Analisis Diksi dan Konstruksi Kalimat Dalam Terjemahan Syair Ta’lim al-Muta’allim Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
Rahmat Darmawan NIM: 107024001300
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./ 2011 M.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber data yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Agustus 2011
Rahmat Darmawan
ABSTRAK Rahmat Darmawan. 107024001300. “Analisis Diksi dan Konstruksi Kalimat Dalam Terjemahan Syair Ta’lim al-Muta’allim”. Jurusan Tarjamah, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair pada kitab Ta’lim al-Muta’allim, (2) mengetahui pengaruh metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto terhadap isi makna syair, dan (3) mengetahui ketepatan dan kesesuaian diksi yang dipakai oleh Achmad Sunarto, serta mengetahui kesesuaian unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim dengan ciri-ciri konstruksi syair dalam penulisannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus yang berorientasi pada hasil terjemahan syair dan mengkaji aspek subjektif. Sumber data yang digunakan adalah kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim yang dikarang oleh Syekh al-Zarnuji dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Achmad Sunarto. Dokumen yang dianalisis adalah terjemahan syair pada kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim. Temuan penelitian sebagai berikut. Pertama, metode terjemahan yang banyak digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair Ta’lim alMuta’allim adalah ragam penerjemahan harfiyah dan bebas. Ragam penerjemahan harfiyah banyak penulis temui di bab 2, 4, 5, dan bab 11; sedangkan ragam penerjemahan bebas banyak penulis temui di bab 3, 9, 1, dan bab 12; dan ragam penerjemahan yang paling sedikit dipakai oleh penerjemah adalah setia, yang hanya terdapat pada bab 6. Kedua, metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto pada semua bab dalam kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim yang telah penulis analisis, tentunya sangat berpengaruh terhadap makna yang terkandung dalam terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim. Karena penerjemah hanya mengutamakan metode penerjemahan yang dipakai tanpa memperdulikan faktorfaktor pemilihan kata. Pesan yang ingin disampaikan dari terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim pun masih sulit dipahami. Ketiga, diksi yang dipakai oleh Achmad Sunarto pada tiap-tiap terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim belum semuanya tepat dan sesuai. Selain itu, dalam penyusunan kalimat terjemahan syairnya pun belum efektif. Unsur sastra pada konstruksi kalimat di setiap terjemahan syair kitab Ta’lim al-Muta’allim belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair, karena penerjemah menulis terjemahan syairnya menjorok ke dalam, serta kebanyakan dari hasil terjemahan teks syair Ta’lim al-Muta’allim diterjemahkan dengan tidak berpola di ahir sajaknya, yang menyebabkan hilangnya unsur kesusastraan pada syair.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. seru sekalian alam, atas limpahan rahmat dan karuniaNya, skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Shalawat serta salam terlimpah atas junjungan kita, Nabi Muhammad saw, juga atas segenap keluarga dan semua orang yang mengikuti ajarannya hingga hari kemudian. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas academica UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA; Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA; dan kepada Ketua Jurusan Tarjamah, Dr. H. Akhmad Saekhuddin, M.Ag; serta Sekretaris Jurusan Tarjamah, M. Syarif Hidayatullah, M.Hum. Terima kasih yang setinggi-tingginya juga penulis ucapkan kepada Makyun Subuki, M.Hum yang telah membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. Serta telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan referensireferensi yang tak ternilai jumlahnya, juga menyisihkan separuh waktunya untuk sharing bareng bersamanya. Terima kasih penulis juga ucapkan kepada seluruh dosen jurusan Tarjamah yang telah memberikan waktunya untuk berbagi ilmu serta pengalaman hidupnya kepada penulis. Mudah-mudahan ilmu yang Bapak/ Ibu berikan kepada penulis bermanfaat.
ii
Penghormatan serta salam penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Syarifuddin dan Ibu Amih binti H. Dahir, yang telah mendidik dan menuntun penulis, hingga dapat menyelesaikan kuliah dengan sempurna. Kepada kakak dan adik penulis, yaitu Siti Fatiyah dan Ahmad Rusli, serta Ade Kurniawan yang telah memberikan dorongan dan semangat bagi penulis sewaktu kuliah, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliahnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kawan-kawan seperjuangan di jurusan Tarjamah angkatan 2007, terutama kawan-kawan seperjuangan saat detik-detik terakhir di “ujung masa” perkuliahan penulis, seperti M. Khoas Rudin Shodiq, Rezha Firmansyah, M. Tohadi, Nurhani, Nur Rahmawati, dan lainnya. Nasrullah Nurdin dan Ridho Dinata yang telah banyak membantu dan meluangkan waktunya, penulis juga ucapkan terima kasih kepada mereka berdua. Semoga skripsi yang amat sederhana ini membawa manfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan, terutama kajian tentang penerjemahan terhadap syair dan yang sejenis dengannya. Akhir kata dari penutup kata pengantar ini , penulis lantunkan sebuah puisi yang semoga menjadi motivasi bagi kita semua, Jangan kau merasa rendah di hadapan orang cerdik Sebab ia belum tentu bijak Namun, janganlah menjadi takabur karenanya Sebab takabur itu hanyalah milik-Nya
iii
Tetap tegar dan tegap Dalam menghadapi pelik hidup Dan tetap optimis meskipun dihadang kesulitan Karena di balik itu semua niscaya kemudahan
Jakarta, 21 Agustus 2011 Rahmat Darmawan
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………………….i KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………v PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………………..viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. .1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………………8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………..9 D. Metode Penelitian……………………………………………………10 E. Tinjauan Pustaka……………………………………………………..11 F.
BAB II
Sistematika Penulisan………………………………………………..11
LANDASAN TEORITIS A. Penerjemahan.......................................................................................13 1. Definisi Penerjemahan……………………………………………...15 2. Metode Penerjemahan……………………………………………...18
v
B. Diksi (pilihan kata)…………………………………………………...28 1. Pengertian Diksi dan Korelasinya dengan Makna a. Pengertian Diksi…………………………………………………30 b. Korelasi Diksi dengan Makna…………………………………..32
1.1
Ketepatan Diksi
a. Persoalan Ketepatan Pilihan Kata (Diksi)……………………….33 b. Persyaratan Ketepatan Pilihan Kata (Diksi)……………………..34 1.2
Kesesuaian Diksi
a. Persoalan Kesesuaian Pilihan Kata (Diksi)……………………...36 b. Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata (Diksi)……………………38
2. Peranti-peranti Diksi a. Penggunaan Kata Bersinonim…………………………………...40 b. Penggunaan Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi……………40 c. Penggunaan Kata Umum dan Khusus…………………………...42 d. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret…………………………43 e. Penggunaan Bentuk Idiomatik…………………………………..44 C. Syair…………………………………………………………………...45
vi
BAB III Biografi
Pengarang
Kitab
Ta’lim
al-Muta’allim
dan
Karya
Monumentalnya A. Biografi Pengarang Kitab Ta’lim al-Muta’allim………………………...48 B. Kitab Ta’lim al-Muta’allim, Karya Monumental al-Zarnuji…………….50
BAB IV Analisis Data Terkait Diksi dan Konstruksi Kalimat Dalam Terjemahan Syair Kitab Ta’lim al-Muta’allim………………………...52 1. Pasal (bab) 1, tentang Hakikat Ilmu, Fiqh dan Keutamaannya……….53 2. Pasal (bab) II, tentang Niat Untuk Belajar…………………………….57 3. Pasal (bab) III, tentang Memelihara Ilmu, Guru, Teman dan Ketabahan……………………………………………………………...67 4. Pasal (bab) IV, tentang Mengagungkan Ilmu dan Ulama……………..70 5. Pasal (bab) V, tentang Tekun, Kontinuitas, dan Minat……………….75 6. Pasal (bab) VI, tentang Permulaan, Ukuran, dan Tata Tertib Belajar..103 7. Pasal (bab) IX, tentang Kasih Sayang dan Nasehat………………….109 8. Pasal (bab) X, tentang Mencari Faidah………………………………119 9. Pasal (bab) XI, tentang Sifat Wara’ (wira’i) Di Waktu Belajar……...121 10. Pasal (bab) XII, tentang Penyebab Hafal dan Lupa………………...125 11. Pasal (bab) XIII, tentang Mendatangkan dan Menolak Rizki, serta Memanjangkan dan Memperpendek Umur………………………...130
vii
BAB V
Penutup…………………………………………………………………135
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...138
viii
Pedoman Transliterasi
a. Padanan Aksara Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf Arab
Huruf Latin
ﺍ
Keterangan tidak dilambangkan
ﺏ
b
be
ﺕ
t
te
ﺙ
ts
te dan es
ﺝ
j
je
ﺡ
h
h dengan garis bawah
ﺥ
kh
ka dan ha
ﺩ
d
de
ﺫ
dz
de dan zet
ﺭ
r
er
ﺯ
z
zet
viii
ﺱ
s
Es
ﺵ
sy
es dan ye
ﺹ
S
es dengan garis di bawah
ﺽ
D
de dengan garis di bawah
ﻁ
T
te dengan garis di bawah
ﻅ
Z
zet dengan garis bawah
ﻉ
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
ﻍ
gh
ge dan ha
ﻑ
f
ef
ﻕ
q
ki
ﻙ
k
ka
ﻝ
l
el
ﻡ
m
em
ﻥ
n
en
ix
ﻭ
w
we
ﻫ
h
ha
ﺀ
´
apostrof
ﻱ
y
ye
b. Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
َ_
a
fathah
ﹻ
i
kasrah
ﹹ
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ﹷي
ai
a dan i
x
ﹷو
au
a dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ﺂ
ˆa
a dengan topi di atas
ـِﻲ
ˆı
i dengan topi di atas
ْـُﻮ
ˆu
u dengan topi di atas
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijˆal bukan ar-rijal, aldˆiwˆan bukan ad- dˆiwˆan.
Syaddah (Tasydid)
xi
Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ()ﹽ, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata اﻟﻀﱠﺮُوْرَةtidak ditulis dengan ad-darˆurah melainkan al-darˆurah, demikian seterusnya.
Ta Marbutah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbutah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbutah
tersebut
diikuti kata benda (ism),
maka
huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). Contoh: No
Kata Arab
Alih Aksara
1
ﻃﺮﯾﻘﺔ
tariqah
2
اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﯿّﺔ
al-jamiah alislamiyyah
xii
3
وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد
wahdat al-wujud
Huruf Kapital Meskipun dalam system tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abu Hamid al-Ghazali bukan Abu Hamid Al-Ghazali). Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani.
xiii
Cara Penulisan Kata Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuanketentuan di atas: Kata Arab
Alih Aksara
ُذَھَﺐَ اﻷُﺳْﺘَﺎذ
dzahaba al-ustˆadzu
ُﺛَﺒَﺖَ اﻷَﺟْﺮ
tsabata al-ajru
اﻟﺤَﺮَﻛَﺔ اﻟﻌَﺼْﺮِﯾﱠﺔ
al-harakah al-‘asriyyah
ﯾُﺆَﺛﱢﺮُﻛُﻢُ اﷲ
yu’atstsirukum Allah
اﻟﻀﱠﺮُوْرَة ﺗُﺒِﯿْﺢُ اﻟﻤَﺤْﻈُﻮْرَات
al-darˆurat tubˆihu al-mahzˆurˆat
أَﺷْﮭَﺪُ أَنْ ﻻ اِﻟﮫَ إِﻻﱠاﷲ
asyhadu an lˆa ilˆaha illa Allˆah
ﻣَﻮْﻻَﻧَﺎ ﻣَﻠِﻚ اﻟﺼَﺎﻟِﺢ
Maulˆanˆa Malik al-Sˆalih
اﻟﻤَﻈَﺎھِﺮ اﻟﻌَﻘْﻠِﯿﱠﺔ
al-mazˆahir al-‘aqliyyah
اﻵﯾَﺎت اﻟﻜَﻮْﻧِﯿﱠﺔ
al-ˆayˆat al-kauniyyah
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Jika berbicara atau menulis, setiap orang selalu menggunakan kata. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (entah fonologis entah morfologis) dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas. Distribusi yang bebas misalnya dapat dilihat dalam kalimat: Saya memukul anjing itu; anjing itu kupukul; kupukul anjing itu.1 Di samping itu, kata berfungsi sebagai alat penyalur gagasan. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat Saya memukul anjing itu, anjing itu kupukul dan kupukul anjing itu. Semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, maka semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Dalam pengertian lain, kata adalah suatu unit dalam bahasa yang terdiri dari beberapa huruf. Kata dapat dibentuk menjadi frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga akhirnya menjadi sebuah wacana. Begitu juga dengan seorang penerjemah. Penerjemah adalah orang yang mengalihkan bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik obyeknya itu berupa teks (tulisan) maupun pelafalan (ucapan). Dalam menerjemahkan, seorang
1
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 21.
1
penerjemah haruslah jeli dalam mengalihkan kata-kata yang tepat dan akurat agar pesan yang disampaikan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dapat dipahami. Salah satu persyaratan yang perlu dan mendesak dalam menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa sasaran adalah pemilihan kata (diksi), yaitu mencari dan memilih kata, istilah atau ungkapan dalam BSa yang tepat, cermat, dan selaras. Sebab, proses pemilihan kata (diksi) termasuk dalam langkah-langkah menerjemahkan teks sumber (TSu) ke dalam teks sasaran (TSa). Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu.2 Apalagi dalam dunia karang-mengarang atau dalam tutur sehari-hari, memilah-milih kata merupakan unsur yang sangat penting. Sebab dapat mempengaruhi dan memungkinkan pesan yang ingin disampaikan bisa tersampaikan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan maksud tertentu, perlu diperhatikan kesesuaian dengan situasi yang dihadapi. Dalam hal ini diperlukan gaya yang tepat digunakan dalam suatu situasi. Gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
2
Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004), h. 25.
2
bertutur atau menulis, serta menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis maupun lisan.3 Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapanungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.4 Dengan gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa. Diksi dan gaya bahasa ini juga dapat dimanfaatkan dalam pemikiran strategis dan penerjemahan
(pengalihan
bahasa),
salah
satunya
yaitu
kegiatan
menerjemahkan teks asing ke dalam bahasa sasaran. Seperti teks di bawah ini,
ﺭﺟﻊ ﻣﻮﺳﻰ ﺍﱃ ﺍﷲ Kata ﺮﺠﻊsendiri dalam kamus al-Munawwir, versi Arab-Indonesia, bermakna ‘kembali’, yaitu dari kata رُﺟُﻮْﻋًﺎ-ُ ﯾَﺮْﺟِﻊ-َ رَﺟَﻊ. Tetapi bila kata roja’a dalam teks di atas diterjemahkan dengan ‘kembali’ rasanya kurang tepat dan kurang nyaman dibaca, karena setelah kata ﺮﺠﻊ ﻤﻮﺴﻰada kalimat
إﻟﻰاﷲyang bila ditejemahkan secara harfiah menjadi “Musa kembali ke Allah”. Di sini, seorang penerjemah mempunyai pengaruh penting dalam memilih kalimat yang sepadan dengan kalimat ‘kembali ke Allah’ yang telah diterjemahkan secara harfiah pada TSu di atas. Frase “kembali ke Allah” bagi 3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke-4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 422. 4 Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 23.
3
penulis berarti berpulang kepada sang Pencipta, dengan kata lain orang yang telah ‘kembali kepada Allah’ berarti orang yang telah tutup usia. Kata tutup usia dalam bahasa Indonesia memiliki banyak sinonim/ persamaan kata yang maknanya hampir sama. Dikatakan “hampir sama” karena memang tidak akan ada dua buah kata berlainan yang maknanya persis sama. Yang sama sebenarnya hanya informasinya saja, sedangkan maknanya tidak persis sama. Kata-kata yang bersinonim dengan kata ‘tutup usia’ atau ‘berpulang kepada sang Pencipta’ diantaranya meninggal, wafat, gugur, tewas, dan mati. Dari sederet kata bersinonim tersebut yang tepat untuk terjemahan kata → رﺟﻊ
اﻟﻰ اﷲpada teks sumber di atas adalah meninggal dan wafat. Kata gugur, tewas dan mati tidak cocok untuk terjemahan kata roja’a → ilallah, karena faktor kegiatan yang berbeda.Kata gugur diperuntukkan bagi para veteran/ pahlawan negara yang tengah bertempur di medan peperangan, sedangkan kata tewas diperuntukkan bagi orang yang meninggal secara tak wajar atau mengenaskan, misalnya karena kecelakaan akibat balapan motor di jalan lalu orang yang melakukan aksi balap tersebut tewas, dan kata mati diperuntukkan bagi makhluk hidup selain manusia, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dengan begitu, terjemahan dari teks ﺭﺟﻊ ﻣﻮﺳﻰ ﺍﱃ ﺍﷲyaitu “Musa telah wafat.” Selain itu, ada dua persyaratan yang dituntut bagi seorang penerjemah dalam menerjemahkan atau mengalihkan bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa), yaitu ketepatan dan kesesuaian dalam memilih kata. Di
4
sisi lain, semata-mata memperhatikan ketepatan tidak selalu membawa hasil yang diinginkan. Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atau tidak merusak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan suatu maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh para hadirin atau orang yang diajak bicara. Masyarakat yang diikat oleh berbagai norma, menghendaki pula agar setiap kata yang dipergunakan harus cocok atau sesuai dengan situasi yang ada.5 Dalam kitab-kitab klasik, khususnya versi terjemahannya, penulis banyak menemukan beberapa kata yang diterjemahkan kurang tepat dan sesuai dalam penggunaannya. Perhatikan teks syair beserta terjemahannya dalam kitab terjemahan Ta’lim Muta’alim di bawah ini,
ِ ﺍﻟﺬﱠﻟِﻴﻞﺎ ﺃﹶﺫﹶﻝﱡ ﻣِﻦﺎﺷِﻘﹸﻬﻋﻭ
ِ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴﻞﺎ ﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦﻧﻴ ﺍﻟﺪﻫِﻲ
“Dunia adalah sedikit perkara yang sedikit; dan orang yang sangat mencintainya adalah sehina-hina suatu yang hina.” Terjemahan yang digaris bawahi di atas menurut penulis kurang tepat dalam pemilihan katanya. Penulis sengaja memberi garis bawah pada sebagian terjemahan di atas dengan tujuan untuk menganalisisnya.
5
Ibid., h. 24.
5
Kata ﺃﻗﻞﱡdan ( ﺃﺫﻝﱡpada bait syair yang kedua) merupakan nomina perbandingan. Nomina perbandingan dalam bahasa Arab ada dua pola, yaitu pola komparatif dan pola superlatif.6 Untuk komparatif, polanya adalah
ْ ﻣِﻦ+ُ أَﻓْﻌَﻞ, yang dalam bahasa Indonesia sama maknanya dengan kata lebih + dari. Sedangkan untuk superlatif, polanya adalah ُلﺃَﻓﹾﻌ, yang dalam bahasa Indonesia sama maknanya dengan kata paling atau ter-. Jadi kata ﺃﻗﹶﻞﱡdan ﺃﹶﺫﹶﻝﱡ pada teks syair di atas termasuk dalam jenis komparatif, karena ada ﻣِﻦ setelah kata aqollu dan juga pada kata adzallu. Kata ﺃﻗﹶﻞﱡsendiri di dalam kamus mempunyai arti: yang paling sedikit, lebih sedikit/kecil dari, dan sedikit-sedikitnya. Sedangkan kata ﻞ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴdi dalam kamus mempunyai arti ‘yang sedikit’.7 Begitu juga dengan kata ﺃﹶﺫﹶﻝﱡ, di kamus al-Munawwir kata tersebut mempunyai arti: mendapatinya rendah, hina, layak direndahkan, dan berteman orang-orang yang hina.8 Kemudian untuk kata ﻞ ﺍﻟﺬﱠﻟِﻴdi kamus yang sama, yakni al-Munawwir, mempunyai arti: yang rendah, dan yang hina.9 Jadi, terjemahan keseluruhan untuk syair ﻞ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴ ﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦmenjadi “lebih sedikit
6
Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim al-An: Cara Mudah Menerjemahkan ArabIndonesia (Pamulang: Dikara, 2010), h. 25. 7 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1152. 8 Ibid., h. 450. 9 Ibid., h. 450.
6
dari yang sedikit”, dan terjemahan keseluruhan untuk syair ﻞ ﺍﻟﺬﹼﻟِﻴﺃﹶﺫﹶﻝﱡ ﻣِﻦ menjadi “lebih hina dari yang hina”. Kata ‘perkara’ pada terjemahan ﻞ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴ ﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦyang diartikan oleh penerjemah dengan “sedikit perkara yang sedikit” sebaiknya dihilangkan, karena kata ini telah mengalami penyempitan makna. Namun, bila terjemahan tersebut tetap dipakai, maka nilai estetika dari teks syair tersebut tidak nampak. Sebab kata ‘perkara’ digunakan untuk masalah yang bersifat di luar sastra seperti masalah hukum yang melingkupi pidana, perdata, dan sebagainya. Selain itu, penulisan terjemahan syair di atas seharusnya tidak menjorok ke dalam. Karena salah satu syarat penulisan sebuah syair yaitu tidak menjorok ke dalam. Kata syair sebenarnya berasal dari bahasa Arab (baca: syi’run), yaitu semacam puisi lama dari daratan Arab. Syair itu sendiri muncul di Indonesia setelah agama Islam beserta kesusastraan Islam tersebar di Indonesia, dan perkembangannya telah berlangsung sejak akhir abad 16 dan awal abad 17 Masehi. Penulisan syair ditulis dengan ciri-ciri bentuknya: (a) Terdiri dari 4 baris, (b) Masing-masing baris terdiri dari 8-12 suku kata, (c) berpola sajak a-
7
a-a-a, dan (d) Keempat barisnya berturut-turut mempunyai hubungan logis, serta penulisannya tidak menjorok ke dalam.10 Jadi, menurut penulis terjemahan yang tepat untuk teks syair
ِ ﺍﻟﺬﱠﻟِﻴﻞﺎ ﺃﹶﺫﹶﻝﱡ ﻣِﻦﺎﺷِﻘﹸﻬﻋﻭ
ِ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴﻞﺎ ﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦﻧﻴ ﺍﻟﺪﻫِﻲ
adalah, Lebih sedikit dari yang sedikit adalah dunia Dan lebih hina dari yang hina adalah pencintanya Bertolak dari permasalahan tentang pemilihan kata secara tepat terhadap contoh terjemahan di atas, penulis tertarik untuk mengambil pembahasan tentang diksi sebagai bahan analisa dalam mengkaji skripsi penulis, khususnya terhadap terjemahan syair dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim yang dikarang oleh Syekh al-Zarnuji yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Achmad Sunarto. Kitab tersebut berisikan tentang nasihatnasihat keagamaan serta etika bagi seorang pelajar dalam menuntut ilmu. Di dalamnya juga banyak terdapat syair-syair dari para ulama terdahulu. Di masa kini, kitab tersebut sering digunakan di sebagian majelis-majelis ta’lim remaja saat ini. Adapun judul penelitian yang akan penulis suguhkan bertema “Analisis Diksi dan Konstruksi Kalimat Dalam Terjemahan Syair Ta’lim al-Muta’allim”. 10
Soetarno, Peristiwa Sastra Melayu Lama (Surakarta: Widya Duta, 1967), h. 31.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk mempermudah penelitian dan menghindari penjelasan yang melebar terkait dengan objek penelitian penulis, yaitu kitab terjemahan Ta’lim alMuta’allim, penulis hanya meneliti terjemahan syairnya saja. Sebab, selain syair, korpus pada kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim juga terdapat hadis nabi Muhammad saw., perkataan para sahabat, serta wasiat para ulama di masa hidup Syekh al-Zarnuji. Selain itu, untuk mempermudah pembahasan supaya lebih terarah penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:
Metode penerjemahan apakah yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim?
Apakah metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto berpengaruh terhadap makna syair kitab Ta’lim al-Muta’allim?
Apakah diksi yang digunakan Achmad Sunarto sudah semunya tepat dan sesuai, serta apakah unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim sudah sesuai dengan ciri-ciri dalam penulisan sebuah syair?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Seperti masalah yang sudah dikemukakan oleh penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair pada kitab 9
Ta’lim al-Muta’allim, (2) mengetahui pengaruh metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto terhadap isi makna syair, dan (3) mengetahui ketepatan dan kesesuaian diksi yang dipakai oleh Achmad Sunarto, serta mengetahui kesesuaian unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim dengan ciri-ciri konstruksi syair dalam penulisannya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah khasanah pengetahuan, khususnya bagi para penerjemah. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk menunjang kontribusi ilmiah dalam penerjemahan yang baik dan sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia. Serta baik pula dalam menyusun sebuah syair, terutama dalam memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan tidak menghilangkan isi pesan, nilai rasa, daya imajinasi, dan estetika yang terkandung dalam syair. D. Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan dalam membahas skripsi ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian terhadap cara bentuk atau fenomena tertentu, dalam hal ini diksi terhadap penerjemahan syair. Sedangkan sumber data yang diperoleh adalah kajian pustaka (library research). Adapun sumber data yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim yang dikarang oleh Syekh al-Zarnuji
10
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Achmad Sunarto. Syair pada kitab tersebut dipilih penulis sebagai objek penelitian skripsi. Mengenai langkah-langkah penulis dalam menganalisis data terkait permasalahan yang ada pada terjemahan syair dalam kitab Ta’lim alMuta’allim yaitu, (1) mencari kata-kata yang menurut penulis tidak tepat dan tidak sesuai pada hasil terjemahan kitab tersebut, (2) mencari padanan kata yang sesuai dan tepat terhadap kata-kata yang masih abstrak (sulit dipahami), juga terhadap kata, frase, atau kalimat yang menurut penulis belum sesuai, tepat, dan efektif dalam penulisannya, (3) merubah konstruksi terjemahan kalimat syair semula dengan konstruksi kalimat dalam penulisan syair. Kebanyakan dari hasil terjemahan syair kitab Ta’lim al-Muta’allim tersebut masih ditulis seperti menerjemahkan teks-teks biasa, umpamanya seperti menerjemahkan kitab tasauf, fiqh, teks politik dan sebagainya, yang struktur dan gaya penulisannya tidak berima atau berpola. E. Tinjauan Pustaka Berdasarkan hasil survei yang penulis temukan di perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta, sudah ada 7 mahasiswa jurusan Terjemah yang membahas tentang diksi. Di antaranya: Umanih, mahasiswa angkatan 2000; Reima Tenisia dan Muhammad Hotib, mahasiswa angkatan 2001; Elang Satya Negara, mahasiswa angkatan 2002; Joni Irawan, mahasiswa angkatan 2003; Anna Saraswati, mahasiswa angkatan 2004; dan Asep Saepullah, mahasiswa angkatan 2005. Kebanyakan dari mereka menggunakan
11
kitab-kitab klasik sebagai objek penelitiannya. Pada skripsi ini, penulis membahas tentang kajian mengenai diksi, dan objek penelitian yang penulis gunakan adalah kitab tasawuf Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh al-Zarnuji. Penulis tertarik untuk mengkaji terjemahan kitab tersebut, karena banyak ketidaktepatan dan ketidaksesuaian terhadap pemilihan kata-kata dalam terjemahan kitab tersebut. F. Sistematika Penulisan Untuk menghindari penulisan yang keliru, penulis sepenuhnya berpedoman pada buku Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Assurance (CeQDA UIN Jakarta) tahun 2007. Selain itu, untuk dapat memberikan penjelasan yang lebih sistematis, maka penulis menyusun skripsi ini dalam lima bab, dengan rincian sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Bab II berisi tentang definisi dan metode penerjemahan, pengertian diksi dan korelasinya dengan makna serta peranti-perantinya. Di samping itu, pada bab ini penulis juga akan menjelaskan tentang pengertian syair. Bab III tentang biografi pengarang kitab Ta’lim al-Muta’allim dan karya monumentalnya.
