah
33.128.957 jiwa yang kemudian meningkat menjadi 34.534.014 jiwa pada tahun 1999 dan 35.314.897 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk selama setahun adalah 1,49 persen pada tahun 1996; 1,08 persen pada tahun 1999; dan 0,87 persen pada tahun 2002. Mengikuti perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat, kepadatan penduduk pun semakin me ningkat, yaitu 708 jiwa per km2 pada tahun 1996; 725 jiwa per km2 pada tahun 1999 dan 752,7 jiwa per km2 pada tahun 2002. Dilihat dari jumlah penduduk yang cukup besar, berarti Jawa Timur potensial akan tersedianya tenaga kerja dan hal ini akan mendukung programprogram pembangunan yang ada. Tingkat Patisipasi Angakatan Kerja (TPAK)
53
Jawa Timur pada tahun 1996 sebesar 67,37 persen. Kemudian meningkat menjadi 67,44 persen pada tahun 1999 dan 65,83 persen pada tahun 2002. Sedangkan Incremental Labour Output Ratio (ILOR) menunjukkan angka 0,03 pada tahun 1996; 0,04 pada tahun 1999; dan 0,05 pada tahun 2002.
5.4
Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha Perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor industri pengolahan
(29,6 persen), sektor perdagangan, hotel & restoran (26,7 persen) serta sektor pertanian (17,5 persen). Dominasi sektor manufaktur dan perdagangan terutama terjadi di wilayah perkotaan dan dominasi sektor pertanian terjadi di wilayah pedesaan. Dalam 10 tahun terakhir peran sektor perdagangan makin dominan, sementara peran sektor pertanian dan industri pengolahan cenderung menurun. Beberapa wilayah di Jawa Timur memiliki kemiripan karakter, baik akibat kedekatan geografis, tatanan ekonomi maupun historis. Oleh karena itu, Jawa Timur dikelompokkan dalam 4 koridor, yaitu koridor Utara Selatan, Barat Daya, Timur dan Utara, yaitu : a. Koridor Utara-Selatan, mencakup dataran tinggi bagian tengah merupakan wilayah subur dan berkembang, yaitu : Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Malang, dan Blitar. b. Koridor Utara, mencakup dataran rendah bagian utara merupakan wilayah dengan kesuburan sedang dan tingkat perkembangan sedang, yaitu : Ngawi, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
54
c. Koridor Barat Daya, mencakup wilayah pegunungan kapur selatan merupakan wilayah tandus, tidak subur dan belum begitu berkembang, yaitu : Jombang, Madiun, Magetan, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, dan Tulungagung. d. Koridor Timur merupakan wilayah kepulauan, merupakan wilayah ya ng kemudahan hubungannya kurang dan belum berkembang, yaitu : Probolinggo,
Lumajang,
Jember,
Bondowoso,
Situbondo,
dan
Banyuwangi. Koridor Utara kuat di sektor pertambangan- minyak dan galian dengan kontribusi terhadap perekonomian Jawa Timur sebesar 41,80 persen. Koridor Timur kuat di sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 28,05 persen. Koridor Barat Daya kuat di sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 30,46 persen. Sementara koridor Utara Selatan kuat di banyak sektor antara lain sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Saat ini, Jawa Timur berperan sebagai penyangga utama stok pangan nasional, terutama untuk komoditi padi, jagung, kedelai, unggas (telur dan daging), hewan ternak (daging), ikan dan buah-buahan serta bumbu. Potensi besar di sektor pertambangan dan galian juga dimiliki Jawa Timur, terutama di koridor Utara. Sekalipun saat ini kontribusi koridor Utara baru 11 persen, di masa mendatang akan meningkat ketika eksploitasi minyak Blok Cepu dan pengoperasian Lamongan Industrial Shorebase direalisasi.
55
Potensi Jawa Timur yang dapat dikembangkan masih banyak dan beragam. Salah satunya pengembangan Kawasan Jatim Selatan, yang akan makin meningkatkan potensi ekonomi Jawa Timur. Dukungan dan pengelolaan yang tepat akan membuat seluruh potensi yang dimiliki Jawa Timur akan terus berkembang dan memantapkan posisi Jawa Timur sebagai penggerak utama perekonomian nasional. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur merupakan pangsa ketiga terbesar setelah daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan rata-rata pangsa sekitar 15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dilihat dari pangsa sektoralnya, perekonomian Jawa Timur secara umum didominasi oleh empat sektor dominan utama, yakni sektor industri pengolahan, sektor perdaganganhotel-restoran, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa, yang sudah menguasai pangsa 77 persen dari total PDRB Jawa Timur. Dilihat dari sisi keterbukaan ekonomi regional, Jawa Timur merupakan propinsi yang sangat terbuka sehingga dipengaruhi secara signifikan oleh berbagai kondisi luar negeri maupun oleh kondisi propinsi lainnya, khususnya propinsi di Indonesia Timur. Rasio ekspor dan impor Jawa Timur dibandingkan dengan PDRB mencapai 136 persen rata-rata selama 10 tahun terakhir. Sebelum krisis (1991-1996), ekspor Jawa Timur menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi dengan sumbangan rata-rata hampir 6 persen setiap tahunnya, disusul konsumsi (4 persen) dan investasi (2,6 persen). Sesudah krisis (1999-2000), berdasarkan data BPS, sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Timur bergeser ke perubahan stok investasi dan konsumsi dengan sumbangan masingmasing sebesar 6,4 persen dan 3,6 persen. Dampak krisis ekonomi moneter telah
56
menggeser pola kegiatan ekonomi Jawa Timur dilihat dari komposisi PDRB menurut penggunaan. Rasio konsumsi terhadap PDRB rata-rata mencapai 66 persen dan dalam periode (1990-2000) meningkat menjadi rata-rata 71 persen karena menurunnya kegiatan investasi dan kegiatan ekspor dan impor. Namun, meningkatnya kegiatan konsumsi ini kurang sustainable dalam jangka panjang, dan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja relatif kecil. Besarnya capital outflows (modal swasta dan foreign direct investment) yang telah terjadi akibat krisis ekonomi moneter telah menurunkan rasio-rasio investasi menjadi sekitar 20 persen dalam tahun 1999-2000, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio sebelum krisis sebesar 27 persen. Sifat perekonomian Jawa Timur yang terbuka antara lain telah mendorong nilai ekspor Jawa Timur tahun 2001 tumbuh jauh lebih baik (3,5 persen) dibandingkan ekspor nonmigas nasional yang mengalami penurunan sebesar 6,8 persen. Menurut data yang dikelola oleh Bank Indonesia Surabaya, nilai ekspor nonmigas melalui pelabuhan di Jawa Timur tahun 2001 adalah 4,69 milyar dollar AS atau mengalami kenaikan sebesar 3,56 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
5.5
Tipologi Kabupaten/Kota Tipologi
kabupaten/kota
menunjukkan
karakteristik
beberapa
kabupaten/kota yang berada dalam satu kelompok yang sama. Berdasarkan pengklasifikasian dari beberapa aspek perkembangan kabupaten/kota, seperti
57
aspek demografi, kesehatan, pendidikan, sosial, dan fisik, kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur dibedakan menjadi beberapa kelompok tipologi, yaitu : 1. Kelompok kabupaten/kota tipologi resource base Kelompok kabupaten/kota ini merupakan wilayah resource base industry dengan tipe wilayah yang mempunyai karakteristik potensi sumberdaya alam yang cukup baik terutama pada wiayah barat yang dominan pada aspek pertanian dan selatan yang menonjol pada aspek pertanian. Kabupaten/kota tipe ini merupakan wilayah dengan perkembangan kemajuan yang sedang dan tersebar di bagian barat dan selatan wilayah propinsi, antara lain : Kabupaten Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, Lamongan (Gerbangkertosusilo), Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Jombang, Nganjuk, Magetan, dan Bojonegoro, serta Kota Surabaya, Kediri, dan Blitar. 2. Kelompok kabupaten/kota tipologi human capital yang rendah. Kelompok kabupaten/kota ini merupakan wilayah dengan tipe wilayah mempunyai karakteristik seperti tingkat kerawanan kesehatan masih perlu perhatian, tingkat rata-rata pendidikan yang rendah. Faktor kemiskinan yang menonjol, pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk keperluan makanan, angka ketergantungan anak yang cukup tinggi. Kabupaten/kota tipe ini merupakan wilayah dengan perkembangan manusia yang rendah dan tersebar di wilayah pulau Madura dan wilayah pantai utara sebela h timur propinsi, antara lain : Kabupaten Sumenep, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi.
