ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA KE WILAYAH ASEAN DAN CHINA DALAM SKEMA EARLY HARVEST PROGRAMME
ARIF AGUS NUGROHO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China dalam Skema Early Harvest Programme adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Arif Agus Nugroho NIM H14080032
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK ARIF AGUS NUGROHO. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China dalam Skema Early Harvest Programme. Dibimbing oleh DR. IR. SRI HARTOYO. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor potensial di pasar dunia, termasuk di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China. Indonesia sebagai negara pengekspor besar kopi memandang pemberlakuan kebijakan EHP sebagai peluang untuk dapat meningkatkan penawaran ekspornya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke ASEAN (Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dan China dalam skema Early Harvest Programme (EHP). Metode regresi data panel dengan Fixed Effect (Seemingly Uncorrelated Regression) digunakan untuk menganalisis model penawaran eskpor sebagai dampak dari EHP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel (harga domestik kopi, harga internasional kopi, produksi domestik kopi, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, nilai tukar, dan dummy EHP) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kata kunci: kopi, EHP, regresi data panel
ABSTRACT ARIF AGUS NUGROHO. Analyze the factors that influence Indonesia coffee export to ASEAN and China in the Early Harvest Programme. Supervised by DR. IR. SRI HARTOYO. Coffee is one of the potential export comodities in global market including in the ASEAN-China free trade area. Indonesia as a major exporter of coffee looking at the implementation of the EHP policy as an opportunity to increase Indonesia export offer. The objective of this research is to analyze the factors that influence Indonesia coffee export to ASEAN (Brunei Darussalam, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand) and China in the Early Harvest Programme (EHP). Panel data regression method with fixed effect (Seemingly Uncorrelated Regression) was used to analyze export supply model as an impact of EHP. The results shows that all variables (price domestic of coffee, international price of coffee, domestic production of coffee, Gross Domestic Product (GDP) per capita, exchange rate, and dummy of EHP) have the significant influence on Indonesia coffee export to China, Brunei Darussalam, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand. Keywords: coffee, EHP, panel data regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA KE WILAYAH ASEAN DAN CHINA DALAM SKEMA EARLY HARVEST PROGRAMME
ARIF AGUS NUGROHO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China dalam Skema Early Harvest Programme Nama : Arif Agus Nugroho NIM : H14080032
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sri Hartoyo Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW dan kita semua sebagai pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China dalam Skema Early Harvest Programme ini merupakan hasil karya penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Bapak Paimin dan Ibu Wasinah yang telah memberikan segala doa, dukungan, dan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa pula kepada kakak yang telah memberikan semangat dan dukungan moral tanpa henti. 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo selaku dosen pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoritis. 3. Dr. D. S. Priyarsono selaku dosen penguji utama atas kritik dan masukan yang positif dalam penyempurnaan penulisan. 4. Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik. 5. Seluruh dosen pengajar Departemen Ilmu Ekonomi yang tanpa pamrih memberikan ilmu dan pengalamannya, serta semua staf Tata Usaha yang telah memberikan kelancaran berbagai urusan administrasi. 6. Seluruh rekan-rekan di Ilmu Ekonomi 45 dan keluarga besar HMI komisariat FEM IPB. 7. Gita dan Yuni yang telah memberikan motivasi dan bantuan teknis dalam pengembangan penulisan skripsi ini. 8. Teman-teman kontrakan Darmaga Regency blok D15: Agung, Aji, Bayu, Busrol, Fadhli, Pardi, dan Samsu atas semangat serta kebersamaannya selama merantau di Bogor. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhir kata, penulis mengharapkan masukan-masukan positif dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin yaa robbal’ alamin.
Bogor, Januari 2013
Arif Agus Nugroho
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 7 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengertian Ekspor ................................................................................ 8 2.2 Teori Penawaran Ekspor ...................................................................... 8 2.3 Hubungan Kebijakan Early Harvest Programme (EHP) terhadap Kurva Perdagangan Internasional ....................................................... 11 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 12 2.4.1 Ekspor Kopi .............................................................................. 12 2.4.2 Data Panel ................................................................................. 13 2.4.3 Perdagangan Bebas ASEAN-China ......................................... 14 2.4.4 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu .................................. 15 2.5 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 15 2.6 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 19 3.2 Metode Analisis ................................................................................... 19 3.3 Spesifikasi Model ................................................................................ 20 3.3.1 Penjelasan Penggunaan Variabel dalam Model ....................... 20 3.4 Data Panel ............................................................................................ 22 3.4.1 Pooled Least Square (PLS) ........................................................ 24 3.4.2 Fixed Effect Model (FEM) ......................................................... 24
ii
3.5 Pemilihan Model Terbaik (Chow Test) ................................................ 25 3.6 Evaluasi Model dan Uji Asumsi .......................................................... 26 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Perdagangan Bebas ASEAN-China .................................................... 27 4.1.1 Early Harvest Programme (EHP) ............................................. 28 4.1.2 Normal Track ............................................................................ 31 4.1.3 Sensitive Track .......................................................................... 31 4.2 Gambaran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia 32 4.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............................................. 32 4.2.2 Perkembangan Produksi Kopi Indonesia .................................. 33 4.2.3 Perkembangan Harga Komoditas Kopi..................................... 35 4.3 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN-China ........ 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pendugaan Model ................................................................................ 41 5.2 Pengujian Asumsi Model .................................................................... 42 5.3 Pengujian Kriteria Statistik ................................................................. 42 5.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia ............................................................................................. 43 5.4.1
Harga Domestik (PDOM) ....................................................... 43
5.4.2
Harga Internasional (PINT) .................................................... 44
5.4.3
Produksi Domestik (PROD) ................................................... 45
5.4.4
PDB per Kapita (GDP) ........................................................... 46
5.4.5
Nilai Tukar (ER) ..................................................................... 46
5.4.6
Kebijakan Early Harvest Programme (DEHP) ...................... 47
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 49 6.2 Saran ................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 51 LAMPIRAN ....................................................................................................... 53 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 57
iii
DAFTAR TABEL 1.1
Produksi dan Luas Areal Perkebunan Kopi Indonesia Periode Tahun 1999-2011................................................................................... 2
1.2
Total Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China Periode Tahun 1999-2011 ..................................................................... 4
4.1
Daftar Produk dalam Kebijakan Early Harvest Programme ............... 29
4.2
Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Early Harvest Programme ASEAN-6 dan China ........................................................ 29
4.3
Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Early Harvest Programme Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam ......................... 30
4.4
Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Normal Track ASEAN-6 dan China ............................................................................ 31
4.5
Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China ........................................................................... 36
5.1
Hasil Estimasi Fungsi Penawaran Ekspor Menggunakan Pendekatan FEM dengan Pembobotan SUR ........................................ 41
DAFTAR GAMBAR 2.1
Analisis Keseimbangan Parsial atas Penghapusan Tarif pada Pemberlakuan Kebijakan Early Harvest Programme (EHP) ............... 11
2.2
Kerangka Pemikiran ............................................................................. 17
4.1
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita Indonesia Periode Tahun 1999-2011 (US$) ......................................... 32
4.2
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Periode Tahun 1999-2011 (Rp/US$) .................................................... 33
4.3
Perkembangan Produksi Komoditas Kopi Indonesia Periode Tahun 1999-2011 (Ribu Ton)............................................................... 34
4.4
Perkembangan Harga Komoditas Kopi Periode Tahun 1999-2011 (US$) .................................................................................................... 35
iv
DAFTAR LAMPIRAN 1
Hasil Uji Chow Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia ................. 53
2
Hasil Estimasi Regresi Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia ...... 54
3
Matriks Korelasi antar Variabel Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia............................................................................................... 55
4
Uji Normalitas Hasil Estimasi Regresi Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia...................................................................................... 56
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional telah berkembang pesat dan memberikan peranan penting dalam perekonomian global. Semakin terbuka sebuah negara terhadap perdagangan internasional akan semakin meningkatkan jumlah ekspor yang berpengaruh terhadap pendapatan nasional negara. Pentingnya perdagangan internasional untuk meningkatkan pendapatan mendorong sejumlah negara yang berada dalam suatu wilayah membentuk suatu kerjasama ekonomi regional, salah satunya adalah ASEAN (Association of South East Asian Nations). Pembentukan ASEAN bertujuan untuk memajukan ekonomi masyarakat bangsa-bangsa agar tidak tertinggal dengan negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Memasuki era globalisasi, adanya liberalisasi telah memberikan banyak perubahan pada bentuk kerjasama ekonomi negara-negara di ASEAN dengan tercetusnya perjanjian pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas dengan China. Karena hal tersebut membuat hambatan tarif dan non-tarif yang selama ini menjadi penghalang masuknya barang atau jasa ke suatu negara di ASEAN dan China menjadi semakin berkurang. ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan suatu bentuk kawasan perdagangan bebas yang berlaku antara negara-negara di ASEAN dengan China. Perjanjian perdagangan ini diresmikan melalui penandatanganan The Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation di Kamboja pada tahun 2002 yang telah dimulai pada tahun 2010 oleh Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura; dan diharapkan pada tahun 2015 dapat dicapai oleh Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam (CLMV). Tercatat saat diimplementasikan pada 1 Januari 2010, ACFTA merupakan kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia dengan total luas wilayah 14 juta km2, konsumen mencapai 2 milyar, Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$7.7 triliun, dan total perdagangan lebih dari US$200 milyar (Sekretariat ASEAN dan World Bank 2011). Untuk mengukuhkan perjanjian ACFTA tersebut maka diberlakukan Early Harvest Programme (EHP) sebagai bentuk liberalisasi dini untuk produk-produk
2
pertanian yang mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2004, dengan cakupan produk-produk pertanian dan produk lain yang disepakati secara bilateral antara negara-negara ASEAN dan China. Salah satu komoditas pertanian (subsektor perkebunan) yang termasuk dalam program EHP yaitu kopi. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia, khususnya untuk ekspor. Komoditas ini memiliki peranan penting khususnya sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja, dan sebagai sumber pendapatan bagi petani ataupun pelaku ekonomi lainnya yang berhubungan dengan kopi. Sebagai penyedia lapangan kerja, perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja bagi 2 juta petani kopi di Indonesia atau sekitar 1.7 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2011. Mayoritas petani kopi tersebut menggantungkan hidupnya pada kopi sebagai sumber pendapatan utama (Ditjenbun 2012). Pada tahun 2011 sumbangan dari sektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp154 triliun dengan neraca perdagangan dari komoditas kopi sebesar Rp8.02 triliun (BPS 2012). Begitu pentingnya komoditas ini dalam perekonomian Indonesia, maka tak heran bila pengembangan produksi terus dilakukan guna meningkatkan nilai kopi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Produksi dan Luas Areal Perkebunan Kopi Indonesia Periode Tahun 1999-2011 Tahun Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) 1999 531 687 1 127 277 2000 554 574 1 260 687 2001 569 234 1 313 383 2002 682 019 1 372 184 2003 671 255 1 291 910 2004 647 386 1 303 943 2005 640 365 1 255 272 2006 682 158 1 308 731 2007 676 476 1 295 911 2008 698 016 1 295 110 2009 682 590 1 266 235 2010 684 076 1 268 476 2011 709 000 1 308 000 Rata-rata per tahun 648 372 1 282 086 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012).