12
Bab IV merupakan analisis data terkait diksi dan konstruksi kalimat dalam terjemahan syair kitab Ta’lim al-Muta’allim Bab V merupakan penutup yang mencakup kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, dengan tidak lupa menyertakan saran.
13
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Penerjemahan Kebudayaan tidak lahir dari kekosongan. Ia didahului oleh kebudayaankebudayaan lain yang menjadi unsur pembentuknya. Kebudayaan suatu bangsa selalu merupakan ikhtisar dari kebudayaan sebelumnya atau seleksi dari berbagai kebudayaan lain. Proses seperti ini terjadi dan berkembang melalui berbagai sarana, diantaranya penerjemahan. Catatan sejarah menegaskan bahwa peradaban Islam pertama-tama berkembang melalui penerjemahan karya-karya lama Yunani, Persia, India, dan Mesir dalam bidang ilmu eksakta dan kedokteran. Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (137-159 H./ 754775 M), seorang khalifah dari Dinasti Abbasiah. Upayanya itu mencapai kegairahan yang menakjubkan pada masa Khalifah al-Ma’mun, sehingga mengantarkan umat Islam ke masa keemasan.1 Kegiatan penerjemahan, terutama nas keagamaan, sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahuan juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di Aceh. Hal ini ditandai dengan dijumpainya karya-karya terjemahan ulama Indonesia terdahulu. Upaya umat Islam Indonesia – juga kaum missionaris – terus berlanjut hingga sekarang. 1
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 1.
13
Pada umumnya kegiatan penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia terfokus pada nas-nas keagamaan, mulai dari kitab suci al-Qur’an, al-Hadis, dan tafsir hingga buku-buku tentang dakwah, akhlak, dan buku yang menelaah aneka pemikiran keislaman. Kegiatan tersebut (penerjemahan) pada mulanya dilakukan secara trial and error hingga akhirnya mereka memperoleh
berbagai
pengalaman
dalam
memecahkan
persoalan
penerjemahan. Kemudian pengalaman tersebut dijadikan prinsip, pedoman, dan acuan dalam melakukan kegiatan selanjutnya. Demikianlah para penerjemah tersebut umumnya dibesarkan oleh pengalaman individual dan bukan merupakan hasil belajar formal.2 Di Indonesia, aktifitas penerjemahan selain kerap dilakukan pada bidang keagamaan, juga dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat umum, seperti penerjemahan terhadap karangan ilmiah, buku-buku fiksi maupun nonfiksi bahasa asing, dan jurnal serta sarana lain yang memungkinkan seseorang dapat mengikuti perkembangannya. Banyak
yang
beranggapan bahwa
penerjemahan
adalah
sekadar
pengalihbahasaan. Lebih tepat bila dikatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan pesan (message) dari teks sumber (TSu) ke dalam teks sasaran (TSa).3 Dengan demikian, idealnya adalah TSa (terjemahan) akhirnya berisi pesan yang sepadan dengan pesan dalam TSu.
2
Ibid., h. 3. Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2006), h. 24. 3
14
Hal ini kelihatannya sederhana. Namun, kalau dikaji lebih dalam, ada masalah yang dapat timbul dari istilah sepadan di atas. Kalau dipandang sebagai keserupaan pesan TSu dan TSa, maka masalahnya siapa yang membaca TSu dan siapa yang membaca TSa? Sudah barang tentu orangnya tidak sama. Bukan hanya orangnya yang tidak sama, tetapi kebudayaan yang melatari kedua jenis pembaca (TSu dan TSa) juga berbeda. Oleh karena itu, untuk menghasilkan pesan yang sepadan, penerjemah harus memahami dan menyesuaikan terjemahannya dengan (calon) pembaca atau pendengarnya. Oleh karena itu, bila seseorang menjadi penerjemah jangan berpikir “Bagaiman kalimat ini diterjemahkan?”, tetapi “Bagaimana pesan dalam teks ini terungkapkan dalam bahasa sasaran?”
1.
Definisi Penerjemahan Translation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagi cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Meskipun sangat tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini, penulis di sini akan menyoroti beberapa definisi mengenai penerjemahan sebagai landasan pijakan memasuki pembahasan. Menurut definisi kamus, penerjemahan merupakan pengubahan dari suatu bentuk ke dalam bentuk lain atau pengubahan dari suatu bahasa –biasa disebut bahasa sumber- ke dalam bahasa lain- biasa disebut bahasa penerima atau bahasa sasaran. Yang dimaksud dengan bentuk bahasa lain ialah kata,
15
frase, klausa, paragraf, dan lain-lain, baik lisan maupun tulisan. Dalam penerjemahan, bentuk bahasa sumber diganti menjadi bentuk bahasa penerima. Dalam Wikipedia, dikemukakan bahwa translation is an activity comprising the interpretation of the meaning of a text in one language –the source text- and the production of a new, equivalent text in another languagecalled the target text, or the translation. Yang mengandung pengertian, penerjemahan adalah suatu aktivitas yang terdiri dari menafsirkan makna teks dalam satu bahasa (bahasa sumber) dan membuat teks yang baru yang sepadan dalam bahasa lain (bahasa sasaran). 4 Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan, dan ia mendefinisikannya sebagai “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahasa teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). Definisi ini lebih menekankan pada padanan struktural antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Newmark (1988) juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi: “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text” (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa
4
Abdul Munip, Strategi dan Kiat Menerjemahkan Teks Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Teras, 2009), h.1.
16
lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang).5 Sedangkan Nida dan Taber (1969) mendefinisikan translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style, yaitu pengungkapan kembali di dalam bahasa penerima (disebut bahasa sasaran/ BSa) padanan yang terdekat dan wajar dari pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya bahasanya”. 6 Dengan demikian, penerjemahan berarti: (1) Mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks bahasa sumber. (2) Penerjemahan adalah upaya ‘mengganti’ teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. (3) Menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya, dan (4) Mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya. Ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan dalam kaitan dengan istilah penerjemahan, terjemahan, penerjemah, dan juru bahasa. Kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjamah yang maknanya adalah menyalin (memindahkan) suatu bahasa ke bahasa lain. 7 Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (TSu) dan bahasanya disebut bahasa sumber (BSu), sedangkan teks yang disusun oleh penerjemah disebut teks
5
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 5. Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 39. 7 Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke-4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1452. 6
17
sasaran (TSa) dan bahasnya disebut bahasa sasaran (BSa). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan (dalam bahasa Inggris disebut translation), sedangkan penerjemah (bahasa Inggris: translator) adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan. Ihwal penerjemahan biasanya disebut penerjemahan (bahasa Inggris: translating). Juru bahasa adalah orang yang melakukan kegiatan kegiatan penerjemahan, baik secara lisan maupun tulisan. Di kalangan ilmuwan tarjamah, hampir terjadi kesepakatan bahwa ada perbedaan antara penerjemahan dan interpretasi. Istilah penerjemahan dipakai untuk menyebut aktivitas memindahkan gagasan dalam bentuk tertulis dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Adapun interpretasi dipakai untuk menyebut aktivitas memeindahkan pesan secara lisan atau dengan menggunakan isyarat dari saru bahasa ke bahasa lainnya. Dengan demikian, aktivitas seorang penerjemah selalu terkait dengan teks tertulis, sementara aktivitas seorang interpretator atau juru bicara selalu terkait dengan pengalihan pesan secara lisan. Secara sekilas, penerjemahan dan interpretasi hampir sama, yang berbeda hanya media yang digunakan. Dalam penerjemahan, media yang digunakan adalah teks tulis, sedangkan interpretrasi menggunakan media lisan. Namun demikian, keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang translator berbeda dengan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang interpretator. Seorang penerjemah dituntut untuk mahir dalam menulis atau mengungkapkan gagasan dalam bahasa sasaran secara tertulis. Dia juga harus mahir 18
memahami teks bahasa sumber dan budayanya, juga mampu menggunakan kamus dan referensi lainnya. Sementara seorang interpreter (juru bicara) harus mampu mengalihkan isi informasi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran secara langsung tanpa bantuan kamus. Dia juga harus mempunyai keterampilan dalam mengambil keputusan secara tepat dalam waktu yang sangat singkat.
2.
Metode Penerjemahan Istilah metode berasal dari kata method dalam bahasa Inggris. Dalam Macquarie Dictionary (1982), a method is a way of doing something, especially in accordance with a definite plan (metode adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu). Dari definisi tersebut, penulis menarik dua butir hal penting. Pertama, metode
adalah
cara
melakukan
sesuatu,
yaitu
“cara
melakukan
penerjemahan” dalam konteks di sini. Kedua, metode berkenaan dengan rencana tertentu, yaitu rencana dalam pelaksanaaan penerjemahan, yaitu terangkum dalam proses penerjemahan, yaitu analisis, pengalihan, dan penyelarasan. Sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah menentukan dulu siapa calon pembaca terjemahannya dan/ atau akan digunakan untuk keperluan apa terjemahan itu. Oleh karena itu, penerjemahan sering didasari oleh audience design dan/ atau needs analysis. Dalam praktiknya, penerjemah memilih salah 19
satu metode yang sesuai dengan untuk siapa dan untuk tujuan apa penerjemahan dilakukan. Banyak metode penerjemahan yang dikembangkan oleh para ahli bahasa. Namun, dalam hal ini, penulis hanya mengambil metode yang dipakai oleh Newmark, karena Ia mengajukan dua kelompok metode penerjemahan, yaitu (1) metode yang mewakili BSu dan (2) metode yang mewakili keterbacaan BSa. Oleh karenanya, penulis menganggap bahwa metode yang ditawarkan oleh Newmark-lah yang paling lengkap dan memadai. Newmark (1988) mengajukan dua kelompok metode penerjemahan, yaitu (1) metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber (BSu); (2) metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran (BSa), yang kesemuanya terbagi menjadi delapan metode penerjemahan.8 Metode penerjemahan adalah prinsip yang mendasari cara seseorang menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk (jenis) terjemahannya. Berikut di bawah ini adalah gambar metode penerjemahan dengan bentuk diagram V. SL Emphasis Word-for-word trans. Literal translation Faithful translation
8
TL Emphasis Adaptation Free translation Idiomatic translation
Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 55.
20
Semantic translation Communicative translation Gambar 1: Diagram V Metode Penerjemahan9 Yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi, Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
Penerj. Kata demi kata
Penerj. Adaptasi
Penerjemahan Harfiah Penerjemahan Setia Penerj. Semantik
Penerjemahan Bebas Penerjemahan Idiomatik Penerj. Komunikatif
1) Penerjemahan kata demi kata Dalam metode penerjemahan jenis ini biasanya kata-kata teks sasaran (TSa) langsung diletakkan di bawah versi teks sumber (TSu), seperti
ﺍﻟﺮﺯ Beras
ﺃﲪﺪ
ﻳﺄﻛﻞ
Ahmad Makan
Seharusnya kata ‘beras’ diganti dengan ‘nasi’, karena di Indonesia beras dengan nasi berbeda. Beras itu benda yang berasal dari gabah padi yang belum layak untuk dikonsumsi, sedangkan nasi adalah benda yang berasal
9
Ibid., h. 55.
21
dari beras dan sudah layak untuk dikonsumsi. Sedangkan di Arab kata ﺍﻠﺭﺯ memilki makna padi, beras, serta nasi. Seharusnya terjemahan yang benar untuk TSu di atas adalah Ahmad sedang makan nasi. Kata-kata dalam TSu diterjemahkan di luar konteks, dan kata-kata yang bersifat kultural (misalnya kata ‘ )‘ ﻤﻜﺔ diterjemahkan apa adanya, yaitu ‘Makkah’. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan prapenerjemahan pada penerjemahan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme BSu. Jadi, dalam proses penerjemahan, metode ini dapat terjadi pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Namun, dalam praktik penerjemahan di Indonesia metode ini tidak lazim digunakan sebagai metode penerjemahan yang umum. 2) Penerjemahan Harfiah Ketika menerjemahkan BSu ke dalam BSa dan menggunakan metode ini, seorang penerjemah diharuskan untuk tidak lagi menggunakan metode penerjemahan kata demi kata. Sebab di sini, seorang penerjemah sudah mengubah struktur BSu (bahasa sumber) menjadi struktur BSa (bahasa sasaran). Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. Contoh:
ﻋﺮﻑ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻥ ﺳﻔﻴﻨﺔ ﺍﻟﻔﻀﺎﺀ ﺩﺍﺭﺕ ﺣﻮﻝ ﺍﻟﻘﻤﺮ Mengetahui manusia bahwa pesawat luar angkasa mengitari bulan.
22
Terjemahan
tersebut
terlihat
menggunakan
metode
ini,
Karena
penerjemahannya hanya mencari padanan konstruksi gramatikal, tetapi masih melepaskannya dengan konteks. Seorang penerjemah harus mengetahui “manusia” yang terlibat pada konteks terjemahan di atas bukanlah manusia biasa pada umumnya. Akan tetapi “manusia” di sini adalah para peneliti atau akademisi. Sebab setelah kata “an-naasu” ada kata “safinatal fadhoi”;pesawat luar angkasa, yang mempengaruhi makna sebenarnya dari kata an-naasu; manusia. Karenanya, terjemahan yang tepat dan sesuai untuk TSu di atas adalah para peneliti mengetahui bahwa pesawat luar angkasa mengitari bulan. 3) Penerjemahan Setia Saat
menerjemahkan
dengan
metode
ini,
seorang
penerjemah
mereproduksi makna kontekstual, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Yang artinya bahwa metode penerjemahan ini dilakukan dengan mempertahankan sejauh mungkin aspek format (dalam teks hukum) atau aspek bentuk (dalam teks puisi), sehingga kita masih secara lengkap melihat kesetiaan pada segi bentuknya. Kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan. Contoh:
ﻭﻻﲡﻌﻞ ﻳﺪﻙ ﻣﻐﻠﻮﻟﺔ Dan jangan jadikan tanganmu terbelenggu.
23
Terjemahan
tersebut
terlihat
menggunakan
metode
ini,
karena
penerjemahannya sudah memperhatikan makna kontekstual. Meski demikian, penerjemahan di atas masih tampak mempertahankan arti dari struktur gramatikalnya. Sebenarnya TSu di atas cukup diterjemahkan dengan jangan kikir, karena idiom dari klausa terjemahan dan jangan jadikan tanganmu terbelenggu. Hoed mengungkapkan bahwa dalam penerjemahan setia juga bisa terjadi metafora (dalam penerjemahan teks sastra), atau ungkapan/ idiom, dan atau istilah (dalam penerjemahan teks hukum atau teks informatika) diterjemahkan ke dalam BSa meskipun tidak lazim dikenal sehingga menjadi apa yang disebut “translationese”. 10 Pada teks hukum format teks disesuaikan dengan yang sudah lazim berlaku berlaku di dalam sistem perundangan BSu. Dalam penerjemahan puisi penerjemah berusaha mengikuti model puisi TSu. Dalam penerjemahan di bidang teknologi, kesetiaan berada pada penggunaan padanan baru (neologisme dan “translationese”) atau pemertahanan istilah dari TSu. Tujuan melakukan penerjemahan dengan metode ini ada bermacam-macam, misalnya untuk memperkenalkan metafora asing, untuk memperkenalkan ungkapan dan istilah baru guna mengisi kekosongan ungkapan dan istilah-istilah dalam BSa. 10
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2006), h. 57. Translationese adalah terjemahan yang diciptakan oleh penerjemah, tetapi belum sepenuhnya diterima oleh kalangan pembaca atau pemakai terjemahan (Nida dan Taber 1974: 124). Translationese yang diterima oleh kalangan pemakainya menjadi bagian dari kosakata BSa, misalnya kata pialang (broker; pasar modal) atau kawasan berikut (bonded zone, ekonomi, bea cukai).
24
4) Penerjemahan Semantik Dalam penerjemahan semantik, seorang penerjemah sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci, ataupun ungkapan yang yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Hal ini biasanya dilakukan dalam penerjemahan karya ilmiah atau teks hukum sesuai dengan “untuk siapa” terjemahan itu dibuat dan “untuk tujuan apa”. Penerjemahan semantik juga mempertimbangkan unsur estetika TSu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar. Kata yang hanya sedikit bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional. Contoh:
ﺭﺃﻳﺖ ﺫﺍ ﺍﻟﻮﺟﻬﺘﲔ ﺃﻣﺎﻡ ﺍﻟﻔﺼﻞ Aku lihat si muka dua di depan kelas. Terjemahan
tersebut
terlihat
menggunakan
penerjemahannya saat berhadapan dengan frasa
metode
ini,
karena
ذا اﻟﻮﺟﮭﺘﯿﻦ, yang
terjemahannya adalah si muka dua dan kebetulan frasa tersebut dikenal dalam masyarakat penutur TSa (bahasa Indonesia). Secara idiomatis, frasa si muka dua bisa saja diterjemahkan dengan si munafik. Dalam karya ilmiah ada sejumlah istilah yang sudah terdefinisi dan harus diterjemahkan
25
secara tepat dari segi semantisnya agar tidak terjadi salah paham atau salah tafsir. 5) Penerjemahan Adaptasi Metode penerjemahan ini lebih menekankan pada “isi” pesan, sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca dalam BSa. Namun demikian, penerjemah tidak mengorbankan hal-hal penting dalam TSu, seperti tema, karakter, atau alur. Metode penerjemahan ini biasanya dipergunakan untuk penerjemahan drama, puisi, atau film. Ciri lain dari metode ini adalah terjadinya peralihan budaya TSu ke budaya TSa. Dengan kata lain, ada penyesuaian kebudayaan dan struktur kebahasaan. Contoh:
ﺷﻜﻮﺕ ﺇﱃ ﻭﻛﻴﻊ ﺳﻮﺀ ﺣﻔﻈﻲ ﻓﺄﺭﺷﺪﱐ ﺇﱃ ﺗﺮﻙ ﺍﳌﻌﺎﺻﻲ ﻭﺃﺧﱪﱐ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻧﻮﺭ ﻭﻧﻮﺭﺍﷲ ﻻ ﻳﻬﺪﻱ ﻟﻌﺎﺹ Aku mengadu kepada Waki’ karena buruk hapalanku Maka aku disuruh untuk menjauhi maksiat Dan diceritakan kepadaku bahwa ilmu itu cahaya
26
Dan cahaya Allah tidak menunjuki kepada kemaksiatan
Bila memperhatikan terjemahan di atas, ada upaya dari penerjemah untuk melepaskan diri dari kungkungan struktur gramatika, meskipun struktur maknanya masih dipertahankan TSu. Akan tetapi, terjemahan teks sumber di atas masih belum benar, karena objek terjemahan adalah teks syair. Salah satu ciri penulisan syair yaitu di akhiri dengan pola rima a-a-aa, sehingga terjemahannya menjadi: Kepada Waki’ ku mengadu Buruk sekali hapalanku Jauhi maksiat katanya Ilmu itu cahaya Allah yang tidak bernoda
6) Penerjemahan Bebas Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks BSu. Tak jarang bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sekali. Biasanya metode ini dilakukan untuk memenuhi permintaan klien yang hanya ingin mengetahui isi pesannya. Dalam metode ini, terjadi perubahan drastis antara struktur TSu dan struktur luar TSa, seperti:
27
ﻳﻮﺯﻉ ﳎﻨﺎ ﻭﻻ ﻳﺒﺎﻉ Gratis atau Tidak diperjualbelikan Bila
memperhatikan
terjemahan
di
atas,
tampak
sekali
bahwa
penerjemahannya tidak ingin dikungkung oleh struktur gramatika dan struktur makna TSu. Penggunaan dengan metode ini seperti ingin memunculkan perspektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh penulis TSu. Jika teks sumber di atas diterjemahkan secara lengkap menjadi dibagi cuma-cuma dan tidak dijual. 7) Penerjemahan Idiomatik Penerjemahan idiomatik adalah penerjemahan yang mengupayakan penemuan padanan istilah, ungkapan, dan idiom dari apa yang tersedia dalam BSa. Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah dituntut untuk mereproduksi pesan dalam teks BSu. Karena metode ini mengharuskan seorang penerjemah untuk sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi lainnya. Contoh:
ﻣﻦ ﻏﺎﺏ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﲔ ﺳﻼﻩ ﺍﻟﻘﻠﺐ Jauh di mata dekat di hati Terjemahan di atas memperhatikan pengalihan idiom TSu ke dalam idiom TSa yang kebetulan mempunyai makna sejenis. Tanpa memperhatikan 28
aspek idiomatik pada TSu, maka terjemahan TSu di atas adalah sebagai berikut: orang yang tak kelihatan mata malah menjadi pengobat hati. 8) Penerjemahan Komunikatif Saat
menerjemahakan
mereproduksi
makna
dengan
metode
kontekstual
ini,
yang
seorang
sedemikian
penerjemah rupa.
Aspek
kebahasaan dan aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini mengharuskan penerjemah memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, sebab isi pesan yang terkandung dalam teks sumbernya-lah yang diutamakan, tetapi tanpa harus menerjemahkan secara bebas. Metode pepenerjemahan ini biasanya dilakukan untuk penerjemahan brosur, pengumuman ataupun tulisan popular. Contoh:
ﺇﻧﺎ ﷲ ﻭ ﺇﻧﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺭﺍﺟﻌﻮﻥ Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali (literlek) Telah meninggal dunia (komunikatif).
B. Diksi (Pilihan Kata) Perbedaan pengarang, zaman, latar belakang sosial budaya, pendidikan, dan agama memberi warna terhadap perbedaan dalam pemilihan kata. Penyair dari Jawa dengan bahasa Jawa biasanya kurang merasa puas menggunakan istilah bahasa Indonesia yang kurang tepat sama. Penyair hendaknya
29
mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya, seperti yang dialami oleh batinnya. Selain itu, seharusnya ia mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat menjilmakan setepatnya. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindera, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya segi isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi. 11 Sebagai contoh ketika ada seorang wanita yang berteriak minta “tolong!”, maka timbul reaksi dalam pikiran kita bahwa ada seseorang yang sedang meminta bantuan dari orang-orang sekitar seorang wanita tadi yang berteriak minta “tolong!”. Jadi bentuk atau ekspresinya adalah kata tolong yang diucapkan wanita tadi, sedangkan makna atau isinya adalah “reaksi yang timbul pada orang-orang sekitar yang mendengar”. Reaksi yang timbul itu dapat berwujud “pengertian” atau “tindakan” atau kedua-duanya. Karena dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan “kata”, tetapi dengan suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat, maka ada beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran kita yaitu: pengertian, perasaan, nada, dan tujuan.12 Pengertian merupakan landasan dasar untuk menyampaikan hal-hal tertentu kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan reaksi tertentu. Perasaan lebih mengarah kepada sikap pembicara terhadap apa yang dikatakannya, bertalian dengan nilai rasa terhadap apa yang dikatakan pembicara atau penulis. Nada mencakup sikap 11
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa,Cetakan ke-15 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 25. 12 Ibid., h. 25.
30
pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembacanya. Pembaca atau pendengar yang berlainan akan mempengaruhi pula “pilihan kata” dan cara menyampaikan amanat tersebut. Sedangkan tujuan yaitu efek yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis. Memahami semua hal itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari seluruh usaha untuk memahami makna dalam komunikasi. Jika kita berbicara atau menulis, maka kita akan mengumpulkan sejumlah kata-kata yang mewakili pesan yang akan disampaikan. Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata, mengandung
makna
bahwa tiap kata
mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Dengan kata lain, kata-kata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. 13 Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasai dan diungkapkan oleh seseorang. Katakata ibarat “pakaian” yang dipakai oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki “jiwa”. Setiap anggota masyarakat harus mengetahui “jiwa” setiap kata, agar ia dapat menggerakkan orang lain dengan “jiwa” dari kata-kata yang digunakannya.14 Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya. Seorang yang luas kosa katanya dan 13
Reima Tenisia, “Ketepatan Pilihan Kata Pada Terjemahan Surat-surat Nabi Saw. Dalam Buku Wejangan Dan Khutbah Nabi Saw.,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2001), h. 28. 14 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 21.
31
mengetahui
secara
tepat
batasan-batasan
pengertiannya,
akan
mengungkapkan pula secara tepat apa yang dimaksudkannya.
1. Pengertian Diksi dan Korelasinya dengan Makna a. Pengertian Diksi Diksi atau yang lazim disebut dengan pemilihan kata dalam ilmu bahasa, sesungguhnya memiliki jangkauan makna atau maksud yang jauh lebih luas daripada sekedar rangkaian kata-kata atau salinan kata-kata dalam praktik berbahasa dan bertutur sapa. Diksi tidak semata-mata berurusan dengan valensi kata, maksudnya sebuah kata dan keberterimaan/ kelaziman dari kata tertentu, manakala dia harus hadir dalam lingkungan kata-kata lain pada sebuah kalimat atau tuturan.15 Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu.
16
Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting,
karena kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi berarti pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
15 Jonni Irawan, “Analisis Diksi Dalam Buku Terjemahan Atlas al-Qur’an Karya Syauqi Abu Khalil “Versi M. Abdul Ghoffar,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003), h. 16. 16 Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004), h. 25.
32
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).17 Keraf mengungkapkan bahwa istilah diksi digunakan untuk menyatakan kata-kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, yang meliputi persoalan, fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Dengan demikian, persoalan diksi sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu, karena tidak sekedar untuk memilih kata-kata mana yang dipilih untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi menyangkut masalah frase, gaya bahasa dan ungkapan.18 Adapun menurut A. Widyamartamaya, ia yakin pada umumnya pilihan selalu diarahkan kepada kata-kata yang “tepat”, “seksama”, dan “lazim”. Ketiga unsur tadi menjadi pedoman untuk memilih kata. “Tepat”, mengenai arti dan tempatnya pula, dan kata yang tepat ditempat yang tepat. Itulah yang patut digunakan “seksama”, ialah serasi benar apa yang hendak dituturkan. “Lazim”, ialah sudah menjadi kata umum, kata yang dikenal dan dipakai dalam bahasa Indonesia. 19 Diksi menurut Kridalaksana, adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau karang mengarang. Sinonim diksi adalah pilihan leksikal. Pilihan kata sebagai sinonim diksi dapat menyesatkan, karena pilihan kata itu tidak boleh selalu
17
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke-4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 328 18 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 23. 19 A. Widyamartamaya, Seni Menggayakan Kalimat, Cetakan ke-5 (Yogyakarta:Kanisius, 1995), h. 43.
33
berupa kata (dasar atau turunan), tetapi dapat berupa kata majemuk atau frase.20 Dari beberapa definisi mengenai diksi di atas, secara umum penulis menyimpulkan diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) yang meliputi persoalan, fraseologi dan gaya bahasa, dan diarahkan kepada kata-kata yang tepat, seksama, dan lazim agar terungkapnya suatu ide atau gagasan yang dimaksud. b. Korelasi Diksi dengan Makna Jika mendengarkan orang berbicara, seseorang akan menghubungkan bunyi bahasa (fonem yang dibentuk menjadi kata) dengan gambaran yang ditimbulkan oleh kata (referensi) dan benda/ konsep yang didukung (referen). Namun, keadaan ini bisa juga bergeser dari itu, misalnya tidak semua orang akan membayangkan rasa gula jika mendengar kata manis. Ada makna lain dari itu akibat pergeseran atau perubahan tempat dan situasi, misalnya: (1) Wajahnya manis, dan (2) Kata-katanya manis. Ketepatan pilihan kata mencerminkan kemampuan sebuah kata untuk memberikan makna, dan makna yang tepat ada pada imajinasi pembaca atau pendengar. Kata manis dipoin pertama menjelaskan tentang penilaian seseorang terhadap kekhasan orang yang dimaksudnya, bentuk manis di sini bermaksud tentang senyuman atau raut muka seseorang. Sedangkan kata manis dipoin kedua menjelaskan penilaian seseorang terhadap tutur bicara seorang yang lain. Maksud kata manis pada poin pertama dan kedua di atas 20
Mohammad Hotib, “Analisis Diksi Terjemahan Buku Bulughul Maram Pada Bab Riba “Versi A. Hassan,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2001), h. 22.