58
3. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah kota sedang. Kelompok kabupaten/kota tipe ini mempunyai karakteristik wilayah perkotaan dengan ciri pembangunan manusia yang sedang dan merupakan kota yang mempunyai tingkat pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur yang cenderung semi-kota. Wilayah tipe ini berada di wilayah selatan propinsi Jawa Timur, antara lain : Madiun, Mojokerto, Ngawi, dan Bojonegoro. 4. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah penyangga. Kelompok kabupaten/kota tipe ini mempunyai karakteristik wilayah penyangga industri bagi Propinsi Jawa Timur dengan ciri potensi industri yang cukup tinggi, terutama industri pakan ternak, produksi telur dan daging. Pekerja yang bekerja pada industri rumah tangga juga cukup tinggi. Wilayah tipe ini salah satunya adalah Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai karakteristik kota dan sebagai penyangga kota Surabaya. Sedangkan wilayah yang lainnya adalah Kota Malang merupakan kota terbesar kedua setelah Kota Surabaya. 5. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah main industry Kelompok kabupaten/kota ini mempunyai karakteristik wilayah perkotaan dengan pencirian cukup tinggi. Potensi industri besar/sedang yang tinggi sehingga terdapat jalan tol untuk menunjang kemajuan industri. Wilayah tipe ini merupakan pendorong perkembangan ekonomi sektor industri, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kota Surabaya, yang biasa disebut sebagai “Extended Surabaya” 6. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah khusus utara Kabupaten dengan tipe ini memiliki karakteristik dengan tingkat kerawanan sosial yang cukup menonjol, kualitas rumah yang kurang memadai,
59
pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk kebutuhan makanan, angka ketergantungan anak yang cukup tinggi, dan tingkat kerawanan kesehatan yang sangat rawan. Kabupaten tipe ini merupakan daerah yang perkembangan kemajuan sedikit berkembang. Hal ini dicirikan dengan pertumbuhan dan kemajuan wilayah yang sedikit berkembang. Namun pada kabupaten ini, tersebar fasilitas sekolah agama yang baik, fasilitas tempat ibadah yang cukup baik, dan luas wilayah desa per kabupaten yang cukup baik. Kabupaten Sampang merupakan daerah yang partisipasi sekolah penduduknya cenderung cukup tinggi pada sekolah agama (pesantren). 7. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah khusus selatan barat Kabupaten tipe ini memiliki karakteristik tingkat kerawanan sosial yang cukup menonjol, kualitas rumah yang kurang, pengeluaran rumah tangga yang masih dominan untuk kebutuhan makanan, angka ketergantungan anak yang cukup tinggi, tingkat kerawanan kesehatan sangat rawan. Kabupaten Pacitan merupakan wilayah yang minus di pantai selatan yang lebih berkiblat pada wiayah Propinsi Jawa Tengah, karena akses jalan ke Surabaya dibutuhkan waktu yang lama. Komunikasi masyarakat cenderung ke Kabupaten Wonogiri dan Kota Solo. 8. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah khusus timur Kabupaten tipe ini memiliki karakteristik dengan tingkat kesehatan dan pendidikan yang baik, fasilitas infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota. Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah ujung timur Jawa Timur dengan potensi perikanan yang baik, terdapat kapal feri penyeberangan ke Propinsi Bali, sehingga komunikasi masyarakat cenderung ke wilayah Bali.
BAB VI GAMBARAN PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN, PERAN PEREMPUAN, DAN PENGELUARAN SOSIAL PROPINSI JAWA TIMUR
Pembangunan adalah proses perubahan terbuka dan terkait dengan aktivitas rakyat secara terencana untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan bersama. Pembangunan daerah Jawa Timur mengupayakan peningkatan pendapatan rakyat, mewujudkan ekonomi kerakyatan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta dapat mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat Jawa Timur. Hal itu merupakan syarat bagi rakyat Jawa Timur untuk menyelenggarakan proses pembangunan yang efektif dan berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan daerah melibatkan secara proaktif seluruh rakyat dan pemerintah, yang secara bersama-sama melakukan perubahan dalam segala bidang. Pelaksanaan tersebut dilakukan untuk merespon dan mengatasi berbagai permasalahan kehidupan dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia tersebut, sangat perlu usaha memberdayakan rakyat sehingga pembangunan dapat berjalan secara efektif dan optimal.
6.1
Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur Berdasarkan ketetapan UNDP, IPM digunakan untuk mengidentifikasi
kinerja pembangunan manusia dari sisi pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan atau penurunan IPM sangat dipengaruhi oleh perubahan pada ketiga komponen tersebut. Meningkatnya IPM dapat disebabkan karena meningkatnya ketiga komponen tersebut secara bersama-sama
61
atau dapat juga karena meningkatnya satu atau dua dari komponen-komponen tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Propinsi Jawa Timur masuk dalam jajaran propinsi-propinsi di Indonesia mempunyai indeks yang kurang menggembirakan, terutama dalam hal pembangunan manusia. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 ternyata berdampak pada pembangunan manusia di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari besaran IPM Jawa Timur yang mengalami penurunan dari tahun 1996 yang sebesar 65,5, menjadi 61,8 pada tahun 1999. Kemudian tahun 2002, kinerja pemerintah sudah menunjukkan adanya perbaikan dalam hal pembangunan manusia meskipun belum sama dengan kondisi sebelum 1999. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya IPM Jawa Timur pada tahun 2002 menjadi 62,64 persen. Berdasarkan perkembangan IPM seperti yang tergambar pada Grafik 3, dapat dilihat bahwa rata-rata semua kabupaten/kota mengalami penurunan IPM pada tahun 1996-1999. Penurunan yang paling rendah adalah Kota Pasuruan dan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Tinggi rendahnya penur unan tersebut disebabkan karena perubahan komponen-komponen IPM yang bervariasi antar kabupaten/kota.
62
63
Perbandingan komponen IPM antar kabupaten/kota untuk tahun 19961999 disajikan dalam Lampiran 1. Berdasarkan lampiran tersebut, terlihat bahwa pada periode 1996-1999, dua komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) dan Pendidikan mengalami kenaikan untuk semua kabupaten/kota kecuali Kabupaten Tulungagung yang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Secara rata-rata untuk Jawa Timur, terjadi perubaha n sebesar 25,26 persen. Hal ini didukung pula oleh kenyataan bahwa seluruh kabupaten/kota mengalami perubahan pada indeks daya belinya. Perubahan terbesar terjadi di Kabupaten Bojonegoro, sedangkan yang terendah terjadi di Kota Surabaya. Dengan demikian, dapat diyakini bahwa penyebab menurunnya IPM dalam kurun waktu 1996-1999 adalah menurunnya indeks daya beli yang disebabkan keterpurukan kondisi ekonomi sebagai akibat terjadinya krisis. Sedangkan pada kurun waktu 1999-2002, ha mpir semua kabupaten/kota di Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan dalam IPM. Hal tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks daya beli. Kecuali Kabupaten Pacitan, indeks daya belinya menurun dari 51,49 menjadi 47,49. Oleh karena itu, penurunan dalam indeks daya beli menyebabkan IPM Kabupaten Pacitan juga mengalami penurunan. Secara keseluruhan, IPM tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro dengan rata-rata IPM sebesar 72,1. Sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Pasuruan dengan rata-rata IPM sebesar 48,4. Tinggi rendahnya IPM pada kedua kabupaten ini dapat dilihat dari tipologi wilayahnya dimana Kabupaten Bojonegoro merupakan kabupaten dengan ciri pembangunan manusia yang baik dan didukung oleh infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota yang memadai. Sedangkan
64
Kota Pasuruan dikenal sebagai salah satu kabupaten di Tapal Kuda dengan tingkat kerawanan kesehatan masih perlu perhatian, tingkat rata-rata pendidikan yang rendah. Faktor kemiskinan yang menonjol, pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk keperluan makanan, dan angka ketergantungan anak yang cukup tinggi, sehingan perkembangan manusianya masih rendah.
6.2
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
pertumbuha n yang disebabkan karena adanya peningkatan produksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk dapat melihat pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya, maka dimasukkan perhitungan tingkat perkembangan jumlah penduduk. Dengan menggunakan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 1993 sehingga dapat dilihat peningkatan atau penurunan riil dari pendapatan rata-rata penduduk Jawa Timur. Selama kurun waktu 1996-2002, pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB per kapita semakin lebih baik karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sedikit. Berdasarkan Grafik 4 tentang perkembangan PDRB per Kapita ADHK 1993 menurut kabupaten/kota di Jawa Timur, pada kurun waktu 1996-1999, PDRB per kapita hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami penurunan.
Hal
ini
disebabkan
karena
semakin
melemahnya
kegiatan
perekonomian sebagai akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998. Namun keadaan tersebut puliha kembali pada kurun waktu 1999-2002 yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya PDRB per kapita tiap kabupaten/kota.
65
66
Jika dilihat secara rata-rata per kabupaten/kota, PDRB per kapita terendah adalah Kota Blitar dan tertinggi adalah Kota Surabaya. Rendahnya PDRB per kapita Kota Blitar disebabkan karena adanya pemekaran wilayah. Sedangkan PDRB per kapita Kota Surabaya yang tinggi disebabkan karena posisi Kota Suarabaya sebagai ibukota propinsi dan pusat kegiatan perekonomian, terutama industri dan perdagangan, di Jawa Timur. Grafik 4 di atas juga menunjukkan adanya distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang tidak merata. hal ini juga dipengaruhi oleh penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap kabupaten/kota yang berbedabeda. Kabupaten/kota yang menerima PAD paling tinggi adalah Kota Surabaya, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Sampang. Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Secara tidak langsung PAD tidak digunakan dalam perhitungan PDRB, namun peranan PAD dapat dilihat dari perspektif lain dalam membiayai kegiatan operasional pemerintah. Sehingga dapat dilihat seberapa besar kebijakan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian. Kebijakan yang berdampak positif terhadap perekonomian tidak terlalu berhubungan kuat dengan besarnya anggaran. Namun, perekonomian yang meningkat akan memberikan dampak pada peningkatan PDRB.
6.3
Tingkat Kemiskinan Upaya yang dilakukan pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam kebijakan
pembangunannya adalah dengan melakukan pendataan jumlah penduduk miskin. Penghitungan jumlah penduduk miskin pada tahun 1996-1999 dilakukan dengan
67
menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan. Pendekatan ini bersifat makro karena menghitung penduduk miskin sampai pada tingkat kabupaten/kota. Batas kemiskinan ya ng digunakan pada perhitungan jumlah penduduk miskin pada tahun 1996 adalah Rp 40.950 per kapita/bulan untuk daerah perkotaan dan Rp 30.126 per kapita/bulan untuk daerah pedesaan. Sedangkan pada tahun 1999, batas kemiskinan untuk daerah perkotaan sebesar Rp 90.924 per kapita/bulan dan Rp 73.432 per kapita/bulan. Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada tahun 1999 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 1996, yaitu dari 22,13 persen menjadi 29,48 persen. Persentase perubahan jumlah penduduk miskin kurang lebih sebesar 7,34 persen. Sedangkan pendataan penduduk miskin pada tahun 2002 menggunakan Pendekatan Kemiskinan dengan Indikator Baru (PKIB). Berdasarkan pendataan tersebut, jumlah penduduk miskin Propinsi Jawa Timur pada tahun 2002 adalah sebesar 28 persen. Perhitungan kemiskinan berdasarkan PKIB didasarkan pada 11 indikator, yaitu (1) Frekuensi beli pakaian setahun; (2) Fasiltas air bersih; (3) Proporsi pengeluaran untuk makanan; (4) Status kepemilikan rumah; (5) Jenis dinding; (6) Jenis lantai; (7) Fasilitas jamban; (8) Sumber penerangan; (9) Partisipasi sekolah anggota rumah tangga 6-15 tahun; (10) Sumber keuangan rumah tangga; dan (11) Fasilitas pelayanan kesehatan. Perkembangan jumlah penduduk miskin tiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur pada tahun 1996-1999 dapat dilihat pada Grafik 5 berikut ini.
