ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KUBIS (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung)
Oleh: ADE SURYANI RIFQIE A14304060
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ADE SURYANI RIFQIE. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung). Di bawah bimbingan A. FAROBY FALATEHAN. Prioritas pengembangan komoditas hortikultura secara nasional dalam didasarkan pada komoditas-komoditas yang memberikan sumbangan nilai ekonomi tinggi, menghidupi hajat hidup masyarakat banyak, tersebar luas, dan mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif. Kubis merupakan salah satu komoditas hortikultura tersebut. Kubis yang berasal dari Kecamatan Cimenyan memiliki kualitas terbaik kedua di Jawa Barat, setelah kubis dari Lembang. Namun demikian, usahatani kubis masih menghadapi beberapa permasalahan, diantaranya dalam hal fluktuasi harga, produktivitas, dan pendapatan petani kubis. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan. (1) Menganalisis pendapatan usahatani kubis di Desa Cimenyan. (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Desa Cimenyan. Penelitian dilakukan di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) didasarkan pertimbangan bahwa desa tersebut memiliki luas panen kubis dan jumlah rumah tangga petani terbesar di Kecamatan Cimenyan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani dan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Pada awal musim hujan, penerimaan petani sebesar Rp 17.066.646 pada tingkat harga Rp 500/kg. Nilai R/C ratio atas biaya tunai adalah 2,66. Hal ini mengindikasikan Rp 100 biaya tunai yan dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 266. Pada pertengahan musim hujan, penerimaan petani sebesar Rp 14.601.445 pada tingkat harga Rp 1.000/kg. Nilai R/C ratio atas biaya tunai adalah 2,22. Hal ini mengindikasikan Rp 100 biaya tunai yan dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 222. Usahatani yang dilakukan di dua periode musim hujan layak dan menguntungkan untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, usahatani yang dilakukan di awal musim hujan lebih menguntungkan dibandingkan di pertengahan musim hujan. Dalam keadaan normal, produksi usahatani kubis di Desa Cimenyan berada pada kondisi constant returnt to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang (selang kepercayaan 90 persen), benih, pupuk kimia, dan pestisida padat (selang kepercayaan 85 persen). Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja (selang kepercayaan 85 persen) dan pestisida cair (selang kepercayaan 80 persen). Usahatani kubis di pertengahan musim hujan yang mengalami serangan hama dan penyakit pun berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang (selang kepercayaan 75 persen), pupuk kimia (selang kepercayaan 90 persen), dan pestisida padat (selang kepercayaan 95 persen). Faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tingkat serangan hama dan penyakit (selang kepercayaan 90 persen). Benih dan pestisida cair tidak berpengaruh secara signifikan (selang kepercayaan 75 persen).
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KUBIS (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung)
Oleh: ADE SURYANI RIFQIE A14304060
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KUBIS (Studi Kasus di Desa Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung) Nama : Ade Suryani Rifqie NRP : A14304060
Menyetujui, Dosen Pembimbing
A. Faroby Falatehan, SP, ME NIP. 132 311 1853
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KUBIS (STUDI KASUS DI DESA CIMENYAN, KECAMATAN CIMENYAN, KABUPATEN BANDUNG)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2008
Ade Suryani Rifqie A14304060
YANG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Desember 1986 di Bogor sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Rizman Rifqie dan Rina Suwarni. Pada tahun 1998,penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Polisi 4 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 4 Bogor tahun 2001 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 5 Bogor tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Koperasi Mahasiswa IPB pada tahun 2005-2007, UKM Pers Kampus Gema Almamater tahun 2005-2007, dan BEM Fakultas Pertanian tahun 2006-2007, serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan. Penulis merupakan asisten pada mata kuliah Biaya-Manfaat pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung)” dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar pada Program Sarjana Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dengan tujuan menganalisis pendapatan usahatani kubis di Desa Cimenyan. serta menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Desa Cimenyan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
(Ade Suryani Rifqie)
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT karena Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sungguh Dia-lah yang menjadi penerang dalam segala kesulitan dan keraguan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Ayahanda Rizman Rifqie, Ibunda Rina Suwarni, dan saudara-saudaraku (Gracia Levina Rifqie dan Raissa Al Mira Rifqie) untuk semua kasih sayang, dukungan, dan doa. Kalian membuatku selalu rindu untuk pulang. 2. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan, dan pengetahuan yang sangat berarti. 3. Dr. Arief Daryanto, SP, MEc sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan pengetahuan, arahan, motivasi, dan inspirasi bagi penulis. 4. Adi Hadianto, SP sebagai dosen penguji komdik yang telah memberikan bantuan, kritik, serta saran yang membangun. 5. Sahara, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan arahan pada masa perkuliahan. 6. Dini, Dara, Dewi, Lulu, Onye, dan Yasmin untuk segala yang telah kita lewati bersama. Terima kasih karena selalu ada. You guys whom I call as true friends. 7. Maya (to stay in my hardest time), Risti (friend in need is friend indeed), Mayang, Owin, Tita, Evi, Toto, Deasy (ayo semangat terus, Des), Ella (mimpi itu semakin dekat, La) untuk persahabatan yang berarti. Kalian sangat membantu.
8. Rolas, Devi, Teh Fitri, Agiez, Nia, Zae, Mail, dan Ricky untuk doa dan semangat yang diberikan menjelang detik-detik terakhir. It’s so touching =). 9. Teman-teman satu bimbingan Uci (akhirnya Ci ;D), Dilla, dan Arif. 10. Zakya, Wulan, Pipih, Nana, Pamz, Deli, Yudi, Jimmy, Sari de Au, Pipit, Nisa, Galih, dan teman-teman EPS 41 lainnya atas kebersamaan selama penulis berkuliah di IPB. Keep in touch! 11. Team KKP Sokatengah, Tegal (Lela, Ambar, Ratna, Hendy) untuk keceriaan setiap harinya. 12. Kak Irfan, Mbak Pini, Mbak Santi, Mbak Sofi, Pak Husein, dan Pak Basir atas bantuan, dukungan, dan informasi yang diberikan. 13. Keluarga Bapak Dadan Hendarin, bapak-bapak di Kecamatan Cimenyan, dan bapak-bapak di Pemda Kabupaten Bandung untuk kesediannya membantu penulis selama penelitian. Mohon maaf telah banyak merepotkan. 14. Semua yang selama ini menjadi teman perjalanan Bandung-Jakarta-DarmagaYasmin. 15. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .........................................
1 4 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Kubis .................................................................................... 2.1.1 Syarat Tumbuh ............................................................................ 2.1.2 Cara Tanam .................................................................................. 2.1.3 Pengolahan Tanah ....................................................................... 2.1.4 Pemeliharaan ............................................................................... 2.1.4 Panen dan Pengolahan Hasil ....................................................... 2.2 Penelitian Terdahulu tentang Usahatani Kubis ....................................
9 9 9 10 10 11 11
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 3.1.1 Konsep Usahatani ........................................................................ 3.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani ................................................... 3.1.3 Analisis Fungsi Produksi ............................................................ 3.1.4 Skala Usaha ................................................................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 3.3 Hipotesis ..............................................................................................
14 14 15 16 19 22 24
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 4.2 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 4.3 Metode Penarikan Sampel ................................................................... 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 4.4.1 Analisis Pendapatan ..................................................................... 4.4.2 Analisis Fungsi Produksi ............................................................. 4.4.3 Pengujian Hipotesis ..................................................................... 4.5 Konsep Pengukuran Variabel ...............................................................
25 25 26 26 26 28 29 32
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung ................................................ 5.1.1 Kondisi Geografi ..................................................................... 5.1.2 Kondisi Penduduk ..................................................................... 5.1.3 Kondisi Pertanian ...................................................................... 5.2 Keadaan Alam dan Geografis Desa Cimenyan...................................... 5.3 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .......................................... 5.4 Sarana dan Prasarana ........................................................................... 5.5 Gambaran Umum Pertanian di Desa Cimenyan .................................. 5.6 Gambaran Umum Usahatani Kubis di Desa Cimenyan .......................
34 34 34 35 36 37 38 39 40
VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KUBIS DI DESA CIMENYAN 6.1 Karakteristik Petani Responden .......................................................... 6.2 Penerimaan Usahatani Kubis .............................................................. 6.3 Analisis Biaya Usahatani Kubis............................................................ 6.3.1 Biaya Tunai ................................................................................. 6.3.2 Biaya Diperhitungkan ................................................................. 6.4 Pendapatan Usahatani ..........................................................................
44 46 47 47 50 52
VII.ANALISIS PRODUKSI KUBIS USAHATANI KUBIS 7.1 Analisis Produksi pada Awal Musim Hujan ........................................ 7.1.1 Analisis Model Fungsi Produksi ................................................. 7.1.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ................ 7.2 Analisis Produksi pada Pertengahan Musim Hujan ............................. 7.3 Implikasi Hasil Penelitian ....................................................................
54 54 56 59 62
VIII.KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .......................................................................................... 64 8.2 Saran .................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kubis di Kabupaten Kabupaten Bandung Tahun 2003-2006 ............................................. 3
2
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kubis di` Kecamatan Cimenyan Tahun 2003-2006 ............................................................. 4
3
Data Produksi Komoditas Pertanian Unggulan Kabupaten Bandung Tahun 2005-2006 ............................................................................... 36
4
Distribusi Penggunaan Lahan Desa Cimenyan Tahun 2007.............. 37
5
Mata Pencaharian Penduduk Desa Cimenyan Tahun 2006 .............. 38
6
Struktur Umur Petani Responden Desa Cimenyan Tahun 2008 ........ 44
7
Tingkat Pendidikan Petani Responden Desa Cimenyan Tahun 2008.. 45
8
Pengalaman Berusahatani Petani Responden Desa Cimenyan Tahun 2008 ........................................................................................ 45
9
Rata-rata Jumlah Fisik, Jumlah Nilai, dan Persentase Komponen Biaya Tunai per Hektar pada Usahatani Kubis di Desa Cimenyan pada Awal dan Pertengahan Musim Hujan ...................................... 48
10
Rata-rata Jumlah Fisik, Jumlah Nilai, dan Persentase Komponen Biaya Diperhitungkan per Hektar pada Usahatani Kubis di Desa Cimenyan pada Awal dan Pertengahan Musim Hujan .................... 51
11
Hasil Analisis Pendapatan Petani Kubis per Hektar pada Awal dan Pertengahan Musim Hujan di Desa Cimenyan Tahun 2007-2008 .... 52
12
Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Awal Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas 54
13
Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Awal Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Konversi per Hektar .......................................................................... 55
14
Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Pertengahan Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas ................................................................................... 60
15
Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Pertengahan Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Konversi per Hektar .................................................. 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Harga Rata-rata Kubis per Bulan di Empat Sentra Produksi Kubis Kabupaten Bandung ............................................................... 5
2
Pendapatan Usahatani Komoditas Sayuran per Hektar di Jawa Barat Tahun 2007 ..................................................................... 6
3
Peta Isokuan ...................................................................................... 19
4
Elastisitas dan Daerah Produksi ........................................................ 21
5
Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Hasil Pendugaan Regresi OLS Fungsi Produksi Linier Berganda dengan Menggunakan Software Minitab .......................................... 68
2
Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Variabel Luas Lahan di Awal Musim Hujan .................................... 70
3
Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Model Konversi per Hektar di Awal Musim Hujan ......................... 72
4
Pengujian Skala Usaha Produksi Kubis Desa Cimenyan di Awal Musim Hujan Tahun 2008 ............................................................... 74
5
Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas di Pertengahan Musim Hujan ............................................................... 75
6
Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Tanpa Variabel Benih di Pertengahan Musim Hujan .................................. 77
7
Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Model Konversi per Hektar di Pertengahan Musim Hujan ………… 79
8
Pengujian Skala Usaha Produksi Kubis Desa Cimenyan pada Pertengahan Musim Hujan Tahun 2008 …………………………… 81
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Lima peranan penting yang dimiliki sektor pertanian antara lain menyediakan kebutuhan pangan masyarakat, menyumbang pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), menyerap tenaga kerja di pedesaan, menghasilkan devisa sekaligus dapat menghemat devisa, dan mengendalikan inflasi1. Selain itu, sektor pertanian merupakan suatu sistem yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) dengan berbagai industri input dan keterkaitan ke depan (forward linkage) dengan berbagai industri pengolahan hasil pertanian (Jiaravanon, 2007). Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional adalah hortikultura. PDB hortikultura menempati urutan kedua dalam kontribusinya terhadap PDB sektor pertanian, setelah sub sektor tanaman pangan. Pada tahun 2005, hortikultura memberikan kontribusi sebesar 21,17 persen terhadap PDB pertanian2. Sub sektor ini pun mampu menyerap 3.773.250 orang tenaga kerja tahun 20063. Hortikultura sangat prospektif dikembangkan di Indonesia. Karakteristik lahan dan agroklimat serta sebaran wilayah yang luas di Indonesia mendukung
1
http://pse.litbang.deptan.go.id, artikel Dinamika Ketenagakerjaan, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Sistem Hubungan Kerja oleh Supriyati, Santana, Sumedi, dan Tri Bastuti Purwantini, diakses tanggal 3 Juli 2008. 2 http://hortikultura.deptan.go.id, artikel Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis Hortikultura 2006 oleh Harry Bahar, diakses tanggal 3 Juli 2008. 3 http://hortikultura.deptan.go.id, data Tenaga Kerja Hortikultura Tahun 2003-2006, diakses tanggal 6 Agustus 2008.
potensi pengembangan hortikultura di masa datang4. Selain itu, permintaan terhadap produk hortikultura terutama sayuran dan buah-buahan di masa datang akan semakin meningkat seiring dengan kemajuan perekonomian dan pendidikan masyarakat sehingga lebih memahami nilai-nilai gizi serta kesehatan. Prioritas pengembangan komoditas hortikultura secara nasional didasarkan pada komoditas-komoditas yang memberikan sumbangan nilai ekonomi tinggi, menghidupi hajat hidup masyarakat banyak, tersebar luas, dan mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif5. Kubis merupakan salah satu komoditas hortikultura tersebut. Pada tahun 2006, produksi kubis mencapai 1.267.745 ton6. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam total produksi sayuran di Indonesia tahun 2006 dan memberikan kotribusi terhadap produksi sayuran nasional sebesar 13,3 persen. Kubis menjadi sayuran yang cukup populer dan banyak dikonsumsi baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu faktor penyebabnya adalah kandungan gizi yang terkandung di dalam kubis. Kubis segar mengandung berbagai vitamin, (vitamin A, beberapa B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi), serta sejumlah senyawa yang merangsang pembentukan gluatation yang dapat menonaktifkan zat beracun dalam tubuh manusia7. Kubis dari Indonesia dipasarkan hingga mancanegara. Indonesia telah mampu melakukan ekspor kubis setiap tahunnya. Negara yang menjadi tujuan utama ekspor kubis indonesia diataranya Malaysia, Singapura, dan Taiwan. 4
http://parbutaran.wordpress.com, artikel Pengembangan Komoditas Hortikultura pada Tahun 2008 oleh Parbutaran, diakses tanggal 3 Juli 2008. 5 http://ditlin.hortikultura.go.id, artikel Penanganan OPT Hortikultura Berbasis Kawasan oleh Siswanto Mulyaman, diakses tanggal 3 Juli 2008. 6 http:// hortikultura.deptan.go.id, data Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 20032007*), diakses tanggal 6 Agustus 2008 7 http://id.wikipedia.org, artikel Kubis, diakses tanggal 22 Mei 2008.
