ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAERAH: HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
OLEH BERY AGUNG PUSPANDIKA H14103107
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
BERY AGUNG PUSPANDIKA. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat (dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO).
Indonesia memiliki perbedaan karakteristik wilayah dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional (pendapatan) tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Sehubungan dengan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi antar propinsi di Indonesia dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita menurut propinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi; (3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta komponen-komponennya; (4) Berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan tahun dasar 2000 dan pengolahan data dealam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1, dan SPSS 13.0. Perangkat lunak Microsoft Excel 2003 digunakan dalam mengolah data untuk mengetahui nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Perangkat lunak Eviews 5.1 digunakan dalam mengolah data untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Perangkat lunak SPSS 13.0 digunakan untuk analisis deskriptif hubungan antara pertumbuha n ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia adalah pengeluaran riil perkapita sedangkan PDRB perkapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembanggunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.
ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAERAH: HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Oleh BERY AGUNG PUSPANDIKA H14103107
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Bery Agung Puspandika
Nomor Registrasi Pokok
: H14103107
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi
Daerah:
Pertumbuhan
Hubungan Ekonomi
antara dengan
Kesejahteraan Masyarakat.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. NIP. 132 104 952
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Bery Agung Puspandika H14103107
RIWAYAT HIDUP
Bery Agung Puspandika dilahirkan di Bogor pada hari Jumat tanggal 8 Februari 1985 dari pasangan Bapak Dodi Suparmadi dan Ibu Ika Sartika. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menjalani kehidupan yang bahagia dari kecil sampai dewasa di kota kelahirannya, Kota Bogor, Jawa Barat. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Angkasa 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP Negeri 4 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif sebagai pengurus dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2004 hingga 2005. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik untuk tingkat departemen maupun institus i.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji hanya untuk Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senatiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita, Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-Islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi umat manusia sejagad raya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departeme n Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si. dan Jaenal Effendi, MA. Selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat. 3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan. 4. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Dodi Suparmadi dan Ibunda Ika Sartika atas doa, dukungan, dan perjuangan yang telah dicurahkan. Untuk De Widya dan Ka Ilyas atas dukungan, semangat, dan perhatian yang diberikan. Keluarga besar penulis yang memberikan perhatian dan semangat. Terima kasih juga kepada Fransiska Tarida Ully sekeluarga atas doa dan perhatian yang diberikan.
5. Teman-teman seperjuangan Wawan, Gilman, Tanti, Yud his. Kepada teman-teman yang mewarnai hari selama kuliah Giri, Suma, AO, Ucup, Rizki, Jun, Chris, Anto, Dio, Beni, Ryan, Nofa, Rizal, Risa, Lida, Linda, Opie, Ratih, Maiva, Beby, Abang, Aji, Aci, Sri dan seluruh teman-teman angkatan 40 Ilmu Ekonomi dan seluruh pihak yang telah membantu penulis, kalian semua akan terkenang dan tidak pernah mati. 6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kang Ade Holis dan Fickry di Intercafe atas bantuannya dalam pengolahan data. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Agustus 2007
Bery Agung Puspandika H14103107
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3
Tujuan .................................................................................................. 7
1.4
Manfaat ................................................................................................ 7
1.5
Ruang Lingkup .................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ......................... 9 2.1
Konsep Otonomi Daerah ..................................................................... 9
2.2
Ketimpangan ........................................................................................ 11
2.3
Pendapatan Domestik Regional Bruto ................................................. 15
2.4
Konsep Pembangunan Manusia ........................................................... 18
2.5
Pembangunan Manusia dan Pengukurannya ....................................... 20
2.6
Pengukuran Ketimpangan .................................................................... 22
2.7
Penelitian Terdahulu ............................................................................ 25 2.7.1 Penelitian Mengenai Ketimpangan ............................................. 26 2.7.2 Penelitian Mengenai Panel Data ................................................. 28
2.8
Kerangka Pemikiran ........................................................................... 29
2.9
Hipotesis .............................................................................................. 30
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 31 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 31
3.2
Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 31
3.3
Metode Analisis ................................................................................... 32 3.3.1 Indeks Williamson ...................................................................... 32 3.3.2 Analisis Panel Data ..................................................................... 33
ix 3.3.3 Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data ................................. 39 3.3.3.1 Chow Test ........................................................................ 39 3.3.3.2 Hausman Test .................................................................. 41 3.3.3.3 LM Test ........................................................................... 42 3.3.4 Evaluasi Model ........................................................................... 43 3.3.4.1 Multikolinearitas .............................................................. 43 3.3.4.2 Autokorelasi ..................................................................... 43 3.3.4.3 Heteroskedastisitas ........................................................... 44 3.3.5 Model Umum Penelitian ............................................................. 45 3.3.6 Kausalitas Bivariat Granger ........................................................ 46 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 47 4.1
Analisis Ketimpangan Pembangunan .................................................. 47 4.1.1 Ketimpangan Pendapatan ........................................................... 47 4.1.2 Ketimpangan Pembangunan Manusia ........................................ 51
4.2
Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi Klasik ..................................... 55
4.3
Intepretasi Model Fixed Effect dengan Perlakuan Cross Section Weights dan White Heteroscedasticity ................................................ 59
4.4
Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat ........................................................................................... 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 65 5.1
Kesimpulan .......................................................................................... 65
5.2
Saran .................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 68 LAMPIRAN ....................................................................................................... 71
x DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1
Data Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2001-2005 ............................. 5
2.1
Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat ........................... 27
2.2
Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung ............... 27
3.1
Kerangka Identifikasi Autokorelasi ............................................................ 43
4.1
Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi Tahun 2001-2005 .......... 48
4.2
Perbandingan Peringkat PDRB per kapita dengan IPM Antar Propinsi Tahun 2005 ........................................................................ 52
4.3
Hasil Estimasi Fungsi dengan menggunakan Model Efek Tetap dengan Pembobotan dan White Cross Section ........................................... 57
4.4
Pairwise Grangger Causality Test ............................................................. 62
4.5
Pearson Correlation .................................................................................. 63
xi DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1
Gini Rasio Indonesia Tahun 1996-2006 .................................................... 2
2.1
Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets) ................................................. 13
2.2
Kurva Lorentz ............................................................................................ 24
2.3
Kerangka Pemikiran .................................................................................. 29
3.1
Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Panel Data ...................... 41
4.1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2001-2005 ................................ 49
4.2
Grafik Perbandingan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi tahun 2001-2005 .......................................................................... 51
4.3
Korelasi Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia ..................................................................................................... 54
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
PDRB per Propinsi dengan Menyertakan Sektor Migas Tahun 2001-2005 (Juta, Rp) ...................................................................... 71
2
PDRB per Propinsi dengan Tidak Menyertakan Sektor Migas Tahun 2001-2005 (Juta, Rp) ....................................................................... 72
3
Jumlah Penduduk per Propinsi tahun 2001-2005 ....................................... 73
4
Indeks Pembangunan Manusia per Propinsi tahun 2001-2005 .................. 74
5
Angka Harapan Hidup per Propinsi tahun 2001-2005 .............................. 75
6
Angka Melek Huruf per Propinsi tahun 2001-2005 .................................. 76
7
Rata-Rata Lama Sekolah per Propinsi tahun 2001-2005 ........................... 77
8
Pengeluaran Riil Per Kapita per Propinsi tahun 2001-2005 ...................... 78
9
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 .................... 79
10
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 .................... 81
11
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 .................... 83
12
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 .................... 85
13
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 .................... 87
14
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 .................... 89
15
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 .................... 91
16
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 .................... 93
17
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 .................... 95
18
Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 .................... 97
19
Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance ............................................................... 99
20
Hausman Test ......................................................................................... 100
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Salah
satu
permasalahan
yang
dihadapi
oleh
Indonesia
dalam
malaksanakan pembangunan adalah masalah ketimpangan, baik ketimpangan yang terjadi antar wilayah maupun ketimpangan yang terjadi di dalam wilayah. Ketimpangan tersebut terlihat dari perbedaan karakteristik wilayah Indonesia dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah tersebut. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam (Wijaya, 2001). Ketidakseragaman ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Namun, dari sudut pandang pembangunan nasional menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah hal yang kurang disukai dan lebih sering menimbulkan berbagai kerugian daripada keuntungan atau manfaat (Wijaya, 2001). Pada Gambar 1.1 memperlihatkan kondisi ketimpangan pendapatan di Indonesia yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahunnya.
2
Gini Ratio 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
Gini Ratio
1996
1999
2002
2003
2004
2005
2006
Sumber: Daryanto dan Nuryartono (2007).
Gambar 1.1. Gini Ratio Indonesia Tahun 1996 – 2006. Ketidakpuasan dan kritik yang timbul dalam proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sehubungan dengan pertumbuha n yang telah dicapai akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya, bahkan ketimpangan pendapatan semakin besar dan telah menimbulkan berbagai masalah seperti meningkatnya pengangguran, kurangnya sarana kesehatan dan pendidikan, perumahan, kebutuhan pokok, rasa aman, dan lain- lain (Dumairy, 1996). Keadaan seperti ini telah dialami bangsa Indonesia sejak awal proses pembangunan dimasa Orde Baru. Meskipun pelaksanaan pembangunan senantiasa diarahkan pada pencapaian tiga sasaran pembangunan (Trilogi Pembangunan) yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil- hasil pembangunan, strategi dan kebijakan pembangunan di masa Orde Baru lebih difokuskan pada pertumbuhan ekonomi dan pada periode ini telah terjadi kecenderungan
meningkatnya
ketimpangan
pembangunan.
Berdasarkan
3
pengalaman
tersebut,
maka
periode
selanjutnya
strategi
dan
kebijakan
pembangunan nasional diarahkan pada terciptanya kondisi pembangunan yang mendorong usaha pemerataan pendapatan. Hal ini dapat dilihat dalam trilogi pembangunan yang lebih menekankan dan memberi bobot utama pada pemerataan pembangunan dan pendapatan dengan tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi
dan
stabilitas
perekonomian.
Dengan
terlaksananya
strategi
pembangunan tersebut, maka pembangunan nasional harus menjamin pemerataan bagi seluruh rakyat dengan rasa keadilan. Memasuki babakan baru dalam konstruksi politik Orde Reformasi, pemerintah daerah menginginkan disent ralisasi kewenangan dan tanggung jawab, masyarakat menuntut untuk diberlakukan Otonomi Daerah, karena merasa tidak ada keadilan selama proses pembangunan pada masa Orde Baru. Keinginan tersebut dipenuhi oleh pemerintah dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Di era Otonomi Daerah setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang dimilikinya secara tepat sehingga akan mendorong terciptanya proses pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan dibarengi oleh pertumbuhan ekonomi yang baik pula. Dengan demikian ketimpangan pembangunan dan hasil- hasilnya serta pendapatan antar golongan ataupun daerah akan semakin menurun. Oleh karena itu, setiap daerah harus
4
mampu membiayai pembangunan daerah baik dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun sumber pembiayaan lainnya.
1.2.
Perumusan Masalah Menurut Todaro (2003), pembangunan secara tradisional diartikan sebagai
kapasitas
dari
sebuah
perekonomian
nasional
untuk
menciptakan
dan
mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau GNP (Gross National Product). Indeks ekonomi lainnya yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita atau GNP per kapita. Namun, agar penerapan tolak ukur pembangunan lebih akurat dan bermanfaat harus didukung oleh indikator- indikator sosial nonekonomis yaitu konsep Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Indeks/HDI) yang diperkenalkan oleh UNDP. Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional tetapi juga dalam hal kesejahteraan masyarakat (Tadjoedin, 2001). Output regional disini merupakan konsep analisa ketimpangan dengan pendekatan wilayah yang dipresentasikan oleh indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat mencakup beberapa parameter yang melekat pada individu. Dalam hal ini digunakan tiga kategori indikator yang merepresentasikan kesejahteraan (welfare), yaitu pengeluaran konsumsi, pendidikan dan kesehatan. Penggunaan ketiga kategori indikator ini mengacu pada konsep Indeks IPM yang
5
diperkenalkan oleh UNDP. Perkembangan IPM Indonesia sendiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Propinsi Tahun 2001 - 2005. Propinsi IPM rank IPM rank IPM rank IPM rank IPM rank 2001 2002 2003 2004 2005 NAD 65.3 14 66.0 15 67.4 17 68.7 17 69.0 17 Sumut 66.6 10 68.8 7 70.1 7 71.4 7 72.0 7 Sumbar 65.8 11 67.5 8 69.0 8 70.5 8 71.2 8 Riau 67.3 4 69.1 6 70.3 6 71.5 6 72.9 5 Jambi 65.4 13 67.1 10 68.6 9 70.1 9 71.0 10 Sumsel 63.9 19 66.0 16 67.8 12 69.6 11 70.2 12 Bengkulu 64.8 15 66.2 14 68.1 11 69.9 10 71.1 9 Lampung 63.0 22 65.8 17 67.1 19 68.4 18 68.8 18 Babel 63.9 20 65.4 20 67.5 16 69.6 12 70.7 11 DKI 72.5 1 75.6 1 75.7 1 75.8 1 76.1 1 Jabar 64.6 16 65.8 18 67.5 15 69.1 13 69.9 13 Jateng 64.6 17 66.3 13 67.6 14 68.9 16 69.8 14 DIY 68.7 2 70.8 3 71.9 3 72.9 3 73.5 3 Jatim 61.8 26 64.1 24 65.5 22 66.8 21 68.4 21 Banten 64.6 18 66.6 11 67.3 18 67.9 19 68.8 19 Bali 65.7 12 67.5 9 68.3 10 69.1 14 69.8 15 NTB 54.2 30 57.8 30 59.2 30 60.6 30 62.4 30 NTT 60.4 28 60.3 28 61.5 28 62.7 28 63.6 28 Kalbar 60.6 27 62.9 27 64.2 27 65.4 26 66.2 27 Kalteng 66.7 9 69.1 5 70.4 5 71.7 5 73.2 4 Kalsel 62.2 25 64.3 23 65.5 21 66.7 23 67.4 24 Kaltim 67.8 3 70.0 4 71.1 4 72.2 4 72.9 6 Sulut 67.1 7 71.3 2 72.4 2 73.4 2 74.2 2 Sulteng 62.8 24 64.4 22 65.9 23 67.3 20 68.5 20 Sulsel 63.6 21 65.3 21 65.3 25 65.3 27 66.9 26 Sultra 62.9 23 64.1 25 65.4 24 66.7 22 67.5 22 Gorontalo 67.1 8 64.1 26 64.8 26 65.4 25 67.5 23 Maluku 67.2 5 66.5 12 67.8 13 69.0 15 69.2 16 Malut 67.2 6 65.8 19 66.1 20 66.4 24 67.0 25 Papua 58.8 29 60.1 29 61.2 29 62.3 29 63.5 29 Indonesia
64.6
66.2
67.3
68.5
69.5
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan dalam melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah.
6
Kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM tidak hanya mengukur pembangunan dari aspek ekonomi saja, tetapi juga mengukur pembangunan dari aspek non-ekonomi. Pembangunan manusia, dalam hal ini direpresentasikan oleh indikatorindikator IPM, merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu dan harus memperhatikan aspek pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antar daerah. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi ketimpangan pembangunan di Indonesia? 2. Faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia? 3. Bagaimanakah korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat?
7
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian
ini bertuj uan untuk: 1. Menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia. 2. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia. 3. Menganalisis korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat.
1.4.