68
69
Berdasarkan Grafik 5 tersebut, tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan penduduk miskin di Jawa Timur pada kurun waktu 1996-1999, seluruh kabupaten/kota mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut diduga disebabkan oleh menurunnya daya beli penduduk akibat krisis ekonomi. Sedangkan pada tahun 2002, jumlah penduduk miskin pada kabupaten/kota bervariasi, ada yang mengalami peningkatan dan penurunan. Tabel 3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin Tahun 1996-2002 Tahun 1996 1999 2002
Rata-rata Persentase Penduduk Miskin Jawa Timur 22,13 29,79 28,11
Jumlah Kabupaten/Kota dengan Persentase di Bawah Rata -Rata Jawa Timur 19 19 17
Jumlah Kabupaten/Kota dengan Persentase di Atas Rata -Rata Jawa Timur 18 18 20
Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur, 2002
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari sisi jumlah kabupaten/kota, kondisi penduduk di Jawa Timur dari tahun ke tahun dapat dikatakan relatif sama. Gambaran ini dapat dilihat dari jumlah kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin di bawah rata-rata persentase penduduk miskin di Jawa Timur dari tahun ke tahun jumlahnya relatif tidak berbeda. Meskipun pada tahun 2002 rata-rata persentase jumlah penduduk miskin di Jawa Timur menurun, namun jumlah penduduk miskin kabupaten/kota yang berada di atas rata-rata penduduk miskin Jawa Timur meningkat. Menurunannya jumlah penduduk miskin pada beberapa kabupaten/kota diduga disebabkan karena di beberapa daerah sudah mulai membaik kondisi perekonomian meskipun tingkat inflasi masih cukup tinggi. Namun beberapa daerah lain masih sedang dalam proses perbaikan sehingga yang menyebabkan
70
penurunan daya beli penduduk. Secara rata-rata, jumlah penduduk miskin paling rendah adalah di Kabupaten Sidoarjo, sedangkan yang paling tinggi adalah Kabupaten Sampang. Meskipun demikian, dari tahun ke tahun, 13 kabupaten di Jawa Timur cenderung masih memiliki penduduk miskin yang persentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata persentase penduduk miskin Jawa Timur. Ketiga belas kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Madiun, Magetan, Bojonegoro, Tuban, Lumajang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Sampang, dan Sumenep. Rendahnya penduduk miskin di Kabupaten Sidoarjo dikarenakan banyaknya industri yang berkembang termasuk pula industri rumah tangga. Dengan
berkembangnya industri rumah tangga tersebut, setidaknya dapat
mengangkat ekonomi rumah tangga dan penduduk di Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan tingginya penduduk miskin di Kabupaten Sampang dikarenakan pertumbuhan dan kemajuan wilayah yang sulit berkembang dan tidak didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang baik.
6.4
Indeks Pemberdayaan Jender Peran perempuan dalam pembangunan manusia mempunyai posisi yang
cukup penting. Perempuan ikut terlibat dalam tingkatan makro bahkan internasional, sampai dengan rumah tangga. Dalam lingkup makro, perempuan terlibat dalam pembuat kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan dalam lingkup keluarga, salah satu peran perempuan adalah sebagai pengatur keuangan keluarga.
71
Besarnya peran perempuan salah satunya ditunjukkan oleh Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ) dalam bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor non pertanian), dan pengambil keputusan (perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, manajer, dan ketatalaksanaan). Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa banyaknya perempuan yang bekerja menunjukkan keinginan mereka untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam hal ini, semakin banyak perempuan yang bekerja, khususnya yang bekerja sebagai pegawai, menunjukkan tingat kemampuan (kepandaian) perempuan. Semakin pandai perempuan, maka perempuan itu juga pandai dalam mengatur sega la keperluan dan pengeluaran rumah tangga. IDJ Propinsi Jawa Timur menunjukkan banyaknya perempuan yang bekerja, berdasarkan 3 komponen pembentuk IDJ. Perkembangan peran perempuan menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur, yang dalam penelitian ini ditunjukkan oleh IDJ, dapat dilihat dalam Grafik 6 berikut ini.
72
73
Dari Grafik 6 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan peran perempuan sebelum dan sesudah krisis bervariasi menurut kabupaten/kota. Bahkan secara rata-rata, pada masa setelah krisis, peran perempuan banyak yang meningkat, baik itu di sektor politik, sosial, ataupun ekonomi. Secara rata-rata, IDJ paling tinggi adalah di Kabupaten Blitar, sedangkan IDJ yang paling rendah di Kabupaten Bondowoso.
6.5
Pengeluaran Sosial Pemerintah Pengeluaran pembangunan pemerintah yang termasuk ke dalam sektor
sosial meliputi pengeluaran untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Berdasarkan format Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sektor pendidikan terdiri dari subsektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Pemuda dan Olahraga. Sedangkan sektor kesehatan juga terdiri dari subsektor Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Anak, dan Remaja. Tabel 4. Realisasi Pengeluaran Pembangunan Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur Tahun 1996-2002 Rata-rata pengeluaran 1999 2002 Milyar Milyar % Rupiah Rupiah 973.464,44 3.520.160,74
%
Pembangunan
1996 Milyar Rupiah 726.352,34
Pendidikan
67.235,08
9,26
82.395,99
8,46
361.997,95
10,28
Kesehatan
30.081,55
4,14
47.242,88
4,85
249.574,33
7,09
97.316,63
13,4
129.638,87
13,31
611.572,28
17,37
Pengeluaran
Pendidikan dan Kesehatan
Sumber : www.sikd.djpkd.go.id (data diolah)
%
74
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa alokasi pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur pada kurun waktu 1996-2002, masih banyak digunakan untuk sektor-sektor di luar bidang sosial. Pengeluaran sosial pada tahun 1996 sebesar 13,4 persen dari total pengeluaran pembangunan. Kemudian mengalami penurunan sebesar 0,09 persen pada tahun 1999 dan meningkat lagi menjadi 17,37 persen pada tahun 2002. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan pada tahun 1996 mencapai 9,26 persen. Akibat krisis, pada tahun 1999 menurun menjadi 8,46 persen dan meningkat kembali menjadi 10,28 persen pada tahun 2002. Meskipun mengalami peningkatan, persentase pengeluaran tersebut tidak mencapai 20 persen dari total pengeluaran pembangunan dalam APBN dan APBD, sesuai target yang telah dianggarkan oleh pemerintah. Perkembangan pengeluaran pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang dialokasikan untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan dapat digambarkan seperti pada Grafik 7 berikut ini. Berdasarkan grafik tersebut, pada tahun 1999 pengeluaran pemerintah kabupaten/kota untuk sektor pendidikan cenderung mengalami penurunan, yang kemudian meningkat pada tahun 2002. Secara rata-rata, selama kurun waktu 1996-2002, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan yang paling tinggi adalah Kabupaten Bangkalan dan yang paling rendah adalah Kabupaten Ngawi.
76
Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dari tahun 1996-1999 cenderung meningkat. Pada tahun 1996, rata-rata persentase pengeluaran pemerintah untuk sektor sebesar 4,14 persen. Kemudian meningkat menjadi 4,85 persen pada tahun 1999 dan 7,09 persen pada tahun 2002. Jika dibandingkan dengan GBHN 2002 yang mengamanatkan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN, angka-angka tersebut masih belum terpenuhi. Jumlah tersebut makin jauh jika dibandingkan dengan standard yang dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) sebesar 5 persen dari PDB. Sama halnya dengan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, berdasarkan Grafik 7 di atas, pada tahun 1999 pengeluaran pemerintah menurut kabupaten/kota untuk sektor kesehatan cenderung mengalami penurunan, yang kemudian meningkat kembali pada tahun 2002. Secara rata-rata, selama kurun waktu 1996-2002, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan yang paling tinggi adalah Kabupaten Blitar dan yang paling rendah adalah Kabupaten Bondowoso. Penurunan pengeluaran pemerintah baik untuk sektor pendidikan maupun sektor kesehatan pada kurun waktu 1996-1999 dikarenakan terjadinya krisis ekonomi. Sehingga untuk memulihkan kondisi perekonomiannya, kabupaten/kota di Jawa Timur cenderung memfokuskan pengeluarannya untuk keperluan pembangunan di sektor-sektor ekonomi dibandingkan untuk sektor sosial (pendidikan dan kesehatan).
