Edisi perkenalan I/XI/2016
CIMENYAN
cimenyan dan peuyeum
DATANG ke Cimenyan, belum lengkap bila hanya menikmati keindahan alamnya. Selain hasil pertanian berupa sayur mayur, peuyeum singkong patut dicoba sebagai produk andalan warga desa
Tapai singkong atau peuyeum di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung sejak dulu sudah dikenal warga desa hingga Kota Bandung dan sekitarnya. Rasanya yang legit dan manis, merupakan ciri khas rasa peuyeum Cimenyan. Peuyeum yang diproduksi warga Cimenyan, berbeda dengan peuyeum yang ada di Bandung pada umumnya. Tape singkong ini terkenal dengan tingkat kemanisannya yang sangat tinggi. Teksturnya pun lebih lembek dari peuyeum lainnya. Inilah yang kemudian menjadikan Cimenyan sebagai pusat pembuatan peuyeum Bandung. Kebanyakan pengrajin peuyeum di Cimenyan adalah pengrajin rumahan dalam skala kecil hingga besar, yang sudah berdiri dari generasi ke generasi, diwariskan turun temurun oleh nenek moyang mereka. Pengrajin makanan berkarbohidrat yang difermentasi dengan ragi ini dapat ditemui di Kampung Babakan, Kampung Cipaheut hingga ke Lebak Gede. Bersambung ke hlm. 11
Seorang pengrajin sedang menyiapkan singkong untuk dijadikan peuyeum. –(Euis, Lilis/Noong)
Rukman Uden, Semangat Membangun Desa Cimenyan
Kepala Desa Cimenyan, Rukman Uden.—(Susilawati/ Noong)
MENGEMBAN jabatan Kepala Desa Cimenyan selama hampir dua periode, bukanlah tugas yang mudah karena tanggung jawab yang diemban Rukman Uden harus bisa dipertanggungjawabkan terutama kepada masyarakat. Selama kepemimpinannya, Rukman berusaha memprioritaskan pembangunan Desa Cimenyan baik dari infrastruktur dasar (fisik) maupun kerohanian, sosial dan ekonomi (non fisik). Rukman memprioritaskan pembangunan desa berdasarkan pada peninggkatan infrastuktur, kesehatan masyarakat, pendidikan dasar, serta peningkatan daya beli dan keterjangkauan untuk mengurangi angka kemiskinan. “Seluruh pembangunan desa termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah desa (APBDes) 6 tahunan dan Rencana Kerja Pemerintahaan Desa (RKPDes) tahunan,” katanya. Program pembangunan desa didasarkan pada visi “Terwujudnya Desa Cimenyan yang lebih maju, berprestasi, berbudaya dan kreatif, melalui peningkatan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi dan kepedulian sosial masyarakat dan memantapkan pembangunan di berbagai bidang, berdasarkan religius, kultural dan budaya daerah.” Hal ini sekaligus juga untuk menjawab visi Kabupaten Bandung yaitu Kabupaten Bandung yang maju, mandiri Bersambung ke hlm. 10
Pemerintah Desa Cimenyan mengucapkan selamat dan sukses atas terbitnya koran desa Noong. Kepala Desa Cimenyan Rukman Uden
Sekretaris Desa Cimenyan Asep Suradi, A.Md
Menu Noong edisi I Serah Terima Jabatan Kapolsek Cimenyan
HAL
3
Nety Salamah Wakili SMPN 1 Cimenyan ke Australia
HAL
4
Hayu Noong Desa Urang
HAL
8
Kucingku yang Malang
HAL
10
Media Sosial Menggeser Peran Jurnalisme?
HAL
12
KUNJUNGI JUGA: www.noong.or.id Facebook: situsnoong Twitter: @noongbdg Instagram: situsnoong
SUARA WARGA
2 EDITORIAL
Waktu yang Berjalan Cepat
A
mbisi membuat waktu terasa berjalan dengan cepat. Hari demi hari tak terasa karena apa yang dijalani penuh dengan semangat dan sungguh ini menjadi pengalaman yang menantang serta menyenangkan. Benarlah peribahasa termahsyur itu yang berbunyi ‘Rome wasn’t built in a day’ atau jika dalam bahasa sehari-hari yang kita pakai diartikan bahwa Roma tidak dibangun dalam sehari. Memang benar, ada hari-hari panjang yang kami lalui. Tetapi itu semua seolah tak terasa sama sekali. Hadirnya Noong di tangan Anda sebagai pembaca saat ini tak lepas dari waktu yang dilewati para peserta jurnalisme warga. Mereka masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga dan mereka yang masih mencari pekerjaan. Ibarat bangunan tanpa fondasi yang kuat, takkan kokoh gedung berdiri. Sebelum tenggelam dalam keasyikan liputan dan menghasilkan karya jurnalis warga, mereka menempa diri dengan disiplin ilmu jurnalistik dari para praktisi dan bahkan akademisi. Menulis merupakan sebuah kesempatan yang menurut mereka langka. Apalagi ilmunya gratis! Pengalaman mendapatkan materi jurnalistik dari para ahli bisa dilakukan dalam kurun waktu dua minggu. Terlihat cepat memang. Namun inilah tantangannya di mana peserta jurnalisme warga banyak belajar saat melakukan peliputan. Sesuai dengan yang Anda baca saat ini, koran desa Noong baru menginjak edisi perdana dan tentu masih jauh dari kesempurnaan. Masukan dan saran sangat kami harapkan dengan semangat untuk membangun desa. Kami, dari redaksi berharap koran desa Noong bisa menjadi media informasi untuk warga. Dengan mengusung “meneropong yang dekatdekat”, kami harap Noong bisa menjadi korannya orang Desa Cimenyan. Noong sendiri tidak sedang melihat yang jauh dari mata, melainkan yang dekat-dekat di sekitar kita. Pernahkah terusik dalam hati kita di mana suara kita di tengah gempuran media daring yang sangat massif ? Di tengah gempuran media daring dan sulitnya media cetak beradaptasi dengannya, di manakah letak advokasi sesungguhnya? Salah satu hal yang menonjol dari persoalan tentu saja karena minimnya minat baca surat kabar yang sangat rendah di kalangan warga desa. Pemuda-pemudi desa sudah akrab dengan telefon genggam, tapi lalu mereka memanfaatkannya hanya untuk hiburan dan media sosial dengan konten-konten yang tidak mendidik. Untuk itulah Noong lahir karena ingin menjadi alternatif atau bahkan mungkin satu-satunya media bagi warga desa yang melihat, mendengar mereka atau bahkan mengusik, menyadarkan, lalu berbuat sesuatu bersama mereka. Dengan segala kerendahan hati, semoga niat baik yang seiring waktu ini masih ada secercah harapan menyalakan semangat membaca dan menulis untuk warga desa. Kami menghaturkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Desa Cimenyan, Pesantren Al-Furqan, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Pusat Studi Budaya Sunda Universitas Padjadjaran, Galamedianews.com, Sabilulungan.net, individu dari Aliansi Jurnalis Independen-Bandung, serta individuindividu lain yang mendukung terlaksananya program ini. Ucapan terima kasih serta rasa kagum dan bangga tentu saya haturkan kepada seluruh peserta program pelatihan jurnalistik Noong, para orangtua peserta, dan seluruh warga Desa Cimenyan yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Dengan ini kami persembahkan buah karya anak-anak dari Komunitas Noong. Selamat membaca… (Huyogo Simbolon)
NOONG, NOVEMBER 2016
Hati-hati Jambret
surat dari warga
Saya menulis surat ini untuk mengingatkan warga Cimenyan. Baru-baru ini, tetangga saya yang sedang berjalan di RW kami dijambret pengendara sepeda motor yang sedang melintas di Babakan Cicaheum. Ceritanya, sore itu tetangga saya mau beli pulsa di warung saya. Tapi karena deposit saya habis, saya sarankan ke warung lainnya. Tetangga saya itu pun berjalan kaki ke warung yang lain yang berjarak sekitar 50 meter. Tapi baru sekitar 20 meter dari tempat saya, dia dihampiri seorang pengendara motor. Tanpa curiga tetangga saya terus saja berjalan. Kemudian dipepet pengedara motor itu, dan hp-nya dirampas. Pengendara itu kemudian langsung ngebut. Tetangga saya itutidak bisa berbuat apa-apa karena kaget. Saya yang melihat dari jauh, kemudian bertanya, dengan gagap dia bilang kalau hp-nya sudah dirampas. Saya juga ikut kaget. Pikir saya masa di jalan gang bisa ada jambret? Karena itu saya ingatkan kepada warga agar waspada. Karena jambret bukan hanya ada di tempat ramai atau jalan raya besar saja. Akibat kejadian itu, warga sekitar warung saya juga ketakutan. kalau biasanya anak-anak dibebaskan bermain dan jajan sendiri, sejak peristiwa itu mereka tidak lagi membiarkan anaknya sendirian di jalan. Katanya, kalau cuma uang atau hp yang dirampas, masih bisa dicari gantinya. Warga takut kalau anak-anak mereka diculik. Sekali lagi mohon warga waspaada saja. Kepada redaksi Noong yang sudah memuat surat saya, terimakasih. Salam, Kurniawati Warga Babakan Cicaheum RT 02 RW 21, Desa Cimenyan.
