ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN INVESTASI PEMBIBITAN TANAMAN SECARA KULTUR JARINGAN (Studi Kasus pada Kebun bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta)
Oleh Zakia Arifka Janah NIM: 1110092000020
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H
ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN INVESTASI PEMBIBITAN TANAMAN SECARA KULTUR JARINGAN (Studi Kasus pada Kebun Bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian (S.P)
Oleh Zakia Arifka Janah NIM: 1110092000020
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Sayrif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya dan merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bekasi, Januari 2015
Zakia Arifka Janah
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI Nama
: Zakia Arifka Janah
Tempat tanggal lahir
: Tangerang, 31 Januari 1993
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Jampang RT: 01/10 no: 03, jatimulya 17515, Bekasi Timur
No. Telepon
: 085210218203
E-mail
:
[email protected] /
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 2010- 2014
: S-1 Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007-2010
: SMA Negeri 9 Bekasi
2004-2007
: SMP Negeri 4 Tambun Selatan, Bekasi
PENGALAMAN ORGANISASI 2012-2013
: Staff Komisi Penerangan, SEMA (Senat Mahasiswa) Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN KERJA 2012- 2014
: Part time Interviewer dan Telesurveyor Litbang Harian Kompas Jakarta
2013
: Asisten Material Planner PT Coca Cola Bottling Indonesia, Bekasi
2012
: Staff Admin Restoran Kopi Oey Sabang Jakarta
v
RINGKASAN ZAKIA ARIFKA JANAH 1110092000020, Analisis Biaya, Pendapatan dan Investasi Pembibitan Tanaman Secara Kultur Jaringan (Studi Kasus pada Kebun Bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta). Dibawah bimbingan DR. Akhmad Riyadi Wastra dan DR. Iskandar Andi Nuhung. Kultur Jaringan merupakan salah satu teknik pembibitan tanaman yang menghasilkan bibit secara seragam dan dalam jumlah yang tidak terbatas. Kebun Bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Kehutanan atau biasa disebut dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lebak bulus merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang menghasilkan 3 bibit kultur jaringan unggulan, yaitu Bibit jati, pisang dan anggrek yang tugas pokok dan fungsinya adalah melayani pemesanan bibit dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Biaya investasi untuk bangunan serta alat-alat produksi di keluarkan langsung dari dana Anggaran Pembiayaan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Harga jual bibit ditetapkan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta, dan tidak mengikuti harga pasar. Artinya relative stabil dan cenderung lebih rendah dari harga pasar bebas. Hal utama dari usaha pertanian dalam bidang kultur jaringan adalah usaha tersebut membutuhkan investasi jangka panjang dan biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu diperlukan adanya studi tentang biaya dan investasi dari pembibitan kultur
vi
jaringan. Mengingat hal tersebut di atas diperlukan adanya analisis biaya dan investasi yang sesungguhnya (riil) untuk pembibitan dengan metode kultur jaringan. Tujuan penelitian ini adalah; (1) Mengetahui Biaya pembibitan tanaman secara Kultur Jaringan di UPT Lebak bulus (2)Mengetahui besar penerimaan dan pendapatan pembibitan tanaman secara kultur jaringan di UPT Lebak bulus. (3)Menganalisis usaha pembibitan tanaman yang paling menguntungkan dari produk tanaman anggrek, tanaman pisang dan tanaman jati pada botol maupun pada polibag jika ditinjau dengan harga jual pemerintahan maupun harga jual pasar bebas di UPT Lebak bulus. (4) Menganalisis kelayakan usaha dalam sektor
finansial pembibitan tanaman secara
Kultur Jaringan di UPT Lebak bulus ditinjau dari analisis penerimaan atas biaya, keuntungan atas biaya, analisis titik impas dan analisis tingkat pengembalian internal. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis R/C, Analisis B/C, Analisis break even point dan Analisis Internal rate of return. Dari keempat analisis tersebut untuk mengetahui kelayakan usaha dalam sektor finansial. Hasil analisis penelitian ini adalah biaya tetap yang dikeluarkan pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus adalah sebesar Rp 466.932.834. sementara biaya variabel yang dikeluarkan untuk jumlah bibit yang terjual adalah Rp 8.296.748,00. Sementara biaya variabel yang dikeluarkan untuk keseluruhan produksi tahun 2013 adalah Rp111.274.747,00. Penerimaan yang didapatkan dari hasil penjualan sebenarnya adalah Rp 26.018.000,00 yang dijual dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Sementara penerimaan yang didapatkan jika penjualan dengan harga pasar bebas adalah sebesar 153,767% dari penerimaan yang didapatkan. Kemudian penerimaan yang didapatkan
vii
jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pemerintah adalah sebesar 1187% dan penerimaan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pasar bebas sebesar 1941% dari penerimaan yang didapatkan sebenarnya. Pembibitan di Lebak bulus tidak mendapatkan pendapatan, pendapatan yang didapatkan pada tahun 2013 adalah sebesar -Rp 295.079.872,00. Nilai R/C dan B/C yang didapatkan dari pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus mengalami angka kurang dari 1. R/C terbesar didapatkan oleh pembibitan pisang dikebun yaitu sebesar 0,73 (angka dibulatkan). Sementara untuk memperbesar kemungkinan R/C yang didapatkan R/C meningkat dari pembibitan pisang dikebun sebesar 1,5 % , - 487161% dianalisis dari pendapatan harga pasar bebas, produksi harga pemerintah dan harga pasar bebas. Nilai B/C terbesar didapatkan juga didapatkan oleh bibit pisang sebesar 0,27. Nilai break even point yang didapatkan juga menyatakan nilai kurang dari 1. Jika dianalisis dari jumlah penjualan pada tahun 2013 dan dengan harga yang benar ditetapkan oleh pemerintah. Sementara untuk angka IRR yang didapatkan dari discount factor 10% dan 15% didapatkan angka 11%.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr, Wb. Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, sehingga Skripsi saya yang berjudul “Analisis Biaya, Pendapatan dan Investasi Pembibitan Tanaman Secara Kultur Jaringan (Studi Kasus pada Kebun Bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta)” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata-1 Pertanian pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang harus dipenuhi oleh penulis. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Mama Sholikhah dan Bapak Jakino yang selalu memberikan Doa, Kasih sayang dan tak pernah letih mengingatkan Penulis. Dan juga bantuan yang diberikan berupa moriil maupun materiil. Semoga selalu dalam perlindungan ALLAH SWT. Amiiinn. Dede sayang Mama dan Bapak. 2. Kakakku tersayang, Nanggiri Adam yang selalu memberikan canda tawa serta kasih sayangnya. Semoga ALLAH SWT selalu memberikan perlindungan serta mengabulkan do’a mu. Amiiin 3. Bapak DR. Akhmad Riyadi Wastra selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan arahannya arahannya serta memberikan waktu luang, tenaga dan pemikiran selama penyusunan skripsi
ix
ini.. Dan selalu memaafkan segala kesalahan penulis pada saat penyusunan skripsi ini. 4. Bapak DR. Iskandar Andi Nuhung selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan arahannya arahannya serta memberikan waktu luang, tenaga dan pemikiran selama penyusunan skripsi ini.. Dan selalu memberikan canda tawa serta kelucuan selama bimbingan. 5. Bapak DR. Yon Girie Mulyono selaku dosen penguji 1 dalam sidang munaqosyah yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan arahannya serta memberikan waktu luang, tenaga dan pemikiran selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas apresiasinya. 6. Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku dosen penguji 2
dalam sidang
munaqosyah dan ketua program studi Agribisnis yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan arahannya serta memberikan waktu luang, tenaga dan pemikiran selama penyusunan skripsi ini 7. Bapak DR. Agus Salim selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengesahkan skripsi ini 8. Seluruh Dosen pengajar Program Studi Agribisnis, yang memberikan ilmu selama di bangku perkuliahan penulis. 9. Seluruh jajaran staff Fakultas Sains dan teknologi yang memberikan pelayanan penulis saat semester awal hingga penyusunan skripsi ini terselesaikan
x
10. Karyawan UPT Lebak Bulus, Pak Parsan selaku ketua umum UPT Lebak bulus, Terimakasih atas ijinnya untuk penelitian di UPT Lebak bulus. Bu Rina, Pak Yen, Pak Adji dan seluruh karyawan serta staff kantor yang membantu memberikan data dan waktu luang untuk wawancara dalam proses dalam penyusunan skripsi ini. 11. Karyawan Pusat pengembangan Benih di Pasar minggu, Bu suryati, Bapak Tahari, Bapak yatno dan seluruh karyawan serta staff kantor yang membantu memberikan data dan waktu luang untuk wawancara dalam proses penyusunan skripsi ini. 12. Teman- Teman Sarden, makasih Desi yang sudah memberikan waktu luangnya untuk membantu, mendengarkan curhat dan menemani kalo lagi suntuk. Untuk Bella yang juga selalu mendengarkan curhat dan menemani ke Parung untuk ketemu pak acep heheh. Untuk adha atas pinjaman DVDDVD koreanya dan memberikan bantuan laptop saat sidang berlangsung, untuk nisa dan tisa yang menunggui penulis saat sidang berlangsung, untuk Febi yang telah menemani saat masa sulit judul skripsi kita yang pertama, yang menemani ke IPB dan ke UMJ serta untuk ade yang membantu saat masa sulit TOAFL. Untuk kalian semua terimakasih sudah menjadi teman dari duduk di bangku semester awal, untuk canda tawa, sedih, gembira, masa sulit dan segalanya. Semoga persahabatan ini diharapkan dapat berlangsung lama dan tak akan terlupakan. Ayo kita ke Raja Ampat! 13. Untuk Malisa yang juga selalu mendengarkan penulis saat curhat, jalanjalan, ketawa-ketiwi dan mendatangi saat penulis sidang walaupun dirimu
xi
sangat sibuk bekerja. Untuk yona teman bimbingan bareng Pak Is dan gosip barengnya. Untuk Pungky atas bantuan contoh powerpoint semprop dan semhas.Untuk atinda atas bantuan jawaban yang diberikan saat penulis bertanya mengenai pembimbing dan skripsi 14. Teman - teman mahasiswa/i Agribisnis 2010 A dan B yang selalu kompak, penuh semangat, dan menghadirkan keceriaan. Semoga tali silaturahim ini dapat selalu terjaga dengan baik. 15. Rekan- rekan senior dan junior yang membantu dalam pelacakan Dosendosen. Terimakasih junior 2011 yang sudah meluangkan waktunya untuk datang saat semprop dan semhas penulis. 16. Rona Nisa dan Ayu. Terimakasih telah memberikan canda tawa pada saat penulis masih kos di Ciputat. Semoga kita masih bisa bertemu lagi di lain waktu. 17. Terimakasih Dwi fajrima yang memberikan dukungan kepada penulis. Kepada Agustin, Rina dan Meilinda atas jalan-jalannya yang terakhir. Lain kali kita jalan-jalan lagi ya secara lengkap. 18. Kucingku yang lucu, Uchiki, yang selalu hadir saat penulis suntuk. 19. Untuk EXO, B1A4, Big Bang dan boyband korea lainnya atas lagu-lagunya yang selalu mengiringi pembimbing saat penulisan skripsi. 20. Drama-drama korea yang ditayangkan di televisi. Terimakasih sudah tayang untuk menghilangkan kejenuhan penulis. 21. Semua pihak yang membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat. Terimakasih Banyak.
xii
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar Skripsi ini dapat menjadi lebih sempurna lagi dan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca umumnya. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Allamin. Jakarta, Januari 2015
Penulis
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 2 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 6 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 7 1.5Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSATAKA ......................................................................... 9 2.1 Jati (Tectona grandis L.f) ....................................................................... 9 2.2 Pisang (Musa sp).................................................................................. 10 2.3Anggrek Dendrobium ........................................................................... 12 2.4Kultur Jaringan ..................................................................................... 14 A.Masalah Kultur Jaringan ................................................................. 16 B.Faktor Keberhasilan Kultur Jaringan ............................................... 18 C.Tahapan Kultur Jaringan ................................................................. 19 2.5Biaya usahatani ..................................................................................... 22 2.6 Pendapatan usahatani ........................................................................... 27 2.7Investasi usahatani ................................................................................ 27 2.8 Analisis Finansial................................................................................. 28 2.9 Harga Bibit Tanaman ........................................................................... 32 2.10 Penelitian terdahulu ........................................................................... 38 2.11 Kerangka pemikiran ........................................................................... 40 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 43 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 43
xiv
3.2 Jenis dan Sumber data ........................................................................ 43 3.2.1Data Primer ................................................................................. 43 3.2.2Data Sekunder ............................................................................. 44 3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 44 3.4 Metode Analisis Data ......................................................................... 45 3.4.1Analisis Deskriptif....................................................................... 45 3.4.2 Analisis Finansial ...................................................................... 45 3.5 Definisi Operasional ............................................................................ 50 BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN .................................. 53 A.Profil Tempat Penelitian ........................................................................ 53 4.1 Visi Misi ............................................................................................. 53 4.2 Sejarah Pusat Pengembangan Benih Tanaman ................................... 53 4.3 Tugas dan Fungsi Pusat Pengembangan Benih Tanaman .................. 54 4.4 Keadaan Umum Lokasi ....................................................................... 56 4.5 Struktur Organisasi .............................................................................. 57 4.6 Proses Produksi Tanaman................................................................... 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 65 5.1 Hasil ..................................................................................................... 65 5.1.1 Biaya.............. .................................................................. ...........65 5.1.2 Penerimaan.............. ........................................................ ...........68 5.1.3 Pendapatan.............. ......................................................... ...........70 5.1.4 Hasil analisis R/C, B/C BEP.............. .............................. ...........73 5.1.5 Investasi.............. ............................................................. ...........76 5.1.6 Hasil internal rate of return.............. .............................. ...........80 5.2 Pembahasan ......................................................................................... 81 5.2.1 Biaya Tetap.............. ........................................................ ...........82 A Bibit Tanaman Jati.............. ............................................. ...........82 B Bibit Tanaman Pisang.............. ........................................ ...........83 C Bibit Tanaman Anggrek.............. .................................... ...........85 5.2.2 Biaya Variabel.............. ................................................... ...........87 5.2.3 Penerimaan.............. ........................................................ ...........89 xv
5.2.4 Pendapatan.............. ......................................................... ...........91 5.2.5 Analisis R/C, B/C , break even point .............. ............... ...........93 5.2.6 Analisis internal rate of return.............. ........................ ...........110 BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 112 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 112 6.2Saran ................................................................................................... 114 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 115 LAMPIRAN ........................................................................................................ 116
xvi
DAFTAR TABEL 1. Nilai dan Kecukupan Gizi Buah Pisang .................................................... 11 2. Daerah Penghasil Komoditas Pisang ......................................................... 12 3. Harga Jual Bibit Hasil Kultur Jaringan Pemerintah .................................. 32 4. Harga Jual Bibit Kultur Jaringan Pasar Bebas........................................... 33 5. Biaya Pembibitan Tanaman Jati ................................................................ 65 6. Biaya Tetap Pembibitan Pisang ................................................................. 66 7. Biaya Tetap Pembibitan Anggrek.............................................................. 67 8. Perbandingan Biaya Tetap ......................................................................... 67 9. Biaya Variabel Produksi Tanaman ............................................................ 68 10. Biaya Variabel Bibit Terjual...................................................................... 68 11. Hasil Penerimaan atau Retribusi Bibit Terjual (Harga Pemerintah) ......... 69 12. Hasil Penerimaan Bibit Terjual (dengan harga pasar bebas) ..................... 69 13. Penerimaan Hasil Produksi dengan Harga Pemerintah ............................ 70 14. Penerimaan Hasil Produksi dengan Harga Pasar bebas............................. 70 15. Pendapatan Penjualan Sesungguhnya (Harga pemerintah) ....................... 71 16. Pendapatan dari Penjualan (Harga Pasar Bebas) ....................................... 72 17. Pendapatan Hasil Produksi (Harga Pemerintah) ....................................... 72 18. Pendapatan Hasil Produksi (Harga Pasar bebas) ....................................... 73 19. Jumlah Produksi dan Penjualan Tanaman ................................................. 73 20. Hasil Analisis Produk Terjual (Harga Pemerintah) ................................... 74 21. Hasil Analisis Produk Terjual (Harga Pasar Bebas) .................................. 75 22. Hasil Analisis Keseluruhan Produksi (Harga Pemerintah)........................ 75 xvii
23. Hasil Analisis Keseluruhan Produksi (Harga Pasar Bebas) ...................... 76 24. Pengeluaran (Outflow) UPT Lebak Bulus ................................................. 77 25. Biaya Operasional UPT Lebak Bulus ........................................................ 77 26. Biaya Operasional Hipotetik tahun 2014-2029 ......................................... 78 27. Penerimaan UPT Lebak Bulus .................................................................. 79 28. Pendapatan Hipotetik 2010-2014 .............................................................. 80 29. Hasil NPV dan IRR ................................................................................... 81
xviii
DAFTAR GAMBAR 1. Kurva Total Fixed Cost (TFC) ................................................................. 23 2. Kurva Total Variable Cost (TVC) ............................................................. 23 3. Kurva Total Cost (TC)............................................................................... 24 4. Kurva Average Fixed Cost (AFC) ............................................................. 24 5. Kurva Average Variable Cost (AVC) ...................................................... 25 6. Kurva Average Total Cost (ATC) ............................................................. 26 7. Kurva Marginal Cost (MC) ....................................................................... 26 8. Kurva Equilibrium ..................................................................................... 34 9. Kurva Permintaan elastis ........................................................................... 35 10. Kurva floor price ....................................................................................... 36 11. Kurva ceilling price ................................................................................... 36 12. Kurva subsidi harga ................................................................................... 37 13. Kerangka Pemikira Penelitian ................................................................... 42 14. Bagan Produksi in vitro pembibitantanaman ............................................ 61 15. Bagan Produksi vitro Jati dan Pisang ........................................................ 63 16. Bagan Produksi vitro tanaman Anggrek .................................................... 63 17. Kurva Harga Jual ..................................................................................... 109
xix
DAFTAR LAMPIRAN 1. Jumlah Produksi UPT Lebak Bulus ........................................................ 119 2. Biaya Listrik ............................................................................................ 119 3. Biaya Tenaga Kerja ................................................................................. 119 4. Biaya Penyusutan Peralatan..................................................................... 120 4.1 Jati...................................................................................................... 120 4.2 Pisang ................................................................................................ 120 4.3 Anggrek ............................................................................................. 120 5. Biaya Penyusutan Laboratorium dan Sere............................................... 121 6. Biaya Variabel Produk yang terjual pada tahun 2013 ............................. 121 6.1 Tanaman Jati ......................... ........ ...................................................122 6.2 Tanaman Pisang........... ............ .........................................................122 6.3 Tanaman Anggrek............. ......... .......................................................123 7. Biaya Variabel Keseluruhan Produksi ..................................................... 124 7.1. Tanaman Jati ..................................................................................... 124 7.2. Tanaman Pisang................................................................................ 127 7.3. Tanaman Anggrek ............................................................................ 129 8. Investasi Bangunan .................................................................................. 131 9. Pembelian Alat ........................................................................................ 132 9.1.Tahun 2010 ........................................................................................ 132 9.2.Tahun 2011 ........................................................................................ 133 9.3.Tahun 2012 ........................................................................................ 133 9.4.Tahun 2013 ........................................................................................ 133 xx
10. Biaya Bahan Baku 2010-2013 ................................................................. 134 11. Pendapatan Hipotetik UPT Lebak Bulus (Harga pasar bebas) ............... 138 12. Analisis internal rate of return ............................................................... 139 13. Pertanyaan Wawancara............................................................................ 140 14. Peta Lokasi .............................................................................................. 142 15. Surat Permohonan Data Riset Pusat Pengembangan Benih
xxi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dalam arti luas memiliki peranan strategis dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia, yaitu pembangunan yang didasarkan kepada pemenuhan kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan keberlanjutan usaha pertanian. Orientasi pembangunan pertanian saat ini mengarah pada Sistem Agribisnis, yaitu sistem pembangunan pertanian yang terintegrasi antara sub sistem hulu (upstream); sub sistem produksi (on-farm), sub sistem hilir (down-stream) dan sub sistem penunjang atau jasa (supporting system) (saragih, B. 2001;6). Artinya masing-masing sub sistem dalam sistem agribisnis tidak bisa berdiri sendiri, ada ketergantungan antara sub sistem. Dalam sub sistem produksi (on-farm), untuk mendapatkan hasil produksi (output) yang optimal, diperlukan input produksi atau yang lebih dikenal dengan faktor produksi, seperti peralatan pengolahan lahan, pengairan, benih, pupuk, pengendalian hama dan penyakit. Benih merupakan faktor produksi utama dibanding dengan faktor produksi lainnya, tanpa benih maka tidak akan ada hasil produksi. Penggunaan benih bermutu akan meningkatkan hasil secara kuantitas dan kualitas. Perbanyakan benih untuk memenuhi kebutuhan budidaya dalam skala luas, dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain dengan: (1) perbanyakan secara konvensional, seperti dengan biji, anakan, okulasi, sambung pucuk (grafting), cangkok, dan stek; (2) perbanyakan secara modern, dengan cara kultur jaringan. Perbanyakan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama, dan kuantitas produksi benih tidak
2
akan mencukupi jika diperlukan pada lahan yang luas, pada saat bersamaan waktunya. Perbanyakan dengan cara kultur jaringan akan memberikan keuntungan, antara lain dalam waktu yang singkat dapat dihasilkan benih dalam jumlah yang banyak. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, keadaan ini berarti akan meningkatkan pula kebutuhan akan komoditas pertanian baik untuk pangan, sandang dan papan. Kebutuhan akan pangan dan papan yang semakin meningkat harus diimbangi dengan peningkatan produksi, yang diperoleh dari perluasan areal (ekstensifikasi) atau meningkatkan produktivitas per satuan luas (intensifikasi). Pemenuhan akan produksi tersebut menyebabkan kebutuhan akan benih dalam skala luas dan dalam waktu bersamaan akan semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan bibit yang cukup banyak dan relatif cepat sangat sulit dan lama jika melalui perbanyakan secara konvensional. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan perbanyakan bibit yang cepat, dan dalam volume yang banyak dengan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui teknik kultur jaringan. Menurut Zulkarnain (2009:8) kultur jaringan merupakan budidaya secara in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas dan embrio. Bagian-bagian tersebut yang diistilahkan sebagai eksplan, diisolasi dari kondisi in vivo dan dikultur pada medium buatan yang steril sehingga dapat beregenarasi menjadi tanaman lengkap. Tahapan Kultur Jaringan adalah; penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih, sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas, penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, aklimatisasi dan tahap pendewasaan.
3
Kebun bibit dan laboratorium Pusat Pengembangan Benih yang terletak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan adalah kebun bibit pertanian yang secara struktur organisasi bertanggung jawab kepada Dinas kelautan dan pertanian Provinsi DKI Jakarta. Salah satu tugas pokok dan fungsi UPT Lebak Bulus adalah melayani pemesanan bibit dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Kebun bibit menghasilkan 3 (tiga) bibit unggulan yaitu; bibit anggrek, bibit pisang dan bibit jati. Berdasarkan laporan tahunan kebun bibit dari tahun 2010 sampai 2013, produksi bibit anggrek, bibit pisang dan bibit jati dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif. (Dapat dilihat pada lampiran 1) Produksi bibit kultur jaringan dari tahun 2010 sampai 2012 mengalami penurunan, kecuali pada jati yang naik dari tahun 2011 ke tahun 2012. Pada tahun 2013, semua bibit mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan bibit tanaman yang dihasilkan secara kultur jaringan dalam bentuk botol mengalami peningkatan dan dalam bentuk polibag memulai produksi lagi pada tahun 2013. Usaha pembibitan kultur jaringan harus dapat dikelola dengan tepat, efisisen dan efektif, mengingat peluang permintaan pasar akan bibit tanaman yang semakin meningkat. Cahyo Hari Prasetyo (2009:7), menyatakan bahwa teknik kultur jaringan memiliki beberapa kekurangan, seperti: tanaman yang tidak bisa dikembangkan dengan kultur jaringan, karena kecepatan multiplikasinya terlalu rendah; terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna; atau terlalu tinggi penyimpanan genetik. Sementara menurut Wattimena (2011,13) Kekurangan dari pembibitan dengan cara Kultur jaringan adalah: dibutuhkan biaya yang relatif besar; dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang memiliki keahlian khusus untuk mengerjakan tanaman yang dihasilkan berukuran kecil
4
dengan kondisi aseptik; perlu adanya perlakuan khusus setelah tahap aklimatisasi, dikarenakan bibit terbiasa hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil. Kebun bibit di Lebak Bulus merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang memiliki orientasi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dalam bentuk pemberian informasi, pelatihan dan bantuan bibit untuk penghijauan kota, artinya tidak semata-mata mencari keuntungan. Biaya investasi untuk bangunan serta alat-alat produksi di keluarkan langsung dari dana Anggaran Pembiayaan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Harga jual bibit ditetapkan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta, dan tidak mengikuti harga pasar. Artinya relative stabil dan cenderung lebih rendah dari harga pasar bebas. Hal utama dari usaha pertanian dalam bidang kultur jaringan adalah usaha tersebut membutuhkan investasi jangka panjang dan biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu diperlukan adanya studi tentang biaya dan investasi dari pembibitan kultur jaringan. Mengingat hal tersebut di atas diperlukan adanya analisis biaya dan investasi yang sesungguhnya (riil) untuk pembibitan dengan metode kultur jaringan. Saya tertarik untuk meneliti hal tersebut, dengan judul : ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN INVESTASI PEMBIBITAN TANAMAN SECARA KULTUR JARINGAN (Studi Kasus pada Kebun Bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta.
5
1.2. Rumusan Masalah 1. Berapa Biaya yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman
secara kultur
jaringan sampai tahap pendewasaan di UPT Lebak bulus? 2. Berapa besar Penerimaan dan Pendapatan pembibitan tanaman secara kultur jaringan sampai tahap pendewasaan di UPT Lebak bulus? 3. Usaha pembibitan tanaman manakah yang paling menguntungkan dari produk tanaman anggrek, tanaman pisang dan tanaman jati pada botol maupun pada polibag jika ditinjau dengan harga jual pemerintahan maupun harga jual pasar bebas di UPT Lebak bulus? 4. Bagaimana kelayakan usaha dalam sektor finansial pembibitan tanaman secara kultur jaringan di UPT Lebak bulus, jika ditinjau dari analisis penerimaan atas biaya, keuntungan atas biaya, analisis titik impas dan analisis tingkat pengembalian internal?
1.3.Tujuan Penelitian 1. Mengetahui Biaya pembibitan tanaman secara Kultur Jaringan di UPT Lebak bulus 2. Mengetahui besar penerimaan dan pendapatan pembibitan tanaman secara kultur jaringan di UPT Lebak bulus 3. Menganalisis usaha pembibitan tanaman yang paling menguntungkan dari produk tanaman anggrek, tanaman pisang dan tanaman jati pada botol maupun pada polibag jika ditinjau dengan harga jual pemerintahan maupun harga jual pasar bebas di UPT Lebak bulus
6
4. Menganalisis kelayakan usaha dalam sektor finansial pembibitan tanaman secara Kultur Jaringan di UPT Lebak bulus ditinjau dari analisis penerimaan atas biaya, keuntungan atas biaya, analisis titik impas dan analisis tingkat pengembalian internal
1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Analisis usahatani secara kultur jaringan dan bisa sebagai acuan dalam penelitian lebih lanjut. 2. Bagi Program Studi dan Universitas a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur dan acuan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai Analisis Biaya pada Pembibitan Kultur Jaringan pada tanaman yang lain serta perusahaan yang lain. 3. Bagi UPT Lebak Bulus a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk UPT Lebak Bulus agar bisa mengefisiensi Biaya produksi bibit tanaman secara kultur jaringan. b. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efisiensi dan keuntungan dari produk tanaman anggrek, tanaman pisang dan tanaman jati pada botol maupun pada polibag.