34
bukan merujuk kepada manis atas rasa suatu makanan atau minuman pada alat kecap (lidah). Makna kata dapat menimbulkan reaksi pada orang yang mendengar atau membaca. Reaksi yang timbul itu dapat berwujud “pengertian” atau “tindakan”. Dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan “kata”, tetapi juga dengan suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat. Pembaca atau pendengar yang berlainan akan mempengaruhi pula pilihan kata dan cara penyampaian amanat tersebut . a.
Ketepatan Diksi
a.
Persoalan Ketepatan Pilihan Kata (Diksi) Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi. 21 Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih-milih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata menuntut pula 21
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 87.
35
kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referensinya. Bila kita mendengar seorang menyebut kata roti, maka tidak ada seorang pun yang berpikir tentang sesuatu barang yang terdiri dari unsur-unsur tepung, air, ragi, dan mentega yang telah dipanggang. Semua orang berpikir kepada esensinya yang baru, yaitu sejenis makanan, entah itu disebut roti, bread, brot, brood, pain, pains, atau apa saja istilahnya. Bunyi yang kita dengar atau bentuk (rangkaian huruf) yang kita baca akan langsung mengarahkan perhatian kita pada jenis makanan itu. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang berpikir tentang suatu hal: dan makna sebuah kata pada dasarnya diproleh karena persetujuan informal (konvensi) antara sekelompok orang untuk menyatakan hal atau barang tertentu melaui rangkaian bunyi tertentu. Atau dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau konvensi umum tentang interrelasi antara sebuah kata dengan referensinya (barang atau hal yang diwakilinya).22 b. Persyaratan Ketepatan Pilihan Kata (Diksi) Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mancapai maksud tersebut. Bahwa kata yan dipakai sudah tepat akan
22
Ibid., h. 88.
36
tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham. Keraf menyuguhkan beberapa butir persoalan mengenai ketepatan pilihan kata: 1. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannya, ia harus memilih kata yang denotatif; kalau ia menghendaki reaksi emosional tertentu, ia harus memilih kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu. 2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekiannsinonim diinginkannya.
yang
ada
untuk
Sehingga tidak
menyampaikan
menimbulkan
apa
yang
interpretasi yang
berlainan. 3. Membedakan kata-kata yang mirip dengan ejaannya. Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata
yang
mirip
tulisannya
seperti:
bahwa-bawah-bawa,
interferensi-inferensi, karton-kartun, dan sebagainya.
37
4. Hindarilah kata-kata sendiri atau ciptaan sendiri. Walaupun bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. 5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing. Terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut, seperti kultur-kultural, dan idiom-idiomatik, dan sebagainya. 6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis, seperti ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya, berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi sesuatu; takut akan, menakuti sesuatu (lokatif). 7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum. 8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. 9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal. 10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.23
23
Ibid., h. 89.
38
b. Kesesuaian Diksi a. Persoalan Kesesuaian Pilihan Kata (Diksi) Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi yang lain. Perbedaan yang sangat jelas antara ketepatan dan kesesuain adalah bahwa dalam kesesuain dipersoalkan: apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki. Ada suasana yang menuntut para hadirin bertindak lebih formal, ada pula suasana yang tidak menghendaki tindakan-tindakan yang formal. Dengan demikian, tingkah laku manusia yang berwujud yang berwujud bahasa juga akan disesuaikan dengan suasana yang formal dan nonformal tersebut. Suasana yang formal akan menghendaki bahasa yang formal. Sedangkan suasana yang nonformal menghendaki bahasa yang nonformal. Jadi secara singkat perbedaan antara persoalan ketepatan dan kesesuaian adalah: dalam persoalan ketepatan kita bertanya apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang beerlainan antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan kecocokan atau kesesuaian kita
39
mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan tidak merusak suasana atau menyimpang perasaan orang yang hadir.24
b. Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata (Diksi) Selain unsur-unsur bahasa yang dikuasai dan dikenal oleh seluruh anggota masyarakat bahasa, ada juga unsur bahasa yang terbatas penuturannya. Walaupun mereka berada di dalam masyarakat yang sama. Unsur-unsur semacam ini dikenal ini dengan berbagai macam nama seperti bahasa slang, jargon, bahasa daerah atau unsur daerah, dan sebagainya. Kata-kata yang termasuk dalam kelompok ini harus dipergunakan secara hati-hati agar tidak merusak suasana. Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh penulis dan pembicara agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu situasi dan menghindari ketegangan antara penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para pembicara, yaitu: 1. Hindarialah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandard dalam suatu situasi yang formal. 2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata populer.
24
Ibid., h. 103.
40
3. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Istilah jargon memiliki beberapa pengertian. Pertama, jargon mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan atau aneh. Tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek hibrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca.25 Makna yang ketiga mempunyai ketumpangtindihan dengan bahasa ilmiah. Dalam hal ini, jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya. Seperti kata sikon (situasi dan kondisi), prokon (pro dan kontra), dan lain-lain.26 4. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang. Kata slang adalah kata-kata nonstandar yang informal, yang disusun secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan.27 Kata-kata slang sering dipinjam dari kosa kata yang khusus dalam jabatan-jabatan tertentu. Kata-kata slang mengandung dua kekurangan. Pertama, hanya sedikit yang dapat hidup terus; kedua, pada umumnya kata-kata slang selalu menimbulkan ketidaksesuaian. Beberapa contoh kata-kata slang seperti rapi jali, mana tahan, eh… ketemu lagi, dan sebagainya. Kesegaran dan daya guna kata-kata slang hanya 25 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 107. 26 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), Cetakan ke-1 (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 16. 27 Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 108.
41
dirasakan pada saat pertama kali ia dipakai. Tetapi karena terlalu sering dipakai, segera akan lusuh dan kehilangan tenaganya. 5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. 6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). 7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.
2. Peranti-peranti Diksi a. Penggunaan Kata Bersinonim Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinonimi adalah hubungan antara bentuk bahasa yang mirip atau sama maknanya, sedangkan sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa lain/muradif.28 Keraf mendefinisikan sinonimi dengan suatu istilah yang memiliki pengertian (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama, dan (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Sebaliknya, sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama (syn = sama, onoma = nama).29 Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat menggantikan dan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama. Misalnya, kata dibuat bersinonim dengan dibikin, diciptakan, dan
28
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke-4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1315. 29
Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 34.
42
dikreasikan. Dalam penggunaan kalimat, keempat kata tersebut tidaklah semuanya bisa saling menggantikan satu sama lain.30
b. Penggunaan Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi Makna denotatif disebut juga makna yang sebenarnya, makna objektif, makna apa adanya, makna polos, atau makna konseptual. Makna konotatif disebut juga makna asosiatif, yaitu makna yang ditimbulkan oleh sikap sosial dan sikap pribadi karena adanya rasa tambahan dari makna konseptual tadi. Makna denotatif biasanya berdasarkan logika, sedangkan makna konotatif biasanya berdasarkan nilai rasa semata.31 Tabel di bawah ini akan mempermudah kita untuk memahami perbedaan antara contoh kata yang bermakna denotasi dan konotasi, Kata
Makna Denotatif
Makna Konotatif
Berpulang rahmatullah
ke Mati
Ada unsur doa, sakral, hormat, agamis
30
Markhamah, dkk., Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2009), h. 13. 31 Mahmudah Fitriyah ZA dan Ramlan Abdul Gani, Pembinaan Bahasa Indonesia (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007), h. 79.
43
Mangkat
Mati
Hanya berlaku untuk raja, kaum bangsawan
Tutup usia
Mati
Orang yang dihormati, sudah sangat tua
Tewas
Mati
Mengerikan, tragis
Gugur
Mati
Pahlawan, pejuang
Meninggal dunia
Mati
Orang biasa
Mampus
Mati
Marah, benci, kasar
Gambar tabel 1. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada keterkaitan antara sinonim dengan makna denotatif dan konotatif. Jadi, sinonim adalah
44
dua kata atau lebih yang sama makna denotatifnya, namun berbeda makna konotatifnya. c. Penggunaan Kata Umum dan Khusus Kata umum dan kata khusus dikategorikan berdasarkan ruang lingkupnya. Maksudnya, ruang lingkup kata khusus lebih sempit daripada kata umum. Makin umum ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkup suatu kata makin khusus sifatnya. Karena kata umum susah dipahami pembaca/ pendengar, penggunaannya dalam karangan harus selektif karena pemakaiannya yang berlebihan akan mengakibatkan karangan tersebut kabur bahkan tidak jelas sama sekali. Kata khusus (hiponim) ialah bentuk (istilah) yang maknanya terangkum oleh bentuk kata umum (superordinat)-nya yang bermakna lebih luas, misalnya kata mawar, melati, anggrek, dahlia masing-masing hiponim terhadap kata bunga sebagai superordinatnya. Kata Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Kong Hu Chu adalah kata khusus (hiponim) terhadap agama (superordinat). Hubungan semantiknya adalah antara makna umum (superordinat) dan makna khusus/ spesifik (hiponim) atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonominya.32 d. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang sulit dipahami oleh pembaca/ pendengar karena referennya berupa konsep. Konsep ialah gambaran dari objek atau proses yang berada di luar bahasa dan memahaminya harus
32
Ibid., h. 84.
45
menggunakan akal-budi. Kata peradaban – misalnya – tidak dapat ditunjukkan dengan hanya memperlihatkan sesuatu benda, gambarnya atau replika/ modelnya, namun harus dijelaskan dengan definisi yang panjanglebar, bahkan dengan literatur yang tidak sedikit. Kata konkret ialah katakata yang mudah dipahami karena referennya dapat dilihat, didengar, dirasakan, atau diraba. Kata monyet – misalnya – referennya dapat ditunjukkan dengan cara melihat gambarnya. Di samping itu, untuk menunjukkan referennya, orang bisa pergi ke hutan atau ke kebun bianatang dengan cara melihat/ menunjukkan benda aslinya. Ditinjau dari aspek morfologis, kata benda (nomina) yang dibentuk dengan ke-an dan pe-an sebagian besar menjadi kata abstrak, 33 misalnya keadilan, kekuasaan, kelainan, kebodohan, perbedaan, perselisihan, pendidikan, dan sebagainya. e. Penggunaan Bentuk Idiomatik Idiom adalah adalah: (1) konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna hanya karena yang lain, (2) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggotaanggotanya.
34
Keraf mendefinisikan idiom dengan pola-pola struktural
yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis
33
Ibid., h. 83. Markhamah, dkk., Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2009), h. 26. 34
46
atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.35 Misalnya kata kambing hitam pada kalimat, “Dalam peristiwa kebakaran itu hansip menjadi kambing hitam, padahal dia tidak tahu apaapa.” Makna kambing hitam secara keseluruhan tidak sama dengan makna kambing dan hitam. Berikut ini adalah kata-kata yang bersifat idiomatik dan tidak idiomatik, Kata idiomatik (betul)
Kata tidak idiomatik (salah)
Hormat akan
Hormat atas
Hormat kepada
Hormat sama
Hormat terhadap Terdiri atas
Terdiri dari
Bertemu dengan
Bertemu sama Gambar tabel 1. 2.
C. Syair Syair adalah bentuk kesusastraan yang paling tua. Para ahli ‘aruud ()اﻠﻌﺮﻮض36 mengatakan bahwa pengertian syair sama dengan nazm ()اﻠﻧ ﻇﻢ,37 yaitu اﻟﻜﻼم 35
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 109. 36 Secara etimologis ‘( ﻋﺮوضArud) adalah ( اﻠﻄﺮﯿﻖ اﻠﺼﻌﺐjalan yang sulit), اﻟ ﻨﺎﺤﯿﺔ (aspek), ( اﻠﺳﺤﺎبawan tipis), ( ﻤﻜ ﺔ اﻠﻣﺷﺮﻓﺔkota Mekah), ( اﻟﻣﺪﯿﻨﺔ اﻟﻣ ﻧﻮﺮةkota Medinah). Secara istilah ‘Aruud adalah ﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﺣﺎﻓﺎﺕ ﻋﻠﻢ ﺑﺄﺻﻮﻝ ﻳﻌﺮﻑ ﺑﻪ ﺻﺤﻴﺢ ﺃﻭﺯﺍﻥ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻭ ﻓﺎﺳﺪﻫﺎ ﻭﻣﺎ ﻳﻌﺘﺮ. (Ilmu yang dapat mengetahui benar dan salahnya sebuah pola irama syair dilihat dari segi zihaaf dan ‘illahnya). Abdussalaam Syaraaqy, Al-‘Aruud wa al-Qaafiah, (Tanta: Al-Tijariyah, 1945), Cet. Ke-6, h. 3.
47
“ اﻟﻤﻮْزوْن اﻟﻤﻘَﻔَﻰ ﻗﺼﺪاkata-kata yang berpola irama dan berqafiah diciptakan dengan sengaja”. Berdasarkan definisi ini syair mengandung empat unsur utama yaitu; pertama اﻠﻜﻼمartinya bahasa. Jadi syair adalah bahasa atau katakata. Unsur ini merupakan unsur yang sangat pokok. Tanpa kata-kata atau bahasa syair tidak akan disebut syair. Unsur kedua dari definisi syair adalah wazn artinya keseimbangan. Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah keseimbangan bunyi. Untuk istilah ini penulis lebih cenderung untuk mengartikan wazn dengan pola irama. Jadi salah satu unsur syair yang paling penting adalah pola irama. Tanpa pola irama tertentu syair tidak dapat dibedakan dengan prosa. Taahaa Husain berpendapat bahwa syair adalah kata-kata yang bersandar kepada irama dan wazn (pola irama). Karena itu syair tesusun atas bagian-bagian yang sama dalam hal panjang pendeknya dan berharkat atau tidaknya suatu kata. Unsur syair yang ketiga adalah qaafiah, yaitu kata terakhir dalam setiap bait syair.38 Dengan kata lain qaafiah diartikan dengan arti sajak, yaitu persamaan bunyi setiap akhir bait. Sebuah kasidah akan terasa lebih indah manakala setiap akhirya menggunakan bunyi yang sama. Unsur yang keempat adalah ( ﻘﺼﺪاkesengajaan). Syair baru dapat dikatakan syair manakala disusun
37
Nazm ( ) ﻨﻇﻢadalah sebuah karya puisi yang tidak mengandung khayal. Fathurrahman Rauf, Syair-Syair Cinta Rasul: Studi Tahlily atas Corak Sastra Kasidah Burdah Karya al-Busiry (Jakarta: Puspita Press, 2009), h. 114. 38 Menurut al-Akhfasy, qaafiah adalah kata akhir untuk sebuah bait syair. Khalil ibn Ahmad berpendapat bahwa qaafiah adalah dua sukun yang berada pada akhir bait syair, di antaranya dua sukun tersebut terdapat huruf-huruf hidup.
48
dengan sengaja, tidak secara kebetulan. Syair tidak tidak dapat dikatakan syair kalau tidak dengan sengaja disusun.39 Di samping empat unsur syair sebagaimana tersebut di atas pujangga Arab menambah satu unsur syair lain, yaitu khayal (imajinasi). Mereka mengatakan syair adalah:
ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺍﻟﻔﺼﻴﺢ ﺍﻟﻤﻮﺯﻭﻥ ﺍﻟﻤﻘﻔﻰ ﺍﻟﻤﻌﺒﺮ ﻏﺎﻟﺒﺎ ﻋﻦ ﺻﻮﺭ ﺍﻟﺨﻴﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﻳﻊ Syair adalah kata-kata fasih, berpola-irama, dan bersajak, yang mampu mengekspresikan imajinasi yang indah. Bagi para pujangga Arab khayal tidak dapat dipisahkan dengan syair. Sebab, sebuah karya sastra tidak dapat dikatakan syair manakala hanya terdiri atas unsur bahasa, irama dan sajak saja, tanpa adanya khayal. Bahkan di antara para ahli sastra ada yang mengatakan karya sastra yang berbentuk prosa dapat dikatakan syair manakala mengandung khayal yang indah, sekali pun tidak mengandung irama dan sajak tertentu. Khayal-lah yang membedakan antara nazm dengan syair. Nazm lebih menekankan pada pemikiran ilmiah sedangkan syair pada khayal (imajinasi). Contoh, ﺍﻟﻔﻴﺔ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚlebih tepat disebut nazm daripada syair, karena ia tidak mengandung daya imajinasi yang indah, tetapi mengandung unsur ilmu pengetahuan, yaitu kajian ilmu nahwu dan ilmu saraf.
39
Rauf, Syair-Syair Cinta Rasul, h. 115.
49
Herman J. Waluyo menjelaskan dalam buku Syair-Syair Cinta Rasul: Studi Tahlily atas Corak Sastra Kasidah Burdah Karya al-Busiry yang dikarang oleh Prof. Dr. KH. Fathurrahman Rauf, bahwa puisi/ syair adalah karya sastra yang bersifat imajinatif yang berciri khas menggunakan pengulangan suara. Pengulangan kata tersebut menghasilkan rima, ritme, dan musikalitas.40 Lebih dari itu puisi/ syair juga merupakan luapan spontanutas dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada emosi dan berpadu kembali dalam kedamaian. Singkatnya, puisi/ syair adalah karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seorang penyair secara imajinatif dan disusun dalam bentuk bahasa yang indah, diwarnai dengan irama dan musik. Syair memiliki ciri-ciri bentuk, a. Tiap-tiap bait terdiri dari 4 baris. b. Tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata. c. Susunan vertikal sajak akhirnya merupakan sajak sama, yang dapat dirumuskan dengan a-a-a-a. d. Keempat barisnya berturut-turut mempunyai hubngan logis. e. Isi dari syair umumnya berupa nasehat, cerita, dongeng, lukisan peristiwa, pengajaran mistik, dan lain-lain.41
40 41
Ibid., h. 117. Soetarno, Peristiwa Sastra Melayu Lama (Surakarta: Widya Duta, 1967), h. 31.
50
BAB III Biografi Pengarang Kitab Ta’lim al-Muta’allim dan Karya Monumentalnya
A. Biografi Pengarang Kitab Ta’lim al-Muta’allim
Sampai saat ini, masih belum jelas tentang nama asli al-Jarnuzi itu sendiri. Pendapat pertama beranggapan bahwa, Syekh al-Jarnuzi yang dikenal sebagai pengarang kitab Ta’lim al-Muta’allim bernama lengkap Syekh Tajuddin Nu’man bin Ibrahim bin al-Khalil Zarnuji, yang juga dikenal sebagai seorang sastrawan dari Bukhara dan termasuk ulama yang hidup pada abad ke-7 H, atau sekitar abad ke 13-14 M. Pendapat kedua beranggapan bahwa, nama asli Syekh al-Zarnuji adalah Burhanuddin al-Zarnuji, yang hidup sekitar abad ke-6 H. Pendapat ketiga beranggapan bahwa nama asli Syekh al-Zarnuji adalah Burhan al-Islam. Pendapat ke-3 ini tidak diketahui jelas tentang masa hidup al-Zarnuji. Kata al-Zarnuji itu sendiri berasal dari kota bernama Zarnuj,1 yakni sebuah kota yang menurut al-Qarasyi berada di Turki. Sedang menurut Yaqut, berada di Turkistan di sebelah sungai Tigris, yang jelas kedua kota tersebut dulunya masuk Transoxiana. Namun ada pendapat lain yang mengatakan Syekh al-Zarnuji berasal dari kota Zarandj, yakni sebuah kota di wilayah Persia yang pernah menjadi ibu kota Sidjistan yang terletak di sebelah selatan Herat. 1
M. Slamet Yahya, “Atmosfir Akademis dan Nilai Estetik Kitab Ta’lim al-Muta’allim,”
artikel diakses pada 14 September 2011 dari http://dc 124.4shared.com/download/CbBcNCQi/12atmosfir-akademis-dan-nilai.pdf
48
Plessner, dalam The Encyclopedia of Islam mengatakan bahwa nama asli Syekh al-Zarnuji sampai sekarang belum diketahui secara pasti, begitu pula karir dan kehidupannya. Menurut M. Plessner, al-Zarnuji hidup antara abad ke12 dan ke-13, dan dia adalah seorang ulama fiqh bermazhab Hanafiyah dan tinggal di wilayah Persia.2
Plessner juga merujuk data yang dinyatakan oleh Ahlwardt dalam katalog perpustakaan Berlin, Nomor III, bahwa al-Zarnuji hidup pada sekitar tahun 640 H (1243 M), perkiraan ini didasarkan pada informasi dari Mahbub B. Sulaeman al-Kafrawi dalam kitabnya, A’lam al-Akhyar min Fuqaha’ Madzhab al-Nu’man al-Mukhdar, yang menempatkan al-Zarnuji dalam kelompok generasi ke-12 ulama mazhab Hanafiyah.
Kemudian, Plessner mengumpulkan data berupa nama-nama sejumlah ulama yang diidentifikasikan sebagai guru al-Zarnuji, atau paling tidak, mereka yang
pernah
berhubungan
langsung
dengannya,
kemudian
Plessner
menyimpulkannya. Di antaranya adalah Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani (w. 593 H/ 1195 M), Imam Fakhr al-Islam Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592 H/ 1196 M), Imam Zahir al-Din alHasan bin Ali al-Marghinani (w. 600 H/ 1204 M), Imam Fakhr al-Din alKhasani (w. 587 H/ 1191 M), dan Imam Rukn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade (491-576 H).
2
Ibid., h. 2.
49
Berdasarkan data di atas, Plessner menyimpulkan bahwa waktu kehidupan al-Zarnuji lebih awal dari waktu yang diperkirakan oleh Ahlwardt, yakni sekitar tahun 640 H (1243 M). Namun, Plessner sendiri tidak menyebut tahun secara pasti, hal lain yang disimpulkan secara lebih meyakinkan adalah bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim ditulis setelah tahun 593 H.
Ahmad Fuad al-Ahwani memperkirakan bahwa al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H/ 1195 M. Dengan demikian, belum diketahui hidupnya secara pasti, namun jika diambil jalan tengah dari berbagai pendapat di atas, alZarnuji wafat sekitar tahun 620-an H.
B. Kitab Ta’lim al-Muta’allim, Karya Monumental al-Zarnuji
Kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya al-Zarnuji yang sampai sekarang masih ada. Menurut Haji Khalifah dalam bukunya Kasyf alZunun ‘an Asami’ al-Kitab al-Funun, dikatakan bahwa di antara 15000 judul literatur yang dimuat pada abad ke-17 itu tercatat penjelasan bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya al-Zarnuji.
Kitab ini telah diberi syarah oleh Ibrahim bin Ismail yang diterbitkan pada tahun 996 H. Kitab ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Abdul Majid bin Nusuh bin Israil dengan judul Irsyad al-Ta’lim fi Ta’lim alMuta’allim.
Kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diakui oleh ilmuwan Barat dan Timur. Di barat, kitab Ta’lim al-Muta’alim pernah diterjemahkan ke dalam
50
bahasa Latin dengan judul Enchiridion Studiosi, telah dilakukan sebanyak dua kali yakni oleh H. Roland pada tahun 1709 dan oleh Caspari pada tahun 1838, dan kitab ini hampir tersedia di seluruh perpustakaan di Dunia pada jamannya.3
Muhammad bin Abdul Qadir Ahmad menilai kitab Ta’lim al-Muta’allim sebagai karya monumental, yang mana orang alim seperti al-Zarnuji pada saat hidupnya disibukkan dengan dunia pendidikan, sehingga hidupnya hanya dihabiskan untuk menulis sebuah buku.
Tetapi pendapat lain mengatakan bahwa kemungkinan karya lain alZarnuji ikut hangus terbakar karena penyerbuan biadab (invation barbare) bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jenghis Khan (1220-1225 M), yang menghancurkan dan menaklukkan Persia Timur, Khurasan dan Transoxiana yang merupakan daerah terkaya, termakmur dan berbudaya Persia yang cukup maju, hancur lebur berantakan, tinggal puing-puingnya.
Sejauh pencarian yang telah dilakukan, utamanya pencarian melalui referensi-referensi dan sumber lain yang terkait dengan kitab Ta’lim alMuta’allim, penulis tidak menemukan tentang biografi penerjemah kitab tersebut, yaitu Achmad Sunarto. Oleh karenanya, pada bab tiga ini penulis hanya menuliskan tentang biografi pengarang kitab Ta’lim al-Muta’allim saja, yaitu Syekh al-Zarnuji, dan disertai dengan karya monumentalnya
3
Ibid., h. 3.
51
BAB IV
Analisis Data Terkait Diksi dan Konstruksi Kalimat Dalam Terjemahan Syair Kitab Ta’lim al-Muta’allim Pada bab ini, penulis akan menganalisis kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim terkait dengan diksi yang terdapat pada teks-teks syair kitab tersebut. Dalam tahapan analisis tersebut penulis juga akan melampirkan tabel yang di dalamnya terdapat beberapa kosakata (mufrodat) dari Tsu yang akan dianalisis, yaitu kosakata-kosakata teks syair, disertakan dengan artinya dalam kamus. Namun sebelum itu, penulis akan memberikan beberapa rumusan masalah sebagai langkah dalam proses menganalisa data, yaitu: Metode penerjemahan apakah yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim? Apakah metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto berpengaruh terhadap makna syair kitab Ta’lim al-Muta’allim? Apakah diksi yang digunakan Achmad Sunarto dalam menerjemahkan syair kitab Ta’lim al-Muta’allim sudah semunya tepat dan sesuai, serta apakah unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair Ta’lim alMuta’allim sudah sesuai dengan ciri-ciri dalam penulisan sebuah syair?
52
Dalam kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim sendiri ada beberapa pasal/ bab, yang masing-masing bab tersebut beda pembahasannya. Oleh karena itu, penulis juga akan melampirkan data-data yang terkait dalam proses analisa ini. 1. Pasal (bab) 1, tentang Hakikat Ilmu, Fiqh dan Keutamaannya
ﺎﻣِ ِﺪﺤﻮﺍﻥﹲ ﻟِﻜﹸﻞﱢ ﺍﻟﹾﻤﻋِﻨﻞﹲ ﻭﻓﹶﻀﻭ
ِﻠِﻪ ﻟِﺄﹶﻫﻦﻳ ﺯ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢﻠﱠﻢﻌﺗ
ِﺍﺋِﺪﻮﺭِ ﺍﻟﻔﹶﻮﺤ ﻓِﻲ ﺑﺢﺒﺍﺳ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢِ ﻭﻣِﻦ
ٍﺓﺎﺩﻮﻡٍ ﺯِﻳﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﻳﻔِﻴﺪﺘﺴ ﻣﻛﹸﻦﻭ
ِﻝﹸ ﻗﹶﺎﺻِﺪﺪﺍﹶﻋﻘﹾﻮﻯ ﻭﺍﻟﺘ ﻭﺍِﻟﹶﻰ ﺍﻟﺒِﺮ
ٍﻞﹸ ﻗﹶﺎﺋِﺪ ﺍﹶﻓﹾﻀ ﻓﺈﻥﱠ ﺍﻟﻔِﻘﹾﻪﻔﹶﻘﱠﻪﺗ
ِﺍﺋِﺪﺪﻤِﻴﻊِ ﺍﻟﺸ ﺟﺠِﻰ ﻣِﻦﻨ ﻳﻦﺍﳊِﺼﻮﻯ ﻫﻦِ ﺍﳍﹸﺪﻨ ﺍﳍﹶﺎﺩِﻯ ﺍِﱃﹶ ﺳﺍﻟﻌِﻠﹾﻢﻮﻫ ِﺎﺑِﺪ ﺍﹶﻟﹾﻒِ ﻋﻄﹶﺎﻥِ ﻣِﻦﻴﻠﹶﻰ ﺍﻟﺸ ﻋﺪﺍﹶﺷ
ﺎﻋﺭﻮﺘﺍ ﻣﺍﺣِﺪﺎ ﻭﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻓﹶﻘِﻴﻬ
Terjemahannya, “Belajarlah, karena ilmu itu sebagai hiasan bagi ahlinya, merupakan kelebihan dan tanda dari segala perbuatan terpuji.” “Jadilah kamu seorang yang memperoleh faidah menambah ilmu setiap hari, dan berenanglah kamu dalam lautan faidah.”