TERBIT SEJAK 20 NOVEMBER 2016
susunan redaksi Penanggungjawab Lina Nursanty Pemimpin Redaksi Lina Nursanty Redaktur Huyogo Simbolon Sabria M. Sabri Reporter Annisa Utari Nurtaryana, Arif Hidayat, Atep Firmansyah, Elis A., Euis Siti Sholehah, Fitria Aljannah, Lilis Nuraeni, Novia Nur A., Rumasyah, Sinta Puspitasari, Siti Hawa Muharomah, Sri Yani K, Susilawati, Witria Winarsih. Layout Dani R. Hasanudin Dicetak oleh Noong Press Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Babakan Cicaheum No. 96 RT 03 RW 21 Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Email:
[email protected] Telepon 0852-2016-3686 dan 0813-1245-1407. www.noong.or.id DISCLAIMER Media “Noong” diterbitkan oleh Komunitas Noong. Merupakan wadah belajar jurnalistik bagi pemuda-pemudi Desa Katapang dan Desa Cimenyan. Segala isi merupakan tanggung jawab redaksi “Noong”.
NOONG, NOVEMBER 2016
Nety Salamah Wakili SMPN 1 Cimenyan ke Australia
Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 1 Cimenyan, Kabupaten Bandung, Nety Salamah, terpilih mengikuti program magang yang diselenggarakan pemerintah Australia di Adelaide. – (Shinta Puspitasari/Noong)
SEPUTAR DESA Cimenyan, Noong – Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 1 Cimenyan, Kabupaten Bandung, Nety Salamah, terpilih mewakili Indonesia mengikuti program magang yang diselenggarakan pemerintah Australia di Adelaide, Australia Selatan. Bersama sembilan guru lainnya dari Kabupaten Bandung, Nety telah bertolak ke negeri kanguru itu pada 9 November dan direncanakan akan pulang pada 6 Desember mendatang. Selama dua pekan, Nety akan magang tentang program literasi. Menurut Nety, untuk bisa lolos program tersebut, dia harus bersaing dengan banyak guru di Kabupaten Bandung. Karenanya, dia sangat bersyukur dapat lolos, meski seleksinya sangat ketat. “Pesertanya pun banyak, hanya peringkat 10 besar yang dapat ikut studi banding ke Australia. Saya terpilih melalui tes dan wawancara yang dilakukan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung. Alhamdulillah, saya berhasil masuk ke peringkat 10 besar,” jelasnya. Nety Salamah lahir di Bandung, 26 Maret 1968. Ia sudah menjalani profesi ini sejak anak sulungnya berumur satu tahun, sekitar 22 tahun lalu. Karena kerja keras dan ketekunan dalam menjalankan profesinya, Netty bisa terpilih mengikuti magang selama dua pekan di Australia. Tentu saja, ini di luar bayangannya. Nety berharap, setelah pulang dari Australia dirinya dapat membagikan hal-hal positif yang didapat kepada muridmuridnya. Selain itu, Netty berencana mengembangkan dan memajukan kegiatan literasi di sekolah. “Sehingga waktu-waktu luang yang ada akan banyak terisi dengan kegiatan membaca dan tidak terbuang begitu saja. Agar minat membaca siswa SMP Negeri 1 Cimenyan semakin meningkat,” ujarnya. (Shinta Puspitasari/Noong)
Ada Konservasi Bambu di Kampung Bambu
Pengelola Kampung Bambu, Ade dan Yono. – (Rumasyah/Noong)
Pemandangan alam disertai gemerisik bambu memecah kesunyian saat kaki melangkah masuk ke Kampung Bambu. Udara segar menyapa, mengibarkan helaian kain yang dikenakan. Sungai, kolam dan tumbuhan bambu berbagai spesies di depan mata. Di sisi lain, bilah-bilah bambu tertata rapi membentuk saung khas Sunda. Kampung Bambu berdiri sejak 2005. Letaknya di jalan Padasuka Atas RT 02, RW 07, Kampung Sukasari, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Tempat seluas delapan hektare ini, dikenal sebagai tempat outbond oleh pelajar dan mahasiswa. Tapi siapa sangka bila tempat ini merupakan tempat konservasi bambu. Ada sekitar 41 spesies bambu tumbuh, menyebar di lahan milik Haji Dedi Jumardi, warga Kota Bandung. Sayangnya, data tentang bambu itu belum tersedia. Namun, ada tujuh spesies bambu khas Jawa Barat, sudah ditanam. Ihwal dijadikannya Kampung Bambu sebagai tempat konservasi berawal dari rasa prihatin terhadap kondisi desa yang semakin rawan lingkungan. Pengelola Kampung Bambu, Ade dan Yono mengatakan, bambu
dipilih menjadi tanaman konservasi, karena memiliki kaitan erat dengan kebudayaan Sunda. Namun seiring waktu, manfaat bambu semakin terpinggirkan. Masyarakat kurang menghargai pohon bambu. Rumpun-rumpun bambu dibabat bila sudah tumbuh rimbun atau karena ingin membuka lahan. Yono, pengelola Kampung Bambu lainnya menyatakan, tanaman bambu sebagian mereka beli. Ada juga rumpun bambu yang sudah tumbuh di lahan itu jauh sebelum kepemilikan lahan atas nama Dedi Jurmardi. Selain itu, mereka juga menenam tanaman keras lainnya untuk penghijauan. Menurut Yono, bambu memiliki banyak manfaat. Selain sebagai bahan bangunan, bambu juga bisa dijadikan sumber pangan dan obat-obatan. Berbeda dengan pohon kayu hutan yang butuh waktu puluhan tahun, bisa diambil kayunya, pohon bambu hanya membutuhkan waktu paling lama lima tahun untuk bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan berkualitas baik. Dia mencontohkan, bambu kuning yang memiliki sumber protein dan nutrisi yang baik bagi tubuh serta berkhasiat mengobati penyakit infeksi dan hepatitis. Ada juga bambu tali yang biasa dijadikan sebagai pembuat tali, rangka atap rumah dan tiang bendera. Serta bambu betung yang berbatang kuat sehingga mampu menyangga bangunan dan bisa dijadikan sebagai alat kesenian. Ditanya tentang sumber pembiayaan konservasi, baik Ade maupun Yono mengungkapkan semuanya mereka upayakan sendiri tanpa bantuan pemerintah atau pihak mana pun. Salah satu upaya yang dilakukan dengan cara membuat program outbond dan pengenalan lingkungan bagi pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum. Sudah banyak pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah di Jawa Barat hingga Jawa Timur dan Sumatera, datang untuk mengikuti outbond. Program tersebut merupakan sarana penambah wawasan bagi para
3
Selamat Datang Warga Supena, Selamat Jalan Yoyok Trimulyo
Kantor Polsek Cimenyan. –(Arif Hidayat/Noong)
Cimenyan, Noong – Setelah bertugas selama empat tahun dan empat bulan, Komandan Kepolisian Sektor (Kapolsek) Cimenyan, Kompol Yoyok Trimulyo akhirnya menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada penggantinya dari Polda Jawa Barat, Kompol Warga Supena pada 8 November 2016 lalu. Pada acara pisah sambut Kapolsek Cimenyan di Masjid Islamic Centre Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Yoyok mohon pamit kepada para anggota polsek, musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) dan warga. Ia selanjutnya bertugas ke Polrestabes Bandung. Yoyok juga mengucapkan terimakasih kepada para tokoh-tokoh yang telah berkontribusi membantu tugasnya selama menjabat sebagai kapolsek. “Terimakasih saya sampaikan ke pada para tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda atas partisipasi dan kerjasamanya selama bertugas sebagai Kapolsek Cimenyan. Saya juga mohon maaf apabila ada salah dan khilaf selama menjabat sebagai Kapolsek Cimenyan,” ujar Yoyok. Sementara itu, Camat Cimenyan, Indra Respati, saat memberikan sambutan memberikan apresiasi kepada Yoyok selama menjabat sebagai kapolsek. Menurut dia, selama empat tahun ini, banyak sekali hal yang sudah dilakukannya dalam menjaga dan menciptakan keamanan dan ketertiban di Kecamatan Cimenyan. “Selama menjadi Kapolsek Cimenyan banyak hasil karya yang telah dinikmati oleh warga Cimenyan. Terima kasih atas pengabdiannya dan semoga amal baktinya menjadi amal soleh yang mendapat ganjarannya di sisi Allah SWT,” ujar Indra. Selain itu, Indra juga mengucapkan selamat datang dan bertugas kepada kapolsek baru, Kompol Warga Supena. Indra berharap, sebagai kapolsek baru Supena bisa bersinergi dengan pemerintah maupun dengan warga dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Kecamatan Cimenyan. Bukan hanya itu, dengan kehadiran Kompol Warga, visi misi Kabupaten Bandung bisa tercapai. “Keamanan dan ketertiban adalah salah satu syarat mutlak tercapainya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya. (Arif Hidayat/Noong) pelajar di Indonesia dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan, kepekaan terhadap orang lain, keberanian, dan percaya diri, serta kepedulian terhadap lingkungan. Fasilitas outbond yang disiapkan, tambah Ade, di antaranya, flying fox, fight impact, low impact, dan roket air. Sementara untuk kegiatan pendidikan lingkungan, pengunjung bisa belajar bertani, beternak dan membuat kerajinan tangan dari barang bekas. “Di samping itu, kami juga membuka kesempatan kepada mahasiswa melakukan penelitian bambu untuk skripsi, tesis dan disertasi,” ujar Yono seraya menambahkan hanya dengan cara begitu, mereka bisa menjalankan program konservasi bambu. (Rumasyah/Noong)
4
SEPUTAR DESA
Asal-usul Desa Cimenyan UDARA pagi di Cimenyan pada Sabtu (5/11/2016) lalu terasa lebih hangat. Menyusuri jalan kampung beraspal di kiri kanan berderet rumah-rumah penduduk. Tercium aroma khas dari kandang-kandang sapi di pinggir jalan yang terbawa hembusan semilir angin.