7
4. Bagi Masyarakat umum a. Dapat sebagai acuan untuk memulai usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan.
1.5.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dibahas dalam skripsi ini diantaranya; 1. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan pemerintah DKI Jakarta dalam membangun usaha UPT Lebak Bulus serta biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan dalam setiap kali produksi pertahunnya. 2. Perbedaan antara keuntungan dan penerimaan yang didapatkan dari harga jual pemerintah dengan harga jual pasar bebas. 3. Dalam penelitian ini dibahas pembibitan yang paling menguntungkan dan mengeluarkan biaya terbesar dari bibit jati, anggrek dan pisang. 4. Selain itu ada analisis finansial berupa R.C Ratio, B.C Ratio, break even point serta analisis internal rate of return.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati (Tectona grandis.L.f) Jati adalah komoditas mewah yang memiliki kualitas tinggi karena kekuatan dan keawetannya. Indonesia memiliki luas areal pertanaman Jati yang relatif tinggi. Sampai 1975, tercatat ada sekitar 774.000 hektar tanaman jati yang sebagian besar berada di Jawa, Sulawesi Tenggara, NTB, Maluku, Lampung, dan Bali (Yana Sumarna;2010;2) Klasifikasi ilmiah dari tanaman Jati adalah Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis.
Nama binomial dari Jati adalah Tectona grandis. Linn. F. Pengembangan Jati secara konvensional (generatif) memiliki kendala teknis berupa kulit buah yang keras. Oleh karena itu, diperlukan upaya penipisan dan pelunakan buah. Perum Perhutani menerapkan pembakaran kulit buah dengan rumput kering dapat menghasilkan presentase bibit tumbuh sekitar 45%. Hasilnya cukup baik. Tetapi, kendala lain adalah pengembangan secara konvensional terlalu memakan waktu yang cukup lama. Tanaman baru berproduksi setelah umur 60 tahun sedangkan optimalnya adalah umur 80 tahun. Untuk itu telah dibuat teknologi untuk memproduksi
9
tanaman jati dengan umur panen yang relatif cepat yaitu Jati Genjah (Yana Sumarna; 2009; 3) Untuk menyediakan tanaman jati genjah dalam jumlah banyak, sulit dilakukan melalui cara perbanyakan konvensional (stek atau sambungan). Saat ini telah banyak digunakan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan. 2.2 Pisang (Musa sp) Menurut Semeru Ashari (2004, hal. 155) Buah pisang merupakan salah satu buah komersial di Indonesia. Tanaman pisang belum diketahui secara pasti darimana asal usulnya. Namun, Israeli dan Blumenfeld dalam (Semeru Ashari; 2004, hal. 155), menyatakan tanaman tersebut berasal dari daerah tropis, yaitu berasal dari kawasan Asia Barat Daya. Klasifikasi ilmiah untuk tanaman pisang, sebagai berikut; Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Musales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa acuminata, Musa balbisana, Musa paradisiaca ,
dan lainnya Pisang mengandung banyak manfaat, diantaranya mengendalikan tekanan darah tinggi dan stroke, mengendalikan kadar gula darah, mencegah depresi dan stres,
10
meningkatkan daya pikir, mengobati radang pencernaan serta baik untuk kesehatan masyarakat. (Redaksi Agromedia; 2009,208) Nilai gizi dan pemenuhan kecukupan gizi dari beberapa unsur penting dalam pisang bagi orang dewasa, seperti pada tabel 1; Tabel 1. Nilai dan kecukupan gizi
Nutrisi
No
1 2
Vitamin B6 (pyridoxine) Vitamin C
3
Kalium
4
Serat
5
Mangan (Mn)
Jumlah per 100 gram dapat dimakan (mg)
Pemenuhan kecukupan hari (%)
0,68
34,0
10,74
17,9
467,28
13,4
2,830
11,3
0,18
9,0
Sumber:Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), LPPM-IPB
Anjuran mengkonsumsi 2000 mg kalium per hari, sebuah pisang dengan berat 120 gram mampu menyumbang 560 mg atau 28 % dari kebutuhan sehari. Artinya, makan empat pisang sehari sudah memnuhi kebutuhan untuk menjaga tekanan darah. (Redaksi Agromedia; 2009,209) Buah pisang adalah salah satu buah yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia. Produksi pisang dalam negeri tersebar ke beberapa daerah. Dan sentra produksi pisang terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat, selain itu ada beberapa daerah lain dapat dilihat pada tabel 2 berikut;
11
Tabel 2. Daerah Penghasil Komoditas Pisang No Provinsi 1 Jawa Barat
Daerah Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Subang dan Purwakarta. 2 Jawa Tengah Brebes, Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo, Kesugihan, Kutosari, Pringsurat dan Pemalang 3 Banten Lebak 4 Jawa Timur Banyuwangi, Jember, Kediri, dan Malang 5 Bali Bangli 6 Sumatera Utara Padangsidempuan, Natal, Samosir, tarutung, Pematang Siantar, Belawan, Rantau Prapat 7 Sumatera Barat Sungyang, Baso dan Pasaman 8 Sumatera Selatan Tebing Tinggi, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu Selatan dan Baturaja 9 Lampung Lampung Timur, Lampung tengah meliputi Kayu Agung dan Metro, Lampung selatan meliputi Kalianda 10 Kalimantan Daerah penghasil pisang lainnya berada di Kalimantan (Redaksi Agromedia, 2009, hal.209)
Ada berbagai cara perbanyakan pada tanaman pisang, diantaranya perbanyakan menggunakan anakan, perbanyakan menggunakan bongol dan perbanyakan melalui kultur jaringan. Perbanyakan melalui kultur jaringan menggunakan sumber eksplan berupa mata tunas dengan tingkat maksimal subkultur sebanyak lima kali. Pisang yang diperbanyak menggunakan kultur jaringan harus sehat, bebas hama dan penyakit, seperti layu fusarium, layu bakteri, virus bunchy top, dan nematoda (Redaksi Agromedia, 2009, hal.215).
2.3 Anggrek Dendrobium Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang cukup diminati oleh masyarakat Indonesia. Anggrek adalah nama umum tumbuhan famili Orchidiaeae. Anggrek biasanya digunakan untuk berbagai macam acara seperti upacara keagamaan,
12
hiasan, dekorasi rumah serta sebagai bunga ucapaan. Jepang, Amerika serikat, Taiwan, Belanda, Singapura merupakan contoh beberapa negara yang cukup dominan mengimpor anggrek dari Indonesia yang memliki keragaman dan ciri khas sebagai negara tropis. Permintaan yang cukup tinggi ini mengakibatkan minat masyarakat untuk membudidayakan dan memelihara tanaman anggrek untuk tujuan komersial yang tinggi. Klasifikasi tanaman Anggrek adalah sebagai berikut. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermathopyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledone
Ordo
: Orchidales
Famili
: Orchidaceae
Subfamili
: Epidendroideae
Tribe
: Epidendrae dendrobieae
Subtribe
: Dendrobinae
Genus
: Dendrobium
Dari ratusan genus anggrek yang ada di dunia ini, genus dendrobium merupakan genus terbesar kedua setelah genus Bulbopgylum. Genus dendrobium tumbuh secara epifit dan berbatang banyak atau sympodial ditemukan di beberapa wilayah di Asia pasifik mulai dari India, Cina selatan, Jepang, Malaysia, Indonesia, Philipina, Selandia baru sampai Australia utara. Karena banyaknya jumlah spesies ini, diperkirakan sekitar 900 spesies. (Drs Godlim Panggabean, MS:2002;166)
13
Metode yang paling tepat dan efisien sekarang untuk perbanyakan secara vegetatif guna mendapatkan persediaan bibit secara tepat dan secara besar-besaran adalah dengan menggunakan metode kultur jaringan. Dengan menggunakan metode ini diperoleh bibit-bibit dari induk yang sudah terseleksi dalam jumlah banyak dan memiliki sifat genetis yang sama dengan induknya, hanya dalam waktu yang singkat.
2.4 Kultur Jaringan Menurut Nurheti Yuliarti (2010;1) Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan memperbanyak jaringan mikro tanaman yang ditumbuhkan secara invitro menjadi tanaman yang sempurna dalam jumlah yang tidak terbatas. Menurut Zulkarnain (2009:38) Beberapa manfaat dari teknik kultur jaringan adalah; a
Perbanyakan klon secara cepat Teknik kultur jaringan setiap sel dapat diinduksi untuk beregenerasi menjadi individu tanaman lengkap dengan sifat genetik yang identik satu sama lain. Pada kultur organ, pucuk-pucuk in vitro dapat disubkultur untuk penggandaan lebih lanjut sehingga dalam waktu singkat akan dihasilakn individu tanaman dalam jumlah besar.
b
Keseragaman genetik Dikarenakan
prosedur
kultur
jaringan
bersifat
vegetatif
maka
rekombinasi acak dari karakter genetik terjadi pada perbanyakan seksual (melalui biji) dapat dihindarkan. Oleh karena itu, tanaman yang dihasilkan secara genetik akan identik dengan induknya.
14
c
Kondisi aseptik Proses kultur in vitro ini menggunakan kondisi aseptik sehingga kultur jaringan tanaman dapat meneyediakan bahan tanaman bebas patogen dalam jumlah besar. Walaupun demikian, kultur jaringan bisa memiliki partikel virus didalam jaringan, tetapi hal ini tidak memperlihatkan gejala apapun di dalam kultur yang sehat. Namun, teknik kultur jaringan dapat meregenerasikan tanaman bebas virus, yakni menggunakan kultur meristem.
d
Seleksi tanaman Seringkali variasi genetik terdapat di dalam kultur normal. Variasi genetik tersebut dapat diperoleh dengan menginduksi bahan eksplan menggunakan perlaukan kimiawi ataupun fisik. Begitu diperoleh populasi yang beragam secara genetik, maka terdapat peluang untuk menyeleksi genotipgenotip superior tanaman.
e
Stok tanaman mikro Kualitas dan kondisi tanaman induk atau sumber bahan dapat berpengaruh nyata terhadap keberhasilan upaya perbanyakan tanamana, melalui kultur jaringan. Oleh karena itu, stok tanaman induk dapat dipelihara secara in vitro dan sejumlah stok mikro dapat diperoleh selanjutnya diperakaran didalam sistem in vitro.
f
Lingkungan terkendali Teknik kultur jaringan sangat sesuai untuk diterapkan bila diinginkan pemeliharaan tanaman di bawah kondisi lingkungan terkendali, baik sebagai
15
tanaman induk untuk kebutuhan kultur ataupun tanaman untuk iduksi perakaran pada spesies yang sulit berakar. g
Pelestarian plasma nutfah Kebutuhan akan ruang yang kecil dan mudahnya menciptakan keadaan yang sesuai, menjadikan kultur in vitro sebagai suatu cara yang praktir sebagai salah satu upaya pelestarian plasma nutfah
h
Produksi tanaman sepanjang tahun Melalui teknik kultur jaringan terbuka peluang untuk memperbanyak tanaman di sepanjang tahun. Hal ini dikarenakan, teknik kultur jaringan tidak tergantung dengan musim.
i
Memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif konvensial. Melalui teknik kultur jaringan, tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif dapat diatasi dengan manipulasi terhadap lingkungan kultur ( mislanya dengan perlakuan hormon, cahaya, suhu) atau dengan menggunakan bahan eksplan yang memiliki daya merismatik tinggi. Menurut Nurheti Yulianti (2010:11) ada beberapa hal penting dalam kultur
jaringan diantaranya masalah kultur jaringan , faktor- faktor keberhasilan kultur jaringan dan tentunya tahapan dari teknik kultur jaringan tersebut. A Masalah Kultur Jaringan a. Kontaminasi Kontaminasi merupakan gangguan yang mucul atas penggunaan media yang diperkaya. Fenomena kontaminasi sangat beragam, dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (Bakteri, Jamur, Virus, dll), (Nurheti Yulianti:2010:11)
16
b. Pencoklatan Pencoklatan atau Browning merupakan suatu keadaan dimana muncul kecoklatan atau kehitaman yang menyebabkan tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. (Nurheti Yulianti:2010:12) c. Vitrifikasi Vitrifikasi adalah permasalahan kultur jaringan yang ditandai dengan : terjadinya pertumbuhan yang tidak normal; tanaman yang dihasilakan pendek atau kerdil ; pertumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter ; tanaman utuhnya menjadi sangat Turgescent ; daun tidak memiliki jaringan palisade (Nurheti Yulianti:2010:12) d. Variabilitas Genetik Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dan dalam jumlah yang banyak, bukan sebagai pemuliaan tanaman , maka variasi genetik merupakan kendala dikarenakan penggunaan teknis yang tidak sesuai dan laju multiplikasi yang tinggi sehingga variasi tidak terkontrol. Variasi genetik paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel yang disebabkan oleh munculnya sifat instabilitas kromosom. Hal itu mungkin disebabkan oleh teknik kultur, media dan hormon. (Nurheti Yulianti:2010:13) e. Pertumbuhan dan perkembangan Bila eksplan yang ditanam mengalami stagnansi, mulai dari tanam hingga kurun waktu tertentu tidak dapat mati maupun juga tidak dapat tumbuh. Untuk menghindari kondisi itu, dilakukan upaya preventif dengan tidak memakai bahan tanaman yang tidak juvenil atau tidak merismatik mengingat awal
17
pertumbuhan eksplan dimulai dari sel-sel muda yang aktif membelah atau dari selsel tua yang muda kembali. Selain itu, media juga menjadi penyebab utama terjadinya stagnasi pertumbuhan. Media yang tepat dapat mendorong eksplan untuk melakukan proses pembelahan dan pembesaran. (Nurheti Yulianti:2010:13) f. Praperlakuan Masalah yang terjadi pada kegiatan in vitro
bukan hanya saja pada
penanaman eksplan saja. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan dalam botol sangat dipengaruhi oleh pemeuhan persyaratan dalam kegiatan praperlakuan. Masalah serius akan muncul bila kegiatan praperlakuan tidak dilakukan dengan baik. Praperlakuan dilakukan dalam rangka menghilangkan berbagai hambatan yang mungkin muncul seperti kemikalis, fisis dan biologis. Sedangkan untuk menangani hambatan kimia dimulai dengan senyawa aktif yang ada dalam media. (Nurheti Yulianti:2010:14) g. Lingkungan Mikro Lingkungan Mikro adalah lingkungan inkubator. Lingkungan inkubator tdak boleh diabaikan karena juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimalisasi pertumbuhan eksplan. Suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembanagan eksplan. Suhu optimal untuk tanaman yang satu dengan tanaman yang lain . (Nurheti Yulianti:2010:13)
B Faktor Keberhasilan Kultur Jaringan Menurut Nurheti Yulianti (2010:16), Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa hal ;
18
a. Bentuk regenerasi dalam kultur; pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan Protocorm Like Bodies, dll b. Eksplan adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotip, umur, letak pada cabang, dan kelamin. c. Media tumbuh, media tumbuh terkandung komposisi garam anorganik dan zat pengatur tumbuh. d. Zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT), faktor yang harus diperhatikan dalam ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi kultur tertentu e. Lingkungan tumbuh, meliputi temperatur, panjang penyinaranm intensitas penyinaran, kualitas sinar dan ukuran wadah kultur.
C Tahapan Kultur Jaringan Tahapan dari Kultur Jaringan adalah sebagai berikut: a. Pembuatan media Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Ada dua macam media yaitu media padat dan cair. (1) Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. (2) Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
19
b. Inisiasi Pengambilan eksplan atau inokulum dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Tahapan dalam inisisasi dalam kondisi normal adalah 4 minggu, selanjutnya masuk tahap multiplikasi. c. Sterilisasi Sterilisasi adalah disinfestasi segala kegiatan yang akan dilakukan pada kultur jaringan. Alat-alat yang digunakan juga harus mengalami sterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi dilakukan di luar dan di dalam. a. Untuk diluar; Eksplan direndam dalam larutan Agrimycine 2 mg/l dan Benlate 2 mg/l selama 1-2 jam. b. Untuk didalam dilakukan didalam Laminar Flow, dengan urutan sebagai berikut: 1) Rendam eksplan dalam larutan Clorox 30 % selama 15 menit 2) Bilas 2 kali dengan air steril 3) Potong ½ cm di bawah dan di atas buku 4) Rendam eksplan dalam larutan Clorox 15 % selama 10 menit 5) Bilas 2 kali dengan air steril 6) Lalu tanaman pada media kultur d. Multipikasi Setelah melakukan sterilisasi, dilakukan multipikasi atau penggandaan. Jadi Multipikasi adalah Kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Menurut Nurheti Yuliarti (2010; 36) Pada
20
beberapa spesies, eksplan mungkin akan membentuk akar pada tahaap awal pertumbuhan di media yang sederhana. Hasil multiplikasi selanjutnya dipindah dalam media sub kultur, dalam ruang aseptic (steril) dengan suhu 18-250 C dan intensitas cahaya 3000-10.000 lux selama 16 jam/hari. e. Pengakaran Pada tahap ini, terlihat adanya pertumbuhan akar. Ada dua metode pengakaran yaitu; pengakaran di media kultur dan pengakaran di luar kultur. Pengakaran pada media kultur, auksin sangat diperlukan untuk menginduksi pembentukan akar. Sedangkan untuk pengakaran di luar kultur tidak diperlukan media baru dan kondisi aseptik, kelembaban tinggi yang diperlukan untuk menghindari kekeringan tunas baru yang masih lunak, dan pada pengakaran di luar kultur diperlukan perlakuan hormon. Pada tahap pengkaran sangat terlihat adanya berbagai kontaminasi. (Nurheti Yuliarti; 2010;39) f. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu upaya mengondisikan planlet atau tunas mikro hasil perbanyakan melalui kultur in vitro ke lingkungan vivo yang septik. Tahapan aklimatisasi, sebagai berikut: 1) eksplan dikeluarkan kemudian dimasukkan kedalam wadah berisi larutan benlate 2 gr/l. 2) Pindahkan kedalan bak aklim yang berisi kompos dan sekam dengan perbandingan 2:1 selama 2 bulan. 3) Pindahkan kedalam media yang lebih besar yaitu polibag.
21
4) Pemupukan dilakukan dengan pupuk daun 1 kali seminggu. 5) Siap tanam dilapangan dengan umur 2-3 bulan. Pada tahap ini bisa disebut dengan tahap pendewasaan.
2.5 Biaya Usahatani Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan ruang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. (Ony Widilestariningtyas dan kawan-kawan:2012;10)
Penggolongan
biaya produksi dilakukan berdasarkan sifatnya, yaitu biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berkaitan dengan jumlah barang yang diproduksi. Contohnya petani yang membayar sewa lahan atau perusahaan dengan membayar pajak bangunan gedung setiap periode tertentu. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah. (Soekartawi, dkk :1986 ;12) . Struktur biaya usahatani, diantaranya; 1. Total Fixed Cost (TFC) Biaya (cost) yang dikeluarkan perusahaan atau petani yang tidak mempengaruhi hasil output / produksi. Berapapun jumlah output yang dihasilkan, biaya tetap itu sama . Contoh: sewa tanah, pajak, alat pertanian, iuran irigasi. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 1
22
Gambar 1. Kurva Total Fixed Cost
2. Total Variable Cost (TVC) Biaya (cost) yang besarnya berubah searah dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan. VC = garis bermula dari titik nol bergerak ke atas output adalah nol sehingga VC juga nol. Semakin besar jumlah output yang dihasilkan VC akan semakin besar. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 2. Kurva Total Variabel Cost
3. Total Cost (TC) = FC + VC Total cost adalah jumlah dari fixed cost atau biaya tetap dan Variable cost atau biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh petani maupun perusahaan. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 3
23
Gambar 3. Kurva Total Cost
4. Average Cost 1
Average Fixed Cost yaitu biaya tetap untuk satuan output yang dihasilkan. Dengan perumusan sebagai berikut;
Dan Secara grafis dapat dilihat pada gambar 4
Gambar 4 Kurva Average Fixed Cost
24
2
Average Variable Cost (AVC) = VC/Q Biaya variabel untuk setiap satuan output yang dihasilkan. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 5
Gambar 5. Kurva Average Variabel Cost
3
Average Total Cost, TC = FC + VC dan ATC = AFC + AVC Tingkat output atau Q (Quantity) yang dihasilkan pada saat AC minimum / OQ3 satuan disebut tingkat output minimal / the optimum rate of output. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 6
25
Gambar 6. Kurva Average Total Cost
4
Marginal Cost Kurva TC merupakan jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap dan biaya tetap merupakan konstanta, maka MC tidak lain adalah garis singgung pada kurva biaya total atau garis singgung pada kurva VC. MC memotong FC dan VC pada saat minimum. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Kurva Marginal Cost
Selain itu ada yang termasuk kedalam biaya tetap yaitu biaya penyusutan. Penyusutan atau depresiasi adalah pengalokasian biaya investasi
26
suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek tersebut, dan untuk menjamin agar angka biaya operasi yang dimaksudkan dalam neraca rugi laba tahunan dapat mencerminkan adanya biaya modal yang dipergunakan. (Khusnul Khotimah, dkk:2002:26) 2.6 Pendapatan Usahatani Pendapatan adalah jumlah pembayaran yang diterima perusahaan dari penjualan barang dan jasa. Dihitung dengan mengalikan kuantitas barang yang terjual dengan harga satuannya (Iman Soeharto;1995 ; 399). Rumusnya adalah:
Keterangan: P
: Pendapatan
D
: Jumlah (quantity) terjual
H
: harga satuan per unit
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 2.7 Investasi Usahatani Keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana, dengan harapan mendapatkan keuntungan bertahun-tahun dalam jangka panjang,
27
seringkali berdampak besar bagi kelangsungan suatu perusahaan. (Iman soeharto;1997; 394) Oleh karena itu sebelum diambil keputusan jadi atau tidaknya suatu investai, salah satu syarat terpenting adalah mengkaji aspek finansial dan ekonomi. Iman Soeharto (1997; 394) menyatakan bahwa dikenal tiga komponen utama biaya investasi, yaitu (1) biaya pertama atau biaya pembangunan, (2) modal kerja (working capital) dan (3) biaya operasi atau produksi. Diperlukan suatu analisis yang menjelaskan apakah rencana proyek cukup menarik bila dilihat dari arus pengembalian yang telah ditentukan atau diinginkan. Alat analisis tersebut adalah Internal Rate of return atau IRR, yaitu arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk sama dengan NPV aliran kas keluar. Pada analisis NPV atau net present value dilakukan dengan menetukan terlebih dahulu besar arus pengembalian, kemudian dihitung nilai sekarang neto dari aliran kas keluar dan masuk. 2.8 Analisis Finansial Menurut Murdifin Haming (2010;17), Studi kelayakan atas rencana investasi ada berbagai aspek diantaranya aspek finansial, aspek pemasaran, aspek produksi dan aspek sumber daya manusia. Dalam hal ini, penulis hanya membatasi dalam aspek finansialnya saja dikarenakan untuk melihat berapa besar biaya yang dikeluarkan dari pembibitan tanaman kultur jaringan. Kadariah (1988;2), menyatakan aspek finansial adalah aspek yang menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan revenue earnings proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan; apakah proyek akan mampu membayar 28
kembali dana tersebut; dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri. Soekartawi (1995: 85), menyatakan bahwa dari Arus uang tunai yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh suatu usahatani didapatkan alat analisis yang berbeda-beda berdasarkan data yang sama. Alat analisis usahatani yang digunakan menurut soekartawi diantaranya adalah Analisis R.C ratio, B.C Ratio , Analisis NPV dan analisis IRR. Dalam hal ini, penulis menambahkan analisis break even point untuk mengetahui titik impas. 1. Analisis rasio penerimaan atas biaya Menurut Zulfahmi dalam Soeharjo dan Patong menyatakan bahwa rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani. Secara teoritis dengan r.c ratio = 1 artinya tidak untung maupun tidak rugi, r.c ratio lebih besar dari 1 artinya usahatani tersebut menguntungkan, dan jika r.c ratio kurang dari 1 artinya usahatani tersebut merugi. 2. Analisis rasio pendapatan atas biaya Analisis rasio pendapatan atas biaya adalah perbandingan antara manfaat (benefit) dan biaya (cost). Abd Rahim, dkk (2007; 168) menyatakan bahwa analisis b/c rasio pada prinsipnya sama dengan analisis r.c ratio, hanya saja pada analisis b.c ratio yang dipentingkan adalah besarnya manfaat.
29
Kriteria yang dipakai adalah suatu usaha tani dikatakan memberikan manfaat kalau b/c lebih dari 1. Sedangkan jika b.c ratio sama dengan 1 artinya tidak untung maupun tidak rugi, dan jika r.c ratio kurang dari 1 artinya usahatani tersebut tidak memberikan manfaat atau bisa dikatakan merugi. 3. Analisis titik impas (Break Even Point) Analisis break even point biasa dikenal dengan analisis pulang pokok. Menurut Agustina dalam Riyanto Analisis Break Event Point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Analisis Break Event Point dalam perencanaan keuntungan merupakan suatu pendekatan perencanaan keuntungan yang mendasarkan pada hubungan antara cost (biaya) dengan revenue (penghasilan penjualan). 4. Analisis pengembalian internal (Internal Rate of Return) Soekartawi (1996;89) menyatakan bahwa tingkat pengembalian internal merupakan parameter yang dipakai, apakah suatu usahatani mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi usahatani nilai dari IRR adalah nilai IRR yang didapatkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku saat usahatani itu diusahakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (net present value, NPV=0. Agustina (2011;120), menyatakan bahwa penggunaan Investasi akan layak jika diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku
30
bunga bank yang ditentukan, karena proyek berada dalam keadaan yang menguntungkan, demikian juga sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, berarti proyek merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan. Ada beberapa keunggulan dan kekurangan dari kriteria internal rate of return .Menurut Kadariah (1988;45), keunggulan yang dimiliki internal rate of return adalah; 1
Kriteria ini menghindari kesukaran dalam memilih discount rate yang sesuai
2
Dan dikarenakan dinyatakan dalam bentuk rate of return, hasilnya dapat dibandingkan dengan tingkat bunga yang berlaku. Disamping
keunggulan-keunggulan
tersebut,
ada
beberapa
kekurangan dari internal rate of return yaitu; 1
IRR dianggap tidak ada hubungannya dengan opportunity cost of capital. Karenanya maka kalangan yang membela OCC sebagai reward sementara bagi modal menganggap IRR sebagai rate dalam khayalan
2
IRR mengandung arti bahwa setiap proyek hanya ada satu rate of return. Hal ini berlaku pada proyek dengan manfaat netto yang negatif pada tahun-tahun pertama dan kemudian mempunyai manfaat netto yang positif. Tetapi jika proyek mempunyai manfaat netto yang negatif dan positif secara bergantian, maka tidak ada satu unique rate bagi proyek tersebut.
31
2.9 Harga Bibit Tanaman Harga jual bibit tanaman
di UPT Lebak bulus ditetapkan oleh pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kelautan Dan Pertanian Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 415 tahun 2014. Harga jual bibit tanaman secara kultur jaringan seperti terlihat pada tabel 3. Harga jual tersebut diberikan dengan menimbang bahwa untuk memenuhi permintaan masyarakat akan benih atau bibit tanaman pangan, hortikultura dan kehutanaan yang bermutu dalam rangka meningkatkan produksi secara kuantitatif. Tabel 3. Harga jual bibit hasil kultur jaringan Pemerintah No Komoditi Spesifikasi Harga Satuan (Rp) 1 Bibit Anggrek Sehat, subur, bebas hama 20.000 dendrobium kompotan dan penyakit, dalam pot ukuran 15 cm 2 Bibit Anggrek Sehat, subur, bebas hama dendrobium dan penyakit, dalam pot tanah ukuran: Diameter 8 cm 3.000 Diameter 15 cm 7.000 Diameter 18 cm 12.000 3 Bibit Anggrek botol Sehat, subur, bebas hama 25.000 dan penyakit, botol saos 4 Bibit Pisang (pohon) Sehat, subur, dalam 4.000 polibag tinggi 20-30 cm 5 Bibit Pisang Dalam botol/Planlet 15.000 6 Bibit Tanaman Jati Sehat, subur, dalam 5.000 (pohon) polibag tinggi 10-15 cm Sumber; SK No 415 tahun 2014 Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Harga yang ditetapkan Dinas kelautan dan pertanian DKI Jakarta berbeda dengan harga jual yang ditetapkan pada pasar bebas. Dari berbagai sumber harga jual bibit kultur jaringan yang didapatkan dari sumber internet harga jual bibit untuk pasar bebas dapat dilihat pada tabel 4.