53
“Belajarlah Ilmu Fiqih, karena Fiqih itu merupakan penuntun yang paling utama; untuk berbuat kebaikan, takwa dan tujuan yang lurus.” “Ia merupakan rambu-rambu kepada jalan petunjuk; dan sebagai benteng yang dapat menyelamatkan dari segala marabahaya.” “Karena sesungguhnya Pakar Fiqih yang perwira; lebih berat bagi syetan (untuk mengganggu) daripada seribu orang ahli ibadah (yang tidak alim fiqih).” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang cocok,
(mufrodat)
digunakan
tepat, dan sesuai
/ frase
penerjemah dan
untuk digunakan
Kasusnya
ﻓﻀﻞ
Kebaikan,
Kelebihan;
Kelebihan,
kasusnya tidak
Kehormatan,
tepat dalam
Keunggulan,
penggunaannya
Keutamaan
Keutamaan1
ﻛﻞﹼ
1
Masing-masing,
Segala; kasusnya
Tiap-tiap, Semua,
adalah dari kata
Seluruh, Segala
itu bermakna
Tiap-tiap
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 1061.
54
sesuatu,
umum dan tidak
Siapapun2
tepat
Yang memberi
Rambu-rambu;
petunjuk, Asma
kasusnya makna
Allah Ta’ala,
kata itu abstrak
Yang mendahului3
dan tidak sesuai
ﺍﳍﺎﺩﻯ
Penuntun, Jalur
dalam penggunaannya
ﺍﻟﺸﺪﺍﺋﺪ
Kesengsaraan,
Marabahaya;
Marabahaya,
kasusnya
Kesulitan,
bermakna
Kekerasan4
konotatif
Wara’,
Perwira;
Menghindari
kasusnya tidak
dosa5
sesuai dalam
ﻋﺎﻣﺘﻮﺭ
Kesengsaraan
Wara’
penggunannya
ﺪ ﺃﺷ
Lebih kuat, keras,
Lebih berat;
lebih sukar6
kasusnya tidak
2
Ibid., h. 1226.
3
Ibid, h. 1496.
4
Ibid, h. 702.
5
Ibid., h. 1553.
Lebih sukar
55
tepat terhadap konteks Gambar tabel 1. a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto pada teks syair di atas adalah kata per kata. b. Metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto berpengaruh terhadap makna syair di atas. Ada beberapa kata yang tidak tepat dan kurang sesuai dalam penggunannya, sehingga bisa menimbulkan perubahan makna syair yang terkandung di dalamnya. c. Diksi yang digunakan Achmad Sunarto dalam menerjemahakan teks syair di atas belum semuanya tepat dan sesuai. Hal itu terlihat dari adanya beberapa kata yang salah dalam penngunaannya, sehingga menyebabkan distorsi makna. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulian sebuah syair. Sehingga menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas. Jadi, terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ﺎﻣِ ِﺪﺤﺍﻥﹲ ﻟِﻜﹸﻞﱢ ﺍﻟﹾﻤﻮﻋِﻨﻞﹲ ﻭﻓﹶﻀﻭ
6
ِﻠِﻪ ﻟِﺄﹶﻫﻦﻳ ﺯ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢﻠﱠﻢﻌﺗ
Ibid., h. 702.
56
ِﺍﺋِﺪﻮﺭِ ﺍﻟﻔﹶﻮﺤ ﻓِﻲ ﺑﺢﺒﺍﺳ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢِ ﻭﻣِﻦ
ٍﺓﺎﺩﻮﻡٍ ﺯِﻳﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﻳﻔِﻴﺪﺘﺴ ﻣﻛﹸﻦﻭ
ِﻝﹸ ﻗﹶﺎﺻِﺪﺪﺍﹶﻋﻘﹾﻮﻯ ﻭﺍﻟﺘ ﻭﺍِﻟﹶﻰ ﺍﻟﺒِﺮ
ٍﻞﹸ ﻗﹶﺎﺋِﺪ ﺍﹶﻓﹾﻀ ﻓﺈﻥﱠ ﺍﻟﻔِﻘﹾﻪﻔﹶﻘﱠﻪﺗ
ِﺍﺋِﺪﺪﻤِﻴﻊِ ﺍﻟﺸ ﺟﺠِﻰ ﻣِﻦﻨ ﻳﻦﺍﳊِﺼﻮﻯ ﻫﻦِ ﺍﳍﹸﺪﻨ ﺍﳍﹶﺎﺩِﻯ ﺍِﱃﹶ ﺳﺍﻟﻌِﻠﹾﻢﻮﻫ ِﺎﺑِﺪ ﺍﹶﻟﹾﻒِ ﻋﻄﹶﺎﻥِ ﻣِﻦﻴﻠﹶﻰ ﺍﻟﺸ ﻋﺪﺍﹶﺷ
ﺎﻋﺭﻮﺘﺍ ﻣﺍﺣِﺪﺎ ﻭﻓﹶﺈِﻥﱠ ﻓﹶﻘِﻴﻬ
Belajarlah, ilmu itu hiasan bagi yang memiliki Yang menandai keutamaan dari tiap-tiap yang terpuji Jadilah orang yang ilmunya bertambah karena berfaidah Dan berenanglah dalam lautan faidah Pelajarilah ilmu fiqih! Ia penuntun yang paling utama Kepada kebaikan, takwa dan maksud utama Ia penuntun menuju jalan kebenaran Serta menjadi benteng penyelamat dari segala kesengsaraan Karenanya syetan lebih sukar mengganggu pakar fikih yang wara’ Daripada seribu orang ahli ibadah
57
2. Pasal (bab) II, tentang Niat Untuk Belajar Syair Pertama
ﻚﺴﻨﺘﺎﻫِﻞﹲ ﻣ ﺟﻪﻣِﻨﺮﺍﹶﻛﹾﺒﻭ
ﻚﺘﻬﺘ ﻣﺎﻟِﻢ ﻋﺮ ﻛﹶﺒِﻴﺪﻓﹶﺴ
ﻚﺴﻤﺘﻨِﻪِ ﻳﺎ ﻓِﻲ ﺩِﻳ ﺑِﻬِﻤﻦﻟِﻤ
ﺔﹲﻤﻈِﻴ ﻋﻦﺎﻟﹶﻤِﻴﺔﹲ ﻓِﻲ ﺍﻟﻌﻨﺎﻓِﺘﻤﻫ
Terjemahannya, “Kerusakan besarlah jika seorang alim berbuat nekad dalam agama; dan kerusakan yang lebih besar lagi orang bodoh berlagak alim dan khusu’.” “Keduanya merupakan fitnah yang besar di seluruh alam; bagi orang yang mengikutinya dalam melakukan agamanya.” Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk
Kata
Makna Asal
digunakan
ﻣﺘﻬﺘﻚ
7
Terkoyak, terbuka
Berbuat nekad;
kedok/ aibnya,
kasusnya tidak
berbuat dengan
tepat dalam
Cuek
Ibid., h.1487.
58
tanpa malu7
penggunaannya, dan maknanya abstrak
ﺃﻛﱪ
Terbesar, paling
Lebih besar; tidak
Paling besar
besar8
tepat diksinya
(karena TSu menunjukkan bentuk komparatif)9
ﻓﺘﻨﺔ
Kesesatan, aib/
Fitnah; salah
noda, syetan,
dalam konteks
kerusakan,
leksikal
Penyesat
syetan10 Gambar tabel 2. 1.
8
Ibid., h.1184.
9
Dalam bahasa Arab dikenal dengan adanya pola/ bentuk komparatif dan pola/ bentuk
superlatif. Keduanya termasuk ke dalam ism tafdhil, yaitu ism yang maknanya lebih, paling, maha, dan ter-. Untuk pola/ bentuk komparatif, polanya adalah ْ ﻣِﻦ+ ُ أﻓْﻌَﻞ, yang dalam bahasa Indonesia sama maknanya dengan kata lebih + dari. Sedangkan untuk superlatif, polanya adalah ُأَﻓْﻌَﻞ, yang dalam bahasa Indonesia sama maknanya dengan kata paling atau ter-. Lihat Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab- Indonesia (Pamulang: Dikara, 2010), h. 25. 10
Ibid., h. 1033.
59
Kata ﺴﻚ ﻤﺘ ﻳyang merupakan bentuk fi’il mudhari’ dari kata ﻚﺴﻤﺘﻳ-ﻚﺴﻤﺗ yang bermakna: memegang sesuatu, dan berpegang pada,11 diartikan penerjemah dengan ‘mengikutinya dalam melakukan’. Penulis mengambil kesimpulan dari terjemahan ‘mengikutinya dalam melakukan’ maksudnya adalah orang yang belum punya pendirian (dalam arti imannya mudah goyah). Di samping kalimatnya yang konkret, menurut penulis kalimat orang yang belum punya pendirian (dalam konteks ini imannya masih goyah) mudah dipahami. Jadi, terjemahan yang benar untuk syair
ﻚﺴﻨﺘﺎﻫِﻞﹲ ﻣ ﺟﻪﻣِﻨﺮﺍﹶﻛﹾﺒﻭ
ﻚﺘﻬﺘ ﻣﺎﻟِﻢ ﻋﺮﻛﹶﺒِﻴﺪﻓﹶﺴ
ﻚﺴﻤﺘﻨِﻪِ ﻳﺎ ﻓِﻲ ﺩِﻳ ﺑِﻬِﻤﻦﻟِﻤ
ﺔﹲﻤﻈِﻴ ﻋﻦﺎﻟﹶﻤِﻴﺔﹲ ﻓِﻲ ﺍﻟﻌﻨﺎﻓِﺘﻤﻫ
adalah Kerusakan besar bagi seorang alim yang cuek Dan paling rusak lagi bagi yang bodoh lagi berlagak Keduanya penyesat besar di dunia Apalagi pengikutnya Syair Kedua 11
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 570.
60
ِﺎﺩﺷ ﺍﻟﺮﻞٍ ﻣِﻦ ﺑِﻔﹶﻀﺎﺩِ ﻓﹶﺎﺯ ﻟِﻠﹾﻌِﻤ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢ ﻃﹶﻠﹶﺐﻦﻣ ِﺎﺩ ﺍﻟﹾﻌِﺒﻞٍ ﻣِﻦﻞِ ﻓﹶﻀﻴﻟِﻨ
ِﻪﺍﻥِ ﻃﹶﺎﻟِﺒِﻴﺮﺴﺎ ﻟﹶﺨﻓﹶﻴ
Terjemahannya, “Barangsiapa menuntut ilmu karena mencari pahala, maka berbahagialah ia dengan karunia dari Allah.” “Maka alangkah ruginya bagi penuntut ilmu hanya untuk memperoleh kelebihan dari sesama manusia.”
Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻋﻤﺎﺩ
Tiang, penopang,
Pahala; kasusnya
baptis (bakti)12
tidak sesuai
Bakti
makna leksikalnya
12
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 970.
61
ﺎﺩ ﺍﻟﹾﻌِﺒﻞٍ ﻣِﻦﻓﹶﻀ
-
Kelebihan dari
Mengharap
sesama manusia;
pujian
kasusnya masih bersifat abstrak Gambar tabel 2.2. Kata ﻓﹶﺎﺯyang semula di kamus maknanya adalah kemenangan, kesuksesan, dan memperoleh,13 baiknya disederhanakan menjadi berbahagialah. Sebab setelah kata faaza ada kata afdholun dan min al-rosyaad yang bila diartikan dari keduanya menjadi memperoleh keutamaan dari kebenaran. Pesan dari klausa memperoleh keutamaan dari kebenaran tentunya belum bisa kita pahami, sebab masih bersifat abstrak. Oleh karenanya, penulis mengganti klausa tersebut dengan kata berbahagialah. Kata ini dirasa sangat efektif dan mudah dipahami oleh kita sebagai pembaca. Jadi, pesan yang dimaksud dari kalimat ِﺎﺩﺮﺷ ﺍﻟﻞٍ ﻣِﻦ ﺑِﻔﹶﻀ ﻓﹶﺎﺯadalah berbahagialah!
Pada terjemahan bait kedua, penulis menyederhanakan terjemahannya menjadi orang yang menuntut ilmu karena dipuja, merugilah!. Terjemahan ini dirasa tepat dan cocok untuk teks syair di bait yang kedua. Persoalan diksi pada terjemahan tersebut dirasa masih kaku dalam mengolah kata, jadi penulis sederhanakan menjadi hasil terjemahan yang sesederhana mungkin. Jadi, hasil terjemahan yang tepat untuk teks syair 13
Ibid., h. 1077.
62
ِﺎﺩﺷ ﺍﻟﺮﻞٍ ﻣِﻦ ﺑِﻔﹶﻀﺎﺩِ ﻓﹶﺎﺯ ﻟِﻠﹾﻌِﻤ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢ ﻃﹶﻠﹶﺐﻦﻣ ِﺎﺩ ﺍﻟﹾﻌِﺒﻞٍ ﻣِﻦﻞِ ﻓﹶﻀﻴﻟِﻨ
ِﻪﺍﻥِ ﻃﹶﺎﻟِﺒِﻴﺮﺴﺎ ﻟﹶﺨﻓﹶﻴ
Siapa yang menuntut ilmu karena bakti, bahagialah! Siapa yang menuntut ilmu karena dipuji, merugilah! Syair Ketiga
ِ ﺍﻟﺬﱠﻟِﻴﻞﺎ ﺍﹶﺫﹶﻝﱡ ﻣِﻦﺎﺷِﻘﹸﻬﻋﻭ
ﻞ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴﺎ ﺍﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦﻴﻧ ﺍﻟﺪﻫِﻲ
ٍﻞﻟِﻴﻥﹶ ﺑِﻼﹶﺩﻭﺮﻴﺤﺘ ﻣﻢﻓﹶﻬ
ﻤِﻲﻌﺗﺎ ﻭﻣﺎ ﻗﹶﻮﺮِﻫ ﺑِﺴِﺤﺼِﻢﺗ
Terjemahannya, “Dunia adalah sedikit perkara yang sedikit; dan orang yang sangat mencintainya adalah sehina-hina suatu yang hina.” “Dunia dengan sihirnya membutakan dan seorang yang tenggelam di dalamnya lebih hina dari orang yang hina.” Kata (mufrodat) / frase
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
dipakai
cocok, tepat,
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk 63
digunakan
ﺃﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦ
Lebih sedikit/kecil
Sedikit; tidak
Lebih sedikit/
dari, dan sedikit-
sesuai dengan
terdikit.
sedikitnya14
pola kata ﺃﻗﻞﹼ ﻣﻦ
Karena bentuk komparatif
ﺃﺫﻝﹼ ﻣِﻦ
Mendapatinya
Sehina-hina; tidak
Yang lebih
rendah, hina,
cocok dengan
hina
layak
pola kata ﺃﺫﻝﹼ ﻣﻦ,
direndahkan, dan juga karena berteman orangorang yang hina15
terjemahan “sehina-hina” bermakna konotatif
ﻋﺎﺷﻖ ﺳﺤﺮ
Yang mencintai,
Yang sangat
Pecintanya
yang asyik16
mencintainya.
Menipu, memikat
Sihir; tidak tepat,
Tipu daya,
hatinya,
karena kata ‘sihir’
pesona
memperdaya.17
merupakan
14
Ibid., h. 450.
15
Ibid., h. 1152.
16
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 450.
64
bentuk serapan dari bahasa Arab Gambar tabel 2. 3. Kata ‘perkara’ pada terjemahan bait pertama, yang penulis garis bawahi di atas sebaiknya dihilangkan, karena kata ini telah mengalami penyempitan makna. Kata ‘perkara’ digunakan hanya untuk masalah yang bersifat di luar sastra seperti masalah hukum yang melingkupi pidana, hukum dan sebagainya. Selain itu kata ‘sesuatu’ juga sebaiknya dihilangkan. Jadi, hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ِ ﺍﻟﺬﱠﻟِﻴﻞﺎ ﺍﹶﺫﹶﻝﱡ ﻣِﻦﺎﺷِﻘﹸﻬﻋﻭ
ﻞ ﺍﻟﹾﻘﹶﻠِﻴﺎ ﺍﹶﻗﹶﻞﱡ ﻣِﻦﻴﻧ ﺍﻟﺪﻫِﻲ
ٍﻞﻟِﻴﻥﹶ ﺑِﻼﹶﺩﻭﺮﻴﺤﺘ ﻣﻢﻓﹶﻬ
ﻤِﻲﻌﺗﺎ ﻭﻣﺎ ﻗﹶﻮﺮِﻫ ﺑِﺴِﺤﺼِﻢﺗ
Lebih sedikit dari yang sedikit adalah dunia Dan lebih hina dari yang hina adalah pencintanya Yang dituli dan dibutakan oleh tipu daya dunia Yang menyesatkan mereka hingga jadi paling hina
Syair Keempat
ﻘِﻰﺗﺮﺎﻟِﻰ ﻳ ﺍِﻟﹶﻰ ﺍﳌﹶﻌﻘِﻲﺑِﻪِ ﺍﻟﺘﻭ 17
ﻘِﻰﺎﻝِ ﺍﳌﹸﺘ ﺧِﺼ ﻣِﻦﻊﺍﺿﻮﺇِﻥﱠ ﺍﻟﺘ
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 615.
65
ﻘِﻰ ﺍﹶﻡِ ﺍﻟﺸﺪﻌِﻴ ﺍﻟﺴﻮﺎﻟِﻪِ ﺃﹶﻫﻓِﻲ ﺣ
ﺎﻫِﻞﹸ ﺟﻮ ﻫﻦ ﻣﺐﺠﺎﺋِﺐِ ﻋﺠ ﺍﻟﻌﻣِﻦﻭ
ﻘِﻰﺗﺮ ﻣﻔﱢﻞﹲ ﺍﹶﻭﺴﺘﻯ ﻣﻮ ﺍﻟﻨﻡﻮﻳ
ﻪﺣﻭ ﺭ ﺍﹶﻭﻩﺮﻤ ﻋﻢﺘﺨ ﻳ ﻛﹶﻴﻒﺍﹶﻡ
ﻘِﻰﺍﻟﺘﺎ ﻭﻬﺒﻨﺠﺔﹲ ﻓﹶﺘﺻﻮﺼﺨﻣ
ِﺎ ﺻِﻔﹶﺔﹲ ﺑِﻪﻨﺑﺎﺀُ ﻟِﺮﺮِﻳﺍﻟﻜِﺒﻭ
Terjemahannya, “Sesungguhnya tawadhu’ itu termasuk sifat orang yang bertakwa kepada Allah; dengan takwa ia dapat meraih derajat yang lebih tinggi.” “Sungguh mengherankan orang yang tak tahu apakah ia orang yang berbahagia atau celaka.” “Atau bagaimana umur atau jiwanya diakhiri apakah akan terpuruk dalam derajat hina atau akan mencapai derajat luhur.” “Kesombongan itu merupakan sifat yang khusus bagi Allah, maka hendaknya kamu menjauhi dan memelihara diri dari kesombongan.” Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk
Kata
Makna Asal
digunakan
66
ﺧﺼﺎﻝ
Perangai18
Sifat
Perangai
ﰲ ﺣﺎﻟﻪ
Keadaannya,
(tidak
Pribadinya
pribadinya
diterjemahkan)
Dan peliharalah
Memelihara diri
diri, takutlah
dari
ﻘِﻰﻭ ﺍﻟﺘ
Takutlah
kesombongan; kasusnya tidak efektif Gambar tabel 2.4. Diksi yang dipakai penerjemah dalam menerjemahkan syair keempat sudah tepat dan cocok. Namun, dalam penyusunan kalimat hasil terjemahan tersebut belum efektif dan masih jauh dari syarat untuk penulisan sebuah syair. Hasil terjemahan yang benar untuk teks syair
18
ﻘِﻰﺗﺮﺎﻟِﻰ ﻳ ﺍِﻟﹶﻰ ﺍﳌﹶﻌﻘِﻲﺑِﻪِ ﺍﻟﺘﻭ
ﻘِﻰﺎﻝِ ﺍﳌﹸﺘ ﺧِﺼ ﻣِﻦﻊﺍﺿﻮﺇِﻥﱠ ﺍﻟﺘ
ﻘِﻰ ﺍﹶﻡِ ﺍﻟﺸﺪﻌِﻴ ﺍﻟﺴﻮﺎﻟِﻪِ ﺃﹶﻫﻓِﻲ ﺣ
ﺎﻫِﻞﹸ ﺟﻮ ﻫﻦ ﻣﺐﺠﺎﺋِﺐِ ﻋﺠ ﺍﻟﻌﻣِﻦﻭ
ﻘِﻰﺗﺮ ﻣﻔﱢﻞﹲ ﺍﹶﻭﺴﺘﻯ ﻣﻮ ﺍﻟﻨﻡﻮﻳ
ﻪﺣﻭ ﺭ ﺍﹶﻭﻩﺮﻤ ﻋﻢﺘﺨ ﻳ ﻛﹶﻴﻒﺍﹶﻡ
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris., h. 222.
67
ﻘِﻰﺍﻟﺘﺎ ﻭﻬﺒﻨﺠﺔﹲ ﻓﹶﺘﺻﻮﺼﺨﻣ
ِﺎ ﺻِﻔﹶﺔﹲ ﺑِﻪﻨﺑﺎﺀُ ﻟِﺮﺮِﻳﺍﻟﻜِﺒﻭ
Tawadhu itu perangai orang yang bertakwa Derajat tinggi dapat dicapai karenanya Aneh sekali orang yang tak tahu pribadinya Akankah Ia bahagia ataukah celaka Bagaimana kan diakhiri umur atau jiwanya Akankah hina atau sebaliknya Kesombongan itu sifat milik Allah Karenanya jauhilah dan takutlah a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto terhadap teksteks syair bab kedua ini adalah harfiyah. Karena si penerjemah mengubah struktur BSu (bahasa sumber) menjadi struktur BSa (bahasa sasaran). Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. b. Metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto berpengaruh terhadap makna syair di atas. Ada beberapa kata yang tidak tepat dan kurang sesuai dalam penggunannya, sehingga bisa menimbulkan perubahan makna syair yang terkandung di dalamnya.
68
c. Diksi yang digunakan Achmad Sunarto dalam menerjemahakan teks syair di atas belum semunya tepat dan sesuai. Hal itu terlihat dari adanya beberapa kata yang salah dalam penngunaannya, sehingga menyebabkan distorsi makna. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulian sebuah syair. Sehingga menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas. 3. Pasal (bab) III, tentang Memelihara Ilmu, Guru, Teman dan Ketabahan
Syair Pertama
ٍ ﻏﹶﺎﺋِﺐﻦ ﻋﺒِﺮﺨﺍ ﻳﺎﻫِﺪ ﺷﺍﹶﻭ
ِﻠِﻪ ﺍﹶﻫ ﻣِﻦﻐِﻰ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢﺒ ﺗﺖﺍِﻥﹾ ﻛﹸﻨ
ِﺎﺣِﺐ ﺑِﺎﻟﺼﺎﺣِﺐﺒِﺮِ ﺍﻟﺼﺘﺍﻋﻭ
ﺎﺎﺋِﻬﻤ ﺑِﺄﹶﺳﺽﺒِﺮِ ﺍﻷَﺭﺘﻓﹶﺎﻋ
Terjemahannya, “Jika kamu hendak menuntut ilmu dari ahlinya; atau ingin mengetahui karakter seseorang dari jauh.” “Maka cukuplah kamu lihat dan kamu ketahui temannya; sebagaimana kamu mengetahui nama-nama yang ada di permukaan.”
Kata (mufrodat)
Makna Asal
Kata yang
Kata yang 69
/ frase
dipakai
cocok, tepat,
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻋﻦ ﻏﺎﺋﺐ
ﺍﻷﺭﺽ
Yang
Dari jauh;
Yang
tersembunyi, yang
kasusnya diksi
tersembunyi
tidak hadir, dan
yang dipakai tidak
tertutup19
tepat dan sesuai
Bumi, tanah20
Permukaan;
Bumi
bermakna abstrak (belum dapat dipahami) Gambar tabel 3. Pada bait kedua diartikan oleh penerjemah dengan (2) Maka cukuplah kamu lihat dan kamu ketahui temannya; (1) sebagaimana kamu mengetahui nama-nama yang ada di permukaan. Di sini penerjemah terlihat merubah posisi TSa, yang mana kalimat 2 seharusnya berada di akhir kalimat, tetapi penerjemah meletakkannya di awal kalimat, begitu juga sebaliknya. Mungkin tujuan penerjemah adalah agar pesan yang terkandung dalam TSa dapat tersampaikan. Jadi, terjemahan yang tepat untuk teks syair 19
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h.1025.
20
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris., h. 23.
70
ٍ ﻏﹶﺎﺋِﺐﻦ ﻋﺒِﺮﺨﺍ ﻳﺎﻫِﺪ ﺷﺍﹶﻭ
ِﻠِﻪ ﺍﹶﻫ ﻣِﻦﻐِﻰ ﺍﻟﻌِﻠﹾﻢﺒ ﺗﺖﺍِﻥﹾ ﻛﹸﻨ
ِﺎﺣِﺐ ﺑِﺎﻟﺼﺎﺣِﺐﺒِﺮِ ﺍﻟﺼﺘﺍﻋﻭ
ﺎﺎﺋِﻬﻤ ﺑِﺄﹶﺳﺽﺒِﺮِ ﺍﻷَﺭﺘﻓﹶﺎﻋ
Jika kamu hendak menuntut ilmu kepada yang ahli Atau ingin mengetahui karakter (nya) yang tersembunyi Maka cukuplah kamu lihat dan ketahui temannya Sebagaimana kamu tahu nama-nama di bumi yang ada a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab ketiga adalah metode penerjemahan bebas. Karena penerjemah terlihat lebih mengutamakan isi, dan mengorbankan bentuk teks BSu. Maka bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sekali. Penerjemah menggunakan metode ini mungkin karena ingin memunculkan perspektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh TSu. b. Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan teks syair pasal (bab) ketiga ini dapat mempengaruhi pemahaman para pembaca. Kurang begitu tepatnya korelasi antara kata yang satu dengan kata berikutnya, atau kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya menjadi penyebab utama pembaca kurang nyaman atau kurang
71
memahami terjemahan yang dibacanya. Hal ini juga dapat mengakibatkan terjadinya distorsi makna terhadap isi syair. c. Diksi yang digunakan Achmad Sunarto dalam menerjemahakan teks syair di atas belum semunya tepat dan sesuai. Hal itu terlihat dari adanya beberapa kata yang salah dalam penngunaannya, sehingga menyebabkan distorsi makna. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulian sebuah syair. Sehingga menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
4. Pasal (bab) IV, tentang Mengagungkan Ilmu dan Ulama Syair Pertama
ٍﻠِﻢﺴﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﻣ ﺣِﻔﹾﻈﹰﺎ ﻋﻪﺒﺟﺍﹶﻭﻭ
ِﻠﹼﻢ ﺍﳌﹸﻌﻖ ﺣ ﺍﳊﹶﻖﻖ ﺍﹶﺣﺖﺃﹶﻳﺭ
ٍﻢﻫ ﺩِﺭﺍﺣِﺪٍ ﺍﹶﻟﹾﻒﻑٍ ﻭﺮﻠِﻴﻢِ ﺣﻌﻟِﺘ
ﺔﹰﺍﻣﻪِ ﻛﹶﺮﻯ ﺍِﻟﹶﻴﺪﻬ ﺍﹶﻥﹾ ﻳﻖ ﺣﻟﹶﻘﹶﺪ
Terjemahannya, “Menurut pendapatku, bahwa hak seorang guru harus lebih diindahkan melebihi seluruh hak; Dan lebih wajib dijaga bagi setiap muslim.” 72
“Sungguh ia berhak diberi kemuliaan; Setiap ia mengajar satu huruf, tak cukup memberinya seribu uang dirham."