Masih terlihat jejeran pohon bambu di beberapa sudut jalan. Hamparan kebun singkong dan ladang menandakan bahwa sebagian penduduk masih bermata pencaharian sebagai petani. Beberapa vila mewah tampak berdiri kokoh dengan pagar-pagar tinggi. Berada di ketinggian antara 700 sampai 1.300 meter di atas permukaan laut, sekitar 87% wilayah Cimenyan berada di dataran tinggi. Memiliki suhu rata rata 20 hingga 32 derajat celcius, udara Cimenyan masih sejuk malah cenderung dingin saat malam hari. Saat Noong berkesempatan menemui sesepuh Desa Cimenyan, Bapak Aja warga Kampung Babakan RT 02 RW 03, sedang bersantai di teras rumah menikmati kehangatan matahari pagi. “Maklum, bapak sudah tua jadi tidak ada kegiatan. Mau ke kebun sudah tidak kuat. Sudah enam tahun bapak ‘gak pernah ke kebun lagi,” tuturnya. Bapak Aja tampak semringah ketika ia diminta menceritakan masa lalu dan menceritakan asal mula Desa Cimenyan. Cimenyan, kata Bapak Aja, berasal dari kata cai dan menyan dalam bahasa Sunda. Cai artinya air dan menyan berarti pohon kemenyan. Biasanya sebuah peradaban atau desa dimulai dari sekitar sungai atau mata air. Demikian halnya dengan Cimenyan. Awalnya adalah sebuah kampung yang saat ini dikenal Cimenyan Kolot. Di kampung tersebut tumbuh pohon kemenyan dekat aliran sungai dari curug atau air terjun Situ Hiyang. Menurut Bapak Aja yang mengaku berusia 100 tahun lebih, dulu kantor pemerintahan desa berada di kampung Cimenyan Kolot. Kepala Desa pertama bernama Angga Dipraja, putra dari Anareja, tokoh masyarakat yang berketurunan darah Panjalu Ciamis. Adapun makam Angga Dipraja dan Anareja menurut bapak dari lima
Lintas Alam Ruas Bambu
Melintas, Menghijaukan, dan Berkomitmen JIKA ada kegiatan anak muda yang menyatukan mereka dalam satu kegiatan, Ruang Aspirasi Bersama Anak Muda Bersatu (Ruas Bambu) adalah tempatnya. Menghimpun para pelajar SMP dan SMA se-Bandung Raya, Ruas Bambu menggelar Lintas Alam sambil melakukan penghijauan dengan satu komitmen bersama pada Sabtu-Minggu (12-13/11/2016). Bertempat di Kampung Bambu, Jalan Sukasari RT 03/ RW 07 Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Lintas Alam Ruas Bambu diikuti 36 regu dari 18 SMP dan SMA se-Bandung Raya. Selain menggelar
anak ini berada di daerah Tangkuban Parahu. Seiring perkembangan penduduk dan pemekaran wilayah, Kantor Pemerintahan Desa Cimenyan berpindah tempat. Saat ini kantor Kepala Desa berada di Kampung Sukasari, RW 07 atau berjarak sekitar setengah kilometer dari Kantor Kecamatan Cimenyan yang terletak di jalan Padasuka Atas. Saat ditanya keberadaan pohon kemenyan, baik Bapak Aja maupun warga lainnya mengaku belum pernah melihat pohon legenda yang menjadi cikal bakal Desa Cimenyan. Bapak Aja juga menyayangkan pohon yang harusnya dijaga kelestarian sebagai simbol dan bukti sejarah Cimenyan hilang tanpa jejak. Begitupun dengan keberadaan makam leluhur Cimenyan, Noong kesulitan menggali bukti sejarah keberadaan mereka. Memang tidak mudah menggali sejarah tanpa ada bukti tertulis atau sisa peninggalan bangunan sebagai bukti. Pada kesempatan lain, Noong kembali mencari jejak sejarah. Kali ini tujuannya adalah curug Situ Hiyang yang berada di Kampung Cimenyan Kolot, RT 01 RW 03. Perjalanan yang sangat menantang menapaki jalan setapak ditambah tanah merah licin karena terguyur hujan seharian menambah seru perjalanan Noong. Curug Situ Hiyang tampak tak terawat. Panorama alam yang masih asri, terkubur semak belukar di jalan masuk. Nana Tarmana (37), seorang warga yang sedang mencari rumput untuk hewan ternaknya, mengungkapkan, asal muasal nama desa Cimenyan memang berasal dari pohon kemenyan yang tumbuh di desa tersebut. Namun, sejak dia kecil hingga sekarang tidak pernah tahu keberadaan pohon kemenyan itu ada di sekitar curug. “Setahu bapak dengar cerita dari kakek di sekitar Curug tidak pernah ada pohon menyan. Malah pohon Cimenyan tumbuh satu-satunya di belakang kantor desa Cimenyan yang sekarang,” kata Nana. Namun dia membenarkan kantor desa Cimenyan pada awalnya berada di kampung Cimenyan Kolot. Dari penjelasan Nana juga diperoleh informasi bahwa leluhur Desa Cimenyan jika ditelusuri mulai dari Eyang Panggung Jaya dari kampung Dayeuh Pamokolan, Gugunungan, Eyang Sutra Kembang
kegiatan lomba lintas alam, dilaksanakan juga program menghijaukan kampung-kampung di Desa Cimenyan. Sebanyak 1.000 pohon penghijauan maupun tanaman buah tropis disiapkan panitia dan ditanam secara simbolis di Kampung Bambu oleh Kepala Desa Cimenyan, yang diwakili Sekretaris Desa Asep Suryadi. Selanjutnya bibit pohon itu akan disebar di kampung-kampung untuk penghijauan. Sebanyak 36 regu berlomba melintasi empat bukit di Desa Cimenyan, sejauh 18 kilometer dari Kampung Bambu dan kembali lagi ke Kampung Bambu, selama lima jam dengan melewati enam pos di Lapangan Loader, Pasir Pogor, Cicayur, Merak Dampit, dan Cipaheut. Sebagai tuan rumah, SMPN 1 Cimenyan, yang mengirimkan regu putra dan putri, berusaha menaklukan alam yang menanjak dan menurun curam. Hal itu diungkapkan Ketua Regu SMPN 1 Cimenyan, Tiara Hadianti. “Pertamakali
NOONG, NOVEMBER 2016 Tabel Berikut daftar Kepala Desa Cimenyan dari awal pembentukan sampai saat ini. 1. Anggadireja 1858-1892 2. Anareja 1892-1897 3. Satrapraja 1897-1932 4. Kasmita 1932-1939 5. Koyod KW 1939-1948 6. Adang KM 1948-1950 7. Koyod KW 1950-1967 8. Sasmita 1967-1967 9. Surya Syaaman 1968-1981 10. Hana Suhana 1981-1984 11. Endju 1984-1992 12. Yayan Subarna, SH 1992-1993 13. Endju 1993-2001 14. Asep Juhana 2001-2006 15. Rukman Uden 2006-sekarang Wayang dari Caringin Tilu, Eyang Dalem Sangkaroma dari Kampung Pasir Pogor dan Eyang Jaya Paku dari daerah Cikutra. Sulit untuk membuktikan kebenaran cerita Nana. Tapi dia mengatakan makam Eyang Sutra Kembang Wayang di Caringin Tilu masih ada. Berbekal dari cerita beberapa warga Cimenyan, Noong mencoba menggali informasi dari pemerintah Desa Cimenyan. Dari catatan yang kami peroleh diketahui bahwa keberadaan Desa Cimenyan tidak lepas dari salah satu pohon menyan yang pernah ada di desa ini. Dahulu kala wilayah Cimenyan adalah hutan belantara yang banyak ditumbuhi pohon besar dan salah satunya adalah pohon menyan. Nama Desa Cimenyan diambil dari nama pohon tua besar yang berada di Kampung Cimenyan Kolot. Kemudian Anggadireja selaku Kepala Desa pertama yang menjabat di tahun 1858 sampai tahun 1892 mengambil nama desa dari pohon tua tersebut. Pengambilan nama ini berdasarkan filosofi dari pohon menyan itu sendiri yang mempunyai aroma harum nan menyengat juga akarnya yang merambat keluar. Berdasarkan filosofi tersebut, Anggadireja berharap agar masyarakat Cimenyan bisa seperti pohon menyan yang membawa harum nama desa dan selalu mempererat tali persaudaraan antar warga Desa Cimenyan. (Susilawati/Noong)
mengikuti lomba seperti ini, kami harus berjuang keras. Awalnya kami memang sempat down, karena peserta dari luar Cimenyan, terlihat lebih hebat. Tapi berkat kerjasama dan kekompakan, kami bisa masuk tiga besar,” jelasnya. Usaha itu tidak sia-sia. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Regu putra berhasil meraih juara I sedangkan regu putri juara II. Berikut hasil lengkap pemenang lomba. Hasil juaranya kategori Regu putri SMP/Sederajat; Juara I SMP Nasional, Juara II SMPN 1 Cimenyan, Juara III SMPN 2 Cimenyan. Juara Kategori Regu Putra SMP/Sederajat: Juara I SMPN1 Cimenyan, Juara II SMP Nasional, Juara III SMP Muhamadiyah 3. Juara Kategori Regu Putri SMA/SMK/ sederajat: Juara I SMK Penida 2 Katapang, Juara II SMK Angkasa I Margahayu, Juara III SMK Nusantara Raya. Juara Kategori Regu Putra SMA/SMK: Juara I SMK Penida 2 Katapang, Juara II SMK Widya Dirgantara, Juara III SMK Angkasa 1 Margahayu. (Shinta Puspitasari/Noong)
