Analisis Cacat Produk Botol Kemasan Plastik Dengan Menggunakan Metode Six Sigma Di PT. X Komarudin dan Rudi Saputra Staf Pengajar Program Studi Teknik Industri, FTI-ISTN Jl. Moh. Kahfi II, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Percentage of defects happened at PT. X, which production in July 2010 for Sunsilk 100ml bottle obtained disability percentage of 15.85% and amounted to 31.32% Milkuat bottle. The research using Six Sigma method which a certain management tool, focus to control quality with obtain a deep understanding of production system as whole. Six Sigma process which only produce 3.4 defect per 1.000.000 (Defects Per Million Opportunity / DPMO). The purpose of this research is to minimize the failure consist during production process continous, direct on target achievement from the company for defect products while maximal 5%, from every products total that produce, although during the research not yet get to maximal defects 5% , but have shown degradation of number presentation after repair. Identifying type of dominant defects of Black Spot Defect and factor of cause the happening of the failure by using method of Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) pursuant to value RPN (Risk Priority Number ) highest that is Black Spot Defect. Processing method of this FMEA got from data which deal with failure of production process covering value Severity (S), Occurance (O), and Detectability (D) through interview unrighttiously relevant and do repair use aspects Cause & Effect Diagram (Fish Bone Diagram), that is Human being factor, Machine, Method, Material and Environment, what the cause Black Spot Defect dominant because of Machine factor.
Keywords: The characteristics of quality, cause defect factor, repair step. 1. PENDAHULUAN Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang industri botol plastik berusaha untuk memperoleh profit secara maksimal dari produk-produk yang dihasilkan. Menurunkan biaya produksi adalah alternatif yang cukup tepat dengan tetap menetapkan harga jual yang cukup bersaing di pasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi secara garis besar, dari sudut pandang sisi produksi, INDUSTRI, Vol. 04, No.07 Juli 2011
23-33
adalah biaya material, energi, dan tenaga kerja. Komponen biaya material memegang persentase yang paling besar, yaitu sekitar 60%. Walaupun material dari produk cacat sebagian besar dapat digiling ulang dan digunakan kembali dalam proses produksi, namun produk cacat tetap menimbulkan kerugian. Kerugian tersebut adalah: kualitas material yang menurun, biaya tambahan untuk rework produk yang cacat dari segi energi, waktu, dan tenaga kerja. 23
2. TINJAUAN PUSTAKA
•
Pengujian Instrumen Penelitian
2.1. Blow Molding
a). Persentase Cacat Produk
Blow molding adalah proses manufaktur plastik untuk membuat produkproduk berongga (botol) dimana parison yang dihasilkan dari proses ekstrusi dikembangkan dalam cetakan oleh tekanan gas. Pada dasarnya blow molding adalah pengembangan dari proses ekstrusi pipa dengan penambahan mekanisme cetakan dan peniupan.
Untuk mengetahui besarnya prosentase cacat produk yang terjadi gunakan nilai prosentase yang diukur dengan nilai probabilitas yang besarnya:
•
b). Indikator Pengukuran Nilai Sigma (DPMO)
Jenis-jenis Defect (Cacat produk)
Defect adalah suatu karakteristik yang mengurangi kegunaan atau harga suatu item atau semacam kelemahan, ketidak sempurnaan, atau kekurangan, Diketahui jenis dan posisi defect yang terjadi terhadap produksi botol. Sunsilk 100 ml & Milkuat adalah defect bintik hitam, afval neck tidak mulus, body garis-garis (tidak mulus), selisih tebal body tidak standar, penyok, berlubang, flash bawah, garis patah, mulut tidak rata, garis bawah tidak lurus. •
Definisi Six Sigma
Berdasarkan Perspektif Metodologi Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). DMAIC merupakan jantung analisis Six Sigma yang menjamin voice of customer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan. Analisis Catat
Komarudin
P = S/T Dimana: P = Probabilitas S = Jumlah Cacat Produk T = Jumlah Sample
Defect per unit (DPU) Rumus= Hasil Produk Rumus= 1- Proporsi Cacat Defect per Opprotunity (DPO)
Rumus = c). Indikator Pengukuran Kapabilitas Proses Kapabilitas proses (CP) menurut Thomas Pyzdek untuk data Atribut yaitu memakai ukuran cacat berupa proporsi produk cacat dalam setiap sample yang diambil: 1). Presentase rata-rata proporsi cacat:
24
4). Detection Detection merupakan alat control yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Identifikasi metode-metode yang diterapkan untuk mencegah atau mendeteksi penyebab dari mode kegagalan. Nilai RPN menunjukkan keseriusan dari potential failure, semakin tinggi nilai RPN maka menunjukkan semakin bermasalah. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan.