Kata (mufrodat)
Makna Asal
/ frase
Kata yang
Kata yang
dipakai
cocok, tepat,
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﺣﻔﻈﹰﺎ
Menjaga,
Dijaga
Dilindungi
Berhak
Patut
memelihara, melindungi, menghafal21
ﺣﻖ
Berhak atas, layak, pantas, patut22
Gambar Tabel 4. 1. Pada bait pertama, tepatnya pada frase ‘menurut pendapatku’ penulis sederhanakan menjadi tegasku, karena kata tegasku sudah mewakili pesan dari teks
ﻖ ﺍﹶﺣﺖﺃﹶﻳﺭ,
yang memilki makna ‘menurut pendapatku yang sebenarnya’.
Sedangkab pada bait kedua, tepatnya pada frase ‘tak cukup’, sebaiknya diganti 21
Ibid., h. 186.
22
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h.283.
73
dengan kata tak sebanding, karena makna yang terkandung pada terjemahan syair bait kedua bermakna idiomatik. Menurut penulis terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ٍﻠِﻢﺴﻠﹶﻰ ﻛﹸﻞﱢ ﻣ ﺣِﻔﹾﻈﹰﺎ ﻋﻪﺒﺟﺍﹶﻭﻭ
ِﻠﹼﻢ ﺍﳌﹸﻌﻖ ﺣ ﺍﳊﹶﻖﻖ ﺍﹶﺣﺖﺃﹶﻳﺭ
ٍﻫﻢ ﺩِﺭﺍﺣِﺪٍ ﺍﹶﻟﹾﻒﻑٍ ﻭﺮﻠِﻴﻢِ ﺣﻌﻟِﺘ
ﺔﹰﺍﻣﻪِ ﻛﹶﺮﻯ ﺍِﻟﹶﻴﺪﻬ ﺍﹶﻥﹾ ﻳﻖ ﺣﻟﹶﻘﹶﺪ
Yang paling diindahkan adalah wewenang guru Dan wajib bagi tiap muslim melindunginya tegasku Sungguh patut ia dimuliai Seribu dirham tak sebanding satu huruf yang diajari
Syair Kedua
ٍﺪﺠ ﺑِﻤ ﺑِﻼﹶﺟِﺪﺪﻞﹾ ﺟﻓﹶﻬ
ٍﺪﺠ ﻛﹸﻞﱠ ﻣ ﻻ ﺑِﺠِﺪﺑِﺠِﺪ
ٍﺪﺒ ﻋﻘﹶﺎﻡ ﻣﻡﻘﹸﻮ ﻳﺮ ﺣﻛﹶﻢﻭ
ﺮ ﺣﻘﹶﺎﻡ ﻣﻡﻘﹸﻮﺪٍ ﻳﺒ ﻋﻓﹶﻜﹶﻢ
Terjemahannya,
74
“Segala kemuliaan dapat sukses karena karunia Allah bukan karena kesungguhan
saja;
maka
apakah
keagungan
dapat
diperoleh
tanpa
kesungguhan.” “Banyak hamba yang menduduki kedudukan orang merdeka; dan tidak sedikit orang merdeka menempati kedudukan hamba.” Kata (mufrodat)
Makna Asal
/ frase
Kata yang
Kata yang
dipakai
cocok, tepat,
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﺟِﺪ
Kerajinan,
Sukses
Tercapai
Masing-masing,
Segala; kasusnya
Setiap
Tiap-tiap, Semua,
adalah kata itu
Seluruh, Segala
bermakna umum
sesuatu,
dan tidak tepat
kesunggguhan, kegiatan, ketergesa-gesaan, bernasib baik23
ﻛ ﹼﻞ
23
Ibid., h. 173.
24
Ibid., h. 1226.
75
Siapapun24
ﳎﺪ
Kemuliaan dan
Keagungan;
keluhuran25
kasusnya tidak
Kemuliaan
tepat dengan konteks
ﻋﺒﺪ
orang, hamba,
Hamba; tidak
budak26
sesuai dengan
Orang
konteks
ﻳﻘﻮﻡ ﻣﻘﺎﻡ
-
Menduduki
Menempati,
kedudukan;
menjadi
bermakna idiomatik Gambar Tabel 4. 2. Frase ‘karena karunia Allah’ yang sebaiknya dihilangkan. Frase tersebut merupakan bentuk tambahan dalam terjemahan syair di atas. Jadi, terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
25
Ibid., h. 1311.
26
Ibid., h. 887.
ٍﺪﺠ ﺑِﻤ ﺑِﻼﹶﺟِﺪﺪﻞﹾ ﺟﻓﹶﻬ
ٍﺪﺠ ﻛﹸﻞﱠ ﻣ ﻻ ﺑِﺠِﺪﺑِﺠِﺪ
ٍﺪﺒ ﻋﻘﹶﺎﻡ ﻣﻡﻘﹸﻮ ﻳﺮ ﺣﻛﹶﻢﻭ
ﺮ ﺣﻘﹶﺎﻡ ﻣﻡﻘﹸﻮﺪٍ ﻳﺒ ﻋﻓﹶﻜﹶﻢ
76
Setiap kemuliaan dapat tercapai bukan karena kesungguhan semata Maka tercapaikah kemuliaan tanpa kesungguhan jua ? Banyak budak yang menjadi merdeka Dan sebaliknya a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab keempat adalah metode penerjemahan harfiyah. Karena si penerjemah mengubah struktur BSu (bahasa sumber) menjadi struktur BSa (bahasa sasaran). Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. b. Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan teks syair pasal (bab) keempat ini tidak begitu mempengaruhi makna yang terkandung dalam syair. Karena pesan yang terkandung dalam Tsu masih dipertahankan. c. Diksi yang dipakai oleh penerjemah sudah separuhnya tepat, namun dalam penempatan diksinya belum sesuai. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulian sebuah syair. Sehingga menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
5. Pasal (bab) V, tentang Tekun, Kontinuitas, dan Minat 77
Syair Pertama
ٍﻠﹶﻖﻐﺏ ﻣ ٍ ﺎ ﻛﹸﻞﱠ ﺑﺢﻔﹾﺘ ﻳﺍﳉِﺪﻭ
ٍﺎﺳِﻊﺮٍ ﺷﻧِﻲ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﹶﻣﺪ ﻳﺍﳉِﺪ
ٍﻖﻴﺶٍ ﺿﻴﻠﹶﻰ ﺑِﻌﺒﺔٍ ﻳ ﻫِﻤﺫﹸﻭ
ﺅﺮ ﺍﻣﻢﻠﹾﻖِ ﺍﷲِ ﺑِﺎﻟﹾﻬ ﺧﻖﺍﹶﺣﻭ
ِﻖﻤﺶِ ﺍﻻﹶﺣﻴ ﻋﺐﻃِﻴﺐِ ﻭ ﺍﻟﱠﻠﺒِﻴﺱﺆﺑ
ِﻜﹾﻤِﻪﺣﺎﺀِ ﻭﻠﹶﻰ ﺍﻟﻘﹶﻀﻟِﻴﻞِ ﻋ ﺍﻟﺪﻣِﻦﻭ
ٍﻕﻔﹶﺮ ﺗﺮِﻗﹶﺎﻥِ ﺍﹶﻱﻔﹾﺘﺍﻥِ ﻳﺿِﺪ
ﻰ ﺍﻟﻐِﻨﺮِﻡﺎﺣ ﺍﳊِﺠﺭِﻕ ﺯﻦ ﻣﻟﹶﻜِﻦ
Terjemahannya, “Bersungguh-sunggguh itu dapat mendekatkan segala perkara yang jauh; dan dapat membukakan segala pintu tertutup.” “Kenyataan makhluk Allah yang susah payah; adalah orang yang bercitacita tinggi. Tetapi ia dicoba dengan kehidupan yang sempit.” “Di antara bukti atas ketetapan dan ketentuan Allah, yaitu adanya orang yang pandai susah hidupnya dan orang yang bodoh justeru sejahtera hidupnya.” “Tetapi orang cerdik dijauhkan dari kekayaan karena keduanya berlawanan dan sangatlah berbeda.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang 78
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻛﻞﹼ
Masing-masing,
Segala; kasusnya
Tiap-tiap, Semua,
adalah kata itu
Seluruh, Segala
bermakna umum
sesuatu,
dan tidak tepat
Setiap
Siapapun27
ﻢ ﻫ
Kecemasan, sedih
Susah payah;
Yang bercita-
duka, orang yang
belum bisa
cita tinggi
besar cita-
dipahami
citanya28
ﻖﻴﺿ
Sempit, susah,
Sempit; tidak
miskin, melarat29
sesuai dengan
Susah
konteks Gambar Tabel 5.1. Pada terjemahan di atas, dalam hal pemilihan diksinya belum semuanya tepat dan sesuai. Begitu juga dengan bentuk konstruksi kalimatnya, yang
27
Ibid., h. 1226.
28
Ibid., h. 1519.
29
Ibid., h. 834.
79
menurut penulis masih sulit untuk dipahami. Menurut penulis, hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ٍﻠﹶﻖﻐﺏ ﻣ ٍ ﺎ ﻛﹸﻞﱠ ﺑﺢﻔﹾﺘ ﻳﺍﳉِﺪﻭ
ٍﺎﺳِﻊﺮٍ ﺷﻧِﻲ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﹶﻣﺪ ﻳﺍﳉِﺪ
ٍﻖﻴﺶٍ ﺿﻴﻠﹶﻰ ﺑِﻌﺒﺔٍ ﻳ ﻫِﻤﺫﹸﻭ
ﺅﺮ ﺍﻣﻢﻠﹾﻖِ ﺍﷲِ ﺑِﺎﻟﹾﻬ ﺧﻖﺍﹶﺣﻭ
ِﻖﻤﺶِ ﺍﻻﹶﺣﻴ ﻋﺐﻃِﻴﺐِ ﻭ ﺍﻟﱠﻠﺒِﻴﺱﺆﺑ
ِﻜﹾﻤِﻪﺣﺎﺀِ ﻭﻠﹶﻰ ﺍﻟﻘﹶﻀﻟِﻴﻞِ ﻋ ﺍﻟﺪﻣِﻦﻭ
ٍﻕﻔﹶﺮ ﺗﺮِﻗﹶﺎﻥِ ﺍﹶﻱﻔﹾﺘﺍﻥِ ﻳﺿِﺪ
ﻰ ﺍﻟﻐِﻨﺮِﻡﺎﺣ ﺍﳊِﺠﺭِﻕ ﺯﻦ ﻣﻟﹶﻜِﻦ
Setiap yang jauh bisa didekatkan Juga membuka pintu yang tertutup sebab kesungguhan Makhluk Allah yang tinggi citanya Diuji dengan kesusahan hidup nyatanya Tanda-tanda ketetapan dan ketentuan-Nya Adalah hidup susah bagi yang pandai dan bagi yang bodoh sejahtera hidupnya Akan tetapi orang yang cerdik dijauhkan dari kekayaan Karena keduanya berlawanan
Syair Kedua 80
ﻥﹸﻮﻥﹸ ﻓﹸﻨﻮﺍﳉﹸﻨﺎﺀٍ ﻭﻨﺮِ ﻋﻴﺑِﻐ
ﺍﺎﻇِﺮﻨﺎ ﻣﺴِﻰ ﻓﹶﻘِﻴﻬﻤ ﺍﹶﻥﹾ ﺗﺖﻴﻨﻤﺗ
ﻥﹸﻜﹸﻮﻒ ﻳ ﻛﹶﻴﺎ ﻓﹶﺎﻟﹾﻌِﻠﹾﻢﻠﹸﻬﻤﺤﺗ
ٍﻘﹶﺔﺸﻭﻥﹶ ﻣ ﺍﳌﹶﺎﻝِ ﺩﺎﺏ ﺍﻛﹾﺘِﺴﺲﻟﹶﻴﻭ
Terjemahannya, “Engkau mengharapkan menjadi seorang Faqih yang trampil bicara tetapi tidak mau bersusah payah, berarti seperti orang gila (sedangkan gila itu) bermacam-macam.” “Harta benda saja takkan engkau dapatkan tanpa susah payah; apalagi dengan ilmu.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻰﲤﻨ
Harap,
Mengharapkan
Mustahil
menginginkan
(harapan
sesuatu30
tersebut tercapai); sebab
30
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 578.
81
kata ﻰ ﲤﻨada hubungannya dengan ilmu Balaghah
ﺍﻣﻨﺎﻇﺮ
Pandangan, tak
Terampil bicara
Terpandang
ada taranya, dan mata31 Gambar Tabel 5. 2. Kalimat berarti seperti orang gila (sedangkan gila itu) bermacam-macam, sebaiknya dalam penulisannya lebih disederhanakan lagi menjadi yang sama saja gila. Pada bait kedua yang diterjemahkan Harta benda saja takkan engkau dapatkan tanpa susah payah; apalagi dengan ilmu sebaiknya dihilangkan kata ‘apalagi’-nya. Karena kata tersebut tidak bisa menghubungkan makna antara kalimat awal dan setelahnya. Jadi pada kalimat ‘apalagi dengan ilmu’ sebaiknya disederhanakan menjadi ilmu sama halnya. Menurut penulis terjemahan yang cocok dan sesuai untuk teks syair
31
ﻥﹸﻮﻥﹸ ﻓﹸﻨﻮﺍﳉﹸﻨﺎﺀٍ ﻭﻨﺮِ ﻋﻴﺑِﻐ
ﺍﺎﻇِﺮﻨﺎ ﻣﺴِﻰ ﻓﹶﻘِﻴﻬﻤ ﺍﹶﻥﹾ ﺗﺖﻴﻨﻤﺗ
ﻥﹸﻜﹸﻮﻒ ﻳ ﻛﹶﻴﺎ ﻓﹶﺎﻟﹾﻌِﻠﹾﻢﻠﹸﻬﻤﺤﺗ
ٍﻘﹶﺔﺸﻭﻥﹶ ﻣ ﺍﳌﹶﺎﻝِ ﺩﺎﺏ ﺍﻛﹾﺘِﺴﺲﻟﹶﻴﻭ
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1434.
82
Mustahil engkau menjadi ahli fikih yang terpandang tanpa susah payah Yang sama saja gila Harta tak kan didapat tanpa susah payah Ilmu sama halnya
Syair Ketiga
ﺎﻟِﻰ ﺍﻟﱠﻠﻴ ِﻬﺮﻠﹶﻰ ﺳ ﺍﻟﹾﻌ ﻃﹶﻠﹶﺐﻦﻓﹶﻤ
ﺎﻟِﻰﻌ ﺍﻟﹾﻤﺐﺴﻜﹾﺘ ﺗﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹶﺪﺑِﻘﹶﺪ
ﻃﹶﻠﹶﺐِ ﺍﻟﱠﻸَﻟِﻰ ﻣِﻦﺮﺤ ﺍﻟﹾﺒﺹﻮﻐﻳ
ﻠﹰﺎ ﻟﹶﻴﻡﻮﻨ ﺗ ﺛﹸﻢ ﺍﻟﹾﻌِﺰﻡﻭﺮﺗ
ﺎﻟِﻰﺮِ ﺍﻟﱠﻠﻴﻬﺀِ ﻓِﻲ ﺳﺮ ﺍﻟﹾﻤﻋِﺰﻭ
ﺍﻟِﻰﻮ ﺍﻟﹾﻌﻢﺐِ ﺑِﺎﻟﹾﻬ ﺍﻟﹾﻜﹶﻌﻠﹸﻮﻋ
ﺍﻟِﻰﻮﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤﻮﺎﻣ ﻳﺎﻙﻞِ ﺭِﺿﻟِﺎﹶﺟ
ﺎﻟِﻰﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﱠﻠﻴﺑ ﺭﻡﻮ ﺍﻟﻨﻛﹾﺖﺮﺗ
ِﺎﻝﺤ ﻓِﻲ ﻃﹶﻠﹶﺐِ ﺍﻟﹾﻤﺮﻤﺍﹶﻃﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﻌ
ﺮِ ﻛﹶﺪﻴﻠﹶﻰ ﺑِﻐ ﺍﻟﹾﻌﺍﻡ ﺭﻦﻣﻭ
ﺎﻟِﻰﻌﻰ ﺍﻟﹾﻤ ﺍِﻟﹶﻰ ﺍﹶﻗﹾﺼﻨِﻲﻠﱢﻐﺑﻭ
ٍﻞِ ﻋِﻠﹾﻢﺼِﻴﺤ ﺍِﻟﹶﻰ ﺗﻓﱢﻘﹾﻨِﻲﻓﹶﻮ
Terjemahannya, “Dengan kadar kelelahan itu keluhuran dapat dicapai; maka siapa yang mencari keluhuran di waktu malam.” 83
“Engkau ingin mendapatkan kemuliaan tetapi engkau terlelap di malam hari; padahal orang yang mencari mutiara, ia harus menyelami lautan.” “Pangkat yang tinggi dapat diraih dengan cita-cita yang tinggi; adapun kemuliaan seorang dapat diraih dengan berani bangun malam.” “Ya Allah, aku tinggalkan tidur di waktu malam; untuk mencari keridlaanMu wahai Tuhan sekalian manusia.” “Barangsiapa bercita-cita tinggi tanpa mau bersusah payah sama dengan mengukur umur dalam meraih sesuatu yang mustahil.” “Maka tolonglah aku untuk mendapatkan ilmu dan sampaikan aku pada puncak keluhuran.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﺪ ﺍﻟﻜﹶ
Giat, kerja keras,
Kelelahan; tidak
Giat,
kelelahan, susah
tepat dan
payah
payah32
sebaiknya diganti
susah
Gambar tabel 5. 3.
32
Ibid., 1194.
84
Frase ِ ﺍﻟﱠﻴﻞﻬِﺮ ﺳpada teks syair di atas sebaiknya disederhanakan artinya, yang semula terjemahannnya “tidak tidur malam” menjadi shalat malam. Tujuan penulis yaitu agar terjemahan yang digunakan mudah dipahami dan agar tidak menimbulkan distorsi makna. Pada terjemahan di atas, dalam pemilihan diksinya sudah sesuai dan tepat. Namun, dalam konstruksi kalimat syairnya saja yang belum efektif dan sesuai dengan konstruksi pada kalimat syair. Meenurut penulis, hasil terjemahan yang benar untuk teks syair
ﺎﻟِﻰ ﺍﻟﱠﻠﻴ ِﻬﺮﻠﹶﻰ ﺳ ﺍﻟﹾﻌ ﻃﹶﻠﹶﺐﻦﻓﹶﻤ
ﺎﻟِﻰﻌ ﺍﻟﹾﻤﺐﺴﻜﹾﺘ ﺗﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹶﺪﺑِﻘﹶﺪ
Kemuliaan dapat dicapai bagi orang yang giat sholat malam
Dan untuk teks syair
ﻃﹶﻠﹶﺐِ ﺍﻟﱠﻸَﻟِﻰ ﻣِﻦﺮﺤ ﺍﻟﹾﺒﺹﻮﻐﻳ
ﻠﹰﺎ ﻟﹶﻴﻡﻮﻨ ﺗ ﺛﹸﻢ ﺍﻟﹾﻌِﺰﻡﻭﺮﺗ
ﺎﻟِﻰﺮِ ﺍﻟﱠﻠﻴﻬﺀِ ﻓِﻲ ﺳﺮ ﺍﻟﹾﻤﻋِﺰﻭ
ﺍﻟِﻰﻮ ﺍﻟﹾﻌﻢﺐِ ﺑِﺎﻟﹾﻬ ﺍﻟﹾﻜﹶﻌﻠﹸﻮﻋ
ﺍﻟِﻰﻮﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤﻮﺎﻣ ﻳﺎﻙﻞِ ﺭِﺿﻟِﺎﹶﺟ
ﺎﻟِﻰﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﱠﻠﻴﺑ ﺭﻡﻮ ﺍﻟﻨﻛﹾﺖﺮﺗ
ِﺎﻝﺤ ﻓِﻲ ﻃﹶﻠﹶﺐِ ﺍﻟﹾﻤﺮﻤﺍﹶﻃﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﻌ
ﺮِ ﻛﹶﺪﻴﻠﹶﻰ ﺑِﻐ ﺍﻟﹾﻌﺍﻡ ﺭﻦﻣﻭ 85
ﺎﻟِﻰﻌﻰ ﺍﻟﹾﻤ ﺍِﻟﹶﻰ ﺍﹶﻗﹾﺼﻨِﻲﻠﱢﻐﺑﻭ
ٍﻞِ ﻋِﻠﹾﻢﺼِﻴﺤ ﺍِﻟﹶﻰ ﺗﻓﱢﻘﹾﻨِﻲﻓﹶﻮ
Engkau menginginkan kemuliaan sedang engkau terlelap di waktu malam Orang yang mencari mutiara saja lautan harus diselam Pangkat yang tinggi dapat diraih dengan kesungguhan Dan sebab shalat malam tercapai kemuliaan Ya Allah, tidur malam kurelakan Semata mengharap ridho-Mu Tuhan Siapa yang bercita-cita tinggi tanpa kesungguhan Sama dengan menghitung umur yang tak mungkin Bimbinglah aku dalam mendapatkan ilmu hingga kepada puncak keluhuran
Syair Keempat
ﺎﻌﺒﺬﹶﺭِ ﺍﻟﺸ ﻭﺍﺣﻡﻮﺐِ ﺍﻟﻨﻨﺟﻭ
ﺎﻋﺭﺎﺷِﺮِ ﺍﻟﹾﻮ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢِ ﺑﺎﻃﹶﺎﻟِﺐﻳ
ﺎﻔﹶﻌﺗﺍﺭ ﻭﺱِ ﻗﹶﺎﻡﺭ ﺑِﺎﻟﺪﻓﹶﺎﻟﹾﻌِﻠﹾﻢ
ﻔﹶﺎﺭِﻗﹾﻪﺱِ ﻟﹶﺎ ﺗﺭﻠﹶﻰ ﺍﻟﺪ ﻋﺍﻭِﻡﺩ
Terjemahannya, “Wahai penuntut ilmu, lakukanlah wira’i; jauhilah tidur dan hindarilah kenyang.” 86
“Rutinkanlah dalam belajar, jangan sampai meninggalkannya. Dengan belajar ilmu akan tertanam dan berkembang.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻉﺭﺍﻟﹾﻮ
Hal menjauhi
Wira’; kasusnya
maksiat dan
masih
perkara syubhat,
menggunakan
takwa33
bahasa sumber
Dosa
(Arab) Gambar tabel 5. 4. Frase ‘jauhilah tidur’ dan hindarilah kenyang, sebaiknya diefektifkan menjadi makan serta tidur kurangi. Sebab pada frase tersebut ada kata ‘jauhi dan hindari’ yang bersinonim dengan kata kurangi. Kata “jauhi” dan ‘hindari’ pada terjemahan di atas sebaiknya diganti, karena tidak sesuai dengan konteks kalimat dan kondisi. Jadi, hasil terjemahan yang sesuai dan benar untuk teks syair
ﺎﻌﺒﺬﹶﺭِ ﺍﻟﺸ ﻭﺍﺣﻡﻮﺐِ ﺍﻟﻨﻨﺟﻭ 33
ﺎﻋﺭﺎﺷِﺮِ ﺍﻟﹾﻮ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢِ ﺑﺎ ﻃﹶﺎﻟِﺐﻳ
Ibid., h. 1553.
87
ﺎﻔﹶﻌﺗﺍﺭ ﻭﺱِ ﻗﹶﺎﻡﺭ ﺑِﺎﻟﺪﻓﹶﺎﻟﹾﻌِﻠﹾﻢ
ﻔﹶﺎﺭِﻗﹾﻪﺱِ ﻟﹶﺎ ﺗﺭﻠﹶﻰ ﺍﻟﺪ ﻋﺍﻭِﻡﺩ
Wahai penuntut ilmu, dosa jauhi! Makan serta tidur kurangi! Rutinlah belajar dan jangan meninggalkannya Ilmu kan tertanam dan berkembang karenanya
Syair Kelima
ﻡﻘﹸﻮﻼﹰ ﻳﻰ ﻟﹶﻴﻨ ﺍﻟﹾﻤﺍﻡ ﺭﻦﻓﹶﻤ
ﻡﻭﺮﺎﺗﻄﹶﻰ ﻣﻌ ﺗﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹶﺪﺑِﻘﹶﺪ
ﻡﻭﺪﺪﺍﺛﹶﺔﹶ ﻻﹶ ﺗﺍﹶﻻﹶ ﺍِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺤ
ﺎﻬﻨِﻤﺍﺛﹶﺔِ ﻓﹶﺎﻏﹾﺘﺪ ﺍﻟﹾﺤﺎﻡﺍﹶﻳﻭ
Terjemahannya, “Dengan kadar kelelahan kamu akan diberi apa yang kamu cari; maka siapa mencari anugerah tentu tidak mau tidur di waktu malam.” “Raihlah kesempatan di waktu malam. Karena masa muda itu tidak akan abadi.”
88
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk
Kata
Makna Asal
digunakan
ﺍﳌﲎ
Cita-cita,
Anugerah;
harapan34
kasusnya tidak
Cita
sesuai dengan konteks
ﻨِﻢﺇﻏﹾﺘ
Gunakan, rampas,
Raihlah; tidak
ambil35
tepat dan
Gunakan
menimbulkan distorsi makna
ﺍﺛﹶﺔﺍﳊﹶﺪ
34
Kebaharuan,
(Tidak
Usia dini;
kemudaan,
diterjemahkan)
karena
permulaan
bersinonim
perkara36
dengan kata
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 578. 35
Ibid., 38.
36
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 242.
89
kemudaan
ﺍﹶﻻﹶ
Ingatlah,
Karena
Ketahuilah
ketahuilah, tidaklah37 Gambar tabel 5. 5. Pada kalimat kedua dari bait pertama, tepatnya pada kalimat ﻡﻘﹸﻮﻟﹶﻴﻼﹰ ﻳ, penerjemah mengartikannya dengan ‘tentu tidak mau tidur malam’. Terjemahan seperti itu masih belum dapat dipahami maksudnya. Menurut penulis, pesan yang dimaksud pada kalimat tersebut adalah melakukan sholat malam (sholat tahajjud). Oleh karena itu, terjemahan yang tepat untuk kalimat kedua pada bait pertama di atas adalah Akan shalat malam orang yang agar citanya tercapai. Pada bait kedua, tepatnya kalimat pertama, yang diterjemahkan dengan ‘raihlah kesempatan di waktu malam’, masih belum jelas pesan yang dimaksud pada kalimat tersebut. Khawatir penulis, bagi para pembaca awam, mereka menanggapi terjemahan tersebut perintah untuk melakukan perbuatan buruk. Menurut penulis terjemahan yang cocok untuk kalimat tersebut adalah Gunakanlah masa mudamu, ketahuilah tidak kan abadi masa muda itu. Jadi, terjemahan yang tepat untuk teks syair
37
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris, h. 43.