Manfaat Penelitian Hal-hal
yang
diperoleh
dari
penelitian
tentang
analisis
tingkat
ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai kebijakan. 2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai bahan pelengkap penelitian yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini. 3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya dan mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai ketimpangan pembangunan di Indonesia.
8
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan 30 propinsi dari total 33 propinsi yang ada di
Indonesia. Tiga propinsi lain seperti Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat tidak disertakan karena ketidaktersediaan data mengingat ketiga propinsi ini masih baru dimekarkan. Untuk menunjang agar data yang digunakan menjadi valid, maka data ketiga propinsi yang tersedia digabungkan dengan propinsi asal sebelum ketiga propinsi ini dimekarkan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Konsep Otonomi Daerah Semenjak Orde Reformasi bergulir, masyarakat menuntut kesungguhan
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh karena itu, lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk mendukung kedua Undang-undang tersebut, pemerintah telah mengesahkan dua Undang-undang baru pada 15 Oktober 2004 yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti dengan Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pengertian dari Desentralisasi dan Otonomi Daerah menurut Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, penyelengaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan di daerah, adapun sumber-sumber keuangan daerah di antaranya adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain- lain pendapatan yang sah.
10
Kedua, Undang-undang tersebut
menyatakan pembangunan daerah
sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan dengan prinsip otonomi daerah dan peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakatnya. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang digantikan oleh undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaran otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli Daerah sebagai sumber pembiayan berasal dari daerah sendiri, yang terdiri dari (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (4) lain- lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Karena semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai dengan pendapatan asli daerah, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin baik dalam bidang keuangan daerahnya. Haris (2002), menyatakan bahwa otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara
11
nyata ada dan diperlukan secara tumbuh hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antara dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2
Ketimpangan Ketimpangan pendapatan sebenarnya telah terjadi di seluruh negara di
dunia ini, baik negara yang sudah maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Namun perbedaannya adalah ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara- negara yang baru memulai pembangunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pembangunannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah. Keadaan ini antara lain dijelaskan oleh Todaro (2003) bahwa, negara-negara maju secara keseluruhan memperlihatkan pembagian pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan negara- negara dunia ketiga yakni kelompok negara yang tergolong sedang berkembang. Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik, memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat dipresentasikan dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik
12
kapital ke dalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk bertumbuh sekaligus untuk menciptakan perbedaan dalam kemampuan
untuk
menghasilkan
pendapatan.
Investasi
akan
lebih
menguntungkan bila dialokasikan di daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan return (pengembalian) yang besar dalam waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan menyebabkan ketidakmerataan dimana daerahdaerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang kurang maju justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan antar daerah. Sehingga diperlukan suatu perencanaan dan kebijakan dalam mengarahkan alokasi
investasi menuju suatu kemajuan
ekonomi yang lebih berimb ang di seluruh wilayah dalam negara. Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Mydral (1957) yang membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal tersebut, dikembangkan ide spread effect dan backwash effect sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Spread effect didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favorable effect ), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi dari pusat pertumbuhan ke wilayah sekitar. Backwash effect didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar/pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Terjadinya
13
ketimpangan regional menurut Mydral disebabkan oleh besarnya pengaruh backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional. Permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang. Perbedaan kemajuan wilayah berarti tidak samanya kemampuan untuk bertumbuh sehingga yang timbul adalah terjadinya ketidakmerataan antar daerah. Sehubungan dengan hal ini muncul pendapat dan studi-studi empiris yang menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada suatu posisi yang dikotomis. Dalam hal ini Kuznets dalam Tambunan (2003) mengemukakan suatu hipotesa yang terkenal dengan sebutan ”Hipotesis U terbalik”. Koefisien Gini
0
Periode Produk Nasional Bruto per Kapita Sumber: Tambunan (2003)
Gambar 2.1. Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets)
14
Hipotesis ini dihasilkan melalui suatu kajian empiris terhadap pola pertumbuhan sejumlah negara di dunia, pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan. Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi maka setelah menghadapi tahap tertentu trade-off tersebut akan menghilang diganti dengan hubungan korelasi positif antara pertumbuhan dan pemerataan. Pola ini disebabkan karena pertumbuhan pada tahap awal pembangunan cenderung dipusatkan pada sektor modern perekonomian yang pada saat itu kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Ketimpangan membesar karena kesenjangan antar sektor modern dan tradisional meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena perkembangan di sektor modern lebih cepat dibandingkan dengan sektor tradisional. Dari periode 1970-an hingga sekarang sudah banyak studi empiris yang menguji hipotesis Kuznets tersebut dengan menggunakan data agregat dari sejumlah negara (Tambunan, 2003). Beberapa catatan penting dari penemuanpenemuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, sebagian besar studi-studi tersebut mendukung hipotesis Kuznets; sedangkan, sebagian lainnya menolak atau tidak menemukan adanya korelasi seperti pada Gambar 2.1. Kedua, walaupun secara umum hipotesis ini diterima, namun sebagian besar dari studistudi tersebut menunjukkan bahwa relasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi pendapatan pada periode jangka panjang hanya terbukti nyata untuk kelompok negara-negara dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Ketiga, bagian kesenjangan dari kurva Kuznets (bagian kiri pada Gambar 2.1) cenderung lebih tidak stabil dibandingkan porsi kesenjangan menurun dari
15
kurva tersebut. Kesenjangan cenderung menurun untuk negara- negara pada tingkat pendapatan menengah dan tinggi. Pemilihan indeks ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia menunjukkan bahwa komponen antar sektor ekonomi merupakan komponen yang sangat kecil dibanding dengan komponen di dalam sektor ekonomi yang bersangkutan. Studi yag telah dilakukan dengan menggunakan data Sakernas 1976 (BPS) menunjukkan bahwa sumbangan ”komponen antar sektor ekonomi” terhadap indeks ketimpangan distribusi pendapatan secara menyeluruh hanyalah sebesar 1,85 persen dibandingkan dengan sumbangan ”komponen di dalam sektor ekonomi” sebesar 98,15 persen Arief dalam Supriyantoro (2005).
2.3
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Besar kecilnya PDRB yang dihasilkan oleh suatu wilayah dipengaruhi
oleh ketersediaan sumber daya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis serta tersedianya sarana dan prasarana. Dalam menghitung pendapatan regional, BPS (1995) memasukan seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang melakukan usahanya di suatu wilayah tanpa memperhatikan pemilik atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara keseluruhan menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan pada faktor- faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah produksi tersebut. Penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui dua metode antara lain (Dumairy, 1996):
16
a. Metode Langsung Dalam penghitungan PDRB ini didasarkan pada data yang terpisah antara data daerah dan data nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit- unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan galian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintah; (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga penyusutan dan pajak-pajak tak langsung netto. Jumlah komponen semua pendapatan per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu
17
PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha. 3. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan le mbaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor netto (ekspor – impor), dalam jangka satu tahun. b. Metode Tidak Langsung atau Alokasi Perhitungan PDRB dilakukan dengan cara menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional kedalam masing- masing ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut. Penghitungan PDRB pada suatu daerah/wilayah dengan menggunakan metode langsung atau tidak langsung/alokasi sangat bergantung pada data yang tersedia. Pada dasarnya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena penghitungan dengan metode langsung akan mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah, sedangkan penghitungan dengan metode tidak langsung merupakan koreksi dan pembanding bagi data daerah. Dilihat dari penjelasan diatas PDRB dari suatu daerah lebih menunjukkan besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima
18
oleh penduduk daerah yang bersangk utan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya.
2.4
Konsep Pembangunan Manusia Beberapa kalimat pembuka dari Human Development Report (HDR)
pertama yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development Programmes) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik di titik global, tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan manusia ya ng berpusat pada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan nasional dan bukan sebagai alat dari pembangunan (UNDP, 2004). Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa petumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan (UNDP, 2004). Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan. Tujuan utama dari pembangunan manusia yaitu untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia
19
harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik. Konsep pembangunan manusia memiliki cakupan yang lebih luas dari teori konvensional pembangunan ekonomi. Model pertumbuhan ekonomi lebih menekankan pada peningkatan PDB daripada perbaikan kualitas hidup manusia. Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input bagi proses produksi. Pembangunan manusia memiliki empat elemen yaitu (BPS, 2001): 1. Produktivitas Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktifitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan kerja. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan ma nusia. 2. Pemerataan Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada. 3. Keberlanjutan Akses terhadap kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang. Semua bentuk sumberdaya harus dapat diperbaharui. 4. Pemberdayaan
20
Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukan hanya semata- mata untuk semua orang. Semua orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia menurut Sen dalam Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan manusia. Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia. Perhatian pembangunan manusia tidak hanya terfokus pada laju pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada aspek pendistribusiannya. Jadi bukan hanya masalah berapa besar pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih ditujukan pada seperti apa? Perhatian harus lebih ditujukan pada struktur dan kualitas pertumbuhan (Tadjoedin, 2001). Untuk menjamin bahwa pertumbuhan diarahkan untuk mendukung perbaikan kesejahteraan manusia baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Perhatian utama dari kebijakan pembangunan harus ditekankan pada bagaimana keterkaitan tersebut dapat diciptakan dan diperkuat (Tadjoedin, 2001).
2.5
Pembangunan Manusia dan Pengukurannya Pada Human Development Report (HDR) yang pertama tahun 1990,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disusun dari Pendapatan Nasional (sebagai pendekatan dari standar hidup) dan dua indikator sosial, yaitu angka harapan
21
hidup dan angka melek huruf usia dewasa (kurang dari pengetahuan). Indeks ini merupakan pendekatan yang mencakup berbagai dimensi dari pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Tetapi indeks ini masih memiliki kelemahan yang sama dengan pengukuran
pendapatan,
yaitu
bahwa
angka
rata-rata
nasionalnya
menyembunyikan ketimpangan regional dan ketimpangan lokal (UNDP, 2004). Selama bertahun-tahun telah dilakukan berbagai penyempurnaan IPM dengan tetap mempertahankan tiga komponen intinya, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup layak, untuk menjaga kesederhanaan dan konsep awal IPM. HDR kedua pada tahun 1991 menambahkan satu indikator baru, yaitu rata-rata lama bersekolah kedalam komponen pengetahuan. Variabel ini diberi bobot dua per tiga. Hal ini merupakan pengakuan akan pentingnya pembentukkan keterampilan tingkat tinggi serta membantu pembedaan negara-negara yang mengelompokkan data tingkat atas. IPM mencoba untuk memeringkatkan semua negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi). IPM memeringkat semua negara menjadi tiga kelompok: tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 – 0,499), tingkat pembangunan manusia menengah (0,50 – 0,799), dan tingkat pembangunan manusia tinggi (0,80 – 1,0). Secara teknis, IPM dirumuskan sebagai berikut (BPS, 2001): IPM
= 1/3 (Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 )
(2.1)
X2
= 1/3 X 12 + 2/3 X 22
(2.2)
Dimana:
X1
= Indeks lamanya hidup (tahun)
22
X2
= Indeks tingkat pendidikan
X3
= Indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000.)
X 12
= Rata-rata lama bersekolah (tahun)
X 22
= Angka melek huruf (persen)
Perhitungan Indeks dari masing- masing indikator tersebut adalah: Indeks X (i, j) =
X (i , j ) + X ∗( i− mim) X ( i− max) + X (i −mim)
(2.3)
Dimana: X (i, j)
= Indikator ke- i dari daerah j
X (i −min)
= Nilai minimum dari X i
X (i − max)
= Nilai maksimum dari X i
2.6
Pengukuran Ketimpangan Penyajian ketimpangan pendapatan antar daerah pada dasarnya hanyalah
memberikan gambaran secara makro mengenai ketimpangan pendapatan rata-rata antara berbagai wilayah tertentu dan tidak memperlihatkan pola pembagian pendapatan antar go longan penerima pendapatan. Todaro (2003) menggambarkan ketimpangan dengan mempertimbangkan hubungan antara tingkat pendapatan per kapita dan tingkat ketimpangan pendapatan untuk negara maju dan negara sedang berkembang dan menggambarkan ketimpangan dari negara- negara tersebut dalam tiga kelompok, dimana pengelompokan ini disesuaikan dengan tinggi, sedang dan
23
rendahnya tingkat pendapatan yang diukur menurut koefisien Gini dan produk nasional bruto. Distribusi pendapatan daerah menggambarkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah di kalangan penduduknya (Todaro, 2003). Dalam melakukan pengukuran terhadap ketimpangan pendapatan khususnya antar daerah perkotaan dan perdesaan, maka ukuran yang sering digunakan dalam mengukur ketimpangan ini adalah rasio konsentrasi Gini yang sering disebut dengan koefisien Gini atau indeks Gini, dengan rumus: n
G = 1 − ∑ ( X i+ t − X i )(Y i +Yi+ t )
(2.4)
1
n
G = 1 − ∑ f 1 (Yi + Yi+t )
(2.5)
1
Dimana: G
= Rasio Gini
fi
= Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i
Xi
= Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i
Yi
= Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya
berkisar dari angka 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar pemerataan pendapatan. Koefisien yang semakin mendekati 0 berarti distribusi pendapatan semakin merata, koefisien yang mendekati 1 berarti distribusi pendapatan semakin timpang. Pada prakteknya, koefisien Gini untuk negara- negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50 sampai 0.70, sedangkan untuk negaranegara yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara
24
0.20 hingga 0.35 (Todaro, 2003). Angka atau rasio Gini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorentz yaitu perbandingan luas area yang terletak diantara kurva Lorentz dan diagonal terhadap luas area segitiga, seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Semakin melengkung kurva Lorentz akan semakin luas area yang dibagi rasio Gininya akan semakin besar, menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin timpang. C
Persentase Pendapatan
Garis Pemerataan
Kurva Lorentz
0
Persentase Populasi Penduduk
B
Sumber: Todaro (2003)
Gambar 2.2 Kurva Lorentz Selain itu, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan penetapan kriteria ketidakmerataan didasarkan atas porsi pendapatan suatu daerah yang dinikma ti oleh tiga lapis penduduk (Dumairy, 1996), yakni 40 persen penduduk berpendapatan terendah (penduduk termiskin); 40 persen penduduk berpendapatan menengah; serta 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan dinyatakan parah jika 40 persen penduduk
25
berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan, ketimpangan dianggap sedang jika 40 persen penduduk termiskin menikmati 1217 persen dari pendapatan. Sedangkan jika 40 persen pendud uk yang berpendapatan terendah (penduduk termiskin) menikmati 17 persen dari pendapatan maka ketimpangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan dianggap cukup merata. Metode CVw umum digunakan untuk mengukur ketimpangan PDRB per kapita. Metode inilah yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Tingkat ketimpangan yang terjadi pada metode ini tercermin dalam sebuah angka indeks. Cara pengukuran ini diperkenalkan oleh Williamson (1965) dengan menimbang proporsi penduduk. Semakin besar angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkat ketimpangan regional yang terjadi. Indeks CVw yang dihasilkan dari hasil perhitungan akan sangat peka terhadap perbedaan data yang digunakan.
2.7
Penelitian Terdahulu Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan topik penelitian mengenai ketimpangan dan juga ditulis beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan analisis panel data. Penelitian dengan menggunakan data dimaksudkan untuk memperkaya pemahaman terhadap panel data (meskipun topik penelitian berbeda dengan apa yang penulis lakukan).