Volume ekspor kubis menduduki tempat kedua terbesar dalam ekspor komoditas sayuran setelah kentang. Ekspor kubis indonesia mencapai 32.665.430 kg atau senilai dengan US $ 8,999,178 tahun 20068. Sentra produksi kubis terbesar di Indonesia terletak di Provinsi Jawa Barat. Produksi kubis di Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 28,8 persen terhadap total produksi kubis nasional9. Dari persentase tersebut, 50 persen produksi kubis di Jawa Barat berasal dari Kabupaten Bandung. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas kubis di Kabupaten Bandung ditunjukkan pada Tabel 1. Pada tahun 2003-2006 produksi kubis cenderung mengalami peningkatan, rata-rata 519.65 ton per tahun. Sementara, luas panen kubis terus mengalami penurunan. Tingkat produksi kubis yang tetap meningkat meskipun terjadi penurunan luas panen menggambarkan bahwa sebagian besar petani kubis di Kabupaten Bandung mengalami perkembangan yang baik dalam menjalankan usahatani kubis. Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kubis di Kabupaten Bandung Tahun 2003 – 2006
2003
Produksi (ton) 26.627,15
Luas Panen (Ha) 11.202
2004 2005 2006
26.891,19 34.678,80 28.186,1
9.668 9.543 7.361
Tahun
Produktivitas (ton/Ha) 2,38 2,78 3,63 3.83
Sumber : BPS tahun 2004 - 2007
Berbeda dengan kondisi di atas, Kecamatan Cimenyan yang menjadi salah satu sentra produksi kubis di Kabupaten Bandung mengalami penurunan produksi 8
http:// hortikultura.deptan.go.id, data Volume Ekspor Komoditas Sayuran di Indonesia Periode 2003 – 2006, diakses tanggal 6 Agustus 2008. 9 http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/2007/Prod.Kol-Kubis1.htm, data Produksi Kol/Kubis Menurut Provinsi 2002 - 2006
rata-rata 444,56 ton per tahun selama empat tahun terakhir. Produktivitas kubis pada tahun 2006 di daerah tersebut merupakan yang terendah dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Bandung (Tabel 2). Hal tersebut memprihatinkan banyak pihak mengingat kubis Cimenyan yang dikenal sebagai kubis dago memiliki kualitas kedua terbaik setelah kubis lembang di Jawa Barat. Tabel 2. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kubis di Kecamatan Cimenyan Tahun 2003 – 2006
2003
Produksi (ton) 1.169,35
2004 2005 2006
1.577,54 666,25 724,79
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produktivitas (ton/Ha) 473
2.47
566 180 245
2,79 3,70 2.96
Sumber : BPS tahun 2004 - 2007
Produktivitas yang rendah mengindikasikan terdapat permasalahan dalam usahatani kubis di Kecamatan Cimenyan. Usahatani yang dilakukan secara tidak tepat akan berdampak pada berkurangnya pendapatan serta kesejahteraan petani kubis itu sendiri. Oleh karena itu, penelitian mengenai usahatani dan faktor-faktor produksi kubis di Desa Cimenyan penting dilakukan. Desa Cimenyan dapat merepresentasikan usahatani kubis di Kecamatan Cimenyan karena desa tersebut adalah produsen terbesar kubis di Kecamatan Cimenyan.
1.2 Perumusan Masalah Kubis termasuk komoditas pertanian yang sangat fluktuatif dalam hal produksi dan harga di tingkat petani. Produksi kubis dapat melimpah dalam satu waktu sehingga harga menjadi sangat murah. Sementara, kekhawatiran petani terhadap risiko usahataninya di lain waktu menyebabkan berkurangnya produksi sehingga
menaikkan harga
(Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, 2007).
Perkembangan rata-rata harga kubis per bulan di empat sentra produksi di Kabupaten Bandung tahun 2007 terlihat pada Gambar 1.
Harga Rata-rata (Rp)
Gambar 1. Harga Rata-rata Kubis per Bulan di Empat Sentra Produksi Kubis Kabupaten Bandung Tahun 2007 2000 1500 1000 500
tem be r Ok to be r
s
Se p
Ag us tu
Ju li
Ju ni
ei M
Ap ril
ar et M
ru ar i Fe b
Ja nu a
ri
0
Bulan Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tahun 2007, diolah
Gambar 1 menunjukkan harga rata-rata kubis yang diterima petani berfluktuasi setiap bulannya. Rata-rata harga kubis tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah pada bulan September. Usahatani kubis merupakan usahatani yang memiliki risiko cukup tinggi untuk dilakukan. Selain dikarenakan fluktuasi harga yang signifikan, pendapatan dari usahatani kubis adalah yang terendah diantara komoditi sayuran lainnya di Jawa Barat (Gambar 2). Hal tersebut berdampak pada pengambilan keputusan dalam
usahatani karena
pendapatan
merupakan
insentif
yang
menjadi
pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam usahatani. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan tahun 2007, pendapatan petani kubis sebesar Rp 2.410.000/ha, sedangkan rata-rata pendapatan sayuran di Jawa Barat Rp 25.179.075/ha. Pendapatan usahatani terbesar dihasilkan oleh komoditas bawang putih yang dalam satu hektar mampu menghasilkan Rp 116.909.000.
Gambar 2. Pendapatan Usahatani Komoditas Sayuran per Hektar di Jawa Barat pada Setiap Musim Panen Tahun 2007
Pendaptan (Rp)
140000000 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000
Ka pr A i sp ar a gu B aw s an g Pu tih Br ok ol i
k Po k Ba ca w y an g D au n
Lo ba
g tan Ke n
Ku bi C s ab eM er ah T Ba om w at an g M er ah Bu nc is W or tel
0
Komoditas Sayuran
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tahun 2007, diolah
Tanaman kubis di Desa Cimenyan umumnya ditanam satu hingga dua kali setahun. Setiap petani memilki pola tanam kubis yang berbeda-beda. Namun, sebagian besar petani akan menanam kubis pada musim hujan. Hal tersebut dikarenakan tanaman kubis membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh, sedangkan di musim kemarau petani sulit mendapatkan air. Usahatani kubis yang dilakukan pada musim hujan menghadapi banyak kendala, terutama dalam penentuan periode produksi. Ketika periode produksi dilaksankan sekitar bulan September-Februari, hasil produksi kubis umumnya akan baik tetapi harga kubis sangat rendah. Banyaknya petani yang memilih periode produksi ini menyebabkan hasil produksi melimpah sehingga harga kubis di tingkat petani menurun tajam. Harga panen kubis terendah di Desa Cimenyan mencapai Rp 200/kg pada bulan Februari 2008. Sementara itu, musim panen yang sangat buruk dialami petani pada periode produksi Januari-Mei. Serangan hama dan penyakit yang besar terjadi pada periode tersebut. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari petani setempat, produksi dapat berkurang 50–80 persen dari produksi normal.
Dikarenakan produksi turun, harga panen di tingkat petani periode April 2008 rata-rata naik menjadi Rp 1000/kg. Fenomena yang terjadi membutuhkan pentingnya analisis pendapatan usahatani kubis. Bagaimana pendapatan usahatani kubis di Desa Cimenyan? Permasalahan lain yang dihadapai usahatani kubis di Desa Cimenyan terkait dengan produktivitas. Menurut Soekartawi (1993), perbedaan produktivitas dari satu potensial usahatani dengan produktivitas yang dihasilkan petani disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, terdapat kendala biologis, misalnya perbedaan kesuburan tanah, serangan hama penyakit, dan sebagainya. Kedua, kendala sosial ekonomi, misalnya kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, ketidakpastian, dan sebagainya. Peningkatan produktivitas sekaligus peningkatan pendapatan usahatani kubis dapat diatasi dengan alokasi faktor-faktor produksi secara tepat. Faktorfaktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi di Desa Cimenyan?
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini diantaranya : 1. menganalisis pendapatan usahatani kubis di Desa Cimenyan; 2. menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Desa Cimenyan;
1.3 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak petani, penulis, dan peneliti lainnya.
1. Pihak petani, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan pengembangan usahatani kubis, serta dapat meningkatkan pendapatan petani kubis. 2
Pihak penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam aplikasi ilmu yang telah diperoleh, khususnya usahatani.
3
Pihak peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat, masukan, serta perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
3.1 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya menganalisis usahatani kubis dengan sistem monokultur yang dilakukan pada musim hujan. Semua petani responden diasumsikan sebagai penyewa lahan. Penelitian di Desa Cimenyan dilaksanakan ketika masa panen kubis sehingga penggunaan input produksi hanya didasarkan pada keterangan petani tidak melalui pengamatan langsung.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.I Budidaya Kubis Kubis merupakan tumbuhan sayuran yang termasuk spesies Brassica oleracea, famili Cruciferae. Tumbuhan ini berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat. Tumbuhan kubis tergolong ke dalam tumbuhan semusim. Terdapat empat jenis kubis yang banyak dibudidayakan diantaranya kubis krop, kubis kailan, kubis tunas, dan kubis bunga10. 2.1.1 Syarat Tumbuh Tanah yang paling sesuai untuk menanam kubis adalah tanah liat berpasir yang cukup bahan organik. Namun umumnya, kubis baik ditanam di dataran tinggi pada ketinggian 1000 – 2000 m di atas permukaan laut yang bersuhu rendah dan kelembapan tinggi. Kubis tidak dapat tumbuh pada tanah yang sangat asam. Kubis membutuhkan sinar matahari yang cukup. 2.1.2 Cara Tanam Kubis dapat ditanam dari biji atau stek. Biji atau stek dapat ditanam langsung di lapangan atau disemai lebih dulu, jika telah cukup besar dapat dipindahkan ke lapangan. Pada umumnya, petani lebih senang jika biji atau stek disemai lebih dulu karena perawatannya lebih mudah dibandingkan langsung ditanam. Keuntungan melakukan penyemaian antara lain mudah melakukan proses penyiraman, mudah melukukan pengawasan tanaman, dan biji atau stek tidak mudah rusak jika hujan lebat atau panas terik.
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Kubis, artikel Kubis, diakses tanggal 22 Mei 2008
2.1.3 Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh kondisi tanah yang sesuai dengan kebutuhan hidup tanaman. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor (Pracaya, 2001). Petani yang memiliki luas lahan sempit umumnya melakukan pengolahan tanah melalui pencangkulan. Tanah dicangkul sedalam 30-40 cm. Setelah dicangkul, tanah dibiarkan terbuka 3-4 hari supaya mendapat sinar matahari. Proses penjemuran dapat mengurangi dan mematikan hama dan penyakit. Selanjutnya, pembuatan bedengan dilakukan. Bedengan dibuat dengan tinggi 15 cm agar tidak tergenang air, panjang 8-10 m, lebar 180-200 cm, dan jarak bedengan antara satu dengan yang lain sekitar 40 cm. 2.1.4 Pemeliharaan Tanaman kubis banyak memerlukan perawatan khusus. Untuk mengatasi gulma, penyiangan dapat dilakukan dengan mencabut rumput-rumput atau menggunakan herbisida. Hama paling berbahaya yang menyerang kubis adalah ulat kubis. Hama ulat kubis (Plutella maculipennis) dapat dikendalikan dengan Diazinon atau Bayrusil 1-2 cc/1 air dengan frekuensi penyemprotan 1 minggu. Sementara, ulat kubis (Crocidolonia binotalis) dikendalikan dengan Bayrusil 13 cc/1 air. Penyakit yang juga sering menyerang kubis disebabkan bakteri atau cendawan. Penyakit busuk akar yang disebabkan Rhizoktonia sp dapat dikendalikan dengan bubur Bordeaux atau fungisida yang dianjurkan. Sedangkan penyakit penting lainnya adalah busuk hitam (Xanthomonas campestris) dan busuk lunak bakteri (Erwinia carotovora) dan penyakit pekung Phomalincran,
penyakit kaki gajah (Plasmodiophora brassicae) belum dapat diatasi. Bila ada tanaman yang terserang segera dicabut lalu dibakar. 2.1.5 Panen dan Pengolahan Hasil Tanaman kubis dapat dipetik kropnya setelah besar, padat, dan umur berkisar antara 3-4 bulan setelah penyebaran benih. Hasil yang didapat rata-rata untuk kubis telur 20-60 ton/ha dan kubis bunga 10 -15 ton/ha. Pemungutan hasil jangan sampai terlambat karena kropnya akan pecah (retak), bahkan kadangkadang dapat menjadi busuk. Sedangkan untuk kubis bunga, jika terlambat bunganya akan pecah dan keluar tangkai bunga, hingga mutunya menjadi rendah.