3
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat perkembangan luas areal perkebunan kopi Indonesia mengalami fluktuasi dengan rata-rata per tahun sebesar 1.28 juta Ha selama periode tahun 1999 sampai 2011. Dari luas areal tersebut dihasilkan produksi kopi dengan trend meningkat dari 531.69 ribu ton pada tahun 1999 menjadi 709 ribu ton pada tahun 2011 dengan rata-rata produksi mencapai 648.37 ribu ton per tahunnya. Trend positif produksi kopi Indonesia dikarenakan adanya dukungan sumberdaya alam melimpah dan iklim yang kondusif. Letak Indonesia di sekitar garis khatulistiwa memungkinkan tanaman kopi selalu mendapat sinar matahari sepanjang tahun dan curah hujan yang tinggi. Keadaan iklim tersebut sangat menunjang kesuburan lahan dan pertumbuhan tanaman. Dukungan produksi dan limpahan alam sebesar itu sangat memungkinkan untuk Indonesia terus menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu negara pengekspor besar kopi di dunia. Terbukti saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor kopi terbesar ke4 dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia (ICO 2012). Tidak dapat dipungkiri, produksi kopi Indonesia sebagian besar untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri. Tercatat selama periode tahun 1999 sampai 2011 pasar kopi domestik hanya menyerap rata-rata 273.2 ribu ton per tahun atau sekitar 42 persennya saja dari rata-rata total produksi kopi Indonesia per tahun (Ditjenbun 2012). Dengan produksi yang melimpah tetapi daya serap pasar domestik rendah, kopi Indonesia sangat bergantung pada pasar internasional. Periode tahun 1999 sampai 2011 rata-rata total volume ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN dan China adalah sebesar 31.85 ribu ton per tahun dengan nilai ekspor US$44.12 juta per tahun. Nilai ekspor kopi Indonesia sebelum EHP mengalami trend yang menurun dengan titik terendah pada tahun 2001 sebesar US$14.25 juta dikarenakan adanya krisis over supply di dunia akibat terlalu banyak penawaran kopi di pasar internasional. Setelah diberlakukan EHP pada periode tahun 2004 sampai 2011 volume ekspor kopi Indonesia secara keseluruhan masih terus berfluktuasi dengan trend yang meningkat dari tahun 2004 sebesar 19.99 ribu ton menjadi 41.69 ribu ton pada tahun 2011. Pada tahun 2008 sampai 2009 terjadi penurunan nilai ekspor kembali dari US$70.79 juta
4
menjadi US$69.90 juta dengan volume ekspor yang cenderung meningkat dari 36.25 ribu ton menjadi 49.29 ribu ton akibat pengaruh krisis global yang melanda dunia seperti terlihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Total Ekspor Kopi Indonesia ke Wilayah ASEAN dan China Periode Tahun 1999-2011 Ekspor Tahun Nilai (1000 USD) Volume (Ton) 1999 38 430.36 27 754 866 2000 29 059.15 34 102 993 2001 14 248.76 20 434 779 2002 16 718.33 25 354 309 2003 14 928.54 18 715 274 2004 18 514.13 19 989 894 2005 34 897.02 28 232 684 2006 45 270.57 32 114 134 2007 63 738.49 35 944 902 2008 70 786.20 36 253 828 2009 69 897.97 49 288 965 2010 64 803.72 44 222 421 2011 92 296.52 41 691 223 Rata-rata per tahun 44 122.29 31 853 867 Sumber: World Integrated Trade Solution (2012).
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor potensial di pasar dunia, termasuk di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China. Indonesia sebagai negara pengekspor besar kopi memandang pemberlakuan kebijakan EHP sebagai peluang untuk dapat meningkatkan penawaran ekspornya. Hal ini dipandang sekaligus sebagai suatu tantangan untuk Indonesia dalam meningkatkan daya saing komoditas kopi yang lebih kompetitif di pasar ASEAN dan China, sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan negara. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penawaran ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN dan China dalam skema Early Harvest Programme serta faktorfaktor yang memengaruhinya.
5
1.2 Perumusan Masalah Indonesia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas regional ASEAN-China. Untuk mengkonkretkan gagasan tersebut, maka disepakati Early Harvest Programme (EHP) yaitu program liberalisasi dini untuk produk-produk pertanian yang mulai berlaku pada 1 Januari 2004. Dimana komoditas didalamnya adalah Harmonized System (HS) Chapter 01 sampai Chapter 08 dan produk spesifik yang disepakati secara bilateral antara negara China dengan negaranegara ASEAN antara lain kopi, minyak kelapa sawit (CPO), coklat (kakao), barang dari karet, dan perabotan. Produk-produk yang tidak masuk dalam skema EHP dimasukkan ke skema jalur normal dan jalur sensitif. Setelah diberlakukannya EHP volume penawaran ekspor kopi Indonesia secara keseluruhan ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand lebih besar dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya EHP. Penawaran ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN dan China tersebut dalam perkembangannya mengalami berbagai kendala. Hal ini diduga akibat fluktuasi beberapa faktor seperti harga domestik, harga internasional, produksi domestik, pendapatan per kapita Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan pemberlakuan kebijakan EHP. Produksi kopi Indonesia mengalami fluktuasi dengan trend meningkat selama 13 tahun terakhir, akibatnya harga domestik mengalami penurunan karena pasokan dalam negeri meningkat. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan penawaran ekspor kopi Indonesia. Sedangkan peningkatan harga internasional akan memberikan pengaruh yang berbanding lurus terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar juga memberikan pengaruh terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pada tahun 2008 sebesar Rp9 698.96 per dolar dengan jumlah ekspor kopi Indonesia ke Singapura sebesar 7.26 ribu ton. Pada tahun 2009 nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp10 389.90 per dolar dengan jumlah ekspor kopi Indonesia ke Singapura sebesar 7.40 ribu ton (WITS 20012). Nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terdepresiasi akan membuat harga kopi domestik menjadi
6
lebih mahal di luar negeri sehingga penawaran relatif meningkat. Sedangkan pendapatan per kapita pada negara pengekspor berhubungan terbalik dengan penawaran ekspornya. Pemberlakuan kebijakan EHP terhadap komoditas kopi, membuat pola perdagangan kopi di Indonesia mengalami banyak perubahan. Semakin berkurangnya hambatan tarif dan non-tarif yang selama ini menjadi hambatan perdagangan, mengakibatkan kecenderungan ekspor kopi ke suatu negara meningkat. Oleh karena itu, pemberlakuan EHP memberi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pendapatan dengan memperbanyak ekspor kopinya ke negara-negara di ASEAN dan China. Namun peluang tersebut tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, tentunya negara lain juga akan berpikir hal yang sama untuk memanfaatkan peluang besar dari kawasan ASEAN-China itu sendiri, seperti Vietnam yang juga merupakan negara pengekspor kopi terbesar ke-2 setelah Brazil. Hal ini memberikan kekhawatiran akan ancaman terhadap daya saing kopi Indonesia, kawasan perdagangan bebas kalau tidak pandai memanfaatkannya hanya akan memberikan keuntungan bagi negara pesaing saja. Sedangkan dari sisi pengadaan pasokan dalam negeri, dikhawatirkan terlalu terlena pada orientasi ekspor akan menyebabkan kurangnya pasokan kopi di Indonesia. Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka pertanyaan relevan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan China? 2. Bagaimana dampak pemberlakuan Early Harvest Programme terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan China?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut : 1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan China.
7
2. Mengidentifikasi dampak pemberlakuan Early Harvest Programme terhadap ekspor kopi Indonesia ke pasar ASEAN dan China.
1.4 Manfaat Penelitian Dalam menyusun penelitian ini, diharapkan dapat memperoleh suatu manfaat sebagai berikut : 1. Bagi
penulis,
penelitian
ini
digunakan
untuk
menerapkan
dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di perguruan tinggi serta diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan. 2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan bahan referensi untuk menelaah topik tentang perdagangan bebas. 3. Bagi stakeholder, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan dan menetapkan strategi untuk menghadapi perdagangan bebas.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke pasar China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebagai negara-negara di kawasan ASEAN-China. Pemilihan negara tersebut dipilih berdasarkan jadwal EHP yang sama, dimana untuk negara CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) ada kompensasi tersendiri yang menyebabkan jadwal penurunan tarifnya berbeda dari 6 negara ASEAN lainnya. Periode waktu yang digunakan yaitu mulai tahun 1999 sampai 2011. Komoditas kopi yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi dalam Harmonized Commodity Description and Coding atau yang biasa dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). HS yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada kopi yang biasa digunakan untuk ekspor dengan level 4 digit yaitu HS 0901 (jenis kopi robusta, arabika, yang digongseng maupun tidak, dihilangkan kafeinnya maupun tidak).
8
2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengertian Ekspor Ekspor adalah berbagai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor dapat diartikan suatu total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan ke negara lain dengan tujuan mendapat devisa. Suatu negara dapat mengekspor suatu barangbarang yang dihasilkan ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barangbarang yang dihasilkan negara pengekspor (Lipsey 1995).
2.2 Teori Penawaran Ekspor Penawaran suatu komoditas baik berupa barang maupun jasa adalah jumlah yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Jumlah yang ditawarkan menunjuk pada arus penjualan yang terus menerus. Lebih lanjut menurut Salvatore (1997), volume ekspor suatu negara ditentukan oleh harga komoditas di pasar domestik, harga internasional, dan secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar, mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Menurut Lipsey (1995), faktor- faktor yang memengaruhi penawaran ekspor suatu komoditas yaitu : 1. Harga komoditas tersebut Harga sejumlah komoditas mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah komoditas yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harganya semakin besar pula jumlah komoditas yang ditawarkan, cateris paribus. Hal ini karena peningkatan harga komoditas menyebabkan peningkatan keuntungan yang akan memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya. 2. Harga komoditas lain: substitusi dan komplementer Perubahan harga komoditas substitusi akan memengaruhi jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan. Peningkatan harga komoditas substitusi akan menyebabkan berkurangnya jumlah penawaran komoditas yang bersangkutan. Sedangkan perubahan harga komoditas kompelementer seperti
9
peningkatan
harga
akan
memengaruhi
jumlah
yang
ditawarkan,
yaitu
meningkatnya jumlah penawaran komoditas yang bersangkutan. 3. Harga faktor produksi Harga faktor produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Perubahan harga faktor produksi akan memengaruhi keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, jika harga faktor produksi naik, cateris paribus, maka keuntungan perusahaan berkurang sehingga perusahaan akan menurunkan produksinya dan jumlah yang ditawarkan. 4. Tingkat teknologi Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Penggunaan teknologi baru mengakibatkan efisiensi waktu, tenaga, dan modal meningkat dimana peningkatan tersebut berasal dari peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor produksi yang sama, akibatnya produksi akan meningkat dan jumlah yang ditawarkan juga akan meningkat, cateris paribus. Tingkat teknologi dapat direpresentasikan dengan jumlah produksi yang dihasilkan, semakin meningkat jumlah yang diproduksi maka menggambarkan tingkat teknologi yang semakin meningkat. Ada 2 faktor tambahan yang dapat memengaruhi penawaran ekspor suatu komoditas ke suatu negara, yaitu : 1. Nilai tukar Nilai tukar berkorelasi positif terhadap penawaran ekspor suatu komoditas. Hal ini terjadi karena pada saat nilai tukar melemah (terdepresiasi), secara teori harga produk dalam negeri relatif lebih mahal di pasar internasional. Saat nilai tukar terdepresiasi akan menyebabkan nilai rupiah meningkat sehingga harga ekspor akan meningkat bila dihitung dengan dolar. Hal ini akan menyebabkan margin nilai rupiah terhadap dolar akan semakin besar. Dorongan dari margin nilai rupiah yang semakin besar tersebut menyebabkan peningkatan volume penawaran ekspor, cateris paribus. 2. Pendapatan Kenaikan pendapatan akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. Pada penelitian ini, proxy pendapatan yang digunakan adalah PDB per kapita domestik per tahun, ketika PDB per kapita
10
domestik negara pengekspor meningkat maka uang yang siap dibelanjakan masyarakat pun meningkat. Dengan asumsi kopi sebagai barang normal, peningkatan
pendapatan
konsumsinya.