32
Tabel 4. Harga jual bibit kultur jaringan pasar bebas No Komoditi Spesifikasi Harga Satuan (Rp) 1 Bibit Anggrek dendrobium Botolan 35.000 Seedling 7.500 Kompot 50.000 Remaja 15.000 Dewasa 22.500 Berbunga 25.000 2 Bibit Pisang Botolan 6.000 Polibag 25.000 3 Bibit Jati Botolan 100.000 Polibag 10.000 Sumber: Nursery, Venus orchids and. “(Tidak ada judul)” diakses pada tanggal 15 september 2014 dari Venusorchids.com ,
Harga dan jumlah suatu komoditas yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran komoditas tersebut. Oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah komoditas yang diperjualbelikan secara serentak ada analisisi permintaan dan penawaran terhadap komoditas tertentu yang ada di pasar. Keadaan suatu pasar dikatakan dalam keadaan keseimbangana atau equilibrium yaitu apabila jumlah komoditas yang ditawarkan para produsen atau penjual sama dengan jumlah yang diminta oleh para konsumen atau pembeli pada tingkat harga tertentu. (Abd Rahim, dkk:2007;87) Dapat dilihat pada gambar 8 berikut merupakan kurva keseimbangan;
33
Gambar 8; Kurva equilibrium
Dalam gambar 8, dapat diterangkan bahwa permintaan suatu komoditas ditunjukan garis P2D dan penawarannya ditunjukan P0S. Jika harga suatu komoditas sebesar P1, jumlah komoditas yang diminta sebesar Q sehingga titik keseimbangan di titik E. Jika konsumen dengan kemampuan membayar sebesar QEP2 dan jumlah yang dibayar sebesar QEP1 ada surplus konsumen sebesar P1EP2. Dan dari sisi produsen jumlah yang dibayarkan konsumen merupakan penerimaan. jika biaya produksi sebesar QEP0, terdapat surplus untuk produsen sebesar P1EP2 (Abd Rahim, dkk:2007;88) Dari harga jual bibit pemerintah dan di pasaran bebas memiliki perbedaan. Ini menyebabkan adanya pergeseran pada kurva permintaan. Menurut Abd Rahim, dkk (2007;90), perubahan harga yang kecil menimbulkan perubahan permintaan komoditas pertanian yang besar, permintaan komoditas pertanian tersebut bersifat responsif terhadap perubahan harga atau permintaanya disebut elastis. Dapat dilihat pada gambar 9 berikut;
34
Gambar 9; Kurva Permintaan Elastis
Tetapi kebijakan akan lebih kecilnya harga jual yang ditetapkan pemerintah dibandingkan dengan harga pasar bebas dikarenakan telah ditetapkannya subsidi. Menurut UU No.45 tahun 2007 APBN 2008, Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Ada 3 kebijakan pemerintah tentang
harga
yaitu;
floor
price,
ceilling
price
dan
harga
subsidi
(Elearning.upnjatim.ac.id:2007:Bab VII; hal 1). 1. Floor Price Kebijakan harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melindungi produsen.
35
Gambar 10: Kurva Floor Price
Keterangan: Pfp
: Harga dasar ditetapkan
0Qd
: Barang yang dibeli oleh konsumen
0Qs
: Barang yang dibeli oleh pemerintah
2. Ceilling Price Kebijakasanaan harga tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah yang ditujukan untuk melindungi konsumen.
Gambar 11. Kurva ceilling price
Keterangan:
36
Pcp
: Harga tertinggi
0Qs
: barang yang dijual oleh produsen
QsQd : barang yang dijual oleh pemerintah 3. Harga subsidi Kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan melindungi konsumen dan produsen.
Gambar 12; Kurva Subsidi Harga
Keterangan: Pj
: Harga jaminan
Pc
: Harga Konsumen
Qj
: Barang yang dijual
Subsidi: PcPjE1E2
37
2.10
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu untuk Analisis Biaya dan Pendapatan atau Analisis
Kelayakan Usahatani memang telah banyak diteliti, namun untuk Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha pembibitan kultur jaringan masih jarang sekali terdengar. Ada beberapa tetapi lebih meneliti kepada analisis kelayakan Investasi bukan kepada Biaya dan Pendapatan. Dan untuk penelitian Analisis Biaya, Pendapatan dan Investasi Bibit tanaman secara kultur jaringan yang berada di UPT Lebak bulus belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian Pertama dilakukan oleh Zulfahmi dengan judul Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Jamur Tiram Putih Model Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah. Penelitian ini menitik beratkan kepada suatu lembaga pelatihan dan pendidikan di bidang pertanian yaitu P4S sendiri. Alat analisis yang diambil adalah dengan menggunakan R.C Ratio, B.C Ratio dan analisis titik impas (Break Even Point). Dengan hasil analisis yang didapat Usaha jamur tiram putih P4S Nusa Indah memperoleh pendapatan bersih bernilai
positif dan cenderung
menguntungkan sebesar Rp.38.168.010- dengan 73,65% berasal dari produksi siap panen, 18,995 berasal dari paket kemitraan investasi dan 7,35 % berasal dari budidaya jamur dengan sistem kemitraan. Kemudian berdasarkan analisis R.C Ratio diperoleh sebesar 1,16. Usaha cenderung menguntungkan karena nilai R/C > 1. Sedangkan hasil dari B.C Ratio adalah 0,16 artinya memberikan keuntungan sebesar Rp.160 setiap Rp. 1000 pengeluaran. Dan untuk analisis Break even point (BEP) juga mengindikasikan adanyanya keuntungan. Jadi usaha jamur tiram putih pada P4S sudah layak untuk dilanjutkan.
38
Penelitian kedua dilakukan oleh Imay Dwicahya dengan mengambil judul Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Anggrek Vanda douglas pada Kelompok Tani Parakan Jaya Pamulang Tangerang Selatan. Alat analisis yang diambil adalah dengan menggunakan R.C Ratio, B.C Ratio dan analisis titik impas (Break Even Point). Dengan hasil analisis yang didapat dengan biaya total usaha Rp.266.979.400,- . Kemudian berdasarkan analisis R.C Ratio diperoleh sebesar 1,72 .Usaha cenderung menguntungkan karena nilai R/C > 1. Sedangkan hasil dari B/C Ratio adalah 0,72artinya memberikan keuntungan sebesar Rp.720 setiap Rp. 1000 pengeluaran. Analisis Break even point (BEP) mengindikasikan adanyanya keuntungan. Jadi usahatani anggrek Vanda douglas pada Kelompok Tani Parakan Jaya Pamulang Tangerang Selatan sudah layak dan dapat dilanjutkan kembali. Penelitian ketiga, diambil dari segi kelayakan investasi. Penelitian yang ditulis oleh Mukti, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor dengan judul “Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darusalam” yang dibuat pada tahun 2009. Dengan hasil penelitian secara finansial berdasarkan asumsi yang digunakan terdiri dari discount factor 7 %, kegiatan investasi pabrik kelapa sawit kapasitas 30 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan ditinjau dari semua kriteria investasi yang digunakan. Nilai NPV sebesar Rp 106.698.657.000, IRR sebesar 22,34. Sedangkan dengan discount factor 15 %, kegiatan investasi pabrik kelapa sawit tidak layak dilaksanakan
nilai NPV yang diperoleh sebesar (-Rp.
30.727.367.000), IRR sebesar 9,03. Jadi Pabrik Kelapa Sawit mengalami kelayakan usaha dengan menggunakan discount factor sebesar 22,34 % yang artinya lebih besar dari suku bunga yang diambil.
39
Dari dua penelitian mengenai Biaya, penelitian Imay Dwicahya lebih mengindikasikan keuntungan lebih banyak dibandingkan dengan penelitian Zulfahmi. Ini dikarenakan perbedaan komoditi, dari segi perlakuan pada saat produksi, usaha jamur tiram putih lebih memerlukan banyak biaya dibandingkan dengan usaha tanaman Anggrek. Untuk penelitian Investasi mengalami keuntungan dikarenakan hasil irr lebih dari discount factor atau suku bunga yang ditentukan. 2.11
Kerangka Pemikiran Usaha budidaya tanaman secara kultur jaringan biasanya menghasilkan 2 produk
tanaman yang dijual dalam bentuk berbeda. Dalam bentuk In Vitro dan dalam bentuk Vitro. In Vitro dalam bentuk botol kultur dan Vitro dalam bentuk tanaman dewasa yang telah ditanam dalam polybag. Untuk itu, dalam kerangka pemikiran ini di interpretasikan biaya yang dikeluarkan untuk 3 jenis pembibitan tanaman yang berbeda baik dari bentuk vitro maupun in vitro serta perbandingannya dan biaya investasi awal yang dikeluarkan pertama oleh Pemerintah untuk UPT Lebak bulus Penelitian ini berupa meneliti besar biaya yang dikeluarkan baik dari biaya tetap maupun biaya tidak tetap dari produk botol kultur serta dari produk dewasa ataupun produk dalam polybag. Analisis selanjutnya adalah penerimaan, yaitu jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual yang ditetapkan baik dalam bentuk botol kultur maupun bentuk polybag. Dari hasil penerimaan ini dapat dilihat apakah penerimaan yang didapatkan dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Setelah didapatkan nilai penerimaan barulah diketahui nilai pendapatan yang didapatkan yaitu dari hasil selisih Penerimaan serta biaya.
40
Alat analisis biaya dan pendapatan yang peneliti ambil ada tiga yaitu rasio penerimaan atas biaya (R/C) yang dihitung untuk mengetahui hasil total penerimaan yang diterima UPT Lebak bulus berbanding dengan biaya yang dikeluarkan. Jika hasilnya lebih dari 1 (R/C > 1) maka UPT Lebak bulus mengalami keuntungan. Alat analisis kedua yaitu rasio keuntungan atas biaya (B/C) yang dihitung untuk mengetahui keuntungan yang didapat UPT Lebak bulus berbanding dengan biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini jika hasilnya lebih dari 1 (B/C > 1) maka UPT Lebak bulus mengalami keuntungan. Alat analisis yang ketiga adalah analisis titik impas atau biasa disebut analisis Break Even Point yang digunakan untuk mengetahui titik biaya produksi yang dikeluarkan sama dengan pendapatan yang didapatkan. Alat analisis yang terakhir adalah analisis pengembalian internal yang digunakan untuk mengukur besarnya presentase keuntungan dari suatu usahatani tiap tahunnya atau besarnya pengembalian bunga pinjaman. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, berikut adalah kerangka pemikiran penelitian dalam Gambar 13.
41
UPT LEBAK BULUS
Jati
Pisang
Anggrek
Produk dijual dalam bentuk Polibag
Produk dijual dalam bentuk Botol
Besar Penerimaan dan Pendapatan
Besar Biaya dan Investasi
Harga Pemerintah
Harga Pasar bebas
Analisis Finansial 1. B/C 2. R/C 3. Analisis Break Event Point 4. Analisis Internal rate of return
Dibandingkan Produk mana yang butuh banyak biaya serta dapat lebih menguntungkan dan dibandingkan antara analisis harga pemerintah dan harga pasar bebas
Hasil Analisis
Gambar 13; Kerangka pemikiran penelitian
42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi
penelitian
berpusat
di
Kebun
bibit
dan
laboratorium
Pusat
Pengembangan Benih Tanaman Pangan Hortikultura dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Lebak Bulus atau biasa disebut dengan UPT (Unit Pelaksana Teknis) Lebak bulus dengan alamat jalan Pertanian Raya No.47, Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Selain itu, peneliti juga akan melakukan pengambilan data kepada Pusat Pengembangan Benih Jakarta dengan alamat
Jalan Harsono R.M No.1, Ragunan,
Jakarta selatan yang merupakan Kepala pusat dari UPT Lebak bulus Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung dari Juli 2014 sampai September 2014.
3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3.2.1
Data primer Data primer adalah data yang diperoleh dari UPT Lebak bulus dan juga
dari Pusat pengembangan benih Jakarta. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angkaangka, data tersebut mengenai biaya tetap maupun biaya tidak tetap yang dikeluarkan . Data kualitatif yaitu data berupa informasi tertulis yaitu informasi
43
mengenai bagan proses produksi, alat serta bahan baku yang digunakan, Informasi umum mengenai UPT Lebak bulus. 3.2.2
Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai studi literatur,
data-data perusahaan, jurnal, buku, internet dan hasil penelitian terdahulu.
3.3 Metode pengumpulan data 1. Wawancara Adalah Metode pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya jawab secara sepihak, dikerjakan secara sistemik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. (Arif Soebyantoro dan FX Soewarto: 2007:99). Dalam hal ini, Penulis akan mewawancarai karyawan di UPT Lebak bulus bagian laboratorium, bagian kebun maupun bagian kantor serta para karyawan di Pusat pengembangan benih Jakarta di Ragunan. 2. Studi literatur atau kepustakaan Menurut M.Nazir (2011;93) Studi Kepustakaan adalah menelusuri literatur yang ada serta menelaahnya secara tekun, selain mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mngetahui sampai kemana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang. Dalam hal ini, Penulis membaca berbagai sumber literatur mulai dari buku, skripsi, thesis, jurnal, artikel serta sumber lain yang relevan.
44
3.4 Metode Analisis Data Penganalisisan data yang akan dilakukan adalah dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif mengenai kegiatan usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan. Sedangkan Metode kuantitatif dilakukan dengan analisis finansial untuk mengetahui besar biaya, pendapatan dan investasi pembibitan tanaman kultur jaringan. 3.4.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif membahas mengenai kegiatan usaha pembibitan kultur jaringan di UPT Lebak bulus sebagai pelengkap analisis kuantitatif. Analisis deskriptif meliputi data primer berupa hasil wawancara mengenai proses produksi ataupun kegiatan usaha pembibitan kultur jaringan dan data sekunder berupa dokumen pribadi perusahaan. 3.4.2. Analisis Finansial Analisis Finansial membahas mengenai kegiatan usaha pembibitan tanaman kultur jaringan dari ketiga bibit yang berbeda baik yang terjual dalam bentuk botolan kultur maupun pot atau polibag. Usaha pembibitan tanaman kultur jaringan ini pada akhirnya dinilai dari segi biaya investasi awal yang dikeluarkan oleh pemerintah, biaya tetap maupun biaya variabel yang dikeluarkan setiap periodenya yang menghasilkan berapa besar penerimaan serta pendapatan yang didapatkan dan juga berapa besar kelayakan dari segi keuntungan serta investasi. Dalam penelitian ini, penulis pun membandingkan hasil analisis dari segi harga pemerintah serta harga pasar bebas.
45
Analisis Finansial yang akan dihitung adalah analisis penerimaan atas biaya(R/C), rasio keuntungan atas biaya (B/C), analisis titik impas (Break Even Point) dan analisis kelayakan investasi yaitu analisis internal rate of return (IRR). 1. Analisis R/C R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biayabiaya yang dikeluarkan selama proses produksi hingga menghasilkan produk. Dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi;1995; 85) :
Keterangan: R
= Penerimaan
C
= Biaya
Py
= Harga Output
Y
= Output
FC
=Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC
= Biaya Variabel.
Dengan kriteria, R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut BEP R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan 2. Analisis B/C Menurut Gray dalam Agustina adalah Penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai
46
bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Dengan perumusan, sebagai berikut:
Prinsipnya hampir sama dengan analisis R/C, hanya pada B/C ini data yang dipentingkan adalah besarnya manfaat. Jika B/C > 1 suatu usahatani dapat dikatakan memberikan manfaat. 3. Analisis Titik Impas atau Break Even Point Titik Impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. (Iman Soeharto;1997; 401). Asumsi dari Break Even Point adalah; 1. Biaya dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan biaya tetap. 2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti biaya variabel per unitnya adalah tetap sama. 3. Besarnya biaya tetap secara totalitas adalah tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume produksi. 4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisis.
47
5. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk, apabila diproduksi lebih dari satu macam produk pertimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah tetap konstan. (Agustina; 2011; 112) Dengan asumsi tersebut, maka jumlah unit pada titik impas dihitung sebagai berikut: Pendapatan
= Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap = FC
+ (Qi
X
VC)
Dengan perumusan untuk Analisis Break Even Point adalah sebagai berikut (Rochaeni dalam Zulfahmi, 2011; 50)
4. Analisis pengembalian internal atau internal rate of return(IRR) Dewi Astuti (2004; 109), menyatakan IRR adalah suatu teknik untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian 48
atas investasi yang dihitung mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus kas masuk dengan investasi awalnya. Sebelum menghitung IRR, Terlebih dahulu menghitung NPV (net present value) dengan perumusan sebagai berikut:
∑ Menurut Kadariah,dkk (1978;30) biasanya rumus IRR diatas tidak dapat dipecahkan (dicari nilai i-nya) secara langsung. Namun secara coba-coba pemecahan tersebut dapat didekati dalam waktu singkat. Dengan prosedur sebagai berikut; 1
Dipilih nilai discount rate yang dianggap dekat dengan nilai IRR yang benar, lalu dihitung NPV dari pada arus benefit dan biaya
2
Jika hasil NPV tersebut negatif, hal itu berarti bahwa nilai percobaan i terlalu tinggi , jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih rendah
3
Jika sebaliknya, hasil present value tersebut positif, diketahui bahwa nilai percobaan i terlalu rendah, , jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih tinggi.
4
Nilai percobaan pertama untuk discount rate dilambangkan untuk i1 dan yang kedua dilambangkan dengan i2, nilai percobaan pertama dilambangkan dengan NPV1 dan yang kedua NPV2. Dan rumus untuk internal rate of return atau IRR adalah;
49
Keterangan: NPV
: net present value ( nilai netto sekarang)
n
: banyaknya kegiatan/ umur ekonomis proyek
t
: lamanya waktu investasi
B
: benefit (keuntungan)
C
: cost (Biaya)
NPV1
: NPV yang bernilai positif
NPV2
: NPV yang bernilai negatif
i1
: Discount factor (DF) pertama, tingkat bunga yang menghasilkan
NPV positif i2
:Discount factor (DF) kedua, tingkat bunga yang menghasilkan
NPV negatif
3.5 Definisi Operasional Definisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut. (Moh. Nazir:2002;126) Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Tanaman Jati (Tectona grandis L,f) adalah salah satu tanaman perkayuan yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hasil tanaman jati, berupa kayu jati digunakan dalam industri perkayuan seperti mebel.
50
2. Tanaman Pisang adalah salah satu tanaman hortikultura yang memiliki varietas yang cukup banyak di Indonesia. Hasil utama tanaman pisang adalah buah pisang yang merupakan salah satu buah dengan konsumsi tertinggi di Indonesia. 3. Anggrek adalah tanaman hias yang memiliki cukup banyak permintaan ekspor dari luar negeri. Sehingga banyak masyarakat Indonesia mulai menangani bisnis Anggrek untuk mendapatkan keuntungan. 4. Kultur Jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas serta menumbuhkan bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik dalam wadah tertutup, sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap 5. Tahapan Kultur Jaringan: Pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, aklimatisasi dan pendewasaan 6. Penerimaan usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan disini adalah jumlah produksi yang dihasilkan persatuan usaha dikalikan dengan harga jual produk atau bibit tanaman 7. Biaya usahatani ini dibagi menjadi 2 Bagian yaitu: biaya tetap dan biaya variabel 8. Biaya tetap adalah biaya yang terus dikeluarkan berapapun jumlah produksi yang dihasilkan, baik mengalami keuntungan maupun kerugian. Biaya tetap diantaranya: sewa lahan, pajak gedung, Penyusutan alat-alat laboratorium atau alat pertanian, Listrik, telepon. 9. Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang ikut berubah jika hasil produksi berubah.
51
10. Pendapatan usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan adalah selisih dari penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman kultur jaringan 11. Investasi, terdapat tiga komponen biaya utama yaitu biaya pembangunan, modal kerja (working capital) dan biaya operasi atau produksi.
52
BAB VI GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A Profil tempat penelitian 4.1
Visi misi Visi dari Kebun bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Lebak
Bulus adalah unggul dan terdepan sebagai penghasil benih unggul dan bermutu serta kawasan wisata agro terkemuka di Indonesia Misi dari Kebun bibit dan Laboratorium Pusat Pengembangan Benih Lebak Bulus adalah sebagai berikut; a
Mendukung visi dan misi dinas kelautan dan pertanian provinsi DKI Jakarta dalam penyediaan benih untuk pengisian ruang terbuka hijau
b
Menyusun program dan rencana kegiatan operasional
c
Produksi benih unggul dan bermutu
d
Penerapan dan peningkatan teknologi budidaya, pengelolaan benih dan perlakuan pascapanen produksi benih
e
Pengadaan pohon induk sebagai bahan baku maupun koleksi
f
Mengembangkan dan memantapkan kebun-kebun dinas sebagai sarana dan lokasi wisata agro
4.2
g
Penyediaan sarana studi, latihan dan penyuluhan bagi masyarakat
h
Penyediaan sarana informasi dan pelayanan benih kepada masyarakat
Sejarah Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pusat pengembangan benih tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan adalah
Unit Pelaksana Teknik (UPT) Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta
53
dalam melaksanakan tuga pokok Organisasi berpedoman pada dasar hukum sebagai berikut: 1. Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman 2. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.10 Tahun 2008 tentang Tugas pokok dan fungsi Dinas Kelautan dan Pertanian 3. Peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota Jakarta no. 87 tahun 2009 tentang organisasi dan tata kerja dinas kelautan dan pertanian provinsi DKI Jakarta 4. Peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota Jakarta no 161 tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja pusat pengembangan benih tanaman pangan hortikultura dan kehutanan Pusat pengembangan benih tanaman pangan, hortikultura dan kehutananan (Pusbang Benih TPHK) provinsi DKI Jakarta pada tanggal 20 juli 2010 terdiri dari 15 Kebun bibit dan sejak tanggal 8 September 2011 berkurang menjadi 14 kebun bibit dikarenakan ada pengalihan pengelolaan kebun bibit sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian no 673/2010 dan no 196 tahun 2011 tentang pengalihan pengelolaan lahan kebun bibit petukangan utara, kebun bibit klender dan kebun bibit kembangan 4.3 Tugas dan Fungsi Pusat Pengembangan Benih Tanaman 1. Tugas pokok Berdasarkan peraturan Gubernur provinsi daerah khusus Ibukota Jakarta no. 161 tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja pusat ppengembangan benih tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan yang mempunyai tugas melaksanakan pembenihan tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan 54
2. Fungsi Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut UPT Pusat pengembangan benih tanaman pangan, hortikultura dan kehutananan mempunyai fungsi: a
Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan (DPA) Pusat
b
Pelaksanaan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) Pusat
c
Pelaksanaan produksi benih unggul dan bermutu
d
Penerapan peningkatan teknologi pertanian dan kehutanan di kebun percontohan
e
Pelaksanaan pengujian dan adaptasi teknologi, budidaya, pengelolaan benih maupun perlakuan pasca panen benih
f
Pengadaan pohon induk untukdikoleksi maupun sebagai bahan biakan
g
Penyediaan sarana studi, latihan dan penyuluhan bagi masyarakat
h
Penyediaan sarana informasi dan pelayanan benih kepada masyarakat
i
Pelaksanaan kegiatan penilaian dan pengembangan benih
j
Pendistribusian benih kepada masyarakat
k
Pelaksanaan publikasi kegiatan pusat
l
Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang
m Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan n
Penyiapan bahan laporan dinas kelautan dan pertanian yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi pusat
o
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi pusat
55
4.4
Keadaan Umum Lokasi UPT Lebak Bulus terletak di jalan Pertanian Raya No.47 Wilayah Kelurahan
Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan. Berdasarkan data dari stasiun klimatologi di Pondok Betung, kebun ini berada di posisi 0,6o.16o LS dan garis bujur 1,96o 45o BT. UPT Lebak Bulus terletak pada daerah dengan ketinggian 25 M di atas permukaan laut. Permukaan tanah mendatar, dengan bentuk memanjang dari arah ke selatan. Jenis tanah di sekitar areal adalah latosol merah. UPT Lebak Bulus mempunyai volume hujan tahunan terbesar 2209 mm dengan lama penyinaran harian matahari sebesar 60,3%. Suhu udara rata-rata bulanan adalah 29oC dan kelembaban rata-rata harian 35%. UPT Lebak Bulus mempunyai luas areal sekitar 1,43 Ha. Areal ini terdiri dari beberapa bangunan, yaitu laboratorium, kantor, rumah dinas, gudang peralatan, rumah kaca, sere atau paranet serta lahan untuk penanaman anggrek tanah, pisang dan pohon jati.
56
4.5
Struktur Organisasi Ketua UPT Lebak Bulus Parsan, S.P
Staff Kebun Munjahid
Staff Administrasi Safwarina
Staff Operasional Laboratorium Adji Suprono
THL (Tenaga Harian Lepas)Kebun 1. 2. 3. 4. 5.
Suharto Somad Abdullah Abdul Hadi Seno Sachroni
Security 1. Prisma 2. Ruslan
Staff Operasional Laboratorium Harjismi Yendra
THL (Tenaga Harian Lepas) Laboratorium 1. 2. 3. 4.
Neli Wardani A. Suhaibi Winarsih Murizal
Cleaning Service 1. Yuniati 2. Hermawati 3. Doni Nurdiawan
Tugas dan tanggung jawab struktur organisasi: 1
Ketua Kebun bibit dan laboratorium Pusat Pengembangan Benih Jakarta: a. Tugas dan Tanggung Jawab 1.
Mengkoordinir kegiatan LKJ dan kebun 57
2.
Menandatangani laporan bulanan
3.
Merncanakan program kegiatan LKJ dan kebun
4.
Mengikuti rapat bulanan di Pusbang BTPHK dan LKJ
5.
Melaksanakan tugas lain dari atasan
6.
Mengusahakan pencapaian target PAD
7.
Mengusahakan pencapaian target produksi
8.
Melaksanakan kegiatan diklat
9.
Pendampingan mahasiswa PKL dan magang
b. Wewenang 1. Memberikan teguran terhadap tenaga Staff PNS, THL, Cleaning service dan satpam yang melakukan indisipliner 2
Staff administrasi a. Tugas dan tanggung jawab 1. Membuat laporan bulanan 2. Merekap daftar hadir THL 3. Merekap hasil stock opname tanaman 4. Merekap barang 5. Membuat berita acara serah terima barang 6. Menerima tamu 7. Membuat DO pengeluaran benih’ 8. Melaksanakan penjualan benih 9. Mengelola surat masuk 10. Mengelola surat keluar
58
11. Memegang petty cash dan hasil penjualan benih 12. Menjadwlkan dan mengontrol hasil pekerjaan cleaning service 13. Mengelola daftar hadir dan jurnal satpam 14. Mengelola buku tamu
b.
Wewenang 1. Memberikan
teguran
terhadap
tenaga
kerja
outsourching
yang
melakukan indisipliner 3
Staff kebun a.