26
2.7.1
Penelitian Mengenai Ketimpangan Penelitian pertama untuk memperoleh wawasan antar daerah dilakukan
oleh Esmara dalam Wijaya (2001) dengan menggunakan data PDRB dan menerapkan formulasi koefisien Williamson yang dibobot. Penelitian tersebut memperkirakan tingkat perbedaan pendapatan regional untuk tahun 1968-1972. Indeks ketimpangan Williamson dari tahun tersebut meningkat tajam dari 0.571 menjadi 0.945 jika semua pendapatan dimasukkan. Tetapi, jika pendapatan dari minyak bumi dikeluarkan dari PDRB propinsi-propinsi yang kaya minyak (Riau dan Kalimantan Timur) maka angka-angka itu berkisar antara 0.340 sampai 0.552. Propinsi-propinsi dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi juga mempunyai biaya hidup yang lebih tinggi, sehingga kalau PDRB per kapita dikoreksi berdasarkan perbedaan-perbedaan harga, indeks ketidakmerataan tersebut akan banyak merosot. Mattola (1985) melakukan penelitian untuk me nganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di Jawa Barat tahun 1977-1981 dengan menggunakan formulasi Williamson. Mattola juga menganalisis peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, diband ingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi.
27
Tabel 2.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat CVw CVw Persentase Penurunan Tahun Tanpa PDRB Dengan PDRB Ketimpangan Pendapatan Sektor Pertanian Sektor Pertanian daerah 1977 0.467 0.323 44.6 1978 0.380 0.256 48.4 1979 0.382 0.269 42.0 1980 0.377 0.274 37.6 1981 0.316 0.222 42.3 Sumber: Mattola (1985)
Hendra (2004) menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di propinsi Lampung tahun 1995-2001 dengan menggunakan formulasi Williamson. Selain itu juga dianalisis peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, dibandingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi. Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung CVw CVw Persentase Penurunan Tahun Tanpa PDRB Dengan PDRB Ketimpangan Pendapatan Sektor Pertanian Sektor Pertanian daerah 1995 0.8373 0.4404 47.4 1996 0.8380 0.4499 46.3 1997 0.8391 0.4846 42.2 1998 0.8369 0.44226 47.1 1999 0.7951 0.4207 47.1 2000 0.7793 0.4160 46.0 2001 0.7680 0.4068 47.0 Sumber: Hendra (2004)
28
2.7.2
Penelitian Mengenai Panel Data Hasil penelitian Sembiring (2005) tentang Pengaruh Ukuran Aset Bank
terhadap Efektifitas Kebijakan Moneter: Relevansi terhadap Konsolidasi Arsitektur Perbankan Indonesia, menunjukkan bahwa untuk menganalisis kategori bank berdasarkan aset menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan intrersep yang berbeda untuk setiap individu. Variabel penjelas signifikan secara statistik untuk SEC (pertumbuhan surat-surat berharga), DEF (pertumbuhan saving deposit), AR(1). Sedangkan SBI (pertumbuhan suku bunga SBI), DSBI1 (dummy slope kategori 1), DSBI3 (dummy slope kategori 3) dan DSBI4 (dummy slope kategori 4) tidak signifikan pada taraf nyata a = 10 persen. Holis (2006) melakukan penelitian mengenai Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) dengan menggunakan metode analisis panel data. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk menganalisis struktur biaya bank dapat digunakan model efek tetap (Fixed Effect). Dari hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan intersep yang berbeda untuk setiap individu. Berdasarkan hasil estimasi fungsi biaya terdapat dua puluh satu variabel penjelas yang signifikan dan terdapat enam variabel penjelas yang tidak signifikan terhadap taraf nyata 0.05 persen. Pada penelitian ini, analisis panel data dilakukan untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi pembangunan manusia Indonesia. Pend ekatan panel data untuk memilih antara model fixed effect dengan random effect pada
29
penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Hausman (Hausman Test) dengan hipotesis, jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ 2 - Tabel, maka cuk up bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol yaitu random effect model, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, dan begitu juga sebaliknya.
2.8
Kerangka Pemikiran Perbedaan SDA dan SDM
Ketimpangan Pembangunan
Ketimpangan Pendapatan
Jumlah Penduduk
Ketimpangan Pembangunan Manusia
PDRB Per Kapita
Pertumbuhan Ekonomi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kesejahteraan Masyarakat
Keterkaitan dan korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
30
Adanya perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia yang dimiliki masing- masing propinsi di Indonesia menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan. Ketimpangan pembangunan mencakup ketimpangan pendapatan dan ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Indikator dari ketimpangan pendapatan antara lain adalah jumlah penduduk dan PDRB per Kapita, sedangkan indikator dari pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat dari pertumbuhan PDRB perkapita, sedangkan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari pembangunan manusianya.
2.9
Hipotesis 1. Tingkat PDRB perkapita berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia. 2. Terdapat hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia. 3. Nilai indeks ketimpangan dengan menyertakan sektor migas dalam perhitungannya akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan nilai indeks ketimpangan dengan tidak menyertakan sektor migas.
31
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian skripsi ini dimulai pada bulan April 2007 waktu yang
diperlukan dalam rencana penulisan penelitian, pengumpulan data hingga penulisan laporan dilakukan sampai bulan Juli 2007. Penelitian ini mengambil 30 propinsi di Indonesia sebagai objek studi dan sekaligus sebagai lokasi penelitian. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan: (1) tersedianya data PDRB propinsi-propinsi yang ada di Indonesia ; (2) kondisi sumber daya alam yang begitu melimpah namun kesejahteraan masyarakat rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diharapkan ketimpangan yang terjadi dapat tergambar dengan nyata dan terdapat solusi penanggulangannya pada penelitian ini.
3.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data yang diperlukan meliputi: (1) PDRB per kapita menurut propinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi; (3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM); (4) Berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada
32
penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan tahun dasar 2000 dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1 dan SPSS 13.0.
3.3.
Metode Analisis Untuk menganalisis ketimpanga n regional antar daerah pembangunan
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif akan dipresentasikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif akan diolah dengan menggunakan beberapa metode, antara lain; (a) Indeks Williamson; (b) Panel Data, dan; (c) Granger Causality.
3.3.1
Indeks Williamson (CVw) Pengukuran ketimpangan pendapatan antar daerah di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan metode CVw dengan rumus:
∑ (Υ
i
CVw =
)
−Υ ⋅
i
ni n
Υ
Dimana:
CVw = Weighted Coeficient of Variation ni
= Penduduk di daerah i
n
= Penduduk total
Υi
= PDRB perkapita di daerah i
Υ
= Rata-rata PDRB perkapita untuk semua daerah
(3.1)
33
Matolla (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi. Untuk itu, ditentukan kriteria sebagai berikut: a. ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan kurang dari 0,35 b. ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan 0,35 – 0,5 c. ketimpangan taraf tinggi bila indeks ketimpangan lebih dari 0,5.
3.3.2. Analisis Panel Data Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam waktu runtun waktu (time series) tetapi juga dalam kerat lintang atau antar individu (cross section). Proses mengkombinasi data kerat lintang dan runtut waktu untuk membentuk panel data itu sendiri disebut pooling. Analisis pane l data adalah subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori. Dalam bentuk praktis, peneliti telah dapat menggunakan data runtun waktu (time series) dan kerat lintang (cross section) untuk menganalisis masalah yang tidak bisa diatasi jika hanya menggunakan salah satu metode saja. Terdapat beberapa keuntungan dalam estimasi data panel dibandingkan estimasi runtun waktu ataupun kerat lintang. Keuntungan estimasi data panel dimaksud adalah (Baltagi, 1995) :
34
1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinieritas antar variabel. 2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja. 3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu. 4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang. 5. Dapat menjelaskan dynamic adjustment secara lebih baik. Model umum analisis regresi data panel dapat diformulasikan sebagai berikut: y i,t = α + βx i,t + u i, t
(3.2)
Dimana u i,t ~ IID ( 0, σ 2 ) dan i = 1,2,3,...,N adalah jumlah observasi antar individu sementara t = 1,2,3,...,T adalah observasi runtut waktu. Dalam persamaan (3.9), intersep (α ) dan slope (β ) diasumsikan homogenous diantara seluruh N individu dan T runtut waktu. Namun kondisi ini tidak selamanya sesuai dengan kerangka ekonomi yang akan dianalisis. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan atas dua kemungkinan, yaitu: 1. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (α i ≠ α j ) sementara slopenya homogen ( β i = β j ) .
35
2. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (α i ≠ α j ) demikian pula slopenya ( β i ≠ β j ) . Dari kedua hal tersebut di atas, model estimasi data panel dapat diekspresikan dalam sejumlah bentuk. Jadi terdapat empat macam model estimasi data panel yang dapat digunakan: 1. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.2) akan menjadi: yi, t = α i + βxi, t + u i,t
(3.3)
2. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu dan antar waktu sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.2) akan menjadi: yi, t = α i,t + βxi, t + ui ,t
(3.4)
3. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan slope bervariasi antar individu tetapi konstan antar waktu, maka persamaan (3.2) akan menjadi: yi, t = α i + βi xi, t + ui ,t
(3.5)
4. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan bervariasi antar individu dan antar waktu, maka persamaan (3.2) akan menjadi: yi, t = α i,t + βi ,t xi, t + ui ,t
(3.6)
Dari keempat model di atas koefisien (α) dan (β) diasumsikan tertentu (fixed). Klasifikasi lainnya adalah ketika diasumsikan bahwa parameter-parameter ini diasumsikan random generating dan disebut sebagai random coefficient models. Selain itu dari keempat model di atas, jika asumsi homogenitas baik pada intersep maupun slope ditolak, maka heterogenitas antar individu akan tercermin
36
pada salah satu atau lebih persamaan (3.3) hingga persamaan (3.6). Tujuan dari penentuan model yang sesuai adalah untuk menghilangkan bias dari variabelvariabel yang digunakan dalam model. Bias yang diakibatkan pengabaian heterogenitas dari koefisien-koefisien estimasi disebut juga sebagai heterogenity bias.
Mengabaikan
heterogenitas
baik
intersep
maupun
slope
dapat
mengakibatkan hasil estimasi yang tidak konsisten dan meaningless. Penentuan model analisis data panel dalam rangka menghilangkan heterogenity bias dapat dilakukan dengan plotting variabel dependen terhadap variabel independen. Analisis plotting ini berfungsi sebagai mekanisme identifikasi model yang sesuai dalam analisis data panel. Sementara itu untuk menguji terjadi atau tidaknya heterogenity bias dapat dilakuk an uji hipotesis heterogenitas. Uji dilakukan dengan mengestimasi persamaan (3.5) dimana diasumsikan slope bersifat homogen antar individu. Kemudian uji hipotesis dilakukan terhadap: H 0 : β1 = β 2 = ... = β N = β H a : β 1 ≠ β 2 ≠ ... ≠ β N ≠ β
Uji hipotesis di atas dapat dilakukan dengan mekanisme Wald-test. Jika pengujian tidak menolak hipotesis nol, maka koefisien indifidual bersifat random dan identik dengan rata-ratanya. Dalam hal ini, estimasi dilakukan pada model yang mengasumsikan slope bersifat homogen seperti pada persamaan (3.2) sampai (3.3). Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (x i,t)
37
yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Asumsi dasar dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Individual-varying time-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) yang sama untuk sebuah unit kerat lintang sepanjang waktu namun berbeda antar unit kerat lintang. Contohnya adalah jenis kelamin, latar belakang sosioekonomi dan sebagainya. 2. Period-varying individual-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) sama untuk semua unit kerat lintang namun berubah menurut runtun waktu. Contohnya adalah tingkat bunga. 3. Individual time-varying variables, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) bervariasi antar unit kerat lintang dan waktu. Contohnya adalah keuntungan perusahaan, tingkat penjualan. Dari pemilihan model tersebut di atas kemudian akan menentukan metode estimasi dari model panel panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu: 1. Pooled Least Square (PLS) Dalam metode ini terdapat (K) regressor dalam ( xit ) , kecuali konstanta. Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek individua l (α i ) konstan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai (α i ) sama untuk setiap unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk (α) dan (β). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam mengestimasi persamaan (3.2). Metode ini sederhana namun hasilnya tidak
38
memadai karena setiap observasi diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri. 2. Fixed Effects Model (FEM) Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinkan perubahan-perubahan dalam intersep- intersep kerat lintang dan runtut waktu akibat adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Jadi α i adalah sebuah grup dari spesifik nilai konstan pada model regresi. Formulasi umum model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari perbedaan nilai konstantanya. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak
serta
penggunaan
peubah
boneka
tidak
secara
langsung
mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas ind ividu. Modelnya ditulis sebagai y i = α i + βxi + ε i . 3. Random Effects Models (REM) Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopenya konstan terhadap individu maupun waktu. Jadi (α i ) adalah sebuah grup dari gangguan khusus, mirip seperti (ε it ) kecuali untuk setiap grup ada nilai khusus yang masuk dalam regresi secara identik untuk setiap perioda. Nilai (α i ) terdistribusi secara acak pada unit- unit kerat lintang. Metode ini juga dikena l sebagai variance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-pengganggu kerat lintang
39
dan
deret
waktu.
Model
estimasinya
yang
digunakan
adalah
y it = α i + β ' xit + µ i + ε it dengan ( µ i ) adalah nilai gangguan acak pada observasi
(i) dan konstan sepanjang waktu. Dari penjabaran metode estimasi di atas dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dampak dari gangguan mempunyai pengaruh yang tetap (dianggap sebagai bagian dari intersep). Sedangkan REM digunakan atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak. Penentuan model atas pertimbangan perilaku dari gangguan yang bersifat tetap atau acak pada individu (i) akan berpengaruh terhadap bias dari hasil estimasi. Bias yang terjadi akibat kesalahan menentukan model berdasarkan perilaku gangguannya disebut dengan selectivity bias.
3.3.3. Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini memiliki tujuan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Alur pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1.
3.3.3.1 Chow Test Chow Test dimana beberapa buku menyebutnya sebagai pengujian Fstatistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung
40
tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap Hipotesa Nol (H0 ) adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
( ESS1 − ESS 2 ) CHOW =
(ESS 2 )
( N − 1)
( NT − N − K )
(3.7)
Dimana:
ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect ESS 2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square
N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas
( N − 1, NT − N − K )
jika nilai CHOW statistics (F-stat) hasil pengujian lebih
besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect , dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebaga i Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter (stability test).
41
FIXED EFFECT Hausman Test Chow Test
RANDOM EFFECT
POOLED LEAST SQUARE
LM Test
Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
3.3.3.2.Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade-off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Mode l Random Effect H1 : Model Fixed Effect Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: m = (β − b )(M 0 − M 1 )
−1
(β − b )
~ χ 2 (K )
(3.8)
Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M 0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed
42
effect model dan M1 adalah matriks kova rians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ 2 - Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.
3.3.3.3.LM Test LM Test atau lengkapnya The Breusch-Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect atau Pooled Least Square. LM Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Random Effect Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi dari Chi-Square. Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari hasil estimasi model Pooled, dimana: 2
2 2 NT T ∑ ε i ~χ2 LM = − 1 2 2(T − 1) ∑∑ ε it
(3.9)
Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ 2 - Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah model random effect, dan begitu pula sebaliknya.
43
3.3.4. Evaluasi Model 3.3.4.1.Multikolinearitas Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F-statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F- hitung signifikan, maka patut diduga adanya multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel yang tidak signifikan.