menyebabkan
Peningkatan
konsumsi
masyarakat
dapat
masyarakat
secara
meningkatkan keseluruhan
menyebabkan peningkatan permintaan terhadap suatu komoditas secara agregat. Hal ini menyebabkan penawaran terhadap ekspor menjadi berkurang, produsen akan mengalihkan penawaran ke dalam negeri karena dianggap lebih menguntungkan. Sebagai sebuah penawaran, maka ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memengaruhi penawaran negara pengekspor komoditas yang dihasilkan, yaitu tingkat teknologi yang direpresentasikan dengan produksi komoditas tersebut di negara pengekspor (PROD), harga domestik di negara pengekspor (PDOM), dan pendapatan negara pengekspor (GDP). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari negara pengekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah penawaran juga dipengaruhi oleh harga di pasar internasional (PINT) dan nilai tukar uang (ER). Variabel buatan juga dimasukkan ke dalam model regresi data panel untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi perekonomian internasional terhadap kegiatan ekspor, yaitu variabel dummy (DEHP) berupa kondisi perekonomian dalam masa perjanjian Early Harvest Programme (EHP). Jumlah volume ekspor merupakan selisih antara jumlah penawaran ekspor dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik negara yang bersangkutan. Secara matematis model ekspor suatu negara dapat ditulis ke dalam persamaan sebagai berikut : dimana :
EX = Qs - Qd
Qs = s (PINT, ER , PROD, DEHP) Qd = d (GDP, PDOM)
sehingga secara keseluruhan fungsi ekspor dari sisi penawaran menjadi : EX = f (PDOM, PINT, PROD, GDP, ER, DEHP) dimana : Qs d
= Jumlah penawaran ekspor kopi
Q
= Jumlah permintaan kopi domestik
EX
= Volume ekspor kopi Indonesia
11
PDOM = Harga domestik riil kopi Indonesia PINT = Harga internasional riil komoditas kopi PROD = Produksi kopi Indonesia GDP
= PDB per kapita Indonesia
ER
= Kurs Indonesia
DEHP = Dummy kebijakan EHP
2.3
Hubungan Kebijakan Early Harvest Programme (EHP) terhadap Kurva Perdagangan Internasional Pemberlakuan kebijakan EHP yang menghapuskan tarif impor mempunyai
hubungan berbanding lurus terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Hubungan antara penghapusan tarif terhadap keseimbangan perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 2.1. Px/Py Sc Se P1
Tarif
A P0 B P2
Dc0 Dc1 De Qe1 Qe3 Qe4 Qe2 0 Pasar Indonesia
Qc2 Qc1 Negara Tujuan Ekspor
Sumber: Salvatore (1997).
Gambar 2.1
Analisis Keseimbangan Parsial atas Penghapusan Tarif pada Pemberlakuan Kebijakan Early Harvest Programme (EHP)
Pemberlakuan tarif impor menyebabkan harga kopi Indonesia di pasar negara tujuan ekspor yang awalnya P0 menjadi P1, lebih mahal dari yang
12
seharusnya. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya permintaan kopi Indonesia yang menggeser kurva Dc0 pada negara tujuan ekspor ke kiri bawah sebesar tarif impor, menjadi Dc1. Pergeseran kurva Dc mengakibatkan harga kopi dunia turun menjadi P2, sedangkan harga yang dibayar konsumen di negara tujuan ekspor menjadi P1. Pada kondisi ini, volume kopi yang dapat diekspor turun dari A (Qe1Qe2) menjadi B (Qe3-Qe4). Pada negara pengimpor pemberlakuan tarif impor menyebabkan peningkatan harga produk, penurunan jumlah konsumsi dan volume impor, dan peningkatan penerimaan pemerintah yang berasal dari tarif impor. Di sisi lain, bagi negara pengekspor pemberlakuan tarif impor menyebabkan volume ekspor menurun. Dengan kata lain, penghapusan tarif impor yang selama ini menjadi salah satu penghambat perdagangan mendorong penurunan harga di negara tujuan ekspor. Harga kopi Indonesia yang semakin murah menjadi insentif tersendiri, dimana permintaan konsumen di negara tujuan ekspor akan semakin bertambah seiring dengan semakin menurunnya tingkat keseimbangan harga.
2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang digunakan penulis sebagai referensi penelitian terbagi menjadi 3 kategori. Kategori pertama adalah penelitian terdahulu mengenai ekspor kopi. Kategori kedua adalah penelitian terdahulu mengenai data panel, yaitu model yang digunakan dalam penelitian ini. Kategori yang terakhir adalah mengenai perdagangan bebas ASEAN-China.
2.4.1 Ekspor Kopi Analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia pernah diteliti oleh Rosandi (2007) dengan menggunakan metode ECM (error correction model). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 1976 sampai 2005 penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang secara signifikan dipengaruhi oleh produksi kopi dan pengaruhnya positif. Sedangkan konsumsi domestik kopi dan harga domestik kopi memengaruhi penawaran ekspor kopi
Indonesia secara signifikan dan
pengaruhnya negatif. Harga ekspor kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak
13
signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka pendek secara signifikan dipengaruhi oleh produksi kopi dan harga domestik kopi setahun sebelumnya dan pengaruhnya positif. Sedangkan konsumsi domestik kopi, harga ekspor kopi tahun sebelumnya, dan dummy krisis ekonomi memengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara signifikan dan pengaruhnya negatif. Dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor berpengaruh tidak signifikan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Widayanti (2009) yang menganalisis ekspor kopi Indonesia periode tahun 1975 sampai 1997 menggunakan model persamaan simultan dalam bentuk double logaritma dengan metode two stage least square (2SLS). Hasil penelitian ini dibagi menjadi 3, yaitu pertama faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kuantitas ekspor kopi Indonesia. Faktor yang berhubungan positif adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan penawaran kopi tahun sebelumnya. Harga ekspor kopi (FOB) berhubungan negatif dengan kuantitas ekspor, hal ini disebabkan mutu kopi Indonesia masih rendah sehingga tidak memenuhi kualitas yang diminta konsumen luar negeri. Harga kopi dalam negeri berhubungan positif terhadap kuantitas ekspor disebabkan permintaan kopi dalam negeri yang masih rendah. Kedua, faktorfaktor yang berpengaruh terhadap penawaran kopi dalam negeri. Faktor-faktornya semua berhubungan positif yaitu harga kopi dalam negeri, tingkat teknologi, dan penawaran kopi setahun sebelumnya. Ketiga, faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kopi dalam negeri adalah tingkat pendapatan masyarakat.
2.4.2 Data Panel Studi menggunakan metode data panel dilakukan oleh Mustika (2009) yang menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor televisi Indonesia ke Malaysia, Singapura, dan Thailand pada periode tahun 1996 sampai 2007. Penelitian ini didasari oleh tingginya peningkatan produksi televisi domestik tetapi tidak diikuti oleh peningkatan yang tinggi dari nilai volume ekspornya, padahal Indonesia merupakan eksportir utama televisi untuk wilayah ASEAN.
14
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan semua variabel yaitu harga ekspor, harga domestik, produksi domestik, konsumsi domestik, nilai tukar, lag ekspor, dan dummy krisis ekonomi berpengaruh nyata terhadap volume ekspor televisi Indonesia. Namun untuk pengujian setiap variabel (uji-t) hanya terdapat 3 variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan yaitu harga ekspor, produksi domestik, dan lag ekspor. Sedangkan untuk variabel harga domestik, konsumsi domestik, dan nilai tukar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor televisi Indonesia. Dari hasil analisis regresi data panel untuk dummy krisis ekonomi menunjukkan bahwa volume penawaran ekspor televisi Indonesia ke Malaysia, Singapura, dan Thailand sebelum dan sesudah terjadinya krisis ekonomi adalah berbeda secara signifikan. Sedangkan dari uji indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa komoditas televisi Indonesia cukup berdaya saing.
2.4.3 Perdagangan Bebas ASEAN-China Penelitian oleh Veronika (2008) yang menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor wood Indonesia di China, Singapura, dan Malaysia dalam skema ACFTA dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap model permintaan ekspor wood Indonesia di China yaitu harga ekspor riil, harga substitusi, dan nilai tukar riil rupiah terhadap yuan. Pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga substitusi, GDP riil per kapita Singapura, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Singapura. Sedangkan pada model permintaan ekspor wood Indonesia di Malaysia variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga ekspor riil, GDP riil per kapita Malaysia, dan nilai tukar rupiah terhadap ringgit. Pemberlakuan program ACFTA yaitu normal track (I dan II) menyebabkan penurunan permintaan ekspor wood Indonesia di China dan Malaysia, serta peningkatan permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ashiqin (2010) mengenai daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor CPO Indonesia dalam skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan menggunakan metode
15
data panel fixed effect. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji tstatistik dan uji-F pada taraf nyata 5 persen diketahui bahwa seluruh variabel bebasnya yaitu harga riil CPO internasional, harga riil CPO domestik, harga riil minyak kedelai internasional, harga riil minyak bumi internasional, produksi CPO domestik, nilai tukar rupiah terhadap dolar, serta lag ekspor berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor Indonesia ke China Malaysia, dan Singapura. Untuk variabel dummy menunjukkan bahwa volume ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia, dan Singapura sebelum dan sesudah ACFTA berbeda secara signifikan. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis keunggulan komparatif dengan memperhitungkan nilai RCA yang menunjukkan bahwa secara umum komoditas CPO Indonesia di pasar China, Malaysia, dan Singapura memiliki daya saing tinggi selama periode tahun 1994 sampai 2008, hal ini terlihat dari nilai RCA yang lebih dari 1 (RCA>1).
2.4.4 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada variabel dependen dan independen yang digunakan, dummy kebijakan EHP, serta fokus penelitian. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh pemberlakuan kebijakan EHP yang menghapuskan tarif impor dari komoditas kopi. Fokus penelitian ini terletak pada dampak pemberlakuan EHP terhadap ekspor kopi Indonesia, serta langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasinya dengan mengamati faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor.
2.5 Kerangka Pemikiran Perdagangan antar negara merupakan suatu hal yang telah dipraktikkan sejak berabad-abad yang lalu. Berdasarkan teori-teori ekonomi beberapa ahli ekonomi dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara akan memberikan manfaat bagi kedua negara. Manfaat tersebut yang mendorong negara-negara di dunia untuk menerapkan ekonomi terbuka melalui perdagangan internasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, trend perdagangan dunia telah mengalami perubahan dengan diberlakukannya liberalisasi perdagangan. Blokblok perdagangan kerjasama regional antar wilayah telah banyak terbentuk.
16
Indonesia sendiri saat ini tengah terlibat dalam suatu kawasan perdagangan bebas antar negara-negara di ASEAN dan China atau biasa disebut ACFTA (ASEANChina Free Trade Agreement) dengan kebijakan liberalisasi dini Early Harvest Programme (EHP) yang mencakup komoditas kopi didalamnya. Sejak diberlakukannya EHP, industri kopi Indonesia menghadapi peluang semakin besar untuk meningkatkan volume ekspornya, mengingat Indonesia merupakan pengekspor kopi terbesar ke-4 di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Selain itu kopi juga merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia dengan sumbangan devisa yang cukup tinggi. Namun, pemberlakuan liberalisasi perdagangan di kawasan ASEAN-China menimbulkan tantangan yang semakin besar karena Indonesia harus bersaing dengan negara eksportir kopi utama lainnya seperti Vietnam. Disisi lain, pemberlakuan EHP juga memberikan kekhawatiran kopi Indonesia akan mengalir deras keluar karena ekspor tak terkendali. Sehingga hal tersebut dapat mengancam ketahanan pangan karena jumlah pasokan dalam negeri akan semakin berkurang. Munculnya EHP sebagai salah satu kebijakan di kawasan perdagangan bebas regional ASEAN-China, dalam rangka penghapusan hambatan tarif dan non-tarif diharapkan mampu mendorong peningkatan ekspor kopi Indonesia. Dalam penerapannya, jadwal penghapusan tarif EHP untuk setiap negara tidak sama. Khusus untuk negara anggota baru ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) jadwal penghapusan hambatan tarif sampai 0 persen waktunya lebih lama, sehingga negara CLMV ini tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Faktor-faktor yang diduga memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke ASEAN-China yaitu produksi domestik, harga domestik, harga internasional, GDP per kapita (pendapatan), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan dummy kebijakan EHP. Faktor-faktor tersebut serta dampaknya dalam skema EHP dianalisis dengan menggunakan metode regresi data panel statis. Metode ini merupakan kombinasi antara data time series dan data cross section dengan rentang waktu 13 tahun selama periode tahun 1999 sampai 2011 dengan negara tujuan ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi
17
masukan bagi pemerintah maupun para produsen kopi Indonesia dalam mengambil kebijakan terkait dengan ekspor kopi ke negara importir, khususnya di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China. Gambaran secara skematis kerangka operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Ekonomi terbuka
Perdagangan internasional
Early Harvest Programme Komoditas kopi Indonesia
Ekspor kopi Indonesia ke negara - negara di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China
Faktor-faktor: Harga domestik riil Harga Internasional riil Produksi domestik GDP per kapita Indonesia Kurs Indonesia Dummy EHP
Perumusan model dan analisis regresi data panel
Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN-China dalam skema Early Harvest Programme (EHP)
Saran dan rekomendasi kebijakan Keterangan : = Alur penelitian = Ruang lingkup penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
18
2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang telah dibahas dalam Tinjauan Pustaka ini, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Harga domestik kopi Indonesia berhubungan negatif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. 2. Harga internasional kopi berhubungan positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. 3. Produksi kopi berhubungan positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. 4. Pendapatan (PDB per kapita) negara pengekspor berhubungan negatif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. 5. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhubungan positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. 6. Kebijakan EHP berhubungan positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia.