Indeks Pembangunan Manusia
P PO ACIT T TU REN NORO AN LU GG GO NG AL AG EK UNBL GITA K ER LU MALA DIRI M N BA AJJAN G E BNOYUW MGBE ND A R N S PR ITUOWOGI OB BO SO POALIN NDO S U GG S MO IDORUAON JOK ARJ JOMER O NG BATNO AN G M MA ADJUK G IU BO ENTA N JON GAN E W LA GOTRUO I MO BA BA NGGA N NG RNE K S PA SAMALA IK ME PAN K N KO SAUSMAN G K T E KO KO OTAA KE NEP TA TA BL DIR K PR M IT I KO OTAOBOL ALANAR TA PASIN G M U GG KO KOOTJAOKRUAON TA MER SU ADTO RA IUN BA YA
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1996
1999
2002
Kabupaten/Kota
Grafik 3. Perkembangan IPM Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur (1996-2002)
77
PDRB per Kapita ADHK 1993 (rupiah) P PO ACI T T TU RENNOR AN LU GG OG NG A O AG LEK BULNG ITA K R E M LU AL DIRI M AN BA AJAN G N JE G BO YUW MB N A ER SITDOWNGI PR U O OB BO SO N PAOLIN DO SU G SID RUGO MO O AN JO ARJ JOKER O M T NG BANO A G MANJU MA D K G IUN BO NETA JO GAN NE W G I LA TOURO MO BA BA NGGA N NG REN K S PA SAMALA IK ME PA N K NG KO SUAMSA KO TA K ENN KO KO T E EP TA TA A B DIR L KOPRO MA ITA I L KO TA BO A R TA PA LIN NG MO SURGG K KO OT JOK UANO TA A M ER SU ADTO RA IU BA N YA
14.000
10.500 1996
7.000 1999
2002
3.500
0
Kabupaten/Kota
Grafik 4. Perkembangan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 1993 Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur (1996-2002)
77
P PO ACI T TU REN NOR TAN LU GG OG NG AL O AG EK UBNL GI KETAR M LU AL DIR M A I BA AJJA NG N BONYU EMGB NDWA ER S PR ITUOWONGI OB BO SO POALIN NDO SU GG S MO IDORUAO JOK AR N JOMER JO NG BATO N MAANJUG MA D K IU BO GENTA N JO GAN NE W LA GTOUR I MO BOA BA NGGA N NG RNE K PA SAMALA SIK ME PA N K N KO SUAMSA G T KO K KOT A K ENNE TA OTA A B EDI P KOPRO MA LIT RI KO TABO LA AR TA PALIN NG M S G KO KOOTJOURUGAO TA A KME N SU ARDTO RA IU BA N YA
Jumlah Penduduk Miskin (persen) 70 60
50 40 30 20 1996
1999
2002
10 0
Kabupaten/Kota
Grafik 5. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur (1996-2002)
77
Indeks Pemberdayaan Jender
PA P CIT O T N R O TU EN R AN LU GG OG NG AL O AG EK UBNL G KIETAR M LU AL DIR M A I BA AJJA NG N BONYUW EMGB ND A ER S PR ITUOWONGI OB BO SO POALIN NDO SU GG S MO IDORUAO JOK ARJN JOMER O NG BATON A MANJUG MA DI K U BO GNETA N JON GAN E W LA GTOUR I MO BOA BA NGGA N NG RNE K S PA SAMALA IK ME PA N K N KO SUAMSA G T N KO KOKOTAA KE ENEP TA TA B DI KOPRO MA LITARI KO TABO LA R TA PALIN NG M SU G KO KOOTJO RUGAO TA A MKER N SU ADTO RA IU BA N YA
70 60 50 40 30 20 10 0 1996
1999
2002
Kabupaten/Kota
Grafik 6. Perkembangan Indeks Pemberdayaan Jender Menurut Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur (1996-2002)
77
P PO ACIT T TU REN NOR AN LU GG OG NG AL O AG EK UBNL GIT K MA EDAIR LU LA RI M BA AJJANNG N E BOYUW MGBE ND A R N S PR ITUOWOGI OB BO SO POALIN NDO SU GG S MO IDROUAON JOK AR JOMER JO NG BATNO A MANJUG MA DI K G U BO ENTA N JON GAN E WI LA GOTURO MO BA BA NGGA N NG RNE K S PA SAMALAN IK ME P A K N KO SUAMSA G T EN KO KOKOTAA KE NEP TA TA BL DIR KOPRO MA ITA I KO TA BO LAN R TA PA LIN G MO SURGG K KO OTJAOK UAO TA MER N SU ADTO RA IU BA N YA
Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan (persen) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1996
1999
2002
Kabupaten/Kota
Grafik 7. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996-2002
77
Pengelaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan (persen) PO PAC T TU REN NOR ITAN LU GG OG NG A O AG LEK UNBL G ITA K LU MALEDIRR BA MAJAANG I BONYU JEMNBG NW E PR SITDUOWANG R OB BOOS I OPL NDO AISNG O UG MO SIDORUOA JOK AR N JOMER JO NG BATO AN NG M MA ADJUK BO GETIUN JON NGAN EG AW LA ORTU I MO OBA BA NGGA N NG REN PA SKAAMLA SIK ME PAN KO SKUASA NG KO K KOTTA K MENN TA OT A B ED EP KPORO A M LIT IRI KO TABO AL AR TA PALIN AN M SG G KO KOOTJOURGUO TA AKME AN SU ARDTO R A IU BA N YA
16 14 12 10 8 6 4 2 0 1996
1999
2002
Kabupaten/Kota
Grafik 8. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur (1996-2002)
77
BAB VII ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR
Analisis hubungan antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur diestimasi dengan menggunakan data panel dengan 29 kabupaten dan 8 kota sebagai komponen cross section. Sedangkan, sebagai komponen time series digunakan data 4 tahunan dari Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2001 dan 2004. Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dilakukan dengan menggunakan variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel terikatnya, yang dihubungkan dengan beberapa variabel bebas (penjelas) yang terdiri dari variabel pertumbuhan ekonomi (PDRB), kemiskinan (K), peran perempuan (IDJ), pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan (PPP), dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan (PPK). Untuk melihat adanya kebijakan, ditambahkan variabel dummy otonomi daerah ke dalam model. Analisis dilakukan dengan model pooled least square, fixed effect, dan random effect
7.1
Uji Kesesuaian Model Berdasarkan hasil estimasi model menggunakan data panel dengan pooled
least square, fixed effect, dan random effect dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model dengan Chow Test dan Hausman Test. Pengujian kesesuaian model tersebut dilakukan untuk mengetahui metode terbaik dalam mengestimasi
79
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. 7.1.1
Hasil Chow Test Chow Test dilakukan untuk menentukan metode mana yang lebih baik
antara model pooled least square dan fixed effect dalam menganalisis hubungan antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. Hasil Chow Test dari model pooled least square dan fixed effect menghasilkan nilai Chow Test hitung dengan derajat bebas (N-1) dan (NT-N-K) sebesar 32,014. Nilai F tabel yang diperoleh dengan derajat bebas (K-1) dan (N-K) pada taraf nyata 5 persen adalah 2,49. Berdasarkan hasil perhitungan Chow Test tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model fixed effect merupakan model yang lebih sesuai
untuk
menganalisis
hubungan
antara
kinerja
ekonomi
dengan
pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur. 7.1.2
Hasil Hausman Test Untuk menentukan model yang terbaik dalam menganalisis hubungan
antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur, dilakukan Hausman Test terhadap model fixed effect dan random effect. Statistik uji Hausman yang diperoleh antara model fixed effect dan random effect pada taraf nyata 5 persen adalah sebesar 17,42. Berdasarkan nilai statistik Hausman Test yang lebih kecil dari nilai kritis sebaran chi square ?2 yang terdistribusi dengan derajat bebas 6 atau sebesar 12,59 maka dapat disimpulkan bahwa model fixed effect lebih sesuai untuk menganalisis hubungan antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur daripada dengan model random effect. Dengan demikian, berdasarkan hasil
80
uji kesesuaian model yang meliputi Chow Test dan Hausman Test, diketahui bahwa dari ketiga model yang telah dilakukan dalam pengolahan data panel, metode yang terbaik adalah metode fixed effect . Pengolahan dengan model fixed effect secara umum dilakukan dengan metode Pooled Least Square (PLS) atau tanpa pembobot (no weighted) atau dengan pembobot (cross section weighted) atau Generalized Least Square (GLS). Setelah dibandingkan antara model fixed effect PLS dengan model fixed effect GLS, disimpulkan bahwa hasil estimasi dengan model fixed effect GLS menghasilkan lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan dengan model fixed effect PLS. Output dari pengolahan dengan menggunakan model fixed effect GLS menghasilkan estimasi seperti yang tercantum dalam tabel berikut. Tabel 6. Hasil Estimasi Panel Data dengan Fixed Effect GLS Variabel
Elastisitas
Standar Error
Log (PDRB)
0,008065
0,002897
Log (K)
-0,039634
t-stitistik
Probablitas
2,783585
0,0070*
0,002837 -13,96889
0,0000*
Log (IDJ)
0,004980
0,007442
0,669208
0,5056
Log (PPP)
0,018955
0,001515
12,50993
0,0000*
Log (PPK)
-0,005997
0,002487 -2,411019
0,0186**
D otda
0,018184
0,002267
8,022196
Adjusted R2
0,999976
ESS
0,043684
DW
3,122502
0,0000*
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 1 persen ** signifikan pada taraf nyata 5 persen
Koefisien dari setiap cross section menunjukkan besarnya rata-rata perubahan IPM pada masing- masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur.
81
Kabupaten yang mempunyai rata-rata perubahan tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro sebesar 4,30 dan yang paling rendah adalah Kota Pasuruan sebesar 3,87. Pembangunan manusia yang baik di Kabupaten Bojonegoro didukung oleh infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota yang memadai. Sedangkan Kota Pasuruan dikenal sebagai salah satu wilayah di Tapal Kuda, tingkat kesehatannya masih rawan, tingkat rata-rata pendidikan masih rendah, masih banyak desa dan penduduk yang miskin, pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk keperluan makanan, dan angka ketergantungan anak yang cukup tinggi, sehingga perkembangan manusianya masih rendah.
7.2
Evaluasi Model Model fixed effect GLS pada tabel di atas harus memenuhi asumsi klasik
regresi. Untuk masalah multikolinearitas, menunjukkan tidak terdapat masalah multikolinearitas. Hal ini dapat dilihat dari nilai adjusted-R2 model sebesar 0,9999 yang menunjukkan bahwa 99,99 persen variasi pembangunan manusia dapat dijelaskan oleh variasi peubah-peubah bebas dalam model. Selain itu, dari 6 variabel yang diestimasi, terdapat 5 variabel yang siginifikan pada taraf nyata 5 persen mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Timur.
Variabel
pengeluaran
pertumbuhan
pemerintah
untuk
ekonomi, sektor
kemiskinan, pendidikan,
peran perempuan,
variabel
pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan, dan otonomi daerah menunjukkan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia di Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen adalah peran perempuan (IDJ).