3.3.4.2.Autokorelasi Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW
Hasil
4-dl < DW < 4
Tolak H0 , korelasi serial negatif
4-dl < DW < 4-du
Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du
Terima H0 , tidak ada korelasi serial
du < DW < 2
Terima H0 , tidak ada korelasi serial
dl < DW < dl
Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl
Tolak H0 , korelasi serial positif
Sumber: Holis (2006).
Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari
44
hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Perlakuan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR(1) atau AR(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.
3.3.4.3.Heteroskedastisitas Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ 2 (konstan), semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperolah pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995). Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi Heteroskedastisitas, digunakan uji White-heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan χ 2 (Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada
χ 2 -tabel maka tidak ada
heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid
45
Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran
tersebut
adalah
dengan
mengestimasi
GLS
dengan White
Heteroscedasticity.
3.3.5. Model Umum Penelitian Model yang digunakan untuk melihat hubungan antara pembangunan manusia dengan variabel-variabel penyusunnya adalah sebagai berikut: y i,t = α + β1 pdrbit + β 2 ahhit + β 3 amhit + β 4 rls it + β 5 prpk it + ε i ,t
Dimana: y it
= Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
pdrb
= PDRB per kapita dengan harga konstan tahun 2000 (Rupiah)
ahh
= Angka Harapan Hidup (tahun)
amh
= Angka Melek Huruf (persen)
rls
= Rata-rata Lama Sekolah (tahun)
prpk
= Rata-rata Pengeluaran Riil per Kapita (Rupiah)
α
= Intersep
β
= Slope
i
= Individu ke-i
t
= Periode waktu ke-t
ε
= Error / simpangan
(3.10)
46
3.3.6. Kausalitas Bivariat Granger Kausalitas Bivariat Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat diantara variabel- variabel yang digunakan dalam analisis. Terjadinya kausalitas secara nyata atau tidak nyata, dapat diketahui dengan membandingkan probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Pada penelitian ini, apabila probabilitas lebih besar dari 0.05 maka dikatakan tidak terjadi kausalitas yang signifikan.
47
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Analisis Ketimpangan Pe mbangunan Ketimpangan pembangunan berlangsung dan berwujud dalam berbagai
bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal pendapatan tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan menganalisis ketimpangan-ketimpangan tersebut.
4.1.2. Ketimpangan Pendapatan Ketimpangan
pendapatan
dapat
diukur
dan
dijelaskan
dengan
menggunakan beberapa rumus atau formula. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus atau formulasi yang dikemukakan oleh Williamson (1965), yang kemudian dikenal dengan CV Williamson (CVw). Nilai CVw yang kecil menggambarkan tingkat ketimpangan yang rendah atau tingkat pemerataan yang lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai CVw besar maka menggambarkan tingkat ketimpangan yang tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin timpang. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan dalam melakukan perhitungan nilai indeks ketimpangan pendapatan. Dalam perhitungan pertama (CVw*) menggunakan data PDRB per Kapita dengan menyertakan migas, dan dalam perhitungan kedua (CVw**) menggunakan data PDRB per Kapita tanpa menyertakan migas. Tujuan dari pendekatan tersebut adalah untuk mengetahui kontribusi sektor migas terhadap nilai indeks ketimpangan.
48
Setelah dilakukan perhitungan terhadap ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai indeks ketimpangan Indonesia berada pada kisaran 0.8, hal ini mengindikasikan bahwa nilai indeks ketimpangan Indonesia berkategori tinggi. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa perkembangan ketimpangan mengalami fluktuasi dan mengalami perkembangan yang kurang baik, dalam artian bahwa ketimpangan pendapatan antar propinsi terlihat adanya kecenderungan yang semakin besar. Kondisi ini dapat diketahui dari nilai penghitungan CV Williamson yang telah dilakukan seperti yang terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 2001-2005 Tahun CVw* CVw** 2001 0.8375 0.8258 2002 0.8421 0.8453 2003 0.8293 0.8399 2004 0.8390 0.8534 2005 0.8418 0.8555 Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai ketimpangan pendapatan antar propinsi yang terjadi cenderung semakin membesar. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa usaha dalam menciptakan pemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia kurang berhasil, walaupun tidak secara mutlak kondisi ini terjadi. Kenyataan ini dapat kita ketahui dimana pada tahun 2001, indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia adalah 0.8375, kemudian pada tahun 2005 nilai indeks ketimpangan pendapatan mengalami kenaikan sehingga mencapai 0.8418.
49
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 hasil perhitungan perkembangan nilai indeks ketimpangan dari tahun ke tahun mengalami kondisi yang naik turun. Pada tahun 2001 sampai 2002 nilai indeks ketimpangan (CVw*) mengalami kenaikan dengan masing- masing nilai sebesar 0.8375 menjadi 0.8421. Namun, pada tahun 2003 nilai indeks ketimpangan mengalami penurunan sebesar 0.0128 menjadi 0.8293. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003, yang pada tahun 2002 adalah sebesar 1.47 meningkat menjadi 4.02. Hal tersebut memicu turunnya indeks ketimpangan pada tahun yang sama. Namun, peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 2.31. Sehingga indeks ketimpangan mengalami peningkatan lagi menjadi sebesar 0.8390, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Kondisi peningkatan terus berlangsung sampai tahun
persen
2005, sehingga nilai indeks ketimpangan menjadi sebesar 0.8418.
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2002
2003
2004
2005
tahun
Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Tahun 2001-2005
50
Namun, apabila diperhatikan dari hasil perhitungan tersebut terdapat perbedaan nilai indeks ketimpangan antara CVw* dan CVw**. Nilai indeks ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas (CVw**) pada tahun 2001 adalah sebesar 0.82580, di tahun 2002 meningkat menjadi 0.8453. Pada tahun 2003 nilai indeks ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas mengalami penurunan menjadi 0.8399. Kemudian terjadi peningkatan di tahun 2004 dan 2005. Dimana nilai indeks ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas
di tahun 2004 adalah
0.8534, dan di tahun 2005 adalah 0.8555. Dengan tidak menyertakan sektor migas pada PDRB, perhitungan nilai indeks ketimpangan menghasilkan nilai indeks yang lebih besar daripada dengan menyertakan sektor migas. Nilai indeks ketimpangan yang lebih besar tersebut terjadi karena hanya terdapat empat propinsi saja yang memiliki sumbangan terbesar PDRB dari sektor migas, empat propinsi tersebut antara lain; NAD, Riau, Kalimantan Timur dan Papua. Kontribusi sektor migas terhadap PDB Indonesia hanya berkisar antara 8.9 – 10.9 persen saja berbeda dengan era sebelum otonomi daerah dimana sektor migas memiliki kontribusi yang besar bagi PDB sehingga apabila sektor migas dikeluarkan dari perhitungan, maka kondisi ketimpangan pendapatan Indonesia akan menjadi lebih besar.
indeks
51
0.8600 0.8550 0.8500 0.8450 0.8400 0.8350 0.8300 0.8250 0.8200 0.8150 0.8100
CVw** CVw*
2001
2002
2003 2004
2005
tahun
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Perhitungan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 2001-2005
4.1.2. Ketimpangan Pembangunan Manusia Untuk menganalisis ketimpangan dalam hal pembangunan manusia akan dilakukan dengan analisis deskriptif dengan mengintepretasikan data yang telah diperoleh dan diolah dari BPS. Dalam penelitian ini, untuk menggambarkan kondisi ketimpangan dalam hal pembangunan manusia Indonesia, digunakan indikator IPM. Penggunaan indikator ini dinilai cukup representatif untuk melihat kondisi pembangunan ma nusia (UNDP, 2004). Tabel 4.2 menunjukkan bagaimana kondisi ketimpangan pembangunan manusia yang terjadi di Indonesia. Seperti yang terlihat dalam Tabel 4.2, rata-rata nilai IPM Indonesia adalah 69.5. Hal tersebut menjadikan pembangunan manusia Indonesia pada kategori menengah (Todaro, 2003). Namun, dari 30 propinsi, terdapat 15 propinsi yang masih berada dibawah rata-rata, hal tersebut mengindikasikan adanya ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Tabel
52
4.2 memperlihatkan perbedaan yang signifikan diantara 30 propinsi yang dianalisis, dari DKI Jakarta yang memiliki nilai IPM sebesar 76.1 sampai Nusa Tenggara Barat yang memiliki nilai IPM sebesar 62,4. Tabel 4.2 Perbandingan Peringkat PDRB Per Kapita dengan IPM antar Propinsi di Indonesia Tahun 2005. PDRB Propinsi Per Kapita rank IPM rank (Rp Juta) DKI Jakarta 33.325 1 76.1 1 Sulawesi Utara 5.987 16 74.2 2 DI Yogyakarta 5.066 19 73.5 3 Kalimantan Tengah 7.290 8 73.2 4 Riau 18.733 3 72.9 5 Kalimantan Timur 32.852 2 72.9 6 Sumatera Utara 7.059 10 72.0 7 Sumatera Barat 6.386 13 71.2 8 Bengkulu 4.027 25 71.1 9 Jambi 4.788 20 71.0 10 Bangka Belitung 7.883 6 70.7 11 Sumatera Selatan 7.318 7 70.2 12 Jawa Barat 6.308 14 69.9 13 Jawa Tengah 4.471 22 69.8 14 Bali 6.228 15 69.8 15 Maluku 2.604 27 69.2 16 NAD 8.667 5 69.0 17 Lampung 4.121 23 68.8 18 Banten 6.436 12 68.8 19 Sulawesi Tengah 5.111 18 68.5 20 Jawa Timur 7.064 9 68.4 21 Sulawesi Tenggara 4.089 24 67.5 22 Gorontalo 2.196 30 67.5 23 Kalimantan Selatan 6.568 11 67.4 24 Maluku Utara 2.530 28 67.0 25 Sulawesi Selatan 4.664 21 66.9 26 Kalimantan Barat 5.787 17 66.2 27 Nusa Tenggara Timur 2.286 29 63.6 28 Papua 9.771 4 63.5 29 Nusa Tenggara Barat 3.639 26 62.4 30 Indonesia Sumber: BPS, 2007 (diolah).
7.775
69.5
53
Hal yang sangat menarik perhatian disini adalah daerah yang memiliki potensi SDA yang kaya dan tingkat PDRB per kapita yang tinggi seperti NAD. Propinsi yang berada pada peringkat lima besar dalam PDRB per kapita ini hanya berada pada peringkat 17 pada pembangunan manusia. Lebih parah lagi, propinsi Papua yang memiliki PDRB per kapita terbesar keempat di Indonesia dan merupakan propinsi yang memiliki kekayaan SDA ini hanya menduduki peringkat 29 pada pembangunan manusia. Hal ini, menunjukkan bahwa selama ini penerimaan pendapatan propinsi Papua tidak semuanya dialokasikan untuk pembangunan manusia. Berbeda dengan propinsi-propinsi lain yang terbelakang dalam perolehan PDRB per kapita seperti D.I Yogyakarta, Sulawesi Utara, Bengkulu dan Jambi, propinsi-propinsi tersebut telah berhasil mengkonversikan pertumbuhan ekonomi menjadi pembangunan manusia, hal ini terbukti pada peringkat propinsi-propinsi tersebut yang berada pada sepuluh besar dalam pembangunan manusia. Hal inilah yang memicu adanya ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Untuk melihat lebih jelas kondisi pertumbuhan PDRB per kapita dan IPM dapat dilihat pada Gambar 4.3.
54
26 27
6
0.20
24
10
14 5
25
28
2 15
0.10
8 7
13
18
pdrb_per_kapita
9
12
3 21
19 23
16
17
29 1
0.00 4 22
-0.10
R Sq Linear = 0.001 30
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0.14
0.16
ipm
Keterangan: 1. NAD 2. Sumut 3. Sumbar 4. Riau 5. Jambi 6. Sumsel 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Babel 10. Jakarta
11. Jabar 12. Jateng 13. DIY 14. Jatim 15. Banten 16. Bali 17. NTB 18. NTT 19. Kalbar 20. Kalteng
21. Kalsel 22. Kaltim 23. Sulut 24. Sulteng 25. Sulsel 26. Sultra 27. Gorontalo 28. Maluku 29. Malut 30. Papua
Gambar 4.3 Kondisi dan Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia.
Pada Era Otonomi Daerah, tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia cenderung semakin membesar. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pemerintah yang pada pelaksanaan Otonomi Daerah diharapkan ketimpanga n pembangunan akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya kesalahan
55
dalam formulasi DAU yang menyebabkan daerah yang tidak memiliki celah fiskal (selisih antara kebutuhan daerah dengan potensi penerimaan dari daerah) ikut menikmati porsi dari DAU tersebut, sehingga daerah yang kaya akan potensi SDA akan semakin kaya dan daerah yang tidak memiliki potensi SDA akan semakin miskin. Selain itu, alokasi dari DAU sebesar 70 - 80 persen digunakan untuk membiayai pengeluaran operasional kepegawaian sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan lain- lain termasuk untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Sehingga pembangunan manusia menjadi sedikit terabaikan.
4.2.
Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi OLS Klasik Hasil estimasi terhadap fungsi dalam penelitian ini akan ditampilkan
dengan menggunakan program software Eviews 5.1 dengan berbagai kelebihan dan kelemahan penggunaan program software tersebut. Model untuk propinsipropinsi yang diteliti menggunakan estimasi data panel sebagaimana diuraikan pada metode penelitian ini. Model panel data memiliki tiga model yaitu Pooled (OLS), Fixed Effect (LSDV) atau model efek tetap dan Random Effect (GLS) atau model efek acak. Dikarenakan model pooled mengasumsikan bahwa intersept dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu, maka model pooled tidak dapat digunakan pada penelitian ini. Sehingga model yang akan digunakan adalah antara model fixed effect dan model random effect. Untuk mengetahui model mana yang akan dipilih, maka dapat dilakukan Uji Hausman (Hausman Test). Berdasarkan Uji Hausman maka didapatkan nilai
56
statistik Hausman sebesar 24.65673 dengan nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.000162 dan nilai χ 2 sebesar 11.0705 yang berarti bahwa kita menolak hipotesis untuk menggunakan model efek acak. Berdasarkan hasil pengujian ini maka akan digunakan model efek tetap (fixed effect) untuk mengestimasi model penelitian ini. Dalam penelitian ini tidak menggunakan Uji Chow (Chow Test) dan Uji LM (LM Test), karena kita tidak dapat menganalisis heterogenitas individu jika melakukan estimasi dengan menggunakan metode pooled least square. Selain itu, beberapa dasar pertimbangan untuk memilih model fixed effect adalah dikarenakan unit cross section yang dipilih dalam sample tidak diambil secara acak dan pemilihan model fixed effect ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasan dalam melihat heterogenitas tiap unit cross section dalam sample penelitian. Dengan model fixed effect, intersep antar unit cross section dapat bervariasi, dan perbedaan nilai konstanta ini diasumsikan sebagai perbedaan antar unit cross section. Hasil estimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect model), dapat dilihat dalam Tabel 4.3. Model ini menunjukan variabel yang sama untuk setiap individu pengamatan. Variabel penjelas yang signifikan secara statistik dengan tingkat α = 5 persen adalah variabel AHH, AMH, RLS dan PRPK, sedangkan untuk variabel PDRB tidak signifikan secara statistik dengan tingkat
α = 5 persen. Model estimasi pada tabel 4.3 tidak memenuhi asumsi klasik OLS atau belum terbebas dari masalah statistik. Untuk itu, maka dilakukan estimasi dengan menggunakan estimasi model Fixed Effect dengan pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance.