2.2 Penelitian Terdahulu tentang Usahatani Kubis Penelitian yang membandingkan pendapatan usahatani kubis PHT dan kubis konvensional di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dilakukan oleh Rizika (2005). Produktivitas kubis yang dihasilkan petani kubis PHT lebih besar dari produktivitas petani kubis konvesional. Meskipun kedua usahatani kubis tersebut menguntungkan, kubis yang dibudidayakan dengan metode PHT lebih menguntungkan dibandinglan metode konvensional. Zuliana (2003) dalam penelitiannya menganalisis tingkat pendapatan petani kubis, tingkat penggunaan faktor-faktor produksi, optimalisasi dari penggunaan faktor-faktor produksi, dan elastisitas produksi penggunaan masingmasing input. Satu hektar lahan pertanian kubis rata-rata mampu menghasilkan 30.000 kg. Penerimaan petani sebesar Rp 18.000.000 pada tingkat harga Rp 600 per kg. Faktor produksi bibit, lahan, dan tenaga kerja berpengaruh nyata posittif pada tingkat kepercayaan 99 persen. Pestisida berpengaruh nyata dan negatif pada
tingkat kepercayaan 95 persen. Dari hasil perhitungan, rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM untuk bibit dan lahan lebih besar dari satu, sedangkan tenaga kerja, pupuk kimia, pupuk kandang, pan pestisida lebih kecil dari satu. Tingkat penggunaan optimal pemakaian bibit pada usahatani kubis sebanyak 37.715,49. Penambahan penggunaan bibit masih menguntungkan. Tenaga kerja sudah berlebihan karena tingkat optimalnya sebanyak 138,41 HOK. Input lahan tetap satu hektar mengingat input ini sebagai faktor yang terkendala. Untuk pupuk kimia, pupuk kandang, dan pestisida, tingkat penggunaan optimal efisien ekonomi tidak dapat dilakukan perhitungan. Tingkat skala usaha berada pada kondisi skala usaha menurun. Sementara, Hotimah (2000) menganalisis efisiensi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kubis dan peranan usahatani kubis terhadap pendapatan petani. Alat analisis yang digunakan adalah analisis usahatani dan fungsi produksi Cobb Douglas. Hasil dari penelitian menunjukkan penggunaan faktor produksi lahan, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk kimia, dan bibit sudah efisien secara teknis, tetapi pestisida sudah melewari batas kejenuhan. Usahatani di lahan luas dan lahan sempit menguntungkan untuk diusahakan. Peranan usahatani kubis terhadap pendapatan petani selama satu tahun di lahan luas (46,7 persen) lebih besar dibandingkan di lahan sempit (16,8 persen). Penelitian mengenai pemasaran usahatani kubis di Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabnupaten Majalengka dilakukan oleh Mulyani (2000) .Terdapat tiga pola saluran pemasaran di daerah tersebut. Pola I meliputi petani – pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kecamatan – pengecer – konsumen. Pola II meliputi petani – calo – pedagang pengumpul kecamatan –
pengecer – konsumen. Pola III meliputi petani – bandar desa – pedagang grosir. Pola II memiliki marjin terkecil dan farmer’s share terbesar. Berdasarkan hasil analisis keterpaduan pasar, diperoleh pola A (Pasar Petani – Pasar Majalengka) dan pola C (Pasar Majalengka – Pasar Induk Kramat Jati) tidak memiliki keterpaduan pasar dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara, pola B (Pasar Petani – Pasar Induk Kramata Jati) terpadu dalam jangka pendek dan jangka panjang.
III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Definisi usahatani menurut Rivai dalam Hernanto (1996) adalah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumber daya (lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini, disiplin induknya adalah ilmu ekonomi (Soekartawi et al, 1986). Menurut Hernanto (1996), penelitian usahatani yang komprehensif diperlukan untuk berbagai tujuan. Pertama, memperdalam dan mempertajam pemahaman terhadap usahatani dan masalahnya. Kedua, digunakan untuk peningkatan dan pengembangannya. Ketiga, menentukan tingkat intervensi petugas pembangunan pertanian serta penetapan metode pelayanan. Keberhasilan usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pertama adalah faktor di dalam usahatani (intern) itu sendiri yang meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga petani. Kedua, yaitu faktor di luar (ekstern) yang meliputi ketersediaan sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, serta sarana penyuluhan bagi petani.
3.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Menurut Suratiyah (2006), penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode yang diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Penerimaan usahatani diperoleh dari jumlah produksi dikali harga per satuan. Biaya merupakan semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Biaya dapat dibedakan atas biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tunai merupakan pengeluaran yang dilakukan petani secara tunai. Biaya tunai dapat berupa pajak tanah, bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga. Sementara, biaya diperhitungkan adalah pengeluaran yang dilakukan oleh petani secara tidak tunai atau tidak langsung, tetapi biaya ini penting dipertimbangkan dalam usahatani. Biaya diperhitungkan dapat berupa biaya untuk tenaga keluarga dan pupuk kandang yang dipakai (Hernanto, 1996). Selain itu, biaya penyusutan alat-alat pertanian termasuk dalam biaya diperhitungkan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperoleh dari membagi selisih antara pembelian dengan nilai sisa yang tafsiran yang dibagi dengan lamanya modal yang dipakai. Perhitungan biaya penyusutan dengan cara ini disebut sebagai metode penyusutan garis lurus yang secara matematis ditulis sebagai berikut : BiayaPenyusu tan =
Nb − Ns n
Keterangan : Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Tafsiran nilai sisa (Rp) n
= Jangka waktu (periode produksi) Indikator keberhasilan usahatani dapat dilihat dari nilai Return Cost Ratio
(R/C) atau analisis imbangan penerimaan dan biaya. Rasio R/C melihat seberapa besar pengeluaran memberikan manfaat (penerimaan). Semakin tinggi nilai rasio R/C menunjukkan semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani (Hernanto, 1996). Pertama, luas lahan yang meliputi areal tanam, luas pertanaman, dan luas pertanaman rata-rata. Kedua, tingkat produksi yang meliputi produktivitas per hektar dan indeks pertanaman. Ketiga, pilihan dan kombinasi cabang usaha. Keempat, intensitas pengusahaan pertanaman. Kelima, efisiensi tenaga kerja.
3.1.3 Analisis Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dengan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Melalui fungsi produksi, hubungan antara faktor-faktor produksi dengan tingkat produksi dan hubungan antara faktorfaktor produksi itu sendiri dapat diketahui. Berbagai macam fungsi produksi yang digunakan pada berbagai penelitiaan antara lain : 1. Faktor produksi linear 2. Faktor produksi kuadratika atau fungsi polinominal kuadratika 3. Faktor produksi eksponesial atau fungsi Cobb–Douglas
Selain itu,terdapat pula fungsi produksi CES (Constant Elastiscity of Substitution), Transcendental, dan Translog. Fungsi produksi yang umum dibahas dan digunakan oleh para peneliti adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi, 1994). Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan biasanya dilakukan dengan cara regresi. Secara matematik, persamaan dari fungsi Cobb–Douglas dapat dituliskan sebagai berikut : Y = b0 X1 b1 X2 b2 . . . Xn bn eu Keterangan : Y = hasil produksi Xn = nilai faktor produksi ke n b0 = intersep bn = dugaan slope yang berhubungan dengan variabel Xn e = bilangan natural (e = 2,782) u = kesalahan (residual) Logaritma dari persamaan di atas adalah : log Y = log a + b1 log X1 +b2 log X2 + ... + bn log Xn + v Penyelesaian fungsi produksi Cobb–Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier. Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol
2. Tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan 3. Tiap variabel X adalah perfect competition 4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi, seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan (u). Menurut Doll dan Frank (1984), model fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai beberapa kelebihan, antara lain (1) perhitungan sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, (2) hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan fase pergerakan skala usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang berlangsung, (3) pada model ini koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya elatisitas produksi sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi, (4) fungsi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang paling banyak dipakai dalam penelitian sehingga dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang menggunakan alat analisis yang sama. Pedoman yang digunakan untuk memilih fungsi produksi yang baik diantaranya (Soekartawi et al, 1986) : 1. memiliki dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi 2. mudah dianalisis 3. mempunyai implikasi ekonomi Salah satu cara menggambarkan suatu fungsi produksi dalam gambar dua dimensi adalah dengan peta isokuan. Isokuan merupakan sebuah kurva yang
menunjukkan berbagai kombinasi input yang akan menghasilkan ouput dalam jumlah yang sama (Nicholson dan Amherst, 2002). Gambar 3. Peta Isokuan K
K1 Q2 = 20 K2
Q1 = 10 L1
L2
L
Gambar 2 memperlihatkan peta isokuan dengan dua kombinasi input, L sebagai input 1 dan K sebagai input 2. Slope pada kurva isokuan menunjukkan suatu tingkat dimana L dapat digantikan oleh K dengan menganggap output (Q) konstan. Jika alokasi L ditingkatkan, alokasi K akan semakin berkurang. Semakin jauh dari titik asal, output yang dihasilkan akan semakin besar (Q1 ke Q2).
3.1.4 Skala Usaha Elastisitas produksi (Ep) adalah respon perubahan output sebagai akibat dari perubahan input. Elastisitas ini dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: Ep = ∆Y/∆X . X/Y = PM/PR ∆Y/∆X adalah rumus PM (Produk Marjinal) sehingga besarnya Ep tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu input, misalnya input X. Terdapat tiga bentuk sakala usaha (return to scale) dalam suatu proses produksi, yaitu decreasing return to scale, constant return to scale, dan
increasing return to scale. Suatu proses produksi berada pada fase decreasing return to scale apabila proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi yang kurang dari satu. Fase constant return to scale ditunjukkan dengan elastisitas sama dengan satu sehingga proporsi penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Sementara, fase increasing return to scale menjelaskan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Pada fase ini elastisitas produksi lebih besar dari satu. Fungsi produksi terbagi ke dalam tiga daerah produksi yang dibedakan berdasarkan elastisitas dari masing-masing faktor-faktor produksi, yaitu daerah produksi dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), daerah produksi dengan elastisitas antara nol dan satu (daerah II), dan daerah produksi dengan elastisitas produksi kurang dari nol (daerah III). Ketiga daerah produksi tersebut dapat terlihat pada Gambar 4. Daerah produksi I terletak antara titik asal dan X2. Pada daerah ini, PM mencapai titik maksimum, kemudian mengalami penurunan, tetapi PM masih lebih besar dari Produk Rata-rata (PR). PM akan bernilai sama dengan PR saat PR maksimum. Elastisitas produksi pada daerah I bernilai lebih dari satu, artinya penambahan faktor produksi secara bersama-sama sebanyak satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum pada daerah ini belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penambahan faktor produksi yang lebih banyak. Dengan demikian, daerah ini merupakan daerah irrasional (irrational region).
Gambar 4. Elastisitas dan Daerah Produksi
Ep>1
Daerah I
0<Ep<1
Daerah II
Ep<0
Daerah III
Daerah produksi II terletak antara X2 dan X3 dengan elastisitas produksi antara nol dan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi sebesar antara nol dan satu persen. Daerah ini dikatakan daerah decreasing/diminishing returns karena setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan jumlah produksi yang peningkatannya semakin lama semakin berkurang. Pada suatu tingkat tertentu, penggunaan input akan mencapai produksi total yang maksimum yaitu pada saat PM sama dengan nol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
faktor produksi di daerah ini sudah optimal, maka dikatakan daerah II merupakan daerah rasional (rational region). Daerah III adalah daerah dengan elastisitas produksi lebih kecil dari nol. Pada daerah ini, produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh PM yang bernilai negatif. Dengan demikian, setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan sehingga daerah III ini disebut daerah irrassional (irrational region).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kubis merupakan komoditas yang prospektif dikembangkan di Indonesia. Komoditas ini tidak hanya penting dari segi pemenuhan gizi dan diversifikasi konsumsi, tetapi juga dari segi pemanfaatan sumber daya dan devisa. Banyak lahan pertanian di Indonesia yang memiliki kondisi agroklimat yang sesuai untuk penanaman kubis. Selain itu, kubis dapat menjadi penyumbang devisa dari komoditas sayuran di Indonesia. Kubis yang berasal dari Kecamatan Cimenyan memiliki kualitas yang sangat baik. Kualitas kubis Cimenyan menempati urutan kedua terbaik di Jawa Barat, setelah kubis Lembang. Namun
demikian,
usahatani
kubis
masih
menghadapi
beberapa
permasalahan, diantaranya dalam hal fluktuasi harga, produktivitas, dan pendapatan petani kubis. Harga jual kubis yang diterima petani sangat fluktuatif. Harga panen kubis di tingkat petani dapat berubah setiap minggunya. Hal tersebut meningkatkan risiko berusahatani kubis. Sementara, tingkat pendapatan usahatani kubis tercatat sebagai yang terendah dibandingkan pendapatan usahatani sayuran lainnya. Produktivitas kubis di Kabupaten Bandung masih berada di bawah
tingkat produktivitas yang seharusnya, bahkan produktivitas di Kecamatan Cimenyan menjadi yang terendah di Kabupaten Bandung Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani kubis di Desa Cimenyan dan menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Desa Cimenyan. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani dan analisis fungsi produksi (Cobb-Douglas). Analisis pendapatan dilakukan pada dua periode taman kubis di musim hujan. Analisis tersebut meliputi analisis penerimaan, biaya tunai dan diperhitungkan, pendapatan, serta R/C ratio. Analisis produksi menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Dari model produksi tersebut, dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi kubis di Desa Cimenyan. Analisis elastisitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi kubis akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi peningkatan keuntungan petani kubis, khususnya di Desa Cimenyan. Tingkat keuntungan yang baik dapat menjadi insentif petani untuk terus mengembangkan usahatani kubis, serta meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Potensi pengembangan kubis di Indonesia Kualitas kubis Cimenyan yang sangat baik
• •
• •
• •
Fluktuasi harga di tingkat petani Pendapatan petani kubis rendah
•
Produktivitas rendah
Menganalisis pendapatan usahatani kubis Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi
Usahatani Kubis
Analisis Pendapatan Usahatani kubis : - Penerimaan - Biaya - Pendapatan - R/C Ratio
Analisis Fungsi Produksi (Cobb-Douglas) - Signifikansi faktorfaktor produksi - Elastisitas faktorfaktor produksi
REKOMENDASI Peningkatan Keuntungan Petani Kubis
3.3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan sebagai dasar pertimbangan untuk melaksanakan penelitian ini adalah faktor-faktor produksi, seperti luas lahan, bibit, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida padat, dan pestisida cair diduga berpengaruh nyata terhadap produksi dalam usahatani kubis.
1V
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Kecamatan Cimenyan merupakan salah satu sentra produksi kubis yang memiliki tingkat produktivitas terendah di Kabupaten Bandung. Pemilihan Desa Cimenyan didasarkan pertimbangan bahwa desa tersebut memiliki luas panen kubis dan jumlah rumah tangga petani terbesar di Kecamatan Cimenyan. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu bulan Maret-April 2008.
4.2 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan para pihak terkait, yaitu petani, mitra petani, dan penyuluh di Desa Cimenyan. Wawancara berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) dilakukan kepada para petani untuk memperoleh informasi mengenai usahatani kubis. Data-data sekunder berasal dari berbagai instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, serta Departemen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Data sekunder juga diperoleh dari berbagai literatur yang berkaitan dengan topik penelitian.
4.3 Metode Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling. Anggota sampel dipilih secara khusus. Kriteria yang digunakan adalah petani kubis di Desa Cimenyan yang mengalami musim panen kubis pada bulan April 2008 (pertengahan musim hujan) dan memiliki pengalaman usahatani kubis di awal musim hujan. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang petani kubis. Menurut Sudjana dan Hadi dalam Usman dan Purnomo (2003), jumlah 30 responden tersebut tergolong ke dalam sampel besar yang telah menyebar normal. Selain itu, jumlah responden ditentukan dengan mempertimbangkan kendala waktu, biaya, dan tenaga.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan secara bertahap mulai dari transfer data, editing, pengolahan, kemudian interpretasi data. Analisis pendapatan petani kubis diolah dengan kalkulator dan Microsoft Excel 2003, sedangkan analisis fungsi produksi diolah melalui software Minitab 14. Analisis pendapatan usahatani dan fungsi produksi dibagi ke dalam dua periode, yaitu pada periode awal musim hujan dan pertengahan musim hujan. Petani mengalami masalah tingkat harga yang rendah di awal musim hujan dan tingkat produksi yang rendah karena serangan hama dan penyakit di pertengahan musim hujan. Oleh sebab itu, penting dilakukan analisis pada kedua periode tersebut.