82
Model fixed effect harus memenuhi beberapa asumsi klasik regresi. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas (karena menggunakan data cross section), maka perlu diestimasi dengan uji white heteroskedasticity. Dari hasil pengolahan dengan uji white heteriscedasticity pada model fixed effect GLS, diperoleh hasil bahwa ESS weigthed statistic (fixed effect GLS) lebih kecil daripada ESS unweigthed statistic (fixed effect PLS). Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS secara teori ditemukan masalah autokorelasi yang ditunjukkan oleh nilai Durbin Watson sebesar 3,12 (lebih dari 2). Namun karena estimasi dengan fixed effect tidak membutuhkan asumsi terbebasnya model dari serial korelasi, maka
masalah
autokorelasi dalam model dapat diabaikan (Nachrowi dan Hardius, 2006). Dengan demikian uji asumsi klasik untuk estimasi model hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia dapat terpenuhi.
7.3
Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS, diketahui
bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur pada taraf 5 persen adalah variabel PDRB per Kapita, tingkat kemiskinan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pend idikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi daerah. Sedangkan variabel ya ng secara tidak signifikan mempengaruhi pembangunan manusia pada taraf nyata 5 persen adalah variabel peran perempuan.
83
7.3.1
Variabel Yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur
7.3.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Variabel pertumbuhan ekonomi, yang dalam hal ini menggunakan indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel PDRB sebesar 0,008 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,007. Artinya, jika PDRB per kapita meningkat sebesar 1 persen, maka nilai IPM di Jawa Timur meningkat sebesar 0,008 persen. Semakin tinggi PDRB per kapita Jawa Timur, maka semakin tinggi IPM Jawa Timur, cateris paribus. Hubungan positif dan signifikannya variabel pertumbuhan ekonomi (PDRB per kapita) dengan pembangunan manusia (IPM) Jawa Timur telah sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah dibuat. Pembangunan ekonomi diyakini harus sejalan denga n pembangunan sosial sehingga pertumbuhan ekonomi dapat menyumbang langsung terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan sosial; dan sebaliknya,
pembangunan
sosial
dapat
menyumbang
langsung
terhadap
pembangunan ekonomi. Salah satu strategi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah adalah berupaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan memacu pertumbuhan sektor-sektor dominan. Pembangunan pada sektor-sektor tersebut mendorong tersedianya kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan dan memeratakan distribusi pendapatan antar anggota masyarakat. Sehingga akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
84
Pertumbuhan ekonomi merupakan prasayarat tercapainya pembangunan manusia. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi akan terjamin peningkatan produk tivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori atau proses penetasan ke bawah (trickle down effect). Dalam bidang ekonomi, pembangunan lebih ditekankan pada peningkatan yang bersamaan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita sehingga akan mendongkrak daya beli untuk dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat. Namun, elastisitas dari variabel PDRB per kapita bernilai kurang dari satu (inelastis). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari adanya pertumbuhan ekonomi tidak membawa perubahan pada capaian pembangunan manusia secara langsung. Pertumbuhan ekonomi diakibatkan karena adanya peningkatan pada sektor-sektor perekonomian. Namun peningkatan tersebut tidak secara langsung dapat meningkatkan pemerataan pembangunan, mengurangi angka pengangguran, menurunkan angka kemiskinan, ataupun masalah sosial ekonomi masyarakat lainnya.
7.3.1.2 Tingkat Kemiskinan Variabel kemiskinan, yang dalam hal ini menggunakan persentase jumlah penduduk miskin, berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi hubungan antara pembangunan manusia dan kemiskinan diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,04 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,000. Artinya, setiap 1 persen penurunan persentase jumlah penduduk miskin, maka nilai IPM akan meningkat
85
sebesar 0,04. Semakin rendah tingkat kemiskinan, semakin tinggi IPM Jawa Timur, cateris paribus. Hubungan negatif dan signifikannya variabel persentase jumlah penduduk miskin terhadap variabel pembangunan manusia telah sesuai dengan hipotesis dan teori. Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mempunyai kapabilitas untuk melakukan sesuatu, bukan karena tidak memiliki sesuatu. Dengan demikian, tingkat
kemampuan
seseorang
untuk
mengakses
sumber
daya
sangat
mempengaruhi tingkat kesejahteraannya. Jika individu tidak berada dalam kondisi miskin, maka segala kebutuhan dasarnya akan terpenuhi. Selain dapat mencukupi kebutuhan makannya, kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan juga dapat terpenuhi. Penduduk miskin dapat melanjutkan sekolahnya, berobat ke dokter atau puskesmas, mendapatkan fasilitas pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan air bersih. Pemenuhan kebutuhan tersebut akan meningkatkan kualitas penduduk yang pada akhirnya dapat meningkatkan IPM. Meskipun tidak mempengaruhi secara langsung, perbaikan IPM melalui pendidikan dan kesehatan terhadap orang miskin di suatu wilayah akan berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan/atau peningkatan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan melepaskannya dari lingkaran kemiskinan. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh elastisitas variabel kemiskinan yang secara
absolut
bernilai
0,03.
Besarnya
elastisitas
variabel
kemiskinan
dibandingkan dengan variabel lainnya, menunjukkan bahwa kemiskinan mempunyai efek atau pengaruh secara langsung terhadap masalah pencapaian
86
pembangunan
manusia.
Dengan
melalui
program-program
pengentasan
kemiskinan, secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas manusia.
7.3.1.3 Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan (PPP) Variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan menunjukkan persentase jumlah pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dari jumlah total penge luaran pembangunan APBD pada tahun anggaran tertentu. Nilai koefisen regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,019 dengan nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,000 sehingga signifkan pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan meningkat sebesar 1 persen, maka nilai IPM diduga akan meningkat sebesar 0,019. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, semakin tinggi IPM Jawa Timur, cateris paribus. Hubungan positif dan signifikannya variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur telah sesuai dengan hipotesis dan teori yang ada. Dengan anggaran tersebut, pemerintah dapat meningkatkan pelayanan dan fasilitas- fasilitas pendidikan seperti bangunan sekola h, buku-buku, kebutuhan laboratorium, ataupun beasiswa untuk murid yang tidak mampu. Dengan demikian, kebijakan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, merupakan investasi yang secara langsung dapat memperbaiki kualitas manusia. Pendidikan
merupakan
jalan
menuju
kemajuan
dan
pencapaian
kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial seperti masalah pengangguran,
87
kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah. Selain itu, investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan yang merupakan investasi jangka panjang harus didukung dengan pembiayaan yang memadai dan merata. Dalam APBD, sektor pendidikan pada umumnya mendapat alokasi terbesar sebagai cerminan dari prioritas untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan pengalokasian yang baik dan tepat sasaran, investasi untuk sektor pendidikan dapat meningkatkan kualitas manusia yang pada akhirnya dapat mendukung pencapaian kemajuan sosial (berkurangnya angka kemiskinan) dan pertumbuhan ekonomi.
7.3.1.4 Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan (PPK) Variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan menunjukkan persentase jumlah pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dari jumlah total pengeluaran pembangunan dari APBD tahun anggaran tertentu. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5 persen menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar 0,006 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,019. Artinya setiap pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan turun sebesar 1 persen, maka nilai IPM Jawa Timur meningkat sebesar 0,006, cateris paribus. Hubungan negatif dan signifikannya variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang dibuat dalam pene litian ini. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa kemungkinan. Pertama, peningkatan dalam
88
pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan banyak dinikmati oleh golongan orang kaya dibandingkan golongan orang miskin. Anggaran tersebut cenderung tidak memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatan kualitas pelayanan kesehatan untuk orang miskin. Banyak orang miskin yang tidak mampu membiayai pengobatannya di rumah sakit. Sehingga banyak yang memillih berobat ke klinik swasta yang menggunakan fasilitas pengobatan yang sederhana dan cenderung kekurangan dalam persediaan obat-obatan. Kedua, adanya penambahan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan lebih banyak digunakan untuk batas penggunaan tertentu (khusus) yang tidak bersifat meluas. Anggaran tidak merata digunakan untuk program dan kegiatan yang bersifat kuratif, prefentif, dan operasional. Dan ketiga, meskipun ada peningkatan anggaran sektor kesehatan untuk jasa pelayanan, programprogram kesehatan, maupun suplai obat dan alat-alat kesehatan, namun tidak diikuti oleh fasilitas tambahan seperti infrastruktu jalan, puskesmas, dan lain- lain. Sehingga hal ini hanya sedikit atau bahkan tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas kesehatan dan pembangunan manusia. Hal serupa telah dilaporkan dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007 (World Bank, 2007) yang menyebutkan bahwa hingga saat ini belum pernah ada publikasi yang melaporkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan terhadap tingkat kematian ibu dan bayi yang melahirkan. Meskipun ada kenaikan anggaran untuk sektor kesehatan, dalam penggunaannya tidak sesuai dengan masalah dan keadaan riil di lapang.