Tugas dan tanggung jawab 1. Mengkoordinir kegiatan THL Kebun 2. Melaksanakan pemeliharaan tanaman di kebun 3. Memperbanyak tanaman di lapangan 4. Memelihara peralatan kebun 5. Mencatat kegiatan kebun 6. Melaksanaan pekerjaan pengepakan produk kebun dan LKJ 7. Melaksanakan tugas-tugas tambahan yang diberikan oleh atasan
b.
Wewenang 1. Memberikan teguran terhadap THL yang melakukan indisipliner
4
Staff operasional Laboratorium a. Tugas dan Tanggung jawab
59
1. Melaksanakan kegiatan operasional laboratorium meliputi pencucian botol, persiapan dan pembuatan media, penanaman eksplan, subkultur benih 2. Melakukan hubungan kemitraan dan jasa teknologi dengan dunia usaha, petani dan pendidikan b. Wewenang 1. Mengendalikan kegiatan operasional laboratorium
4.6
Proses produksi Pembibitan Proses produksi pembibitan tanaman secara kultur jaringan ada berbagai tahap.
Dalam pembibitan kultur jaringan antara pembibitan tanaman jati, pisang dan Anggrek hampir sama hanya saja ada perbedaan pada tahap pendewasaan atau tahap di kebun pada tanaman Anggrek dan juga ada perbedaan beberapa bahan baku yang digunakan pada pembibitan tanaman jati, pisang dan Anggrek. Berikut bagan produksi pembibitan tanaman di in vitro atau di Laboratorium. Tertera pada gambar 14 ;
60
Pembuatan Media
Jati
Pisang
Anggrek
157 botol
540 botol
250 botol
Inisiasi
Sterilisasi Luar
Sterlisiasi Dalam
Multiplikasi Jati
Multiplikasi Pisang
Multiplikasi Anggrek
1100 botol
3700 botol
5472 botol
Pengakaran
Produk Telah siap dijual
Gambar 14; Bagan Produksi in vitro pembibitan Tanaman
Dilihat pada gambar 14, pembibitan tanaman kultur jaringan ada 5 tahapan penting, diantaranya pembuatan media. Media yang dibuat pada pembibitan tanaman pisang dan jati adalah media yang digunakan pada tahap inisiasi dan tahap multiplikasi 61
dengan tahap inisiasi untuk jati sebanyak 157 botol dan untuk pisang 540 botol yang kemudian diperbanyak pada tahap multiplikasi menjadi 1100 botol dan 3700 botol dengan 30% tingkat kegagalan sehingga, pada tahun 2013, pembibitan tanaman pisang memproduksi 2778 botol sementara jati hanya 1025 botol. Pada lampiran 7.1 dan lampiran 7.2, dapat dilihat aada beberapa perbedaan bahan yang tidak dipakai pada pembibitan tanaman jati yaitu NAA , sementara dalam pembibitan tanaman pisang yaitu IAA, IBA, TDZ dan kinetin. Dan jumlah kuantitas bahan yang digunakan berbeda antara pembibitan tanaman pisang dan jati dikarenakan jumlah keseluruhan produksinya pun berbeda. Berbeda dengan tanaman pisang dan jati, yang hanya memliki perbedaan sedikit dalam pembuatan media. (Lihat Lampiran 7.3). untuk tanaman anggrek, dilakukan tahapan inisiasi sebanyak 250 botol dan pada tahapan multiplikasi dihasilkan sebanyak 5472 botol. Kecepatan multiplikasi pada tanaman anggrek dilakukan setiap bulannya sesuai dengan jumlah kebutuhan produksi yang diinginkan. Pada tahun 2013, tanaman anggrek dihasilkan 4209 botol. Jumlah waktu dalam setiap tahapan pembibitan tanaman adalah 1 bulan pada tahap inisiasi dan pada tahapan sterilisasi dilakukan maksimal 7 kali perbanyakan dengan kapasitas perbanyakan 4 kali kelipatannya. Jika jumlah produksi yang diinginkan sudah tercapai, perbanyakan atau multiplikasi tidak dilakukan lagi. Untuk tahapan di kebun tau vitro , tanaman anggrek juga mengalami perbedaan dengan tanaman lainnya (Pisang dan jati, red). Berikut adalah tahapan di kebun tanaman pisang dan Jati.
62
Aklimatisasi Jati
Tahapan pendewasaan
8 Bak 2000 bibit Bibit Botolan dikeluarkan
Aklimatisasi Pisang
Tahap Pendewasaan
56 Bak
14.000 bibit
Gambar 15; bagan produksi Vitro Jati dan Pisang
Pada gambar 15, pada tahap aklimatisasi adalah proses pemindahan bibit dalam botol kedalam Bak Aklim. 1 buah bak aklim terdapat 83 bibit yang ditanam. Setelah itu baru bibit dipindah dalam polibag sampai umur 3 bulan atau sampai tanaman berukuran 15-30 cm. Pembibitan tanaman di kebun pada gambar 15 belum termasuk 30% tingkat kegagalan. Jadi hasil produksi sebenarnya yang dihasilkan pada tahun 2013 adalah 1510 polibag tanaman Jati dan 11879 polibag tanaman pisang. Dan berikut ini adalah bagan produksi vitro untul tanaman Anggrek.
Botol ke Kompot
Kompot ke Indiviu
Individu ke remaja
Remaja ke Dewasa
Gambar 16: Bagan Produksi vitro tanaman anggrek
63
Pada gambar 16, pembibitan anggrek di kebun dimulai dari tahap botol ke kompotan yang berukuran 15 cm dengan jangka waktu 3-4 bulan, kemudian dari tahap kompotan dipindah ke individu dengan ukuran pot kecil 8 cm dengan jangka waktu 3-4 bulan, kemudian dari tahap individu dipindah ke tahapan remaja dengan ukuran pot 15 cm jangka waktu 3-4 bulan dan terakhir dari tahapan remaja ke dewasa dengan ukuran pot 18 cm jangka waktu sama yaitu 3-4 bulan. Dalam setiap tahapan, pembibitan tanaman anggrek bisa dijual baik dari kompotan, indiviu, remaja maupun dewasa sesuai dengan permintaan.
64
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Dengan memperhitungkan tingkat kegagalan produksi sebesar 30% sesuai dengan ISO 9000 yang pernah diterapkan oleh UPT Lebak Bulus, berikut biaya-biaya yang akan dikeluarkan untuk bibit jati, bibit pisang serta bibit Anggrek di botolan dan polibag yang telah diproduksi pada tahun 2013, sejumlah penerimaan dan pendapatan yang didapatkan serta analisisnya. 5.1.1
Biaya
1 Biaya Tetap a. Bibit Tanaman Jati Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan jati dilihat pada tabel 5; Tabel 5. Biaya tetap Pembibitan Jati Biaya Bibit Jati kultur No Jenis biaya Total Biaya yang dikeluarkan (Rp) 1 Biaya Listrik 30.100.000 2 Biaya penyusutan peralatan 3.160.000 3 Biaya Tenaga kerja 15.400.000 4 Biaya penyusutan Laboratorium 7.875.000 Total Biaya Tetap 58.792.280 Biaya Bibit Jati polibag No Jenis biaya Total Biaya yang dikeluarkan (Rp) 1 Biaya Listrik 100.000 2 Biaya penyusutan peralatan 269.625 3 Biaya Tenaga kerja 11.000.000 4 Biaya penyusutan Sere 8.134.238 Total Biaya Tetap 19.503.863 Data primer, diolah (Lampiran 2 ,3,4 dan 5)
65
b. Bibit Tanaman Pisang Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman pisang, baik di laboratorium maupun di kebun dapat dilihat pada tabel 6 Tabel 6. Biaya tetap pembibitan pisang Biaya Bibit Pisang kultur No Jenis biaya Total Biaya yang dikeluarkan (RP) 1 Biaya Listrik 51.600.000 2 Biaya penyusutan peralatan 3.899.430 3 Biaya Tenaga kerja 26.400.000 4 Biaya penyusutan Laboratorium 13.500.000 Total Biaya Tetap 95.399.430 Biaya Bibit Pisang polibag No Jenis biaya Total Biaya yang dikeluarkan (Rp) 1 Biaya Listrik 60.000 2 Biaya penyusutan peralatan 218.025 3 Biaya Tenaga kerja 13.200.000 4 Biaya penyusutan Sere 7.041.251 Total Biaya Tetap 20.519.276 Data primer, diolah (Lampiran 2 ,3,4 dan 5)
c. Tanaman Anggrek Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang cukup diminati oleh masyarakat Indonesia. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman Anggrek, baik di laboratorium maupun di kebun dapat dilihat pada tabel 7:
66
Tabel 7. Biaya tetap pembibitan Anggrek Biaya Bibit Anggrek kultur No Jenis biaya Total Biaya yang dikeluarkan (Rp) 1 Biaya Listrik 51.600.000 2 Biaya penyusutan peralatan 7.360.380 3 Biaya Tenaga kerja 52.800.000 4 Biaya penyusutan laboratorium 26.100.000 Total Biaya Tetap 190.660.380 Biaya Bibit Anggrek polibag No Jenis biaya Total Biaya yang dikeluarkan (Rp) 1 Biaya Listrik 240.000 2 Biaya penyusutan peralatan 912.600 3 Biaya Tenaga kerja 52.800.000 4 Biaya penyusutan Sere 28.165.005 Total Biaya Tetap 82.117.605 Data primer ,diolah (Lampiran 2 ,3,4 dan 5) d. Perbandingan biaya tetap Bibit tanaman kultur jaringan Perbandingan biaya tetap yang dikeluarkan buntuk pembibitana tanaman unggulan kultur jaringan di UPT Lebak Bulus dapat dilihat pada tabel 8 berikut; Tabel 8. Perbandingan biaya tetap No
Biaya Tetap
Jati (Rp)
1 2
Laboratorium Kebun
58.792.280 19.503.863
Pisang (Rp) 95.399.430 20.519.276
Anggrek (Rp) 190.660.380 82.117.605
2 Biaya Variabel Biaya variabel yang dikeluarkan adalah biaya yang dipengaruhi oleh volume penjualan yang dihasilkan oleh UPT Lebak Bulus. Pada usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan di UPT Lebak Bulus, biaya variabel yang dikeluarkan pun memiliki perbedaan. Dapat dilihat pada tabel 9;
67
Tabel 9, Biaya Variabel Produksi Tanaman No
Tanaman
Biaya Variabel In vitro (Rp) Vitro (Rp) 1 Jati 5.424.690 2.406.237 2 Pisang 11.171.520 8.619.600 3 Anggrek 13.159.668 70.056.250 Data Primer, diolah (Lampiran 7) Pada tahun 2013, tidak semua produksi bibit yang dilakukan diperjualkan ke konsumen. Ada sebagian yang D.O atau diberikan secara cuma-cuma melalui penugasan yang diberikan oleh Dinas kelautan dan pertanian DKI Jakarta. Ada yang sebagian kecil dijual. Dan sisanya berada di lingkungan lab dan kebun UPT lebak bulus maupun kebun Pusat pengembangan benih pasar minggu. Yang dijual pada tahun 2013 adalah sebanyak 4372 bibit pisang dalam polibag, 254 bibit anggrek dalam botol, 38 bibit anggrek dalam kompotan, 140 bibit anggrek individu dan 5 bibit anggrek dewasa serta 76 bibit tanaman jati. Dengan perbandingan biaya variabel yang dikeluarkan dengan memproduksi bibit tanaman yang terjual adalah pada tabel 10. Tabel 10. Biaya variabel bibit terjual No
Biaya Variabel In vitro (Rp) Vitro (Rp) 1 Jati 101.810 3 Pisang 3.440.480 5 Anggrek 2.717.713 2.036.746 Data Primer, Diolah (Lampiran 6) 5.1.2
Tanaman
Penerimaan Penerimaan yang didapatkan adalah jumlah produksi yang terjual dikalikan
dengan harga jual. Dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini, penerimaan produk bibit 68
yang benar-benar didapatkan pada tahun 2013 dengan harga jual yang ditetapkan pemerintah. Hasil penerimaan tersebut dijadikan sumber retribusi untuk dikembalikan lagi ke Pusat Pengembangan Benih Jakarta. Tabel 11. Hasil penerimaan atau retribusi Bibit Terjual (harga pemerintah) No
Tanaman
Jumlah Satuan Harga Jual Penerimaan Total (Rp) produk pemerintah (Rp) terjual (Rp) 1 Jati 76 Polibag 5000 380.000 380.000 2 Pisang 4372 Polibag 4000 17.488.000 17.488.000 3 Anggrek 254 Botol 25.000 6.350.000 8.150.000 38 kompot 20.000 760.000 140 individu 7000 980.000 5 Dewasa 12.000 60.000 Total Penerimaan 26.018.000 Data primer, diolah (Sumber: Laporan Tahunan UPT Lebak Bulus) Untuk itu dianalisis pula jika jumlah penjualan dikalikan dengan harga yang berada di pasar bebas. Dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini Tabel 12. Hasil penerimaan bibit terjual (dengan harga pasar bebas) Tanaman Jumlah Satuan Harga Jual Penerimaan Total (Rp) produk pemerintah (Rp) terjual (Rp) 1 Jati 76 Polibag 10.000 760.000 760.000 2 Pisang 4372 Polibag 6000 26.232.000 26.232.000 Botol 3 Anggrek 254 35.000 8.890.000 13.015.000 38 Kompot 50.000 1.900.000 140 Individu 15.000 2.100.000 5 Dewasa 25.000 125.000 Total Penerimaan 40.007.000 Data Primer, diolah No
Dikarenakan hasil penerimaan yang didapatkan sangat kecil, baik itu penerimaan yang sebenarnya maupun penerimaan yang dihitung dengan harga pasar bebas, maka
69
dihitung penerimaan yang dihitung jika jumlah produksi semuanya dapat terjual.Dengan perincian pada tabel 13; Tabel 13. Penerimaan Hasil produksi dengan harga pemerintah No Tanaman Jumlah Satuan Harga Jual Penerimaan produksi pemerintah (Rp) (Rp) 1 Jati 1025 botol 60.000 61.500.000 1510 polibag 5000 7.550.000 2 Pisang 2778 botol 15.000 41.670.000 11879 polibag 4000 47.516.000 3 Anggrek 4209 botol 25.000 105.225.000 435 kompot 20.000 8.700.000 3020 individu 7000 21.140.000 1288 dewasa 12.000 15.456.000 Penerimaan total Data Primer, Diolah
Total (Rp)
69.050.000 89.186.000 150.521.000
308.757.000
Untuk penerimaan yang didapatkan jika produk bibit tanaman dari keseluruhan produksi dijual dengan harga pasar bebas dapat dilihat pada tabel 14, Tabel 14. Penerimaan Hasil produksi dengan harga pasar bebas No Tanaman Jumlah Satuan Harga Jual Penerimaan produksi pasar (Rp) bebas (Rp) 1 Jati 1025 botol 100.000 102.500.000 1510 polibag 10.000 15.100.000 2 Pisang 2778 botol 25.000 69.450.000 11879 polibag 6000 71.274.000 3 Anggrek 4209 botol 35.000 147.315.000 435 kompot 50.000 21.750.000 3020 individu 15.000 45.300.000 1288 dewasa 25.000 32.200.000 Penerimaan Total Data Primer, Diolah 5.1.3
Total
117.600.000 140.724.000 246.565.000
504.889.000
Pendapatan Pendapatan yang didapatkan dari pembibitan tanaman baik bibit kultur maupun
tanaman dewasa adalah hasil penerimaan yang didapatkan dikurangi dengan biaya total
70
yang dikeluarkan. Ada beberapa analisis pendapatan yang dianalisis disini diantaranya; Pendapatan dengan hasil produksi dengan harga pemerintah, Pendapatan dengan hasil produksi dengan harga pasar bebas, Pendapatan dengan hasil penjualan dengan haraga pemerintah (Pendapatan yang didapatakan sesungguhnya) dan pendapatan dengan hasil penjualan dengan harga pasar bebas. Pendapatan yang didapatkan sebenarnya oleh UPT Lebak bulus juga dikembalikan lagi ke Pusat Pengembangan Benih Jakarta. Adapun hasil analisis pertama dengan pendapatan yang didapatkan sebenarnya. Analisis tersebut dapat dilihat pada 15 berikut; Tabel 15. Pendapatan Penjualan sesungguhnya (Harga pemerintah) No
Tanaman
Jenis
1
Jati
Botol Polibag
2
3
Penerimaan (Rp)
Biaya (Rp)
380.000 19.605.673 Pendapatan total tanaman Jati Pisang Botol Polibag 17.488.000 23.959.756 Pendapatan total tanaman Pisang Anggrek Botol 6.350.000 193.378.093 kompot 760.000 84.154.350 individu 980.000 dewasa 60.000 Pendapatan total tanaman anggrek Pendapatan total pembibitan tanaman Data primer, diolah
Pendapatan (Rp) (19.225.673) (19.225.673) (6.471.756) (6.471.756) (187.028.093) (82.354.350)
(269.382.443) (295.079.872)
Untuk memperkecil kemungkinan nilai minus yang didapatkan jika pendapataan yang didapatkan dijual dengan harga pasar bebas dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini;
71
Tabel 16. Pendapatan dari penjualan (Harga Pasar Bebas) No
Tanaman
Jenis
1
Jati
Botol Polibag
Penerimaan (Rp)
Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
760.000 19.605.673 (18.845.673) Pendapatan total tanaman Jati (18.845.673) Botol 2 Pisang polibag 26.232.000 23.959.756 2.272.244 Pendapatan total tanaman Pisang 2.272.244 3 Anggrek Botol 8.890.000 193.378.093 (184.488.093) kompot 1.900.000 84.154.350 (80.029.350) individu 2.100.000 dewasa 125.000 Pendapatan total tanaman anggrek (264.517.443) Pendapatan total pembibitan tanaman (281.090.872) Data primer, diolah Untuk itu penulis menganalisis pendapatan yang didapatkan jika semua jumlah produksi tidak diberikan secara Cuma Cuma melainkan dijual seluruhnya dengan harga pemerintah dapat dilihat pada tabel 17; Tabel 17. Pendapatan Hasil produksi (Harga pemerintah) No Tanaman Jenis Penerimaan Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) (Rp) 1 Jati Botol 61.500.000 64.216.970 (2.716.970) Polibag 7.550.000 21.910.101 (14.360.101) Pendapatan total tanaman Jati (17.077.071) 2 Pisang Botol 41.670.000 106.570.950 (64.900.950) polibag 47.516.000 29.138.876 18.377.124 Pendapatan total tanaman Pisang (46.523.826) 3 Anggrek Botol 105.225.000 204.256.830 (99.031.830) kompot 8.700.000 152.173.855 (106.877.855) individu 21.140.000 Dewasa 15.456.000 Pendapatan total tanaman anggrek Rp (205.909.685) Pendapatan total pembibitan tanaman Rp (269.510.581) Data primer, diolah
72
Analisis yang terakhir adalah pendapatan yang didapat dari hasil produksi dengan harga pasar bebas, dapat dilihat pada tabel 18, sebagai berikut; Tabel 18. Pendapatan Hasil produksi (Harga pasar bebas) No Tanaman Jenis Penerimaan Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) (Rp) 1 Jati Botol 102.500.000 64.216.970 38.283.030 Polibag 15.100.000 21.910.101 (6.810.101) Pendapatan total tanaman Jati 31.472.929 2 Pisang Botol 106.570.950 69.450.000 (37.120.950) polibag 29.138.876 71.274.000 42.135.124 Pendapatan total tanaman Pisang 5.014.174 3
Anggrek
Botol 147.315.000 204.256.830 kompot 21.750.000 152.173.855 individu 45.300.000 dewasa 32.200.000 Pendapatan total tanaman anggrek
Pendapatan total pembibitan tanaman Data primer, diolah 5.1.4
(56.941.830) (52.923.855)
(109.865.685) (73.378.581)
Hasil Analisis R/C, B/C dan BEP Di UPT Lebak Bulus, jumlah produksi yang dihasilkan tidak semuanya dijual.
Ada sekitar 60% produk yang diberikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Dan ada sebagian kecil yang memang dijual, produk yang dijual biasanya terjual pada saat pameran atau event event tertentu. Dapat dilihat pada tabel 19 berikut; Tabel 19. Jumlah produksi dan Penjualan Tanaman No Tanaman Produksi Penjualan 1 Jati botolan 1025 2 Jati polibag 1510 76 3 Pisang Botolan 2778 4 Pisang Polibag 11879 4372 5 Anggrek botolan 4029 254 6 Anggrek kebun 4743 183 Sumber: Laporan Tahunan UPT Lebak Bulus 2013
73
Dilihat pada tabel 19 diatas, jumlah penjualan yang dijual dari hasil produksi tanaman hanya sebagian kecil saja. Ini dikarenakan memang UPT Lebak Bulus memang lebih orientasinya untuk masyarakat. Sehingga jumlah tanaman yang diproduksi lebih diberikan secara gratis kepada masyarakat. Dikarenakan ada 2 angka yang berbeda yaitu dari angka jumlah produksi yang dihasilkan dan angka penjualan yang didapatkan, penelitian ini dari analisis R/C, B/C dan analisis break even ponit yang dihasilkan dianalisis dari berbagai aspek diantaranya: 1. Hasil Analisis dari Jumlah penjualan sebenarnya dengan harga pemerintah (Retribusi) Dilihat dari jumlah produk yang dijual pada tahun 2013 pada UPT Lebak Bulus yang memang dijual dengan harga pemerintah dapat dianalisis R/C, B/C dan break even point yang didapatkan adalah, sebagai berikut: Tabel 20. Hasil Analisis produk terjual (Harga pemerintah)
No
Analisis
Jati Kebun
Pisang Kebun
Lab
1 R/C 0,019382145 0,729890566 0,032837225 2 B/C -0,980617855 -0,270109434 -0,967162775 3 BEP Produksi 3921 5989,939046 7735,1237 4 BEP Harga Jual (Rp) 257.969 5.480 761.331 5 BEP Penerimaan (Rp) 26.641.749 25.544.801 333.314.313 6 BEP Unit 28 1070,778227 190,045247
Anggrek Kebun
Total
0,021389269 0,025618627 -0,978610731 -0,970634064 6473,411557 459.860 -624.348.441 823.356.781 1089,02713
2. Hasil Analisis dari Jumlah penjualan sebenarnya dengan harga pasar bebas Dilihat dari jumlah produk yang terjual tahun 2013 pada UPT Lebak Bulus yang sebenarnya terjual dengan harga pemerintah di analisis ketiga semuanya tidak menguntungkan. Oleh karena itu dianalisis, jumlah produk terjual tetapi dijual dengan
74
harga pasar bebas dianalisis R/C, B/C dan break even point yang didapatkan adalah, sebagai berikut: Tabel 21. Hasil Analisis Produk terjual (Harga pasar bebas)
No
Analisis
Jati Kebun
Pisang Kebun
1 R/C 0,038764289 2 B/C -0,961235711 3 BEP Produksi 1960,567344 4 BEP Harga Jual (Rp) 257.969 5 BEP Penerimaan (Rp) 22.520.756 6 BEP Unit 11,75581519
1,094835849 0,094835849 3993,292697 5.480 23.616.751 659,9725933
Lab 0,045972115 -0,954027885 5525,088357 761.331 274.609.823 111,8384351
Anggrek Kebun 0,049017074 -0,950982926 2805,145008 459.860 162.209.693 107,9342483
Total 0,046895418 -0,953104582
429.778.757
3. Hasil Analisis dari keseluruhan Produksi dengan harga pemerintah Dilihat dari jumlah produksi yang dihasilkan pada tahun 2013 pada UPT Lebak Bulus dapat dianalisis R/C, B/C dan break even point yang didapatkan adalah, sebagai berikut: Tabel 22. Hasil Analisis Keseluruhan Produksi (Harga Pemerintah) No
Analisis
Lab 1 R/C 0,957690783 2 B/C -0,042309217 3 BEP Produksi 1070,282829 4 BEP Harga Jual (Rp) 62.651 5 BEP Penerimaan (Rp) 64.479.808 6 BEP Unit 99
Jati Kebun 0,344589925 -0,655410075 4382,020168 14.510 28.627.715 706
Pisang Anggrek Total Lab Kebun Total Lab Kebun Total 0,801722 0,391007119 1,630673733 0,657181597 0,515160252 0,297659543 0,422300903 -0,19828 -0,608992881 0,630673733 -0,342818403 -0,484839748 -0,702340457 -0,577699097 7104,729975 7284,719046 8170,2732 11705,68113 38.362 2.453 48.529 32.084 88.311.509 130.344.011 25.066.431 148.978.220 218.951.828 -150.224.615 614.025.107 1018 2632,43458 624,5592455 -39570
4. Hasil Analisis dari keseluruhan Produksi dengan harga pasar bebas Berbeda dengan analisis nomer 3, analisis keempat atau terakhir ini adalah dengan jumlah produksi keseluruhan yang dijual tetapi dengan harga jual yang
75
diterapkan dipasar bebas dapat dianalisis R/C, B/C dan break even point yang didapatkan adalah, sebagai berikut: Tabel 23. Hasil Analisis Keseluruhan Produksi (Harga Pasar bebas)
No
Analisis
1 R/C 2 B/C 3 BEP Produksi 4 BEP Harga Jual (Rp) 5 BEP Penerimaan (Rp) 6 BEP Unit 5.1.5
Lab
Jati Kebun
Total
1,596151305 0,68917985 1,365424358 0,596151305 -0,31082015 0,365424358 642,1696972 2191,010084 62.651 14.510 62.077.666 23.201.028 78.296.143 57 286
Lab
Pisang Kebun
Total
0,651678532 2,4460106 1,036947761 -0,348321468 1,4460106 1,036947761 4262,837985 4856,479364 38.362 2.453 113.686.739 23.342.190 115.918.705 533 2118
Lab
Anggrek Kebun
Total
0,721224353 0,652214536 0,69176143 -0,278775647 -0,347785464 -0,30823857 5835,909429 5072 48.529 32.084 210.046.653 82.117.604 412.844.848 428 -4600
Investasi Dalam analisis investasi, ada beberapa alat analisis diantaranya, NPV, Net B/C,
IRR, Provitability indeks, Payback period, dan analisis sensitivitas. Dalam penelitian ini, hanya digunakan alat analisis NPV serta IRR. Net present value atau NPV didasarkan pada konsep mendiskontokan seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Sementara internal rate of return merupakan arus pengembalian yang menghsilkan NPV aliran kas masuk = NPV aliran kas keluar. Untuk itu sebelumnya dihitung aliran kas masuk berupa penerimaan yang didapatkan oleh kebun bibit dan laboratorium Lebak bulus, sementara aliran kas keluar berupa biaya yang dikeluarkan dari awal proyek tersebut dibuat seperti biaya investasi pembangunan, investasi alat, serta biaya operasional atau biaya produksi.
76
1.