4.4.1 Analisis Pendapatan Penerimaan usahatani kubis merupakan nilai dari total penjualan kubis yang dihasilkan. Secara umum, pendapatan dihasilkan dari penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan, baik biaya tunai maupun tidak tunai. Pendapatan usahatani dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : Pendapatan TR : Nilai Produksi (jumlah produksi dikali harga) TC : Biaya Tunai CC : Biaya yang Diperhitungkan Analisis pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai memperhitungkan biaya yang secara tunai dikeluarkan oleh petani, yaitu benih, pupuk kimia, pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam, pestisida, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Pendapatan atas biaya total memperhitungkan tenaga kerja keluarga yang digunakan, pupuk kandang dari kotoran sapi, biaya penyusutan lahan, dan sewa lahan. Semua petani responden diasumsikan menyewa tanah dalam usahatani kubis. Hal ini dikarenakan sulitnya memperoleh harga pajak tanah secara akurat dari para petani sesuai dengan luas dan kondisi tanah pada lahan kubis yang ditanam. Oleh sebab itu, sewa digolongkan ke dalam biaya diperhitungkan. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam
usahatani. Analisis ini dilakukan atas biaya tunai dan biaya total yang dirumuskan sebagai berikut :
TotalPenerimaan(TR ) TotalBiayaTunai TotalPenerimaan(TR ) R CAtasBiayaTotal = TotalBiaya Keterangan : R CAtasBiayaTunai =
a. R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Kegiatan usahatani tersebut menguntungkan dan layak dilaksanakan. b. R/C < 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dari pada tambahan biaya. Usahatani tersebut tidak menguntungkan atau tidak layak untuk dilaksanakan. c. R/C = 1 berarti kegiatan usahatani berada pada kondisi keuntungan normal.
4.4.2 Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi merupakan analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor produksi yang dianalisis dalam usahatani kubis adalah bibit, pestisida, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, luas lahan, dan dummy periode tanam. Pestisida yang digunakan petani dibagi kedalam dua bagian berdasarkan satuannya, pestisida padat (mg) dan pestisida cair (ml). Fungsi produksi Cobb-Douglas secra sistematis ditulis sebagai berikut : y = A x1β1 x2β2 x3β3 x4β4 x5β5 x6β6 x7β6 x8β8 eu
Dengan mentransformasikan fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linier logaritmatik, model tersebut ditulis sebagai berikut : ln y = ln A + β1 ln x1 + β2 ln x2 + β3 ln x3 + β4 ln x4 + β5 ln x5 + β6 ln x6 + β7 ln x7 + β8 ln x8 + u Keterangan : y
: hasil produksi kubis (kg)
ln A : intersep, besaran parameter x1
: luas lahan (ha)
x2
: jumlah bibit (gr)
x3
: jumlah pupuk kandang (kg)
x4
: jumlah pupuk kimia (kg)
x5
: jumlah tenaga kerja (HOK)
x6
: jumlah pestisida padat (mg)
x7
: jumlah pestisida cair (ml)
x8
: tingkat serangan hama dan penyakit (%)
u
: kesalahan Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi (βn)
menunjukkan elastisitas masing-masing faktor produksi. Untuk mengetahui skala usaha produksi kubis, dilakukan pengujian skala usaha apakah fungsi produksi yang diduga terjadi constant return to scale atau tidak. Hipotesis yang berlaku adalah : H0 : β1 + β2 = ……….= β8 = 1 H1 : β1 + β2 = ……….= β8 ≠ 1 Fhit =
( REr − REu ) x(n − k ) REu
Keterangan : REr : Residual Error Model Restricted REu : Residual Error Model Unrestricted n
: Jumlah sampel
k
: Jumlah parameter H0 ditolak jika Fhitung lebih besar dari Ftabel (m,n-k-1) pada tingkat
kepercayaan tertentu. Dengan kata lain, hipotesa yang menyatakan β1 + β2 = ……….= β8 = 1 (constant return to scale) adalah tidak benar.
4.4.3 Pengujian Hipotesis Pengujian statistik yang dilakukan pada model meliputi : 1. Uji Model Penduga Pengujian ini bertujuan mengetahui kelayakan model yang diajukan dengan menguji koefisien regresi hasil pendugaan OLS secara bersama-sama. Hipotesis : Ho : β1 = β2 = ……….= β8 = 0 H1 : salah satu dari βi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F
Keterangan : R2 : koefisien determinasi k : jumlah parameter n : jumlah responden yang diambil Kriteria Uji : F-hitung > F tabel (k-1, n-k), tolak Ho F-hitung < F tabel (k-1, n-k), terima Ho
Jika Ho ditolak, paling sedikit terdapat satu variabel bebas Xi berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas (produksi). Sebaliknya, Ho diterima artinya paling sedikit ada satu variabel bebas Xi tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas (produksi). Untuk mengetahui seberapa besar keragaman produksi (Y) dapat diterangkan oleh variabel bebas (X) yang telah dipilih, dihitung nilai koefisien determinasi (R2). Secara sitematis, R2 dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan : ∑ei2 : jumlah kuadrat unsure sisa (galat) ∑yi2 : jumlah kuadrat total 2. Uji Masing-masing Parameter Uji masing-masing parameter dilakukan untuk mengetahui variabel bebas (X) apa saja yang mempengaruhi produksi (Y). Hipotesis H0 : β1 = β2 = ……….= β8 = 0 H 1 : βi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t :
thitung =
bi − 0 S (bi )
Keterangan : bi
: koefisien regresi ke-i yang diduga
Sbi
: standar deviasi koefisen regresi ke-i yang diduga
Kriteria uji :
t hit > t tabel (α, n - k), tolak H0 t hit < t tabel (α, n - k), terima H0
Jika H0 ditolak, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap produksi (Y). Jika H0 diterima, variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi (Y). 3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk menditeksi terjadinya korelasi yang tinggi antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas lainnya. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflanatory Factor (VIF). Nilai VIF lebih besar dari 10 menunjukkan telah terjadi multikolinearitas antara variabel bebas.
4.5 Konsep Pengukuran Variabel Dalam menganalisis produksi dan pendapatan usahatani kubis, peubahpeubah yang diukur dan dianalisis, diantaranya : 1. luas lahan garapan adalah luas areal usahatani kubis dalam satuan hektar (ha); 2. tenaga kerja adalah jumlah pria ataupun wanita yang digunakan dalam proses produksi. Tenaga kerja diukur berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK); 3. produksi total adalah hasil kubis yang dipanen dari luas lahan tertentu, diukur dalam kilogram (kg); 4. produktivitas adalah produksi total kubis dibagi luas lahan (kg/ ha); 5. biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan metode garis lurus yang diperoleh dari nilai pembelian dibagi dengan periode produksi sedangkan nilai sisa diasumsikan bernilai nol. Satuan yang digunakan adalah rupiah (Rp)
6. biaya tunai adalah nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli benih, pupuk kimia, pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam, pestisida, dan upah tenaga kerja luar keluarga dalam rupiah (Rp); 7. biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang digunakan untuk upah tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi, dan penyusutan alat dalam rupiah (Rp); 8. biaya total adalah semua pengeluaran yang digunakan dalam usahatani kubis, baik tunai maupun yang diperhitungkan, diukur dalam rupiah (Rp); 9. harga pokok adalah harga jual rata-rata kubis di tingkat petani dalam satu musim panen, diukur dalam rupiah per kg; 10. harga input berdasarkan harga rata-rata masing-masing faktor poduksi yang dibeli petani; 11. penerimaan usahatani adalah nilai produksi kubis total dikalikan harga jual rata-rata di tingkat petani. Satuan yang digunakan adalah rupiah (Rp); 12. pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya tunai usahatani kubis dalam rupiah (Rp); 13. pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya total usahatani kubis dalam rupiah (Rp); 14. faktor-faktor produksi yang dianalisis adalah lahan (X1), benih (X2), pupuk kandang (X3), pupuk kimia (X4), tenaga kerja (X5), pestisida padat (X6), pestisida cair (X7), dan tingkat serangan hama dan penyakit (X8).
V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung 5.1.1 Kondisi Geografi Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah 3.073,7 km2. Pada tahun 2006, Kabupaten Bandung terdiri atas 45 kecamatan dan 431 desa. Berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2007, kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Bandung memiliki 30 dan 255 desa pascapemekaran11. Secara geografis, Kabupaten Bandung terletak pada 6,410 – 7,910 lintang selatan dan 107,220 – 108,50 bujur timur. Kabupaten Bandung berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang di sebelah utara, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut di sebelah timur, Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Cianjur di sebelah barat, serta Kota Bandung dan Kota Cimahi di bagian tengah. Sebagian besar wilayah Bandung adalah pegunungan. Wilayah Kabupaten Bandung beriklim tropis. Curah hujan rata- rata sebesar 500 – 4000 mm/tahun dan suhu rata-rata 19°C - 24°C12.
5.1.2 Kondisi Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Bandung mencapai 4.399.482 orang pada tahun 2006. Penduduk laki-laki berjumlah 2.224.108 orang sedangkan perempuan 2.173.374 orang. Rata-rata kepadatan penduduk penduduk sebesar 1431 jiwa/km2.
11 12
http://id.wikipedia.org/wiki/Kubis, artikel Kabupaten Bandung, diakses tanggal 4 Agustus 2008. www.bandungkab.go.id, artikel Peta & Kondisi Geographis, diakses tanggal 4 Agustus 2008.
Jumlah rumah tangga di Kabupaten Bandung sebesar 1.106.390. Dari jumlah tersebut, sebagian besar rumah tangga (64,45 persen) memiliki satus pendidikan tamatan SD-SMP13.
5.1.3 Kondisi Pertanian Kabupaten Bandung merupakan daerah sentra pertanian. Jenis pertanian yang dilakukan meliputi pertanian di dataran rendah hingga dataran tinggi. Berbagai komoditas pertanian dapat dibudidayakan dengan baik di kabupaten ini. Jenis padi yang banyak ditanam di Kabupaten Bandung adalah padi gogo. Sementara, tanaman palawija yang diproduksi meliputi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Tanaman hortikutura yang dibudidayakan mencakup sayur-sayuran (kubis, cabe besar, bawang merah, tomat, kentang), buah-buahan (alpukat, pisang, salak, dan rambutan), tanaman hias (anggrek, gladiul, krisan, gerbera, sedap malam), dan tanaman obat (jahe)14. Tabel 3 menunjukkan data data produksi komoditas pertanian unggulan Kabupaten Bandung tahun 2005-2006. Ubi kayu termasuk komoditas paliwija dengan produksi tertinggi di di Kabupaten Bandung. Kubis dan kentang merupakan komoditas sayuran yang paling banyak diproduksi. Sementara, pisang dan krisan menjadi komoditas yang paling diunggulkan dari sub sektor buahbuahan dan tanaman hias.
13 14
www.bandungkab.go.id, artikel Demografi, diakses tanggal 4 Agustus 2008. www.bandungkab.go.id, artikel Komoditas Tanaman Pangan dan Hortikultura Unggulan, diakses tanggal 4 Agustus 2008
Tabel 3. Data Produksi Komoditas Pertanian Unggulan Kabupaten Bandung Tahun 2005-2006 Komoditas
Produksi (ton) 2005
2006
Padi Padi Sawah Padi Gogo Jumlah
629.841 31.225 661.066
541.844 26.290 568.134
Palawija Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
85.076 819 3.304 114 183.462 31.125
71.350 878 3.416 55 177.538 26.571
257.116 23.776 35.787 90.306 346.788
219.833 16.520 22.953 66.282 174.994
20.572 55.245 91 3.031
12.010 62.866 179 1.225
95.084 12.783.379 30.272.000 2.670.989 5.137.139
39.661 8.587.720 25.717.250 3.230.539 4.834.976
11.388
3.598
Hortikultura Sayur-sayuran Kentang Cabe Besar Bawang Merah Tomat Kubis Buah-buahan Alpukat Pisang Salak Rambutan Hias Anggrek Gladiul Krisan Gerbera Sedap Malam Obat-obatan Jahe Sumber : www.bandungkab.go.id
5.2 Keadaan Alam dan Geografis Desa Cimenyan Penelitian
dilakukan di Desa Cimenyan yang terletak di Kecamatan
Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sebelah utara Desa Cimenyan berbatasan dengan Desa Ciburial, sebelah barat berbatasan dengan Desa Mekarsaluyu dan Kelurahan
Cibeunying, sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekar Manik dan Desa Mandala Mekar, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Padasuka. Jarak Desa Cimenyan ke ibu kota Kecamatan Cimenyan sebesar 0,5 km dengan waktu tempuh 15 menit dengan menggunakan ojek. Sementara, jarak ke ibukota Kabupaten Bandung sebesar 25 km atau sekitar dua jam yang dapat ditempuh dengan angkutan kota. Desa Cimenyan memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan ketinggian 700-1300 m di atas permukaan laut, curah hujan 2000-3000 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 20-30 oC. Luas keseluruhan Desa Cimenyan adalah 704.897,2 ha. Distribusi penggunaan lahan di Desa Cimenya dapat dilihat p ada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan Desa Cimenyan Tahun 2007 Penggunaan Lahan Sawah Tegalan Pemukiman Hutan Lindung Fasilitas Umum Jumlah
Luas (Ha) 24 633.712 72 250 70.839,2 704.897,2
Persentase (%) 0,003 89,90 0,01 0,04 10,05 100,00
Sumber : Profil Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, 2007
Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar lahan di Desa Cimenyan digunakan dalam bentuk tegalan (89,9 persen). Pada tegalan tersebut, petani di Desa Cimenyan melakukan aktivitas usahatani dengan menanam berbagai macam tanaman dataran tinggi.
5.3 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk di Desa Cimenyan tahun 2007 sebesar 11.347 orang. Jumlah penduduk laki-laki (5.832 orang) lebih besar dibandingkan jumlah penduduk perempuan (5.515 orang). Jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat
di Desa Cimenyan sebanyak 3.996 KK. Kepadatan penduduk di Desa Cimenyan adalah 69 orang/km2. Kualitas sumber daya manusia di Desa Cimenyan masih tergolong rendah. Sebagian besar penduduk di desa tersebut merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) yaitu 5.425 orang atau 68 persen dari jumlah penduduk berusia lebih dari 18 tahun. Penduduk di Desa Cimenyan yang berhasil menyelesaikan perguruan tinggi sebanyak 51 orang atau sekitar 0,01 persen. Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Desa Cimenyan Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pekerjaan Petani Buruh tani Buruh/swasta Pegawai negeri sipil Pengrajin Pedagang Peternak Jasa TNI/POLRI Jumlah
Jumlah (orang) 1026 1610 115 41 53 110 11 244 16 3226
Persentase (%) 31,80 49,91 3,56 1,27 1,64 3,41 0,34 7,56 0,50 100,00
Sumber : Hasil Analisis dan Rekapitulasi Potensi dan Perkembangan Desa/Kelurahan Tahun 2006
Berdasarkan Tabel 5, sebagian besar penduduk Desa Cimenyan bekerja di sektor pertanian (81,7 persen) sedangkan sisanya (18,3 persen) bekerja di luar sektor pertaian. Mata pencaharian utama penduduk desa yaitu buruh tani (49,91 persen) dan petani (31,8 persen). Dari sektor non pertanian, penduduk Desa Cimenyan paling banyak bekerja pada sub sektor jasa, yaitu penarik ojek.