89
7.3.1.5 Otonomi Daerah Variabel otonomi daerah merupakan variabel dummy yang digunakan untuk membedakan sebelum dan masa berlakunya kebijakan desentralisasi pada setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Variabel dummy otonomi daerah mempunyai koefisisen regresi sebesar 0,018 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,0000 pada taraf nyata 5 persen. Artinya, pada masa otonomi daerah, nilai IPM Jawa Timur meningkat sebesar 0,018 dibandingkan dengan masa sebelum otonomi daerah. Hubungan positif dan signifikannya kebijakan otonomi daerah dengan pembangunan manusia di Jawa Timur, yang telah sesuai dengan hipotesis, didasarkan pada tujuan dari kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Melalui desentralisasi politik, fiskal, dan administrasi ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur segala hal yang menyangkut kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya, pemerataan pembangunan, dengan tetap menjaga hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, antar daerah. Secara ekonomi, desentralisasi fiskal merubah pola alokasi dan distribusi sumber-sumber perekonomian, khususnya barang-barang publik. Dengan adanya otonomi daerah, fungsi alokasi dan distribusi banyak beralih kepada daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti, kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh kinerja pemerintah kemampuan
kabupaten/kota. untuk
menggali
Daerah
otonom
sumber-sumber
memiliki keuangan,
kewenangan
dan
mengelola
dan
menggunakannya sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerah. Berkaitan dengan pembangunan manusia, maka sektor pendidikan dan sektor kesehatan yang telah didesentralisasikan ke pemerintah daerah, membawa
90
kemajuan bagi IPM daerah. Daerah lebih memahami kondisi, karakter, dan permasalahan di daerahnya serta keragaman keadaan masyarakatnya. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil tentu akan lebih menyentuh kepentingan dan sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Dengan kewenangan yang dimilikinya daerah akan lebih leluasa dalam menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Secara tidak langsung, keberhasilan pembangunan manusia dapat meningkatkan keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan kebijakan otonominya, sehingga dapat semakin memajukan dan memakmurkan daerah itu sendiri.
7.3.2
Variabel Tidak Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur Variabel peran perempuan, yang dalam penelitian ini menggunakan proxy
Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), mempengaruhi secara tidak signifikan terhadap pembangunan manusia pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi hubungan antara pembangunan manusia dan peran perempuan diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,005 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,5056. Penggunaan variabel IDJ bertujuan untuk melihat kontribusi perempuan sebagai pengatur pengeluaran rumah tangga yang dapat menentukan prioritas pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Hubungan positif dan tidak signifikannya IDJ dalam estimasi diduga karena kurang tepatnya pemakaian variabel IDJ sebagai proxy dari peran perempuan dalam rumah tangga. Meskipun perempuan mempunyai kemampuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, namun hal tersebut belum tentu menunjukkan kemampuannya dalam mengatur kebutuhan dan keuangan rumah tangga. Sehingga pengeluaran rumah
91
tangga masih dominan dipegang oleh kaum laki- laki dengan perannya sebagai kepala rumah tangga. Di lain hal, diskriminasi jender dalam kehidupan sehari- hari masih tetap ada. Hal ini membuat kaum perempuan tidak mampu mengakses sumber daya ekonomi maupun politik, sama halnya dengan kaum laki- laki. Secara sempit, perempuan hanya diberi tugas reproduksi (melahirkan), mengasuh anak, dan pekerjaan-pekerjaan domestik yang tidak pernah dihitung nilainya.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1
Kesimpulan 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi (PDRB per kapita), dan tingkat kemiskinan, serta pengeluaran sosial pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan pada kurun waktu 1996-1999 mengalami menurun akibat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Kemudian pada kurun waktu 1999-2002, mulai membaik bersamaan dengan masa pemulihan ekonomi. Namun peran perempuan dalam mengatur kebutuhan dan pengeluaran (keuangan) rumah tangga yang ditunjukkan oleh Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), justru cenderung mengalami peningkatan pada kurun waktu 1996-1999 dan menurun pada kurun waktu 1999-2002. Meningkatnya
peran
perempuan
pada
kurun
waktu
1996-1999
menunjukkan meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja untuk meningkatkan pendapatan rumah tangganya. 2. Hasil
estimasi
dengan
menggunakan
metode
fixed
effect
GLS
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap IPM Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen adalah PDRB per kapita, tingkat kemiskinan, pengelua ran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi daerah. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen adalah peran perempuan (IDJ).
93
3. Pembangunan manusia Jawa Timur secara signifikan dipengaruhi oleh peningkatan PDRB per kapita sebesar 0,008 persen, penurunan kemiskinan mempengaruhi pembangunan Jawa Timur sebesar 0,04 persen; peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan sebesar 0,019 persen; penuruna n pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan sebesar 0,006 persen; dan kebijakan otonomi daerah sebesar 0,018 persen; cateris
paribus.
Sedangkan
peran
perempuan
mempengaruhi
pembangunan manusia Jawa Timur secara tidak signifikan sebesar 0,005 persen.
8.2
Saran 1. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penentu dan pengambil kebijakan hendaknya menentukan prioritas pembangunan pada daerah dan sektor yang yang perlu mendapat penanganan dan perhatian khusus. Sehingga diperlukan koordinasi antara pemerintah propinsi dan kabupaten/kota untuk menyamakan visi dan misi pembangunannya dalam rangka
untuk
mencapai
kemajuan
pembangunan
ekonomi
dan
pembangunan manusia yang merata. 2. Dari hasil analisis diketahui bahwa variabel pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh PDRB per kapita, memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan distribusi pendapatan di antara anggota masyarakat. Diantaranya dengan pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan Usaha Mikro Kecil
94
Menengah (UMKM); Corporate Social Responbility (CSR) di mana perusahaan mempunyai kewajiban membantu menyelesaikan masalah sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat; kegiatan usaha tani pada daerah-daerah pertanian; serta bantuan kredit
dan pemberdayaan
masyarakat pesisir (nelayan) untuk meningkatkan hasil tangkapnya. 3. Dalam penelitian ini belum dibahas mengenai peranan infrstruktur sosial, baik itu dari pemerintah maupun swasta, seperti rumah sakit, puskesmas, sekolah, dan lain- lain terhadap capaian pembangunan manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lanjutan mengenai peranan dan dampak infrastruktur sosial terhadap pembangunan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. 2004. Keterkaitan antara Indikator Pembangunan Ekonomi dengan Indikator Pembangunan Manusia dalam Perekonomian Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2002. Ana lisis dan Pembahasan Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa Timur Tahun 1998-2002. Badan Pusat Statistik. Jawa Timur. ------------------------- 2002. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa Timur 19982002. Badan Pusat Statistik. Jawa Timur. ------------------------- 2004. Evaluasi Kinerja Renstrada Propinsi Jawa Timur Tahun 2003. Pacitan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Pacitan. ------------------------ 1996. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 1996. Jawa Timur. ------------------------ 2000. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2000. Jawa Timur. ------------------------ 2002. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2002. Jawa Timur. Baltagi, H.B. 2001. Economics Analysis of Panel Data. Great Britain, Biddles Ltd. Bappenas. 2005. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Millenium Indonesia. Bappenas. Jakarta. Firdausy, C.M. 1998. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Gujarati, D.N. 1999. Basic Econometrics. Third Edition. Mc. Graw Hill. New York. Ilmalia. 2005. Analisis Peranan Sektor Pendidikan Terhadap Perekonomian Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo Pustaka. Jakarta. Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. BPFE-UGM. Yogyakarta. Nachrowi, D.N. dan Hardius, U. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika : Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
96
Papalaya, E. 2004. Rekonstruksi Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pindyck dan Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic Forecasts Fourth Edition. Mc Graw-Hill Comp. Singapura. Rahmanta. 2006. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara : Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ramanathan, R. 1998. Introductory Econometrics Fourth Edition. The Dryden Press. Forth Worth. Remi, S.S. 2006. Korelasi Pembangunan Ekonomi, Manusia, dan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik. Vol. 7 No. 1. Jakarta. Riyanto. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta. Sukirno, S. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Badan Penelitian Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta. Soebeno, A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suparmoko, M. 2003. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Penerbit Andi. Yogyakarta. Suryawardana, M.I. 2006. Analisis Keterkaitan Sektor Unggulan dan Alokasi Anggaran untuk Penguatan Kinerja Pembangunan Daerah di Propinsi Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekono mi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. UNDP. 2001. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2001 : Menuju Dua Konsensus Baru. BPS, Bappenas, UNDP. Jakarta. -------- 2004. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004 : Pembiayaan Pembangunan Manusia. BPS, Bappenas, UNDP. Jakarta. Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan, Pengangguran : Analisis Ekonomi – Politik
97
Kebijakan Fiskal. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. World Bank 2000. 2001. The Quality of Growth : Kualitas Pertumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ---------------. 2007. Indonesia Public Expenditure Review. World Bank. Washington.