Pengeluaran (outflow) Outflow yang dikeluarkan oleh Pusat pengembangan benih jakarta kepada UPT
Lebak Bulus diantaranya, adalah biaya investasi pembangunan, biaya investasi alat, serta biaya operasional. Dapat dilihat dalam tabel 24; Tabel 24. Pengeluaran (outflow) UPT Lebak Bulus No Jenis biaya Total biaya (Rp) 1 Biaya Investasi bangunan Gedung dan Laboratorium tahap 1 2.151.585.047 Gedung dan Laboratorium tahap 2 6.906.073.889 Penambahan dan perbaikan 3.703.139.420 Bangunan tahun 2013 3 Biaya investasi Alat 341.002.750 4 Biaya operasional 1.355.926.305 Total biaya 14.450.663.411 Data Primer, Diolah (Lampiran 8, 9,10) Biaya yang terakhir dikeluarkan adalah biaya operasional. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara berkala dalam rangka kegiatan proses produksi agar pengoperasian pabrik berjalan dengan lancar. Biaya ini berupa biaya produksi yang merupakan persediaan bahan-bahan produksi, biaya upah tenaga kerja, biaya listrik, biaya telepon serta biaya internet. Dapat dilihat pada tabel 25 berikut ini; Tabel 25. Biaya Operasional UPT Lebak Bulus Biaya Operasional
Tahun 2010 (Rp)
A.Upah Tenaga 113.400.000 Kerja B.Biaya Produksi 24.498.650 C. Listrik 91.297.259 D. Telepon 2.433.225 E. Internet Total biaya 231.629.133 Data Primer, diolah
Tahun 2011 (Rp)
Tahun 2012 (Rp)
Tahun 2013 (Rp)
113.400.000 113.400.000
237.600.000
83.222.500 5.395.500 98.986.894 108.052.674 2.962.029 298.571.423 226.848.174
188.464.000 146.770.716 1.241.858 7.740.000 598.877.574
77
Dalam tabel 25, dikarenakan biaya operasional yang dikeluarkan hanya pada tahun 2010 sampai dengan 2013, sehingga data biaya operasional dari tahun 2013 hingga 2029 dihitung asumsi hipotetik atau peramalan biaya operasi pada tahun 2014 hingga 2029 dengan peningkatan persentase peningkatan yang dihitung sebesar 10%. Hal ini ditinjau dari persentase rata-rata peningkatan biaya operasi pada tahun 2010 hingga 2012, sedangkan untuk 2013 kenaikan biaya terlalu tinggi dikarenakan adanya peningkatan gaji tenaga kerja. Sehingga pada tahun itu tidak dihitung. Menurut Sugiarto dkk (2000:hal.13), Proses peramalan dalam suatu usaha merupakan hal penting, karena permalan biasanya digunakan untuk memprediksi sesuatu kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, penjualan, arus kas dan kondisi ekonomi. Dalam tabel 26 berikut merupakan biaya operasional hipotetik pada tahun 2014 hingga 2029 Tabel 26, Biaya Operasional Hipotetik tahun 2014-2029 No Tahun 1 2014 2 2015 3 2016 4 2017 5 2018 6 2019 7 2020 8 2021 9 2022 10 2023 11 2024 12 2025 13 2026 14 2027 15 2028 16 2029
Biaya Operasional (Rp) 650.994.931 716.094.425 787.703.867 866.474.254 953.121.679 1.048.433.847 1.153.277.232 1.268.604.955 1.395.465.450 1.535.011.995 1.688.513.195 1.857.364.514 2.043.100.966 2.247.411.062 2.472.152.169 2.719.367.385
78
2.
Penerimaan (inflow) Arus peneriman yang didapatkan dalam usaha ini tidak diterima oleh UPT
Lebak Bulus, melainkan diberikan ke Pusat pengembangan benih Jakarta. Produksi bibit tanaman dari UPT Lebak bulus baik yang berbentuk botol maupun bibit dewasa yang berbentuk polibag
difokuskan dipasarkan ke pemerintahan atau sesuai dengan
pemesanan dari pasar pemerintahan. Selain itu ada beberapa bibit tanaman yang dijual dalam rangka pameran. Arus penerimaan yang didapatkan oleh Pusat pengembangan benih Jakarta dari UPT Lebak bulus dapat dijelaskan pada tabel 27 berikut; Tabel 27. Penerimaan UPT Lebak Bulus Tahun Tahun 2011 Tahun 2012 Penerimaan 2010 (Rp) (Rp) (Rp) 11.000.000 13.440.000 16.226.000 Retribusi Total 11.000.000 13.440.000 16.226.000 Sumber: Laporan Tahunan UPT Lebak bulus 2010-2013
Tahun 2013 (Rp) 26.018.000 26.018.000
Dikarenakan penerimaan yang didapatkan adalah berbentuk retribusi dan bukan pendapatan yang didapatkan oleh UPT Lebak bulus, dilakukanlah data dugaan hipotetik untuk pendapatan yang diterima oleh UPT Lebak Bulus yaitu berupa jumlah produksi yang terjual dikalikan dengan harga pasar bebas. Hal ini dikarenakan, jika dikalikan dengan harga pemerintah, hasil yang didapatkan akan bias dikarenakan harga jual pemerintah yang ditetapkan terlalu kecil dan juga analisis internal rate of return pada penelitian ini digunakan hanya untuk mengetahui seberapa layak pembibitan tanaman secara kultur jaringan. Berikut adalah jumlah pendapatan 2010 sampai 2014 dengan asumsi harga jual pasar bebas dikalikan dengan jumlah produksi yang dikeluarkan
79
No 1 2 3 4 No 1 2 3 4 No 1 2 3 4
Tabel 28, Pendapatan Hipotetik 2010-2014 Anggrek Harga Jual (Rp) Tahun Botol Kebun Botol Kebun 2010 10.000 16.500 2011 8.500 10.500 35.000 30.000 2012 2.951 6.077 2013 4.209 7.664 Jati Harga Jual (Rp) Tahun Botol Polibag Botol Kebun 2010 500 0 2011 145 0 100.000 10.000 2012 420 0 2013 1.025 1.510 Pisang Harga Jual (Rp) Tahun Botol Polibag Botol Kebun 2010 3.500 500 2011 3.499 3.000 25.000 6.000 2012 2.600 0 2013 2.778 7.500
Total Biaya (Rp) Botol Kebun Total 350.000.000 495.000.000 845.000.000 297.500.000 315.000.000 612.500.000 103.285.000 182.310.000 285.595.000 147.315.000 229.920.000 377.235.000 Total Biaya (Rp) Botol Kebun Total 50.000.000 0 50.000.000 14.500.000 0 14.500.000 42.000.000 0 42.000.000 102.500.000 15.100.000 117.600.000 Total Biaya (Rp) Botol Kebun Total 87.500.000 300.000 87.800.000 87.475.000 1.800.000 89.275.000 65.000.000 0 65.000.000 69.450.000 4.500.000 73.950.000
Dan hasil asumsi hipotetik pendapatan dari tahun 2010 sampai dengan 2029 Dengan kenaikan asumsi sebesar 30% dari tahun-tahun sebelumnya terhitung (dapat dilihat pada lampiran 11) 5.1.6
Hasil internal rate of return Sebelum menghitung internal rate of return, terlebih dahulu menghitung net
present value atau NPV. NPV merupakan selisih antara manfaat bersih yang diperoleh dengan biaya yang dipergunakan dalam proyek, dihitung dengan menggunakan discount rate. Dalam hal ini menggunakan discount rate sebesar 10 % dan 15 %. Discount rate merupakan
cost
of
capital
sebagai
opportunity
cost
dari
suatu
investasi.
80
Tabel 29. Hasil NPV dan IRR No Nilai Hasil 1 NPV1 1.646.526.313 (Rp) 2 NPV2 -8.795.448.122 (Rp) 3 IRR 11% Data diolah (Lampiran 12) 5.2 Pembahasan 5.2.1 Biaya Tetap Total biaya yang dikeluarkan oleh UPT Lebak Bulus terdiri dari biaya tetap serta biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang selalu dikeluarkan oleh UPT Lebak Bulus per periode waktu tertentu. Sementara biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan volume produksi yang dihasilkan. Setiap tahunnya, UPT Lebak Bulus memiliki target pencapaian produksi. Jumlah produksi yang dihasilkan tidak selalu semuanya dijual ke konsumen, ada beberapa yang diberikan secara cuma-cuma sesuai pesanan dari Dinas Kelautan dan pertanian DKI Jakarta untuk masyarakat tertentu, ada yang dijual ke konsumen baik sesuai pesanan maupun dijual pada saat pameran. Dan sisanya disimpan di Laboratorium maupun di kebun jika sewaktu-waktu ada yang akan dibeli. Biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh volume penjualan yang dihasilkan oleh UPT Lebak Bulus. Pada usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan di UPT Lebak Bulus, biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya listrik, biaya tenaga kerja dan biaya penyusutan peralatan serta biaya penyusutan laboratorium dan penyusutan sere. Sementara ada biaya telepon serta
81
biaya internet yang pemakaiannya tidak berhubungan dengan pembibitan tanaman melainkan untuk keperluan kantor. A. Bibit Tanaman Jati Total biaya tetap yang dikeluarkan pada tabel 5. memiliki perbedaan dari biaya bibit jati kultur serta bibit jati dalam polibag. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan jati dalam botolan sebesar Rp 58.792.280,00 dan yang dikeluarkan pembibitan jati kebun Rp 19.503.863,00. Dilihat pada tabel 5, biaya listrik untuk pembibitan jati kultur adalah biaya tertinggi yaitu sebesar Rp 30.100.000,00. Biaya listrik kultur jaringan ini berasal dari biaya listrik laboratorium yang cukup besar setiap bulannya sebesar Rp 4.300.000,00. Biaya kedua terbesar adalah biaya tenaga kerja sebesar Rp 15.400.000,00. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk laboratorium sama dengan kebun. Untuk budidaya bibit jati di laboratorium dilakukan selama 7 bulan dengan jangka waktu 1 bulan pada tahap inisiasi dan 5 bulan pada tahap sub kultur dengan 3 kali sub kultur dengan jangka waktu 1 kali subkultr selama 1,5 bulan serta 1 bulan sampai tanaman siap jual maupun siap di aklimatisasi. Sementara untuk budidaya jati dikebun dilakukan selama 5 bulan dengan jangka waktu 2 bulan di bak aklim dan 3 bulan di polybag sampai tanaman jati berukuran antara 15-30 cm yang telah siap jual. Biaya tenaga kerja diberikan hanya kepada 1 tenaga kerja saja dengan gaji Rp 2.200.000,00 setiap bulannya. Dan pengeluaran gaji tenaga kerja hanya kepada biaya per periode waktu produksinya. Perhitungan dilihat pada lampiran 3. Biaya selanjutnya yang dikeluarkan adalah biaya penyusutan laboratorium untuk budidaya tanaman jati yaitu sebesar 7.875.000,00. Laboratorium tanaman jati
82
dijadikan satu dengan tanaman pisang. Untuk itu pengeluaran penyustan laboratorium dibagi 2. Biaya penyusutan laboratorium ini dikeluarkan setiap periode pembibitan jati kultur jaringan pertahunnya. Biaya yang terakhir adalah biaya penyusutan peralatan yaitu sebesar Rp 3.160.000,00, Biaya penyusutan peralatan ini dikeluarkan untuk segala jenis biaya peralaatan yang digunakan di laboratorium kultur jaringan Jati. Sementara untuk biaya tetap pembibitan jati di kebun dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan biaya pembibitan tanaman jati dalam lab. Biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya tenaga kerja sebesar Rp 11.000.000,00. Biaya kedua yaitu biaya penyusutan sere atau greenhouse yaitu sebesar Rp 8.134.238,00. Sere ini dibangun dengan luas lahan sebesar 72 m2. Luas sere ini lebih kecil dibandingkan dengan luas sere untuk tanaman pisang dan anggrek. Biaya penyusutan sere dikeluarkan setiap periode pertahunnya. Biaya ketiga yang dikeluarkan untuk pembibitan jati di kebun adalah biaya penyusutan peralatan sebesar Rp
269.625,00.
Peralatan yang dipakai untuk pembibitan jati di kebun adalah paranet, pengki, sapu lidi, dan lain lain. Dapat dilihat pada lampiran 3. biaya terakhir yang dikeluarkan adalah biaya listrik sebesar Rp 100.000,00. Biaya listrik dikebun tergolong kecil karena hanya digunakan untuk penyiraman serta penerangan lampu saja. B. Bibit Tanaman Pisang Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman pisang di laboratorium adalah sebesar Rp
95.399.430,00.
Biaya yang paling besar
dikeluarkan adalah biaya listrik yaitu sebesar Rp 51.600.000,00. Biaya listrik disini dikeluarkan per periode waktu produksi pisang dengan biaya rata-rata per bulan 83
sebesar Rp 4.300.000,00. Biaya listrik untuk bibit tanaman pisang botolan adalah biaya listrik laboratorium. Biaya kedua setelah biaya listrik adalah selanjutnya adalah biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja hanya yaitu sebesar Rp 26.400.000 ,00. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembibitan pisang di laboratorium ada 1 orang dengan gaji Rp 2.200.000, 00 dengan periode waktu selama 6 bulan. Biaya
selanjutnya
adalah
biaya
penyusutan
laboratorarium
sebesar
Rp13.500.000,00. Seperti dibahas sebelumnya, laboratorium yang digunakan untuk tanaman pisang digunakan juga oleh tanaman jati. Biaya penyusutan yang dikeluarkan adalah biaya perperiode produksi tanaman pisang itu sendiri. Biaya terakhir adalah biaya penyusutan peralatan dengan biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.899.430,00. Peralaatan yang digunakan hampir sama dengan peralatan lab yang digunakan pada pembibitan tanaman jati kultur. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman pisang di kebun adalah sebesar Rp 20.519.276,00.Dengan biaya tenaga kerja yang terbesar yaitu sebesar Rp 13.200.000,00. Tenaga kerja yang digunakan ada 2 orang dengan pengeluaran biaya perperiode produksi tanaman pisang di kebun selama 3 bulan. Biaya kedua setelah biaya tenaga kerja adalah biaya penyusutan sere yang dikeluarkan sebesar Rp 7.041.251,00. Sere yang digunakan untuk pembibitan tanaman pisang lebih besar dibandingkan sere untuk tanaman jati. Biaya penyusutan sere dikeluarakan per periode produksi tanaman pisang. Biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan peralatan Rp
218.025,00
terakhir yang dikeluarkan adalah biaya listrik. Biaya listrik pembibitan tanaman
84
pisang di kebun sama dengan pembibitan tanaman jati yaitu sebesar Rp 60.000,00. Listrik yang digunakan hanya untuk penyiraman serta penerangan . C. Bibit Tanaman Anggrek Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman anggrek kultur adalah Rp 190.660.380,00. Dengan biaya terbesar dikeluarkan adalah biaya tenaga kerja sebesar Rp 52.800.000,00. Tenaga kerja laboratorium yang dipakai ada 2 dengan gaji per bulan sebesar Rp 2.200.000,00 dengan periode waltu produksi selama 12 bulan. Biaya kedua yang dikeluarkan adalah biaya listrik Rp 51.600.000,00. Biaya listrik per bulan yang dikeluarkan adalah Rp 4.300.000,00 dan untuk anggrek yang digunakan adalah selama 12 bulan sesuai dengan periode produksi. Biaya ketiga yang dikeluarkan adalah biaya penyusutan laboratorium sebesar Rp
26.100.000 ,00. Laboratorium yang digunakan Anggrek ini khusus hanya untuk
tanaman anggrek yang memiliki luas lebih kecil dibandingkan dengan luas laboratorium Jati dan pisang. Biaya laboratorium dikeluarkan selama periode berlangsungnya produksi Anggrek selama 12 bulan. Selanjutnya biaya terakhir yang dikeluarkan adalah biaya penyusutan peralatan dengan pengeluaran sebesar Rp 7.360.380,00 Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman Anggrek di kebun sebesar Rp
82.117.605,00. Biaya ini meliputi biaya listrik, biaya penyusutan
peralatan, biaya tenaga kerja dan biaya penyusutan sere. Dengan biaya tenaga kerja adalah jumlah biaya terbesar yang dikeluarkan yaitu Rp 52.800.000 ,00. Jumlah biaya tenaga kerja di kebun sama dengan biaya tenaga kerja di laboratorium. Hal ini 85
dikarenakan dengan samanya jumlah periode penggeajiannya yaitu selama 12 bulan dan jumlahnya rupiah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Biaya kedua setelah biaya tenaga kerja adalah biaya penyusutan sere yang dikeluarkan sebesar Rp
28.165.005 ,00. Penyusutan sere yang dikeluarkan adalah
biaya per periode produksi tanaman Anggrek. Biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan peralatan sebesar Rp 912.600,00. Biaya terakhir adalah biaya listrik sebesar Rp 240.000,00 dengan biaya perbulannya sebesar Rp 20.000,00. Jadi per periode dikeluarkan adalah Rp 240.000,00. Dapat dilihat pada tabel 8, biaya tetap untuk pembibitan tanaman di laboratorium terbesar dikeluarkan oleh pembibitan Anggrek. Hal ini dikarenakan pembibitan Anggrek memiliki periode produksi yang cukup panjang yaitu selama 12 bulan. Jadi biaya yang dikeluarkan seperti biaya listrik, tenaga kerja, penyusutan bangunan lab dan penyusutan peralatan juga lebih besar. Sementara untuk tanaman pisang serta Jati biayanya lebih kecil dikarenaakan periode produksi bibit kultur jaringan lebih cepat dibandingkan dengan Anggrek. Untuk tanaman pisang, diperlukan waktu 6 bulan sementara untuk tanaman Jati diperlukan waktu 5 bulan. Jadi, Perbedaan yang paling signifikan dari biaya pembibitan tanaman secara kultur jaringan adalah dari masa atau periode produksi tanaman tersebut. Biaya tetap untuk pembibitan tanaman di kebun yang tertinggi juga dikeluarkan oleh tanaman Anggrek. Sama dengan pembibitan di laboratorium, jangka waktu periode yang digunakan untuk pembibitan Anggrek di kebun adalah selama 12 bulan. Selanjutnya biaya kedua yang terbesar adalah untuk pembibitan pisang. Pembibitan pisang di kebun hanya memerlukan waktu selama 3 bulan, yaitu
86
saat Aklimatisasi selama 1 bulan dan saat didalam polibag selama 2 bulan. Sementara untuk pembibitan tanaman jati dilakukan selama 5 bulan. Dalam hal ini, jangka waktu dari pembibitan tanaman pisang lebih sedikit dibandingkan dengan jati. Tetapi biaya tetap yang dikeluarkan lebih rendah dikarenakan dengan biaya tenaga kerja lapangan yang dikeluarkan untuk pembibitan tanaman pisang lebih besar Rp 120.000,00 dibandingkan dengan pembibitan tanaman jati. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga kebun yang digunakan untuk pembibitan tanaman pisang adalah 2 orang. 5.2.2 Biaya Variabel Total biaya variabel yang dikeluarkan pada tahun 2013 untuk in vitro paling besar dikeluarkan oleh pembibitan tanaman Anggrek sebesar Rp 13.159.668,00. Biaya ini dikeluarkan untuk memproduksi 4209 bibit dalam bentuk botolan dengan tingkat kegagalan sebesar 30 %. Biaya terbesar kedua adalah biaya pembibitan tanaman pisang dengan total biaya variabel Rp
11.171.520,00 yang memproduksi
2778 bibit botolan. Dan terakhir, biaya pembibitan invitro terendah dikeluarkan oleh pembibitan tanaman jati yang memproduksi 1025 bibit dalam bentuk botol dengan jumlah biaya variabel sebesar Rp 5.424.690,00 Untuk biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembibitan tanamn vitro terbesar dikeluarkan oleh pembibitan tanaman anggrek dengan total biaya variabel Rp 70.056.250,00. Biaya tersebut dikeluarkan untuk memproduksi 435 pot tanaman anggrek kompot, 1288 pot individu dan 3020 tanaman anggrek dewasa. Biaya tersebut sangat besar dikarenakan untuk bibit tanaman anggrek menggunakan pot tanaman bukan dengan polibag.
87
Biaya variabel kedua terbesar dikeluarkan oleh pembibitan tanamn pisang vitro sebesar Rp 8.619.600,00. Biaya ini dikeluarkan untuk memproduksi 11879 bibit tanaman pisang dalam polibag dengan tingkat kegagalan 30 %. Sementara untuk pembibitan tanaman jati dikeluarkan yang paling sedikit yaitu sebesar Rp 2.406.237,00. Biaya ini dikeluarkan untuk memproduksi 1510 bibit jati dalam polibag. Tanaman Anggrek mengalami penjualan di vitro maupun di in vitro dengan biaya variabel yang tidak terlalu besar untuk menjual bibit tanaman anggrek sebanyak 254 bibit anggrek dalam botol, 38 bibit anggrek dalam kompotan, 140 bibit anggrek individu dan 5 bibit anggrek dewasa sebesar Rp 2.717.713,00 untuk anggrek botolan dan Rp 2.036.746,00 untuk anggrek di kebun. Sedangkan tanamna jati dan pisang hanya diperjualkan pada bibit tanaman di kebun saja dengan jumlah yang terjual pada tahun 2013 adalah 76 bibit jati dewasa dan 4372 bibit pisang dewasa dengan pengeluaran untuk biaya produksi adalah sebanyak Rp 101.810,00 untuk bibit jati dewasa dan Rp
3.440.480,00 untuk bibit pisang dewasa.
Biaya produksi untuk vitro atau polibag cenderung lebih kecil dibandingkan biaya untuk in vitro atau botolan, kecuali untuk bibit tanaman anggrek di lapangan yang produknya menggunakan pot yang biayanya cenderung lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk in vitro. Perbedaan biaya untuk In vitro dan vitro dikarenakan bahan yang digunakan untuk produksi bibit kultur dengan bibit tanaman dewasa berbeda. Bahan-bahan yang digunakan lebih spesifik dan lebih banyak. Biaya produksi yang dikeluarkan adalah biaya produksi dengan tambahan produksi dengan tingkat kegagalan 30 %. Untuk produksi bibit kultur terdiri dari biaya pada
88
tahap pembuatan media, sterilisasi, inisiasi dan sub kultur atau multiplikasi. Sementara untuk biaya produksi bibit dalam polibag siap jual yang juga dengan tingkat kegagalan 30 % terdiri dari biaya untuk aklimatisasi dan pendewasaan, terkecuali untuk bibit anggrek terdiri dari biaya dari botol ke kompot, kompot ke individu, individu ke remaja dan remaja ke dewasa. Dalam hal ini pembibitan Anggrek lebih kompleks dibandingkan pembibitan tanaman jati dan pisang. 5.2.3 Penerimaan Retribusi yang diberikan dari UPT lebak bulus pada tahun 2013 adalah Rp 26.018.000,00. Jumlah tersebut sudah merupakan jumlah yang melebihi target dari retribusi pada tahun 2013 yang semulanya ditargetkan sebesar Rp 20.000.000,00. Hasil penerimaan atau retribusi ini dikembalikan lagi ke Pusat pengembangan benih Jakarta. Jika produksi yang dihasilkan pada tahun 2013 dijual keseluruhan dengan harga yang berlaku di pasar bebas. Maka penerimaan yang didapatkan akan lebih tinggi. Penerimaan yang didapatkan Rp 26.018.000,00 menjadi Rp 40.007.000,00. Harga jual yang berada di pasar bebas untuk tanaman jati lebih besar hampir 70 % untuk bibit tanaman di botol, sedangkan untuk bibit tanaman jati di polibag harga jual di pasar bebas lebih tinggi 100%. Sedangkan untuk bibit tanaman pisang hanya berbeda sedikit untuk pisang botolan harga jual pasar bebas lebih Rp 10.000,00 dan harga jual pasar bebas untuk pisang dewasa hanya lebih Rp 2000,00. Untuk bibit anggrek dendrobium banyak sekali diperjualkan dipasaran. Dengan harga yang cukup bervariasi di setiap produk bibitnya. Untuk Anggrek dendrobium di pasar bebas paling mahal djual dalam bentuk kompotan dengan harga jual Rp 50.000,00.
89
Hasil penerimaan yang didapatkan pada saat menjual produk yang dijual dengan harga pemerintah dengan harga jual di pasar bebas sangat jauh berbeda. Penerimaan yang didapatkan jika dijual dengan harga di pasar bebas meningkat 200 % untuk bibit Jati, 150 % bibit pisang dan 159,6% bibit Anggrek. Penerimaan yang didapatkan dari hasil penjualan bibit di UPT Lebak Bulus sangatlah jauh dari jumah biaya yang dikeluarkan oleh Pusat pengembangan benih jakarta. Hal ini dikarenakan memang UPT Lebak Bulus merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memang menjual bibit dengan harga yang terjangkau dan hanya menjual kepada kalangan tertentu saja dan dengan kapasitas lebih dari 60% hasil produksi diberikan Cuma-Cuma kepada rakyat. Dilihat dari tabel 13, Dengan jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 1025 botol dan 1510 polibag, kemudian harga jual dikalikan dengan jumlah produksi untuk tahun 2013, total penerimaan yang didapatkan untuk bibit tanaman jati baik di botol maupun polibag adalah Rp 69.050.000,00. Sementara Jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 2778 botol dan 11879 polibag. Setelah harga jual dikalikan dengan jumlah produksi, total penerimaan yang didapatkan adalah Rp 89.186.000,00 Sedangkan tanaman Anggrek memiliki banyak macam produk yang diproduksi diantaranya, pada tahun 2013 tanaman anggrek memproduksi 4209 botol, 435 kompot, 3020 tanaman individu dan 1288 tanaman anggrek dewasa dengan. Tanaman anggrek disini adalah tanaman anggrek jenis dendrobium. Dari hasil produksi tersebut, jika penerimaan sebesar Rp
tanaman anggrek keseluruhan terjual menghasilkan 150.521.000,00.
Dilihat dari jumlah penerimaan yang
didapatkan jika keseluruhan hasil produksi yang diberikan secara cuma-cuma ke
90
masyarakat diuangkan akan meningkat sekitar
18.171,1 % untuk tanaman jati,
509,9 untuk tanaman pisang dan 1846,89 % untuk tanaman pisang. Selanjutnya dianalisis kembali penerimaan yang didapatkan jika keseluruahn produksi dijual dengan harga pasar bebas. Dari analisis pada tabel 14 diatas. Penerimaan akan meningkat 30.947,4 % untuk bibit tanaman jati, 804,69% untuk bibit tanaman pisang dan 3025,34 % untuk bibit tanaman anggrek. Dan setelah dianalisis keseluruhan, dari penerimaan sebenarnya didapatkan pada tahun 2013, UPT Lebak Bulus hanya mendapatkan penerimaan sebesar Rp 26.018.000.000,00 . Sementara penerimaan yang didapatkan jika penjualan dengan harga pasar bebas adalah akan meningkat sebesar 153,767% dari penerimaan yang didapatkan. Kemudian penerimaan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pemerintah adalah akan meningkat sebesar 1187% dan penerimaan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pasar bebas akan meningkat sebesar 1941% dari penerimaan yang didapatkan sebenarnya.