5.4 Sarana dan Prasarana Sarana jalan di Desa Cimenyan kurang memadai. Panjang jalan aspal yang baik sebesar 5 km sedangkan panjang jalan aspal rusak sebesar 10 km. Alat
transportasi yang tersedia di desa umumnya ojek dan beberapa jenis angkutan sayuran. Desa Cimenyan memiliki balai desa sendiri yang menjadi pusat pemerintahan desa. Selain itu, tersedia sarana pendidikan hingga jenjang menengah pertama yang terdiri dari 2 Taman Kanak-kanak (TK), 8 Sekolah Dasar (SD), dan 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Cimenyan terdiri dari 31 buah mesjid dan 6 mushola. Sarana kesehatan yang dimiliki sudah cukup baik. Desa Cimenyan memiliki 1 unit Puskesmas, 1 unit tempat praktek bidan, 1 pos obat desa, 6 Posyandu pratama, 9 Posyandu madya, 3 Posyandu purnama dan 1 toko obat. Tenaga kesehatan yang dimiliki pun sudah cukup memadai. Desa Cimenyan memiliki sarana olahraga berupa 3 lapangan bulu tangkis, 16 lapangan voli, dan 10 lapangan bulu tangkis. Terdapat tiga pasar yang berada cukup dekat dengan Desa Cimenyan, yaitu Pasar Suci, Pasar Cicaheum, dan Pasar Cicadas.
5.5 Gambaran Umum Pertanian di Desa Cimenyan Terdapat berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan di Desa Cimenyan. Tanaman tersebut diantaranya padi sawah, jagung, ubi kayu, bawang merah, tomat, kentang, kubis, dan buncis. Tanaman utama yang dibudidayakan hampir seluruh petani di Desa Cimenyan adalah kentang. Tanaman dengan luas lahan terbesar adalah padi sawah, yaitu 17 hektar. Sementara, kubis merupakan tanaman yang memiliki tingkat produksi tertinggi dibandingkan tanaman lainnya.
Pada tahun 2006, terdapat 2.228 Rumah Tangga Petani (RTP) di Desa Cimenyan. Namun, sebesar 73,25 persen (1.632 RTP) tidak memiliki lahan pertanian. Sebanyak 483 RTP memiliki lahan pertanian yang tidak diusahakan. Jumlah RTP yang memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 ha dan mengusahakannya sebesar 60 RTP, 41 RTP memiliki lahan antara 0,5 – 1,0 ha, dan 17 RTP memiliki lahan lebih dari 1 ha. Dalam satu tahun, petani di Desa Cimenyan mengalami tiga kali masa tanam. Dalam hal ini, dua kali masa tanam dilakukan pada musim hujan dan satu kali masa tanam pada musim kemarau. Hal tersebut dikarenakan pertanian di Desa Cimenyan memiliki masalah dalam pengairan di musim kemarau. Desa Cimenyan tidak memiliki saluran irigasi.
5.6 Gambaran Umum Usahatani Kubis di Desa Cimenyan Petani di Desa Cimenyan melaksanakan usahatani kubis satu hingga dua kali dalam satu tahun. Sebagian besar masa tanam dilakukan pada musim hujan. Sementara, budidaya kubis pada musim kemarau dilakukan oleh sebagian kecil petani yang lahan pertaniannya terletak dekat dengan sumber air. Pada musim hujan, kubis lebih baik ditanam karena adanya air yang cukup. Kubis putih hasilnya berkurang 20 -30 persen apabila kandungan air tanahnya 50 persen dari kapasitas lapang (Pracaya, 2001). Terdapat tiga alasan utama petani di Desa Cimenyan memilih untuk berusahatani kubis. Pertama, kubis telah diusahakan secara turun temurun sehingga banyak petani yang telah mengetahui dan terbiasa dengan teknik budidaya kubis. Kedua, modal yang dibutuhkan untuk berusahatani kubis relatif lebih rendah dibandingkan tanaman hortikultura lainnya di Desa Cimenyan.
Ketiga, adanya faktor lingkungan dalam hal iklim dan kondisi alam Desa Cimenyan yang sesuai untuk budidaya kubis. Petani kubis umumnya melakukan penanaman kubis dengan sistem monokultur. Namun, terdapat sebagian kecil petani kubis yang melakukan pola tanam tumpang sari. Tanaman kubis biasanya ditumpangsarikan dengan tanaman jagung. Jenis kubis yang ditanam oleh sebagian besar petani adalah Grand Cronet. Petani memilih jenis kubis ini karena hasil per kg krop kubis Grand Cronet lebih besar dibandingkan jenis lain. Benih tersebut dibeli petani dari toko pertanian yang terletak di Lembang dan petani lain yang mengusahakan benih tanaman kubis yang sama. Tenaga kerja yang digunakan meliputi tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan yang berasal dari dalam dan luar keluarga. Petani pemilik lahan hampir selalu terlibat dalam setiap proses produksi. Petani di Desa Cimenyan memiliki jam kerja yang cukup panjang yaitu pukul 07.00-16.00. Kubis di Desa Cimenyan ditanam dalam bentuk biji dan stek. Jika petani menggunakan biji, biasanya petani melakukan penyemaian terlebih dahulu. Namun tidak demikian dengan stek, petani yang membeli benih dalam bentuk stek biasanya langsung menanamnya di lapangan. Penyemaian dilakukan petani pemilik lahan bekerja sama dengan anggota keluarganya. Setelah
penyemaian, petani
kubis melakukan
pengolahan
tanah.
Pengolahan tanah dilakukan dengan pencangkulan. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses ini disesuaikan dengan kemampuan petani. Petani dengan luas lahan yang lebih luas umumnya menggunakan tenaga kerja laki-laki di luar keluarga.
Dengan semakin luas lahan, tenaga kerja laki-laki di luar keluarga yang digunakan akan semakin banyak. Penanaman benih kubis dilakukan petani di atas bedengan dengan jarak tanam yang disesuaikan. Ukuran bedengan dan jarak tanam ini berbeda-beda pada setiap petani. Proses penanaman dilakukan petani beserta anggota anggotanya. Kubis memerlukan pupuk cukup banyak karena tanaman ini banyak menghisap zat hara, terutama Nitrogen dan Kalium. Petani di Desa Cimenyan melakukan pemupukan dua hingga tiga kali per musim tanam, disesuaikan dengan kemampuan finansial petani. Pemupukan pertama umumnya menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam atau campuran kotoran ayam dan kotoran sapi. Sementara, pemupukan kedua dan ketiga menggunakan pupuk kimia. Pupuk kimia tersebut adalah NPK, Za, TSP, dan KCl. Pemupukan umumnya hanya melibatkan petani pemilik dan anggota keluarganya. Gulma yang tumbuh di sekitar kubis dapat merugikan karena menjadi pesaing dalam pertumbuhan tanaman kubis. Oleh sebab itu, penyiangan sangat dibutuhkan untuk menjaga proses pertumbuhan kubis. Penyiangan dilakukan ketika jumlah gulma telah cukup banyak. Dalam proses ini, umumnya digunakan tenaga kerja perempuan untuk menyiangai lahan. Tenaga kerja perempuan dapat berasal dari keluarga dan di luar keluarga. Untuk memberantas hama dan penyakit, petani kubis menggunakan pestisida. Jenis pestisida yang tersebut meliputi pestisida padat dan pestisida cair. Pestisida yang umum digunakan petani kubis di Desa Cimenyan adalah Poliram, Agrimex, dan Tracer. Pada musim hujan, petani kubis di Desa Cimenyan menggunakan lebih banyak pestisida, terutama pada periode tanam pertengahan
musim hujan. Pemberian pestisida dilakukan 5 - 21 kali per masa tanam. Hama yang banyak meyerang tanaman kubis di Desa Cimenyan adalah ulat daun dan kupu-kupu sedangkan penyakitnya adalah akar gada. Pemberian pestisida pada tanaman kubis umumnya dilakukan oleh petani pemilik lahan beserta anggota keluarganya. Pemanenan kubis dilakukan pada saat umur mencapai 3-4 bulan sejak tanam. Pada saat pemanenan, pedagang pengumpul umumnya langsung membeli kubis yang diproduksi petani responden. Sistem ini dikenal dengan sistem borongan. Pada saat penelitian, harga kubis pada awal musim hujan sekitar Rp 200-700/kg dan pertengahan musim hujan Rp 900-1200/kg.
VI
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KUBIS DI DESA CIMENYAN
6.1 Karakteristik Petani Responden Petani yang dipilih sebagai responden sebanyak 30 orang petani kubis di Desa Cimenyan. Usahatani kubis yang dilakukan petani responden seluruhnya menggunakan sistem monokultur. Petani responden menanam kubis sebanyak dua kali dalam satu tahun dan sebagian besar melakukan budidaya di musim hujan. Struktur umur petani responden di Desa Cimenyan dapat dilihat pada Tabel 6. Persentase terbesar berada pada kelompok usia lebih dari 50 tahun yaitu sebanyak 12 orang (40 persen). Rata-rata usia petani reponden adalah 46 tahun. Tabel 6. Struktur Umur Petani Responden Desa Cimenyan Tahun 2008 Kelompok Umur (tahun) 20 - 30 31 - 40 41- 50 > 50 Jumlah
Jumlah (orang) 5 5 8 12 30
Persentase (%) 16,67 16,67 26,67 40,00 100,00
Sumber : Data primer, 2008
Tingkat pendidikan petani responden meliputi tidak tamat SD, SD, SMP, dan SMA. Seluruh petani responden pernah duduk pada tingkat pendidikan SD, meskipun terdapat dua orang petani responden yang tidak tamat SD (6,67 persen). Pada Tabel 7, digambarkan tingkat pendidikan formal petani responden. Tingkat pendidikan petani yang terbanyak adalah sampai dengan SD, yaitu 21 orang (70 persen). Responden dengan pendidikan SMP dan SMA masing-masing 4 orang (13,33 persen) dan 3 orang (10 persen).
Tabel 7. Tingkat Pendidikan Petani Responden Desa Cimenyan Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Jumlah
Jumlah (orang) 2 21 4 3 30
Persentase (%) 6,67 70,00 13,33 10,00 100,00
Sumber : Data primer, 2008
Dalam hal pengalaman kerja, petani responden dibagi ke dalam empat bagian, yaitu petani yang memiliki pengalaman kurang dari sama dengan 10 tahun, antara 11 - 20 tahun, antara 21 – 30 tahun, dan lebih dari 30 tahun. Pengalaman petani reponden dapat dilihat pada Tabel 8. Petani responden umumnya memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun (43,3 persen). Dengan demikian, petani responden mempunyai cukup banyak pengalaman dalam berusahatani kubis. Tabel 8. Pengalaman Berusahatani Petani Responden Desa Cimenyan Tahun 2008 Pengalaman Bertani (tahun) ≤ 10 11 - 20 21- 30 > 30 Jumlah
Jumlah (orang) 4 6 7 13 30
Persentase (%) 13,33 20,00 23,33 43,33 100,00
Sumber : Data primer, 2008
Rata-rata luas lahan pertanian kubis yang diusahakan petani responden adalah 0,15 ha. Luas lahan pertanian kubis terbesar yaitu 0,42 ha dan tersempit yaitu 0,042 ha. Usahatani kubis petani responden dapat dikategorikan sebagai usahatani pada lahan sempit. Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari petani pemilik dan penyewa. Jumlah petani pemilik sebanyak 13 orang sedangkan petani penyewa sebanyak 17 orang.
6.2 Penerimaan Usahatani Kubis Penerimaan usahatani kubis dihitung berdasarkan perkalian antara total produk dengan harga pasar yang berlaku. Penerimaan pada awal dan pertengahan musim hujan menunjukkan hasil yang berbeda. Fenomena ini terjadi karena terdapat perbedaan tingkat produksi dan harga jual kubis pada kedua periode. Produktivitas kubis di Desa Cimenyan pada awal musim hujan merupakan yang tertinggi dibandingkan produktivitas pada musim tanam lainnya. Produktivitas kubis rata-rata pada musim ini sebesar 34.133,29 kg/ha. Tingkat produksi yang baik menyebabkan sebagian besar petani kubis memutuskan untuk menjalankan usahataninya di awal musim hujan. Hal tersebut berdampak pada harga jual kubis.Besarnya suplai mengakibatkan harga jual kubis menjadi sangat rendah, rata-rata sebesar Rp 500/kg. Dengan demikian, penerimaan yang diterima petani kubis sebesar Rp 17.066.646. Sementara
itu,
produksi
kubis
pada
pertengahan
musim
hujan
mengahadapi permasalahan dalam hal serangan hama dan penyakit. Pada periode ini, serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis sangat tinggi. Produktivitas kubis rata-rata turun menjadi 14.601,44 kg/ha. Produksi yang rendah pada akhirnya menaikkan harga jual kubis di tingkat petani. Rata-rata harga jual kubis pada periode ini yaitu Rp 1.000/kg sehingga penerimaan yang diterima petani Rp 14.601.445. Penerimaan petani pada periode ini 14,44 persen lebih rendah dibandingkan pada awal musim hujan.
6.3 Analisis Biaya Usahatani Kubis Biaya usahatani kubis digolongkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya total usahatani yang dikeluarkan pada pertengahan musim penghujan (Rp 13.604.134) lebih besar dibandingkan biaya total usahatani di awal musim penghujan (Rp 12.240.217). Perbedaan biaya usahatani di awal dan pertengahan musim penghujan dipengaruhi oleh biaya penggunaan tenaga kerja dan pestisida. Sementara itu, faktor produksi lain, seperti bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, dan sewa lahan pada kedua periode produksi rata-rata digunakan dalam jumlah yang sama. Dari total biaya yang dikeluarkan, komponen biaya usahatani yang terbesar adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu 39,85 persen pada awal musim hujan dan 44,58 persen pada pertengahan musim hujan. Hal tersebut disebabkan petani pemilik lahan hampir selalu terlibat pada setiap proses produksi. Persentase biaya terendah berasal dari biaya pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi.