57
Tabel 4.3 Hasil Estimasi Fungsi dengan menggunakan Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance. Variable Coefficient Standard t-Statistic Probability Error C -2.194935 0.495948 -4.425740 0.0000 LOG(PDRB) 0.009577 0.011436 0.837431 0.4041 LOG(AHH) 0.262067 0.090641 2.891254 0.0046 AMH 0.003425 0.000947 3.617983 0.0004 LOG(RLS) 0.130123 0.031300 4.157242 0.0001 LOG(PRPK) 0.715975 0.044756 15.99720 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variabel) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistik Prob(F-statistik)
0.990909 Mean dependent var. 0.988222 S.D. dependent var. 0.011681 Sum squared resid 368.6918 Durbin-Watson stat. 0.000000 Unweighted Statistics
5.683910 3.924492 0.015691 2.463235
R-squared Sum squared resid
0.990131 0.017035
4.202651 2.109118
Mean dependent var. Durbin-Watson stat.
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Nilai R2 atau koefisien determinasi pada hasil estimasi model adalah sebesar 0.9909, hal ini menunjukan bahwa 99.09 persen keragaman (shifting) pembangunan manusia yang terjadi pada propinsi-propinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh model diatas, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil uji ini diperkuat dengan tingginya probabilitas F-statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α = 5 persen yaitu sebesar 0.00 yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.
58
Menurut Gujarati (1995), untuk memilih model yang terbaik juga harus memenuhi asumsi klasik regresi. Oleh karena itu, model Fixed Effect dengan pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance, harus dilakukan uji OLS klasik. Uji OLS klasik yang dilakukan adalah model harus terbebas dari Autokorelasi, Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas. Untuk melihat ada atau tidaknya Autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW), jika DW mendekati 2 maka diasumsikan model tidak mengandung Autokerelasi. Hasil estimasi dalam penelitian ini tidak bisa menentukan ada atau tidaknya autokorelasi, dimana 4-du(2.17)
59
4.3.
Intepretasi Model Fixed Effect dengan Perlakuan Cross Section Weights dan White Heteroscedasticity-consistent Standard Error and Covariance Setelah mengestimasi model maka langkah selanjutnya adalah intepretasi
terhadap persamaan regresi dari model di atas. Model tersebut menunjukan bahwa variabel Angka Harapan Hidup atau AHH berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia dan berhubungan positif. Koefisien AHH
sebesar
0.262067 artinya, jika terjadi peningkatan dari angka harapan hidup sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik sebesar 0.262067 persen. Hal ini menjelaskan bahwa apabila angka harapan hidup penduduk Indonesia menjadi lebih tinggi, maka Indeks Pembangunan Manusia akan menjadi lebih tinggi juga, dengan demikian hal tersebut turut mendorong pembangunan manusia Indonesia. Variabel Angka Melek Huruf atau AMH berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia dan memiliki hubungan yang positif. Koefisien AMH memiliki nilai sebesar 0.003425, artinya jika terjadi peningkatan angka melek huruf sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik sebesar 0.003425 persen. Dengan tingginya angka melek huruf, maka kesejahteraan masyarakat pun akan semakin bertambah karena kemampuan masyarakat untuk membaca menjadi lebih tinggi. Hal ini memudahkan masayarakat untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak sehingga pendapatan mereka akan bertambah. Variabel Rata-Rata Lama Sekolah atau RLS berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia dan memiliki hubungan yang positif. Koefisien
60
RLS memiliki nilai sebesar 0.130123, artinya jika terjadi peningkatan rata-rata lama sekolah sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik sebesar 0.130123 persen. Dengan bertambahnya rata-rata lama sekolah akan menjadikan tingkat pendidikan penduduk masyarakat menjadi lebih tinggi, hal ini sangat positif karena dengan demikian masyarakat dapat mencari pekerjaan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih besar. Dengan penghasilan yang lebih besar itulah masyarakat dapat lebih mensejahtaerakan hidupnya. Variabel Pengeluaran Riil Per Kapita atau PRPK berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia dan memiliki hubungan yang positif. Koefisien PRPK memiliki nilai sebesar 0.715975, artinya jika terjadi peningkatan rata-rata pengeluaran riil per kapita sebesar 1 persen, maka indeks pembangunan manusia akan naik sebesar 0.715975 persen. Apabila pengeluaran riil masyarakat bertambah, maka dengan demikian pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan akan bertambah sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. Variabel PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap pembangunan manusia dan berhubungan positif. Koefisien PDRB sebesar 0.009577, artinya jika PDRB per Kapita naik sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan pembangunan manusia sebesar 0.009577 persen. Ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa terjadi korelasi atau hubungan yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia. Dari hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa variabel yang paling signifikan adalah variabel PRPK atau Pengeluaran Riil Per Kapita. Hal ini terlihat dari nilai koefisien PRPK sebesar 0.715975, yang merupakan nilai terbesar diantara
61
variabel- variabel lainnya dan nilai probabilitas sebesar 0.0000. Hal tersebut menandakan bahwa variabel PRPK merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Hal ini dikarenakan, untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan tingkat kesehatan yang lebih baik, yang merupakan indikator kesejahteraan masyarakat, masyarakat harus melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Dengan demikian akan tercapai kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan indeks pembangunan manusia.
4.4.
Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kesejahteraan Masyarakat Dalam penelitian ini, pertumbuhan ekonomi direpresentasikan oleh
pertumbuhan
PDRB
perkapita
dan
untuk
kesejahteraan
masyarakat
direpresentasikan oleh indeks pembangunan manusia. Setelah melihat hasil perhitungan dengan menggunakan metode panel data, seperti yang terlihat pada Tabel 4.3, menunjukan bahwa variabel PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap pembangunan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia tidak memiliki hubungan yang signifikan. Untuk melihat lebih jelas hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembanguna n manusia, maka digunakan Uji Kausalitas Bivariat Granger. Pada penelitian ini, Uji Kausalitas dilakukan dengan menggunakan Pairwise Granger Causality yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
62
Tabel 4.4 Pairwise Granger Causality Tests Null Hypothesis: Obs. PDRB does not Granger Cause IPM IPM does not Granger Cause PDRB
F-Statistic
Probability
0.26263 2.34783
0.76964 0.10175
90
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Pada uji kausalitas ini, H0 yang diuji adalah adanya hubungan kausalitas diantara kedua variabel, sementara H1 adalah tidak adanya hubungan kausalitas diantara kedua variabel. Untuk menerima atau menolak H0 , digunakan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis 0.05. Bila nilai probabilitas lebih besar dari nilai kritis maka tolak H0 atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan diantara variabel- variabel yang diuji. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa angka probabilitas PDRB terhadap IPM sebesar 0.76964 dan angka probabilitas IPM terhadap PDRB adalah sebesar 0.10175. Kedua angka probabilitas tersebut lebih besar dari nilai kritis 0.05 sehingga H0 dapat ditolak, hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia. Namun, jika dilihat dari segi korelasinya, antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia memiliki korelasi yang positif seperti yang terlihat pada Gambar 4.3. Korelasi yang positif dapat dilihat pada garis kemiringan (slope) yang menaik keatas, hal ini menunjukkan bahwa variabel PDRB dan variabel IPM bervariasi dengan arah yang sama. Pada Gambar 4.3. memperlihatkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi, yang direpresentasikan dengan
laju
pertumbuhan
PDRB
perkapita
tahun
2001-2005,
dengan
pembangunan manusia, yang direpresentasikan dengan laju pertumbuhan indeks pembangunan manusia tahun 2001-2005.
63
Dari data tersebut, dengan menggunakan software SPSS 13.0, korelasi dapat diuji dengan menggunakan Pearson Correlation seperti yang terlihat pada Tabel 4.5 Pada uji korelasi ini, H0 yang diuji adalah tidak adanya korelasi diantara kedua variabel, sementara H1 adalah adanya korelasi diantara kedua variabel. Untuk menerima atau menolak H0 , digunakan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis 0.05. Bila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis maka tolak H0 atau dengan kata lain terdapat korelasi diantara variabelvariabel yang diuji. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa angka probabilitas antara kedua variabel adalah sebesar 0.047. Angka probabilitas tersebut lebih kecil dari nilai kritis 0.05 sehingga H0 dapat ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia. Tabel 4.5 Pearson Correlation IPM IPM
PDRB
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PDRB 1 30 0.047 0.805 30
0.047 0.805 30 1 30
Sumber: BPS, 2007 (diolah).
Setelah melakukan analisis perhitungan mengenai hubungan kausalitas dan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia dan korelasi antara kedua variabel tersebut adalah positif. Hal tersebut terjadi karena dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintah daerah kurang memp erhatikan pembangunan manusia.
64
Sehingga tingginya pertumbuhan ekonomi tidak menjamin terjadinya hal yang sama pada pembangunan manusia. Meskipun sudah diberlakukannya Otonomi Daerah yang bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut, namun masih ada kesalahan dalam formulasi DAU. Daerah yang tidak memiliki celah fiskal (selisih antara kebutuhan daerah dengan potensi penerimaan dari daerah) ikut menikmati porsi dari DAU tersebut, sehingga daerah yang kaya akan potensi SDA akan semakin kaya dan daerah yang tidak memiliki potensi SDA akan semakin miskin. Selain itu, alokasi dari DAU sebesar 90 persen digunakan untuk membiayai pengeluaran operasional kepegawaian sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan lain- lain termasuk untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Sehingga pembangunan manusia menjadi sedikit terabaikan.
65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Setelah melakukan penghitungan terhadap indeks ketimpangan pendapatan
antar propinsi di Indonesia, didapatkan hasil bahwa ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada kategori tinggi. Indeks ketimpanga n tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya kecuali pada tahun 2003, dimana pada saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menandakan bahwa usaha pemerintah selama ini dalam mengurangi ketimpangan pendapatan kurang berhasil walaupun tidak secara mutlak kondisi ini terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia adalah Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran Riil Per Kapita (PRPK). Namun, faktor yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia Indonesia adalah pengeluaran riil perkapita masyarakat. Hal ini dikarenakan, untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan tingkat kesehatan yang lebih baik, yang merupakan indikator kesejahteraan masyarakat, masyarakat harus melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Dengan demikian akan tercapai kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan indeks pembangunan manusia. Berdasarkan hasil analisis terhadap hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat, dapat ditarik kesimpulan bahwa,
66
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan sangat lemah. Tingginya kekayaan daerah tidak secara signifikan diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula. Jadi terdapat
kegagalan
untuk
merefleksikan
pertumbuhan ekonomi
menjadi
perkembangan pembangunan manusia, khususnya di beberapa daerah yang kaya akan sumber daya alam. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah kaya kurang lebih sama dengan rata-rata nasional, bahkan untuk kasus Papua ternyata tingkat kesejahteraan masyarakatnya jauh tertinggal dari rata-rata nasional. Lemahnya hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia diakibatkan oleh ketidakjelasan fungsi distribusi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan formula yang salah dalam merumuskan redistribusi fiskal atau DAU juga berperan dalam meningkatkan ketimpangan pembangunan. Bagaimana tidak, apabila pemerintah daerah masih harus menanggung biaya operasional kepegawaian sendiri. Hal ini menyebabkan anggaran belanja rutin daerah akan tersita 70 - 80 persen, dengan anggaran kepegawaian sebesar itu, maka
hanya
tersedia
sedikit
untuk
anggaran
yang
dapat
mendukung
perkembangan pembangunan manusia seperti sektor pendidikan dan kesehatan.
5.2
Saran Untuk
mengurangi
ketimpangan
pembangunan antar
propinsi di
Indonesia, pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan pemerataan yang memberikan ksempatan pada daerah-daerah kaya SDA untuk mencapai tingkat
67
kesejahteraan lebih tinggi yang relatif lebih berimbang dengan tingginya tingkat PDRB di daerah yang bersangkutan. Kebijakan tersebut tetap harus memberikan jaminan bahwa setiap daerah akan mampu memberikan suatu standar kesejahteraan minimal yang disepakati bersama sebagai komitmen nasional. Selama ini, 20 persen dana anggaran untuk kesehatan hanya digunakan untuk membangun bangunan seperti rumah sakit saja, tetapi tidak digunakan untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan Indonesia. Oleh karena itu, seyogyanya pemerintah lebih alokatif dalam penyaluran anggaran, akan lebih baik apabila anggaran tersebut lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas layanan kesehatan, terutama yang memihak masyarakat miskin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. 2002. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi di Indonesia 2001 - 2005. BPS, Jakarta. Baltagi, B.H. 1995. Econometrics Analysis of Panel Data. Third Edition. John Wiley and Sons, Chicester. Daryanto, A dan N. Nuryartono. 2007. Penguatan Ketahanan Masyarakat Desa (Community Resilience) dalam Pembangunan Sosial Ekonomi Desa. Paper dipresentasikan pada Seminar Desa Mandiri Menuju 2030. Mei 2007. Bogor. Devas, N. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UI Press, Jakarta. Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York. Hanie. 2006. Analisis Konvergensi Nominal dan Riil diantara Negara-negara ASEAN-5, Jepang dan Korea Selatan [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Haris,
S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah. LIPI Press, Jakarta.
Hendra. 2004. Peranan Sektor Pertanian Dalam mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antardaerah di Propinsi Lampung [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Holis, A. 2006. Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. International Centre of Applied Financial and Economy dan Bank Indonesia. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Perkonomian Daerah [Working Paper]. PPSK-BI, Jakarta.
69
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lypsey, R.G, P.N Courant, D.D Purvis dan P.O Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Mankiw, N.G. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Mattola, A.Z. 1985. Peran Sektor Pertanian Terhadap Peningkatan dan Pemerataan Pendapatan Daerah di Jawa Barat. Program Perencanaan Wilayah dan Kota, Pasca Sarjana ITB. Bandung. Mydrall, G. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Region. Methuen. London. Nicholson, W. 1999. Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Edisi Kelima. Drs. Daniel Wirajaya [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Pasaribu, S.H, D. Hartono dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriyantoro, G. 2005. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tadjoedin, M.Z, dkk. 2001. Aspirasi Terhadap Ketidakmerataan: Disparitas Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia. UNSFIR Working Paper. Jakarta. Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta. Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer. 2006. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 14. Salemba Infotek, Jakarta. Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. Todaro. M.P dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta. United Nation Development Program. 2001. Indonesia National Human Development Report 2001. BPS, Jakarta. United Nation Development Program. 2004. Indonesia National Human Development Report 2004. BPS, Jakarta.
70
Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wijaya, Adi. 2001. Kajian Ketimpangan Pembangunan Ek onomi Antar Wilayah Indonesia. PEP-LIPI, Jakarta. Williamson, J.G. 1965. Regional and Equility and The Process of National Development: A Description Patern. Economic Development and Cultural Change, Vol. 13, No. 4, Hal. 3-45.