5.2.4 Pendapatan Dilihat pada tabel 15 merupakan pendapatan yang sesungguhnya yang didapatakan oleh UPT Lebak Bulus pada tahun 2013. Dari kesemua bibit semaunya mendapatkan nilai minus, dengan pendapatan total sebesar Rp (295.079.872). Pada tabel 16, jika produk yang dijual dengan harga pasar bebas sama saja mengalami nilai minus, kecuali pada bibit tanaman pisang di polibag mendapatkan pendapatan yang kecil yaitu sebesar Rp 2.272.244,00. Dengan persentase nilai minus
91
akan menurun sebesar 2% untuk bibit jati, 1,81 % untuk bibit pisang dan 135 % untuk bibit anggrek. Dan dikarenakan biaya tetap yang dikeluarkan sama besarnya walaupun pengeluaran akan biaya variabel cenderung lebih kecil dibandingkan pendapatan yang didapat jika keseluruhan produksi dapat terjual. Dilihat pada tabel 17 , bahwa pendapatan yang akan didapat oleh UPT Lebak Bulus terdiri dari pendapatan yang dihasilkan untuk memproduksi bibit kultur botolan dan bibit tanaman dewasa dalam polibag. Dari ketiga pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus, keuntungan hanya didapatkan oleh tanaman pisang di kebun sebesar Rp 18.377.124, 00. Sementara pembibitan tanaman yang lain juga mengalami nilai minus. Sementara nilai minus total yang didapatkan adalah Rp (269.510.581). dengan persentase nilai minus akan menurun sebesar 11,54 % untuk bibit jati dan 23,5% untuk bibit anggrek. Sementara untuk bibit pisang nilai minusnya meningkat sebesar 618%. Hal ini dikarenakan pada penjualan pisang yang sebenarnya hanya terjual bibit pisang kebun sementara untuk bibit pisang yang diproduksi adalah bibit pisang botolan dan kebun. Dan jika bibit pisang di botolan dan di kebun terjual maka nilai minusnya meningkat sebesar 618% dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk pembibitan bibit pisang botolan besar. Setelah dianalisis, ternyata jika produksi semuanya terjual walaupun dengan harga pemerintah tetap tidak mendapatkan keuntungan. Sehingga penulis menganalisis lagi jika dibandingkan dengan harga pasar bebas. Dari hasil analisis pada tabel 18, hanya bibit anggrek yang mengalami nilai minus jika produksi bibit keseluruhan dijual dengan harga pasar bebas. Dengan
92
presentase nilai minus menurun sebesar 263,7 % untuk bibit jati, 117,48 untuk bibit pisang dan 59,21 % untuk bibit anggrek. Dari keempat analisis, semuanya mengalami nilai minus hanya saja jika hasil pendapatan yang sebenarnya akan berkurang jika penjualan dengan harga pasar bebas penurunan nilai minus sebesar 4,74% , analisis pendapatan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pemerintah penurunan nilai minus sebesar 8,67%,
analisis pendapatan yang didapatkan jika keseluruhan produksi
dijual dengan harga pasar bebas penurunan nilai minus sebesar 75% dari nilai minus yang didapatakan pada tahun 2013. 5.2.5 Analisis R/C, B/C, break even point Untuk mendapatkan kelayakan finansial suatu usaha, selain analisis pendapatan yang diterima dari hasil pengurangan penerimaan dengan biaya total, terdapat beberapa alat analisis lain yang mendukung, diantaranya rasio penerimaan atas biaya, rasio keuntungan atas biaya serta analisis titik impas. 1. Hasil Analisis dari Jumlah penjualan sebenarnya dengan Pemerintah (Sebenarnya) Dari R/C yang didapatkan pada tabel 20, dari 3 jenis bibit, Semua bibit memiliki angka kurang dari 1. Itu mengindikasikan UPT Lebak Bulus bibit tidak mengalami keuntungan. Bibit yang mengalami angka R/C terendah adalah pembibitan anggrek dengan angka 0,025 (dibulatkan). Semua bibit tidak mengalami keuntungan karena angka R/C kurang dari 1. Dari B/C yang didapatkan dari 3 bibit, angka yang dihasilkan kurang dari 1, artinya pembibitan tanaman masih belum memberikan manfaat secara finansial. Dari ketiga bibit tersebut, semua B/C yang didapatkan hasilnya minus yaitu sebesar 93
B/C untuk jati kebun -0,99 (dibulatkan), B/C untuk pisang kebun -0,27 (dibulatkan), B/C untuk Anggrek total -0,97 (dibulatkan). Analisis selanjutnya adalah analisis break even point , ada 4 nilai BEP yang di analisis yaitu BEP Produksi, BEP harga jual, BEP Penerimaan, BEP unit. Untuk BEP Produksi, BEP Produksi yang terjual bibit jati yang didapatkan 3921 untuk bibit jati polibag. Sementara bibit jati yang dijual dikebun hanya sebesar 76 bibit jati polibag. Itu mengindikasikan tidak mengalami keuntungan, dikarenakan angka bibit yang terjual sangat jauh dari angka BEP yang didapatkan. Kemudian untuk BEP Produksi pisang yang terjual didapatkan 5990 (dibulatkan) untuk bibit pisang di kebun. Sementara bibit pisang yang terjual pada tahun 2013 adalah 4372 untuk bibit pisang dalam polibag. Untuk bibit pisang di kebun juga masih kurang dari angka BEP. Tanaman yang terakhir yaitu tanaman anggrek, BEP Produksi yang terjual yang didapatkan dari pembibitan anggrek adalah 7735 (dibulatkan) untuk anggrek di lab dan 6473 (dibulatkan) untuk bibit anggrek di kebun. Sementara produksi bibit anggrek yang terjual pada tahun 2013 adalah 254 untuk anggrek botolan dan 183 untuk anggrek di kebun. Untuk anggrek tidak mengalami keuntungan baik untuk anggrek di lab maupun di kebun dikarenakan BEP produksi yang terjual yang didapatkan lebih besar dari produksi yang terjual sebenarnya. Analisis break even point yang kedua adalah BEP Harga jual. Harga jual yang ditetapkan pemerintah adalah harga jual yang cenderung lebih kecil dibandingakan dengan harga pasar bebas. Harga jual yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 5000,- untuk bibit jati polibag. Kemudian nilai BEP Harga jual yang didapatkan adalah Rp 257.969,00 untuk bibit jati kebun. Nilai BEP Harga jual
94
melebihi dari harga jual yang ditetapkan pemerintah. BEP harga jual yang didapatkan sangat jauh dikarenakan jumlah produk bibit yang terjual sangat sedikit sementara biaya yang dikeluarkan cukup besar. Harga jual yang ditetapkan adalah Rp 4000,00 untuk bibit pisang polibag. Sementara BEP Harga jual yang diapatkan adalah Rp 5.480,00 untuk bibit polibag. Sama halnya dengan Jati, harga jual bibit pisang masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai BEP yang didapatkan. Untuk tanaman anggrek, harga jual yang ditetapkan adalah Rp 25.000 untuk bibit anggrek di botolan dan Rp 13.000 (rata-rata) dikebun. Sementara nilai BEP harga jual yang didapatkan adalah Rp 761.331,00 untuk bibit anggrek botolan dan Rp 459.860,00 untuk bibit anggrek dikebun. Sama halnya dengan bibit jati, harga bibit anggrek masih dibawah nilai BEP harga jual anggrek. Dari ketiga harga bibit tanaman baik di polibag maupun dikebun. Semua harag jual bibit masih dibwah dari nilai BEP harga jual yang didapatkan. Hal ini dikarenakan jumlah produk yang terjual sangat kecil. Analisis yang ketiga adalah BEP penerimaan, untuk bibit tanaman jati penerimaan yang didapat dari penjualan pada tahun 2013 adalah Rp 380.000,00 Sementara nilai BEP penerimaan yang didapat adalah Rp 26.641.749,00. Penerimaan yang didapat dari penujualan jati sebenarnya pada tahun 2013 sangat jauh dibawah nilai BEP penerimaan yang didapatkan. Sementara penerimaan yang didapatkan dari penjualan bibit pisang pada tahun 2013 didapatkan adalah sebesar Rp 17.488.000,00 sementara nilai BEP penerimaan yang didapatkan adalah Rp 25.544.801,00. Penerimaan akan bibit pisang kebun juga masih dibawah nilai BEP. Penerimaan yang terakir adalah penerimaan bibit anggrek yang didapatkan dari
95
penjualan bibit anggrek sebesar Rp 6.350.000,00 untuk anggrek botolan dan Rp 1.800.000,00 untuk anggrek di kebun dengan nilai BEP penerimaan adalah Rp 333.314.313,00 untuk anggrek botolan dan Rp (624.348.441) untuk anggrek di kebun. sama halnya dengan bibit tanaman sebelumnya, penerimaan bibit anggrek lebih kecil dibandingkan dengan nilai BEP penerimaan anggrek yang didapatkan. Analisis yang terakhir adalah dari BEP per unit yaitu jumlah volume yang terjual pada titik impas yaitu sebesar 28 untuk bibit jati di kebun, 1071 (dibulatkan) untuk bibit pisang polibag, 190 untuk bibit anggrek botolan, dan 1089(dibulatkan) untuk bibit anggrek kebun. 2. Hasil Analisis dari Jumlah penjualan sebenarnya dengan harga pasar bebas Dari R/C yang didapatkan dari 3 jenis bibit pada tabel 21, Bibit pisang mendapatkan R/C terbesar yaitu 1,09 (dibulatkan). Selain itu, semua bibit memiliki angka kurang dari 1. Itu mengindikasikan UPT Lebak Bulus, bibit tidak mengalami keuntungan. Bibit yang mengalami angka R/C terendah adalah pembibitan anggrek di lab dengan angka 0,046 (dibulatkan). Dari B/C yang didapatkan dari 3 bibit, angka yang dihasilkan kurang dari 1, artinya pembibitan tanaman masih belum memberikan manfaat secara finansial. Dari ketiga bibit tersebut, semua B/C yang didapatkan hasilnya minus yaitu sebesar B/C untuk jati kebun -0,96 (dibulatkan), B/C untuk pisang kebun 0,095 (dibulatkan), B/C untuk Anggrek total -0,95(dibulatkan). Analisis selanjutnya adalah analisis break even point. Untuk BEP Produksi, BEP Produksi yang terjual bibit jati yang didapatkan 1960 untuk bibit jati polibag. Sementara bibit jati yang dijual dikebun hanya sebesar 76 bibit jati polibag. Itu 96
mengindikasikan tidak mengalami keuntungan, dikarenakan angka bibit yang terjual sangat jauh dari angka BEP yang didapatkan. Kemudian untuk BEP Produksi pisang yang terjual didapatkan 3993 (dibulatkan) untuk bibit pisang di kebun. Sementara bibit pisang yang terjual pada tahun 2013 adalah 4372 untuk bibit pisang dalam polibag. Untuk bibit pisang di kebun lebih dari angka BEP. Tanaman yang terakhir yaitu tanaman anggrek, BEP Produksi yang terjual yang didapatkan dari pembibitan anggrek adalah 5525 (dibulatkan) untuk anggrek di lab dan 2805 (dibulatkan) untuk bibit anggrek di kebun. Sementara produksi bibit anggrek yang terjual pada tahun 2013 adalah 254 untuk anggrek botolan dan 183 untuk anggrek di kebun. Untuk anggrek tidak mengalami keuntungan baik untuk anggrek di lab maupun di kebun dikarenakan BEP produksi yang terjual yang didapatkan lebih besar dari produksi yang terjual sebenarnya. Analisis break even point yang kedua adalah BEP Harga jual. Harga jual yang dipakai pada analisis ini adalah harga pasar bebas. Harga jual pada pasar bebas adalah Rp 10.000,00 untuk bibit jati polibag. Kemudian nilai BEP Harga jual yang didapatkan adalah Rp 257.969,00 untuk bibit jati kebun. Nilai BEP Harga jual melebihi dari harga jual yang ditetapkan pemerintah. BEP harga jual yang didapatkan sangat jauh walaupun produk dijual dengan harga pasar bebas dikarenakan jumlah produk bibit yang terjual sangat sedikit sementara biaya yang dikeluarkan cukup besar. Harga jual selanjutnya pada pasar adalah Rp 6000,00 untuk bibit pisang polibag. Sementara BEP Harga jual yang diapatkan adalah Rp 5.480,00 untuk bibit polibag. Pada pembibitan pisang ada kemungkinan untung, jika harga jual yang digunakan pada tahun 2013 menggunakan harga pasar bebas
97
dikarenakan lebih besar dari BEP harga jual. Untuk tanaman anggrek, harga jual yang ditetapkan adalah Rp 35.000 untuk bibit anggrek di botolan dan Rp 30.000 (rata-rata) dikebun. Sementara nilai BEP harga jual yang didapatkan adalah Rp 761.331,00 untuk bibit anggrek botolan dan Rp 459.860,00 untuk bibit anggrek dikebun. Sama halnya dengan bibit jati, harga bibit anggrek masih dibawah nilai BEP harga jual anggrek. Dari ketiga harga bibit tanaman baik di polibag maupun dikebun, Hanya harga bibit pisang yang diatas nilai BEP. Selain itu, semua harga jual bibit masih dibawah dari nilai BEP harga jual yang didapatkan. Analisis yang ketiga adalah BEP penerimaan, untuk bibit tanaman jati penerimaan yang didapat dari penjualan jika dijual dengan harga pasar bebas pada tahun 2013 adalah Rp 720.000,00 Sementara nilai BEP penerimaan yang didapat adalah Rp 22.502.756,00. Penerimaan yang didapat dari penujualan jati jika dijual dengan harga pasar bebas masih sangat jauh dibawah nilai BEP penerimaan yang didapatkan. Sementara penerimaan yang didapatkan dari penjualan bibit pisang pada tahun 2013 didapatkan adalah sebesar Rp 26.232.000,00 sementara nilai BEP penerimaan yang didapatkan adalah Rp 23.616.751,00. Penerimaan akan bibit pisang kebun diatas nilai BEP jika dijual dengan harga pasar bebas. Penerimaan yang terakir adalah penerimaan bibit anggrek yang didapatkan dari penjualan bibit anggrek sebesar Rp 8.890.000,00 untuk anggrek botolan dan Rp 4.125.000,00 untuk anggrek di kebun dengan nilai BEP penerimaan adalah Rp 274.609.823,00 untuk anggrek botolan dan Rp 162.209.693,00 untuk anggrek di kebun. sama
98
halnya dengan bibit tanaman sebelumnya, penerimaan bibit anggrek lebih kecil dibandingkan dengan nilai BEP penerimaan anggrek yang didapatkan. Analisis yang terakhir adalah dari BEP per unit yaitu jumlah volume yang terjual pada titik impas yaitu sebesar 12 (dibulatkan) untuk bibit jati di kebun, 660 (dibulatkan) untuk bibit pisang polibag, 112 untuk bibit anggrek botolan, dan 108 (dibulatkan) untuk bibit anggrek kebun. 3. Hasil Analisis dari keseluruhan Produksi dengan harga pemerintah Dari R/C yang didapatkan dari 3 jenis bibit pada tebl 22, bibit pisang dalam kebun adalah memiliki nilai R/C tertinggi yaitu sebesar 1,63 (dibulatkan), angka tersebut lebih dari angka 1 sehingga dapat diakatakan untuk bibit pisang dalam kebun mengalami keuntungan. Selain bibit pisang dalam kebun, semua bibit memiliki angka kurang dari 1. Itu mengindikasikan bibit tidak mengalami keuntungan. Bibit yang mengalami angka R/C terendah adalah pembibitan anggrek dikebun dengan angka 0,298 (dibulatkan). Sementara, jika dianalisis nilai R/C secara total, R/C bibit jati total sebesar 0,802( dibulatkan) , R/C bibit pisang 0,66 (dibulatkan), R/C bibit anggrek 0,422( dibulatkan). Semua bibit tidak mengalami keuntungan karena angka R/C kurang dari 1. Dari B/C yang didapatkan dari 3 bibit, angka B/C bibit pisang di kebun juga merupakan angka B/C tertinggi dibandingakan angka B/C yang didapatkan pada bibit yang lain. Angka B/C bibit pisang kebun adalah satu-satunya angka yang bernilai positif yaitu sebesar 0,631( dibulatkan). Tetapi, angka tersebut kurang dari 1, artinya pembibitan pisang dikebun masih belum memberikan manfaat secara finansial. Sementara itu secara total, dari 3 bibit didapi nilain B/C untuk jati total 99
0,199(dibulatkan), B/C untuk pisang total -0,34(dibulatkan), dan B/C anggrek total -0578( dibulatkan). Jadi untuk nilai B/C juga tidak mengalami keuntungan dikarenakan angka yang didapatkan adalah kurang dari 1. Analisis selanjutnya adalah analisis break even point , ada 4 nilai BEP yang di analisis yaitu BEP Produksi, BEP harga jual, BEP Penerimaan, BEP unit. Untuk BEP Produksi, BEP Produksi bibit jati yang didapatkan adalah 1070 (dibulatkan) untuk jati botolan dan 4382 (dibulatkan) untuk bibit jati polibag. Sementara bibit jati yang diproduksi adalah sebesar 1025 bibit botolam dan 1510 bibit jati dalam kebun. Itu mengindikasikan tidak mengalami keuntungan, dikarenakan angka produksi yang dihasilkan masih kurang dari angka BEP yang didapatkan. Kemudian untuk BEP Produksi pisang didapatkan 7105(dibulatkan) untuk pisang di lab dan 7285 (dibulatkan) untuk bibit pisang di kebun. Sementara bibit pisang yang diproduksi pada tahun 2013 adalah 2778 untuk bibit pisang botolan dan 11789 untuk bibit pisang dalam polibag. Untuk bibit pisang di kebun melebih dari angka BEP produksi sementara untuk bibit pisang di lab masih kurang dari angka BEP. Tanaman yang terakhir yaitu tanaman anggrek, BEP Produksi yang didapatkan dari pembibitan anggrek adalah 8170 (dibulatkan) untuk anggrek di lab dan 11705 (dibulatkan) untuk bibit anggrek di kebun.
Sementara produksi bibit anggrek
sendiri adalah 4209 untuk anggrek botolan dan 4743 untuk anggrek di kebun. Untuk anggrek tidak mengalami keuntungan baik untuk anggrek di lab maupun di kebun dikarenakan BEP produksi yang didapatakn lebih besar dari produksi yang dihasilkan.
100
Analisis break even point yang kedua adalah BEP Harga jual. Harga jual yang ditetapkan pemerintah adalah harga jual yang cenderung lebih kecil dibandingakan dengan harga pasar bebas. Harga jual yang ditetapkan pemerintah untuk bibit jati adalah Rp 60.000,- untuk bibi jati botolan dan Rp 5000,- untuk bibi jati polibag. Kemudian nilai BEP Harga jual yang didapatkan adalah Rp 62.651,untuk bibit jati botolan dan Rp 14.510,- untuk bibit jati kebun. Dari kedua nilai BEP Harga jual melebihi dari harga jual yang ditetapkan pemerintah. Artinya harga jual untuk bibit jati dari harga pemerintah (harga sebenarnya) masih rendah. Harga jual yang ditetapkan untuk bibit pisang adalah Rp 15.000,- untuk bibit pisang botolan dan Rp 4000,- untuk bibit pisang polibag. Sementara BEP Harga jual yang diapatkan adalah Rp 38.362,- untuk bibit botolan dan Rp 2.453,- untuk bibit polibag. Berbeda dengan jati, harga jual bibit pisang memiliki nilai lebih besar dari BEP, yaitu bibit pisang dikebun. Untuk tanaman anggrek, harga jual yang ditetapkan adalah Rp 25.000 untuk bibit anggrek di botolan dan Rp 13.000 (ratarata) dikebun. Sementara nilai BEP harga jual yang didapatkan adalah Rp 48.429,untuk bibit anggrek botolan dan Rp 32.084,- untuk bibit anggrek dikebun. Sama halnya dengan bibit jati, harga bibit anggrek masih dibawah nilai BEP harga jual anggrek. Dari ketiga harga bibit tanaman baik di polibag maupun dikebun. Hanya bibit piang dikebun yang harga jualnya lebih tinggi dari nilai BEP harga jual. Analisis yang ketiga adalah BEP penerimaan, untuk bibit tanaman jati penerimaan yang didapat, jika jumlah produksi semua terjual adalah Rp 61.500.000,00 untuk bibit jati botolan dan Rp 7.550.000,00 untuk bibit jati polibag.
101
Sementara nilai BEP penerimaan yang didapat adalah Rp 64.479.808,00 untuk di lab dan Rp 28.627.715,00 di kebun. Penerimaan yang didapat jika jumlah produksi jati yang dijual keseluruhan dengan harga pemerintah masih dibawah nilai BEP penerimaan yang didapatkan. Sementara penerimaan yang didapatkan dari bibit pisang jika jumlah produksi pisang yang dijual keseluruhan dengan harga pemerintah didapatkan adalah sebesar Rp 41.670.000,00 untuk bibit pisang botolan dan Rp 47.516.000,00 untuk bibit pisang dikebun sementara nilai BEP penerimaan yang didapatkan adalah Rp 130.344.011,00 untuk bibit pisang botolan dan Rp 25.066.431,00. Penerimaan yang terakir adalah penerimaan bibit anggrek yang didapatkan jika jumlah produksi anggrek yang dijual keseluruhan dengan harga pemerintah didapatkan adalah sebesar Rp 105.225.000 untuk anggrek botolan dan Rp 45.296.000,00 untuk anggrek di kebun dengan nilai BEP penerimaan adalah Rp 218.951.828,00 untuk anggrek botolan dan Rp (150.224.615). sama halnya dengan bibit jati, penerimaan bibit anggrek lebih kecil dibandingkan dengan nilai BEP penerimaan anggrek yang didapatkan. Analisis yang terakhir adalah dari BEP per unit yaitu jumlah volume yang terjual pada titik impas yaitu sebesar 99 untuk bibit jati botolan, 706 untuk bibit jati di kebun, 1018 untuk bibit pisang botolan, 2632(dibulatkan) untuk bibit pisang polibag, 625 (dibulatkan) untuk bibit anggrek botolan dan -39570 untuk bibit anggrek kebun. Untuk tanaamn anggrek di kebun BEP unitnya mengalami angka minus dikarenakan biaya variabel per unit lebih besar dibanidngkan dengan harga jual (rata-rata).
102
4. Hasil Analisis dari keseluruhan Produksi dengan harga pasar bebas Dari R/C yang didapatkan dari 3 jenis bibit pada tabel 23, bibit pisang dalam kebun adalah memiliki nilai R/C tertinggi yaitu sebesar 2,45 (dibulatkan), angka tersebut lebih dari angka 1 sehingga dapat dikatakan untuk bibit pisang dalam kebun mengalami keuntungan. Nilai R/C kedua didapatkan adalah dari pembibitan tanaman jati di lab yaitu 1,60(dibulatkan). angka tersebut lebih dari angka 1 sehingga dapat dikatakan untuk bibit jati dalam lab juga mengalami keuntungan. Selain bibit pisang dalam kebun dan jati dalam lab, semua bibit memiliki angka kurang dari 1. Itu mengindikasikan bibit tidak mengalami keuntungan. Bibit yang mengalami angka R/C terendah adalah pembibitan anggrek dikebun dengan angka 0,65 (dibulatkan). Sementara, jika dianalisis nilai R/C secara total, R/C bibit jati total sebesar 1,36 ( dibulatkan) , R/C bibit pisang 1,1(dibulatkan), R/C bibit anggrek 0,7( dibulatkan). Dari ketiga bibit, hanya bibit anggrek yang R/C kurang dari 1. Sementara untuk bibit jati dan pisang sudah lebih dari 1. Hal ini mengindikasikan, jika pembibitan tanaman jati dan pisang dijual semua keseluruhan produksinya dengan harga pasar bebas maka pembibitan tersebut akan mengalami keuntungan. Dari B/C yang didapatkan dari 3 bibit, angka B/C bibit pisang di kebun juga merupakan angka B/C tertinggi dibandingakan angka B/C yang didapatkan pada bibit yang lain. Angka B/C bibit pisang kebun yaitu sebesar 1,45( dibulatkan). Angka tersebut lebih dari 1, artinya pembibitan pisang dikebun sudah memberikan manfaat secara finansial. Sementara itu secara total, dari 3 bibit didapi nilain B/C untuk jati total 0,37(dibulatkan), B/C untuk pisang total 1,09(dibulatkan), dan B/C
103
anggrek total -0,31( dibulatkan). B/C yang mengalami keuntungan hanya didapati dari pembibitan pisang. Jadi pembibitan pisang dapat memberikan keuntungan jika jumlah produksi secara keseluruhan semuanya dijual dengan harga pasar bebas. Selain bibit pisang, B/C bibit lain tidak mengalami keuntungan dikarenakan angka yang didapatkan adalah kurang dari 1. Analisis selanjutnya adalah analisis break even point ,BEP Produksi bibit jati yang didapatkan adalah 642 (dibulatkan) untuk jati botolan dan 2191 (dibulatkan) untuk bibit jati polibag. Sementara bibit jati yang diproduksi adalah sebesar 1025 bibit botolam dan 1510 bibit jati dalam kebun. Berbeda dengan harga pemerintah, jika produksi jati keseluruhan dijual maka mengalami keuntungan, dikarenakan angka produksi yang dihasilkan sudah dari angka BEP yang didapatkan. Kemudian untuk BEP Produksi pisang didapatkan 4263(dibulatkan) untuk pisang di lab dan 4856 (dibulatkan) untuk bibit pisang di kebun. Sementara bibit pisang yang diproduksi pada tahun 2013 adalah 2778 untuk bibit pisang botolan dan 11789 untuk bibit pisang dalam polibag. Untuk bibit pisang di kebun melebih dari angka BEP produksi sementara untuk bibit pisang di lab masih kurang dari angka BEP. Tanaman yang terakhir yaitu tanaman anggrek, BEP Produksi yang didapatkan dari pembibitan anggrek adalah 5836 (dibulatkan) untuk anggrek di lab dan 5072 (dibulatkan) untuk bibit anggrek di kebun. Sementara produksi bibit anggrek sendiri adalah 4209 untuk anggrek botolan dan 4743 untuk anggrek di kebun. Untuk anggrek mengalami tidak mengalami keuntungan baik untuk anggrek di lab maupun di kebun dikarenakan BEP produksi yang didapatakan lebih besar dari produksi yang dihasilkan.