19
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data deret waktu (time series) dan data antar individu (cross section). Periode data yang digunakan yaitu dari tahun 1999 sampai 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), International Coffee Organization (ICO), Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), World Bank, UN Comtrade menggunakan aplikasi World Integrated Trade Solution (WITS) dan literatur-literatur terkait lainnya. Penggunaan data panel dilakukan untuk mengestimasi persamaan regresi dan elastisitas penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand dalam skema Early Harvest Programme (EHP). Data yang diamati dalam penelitian ini adalah volume ekspor kopi Indonesia ke 6 negara ASEAN-China, harga domestik riil kopi Indonesia, harga riil kopi di pasar internasional, produksi kopi Indonesia, pendapatan per kapita Indonesia, dan nilai tukar rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel dan Eviews 6.
3.2 Metode Analisis Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan untuk menganalisis perkembangan ekspor melalui penawaran
ekspor
kopi
Indonesia
ke
wilayah
ASEAN-China
dengan
menggunakan metode data panel untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia. Sementara untuk data kualitatif yang diperoleh, diolah dan disajikan dalam bentuk narasi bertujuan untuk memberi gambaran mengenai ekspor kopi Indonesia dalam skema EHP. Analisis ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel agar mudah untuk dipahami dan ditelaah.
20
3.3 Spesifikasi Model Berdasarkan kerangka teori dan tujuan studi terdahulu serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba dan juga asumsi-asumsi yang diterapkan dalam membangun model, maka model ekonometrika dengan faktorfaktor yang diduga berpengaruh untuk volume penawaran ekspor dalam penelitian ini, maka bentuk fungsi linearnya adalah sebagai berikut : LNEXit = β0 + β1 LNPDOMIDNt + β2 LNPINTit + β3 LNPRODIDNt +
β4
LNGDPIDNt + β5 LNERIDNt + β6 DEHPit + εit
Tanda koefisien yang diharapkan adalah : β0 < 0 ;
β1 < 0 ;
β2 > 0 ;
β3 > 0 ;
β4 < 0 ;
β5 > 0 ;
β6 > 0
dimana : i
= Negara mitra dagang utama yang terdiri dari China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand
β0
= Intersep
βn
= Koefisien variabel ke-n (1, 2, 3, …, 6)
EXit
= Volume ekspor kopi Indonesia ke negara i tahun ke- t (persen).
PDOMIDNt
= Harga domestik riil kopi Indonesia tahun ke- t (persen).
PINTit
= Harga internasional riil kopi tahun ke-t (persen).
PRODIDNt
= Produksi kopi Indonesia tahun ke-t (persen).
GDPIDNt
= PDB per kapita Indonesia tahun ke-t (persen).
ERIDNt
= Kurs Indonesia tahun ke-t (persen).
DEHPit
= Dummy kebijakan EHP, variabel dummy yang menunjukkan 2 kondisi berbeda dimana D=0 (sebelum diberlakukannya Early Harvest Programme (EHP) yaitu sebelum tahun 2004) atau D=1 (setelah diberlakukannya EHP yaitu setelah tahun 2004).
εit
= Error term
3.3.1 Penjelasan Penggunaan Variabel dalam Model Model
diatas
digunakan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
memengaruhi ekspor kopi indonesia di pasar perdagangan bebas ASEAN-China.
21
LN adalah Logaritma Natural, data pada penelitian ini ditransformasikan dengan cara dilogaritma naturalkan. Hal ini bertujuan agar dapat menghasilkan model terbaik dan memudahkan dalam menginterpretasikannya. Adapun
definisi
variabel-variabel
yang digunakan
dalam
model
penawaran ekspor kopi adalah sebagai berikut : 1. Volume Ekspor Kopi (EX) Volume ekspor kopi merupakan variabel terikat atau tidak bebas. Volume ekspor adalah jumlah kopi Indonesia yang akan diekspor ke negara tujuan ekspor di kawasan perdagangan bebas ASEAN-China, dalam hal ini adalah China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). 2. Harga Domestik Riil Kopi (PDOM) Harga domestik riil kopi merupakan variabel bebas. Harga domestik merupakan harga yang diterima oleh masyarakat dimana harga ini menentukan tingkat daya beli masyarakat dalam negeri dan permintaan produk kopi yang dinyatakan dalam Rp/kg. Untuk menghasilkan harga riil maka harga nominal tersebut dideflasi oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) umum, dengan periode tahun 1999 sampai 2011. 3. Harga Internasional Riil Kopi (PINT) Harga internasional riil kopi merupakan variabel bebas. Harga internasional merupakan harga yang diterima oleh penduduk dunia dan dijadikan acuan harga komoditas kopi di setiap negara dengan satuan US$/kg. Untuk menghasilkan harga riil maka harga internasional tersebut dideflasi oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) umum, dengan periode tahun 1999 sampai 2011. 4. Produksi Kopi Indonesia (PROD) Produksi merupakan variabel bebas. Produksi kopi Indonesia merupakan jumlah keseluruhan untuk komoditas kopi Indonesia yang dihasilkan selama periode tahun 1999 sampai 2011 dengan satuan ton. Variabel ini diambil karena dapat merepresentasikan tingkat teknologi, semakin efisien
22
tingkat teknologi maka jumlah yang diproduksinya akan semakin meningkat. 5. Produk Domestik Bruto per Kapita (GDP) PDB per kapita adalah variabel bebas. PDB per kapita merupakan proyeksi jumlah pendapatan masyarakat Indonesia dalam periode tahun 1999 sampai 2011 dan dinyatakan dalam satuan US$. 6. Nilai Tukar (ER) Nilai tukar adalah variabel bebas. Nilai tukar digunakan sebagai proyeksi perbandingan nilai mata uang yang berlaku. Dalam perdagangan internasional, nilai tukar yang umum digunakan sebagai acuan
untuk
pembayaran transaksi internasional adalah dalam satuan rupiah terhadap dolar Amerika (Rp/US$). 7. Dummy EHP (DEHP) Dummy EHP adalah variabel bebas. Variabel boneka ini dimasukkan ke dalam model karena diduga memberikan pengaruh berbeda terhadap volume penawaran ekspor kopi. Dummy yang digunakan di dalam model adalah
dummy kebijakan EHP.
Nilai 0 untuk
waktu
sebelum
diberlakukannya EHP (tahun 1999 sampai 2003) dan nilai 1 untuk waktu setelah diberlakukannya EHP (tahun 2004 sampai 2011).
3.4 Data Panel Pada penelitian ini data time series dan cross section yang digunakan tidak cukup banyak karena terbatasnya data yang tersedia. Periode yang dianalisis adalah 13 tahun mulai dari tahun 1999 sampai 2011 dengan memakai 6 negara sebagai unit cross section. Ketersediaan data untuk mewakili variabel dengan kondisi terbatas seperti ini dapat diatasi dengan menggunakan metode data panel. Penggunaan model data panel tersebut bertujuan agar diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien dengan meningkatnya jumlah observasi dari perkalian N x T (jumlah unit cross section x time series), yang berimplikasi pada meningkatnya derajat bebas (degree of freedom).
23
Terdapat beberapa kelebihan penggunaan data panel (Baltagi 2008), diantaranya yaitu : a. Mampu mengontrol heterogenitas antar individu. b. Meningkatkan derajat bebas. c. Menjadi semakin efisien, mengurangi kolinearitas, meningkatkan akurasi estimasi, serta memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam. d. Cocok untuk studi dynamic of adjustment, data panel merupakan cross section berulang sehingga dapat digunakan untuk menganalisis perubahan yang dinamis. e. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section atau time series murni. Analisis panel yang digunakan dalam penelitian ini bersifat statis karena peubah lag dependen tidak dimasukkan dalam komponen peubah independen, serta bersifat searah sehingga dalam hasil pengolahan regresi pada nilai probabilitas masing-masing variabel dibagi 2. Analisis panel statis dibedakan menjadi pendekatan gabungan kuadrat terkecil (pooled least square) dan 2 pendekatan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara individual effects dengan peubah independennya, yaitu fixed effects model (FEM) dan random effects model (REM). Namun dalam penelitian ini pendekatan REM tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan untuk pemilihan model REM hanya dapat dilakukan apabila variabel yang digunakan jumlahnya lebih besar daripada jumlah cross section (negara) yang diteliti, sedangkan variabel dan cross section yang digunakan dalam penelitian ini jumlahnya sama-sama 6 sehingga pendekatan REM tidak dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. Selain itu, dalam melakukan pengolahan data panel terdapat juga kriteria pembobotan yang berbeda-beda yaitu NoWeighting (semua observasi diberi bobot sama), Cross Section Weight (GLS dengan menggunakan estimasi varians residual cross
section,
digunakan
apabila
ada
asumsi
terdapat
cross
section
heteroskedasticity), dan Seemingly Uncorrelated Regression / SUR (GLS dengan menggunakan covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section. Tujuan
24
dilakukannya pembobotan ini adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section.
3.4.1 Pooled Least Square (PLS) Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode gabungan kuadrat terkecil, ditetapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini : Yit = α + x jit βj + εi
untuk i = 1, 2, ...., N dan t = 1, 2, ..., T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan metode gabungan kuadrat terkecil, dapat dilakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut : Yit = α + xjitβj + εit
untuk i = 1, 2, ...., N
Pada akhirnya akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, persamaan deret waktu (time series) dapat diperoleh sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.
3.4.2 Fixed Effects Model (FEM) Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode gabungan kuadrat terkecil adalah asumsi intersep (konstanta) dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukan variabel dummy untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas cross section maupun time series. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Pendekatan tersebut dapat ditulis dalam persamaan berikut ini : Yit = αi - xjitβj – εit - Σ - aiDi - eit
25
dimana : Yit
= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
αit
= intercept yang berubah-ubah antar cross section unit
xjitβj
= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
βj
= parameter untuk variabel ke j
εit
= komponen error di waktu t untuk unit cross section i Setelah menambahkan sebanyak (N-1) variabel dummy (Di) ke dalam
model dan menghilangkan sisanya untuk menghindari kolinearitas sempurna antar variabel penjelas, pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputusan memasukkan variabel buatan ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri penambahan variabel dummy ini akan mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan memengaruhi koefisien dari parameter yang diestimasi.
3.5 Pemilihan Model Terbaik (Chow Test) Chow Test adalah pengujian F-statistik untuk memilih apakah model terbaik yang digunakan adalah Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM). Uji chow dilakukan sebab adanya asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki individual effect yang sama (αi = α). Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H0 : PLS (Restricted) H1 : FEM (Unrestricted) Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai kritis F (Fα) dengan nilai F-statistik yang terdapat pada hasil analisis. Penghitungan F-statistik adalah sebagai berikut : F-statistik =
( RRSS - URSS ) ( N – 1 ) ( URSS ) ( NT – N – K )
dimana : RSSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Pooled OLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed Effect) N
= Jumlah data cross section
T
= Jumlah data time series
26
K
= Jumlah variabel penjelas Apabila nilai F-statistik < Fα maka terdapat cukup bukti untuk menolak
H0, sehingga model terbaik yang digunakan adalah FEM. Sedangkan jika nilai Fstatistik > Fα maka tidak cukup bukti untuk menolak H0, sehingga model terbaik yang digunakan adalah PLS.