LAMPIRAN
Lampiran 1. KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 1996, 1999, dan 2002 Kabupaten/Kota PACITAN PONOROGO TRENGGALEK TULUNGAGUNG BLITAR KEDIRI MALANG LUMAJANG JEMBER BANYUWANGI BONDOWOSO SITUBONDO PROBOLINGGO PASURUAN SIDOARJO MOJOKERTO JOMBANG NGANJUK MADIUN MAGETAN NGAWI BOJONEGORO TUBAN LAMONGAN GRESIK
AHH 68,2 66,0 68,9 70,0 66,9 66,2 64,6 63,2 58,8 62,6 57,2 59,6 56,8 59,6 66,3 65,9 65,0 65,3 65,2 69,3 65,3 63,9 64,2 64,8 65,7
MYS 5 5 5,1 5,8 5,2 5,5 5,1 4,6 4,4 5,2 3,7 4,3 3,9 4,7 8,3 5,6 6,2 5,7 5,2 5,5 4,6 4,7 4,2 4,9 6,3
1996 LIT 77,7 73,6 82,5 86,6 82,5 79,3 80,9 72,6 68,9 81,4 56,1 63,2 65,8 76,1 93,3 84,7 85,4 80,6 76,3 79,2 74,5 74,7 65,8 76,2 86,1
PPP 586,5 581,7 579,0 593,0 591,1 588,1 587,0 591,8 581,9 592,9 589,9 595,4 586,2 584,4 591,4 591,0 591,7 588,6 590,9 585,9 593,1 578,0 585,1 583,3 587,9
IPM 67,1 64,5 68,2 71,1 67,9 72,4 66,8 71,8 65,9 71,1 63,2 59,1 65,4 55,4 59,2 57,2 69,5 61,5 67,5 72,3 68,1 74,9 68,3 66,8 65,6
AHH 69,8 66,6 69,4 70,1 68,5 67,8 66,3 64,9 59,7 64,2 58,8 61,3 58,5 61,3 67,9 67,5 66,6 67,0 66,8 69,6 67,0 65,5 65,8 66,4 67,3
MYS 5,3 5,3 5,7 6,1 5,7 6,3 5,5 5,2 4,4 5,6 4,3 4,4 4,1 5,3 8,8 6,2 7 6,1 5,6 6 5,3 5,4 4,8 5,7 7,6
1999 LIT 80,8 75,7 87,2 85 82,4 85,6 84,2 77,2 72,5 81,9 63,8 64,4 68,3 83 95,4 87,5 88,5 85,1 79,7 81,5 79,4 78,6 73,8 80,3 91,3
PPP 582,8 575,7 579,7 586,5 581,9 577,2 577,4 575,0 570,4 583,2 583,2 582,3 580,7 571,6 587,9 580,1 582,7 576,9 589,8 585,4 580,5 560,5 579,3 577,4 580,1
IPM 63,9 60,4 65,2 65,9 63,8 68,9 64,2 68,6 62,4 68 59,7 54,9 61,3 53,4 54,8 53,8 65,1 58,9 63,6 69,1 64,6 68,6 65,1 63,4 62,8
AHH 70,0 66,9 69,8 70,3 68,9 68,1 66,6 65,1 59,9 64,5 59,0 61,5 59,3 61,5 68,2 68,1 66,9 67,3 67,3 69,9 67,3 65,6 65,9 66,5 68,1
MYS 6 6 6,3 6,6 6,2 6,6 6,4 5,6 5,5 6 4,7 4,5 4,9 6,1 9,4 6,6 7,1 6,5 6,4 7,1 5,7 5,5 5,2 6,3 7,4
2002 LIT 82 76,8 88 87,7 85 87,5 86,4 78,7 77,9 82,8 65,3 66,6 73,4 87,4 96 89,4 88,4 84,4 81,1 86,6 78,3 77 76,9 83,1 90,7
PPP 594,0 593,4 608,0 594,4 913,8 591,0 595,6 586,9 585,7 591,3 583,3 590,6 591,7 585,2 612,5 606,4 591,5 590,0 592,1 593,2 582,1 579,4 585,7 589,6 615,8
IPM 65,7 62,6 68,2 67,6 67,4 71 65,2 70,8 65,2 71,4 61,4 58,1 62,6 54,1 56,2 56,8 67,7 61,5 67,7 71,7 67,7 72,8 66 64,7 64,2
100
BANGKALAN SAMPANG PAMEKASAN SUMENEP KOTA KEDIRI KOTA BLITAR KOTA MALANG KOTA PROBOLINGGO KOTA PASURUAN KOTA MOJOKERTO KOTA MADIUN KOTA SURABAYA
59,2 55,0 59,4 60,5 66,7 68,7 64,5 65,8 62,5 69,7 68,4 66,6
3,2 2,1 4,2 3,5 8 7,4 8,4 6,7 6,5 8,2 8,3 8,7
56,1 44 65 61,2 92,2 89,3 90,8 84,1 85,8 92,1 91 93,2
575,0 562,3 579,6 598,5 588,7 595,6 595,0 605,0 596,2 605,1 599,8 583,1
73,6 68,3 65 63,1 61,5 64,5 68,6 55 48,2 58,2 58,9 72,1
60,9 56,7 61,1 60,9 68,4 69,6 66,2 67,5 64,1 70,0 69,1 68,3
3,7 2,5 4,6 3,7 8,5 8,2 8,6 7,1 7,1 8,4 8,7 9
63 54,9 72,7 66,8 92,9 92,3 94,4 86,2 87,7 93,5 91,7 93,8
563,6 564,3 565,4 583,8 588,8 588,0 590,0 581,7 583,0 575,7 585,3 589,4
68,7 64,7 61,9 59,4 59,5 61,8 66,4 52,4 47,3 55,5 54,7 69,3
61,4 57,5 61,7 61,2 68,6 70,1 66,6 68,0 64,7 70,3 69,3 68,6
5 2,9 5,3 4,1 9,3 9 10 7,2 8,1 9,6 9,9 9,8
73,6 56,2 73,8 69,6 95,3 95,2 94,9 88,2 91,9 96,1 94 95,9
584,1 580,0 588,5 592,5 600,6 596,0 616,0 604,8 608,9 609,3 593,0 609,5
70,7 67,4 62,3 60,6 61,1 63,9 69,3 57,6 49,7 58,3 56,5 72
100
101 Lampiran 2. Data Mentah Olahan Untuk Estimasi Data Panel Kabupaten/Kota PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNG
BLITAR
KEDIRI
MALANG
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTO
Tahun 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002
IPM 67,1 63,9 65,7 64,5 60,4 62,6 68,2 65,2 68,2 71,1 65,9 67,6 67,9 63,8 67,4 72,4 68,9 71 66,8 64,2 65,2 71,8 68,6 70,8 65,9 62,4 65,2 71,1 68 71,4 63,2 59,7 61,4 59,1 54,9 58,1 65,4 61,3 62,6 55,4 53,4 54,1 59,2 54,8 56,2 57,2 53,8 56,8
PDRB 580,26 378,97 409,05 766,14 641,03 726,98 620,59 391,73 436,30 1.407,15 1.148,39 1.331,36 758,30 755,65 849,65 1.062,56 1.352,58 1.508,12 1.058,65 2.314,76 2.400,36 1.077,16 896,30 983,85 839,82 1.811,05 2.042,44 1.273,95 1.680,76 1.854,00 908,83 582,68 645,60 1.252,45 698,12 773,44 1.327,34 1.187,12 1.287,20 2.121,17 2.461,31 2.756,62 3.933,38 4.580,67 5.204,76 1.427,29 1.078,83 1.190,88
K 33,14 35,76 38,00 35,78 49,87 40,08 35,01 51,95 36,57 18,02 27,00 23,29 22,11 30,92 27,36 25,81 35,28 23,67 22,62 37,59 27,78 29,64 34,09 20,09 39,43 45,40 29,66 22,94 23,64 25,73 31,97 36,39 49,69 17,23 22,55 30,87 27,90 34,70 36,26 13,37 26,43 26,12 2,60 8,17 10,38 17,77 21,79 20,88
IDJ 48,5 51,6 41,7 49,2 52,4 45,0 52,9 53,9 47,1 47,5 49,8 45,6 46,3 48,7 48,2 44,2 45,0 40,5 49,7 44,8 53,5 46,4 43,6 47,2 38,2 41,9 39,4 45,5 49,5 38,0 40,1 35,6 39,6 40,7 42,3 32,4 34,1 32,2 27,7 48,3 47,7 47,6 42,5 44,1 41,6 48,1 43,6 51,6
PPP 3,1 7,55 11,93 4,42 15,72 7,8 9,93 10,67 2,28 5,84 6,73 4,58 10,94 15,31 3,45 14,41 6,6 9,45 11,96 8,71 11,48 11,95 5,15 9,72 8,6 3,64 8,8 11,69 14,51 9,37 11,4 6,79 12,41 7,22 7,87 18,42 9,86 8,13 11,04 16,8 7,42 9,53 6,44 5,12 8,72 9,4 7,24 17,13
PPK 3,78 1,88 6,66 3,43 13,3 4,71 3,65 4,36 14,6 3,33 10,4 3,79 8,73 7,5 10,6 9,36 0,93 7,46 8,12 5,94 6,03 2,25 6,18 9,72 3,26 6,87 8,36 4,93 8,23 4,44 2,22 0,96 1,12 1,83 0,84 6,3 2,97 6,19 9,69 5,73 5,56 7,36 2,44 4,47 4,91 1,77 4,77 11,8
Dotda 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
101
102
JOMBANG
NGANJUK
MADIUN
MAGETAN
NGAWI
BOJONEGORO
TUBAN
LAMONGAN
GRESIK
BANGKALAN
SAMPANG
PAMEKASAN
SUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002
69,5 65,1 67,7 61,5 58,9 61,5 67,5 63,6 67,7 72,3 69,1 71,7 68,1 64,6 67,7 74,9 68,6 72,8 68,3 65,1 66 66,8 63,4 64,7 65,6 62,8 64,2 73,6 68,7 70,7 68,3 64,7 67,4 65 61,9 62,3 63,1 59,4 60,6 61,5 59,5 61,1 64,5 61,8 63,9 68,6 66,4 69,3 55 52,4 57,6
959,28 956,07 1.060,77 863,39 753,87 828,62 857,46 502,82 551,31 989,45 568,52 640,12 861,45 649,69 714,80 812,24 861,74 934,31 1.743,09 1.539,10 1.742,47 806,09 905,17 1.003,36 3.831,37 3.117,48 3.629,24 867,74 629,62 666,93 881,54 628,93 679,76 778,84 482,18 514,39 933,28 906,99 885,50 5.574,42 4.857,80 4.603,47 288,29 243,02 276,93 3.238,02 2.075,77 2.243,72 471,87 516,38 564,38
20,14 28,92 30,38 20,82 21,14 34,83 31,27 34,18 30,39 23,63 32,83 24,24 27,14 32,30 27,72 24,81 37,90 43,41 28,05 32,63 43,41 12,31 17,57 26,56 9,39 15,11 20,00 33,77 34,56 33,61 47,73 57,98 62,83 29,92 47,77 32,35 29,55 40,99 24,97 5,90 11,01 22,72 16,72 23,29 21,51 3,33 12,83 14,27 3,98 10,99 18,26
45,9 49,0 37,4 40,7 44,3 45,2 46,2 47,5 43,9 44,5 46,6 45,0 46,6 45,8 47,0 38,2 39,6 40,9 40,9 43,5 34,0 39,8 42,4 41,8 43,5 44,2 46,3 46,7 48,8 43,9 45,2 45,4 30,8 39,5 42,4 38,5 47,2 48,1 30,5 50,5 52,5 58,2 46,4 47,2 45,8 53,9 55,7 52,4 49,7 47,2 48,3
9,33 5,59 9,3 14,32 5,82 12,32 7,56 5,52 4,95 12,6 8,21 8,91 7,51 1,37 3,03 13,06 8,09 18,47 15,2 5,53 8,56 12,38 14,3 12,78 5,67 9,09 9,24 18,22 13,39 17,85 18,02 13,78 11,1 14,19 17,29 11,15 14,77 14,12 10,55 7,08 0,81 14,49 5,47 10,83 10,42 7,12 6,93 13,92 16,19 11,99 17,73
5,8 2,22 3,35 3,23 0,83 7,37 8,12 7,59 9,99 4,5 4,59 3,59 9,27 8,9 8,19 3,21 2,61 8,01 3,99 1,38 5,24 6,04 5,38 6,81 2,76 4,36 6,67 4,9 6,13 7,85 3,84 3,69 13,4 2,59 3,04 8,94 2,98 7,89 10,6 4,85 1,7 5,1 3,58 0,89 6,33 4,03 1,93 11,3 9,24 6,38 11
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
102
103
KOTA PASURUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002 1996 1999 2002
48,2
223,53
5,81
48,2
5,97
8,86
0
47,3 49,7 58,2 55,5 58,3 58,9 54,7 56,5 72,1 69,3 72
315,58 362,98 427,29 287,86 343,38 602,01 396,61 454,29 10.306,74 11.903,85 13.458,73
16,60 16,59 9,40 18,78 24,11 8,20 17,25 18,13 5,25 10,28 17,81
40,3 50,0 43,7 45,4 46,5 45,1 42,5 49,7 47,8 49,1 51,2
16,29 13,56 2,16 0,56 10,5 2,5 11,8 6,53 3,67 2,68 6,98
4,7 10,3 5,43 0,42 3,85 2,61 7,93 2,62 2,26 2,52 6,17
0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1
103
104 Lampiran 3. Estimasi dengan menggunakan Model Pooled Least Square Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: Pooled Least Squares Date: 05/11/07 Time: 03:54 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG(PDRB?) LOG(K?) LOG(IDJ?) LOG(PPP?) LOG(PPK?) DOTDA?