104
Analisis break even point yang kedua adalah BEP Harga jual. Untuk analisis break even point harga jual untuk produksi harga pasar bebas sama dengan break even point harga jual untuk produksi harga pemerintah. Tetapi jika dikomparasikan dengan harga pasar bebas, maka harga jual yang berada pada pasar bebas untuk bibit jati adalah Rp 100.000,- untuk bibi jati botolan dan Rp 10.000,- untuk bibi jati polibag. Kemudian nilai BEP Harga jual yang didapatkan adalah Rp 62.651,- untuk bibit jati botolan dan Rp 14.510,- untuk bibit jati kebun. Dari nilai BEP Harga jual yang didapatkan, harga pasar bebas pembibitan pisang botolan lebih tinggi dari nilai BEP. Harga jual yang ditetapkan untuk bibit pisang adalah Rp 25.000,- untuk bibit pisang botolan dan Rp 6000,- untuk bibit pisang polibag. Sementara BEP Harga jual yang diapatkan adalah Rp 38.362,- untuk bibit botolan dan Rp 2.453,untuk bibit polibag. Berbeda dengan jati, harga jual bibit pisang dikebun memiliki nilai lebih besar dari BEP. Untuk tanaman anggrek, harga jual yang ditetapkan adalah Rp 35.000 untuk bibit anggrek di botolan dan Rp 30.000 (rata-rata) dikebun. Sementara nilai BEP harga jual yang didapatkan adalah Rp 48.429,- untuk bibit anggrek botolan dan Rp 32.084,- untuk bibit anggrek dikebun. Sama halnya dengan harga pemerintah, harga bibit anggrek jika dijual dengan harag pasar bebas masih dibawah nilai BEP harga jual anggrek. Dari ketiga harga bibit tanaman baik di polibag maupun dikebun. Hanya bibit pisang dikebun dan bibit jati di botolan yang harga jualnya lebih tinggi dari nilai BEP harga jual. Analisis yang ketiga adalah BEP penerimaan, untuk bibit tanaman jati penerimaan yang didapat, jika jumlah produksi semua terjual adalah Rp
105
102.500.000,00 untuk bibit jati botolan dan Rp 15.100.000,00 untuk bibit jati polibag. Sementara nilai BEP penerimaan yang didapat adalah Rp 62.077.666,00 untuk di lab dan Rp 23.201.028,00 di kebun. Penerimaan yang didapat jika jumlah produksi jati yang dijual keseluruhan dengan harga pasar bebas sudah diatas BEP, yaitu untuk bibit jati botolan. Sementara penerimaan yang didapatkan dari bibit pisang jika jumlah produksi pisang yang dijual keseluruhan dengan harga pasar bebas didapatkan adalah sebesar Rp 69.450.000,00 untuk bibit pisang botolan dan Rp 71.274.000,00 untuk bibit pisang dikebun sementara nilai BEP penerimaan yang didapatkan adalah
Rp 113.686.739,00 untuk bibit pisang botolan dan Rp
23.342.190,00. Untuk bibit pisang dalam kebun sudah diatas nilai BEP. Penerimaan yang terakir adalah penerimaan bibit anggrek yang didapatkan jika jumlah produksi anggrek yang dijual keseluruhan dengan harga pasar bebas didapatkan adalah sebesar Rp 147.315.000,00 untuk anggrek botolan dan Rp 99.250.000,00 untuk anggrek di kebun dengan nilai BEP penerimaan adalah Rp 210.046.653,00 untuk anggrek botolan dan Rp 82.117.604. sama halnya dengan bibit pisang, penerimaan bibit anggrek dikebun lebih besar dibandingkan dengan nilai BEP penerimaan anggrek yang didapatkan. Analisis yang terakhir adalah dari BEP per unit yaitu jumlah volume yang terjual pada titik impas yaitu sebesar 57 untuk bibit jati botolan, 256 untuk bibit jati di kebun, 533 untuk bibit pisang botolan, 2118 (dibulatkan) untuk bibit pisang polibag, 428 (dibulatkan) untuk bibit anggrek botolan dan -4600 untuk bibit anggrek kebun. Sama halnya dengan analisis keseluruahn produksi dengan harga pemerintah, untuk tanaman anggrek di kebun BEP unitnya mengalami angka minus
106
dikarenakan biaya variabel per unit lebih besar dibanidngkan dengan harga jual (rata-rata). Dari ketiga analisis baik dari R/C, B/C, dan analisis break even point yang dihitung dari penjualan produk dengan harga pemerintah, pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus memang tidak mengalami keuntungan walaupun perhitungannya dianalisis dari penjualan produk dengan harga pasar bebas, keseluruhan produksi dengan harga pemerintah dan keseluruhan produksi dengan harga pasar bebas semuanya tidak mengalami keuntungan. Hal ini memang diakarenakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembibitan sangatlah besar. Selain itu memang sebenarnya UPT lebak bulus berbasis non profit money. Dalam hal finansial, pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus ini memang tidak memberikan manfaat finansial bagi UPT tersebut. Namun dikarenakan UPT lebak bulus ini berasal dari pemerintah, manfaat yang didapatkan tidak dari segi finansial untuk UPT sendiri melainkan manfaat diberikan kepada masyarakat. Seperti dikutip dari buku Akuntasi sektor publik, salah satu fungsi sektor publik berbeda dengan sektor swasta adalah perlindungan sumber daya alam dan sosial serta pemberian barang dan pelayanan publik (Akuntansi sektor Publik: 2009, 10). Salah satu pelayanan publik adalah adanya suatu sistem penyuluhan gratis kepada pengujung di UPT lebak bulus seperti dari kalangan pelajar maupun mahasiswa. UPT Lebak bulus merupakan milik pemerintah yang dari segi pengadaan akan bahan baku maupun sarana dan prasarana berasal dari pemerintah. Sebagaimana dikatakan menurut Ade maman suherman (2010;hal.3), tujuan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai pengguna agar
107
memperoleh barang dan jasa yang diinginkan dari penyedia melalui metode dan proses tertentu untuk mencapai suatu kesepakatan. Jadi dapat dikatakan, UPT Lebak bulus hanya sebagai penyedia yang memberikan kebutuhan kepada pemerintah berupa bibit yang nantinya akan diberikan untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu keuntungan dari UPT lebak bulus dikembalikan lagi ke pemerintahan seperti dalam buku akuntansi sektor publik, ada salah satu tekanan yang dimiliki oleh UPT lebak bulus yaitu Regulation and political artinya BUMN atau BUMD dituntut untuk memberikan bagian laba perusahaan kepada pemerintah. Karena telah adanya Perda yang mewajibkan BUMD untuk menyetorkan
bagian
laba
perusahaan
kepada
pemerintah
daerah
untuk
menambahkan pendapatan asli daerah. (Akuntansi sektor Publik: 2009, 23) Selain itu juga dikatakan dalam buku Akuntansi sektor publik, tujuan organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, tujuan pada sektor swasta dapat semangat untuk memaksimumkan laba (profit money), sedangkan pada sektor publik tujuan utama organisasi bukan untuk memaksimumkan laba tetapi pemberian pelayanan publik (public service), seperti yang diprioritaskan untuk UPT Lebak Bulus yaitu untuk penyediaan barang kebutuhan publik. (Akuntansi sektor Publik: 2009, 8) Jika ditinjau dari tangible function secara finansial , pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus memang tidak menguntungkan, tetapi ada intangible function yang diberikan kepada masyarakat yang keuntungannya bisa bermanfaat bagi masyarakat, jika bibit yang diberikan secara gratis masyarakat bisa meningkatkan
108
pendapatan, dikarenakan rakyat tidak mengeluarkan biaya untuk bahan baku produksi sementara rakyat mendapatkan keuntungan yang lebih dari hasil penjualan dikurangi dengan biaya 0 rupiah. Selain itu yang pasti juga memberikan kesejahteraan untuk rakyat. Dan secara intangible function, keuntungan yang didapatkan oleh pembibitan di UPT Lebak Bulus sudah dapat terlihat dari tidak mengeluarkannya modal sedikitpun melainkan modalnya sudah tersedia. Dan dari segi harga jual juga terdapat subsidi yang diberikan oleh pemerintah agar harga jualnya lebih rendah dibandingkan dengan pasar bebas. Dapat dilihat pada gambar berikut;
Gambar 17. Kurva Harga Jual Dalam gambar 17 diatas, dapat terlihat dampak dari subsidi akan harga jual pemerintah dengan quantitas output. Perlakuan akan diberikannya subsidi harga pemerintah yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar mengakibatkan
109
bergesernya kurva So kepada S1. Jadi jika ditinjau dari bagan diatas, UPT Lebak Bulus sudah mengalami keuntungan. Menurut Ani sri rahayu (2010,hal 211), kegiatan yang dilakukan pemerintah yang mendorong besaran jumlah pengeluaran negara mempunyai pengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Dalam pembibitan di UPT Lebak bulus, secara langsung, pengeluaran negara untuk pembibitan di UPT Lebak bulus dapat mengubah atau memperbaiki pola dan tingkat konsumen masyarakat terhadap barang dan jasa-jasa yang disediakan langsung oleh pemerintah maupun mekanisme pasar. Dalam hal ini seperti dikatakan UPT Lebak bulus memberikan bibit-bibit yang harganya di subsidi. Ada juga kebijakan yang ditetapkan oleh UPT Lebak Bulus yaitu diberikannya penyuluhan atau pelatihan gratis kepada mahasiswa atau suatu kelompok tani tertentu tentang pembibitan kultur jaringan. Hal ini juga merupakan salah satu manfaat intangible yang memang dimiliki oleh UPT Lebak Bulus. 5.2.6 Analisis internal rate of return Dari hasil analisis , didapatkan nilai IRR adalah 11%. Menurut kadariah,dkk, (1978;32), jika IRR lebih besar atau sama dengan dari discount rate menyatakan “go” untuk suatu proyek, sedangkan IRR kurang dari discount rate nya memberikan tanda “No-go”, dan UPT Lebak bulus 11% yang artinya lebih dari suku bunga yang ditentukan sebesar 10% dan 15%. Jadi dari segi kelayakan investasi, usaha pembibitan tanaman secara kultur jaringan di UPT Lebak Bulus dapat dikatakan layak. Tetapi dalam hal ini, hasil internal rate of return masih cenderung kecil. Pembentukan permodalan guna membiayai pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu
110
tantangan yang cukup berat. Secara umum menurut Sjarifudin Baharsjah(1992, hal.11), penanaman modal di bidang pertanian jauh ketinggalan dibandingkan dengan penanaman modal disektor manufaktur dan jasa. Hal ini disebabkan investasi di sektor pertanian pada umumnya mempunyai resiko yang lebih besar dibandingkan dengan resiko penanaman modal dibidang industri dan jasa. Apabila penanaman modal tidak mampu menerapkan prinsip integrasi vertikal dalam investasinya, ia harus tergantung kepada adanya investasi lainyang menjamin hadirnya semua mata rantai yang diperlukan agar produknya dapat dipasarkan dengan baik. (Sjarifudin Baharsjah; 1992, hal.12) Dalam hal ini, investasi dalam bidang pertanian di dalam negeri memang masih tergolong rendah. Sehingga salah satu pembangunan pertanian yang paling memberikan pemasukan bagi negara adalah ekspor komoditi pertanian. Dalam hal ini, tanaman anggrek kultur jaringan memiliki minat yang cukup tinggi di luar negeri. Sehingga ekspor anggrek lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman hias yang lainnya. Buah Pisang juga memiliki potensi pasar yang cukup memberi harapan baik sebagai pisang segar maupun hasil olahan. Potensi pasar dunia cukup cerah dengan terus meningkatnya permintaan dari tahun ke tahun (Nelson P Hutabarat; Jakarta, hal.77)
111
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Biaya tetap yang dikeluarkan pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus adalah sebesar Rp 466.932.834. sementara biaya variabel yang dikeluarkan untuk jumlah bibit yang terjual adalah Rp 8.296.748,00. Sementara biaya variabel yang dikeluarkan untuk keseluruhan produksi tahun 2013 adalah Rp111.274.747,00. Penerimaan yang didapatkan dari hasil penjualan sebenarnya adalah Rp 26.018.000,00 yang dijual dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Sementara penerimaan yang didapatkan jika penjualan dengan harga pasar bebas adalah sebesar 153,767% dari penerimaan yang didapatkan. Kemudian penerimaan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pemerintah adalah sebesar 1187% dan penerimaan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pasar bebas sebesar 1941% dari penerimaan yang didapatkan sebenarnya. Pembibitan di Lebak bulus tidak mendapatkan pendapatan, pendapatan yang didapatkan pada tahun 2013 adalah sebesar -Rp 295.079.872,00. Sementara untuk memperkecil kemungkinan nilai minus hasil analisis pendapatan yang didapatkan jika penjualan dengan harga pasar bebas penurunan nilai minus sebesar 4,74% , analisis pendapatan yang didapatkan jika keseluruhan produksi dijual dengan harga pemerintah penurunan nilai minus
sebesar 8,67%,
analisis pendapatan yang didapatkan jika
keseluruhan produksi dijual dengan harga pasar bebas 75% dari nilai minus yang didapatakan pada tahun 2013.
112
Nilai R/C dan B/C yang didapatkan dari pembibitan tanaman di UPT Lebak Bulus mengalami angka kurang dari 1. R/C terbesar didapatkan oleh pembibitan pisang dikebun yaitu sebesar 0,73 (angka dibulatkan). Sementara untuk memperbesar kemungkinan R/C yang didapatkan R/C meningkat dari pembibitan pisang dikebun sebesar 1,5 % , - 487161% dianalisis dari pendapatan harga pasar bebas, produksi harga pemerintah dan harga pasar bebas. Nilai B/C terbesar didapatkan juga didapatkan oleh bibit pisang sebesar -0,27. Nilai break even point yang didapatkan juga menyatakan nilai kurang dari 1. Jika dianalisis dari jumlah penjualan pada tahun 2013 dan dengan harga yang benar ditetapkan oleh pemerintah. Dari ketiga analisis R/C ,B/C dan BEP, UPT Lebak Bulus mengalami nilai yang jauh dari keuntungan dikarenakan angka yang didapatkan kurang dari 1 dan nilai yang didapatkan kurang dari nilai BEP yang didapatkan. Ada kemungkinan mengalami keuntungan hanya sedikit jika dianalisis dari penjualan dijual dengan harga pasar bebas, keseluruhan produksi dijual dengan harga pemerintah dan harga pasar bebas. Dan jika dilihat pada grafik Supply demand, UPT Lebak Bulus memiliki keuntungan intangible, karena menjual bibit dengan harga jual yang telah disubsidi dengan dibawah harga pasar bebas otomastis permintaanya meningkat. Ada keuntungan intangible berupa pelayanan ke masyarakat umum yang memberikan kesejahteraan rakyat. Sementara untuk angka IRR yang didapatkan dari discount factor 10% dan 15% didapatkan angka 11%. Sehingga jika ditinjau dari kelayakan investasi pembibitan
113
tanaman ini dikatakan mengalami keuntungan karena nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang didapatkan.
1.2. Saran 1. UPT Lebak Bulus meningkatkan pangsa pasar agar jumlah produksi bertambah dan penjualan juga bertambah. 2. Disarankan adanya peningkatan Produksi sekitar 200% dari jumlah produksi tahun sebelumnya. 3. Agar adanya pengurangan biaya tetap yang dikeluarkan untuk meminimalisasi adanya kelebihan biaya yang dikeluarkan terhadap jumlah penerimaan yang masuk pada UPT Lebak Bulus. 4. Agar dilaksanakan penelitian lebih lanjut kepada mahasiswa atau peneliti lain terhadap bibit kultur jaringan di tempat yang berbeda dan bibit yang berbeda.
114
DAFTAR PUSTAKA Agromedia, Redaksi. Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. (Jakarta: PT. Agromedia Pustaka, 2009) Artati, Nevie. Analisis Finansial Kelayakan Pengembangan Investasi Pembibitan Tanaman Secara Kultur Jaringan Pada PT.ABC. Program Pascasarjana Tesis S2 , Institut Pertanian Bogor, 2003. Ashari, Sumeru. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. (Jakarta: Bayumedia Publishing, 2004) Astuti, Dewi Astuti, M.M. Manajemen keuangan perusahaan. (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2004) Baharsjah, Sjarifudin. Pengembangan Agribisnis dan Agro-Industri di Indonesia. (Jakarta:Badan Diklat Pertanian Departemen Pertanian,1992) Dwicahya, Imay. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatni Anggrek Vanda Douglas Pada Kelompok Tani Tarakan Jaya Pamulang Tangerang Selatan (Skripsi). Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Hutabarat,
Nelson
P.
Peluang
Penanaman
Modal
di
Sektor
Pertanian.
(Jakarta:Departemen Pertanian RI,1988) Kadariah, dkk. Pengantar Evaluasi Proyek. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonimi UI:1978) Kadariah. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomis. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonimi UI:1988) Lebak Bulus, UPT. Laporan Tahunan Tahun 2010. (Jakarta: Jaya Raya, 2010)
115
Lebak Bulus, UPT. Laporan Tahunan Tahun 2011. (Jakarta: Jaya Raya, 2011) Lebak Bulus, UPT. Laporan Tahunan Tahun 2012. (Jakarta: Jaya Raya, 2012) Lebak Bulus, UPT. Laporan Tahunan Tahun 2013. (Jakarta: Jaya Raya, 2013) Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian. (Jakarta: LP3ES, 1989) Nazir, Moh. Metode Penelitian. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011) Pertanian, Pusdatin Kementrian. Outlook Komoditas Pertanian Hortikultura. (Jakarta: Pusdatin Kementan, 2010) Rahayu, Ani Sri. Pengantar Kebijakan Fiskal. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Rahim, Abdul dan Diah Retno Dwi Hastuti. Pengantar Teori, dan Kasus Ekonomi Pertanian. (Jakarta: Penebar swadaya, 2007) Saragih, B. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. (Pustaka Wirausaha Muda: Bogor, 2001) Shinta, Agustina. Ilmu Usahatani. (Malang: UB Press, 2011) Soebyantoro, Arief dan FX Soewarto. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007) Soeharto, Iman. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional. (Jakarta: Erlangga, 1997) Soekartawi, dkk. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. (Jakarta: UI Press, 1986) Soekartawi. Analisis Usahatani. ( Jakarta: UI Press, 1995) Suherman, Ade Maman. Pengadaan Barang dan Jasa (Goverment Procurement. (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2010)
116
Sumarna, Yana. Budidaya Jati. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2009) Wattimena, G.A. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. (Bogor: IPB Press, 2011) Widilestariningtyas, Ony. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2011) Yuliarti, Nurheti. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010) Zulfahmi, Muhamad. Analisis Biaya dan Pendapatan Jamur Tiram Putih Model Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (p4s) Nusa Indah(Skripsi). Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Zulkarnain. Kultur Jaringan Tanaman.(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009)
117
LAMPIRAN
118
Lampiran 1. Jumlah Produksi UPT Lebak Bulus No
Jenis Bibit
1
Anggrek
2
Pisang
3
Jati
Jenis Botol Pot Botol Pot Botol Pot
Lampiran 2. Biaya Listrik No Tanaman Jenis Biaya Listrik 1 Jati Lab Kebun 2 Pisang Lab Kebun 3 Anggrek Lab Kebun
Produksi/Tahun 2010 2011 2012 2013 10.000 8500 2951 4209 16500 10500 6077 7664 3500 3499 2600 2778 500 3000 7500 500 145 420 1025 1510
Biaya Kebutuhan Total biaya (Rp) (Bulan) (Rp) 4.300.000 7 30.100.000 20.000 5 100.000 4.300.000 12 51.600.000 20.000 3 60.000 4.300.000 12 51.600.000 20.000 12 240.000
Lampiran 3. Biaya Tenaga Kerja
Tanaman Jati Tanaman Pisang Tanaman Anggrek
Tanaman Jati Tanaman Pisang Tanaman Anggrek
Laboratorium Gaji/Bulan Jangka waktu Total Gaji Keterangan / Bulan (Rp) 2.200.000 7 15.400.000 1 orang tenaga kerja lab 2.200.000 12 26.400.000 1 orang tenaga kerja lab 4.400.000
12 52.800.000 2 orang tenaga kerja lab
Kebun Gaji/Bulan Jangka waktu Total Gaji Keterangan / Bulan (Rp) 2.200.000 5 11.000.000 1 orang tenaga kerja 4.400.000 3 13.200.000 2 orang tenaga kerja 4.400.000
12 52.800.000 2 orang tenaga kerja
119
Lampiran 4. Biaya penyusutan peralatan 4.1 Jati
No
Peralatan
1 Laminar air flow 2 Lemari es 2 pintu 3 Air Conditioner (AC) 4 Autoclave 5 Erlenmeyer 6 Gelas piala 7 Termohigrometer 8 Timbangan analitik 9 Rak kultur (3mX60cm) 10 Rak media (1,5 m X 60 cm) 11 Pinset besar 12 Pinset kecil 13 Gunting 14 Botol untuk stock
1 Hand Sprayer 2 Pengki 3 Sapu Lidi 4 paranet 5 Bak Aklim
Total Biaya (Rp) 21.500.000 2.500.000 2.250.000 2.800.000 65.000 1.750.000 1.750.000 900.000 1.200.000 1.000.000 65.000 42.000 120.000 80.000
80.000 10.000 9.000 1.500.000 450.000
Biaya Penyusutan peralatan Laboratorium Umur Ekonomis Nilai Perolehan Nilai Sisa Penyusutan Penyusutan periode (Tahun) (Rp) (Rp) per Tahun (Rp) Per Bulan (Rp) 7 bulan (Rp) 10 2.150.000 215.000 1.935.000 161.250 1.128.750 10 250.000 25.000 225.000 18.750 131.250 10 225.000 22.500 202.500 16.875 118.125 10 280.000 28.000 252.000 21.000 147.000 10 6.500 650 5.850 488 3.413 10 175.000 17.500 157.500 13.125 91.875 1 1.750.000 175.000 1.575.000 131.250 918.750 1 900.000 90.000 810.000 67.500 472.500 10 120.000 12.000 108.000 9.000 63.000 10 100.000 10.000 90.000 7.500 52.500 10 6.500 650 5.850 488 3.413 10 4.200 420 3.780 315 2.205 10 12.000 1.200 10.800 900 6.300 2 40.000 4.000 36.000 3.000 21.000 Total 5.417.280 451.440 3.160.080 Kebun periode 5 bulan (Rp) 1 80.000 8.000 72.000 6.000 30.000 0,166666667 60.000 6.000 54.000 4.500 22.500 0,166666667 54.000 5.400 48.600 4.050 20.250 5 300.000 30.000 270.000 22.500 112.500 2 225.000 22.500 202.500 16.875 84.375 Total 647.100 53.925 269.625
4.2 Pisang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8
Biaya Penyusutan peralatan tanaman pisang Laboratorium Total Biaya Umur Ekonomis Nilai Perolehan Nilai Sisa Penyusutan Penyusutan Penyusutan Peralatan (Rp) (Tahun) (Rp) (Rp) per Tahun (Rp) Per Bulan (Rp) Per Periode (Rp) Laminar air flow 21.500.000 10 2.150.000 215.000 1.935.000 161.250 1.935.000 Rak kultur 1.200.000 10 120.000 12.000 108.000 9.000 108.000 Kulkas 2.500.000 10 250.000 25.000 225.000 18.750 225.000 Air Conditioner 2.250.000 10 225.000 22.500 202.500 16.875 202.500 Autoclave 2.800.000 10 280.000 28.000 252.000 21.000 252.000 Kompor dan tabung gas 2.000.000 10 200.000 20.000 180.000 15.000 180.000 Timbangan Analitik 900.000 1 900.000 90.000 810.000 67.500 810.000 Panci 250.000 10 25.000 2.500 22.500 1.875 22.500 Rak media (1,5 m X 60 cm) 1.000.000 10 100.000 10.000 90.000 7.500 90.000 Pinset besar 65.000 10 6.500 650 5.850 488 5.850 Pinset kecil 42.000 10 4.200 420 3.780 315 3.780 Gunting 120.000 10 12.000 1.200 10.800 900 10.800 Botol untuk stock 80.000 2 40.000 4.000 36.000 3.000 36.000 Pengaduk media 40.000 2 20.000 2.000 18.000 1.500 18.000 Total 3.899.430 324.953 3.899.430 Kebun Periode Bak aklim 450.000 5 90.000 9.000 81.000 6.750 20.250 Pompa air 1.750.000 5 350.000 35.000 315.000 26.250 78.750 Sekop 15.000 2 7.500 750 6.750 563 1.688 cangkul 25.000 2 12.500 1.250 11.250 938 2.813 Paranet 1.500.000 5 300.000 30.000 270.000 22.500 67.500 Pengki 10.000 0,166666667 60.000 6.000 54.000 4.500 13.500 Power Sprayer 190.000 2 95.000 9.500 85.500 7.125 21.375 Sapu Lidi 9.000 0,166666667 54.000 5.400 48.600 4.050 12.150 Total 872.100 72.675 218.025
120
4.3 Anggrek
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 2 3 4
Peralatan Laminar air flow Lemari es 2 pintu Air Conditioner (AC) Autoclave Drying over natural convaction Gelas piala Termohigrometer Timbangan analitik Rak kultur (3mX60cm) Rak media (1,5 m X 60 cm) Pinset besar Pinset kecil Gunting Botol untuk stock Pengaduk media Kompor & tabung gas hotplate stirer Blender
selang penyiraman Pengki Sapu Lidi paranet
Biaya Penyusutan peralatan Tanaman Anggrek Laboratorium Total Biaya Umur Ekonomis Nilai Perolehan Nilai Sisa Penyusutan Penyusutan Penyusutan (Rp) (Tahun) (Rp) (Rp) per Tahun (Rp) Per Bulan (Rp) Per periode (Rp) 21.500.000 10 2.150.000 215.000 1.935.000 161.250 1.935.000 2.500.000 10 250.000 25.000 225.000 18.750 225.000 2.250.000 10 225.000 22.500 202.500 16.875 202.500 2.800.000 10 280.000 28.000 252.000 21.000 252.000 12.100.000 10 1.210.000 121.000 1.089.000 90.750 1.089.000 1.750.000 10 175.000 17.500 157.500 13.125 157.500 1.750.000 1 1.750.000 175.000 1.575.000 131.250 1.575.000 900.000 1 900.000 90.000 810.000 67.500 810.000 1.200.000 10 120.000 12.000 108.000 9.000 108.000 1.000.000 10 100.000 10.000 90.000 7.500 90.000 65.000 10 6.500 650 5.850 488 5.850 42.000 10 4.200 420 3.780 315 3.780 120.000 10 12.000 1.200 10.800 900 10.800 80.000 2 40.000 4.000 36.000 3.000 36.000 40.000 2 20.000 2.000 18.000 1.500 18.000 2.000.000 5 400.000 40.000 360.000 30.000 360.000 4.730.000 10 473.000 47.300 425.700 35.475 425.700 125.000 2 62.500 6.250 56.250 4.688 56.250 Total 7.360.380 613.365 7.360.380 Kebun 3.000.000 5 600.000 60.000 540.000 45.000 540.000 10.000 0,166666667 60.000 6.000 54.000 4.500 54.000 9.000 0,166666667 54.000 5.400 48.600 4.050 48.600 1.500.000 5 300.000 30.000 270.000 22.500 270.000 Total 912.600 76.050 912.600 Total semua 8.272.980
Lampiran 5. Biaya penyusutan Laboratorium dan Sere No 1. 2.
3. 4. 5.