90
ﻡﻘﹸﻮﻼﹰ ﻳﻰ ﻟﹶﻴﻨ ﺍﻟﹾﻤﺍﻡ ﺭﻦﻓﹶﻤ
ﻡﻭﺮﺎﺗﻄﹶﻰ ﻣﻌ ﺗﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹶﺪﺑِﻘﹶﺪ
ﻡﻭﺪﺪﺍﺛﹶﺔﹶ ﻻﹶ ﺗﺍﹶﻻﹶ ﺍِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺤ
ﺎﻬﻨِﻤﺍﺛﹶﺔِ ﻓﹶﺎﻏﹾﺘﺪ ﺍﻟﹾﺤﺎﻡﺍﹶﻳﻭ
Dengan giatnya engkau akan diberi yang kau cari Akan shalat malam orang yang agar citanya tercapai Gunakanlah masa mudamu Ketahuilah, tidak kan abadi masa muda itu
Syair Keenam
ﻜﹶﺎﺭِﻡﻢِ ﺍﻟﹾﻤﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹶ ِﺮﻳﻠﹶﻰ ﻗﹶﺪﺄﹾﺗِﻰ ﻋﺗﻭ
ﺍﺋِﻢﺰﺄﹾﺗِﻰ ﺍﻟﹾﻌﻡِ ﺗﺰﻞِ ﺍﻟﹾﻌﺭِ ﺍﹶﻫﻠﹶﻰ ﻗﹶﺪﻋ
ﻈﹶﺎﺋِﻢﻢِ ﺍﻟﹾﻌ ِﻈﻴﻦِ ﺍﻟﹾﻌﻴ ﻓِﻲ ﻋﺮﻐﺼﺗﻭ
ﺎﻫﺮِ ﺻِﻔﹶﺎﺭﻐِﻴﻦِ ﺍﻟﺼﻴ ﻓِﻲ ﻋﻈﹸﻢﻌﺗﻭ
Terjemahannya, “Cita-cita akan tercapai sejauh orang-orang akan bercita-cita. Kemuliaan akan tercapai sejauh seseorang berbuat mulia.” “Sesuatu yang kecil akan tampak besar bagi orang-orang yang bercita-cita kecil. Dan sesuatu yang besar akan tampak kecil bagi orang-orang yang bercita-cita besar.”
91
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk
Makna Asal
Kata
digunakan
ﻡﺰﺍﹾﻟﻌ
Kemauan yang
Cita-cita
Cita- cita,
tinggi, bercita-
berkemauan
cita, harapan38
tinggi, bertekad
Gambar tabel 5. 6. Penerjemah sudah tepat dalam memilih diksi untuk menerjemahkan teks syair ketujuh ini. Namun, dalam konstruksi kalimat syairnya masih belum efektif, juga belum memenuhi syarat dalam menyusun sebuah syair. Maka dari itu, menurut penulis terjemahan yang tepat untuk teks syair
ﻜﹶﺎﺭِﻡﻢِ ﺍﻟﹾﻤﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹶﺮِﻳﻠﹶﻰ ﻗﹶﺪﺄﹾﺗِﻰ ﻋﺗﻭ
ﺍﺋِﻢﺰﺄﹾﺗِﻰ ﺍﻟﹾﻌﻡِ ﺗﺰﻞِ ﺍﻟﹾﻌﺭِ ﺍﹶﻫﻠﹶﻰ ﻗﹶﺪﻋ
ﻈﹶﺎﺋِﻢﻢِ ﺍﻟﹾﻌ ِﻈﻴﻦِ ﺍﻟﹾﻌﻴ ﻓِﻲ ﻋﺮﻐﺼﺗﻭ
ﺎﻫﺮِ ﺻِﻔﹶﺎﺭﻐِﻴﻦِ ﺍﻟﺼﻴ ﻓِﻲ ﻋﻈﹸﻢﻌﺗﻭ
Cita-cita orang yang berkemauan tinggi kan tercapai Kemuliaan bagi orang mulia juga kan tercapai Sesuatu yang kecil kan terlihat besar bagi yang kecil citanya 38
Ibid., h. 447.
92
Dan sesuatu yang besar kan terlihat kecil bagi yang besar citanya Syair Ketujuh
ِﻞﻬﺎﻥِ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻤﺴ ﺍﻹِﺣﻝِ ﻭﺪ ﺍﻟﹾﻌ ﻭﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺒِﺮ
ِﻞﻤﻦِ ﺍﻟﹾﻌﺥِ ﻋﺮﻔﹾﺲِ ﻻﹶﺗﺎﻧﻔﹾﺲِ ﻳﺎﻧﻳ
ٍﻞﻡٍ ﻛﹸﻞﱡ ﺫِﻯ ﻛﹶﺴﺆﺷﻼﹶﺀٍ ﻭﻓِﻲ ﺑﻭ
ﺒِﻂﹲﺘﻐﺮِ ﻣﻴﻞٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺨﻤﻛﹸﻞﱡ ﺫِﻯ ﻋﻭ
Terjemahannya, “Wahai nafsuku wahai nafsuku, janganlah kau bermalas-malas dalam berbuat taat, keadilan, dan kebaikan.” “Setiap orang yang mempunyai amal kebaikan adalah beruntung; maka bagi setiap pemalas tentu dalam bencana.” Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk
Kata
Makna Asal
digunakan
ﻔﺲﻧ
Jiwa, ruh, badan,
Nafsu; tidak
semangat, naluri39
sesuai dengan
Naluri, jiwa
konteks
39
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1446.
93
ﺥﺮﺗ
Menunda-nunda,
Bermalas-malas
melambatkan
ﻼﹶﺀﺑ
Menundanunda, lamban
Kesusahan,
Bencana; tidak
Celaka; karena
kesedihan,
sesuai dengan
bersinonim
malapetaka, ujian,
konteks, dan
dengan kata
cobaan40
bermakna umum
bencana, dan katanya bersifat khusus
ﻡﺆﺷ
Malang41
(tidak
Malang
diterjemahkan) Gambar tabel 5. 7. Kalimat ‘berbuat taat, keadilan, dan kebaikan’ pada terjemahan bait pertama, sebaiknya disederhanakan menjadi berbuat kebenaran. Karena inti dari ‘berbuat taat, keadilan, dan kebaikan’ adalah melakukan sesuatu yang dibenarkan dalam agama. Di samping itu, konstruksi kalimat pada terjemahan di atas sebaiknya mengikuti penyusunan
sebuah syair. Menurut penulis,
terjemahan yang benar untuk teks
ِﻞﻬﺎﻥِ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻤﺴ ﺍﻹِﺣﻝِ ﻭﺪ ﺍﻟﹾﻌ ﻭﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺒِﺮ
ِﻞﻤﻦِ ﺍﻟﹾﻌﺥِ ﻋﺮﻔﹾﺲِ ﻻﹶﺗﺎﻧﺎﻧﻔﹾﺲِ ﻳﻳ
40
Ibid., h. 109.
41
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris, h. 352.
94
ٍﻞﻡٍ ﻛﹸﻞﱡ ﺫِﻯ ﻛﹶﺴﺆﺷﻼﹶﺀٍ ﻭﻓِﻲ ﺑﻭ
ﺒِﻂﹲﺘﻐﺮِ ﻣﻴﻞٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺨﻤﻛﹸﻞﱡ ﺫِﻯ ﻋﻭ
Wahai naluriku, janganlah lamban Dalam berbuat kebenaran Setiap orang yang mempunyai amal baik, beruntung Dan setiap pemalas, celaka lagi malang
Syair Kedelapan
ِﺍﻥﻨِﻰ ﻓِﻲ ﺫِﻯ ﺍﻟﹾﻬﻮﺍِﻻﱠ ﻓﹶﺎﺛﹾﺒِﺘﻭ
ﺍﻧِﻰﻮﺍﻟﺘﻞﹶ ﻭﻜﹶﺎﺳﻔﹾﺴِﻲ ﺍﻟﺘﻋِﻰ ﻧﺩ
ﺎﻧِﻰﺎﻥِ ﺍﻟﹾﺎﹶﻣﻣﺣِﺮﻡٍ ﻭﺪﻯ ﻧﺳِﻮ
ﻈﹶﻰﺨﻆﱠ ﻳﺎﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺤ ﻟِﻠﻜﹸﺴ ﺍﹶﺭﻓﹶﻠﹶﻢ
Terjemahannya, “Wahai nafsuku, tinggalkan kemalasan dan penundaan masalah. Sebab jika tidak, maka kau jatuhkan aku dalam kehinaan.” “Sebab aku belum pernah melihat pemalas bernasib untung; selain dalam penyesalan dan terhalang seluruh harapannya.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
95
Kasusnya
untuk digunakan
ﺳﻮﻯ
Kecuali42
Selain; keduanya
Yang ada
(kecuali dan
hanya; sinonim
selain) kurang
dari keduanya
tepat bila
(kecuali dan
digunakan, sebab
selain)
tidak menimbulkan hubungan makna
ﺎﱏﺎﻥﹸ ﺍﻻﹶﻣﺣِﺮﻣ
Tidak ada
Terhalang seluruh
Nasib yang
(karena bentuk
harapannya;
buruk menimpa
frase)
terjemahan ini kurang tepat, karena tidak ada hubungannya dengan teks
Gambar tabel 5. 8. Beberapa kata yang penulis beri garis bawah pada terjemahan di atas adalah yang sebaiknya dihapus, sebab tidak ada pengaruhnya dengan terjemahan teks syair di atas. Menurut penulis, terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
42
Ibid., h. 350.
96
ِﺍﻥﻨِﻰ ﻓِﻲ ﺫِﻯ ﺍﻟﹾﻬﻮﺍِﻻﱠ ﻓﹶﺎﺛﹾﺒِﺘﻭ
ﺍﻧِﻰﻮﺍﻟﺘﻞﹶ ﻭﻜﹶﺎﺳﻔﹾﺴِﻲ ﺍﻟﺘﻋِﻰ ﻧﺩ
ﺎﻧِﻰﺎﻥِ ﺍﻟﹾﺎﹶﻣﻣﺣِﺮﻡٍ ﻭﺪﻯ ﻧﺳِﻮ
ﻈﹶﻰﺨﻆﱠ ﻳﺎﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺤ ﻟِﻠﻜﹸﺴ ﺍﹶﺭﻓﹶﻠﹶﻢ
Wahai jiwaku, tinggalkan malas dan menunda-nunda Jika tidak, aku kan hina Sebab belum pernah ku lihat pemalas bernasib baik Yang ada hanya penyesalan terhadap nasib buruk Syair Kesembilan
ِﻞ ﻛﹶﺴﺎﻥِ ﻣِﻦﺴ ﻟِﻺِﻧﻟﱠﺪﻮ ﺗﻢﺟ
ٍﻡﺪ ﻧ ﻛﹶﻢﺰٍ ﻭﺠ ﻋﺎﺀٍ ﻭ ﻛﹶﻢﻴ ﺣ ﻣِﻦﻛﹶﻢ
ٍﻞ ﻛﹶﺴ ﻣِﻦﻚ ﺷﺎﻗﹶﺪ ﻣ ﻭﺖﻠِﻤ ﻋﺎﻗﹶﺪﻣ
ِﻪﺒ ﺷﻦﺚِ ﻋﺤﻞٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺒ ﻛﹶﺴﻦ ﻋﺎﻙﺍِﻳ
Terjemahannya, “Banyak hal-hal yang memalukan, banyak pula adanya kelemahan, dan tidak kurang manusia yang menyesal akibat dari kemalasan.” “Hindarilah rasa malas untuk membahas sesuatu yang belum jelas dengan alasan sudah tahu atau masih ragu.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
97
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻋﺠﺰ
Kegagalan,
Kelemahan;
kekurangan,
kurang sesuai
kelemahan43
dengan kata
Kegagalan
sebelum dan sesudahnya Gambar tabel 5. 9. Pada terjemahan di atas, baik bait yang pertama dan kedua, dalam persoalan diksi sudah sesuai dan tepat. Namun, dalam penyusunan konstruksi kalimatnya saja yang belum sesuai dengan konstruksi kalimat pada syair. Oleh karena itu, terjemahan yang yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ِﻞ ﻛﹶﺴﺎﻥِ ﻣِﻦﺴ ﻟِﻺِﻧﻟﱠﺪﻮ ﺗﻢﺟ
ٍﻡﺪ ﻧ ﻛﹶﻢﺰٍ ﻭﺠ ﻋﺎﺀٍ ﻭ ﻛﹶﻢﻴ ﺣ ﻣِﻦﻛﹶﻢ
ٍﻞ ﻛﹶﺴ ﻣِﻦﻚ ﺷﺎﻗﹶﺪ ﻣ ﻭﺖﻠِﻤ ﻋﺎﻗﹶﺪﻣ
ِﻪﺒ ﺷﻦﺚِ ﻋﺤﻞٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺒ ﻛﹶﺴﻦ ﻋﺎﻙﺍِﻳ
Banyak kegagalan serta penyesalan manusia yang memalukan akibat malas
43
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 898.
98
Hindarilah rasa malas meski sudah tahu atau masih ragu untuk membahas sesuatu yang belum jelas Syair Kesepuluh
ِﺍﻛِﺐﻮﻠﹶﻰ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻤ ﺍﻟﹾﻌ ﻋِﺰﻪﻧﻭ ﺩﻦﻣﻭ
ِﺍﺗِﺐﺮﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻤﺒﺗﻠﹶﻰ ﺭ ﺍﹶﻋﺍِﺫِﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢ
Terjemahannya, “Karena itu ilmu adalah merupakan pangkat tertinggi dari segala pangkat; adapun pangkat selain ilmu ibarat kemuliaan tinggi yang sukses dalam perkumpulan.” Terjemahan di atas sudah tepat dalam pemilihan diksinya. Hanya saja dalam pengaruhnya terhadap konstruksi kalimat syair belum benar. Terjemahan yang sesuai untuk teks syair di atas adalah Ilmu adalah yang memiliki tinggi strata Kehormatan pengiring raja adalah yang setaranya
ِﺎﺭِﺏﻴ ﺍﻟﺘﺖﺤﺕِ ﺗﻮ ﺍﻟﹾﻤﺪﻌﻞِ ﺑﻬ ﺍﻟﹾﺠﺫﹸﻭﻭ
ﺎﻋِﻔﹰﺎﻀﺘ ﻣﻩﻘﹶﻰ ﻋِﺰﺒ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢِ ﻳﻓﹶﺬﹸﻭ
“Orang yang berilmu kemuliaannya akan abadi dan berlipat-lipat; sedangkan orang yang bodoh begitu mati, ia tertimbun debu.” Terjemahan di atas belum efektif dalam penyusunan kalimatnya. Karenanya, penulis menerjemahkan teks syair di atas dengan 99
Kemuliaan orang berilmu akan berlipat dan abadi Dan orang tak berilmu kan tertimbun tanah setelah mati
ِﺎﺏﺍِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻜِﺘﻠﹾﻚِ ﻭ ﺍﻟﹾﻤﻟِﻲ ﻭﻗِﻲﺭ
ﻘﹶﻰﺗﻦِ ﺍﺭ ﻣﺍﻩﺪﻣﻮﺟﺮ ﻻﹶﻳﺎﺕﻬﻴﻓﹶﻬ
Terjemahannya, “Sangat jauh dan tidak dapat mengharapkan puncak kemuliaan ilmu orang yang naik pada pangkat para pemegang kekuasaan dan memerintah para prajurit.” Terjemahan di atas terlalu sulit dipahami. Selain karena pilihan diksinya yang kurang tepat, konstruksi kalimat syairnya pun belum memenuhi. Penulis menerjemahkan teks syair di atas dengan Sangat jauh menggapai Menjadi penguasa yang memerintahi
ِﺎﻗِﺐﻨ ﺫِﻛﹾﺮِ ﻛﹸﻞﱢ ﺍﻟﹾﻤﻦ ﻋﺮﺼﻓﹶﻔِﻲ ﺣ
ﺍﻮﻌﻤﺎﻓِﻴﻪِ ﻓﺎﺳ ﻣﺾﻌ ﺑﻜﹸﻢﻠﹶﻴﻠِﻰ ﻋﺄﹸﻣﺳ
Terjemahannya, “Aku ingin menyampaikan sedikit mengenai ilmu, karena banyaknya keterangan, maka aku tak dapat menyebutkan semuanya, maka perhatikanlah.”
100
Menurut penulis, terjemahan di atas hanya bermasalah pada konstruksi kalimat syairnya saja, yang juga akan berpengaruh terhadap faktor keterbacaan pembaca. Karenanya penulis menerjemahkan teks syair di atas dengan Aku ingin menyampaikan sedikit mengenai ilmu Yang merupakan intinya saja, maka perhatikanlah engkau
ِﺎﻫِﺐﻴ ﺍﻟﹾﻐﻦﻴﻫﺮِ ﺑ ﺍﻟﺪﺮﻞِ ﻣﻬ ﺍﻟﹾﺠﺫﹸﻭﻭ
ﻰﻤﻦِ ﺍﻟﹾﻌﺪِﻱ ﻋﻬﺭِ ﻳﻮ ﻛﹸﻞﱡ ﺍﻟﻨﺭﻮﺍﻟﻨﻮﻫ
Terjemahannya, “Ilmu adalah cahaya yang menerangi kegelapan orang bodoh, dan menyelamatkannya dari buta huruf; sedangkan orang bodoh sepanjang masa berjalan dalam kegelapan.” Ada beberapa kata yang sebaiknya diperhalus bahasanya, yaitu pada kata ‘orang bodoh’ dan ‘buta huruf’. Selain mengutamakan kesesuaian dan ketepatan
kata,
persoalan
kesantunan
(etis)
juga
diharuskan
dalam
menerjemahkan. Penulis menerjemahkan teks syair diatas dengan Ilmu bagi orang tak tahu merupakan penuntun dari ketidak tahuan Sepanjang (menemani) masanya dalam kegelapan
ِﺍﺋِﺐﻮﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨﻨﺴِﻲ ﺍﹶﻣﻤﻳﺎ ﻭﻬﺍِﻟﹶﻴ
ﺎﺠ ﺍﻟﺘﻤِﻲ ﻣِﻦﺤﺎﺀُ ﺗﻤﺓﹸ ﺍﻟﺴﻭ ﺍﻟﺬﱢﺭﻮﻫ 101
Terjemahannya, “Ilmu adalah puncak tertinggi yang akan melindungi siapapun yang berlindung dan ia akan selamat dari segala mara bahaya.” Kata ‘mara bahaya’ pada terjemahan di atas sebaiknya dihaluskan dan diganti dengan kata bencana. Terjemahan yang benar untuk teks syair di atas adalah Ilmu merupakan puncak tertinggi yang akan melindungi siapa saja Yang bernaung padanya dari bencana
ِﺍﺋِﺐﺮ ﺍﻟﺘﻦﻴ ﺑﺡﻭ ﺍﻟﺮﺠِﻲ ﻭﺗﺮﺑِﻪِ ﻳ
ﻓِﻲ ﻏﹶﻔﹶﻼﹶﺗِﻬِﻢﺎﺱﺍﻟﻨ ﻭﻮﺠﻨﺑِﻪِ ﻳ
Terjemahannya, “Dengan ilmu dapat selamat sedangkan para manusia dalam kelalaian; dengan ilmu manusia pun punya harapan di saat sakaratul maut.” Kata ‘sakaratul maut’ pada terjemahan di atas sebaiknya diganti dengan dicabut nyawa. Hasil terjemahan yang benar dan tepat untuk teks syair di atas adalah Ilmu menyelamatkan manusia yang lalai darinya Juga harapan ketika dicabut nyawa
ِﺍﻗِﺐﻮ ﺍﻟﹾﻌﺮﺮﺍﻥِ ﺷﻴﻙِ ﺍﻟﻨﺭﺍِﻟﹶﻰ ﺩ
ﺎﺎﺻِﻴ ﻋﺍﺡ ﺭﻦﺎﻥﹸ ﻣﺴ ﺍﻹِﻧﻔﹶﻊﺸﺑِﻪِ ﻳ
102
Terjemahannya, “Dengan ilmu manusia dapat memberikan syafa’at kepada orang yang mati durhaka; ketika dibawa ke neraka sebagai tempat penghabisan yang paling jelek.” Kalimat ‘tempat penghabisan yang paling jelek’ pada terjemahan di atas sebaiknya diganti dengan tempat yang paling nista. . hasil terjemahan yang benar dan tepat untuk teks syair di atas adalah Ilmu pemberi syafa’at orang mati yang durhaka Sesampai di neraka tempat yang paling nista
ِﻄﹶﺎﻟِﺐ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤﺎﺯ ﺣ ﻗﹶﺪﻩﺎﺯ ﺣﻦﻣﻭ
ﺎ ﻛﹸﻠﱠﻬ ﺍﻟﻤﺂﺭِﺏﺍﻡ ﺭﻪﺍﻣ ﺭﻦﻓﹶﻤ
Terjemahannya, “Siapapun berharap kepada ilmu, berarti berharap segala kemuliaan, dan siapapun
mendapatkan
ilmu,
berarti
mendapatkan
segala
yang
didambakannya.” Untuk terjemahan di atas, hanya pada konstruksi kalimat syairnya saja yang perlu dibenarkan. Hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair di atas adalah Karenanya orang yang mengharapkan ilmu, kemuliaan tentu juga Dan orang yang mendapatkan ilmu, segala keinginannya juga 103
ِﺎﺻِﺐﻨﺕِ ﺍﻟﹾﻤﻥﹾ ﺑِﻔﹶﻮﻮ ﻫﻪﺍِﺫﹶﺍ ﻧِﻠﹾﺘ
ﺎ ﺍﻟﹾﺤِﺠﺎﺣِﺐﺎ ﺻﺎﻟِﻰ ﺍﹶﻳ ﺍﻟﹾﻌﺼِﺐﻨ ﺍﻟﹾﻤﻮﻫ
Terjemahannya, “Ilmu adalah pangkat tertinggi, ingatlah wahai orang yang berakal! Jika engkau dapat memperolehnya, maka mudahlah menghabiskan pangkat.” Kalimat ‘wahai orang yang berakal’ pada terjemahan di atas, sebaiknya diganti dengan orang yang paham, yang tahu, atau dengan orang yang mengerti. Kata ‘menghabiskan pangkat’ pada terjemahan di atas juga sebaiknya diganti dengan mencapai kedudukan. “Perombakan” kata dalam menerjemahkan teks syair di atas juga diperlukan. Agar hasil terjemahan dapat dipahhami dengan mudah oleh pembaca. Hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair di atas adalah Wahai orang yang mengerti, strata ilmu itu paling tinggi Jika engkau memperolehnya, maka mudah kedudukan dicapai
ِﺍﻫِﺐﻮ ﺍﻟﹾﻤﺮﻴ ﺧ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢﺾﻤﻓﹶﻐ
ﺎﻤِﻬﻌِﻴ ﻧﺐ ﻃِﻴﺎ ﻭﻴﻧ ﺍﻟﺪﻚﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻓﹶﺎﺗ
Terjemahannya, “Jika kamu tidak dapat meraih dunia dan kelezatannya, maka pejamkan matamu karena sesungguhnya ilmu adalah anugrah yang paling berharga.”
104
Kata ‘tidak dapat meraih’ sebaiknya digantidengan kata yang sepadan dengannya, yaitu kehilangan, terlewati. Menurut penulis, hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair di atas adalah Jika engkau kehilangan nikmat dan lezatnya dunia Pejamkanlah matamu, karena ilmu anugerah yang amat berharga a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab kelima adalah metode penerjemahan harfiyah. Karena si penerjemah mengubah struktur BSu (bahasa sumber) menjadi struktur BSa (bahasa sasaran). Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. b. Metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair pasal (bab) kelima mempengaruhi terhadap makna yang dikandungnya. Karena penerjemah terlihat masih kaku dalam memilih kata-kata yang cocok dalam menerjemahkan dari BSu ke BSa. c. Diksi yang dipakai oleh penerjemah belum semuanya tepat dan sesuai. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulian sebuah syair. Sehingga menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas. 6. Pasal (bab) VI, tentang Permulaan, Ukuran, dan Tata Tertib Belajar
ٍﺪﻤِﻴﻞٍ ﺣ ﺑِﻔِﻌﻪﺳﺭ ﺩﺍﹶﺩِﻡﻭ
ِﺪﻔِﻴﺘﺴﺔﹶ ﺍﻟﹾﻤﻣ ﺧِﺪﻡِ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢﺪﺍِﺧ 105
Terjemahannya, “Layanilah ilmu itu sebagaimana melayani orang yang mencari faidah; dan biasakanlah mempelajarinya dengan perbuatan terpuji.”
ِﺪﺄﹾﻛِﻴﺔﹶ ﺍﻟﺘ ﻏﹶﺎﻳﻩ ﺍﹶﻛﱢﺪﺛﹸﻢ
ﻩﺌﹰﺎ ﺍﹶﻋِﺪﻴ ﺷﻔِﻈﹾﺖﺎ ﺣ ﺍِﺫﹶﺍ ﻣﻭ
Terjemahannya, “Bila kamu telah menghafalnya, maka ulangilah lagi lalu tanamkanlah hingga kokoh.”
ِﺪﺄﹾﺑِﻴﻠﹶﻰ ﺍﻟﺘﺳِﻪِ ﻋﺭ ﺍِﻟﹶﻰ ﺩﻭ
ِﻪ ﺍِﻟﹶﻴﺩﻮﻌ ﺗ ﻛﹶﻲﻠﱢﻘﹾﻪ ﻋﺛﹸﻢ
Terjemahannya, “Kemudian catatlah supaya engkau dapat mengulanginya kembali, dan dapat mempelajarinya selama-lamanya.”
ٍﺪﺪِﻳﺀٍ ﺟﻲ ﻟِﺸﻩﺪﻌ ﺑﺪِﺏﺘﻓﹶﺎﻧ
ﻪﺍﺗ ﻓﹶﻮﻪ ﻣِﻨﺖﺎ ﺍﹶﻣِﻨﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﻣ
Terjemahannya, “Bila kamu yakin tidak akan lupa, maka carilah ilmu yang baru.”
ِﺪﺰِﻳﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﻤﺄﹾﻥِ ﻫﺎﺀٍ ﻟِﺸﺍﻗﹾﺘِﻨﻭ
ﻪ ﻣِﻨﻡﻘﹶﺪﺎﺗﺍﺭِ ﻣ ﺗِﻜﹾﺮﻊﻣ
Terjemahannya, 106
“Dengan tetap mengulang ilmu yang telah dikuasai serta bersungguhsunggguh dengan ilmu tambahan ini.”
ٍﺪﻌِﻴﻰ ﺑِﺒﻬﻟِﻰ ﺍﻟﻨ ﺍﹸﻭ ﻣِﻦﻜﹸﻦﻻﹶﺗ
ﻰﻴﺤﻡِ ﻟِﺘﻠﹸﻮ ﺑِﺎﻟﹾﻌﺎﺱﺫﹶﺍﻛِﺮِ ﺍﻟﻨ
Terjemahannya, “Hendaklah engkau menasehati para manusia dengan ilmu, agar engkau dapat hidup; janganlah engkau menjauhi cerdik cendikia.”