6.3.1 Biaya Tunai Biaya tunai dihitung berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani. Biaya tunai meliputi pengeluaran untuk benih, pupuk kandang dari kotoran ayam, pupuk kimia (pupuk NPK, pupuk ZaTSP, pupuk urea, dan pupuk KCL), pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja luar keluarga (lakilaki dan perempuan). Rata-rata jumlah fisik, jumlah nilai, dan persentase komponen biaya tunai per hektar pada awal dan pertengahan musim hujan ditunjukkan pada Tabel 9.
Biaya untuk benih yang dikeluarkan pada setiap periode tanam sebesar Rp 548.4178. Petani rata-rata menggunakan 206,95 gr bibit kubis per hektar. Jenis varietas kubis yang ditanam mayoritas petani di Desa Cimenyan adalah Grand Cronet. Petani membutuhkan sekitar 11 kantong bibit Grand Cronet dalam satu hektar yang setiap kantongnya berisi 20 gr dengan harga rata-rata Rp 53.000,00/kantong. Tabel 9. Rata-rata Jumlah Fisik, Jumlah Nilai, dan Persentase Komponen Biaya Tunai per Hektar pada Usahatani Kubis di Desa Cimenyan pada Awal dan Pertengahan Musim Hujan Komponen Biaya Tunai Usahatani a. Benih b. Pupuk Kandang Ayam c. Pupuk Kimia NPK ZaTSP Urea KCl Total d. Pestisida Cair Pestisida Padat Total e. Tenaga Kerja Luar Keluarga • Laki-laki • Perempuan Total Total
Awal Musim Hujan Jumlah Fisik
Jumlah Nilai (Rp)
Pertengahan Musim Hujan (%)
Jumlah Fisik
Jumlah Nilai (Rp)
(%)
206,95 gr
548.418
8,55
206,95 gr
548.418
8,32
5202,29 kg
1.056.065
16,47
5202,29 kg
1.056.065
16,02
344,83 kg 394,08 kg 47,62 kg 43,97 kg 830,5 kg
1.896.565 765.642 80.954 153.895 2.897.056
29,58 11,94 1,26 2,40 45,18
344,83 kg 394,08 kg 47,62 kg 43,97 kg 830,5 kg
1.896.565 765.642 80.954 153.895 2.897.056
28,78 11,62 1,23 2,34 43,97
214,38 ml 3266,67 mg
250.825 137.200 388.025
3,91 2,14 6,32
361,66 ml 3400 mg
423.142 142.800 565.942
6,42 2,17 8,59
38,26 HOK 37,75 HOK 76,01 HOK
956.500 566.250 1.522.750
14,92 8,83 23,75
38,26 HOK 37,75 HOK 76,01 HOK
956.500 566.250 1.522.750
14,51 8,59 23,75
6.412.314
100,00
6.590.231
100,00
Penggunaan pupuk kandang bagi petani di Desa Cimenyan menjadi salah satu hal yang penting untuk meningkatkan kesuburan tanah. Petani kubis
menggunakan dua jenis pupuk kandang, yaitu yang berasal dari kotoran ayam dan kotoran sapi. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam merupakan pupuk kandang yang dibeli secara tunai oleh petani, sedangkan pupuk kandang dari kotoran sapi diperoleh langsung dari kandang ternak yang dimilikinya. Pupuk kandang diberikan pada setiap musim tanam. Penggunaan pupuk jenis ini sangat tinggi, yaitu 74 persen dari total pupuk yang digunakan. Faktor penyebabnya adalah karena harga pupuk kandang ayam jauh lebih rendah dibandingkan pupuk kimia dan kandungan Kalium serta air yang dimilikinya lebih besar dibandingkan pupuk kandang dari kotoran sapi (Marsono dan Paulus Sigit, 2001). Biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk kandang dari kotoran ayam rata-rata Rp 1.056.065. Satu kilogram pupuk tersebut dibeli rata-rata seharga Rp 203/kg. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pupuk kimia sebesar Rp 2.897.056. Total biaya pupuk kimia mendominasi pengeluaran untuk biaya tunai dengan persentase 45,18 di awal musim hujan dan 43,97 di pertengahan musim hujan. Pupuk kimia yang digunakan meliputi pupuk NPK, pupuk kawinan yang merupakan pupuk ZaTSP, pupuk urea, dan pupuk KCl. Pupuk yang paling banyak digunakan petani adalah pupuk NPK, diikuti dengan pupuk ZaTSP, pupuk urea, dan pupuk KCl. Harga rata-rata masing-masing pupuk kimia secara berturut-turut adalah Rp 5.500/kg, Rp 1.943/kg, Rp 1.700/kg, dan Rp 3.500/kg. Pestisida yang digunakan dalam usahatani kubis adalah pestisida cair dan pestisida padat. Pada pertengahan musim hujan, pestisida yang digunakan lebih banyak dibandingkan di awal musim hujan. Hal ini disebabkan di pertengahan musim hujan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis sangat tinggi. Hama dan penyakit tersebut berasal dari musim tanam sebelumnya yang telah
resisten terhadap dosis pestisida yang biasanya diberikan sehingga untuk mengatasinya petani menambah dosis pestisida. Selain itu, penyakit busuk akar meluas di pertengahan musim hujan karena terdapat petani yang melakukan penanaman kubis secara berturut-turut pada beberapa periode. Alokasi biaya pestisida pada musim hujan lebih besar dibandingkan pada awal musim hujan. Total biaya pestisida di pertengahan musim hujan sebesar Rp 565.942, sedangkan di awal musim hujan sebesar Rp 388.025. Tenaga kerja di luar keluarga umumnya digunakan untuk pengolahan tanah yang melibatkan tenaga kerja laki-laki serta penyiangan dan pemupukan yang melibatkan tenaga kerja perempuan. Upah yang diterima tenaga kerja lakilaki sebesar Rp 25.000/hari, sedangkan upah tenaga kerja perempuan sebesar Rp 15.000/hari. Upah tenaga kerja laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan dipengaruhi oleh tingkat kesulitan dalam pekerjaan yang dilakukan.
6.3.2 Biaya yang Diperhitungkan Biaya yang diperhitungkan dalam usahatani kubis meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, pupuk kandang sapi, sewa lahan, dan biaya penyusutan. Rata-rata jumlah fisik, jumlah nilai, dan persentase komponen biaya diperhitungkan pada dua periode tanaman terlihat di Tabel 10. Biaya yang diperhitungkan di awal musim hujan yaitu Rp 5.827.903 lebih rendah daripada di pertengahan musim hujan sebesar Rp 7.013.903. Perbedaan biaya tersebut berasal dari penggunaan tenaga kerja laki-laki dalam keluarga yang digunakan terutama dalam proses pengobatan. Pada pertengahan musim hujan, petani kubis lebih sering melakukan pengobatan terhadap tanamannya sehingga intensitasnya bekerja meningkat dibandingkan di
awal musim hujan. Pada awal musim hujan biaya tenaga kerja laki-laki sebesar Rp 3.644.250 sedangkan pada pertengahan musim hujan sebesar Rp 4.830.250. Sementara itu, biaya untuk tenaga kerja perempuan pada kedua periode produksi sama, yaitu Rp 1.233.900. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Fisik, Jumlah Nilai, dan Persentase Komponen Biaya Diperhitungkan per Hektar pada Usahatani Kubis di Desa Cimenyan pada Awal dan Pertengahan Musim Hujan Awal Musim Hujan
Pertengahan Musim Hujan
Komponen Biaya Diperhitungkan Usahatani
Jumlah Fisik
Jumlah Nilai (Rp)
(%)
Jumlah Fisik
Jumlah Nilai (Rp)
(%)
BIAYA DPRHITUNGKN a. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Laki-laki Perempuan Total
145,77 HOK 82,26 HOK 228,03 HOK
3.644.250 1.233.900 4.878.150
62,53 21,17 83,7
193,21 HOK 82,26 HOK 275,47 HOK
4.830.250 1.233.900 6.064.150
68,87 17,59 86,46
995,92 kg
202.172
3,47
995,92 kg
202.172
2,88
238.097 509.484
4,09 8,74
238.097 509.484
3,39 7,26
b. Pupuk Kandang Sapi c. Sewa Lahan d. Biaya Penyusutan Total Biaya Diperhitungkan
5.827.903 100,00
7.013.903 100,00
Beberapa petani di Desa Cimenyan merupakan peternak sapi. Oleh sebab itu, kebutuhan pupuk kandang dari kotoran sapi diperoleh langsung dari kandang ternak yang dimilikinya. Dalam satu musim tanam, petani kubis menggunakan 995,92 kg pupuk dari kotoran sapi yang senilai dengan Rp 202.172. Petani
responden
di
Desa
Cimenyan
diasumsikan
seluruhnya
menggunakan lahan sewa dalam menjalankan usahatani. Asumsi tersebut didasarkan pada pertimbangan sulitnya memperoleh nilai pajak lahan yang dibayarkan petani. Lahan yang disewa petani sebagian besar merupakan lahan
milik pemerintah desa, sisanya merupakan lahan milik keluarga. Harga sewa lahan pertanian di Desa Cimenyan mengikuti harga sewa lahan milik pemerintah desa sebesar Rp 238.097/ha/masa tanam. Biaya penyusutan yang diperhitungkan dari alat-alat pertanian usahatani kubis meliputi cangkul, arit, sprayer, dan koret. Biaya penyusutan cangkul setiap musim tanam sebesar Rp 10.000, sparey sebesar Rp 26.000, serta koret dan arit sebesar Rp 2.000. Rata-rata total biaya penyusutan per hektar dalam satu musim tanam adalah Rp 509.484.
6.4 Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dipertimbangkan dari biaya tunai dan biaya total. Hasil perhitungan pendapatan usahatani kubis pada lahan seluas satu hektar pada awal dan pertengahan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Analisis Pendapatan Petani Kubis per Hektar pada Awal dan Pertengahan Musim Hujan di Desa Cimenyan Tahun 2007-2008
Uraian Total Penerimaan Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
Awal Musim Hujan 17.066.646 6.412.314 5.827.903 12.240.217 10.654.332 4.826.429 2,66 1,39
Pertengahan Musim Hujan 14.601.445 6.590.231 7.013.903 13.604.134 8.011.214 997.311 2,22 1,07
Dari Tabel 11, usahatani kubis layak dan menguntungkan dilakukan pada dua periode tanam di musim hujan. Dalam kondisi normal yaitu pada awal musim hujan, pendapatan atas biaya total sebesar Rp 4.826.429 dengan nilai R/C 1,39. Hal tersebut berarti Rp 100 biaya yang dikeluarkan petani akan menghasilkan
imbalan penerimaan sebesar Rp 139. Nilai pendapatan usahatani kubis atas biaya total per hektar pada pertengahan musim hujan adalah Rp 997.311 dengan nilai R/C 1,07. Sebesar Rp 100 biaya yang dikeluarkan petani akan menghasilkan imbalan penerimaan sebesar Rp 107. Kondisi tersebut mengindikasikan usahatani kubis dalam keadaan sedang terserang hama dan penyakit masih tetap menguntungkan untuk dilakukan. Nilai R/C atas biaya tunai di awal musim hujan (2,66) lebih besar dibandingkan di pertengahan musim hujan (2,22). Jika usahatani kubis dilakukan pada awal musim hujan, sebesar Rp 100 biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan Rp 266. Sementara itu, sebesar Rp 100 biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan Rp 222 di pertengahan musim hujan. Dari perhitungan pada Tabel 11, usahatani kubis lebih menguntungkan dilakukan pada awal musim hujan. Pendapatan tunai pada awal musim hujan lebih besar 24,8 persen dibandingkan pada pertengahan musim hujan.
VII
ANALISIS PRODUKSI USAHATANI KUBIS
7.1 Analisis Produksi pada Awal Musim Hujan 7.1.1 Analisis Model Fungsi Produksi Fungsi produksi yang akan diduga merupakan fungsi produksi dalam keadaan normal, yaitu produksi di awal musim hujan. Model fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Model ini dipilih karena memiliki kriteria statistik yang lebih baik dibandingkan model fungsi produksi linier berganda. Pada model fungsi produksi linier berganda, terdapat masalah multikolinier yang melanggar asumsi OLS. Selain itu, sampel tidak menyebar normal (Lampiran 1). Dalam pendugaan model, digunakan tujuh variabel bebas yang merupakan faktor-faktor produksi dalam usahatani kubis. Tujuh variabel bebas tersebut diantaranya luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, pestisida padat, dan pestisida cair. Semua faktor produksi tersebut (X) akan menduga produksi kubis (Y). Tabel 12. Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Awal Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb- Douglas
Variabel Konstanta Ln luas lahan (X1) Ln benih (X2) Ln pupuk kandang (X3) Ln pupuk kimia (X4) Ln tenaga kerja (X5) Ln pestisida padat (X6) Ln pestisida cair (X7) R-sq = 95,0% R-sq (adj) = 93,5% F hitung = 60,34
Kofisien Regresi 3,37 0,032 0,324 0,482 0,311 - 0,133 0,0118 - 0,0179
P-Value 0,009 0,816 0,045 0,007 0,023 0,500 0,089 0,248
Pengujian model secara statistik dilakukan dengan melihat nilai R2, Fhitung, dan t-hitung pada masing-masing variabel untuk memperoleh model yang terbaik. Penggunaan model yang tepat akan mampu memberikan informasi mengenai hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi kubis. Untuk mengetahui skala usaha produksi kubis, dilakukan pengujian skala usaha pada dua model, yaitu model yang tidak terrestriksi (memasukkan variabel luas lahan) dan model terrestriksi (mengkonversi semua faktor produksi dalam satu hektar). Hasil uji skala usaha menunjukkan nilai Fhitung (0,01) lebih kecil dari Ftabel (Lampiran 4) sehingga skala usahatani kubis berada pada kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Nilai tersebut juga memperlihatkan bahwa kedua model fungsi produksi tidak berbeda nyata. Hal ini berarti fungsi produksi kubis di Desa Cimenyan di awal musim hujan untuk selanjutnya menggunakan model konversi per hektar yang berada pada kondisi constant return to scale. Selain itu, penggunaan model konversi didasarkan pada pertimbangan kemudahan melakukan intepretasi hasil. Hasil pendugaan regresi pada model fungsi produksi kubis tersebut ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Awal Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Konversi per Hektar
Variabel
Kofisien Regresi
Konstanta Ln benih (X1) Ln pupuk kandang (X2) Ln pupuk kimia(X3) Ln tenaga kerja (X4) Ln pestisida padat (X5) Ln pestisida cair (X6) R-sq = 72,8% R-sq (adj) = 65,7%
3,42 0,325 0,483 0,311 - 0,149 0,0116 - 0,0184 F hitung
P-Value 0,003 0,038 0,005 0,020 0,145 0,075 0,197 = 10,27
Setelah pengolahan data menggunakan program komputer Minitab, hasil regresi model tersebut memperlihatkan nilai R-sq sebesar 72,8 persen dan R-sq (adj) sebesar 65,7 persen. Nilai R-sq (adj) sebesar 65,7 persen menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan variasi produksi kubis sebesar 65,7 persen sedangkan sisanya sebesar 34,3 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 10,27 signifikan pada selang kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, pestisida padat, dan pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produksi kubis.