3.6 Evaluasi Model dan Uji Asumsi Setelah dilakukan pengujian untuk memilih model terbaik, lalu tahapan berikutnya adalah evaluasi model dan uji asumsi. Evaluasi model ini bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diduga telah memenuhi kriteria ekonomi maupun statistik atau belum. Adapun kriteria statistik yang dilakukan yaitu uji R2 (goodness of fit), uji-t, dan uji-F. Sedangkan uji asumsi dilakukan untuk menghasilkan model yang efisien, konsisten, dan tidak bias. Terdapat beberapa asumsi yang perlu diuji yaitu uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji normalitas.
27
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Perdagangan Bebas ASEAN-China Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar telah memasuki babak baru dalam kemajuan kerjasama ekonomi dan perdagangan sejak masuknya China sebagai mitra dialog penuh pada bulan Juli 1996. Ide pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) muncul pertama kali sebagai tanggapan terhadap usulan perdana menteri China Zhu Rongji pada pertemuan ASEAN Summit ke-6 di Singapura, November 2000. Gagasan pembentukan ACFTA tersebut disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, pada November 2001. Pada bulan November 2002 ASEAN-China Summit ke-8 di Phnom Penh, Kamboja, para pemimpin ASEAN dan perdana menteri China menandatangani
Framework
Agreement
on
Comprehensive
Economic
Cooperation between ASEAN and The People’s Republic of China yang meresmikan komitmen ASEAN dan China untuk memperkuat kerjasama ekonomi serta perdagangan dalam sebuah kawasan perdagangan bebas. Secara keseluruhan kerangka kerjasama ini mengikat komitmen dari ASEAN dan China untuk memperkuat kerjasama ekonomi di antara kedua belah pihak yang telah dimulai pada tahun 2010 oleh ASEAN-6 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam; dan direncanakan dapat dicapai pada tahun 2015 oleh Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar (CLMV). Tujuan dari persetujuan ACFTA ini adalah untuk : 1. Memperkuat dan meningkatkan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi di antara para pihak, 2. Meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu rezim investasi yang transparan, liberal, dan mudah, 3. Menggali bidang-bidang baru dan langkah-langkah pengembangan yang tepat untuk kerja sama ekonomi yang lebih erat di antara para pihak, dan
28
4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-negara anggota ASEAN yang baru (CLMV) dan menjembatani perbedaan pembangunan di antara para pihak (Sekretariat ASEAN 2009). Dalam kerangka ACFTA, penurunan dan penghapusan tarif perdagangan barang dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu : Tahap 1 : Early Harvest Programme (EHP) Tahap 2 : Normal Track I and II Tahap 3 : Sensitive and Highly Sensitive List Program penurunan tarif bea masuk dilakukan secara bertahap mulai tanggal 1 Januari 2004 untuk EHP dan menjadi 0 persen pada 1 Januari 2006. Kemudian dimulai tanggal 20 Juli 2005 untuk Normal Track dan menjadi 0 persen pada tahun 2010, dengan fleksibilitas pada produk-produk yang akan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Produk-produk dalam kelompok Sensitive akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa maksimum tarif bea masuk pada tahun 2012 adalah 20 persen dan akan menjadi 0 sampai 5 persen mulai tahun 2018. Produk-produk Highly Sensitive akan dilakukan penurunan tarif bea masuk pada tahun 2015 sebesar 50 persen. Jadi tidak benar kalau ada pemahaman bahwa penurunan dan penghapusan tarif bea masuk dalam perdagangan bebas ASEANChina dilakukan secara serentak atas seluruh produk mulai tanggal 20 Juli 2005 (Bustami 2010).
4.1.1 Early Harvest Programme (EHP) Program ini dimaksudkan untuk mempercepat pelaksanaan persetujuan ACFTA, khususnya dalam perdagangan barang-barang pertanian. Jenis komoditas dalam EHP adalah semua produk yang terdaftar di Harmonized System (HS) Chapter 01 sampai Chapter 08 seperti terlihat pada Tabel 4.1, kecuali jagung manis dan buah-buahan. Kelompok yang termasuk EHP ini berjumlah 530 pos tarif (HS 10 digit). Selain itu untuk menyeimbangkan nilai ekspor Indonesia dan China terhadap produk produk-produk diatas, disepakati produk-produk EHP yang dinegosiasikan secara bilateral sebanyak 47 pos tarif (HS 10 digit) antara lain kopi, minyak kelapa, coklat, barang dari karet, dan perabotan.
29
Tabel 4.1 Daftar Produk dalam Kebijakan Early Harvest Programme Chapter 01 02 03 04 05 06 07 08
Description Live Animals Meat and Edible Meat Offal Fish Dairy Produce Other Animals Products Live Trees Edible Vegetables Edible Fruits and Nuts
Sumber: Sekretariat ASEAN (2009).
Adapun semua produk yang masuk dalam skema EHP tersebut selanjutnya dibagi menjadi 3 kategori modalitas berdasarkan tingkat tarif MFN yang berlaku saat ini di masing-masing kelompok negara, yaitu : 1. Kategori 1, adalah produk dengan tarif MFN 15 persen untuk China dan ASEAN-6, sedangkan ≥30 persen untuk negara-negara CLMV. 2. Kategori 2, adalah produk dengan tarif MFN antara 5-15 persen untuk China dan ASEAN-6, sedangkan 15-30 persen untuk CLMV. 3. Kategori 3, adalah produk dengan tarif MFN 5 persen untuk China dan ASEAN-6, sedangkan 15 persen untuk CLMV. Penurunan dan penghapusan tarif dalam skema EHP ini dilaksanakan secara bertahap mulai 1 Januari 2004 dengan agenda waktu seperti yang disajikan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Berdasarkan agenda waktu penurunan tarif yang telah ditentukan tersebut, diharapkan liberalisasi perdagangan barang yang telah diawali oleh China dan ASEAN-6 dapat segera terwujud dengan 10 negara di ASEAN.
Tabel 4.2 Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Early Harvest Programme ASEAN-6 dan China Tingkat Tarif (persen) Kategori Produk 1 Januari 2004 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 10 5 0 2
5
0
0
3
0
0
0
Sumber: Sekretariat ASEAN (2009).
30
Tabel 4.3 Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Early Harvest Programme Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam Kategori / Negara Kategori 1 Vietnam Laos dan Myanmar Cambodia Kategori 2 Vietnam Laos dan Myanmar Cambodia Kategori 3 Vietnam Laos dan Myanmar Cambodia
Tingkat Tarif (persen) Awal Jan '04
Awal Jan '05
Awal Jan '06
Awal Jan '07
Awal Jan '08
Awal Jan '09
Awal Jan '10
20
15
10
5
0
0
0
20
14
8
0
0
20
15
10
5
0
5
5
0
0
0
10
10
5
0
0
10
10
5
5
0
0-5
0-5
0
0
0
5
5
0-5
0
0
5
5
0-5
0-5
0
10
5
10
5
Sumber: Sekretariat ASEAN (2009).
Indonesia telah meratifikasi perjanjian ACFTA melalui keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48/2004 tentang pengesahan persetujuan kerangka kerja sama ekonomi menyeluruh antara negara-negara anggota ASEAN dan China. Bagi Indonesia skema EHP merupakan langkah penting yang perlu direalisasikan mengingat potensi komoditas ekspor pertanian Indonesia ke China dan ASEAN, termasuk komoditas kopi didalamnya. Oleh karena itu untuk meratifikasi skema EHP tersebut, landasan hukum penurunan dan penghapusan tarif telah ditetapkan melalui : 1. SK MENKEU Nomor: 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang Dalam Kerangka EHP ASEAN-China FTA. 2. SK MENKEU Nomor: 356/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang Dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia-China FTA.
31
3. Produk Stearic Acid telah masuk dalam EHP dan mulai berlaku penurunan tarifnya pada tanggal 1 Januari 2005 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 09/PMK.010/2005 tanggal 31 Januari 2005 (Bustami 2010).
4.1.2 Normal Track Hampir seluruh komoditas masuk dalam program ini, kecuali dimintakan pengecualian oleh negara yang bersangkutan (dengan demikian masuk ke dalam Sensitive Track). Program penurunan dan penghapusan tingkat tarif bea masuk Normal Track untuk ASEAN-6 dan China berlaku efektif mulai tanggal 20 Juli 2005 dengan jadwal penurunan tarif seperti disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Daftar Agenda Modalitas Penurunan Tarif Normal Track ASEAN-6 dan China Tingkat Tarif Bea Masuk 2005 2007 2009 2010 X > 20 20 12 5 0 15 < X < 20 15 8 5 0 10 < X < 15 10 8 5 0 5 < X < 10 5 5 0 0 X< 5 5 5 0 0 Sumber: Sekretariat ASEAN (2009).
Sedangkan
untuk
negara-negara
CLMV,
agenda
penurunan
dan
penghapusan tingkat tarif bea masuknya berbeda-beda dan ditargetkan pada tahun 2015 tingkat tarifnya sudah 0 persen. Program Normal Track ini terdiri dari Normal Track I dan Normal Track II. Sedangkan landasan hukum penurunan dan penghapusan tarif untuk Normal Track telah dilakukan melalui :
Keputusan MENKEU Nomor: 56/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Jadwal Penurunan Tarif dalam Kerangka ACFTA.
Keputusan MENKEU Nomor: 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam ACFTA (Bustami 2010).
4.1.3 Sensitive Track Program ini dibagi menjadi 2, yaitu Sensitive List dan Highly Sensitive List dengan penurunan tarif bea masuk dimulai tahun 2012. Untuk produk-produk Sensitive tarif bea masuk maksimum pada tahun 2012 adalah 20 persen.
32
Selanjutnya dilakukan penghapusan bertahap atas bea masuk produk-produk yang dimaksud, sehingga mulai tahun 2018 ditargetkan tarif bea masuknya menjadi 0 persen sampai dengan 5 persen. Program penurunan tarif bea masuk untuk produk-produk Highly Sensitive dimulai pada tahun 2015, dengan penjadwalan bahwa pada tahun 2015 tarif bea masuk maksimum 50 persen. Cakupan produk-produk dalam Sensitive List adalah sebesar 304 Pos Tarif (HS 6 digit), antara lain terdiri dari barang jadi kulit, alas kaki, kacamata, alat musik, mainan, alat olah raga, alat tulis, besi dan baja, spare part, alat angkut, glokasida dan alkaloid nabati, senyawa organik, antibiotik, kaca, dan barangbarang plastik. Sedangkan cakupan yang termasuk produk-produk dalam Highly Sensitive List adalah sebesar 47 Pos Tarif (HS 6 digit), antara lain terdiri dari produk pertanian, produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT), produk otomotif, dan produk ceramic tableware (Bustami 2010).
4.2 Gambaran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia 4.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan ekonomi suatu negara secara tidak langsung dapat memengaruhi kegiatan ekspor suatu komoditas. Pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dari perkembangan pendapatan per kapita dan keadaan nilai tukar mata uang suatu negara yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: World Bank (2012).
Gambar 4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita Indonesia Periode Tahun 1999-2011 (US$)
33
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan ratarata pertumbuhan sebesar 3.73 persen per tahunnya pada periode tahun 1999 sampai 2011. Pada tahun 1999 PDB per kapita Indonesia yaitu sebesar US$746.79 dan terus meningkat sampai pada tahun 2011 mencapai US$1 206.99.
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: World Bank (2012).
Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Periode Tahun 1999-2011 (Rp/US$) Sedangkan perkembangan nilai tukar (kurs) Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dengan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang menguat sebesar 0.42 persen per tahunnya seperti terlihat pada Gambar 4.2. Selama periode tahun 1999 sampai 2011 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berada pada titik terendah tahun 1999 sebesar Rp7 855.15 per dolar. Titik tertinggi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berada pada tahun 2009 yaitu nilainya sebesar Rp10 389.94 per dolar, peningkatan drastis ini disebabkan karena tingginya inflasi akibat krisis global yang melanda dunia.