dimana: p = proporsi cacat x = jumlah produk cacat n = jumlah produksi 2). Indikator Penilaian P Chart Rumus P Chart
2.2. Pengendalian Mutu
Rumus= DPO x 1.000.000 (106) kapabilitas proses:
Adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan pelanggan, dan membangun tim. Fase ini tidak banyak menggunakan statistic yang dipakai pada fase ini sebagai berikut: a)
Nilai a = 3). Indikator Penilaian FMEA (Failure Modes & Effect Analysis) a. Severity Severity merupakan suatu penilaian dari seberapa serius efek dari mode kegagalan potensial terhadap pelanggan. Adapun nilai yang menjabarkan severity dapat dilihat pada tabel severity dibawah ini: b. Occurrence Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena potential cause. INDUSTRI, Vol. 04, No.07 Juli 2011
23-33
b) c) d) e)
Grafik perbandingan data cacat sebelum perbaikan dan sesudah perbaikan. Hubungan hasil brainstorming tentang. Klasifikasi cacat produk dan faktor penyebab cacat. Matriks Proritas. Urutan skoring matriks prioritas
1). Pengukuran Measure adalah fase mengukur tingkat kinerja saat ini, sebelum mengukur tingkat kinerja biasanya terlebih dahulu melakukan analisa terhadap sistem pengukuran yang digunakan. a). Peta Pengendali (P chart). Berikut peta kendali (p chart) untuk mengetahui apakah cacat produk masih 25
dalam batas yang disyaratkan artinya cacat produk yang terjadi hanya disebabkan dari proses produksi saja, bukan disebabkan diluar itu misalnya karena keterlambatan bahan, pencampuran warna yg salah dan lain-lain.
produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk (Gaspers, 2002). Tahapan FMEA sendiri adalah sebagai berikut (Manggala, 2005): c). Menentukan komponen dari sistem alat yang akan dianalisis.
b). 5 W + 1 H Tolak ukur mengenai Kapan (When), dimana (Where), Siapa (Who), Mengapa (Why), Apa yang terjadi (How) pada pelaksanaan penelitian. 2). Analisis Fase analisis (analyze) merupaka fase mencari dan menentukan akar atau penyebab dari suatu masalah. Masalah– masalah yang timbul terkadang sangat kompleks sehingga membingungkan antara mana yang akan dan tidak kita selesaikan. a). Diagram sebab akibat (Cause & Effect Chart) digunakan untuk mengorganisasi hasil informasi brainstorming dari sebab– sebab suatu masalah. Diagram ini sering disebut dengan diagram fishbone karena bentuknya yang mirip dengan tulang ikan, atau Diagram Ishikawa untuk menghormati sang Penemu. b). Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk mengidentifikasi sumber sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan, kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan dalam Analisis Catat
Komarudin
d). Mengidentifikasi potensial failure/mode kegagalan dari proses yang diamati. e). Mengidentifikasikan akibat (potential effect) yang ditimbulkan potensial failure mode. f). Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure mode yang terjadi pada proses yang berlangsung. g). Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan observasi lapangan dan brainstorming) dalam point keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap konsumen. (severity) Frekuensi terjadinya kesalahan (occurrence) Alat kontrol akibat potential cause (detection) Nilai RPN (Risk Potential Number) didapatkan dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurrence, Detection). h). Nilai RPN menunjukkan keseriusan dari potential failure, semakin tinggi nilai RPN maka menunjukkan semakin bermasalah. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan. Segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat kontrol dan efek yang diakibatkan. Severity merupakan suatu penilaian dari seberapa serius efek dari mode kegagalan potensial terhadap pelanggan. 26
3). Peningkatan Adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan faktor penyebab cacat. Dengan melakukan langkah perbaikan menggunakan aspek Diagram Sebab Akibat (Fish Bone Diagram). 4). Pengendalian Adalah fase mengontrol kinerja proses dan menjamin cacat tidak muncul kembali. Alat (tool) yang umum digunakan adalah diagram kontrol. Fungsi umum diagram kontrol adalah sebagai berikut:
Gambar -2. Perbandingan Data Cacat sebelum dan sesudah perbaikan
Pemilihan produk botol Sunsilk 100 ml dan Milkuat, diawali dengan data produksi yang menunjukkan penyimpangan cacat produk melebihi standar perusahaan yang melebihi 5% untuk satu kali produksi. Grafik produksi dan kecacatan dapat dilihat dalam sajian gambar grafik 1 dan 2.