71
Lampiran 1. PDRB per Propinsi dengan menyertakan Sektor Migas tahun 2001-2005 (dalam juta) Propinsi 2001 2002 2003 2004 NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
35262979.69 71908359.19 23727373.94 94381592.38 10205592.3 42337430.46 5070101.65 24079607.66 6461874.79 238656137.3 203369000 118816400.3 14055070.59 210448570.2 47495383.36 17879875.31 13085322.55 8221573.17 19838486.33 11304871.77 17949190.96 86348106 10928975.92 9089907.87 32323534.71 6063985.85 1554971.75 2768291.36 1911042.79 24118805.33
42338751.33 75189140.89 24840187.76 96872503.01 10803423.29 43643276.17 5310017.09 25433275.29 6904686.93 250331156.6 211391702.7 123038541.1 14687284.33 218452389.1 49449321.34 18423860.69 13544495.89 8622490.95 20741896.8 11904502.01 18606511.92 87850398 11291462.78 9600363.96 33645402.74 6468061.84 1655327.91 2847739.01 1957715.68 25355899.56
Indonesia 46988747.18 49040059.56
44677163.2 78805608.56 26146781.63 99853745.5 11343279.54 45247400.63 5595028.74 26898051.9 7719713.28 263624241.9 221628173.7 129166462.5 15360408.85 228884458.5 51957457.73 19080895.84 14073340.01 9016717.28 21376951.43 12488475.1 19483168.54 89483542 11652793.37 10196749.88 35410566.05 6957662.46 1769187.99 2970465.69 2032571.71 25632583.48
40374282.3 83328948.58 27578136.58 103725782.4 11953885.47 47344395 5896255.33 28262288.53 7966849.48 278524822.2 233057690.9 135789872.3 16146423.44 242228892.2 54880406.5 19963243.81 14953219.73 9446769.83 22401190.28 13182799.17 20487442.09 91050494.61 12149501.26 10925465.1 37291394.11 7480180.34 1891763.26 3101995.93 2128108.25 21247338.44
2005 34942300.38 87897791.21 29159480.54 109665087 12619972.18 49634518 6239364.35 29325618.28 8225704.3 295270318.9 245798061.8 143051213.9 16939682.45 256374726.8 58106948.22 21072444.79 15225043.18 9739372.29 23450354.71 13959955.73 21555200.75 93589180.92 12744549.77 11728617.22 39544283.27 8026856.22 2025321.31 3259244.35 2236798.65 27539679.71
51284454.9 53491994.58 56298256.37
72
Lampiran 2. PDRB per Propinsi dengan tidak menyertakan Sektor Migas tahun 2001-2005 (dalam juta) Propinsi 2001 2002 2003 2004 NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Indonesia
19539800.55 71036930.25 23727373.94 46025833.9 8724131.205 28804122.46 5070101.648 23749066.66 6461874.792 237381406.1 193271945.1 112343861.7 14055070.59 209838116.3 47495383.36 17879875.31 13085322.55 8221573.172 19838486.33 11304871.77 17444474.45 32420024 10919016.2 9089907.867 32252074.67 6063985.853 1554971.753 2754707.62 1911042.786 23043358.18
21095274.34 74326325.49 24840187.76 49539638.16 9264356.298 30083324.17 5310017.091 24676013.29 6904686.932 249097904.8 201421740 115762928.1 14687284.33 217878040.3 49449321.34 18423860.69 13544495.89 8622490.949 20741896.8 11904502.01 18085603.67 34764412 11273401.91 9600363.959 33569970.96 6468061.842 1655327.914 2833834.735 1957715.678 24300199.65
21875760.39 77995379.46 26146781.63 53155905.15 9778184.816 31810724.63 5595028.739 26065200.9 7253850.28 262564636 211747822.4 121271927.9 15360408.85 228301906 51957457.73 19080895.84 14073340.01 9016717.279 21376951.43 12488475.1 18976955.82 36586682 11631388.92 10196749.88 35333532.92 6957662.455 1769187.993 2956167.351 2032571.708 24468120.1
22260704.21 82675238.79 27578136.58 57550892.72 10411851.29 33969083 5896255.329 27567276.53 7566617.483 277537330.5 223349891.7 127212002.6 16146423.44 241628131.3 54880406.5 19963243.81 14953219.73 9446769.833 22401190.28 13182799.17 19974565.85 39307500.7 12127462.64 10925465.1 37211934.43 7480180.344 1891763.264 3087487.405 2128108.255 19948610.54
2005 22528849.03 87240282.6 29159480.54 62092389.57 11062278.12 36318656 6239364.35 28765508.28 7907428.3 294354341.9 236925108.2 133578035.6 16939682.45 255744992.9 58106948.22 21072444.79 15225043.18 9739372.285 23450354.71 13959955.73 21010075.84 41877513.81 12725589.77 11728318.09 39460245.8 8026856.217 2025321.311 3244432.59 2236798.653 26150247.49
41843623.7 43736106.04 45927545.79 48342018.11 51296530.54
73
Lampiran 3. Jumlah Penduduk per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi 2001 2002 2003 2004
2005
NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
4142100 11587713 4243510 4884308 2436741 6932637 1425271 6720262 963043 8396500 36070065 31063818 3128735 34703595 8258055 3156392 3862854 3991037 3788862 1838539 2999262 2489988 1998463 2097977 7855472 1815548 850798 1203877 784974 2155233
4166000 11891742 4289647 5307863 2479469 7170327 1640597 6862338 913868 8379069 36914933 31691866 3156229 35148579 8529749 3216881 4127519 3924871 4167293 1947263 3054129 2566125 2043742 2268046 8244890 1915326 855057 1261083 794024 2387427
4213281 11856907 4456816 5557880 2568598 6486015 1517181 6928822 976031 8603776 37980422 32052840 3207385 36499078 8956229 3351353 4005238 4073249 3947691 1826659 3174551 2704851 2127820 2210100 8213864 1875585 881057 1217472 853161 2349644
4075599 12068731 4528242 5679643 2619553 6596057 1541551 7028388 1012655 8725630 38472185 32397431 3220808 36396534 9083144 3393620 4076040 4139206 4010338 1867231 3219398 2761575 2154235 2245242 8342083 1911103 896004 1238812 869235 2502262
4031589 12450911 4566126 5854067 2635968 6782339 1549273 7116177 1043456 8860381 38965440 31997968 3343651 36294280 9028816 3383572 4184411 4260294 4052345 1914900 3281943 2848798 2128780 2294841 8479133 1963025 922176 1251539 884142 2818400
Indonesia
205845629
211315952
214673556
217072535
219188741
74
Lampiran 4. Indeks Pembangunan Manusia per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi 2001 2002 2003 2004 2005 NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
65.3 66.6 65.8 67.3 65.4 63.9 64.8 63.0 63.9 72.5 64.6 64.6 68.7 61.8 64.6 65.7 54.2 60.4 60.6 66.7 62.2 67.8 67.1 62.8 63.6 62.9 67.1 67.2 67.2 58.8
66.0 68.8 67.5 69.1 67.1 66.0 66.2 65.8 65.4 75.6 65.8 66.3 70.8 64.1 66.6 67.5 57.8 60.3 62.9 69.1 64.3 70.0 71.3 64.4 65.3 64.1 64.1 66.5 65.8 60.1
67.4 70.1 69.0 70.3 68.6 67.8 68.1 67.1 67.5 75.7 67.5 67.6 71.9 65.5 67.3 68.3 59.2 61.5 64.2 70.4 65.5 71.1 72.4 65.9 65.3 65.4 64.8 67.8 66.1 61.2
68.7 71.4 70.5 71.5 70.1 69.6 69.9 68.4 69.6 75.8 69.1 68.9 72.9 66.8 67.9 69.1 60.6 62.7 65.4 71.7 66.7 72.2 73.4 67.3 65.3 66.7 65.4 69.0 66.4 62.3
69.0 72.0 71.2 72.9 71.0 70.2 71.1 68.8 70.7 76.1 69.9 69.8 73.5 68.4 68.8 69.8 62.4 63.6 66.2 73.2 67.4 72.9 74.2 68.5 66.9 67.5 67.5 69.2 67.0 63.5
Indonesia
64.57
66.15
67.33
68.51
69.44
75
Lampiran 5. Angka Harapan Hidup per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi 2001 2002 2003 2004
2005
NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
67.9 67.1 65.6 67.9 66.7 65.7 65.6 66.1 65.6 71.9 64.7 68.5 71.3 65.5 62.4 69.7 68.5 63.8 64.3 68.0 62.4 67.6 68.1 63.0 68.3 65.1 64.2 67.5 63.0 64.7
67.7 67.3 66.1 68.1 66.9 65.7 65.4 66.1 65.6 72.3 64.5 68.9 72.4 66.0 62.4 70.0 59.3 63.8 64.4 69.4 61.3 69.4 61.3 63.3 68.6 65.1 64.2 65.5 63.0 65.2
67.8 67.7 66.8 68.9 67.2 66.7 66.4 66.8 66.4 72.3 65.6 69.3 72.5 66.6 62.8 70.1 59.3 64.1 64.6 69.6 61.4 69.5 66.1 63.9 68.6 65.5 64.3 65.8 63.1 65.5
67.9 68.2 67.6 69.8 67.6 67.7 67.4 67.6 67.2 72.4 66.7 69.7 72.6 67.2 63.3 70.2 59.4 64.4 64.8 69.8 61.6 69.7 71.0 64.6 68.7 66 64.5 66.2 63.3 65.8
68.0 68.7 68.2 70.7 68.1 68.3 68.8 68.0 68.1 72.5 67.2 70.6 72.9 68.5 64.0 70.4 60.5 64.9 65.2 70.7 62.1 70.3 71.7 65.4 68.7 66.8 65.0 66.2 64.2 67.3
Indonesia
66.36
65.97
66.51
67.10
67.73
76
Lampiran 6. Angka Melek Huruf per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi 2001 2002 2003 2004
2005
NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
96.0 97.0 96.0 97.8 96.0 95.9 94.7 93.5 95.4 98.3 94.6 87.4 86.7 85.8 95.6 86.2 78.8 85.6 89.0 97.5 95.3 95.3 99.3 94.9 84.6 91.3 95.0 98.0 95.2 74.9
Indonesia
95.8 96.2 94.0 94.2 93.9 92.9 91.6 91.3 89.8 97.2 92.9 83.3 82.4 80.9 91.3 81.0 76.0 82.3 83.6 95.1 92.0 93.4 98.1 92.8 81.6 88.6 93.1 96.9 93.3 69.1 89.49
95.8 96.1 95.1 96.5 94.7 94.1 93.0 93.0 91.7 98.2 93.1 85.7 85.9 83.2 93.8 84.2 77.8 84.1 86.9 96.4 93.3 95.2 98.8 93.3 83.5 88.2 95.2 96.3 95.8 74.4 91.11
96.2 96.8 95.6 96.1 95.1 95.1 93.5 91.6 91.4 98.4 93.8 85.7 85.7 83.3 93.7 84.4 75.1 84.9 87.5 96.1 93.5 94.8 98.9 93.6 83.4 90.4 94.7 97.0 95.5 74.4 91.21
95.7 96.6 95.7 96.4 95.8 95.7 94.2 93.1 93.5 98.3 94.0 86.7 85.8 84.5 94.0 85.5 78.3 85.2 88.2 96.2 94.8 95.0 99.1 94.4 84.5 90.7 94.7 97.8 95.2 74.2 91.79
92.39
77
Lampiran 7. Rata-Rata Lama Sekolah per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi 2001 2002 2003 2004
2005
NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
7.6 8.1 7.4 7.5 7.0 6.8 6.9 6.5 6.2 9.6 6.8 6.1 7.7 6.0 7.2 7.2 5.7 5.7 5.8 7.3 6.3 7.9 8.2 7.0 6.5 7.0 6.1 8.4 7.3 5.6
7.8 8.4 8.0 8.3 7.4 7.1 7.6 6.9 6.6 10.4 7.2 6.5 8.1 6.5 7.9 7.6 5.8 6.0 6.3 7.6 7.0 8.5 8.6 7.3 6.8 7.3 6.5 8.0 8.4 6.0
8.3 8.3 7.9 8.1 7.3 7.0 7.4 6.6 6.4 10.1 7.1 6.4 8.1 6.4 7.5 7.2 5.5 6.0 6.4 7.6 7.0 8.3 8.3 7.4 6.8 7.4 6.5 8.0 7.7 6.0
8.4 8.4 8.0 8.2 7.4 7.4 7.8 7.0 6.5 10.1 7.2 6.5 8.2 6.6 7.7 7.3 6.4 6.2 6.4 7.8 7.2 8.5 8.6 7.5 6.9 7.5 6.8 8.4 8.5 6.1
8.4 8.5 8.0 8.4 7.5 7.5 8.0 7.2 6.6 10.6 7.4 6.6 8.4 6.8 8.0 7.4 6.6 6.3 6.6 7.9 7.3 8.7 8.8 7.6 7.0 7.6 6.8 8.5 8.5 6.2
Indonesia
6.98
7.41
7.30
7.52
7.66
78
Lampiran 8. Pengeluaran Riil Per Kapita per Propinsi tahun 2001-2005 Propinsi 2001 2002 2003 2004 2005 NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua
562.8 568.7 577.3 579.6 574.3 564.5 576.6 567.0 588.2 593.4 584.2 583.8 597.8 579.0 608.7 588.9 565.9 576.9 571.2 565.4 576.7 578.1 578.3 569.0 571.0 571.8 573.3 576.9 583.4 579.9
557.5 589.2 589.0 588.3 585.6 582.9 586.6 583.3 588.2 616.9 592.0 594.2 611.3 593.8 608.7 596.3 583.1 563.1 580.4 585.8 596.2 591.6 620.2 580.2 586.7 577.9 573.3 576.3 583.4 578.2
571.6 602.6 602.3 602.4 600.3 595.6 601.0 594.0 607.7 617.5 604.0 606.4 624.0 605.2 613.3 605.5 597.0 574.1 593.5 600.6 608.0 605.9 616.0 592.3 600.9 587.0 579.6 586.2 586.1 581
585.8 616.0 615.7 616.6 615.1 608.4 615.5 604.8 627.2 618.1 616.1 618.7 636.7 616.6 618.0 614.8 611.0 585.1 606.7 615.5 619.8 620.2 611.9 604.4 615.2 596.1 585.9 596.1 588.9 583.8
588.9 618.0 618.2 623.2 620.8 610.3 617.1 605.1 628.0 619.5 619.7 621.4 638.0 622.2 619.2 618.2 623.2 589.8 609.6 623.6 622.7 621.4 616.1 610.3 616.8 598.9 607.8 597.3 590.3 585.2
Indonesia
577.7533
588.0067
598.72
609.49
613.36
Lampiran 9. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 PROPINSI
PDRB
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng
35262979.69 71908359.19 23727373.94 94381592.38 10205592.30 42337430.46 5070101.65 24079607.66 6461874.79 238656137.26 203368999.99 118816400.29 14055070.59 210448570.19 47495383.36 17879875.31 13085322.55 8221573.17 19838486.33 11304871.77 17949190.96 86348106.00 10928975.92 9089907.87
PENDUDUK 4142100 11587713 4243510 4884308 2436741 6932637 1425271 6720262 963043 8396500 36070065 31063818 3128735 34703595 8258055 3156392 3862854 3991037 3788862 1838539 2999262 2489988 1998463 2097977
Yi 8.5133 6.2056 5.5914 19.3234 4.1882 6.1070 3.5573 3.5831 6.7099 28.4233 5.6382 3.8249 4.4923 6.0642 5.7514 5.6647 3.3875 2.0600 5.2360 6.1488 5.9845 34.6781 5.4687 4.3327
(Y −Y) i
1.3086 (0.9992) (1.6133) 12.1187 (3.0165) (1.0978) (3.6474) (3.6216) (0.4949) 21.2186 (1.5666) (3.3798) (2.7125) (1.1406) (1.4533) (1.5401) (3.8172) (5.1447) (1.9687) (1.0559) (1.2202) 27.4734 (1.7360) (2.8720)