4.2.2 Perkembangan Produksi Kopi Indonesia Indonesia memproduksi 2 jenis kopi yang diperdagangkan yaitu Kopi Robusta dan Kopi Arabika. Berdasarkan kepemilikannya produksi kopi dibagi menjadi 3 yaitu perkebunan negara, perkebunan swasta, dan perkebunan rakyat.
34
Produksi kopi Indonesia secara keseluruhan (Arabika dan Robusta) mengalami fluktuasi dengan trend yang positif seperti terlihat pada Gambar 4.3.
800 700
EHP
600 500 400 300 200 100 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Negara
Swasta
Rakyat
Sumber: Ditjenbun (2012).
Gambar 4.3 Perkembangan Produksi Komoditas Kopi Indonesia Periode Tahun 1999-2011 (Ribu Ton) Produksi total kopi Indonesia dalam periode tahun 1999 sampai 2011 memiliki perkembangan rata-rata sebesar 2.39 persen. Pada tahun 1999 produksi kopi Indonesia tercatat sebesar 531.69 ribu ton, kemudian meningkat sampai pada tahun 2011 total produksinya menjadi sebesar 709 ribu ton. Perkembangan tertinggi produksi kopi Indonesia terjadi pada periode tahun 2001 sampai 2002 sebesar 19.81 persen, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor ke-4 terbesar dunia mulai tahun 2002 ini. Perkembangan terendah terjadi pada periode tahun 2003 sampai 2004 yaitu berupa penurunan produksi sebesar 3.56 persen. Pada saat terjadi krisis kopi dunia tahun 1999 sampai 2001, produksi kopi Indonesia tetap menunjukkan nilai yang positif. Produksinya berturut-turut sebesar 531.69 ribu ton, 554.57 ribu ton, dan 569.23 ribu ton. Jika dilihat produksi sebelum diberlakukannya EHP pada periode tahun 1999 sampai 2003 rata-rata menghasilkan sebesar 601.75 ribu ton per tahun, sedangkan setelah EHP pada periode tahun 2004 sampai 2011 rata-rata produksi kopi Indonesia meningkat sebesar 677.51 ribu ton per tahun.
35
4.2.3 Perkembangan Harga Komoditas Kopi Harga komoditas kopi terbagi menjadi 2, yaitu harga internasional dan harga domestik. Harga kopi internasional pada perkembangannya berfluktuasi mengikuti kondisi global seperti supply kopi dunia, krisis ekonomi, dan perubahan alam. Sedangkan perkembangan harga kopi domestik setiap tahunnya mengalami perubahan, hal ini dipengaruhi oleh ketidakstabilan permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut serta adanya pengaruh dari harga kopi dunia. Apabila penawaran lebih besar daripada permintaannya, maka akan terjadi penurunan harga. Sedangkan jika permintaan kopi sedang tinggi maka harga akan meningkat dan memberikan insentif petani kopi untuk meningkatkan produksi.
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
EHP
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 dunia
domestik
Sumber: ICO (2012).
Gambar 4.4
Perkembangan Harga Komoditas Kopi Periode Tahun 1999-2011 (US$)
Perkembangan harga kopi dapat dijelaskan dalam 2 periode yaitu sebelum dan sesudah diberlakukannya EHP, seperti terlihat pada Gambar 4.4. Pada periode krisis over supply kopi dunia periode tahun 1999 sampai 2001, harga dunia terus mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai titik terendah yaitu US$0.91 per kilogram pada tahun 2001. Hal ini dikarenakan jumlah pasokan kopi yang berlebih mengakibatkan harga menjadi semakin rendah. Harga mulai mengalami peningkatan setelah tahun 2002 dan pada tahun 2003 angkanya sebesar US$1.04 per kilogram. Seperti pada harga internasional, krisis over supply kopi dunia juga berpengaruh terhadap harga kopi domestik Indonesia sebelum
36
diberlakukannya EHP. Akibat krisis tersebut harga domestik kopi Indonesia mencapai titik terendah pada tahun 2001 sebesar US$0.81 per kilogram. Sejak diberlakukannya EHP setelah tahun 2004, harga kopi di dunia dan domestik mulai mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2008 ke tahun 2009 harga kopi dunia mengalami penurunan yaitu dari US$2.48 per kilogram menjadi US$2.31 per kilogram akibat inflasi yang tinggi dari krisis global, namun kemudian terus mengalami peningkatan sampai menyentuh harga tertinggi dengan nilai sebesar US$4.21 per kilogram pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2004 harga domestik sebesar US$1.04 per kilogram terus meningkat mencapai titik tertinggi di tahun 2011 yaitu sebesar US$2.78 per kilogram.
4.3 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Pasar ASEAN-China Selama periode tahun 1999 sampai 2011 pertumbuhan ekspor kopi Indonesia ke wilayah ASEAN dan China memiliki pola yang berbeda masingmasing negara, seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China Ekspor Kopi Indonesi ke- (kg)
Tahun
China
Malaysia
Filipina
Singapura
1999
Brunei Darussalam 104 839
771 750
9 618 010
2 837 000
14 404 318
28
2000
18 016
174 247
7 658 008
13 190 516
12 974 306
0
2001
97 239
366 710
9 131 715
562 113
10 205 091
35 739
2002
17 452
542 036 10 061 170
1 984 289
12 642 732
35 337
2003
9 735
971 345
6 466 856
2 138 275
8 935 468
131 053
2004
30 382
914 168
7 573 596
606 739
10 561 785
176 144
2005
18 049 3 153 746
7 924 381
3 704 325
13 312 159
45 186
2006
33 764 1 395 114 10 072 202
5 932 854
14 617 843
7 730
Thailand
2007
9 723
1 438 513 12 830 514
8 921 220
12 704 999
39 933
2008
0
1 666 283 17 427 808
9 888 518
7 260 519
10 700
2009
0
1 633 781 17 821 174
18 657 103
7 400 110
1 627 717
2010
0
3 033 726 26 431 323
5 974 194
6 098 328
1 406 400
2011
0
2 990 628 26 413 811
1 635 639
6 268 218
3 187 947
Sumber: WITS (2012).
37
Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke China selama periode tahun 1999 sampai 2003 (sebelum EHP) mengalami fluktuasi, namun volume ekspornya tidak terlalu besar dengan rata-rata sebesar 565.22 ton per tahun. Ekspor yang masih rendah ini disebabkan oleh tingkat kebutuhan China atas kopi baik untuk konsumsi maupun industri masih rendah, selain itu diberlakukannya tarif masuk impor untuk komoditas kopi Indonesia masih sangat tinggi sehingga menghambat pertumbuhan ekspor kopi Indonesia ke China. Setelah diberlakukannya program EHP, fluktuasi volume ekspor ke China terjadi peningkatan yang cukup besar dengan rata-rata ekspor 2.03 ribu ton per tahun pada periode 2004 sampai 2011. Lonjakan tersebut selain disebabkan terjadinya penurunan tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP, juga dikarenakan jumlah permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di China yang meningkat. Pola trend positif dari jumlah ekspor kopi Indonesia ke China menggambarkan dampak positif setelah diberlakukannya kebijakan EHP bagi ekspor kopi Indonesia terutama ke China. Indonesia memang masih kalah bersaing dengan kopi Brazil dimana Brazil merupakan pemasok kopi terbesar di China sampai saat ini, namun dengan diberlakukannya EHP memberikan peluang untuk kopi Indonesia agar lebih kompetitif di pasar China. Ekspor kopi Indonesia ke Malaysia selama periode tahun 1999 sampai 2011 cenderung mengalami fluktuasi, namun mulai tahun 2003 volume ekspornya memberikan perubahan signifikan yang terus meningkat dengan rata-rata sebesar 13.03 ribu ton per tahun. Peningkatan tersebut menjadikan ekspor kopi Indonesia ke Malaysia sebagai yang tertinggi di ASEAN selama 2 tahun terakhir. Kondisi ekspor ke Malaysia sebelum diberlakukannya EHP mengalami fluktuasi, namun volume ekspornya masih tergolong tidak terlalu besar dengan rata-rata sebesar 8.59 ribu ton per tahun pada periode tahun 1999 sampai 2003. Pada tahun 2002 volume ekspor ke Malaysia melonjak sebesar 10.06 ribu ton, namun kemudian langsung turun sampai titik terendah selama 1 dekade terakhir pada tahun 2003 sebesar 6.47 ribu ton. Hal ini karena permintaan kopi dari masyarakat negara tersebut menurun drastis akibat isu akan diterapkannya program EHP. Setelah diberlakukannya program EHP, volume ekspor kopi Indonesia ke Malaysia terjadi peningkatan yang sangat besar dengan rata-rata ekspor 13.03 ribu
38
ton per tahun pada periode tahun 2004 sampai 2011. Awal mula diberlakukannya EHP ekspor kopi Indonesia ke Malaysia sebesar 7.57 ribu ton, kemudian terus meningkat sampai pada tahun 2011 nilai ekspor ke Malaysia menjadi sebesar 26.41 ribu ton. Hal ini sekaligus menjadikan ekspor ke Malaysia sebagai yang terbesar di ASEAN pada tahun 2007, 2008, 2010, dan 2011. Lonjakan tersebut selain disebabkan terjadinya penurunan tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP, juga dikarenakan meningkatnya jumlah permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di Malaysia. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Singapura selama periode 1999 sampai 2011 mengalami fluktuasi yang menurun. Namun bila melihat dari sejarah ekspor kopi Indonesia ke ASEAN, Singapura masih merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia dengan rata-rata ekspor sebesar 10.57 ribu ton per tahun. Trend penurunan ekspor tersebut mengakibatkan produsen kopi Indonesia mengalihkan kiriman ekspornya ke negara lain, hal ini yang menyebabkan penawaran ekspor kopi Indonesia terbesar di ASEAN saat ini beralih ke Malaysia. Faktor utama yang menyebabkan trend penurunan ekspor ke Singapura karena kopi Indonesia masih kalah bersaing dengan kopi Brazil, dimana Brazil merupakan pemasok kopi terbesar di Singapura sampai saat ini. Sebelum diberlakukannya EHP kondisi ekspor kopi Indonesia ke Singapura pada periode tahun 1999 sampai 2003 merupakan yang terbesar di ASEAN, namun volume ekspornya terus menurun. Pada tahun 1999 ekspor ke Singapura sebesar 14.40 ribu ton dan terus menurun sampai sebelum EHP pada tahun 2003 menjadi sebesar 8.93 ton. Setelah diberlakukannya program EHP, ekspor kopi Indonesia pada periode tahun 2004 sampai 2006 mengalami peningkatan dari 10.56 ribu ton menjadi 14.62 ribu ton. Hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor adalah tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP. Namun setelah tahun 2006 kembali mengalami trend penurunan, titik terendah berada pada tahun 2010 sebesar 6.10 ribu ton dan terakhir pada tahun 2011 ekspor kopi ke Singapura menjadi sebesar 6.27 ribu ton. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Filipina berfluktuasi sangat tajam. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Filipina selama periode sebelum EHP berfluktuasi dengan rata-rata ekspor sebesar 4.14 ribu ton per tahun. Ekspor
39
tertinggi ke Filipina sebesar 13.19 ribu ton pada tahun 2000, namun nilai ekspor langsung jatuh pada tahun 2001 menjadi 562.11 ton dan sekaligus merupakan ekspor kopi terendah selama 1 dekade terakhir. Setelah diberlakukannya EHP, fluktuasi volume ekspor kopi Indonesia ke Filipina terjadi peningkatan yang cukup signifikan selama periode 2004 sampai 2009 dengan nilai 606.74 ton pada tahun 2004 dan meningkat terus menjadi 18.66 ton pada tahun 2009. Lonjakan tersebut selain disebabkan terjadinya penurunan tarif impor hingga mencapai 0 persen dalam EHP, juga dikarenakan meningkatnya jumlah permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di Filipina. Namun selama 2 tahun terakhir ekspor ke Filipina kembali menurun akibat dari krisis global dengan nilai 5.97 ribu ton pada tahun 2010 dan terakhir menjadi 1.64 ribu ton pada tahun 2011. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya ekspor kopi Indonesia ke Filipina secara keseluruhan pada periode 1999 sampai 2011 adalah karena kopi Indonesia masih kalah bersaing dengan kopi Vietnam dimana Vietnam merupakan pemasok kopi terbesar di Filipina, bahkan sampai saat ini. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Thailand tidak terlalu besar dan berfluktuasi dengan nilai rata-rata 515.69 ton per tahun. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Thailand selama periode sebelum EHP berfluktuasi sangat kecil dengan rata-rata ekspor sebesar 40.43 ton per tahun. Pada tahun 2000 Indonesia pernah tidak mengekspor kopinya dikarenakan tidak adanya permintaan dari masyarakat di Thailand tersebut, sehingga angka yang ditunjukkan adalah 0 ton. Hal ini dikarenakan memang tidak adanya permintaan akan kopi Indonesia dari masyarakat di Thailand. Setelah diberlakukannya program EHP, pada periode tahun 2004 sampai 2008 mengalami peningkatan dengan rata-rata ekspor sebesar 55.94 ton per tahun. Setelah terjadi krisis global, pada periode tahun 2009 sampai 2011 jumlah ekspor kopi Indonesia semakin melonjak dengan rata-rata sebesar 2.07 ribu ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemberlakuan program EHP memberikan dampak yang positif dengan ditandainya trend meningkat dari ekspor kopi ke Thailand. Secara keseluruhan ekspor kopi Indonesia ke Brunei Darussalam masih sangat kecil, bahkan lebih kecil dari Thailand. Perkembangan volume ekspor kopi Indonesia ke Brunei Darussalam rata-rata hanya sebesar 26.09 ton per tahunnya,
40
kecilnya jumlah ekspor ini memang dikarenakan populasi penduduknya yang sangat kecil. Perkembangan ekspor ke Brunei Drussalam selama periode sebelum EHP berfluktuasi dengan rata-rata ekspor sebesar 49.47 ton per tahun. Sedangkan setelah diberlakukannya program EHP pada periode tahun 2004 sampai 2007 mengalami penurunan dengan nilai rata-rata ekspor sebesar 22.98 ton per tahunnya. Sepanjang tahun 2008 sampai 2011 Indonesia tidak pernah mengekspor kopi kembali ke Brunei Darussalam, hal ini dikarenakan krisis global dan tidak adanya permintaan kopi Indonesia dari masyarakat di Brunei Darussalam.