Dilihat dari gambar tersebut terlihat bahwa data jumlah cacat sebelum perbaikan untuk botol Milkuat mengalami penurunan dari 31.32% menjadi 24.25%, yang telah mendekati standar yang ditetapkan perusahaan sebesar 5%. Berikut jenis cacat beserta presentasenya yang terjadi pada bulan juli untuk botol Milkuat: Dilihat dari Grafik tersebut terlihat bahwa data jumlah cacat sebelum perbaikan untuk botol Sunsilk 100ml mengalami penurunan dari 15.82% menjadi 11.97%. Berikut jenis-jenis cacat berikut presentasenya yang terjadi pada bulan juli untuk botol Sunsilk 100ml, tampak digambar grafik-3
Gambar -1. Perbandingan Data Cacat sebelum perbaikan dan sesudah perbaikan botol sunsilk 100ml
Gambar -3 bentuk cacat produk botol sunslik
a) Membantu mengurangi stabilitas b) Memonitor kinerja setiap saat c) Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan. 3.
METODE DAN HASIL
INDUSTRI, Vol. 04, No.07 Juli 2011
23-33
27
Dilihat dari matriks prioritas atas hubungan penyebab cacat tersebut yang paling besar menyebabkan cacat adalah dikarenakan karena adanya masalah pada proses extruder. urutan presentase cacat dapat dilihat dalam sajian tabel-2
Gambar -4 cacat produk botol milkuat
Hubungan cacat produk dikaitkan dengan factor penyebab dapat dilihat dalam table priorotas, hal ini dapat dilihat dalam sajian tabel -1 No
Jenis Cacat
Pros. Regrin ding 3
1 Bintik Hitam Body, Neck, 2 0 Bottom Penyok 3 Berlubang 3 Neck berkuping 4 0 /neck tidak mulus Body tidak mulus 5 2 (garis–garis) Selisih tebal body 6 0 tidak standar Khusus untuk botol Milkuat Permukaan mulut 7 0 botol tidak rata Garis Patah & 8 tidak lurus pada 0 bottom 9 Flash pada bottom 0 TOTAL 8 Presentase Total (%) 13.80
1. Pengukuran a). Peta Pengendali (P Chart)
FAKTOR PENYEBAB CACAT Pros. Pros. Pros. Pros. Extru Blow Clam Cutt ding ing ping ing 3 1 1 0 1
3
3
0
3
2
1
0
3
1
2
0
3
1
3
0
3
2
0
0
0
0
1
3
0
1
3
0
Gambar -5 Peta PengendaliProposi Cacat Produk Btl Sunsilk 100ml (P Chart)
3 1 2 0 19 12 16 3 32.75 20.68 27.58 5.19
Nilai Hubungan: 0 = Tidak berhubungan 1 = Sedikit berhubungan 2 = Cukup berhubungan 3 = Besar hubungannya Analisis Catat
Tabel -2 Urutan Presentase Matriks Prioritas No Penyebab Cacat Nilai 1 Proses Extruder 32.75% 2 Proses Clamping 27.58% 3 Proses Blowing 20.68% 4 Proses Regrinding 13.80% 5 Proses Cutting 5.19%
Komarudin
Gambar -6 : Peta Pengendali Proposi Cacat Produk Botol Milkuat (P Chart) untuk pengendali harian
28
b). Mesin
Gambar -7: Peta Pengendali Proposi Cacat Produk Botol Milkuat (P Chart) untuk pengendali rata-rata
Dari hasil p chart dapat kita lihat semua data masih ada dalam keadaan stabil (in control). b). 5W + 1H untuk proporsi cacat terbesar yaitu bintik hitam. What; Tingginya persentase reject yang mayoritas disebabkan adanya bintik hitam. When; Penelitian yang difokuskan pada bulan Juli, Agustus & September 2010. Where; Masalah ini terjadi pada proses produksi (Extruder 32.75%, Clamping 27.58%, Blowing 20.68%, Regrinding 13.80%, Cutting 5.19%) dan penanganan material. Why; Berikut penyebab terjadinya cacat bintik hitam:
Screw barel sudah aus, menimbulkan ujungnya gumpil sehingga pada saat material didorong, ada material yang tertinggal dan menjadi hangus, sehingga pada saat terdorong, keluar sebagai kotoran. tidak standar, 0.56% body penyok, 0.56% neck penyok, 0.28% bottom penyok, & 0.14% produk berlubang. Botol Milkuat dimana 47.46% cacat bintik hitam, 33.43% Flash Bawah, 11.34% Garis patah, 2.99% Mulut tidak rata, 2.69% Garis bawah tidak lurus, 1.19% Penyok, 0.60% Berlubang, & 0.30% Neck Berkuping. 4. ANALISA Rank RPN FMEA Failure Mode RPN; Bintik Hitam105, Flash pada bottom105, Garis Patah105, Permukaan mulut botol tidak rata 84, Neck Berkuping 63, Berlubang 42, Body, Neck, Bottom Penyok 42, Body tidak mulus (garis-garis) 30. How: Botol Sunsilk 100ml dimana 90.39 % cacat bintik hitam, 6.13% Afval neck tidak mulus, 0.97% body tidak mulus, Who: Adanya material lain yang masuk dan tercampur ke dalam material botol (PE). (garis-garis), 0.97% Selisih tebal body.
a). Material
a). Peningkatan
Kualitas material recycle tidak bersih karena pisau penggiling (crusher sudah tumpul (ujung pisau rontok) sehingga serpihannya menjadi kotoran yang menyatu dengan material recycle tersebut ada saat material didorong, ada material yang tertinggal dan menjadi hangus, sehingga pada saat terdorong, keluar sebagai kotoran.
Berdasarkan analisa FMEA telah diketahui RPN tertinggi berada pada cacat bintik hitam, flash pada bottom dan garis patah. Dengan itu aka dilakukan langkah– langkah perbaikan menggunakan aspek– aspek cause & effect diagram (Fish Bone Diagram), sebagai berikut:
INDUSTRI, Vol. 04, No.07 Juli 2011
23-33
29
1). Faktor Material Dari segi material paling berpengaruh terutama untuk cacat bintik hitam dengan itu dilakukan langkah–langkah perbaikan sebagai berikut: a) Tempat penyimpanan masing–masing material harus dalam keadaan ditutup/tertutup, sehingga tidak memudahkan kotoran asing dan benda asing masuk kedalamnya. Langkah perbaikan dilakukan apabila ada material sisa dituang ke wadah yang ada penutupnya dan diberikan label yang jelas tentang spec material tersebut, sehingga pada waktu akan digunakan tidak terjadi kesalahan pengambilan material. b) Menyediakan tempat afval, sehingga afval yg jatuh dari mesin, jatuh ketempat /wadah yamg bersih dan tidak jatuh ketempat yang kotor. Afval adalah material sisa setelah pembentukan botol (blowing) yang dapat digunakan lagi melalui proses regrind menjadi material yang siap untuk dipakai kembali, oleh karena itu tingkat kebersihannya perlu diperhatikan. Langkah perbaikan yang diambil adalah menyediakan tempat avfal yang terbuat dari aluminium pada masing–masing mesin sebanyak 2 buah, yang satu untuk dipasang dimesin dan satunya lagi untuk cadangan apabila wadah afval sudah penuh dikeluarkan untuk diregrind setelah dilakukan proses seleksi dan dipasang wadah penggantinya. Analisis Catat
Komarudin