NOONG, NOVEMBER 2016
DAERAH
Peluncuran Noong di Desa Katapang
Dari kiri ke kanan: Direktur Komunitas Noong, Lina Nursanty; tokoh masyarakat Kampung Ceuri, Atang; dan Kepala Dusun Katapang, Eman Suherman pada peluncuran koran desa Noong di Desa Katapang, Minggu (20/11/2016). –(Yune/Noong)
SINAR mentari menyapa dengan ramah pada hari Minggu, 20 November 2016 pagi. Langit biru cerah secerah wajah para jurnalis Noong Katapang. Sejak sehari sebelumnya, mereka bekerjasama melawan lelah demi kelancaran acara peluncuran koran desa Noong di Kampung Sindang Asih, RT 01 RW 14, Desa Katapang, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung. Halaman Sekretariat Noong dipermak menjadi sebuah panggung sederhana dengan dekorasi yang didominasi warna merah. Jelang siang, para tamu undangan yang terdiri dari warga sekitar, para ketua
RT dan ketua RW, tokoh masyarakat, anak-anak kecil, orang tua dan keluarga peserta mulai memadati tempat yang disediakan. Keceriaan pemandu acara, yaitu Firman dan Amel membuat suasana menjadi meriah. Dengan banyolan khas ala remaja seperti Firman, suasana menjadi begitu santai. Tak jauh dari tempat duduk para tamu, tersedia nasi tumpeng, sayur lodeh, tempe bacem, dan sambal terasi yang menjadi menu utama sarapan bersama dalam rangka syukuran peluncuran koran. Dalam sambutannya, Ketua RW 14, Aan Rohimat
Area Wisata Cimenyan Rawan Kecelakaan
kecelakaan dan kemacetan. Sentral Pelayanan Kepolisian (SPK), Hidayat mengatakan kecelakan terjadi sering diakibatkan rem blong, terutama pada motor otomatis (matic). Perodo rem yang kepanasan mengakibatkan rem tidak berfungsi. Pemicu kecelakaan lainnya karena pengendara sering mematikan mesin kendaraan saat menghadapi jalanan yang menurun. Pengendara tidak sadar kalau mematikan mesin dapat menyebabkan gangguan pada fungsi mesin, sehingga rem tidak berfungsi maksimal. “Saran saya, bila perodo rem sudah kepanasan siramlah dengan air,” katanya. Mengantisipasi terjadinya kecelakaan, pihak Polsek Cimenyan rutin menggelar razia dua kali dalam sepekan, di titik-titik rawan. Diharapkan dengan adanya razia ini, dapat memberikan kenyamanan bagi para wisatawan. Kapolsek Cimenyan, Kompol Warga Supena, pada kesempatan berbeda menyatakan kegiatan razia bukan hanya menghindari terjadinya kecelakaan, tapi juga pencurian kendaraan bermotor (curanmor), serta untuk meningkatkan kesadaran
Cimenyan, Noong – Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, merupakan salah satu kawasan yang memiliki banyak tempat wisata menarik untuk dikunjungi. Tempat-tempat wisata tersebut terkonsentrasi terutama di Desa Cimenyan. Daerah wisata di desa ini, antara lain yaitu Caringin Tilu (cartil) dan Puncak Bintang di Bukit Moko, sebagai tempat wisata baru. Untuk mencapai kedua lokasi wisata ini, bisa melalui jalur Padasuka yang berdekatan dengan terminal Cicaheum. Dari jalan Padasuka, wisatawan tinggal mengikuti jalan menanjak ke arah utara, menuju Caringin Tilu (Cartil), kemudian lanjut ke Puncak Bintang. Tingginya minat wisatawan datang ke Cartil dan Puncak Bintang, seringkali memicu terjadinya
5 mengaku bangga dengan karya anak-anak Komunitas Noong yang dituangkan melalui sebuah koran desa. Awalnya ia tak menyangka bahwa ide itu akan terwujud di kampungnya. “Andai saya masih muda, saya ingin ikutan jadi peserta,” ujar Aan. Seperti halnya Aan, Kepala Dusun Katapang, Eman Suherman juga menyambut baik hadirnya Noong di Desa Katapang. Hal itu, kata dia bisa menjadi wahana pengembangan sumber daya manusia di pedesaan. Ia yakin ke depannya Noong bisa meluas ke desa-desa lainnya di seluruh Indonesia, bahkan internasional. Peluncuran ditandai dengan pemotongan nasi tumpeng dan penyerahan potongan nasi tumpeng itu secara simbolis kepada tokoh masyarakat Kampung Sindang Asih, Atang. Penyerahan nasi tumpeng disaksikan oleh Direktur Komunitas Noong, Lina Nursanty dan tentu saja para hadirin. Dalam sambutannya, Lina mengatakan bahwa melalui Noong, ia jadi tahu betapa banyaknya potensi anak-anak muda yang sangat positif di pedesaan. Para peserta pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan Noong dari Desa Katapang diikuti oleh 15 orang. Latar belakang peserta cukup beragam, ada yang masih bersekolah, sudah bekerja, dan sedang mencari pekerjaan. Demikian juga dengan latar belakang pendidikan peserta cukup bervariasi, dari lulusan SMP dan lulusan SMA. Semuanya bisa kompak mengikuti pelatihan dan menelurkan karya-karya berupa artikel karya jurnalistik yang cukup baik. Salah seorang warga yang hadir, Dani (40) mengatakan bahwa ia sangat senang dengan terbitnya Noong di Desa Katapang. Selama ini ia sering diutus oleh pemerintah desa untuk mengikuti program pemerintah seperti Eco Village. Tapi, sayangnya program itu tidak tersampaikan kepada masyarakat. “Semoga dengan adanya Noong ini, bisa menjembatani komunikasi dengan masyarakat desa,” ujarnya. Seusai acara peluncuran, beberapa tawaran bantuan dan partisipasi datang dari warga yang hadir. Di antaranya pak Reza yang menawarkan diri untuk memperbaiki tampilan laman noong.or.id dan bahkan menjadi admin laman. Sementara, pak Sumarya menyumbang tas ransel untuk para jurnalis Noong Katapang yang bisa dipakai untuk liputan. (Yune, Sopi/Noong)
warga akan pentingnya menggunaan helm demi keselamatan. “Dikarenakan banyaknya wisatawan yang datang ke Cimenyan, khususnya ke arah Cartil dan Puncak Bintang, Polsek Cimenyan membuat ramburambu lalu lintas di setiap tanjakan atau penurunan yang rawan akan kecelakaan,” ujar Warga, kapolsek yang baru saja dilantik mengantikan kapolsek sebelumnya, Kompol Yoyok Trimulyo. Ia menambahkan, upaya-upaya pencegahan dilakukan untuk menekan angka kecelakaan yang sering terjadi di sepajang jalan menuju kawasan wisata tersebut, mengingat trek yang dilalui menuju Puncak Bintang sangat menanjak. Warga mengingatkan kepada para wisatawan, agar saat pulang dari berwisata melalui jalan yang menurun tajam, harus berhati-hati dan menggunakan helm standar. “Selain itu pengendara juga harus memperhatikan kelengkapan kendaraannya, dan tidak lupa membawa SIM dan STNK,” kata Warga. (Arif Hidayat/Noong)
6
DAERAH
Kota Bandung Disergap Banjir
Banjir di beberapa ruas jalan di Kota Bandung, Minggu (13/11/2016).—Galamedianews.com Bandung, Noong – Hujan lebat disertai dengan angin kencang dan hujan es telah terjadi di Kota Bandung pada Minggu (13/11/2016) pukul 11.30 WIB. Akibatnya terjadi banjir dan pohon tumbang di beberapa tempat. Berdasarkan rilis dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir terjadi di 20 titik di Kota Bandung yang meliputi Jalan Pagarsih, Jalan Pasirkaliki, Jalan Wastukancana, Jalan Lodaya, Jalan Pasirkoja, Jalan A. Yani, Jalan Sukagalih, Jalan Sudirman, Jalan Waringin (Pasar Andir), Jalan Laswi,
Jalan Burangrang, Jalan Stasiun Timur, Jalan Kebon Jati, Stasiun Timur, Jalan Caringin, Jalan Otista, dan Jalan dr. Djundjunan, Jalan Kopo, Jalan Manado, Jalan Serayu, dan Rumah Sakit Cicendo. “Banjir disebabkan beberapa sungai meluap seperti Sungai Citepus, Sungai Cibeureum dan Sungai Cikakak yang tidak mampu menampung aliran permukaan. Selain itu banjir juga disebabkan saluran drainase tidak mampu mengalirkan aliran air permukaan. Tinggi banjir sekitar 30-60 cm dengan arus yang kencang seperti yang terjadi di Jalan