41
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pendugaan Model Sebagai dasar pertimbangan dalam memilih model yang terbaik, maka sebelumnya dilakukan uji Chow atau uji-F untuk memilih model di antara PLS (Pooled Least Square) dan FEM (Fixed Effect Model). Berdasarkan uji Chow (Lampiran 1), dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F-statistics pada model (0.000) lebih kecil dari taraf nyata 5 persen yang digunakan. Hal ini berarti sudah cukup bukti untuk menolak H0, sehingga pendekatan yang paling baik untuk digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan FEM. Setelah itu, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan pendekatan FEM tanpa memberi pembobotan dan dengan memberikan pembobotan. Setelah dilakukan pengolahan data tersebut diperoleh pendekatan FEM dengan memberikan pembobotan SUR (Seemingly Uncorrelated Regression) adalah hasil terbaik untuk model penawaran ekspor kopi ini dan dapat dilihat hasil estimasinya pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Estimasi Fungsi Penawaran Ekspor Menggunakan Pendekatan FEM dengan Pembobotan SUR Variable
LNDOM LNPINT LNPROD LNGDP LNER DEHP C R-squared Prob (F-statistic) Durbin-Watson stat Sum squared resid weighted Sum squared resid unweighted Sumber: Lampiran 2 (diolah).
Coefficient
Prob.
-1.2351 1.4774 4.9163 -4.5285 2.6797 0.5587 -46.7570
0.0382 0.0064 0.0003 0.0000 0.0116 0.0024 0.0171 0.9603 0.0000 1.6126 73.3459 523.4366
42
5.2 Pengujian Asumsi Model Uji
asumsi
model
meliputi
uji
autokorelasi,
heteroskedatisitas,
multikolinearitas, dan normalitas. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Jika nilai DW-stat mendekati 2, maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi. Berdasarkan Tabel 5.1, hasil regresi olahan data panel menunjukkan nilai DW sebesar 1.6126, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada hasil estimasi model menunjukkan tidak terdapat masalah autokorelasi. Untuk
mendeteksi
adanya
heteroskedastisitas
adalah
dengan
membandingkan nilai sum square resid weighted statistics dengan nilai sum square resid unweighted statistic. Pada Tabel 5.1 memperlihatkan nilai sum square residual pada weighted statistics (73.3459) lebih kecil daripada sum square
residual
unweighted
statistics
(523.4366),
sehingga
hal
ini
mengindikasikan terjadinya masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi pelanggaran ini dapat dilakukan dengan mengestimasi SUR (Seemingly Uncorrelated
Regression)
sebagai
pembobot,
sehingga
masalah
heteroskedastisitas pada model ini dapat diabaikan. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai probabilitas dan matriks korelasi antar variabel. Semua probabilitas pada variabel sudah signifikan pada taraf nyata 5 persen (Tabel 5.1) dan R-squared (0.9603) menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan nilai matriks korelasi antar variabel (Lampiran 3), hal ini menunjukkan bahwa persamaan dalam model dapat dinyatakan telah bebas dari masalah multikolinearitas. Hal ini menunjukkan bahwa di antara variabel dalam model saling berhubungan. Uji normalitas dapat dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera. Berdasarkan nilai probabilitas Jarque Bera (Lampiran 4) yaitu sebesar 0.2435 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka dapat disimpulkan bahwa error term pada model sudah terdistribusi secara normal.
5.3 Pengujian Kriteria Statistik Uji kriteria statistik meliputi uji-F, uji-t, dan uji koefisien determinasi (R2). Berdasarkan uji-F (Tabel 5.1), didapat probabilitas F-statistic kurang dari taraf
43
nyata 5 persen (0.0000 < 0.0500) maka keputusannya adalah tolak H0 dimana untuk model secara keseluruhan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara bersamaan semua faktor bebas dalam model sudah mampu menjelaskan dengan baik perubahan volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Uji-t dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel bebasnya (Tabel 5.1). Pada model diatas, semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Uji koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Berdasarkan Tabel 5.1 nilai R2 atau koefisien determinasi pada model yaitu sebesar 0.9603 yang menunjukkan bahwa sebesar 96.03 persen keragaman variabel tidak bebas pada unit cross section dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya sebesar 3.97 persen dijelaskan oleh peubah lain diluar model.
5.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Setelah dilakukan beberapa pendekatan, didapat hasil estimasi terbaik yaitu pendekatan model fixed effect dengan pembobotan SUR (Seemingly Uncorrelated Regression). Berikut adalah penjelasan hasil analisis dari masingmasing variabel bebas yang memberikan pengaruh nyata terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia dengan menggunakan model terbaik tersebut :
5.4.1 Harga Domestik (PDOM) Penggunaan harga domestik ini dilakukan sebagai pendekatan dari harga kopi Indonesia yang berlaku di dalam negeri. Variabel harga domestik kopi berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0382 < 0.0500).
44
Berdasarkan hasil estimasi model dapat diketahui koefisien regresi pada data panel adalah sebesar -1.24. Hal ini menunjukkan nilai elastisitas pada variabel tersebut adalah sebesar 1.24. Tanda negatif menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga domestik sebesar 1 persen, maka akan menurunkan volume ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebesar 1.24 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa harga domestik berhubungan negatif dengan volume ekspor kopi. Peningkatan harga domestik menyebabkan insentif bagi Indonesia untuk mengekspor kopinya semakin menurun. Hal itu disebabkan harga yang meningkat menunjukkan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar di pasar domestik. Sehingga para pelaku pasar akan cenderung mengalihkan penawaran komoditas kopinya ke pasar domestik dan mengurangi volume ekspornya. Peningkatan harga suatu komoditas di pasar domestik akan mendorong eksportir untuk mengalihkan produknya ke pasar domestik, karena merasa pasar domestik lebih menguntungkan dibandingkan dengan pasar internasional. Sehingga ada kecenderungan peralihan pasar yang semula berorientasi pada pasar luar negeri kemudian beralih menjadi ke pasar dalam negeri.
5.4.2 Harga Internasional (PINT) Penggunaan harga internasional ini dilakukan sebagai pendekatan dari harga ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Variabel harga kopi internasional berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0064 < 0.0500). Berdasarkan hasil estimasi model dapat diketahui koefisien regresi pada data panel adalah sebesar 1.48. Hal ini menunjukkan nilai elastisitas pada variabel tersebut adalah sebesar 1.48. Ini artinya jika terjadi kenaikan harga kopi internasional sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
45
Thailand sebesar 1.48 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa harga internasional berhubungan positif dengan volume ekspor kopi. Dengan adanya peningkatan harga kopi di pasar internasional, maka ini merupakan insentif bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya karena diharapkan akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar. Hal ini sesuai dengan teori Lipsey (1995) yang menyatakan bahwa harga sejumlah komoditas mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, cateris paribus. Harga internasional yang meningkat akan mendorong negara-negara eksportir kopi utama seperti Indonesia untuk meningkatkan penawaran ekspornya karena dianggap lebih menguntungkan.
5.4.3 Produksi Domestik (PROD) Penggunaan produksi domestik ini menunjukkan jumlah kopi Indonesia yang dapat dihasilkan per tahunnya. Variabel produksi kopi domestik berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0003 < 0.0500). Berdasarkan hasil estimasi model dapat diketahui koefisien regresi pada data panel adalah sebesar 4.92. Hal ini menunjukkan nilai elastisitas pada variabel tersebut adalah sebesar 4.92. Ini artinya jika terjadi kenaikan pada produksi domestik sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebesar 4.92 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa produksi domestik berhubungan positif dengan volume ekspor kopi. Kebijakan pemerintah dewasa ini yang terus mendukung peningkatan pertumbuhan industri kopi dari hulu ke hilir menyebabkan semakin meningkatnya produksi kopi Indonesia. Meningkatnya produksi kopi domestik menyebabkan semakin bertambah jumlah pasokan kopi di dalam negeri, bahkan berlebih.
46
Kelebihan jumlah komoditas ini menjadi insentif tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya, karena diharapkan volume kopi yang dapat diekspor ke negara lain menjadi lebih banyak sehingga akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar.
5.4.4 PDB per Kapita (GDP) Penggunaan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita ini dilakukan sebagai pendekatan dari pendapatan masyarakat Indonesia. Variabel PDB per kapita berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0000 < 0.0500). Berdasarkan hasil estimasi model dapat diketahui koefisien regresi pada data panel adalah sebesar -4.53. Hal tersebut menunjukkan nilai elastisitas pada variabel tersebut adalah sebesar 4.53. Tanda negatif menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan PDB per kapita sebesar 1 persen, maka akan menurunkan volume ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebesar 4.53 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa pendapatan suatu negara berhubungan negatif dengan volume ekspor kopi. Peningkatan PDB per kapita menyebabkan insentif bagi Indonesia untuk mengekspor kopinya semakin menurun. Hal itu disebabkan pendapatan (PDB per kapita) yang meningkat menunjukkan semakin meningkat pula daya beli konsumen, sehingga jumlah konsumsi juga akan meningkat. Jumlah konsumsi di dalam negeri yang meningkat akan mendorong peningkatan harga, sehingga para eksportir akan mengalihkan penjualan produknya di dalam negeri. Hal ini diharapkan akan lebih memberikan keuntungan yang jauh lebih besar bila penawaran kopi di pasar domestik ditingkatkan.