3.764523 0.037400 0.076764 -0.029649 -0.005439 0.006728 -0.010160
0.270172 0.014082 0.023946 0.044270 0.011338 0.011953 0.020077
13.93378 2.655884 3.205653 -0.669732 -0.479700 0.562893 -0.506033
0.0000 0.0092 0.0018 0.5045 0.6324 0.5747 0.6139
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.174627 0.127009 0.088315 3.667270 0.002414
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.152241 0.094522 0.811157 0.547830
104
Lampiran 4. Estimasi dengan menggunakan Model Fixed Effect Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: Pooled Least Squares Date: 05/11/07 Time: 03:51 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOG(PDRB?) LOG(K?) LOG(IDJ?) LOG(PPP?) LOG(PPK?) DOTDA? Fixed Effects _PCT--C _PNG--C _TGL--C _TUL--C _BLI--C _KDR--C _MLG--C _LUM--C _JEM--C _BANY--C _BON--C _SIT--C _PRO--C _PAS--C _SID--C _MOJ--C _JOM--C _NGA--C _MDN--C _MAG--C _NGAW--C _BOJ--C _TUB --C _LAM--C _GRE --C _BANG--C _SAM--C _PAM--C _SUM --C _KKDR--C _KBLI--C _KMLG--C _KPRO--C _KPAS--C _KMOJ--C _KMDN--C _KSBY--C
0.008935 -0.038760 0.001205 0.015658 -0.003862 0.019230
0.005770 0.007353 0.013867 0.004024 0.004240 0.004805
1.548508 -5.271393 0.086878 3.890663 -0.910876 4.002010
0.1261 0.0000 0.9310 0.0002 0.3656 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
4.230879 4.183519 4.263224 4.246817 4.226267 4.282947 4.202888 4.282812 4.208237 4.265447 4.155578 4.065406 4.176089 4.001826 3.997064 4.034630 4.237247 4.125789 4.239587 4.290318 4.252432 4.309451 4.226284 4.180265 4.154135 4.292640 4.253241 4.179537 4.139621 4.091030 4.169146 4.194491 3.986219 3.876712 4.079137 4.045854 4.242960 0.954015 0.925612 0.025780 33.58908 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.152241 0.094522 0.045193 2.827224
Lampiran 5. Estimasi dengan menggunakan Model Random Effect Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: GLS (Variance Components) Date: 05/10/07 Time: 16:00 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG(PDRB?) LOG(K?) LOG(IDJ?) LOG(PPP?) LOG(PPK?) DOTDA? Random Effects _PCT--C _PNG--C _TGL--C _TUL--C _BLI--C _KDR--C _MLG--C _LUM--C _JEM--C _BANY--C _BON--C _SIT--C _PRO--C _PAS--C _SID--C _MOJ--C _JOM--C _NGA--C _MDN--C _MAG--C _NGAW--C _BOJ--C _TUB --C _LAM--C _GRE --C _BANG--C _SAM--C _PAM--C _SUM --C _KKDR--C _KBLI--C _KMLG--C _KPRO--C _KPAS--C _KMOJ--C _KMDN--C _KSBY--C
4.147519 0.010970 -0.025700 -0.006008 0.014200 -0.003009 0.015376
0.112683 0.007775 0.010241 0.021470 0.006318 0.006049 0.007143
36.80709 1.410897 -2.509449 -0.279856 2.247391 -0.497425 2.152596
0.0000 0.1613 0.0136 0.7801 0.0267 0.6199 0.0337
0.050273 0.004726 0.082247 0.071165 0.052342 0.104900 0.025553 0.103532 0.027816 0.088609 -0.023262 -0.102065 -0.001399 -0.165555 -0.156665 -0.131655 0.060820 -0.043819 0.060778 0.113928 0.073155 0.126226 0.045362 0.012143 -0.013951 0.112609 0.066879 0.000959 -0.035514 -0.073255 0.001560 0.032961 -0.167742 -0.277448 -0.084815 -0.114897 0.073499
GLS Transformed Regression R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.918899 0.914220 0.027684 1.752909
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
4.152241 0.094522 0.079704
94
Unweighted Statistics including Random Effects R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.951652 0.948863 0.021375 2.940423
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
4.152241 0.094522 0.047515
95
Lampiran 6. Uji Kesesuaian Model
1.
Chow Test Uji Chow dapat dilakukan dengan perhitungan berdasarkan rumus uji F
sebagai berikut :
FN −1, NT − N − K = F36,68 =
( ESS1 − ESS 2 ) /( N − 1) ESS 2 /( NT − N − K )
(0,811157 − 0,045193) /(37 − 1) = 32,01426966 0,045193 / (111 − 37 − 6 )
Hipotesa pengujian model pada Chow Test adalah : H0 : Model pooled least square H1 : Model fixed effect Dari perhitungan di atas, besarnya F hitung adalah 32,014. Sedangkan nilai F tabel dengan derajat bebas N-1 dan NT-N-K sebesar 2,49 maka tolak H0 . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model fixed effect lebih sesuai digunakan daripada metode pooled least square.
2.
Hausman Test Uji Hausman dilakukan dengan menggunakan sofware Eviews 4.1 dengan
langkah-langkah sebagai berikut : 1) Estimasi model fixed effect pada pool01 dan ikuti langkah- langkah berikut vector beta = pool01.@coefs matrix covar = pool01.@cov 2) Estimasi model random effect pada pool02 dan ikuti langkah berikut. vector alpha = pool02.@coefs matrix covarian = pool02.@cov vector b_gls = @subextract (alpha,2,1,7,1) matrix cov_gls = @subextract (covarian,2,2,7,7) matrix b_diff = beta - b_gls matrix cov_diff = covar - cov_gls 3) Hitung statistik uji Hausman matrix qform = @transpose(b_diff)*@inverse(cov_diff)*b_diff 96
Hipotesa pengujian model pada Hausman Test adalah : H0 : Model random effects H1 : Model fixed effects Dari proses perhitungan di atas, diperoleh nilai statistik uji Hausman sebesar 17,41574. Karena nilai statistik uji Hausman lebih besar dari nilai kritis sebaran ?2 yang terdistribusi dengan derajat bebas 6 atau sebesar 12,5916 maka tolak H0 . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa estimasi menggunakan metode fixed effect lebih konsisten dan lebih sesuai.
97
Lampiran 7. Estimasi dengan menggunakan Model Fixed Effect GLS Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 05/10/07 Time: 20:39 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 One-step weighting matrix White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOG(PDRB?) LOG(K?) LOG(IDJ?) LOG(PPP?) LOG(PPK?) DOTDA? Fixed Effects _PCT--C _PNG--C _TGL--C _TUL--C _BLI--C _KDR--C _MLG--C _LUM--C _JEM--C _BANY--C _BON--C _SIT--C _PRO--C _PAS--C _SID--C _MOJ--C _JOM--C _NGA--C _MDN--C _MAG--C _NGAW--C _BOJ--C _TUB --C _LAM--C _GRE --C _BANG--C _SAM--C _PAM--C _SUM --C _KKDR--C _KBLI--C _KMLG--C _KPRO--C _KPAS--C _KMOJ--C _KMDN--C _KSBY--C
0.008065 -0.039634 0.004980 0.018955 -0.005997 0.018184
0.002897 0.002837 0.007442 0.001515 0.002487 0.002267
2.783585 -13.96889 0.669208 12.50993 -2.411019 8.022196
0.0070 0.0000 0.5056 0.0000 0.0186 0.0000
4.223271 4.175037 4.255516 4.239763 4.217680 4.273538 4.194813 4.275001 4.201163 4.256600 4.145009 4.054023 4.167812 3.993485 3.989093 4.025071 4.228476 4.114479 4.233165 4.280330 4.248236 4.300562 4.217859 4.169847 4.146025 4.282458 4.244455 4.169921 4.130470 4.084203 4.157733 4.185016 3.975607 3.867354 4.071452 4.036661 4.237211
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic
0.999985 0.999976 0.025346 107511.7
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.959861 5.135279 0.043684 3.122502
98
Prob(F-statistic)
0.000000
Unweighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.953579 0.924906 0.025902 2.940650
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
4.152241 0.094522 0.045622
99
Lampiran 8 : Peta Propinsi Jawa Timur
100