(Y −Y)
2
i
1.7124 0.9983 2.6027 146.8631 9.0993 1.2051 13.3038 13.1159 0.2449 450.2274 2.4541 11.4231 7.3575 1.3009 2.1122 2.3718 14.5714 26.4681 3.8759 1.1149 1.4889 754.7875 3.0138 8.2485
fi n
0.0201 0.0563 0.0206 0.0237 0.0118 0.0337 0.0069 0.0326 0.0047 0.0408 0.1752 0.1509 0.0152 0.1686 0.0401 0.0153 0.0188 0.0194 0.0184 0.0089 0.0146 0.0121 0.0097 0.0102
(Y
i
−Y
).f 2
i
n
0.0345 0.0562 0.0537 3.4848 0.1077 0.0406 0.0921 0.4282 0.0011 18.3649 0.4300 1.7238 0.1118 0.2193 0.0847 0.0364 0.2734 0.5132 0.0713 0.0100 0.0217 9.1302 0.0293 0.0841
Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
32323534.71 6063985.85 1554971.75 2768291.36 1911042.79 24118805.33 1409662415.41
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 6.0343 7.2047 CVw = 0.8375
)
−Υ ⋅
ni n
7855472 1815548 850798 1203877 784974 2155233 205845629
4.1148 3.3400 1.8277 2.2995 2.4345 11.1908 216.1417 7.2047
(3.0899) (3.8647) (5.3771) (4.9052) (4.7702) 3.9861
9.5478 14.9359 28.9128 24.0614 22.7548 15.8889
0.0382 0.0088 0.0041 0.0058 0.0038 0.0105
0.3644 0.1317 0.1195 0.1407 0.0868 0.1664 36.4124 6.0343
Lampiran 10. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 PROPINSI Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
PDRB 42338751.33 75189140.89 24840187.76 96872503.01 10803423.29 43643276.17 5310017.09 25433275.29 6904686.93 250331156.6 211391702.7 123038541.1 14687284.33 218452389.1 49449321.34 18423860.69 13544495.89 8622490.95 20741896.8 11904502.01 18606511.92 87850398 11291462.78
PENDUDUK 4166000 11891742 4289647 5307863 2479469 7170327 1640597 6862338 913868 8379069 36914933 31691866 3156229 35148579 8529749 3216881 4127519 3924871 4167293 1947263 3054129 2566125 2043742
Yi 10.1629 6.3228 5.7907 18.2508 4.3572 6.0867 3.2366 3.7062 7.5555 29.8758 5.7265 3.8823 4.6534 6.2151 5.7973 5.7272 3.2815 2.1969 4.9773 6.1135 6.0922 34.2347 5.5249
(Y −Y) i
2.8716 (0.9685) (1.5006) 10.9595 (2.9341) (1.2046) (4.0547) (3.5851) 0.2642 22.5845 (1.5648) (3.4090) (2.6379) (1.0762) (1.4940) (1.5640) (4.0098) (5.0944) (2.3140) (1.1778) (1.1990) 26.9434 (1.7664)
(Y −Y)
2
i
8.2463 0.9380 2.2517 120.1098 8.6092 1.4512 16.4402 12.8528 0.0698 510.0587 2.4487 11.6210 6.9583 1.1582 2.2321 2.4463 16.0784 25.9530 5.3545 1.3873 1.4377 725.9446 3.1202
fi n
0.0197 0.0563 0.0203 0.0251 0.0117 0.0339 0.0078 0.0325 0.0043 0.0397 0.1747 0.1500 0.0149 0.1663 0.0404 0.0152 0.0195 0.0186 0.0197 0.0092 0.0145 0.0121 0.0097
(Y
i
−Y
).f 2
i
n
0.1626 0.0528 0.0457 3.0169 0.1010 0.0492 0.1276 0.4174 0.0003 20.2248 0.4278 1.7428 0.1039 0.1926 0.0901 0.0372 0.3140 0.4820 0.1056 0.0128 0.0208 8.8155 0.0302
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
9600363.96 33645382.74 6468061.84 1655327.91 2847739.01 1957715.68 25355899.56 1471201767
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 6.1396 7.2913 CVw = 0.8421
)
−Υ ⋅
ni n
2268046 8244890 1915326 855057 1261083 794024 2387427 211315952
4.2329 4.0808 3.3770 1.9359 2.2582 2.4656 10.6206 218.7388 7.2913
(3.0584) (3.2105) (3.9143) (5.3554) (5.0331) (4.8257) 3.3293
9.3539 10.3075 15.3217 28.6799 25.3323 23.2877 11.0843
0.0107 0.0390 0.0091 0.0040 0.0060 0.0038 0.0113
0.1004 0.4022 0.1389 0.1160 0.1512 0.0875 0.1252 37.6952 6.1396
Lampiran 11. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 PROPINSI Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
PDRB 44677163.2 78805608.56 26146781.63 99853745.5 11343279.54 45247400.63 5595028.74 26898051.9 7719713.28 263624241.9 221628173.7 129166462.5 15360408.85 228884458.5 51957457.73 19080895.84 14073340.01 9016717.28 21376951.43 12488475.1 19483168.54 89483542 11652793.37
PENDUDUK 4213281 11856907 4456816 5557880 2568598 6486015 1517181 6928822 976031 8603776 37980422 32052840 3207385 36499078 8956229 3351353 4005238 4073249 3947691 1826659 3174551 2704851 2127820
Yi 10.6039 6.6464 5.8667 17.9662 4.4161 6.9761 3.6878 3.8821 7.9093 30.6405 5.8353 4.0298 4.7891 6.2710 5.8013 5.6935 3.5137 2.2136 5.4151 6.8368 6.1373 33.0826 5.4764
(Y −Y) i
3.1351 (0.8224) (1.6021) 10.4973 (3.0527) (0.4927) (3.7810) (3.5868) 0.4405 23.1717 (1.6335) (3.4390) (2.6797) (1.1978) (1.6675) (1.7753) (3.9551) (5.2552) (2.0538) (0.6320) (1.3315) 25.6138 (1.9924)
(Y −Y)
2
i
9.8287 0.6764 2.5668 110.1943 9.3188 0.2427 14.2962 12.8648 0.1940 536.9285 2.6683 11.8268 7.1810 1.4348 2.7807 3.1518 15.6426 27.6168 4.2179 0.3995 1.7729 656.0669 3.9697
(Y
fi n
0.0196 0.0552 0.0208 0.0259 0.0120 0.0302 0.0071 0.0323 0.0045 0.0401 0.1769 0.1493 0.0149 0.1700 0.0417 0.0156 0.0187 0.0190 0.0184 0.0085 0.0148 0.0126 0.0099
i
−Y
).f 2
i
n
0.1929 0.0374 0.0533 2.8529 0.1115 0.0073 0.1010 0.4152 0.0009 21.5192 0.4721 1.7659 0.1073 0.2440 0.1160 0.0492 0.2918 0.5240 0.0776 0.0034 0.0262 8.2663 0.0393
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluk u Malut Papua Jumlah Rata-rata
10196749.88 35410566.05 6957662.46 1769187.99 2970465.69 2032571.71 25632583.48 1538533647
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 6.1937 7.4688 CVw = 0.8293
)
−Υ ⋅
ni n
2210100 8213864 1875585 881057 1217472 853161 2349644 214673556
4.6137 4.3111 3.7096 2.0080 2.4399 2.3824 10.9091 224.0643 7.4688
(2.8551) (3.1577) (3.7592) (5.4608) (5.0289) (5.0864) 3.4403
8.1516 9.9713 14.1317 29.8201 25.2903 25.8716 11.8358
0.0103 0.0383 0.0087 0.0041 0.0057 0.0040 0.0109
0.0839 0.3815 0.1235 0.1224 0.1434 0.1028 0.1295 38.3619 6.193698
Lampiran 12. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 PROPINSI Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
PDRB 40374282.3 83328948.58 27578136.58 103725782.4 11953885.47 47344395 5896255.33 28262288.53 7966849.48 278524822.2 233057690.9 135789872.3 16146423.44 242228892.2 54880406.5 19963243.81 14953219.73 9446769.83 22401190.28 13182799.17 20487442.09 91050494.61 12149501.26
PENDUDUK 4075599 12068731 4528242 5679643 2619553 6596057 1541551 7028388 1012655 8725630 38472185 32397431 3220808 36396534 9083144 3393620 4076040 4139206 4010338 1867231 3219398 2761575 2154235
Yi 9.9063 6.9045 6.0903 18.2627 4.5633 7.1777 3.8249 4.0212 7.8673 31.9203 6.0578 4.1914 5.0132 6.6553 6.0420 5.8826 3.6686 2.2823 5.5859 7.0601 6.3637 32.9705 5.6398
(Y −Y) i
2.3478 (0.6540) (1.4683) 10.7042 (2.9952) (0.3809) (3.7337) (3.5374) 0.3087 24.3618 (1.5007) (3.3672) (2.5454) (0.9033) (1.5166) (1.6760) (3.8900) (5.2763) (1.9727) (0.4985) (1.1948) 25.4119 (1.9187)
(Y −Y)
2
i
5.5121 0.4278 2.1559 114.5792 8.9714 0.1451 13.9403 12.5132 0.0953 593.4949 2.2522 11.3379 6.4791 0.8159 2.2999 2.8089 15.1321 27.8393 3.8915 0.2485 1.4276 645.7664 3.6816
(Y
fi n
0.0188 0.0556 0.0209 0.0262 0.0121 0.0304 0.0071 0.0324 0.0047 0.0402 0.1772 0.1492 0.0148 0.1677 0.0418 0.0156 0.0188 0.0191 0.0185 0.0086 0.0148 0.0127 0.0099
i
−Y
).f 2
i
n
0.1035 0.0238 0.0450 2.9979 0.1083 0.0044 0.0990 0.4052 0.0004 23.8566 0.3992 1.6922 0.0961 0.1368 0.0962 0.0439 0.2841 0.5308 0.0719 0.0021 0.0212 8.2154 0.0365
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
10925465.1 37291394.11 7480180.34 1891763.26 3101995.93 2128108.25 21247338.44 1604759837
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 6.3413 7.5586 CVw = 0.8390
)
−Υ ⋅
ni n
2245242 8342083 1911103 896004 1238812 869235 2502262 217072535
4.8661 4.4703 3.9141 2.1113 2.5040 2.4483 8.4913 226.7568 7.5586
(2.6925) (3.0883) (3.6445) (5.4472) (5.0546) (5.1103) 0.9327
7.2496 9.5375 13.2824 29.6723 25.5485 26.1152 0.8699
0.0103 0.0384 0.0088 0.0041 0.0057 0.0040 0.0115
0.0750 0.3665 0.1169 0.1225 0.1458 0.1046 0.0100 40.2119 6.3413
Lampiran 13. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 PROPINSI Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
PDRB 34942300.38 87897791.21 29159480.54 109665087 12619972.18 49634518 6239364.35 29325618.28 8225704.3 295270318.9 245798061.8 143051213.9 16939682.45 256374726.8 58106948.22 21072444.79 15225043.18 9739372.29 23450354.71 13959955.73 21555200.75 93589180.92 12744549.77
PENDUDUK 4031589 12450911 4566126 5854067 2635968 6782339 1549273 7116177 1043456 8860381 38965440 31997968 3343651 36294280 9028816 3383572 4184411 4260294 4052345 1914900 3281943 2848798 2128780
Yi 8.6671 7.0595 6.3860 18.7331 4.7876 7.3182 4.0273 4.1210 7.8831 33.3248 6.3081 4.4706 5.0662 7.0638 6.4357 6.2279 3.6385 2.2861 5.7869 7.2902 6.5678 32.8522 5.9868
(Y −Y) i
0.8920 (0.7156) (1.3891) 10.9580 (2.9875) (0.4569) (3.7478) (3.6542) 0.1080 25.5497 (1.4670) (3.3045) (2.7089) (0.7114) (1.3394) (1.5473) (4.1366) (5.4891) (1.9883) (0.4850) (1.2073) 25.0770 (1.7883)
(Y −Y)
2
i
0.7957 0.5121 1.9296 120.0780 8.9253 0.2088 14.0464 13.3528 0.0117 652.7849 2.1522 10.9197 7.3382 0.5060 1.7940 2.3940 17.1116 30.1297 3.9532 0.2352 1.4576 628.8575 3.1982
(Y
fi n
0.0184 0.0568 0.0208 0.0267 0.0120 0.0309 0.0071 0.0325 0.0048 0.0404 0.1778 0.1460 0.0153 0.1656 0.0412 0.0154 0.0191 0.0194 0.0185 0.0087 0.0150 0.0130 0.0097
i
−Y
).f 2
i
n
0.0146 0.0291 0.0402 3.2070 0.1073 0.0065 0.0993 0.4335 0.0001 26.3879 0.3826 1.5941 0.1119 0.0838 0.0739 0.0370 0.3267 0.5856 0.0731 0.0021 0.0218 8.1733 0.0311
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
11728617.22 39544783.27 8026856.22 2025321.31 3259244.35 2236798.65 27539679.71 1688948191
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 6.5451 7.7751 CVw = 0.8418
)
−Υ ⋅
ni n
2294841 8479133 1963025 922176 1251539 884142 2818400 219188741
5.1109 4.6638 4.0890 2.1962 2.6042 2.5299 9.7714 233.2540 7.7751
(2.6643) (3.1114) (3.6861) (5.5789) (5.1709) (5.2452) 1.9963
7.0983 9.6805 13.5874 31.1240 26.7387 27.5124 3.9850
0.0105 0.0387 0.0090 0.0042 0.0057 0.0040 0.0129
0.0743 0.3745 0.1217 0.1309 0.1527 0.1110 0.0512 42.8386 6.5451
Lampiran 14. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 PDRB Yi Yi −Y PROPINSI Tanpa Migas PENDUDUK
(
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
19539800.55 71036930.25 23727373.94 46025833.9 8724131.205 28804122.46 5070101.648 23749066.66 6461874.792 237381406.1 193271945.1 112343861.7 14055070.59 209838116.3 47495383.36 17879875.31 13085322.55 8221573.172 19838486.33 11304871.77 17444474.45 32420024 10919016.2
4142100 11587713 4243510 4884308 2436741 6932637 1425271 6720262 963043 8396500 36070065 31063818 3128735 34703595 8258055 3156392 3862854 3991037 3788862 1838539 2999262 2489988 1998463
4.7174 6.1304 5.5914 9.4232 3.5802 4.1549 3.5573 3.5339 6.7099 28.2715 5.3582 3.6166 4.4923 6.0466 5.7514 5.6647 3.3875 2.0600 5.2360 6.1488 5.8163 13.0202 5.4637
)
(1.1744) 0.2386 (0.3003) 3.5314 (2.3115) (1.7369) (2.3345) (2.3578) 0.8181 22.3797 (0.5335) (2.2752) (1.3995) 0.1548 (0.1404) (0.2271) (2.5043) (3.8318) (0.6558) 0.2571 (0.0755) 7.1284 (0.4281)
(Y −Y)
2
i
1.3792 0.0569 0.0902 12.4711 5.3431 3.0168 5.4498 5.5593 0.6693 500.8515 0.2846 5.1766 1.9586 0.0240 0.0197 0.0516 6.2714 14.6823 0.4300 0.0661 0.0057 50.8140 0.1832
(Y
fi n
0.0201 0.0563 0.0206 0.0237 0.0118 0.0337 0.0069 0.0326 0.0047 0.0408 0.1752 0.1509 0.0152 0.1686 0.0401 0.0153 0.0188 0.0194 0.0184 0.0089 0.0146 0.0121 0.0097
i
−Y
).f 2
i
n
0.0278 0.0032 0.0019 0.2959 0.0633 0.1016 0.0377 0.1815 0.0031 20.4299 0.0499 0.7812 0.0298 0.0040 0.0008 0.0008 0.1177 0.2847 0.0079 0.0006 0.0001 0.6147 0.0018
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