5.4.5 Nilai Tukar (ER) Penggunaan nilai tukar ini dilakukan sebagai pendekatan dari nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika (dunia). Variabel nilai tukar rupiah terhadap
47
dolar Amerika berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0116 < 0.0500). Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa koefisien regresi pada data panel adalah sebesar 2.68. Nilai tersebut menunjukkan nilai elastisitasnya adalah sebesar 2.68. Ini artinya jika terjadi peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan volume ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebesar 2.68 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhubungan positif dengan volume ekspor kopi. Apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terdepresiasi maka insentif bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya, karena diharapkan akan memberikan keuntungan yang jauh lebih besar. Hal tersebut terjadi dikarenakan saat mata uang suatu negara bernilai tinggi terhadap mata uang negara lain, berarti harga barang-barang domestik di pasar internasional relatif meningkat. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Mankiw (2001), jika kurs tinggi maka barang-barang domestik relatif lebih mahal dibandingkan barang-barang luar negeri. Harga di pasar internasional yang lebih mahal ini akan mendorong para eksportir untuk meningkatkan volume ekspornya ke negara lain.
5.4.6 Kebijakan Early Harvest Programme (DEHP) Penggunaan kebijakan EHP dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan 2 kondisi yang berbeda yaitu sebelum diberlakukannya kebijakan EHP dan setelah diberlakukannya kebijakan EHP. Kebijakan EHP berpengaruh secara signifikan terhadap volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.0024 < 0.0500). Berdasarkan hasil regresi pada data panel, diperoleh hasil koefisien dummy EHP adalah sebesar 0.56 sehingga rata-rata perbedaan volume penawaran
48
ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand sebelum dan sesudah diberlakukannya EHP adalah sebesar 0.56 persen. Hasil pengujian terhadap koefisien dummy EHP ini menunjukkan bahwa volume penawaran ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand akan meningkat sebesar 0.56 persen dengan diberlakukannya kebijakan EHP (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa kebijakan EHP berpengaruh positif terhadap volume ekspor kopi. Kebijakan EHP menyebabkan insentif bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kopinya, karena diharapkan dengan semakin berkurangnya hambatan tarif impor ke negara-negara ASEAN dan China akan memberikan margin keuntungan yang jauh lebih besar. Disepakatinya EHP memberikan peluang bagi produsen dan eksportir Indonesia, karena perdagangan kopi Indonesia ke China dan negaranegara ASEAN akan meningkat secara signifikan. Pemberlakuan tarif 0 persen berarti akan mengurangi hambatan perdagangan yang sebelumnya membebani komoditas kopi Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori Salvatore (1997) yang menyatakan bahwa dengan dihapuskannya tarif impor maka akan meningkatkan ekspornya. Oleh karena itu daya saing kopi Indonesia maupun ekspornya akan semakin meningkat. Pembentukan EHP sebagai bagian dari liberalisasi dini perdagangan bebas antara negara ASEAN dan China memunculkan peluang peningkatan ekspor ke negara-negara anggotanya (tidak hanya ke Indonesia). Sehingga pemberlakuan ACFTA melalui program EHP untuk mengurangi hambatan perdagangan terutama penghapusan tarif impor yang dikenakan pada suatu komoditas, juga mengakibatkan harga kopi Indonesia menjadi semakin kompetitif terutama di pasar China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
49
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. a. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, secara keseluruhan model sudah baik karena dari hasil uji asumsi model tidak terdapat masalah autokorelasi, heteroskedasatisitas, dan multikolinearitas, serta error term sudah terdistribusi secara normal. Sedangkan dari hasil uji asumsi kriteria statistik yang meliputi uji-F, uji-t, dan uji koefisien determinasi (R2) secara keseluruhan semua variabel bebas pada model mampu menjelaskan dengan baik perubahan volume penawaran ekspor kopi Indonesia. b. Secara umum, semua variabel bebas yang ada dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Semua variabel dalam model yaitu harga riil kopi internasional, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan produksi kopi domestik berpengaruh secara positif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Sedangkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dan harga riil kopi domestik berpengaruh secara negatif terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. 2. Dummy EHP menunjukkan dampak pemberlakuan Early Harvest Programme (EHP) terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia. Pemberlakuan kebijakan EHP berpengaruh secara positif terhadap volume ekspor kopi Indonesia. Dampak pemberlakuan kebijakan EHP menyebabkan peningkatan jumlah kopi Indonesia yang dapat diekspor ke China, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
6.2 Saran Dari kesimpulan diatas, maka beberapa saran yang direkomendasikan dalam penelitian ini adalah : 1. Produksi yang semakin melimpah terbukti berpengaruh pada peningkatan penawaran ekspor kopi. Kuantitas produksi yang semakin meningkat
50
merepresentasikan tingkat teknologi yang semakin berkembang, maka perlu diusahakan ketersediaan perangkat teknologi yang terjangkau oleh petani untuk mendukung peningkatan produksi kopi Indonesia. 2. Nilai
tukar
rupiah
terhadap
dolar
Amerika
yang
terdepresiasi
menyebabkan volume ekspor kopi Indonesia meningkat. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan ekspor merupakan keputusan yang tepat sehingga perlu dilanjutkan. 3. Semakin tinggi pendapatan masyarakat maka semakin tinggi pula permintaan kopi dalam negeri, sehingga promosi terhadap segmen pasar yang berpendapatan tinggi perlu ditingkatkan. 4. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat terbatas, sehingga perlu lebih dikembangkan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengakomodasi variabel bebas lainnya yang diduga secara teori dan statistik berpengaruh terhadap volume ekspor kopi Indonesia, terutama variabel lag, variabel konsumsi, dan variabel harga barang lain. Sedangkan dalam penggunaan teknik metode analisis perlu dilakukan analisis peramalan masa datang, sehingga akan terlihat hubungan jangka pendek dan jangka panjangnya.
51
DAFTAR PUSTAKA ASEAN Secretary. 2009. ASEAN Economic Community Chartbook [internet]. [diacu 2012 September 27]. Tersedia dari: http://www.aseansec.org. Ashiqin AZ. 2010. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia, dan Singapura dalam Skema ASEAN-China Free Trade Agreement [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [AEKI] Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia. 2012. Statistik Kopi Indonesia. Jakarta: AEKI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia Tahun 1999-2012. Jakarta: BPS. Baltagi BH. 2008. Econometrics Analysis of Panel Data. Chicester: John Wiley and Sons, Ltd. Bustami G. 2010. Laporan Timnas Perundingan Perdagangan Internasional Semester II. Jakarta: Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional (Ditjen KPI). [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta: Ditjenbun. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor: IPB Press. Hasibuan N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. Jakarta: LP3ES. [ICO] International Coffee Organization. 2012. Statistics on Coffee. London: ICO. [IMF] International Monetary Fund. 2012. International Financial Statistics [internet]. [diacu 2012 September 27]. Tersedia dari: http://www.imf.org. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB Press. Krugman PR, Obstfel M. 2002. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan. Basri [penerjemah]. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Kustiari R. 2007. Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia [catatan penelitian]. Forum Penelitian Agro Ekonomi.
52
25(1):43-55. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Lipsey RG. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid Kesatu. Jaka Wasana dan Kirbrandoko [penerjemah]. Jakarta: Binarupa Aksara. Mankiw G. 2001. Principles of Economics. Orlando: Harcourt Inc. Mustika I. 2009. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Televisi Indonesia ke Malaysia, Singapura, dan Thailand [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mustopa BA. 2010. Analisis Daya Saing Kopi Indonesia di Pasar Internasional [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press. Rosandi AW. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar [penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Syahrial S. 2004. Pelatihan Pengolahn Data Panel Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. Depok: LPEM FEUI. Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Yelvi [penerjemah]. Jakarta: Erlangga. Veronika L. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Wood Indonesia di China, Singapura, dan Malaysia dalam Skema Cina-ASEAN Free Trade Area [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Widayanti S. 2009. Analisis Ekspor Kopi Indonesia [catatan penelitian]. Wacana 12(1):0199. Malang: Universitas Brawijaya. World Bank. 2012. National Acoount Data and OECD National Accounts Data. Washington DC: World Bank. World Bank. 2012. Commodity Price Data (Pink Sheet). Washington DC: World Bank. [WITS] World Integrated Trade Solution. 2012. Commodity Trade [internet]. [diacu 2012 September 27]. Tersedia dari: http://www.wits.org.
53
Lampiran 1 Hasil Uji Chow Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
311.435919
(5,66)
0.0000
54
Lampiran 2 Hasil Estimasi Regresi Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Dependent Variable: LNEKS Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 02/03/13 Time: 01:10 Sample: 1999 2011 Periods included: 13 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 78 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient Std. Error
LNPDOM LNPINT LNPROD LNGDP LNER DEHP C
-1.235094 1.477415 4.916333 -4.528470 2.679697 0.558722 -46.75696
t-Statistic
0.685776 -1.801017 0.570724 2.588670 1.354672 3.629168 0.840126 -5.390230 1.152953 2.324202 0.177290 3.151457 21.62088 -2.162583
Prob. 0.0763 0.0118 0.0006 0.0000 0.0232 0.0024 0.0342
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.960304 0.953687 1.054183 145.1469 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
29.68944 25.95487 73.34589 1.612626
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid Keterangan: LNPDOM LNPINT LNPROD LNGDP LNER DEHP C
0.636923 523.4366
Mean dependent var Durbin-Watson stat
= Harga Domestik Kopi Indonesia = Harga Kopi Internasional = Produksi Kopi Indonesia = PDB per Kapita Indonesia = Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS = Dummy Kebijakan EHP = Konstanta
13.09166 0.590535
55
Lampiran 3
Matriks Korelasi antar Variabel Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
LNEKS LNDOM LNPINT
LNPROD LNGDP -0.0016
LNER
DEHP
0.0375
0.0292
LNEKS
1.0000
-0.0612
-0.0546
0.0434
LNDOM
-0.0612
1.0000
0.9300
-0.3344
0.1217 -0.5537
0.1589
LNPINT
-0.0546
0.9300
1.0000
-0.3291
0.0975 -0.6430
0.0956
LNPROD
0.0434
-0.3344
-0.3291
1.0000
0.7823
0.3713
0.6591
LNGDP
-0.0016
0.1217
0.0975
0.7823
1.0000
0.3360
0.8229
LNER
0.0375
-0.5537
-0.6430
0.3713
0.3360
1.0000
0.3574
DEHP
0.0292
0.1589
0.0956
0.6591
0.8229
0.3574
1.0000
56
Lampiran 4
Uji Normalitas Hasil Estimasi Regresi Model Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
14
Series: Standardized Residuals Sample 1999 2011 Observations 78
12 10 8 6 4 2 0 -2
-1
0
1
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.68e-16 0.204511 2.399413 -1.980015 0.975984 -0.280235 2.303796
Jarque-Bera Probability
2.596183 0.273052
57
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 1989 dari ayah Paimin dan ibu Wasinah. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1995 sampai 1996 di TK Marsudi Asih. Tahun 1996 sampai 2002 melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Cipadu 1 Tangerang. Lalu penulis meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama tahun 2002 sampai 2006 di SMP Negeri 110 Jakarta dan melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 47 Jakarta. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi internal dan eksternal kampus. Pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010 penulis aktif di organisasi bisnis PAPPY LISNA sebagai kepala divisi Pengembangan Proyek. Pada tahun ajaran 2010/2011 penulis aktif di organisasi himpunan profesi ilmu ekonomi HIPOTESA IPB sebagai wakil ketua internal. Selama tahun 2010 sampai 2013 penulis juga aktif di organisasi eksternal HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) komisariat FEM IPB sebagai kepala divisi Pengembangan Anggota. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kejuaraan olahraga dan karya tulis di tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain ialah finalis Essay Cerdas Generasi Peduli Global Warming BEM FEMA 2008, Juara 3 Futsal SPORTAKULER FEM IPB 2010, finalis Micro Economics Competition Universitas Padjajaran 2010, Juara 2 Futsal SPORTAKULER FEM IPB 2011, dan Juara 2 Voli Putra SPORTAKULER FEM IPB 2011.