7.1.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi dari setiap variabel bebas menunjukkan nilai elastisitas masing-masing penggunaan faktor produksi. Hasil analisis signifikansi dan elastisitas faktor-faktor produksi usahatani kubis per hektar adalah : 1. Benih (X1) Benih berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 85 persen terhadap produksi kubis. Nilai koefisien regresi benih adalah 0,325. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan benih sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produksi kubis sebesar 0,325 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Rata-rata penggunaan benih oleh petani adalah 206,95 gr per ha. Jumlah tersebut seharusnya ditingkatkan menjadi 250 gr (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2007).
2. Pupuk Kandang (X2) Pupuk kandang berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 90 persen terhadap produksi kubis. Nilai koefisien regresi pupuk kandang adalah 0,483. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan pupuk kandang sebesar satu persen akan meningkatan produksi kubis sebesar 0,483 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden rata-rata 6,2 ton per hektar. Jumlah tersebut masih berada di bawah standar penggunaan pupuk kandang untuk tanaman kubis, yaitu 20 ton15. Dalam hal ini, petani dapat meningkatkan penggunaan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian sehingga meningkatkan produksi. 3. Pupuk Kimia (X3) Pupuk kimia berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 85 persen terhadap produksi kubis terhadap produksi kubis. Nilai koefisien regresi pupuk kimia adalah 0,311. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan pupuk kimia sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produksi kubis sebesar 0,311 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Penggunaan pupuk kimia rata-rata digunakan petani sebesar 830,5 kg per satu hektar. Sementara, kebutuhan pupuk kimia sebesar 901 kg per hektar16. Petani dapat meningkatkan penggunaan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil produksi. 4. Tenaga Kerja (X4) Tenaga kerja berpengaruh signifikan pada selang kepercayaan 85 persen terhadap produksi kubis dan memiliki elastisitas -0,149. Hal ini menunjukkan
15
http://ditsayur.hortikultura.go.id, artikel Analisa Usahatani Kubis (1 ha) Tahun 2007, diakses tanggal 2 Juli 2008 16 http://ditsayur.hortikultura.go.id, artikel Analisa Usahatani Kubis (1 ha) Tahun 2007, diakses tanggal 2 Juli 2008
bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan menurunkan produksi kubis sebesar 0,149 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Hasil perhitungan ini berbeda dengan hasil penelitian Zuliana (2003) dan Hotimah (2000) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja mempunyai hubungan yang signifikan dan memiliki elastisitas positif terhadap produksi kubis. Petani kubis di Desa Cimenyan banyak menggunakan tenaga kerja keluarga dalam menjalankan usahataninya sehingga jumlahnya sangat besar. Berdasarkan Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2007), tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kubis sebesar 290 HOK/ha (tidak termasuk penyiraman, perbaikan saluran, dan pengangkutan) sedangkan petani kubis di Desa Cimenyan rata-rata menggunakan 304,04 HOK/ha. 5. Pestisida padat (X5) Pestisida padat berpengaruh positif dan signifikan pada selang kepercayaan 85 persen terhadap produksi kubis terhadap produksi kubis. Nilai koefisien regresi pupuk kandang adalah 0,0116. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan pestisida padat sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan produksi kubis sebesar 0,0116 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Penggunaan pestisida padat oleh petani lebih rendah dibandingkan penggunaan pestisida cair. Hal tersebut disebabkan penggunaan pestisida padat dirasakan petani membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan pestisida cair. Banyak petani responden mengurangi penggunaan jenis pestisida ini dan sebanyak sebelas petani responden tidak menggunakan pestisida padat.
6. Pestisida cair (X6) Pestisida cair berpengaruh negatif dan signifikan pada selang kepercayaan 80 persen terhadap produksi kubis terhadap produksi kubis. Nilai koefisien regresi pestisida cair adalah -0,0179. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan pestisida cair sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan produksi kubis sebesar 0,0179 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Zuliana (2003) dan Hotimah (2000) yang menunjukkan tenaga kerja memiliki hubungan yang signifikan dan negatif terhadap produksi kubis. Setiap musim hujan petani kubis menggunakan lebih banyak pestisida cair dalam usahataninya.
7.2 Analisis Produksi pada Pertengahan Musim Hujan Analisis produksi kubis beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pertengahan musim hujan menunjukkan hasil yang berbeda dengan periode awal musim hujan. Pada periode ini, usahatani kubis menghadapi serangan hama dan penyakit yang sangat besar. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi kubis di pertengahan musim hujan adalah luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, pestisida padat, pestisida cair, dan tingkat serangan hama penyakit. Analisis regresi yang dilakukan menunjukkan variabel benih memiliki masalah multikolinier karena nilai VIF lebih besar dari 10 (Lampiran 5). Untuk mengatasi hal tersebut, variabel benih dikeluarkan dari model. Hasil pendugaan model fungsi produksi kubis di Desa Cimenyan tanpa variabel benih ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Pertengahan Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb- Douglas
Variabel Konstanta Ln luas lahan (X1) Ln pupuk kandang (X2) Ln pupuk kimia (X3) Ln tenaga kerja (X4) Ln pestisida padat (X5) Ln pestisida cair (X6) Ln tingkat serangan hama dan penyakit (X7) R-sq = 95,0% R-sq (adj) = 93,5% F hitung = 60,34
Kofisien Regresi 0,40 - 0,124 0,475 0,547 0,324 0,0310 - 0,0169 - 0,393
P-Value 0,803 0,485 0,025 0,007 0,190 0,001 0,445 0,001
Pengujian skala usaha dilakukan pada model yang tidak terrestriksi dan model terrestriksi. Hasil uji skala usaha menunjukkan nilai Fhitung (0,01) lebih kecil dari Ftabel (Lampiran 8) sehingga skala usahatani kubis berada pada kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Nilai tersebut juga memperlihatkan bahwa kedua model fungsi produksi tidak berbeda nyata. Hal ini berarti fungsi produksi kubis di Desa Cimenyan pada pertengahan musim hujan untuk selanjutnya menggunakan model konversi per hektar yang berada pada kondisi constant return to scale. Hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi kubis ditunjukkan pada Tabel 15. Hasil regresi model konversi memperlihatkan nilai R-sq sebesar 76,4 persen dan R-sq (adj) sebesar 68,9 persen. Nilai R-sq (adj) sebesar 68,9 persen menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan variasi produksi kubis sebesar 68,9 persen sedangkan sisanya sebesar 31,1 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 10,17 signifikan pada selang kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi
benih, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, pestisida padat, pestisida cair, dan tingkat serangan hama penyakit berpengaruh nyata terhadap produksi kubis. Tabel 15. Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis di Pertengahan Musim Hujan Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb- Douglas Konversi per Hektar
Variabel Konstanta Ln benih (X1) Ln pupuk kandang (X2) Ln pupuk kimia (X3) Ln tenaga kerja (X4) Ln pestisida padat (X5) Ln pestisida cair (X6) Ln tingkat serangan hama dan penyakit (X7) R-sq = 76,4% R-sq (adj) = 68,9% F hitung = 10,17
Kofisien Regresi 0,13 0,135 0,302 0,712 0,346 0,0282 - 0,0259 - 0,0486
P-Value 0,936 0,560 0,202 0,001 0,074 0,005 0,295 0,007
Sama halnya dengan usahatani di awal musim hujan, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat berpengaruh signifikan pada selang kepercayaan 75, 95, dan 90 persen serta memiliki elastisitas positif. Namun berbeda dengan periode awal musim hujan, tenaga kerja berpengaruh secara signifikan pada selang kepercayaan 85 persen dan memiliki elastisitas positif. Setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,346 persen. Penggunaan tenaga kerja perlu ditingkatkan untuk melakukan pengawasan secara intensif usahatani kubis. Tujuannya adalah optimalisasi tindakan antisipasi dan penaggulangan serangan hama dan penyakit untuk menjaga tingkat produksi yang dihasilkan. Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 75 persen adalah pestisida cair dan benih. Pestisida cair tidak berpengaruh signifikan karena penggunaannya pada periode pertengahan musim hujan sudah
sangat tinggi sehingga penambahan faktor produksi ini tidak lagi mempengaruhi produksi. Penggunaan pestisida di pertengahan musim hujan lebih tinggi 68,7 persen dibandingkan di awal musim hujan. Benih tidak berpengaruh signifikan karena tingginya serangan hama dan penyakit. Jumlah benih yang ditanam tidak lagi menentukan produksi yang dihasilkan. Tingkat serangan hama dan penyakit berpengaruh signifikan terhadap produksi kubis pada selang kepercayaan 90 persen dengan elastisitas negatif. Hal tersebut menunjukkan setiap peningkatan serangan hama dan penyakit sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan produksi kubis sebesar 0,0486 persen dengan asumsi faktor-faktor produksi lainnya tetap
7.3 Implikasi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, petani kubis di Desa Cimenyan belum efisien secara teknis dalam menjalankan usahataninya. Dalam kondisi normal, penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat perlu ditambah untuk meningkatkan hasil produksi. Sementara, penggunaan tenaga kerja dan pestisida cair telah mencapai titik jenuh sehingga penggunaannya perlu dikurangi. Skala usaha produksi kubis termasuk pada constant return to scale. Penambahan faktor produksi secara bersama-sama dapat meningkatkan produksi secara proporsional. Dalam kondisi terjadi serangan hama dan penyakit, penggunaan tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat perlu ditambah untuk meningkatkan hasil produksi. Penggunaan benih dan pestisida cair tidak perlu ditingkatkan karena tidak akan mempengaruhi hasil produksi. Skala usaha
produksi kubis di pertengahan musim hujan berada pada constant return to scale. Penambahan faktor produksi secara bersama-sama dapat meningkatkan produksi secara proporsional.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Usahatani kubis layak dan menguntungkan dilakukan pada dua periode tanam di musim hujan. Pada awal musim hujan, pendapatan tunai maupun total usahatani kubis lebih besar dibandingkan pada pertengahan musim hujan. Nilai R/C yang dihasilkan di awal musim hujan pun lebih tinggi daripada di pertengahan musim hujan. 2. Usahatani kubis di awal musim hujan berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja dan pestisida cair. Usahatani kubis di pertengahan musim hujan pun berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tingkat serangan hama dan penyakit. Benih dan pestisida cair tidak berpengaruh secara signifikan.
8.2 Saran Petani kubis di Desa Cimenyan sebaiknya melakukan pengaturan periode tanam pada musim hujan. Pengaturan periode tanam akan efektif mengurangi fluktuasi harga panen serta serangan hama dan penyakit pada periode tanam
berikutnya. Petani akan tetap memperoleh keuntungan pada setiap periode tanam yang dipilihnya. Pada periode awal musim hujan, penggunaan input produksi berupa benih, pupuk kandang, dan pupuk kimia perlu ditambah untuk meningkatkan hasil produksi. Penggunaan tenaga kerja dan pestisida cair yang mayoritas digunakan petani kubis perlu dikurangi karena telah melewati titik jenuh. Pada periode pertengahan musim hujan, penggunaan tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat perlu ditingkatkan sedangkan penggunaan benih dan pestisida cair tidak perlu ditingkatkan karena tidak akan mempengaruhi hasil produksi. Petani kubis di Desa Cimenyan memerlukan penyuluhan tentang teknik budidaya kubis yang sesuai dengan kondisi alam dan kondisi sosial ekonomi di desa tersebut. Hal ini dikarenakan petani kubis belum dapat mengalokasikan faktor-faktor produksi yang efisien secara teknis. Penyuluhan tersebut dapat berupa optimalisasi penggunaan input produksi dan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2004. Kabupaten Bandung dalam Angka. Bandung. . 2005. Kabupaten Bandung dalam Angka. Bandung. . 2006. Kabupaten Bandung dalam Angka. Bandung. . 2007. Kabupaten Bandung dalam Angka. Bandung. Desa Cimenyan. 2007. Profil Desa Cimenyan Kecamatan Ciemenyan Kabupaten Bandung. Bandung. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2007. Analisis Pemasaran Sayuran Unggulan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Bandung. . Analisis Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura Komoditi Unggulan. Bandung Doll, J.P and F. Orazem. 1984. Production Economics Theory with Application Second Edition. John Wiley and Sons: Canada. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hotimah. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Studi Kasus di Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Jiaravanon, S. 2007. Masa Depan Agribisnis Indonesi Perspektif Seorang Praktisi. Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Mulyani, Y. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Pemasaran Kubis (Brassica oleracea L. Var capitata L.) Studi Kasus di Desa Argalingga Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi kedelapan. Bayu Mahendra dan Abdul Azis, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Intermediate Microeconomics and Its Application, Eight Edition. Pemerintahan Kabupaten Bandung. 2006. Hasil Analisis dan Rekapitulasi Potensi dan Perkembangan Desa/Kelurahan Tahun 2006. Bandung.