NOONG, NOVEMBER 2016 Wastukancana,” ujar Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB. Beberapa pohon tumbang terjadi di daerah Jalan Manado, Jalan Kopo, Jalan Serayu, Jalan Otista dan Stasiun Kereta Api Bandung. Kerugian yang ditimbulkan banjir dan pohon tumbang di Kota Bandung adalah dua unit mobil rusak berat, beberapa rumah rusak sedang, satu bangunan rusak sedang, arsip pasien di RS Cicendo rusak berat dan operasional kereta api terhambat selama dua jam. Di Kecamatan Cicendo Kota Bandung, luapan dari Sungai Cikakak menyebabkan dinding 10 rumah jebol. Arus kencang banjir menghanyutkan perabotan rumah. BNPB terus berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Jawa Barat. Saat ini Pemkot Bandung belum membentuk BPBD sehingga penanganan bencana dilakukan oleh SKPD terkait. BPBD Provinsi Jawa Barat membantu penanganan darurat dan melakukan pemantauan di sekitar lokasi terdampak banjir. Banjir di Jalan Tol Banjir juga merendam jalan tol Cikampek, di KM 39 tol Cikampek arah Jakarta sampai pukul 21.30 WIB sebagian sudah surut. Namun ada sebagian masih terendam banjir meski dengan ketinggian yang rendah. Banjir di KM 39 ini karena luapan air yang cukup besar dari Waduk Situbinong, yang terletak di sekitar lokasi. Hujan deras menyebabkan waduk kecil tersebut tidak mampu menampung aliran dan meluap ke ruas jalan di lokasi, sejak Minggu (13/11/2016) pukul 16.00 wib. Polisi melakukan pengalihan arus di Purwakarta, kendaraan yang mengarah ke Jakarta dari Purwakarta melalui jalan Alteri Cikampek, Karawang Timur hingga Karawang Barat. (Rilis BNPB/Noong)
mau tau, kenapa bandung selatan sering banjir? Bandung, Noong – Wilayah Bandung Selatan, seperti Dayeuhkolot, Baleendah, hingga Bojongsoang kerap mengalami banjir besar. Hal ini disebabkan oleh meluapnya Sungai Citarum. Tapi, penyebab mengapa Sungai Citarum selalu meluap, tak pernah diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil studi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Air dari Direktorat Jendral Sumber Daya Air Kementrian Pekerjaan Umum, genangan banjir setiap tahun makin meluas. Bukan hanya di Bandung Selatan, tapi juga di wilayah Kota Bandung, Cimahi, dan beberapa daerah lainnya. Peneliti Puslitbang Air, Ir Dery Derawan MT, mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan genangan banjir ini semakin meluas. Pertama, kata Dery, secara geografis dan alamiah, banjir memang tidak mungkin
dihilangkan di wilayah Bandung Selatan. Hal ini, kata dia, disebabkan adanya penyempitan lebar Sungai Citarum saat memasuki Curug Jompong. ‘’Bayangkan, ada 13 anak sungai yang bertemu di Sungai Citarum. Kemudian, mengalir ke Curug Jompong yang mulai menyempit. Dan secara alamiah, tidak pernah tergerus oleh aliran air sungai. Makanya, ketika debit meningkat, arus sungai menjadi tertahan dan menyebabkan banjir,’’ungkap Dery. Faktor kedua, erosi yang terus meningkat di kawasan hulu Sungai Citarum. Akibatnya, kata dia, sedimentasi pun meningkat. Hal ini, tambah dia, dibuktikan dengan berkurangnya luas area genangan pasca normalisasi Sungai Citarum yang dilakukan pada 2013. Tapi, kata Dery, pada 2015 genangan banjir kembali meluas, dan puncaknya pada Maret
2016 yang mencapai 650 hektare. “Padahal, dari pengukuran intensitas dan durasi hujan, selama 20 tahun terakhir, sebenarnya turun. Tapi, mengapa tetap banjir? pada 2015 sedimentasi sudah naik lebih 50 cm - 1 meter. Jadi dalam dua tahun sudah sedimentasi tinggi,’’ungkap Dery. Dari hasil penelitiannya pula, ditemukan adanya penurunan permukaan tanah, terutama di Cimahi, Dayeuhkolot, Sapan hingga Majalaya. Menurut Dery, hal ini terjadi akibat adanya pembebanan atas permukaan tanah akibat pesatnya pembangunan diatasnya, seperti pembangunan jalan, permukiman, hingga industri. ‘’Selain itu, ada pengambilan air tanah berlebih,’’jelas dia. (Sabilulungan.net*)
NOONG, NOVEMBER 2016
NUSA DAN MANCANEGARA
Puncak Musim Hujan akan Terjadi Januari Jakarta, Noong – Puncak musim hujan diprediksi terjadi pada bulan Januari 2017. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi banjir. “Sesuai dengan polanya, Januari merupakan puncak curah hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia. Pola bencana juga menunjukkan bahwa Januari adalah bulan paling banyak bencana di Indonesia,” kata Kepala Pusat data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran pers di Jakarta, seperti ditulis Galamedianews.com, Minggu (13/11/2016). BNPB menyebut 2016, sebagai tahun bencana karena sepanjang tahun ini tercatat ada 1.985 kejadian bencana. Angka tersebut diprediksi masih
akan terus bertambah karena curah hujan akan terus meningkat selama November hingga Desember. Sehingga kejadian banjir, longsor dan puting beliung diprediksi akan terus terjadi di berbagai wilayah. Jumlah kejadian bencana sebanyak 1.985 bencana tersebut mencatatkan rekor tertinggi yang pernah terjadi sejak 10 tahun terakhir. Meskipun bencana yang terjadi tidak termasuk bencana besar, namun korban jiwa dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan bencana cukup besar. Dampak yang ditimbulkan bencana selama 2016 adalah 375 orang tewas, 383 jiwa luka-luka, 2,52 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan lebih dari 34 ribu rumah rusak. BNPB mencatat, dari 1.985 bencana, bencana banjir adalah yang paling banyak
7 terjadi yaitu 659 kejadian. Selanjutnya berturut-turut adalah puting beliung 572 kejadian, longsor 485, kebakaran hutan dan lahan 178, kombinasi banjir dan longsor 53, gelombang pasang dan abrasi 20, gempa bumi 11, dan erupsi gunung api 7 kejadian. Kendati paling sering terjadi, longsor merupakan bencana yang menimbulkan korban tewas paling banyak yaitu 161 jiwa. Sedangkan banjir menyebabkan 136 jiwa tewas, kombinasi banjir dan longsor 46 tewas, puting beliung 20 jiwa, erupsi gunung api 7 jiwa, gempabumi 3 jiwa, dan kebakaran hutan dan lahan 2 jiwa. “Tingginya curah hujan akibat pengaruh dari La Nina, menguatnya Dipole Mode negatif dan hangatnya perairan muka air laut di sekitar Indonesia telah menyebabkan meningkatnya banjir, longsor dan puting beliung,” kata Sutopo. Selain itu luasnya daerah aliran sungai yang kritis, kerusakan lingkungan, degradasi sungai, tingginya kerentanan dan masih terbatasnya mitigasi struktural dan non struktural di masyarakat menyebabkan bencana terus meningkat. (Galamedianews.com)
Warga Amerika Serikat Protes Hasil Pemilu Gunakan Peniti
Warga AS mengenakan peniti sebagai tanda solidaritas dan protes hasil pemilu. –Twitter via Galamedianews. com
California, Noong – Beberapa hari setelah hasil pemilu Amerika Serikat menunjukkan keunggulan untuk capres dari Partai Republik, Donald Trump, para pendukung rivalnya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton ramai-ramai mengenakan peniti. Mengapa peniti dan apa maksudnya? Peniti atau pin pengaman merupakan simbol perekat atau dalam hal ini penyataan solidaritas terhadap kalangan minoritas. Aksi serupa juga dilakukan pasca referendum Brexit yang hasil votingnya memutuskan Inggris tidak lagi bergabung dengan Uni Eropa. Saat itu peniti digunakan menyusul meningkatnya kasus yang didasari kebencian, utamanya terkait kedatangan para pengungsi yang dalam agenda pendukung Brexit tidak akan lagi diberlakukan dengan longgar. Kini peniti menjadi pilihan para partisan Partai Demokrat sebagai pernyataan dukungan pada kaum minoritas, para pendatang termasuk korban pelecehan seksual, homofobia hingga kekerasan berdasar perbedaan keyakinan. Meski Trump menyatakan dirinya akan menjadi presiden bagi semua warga Amerika tetapi selama masa kampanye miliuner ini beberapa kali melontarkan penyataan kontroversial.(Galamedianews.com)
8
KASUNDAAN
Hayu “Noong” Désa Urang BUDAYA Sunda téh boga basa nu loba maknana. Hiji contona “noong”. Kecap nu asalna ti kecap dasar, to-ong, geus aya dipaké ti baheula, contona disebut dina kamus basa Sunda – Inggris kaluaran 1862 karya Jonathan Rigg, A Dictionary of the Sunda Language, nu dihartikeun “ningali” (to look at) sarta “ngalongok” (to peep at). Rigg nyebutkeun conto kecap ieu dina hiji kalimat: “batur gering kudu di toong”. Nah, kecap “noong” bisa waé lain saukur ningali/ngalongok hal nu sipatna harfiah, tapi ningali/ngalongok kaayaan nu ngan bisa katingali ku “mata haté” urang. Urang bisa terepkeun kecap “noong” ieu, contona tumali kana kaayaan désa. Lamun medar kecap désa nu kabayang alam pasawahan