ٍﻠِﻴِﺪ ﺑﺎﻫِﻞٍ ﻭ ﺟﺮﻯ ﻏﹶﻴﺮﻻﹶ ﺗ
ﻰﺘ ﺣﺖﺴِﻴ ﺍﹸﻧﻡﻠﹸﻮ ﺍﻟﹾﻌﺖﻤﺍِﻥﹾ ﻛﹶﺘ
Terjemahannya, “Bila ilmu kamu sembunyikan, maka kamu akan lupa, sehingga kamu dianggap orang yang bodoh dan dungu.”
ِﺪﺪِﻳﺬﹶﺍﺏِ ﺍﻟﺸ ﺑِﺎﻟﹾﻌﺖﺒﻠﹶﻬﺗﻭ
ﺍﺎﺭﺔِ ﻧﺎﻣ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺖ ﺍﻟﹾﺠِﻤﺛﹸﻢ
Terjemahannya, “Akibatnya di hari kiamat kelak engkau akan dikendalikan di hari kiamat api, dan akan disiksa yang sangat pedih dalam neraka yang apinya menyalanyala.” Kata (mufrodat) /
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
dipakai
cocok, tepat, 107
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻡﺪﺍِﺧ
Layanilah,
Layanilah; tidak
Pergunakanlah,
pergunakanlah44
tepat dan sesuai
tanggapilah,
dengan teks
ladenilah, responlah
ﻔِﻴﺪﺘﺍﳌﹸﺴ
ِﺪﺄﹾﻛِﻴﺔﹶ ﺍﻟﺘﻏﹶﺎﻳ
Berfaedah,
Faedah; terlalu
memberitahukan,
kaku dalam
berguna45
memilih kata
-
Hingga kokoh
Keistimewaan
Hingga mendindingi; karena bersinonim dengan frase yang dipakai penerjemah
ِﺫﹶﺍﻛِﺮ
Mempelajari
Menasehati:
(pelajaran)46
kurang sesuai
Ajarkan
dengan teks 44
Ibid., h. 326.
45
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris, h. 39.
108
ﻲﺤﻟِﺘ
Agar hidup
ﺎﻫِﻞﺟ
Agar hidup;
Agar
kurang tepat
berkembang
Yang bodoh, yang
Orang bodoh;
Orang yang
tidak tahu, yang
tidak etis
tidak terpelajar
Dungu; tidak etis
Berat kepala,
tidak terpelajar47
ﻠِﻴﺪﺑ
Yang bodoh, yang pandir48
terbelakang, pendek akal
Gambar tabel 6. 1. Menurut penulis hasil terjemahan keseluruhan untuk teks syair pertama (bab 6) adalah
ٍﺪﻤِﻴﻞٍ ﺣ ﺑِﻔِﻌﻪﺳﺭ ﺩﺍﹶﺩِﻡﻭ Sebagaimana
menanggapi
orang
yang
ِﺪﻔِﻴﺘﺴﺔﹶ ﺍﻟﹾﻤﻣ ﺧِﺪﻡِ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢﺪﺍِﺧ mencari
keistimewaan,
ilmu
tanggapilah Mempelajari ilmu dengan perbuatan terpuji biasakanlah
ِﺪﺄﹾﻛِﻴﺔﹶ ﺍﻟﺘ ﻏﹶﺎﻳﻩ ﺍﹶﻛﱢﺪﺛﹸﻢ
46
Ibid., h. 262.
47
Ibid., h. 151.
48
Ibid., h. 96.
ﻩﺌﹰﺎ ﺍﹶﻋِﺪﻴ ﺷﻔِﻈﹾﺖﺎ ﺣ ﺍِﺫﹶﺍ ﻣﻭ
109
Bila engkau telah hapal, kembali ulangi Lalu tanamkanlah hingga mendindingi
ِﺪﺄﹾﺑِﻴﻠﹶﻰ ﺍﻟﺘﺳِﻪِ ﻋﺭ ﺍِﻟﹶﻰ ﺩﻭ Catatlah agar kau bisa mengkajinya
ِﻪ ﺍِﻟﹶﻴﺩﻮﻌ ﺗ ﻛﹶﻲﻠﱢﻘﹾﻪ ﻋﺛﹸﻢ Selamanya
ٍﺪﺪِﻳﺀٍ ﺟﻲ ﻟِﺸﻩﺪﻌ ﺑﺪِﺏﺘﻓﹶﺎﻧ
ﻪﺍﺗ ﻓﹶﻮﻪ ﻣِﻨﺖﺎ ﺍﹶﻣِﻨﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﻣ
Jika kau yakin tidak akan lupa Carilah ilmu yang baru setelahnya
ِﺪﺰِﻳﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﻤﺄﹾﻥِ ﻫﺎﺀٍ ﻟِﺸﺍﻗﹾﺘِﻨﻭ
ﻪ ﻣِﻨﻡﻘﹶﺪﺎﺗﺍﺭِ ﻣ ﺗِﻜﹾﺮﻊﻣ
Dengan tetap mengulang ilmu yang telah dikuasai Juga bersungguh dengan ilmu tambahan ini
ٍﺪﻌِﻴﻰ ﺑِﺒﻬﻟِﻰ ﺍﻟﻨ ﺍﹸﻭ ﻣِﻦﻜﹸﻦﻻﹶﺗ
ﻰﻴﺤﻡِ ﻟِﺘﻠﹸﻮ ﺑِﺎﻟﹾﻌﺎﺱﺫﹶﺍﻛِﺮِ ﺍﻟﻨ
Ajarkan manusia dengan ilmu agar kau berkembang Kepada orang cerdik jangan kau berpaling
ٍﻠِﻴِﺪ ﺑﺎﻫِﻞٍ ﻭ ﺟﺮﻯ ﻏﹶﻴﺮﻻﹶ ﺗ
ﻰﺘ ﺣﺖﺴِﻴ ﺍﹸﻧﻡﻠﹸﻮ ﺍﻟﹾﻌﺖﻤﺍِﻥﹾ ﻛﹶﺘ
110
Bila ilmu tidak engkau amalkan, kau kan lupa Sehingga kau dianggap orang tak terpelajar dan berat kepala
ِﺪﺪِﻳﺬﹶﺍﺏِ ﺍﻟﺸ ﺑِﺎﻟﹾﻌﺖﺒﻠﹶﻬﺗﻭ
ﺍﺎﺭﺔِ ﻧﺎﻣ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻘِﻴﺖ ﺍﻟﹾﺠِﻤﺛﹸﻢ
Akibatnya engkau akan dikumpulkan di hari kiamat Dan engkau mengobarkan api neraka dengan kepedihan yang teramat a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab keenam ini adalah metode penerjemahan setia. Karena penerjemah mereproduksi makna kontekstual, tetapi masih membatasi struktur garamatikal Bsu-nya. b. Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan teks syair pasal (bab) keenam, memudahkan pemahaman para pembaca. Sehinnga, makna yang terkandung pada syair di atas mudah dipahami. c. Diksi yang dipakai oleh penerjemah belum semuanya tepat dan sesuai. Karena penerjemah berpegang teguh pada maksud dan tujuan TSu (teks sumber), sehingga hasil terjemahannya agak kaku dan terlihat asing. Sedangkan penyimpangan terhadap diksi masih tetap dibiarkan. Hal ini memungkinkan dapat terjadinya distorsi makna. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai
111
dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair. Sehingga bisa menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas. 7. Pasal (bab) IX, tentang Kasih Sayang dan Nasehat Syair Pertama
ٍ ﻗﹶﺎﻝﺎﻝٍ ﻭﺘ ﺧﺮ ﻏﹶﻴ ﺍﹶﺭﻓﹶﻠﹶﻢ
ٍﻥ ﻗﹶﺮﺪﻌﺎ ﺑﻧ ﻗﹶﺮﺎﺱ ﺍﻟﻨﺕﻠﱠﻮﺑ
ِﺎﻝﺟﺍﺓِ ﺍﻟﺮﺎﺩﻌ ﻣ ﻣِﻦﺐﻌ ﺍﹶﺻﻭ
ﺎ ﻭﻗﹾﻌﺪﺏِ ﺍﹶﺷﻄﹸﻮ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺨ ﺍﹶﺭﻟﹶﻢﻭ
ِﺍﻝﺆ ﺍﻟﺴ ﻣِﻦﺮ ﺍﹶﻣﺎ ﺫﹸﻗﹾﺖﻣﻭ
ﺍﺎﺀِ ﻃﹸﺮﻴﺓﹶ ﺍﻷَﺷﺍﺭ ﻣِﺮﺫﹸﻗﹾﺖﻭ
Terjemahannya, “Aku telah mencoba manusia dari abad ke abad; tapi aku tak pernah melihat selain orang yang banyak cidera dan bermusuhan.” “Aku tak pernah melihat perkara yang sangat memberikan bekas, dan lebih sengsara daripada musuh seseorang.” “Dan aku telah merasakan segala macam kepahitan, tetapi tidak ada yang lebih pahit dari meminta-minta."
Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
112
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﻠﱠﻰ( ﺑﺕﻠﱠﻮ)ﺑ
Menguji, mencoba,
Mencoba; tidak
Menjumpai,
mengemukakan
tepat dengan
berteman sambil
alasan kepada,
konteks
mencari tahu
bersumpah untuk
sifat dan akhlak
membersihkan
seseorang
diri49
ﺎﻗﹶﺮﻧ ﺎﻝﺘﺧ
Abad, masa,
Abad; kurang
generasi50
sesuai dengan teks
Penipu51
Cidera; tidak
Generasi
Penipu
cocok/ tepat dengan teks
ﻗﹶﺎﻝ
Desas-desus,
Bermusuhan; tidak
menggunjing,
sesuai
Menggunjing
49
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 109.
50
Ibid., h. 1113.
51
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris, h. 213.
113
menggosipkan, mengisukan52
ﻄﹸﻮﺏﺧ
Perkara, urusan,
Perkara; tidak
Hal, urusan,
hal53
tepat, karena
masalah
hanya dipakai untuk bidang hukum
ﺐﻌﺍﹶﺻ
Sulit, sukar54
Sengsara; tidak
Sukar
tepat dengan teks Gambar tabel 7. 1. Kata ‘meminta-minta’ pada terjemahan di atas sebaiknya dihaluskan menjadi membawahkan tangan. Hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ٍ ﻗﹶﺎﻝﺎﻝٍ ﻭﺘ ﺧﺮ ﻏﹶﻴ ﺍﹶﺭﻓﹶﻠﹶﻢ
ٍﻥ ﻗﹶﺮﺪﻌﺎ ﺑﻧ ﻗﹶﺮﺎﺱ ﺍﻟﻨﺕﻠﱠﻮﺑ
ِﺎﻝﺟﺍﺓِ ﺍﻟﺮﺎﺩﻌ ﻣ ﻣِﻦﺐﻌ ﺍﹶﺻﻭ
ﺎ ﻭﻗﹾﻌﺪﺏِ ﺍﹶﺷﻄﹸﻮ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺨ ﺍﹶﺭﻟﹶﻢﻭ
ِﺍﻝﺆ ﺍﻟﺴ ﻣِﻦﺮ ﺍﹶﻣﺎ ﺫﹸﻗﹾﺖﻣﻭ
ﺍﺎﺀِ ﻃﹸﺮﻴﺓﹶ ﺍﻷَﺷﺍﺭ ﻣِﺮﺫﹸﻗﹾﺖﻭ
52
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1172.
53
Ibid., h. 348.
54
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris, h. 390.
114
Aku telah menguji manusia dari generasi ke generasi Selain penipu dan penggunjing belum pernah kutemui Belum pernah ku lihat urusan sebegitu parah Dan lebih sukar dari musuh Telah ku rasakan berbagai macam kepahitan Namun tak ada yang sepahit membawahkan tangan Syair Kedua
ٍﻢﻫﻮ ﺗ ﻣِﻦﻩﺎﺩﺘﻌﺎﻳ ﻣﻕﺪﺻﻭ
ﻪﻧﻮ ﻇﹸﻨﺎﺀَﺕﺀِ ﺳﺮﻞﹸ ﺍﻟﹾﻤﺎﺀَ ﻓِﻌﺍِﺫﹶﺍ ﺳ
ٍﻈﹾﻠِﻢ ﻣﻚ ﺍﻟﺸﻞٍ ﻣِﻦ ﻓِﻲ ﻟﹶﻴﺢﺒ ﺍﺻﻭ
ِﺍﺗِﻪﺪﻝِ ﻋﻪِ ﺑِﻘﹶﻮﻴﺤِﺒﻯ ﻣﺎﺩﻋﻭ
Terjemahannya, “Jika tindakan seorang itu buruk, maka buruk pulalah prasangkanya; dan membenarkan apa yang disediakannya dari perasaan hati.” “Dan menganggap musuh terhadap kekasihnya dengan ucapan sebagai musuhnya; jadilah dalam keraguan kekasihnya bagaikan malam yang gelap."
115
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk
Kata
digunakan
ﻢﻫﻮﺗ
Khilaf, membuat
Perasaan hati;
kesalahan, sesat,
tidak berhubungan
pertimbangan yang
dengan makna
salah tentang
leksikalnya
Suatu kesalahan
sesuatu55
ﺎﺩﺘﻌﻳ
Telah sedia,
Disediakan;
sesuatu yang
kurang sesuai
disiapkan56
dalam
Dibolehkan
penggunaannya
ﻚ ﺸ ﺍﻟ
55
Ragu-ragu,
Keraguan; tidak
bimbang, curiga,
sesuai dengan
Luluh
Rohi Baalbaki, Al- Mawrid: A modern Arabic-English Dictionary (Beirut: Dar El-Ilm
Lilmalayin, 1995), h. 1249. 56
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris, h. 435. 57
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 735.
116
kacau, samar57
pesan teks
Gambar tabel 7. 2. Kalimat pada terjemahan di atas sebaiknya lebih diefektifkan lagi, serta diolah lagi kata-kata yang ada pada terjemahan di atas sesuai dengan kaidah konstruksi kalimat syair. Menurut penulis, hasil terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
ٍﻢﻫﻮ ﺗ ﻣِﻦﻩﺎﺩﺘﻌﺎﻳ ﻣﻕﺪﺻﻭ
ﻪﻧﻮ ﻇﹸﻨﺎﺀَﺕﺀِ ﺳﺮﻞﹸ ﺍﻟﹾﻤﺎﺀَ ﻓِﻌﺍِﺫﹶﺍ ﺳ
ٍﻈﹾﻠِﻢ ﻣﻚ ﺍﻟﺸﻞٍ ﻣِﻦ ﻓِﻲ ﻟﹶﻴﺢﺒ ﺍﺻﻭ
ِﺍﺗِﻪﺪﻝِ ﻋﻪِ ﺑِﻘﹶﻮﻴﺤِﺒﻯ ﻣﺎﺩﻋﻭ
Jika perbuatan seorang buruk maka buruk pula prasangkanya Membenarkan yang dibolehkan terhadap kesalahannya Serta menganggap kekasihnya sebagai musuh Dan membuatnya menjadi luluh Syair Ketiga
ﻩﺎ ﻓﹶﺰِﺩﻨﺴ ﺣﻪﺘﻟﹶﻴ ﺍﹶﻭﻦﻣﻭ
ﻩﺮِﺩ ﻻﹶ ﺗﺢِ ﻭﻦِ ﺍﻟﹾﻘﹶﺒِﻴ ﻋﺢﻨﺗ
ﻩﻜِﺪ ﻓﹶﻼﹶ ﺗﻭﺪ ﺍﻟﹾﻌﺍِﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﺩ
ٍﺪ ﻛﹸﻞﱠ ﻛﹶﻴﻙﻭﺪ ﻋﻜﹾﻔﹶﻰ ﻣِﻦﺘﺳ
117
Terjemahannya, “Jauhilah keburukan, engkau jangan sampai mendekatinya; adapun bagi orang yang telah engkau beri kebaikan maka tambahlah kebaikannya.” “Allah akan mencukupimu dari segala daya dan upaya musuhmu; jika musuh itu berupaya maka janganlah engkau balas daya upayanya.” Kalimat ‘Allah akan mencukupimu’ pada teks terjemahan di atas sebaiknya diganti, karena kalimat tersebut tidak sesuai dengan teks yang sedang dibahas. Sebaiknya kalimat tersebut diganti dengan Allah akan melindungimu. Menurut penulis hasil terjemahan yang tepat dan cocok untuk teks syair
ﻩﺎ ﻓﹶﺰِﺩﻨﺴ ﺣﻪﺘﻟﹶﻴ ﺍﹶﻭﻦﻣﻭ
ﻩﺮِﺩ ﻻﹶ ﺗﺢِ ﻭﻦِ ﺍﻟﹾﻘﹶﺒِﻴ ﻋﺢﻨﺗ
ﻩﻜِﺪ ﻓﹶﻼﹶ ﺗﻭﺪ ﺍﻟﹾﻌﺍِﺫﹶﺍ ﻛﹶﺎﺩ
ٍﺪ ﻛﹸﻞﱠ ﻛﹶﻴﻙﻭﺪ ﻋﻜﹾﻔﹶﻰ ﻣِﻦﺘﺳ
Jauhilah keburukan dan janganlah mendekatinya Orang yang telah engkau beri kebaikan tambahlah baginya Allah akan melindungimu dari segala daya dan upaya musuhmu Jika musuh itu berupaya maka janganlah melawan musuhmu Syair Keempat
ﺎﺎﺗﻨ ﺍِﻋﺎ ﻭ ﻇﹸﻠﹾﻤﻪﻣﻮﺴﻳ
ٍﺎﻫِﻞ ﺟ ﻣِﻦﻠﹶﻢﺴﻘﹾﻞِ ﻟﹶﺎ ﻳ ﺍﻟﹾﻌﺫﹸﻭ 118
ﺎﺎﺗ ﺍِﻥﹾ ﺻﺎﺕﺼﻡِ ﺍﻹِﻧﻠﹾﺰﻟﹾﻴﻭ
ِﺑِﻪﺮﻠﹶﻰ ﺣ ﻋﻠﹾﻢﺮِ ﺍﻟﺴﺘﺨﻓﹶﻠﹾﻴ
Terjemahannya, “Bagi orang yang berakal tidak dapat selamat dari daya upaya orang bodoh yang bermaksud memusuhi, yang dasarnya karena menganiaya dan meributkan.” “Maka pilihlah wahai orang yang berakal akan perdamaian, tak usah menyerang orang bodoh; dan jika ia melontarkan suara maka diamlah tak usah engkau tandingi.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﺴﻠﹶﻢﻳ
Selamat, bebas,
Selamat
rela, tunduk,
Bebas, selamat, rela, tunduk
menyerah58
ِﻘﻞ ﺍﹾﻟﻌﺫﹸﻭ
58
Orang cerdas,
Orang yang
Orang yang
pintar, paham,
berakal; bermakna
terpelajar
intelek,
umum
Ibid., h. 654.
119
berpendidikan, bertabi’at59 ٍﺎﻫِﻞﺟ
Yang bodoh, yang
Orang bodoh;
Orang yang
tidak tahu, yang
tidak etis
tidak terpelajar
Zhalim, aniaya,
Menganiaya; tidak
Menghujat
menghujat,
tepat dengan
menindas,
konteks
tidak terpelajar60 ﺎﻇﹸﻠﹾﻤ
menyengsarakan Gambar tabel 7. 3. Kata ‘meributkan’ pada terjemahan di atas sebaiknya diganti dengan kata yang
bersinonim
dengannya,
yaitu
menyusahkan,
menyulitkan.
Pada
terjemahan bait kedua dari syair di atas, sebaiknya lebih disederhanakan kalimatnya menjadi pilihlah perdamaian dan diamlah jika diteriakkan. Jadi, menurut penulis terjemahan yang tepat dan sesuai untuk teks syair
59
ﺎﺎﺗﻨ ﺍِﻋﺎ ﻭ ﻇﹸﻠﹾﻤﻪﻣﻮﺴﻳ
ٍﺎﻫِﻞ ﺟ ﻣِﻦﻠﹶﻢﺴﻘﹾﻞِ ﻟﹶﺎ ﻳ ﺍﻟﹾﻌﺫﹸﻭ
ﺎﺎﺗ ﺍِﻥﹾ ﺻﺎﺕﺼﻡِ ﺍﻹِﻧﻠﹾﺰﻟﹾﻴﻭ
ِﺑِﻪﺮﻠﹶﻰ ﺣ ﻋﻠﹾﻢﺮِ ﺍﻟﺴﺘﺨﻓﹶﻠﹾﻴ
Rohi Baalbaki, Al- Mawrid: A modern Arabic-English Dictionary (Beirut: Dar El-Ilm
Lilmalayin, 1995), h. 771. 60
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 151.
120
Orang terpelajar tidak bisa terbebas dari upaya orang yang tak berpendidikan Yang bermaksud menghujat dan menyusahkan Pilihlah perdamaian Dan diamlah jika diteriakkan a.
Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair
bab
kesembilan ini adalah metode
penerjemahan bebas. Karena penerjemah terlihat lebih mengutamakan isi, dan mengorbankan bentuk teks BSu. Maka bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sekali. Penerjemah menggunakan metode ini mungkin karena
ingin memunculkan
perspektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh TSu. b.
Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan
teks
syair
pasal
(bab)
kesembilan
ini
dapat
mempengaruhi pemahaman para pembaca. Kurang begitu tepatnya korelasi antara kata yang satu dengan kata berikutnya, serta kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya menjadi penyebab utama perubahan makna, juga menyebabkan pembaca kurang nyaman atau kurang memahami terjemahan yang dibacanya. Selain itu, masih banyaknya kalimat terjemahan yang belum efektif.
121
c.
Diksi yang dipakai oleh penerjemah belum semuanya tepat dan sesuai. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya distorsi makna. Selain itu, Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair. Sehingga bisa menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
8. Pasal (bab) X, tentang Mencari Faidah Syair Pertama
ﻠﹾﻔﹶﻰﻰ ﻳﻔﹾﻨﻳ ﻭﺎ ﻓﹶﺎﺕﺎﻛﹸﻞﱡ ﻣﻣ
ﻔﹰﺎﻼﹶﻗِﻲ ﻟﹶﻬﺕِ ﺍﻟﺘﻠﹶﻰ ﻓﹶﻮﻔﹰﺎﻋﻟﹶﻬ
Terjemahannya, “Aduhai sangat merugi, kini aku benar-benar merugi karena tak kuperoleh tinggalan ilmunya (dulu aku berjumpa tiada minat, kini mereka telah tiada); padahal apa yang sudah hilang dan rusak takkan berjumpa lagi.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
122
ﻟﹶﻬﻔﹰﺎ ِﺕﻓﹶﻮ ﻼﹶﻗِﻰﺍﻟﺘ
Sesal, duka,
Aduhai; kurang
sedih, ah, aduh61
sesuai dengan teks
Berlalu, terlewat,
Tinggalan; tidak
lupa, tertinggal62
bisa dipahami
Pertemuan,
Berjumpa; tidak
bertemu63
tepat dengan
Ah
Lupa
konteks
ﻰﻔﹾﻨﻳ
Lenyap, rusak,
Rusak; tidak
fana64
bernuansa
Fana
estetikal
ﻠﻔﹶﻰﻳ
Ditemukan,
Berjumpa; tidak
didapatkan65
sesuai dengan
Didapati
konteks Gambar tabel 8
61
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1292.
62
Ibid., h. 1076.
63
Rohi Baalbaki, Al- Mawrid: A modern Arabic-English Dictionary (Beirut: Dar El-Ilm
Lilmalayin, 1995), h. 363. 64
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 510. 65
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 1279.
123
Kata-kata pada terjemahan di atas yang penulis garis bawahi adalah yang sebaiknya diganti dengan kata-kata yang sepadan dengan makna kata tersebut. Kalimat yang penulis garis bawahi juga sebaiknya diganti dan lebih disederhanakan lagi. Tujuannya yaitu agar tidak terjadi distorsi makna. Jadi, menurut penulis terjemahan yang cocok dan tepat untuk teks syair
ﻠﹾﻔﹶﻰﻰ ﻳﻔﹾﻨﻳ ﻭﺎ ﻓﹶﺎﺕﺎﻛﹸﻞﱡ ﻣﻣ
ﻔﹰﺎﻼﹶﻗِﻲ ﻟﹶﻬﺕِ ﺍﻟﺘﻠﹶﻰ ﻓﹶﻮﻔﹰﺎﻋﻟﹶﻬ
Ah… lupa lagi Padahal setiap yang sudah terlupa dan fana tak kan didapati a.
Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab kesepuluh ini adalah metode penerjemahan bebas. Karena penerjemah terlihat lebih mengutamakan isi, dan mengorbankan bentuk teks BSu. Maka bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sekali. Penerjemah menggunakan metode ini mungkin karena ingin memunculkan perspektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh TSu.
b.
Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan teks syair pasal (bab) kesepuluh ini berpengaruh terhadap makna syair di atas. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan terjadinya distorsi makna.
124
c.