9089907.867 32252074.67 6063985.853 1554971.753 2754707.62 1911042.786 23043358.18 1255308711
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 4.8657 5.8918 CVw = 0.8258
)
−Υ ⋅
ni n
2097977 7855472 1815548 850798 1203877 784974 2155233 205845629
4.3327 4.1057 3.3400 1.8277 2.2882 2.4345 10.6918 176.7528 5.8918
(1.5591) (1.7861) (2.5517) (4.0641) (3.6036) (3.4572) 4.8001
2.4307 3.1901 6.5113 16.5169 12.9857 11.9524 23.0406
0.0102 0.0382 0.0088 0.0041 0.0058 0.0038 0.0105
0.0248 0.1217 0.0574 0.0683 0.0759 0.0456 0.2412 23.6746 4.8657
Lampiran 15. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 PDRB Yi Yi −Y PROPINSI Tanpa Migas PENDUDUK
(
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
21095274.34 74326325.49 24840187.76 49539638.16 9264356.298 30083324.17 5310017.091 24676013.29 6904686.932 249097904.8 201421740 115762928.1 14687284.33 217878040.3 49449321.34 18423860.69 13544495.89 8622490.949 20741896.8 11904502.01 18085603.67 34764412 11273401.91
4166000 11891742 4289647 5307863 2479469 7170327 1640597 6862338 913868 8379069 36914933 31691866 3156229 35148579 8529749 3216881 4127519 3924871 4167293 1947263 3054129 2566125 2043742
5.0637 6.2502 5.7907 9.3333 3.7364 4.1955 3.2366 3.5959 7.5555 29.7286 5.4564 3.6528 4.6534 6.1988 5.7973 5.7272 3.2815 2.1969 4.9773 6.1135 5.9217 13.5474 5.5161
)
(0.9375) 0.2491 (0.2104) 3.3321 (2.2647) (1.8056) (2.7645) (2.4053) 1.5543 23.7274 (0.5448) (2.3484) (1.3477) 0.1976 (0.2039) (0.2739) (2.7197) (3.8043) (1.0239) 0.1123 (0.0795) 7.5463 (0.4851)
(Y −Y)
2
i
0.8789 0.0620 0.0443 11.1028 5.1291 3.2603 7.6426 5.7855 2.4158 562.9904 0.2968 5.5150 1.8164 0.0390 0.0416 0.0750 7.3966 14.4726 1.0483 0.0126 0.0063 56.9461 0.2353
(Y
fi n
0.0197 0.0563 0.0203 0.0251 0.0117 0.0339 0.0078 0.0325 0.0043 0.0397 0.1747 0.1500 0.0149 0.1663 0.0404 0.0152 0.0195 0.0186 0.0197 0.0092 0.0145 0.0121 0.0097
i
−Y
).f 2
i
n
0.0173 0.0035 0.0009 0.2789 0.0602 0.1106 0.0593 0.1879 0.0104 22.3236 0.0518 0.8271 0.0271 0.0065 0.0017 0.0011 0.1445 0.2688 0.0207 0.0001 0.0001 0.6915 0.0023
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
9600363.959 33569970.96 6468061.842 1655327.914 2833834.735 1957715.678 24300199.65 1312083181
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 5.0727 6.0012 CVw = 0.8453
)
−Υ ⋅
ni n
2268046 8244890 1915326 855057 1261083 794024 2387427 211315952
4.2329 4.0716 3.3770 1.9359 2.2471 2.4656 10.1784 180.0351 6.0012
(1.7683) (1.9296) (2.6242) (4.0652) (3.7540) (3.5356) 4.1772
3.1269 3.7232 6.8863 16.5262 14.0927 12.5005 17.4493
0.0107 0.0390 0.0091 0.0040 0.0060 0.0038 0.0113
0.0336 0.1453 0.0624 0.0669 0.0841 0.0470 0.1971 25.7324 5.0727
Lampiran 16. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 PDRB Yi Yi −Y PROPINSI Tanpa Migas PENDUDUK
(
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
21875760.39 77995379.46 26146781.63 53155905.15 9778184.816 31810724.63 5595028.739 26065200.9 7253850.28 262564636 211747822.4 121271927.9 15360408.85 228301906 51957457.73 19080895.84 14073340.01 9016717.279 21376951.43 12488475.1 18976955.82 36586682 11631388.92
4213281 11856907 4456816 5557880 2568598 6486015 1517181 6928822 976031 8603776 37980422 32052840 3207385 36499078 8956229 3351353 4005238 4073249 3947691 1826659 3174551 2704851 2127820
5.1921 6.5781 5.8667 9.5641 3.8068 4.9045 3.6878 3.7619 7.4320 30.5174 5.5752 3.7835 4.7891 6.2550 5.8013 5.6935 3.5137 2.2136 5.4151 6.8368 5.9778 13.5263 5.4663
)
(1.0084) 0.3775 (0.3338) 3.3635 (2.3937) (1.2960) (2.5127) (2.4387) 1.2315 24.3169 (0.6253) (2.4170) (1.4114) 0.0545 (0.3993) (0.5070) (2.6868) (3.9869) (0.7855) 0.6363 (0.2227) 7.3258 (0.7342)
(Y −Y)
2
i
1.0169 0.1425 0.1114 11.3134 5.7298 1.6796 6.3139 5.9471 1.5165 591.3094 0.3910 5.8420 1.9922 0.0030 0.1594 0.2571 7.2188 15.8952 0.6170 0.4048 0.0496 53.6674 0.5390
(Y
fi n
0.0196 0.0552 0.0208 0.0259 0.0120 0.0302 0.0071 0.0323 0.0045 0.0401 0.1769 0.1493 0.0149 0.1700 0.0417 0.0156 0.0187 0.0190 0.0184 0.0085 0.0148 0.0126 0.0099
i
−Y
).f 2
i
n
0.0200 0.0079 0.0023 0.2929 0.0686 0.0507 0.0446 0.1919 0.0069 23.6987 0.0692 0.8723 0.0298 0.0005 0.0067 0.0040 0.1347 0.3016 0.0113 0.0034 0.0007 0.6762 0.0053
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
10196749.88 35333532.92 6957662.455 1769187.993 2956167.351 2032571.708 24468120.1 1377826374
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 5.2080 6.2005 CVw = 0.8399
)
−Υ ⋅
ni n
2210100 8213864 1875585 881057 1217472 853161 2349644 214673556
4.6137 4.3017 3.7096 2.0080 2.4281 2.3824 10.4135 186.0155 6.2005
(1.5868) (1.8988) (2.4909) (4.1925) (3.7724) (3.8181) 4.2130
2.5180 3.6055 6.2047 17.5770 14.2310 14.5780 17.7496
0.0103 0.0383 0.0087 0.0041 0.0057 0.0040 0.0109
0.0259 0.1380 0.0542 0.0721 0.0807 0.0579 0.1943 27.1234 5.2080
Lampiran 17. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 PDRB Yi Yi −Y PROPINSI Tanpa Migas PENDUDUK
(
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
22260704.21 82675238.79 27578136.58 57550892.72 10411851.29 33969083 5896255.329 27567276.53 7566617.483 277537330.5 223349891.7 127212002.6 16146423.44 241628131.3 54880406.5 19963243.81 14953219.73 9446769.833 22401190.28 13182799.17 19974565.85 39307500.7 12127462.64
4075599 12068731 4528242 5679643 2619553 6596057 1541551 7028388 1012655 8725630 38472185 32397431 3220808 36396534 9083144 3393620 4076040 4139206 4010338 1867231 3219398 2761575 2154235
5.4619 6.8504 6.0903 10.1328 3.9747 5.1499 3.8249 3.9223 7.4721 31.8071 5.8055 3.9266 5.0132 6.6388 6.0420 5.8826 3.6686 2.2823 5.5859 7.0601 6.2044 14.2337 5.6296
)
(0.9022) 0.4862 (0.2739) 3.7687 (2.3895) (1.2142) (2.5393) (2.4419) 1.1079 25.4430 (0.5587) (2.4375) (1.3510) 0.2746 (0.3221) (0.4816) (2.6956) (4.0819) (0.7783) 0.6959 (0.1597) 7.8696 (0.7346)
(Y −Y)
2
i
0.8140 0.2364 0.0750 14.2030 5.7096 1.4744 6.4479 5.9627 1.2275 647.3458 0.3121 5.9416 1.8252 0.0754 0.1038 0.2319 7.2662 16.6618 0.6057 0.4843 0.0255 61.9302 0.5396
(Y
fi n
0.0188 0.0556 0.0209 0.0262 0.0121 0.0304 0.0071 0.0324 0.0047 0.0402 0.1772 0.1492 0.0148 0.1677 0.0418 0.0156 0.0188 0.0191 0.0185 0.0086 0.0148 0.0127 0.0099
i
−Y
).f 2
i
n
0.0153 0.0131 0.0016 0.3716 0.0689 0.0448 0.0458 0.1931 0.0057 26.0213 0.0553 0.8868 0.0271 0.0126 0.0043 0.0036 0.1364 0.3177 0.0112 0.0042 0.0004 0.7879 0.0054
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
10925465.1 37211934.43 7480180.344 1891763.264 3087487.405 2128108.255 19948610.54 1450260543
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 5.4315 6.3641 CVw = 0.8534
)
−Υ ⋅
ni n
2245242 8342083 1911103 896004 1238812 869235 2502262 217072535
4.8661 4.4607 3.9141 2.1113 2.4923 2.4483 7.9722 190.9245 6.3641
(1.4981) (1.9034) (2.4501) (4.2528) (3.8719) (3.9159) 1.6081
2.2443 3.6229 6.0029 18.0864 14.9912 15.3342 2.5859
0.0103 0.0384 0.0088 0.0041 0.0057 0.0040 0.0115
0.0232 0.1392 0.0528 0.0747 0.0856 0.0614 0.0298 29.5007 5.4315
Lampiran 18. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 PDRB Yi Yi −Y PROPINSI Tanpa Migas PENDUDUK
(
Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Babel Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut
22528849.03 87240282.6 29159480.54 62092389.57 11062278.12 36318656 6239364.35 28765508.28 7907428.3 294354341.9 236925108.2 133578035.6 16939682.45 255744992.9 58106948.22 21072444.79 15225043.18 9739372.285 23450354.71 13959955.73 21010075.84 41877513.81 12725589.77
4031589 12450911 4566126 5854067 2635968 6782339 1549273 7116177 1043456 8860381 38965440 31997968 3343651 36294280 9028816 3383572 4184411 4260294 4052345 1914900 3281943 2848798 2128780
5.5881 7.0067 6.3860 10.6067 4.1967 5.3549 4.0273 4.0423 7.5781 33.2214 6.0804 4.1746 5.0662 7.0464 6.4357 6.2279 3.6385 2.2861 5.7869 7.2902 6.4017 14.7001 5.9779
)
(1.0643) 0.3544 (0.2663) 3.9543 (2.4557) (1.2975) (2.6251) (2.6101) 0.9257 26.5690 (0.5720) (2.4778) (1.5861) 0.3941 (0.2167) (0.4245) (3.0139) (4.3663) (0.8655) 0.6378 (0.2507) 8.0477 (0.6745)
(Y −Y)
2
i
1.1327 0.1256 0.0709 15.6368 6.0305 1.6835 6.8911 6.8126 0.8570 705.9137 0.3272 6.1395 2.5159 0.1553 0.0469 0.1802 9.0833 19.0645 0.7491 0.4068 0.0628 64.7653 0.4549
(Y
fi n
0.0184 0.0568 0.0208 0.0267 0.0120 0.0309 0.0071 0.0325 0.0048 0.0404 0.1778 0.1460 0.0153 0.1656 0.0412 0.0154 0.0191 0.0194 0.0185 0.0087 0.0150 0.0130 0.0097
i
−Y
).f 2
i
n
0.0208 0.0071 0.0015 0.4176 0.0725 0.0521 0.0487 0.2212 0.0041 28.5355 0.0582 0.8963 0.0384 0.0257 0.0019 0.0028 0.1734 0.3706 0.0138 0.0036 0.0009 0.8418 0.0044
Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Maluku Malut Papua Jumlah Rata-rata
11728318.09 39460245.8 8026856.217 2025321.311 3244432.59 2236798.653 26150247.49 1538895916
∑ (Υ
i
CVw =
i
Υ
CVw = 5.6909 6.6524 CVw = 0.8555
)
−Υ ⋅
ni n
2294841 8479133 1963025 922176 1251539 884142 2818400 219188741
5.1107 4.6538 4.0890 2.1962 2.5924 2.5299 9.2784 199.5712 6.6524
(1.5416) (1.9986) (2.5633) (4.4561) (4.0600) (4.1225) 2.6260
2.3767 3.9943 6.5708 19.8571 16.4837 16.9947 6.8960
0.0105 0.0387 0.0090 0.0042 0.0057 0.0040 0.0129
0.0249 0.1545 0.0588 0.0835 0.0941 0.0686 0.0887 32.3860 5.6909
99
Lampiran 19. Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance. Dependent Variable: LOG(IPM) Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/21/07 Time: 06:29 Sample: 2001 2005 Cross-sections included: 30 Total panel (balanced) observations: 150 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG(PDRB) LOG(AHH) AMH LOG(RLS) LOG(PRPK)
-2.194935 0.009577 0.262067 0.003425 0.130123 0.715975
0.495948 0.011436 0.090641 0.000947 0.031300 0.044756
-4.425740 0.837431 2.891254 3.617983 4.157242 15.99720
0.0000 0.4041 0.0046 0.0004 0.0001 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.990909 0.988222 0.011681 368.6918 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.683910 3.924492 0.015691 2.463235
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.990131 0.017035
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4.202651 2.109118
Lampiran 20. Hausman Test Hausman Test dilakukan dengan menggunakan bahasa program Eviews 5.1, hal tersebut bisa dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
100
•
Estimasi dengan Random Effect kemudian tuliskan perintah berikut pada Command Editor. vector b_re=eq_re.@coef b_re=@subextract(b_re,2,1,6,1) matrix cov_re=eq_re.@cov cov_re=@subextract(cov_re,2,2,6,6)
•
Estimasi dengan Fixed Effect kemudian tuliskan perintah berikut pada Command Editor. vector b_fe=eq_fe.@coef b_fe=@subextract(b_fe,2,1,6,1) matrix cov_fe=eq_fe.@cov cov_fe=@subextract(cov_fe,2,2,6,6)
•
Hitung nilai statistik Hausman dengan melakukan perintah berikut pada Command Editor. vector b_diff=b_fe-b_re matrix cov_diff=cov_fe-cov_re matrix h=@transpose(b_diff)*@inverse(cov_diff)*b_diff
•
Bandingkan dengan nilai Chi-Square table atau bisa dengan langsung menghitung p-value dengan melakukan perintah berikut pada Command Editor. matrix p=@chisq(24.65673,5) Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai statistik Hausman sebesar
24.65673 dengan nilai probabilitas P-Value sebesar 0.000162 dan nilai χ 2 sebesar 11.0705 yang berarti bahwa kita menolak hipotesis untuk menggunakan model efek acak. Berdasarkan hasil pengujian ini maka akan digunakan model efek tetap atau fixed effect untuk mengestimasi model penelitian ini.