ngahampar héjo, udara bersih ti polusi, jeung kahirupan masyarakat tentrem raharja. Tapi lamun ditingal mah, jigana éta ngan saukur bayangan jaman baheula. Hayu coba urang nganoong kaayaan désa jaman kiwari. Ayeuna loba pasawahan nu geus kagusur ku rupa-rupa pambangunan. Padahal lahan pasawahan geus puguh lahan jang nyadiakeun kabutuhan urang dahar sapopoé. Kusabab lahan pangan terus ngurangan, ahirna pamaréntah kudu nutup kakurangan ku jalan ngimpor kabutuhan pangan jiga béas sarta kadelé ti luar negeri. Sanajan ti éta, udara désa ayeuna geus henteu sabersih jeung saseger baheula. Polusi haseup jeung sora geus jadi hal nu dianggap biasa ku masarakat. Padahal, lamun terus diantep, bisa-
NOONG, NOVEMBER 2016
bisa lingkungan désa tambah ruksak jeung bakal ngaganggu katentraman jeung kaséhatan hirup sapopoé. Ditambah deui, loba generasi ngora nu milih ‘hijrah’ ka kota atawa gawé di pabrik tibatan ngawangun désana sorangan. Alesanna, teu aya pagawéan nu bisa diharepkeun deui di désana. Lamun nganoong saksama mah, masalah juwet nu teu disadaran ku masarakat tiasa jadi tumali jeung salahna cara pamaréntah nganata kahirupan sosial, budaya, jeung ékonomi désa. Ahirna, masarakat jadi sarba matérialistis, antep, sarta poho kana kawijaksanaan pituduh karuhunna; lila-kalilaan masarakat jadi teu sadar naon masalah sabenerna nu aya di désa. Meureunan salila ieu sigana urang jauh teuing nganoong hal-hal nu sarba modern, tapi lamur nganoong masalah nu deukeut di sakitar. Mangka, diajar ti kecap noong, hayu urang noong désa bener-bener teras ngawangunna babarengan ngarah sajalan jeung moto tabloid Noong: Nganoong nu deukeut-deukeut. Cag ah.. (Fadly Rahman/Noong)
Basa mah Teu Meuli ALHAMDULILLAH, tepi ka ayeuna urang teu kudu meuli basa. Kacipta lamun unggal kecapnu ku urang dipaké nyarita kudu diduitan, wah pisabarahaeun biaya anu kudu dikaluarkeun dina sapoé-sapoéna. Lir hawa nu diseuseup ku urang saban waktu, tepi ka ayeuna mah basa ogé masih kénéh haratis. Tapi, lamun alat pernapasanana kaganggu atawa ruksak mah, nya wayahna urang kudu ménta tulung ka dokter. Kitu deui dina sual basa. Lamun alat-alat ucap atawa mémori otak urang geus aya nu ruksak, basa ogé jadi susah digunakeunana. Ungkara “basa mah teu meuli” ilaharna dilarapkeun dina tatakrama keur papada urang. Waktu kuring budak ku nu jadi indung sok diwurukan sangkan hormat ka nu lian, copélna ku ngagunakeun basa. Ceuk indung, harita, “Ulah owel ku basa, keun da basa mah teu meuli. Lamun batur meunang kabungah, buru-buru bagéakeun ku kabungah. Gancang tepikeun kecap “wilujeng”. “Wilujeng milangkala” (ka nu keur ulang taun), “wilujeng jatukrami” (ka nu keur nikah), “wilujeng angkat” (ka nu rék indit atawa pindah), “wilujeng Boboran Siam (ka nu keur Lebaran), jsté. Lamun urang pantesna ngedalkeun rasa kabungah, tapi henteu ditepikeun, meureun ceuk batur téh, ‘Emh, mani teu basa-basa acan’.”
“Kumaha lamun batur meunang kasedih? Sarua, buru-buru tepikeun émpati urang. Upamana baé ku kecap ‘ngiring béla sungkawa’. Contona, ‘ngiring béla sungkawa ku pupusna tuang éyang’, ‘ngiring béla sungkawa ka wargiwargi nu nuju kacaahan’, jsté.” Lian ti pikeun ngedalkeun rasa gumbira jeung sungkawa, cara dina basa lianna, dina basa Sunda ogé nyadiakeun kecap-kecap basajan ajangkeuneun silih hormat dina kahirupan sapopoé. Di antarana, kecap “punten”, “nuhun”/”hatur nuhun”, “damang?”/” kumaha damang?”. Éta kekecapan téh biasana dijawab ku kecap “mangga”, “sawangsulna”, “saé”/ “pangésto”/ “pangéstu”. Malah, kiwari mah urang Sunda ogé sok ngucapkeun “sampurasun”, anu dijawab ku kecap “rampés”. Lamun urang ngaliwat ka hareupeun batur, rék asup ka imah batur, atawa rék nitah ka batur, biasana sok ngagunakeun kecap “punten”. “Punten, ngiring ngalangkung.” “Punten, ngiring calik”. “Punten, dupi Bapa Anu aya di bumi?”, jsté. Ku nu dipuntenan téa biasana dijawab, “mangga”. Lamun urang dibéré kabungahan, mangrupa barang atawa naon baé, biasana urang ngucapkeun “nuhun” atawa “hatur nuhun”, nu sok ditémpas deui ku nu méré kabungahan téa ku kecap “sawangsulna”.
Lamun dua atawa leuwih jalma patepung, boh di dunya nyata boh di dunya maya, biasana sok dibuka ku kalimah, “kumaha damang?” Nu biasana dijawab ku kecap. “saé”, “pangésto”, atawa “pangéstu” . Kitu ogé mun kabeneran keur cageur. Dina basa Indonésia atawa Malayu sasaruaanana “kumaha damang?” téh nyaéta “apa kabar?” nu dijawab ku kecap “baik”. Ceuk sakaol ieu téh nandakeun yén kasang tukang budaya Sunda jeung Malayu téh béda. Pikeun urang Malayu nu budayana maritim, kabar téh kacida pentingna. Tapi, nu pangpentingna keur urang Sunda mah kaséhatan. Kapan aya slogan “cageur, bageur, bener, pinter.” “Cageur” heula, kakara nu séjénna. Pamungkas, upama kiwari loba nu hariwang kana hirup-huripna basa Sunda. Jigana tarékah anu nyata mah taya lian ku cara ngagunakeun éta basa dina kahirupan sapopoé. Urang mimitian ku ngagunakeun kecap-kecap nu basajan pikeun ngajénan nu lian. Urang mimitian deui ku kecap “punten”, “mangga”, “wilujeng”, “hatur nuhun”, jsté. Lélés, 11-11-2016 (Teddi Muhtadin, Ketua Pusat Studi Budaya Sunda Universitas Padjadjaran)
NOONG, NOVEMBER 2016
PROFIL
PENGUSAHA MUDA DESA CIMENYAN
Bermula Sekantong Kerupuk Berbuah Jutaan Rupiah Bermodal Rp500 ribu dia memulai usaha berjualan kerupuk. Kini, omsetnya mencapai Rp100 juta per bulan. Kisah usahawan yang putus sekolah asal Desa Cimenyan.
Acep Wandi dia punya nama. Atep, itu panggilannya. Seorang pengusaha muda yang tinggal di Babakan Cicaheum, RT 02, RW 21, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Atep tak berasal dari keluarga berada seperti rata-rata pengusaha muda. Anak dari pasangan pembuat keripik singkong dan pisang itu, sempat putus sekolah lantaran kesulitan biaya. Namun tampaknya kesulitan bukan halangan, pemuda berusia 29 tahun itu berhasil mengenyam pendidikan hingga kelas menengah dengan cara mengikuti paket B. Berbekal “kebandelannya” menggapai cita-cita, Atep memulai usaha. Pada 2008, ayah dua anak ini memulai ide segar agar usaha keripik singkong orangtuanya terus berjalan. Dari yang asalnya hanya membantu, Asep kemudian memberanikan diri untuk membumbui keripik singkong gorengannya. Ada rasa keju, pedas juga balado. Berkah baginya, banyak pelanggan yang suka. Variasi rasa membuat penikmat singkong tidak
cepat bosan. Bermodalkan 500 ribu rupiah, Atep terus berjibaku meluaskan impiannya. Setelah keripik singkong, ia lantas mencoba berjualan kerupuk. Sama halnya dengan keripik, Atep memberikan banyak variasi rasa untuk kerupuk buatanya. Perlahan, kerupuk buatan Atep tak hanya terjaja di Desa Cimenyan. Tapi hingga ke pasar-pasar di Kota Bandung. Seperti Pasar Cicaheum, Cicadas, Kosambi, Sederhana, Sadang Serang dan Ujung Berung. Bahkan saat ini ia juga sudah sanggup memenuhi pasar grosir, sampai ke Lembang. Macam-macam keripik dan kerupuk buatan Atep dijual dengan harga berbeda. Kerupuk dibanderol Rp500 per bungkus, sedangkan keripik singkong dijual dengan harga Rp10 ribu per tiga bungkus dengan harga satuannya Rp3500 saja. Untuk bahan baku, singkong dan pisang dibeli Atep dari pemilik kebun di Cimenyan hingga Subang. Sedangkan kerupuk, dibelinya dari pusat penjualan kerupuk mentah. Setiap hari, Atep bisa memproduksi hingga 10 kuintal keripik dan singkong. Namun pada musim hujan, produksinya biasanya mengalami penurunan. Hal itu akibat adanya hambatan proses pengeringan kayu bakar yang diambil dari limbah bahan bangunan.