2). Faktor Metode Berikut metode–metode perbaikan yang diambil untuk menurunkan kemungkinan cacat produk: a) Melakukan prosedur pembersihan mesin secara berkala, selama ini yang terjadi bahwa prosedur ini belum dijalankan sepenuhnya karena jadwal produksi yang padat, tetepi langka ini sangat baik untuk diambil untuk menghindari kerugian yang besar bagi perusahaan. b) Membuat Work Intruction kepada karyawan yang bertanggung jawab melaksanakan prosedur tersebut. c) Melengkapi prosedur pemilihan afval yang lebih jelas berikut dengan contohnya. Agar material afval yang sudah tercemar tidak diregrind kembali dan menjadikan cacat pada proses berikutnya. d) Mengenalkan contoh jenis–jenis cacat kepada operator, hal ini dapat ditata di lembar pemeriksaan produk, agar pada saat menemukan cacat tersebut dapat langsung dilakukan tindakan perbaikan. e) Empat proses regrinding antar material disekat agar tidak terjadi kesalahan pengambilan material. 3). Faktor Mesin a). Melaksanakan prosedur perawatan mesin blow: 1) Waktu pencucian mesin dilakukan secara berkala sesuai SOP 2) Mengganti part–part mesin yang sudah tidak layak pakai 30
3) Perawatan pada part yang memerlukan perawatan kembali seperti re-chrome screw dan barel yang sudah tidak layak pakai. 4) Perawatan cleaning secara berkala terhadap screw dan barel (poleshing) 5) Menyiapkan spare part screw dan barrel yang berkualitas (baja standar) 6) Dipasangkan limit sensor untuk blow air pressure bila tekanan udara berkurang maka alarm berbunyi apabila blow pressure rendah dapat mengakibatkan body botol menjadi penyok. b). Melaksanakan prosedur perawatan mesin crusher/regrind: 1) 2)
3) 4) 5)
6)
Waktu pencucian mesin secara berkala sesuai SOP. Mesin crusher dilengkapi dengan Dust Collector yaitu alat sensor yang dapat memisahkan antara debu dan material regrind sehingga debu tidak terbawa sebagai kotoran. Mengganti pisau mesin regrinding yang sudah tidak layak digunakan. Menggunakan kualitas pisau yang berkualitas (baja standar pisau). Mesin grinding di khususkan untuk satu jenis material satu mesin grinding agar tidak terjadi pencampuran material apabila ada material yang tertinggal. Melakukan pengasahan pisau cutting secara berkala
4). Faktor Manusia Pada faktor manusia hal–hal yang dilakukan perbaikan adalah: INDUSTRI, Vol. 04, No.07 Juli 2011
23-33
a). Menjalankan SOP secara keseluruhan dengan baik dan benar, seperti: 1) SOP perawatan mesin 2) SOP mengoperasikan mesin 3) SOP QC Inspection selama running produksi b) Diberikan Work Intruction yang lebih jelas kepada karyawan yang bertanggung jawab. 5). Faktor Lingkungan Dari faktor lingkungan terhadap jenis– jenis cacat tersebut sebagian besar disebabkan karena kebersihan lingkungan produksi yang kurang terjaga, banyak ditemukan lap bekas pakai ditemukan dilantai produksi dan ceceran oli maupun debu asing, karena itu dilakukan langkah– langkah: a)
b)
c)
Lantai produksi di pel, di sapu dan dilakukan pembuangan sampah secara berkala pada saat pagi hari, siang dan malam hari. Disediakan tempat untuk membuang lap bekas pakai diberbagai tempat yang mudah dijangkau (dekat mesin dan operator) Disediakan tempat untuk menaruh oli sehingga tidak mengotori lantai, mesin maupun material avfal.