Biaya penyusutan bangunan Biaya Umur ekonomis Nilai perolehan Nilai sisa Penyusutan penyusutan penyusutan Nama (Rp) (Tahun) (Rp) (Rp) per tahun (Rp) per bulan (Rp) per periode (Rp) Laboratorium anggrek 580.000.000 20 29.000.000 2.900.000 26.100.000 2.175.000 26.100.000 Laboratorium Pisang dan jati 600.000.000 20 30.000.000 3.000.000 27.000.000 Jati 13.500.000 1.125.000 7.875.000 Pisang 13.500.000 1.125.000 6.750.000 Sere Anggrek 312.944.497 10 31.294.450 3.129.445 28.165.005 2.347.084 28.165.005 Sere pisang 312.944.497 10 31.294.450 3.129.445 28.165.005 2.347.084 7.041.251 Sere Jati 216.913.025 10 21.691.303 2.169.130 19.522.172 1.626.848 8.134.238
121
Lampiran 6. Biaya Variabel Produk yang terjual pada tahun 2013 6.1.Tanaman Jati Tahap Aklimatiasi No Bahan 1 Pasir 2 Kompos 3 Arang sekam 4 Bibit Jati
Takaran perbandingan 1:1:1
Satuan
Biaya(Rp) Total(Rp) 75.000 27.000 9.000 3.240 9.000 3.240 Botol 5.000 45.000 78.480
9 Total
No 1 2 3
Tahap pendewasaan Bahan Takaran perbandingan 1:1:4 Polybag Pupuk kandang Tanah Total
Biaya(Rp) Total(Rp) 13.330 13.330 10.000 10.000 tidak ada 23.330
6.2.Tanaman Pisang Tahap aklimatisasi No 1 2 3 4
Bahan Pasir Kompos Arang sekam Bibit Pisang
Tahap Pendewasaan No Bahan 1 Polybag 2 Pupuk kandang 3 Tanah
Takaran Biaya(Rp) Total(Rp) perbandingan 1:1:1 75.000 1.650.000 9.000 198.000 9.000 198.000 1 4.000 88.000 2.134.000 Takaran perbandingan 1:1:4
Biaya(Rp) Total(Rp) 13.330 746.480 10.000 560.000 tidak ada 1.306.480
122
6.3.Tanaman Anggrek Tahap Pembuatan media No Nama Harga(Rp) Qty (g/l) Total(Rp) 1 Agar-agar 2.250 13 29.250 2 pisang Raja 1.500 13 19.500 3 Carcoal 300 26 7.800 4 Kristalon 1.855 19,5 36.173 5 Gula 11 390 4.290 6 Tiamin 26 13 338 7 NAA 12.000 6,5 78.000 8 Air kelapa 4.000 1950 5.200 9 Fish emulsion 16.000 0,0195 312 Total 180.863 Tahap Inisiasi no Nama Harga(Rp) Qty (g/l) Total(Rp) 1 Akuades 1.500 286 429.000 2 Desinfektan 5.000 286 1.430.000 3 Botol dan tutup 2.000 330 660.000 Total 2.519.000
no 1 2 3 4
Nama Pakis Arang Pot ukuran 15 cm Bibit anggrek botol
Botol ke kompot Harga(Rp) Qty (g/l) 15.000 0,090909 15.000 0,063636 9.000 5 4.000 5
1 Kaliandra 2 Pot ukuran 8 cm 3 Bibit anggrek
Kompot ke Individu 2.250 6.000 15.000
1 Arang murni 2 Kaliandra
Individu ke remaja 15.000 2.250
Remaja ke dewasa 1 Arang murni 15.000 2 Pot ukuran 18 cm 10.000 3 Bibit anggrek tanpa pot 7.500
Total(Rp) 1.364 955 45.000 20.000 67.318
1,5 3.375 182 1.092.000 50 750.000 1.845.375 0,046512 698 0,069767 157 855 0,046512 698 7 70.000 7 52.500 123.198 123
Lampiran 7. Biaya variabel Keseluruahn Produksi 7.1.Tanaman Jati 1. Tahap Pembuatan Media No Bahan 1 NH4NO3 2 KNO3 3 H3BO3 KH2PO4 COCl2 6H2O NAMO O2 2H2O Kl 4 CaCl2 2H2O 5 MgSO4 7 H2O ZnSO4 7H2O C4 SO4 5 H2O MnSO4 H2O 6 Na EDTA FeSO4 7H20 7 Thiamine Phyridoxine Glycine Nicotine acid 8 Myo inositol 9 BAP/ BA3 IAA IBA TDZ Kinetin 10 Cascin hidrolisa 11 Gula putih 12 Kertas lakmus 13 Agar-agar 14 NaOH dan HCl 15 Aquades Botol dan tutup 16 botol
Takaran (g/l) 66 78 0,248 6,8 0,001 0,01 0,0332 17,6 14,8 0,344 0,001 0,676 1,492 1,112 0,004 0,02 0,08 0,02 40 0,2 0,004 0,12 0,016 0,12 40 1600 40 40 40 40
Harga (Rp) 1.700 1.340 1.480.000 1.004 22.400 14.800 7.800.000 980 1.855 5.600 27.600 6.070 7.550 4.800 26.000 31.200 17.600 9.200 8.600 400.000 196.000 178.000 17.000.000 2.439.000 1.900 440 300 2.000 500 1.500 2.200.000
Total
Biaya(Rp) 112.200 104.520 367.040 6.824 22 148 258.960 17.248 27.454 1.926 28 4.103 11.265 5.338 104 624 1.408 184 344.000 80.000 784 21.360 272.000 292.680 76.000 704.000 12.000 80.000 20.000 60.000 2.200.000 2.882.220
124
2. Tahap Inisiasi Bahan Mata tunas jati Klorox/ Bayclin Akuades steril bakterisida fungisida Skalpel
Takaran 30 250 2 1/2 3/4 1 Total
Satuan pohon eksplan kecil cc 10 Liter Liter Liter Buah
Harga satuan (Rp) 7.500 5.000 16.000 30 000 30000 1.250
Biaya(Rp) 225.000 5.000 1.600 15.000 22.500 1.250 270.350
3. Tahap Sterilisasi No Bahan 1 Fungisida
Takaran (gr/liter) 2 Total
Total (Rp)
Harga (Rp) 240 240
720
4. Tahap Sub kultur Satuan
Takaran
Harga (Rp)
Bahan 1
liter
800
cc
4
Buah
Alkohol Spiritus Skalpel Total
15.000 1.600 1.250
Biaya (Rp) 60.000 6.400 5.000 71.400
5. Tahap Aklimatisasi No
Bahan
1 Pasir 2 Kompos Arang 3 sekam 4 Bibit Jati
Takaran perbandingan 1:1:1
220 botol
Harga (Rp)
Biaya (Rp)
75.000 9.000
647.400 77.688
9.000 5.000
77.688 1.100.000
Total
71.400.01
125
6. Tahap Pendewasaan No
Bahan
1 Polybag Pupuk 2 kandang 3 Tanah
Takaran Harga (Rp) perbandingan 1:1:4 13.330 10.000 tidak ada Total
Biaya (Rp) 287.661 215.800 503.461
126
7.2.Tanaman Pisang 1. Tahap Pembuatan Media Takaran No Bahan (g/l) 1 NH4NO3 135,3 2 KNO3 159,9 3 H3BO3 0,5084 4 KH2PO4 13,94 5 CaCl2.6H2O 0,00205 6 Na2MoO4.4H2O 0,0205 7 Kl 0,06806 8 Cacl2.2H2O 36,08 9 MgSo4.7H2O 30,34 10 ZnSO4.7H2O 0,7052 11 CuSO4.5H2O 0,00205 12 MuSO4.H2O 1,3858 13 NaEDTA 3,0586 14 FeSO4.7H2O 2,2796 15 Thiamine HCL 0,0082 16 Pyridoxine HCL 0,041 17 Glicine 0,164 18 Nicotine Acid 0,041 19 Myo inositol 82 20 BAP 0,41 21 NAA 0,0082 22 Casein Hidrolisa 82 23 Gula Putih 3280 24 Kertas Lakmus 82 25 Agar-agar 82 26 NaOH dan HCL 82 27 Aquades 82 28 Botol dan Tutup Total
Harga (Rp) 1.700 1.340 1.480.000 1.004 22.400 14.800 7.800.000 980 1.855 5.600 27.600 6.070 7.550 4.800 26.000 31.200 17.600 9.200 8.600 400.000 12.000 1.900 440 300 2.000 500 1.500 6.000.000
Biaya(Rp) 230.010 214.266 752.432 13.989 46 303 530.868 35.358 56.281 3.949 57 8.412 23.092 10.942 213 1.279 2.886 377 705.200 164.000 98 155.800 1.443.200 24.600 164.000 41.000 123.000 6.000.000 10.705.660
127
2. Tahap Inisiasi No 1 2 3 4 5 6
Satuan Bahan Takaran Harga satuan (Rp) Mata tunas bonggol pisang Pisang 2 4.000 cc Klorox/ Bayclin 3000 5.000 /10 liter Akuades steril 24 16.000 liter bakterisida 6 30.000 liter fungisida 9 30.000 buah skalpel 12 1.250 Total
Biaya (Rp) 8.000 60.000 38.400 90.000 202.500 15.000 413.900
3. Tahap Sterilisasi No
Bahan 1 Fungisida
Takaran (gr/liter) 24
Harga (Rp) 240 Total
Biaya (Rp) 5.760 5.760
4. Tahap Subkultur No
Bahan 1 Alkohol 2 spiritus 3 skalpel
Takaran 1,75 1400 7
Satuan liter cc buah
Harga(Rp) Biaya(Rp) 15.000 26.250 1.600 11.200 1.250 8.750 Total 46.200
5. Tahap Aklimatisasi No
Bahan 1 2 3 4
Pasir Kompos Arang sekam Bibit Pisang
Takaran perbandingan 1:1:1
1100 botol
Harga (Rp) Biaya(Rp) 75.000 9.000 9.000 4.000 Total
4.500.000 540.000 540.000 240.000 5.820.000
128
6. Tahap Pendewasaan No
Bahan
Takaran perbandingan 1:1:4
1 Polybag 2 Pupuk kandang 3 Tanah
Harga (Rp)
Biaya(Rp)
13.330 10.000 tidak ada Total
1.599.600 1.200.000 2.799.600
7.3.Tanaman Anggrek 1. Tahapan pembuatan media no 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Agar-agar pisang Raja Carcoal Kristalon Gula Tiamin NAA Air kelapa Fish emulsion
Harga (Rp) Takaran (g/l) Total (Rp) 2.250 220 1.500 220 300 440 1.855 330 11 6600 26 220 12.000 110 4.000 33000 16.000
0,33 Total
220 440 1.320 1.320 33.000 1.320 770 88.000 3 126.393
2. Tahap Inisiasi no
Nama 1 Akuades 2 Desinfektan Botol dan 3 tutup
Harga (Rp) 1.500 5.000 2.000 Total
Qty (g/l)
Total (Rp) 22 33.000 22 110.000
5000
10.000.000 10.143.000
3. Tahap Sub kultur No Bahan 1 Alkohol 2 Spiritus 3 Skalpel
Qty(g/l) Harga (Rp) 5,5 15.000 4400 1.600 22 1.250
Total (Rp) 330.000 35.200 27.500 392.700
129
4. Tahapan di Kebun
no 1 2 3 4
Nama Pakis Arang Pot ukuran 15 cm Bibit anggrek botol
1 Kaliandra 2 Pot ukuran 8 cm 3 Bibit anggrek 1 Arang murni 2 Kaliandra 1 Arang murni 2 Pot ukuran 18 cm 3 Bibit anggrek tanpa pot
Botol ke Kompot Harga Satua n (Rp) Qty Total (Rp) Kg 15.000 10 150.000 Kg 15.000 7 105.000 Buah 9.000 550 4.950.000 Buah 4.000 550 2.200.000 Kompot ke Individu Kg 2.250 30 67.500 Buah 6.000 3500 21.000.000 Buah 15.000 1000 15.000.000 Individu ke remaja Kg 15.000 10 150.000 Kg 2.250 15 33.750 Remaja ke dewasa Kg 15.000 10 150.000 Buah 10.000 1500 15.000.000 buah 7.500 1500 11.250.000 70.056.250
130
Lampiran 8. Investasi bangunan No Investasi Bangunan Gedung dan Laboratorium 1 tahap 1 Gedung dan Laboratorium 2 tahap 2 3 Penambahan dan perbaikan Sere A (Existing) Sere B (Tambah Luas) Sere C (Tambah Luas) Rehab Lath House Perbaikan sere A Bangunan sere 1 Bangunan sere 2 Bangunan sere 3 Bangunan Pencucian Botol Bangunan Area Pekerja Rehab Lab anggrek Pagar precast Rehab sere G Rehab sere F Rehab atap green house Saluran bangunan Jalan setapak Jalan setapak Instalasi Penyiraman site Total
Biaya (Rp) 2.151.585.047 6.906.073.889
258.451.724 285.956.337 283.310.510 162.058.692 121.646.826 312.944.497 312.944.497 216.913.025 115.285.299 210.213.604 319.095.747 157.620.779 61.950.505 31.641.254 46.775.726 4.081.643 104.104.377 529.952.333 168.192.045 12.760.798.356
Keterangan Dibangun pada tahun 2008 Dibangun pada tahun 2009 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013 Dikerjakan pada tahun 2013
131
Lampiran 9. Pembelian Alat 9.1.Tahun 2010 Alat Qty (buah) Analitikal Balance 2 Autoclave 2 Laminar air flow cabinet 2 Drying over natural convaction 2 Hotplate stirer 2 Cyberscab plt 2 Blender 2 Kulkas 2 Plant growth chamber 1 Rak botol kultur 20 Trolly laboratory 10 Lampu UV 10 Kabel listrik 10 lampu TL (20 Watt) 60 Vacum cleaner 2 Trolly jalan 10 Keranjang container 20 Kompor gas 5 Tabung gas 2 Panci stainless 4 Safety googgles 15 Pengaduk media 20 Box 5 Pinset besar 50 Pinset Kecil 50 Gunting 50 Lampu TL (40 Watt) 65 Bak plastik 40 Digital timer 5 Mata pisau no 11 20 Mata pisau no 22 15 Scalpel 40 Masker 29 Calibrex Digital top dispensette 2 Elektrikal balance 2 Digital thermohygrometer 5 Sarung tangan tahan panas 50 Alumunium foil 27 Botol lab ukuran 1 liter 2 Portable refraktometer 1 Fendell Flash Flood eyewash station 1 Plateform scale 1 Digital multimeter 1 Total
Harga (Rp) Total (Rp) 900.000 29.700.000 2.500.000 5.000.000 21.500.000 43.000.000 12.100.000 24.200.000 4.730.000 9.460.000 4.510.000 9.020.000 125.000 250.000 7.425.000 14.850.000 20.000.000 20.000.000 1.200.000 24.000.000 1.936.000 19.360.000 21.500 215.000 167.500 1.675.000 10.000 600.000 264.000 528.000 1.936.000 19.360.000 63.000 1.260.000 1.800.000 9.000.000 120.000 240.000 235.000 940.000 120.000 1.800.000 10.000 200.000 770.000 3.850.000 65.000 3.250.000 42.000 2.100.000 120.000 6.000.000 15.000 975.000 30.000 1.200.000 520.000 2.600.000 25.000 500.000 27.500 412.500 1.250 50.000 1.000 29.000 3.795.000 7.590.000 900.000 1.800.000 935.000 4.675.000 200.000 10.000.000 20.000 540.000 1.750.000 3.500.000 2.000.000 2.000.000 250.000 250.000 100.000 100.000 350.000 350.000 286.429.500
132
9.2. Tahun 2011 Tahun 2011 Qty (Buah) Biaya (Rp) Total biaya (Rp) 2 1.200.000 2.400.000 2 1.936.000 3.872.000 2 235.000 470.000 5.000 2.000 10.000.000 6.000 1.000 6.000.000 22.742.000
Alat Lemari reagencia troly instrument Panci set Botol tutup botol
9.3. Tahun 2012 Alat Kalibrasi Alat lampu TL Botol dan tutup Planlet pisang Jati platinum
Qty 21 50 1.250 75 25
Biaya (Rp) Total (Rp) 150.000 3.150.000 15.000 750.000 3.000 3.750.000 5.000 375.000 7.500 187.500 8.212.500
9.4.Tahun 2013 Satuan Alat Qty Biaya (Rp) Total (Rp) buah Kalibrasi alat 18 150.000 meter Selang penyiraman 100 buah Power Sprayer 1 190.000 buah Pengki 20 10.000 buah Sapu lidi 20 9.000 meter Paranet 300 15.000 Sandal lab 50 Pasang buah 15.000 buah Masker 1.000 1.000 buah Sarung tangan 123 1.250 buah gerobak celeng 2 1.500.000 buah Gerobak kayu 1 2.500.000 buah Plastik wrap 90 12.500 buah Plastik tahan panas 40 12.500 buah Alumunium foil 16 20.000
2.700.000 6.500.000 190.000 200.000 180.000 4.500.000 750.000 1.000.000 153.750 3.000.000 2.500.000 1.125.000 500.000 320.000 23.618.750
133
Lampiran 10. Biaya Bahan Baku 2010-2013 Tahun 2010
Bahan Amonium Nitrat (NH4NO3) Potasium Nitrat (KNO3) Calcium Nitrat (KaNO3) Charcoal aktive Casein hydrolisate Giberelic acid Benzyl amino purine Sukrose Pyridoxine, HCL TDZ IAA IBA Potasium Iodide Mio Inositol Tween 80 Buffer Ph 7 DMSO Pohon Eksplan Anggrek
2010 Jumlah Harga/ gram (Kg) (Rp) Harga/kg (Rp) Total (Rp) 3 1.700 1.700.000 5.100.000 3 1.340 1.340.000 4.020.000 0,5 1.000 1.000.000 500.000 1 300 300.000 300.000 1 1.900 1.900.000 1.900.000 2 1.200 1.200.000 2.400.000 0,003 110.000 110.000.000 330.000 2 11 11.000 22.000 0,075 31.200 31.200.000 2.340.000 0,0001 7.240.000 7.240.000.000 724.000 0,025 19.600 19.600.000 490.000 0,005 17.800 17.800.000 89.000 1 1.200 1.200.000 1.200.000 0,05 8.902 8.902.000 445.100 0,5 l 750 750 1l 300 300 1 400 400.000 400.000 565 7.500 4.237.500 Total 24.498.650
134
Tahun 2011 2011 Bahan Jumlah (Kg) Harga/ gram (Rp) Harga/kg (Rp) NH4NO3 1 1.700 1.700.000 KNO3 1 1.340 1.340.000 MgSO4 1 1.855 1.855.000 KH2PO4 1 1.004 1.003.500 CaCl2 0,5 980 980.000 Cacl2.6H20 0,025 980 980.000 CuSO4.5H2O 1 27.600 27.600.000 H3BO3 0,5 1.480.000 Kl 1 7.800.000 MnSO4H2O 0,25 6.070 6.070.000 NaMoO4.2H2 0,1 14.800 14.800.000 ZnSO4.7H2O 1 5.600 5.600.000 Glycine 0,1 17.600 17.600.000 Myoinositol 0,1 8.600 8.600.000 Nicotine Acid 0,1 9.200 9.200.000 Pyridoxine HCL 0,025 31.200 31.200.000 Thiamine HCL 0,1 26.000 26.000.000 IAA 0,005 196.000 196.000.000 NAA 0,1 12.000 12.000.000 IBA 0,005 178.000 178.000.000 BAP 0,005 400.000 400.000.000 TDZ 0,1 17.000.000 Geila Gum Bacto Agar 0,5 266 266.000 Glukose 1 11 11.000 Clorox 20 5.000 Pupuk kandang 30 10.000 Pestisida/ fungisida 15 30.000 Tabung reaksi ukuran 10 ml 40 65.000 Alumunium foil 10 20.000 pipet 3 65.000 Alkohol 28 15.000 Botol scoot 500 ml 3 65.000 Botol scoot 250 ml 3 100.000 Botol scoot 100 ml 3 125.000 Botol media 300 ml 1000 2.000 Timer electric 1 375.000 Benih bibit anggrek 80 7.500 Pot tanah 2000 5.000 Arang kayu 40 15.000 Pakis hancur 40 15.000 Gandasil D 40 6.950 Vitamin B1 40 42.000 Hyponex 40 14.000 Curacron 1/2 liter 4 30.000 Dithane 1 kg 8 90.000 Dencis 1/2 liter 4 90.000 Pohon Induk 50 5.000 Total
Total (Rp) 1.700.000 1.340.000 1.855.000 1.003.500 490.000 24.500 27.600.000 740.000 7.800.000 1.517.500 1.480.000 560.000 1.760.000 860.000 920.000 780.000 2.600.000 980.000 1.200.000 890.000 2.000.000 1.700.000 133.000 11.000 100.000 300.000 450.000 2.600.000 200.000 195.000 420.000 195.000 300.000 375.000 2.000.000 375.000 600.000 10.000.000 600.000 600.000 278.000 1.680.000 560.000 120.000 720.000 360.000 250.000 83.222.500
135
Tahun 2012 2.012 Jumlah Harga/kg Bahan (Kg) (Rp) Total (Rp) Polybag 25 20.000 500.000 NPK Mutiara 15 100.000 1.500.000 Urea 25 15.000 375.000 Sekam 25 15.000 375.000 Serutan kayu 60 10.000 600.000 Kaliandra 30 2.500 75.000 Pakis 30 15.000 450.000 Curacron (insektisida) 14 30.000 420.000 Dithane 45 3 90.000 270.000 Gandasil D dan B 10 6.950 69.500 Selang 1/4 inch 1 11.000 11.000 Pohon Induk 100 7.500 750.000 Total 5.395.500
136
Tahun 2013 2.013 Bahan Jumlah Harga/gram Harga/kg Total Kaliandra 250 2.500 625.000 Pakis 50 15.000 750.000 Arang kayu 80 15.000 1.200.000 Polybag 130 20.000 2.600.000 Pupuk kandang 250 10.000 2.500.000 Sekam kotoran Ayam 100 15.000 1.500.000 Serutan kayu 200 10.000 2.000.000 Sabut kelapa 200 2.500 500.000 Kompos 100 10.000 1.000.000 Mosh 3 13.000 39.000 Sukrosa 5 11.000 55.000 Dithane 48 90.000 4.320.000 Curacron 7 30.000 210.000 Siputox 5 35.000 175.000 Vitamin B1 24 42.000 1.008.000 Agrep 24 24.000 576.000 Fish emulsion 6 16.000 96.000 Heponik 60 14.000 840.000 Round up 3 60.000 180.000 (CNH4)2 SO4 2 607 607.000 1.214.000 Ca3 (PO4)2 2 607 607.000 1.214.000 KNO3 8 1.730 1.730.000 13.840.000 MgSO4H2O 2 1.855 1.855.000 3.710.000 KH2PO4 1 1.004 1.003.500 1.003.500 Fetarrat 1 1.500.000 1.500.000 Pepton 2 1.000.000 2.000.000 NH4NO3 7 1.700 1.700.000 11.900.000 CaCl2H2O 1 980 980.000 980.000 MgSO4.7H2O 1 1.855 1.855.000 1.855.000 Kl 2 7.800.000 15.600.000 H3BO3 7 1.480.000 10.360.000 MnSO4H2O 3 4.866 4.866.000 14.598.000 ZnSO4 0,5 5.600 5.600.000 2.800.000 Na2MO4 2H2O 1 14.800 14.800.000 14.800.000 CaSO4.5H2O 1 27.600 27.600.000 27.600.000 COCl2 6H2O 0,2 22.400 22.400.000 4.480.000 Na2 EDTA 0,5 7.550 7.550.000 3.775.000 FE SO4 7 H2O 2 4.800 4.800.000 9.600.000 Thiamine HCL 0,2 26.000 26.000.000 5.200.000 Asam Nicotine 0,2 9.200 9.200.000 1.840.000 Phyridoxine 0,2 31.200 31.200.000 6.240.000 Gycine 0,6 17.600 17.600.000 10.560.000 Myo inositol 1 8.600 8.600.000 8.600.000 Casein Hidrolisa 1 1.900 1.900.000 1.900.000 Pupuk kandang 30 10.000 300.000 Bibit pisang 15 7.500 112.500 Sekam 5 15.000 75.000 Agar-agar 63 10.000 630.000 Total 198.461.000
137
Lampiran 11. Pendapatan Hipotetik UPT Lebak Bulus (Harga Pasar bebas) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tahun Pendapatan ( Rp) 2010 985.500.000 2011 732.475.000 2012 392.595.000 2013 609.285.000 2014 792.070.500 2015 1.029.691.650 2016 1.338.599.145 2017 1.740.178.889 2018 2.262.232.555 2019 2.940.902.322 2020 3.823.173.018 2021 4.970.124.923 2022 6.461.162.400 2023 8.399.511.121 2024 10.919.364.457 2025 14.195.173.794 2026 18.453.725.932 2027 23.989.843.712 2028 31.186.796.825 2029 40.542.835.873
138
Lampiran 12. Analisis internal Rate of return Tahun Investasi (Rp) Biaya Operasi (Rp) Total Cost (Rp) Pendapatan (Rp) Net Benefit (Rp) DF 10% PV (Rp) DF 15% PV (Rp) 0 2.151.585.047 0 2.151.585.047 0 -2.151.585.047 1 -2.151.585.047 1 -2.151.585.047 0 6.906.073.889 0 6.906.073.889 0 -6.906.073.889 1 -6.906.073.889 1 -6.906.073.889 2010 1 286.429.500 231.629.133 518.058.633 985.500.000 467.441.367 0,90909 424.946.697 0,869565217 406.470.754 2011 2 22.742.000 298.571.423 321.313.423 732.475.000 411.161.577 0,82645 339.802.956 0,756143667 310.897.223 2012 3 8.212.500 226.848.174 235.060.674 392.595.000 157.534.326 0,75131 118.357.871 0,657516232 103.581.376 2013 4 3.726.758.170 591.813.574 4.318.571.744 609.285.000 -3.709.286.744 0,68301 -2.533.492.756 0,571753246 -2.120.796.735 2014 5 8.385.152.708 650.994.931 9.036.147.639 792.070.500 -8.244.077.139 0,62092 -5.118.923.285 0,497176735 -4.098.763.358 2015 6 7.205.990.608 716.094.425 7.922.085.033 1.029.691.650 -6.892.393.383 0,56447 -3.890.576.380 0,432327596 -2.979.771.861 2016 7 6.026.828.509 787.703.867 6.814.532.376 1.338.599.145 -5.475.933.231 0,51316 -2.810.019.592 0,37593704 -2.058.606.130 2017 8 4.847.666.409 866.474.254 5.714.140.663 1.740.178.889 -3.973.961.774 0,46651 -1.853.882.496 0,326901774 -1.299.095.153 2018 9 3.668.504.310 953.121.679 4.621.625.989 2.262.232.555 -2.359.393.434 0,42410 -1.000.613.136 0,284262412 -670.686.868 2019 10 2.489.342.210 1.048.433.847 3.537.776.057 2.940.902.322 -596.873.736 0,38554 -230.120.663 0,247184706 -147.538.059 2020 11 1.310.180.111 1.153.277.232 2.463.457.342 3.823.173.018 1.359.715.676 0,35049 476.572.049 0,214943223 292.261.669 2021 12 131.018.011 1.268.604.955 1.399.622.966 4.970.124.923 3.570.501.958 0,31863 1.137.671.958 0,18690715 667.352.346 2022 13 0 1.395.465.450 1.395.465.450 6.461.162.400 5.065.696.950 0,28966 1.467.351.965 0,162527957 823.317.374 2023 14 0 1.535.011.995 1.535.011.995 8.399.511.121 6.864.499.125 0,26333 1.807.637.165 0,141328658 970.150.449 2024 15 0 1.688.513.195 1.688.513.195 10.919.364.457 9.230.851.262 0,23939 2.209.792.401 0,122894485 1.134.420.714 2025 16 0 1.857.364.514 1.857.364.514 14.195.173.794 12.337.809.279 0,21763 2.685.066.771 0,10686477 1.318.477.148 2026 17 0 2.043.100.966 2.043.100.966 18.453.725.932 16.410.624.966 0,19784 3.246.754.663 0,092925887 1.524.971.877 2027 18 0 2.247.411.062 2.247.411.062 23.989.843.712 21.742.432.649 0,17986 3.910.567.626 0,080805119 1.756.899.855 2028 19 0 2.472.152.169 2.472.152.169 31.186.796.825 28.714.644.656 0,16351 4.695.073.855 0,070265321 2.017.643.718 2029 20 0 2.719.367.385 2.719.367.385 40.542.835.873 37.823.468.487 0,14864 5.622.217.580 0,061100279 2.311.024.475 NPV1 1.646.526.313 NPV2 -8.795.448.122
IRR
11%
139
Lampiran 13. Pertanyaan Wawancara 1.
Biaya Investasi Kapan bangunan UPT lebak bulus dibangun? Berapa luas m2 bangunan UPT lebak bulus? Berapa besar biaya investasi yang dikeluarkan?
2. Biaya Tetap Berapa Biaya Listrik per bulan? Berapa Biaya Listrik dari tahun 2010 sampai 2013? Berapa upah tenaga kerja per bulan? Berapa Upah tenaga kerja dari tahun 2010 sampai 2013? Berapa biaya telepon dari tahun 2010 sampai 2013? Berapa biaya internet dari tahun 2010 sampai 2013? (jika ada) 3. Biaya Produksi Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk tahap pembuatan Media? Berapa biayanya ? Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk tahap Inisiasi? Berapa biayanya ? Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk tahap Sterilisasi? Berapa biayanya? Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk tahap Sub kultur atau multiplikasi? Berapa biayanya ? Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk tahap Aklimatisasi? Berapa biayanya ? Alat dan bahan apa saja yang digunakan untuk tahap Pasca Aklimatisasi? Berapa biayanya ? 4. Tenaga Kerja Berapa jumlah tenaga kerja? Berapa gaji Tenaga kerja? Berapa periode waktu tenaga kerja memproduksi bibit? 5. Biaya Penyusutan Alat Alat apa saja kah yang digunakan untuk proses produksi? Sejak Kapan Air conditioner dibeli ? Sejak Kapan Laminar Air Flow dibeli ? Sejak Kapan Lemari es 2 pintu dibeli ? Sejak Kapan Autoclave dibeli ? Sejak Kapan Erlenmeyer dibeli ? 140
Sejak Kapan Gelas piala dibeli ? Sejak Kapan Termohigrometer dibeli ? Sejak Kapan Timbangan analitik dibeli ? Sejak Kapan Rak kultur (3mX60cm) dibeli ? Sejak Kapan Rak media (1,5 m X 60 cm) dibeli ? Sejak Kapan Pinset besar dibeli ? Sejak Kapan Pinset kecil dibeli ? Sejak Kapan Botol untuk stock dibeli ? Sejak Kapan Paranet dibeli ? Sejak Kapan Hand sprayer dibeli ? Sejak Kapan Power sprayer dibeli ? Dan seterusnya
6. Produk Berapa produk yang diproduksi pada tahun 2010 sampai 2013? Berapa produk yang terjual pada tahun 2010 sampai 2013? Berapa persen tingkat kegagalan produksi? Berapa Harga Jual produk bibit ?
141
Lampiran 14. Peta Lokasi UPT Lebak Bulus (Jl Pertanian Raya No.47)
142