9 Kendati hujan, omset Atep tak turun signifikan. Setiap bulan, Atep bisa meraih pendapatan hingga Rp 100 juta. ‘’Hambatan dari usaha ini sih cuma dari pekerja saja. Kurangnya pekerja sementara permintaan banyak, jadi susah memproduksinya,” ujar Rosi Roswati, istri Atep yang dinikahi 2006 silam, saat ditemui jurnalis Noong di kediamannya beberapa waktu lalu. Hingga saat ini, Atep mempekerjakan sekitar 14 karyawan. Selain berasal dari warga sekitar Babakan Cicaheum yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Atep, pekerja juga berasal dari luar Desa Cimenyan. Banyak suka dan duka yang Atep lewati dalam menjalankan usahanya. Selain persaingan produk yang kian ketat. Harga bahan baku yang tak terprediksi lonjakannya kerap mengikis keuntungannya. Namun, berkat ketegaran dan kerja keras Atep bisa melewati semua rintangan dan cobaan. Dukungan istri merupakan modal yang membuat Atep tidak putus asa dalam menjalankan usahanya. Kini sang pengusaha muda telah mendapatkan buah hasil dari kerja kerasnya. Sebuah rumah yang tergolong mewah, kendaraan pribadi, dan pemenuhan kebutuhan keluarga menjadi pencapaiannya. Meski demikian, Atep tetap Atep. Ia masih terlihat sederhana dan rendah hati. Ia tidak segan berbagi kebahagiaan kepada sesamanya. Rencana lain dalam mengembangkan usahanya ini, Atep pun membangun kos-kosan di dekat rumahnya. Katanya, untuk dana pensiun. Dia berharap usaha itu bisa dilanjutkan anak dan cucunya kelak. (Annisa Utari Nurtaryana/Noong)
Acep Wandi, salah seorang pengusaha muda yang terbilang sukses dari Desa Cimenyan bersama para karyawannya. – (Annisa/Noong)
ANAK DAN WANITA
10
Kucingku yang malang Oleh Lisana Shidqi Aliya (siswa kelas 3 SD Cimenyan) KUCINGKU bernama Janez dan Ciko. Mereka sangat lucu. Janez mempunyai empat anak. Ada yang namanya Seiky, Snowy, Snipy dan Snopy. Stiky, lucu mirip seperti Snipy. Cuma Snipy bulunya angora. Bulunya tebal. Snowy warnanya putih abu-abu. Kalo Snopy, warnanya hitam dan putih. Kucing kakakku bernama Atiky. Teteh Azmi, Snowy. Aku Snipy. Adikku Faiz pastinya Snopy. Karena ibu dan bapakku sangat tidak suka kucing, malamnya saat aku dan saudaraku tidur, mereka membuangnya ke pasar Sederhana. Paginya aku bangun, ternyata mereka tidak ada. Aku bertanya, ternyata mereka sudah dibuang. Aku yang senang menjadi sedih. Aku ingin menangis, tetapi susah. Akupun mencari kucing baru, yang bernama Cito.(*)
NOONG, NOVEMBER 2016
Tentang Ibuku
Oleh Salma Nur Jamilah (siswa kelas V SD Cimenyan) HAI, nama saya Salma. Saya punya ibu yang baik. Setiap pagi atau setiap Subuh, setelah adan Subuh. Kalau pagi dibangunkan jam. Setelah saya bangun, ibu membuat sarapan untukku. Makanannya berbeda. Contohnya nasi goreng, sayur bayam, ikan goreng dan mi instan. Kalau minumnya sih, air putih saja, dingin atau hangat. Jika ibu sedang memasak, saya mandi. Setelah memakai baju sekolah, ibu memberi makan dan memberi bekal. Setelah itu saya salam kepada ibu, karena itu wajib. Kalau ibu sedang pergi, kepada kakak saja. Dan saya berangkat sekolah. Sepulang sekolah ibu memberi makan dan minum. Karena ibu sayang kepada kita, jadi kita juga harus sayang kepadanya, mendoakannya ketika shalat, agar selamat dunia akhirat. Karena Ibu menjaga kita diwaktu kecil, sampai saya besar ini. Terimakasih Ibu telah menjagaku, menjagaku dan mendidikku sampai aku bisa membaca, di saat kelas 1 SD, dan mengajarkanku Qur’an, di saat kelas 4 SD. Sampai sekarang, aku kelas 5 SD aku masih diajari Qur’an. Meski sudah bisa tapi masih bisa lupa huruf-hurufnya. Jadi harus lebih giat, agar cepat pintar. Dan saya juga diajari oleh kakak mengaji. (*) Sambungan Hlm. 1 berdaya saing melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan pemantapan pembangunan perdesaan berlandasan yang religius dan berwawasan lingkungan. Tentu saja dalam program pembangunan desa, lanjut Rukman, menghadapi beberapa kendala. Diakuinya, persoalan mendasar bagi Desa Cimenyan dalam pelaksanaan pembangunan adalah luas wilayah dan banyaknya jalur jalan baik jalan kabupaten, desa, maupun jalan kampung. Sedangkan anggaran yang tersedia dalam APBDS sangat terbatas, sehingga untuk mencapai sasaran pembangunan sangat kesulitan mengingat anggaran bantuan dari pemerintah daerah dan pusat yang masih sangat terbatas. Mengatasi hal tersebut, desa senantiasa berusaha mengali potensi yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes) dan juga terus meningkatkan swadaya sesuai moto Kabupaten Bandung “Sabilulungan” atau gotong royong. Namun setelah diturunkannya dana desa pada tahun 2015 sebesar Rp325.471.200 dan 2016 sebesar Rp763.071.458, Desa Cimenyan mengalami peningkatan APBDS sebesar 35% yang sekaligus meningkatkan kegiatan pembangunan khususnya kegiatan peningkatan infrastruktur. (Susilawati/Noong)
Gambar karya Abdillah, siswa SD Azzahra “Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta mengucapkan selamat atas diterbitkannya NOONG. Kami senang sekali dapat bekerja sama dengan rekan-rekan kami di Kabupaten Bandung dalam mendirikan koran komunitas ini. Kami percaya bahwa negara demokrasi memerlukan pers yang dinamis, yang berperan penting dalam menyebarkan berita dan mencari solusi, baik dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Oleh karena itu, kami berharap NOONG dapat terus menjadi sumber berita yang akurat dan dekat di hati penduduk Kabupaten Bandung. Melalui media ini, kami juga berharap agar pemuda dan pemudi Kabupaten Bandung senantiasa memiliki sarana untuk mengembangkan kemampuan jurnalistik mereka. Sukses selalu untuk NOONG!” -Alexia Branch, Wakil Juru Bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta-
NOONG, NOVEMBER 2016
ANAK DAN WANITA
Risoles Syarah dari Kampung Balong
Syarah Nurul Ulfa (26), warga Kampung Balong, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Saat ini ia merintis kuliner risoles.—(Euis/Noong)
Perempuan dan kreativitas tidak bisa dipisahkan. Sebab, perempuan memiliki kemampuan dalam mengungkapkan perasaan untuk menciptakan sesuatu. Meskipun tidak mudah, rasa percaya diri perempuan dalam mempelajari teknik tertentu bisa menghasilkan kreativitas. Syarah Nurul Ulfa (26) adalah salah satu contoh perempuan itu. Warga Kampung Balong,
Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung ini merintis usaha kuliner. Perempuan berputra satu ini melirik bisnis risoles, pastri berisi daging cincang dan sayuran yang dibungkus dadar dan digoreng lalu dilapisi tepung panir dan kocokan telur ayam. Syarah mulai terinspirasi membuka bisnis rumahan semenjak melihat banyaknya produk
Sambungan Hlm. 1
Berbeda dengan Iin, Rusmana (48) pengrajin peuyeum di Kampung Cipaheut, menggunakan ragi dari Pasar Ujung Berung. Selain itu, Rusmana juga memproduksi bésék dari rotan atau bambu sebagai wadah peuyeum. Ukuran bésék ada yang kecil, sedang dan besar tergantung pesanan. Pemilihan kemasan menggunakan bésék yang dilengkapi dengan daun pisang karena lebih ramah lingkungan dan memengaruhi kualitas peuyeum. Selain penggunaan bésék, limbah dari kulit singkong tidak dibuang sembarangan, namun dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti sapi, domba atau dijadikan sebagai pupuk. Singkong yang merupakan bahan baku peuyeum ada yang berasal dari dalam dan luar Cimenyan. Singkong yang berasal dari Desa Cimenyan bukan berarti dari kebun sendiri akan tetapi menyewa kebun orang lain yang kemudian ditanami bibit singkong. Hasil panennya pun tergantung kondisi cuaca. Jika singkong mengambil dari luar biasanya dari Karawang, Subang, Sukabumi dan Sumedang. Kesulitan para pengrajin peuyeum adalah dari singkong itu sendiri, karena terkadang cuaca tidak mendukung untuk menghasilkan banyak singkong yang akan dibuat menjadi peuyeum.