6). Pengendalian a). Perbandingan Sigma Sebelum dan Sesudah Perbaikan Berdasarkan data penurunan presentase cacat bahwa untuk produk sunsik 100ml yang memiliki penurunan cacat setelah proses perbaikan sebesar 3.85% dengan 3.6 31
sigma menjadi 3.75 sigma dan untuk botol Milkuat yang memiliki penurunan setelah proses perbaikan sebesar 7.07% dengan 3.3 sigma menjadi 3.47 sigma, dalam hal ini proses perbaikan harus terus dilakukan untuk mencapai presentase cacat yang telah ditetapkan oleh perusahaan maksimal sebesar 5%. b). Perbandingan Kapabilitas Proses Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan proses mengalami peningkatan untuk botol Sunsilk 100ml dari 1.05 menjadi 1.08 dan botol Milkuat dari 0.98 menjadi 1.01. Perbaikan yang telah diimplementasikan bukan hanya mengurangi biaya tenaga, biaya waktu dan cacat produk tetapi meningkatkan kemampuan proses dan menghasilkan analisa kegagalan untuk pengembangan proyek selanjutnya. Disamping itu yang lebih penting adalah mengurangi biaya kegagalan kualitas untuk botol Sunsilk 100ml sebesar Rp. 2.125.500,00 dan Botol Milkuat sebesar Rp. 14.845.800,00 yang didapat dari data cacat x harga per botol (harga botol Sunsilk 100ml Rp. 250,00/pcs dan harga botol Milkuat Rp. 150,00/pcs). 5. KESIMPULAN Hasil dari data analisa yang diperoleh di dapat kesimpulan sebagai berikut: 1.
Meminimasi kegagalan yang terjadi selama proses produksi berlangsung selama dua bulan perbaikan, sehingga menghasilkan data sesudah perbaikan berdasarkan ukuran sigma DPMO (Defects Per Million Opportunity)
Analisis Catat
Komarudin
mengalami kenaikan nilai sigma sebesar 0.15-0.17, berdasarkan presentasi cacat mengalami penurunan sebesar 11%, berdasarkan kapabilitas proses mengalami kenaikan sebesar 0.03, dan berdasarkan biaya kegagalan mengalami penurunan hingga sebesar Rp. 17.000.000,2. Mengarah pada pencapaian target dari perusahaan untuk produk cacat adalah maksimal sebesar 5% dari setiap total output produk yang dihasilkan, walaupun selama penelitian ini belum mencapai angka data cacat maksimal 5% yaitu baru mencapai rata-rata sebesar 18% dari presentasi cacat rata-rata sebelum perbaikan sebesar 23.57%, tetapi telah menunjukkan penurunan angka presentasi cacat yang dihasilkan setelah perbaikan. 3. Mengidentifikasikan jenis cacat yang dominan yaitu cacat bintik hitam dan faktor–faktor penyebab terjadinya kegagalan tersebut dengan menggunakan metode Failure Modes & Effect Analysis (FMEA). 4. Melakukan perbaikan menggunakan aspek–aspek cause & effect diagram (Fish Bone Diagram), yaitu Faktor Manusia, Mesin, Metode, Material dan Lingkungan, yang paling dominan adalah Fakor Mesin.
32
DAFTAR PUSTAKA 1. Breyfolge, Forrest W, “Implementing Six Sigma: Smarter Solution Using Statistical Methods, New York: WilwyInterscience, 1999. 2. Dorothea Wahyu Ariani, “Manajemen Kualitas”, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Cetakan Pertama, 1999 3. Harrington, H. James. Business Process Improvement: “The Breakthrough Strategy for Total Quality, Productivity, and Competitiveness”, New York: McGraw-Hill, 1991. 4. Pande Peter S., Neuman Robert P., Cavanagh Roland R., “The Six Sigma Way”, Andi, Yogyakarta, 2002. 5. Raymond J. Mikulak, Robin McDermott Michael Beaur, “The Basic of FMEA”, Productivity, 1996
INDUSTRI, Vol. 04, No.07 Juli 2011
23-33
33