Pemerintahan Kabupaten Bandung. 2006. Potensi dan Tingkat Perkembangan Desa/Kelurahan Tahun 2006. Bandung. Pracaya. 2001. Kol alias Kubis. Depok: Penebar Swadaya. Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia. Soekartawi. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Pertanian : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Poduksi dengan Pokok Bahasan Analisis CobbDouglas. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Rizkika, K. 2005. Analisis Pendapatan Usahatani Kubis dengan Metode Pengendalian Hama Terpadu di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Usman, H dan P. Setiady. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Zuliana, R. 2003. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Kubis (Studi Kasus : Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pendugaan Regresi OLS Fungsi Produksi Linier Berganda dengan Menggunakan Software Minitab
Regression Analysis: Produksi versus Luas Lahan; Benih; ... The regression equation is Produksi = - 800 - 7614 Luas Lahan + 95,4 Benih + 3,04 Pupuk Kandang + 19,4 Pupuk Kimia + 0,852 Pest Padat - 2,36 Pestisida Cair - 4,9 Tenaga Kerja
Predictor Constant Luas Lahan Benih Pupuk Kandang Pupuk Kimia Pest Padat Pestisida Cair Tenaga Kerja
S = 607,242
Coef -800,0 -7614 95,43 3,0440 19,381 0,8518 -2,364 -4,93
SE Coef 409,1 4621 25,62 0,6658 8,016 0,4164 8,884 16,91
R-Sq = 98,2%
T -1,96 -1,65 3,72 4,57 2,42 2,05 -0,27 -0,29
P 0,063 0,114 0,001 0,000 0,024 0,053 0,793 0,773
VIF 17,1 15,3 15,4 12,7 4,3 2,2 3,0
R-Sq(adj) = 97,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 22 29
SS 445466311 8112356 453578667
Source Luas Lahan Benih Pupuk Kandang Pupuk Kimia Pest Padat Pestisida Cair Tenaga Kerja
DF 1 1 1 1 1 1 1
Seq SS 385178212 35340502 20243730 2565120 2088377 18970 31399
MS 63638044 368743
F 172,58
P 0,000
Unusual Observations
Obs 15 20
Luas Lahan 0,420 0,182
Produksi Normal 20000 6000
Fit 19654 4890
SE Fit 578 303
Residual 346 1110
St Resid 1,87 X 2,11R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2,24359
Residual Plots for Produksi Normal Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
99 1000 Residual
Percent
90 50
500 0 -500
10
-1000
1 -1000
-500
0 Residual
500
1000
0
Histogram of the Residuals
5000
10000 15000 Fitted Value
20000
Residuals Versus the Order of the Data
8
Residual
Frequency
1000 6 4 2
500 0 -500 -1000
0 -750 -500 -250
0 250 Residual
500
2
750 1000
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Observation Order
Probability Plot of RESI2 Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1500
-1000
-500
0 RESI2
500
1000
-4,27463E-12 528,9 30 0,186 <0,010
Lampiran 2. Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Variabel Luas Lahan di Awal Musim Hujan
Regression Analysis: Ln Produksi versus Ln Luas Lahan; Ln Benih; ... The regression equation is Ln Produksi = 3,37 + 0,032 Ln Luas Lahan + 0,324 Ln Benih + 0,482 Ln Pupuk Kandang + 0,311 Ln Pupuk Kimia + 0,0118 Ln Pestisida Padat - 0,0179 Ln Pestisida Cair - 0,133 Ln Tenaga Kerja
Predictor Constant Ln Luas Lahan Ln Benih Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pestisida Padat Ln Pestisida Cair Ln Tenaga Kerja
S = 0,162487
Coef 3,367 0,0325 0,3236 0,4823 0,3109 0,011799 -0,01786 -0,1334
R-Sq = 95,0%
SE Coef 1,180 0,1379 0,1519 0,1615 0,1268 0,006636 0,01505 0,1944
T 2,85 0,24 2,13 2,99 2,45 1,78 -1,19 -0,69
P 0,009 0,816 0,045 0,007 0,023 0,089 0,248 0,500
VIF 9,1 8,9 9,5 6,7 1,4 1,6 5,1
R-Sq(adj) = 93,5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 22 29
Source Ln Luas Lahan Ln Benih Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pestisida Padat Ln Pestisida Cair Ln Tenaga Kerja
SS 11,1524 0,5808 11,7332
DF 1 1 1 1 1 1 1
MS 1,5932 0,0264
F 60,34
P 0,000
Seq SS 9,7820 0,7568 0,2364 0,1641 0,1755 0,0253 0,0124
Unusual Observations
Obs 2 7
Ln Luas Lahan -3,17 -2,48
Ln Produksi 7,3132 7,6009
Fit 7,0106 7,9297
SE Fit 0,0892 0,0844
Residual 0,3026 -0,3288
St Resid 2,23R -2,37R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2,46624
Probability Plot of RESI1 Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
-3,37508E-15 0,1415 30 0,111 >0,150
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
0,3
0,4
Residual Plots for Produksi Residuals Versus the Fitted Values 1000
90
500 Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50
-500
10
-1000
1 -1000
-500
0 Residual
500
1000
0
Histogram of the Residuals
5000
10000 15000 Fitted Value
20000
Residuals Versus the Order of the Data
8
1000
6
500 Residual
Frequency
0
4
0 -500
2
-1000
0 -1000 -750 -500 -250
0
Residual
250
500
750
2 4
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Observation Order
Lampiran 3. Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Model Konversi per Hektar di Awal Musim Hujan Regression Analysis: Ln Produksi versus Ln Benih; Ln Pupuk Kandang; ... The regression equation is Ln Produksi = 3,42 + 0,325 Ln Benih + 0,483 Ln Pupuk Kandang + 0,311 Ln Pupuk Kimia - 0,149 Ln Tenaga Kerja + 0,0116 Ln Pest Padat - 0,0184 Ln Pest Cair
Predictor Constant Ln Benih Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Tenaga Kerja Ln Pest Padat Ln Pest Cair
S = 0,158947
Coef 3,418 0,3252 0,4833 0,3110 -0,14899 0,011630 -0,01835
SE Coef 1,024 0,1476 0,1577 0,1241 0,09886 0,006246 0,01380
R-Sq = 72,8%
T 3,34 2,20 3,06 2,51 -1,51 1,86 -1,33
P 0,003 0,038 0,005 0,020 0,145 0,075 0,197
VIF 2,0 2,1 1,5 2,0 1,3 1,3
R-Sq(adj) = 65,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 23 29
Source Ln Benih Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Tenaga Kerja Ln Pest Padat Ln Pest Cair
SS 1,55747 0,58108 2,13855
DF 1 1 1 1 1 1
MS 0,25958 0,02526
F 10,27
P 0,000
Seq SS 0,94402 0,21071 0,15092 0,04785 0,15930 0,04466
Unusual Observations Obs 2 7
Ln Benih 5,07 5,25
Ln Produksi 10,4833 10,0778
Fit 10,1861 10,4077
SE Fit 0,0666 0,0818
Residual 0,2972 -0,3299
St Resid 2,06R -2,42R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2,44550
Residual Plots for Ln Produksi Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
99 0,2 Residual
Percent
90 50 10
0,0 -0,2 -0,4
1 -0,4
-0,2
0,0 Residual
0,2
0,4
10,00
Histogram of the Residuals
10,25
10,50 10,75 Fitted Value
11,00
Residuals Versus the Order of the Data
12 0,2 Residual
Frequency
9 6 3
0,0 -0,2 -0,4
0 -0,3
-0,2
-0,1 0,0 0,1 Residual
0,2
2
0,3
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Observation Order
Probability Plot of RESI1 Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
0,3
0,4
-5,68434E-15 0,1416 30 0,111 >0,150
Lampiran 4. Pengujian Skala Usaha Produksi Kubis Desa Cimenyan di Awal Musim Hujan Tahun 2008 H0 : β1 + β2 = ……….= β8 = 1 H1 : β1 + β2 = ……….= β8 ≠ 1
Fhitung = (REr-REu) x (n-k) REu = (0,58108 – 0,5808) x (30-8) 0,5808 = 0,01 Ftabel = F0,01(7,22) = 3,59 Dengan demikian, Fhitung lebih kecil dari F0,01(7,22), H0 diterima. Artinya, skala usaha produksi kubis Desa Cimenyan di awal musim hujan tahun 2008 termasuk ke dalam constant return to scale.
Lampiran 5. Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas di Pertengahan Musim Hujan Regression Analysis: Ln Produksi versus Ln Luas lahan; Ln Benih; ... The regression equation is Ln Produksi = 0,89 - 0,162 Ln Luas lahan + 0,321 + 0,165 Ln Tenaga Kerja + 0,353 Ln + 0,497 Ln Pupuk Kimia + 0,0272 Ln - 0,0261 Ln Pestisida Cair - 0,413 Pnykt
Predictor Constant Ln Luas lahan Ln Benih Ln Tenaga Kerja Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pestisida Padat Ln Pestisida Cair Ln Tk Serangan Hama dan Pnykt
S = 0,203291
R-Sq = 93,3%
Coef 0,889 -0,1622 0,3205 0,1650 0,3529 0,4974 0,027166 -0,02605 -0,4126
Ln Benih Pupuk Kandang Pestisida Padat Ln Tk Serangan Hama dan
SE Coef 1,560 0,1714 0,2086 0,2547 0,2077 0,1815 0,008082 0,02188 0,1055
T 0,57 -0,95 1,54 0,65 1,70 2,74 3,36 -1,19 -3,91
P 0,575 0,355 0,139 0,524 0,104 0,012 0,003 0,247 0,001
R-Sq(adj) = 90,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 8 21 29
SS 12,1539 0,8679 13,0218
MS 1,5192 0,0413
Source Ln Luas lahan Ln Benih Ln Tenaga Kerja Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pestisida Padat Ln Pestisida Cair Ln Tk Serangan Hama dan Pnykt
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
F 36,76
P 0,000
Seq SS 8,6526 0,9524 0,0737 0,0627 1,1027 0,5802 0,0970 0,6325
Unusual Observations
Obs 7
Ln Luas lahan -2,48
Ln Produksi 7,5229
Fit 7,8396
SE Fit 0,1836
Residual -0,3167
St Resid -3,63R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1,53112
VIF 9,0 10,7 4,2 10,0 8,8 1,4 1,8 1,3
Residual Plots for Ln Produksi Residuals Versus the Fitted Values 0,4
90
0,2 Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50
-0,2
10
-0,4
1 -0,50
-0,25
0,00 Residual
0,25
0,50
6
Histogram of the Residuals
7 Fitted Value
8
9
Residuals Versus the Order of the Data
8
0,4
6
0,2 Residual
Frequency
0,0
4
0,0 -0,2
2
-0,4
0 -0,3
-0,2
-0,1
0,0 0,1 Residual
0,2
2
0,3
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Observation Order
Probability Plot of RESI2 Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1 0,0 RESI2
0,1
0,2
0,3
0,4
-5,74355E-15 0,1730 30 0,091 >0,150
Lampiran 6. Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Tanpa Variabel Benih di Pertengahan Musim Hujan
Regression Analysis: Ln Produksi versus Ln Luas laha; Ln Tenaga Ke; ... The regression equation is Ln Produksi = 0,40 - 0,124 Ln Luas lahan + 0,324 Ln Tenaga Kerja + 0,475 Ln Pupuk Kandang + 0,547 Ln Pupuk Kimia + 0,0310 Ln Pestisida Padat - 0,0169 Ln Pestisida Cair - 0,393 Ln Tk Serangan Hama dan Pnykt
Predictor Constant Ln Luas lahan Ln Tenaga Kerja Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pestisida Padat Ln Pestisida Cair Ln Tk Serangan Hama dan Pnykt
S = 0,209484
R-Sq = 92,6%
Coef 0,398 -0,1242 0,3243 0,4747 0,5466 0,031047 -0,01687 -0,3931
SE Coef 1,574 0,1748 0,2397 0,1978 0,1841 0,007911 0,02169 0,1079
T 0,25 -0,71 1,35 2,40 2,97 3,92 -0,78 -3,64
P 0,803 0,485 0,190 0,025 0,007 0,001 0,445 0,001
R-Sq(adj) = 90,2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 22 29
SS 12,0563 0,9654 13,0218
MS 1,7223 0,0439
Source Ln Luas lahan Ln Tenaga Kerja Ln Pupuk Kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pestisida Padat Ln Pestisida Cair Ln Tk Serangan Hama dan Pnykt
DF 1 1 1 1 1 1 1
F 39,25
P 0,000
Seq SS 8,6526 0,5002 0,2737 1,3009 0,6787 0,0675 0,5826
Unusual Observations
Obs 7
Ln Luas lahan -2,48
Ln Produksi 7,5229
Fit 7,8446
SE Fit 0,1891
Residual -0,3217
St Resid -3,57RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,57706
VIF 8,8 3,5 8,5 8,5 1,2 1,6 1,3
Residual Plots for Ln Produksi Residuals Versus the Fitted Values 0,4
90
0,2 Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50
-0,2
10 1 -0,50
-0,4 -0,25
0,00 Residual
0,25
0,50
6
Histogram of the Residuals
7 8 Fitted Value
9
Residuals Versus the Order of the Data
8
0,4
6
0,2 Residual
Frequency
0,0
4
0,0 -0,2
2
-0,4
0 -0,3 -0,2 -0,1
0,0 0,1 Residual
0,2
0,3
2
0,4
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Observation Order
Probability Plot of RESI4 Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1 0,0 RESI4
0,1
0,2
0,3
0,4
-4,91459E-15 0,1825 30 0,106 >0,150
Lampiran 7. Hasil Pendugaan Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Model Konversi per Hektar di Pertengahan Musim Hujan Regression Analysis: Ln Produksi versus Ln Benih; Ln Pupuk kandang; ... The regression equation is Ln Produksi = 0,13 + 0,135 Ln Benih + 0,302 Ln Pupuk kandang + 0,712 Ln Pupuk Kimia + 0,0282 Ln Pest Padat - 0,0259 Ln Pest Cair + 0,346 Ln Tenaga Kerja - 0,0486 Tingkat Serangan Hama Penyakit
Predictor Constant Ln Benih Ln Pupuk kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pest Padat Ln Pest Cair Ln Tenaga Kerja Ln Tngkt Srangan Hama Penyakit
S = 0,225775
R-Sq = 76,4%
Coef 0,133 0,1353 0,3024 0,7116 0,028183 -0,02592 0,3455 -0,04863
SE Coef 1,641 0,2286 0,2299 0,1842 0,009010 0,02416 0,1843 0,01648
T 0,08 0,59 1,32 3,86 3,13 -1,07 1,87 -2,95
P 0,936 0,560 0,202 0,001 0,005 0,295 0,074 0,007
R-Sq(adj) = 68,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 22 29
SS 3,63064 1,12144 4,75208
MS 0,51866 0,05097
Source Ln Benih Ln Pupuk kandang Ln Pupuk Kimia Ln Pest Padat Ln Pest Cair Ln Tenaga Kerja Tingkat Serangan Hama Penyakit
DF 1 1 1 1 1 1 1
F 10,17
P 0,000
Seq SS 1,32027 0,08441 1,16287 0,53487 0,07979 0,00457 0,44385
Unusual Observations Obs 23
Ln Benih 5,07
Ln Produksi 9,8547
Fit 9,3793
SE Fit 0,0934
Residual 0,4754
St Resid 2,31R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1,65243
VIF 2,3 2,2 1,6 1,3 1,3 4,0 2,7
Residual Plots for Ln Produksi Residuals Versus the Fitted Values 0,4
90
0,2 Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50
0,0 -0,2
10
-0,4
1 -0,50
-0,25
0,00 Residual
0,25
0,50
6
8
9
Residuals Versus the Order of the Data
8
0,4
6
0,2 Residual
Frequency
Histogram of the Residuals
7 Fitted Value
4
0,0 -0,2
2
-0,4
0 -0,3
-0,2
-0,1
0,0 0,1 Residual
0,2
2
0,3
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Observation Order
Probability Plot of RESI1 Normal 99 Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 0,1 RESI1
0,2
0,3
0,4
0,5
-7,04622E-15 0,1766 30 0,092 >0,150
Lampiran 8. Pengujian Skala Usaha Produksi Kubis Desa Cimenyan pada Pertengahan Musim Hujan Tahun 2008 H0 : β1 + β2 = ……….= β8 = 1 H1 : β1 + β2 = ……….= β8 ≠ 1
Fhitung = (REr-REu) x (n-k) REu = (1,12144 – 0,9654) x (30-8) 0,9654 = 3,55 Ftabel = F0,01(7,22) = 3,59 Dengan demikian, Fhitung lebih kecildari F0,01(7,22), H0 diterima. Artinya, skala usaha produksi kubis Desa Cimenyan di pertengahan musim hujan tahun 2008 termasuk ke dalam constant return to scale.