Diksi yang dipakai oleh penerjemah belum semuanya tepat dan sesuai. Selain itu, unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair. Sehingga bisa menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
9. Pasal (bab) XI, tentang Sifat Wara’ (wira’i) Di Waktu Belajar Syair Pertama
ﺎﻓِﻈﹰﺎﺤ ﻣﺎ ﻭﺍﻇِﺒﻮﻼﹶﺓِ ﻣﻠﹶﻰ ﺍﻟﺼﻋﻭ
ﺎﻓِﻈﹰﺎﺍﻫِﻰ ﺣﻮ ﺍﻟﻨﺍﻣِﺮِ ﻭ ﻟِﻠﹾﺄﹶﻭﻛﹸﻦ
ﺎﻓِﻈﹰﺎﺎ ﺣﻬﺮِﻓﹶﻘِﻴﺼﺒﺎﺕِ ﺗﺑِﺎﻟﻄﱠﻴ
ﻌِﻦﺘ ﻭﺍﺳﺪﻬﺍﺟﻉِ ﻭﺮ ﺍﻟﺸﻡﻠﹸﻮ ﻋ ﺍﻃﹾﻠﹸﺐﻭ
ﺎﻓِﻈﹰﺎ ﺣﺮﻴﻠِﻪِ ﻓﹶﺎﷲُ ﺧﻓِﻲ ﻓﹶﻀ
ﺎﺍﻏِﺒ ﺭ ﺣِﻔﹾﻆﹶ ﺣِﻔﹾﻈِﻚﺎﻙﺄﹶﻝﹶ ﺍِﻟﹶﻬ ﺍﹶﺳﻭ
Terjemahannya, “Hendaklah engkau senantiasa menjaga segala perintah dan larangan; dan tetap tekunlah mengerjakan shalat dan memeliharanya.” “Tuntutlah ilmu-ilmu syari’at, bersungguh-sungguhlah dan mohonlah pertolongan; dengan amal-amal kebaikan. Niscaya engkau jadi seorang yang cerdik lagi penghapal.” 125
“Mohonlah
kepada
Tuhanmu
untuk
menjaga
hapalanmu
dan
mengharapkan karunia-Nya, karena Allah adalah sebaik-baik Penjaga.” Pada kalimat terjemahan ‘Hendaklah engkau senantiasa menjaga segala perintah dan larangan’ di atas, sebaiknya disederhanakan menjadi Segala perintah dan larangan patuhilah. Terjemahan di atas, dalam hal pemilihan diksi sudah sesuai dan tepat. Di sini hanya pada konstruksi kalimatnya saja yang sebaiknya penulisannya seperti penulisan sebuah syair. Menurut penulis, hasil terjemahan untuk teks syair
ﺎﻓِﻈﹰﺎﺤ ﻣﺎ ﻭﺍﻇِﺒﻮﻼﹶﺓِ ﻣﻠﹶﻰ ﺍﻟﺼﻋﻭ
ﺎﻓِﻈﹰﺎﺍﻫِﻰ ﺣﻮ ﺍﻟﻨﺍﻣِﺮِ ﻭ ﻟِﻠﹾﺄﹶﻭﻛﹸﻦ
ﺎﻓِﻈﹰﺎﺎ ﺣﻬﺮِﻓﹶﻘِﻴﺼﺒﺎﺕِ ﺗﺑِﺎﻟﻄﱠﻴ
ﻌِﻦﺘ ﻭﺍﺳﺪﻬﺍﺟﻉِ ﻭﺮ ﺍﻟﺸﻡﻠﹸﻮ ﻋ ﺍﻃﹾﻠﹸﺐﻭ
ﺎﻓِﻈﹰﺎ ﺣﺮﻴﻠِﻪِ ﻓﹶﺎﷲُ ﺧﻓِﻲ ﻓﹶﻀ
ﺎﺍﻏِﺒ ﺭ ﺣِﻔﹾﻆﹶ ﺣِﻔﹾﻈِﻚﺎﻙﺄﹶﻝﹶ ﺍِﻟﹶﻬ ﺍﹶﺳﻭ
Segala perintah dan larangan patuhilah Tekun dalam mengerjakan shalat peliharalah Tuntutlah ilmu-ilmu syari’at, bersungguh-sungguh dan mohonlah pertolongan disertai perbuatan baik Niscaya engkau menjadi seorang penghapal yang cerdik Mohonlah kepada Tuhanmu agar hapalanmu terjaga
126
Mengharap karunia-Nya Karena Allah lah sebaik-baik pemelihara Syair Kedua
ﻥﹶﻮﻌﺟﺮ ﺗﻜﹸﻢﺑ ﺍِﻟﹶﻰ ﺭﻢﺘ ﺍﹶﻧﻭ
ﺍﻠﹸﻮﻜﹾﺴﻻﹶ ﺗﺍ ﻭﻭﺟِﺪﺍ ﻭﻮﻌﺍﹶﻃِﻴ
ﻥﹶﻮﻌﺠﻬﺎ ﻳﻞِ ﻣ ﺍﻟﱠﻴﻼﹰ ﻣِﻦﻗﹶﻠِﻴ
ﻯﺭ ﺍﹾﻟﻮﺎﺭﺍ ﻓﹶﺨِﻴﻮﻌﺠﻬﻻﹶ ﺗﻭ
Terjemahannya, “Taatlah, bersemangatlah dan jangan bermalas-malasan. Kalian akan kembali kepada Tuhanmu.” “Janganlah suka tidur, karena makhluk yang terbaik adalah yang sedikit tidur di malam hari.” Terjemahan di atas, dalam hal pemilihan diksi sudah sesuai dan tepat. Di sini, hanya pada konstruksi kalimatnya saja yang sebaiknya dirubah seperti penulisan sebuah syair. Menurut penulis, hasil terjemahan yang sesuai dan tepat untuk teks syair
ﻥﹶﻮﻌﺟﺮ ﺗﻜﹸﻢﺑ ﺍِﻟﹶﻰ ﺭﻢﺘ ﺍﹶﻧﻭ
ﺍﻠﹸﻮﻜﹾﺴﻻﹶ ﺗﺍ ﻭﻭﺟِﺪﺍ ﻭﻮﻌﺍﹶﻃِﻴ
ﻥﹶﻮﻌﺠﻬﺎ ﻳﻞِ ﻣ ﺍﻟﱠﻴﻼﹰ ﻣِﻦﻗﹶﻠِﻴ
ﻯﺭ ﺍﹾﻟﻮﺎﺭﺍ ﻓﹶﺨِﻴﻮﻌﺠﻬﻻﹶ ﺗﻭ
127
Taat, semangat, dan jangan bermalas-malasan Sebab kepada Tuhanmu kalian semua kan dikembalikan Kurangi tidur di waktu malam Makhluk terbaik adalah yang sedikit tidur di waktu malam a.
Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab kesebelas adalah metode penerjemahan harfiyah. Karena si penerjemah mengubah struktur BSu (bahasa sumber) menjadi struktur BSa (bahasa sasaran). Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa.
b.
Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan teks syair pasal (bab) kesebelas ini tidak begitu mempengaruhi pemahaman para pembaca. Karena pesan yang terkandung dalam Tsu masih dipertahankan. Sehingga, makna yang terkandung tidah berubah. c.
Diksi yang dipakai oleh penerjemah sudah semuanya tepat. Namun, unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair. Sehingga bisa menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
10. Pasal (bab) XII, tentang Penyebab Hafal dan Lupa 128
Syair Pertama
ﺎﺻِﻰﻌﻙِ ﺍﻟﹾﻤﺮﻧِﻲ ﺍِﻟﹶﻰ ﺗﺪﺷﻓﹶﺎﹶﺭ
ﺀَ ﺣِﻔﹾﻈِﻲﻮﻊٍ ﺳﻛِﻴ ﺍِﻟﹶﻰ ﻭﺕﻜﹶﻮﺷ
ﺎﺻِﻰﻄﹶﻰ ﻟِﻌﻌﻞﹸ ﺍﷲِ ﻻﹶ ﻳ ﻓﹶﻀﻭ
ِ ﺍِﻟﹶﻪﻞﹲ ﻣِﻦﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺤِﻔﹾﻆﹶ ﻓﹶﻀ
Terjemahannya, “Aku mengadu kepada Kiai Waki’ tentang keburukan hapalanku; maka beliau memberikan petunjuk kepadaku untuk meninggalkan maksiat.” “Maka hapalan itu merupakan karunia dari Allah; sedangkan karunia Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﺪﺷﺃﹶﺭ
Memimpin,
Memberikan
membimbing,
petunjuk; kurang
menasehati,
sesuai
Menasehati
memberi
66
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 499.
129
petunjuk66
ﺇﻥﱠ+ ﻑ
Maka
Maka
Karenanya
sesungguhnya Gambar tabel 9. 1. Hasil terjemahan di atas, dalam pemilihan diksinya sudah tepat dan sesuai. Akan tetapi pada konstruksi kalimatnya belum efektif, juga belum memenuhi syarat dalam penulisan sebuah syair. Menurut penulis, hasil terjemahan yang benar dan sesuai untuk teks syair
ﺎﺻِﻰﻌﻙِ ﺍﻟﹾﻤﺮﻧِﻲ ﺍِﻟﹶﻰ ﺗﺪﺷﻓﹶﺎﹶﺭ
ﺀَ ﺣِﻔﹾﻈِﻲﻮﻊٍ ﺳﻛِﻴ ﺍِﻟﹶﻰ ﻭﺕﻜﹶﻮﺷ
ﺎﺻِﻰﻄﹶﻰ ﻟِﻌﻌﻞﹸ ﺍﷲِ ﻻﹶ ﻳ ﻓﹶﻀﻭ
ِ ﺍِﻟﹶﻪﻞﹲ ﻣِﻦﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺤِﻔﹾﻆﹶ ﻓﹶﻀ
Kuadukan kepada Kiai Waki’ tentang buruknya hapalanku Jauhi maksiat, dia menasehatiku Karenanya hapalan itu karunia dari Allah Dan bagi yang bermaksiat tak kan diberikan oleh Allah Syair Kedua
ﺎﻓِﻬﺔِ ﻃﹶﺮﺤﻟﹶﻤﺎ ﻭﻬﺬﱠﻳﺔِ ﺧﻌ ﻟﹶﻤﻭ
ﺎﻓِﻬ ﺑِﻈﹶﺮﻨِﻲﺘﻤﺘ ﻳﻦﻠﹶﻰ ﻣ ﻋﻼﹶﻡﺳ
ﺎﻔِﻬﺻﻪِ ﻭ ﻓِﻲ ﻛﹸﻨﺎﻡﻫﺕِ ﺍﻷَﻭﺮﻴﺤﺗ
ﺔﹲﺤﻠِﻴﺎﺓﹲ ﻣﻨِﻲ ﻓﹶﺘﺘﺒﺍﹶﺻﻨِﻲ ﻭﺘﺒﺳ 130
ﺎﻔِﻬﻛﹶﺸﻡِ ﻭﻠﹸﻮﻞِ ﺍﻟﹾﻌﺼِﻴﺤ ﺑِﺘﻔﹾﺖﻐﺷ
ﻨِﻲﻨِﻲ ﻓﹶﺈِﻧﺬﹶﺭِﻳﺍﻋ ﺫﹶﺭِﻳﻨِﻲ ﻭﻓﹶﻘﹸﻠﹾﺖ
ﺎﻓِﻬﺮ ﻋﺎﺕِ ﻭﺎﻧِﻴﺎﺀِ ﺍﹾﻟﻐ ﻏِﻨﻦﻰ ﻋﻏِﻨ
ﻘﹶﻰ ﺍﻟﺘ ﺍﹾﻟﻌِﻠﹾﻢِ ﻭﻞِ ﻭ ﻓِﻲ ﻃِﻼﹶﺏِ ﺍﹾﻟﻔﹶﻀﻟِﻲﻭ
Terjemahannya, “Salamku buat jariyahku Mustaulidah yang halus, dan cahaya kedua pipinya serta kedip matanya dapat memikatku.” “Jariyahku yang masih muda belia lagi cantik, sehingga membingungkan akal, tak sampai memikirkan sifat-sifatnya yang semestinya.” “Maka kataku: “Tinggalkanlah aku, karena aku sedang rindu untuk mensukseskan ilmu-ilmu dan membukakannya.” “Bagiku tetap mengutamakan menuntut keutamaan, ilmu dan takwa; maka aku akan membutuhkan lagu-lagu biduanita dan keindahannya.”
Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan 131
ﻑﻇﹶﺮ
Halus; tidak tepat
Cantik
Tidak
Membutuhkan;
Tidak
membutuhkan68
salah pemakaian
membutuhkan
Elok, cantik, manis, pandai, cerdas67
ﻰﻏِﻨ
kata ﺎﺕﻏﹶﺎﻧِﻴ
Perempuan
Biduanita; kurang
Penyanyi
cantik69
etis
perempuan
Gambar tabel 9. 2 Kata ‘jariyah’ pada terjemahan di atas sebaiknya diganti. Sebab kata tersebut masih mengandung unsur foreignisasi, yang berasal dari bahasa Arab, tepatnya pada kata ﺔﺎﺭِﻳ ﺟyang artinya: budak perempuan, gadis, dan pelayan.70
Pada hasil terjemahan di atas, dalam hal pemilihan diksinya belum semuanya tepat dan sesuai. Begitu juga dalam konstruksi kalimatnya, yang belum sepenuhnya seperti penulisan sebuah syair. Sebaiknya untuk terjemahan bait keempat, dirubah posisi kalimatnya, yaitu kalimat pertama di akhir dan kalimat kedua di awal. Tujuan penulis adalah, agar ada korelasi di antara dua 67
Ibid., h. 879.
68
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyono,. Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab-Indonesia-
Inggris (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 487. 69
Ibid., 487.
70
Ibid., 135.
132
kalimat pada bait keempat tersebut. Menurut penulis, hasil terjemahan yang tepat untuk teks syair
ﺎﻓِﻬﺔِ ﻃﹶﺮﺤﻟﹶﻤﺎ ﻭﻬﺬﱠﻳﺔِ ﺧﻌ ﻟﹶﻤﻭ
ﺎﻓِﻬ ﺑِﻈﹶﺮﻨِﻲﺘﻤﺘ ﻳﻦﻠﹶﻰ ﻣ ﻋﻼﹶﻡﺳ
ﺎﻔِﻬﺻﻪِ ﻭ ﻓِﻲ ﻛﹸﻨﺎﻡﻫﺕِ ﺍﻷَﻭﺮﻴﺤﺗ
ﺔﹲﺤﻠِﻴﺎﺓﹲ ﻣﻨِﻲ ﻓﹶﺘﺘﺒﺍﹶﺻﻨِﻲ ﻭﺘﺒﺳ
ﺎﻔِﻬﻛﹶﺸﻡِ ﻭﻠﹸﻮﻞِ ﺍﻟﹾﻌﺼِﻴﺤ ﺑِﺘﻔﹾﺖﻐﺷ
ﻨِﻲﻨِﻲ ﻓﹶﺈِﻧﺬﹶﺭِﻳﺍﻋ ﺫﹶﺭِﻳﻨِﻲ ﻭﻓﹶﻘﹸﻠﹾﺖ
ﺎﻓِﻬﺮ ﻋﺎﺕِ ﻭﺎﻧِﻴﺎﺀِ ﺍﹾﻟﻐ ﻏِﻨﻦﻰ ﻋﻏِﻨ
ﻘﹶﻰ ﺍﻟﺘ ﺍﹾﻟﻌِﻠﹾﻢِ ﻭﻞِ ﻭ ﻓِﻲ ﻃِﻼﹶﺏِ ﺍﹾﻟﻔﹶﻀﻟِﻲﻭ
Salamku buat gadisku Mustaulidah yang cantik Pipinya yang bercahaya dan matanya yang lentik Gadisku yang cantik lagi belia Telah membingungkan akal tentang sifatnya yang sebenarnya Tinggalkan aku! Ungkapku Karena aku tengah menguasai dan akan membukukan ilmu Aku tak butuh tembang penyanyi wanita dan keindahannya Bagiku… tetap mempelajari keutamaan ilmulah dan bertakwa
133
a.
Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair bab kedua belas ini adalah metode penerjemahan bebas. Karena penerjemah terlihat lebih mengutamakan isi, dan mengorbankan bentuk teks BSu. Maka bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sekali. Penerjemah menggunakan metode ini mungkin karena ingin memunculkan perspektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh TSu.
b.
Metode
penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam
menerjemahkan teks syair pasal (bab) kedua belas ini dapat mempengaruhi terhadap makna yang terkandung pada syair di atas. Hal ini juga mempengaruhi pemahaman para pembaca. Karena kurang begitu tepatnya korelasi antara kata yang satu dengan kata berikutnya, atau kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya menjadi penyebab utama pembaca kurang nyaman atau kurang memahami terjemahan yang dibacanya. c.
Diksi yang dipakai oleh penerjemah belum semuanya tepat dan sesuai. Di samping itu dalam penyusunan kalimatnya belum efektif pula. Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair. Sehingga bisa menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
11. Pasal (bab) XIII, tentang Mendatangkan dan Menolak Rizki, serta Memanjangkan dan Memperpendek Umur 134
Syair Pertama
ﺍﺀِ ِﺍﻥﹾ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻣِﻜﹾﺜﹶﺮﺮﻖِ ﺍﻟﹾﻤﻤ ﺑِﺤﻘِﻦﺍﹶﻳﻭ
ﻪﺀِ ﻗﹶﻞﱠ ﻛﹶﻼﹶﻣﺮﻘﹾﻞﹸ ﺍﻟﹾﻤ ﻋﻢﺍِﺫﹶﺍ ﺗ
Terjemahannya, “Jika seorang telah sempurna akalnya maka sedikitlah bicaranya; maka jika ada orang yang banyak bicara, anggaplah bahwa dia adalah idiot."
Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ِﺀﺮ ﻋﻘﻞﹸ ﺍﻟﹾﻤﻢﺗ
Sempurna akal,
Telah sempurna
Orang yang
pikiran seorang
akalnya;
telah dewasa
sebaiknya disederhanakan
ِﻤﻖﺣ
Bodoh, pandir71
Idiot; tidak etis
Orang yang terbelakang pertumbuhan mentalnya
Gambar tabel 10. 1.
71
Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 297.
135
Pada terjemahan di atas, dalam pemilihan diksinya sudah tepat dan sesuai. Namun dalam konstruksi kalimatnya belum efektif dan belum sesuai seperti penyusunan kalimat syair. Menurut penulis, hasil terjemahan yang tepat untuk teks syair
ﺍﺀِ ِﺍﻥﹾ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻣِﻜﹾﺜﹶﺮﺮﻖِ ﺍﻟﹾﻤﻤ ﺑِﺤﻘِﻦﺍﹶﻳﻭ
ﻪﺀِ ﻗﹶﻞﱠ ﻛﹶﻼﹶﻣﺮﻘﹾﻞﹸ ﺍﻟﹾﻤ ﻋﻢﺍِﺫﹶﺍ ﺗ
Jika seorang telah dewasa, maka sedikit bicaranya Jika ada orang yang banyak bicara, anggaplah dia orang yang terbelakang pertumbuhan mentalnya Syair Kedua
ﺍ ﻣِﻜﹾﺜﹶﺎﺭﻜﹸﻦ ﻓﹶﻼﹶ ﺗﻄﹶﻘﹾﺖﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﻧ
ﺔﹲﻼﹶﻣ ﺳﺕﻜﹸﻮﺍﻟﺴ ﻭﻦﻳ ﺯﻄﹾﻖﺍﻟﻨ
ﺍﺍﺭﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻜﹶﻼﹶﻡِ ﻣِﺮ ﻋﺖﺪِﻣ ﻧﻟﹶﻘﹶﺪﻭ
ﺓﹰﺮﺕِ ﻣﻜﹸﻮﻠﹶﻰ ﺍﻟﺴ ﻋﺖﺪِﻣﺎ ﺍِﻥﹾ ﻧﻣ
Terjemahannya, “Ucapan adalah sebagai hiasan dan diam itu selamat; maka jika engkau bicara, janganlah banyak-banyak.” “Engkau sama sekali tak akan menyesal karena diam; tetapi engkau akan menyesal akibat bicara berkali-kali.” Kata
Makna Asal
Kata yang
Kata yang 136
(mufrodat) /
dipakai
cocok, tepat,
frase
penerjemah dan
dan sesuai
Kasusnya
untuk digunakan
ﺍﻟﻨﻄﻖ
ﺍﻟﺴﻜﻮﺕ
Berkata, berbicara,
Ucapan; tidak
Bicara
menerangkan,
sesuai dengan
menjelaskan72
konteks
Diam, mati,
Diam
Diam
Selamat, aman
Selamat; tidak
Ketenangan
tentram74
sesuai dengan
mereda, tenang73
ﺳﻼﻣﺔ
konteks
ﺍﻣِﻜﹾﺜﹶﺎﺭ
ﺪِﻡﻧ
72
Ibid., h. 1432.
73
Ibid,, h. 643.
74
Ibid., h. 655.
75
Ibid., h. 1192.
76
Ibid., h. 1403.
Yang banyak
Banyak-banyak;
Berlebihan;
omong, suka
bermakna
karena
bicara75
konotatif
bersinonim
Menyesal atas76
Menyesal
Menyesal
137
ﺍﺍﺭﻣِﺮ
Kali ini, berkali-
Berkali-kali
kali77
Banyak (bicara), sering
Gambar tabel 10.2. Pada terjemahan di atas, dalam pemilihan diksinya sudah tepat dan sesuai. Namun dalam konstruksi kalimatnya belum efektif dan belum sesuai seperti penyusunan kalimat syair. Menurut penulis, hasil terjemahan yang tepat untuk teks syair
ﺍ ﻣِﻜﹾﺜﹶﺎﺭﻜﹸﻦ ﻓﹶﻼﹶ ﺗﻄﹶﻘﹾﺖﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﻧ
ﺔﹲﻼﹶﻣ ﺳﺕﻜﹸﻮﺍﻟﺴ ﻭﻦﻳ ﺯﻄﹾﻖﺍﻟﻨ
ﺍﺍﺭﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻜﹶﻼﹶﻡِ ﻣِﺮ ﻋﺖﺪِﻣ ﻧﻟﹶﻘﹶﺪﻭ
ﺓﹰﺮﺕِ ﻣﻜﹸﻮﻠﹶﻰ ﺍﻟﺴ ﻋﺖﺪِﻣﺎ ﺍِﻥﹾ ﻧﻣ
Bicara adalah hiasan dan diam itu ketenangan Jika engkau bicara, maka jangan berlebihan Karena diam, Engkau sama sekali tak akan menyesal Justru banyak bicara Engkau bakal menyesal a. Metode penerjemahan yang dipakai oleh Achmad Sunarto pada teks syair bab ketiga belas di atas adalah kata per kata.
77
Ibid., h. 1325.
138
b. Metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto dalam menerjemahkan teks syair di atas sangat berpengaruh terhadap makna yang terkandung pada psan syair di atas. c. Banyak kekurang tepatan dan sesuainya diksi pada terjemahan d atas. Selain itu, Unsur sastra pada konstruksi kalimat dalam terjemahan syair di atas belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair. Sehingga bisa menimbulkan hilangnya unsur estetika pada terjemahan syair di atas.
139
BAB V Penutup Berdasarkan analisis pada bab empat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa metode terjemahan yang banyak digunakan oleh Achmad Sunarto adalah ragam penerjemahan harfiyah dan bebas. Hal ini jelas terlihat dari hasil penelitian penulis terhadap hasil terjemahan Achmad Sunarto. Ragam penerjemahan harfiyah banyak penulis temui di bab 2, 4, 5, dan bab 11; sedangkan ragam penerjemahan bebas banyak penulis temui di bab 3, 9, 1, dan bab 12; dan ragam penerjemahan yang paling sedikit dipakai oleh penerjemah adalah setia, yaitu hanya terdapat pada bab 6. Metode penerjemahan yang digunakan oleh Achmad Sunarto pada semua bab dalam kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim yang telah penulis analisis, tentunya sangat berpengaruh terhadap makna yang terkandung dalam terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim. Karena penerjemah hanya mengutamakan metode penerjemahan yang dipakai tanpa memperdulikan faktor-faktor pemilihan kata. Pesan yang ingin disampaikan dari terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim pun masih sulit dipahami. Diksi yang dipakai oleh Achmad Sunarto pada tiap-tiap terjemahan syair Ta’lim al-Muta’allim belum semuanya tepat dan sesuai. Selain itu, dalam penyusunan kalimat terjemahan syairnya pun belum efektif. Unsur sastra pada konstruksi kalimat di setiap terjemahan syair kitab Ta’lim al-Muta’allim, yaitu
140
pada bab keempat di atas, belum semuanya sesuai dengan ciri-ciri penulisan sebuah syair, karena bentuk penulisannya yang tidak menjorok ke dalam, serta kebanyakan dari hasil terjemahan teks syair Ta’lim al-Muta’allim diterjemahkan dengan tidak berpola di ahir sajaknya. Seharusnya terjemahan sebuah syair sesuai dengan ciri-ciri syair itu sendiri, yakni, dan memiliki pola a-a-a-a dan penulisannya tidak menjorok ke dalam. Syair sama dengan puisi atau pantun dalam bahasa Indonesia, hanya yang berbeda dari keduanya adalah pada unsur budayanya, yaitu antara budaya Arab dengan budaya Indonesia.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dari penulis sebagai berikut: 1. Seorang penerjemah haruslah memperhatikan struktur / kaidah bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa) untuk memudahkan dalam mengalihkan pesan. 2. Seorang penerjemah sebaiknya memperkaya diri dengan kosakata-kosakata, baik kosakata bahasa sumber maupun bahasa sasaran. 3. Seorang penerjemah sebaiknya memenuhi syarat-syarat ketepatan dan kesesuaian diksi.
141
4. Seorang penerjemah sebaiknya selalu mengikuti perkembangan bahasa, baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran. 5. Ketika menerjemahkan sebuah syair atau yang sejenis dengannya, penerjemah sebaiknya jangan menerjemahkan seperti ia berhadapan dengan teks-teks selain syair atau yang sejenisnya. Karena dengan begitu, nilai rasa, daya imajinasi, dan estetika yang terkandung dalam syair tidak hilang. 6. Baik para penerjemah maupun editor buku-buku terjemahan, sebaiknya lebih memperhatikan penggunaan bahasa sasaran (di sini bahasa Indonesia) yang baik dan benar. Tujuan penulis adalah agar pembaca awam nyaman dan biasa memahami makna serta pesan yang ingin disampaikan oleh bahasa sumber. Selain itu, agar tidak terjadi distorsi (perubahan) makna yang dikandung dalam bahasa sumber.
Penulis beranggapan, bahwa penelitian ini sangat penting bagi bidang penerjemahan. Sebab, kebanyakan hasil terjemahan terhadap syair yang penulis temui, khususnya dalam penulisan dan konstruksi kalimatnya, belum mengikuti syarat dalam menulis sebuah syair/ puisi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan bagi para penerjemah khususnya, dan para ahli bahasa umumnya. Penulis sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kiranya penelitian ini bisa diteruskan serta dijabarkan kembali, khususnya pada
142
tahap diksi serta pengaruh konstruksi kalimatnya yang terdapat dalam kitab terjemahan Ta’lim al-Muta’allim.
143
Daftar Pustaka Ahnan, Maftuh. Metode Belajar Ilmu Shorof. Surabaya: Terbit Terang, 1999. Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, cet. Ke-1. Jakarta: Akademika Pressindo, 2004. Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah: Wawasan dan Metode Menerjemah Teks Arab. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004. Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994. Fitriyah ZA, Mahmudah dan Abdul Gani, Ramlan. Pembinaan Bahasa Indonesia. Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007. Hidayatullah, Moch. Syarif. Tarjim al-An: Cara Mudah Menerjemahkan ArabIndonesia. Pamulang: Dikara, 2010. Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2006. Hotib, Mohammad. “Analisis Diksi Terjemahan Buku Bulughul Maram Pada Bab Riba “Versi A. Hassan,” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2001. Irawan, Jony. “Analisis Diksi Dalam Buku Terjemahan Atlas al-Qur’an Karya Syauqi Abu Khalil “Versi M. Abdul Ghoffar,” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003.
144
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, cet. Ke-15. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo, 2000. Markhamah. dkk. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2009. Munip, Abdul. Strategi dan Kiat Menerjemahkan Teks Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Teras, 2009. Nasuh, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), cet. Ke-2. Ciputat: CeQDA UIN Jakarta, 2007. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Panduan EYD dan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: TransMedia, 2010. Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), cet. Ke-1. Bandung: Refika Aditama, 2007. Rauf, Fathurrahman. Syair-Syair Cinta Rasul: Studi Tahlily atas Corak Sastra Kasidah Burdah Karya al-Busiry. Jakarta: Puspita Press, 2009. Rofi’i. Dalil fi al-Tarjamah: Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia 2. Ciputat: Persada Kemala, 2002. Soetarno. Peristiwa Sastra Melayu Lama. Surakarta: Widya Duta, 1967.
145
Syaraaqy, Abdussalam. Al-‘Aruud wa al-Qaafiah, cet. Ke-6. Tanta: Al-Tijariyah, 1945. Syihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia. Bandung: Humaniora, 2005. Tenisia, Reima. “Ketepatan Pilihan Kata Pada Terjemahan Surat-surat Nabi Saw. Dalam Buku Wejangan Dan Khutbah Nabi Saw.,” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2001. Widyamartamaya. Seni Menggayakan Kalimat, cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius, 1995. Kamus Al-Hisyam, Firdaus dan Hariyono, Rudy. Kamus Lengkap 3 Bahasa: ArabIndonesia-Inggris. Surabaya: Gitamedia Press, 2006. Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani. Baalbaki, Rohi. Al- Mawrid: A modern Arabic-English Dictionary. Beirut: Dar El Ilm Lilmalayin, 1995. Baharun, Hasan. Majmu’atun ‘Ashriyyah fi al-Lughah al-‘Arabiyyah: Bahasa Dunia Islam. Surabaya: 1980. Echols, John M dan Shadily, Hassan. An English-Indonesia Dictionary. Jakarta: PT Gramedia, 2002.
146
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Ngafenan, Mohammad. Kamus Kesusastraan. Semarang: Dahara Prize, 1990. Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Tim Redaksi Tesaurus Bahasa Indonesia. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Wehr, Hans. A dictionary of Modern Written Arabic. New York: Spoken Language Service, Inc. 1976.
147