Salah satu pengrajin turun temurun adalah Iin Yuningsih (41). Iin adalah salah seorang keturunan Abah Abas yang berjuang memproduksi peuyeum. Menurut pengelola yang terletak di Jalan Babakan Cimenyan RT 05 RW 03 No 199, bapaknya juga mewarisi tradisi pembuatan peuyeum dari kakeknya. Pembuatan peuyeum sangat sederhana. Singkong yang telah siap diolah, dikupas terlebih dahulu lalu dicuci hingga bersih. Selanjutnya, direbus satu sampai dua jam. Setelah itu didinginkan, diberi ragi dan disimpan selama dua hari. Namun dalam membuat peuyeum, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah kebersihan. Karena itu, proses pembuatan biasanya dilakukan bergiliran. Dimulai dari orang yang mencuci singkong, mengupas, merebus, pemberi ragi, pengemasan, hingga pemasaran. Peuyeum yang sudah matang dijual ke pasar-pasar, toko oleh-oleh dan perorangan. Harganya pun terjangkau antara Rp8.000 sampai dengan Rp8.500 per kilogram. Menurut Iin, untuk mendapatkan rasa tapai yang manis dan legit itu, tidak sembarang ragi mereka gunakan. “Ragi yang digunakan adalah ragi yang diperoleh dari pabrik ragi Antapani,” jelasnya.
11 industri rumah tangga dan online shop di internet. Tertarik dengan keuntungan, juga untuk mengisi waktu luangnya, Syarah mulai mencoba belajar membuat penganan sendiri. Setelah mencoba dan menghidangkannya pada tamu-tamu yang datang ke Pondok Pesantren Al Furqon, yang terletak di Kampung Balong, barulah ia mulai percaya diri untuk mulai menawarkan pada teman-temannya. Terkadang Syarah juga ikut berjualan saat ada event atau pameran. Menurut Syarah, risoles dibuat ketika ada pesanan. Kebanyakan pesanan berasal dari luar Cimenyan. Risoles dijual dengan harga Rp12.500 per-pack yang berisi lima risoles. Risoles Cimenyan memiliki aneka macam isi, di antaranya sosis, smokebeef, ayam cincang, sayuran, dan keju. Selain membuat risoles, Syarah juga menerima pesanan bolu kukus, dadar gulung, donat, puding, cireng isi dan makaroni schottel. Syarah mengakui, saat ini belum bisa memproduksi makanan setiap hari. “Kalau ada pesanan baru bikin. Soalnya biaya produksinya lumayan mahal. Sayang kalau tidak habis dijual,” kata Syarah, pada 16 November lalu. Tak hanya membuat aneka panganan. Syarah juga mencoba peruntungan lain dengan membuat mukena dan kerudung. Mulai dengan belajar kursus menjahit, Syarah menekuni pembuatan kerudung dengan ciri khasnya mukena katun. “Harga kain katun memang lumayan mahal. Tapi hasilnya bagus, keuntungannya juga lumayan banyak. Tapi harus pintar-pintar kita mencari konsumen,” ungkapnya. Untuk keuntungan dari hasil produksinya sampai saat ini belum memiliki angka pasti setiap bulan. karena sampai saat ini produksinya baru sebatas pesanan pelanggan saja. (Euis dan Novi/ Noong)
Mengenai kesulitan para pengrajin dalam memperoleh singkong dalam artian lahan yang digunakan untuk menanam singkong, kepala Desa Cimenyan Rukman Uden, mengatakan pihaknya sudah menempuh beberapa upaya. “Untuk lahan yang dianggap kurang produktif akan digemburkan dengan digarap dan diberikan kemudahan permodalan bibit dan pupuk singkong serta jaminan kestabilan harga bahan baku akan menambah semangat para petani untuk kembali menanam singkong,” jelasnya. Dikatakan Rukman, para petani akan diberikan arahan, pelatihan, bantuan permodalan serta latihan kewirausahaan bagi pengolahan peuyeum dengan permohonan bantuan dari dinas terkait baik di kabupaten, provinsi, maupun dari pusat, serta akan lebih meningkatkan lagi peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam hal bantuan permodalan serta membantu petani dalam memasarkan hasil pertanian singkong. Diharapkan para pengrajin peuyeum di Cimenyan bisa lebih lancar memperoleh singkong asli dari lahan Desa Cimenyan. (Euis Siti Solehah & Lilis Nuraeni/Noong)
12
Media Sosial Menggeser Peran Jurnalisme?
Judul : Dialog Demokrasi Dalam 140 Karakter Penulis : Tim Dewan Pers Terbit : Oktober 2015 Penerbit : Dewan Pers Halaman : 117 Halaman
PUSTAKA NOONG HARI INI informasi mudah didapat. Penyebarannya pun secepat kilat. Ibarat pepatah, semudah menjentik jari, kabar ihwal sebuah peristiwa lekas tersebar. Itulah yang terjadi saat ini. Seolah dunia kian sempit. Tak ada lagi rahasia di antara semua kita. Namun sayangnya informasi juga berita yang berserakan itu belum, tentu benar sepenuhnya. Sebab sering kali belum teruji validitasnya. Permasalahan sedemikian kerap dijumpai apabila kabar tersebar lewat media sosial: Facebook, Twiter, Instagram atau jejaring perkawanan lainnya. Di tengah serbuan persoalan keabsahan informasi, isu soal media sosial yang diramalkan menggeser peran jurnalisme profesional, jelas menjadi tema diskusi menarik. Setidaknya, sampai hari ini, kala disiplin verifikasi informasi -inti dari jurnalisme- masih menjadi garis pembatas bagi publik untuk menilai, apakah sebuah informasi berasal dari sumber yang sahih atau justru menyesatkan. Dalam buku ini akan pembaca dapat gambaran soal dampak, peran serta pengaruh media sosial, terutama Twitter, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Juga soal para politisi dan pejabat yang saat itu, menggunakan media sosial dalam penyampaian kebijakan dan pendapatnya kepada publik tanpa sekat. Media sosial, perlu disadari, telah menciptakan kanal komunikasi dua arah. Fenomena itu
NOONG, NOVEMBER 2016 ditunjukkan Joko Widodo -presiden terpilih saat itu- saat mengajak publik berpartisipasi dalam pembentukan kabinet. Buku ini lahir dari sebuah kajian dewan pers yang melihat peran media sosial di atas panggung politik Indonesia. Pemilihan presiden dan wakil presiden indonesia (Pilpres) 2014, merupakan contoh pemilu dengan pelibatan media sosial. Baik hanya sebagai alat komunikasi, hingga dijadikan corong kampanye. Berdasarkan kajian yang dituangkan dalam buku, pemilu 2014 merupakan kali pertama pemilih secara intensif dan masif menggunakan media sosial untuk berbincang, berbagi informasi dan berdiskusi menyangkut preferensi dan ekspektasi kontestan yang bersaing. Buku ini sangat bagus untuk dibaca, karena banyak sekali informasi yang menarik untuk menambah pengetahuan kita tentang peran media sosial dalam kehidupan, terutama dalam perpolitikan. Misalnya, untuk mengetahui media sosial terutama Twitter, juga medium yang rawan “disalahgunakan” untuk menciptakan opini atau membentuk trending topik. Adanya akun berbayar, yang dikelola robot atau mesin dan Cyber-Troops ditengarai memainkan peran dalam “perang” pesan di media sosial selama Pilpres 2014. Selamat Membaca! (Arif Hidayat/Noong)
“Beunghar ku Elmu” pemutus Kebodohan dan Ketidakpedulian Sosial Sindang Asih, Noong – Sehubungan dengan kesadaran akan pentingnya ilmu juga dalam upaya peningkatan wawasan dan pengetahuan masyarakat, ditambah rasa prihatin melihat banyaknya anak-anak yang putus sekolah, maka pasangan suami istri dari salah satu kampung di desa Katapang ini berinisiatif membangun sebuah perpustakaan. Perpustakaan ini dinamai “Beunghar ku Elmu”, diambil dari bahasa Sunda yang artinya kaya oleh ilmu. Perpustakaan Beunghar ku Elmu terletak di kampung Sindang Asih RT 01 RW 14, Desa Katapang, Kabupaten Bandung. Disana terdapat ribuan judul buku yang bisa dinikmati oleh berbagai kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Perpustakaan ini juga menyediakan buku-buku referensi yang bisa digunakan oleh orang-orang yang sedang melakukan riset atau penelitian. Ruangan yang diberi nama “Hilversum” dan “Washington D.C” ini dulunya adalah kamar kost yang disewakan kepada pelajar/karyawan yang sekarang sudah berubah menjadi sebuah ruangan yang dipenuhi oleh buku-buku yang berasal dari koleksi pribadi. Di samping yang tersimpan di dua ruangan tersebut, masih ada lagi yang belum dikeluarkan dari kardus hal ini karena ruangan itu baru satu bulan ditempati. Untuk sekarang buku-buku yang berada di perpustakaan ini belum bisa untuk dipinjam, hal itu karena belum selesainya proses katalogisasi buku yang sedang dilakukan. “Walaupun ini perpustakaan sederhana, tetapi kami ingin membuat pendataan buku sama seperti perpustakaan besar
Suasana perpustakaan Beunghar Elmu di Kampung Sindang Asih, Desa Katapang, Minggu (13/11/2016). Perpustakaan ini akan dibuka untuk umum mulai Desember 2016.--(Yune/Noong)
lainnya,” ujar Fadly selaku pemilik perpustakaan tersebut. Di perpustakaan ini juga nantinya akan rutin diadakan kegiatan-kegiatan seperti diskusi, workshop-workshop, hingga pelatihan menulis dan jurnalis warga yang sekarang sedang dilakukan oleh komunitas Noong. Karena keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia, juga
tinggi rendahnya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki. Maka, perpustakaan Beunghar ku Elmu ini hadir di tengah-tengah masyarakat sederhana pedesaan sebagai upaya meningkatkan minat baca dan menumbuhkan budaya literasi di masyarakat. Karena buku berkualitas adalah pemutus rantai kemiskinan, kebodohan dan ketidakpedulian sosial. (Yune Ainur/Noong*)